Pembaharuan Bea-Bea Spesifik dan Penggantiannya dengan Bea-Bea Ad Valorem
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1952
Kerangka Peraturan
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1952 TENTANG PEMBAHARUAN BEA-BEA SPESIFIK DAN PENGGANTIANNYA DENGAN BEA-BEA AD VALOREM Presiden Republik Indonesia Menimbang : bahwa bea-bea masuk spesifik yang dikenakan pada waktu ini atas barang-barang menurut ukuran tertentu sangat rendah dan tidak sesuai lagi dengan keadaan sekarang berhubung dengan naiknya harga barang-barang yang dimasukkan di Indonesia; Menimbang pula : bahwa kepentingan keuangan Negara menghendaki, supaya bea-bea masuk spesifik dalam jangka pendek sedapat mungkin diganti dengan bea-bea ad valorem untuk mendapat stabiliteit dalam pemungutan bea masuk; Mengingat : pasal 89 dan pasal 117 dari Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia; Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia; Memutuskan : Menetapkan : Undang-undang tentang pembaharuan bea-bea spesifik dan penggantian dengan bea-bea al valorem. Pasal 1. Tarip bea-bea masuk, termaktub dalam lampiran A dari pasal 1 dari Undang-undang Tarip (Indisch Tariefwet), seperti yang kemudian telah diubah dan ditambah, diubah dan ditambah lagi seperti berikut : a. dibelakang bagian I dari pos 1 didalam ruangan "Rechten", maka "f 100.-" harus dibaca "Rp. 700,-", sedang dalam pos tersebut tadi dibelakang bagian II didalam ruangan-ruangan "Maatstaf" dan "Rechten", maka "stuk" dan "f 20.-" harus dibaca "waarde" dan "12%". b. dalam pos 2, maka titik dua dibelakang "Wolve" dan bagian-bagian I dan II seluruhnya dihapuskan, sedang dibelakang pos tersebut tadi didalam ruangan- ruangan "Maatstaf" dan "Rechtten" harus dibaca "waarde" dan "6%". c. dibelakang pos 3 didalam ruangan-ruangan "Maatstaf" dan "Rechten", maka "stuk" dan "f 2.50" diganti dengan "waarde" dan "6%". d. dibelakang pos 4 didalam ruangan "Rechten" maka "f 15.-" diubah dimenjadi "Rp. 120,-". e. dalam pos 5 dibelakang bagian-bagian I dan II didalam ruangan-ruangan "Maatstaf" dan "Rechten", dihapuskan berturut-turut "stuk" dan "f 0.10", dan "stuk" dan "f 2.-", dan harus dibaca berturut-turut "waarde" dan "6%", dan "waarde" dan "20%". f. dibelakang pos 6 didalam ruangan-ruangan "Maatstaf" dan "Rechten", "100 stuks" dan "f 0.60" diganti dengan "waarde" dan "6%". g. dalam pos 8, maka bagian I untuk seluruhnya, dan perkataan "andere" didalam bagian II, dihapuskan, sedang bagian-bagian II dan III diberi nomor I dan II. h. dalam pos 15, maka titik dua dibelakang "surrogaten" dan bagian-bagian I dan II untuk seluruhnya dihapuskan, sedang dibelakang pos tersebut itu didalam ruangan- ruangan "Maatstaf" dan Rechten harus dibaca "waarde" dan 12%". i. dibelakang pos 38 didalam ruangan "Maatstaf" dan "Rechten", maka "100 kilogram" dan "f 40.-" diganti dengan "waarde" dan "20%". j. dalam pos 61, maka bagian-bagian I dan II diubah sebagai berikut : I Opium ............waarde ..............20% II Gambir ............waarde ..............12% k. dalam pos 111 dibelakang bagian Ib didalam ruangan-ruangan "Maatstaf" dan "Rechten" maka "hectoliter" dan "f 9.-" diganti dengan "waarde" dan "20%". l. didalam bagian I dan II dari pos 113, maka yang disebutkan dalam ruangan "Rechten" diubah sebagai berikut : I ......................Rp. 51.- IIa......................Rp. 60.- IIb......................Rp. 54.- m. didalam bagian-bagian I dan II dari pos 115, maka yang disebutkan dalam ruangan "Maatstaf" dan "Rechten" dihapuskan berturut-turut "hectoliter" dan "f 13.50", "100 flesschen" dan "f 42.