Penetapan "Undang-Undang Darurat No. 25 Tahun 1957 Tentang Penghapusan Monopoli Garam dan Pembikinan Garam Rakyat" (Lembaran-Negara Tahun 1957 No. 82), Sebagai Undang-Undang

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1959

Kerangka<< >>

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1959 TENTANG PENETAPAN "UNDANG-UNDANG DARURAT NO. 25 TAHUN 1957 TENTANG PENGHAPUSAN MONOPOLI GARAM DAN PEMBIKINAN GARAM UNDANG-UNDANG Menimbang :

  1. bahwa Pemerintah berdasarkan pasal 96 ayat 1 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia telah menetapkan Undang-undang Darurat No. 25 tahun 1957 tentang penghapusan monopoli garam dan pembikinan garam rakyat (Lembaran-Negara tahun 1957 No. 82);

  2. bahwa peraturan-peraturan yang termaktub dalam Undang- undang Darurat tersebut perlu ditetapkan sebagai Undang- undang; Mengingat :

  1. pasal-pasal 97 dan 89 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia;

b. Undang-undang No. 29 tahun 1957 (Lembaran-Negara tahun 1957 No. 101); Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat; MEMUTUSKAN: Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PENEPATAN "UNDANG- UNDANG DARURAT NO. 25 TAHUN 1957 TENTANG PENGHAPUSAN MONOPOLI GARAM DAN PEMBIKINAN GARAM RAKYAT" (LEMBARAN-NEGARA TAHUN 1957 NO. 82). SEBAGAI UNDANG-UNDANG Pasal I. Peraturan-peraturan yang termaktub dalam Undang-undang Darurat No. 25 tahun 1957 tentang penghapusan monopoli garam dan pembikinan garam rakyat (Lembaran-Negara tahun 1957 No. 82) ditetapkan sebagai Undang-undang yang berbunyi sebagai berikut: Pasal 1. Zoutmonopoli-Ordonnantie 1941" sebagaimana termuat dalam Staatsblad tahun 1941" No. 357 dan No. 388, dan segala Undang-undang dan peraturan yang bertentangan dengan Undang-undang ini dicabut. Pasal 2. Di samping Perusahaan Garam dan Soda Negara, pembikinan garam hanya dapat dilakukan oleh warganegara Republik Indonesia dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut: (1) Pembikinan garam rakyat hanya dapat dilakukan setelah yang berkepentingan mendapat surat ijin dari Kepala Daerah Swatantra tingkat I/atau penjabat yang dikuasakan olehnya, yang juga dapat menetapkan syarat-syarat mengenai luas tanah pegaraman, cara pembikinan garam, kesehatan dan syarat-syarat lain berdasarkan kepentingan umum. (2) Kepala Daerah termaksud dalam ayat 1 dapat menetapkan, bahwa surat izin tidak berlaku, apabila perusahaan dijalankan oleh pihak lain daripada pemegang surat izin tersebut. (3) Letaknya pegaraman rakyat harus di luar jarak 3 km dari pegaraman Negara. (4) Perselisihan yang mungkin timbul antara Perusahaan garam Negara dengan mereka yang pada waktu berlakunya Undang-undang ini telah mempunyai kepentingan dalam daerah perusahaan garam tersebut diselesaikan dengan bantuan Pemerintah Daerah setempat. (5) Penguasa yang berhak memberi izin tersebut pada ayat 1 mengadakan daftar izin. Pasal 3. (1) Pemegang izin membikin garam diwajibkan membayar biaya izin perusahaan sebesar jumlah yang ditentukan oleh Pemerintah Daerah yang bersangkutan. (2) Biaya izin tersebut diperuntukkan pada Kas Pemerintah Daerah yang bersangkutan. Pasal 4. Pasal 2 sub 1 b dari "Indonesiche Tariefwet" (Staatsblad tahun 1924 No. 487 sebagaimana semenjak itu telah dirubah dan ditambah) dihapuskan. Pasal 5. Di daerah-daerah dimana sampai pada saat Undang-undang ini mulai berlaku sudah ada pembikinan garam rakyat, diberikan izin kepada penguasa pegaraman rakyat yang bersangkutan untuk membikin garam rakyat berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang ini setelah membayar biaya izin menurut pasal 3 ayat 1 dengan ketentuan, bahwa pengusaha yang berkepentingan selambat-lambatnya dalam waktu 6 bulan setelah Undang-undang ini berlaku, harus sudah menyampaikan permohonan untuk meneruskan pembikinan garam kepada yang berhak memberikan izin menurut ketentuan Undang-undang ini. Pasal 6. (1) Dihukum dengan hukuman denda setinggi-tingginya Rp. 10.000,-(sepuluh ribu rupiah) atau hukuman kurungan selama-lamanya tiga bulan barangsiapa melanggar ketentuan dalam pasal 2. (2) Pengusaha yang tidak memenuhi kewajiban termaksud dalam pasal 5 dihukum dengan hukuman denda sebanyak-banyaknya Rp. 2.500,- (dua ribu lima ratus rupiah) atau hukuman kurungan setinggi-tingginya tiga minggu. (3) Perbuatan-perbuatan Yang diancam dengan hukuman termaksud dalam pasal ini merupakan pelanggaran. (4) Garam Yang diperoleh karena pelanggaran tersebut pada ayat 1 disita sebagai bukti atau dirampas. Pasal 7. Di samping alat-alat kekuasaan Negara Yang pada umumnya di-wajibkan melakukan penyelidikan dan pengusutan pelanggaran-pelanggaran, Kepala Daerah Swatantra tingkat I termaksud pada pasal 2 dan pejabat Yang dikuasakan olehnya, wajib mengawasi jalannya Undang-undang ini. Pasal 8. Segala sesuatu Yang tidak diatur di dalam Undang-undang ini diselenggarakan oleh Kepala Dareah Swatantra tingkat Yang bersangkutan, jika perlu atas petunjuk Menteri Perindustrian. Pasal II. Undang-undang ini mulai berlaku pada hari diundangkan. