Pengubahan Redaksi Bagian I Bab A dan Bagian II Bab A dari Pos 173 dari Tarip Bea Masuk dan Kenaikan Jumlah Bea dalam Bagian Pos yang Tersebut Terakhir
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1956
Kerangka Peraturan
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1956 TENTANG PENGUBAHAN REDAKSI BAGIAN I BAB A DAN BAGIAN II BAB A DARI POS 173 DARI TARIP BEA MASUK DAN KENAIKAN JUMLAH BEA DALAM BAGIAN POS YANG TERSEBUT TERAKHIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :
bahwa filem-cinematografis yang lebarnya 16 milimeter dalam Tarip Bea Masuk dikenakan bea atas dasar mewah, oleh karena filem itu dianggap dipergunakan terutama oleh para amatir atau untuk pertunjukan-pertunjukan yang tidak bersifat umum, b. bahwa sekarang ternyata produsen film-cinematografis, berdasarkan pertimbangan-pertimbangan komersil semakin lebih mempergunakan filem yang lebarnya 16 milimeter untuk menggambar di studio c.q. untuk pertunjukan-pertunjukan di gedung-gedung bioskop;
bahwa berhubung dengan yang tersebut di atas dirasa perlu filem selebar itu tidak lagi dibebani atas dasar tarif-mewah, akan tetapi selaras dengan pembebasan filem-bioskop biasa (yang lebarnya lebih dari 30 milimeter);
d. bahwa selanjutnya ada cukup alasan untuk meninjau kembali bea- spesifik atas filem-bioskop, karena bea tersebut belum seluruhnya disesuaikan dengan tingkatan harga dalam negeri yang sudah sangat meningkatnya. Mengingat : pasal 89 dan 117 Undang-undang pasar Sementara Republik Indonesia. Dengan persetujuan -Dewan Perwakilan Rakyat; Memutuskan : Menetapkan : Undang-undang tentang pengubahan redaksi Bagian I Bab A dan Bagian II Bab A dari Pos 173 dari tarif bea masuk dan kenaikan jumlah bea dalam Bagian Pos yang tersebut terakhir. Pasal 1. Tarif Bea Masuk, yang dimaksud dalam pasal 1 Undang-undang Tarip (Indische Tariefwet), sebagaimana yang kemudian telah diubah dan ditambah, diubah lagi sebagai berikut: A. Di dalam Bagian I bab a dan Bagian II bab a dari pos 173 kata-kata "meer dan 30 Millimeter" dibaca menjadi "16 atau lebih"; B. Di belakang Bagian II bab a dari pos 173 dalam lajur "rechten" kata-kata" Ro. 20,-" dibaca menjadi" Ro. 60,- Pasal 2… Pasal 2. Undang-undang ini mulai berlaku pada hari ketiga puluh setelah hari pengundangannya. Agar supaya setiap, orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta pada tanggal 31 Desember 1956. Presiden Republik Indonesia, ttd. SOEKARNO. Menteri Keuangan, ttd. JUSUF WIBISONO Diundangkan pada tanggal 31 Desember 1956. Menteri Kehakiman, ttd. MULJATNO LEMBARAN NEGARA NOMOR 80 TAHUN 1956 MEMORI PENJELASAN. UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 1956 TENTANG PENGUBAHAN REDAKSI BAGIAN I BAB A DAN BAGIAN II BAB A DARI POS 173 DARI TARIP BEA MASUK DAN KENAIKAN JUMLAH BEA DALAM BAGIAN POS YANG TERSEBUT TERAKHIR Dalam menetapkan tarip pilem-cinematografis didalam Tarip Bea Masuk (Pos 173) diadakan perbedaan antara pilem untuk menggambar di studio c.q. untuk pertunjukan digedung-gedung bioskop dan gedung umum lainnya dimana dikutip bea- masuk (apa yang disebut pilem-bioskop, yang lebarnya lebih dari 30 mm) dan pilem teruntuk bagi para amartir c.q. untuk pertunjukan yang tidak bersifat umum (apa yang dinamakan "smallfilm" yang lebarnya 30 mm dan kurang). Pilem-bioskop-yang belum dipakai untuk menggambar karena sifatnya sebagai bahan pertama untuk industri pilem, yang telah dipakai untuk menggambar berhubung dengan tujuan komersil dari penggambaran itu-tidak dikenakan bea menurut dasar mewah, akan tetapi masing-masing dikenakan bea 12% dari harga dan Rp.20,- tiap-tiap 100 meter, ditambah 50 opcenten, sedangkan "smallfilms" sebagai barang mewah dikenakan bea yang tertinggi, yakni 20% ditambah dengan 50 opcenten. Pemungutan bea-spesifik atas pilem-bioskop yang siap, didasarkan atas pertimbangan, bahwa boleh dikatakan tidak mungkin mengadakan dasar yang obyektif dalam menetapkan harga pilem- komersil. Oleh karena sekarang ternyata, bahwa produsen pilem, berdasarkan pertimbangan komersil, semakin bertambah mempergunakan pilem yang lebarnya 16 mm untuk menggambar distudio c.q. untuk pertunjukan di gedung-gedung bioskop, tidaklah ada alasan lagi untuk mempertahankan perbedaan tarip kedua pilem tersebut, sehingga diusulkan untuk membebani pilem yang lebarnya 16 mm selaras dengan pilem-bioskop- normal. Tujuan tersebut tercapai jika dibagian-bagian Pos 173 dari Tarip Bea Masuk perkataan-perkataan" meer dan 30 milimeter diganti dengan "16 mm atau lebih". Dengan demikian maka pilem amatir yang lembarnya 8 mm tetap dikenakan bea mewah. Bea masuk pilem-bioskok sekarang ialah Rp. 30,- tiap-tiap 100 meter, termasuk opcenten. Ketika ditahun 1952 diadakan pengubahan bea-spesifik, bea masuk terhadap pilem-bioskop belum seluruhnya disesuaikan dengan keadaan harga di dalam negeri yang sangat meningkatnya, diantaranya sebagai akibat dari tindakan Pemerintah dalam lapangan moneter, termasuk peraturan tambahan pembayaran impor (t.p.i). Dalam memperhitungkan bea-masuk pilem-bioskop harga t.p.i.nya diabaikan- untuk pilem itu ialah 100%-sehingga ini berarti bahwa bea-masuk pilem-bioskop amatlah rendahnya jika dibandingkan dengan barang-barang yang dikenakan bea ad valorem, oleh karena dalam harga entrepot barang-barang ini dimasukkan pula jumlah t.p.i. yang dibayar, sehingga sepantasnyalah tiap-tiap 100 meter, termasuk opcenten. Kenaikan… Kenaikan ini tidak mengurangi concessie yang diberikan kepada U.S.A. dalam konperensi-tarip di Geneva ditahun 1947, dalam konperensi mana ditetapkan, bahwa bea- masuk pilem-bioskop dapat dinaikkan sampai f 30-(Rp. 90-) tiap-tiap 100 meter, untuk melaksanakan apa yang diuraikan di atas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA NOMOR 1136
Webmentions
Anda dapat memberikan tanggapan atas peraturan ini dengan like, retweet/repost pada tweet yang mencantumkan tautan pada laman ini.