-", "hectoliter" dan "f 21.-" dan harus dibaca berturut-turut "waarde" dan "20%", "waarde" dan "20%", dan "waarde" dan "20%". n. dalam pos 121 dibelakang bagian-bagian I dan II didalam ruangan-ruangan "Maatstaf" dan "Rechten", maka "100 kilogram" dan "f 12.-" dan "100 kilogram" dan "f 18.-" berturut-turut diganti dengan "waarde" dan " 12%", dan "waarde" dan "20%". o. dalam pos 122, maka titik dua dibelakang "begrepen" dan bagian-bagian I dan II dihapuskan, sedang dibelakang pos tersebut didalam ruangan-ruangan "Maatstaf" dan "Rechten", harus dibaca "waarde" dan "20%". p. dibelakang pos 128, didalam ruangan-ruangan "Maatstaf" dan "Rechten", maka "100 kilogram" dan "f 0.25", harus dibaca "waarde" dan "6%". q. dibelakang pos 138, didalam ruangan-ruangan "Maatstaf" dan "Rechten" maka "hectoliter" dan "f 0.40" harus dibaca "waarde" dan "6%". r. dibelakang bagian I dari pos 147, didalam ruangan-ruangan "Maatstaf" dan "Rechten", maka "100 kilogram bruto" dan "f 1.-" harus dibaca "waarde" dan "12%". s. didalam bagian-bagian I dan II dari pos 149 maka yang disebutkan didalam "Rechten" diubah sebagai berikut : I .........................Rp.60.- IIa.........................Rp. 16.- b .........................Rp.40.-. t. dibelakang pos 159 didalam ruangan "Rechten", maka bea istimewa yang dipungut lagi atas minyak wangi minyak rambut, air kumur, air penghias dan lain-lain air sejenis itu, sebesar "f 30.-" diubah menjadi "Rp. 240.-" per hectoliter cairan. u. dibelakang pos 162 didalam ruangan "Rechten", maka "f 3.-" harus dibaca "Rp. 6.-". v. dibelakang pos 173 IIa didalam ruangan "Rechten", maka "f 10.-" harus dibaca "Rp. 20.-". w. didalam pos 191, dibelakang bagian-bagian I dan II didalam ruangan-ruangan "Maatstaf" dan "Rechten" maka "100 kilogram" dan "f 20.-" dan "100 kilogram" dan "f 12.-" berturut-turut harus dibaca "waarde" dan "20%" dan "waarde" dan "12%". x. dibelakang pos 207 didalam ruangan-ruangan "Maatstaf" dan "Rechten", maka "kilogram" dan "f 2.50", harus dibaca "waarde" dan "20%". y. bagian I huruf-huruf a, b, dan c dari pada pos 921, diubah sebagai berikut : I. Kartu mainan dari kertas dalam lembaran, atau dalam bentuk lain ...............harga ..........20%. Pasal 2. Pasal ten tweede IIa dari Tariefordonantie (Staatsblad 1910 No. 628), seperti kemudian telah diubah dan ditambah, dihapuskan. Pasal 3. Undang-undang ini mulai berlaku pada hari ketiga puluh setelah hari pengundangannya. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran-Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta pada tanggal 11 Agustus 1952. Presiden Republik Indonesia, SOEKARNO. Menteri Keuangan, SUMITRO DJOJOHADIKUSUMO. Diundangkan pada tanggal 21 Agustus 1952. Menteri Kehakiman, LOEKMAN WIRIADINATA. PENJELASAN ATAS UNDANG UNDANG NO 12 TAHUN 1952 TENTANG PEMBAHARUAN BEA-BEA SPESIFIK DAN PENGGANTIANNYA DENGAN BEA-BEA AD VALOREM PENJELASAN Barang-barang yang dimasukkan di Indonesia pada umumnya dikenakan bea masuk (invoerrecht) atas harga dari barang-barang itu. Sejumlah persentase (6%, 8%, 10%, 12%, 20%) dari harga barang dipungut sebagai bea masuk. Bea yang dimaksudkan ini dalam douane tehnik disebut bea "ad valorem" atau bea harga. Beberapa macam barang tidak dikenakan bea "ad valorem", melainkan bea tertentu menurut ukurannya atau beratnya atau banyaknya. Bea ini disebut bea spesifik. Buku "Tarief van Invoerrechten" mempunyai seluruhnya 943 pos-pos tarif, dan terdiri dari 917 pos-pos tarif bea harga dan 26 pos-pos tarif bea spesifik. Bea spesifik ini pada umumnya diadakan