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta pada tanggal 26 Mei 1959. Pejabat Presiden Republik Indonesia, ttd SARTONO. Diundangkan pada tanggal 9 Juni 1959. Menteri Kehakiman, ttd G. A. MAENGKOM. Menteri Keuangan, ttd SOETIKNO SLAMET. Menteri Dalam Negeri, ttd SANOESI HARDJADINATA. Menteri Perindustrian, ttd F.J. INKIRIWANG. LEMBARAN NEGARA TAHUN 1959 NOMOR 38. MEMORI PENJELASAN MENGENAI USUL UNDANG-UNDANG TENTANG PENETAPAN "UNDANG-UNDANG DARURAT No. 25 TAHUN 1957 TENTANG PENGHAPUSAN MONOPOLI GARAM DAN Sebagaimana diketahui, maka pada waktu tahun-tahun belakangan ini, oleh karena buruknya keadaan iklim, produksi garam Perusahaan Garam Negara dan Soda Negara tidak dapat memenuhi kebutuhan dalam daerah regi. Juga daerah luar monopoli, yang biasanya dapat memenuhi kebutuhannya sendiri, pada waktu belakangan ini tidak dapat membikin garam secukupnya sehingga terpaksa terus-menerus meminta bantuan beribu-ribu ton tiap-tiap bulan kepada Perusahaan Garam dan Soda Negara. Berhubung dengan keadaan tersebut diatas, maka untuk sekedar memperbesar produksi garam pada umumnya, dianggap perlu menghapuskan "Zoutmonopolie-Ordonnantie 1941 ", karena dengan demikian, rakyat dimanapun dalam daerah Negara ini akan mendapat kesempatan turut berusaha membikin baram. Jalan ini terpakai ditempuh oleh Pemerintah setelah ternyata dari penyelidikan Jawatan Geologi, bahwa didalam tanah Negara ini tidak terdapat lapisan-lapisan garam yang cukup banyaknya yang memugnkinkan cara pembikinan garam lain dari pada yang lazim sekarang ini. Penghapusan monopoli Pemerintah atas garam itu, tidak berarti bahwa tugas Perusahaan Garam dan Soda Negara sebagai produsen garam akan dikurangkan; hanya dengan hapusnya monopoli maka Perusahaan itu sebagai pelaksana "Zoutmonopolie-Ordonnantie tersebut akan berubah sifatnya dan merupakan Perusahaan Negara yang pada hakekatnya bekerja atas dasar komersiel dan tidak lagi merupakan satu-satunya badan yang berkewajiban bertanggung-jawab terhadap pembikinan dan pembagian garam seperti halnya selama waktu berlakunya "Zoutmonopolie-Ordonnantie 1941", melainkan usahanya disertai oleh usaha rakyat seumumnya. Dengan demikian akan maksud yang utama dari penghapusan monopoli garam itu ialah menambah jumlah produsen garam disamping yang sudah ada pada saat ini. Pelaksanaan Undang-undang ini pada hakekatnya diserahkan kepada Pemerintah Daerah, oleh karena pengawasan dan cara mengaturnya pembikinan garam rakyat tergantung sekali dari keadaan setempat, jika perlu atas petunjuk Menteri Perindustrian. Penambahan suatu ayat baru setelah pasal 2 ayat 3 yang menjadi ayat 4 baru didasarkan kepada kenyataan, bahwa sebelum Undang-undang ini berlaku, dilingkungan jarak 3 km menurut pasal 2 ayat 3 diatas sudah terdapat pegaraman rakyat, hingga berdasarkan pasal 2 ayat 3 itu pegaraman rakyat yang ada dalam daerah tersebut atau dekat pegaraman Pemerintah akan dikeluarkan. Berhubung dengan itu untuk menghindarkan timbulnya hal-hal yang tidak diinginkan, maka diadakan penambahan ayat 4 baru tersebut. Menurut "Zoutmonopolie-Ordonnantie 1941", pasal 2 ayat 1 daerah monopoli dahulu meliputi Pulau-pulau Jawa dan Madura, bagian-bagian dari Pulau Sumatera seperti Karesidenan Sumatera Timur, Tapanuli, Sumatera Barat (kecuali kepulauan-kepulauannya), Jambi. Bengkulu, Palembang, Lampung, Bangka dan Biliton serta sebagian dari Karesidenan Riau yakni daerah Bengkalis dan Indragiri dan Kecamatan Katemar; seluruh Kalimantan yang termasuk wilayah Republik Indonesia; bekas Karesidenan Menado (Sulawesi Utara dan Tengah). Dalam daerah, yang berada diluar daerah monopoli tersebut diatas, semenjak dahulu pembikinan garam oleh rakyat adalah bebas dan telah menjadi tradisi. Untuk menghindarkan timbulnya hal-hal yang tidak diinginkan dalam pelaksanaan Undang-undang ini didaerah-daerah tersebut terakhir ini, dipandang perlu diadakan tambahan penjelasan, yaitu bahwa Undang-undang ini hanya berlaku bagi daerah berlakunya "Zoutmonopolie-Ordonnantie 1941" dahulu. Diketahui: Menteri Kehakiman, ttd G.A. MAENGKOM. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA NOMOR 1717

Webmentions

Anda dapat memberikan tanggapan atas peraturan ini dengan like, retweet/repost pada tweet yang mencantumkan tautan pada laman ini.

Tanggapan (0):