berhubung dengan hal, bahwa penetapan harga dari barang-barang ini pada waktu dimasukkan menemui banyak perselisihan- perselisihan dan juga berhubungan dengan beberapa hal mengenai tehnik pabean. Pemungutan bea spesifik pada waktu-waktu yang lampau dapat dipertanggung- jawabkan oleh karena jalannya harga barang-barang bergerak di dalam batas-batas yang sempit. Perbedaan antara bea spesifik dan bea harga dalam hal ini tidak seberapa. Akan tetapi berlainanlah keadaannya pada zaman seperti dewasa ini, di mana harga pasar dari barang-barang import selalu berobah (makin lebih mahal) dan dipengaruhi pula oleh tindakan-tindakan di dalam lapangan monetair terhadap barang- barang ini. Bea-bea spesifik di dalam Tarif Bea Masuk Indonesia, sudah ada sebelum Perang Dunia ke II. Untuk sebagian bea-bea itu dapat diterangkan menurut sejarahnya, untuk sebagian lagi bea-bea itu didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan secara duanetehnis. Meskipun tingkatan harga sesudah perang lebih tinggi dari pada sebelum perang, maka hingga pada pertengahan tahun ke dua 1949, barulah diambil keputusan untuk menaikkan bea-bea spesifik sementara, dengan jalan menaikkan jumlah bea tambahan (opsenten). Alasan bahwa penaikan ini ditunda sampai pada saat itu, harus dicari di dalam suatu kenyataan, bahwa pemerintah tidak dapat mengambil ketentuan di dalam hal itu, sebelum terdapat suatu pandangan yang cukup jelas tentang jalannya harga-harga dalam masa yang panjang, dan di dalamnya telah timbul suatu stabiliteit. Berhubung dengan pentingnya peranan dar ibea masuk di dunia perdagangan, maka harus dicegah, bahwa dalam jangka yang sangat pendek harus diadakan lagi, peninjauan kembali dari bea-bea spesifik yang telah dirobah. Pertimbangan ini mengakibatkan pula, bahwa peninjauan kembali dari bea-bea spesifik tidak dapat dilakukan dengan begitu saja sesudah mulai berlakunya peraturan sertifikat devisen, akan tetapi harus menunggu dahulu jalannya nilai dari sertifikat itu. Meskipun jika diambil perhitungan kasar pendapatan bea atas dasar harga karena peraturan sertifikat devisen telah menjadi tiga kali lipat banyaknya dari pada sebelum adanya peraturan itu, pemungutan bea-bea spesifik tetap diadakan atas dasar semula. Ini berarti semata-mata suatu pajak yang rendah yang tidak seimbang dengan harga barang-barang yang dikenakan bea itu, dan merupakan suatu kehilangan pendapatan bagi Negara. Seperti telah diumumkan di dalam penjelasan dari "Undang-undang Darurat tentang bea tambahan atas bea masuk tahun 1952" (Undang-undang Darurat 1952 Nr 4, Lembaran Negara Nr 12), adalah tercantum maksud untuk mengadakan peninjauan kembali dari bea-bea yang tersebut itu pada permulaan tahun 1952. Maka sementara itu mulai pada tanggal 4 Pebruari yang lalu peraturan sertifikat devisen dihapuskan dan diganti dengan suatu peraturan penetapan nilai (kurs) dari pada beberapa valuta luar negeri, dalam peraturan mana diadakan kemungkinan akan penepan nilai itu menyimpang dari nilai (kurs) yang sekarang berlaku. Mengingat akan kenyataan, bahwa tidak dapat ditegaskan lebih dahulu, bagaimana kemungkinan semacam itu akan dipergunakan dalam jarak yang panjang dan bagaimana itu akan berakibatnya pada harga-harga, maka penyesuaian bea-bea spesifik pada waktu ini, dengan tingkatan harga dari barang-barang import (penaikan bea-bea spesifik) dianggap tidak tepat. Berhubung dengan masalah yang tidak tentu ini maka, untuk menghindarkan kehilangan selanjutnya dari pendapatan Negara, baiklah sekiranya untuk mengganti bea-bea spesifik dengan bea-bea atas dasar harga (bea ad valorem), yang seperti telah diuraikan di atas, dengan sendirinya menyesuaikan diri dengan naik-turunnya tingkatan harga. Dalam mempelajari lebih lanjut 26 pos-pos tarif yang bersangkutan, ternyatalah, bahwa bea spesifik dari sebagian besar dari pos-pos itu dapat dirobah menjadi bea harga, dalam perobahan mana jumlah persentasi dari bea itu disesuaikan dengan sistim yang dipakai pada waktu menetapkan tarif-tarif bea masuk dalam buku "Tarief van Invoerrechten" : Bahan-bahan mentah (ruwe grondstoffen) bebas. Alat-alat produksi, barang-barang hasil pabrik yang baru setengah selesai .......................................6% dari harga Barang-barang biasa untuk dipakai 12% dari harga Barang-barang mewah untuk dipakai 20% dari harga; persentasi-persentasi ini sementara dinaikkan dengan jumlah bea tambahan ("opsenten") tiap-tiap tahun. Bea spesifik bagi barang-barang yang berhubung dengan kesulitan-kesulitan secara douane-tehnis tidak dapat dirobah menjadi bea harga, disesuaikan dengan tingkatan harga pada dewasa ini, yaitu dengan menaikkan besarnya bea spesifik atas barang- barang ini. Dapat dikira-kirakan, bahwa peninjauan kembali dari bea-bea spesifik ini, akan berarti suatu pendapatan lebih sebesar ± Rp. 1.000.000,-tiap bulan bagi Negara. Sebagai penjelasan tentang penetapan tarif yang sekarang diusulkan itu, dapatlah sekiranya dimajukan sebagai berikut : Pasal 1. ad A. Bagian I dari pos 1 mengenai kuda-kuda yang pundaknya 1,40 m dan ke atas tingginya, ialah kuda-kuda perlombaan, kuda-kuda tunggangan dan kuda-kuda sejenis itu, yang dimasukkan teristimewa untuk tujuan kemewahan. Pada pemungutan bea atas dasar harga, maka kuda-kuda semacam itu sebetulnya harus dikenakan tarif kemewahan. (20% dari harga). Akan tetapi, oleh karena tidak mungkin untuk mengambil dasar guna penetapan harga dari kuda-kuda semacam ini, maka tidak pada tempatnya untuk mengganti bea spesifik menjadi bea harga. Maka berhubung dengan itu diusulkan untuk menaikkan jumlah bea sedemikian rupa, sehingga akan terdapat bea atas dasar tarif kemewahan. Bea pada dewasa ini : f. 100 + 300% Bea baru : Rp. 700 + 50% Lain halnya dengan "lain kuda" yang disebutkan di dalam bagian II. Dengan ini dimaksudkan kuda-kuda yang biasa dipakai, yang mempunyai suatu harga dagang yang tertentu. Kuda-kuda ini dapat dikenakan bea harga sebesar 12%, ditambah dengan bea tambahan yang lazim. Bea pada dewasa ini : ¦. 20.-+ 200% Bea baru : 12% + 50% bea tambahan ad B. Pos 2, hewan bertanduk dan hewan berbulu, hingga sekarang terdiri atas 2 bagian : I. kerbau dan lembu II. lain-lain, seperti domba, kambing jantan, kambing betina. Kedua bagian-bagian itu memungut bea dari hewan bertanduk ini dengan bea spsesifik yang berlainan. Maka tidak ada keberatan suatupun untuk merobah bea ini menjadi bea atas dasar harga; yaitu bea yang sama untuk kedua bagian itu. Oleh karena kedua jenis hewan bertanduk ini dimasukkan tidak untuk dipergunakan untuk konsumsi (dimakan), akan tetapi teristimewa untuk peternakan dan hewan perahan, maka dapatlah bea sebesar 6% ditambah dengan bea tambahan dikenakan padanya. Karena bea yang sama ini maka uraian dari pada pos itu dapat dipermudahkan oleh karena bagian-bagian itu dihapuskan. Bea pada dewasa ini : I. kerbau dan lembu f. 8.-+ 200% II. lain-lain, seperti domba, dan sebagainya ......¦. 1.-+ 400% bea tambahan. Bea baru : Hewan bertanduk dan hewan berbulu ..... 6% + 50% bea tambahan. ad C. Pada dewasa ini maka babi dikenakan bea dengan bea spesifik menurut pos 3. Pemasukan babi diselenggarakan dengan maksud untuk peternakan. Maka disinilah pula tidak ada keberatan terhadap penggantian menjadi bea atas dasar harga, yang sesuai dengan pos 2, harus ditetapkan sebesar 6% + bea tambahan. Bea pada dewasa ini : ¦. 2.50 + 200% bea tambahan. Bea baru : 6% + 50% bea tambahan. ad D. Di dalam pos 4 maka anjing dan kucing dikenakan bea dengan bea spesifik. Adapun pemasukan binatang jinak sejenis ini hanya untuk kegemaran belaka, dan karenanya maka bea masuk atau dasar ukuran kemewahan sudah pada tempatnya. Berhubung dengan amat sukarnya dalam menetapkan harga dari binatang- binatang ini, maka pemungutan bea atas dasar ukuran tetap dipertahankan, ialah bahwa bea dasar dinaikkan secara berimbangan : Bea pada dewasa ini : f. 15.-+ 300% bea tambahan. Bea baru : Rp. 120.-+ 50% bea tambahan. ad E. Pos 5 mengenai burung-burung (pluimvee) dan burung-burung lain, dan binatang-binatang ini dikenakan bea dengan bea spesifik. Ayam, itik, burung dara, yang tersebut di dalam bagian I, biasanya dimasukkan untuk peternakan; dan karena penetapan harga sekarang ini mudah diadakan, maka hewan ini dapat dikenakan bea sebesar 6% + bea tambahan. Bea pada dewasa ini : f. 0.10 + 300% bea tambahan. Bea baru : 6% + 50% bea tambahan. Burung-burung yang tersebut dalam bagian II, dimasukkan di Indonesia baik untuk kegemaran (burung kenari, burung undan dan sebagainya) baik untuk dipergunakan sebagai konsumsi berdasarkan kemewahan (ayam belanda = kalkoen, gangsa, fazanten, dan sebagainya). Penetapan harga dagang dari pada burung-burung ini yang jarang sekali dimasukkan, dalam praktek ternyata tidak menimbulkan kesulitan, sehingga burung-burung itu seharusnya dikenakan bea sebesar 20% + bea tambahan. Bea pada dewasa ini : f. 2.-+ 200% bea tambahan. Bea baru : 20% + 50% bea tambahan. ad F. Telor perindukan dari burung-burung pada dewasa ini dikenakan bea atas dasar ukuran tetap. Menggantikannya menjadi bea atas dasar harga disinipun tidak menemui kesulitan-kesulitan. Pemungutan baru seharusnya sebesar 6% + bea tambahan. Bea pada dewasa ini : 100 butir ¦.0.60 + 200% bea tambahan. Bea baru : 6% + 50% bea tambahan. ad G. Pos 8 membicarakan tentang daging dari hewan sembelihan dan kuda. Di dalam bagian I, maka pada saat ini, lembu yang telah disembelih (dipotong) yang diimport, seluruh atau separo badan (di dalam keadaan segar), dikenakan bea dengan bea spesifik, sedangkan di dalam bagian-bagian II dan III maka hewan lain yang telah dipotong, yang secara demikian dimasukkan, dikenakan bea atas dasar harga. Maka tidak adalah alasan untuk mempertahankan bea-bea yang berbagai-bagai ini; maka yang telah dipotong itu dengan tidak ada suatu keberatanpun dapat dikenakan bea menurut ukuran yang sama, ialah atas dasar harga. Uraian dari pada pos ini dengan dihapuskannya bagian I dapat dipermudah : Bea pada dewasa ini : I. lembu yang telah dipotong) yang dimasukkan seluruh )100 kg................ atau separo badan ) ¦. 6.- + 300% bea tambahan. II. hewan-hewan lain yang dipotong ... 12% + 50% bea tambahan. III. barang-barang yang lain termasuk dalam pos ini .................. 20% + 50% bea tambahan. Bea baru : I. hewan-hewan yang dipotong dan sebagainya pada umumnya ......... 12% + 50% bea tambahan. II. barang-barang yang lain termasuk dalam pos ini .................. 20% + 50% bea tambahan. ad H. Dalam pos 15 pada bagian I, maka telor ayam dan itik yang sangat segar atau diawetkan yang diperuntukkan untuk dimakan, dikenakan bea menurut dasar ukuran tetap, sedang dalam bagian II telor burung lain yang dapat dimakan, dikenakan bea atas dasar harga sebagai barang makanan. Terhadap perlakuan yang berbagai-bagai ini tidak ada alasan yang cukup. Telor ayam dan itik yang termaksud itu dapat pula dianggap sebagai barang makanan biasa dan dikenakan bea sebesar 12% + 50% bea tambahan. Dengan dihapuskannya perbedaan ini, sehingga perbedaan antara I dan II lenyap, maka uraian tentang pos tarif ini dapat dipermudahkan. Bea pada dewasa ini : I. Telor ayam dan itik : 100 butir f. 0.60 + 300% bea tambahan. II. Barang-barang yang lain termasuk dalam pos ini ....... 12% + 50% bea tambahan. Bea baru : semua barang-barang termasuk dalam pos ini ............ 12% + 50% bea tambahan. ad I. Teh dalam pos 38 pada saat ini dikenakan bea dengan bea spesifik, sedang kopi, yang mempunyai kedudukan sama dengan teh sebagai benda penyegar, di dalam pos 37 dikenakan bea atas dasar harga berdasarkan atas pemakaian bersifat kemewahan, maka teh hendaknya dikenakan bea dengan bea yang sama pula. Bea pada dewasa ini : 1OO Kg f.40,-+ 50% bea tambahan. Bea baru : 20% + 50% bea tambahan. ad J. Dalam pos 61, sari tumbuh-tumbuhan, dengan pengecualian ca-outchouc dsb.- nya, maka candu yang dikenakan bea atas dasar bea spesifik, dimasukkan dalam bagian I. Bea ini dengan tidak ada keberatan dapat diganti menjadi bea atas dasar harga menurut tarif kemewahan. Oleh karena pemasukan candu terlarang, maka perobahan ini hanya mempunyai arti principieel bukan practisch. Bea pada dewasa ini : 100 Kg f. 450.- + 50% bea tambahan. Bea baru : 20% + 50% bea tambahan. Bagian II dari pos ini mengenakan bea atas gambir, dan membedakan (a) gambir Riau, yang dikenakan bea atas dasar harga, dan (b) gambir lain, yang dikenakan bea atas dasar bea spesifik. Maksud dari perbedaan ini ialah untuk memajukan pasarannya gambir Riau di dalam daerah pabean. Sebagai akibat dari tindakan-tindakan moneter yang telah diambil di negeri ini sesudah perang, maka terdapatlah, bahwa bea spesifik atas gambir Riau jauh lebih rendah dari pada bea atas dasar harga atas gambir lain, sehingga menyimpang dari tujuan semula itu. Maka dapatlah kiranya sekarang ditetapkan bea yang sama atas dasar harga bagi kedua jenis gambir itu, lebih-lebih karena telah direncanakan untuk memasukkan Riau ke dalam daerah pabean. Bea atas dasar harga ini hendaknya disesuaikan dengan sistim tarif sebesar 12% + 50% bea tambahan. Bea pada dewasa ini : a. gambir Riau ........15% + 50% bea tambahan. b. gambir lain ........f. 20,- + 150% bea tambahan. Bea baru : Gambir ................ 12% + 50% bea tambahan. ad K. Dalam pos III terdapatlah, bahwa di dalam bagian I di bawah a, air belanda untuk pemakaian pengobatan dikenakan bea atas dasar harga, ialah 12% + 50% bea tambahan, sedang air belanda lainnya di bawah huruf b, dikenakan bea atas dasar bea spesifik. Untuk perbedaan ini tidak ada alasan suatupun, sehingga air belanda lainnya untuk konsumsi berdasarkan atas kemewahan, dengan tidak ada keberatan, dapat pula dikenakan bea atas dasar harga, ialah 20% + bea tambahan. Bea pada dewasa ini : Ib. air belanda lainnya ........ H.L.f. 9.- + 200% bea tambahan. Bea baru : Ib. air belanda lainnya ........ 20% + 50% bea tambahan. ad L. Pos 113 mengenai bea masuk dari bir dalam tahang dan dalam botol. Oleh karena bea masuk dari bir banyak bertalian dengan cukai bir yang dikenakan atas bir yang dibuat di Indonesia, maka perobahan bea spesifik dari bir dalam bea ad valorem tidak dapat diadakan. Untuk dapat melindungi perusahaan- perusahaan bir di Indonesia maka dalam hal ini diadakan perobahan (penaikan) dalam besarnya bea spesifik yang dikenakan atas bir yang didatangkan dari luar Negeri. Pada waktu diadakan peraturan moneter baru pada bulan Maret 1950, perusahaan-perusahaan bir di Indonesia mengalami kesulitan berhubung dengan meningkatnya harga bahan-bahan dari luar Negeri yang diperlukan untuk membuat bir, sedang pada waktu itu bea masuk dari bir tidak dinaikkan. Pada waktu ini dirasa perlu, untuk melindungi perusahaan-perusahaan bir di Indonesia, menaikkan bea masuk atas bir dari luar Negeri yang dimasukkan di Indonesia. Bea pada dewasa ini : I. Bir dalam tahang per H.L.- fl. 19,- + 150% bea tambahan. II. Bir dalam botol a. Stout atau Porter per H.L.- fl. 22,- + l50% bea tambahan. b. Bier lain per H.L.- fl. 20,- + 150% bea tambahan. Bea baru : I. ........ per H.L.- Rp. 51.- + 50% bea tambahan. IIa. ........ -"--- Rp. 60,- + 50% bea tambahan. IIb. ........ -"--- Rp. 54,- + 50% bea tambahan. ad M. Pos 115 mengenai bea masuk atas anggur (bea spesifik). Bea masuk atas anggur yang berlaku sekarang ialah bea masuk sebelum perang dan belum dirobah sampai sekarang. Penggantian bea spesifik atas anggur dengan bea ad valorem dapat diadakan dengan tidak menemui kesulitan dalam tehnik Douane. Anggur ini baik dalam tahang maupun dalam botol dipandang sebagai minuman yang mewah, sehingga harus dikenakan bea masuk sebesar 20% dari harga. Bea pada dewasa ini : I. dalam tahang per H.L.- fl. 13,50 + 50% bea tambahan. II. dalam botol : a. mousserend per 100 flesschen - fl. 42,- + 50% bea tambahan. b. lain per H.L. - fl. 21,- + 50% bea tambahan. Bea baru I. ..................... 20% + 50% bea tambahan. IIa. ..................... 20% + 50% bea tambahan. b. .....................20% + 50% bea tambahan. ad N. Pos 121 mengenai jenis-jenis tembakau. Bagian I mengenakan bea pada pemasukan daun tembakau, segar atau dikeringkan dsb.-nya dengan bea spesifik, demikian pula bagian II terhadap tembakau buatan pabrik yang tidak disebutkan pada pos-pos lain (shag. tembakau pipa, dsb-). Pada asalnya maka bea spesifik itu berdasarkan atas bea yang sesuai dengan bea atas dasar harga sebesar 12%. Maka sudah lama terkandung maksud untuk mengganti bea ini menjadi bea atas dasar harga. Maka bagian I-lah, di dalam mana termasuk tembakau, yang dimasukkan untuk pembikinan sigaret, yang merupakan suatu soal perundingan pada konperensi internasional tentang Tarif dan Perdagangan (G.A.T.T.) pada tahun 1947 di Geneve. Berhadapan dengan konsesi-konsesi tarif yang terdapat dari negeri- negeri lain, maka Indonesia mengikatkan diri untuk tidak mengenakan bea lebih dari pada 12% ditambah dengan 50% bea tambahan. Di dalam tarif berhubung dengan hal ini telah ditetapkan teristimewa, bahwa bea spesifik itu tidak dapat melebihi dari pada 12%. Maka sekaranglah dapat dimulai dengan penggantian bea spesifik menjadi bea atas dasar harga sebesar 12% + 50% bea tambahan, dengan tidak bertentangan dengan kewajiban-kewajiban internasional itu. Bea pada dewasa ini : 100 Kg. f.- 12,- + 200% bea tambahan; (maximum 12% dari harga) Bea baru : 12% + 50% bea tambahan. Tembakau buatan pabrik termasuk di dalam bagian II dapatlah sudah dianggap sebagai benda-penyegar yang telah selesai, sehingga suatu bea sebesar 20% + 50% bea tambahan sudah pada tempatnya. Bea pada dewasa ini : 100 Kg. f.- 18,- + 200% bea tambahan. Bea baru: 20% + 50% bea tambahan. ad O. Pos 122 pada saat ini mengenakan bea cerutu dan sigaret di dalam bagian I dan lain-lain barang-barang rokok sejenis itu di dalam bagian II dengan bea spesifik. Semua benda-benda penyegar ini dapat dikenakan bea sebesar 20% + 50% bea tambahan, dengan tidak menemui kesulitan-kesulitan. Bea pada dewasa ini: I. cerutu dan sigaret 100 Kg. Rp. 100,- + 35% bea tambahan. II. barang-barang lainya termasuk dalam pos.......... 100 Kg. Rp. 150,- + 35% bea tambahan. Bea baru: Cerutu dan sigaret dan barang-barang) 20%-50% bea rokok lainnya, tersebut dalam pos) tambahan. ad P. Di dalam pos 128 portlandcement dan sebagainya dikenakan bea dengan bea spesifik yang rendah. Dalam pada perobahan bea-bea spesifik pada tahun 1949, maka bea yang rendah ini tidak dinaikkan, berhubung dengan sangat pentingnya barang ini sebagai bahan untuk pembangunan. Terhadap hal ini terdapatlah alasan yang lebih tepat, oleh karena pada waktu itu pembikinan semen sendiri hanya untuk sebagian saja dapat dilakukan. Pula sesudahnya berlakunya peraturan-peraturan sertifikat devisen penaikan bea atas semen tidak diadakan, sehingga hal ini dapat diabaikan adanya. Keadaan sekarang berlainan dengan keadaan pada tahun 1949 dan mengingat akan kedudukan keuangan negara, tidak adalah alasan suatupun untuk lebih lama mengenakan bea yang sangat rendah itu terhadap semen. Sebagai bahan pembantu untuk produksi maka hendaknya bea atas semen ditetapkan sebesar 6% + 50% bea tambahan. Bea pada dewasa ini : 100 Kg.25sen + 50% bea tambahan. Bea baru : 6% + 50% bea tambahan. ad Q. Di dalam pos 138 maka minyak tanah (kerosine) dikenakan bea dengan bea spesifik, sedangkan bensin dan minyak-minyak pertambangan sejenis itu dikenakan bea atas dasar harga. Terhadap pengenaan bea yang berlainan ini tidak ada alasan suatu apapun, sehingga dengan tidak ada keberatan bea spesifik ini dapat diganti menjadi bea atas dasar harga, ialah sebesar 6% + 50% bea tambahan. Bea pada dewasa ini: per H.L. 40 sen + 250% bea tambahan. Bea baru : 6% + 50% bea tambahan. ad R. Di dalam pos 147 bagian I, maka koolzuur dikenakan bea dengan bea spesifik, sedangkan gas-gas lain (misalnya ammonia), yang seperti koolzuur di dalam tabung-tabung silinder dimasukkan, menurut bagian II dari pos ini, dikenakan bea dengan bea atas dasar harga. Di dalam praktek ternyatalah, bahwa bea yang terakhir ini tidak menimbulkan kesulitan-kesulitan. Maka tidak adalah keberatan untuk mengenakan bea terhadap koolzuur atas dasar harga, ialah bea, yang berhubung dengan pemakaiannya gas ini pada industri minuman-minuman (pembikinan minuman yang mengandung koolzuur), hendaknya ditetapkan sebesar 12% + 50% opsenten. Bea pada dewasa ini : 100 Kg. bruto f.l,- + 400% bea tambahan. Bea baru : 12% + 50% bea tambahan. ad S. Pos 149 mengenai berbagai-bagai jenis garam, yang semuanya dikenakan bea spesifik. Oleh karena tingginya bea masuk ini, bertalian dengan harga dari pada garam regie, maka bea itu dapatlah dianggap sebagai bea masuk yang berbandingan, yang selalu harus berada di dalam suatu pertimbangan tertentu dengan harga- harga dari pada garam yang dibuat di negeri ini. Untuk ini maka macam bea spesifik ini adalah yang paling tepat. Karena alasan ini maka sekaranglah hanya diadakan perobahan dalam jumlah- jumlah bea spesifik, untuk menyesuaikan bea-bea masuk dengan harga dari garam regie (garam yang berasal dari gudang garam Pemerintah). Bea pada dewasa ini : I. garam halus (tafelzout) dari semua jenis dan garam karang atau batu. 100 Kg. f. 15,- + 100% bea tambahan. II. lain-lain : a. untuk pemakaian pada industri 100 Kg. Rp. 2,- + 300% bea tambahan. b. bukan untuk pemakaian pada industri :
- di Singkel c.s. 100 Kg. f. 10,- + 100% bea tambahan. 2. ditempat lain 100 Kg. f. 6,50 + 100% bea tambahan. Bea baru : I. ...... 100 Kg ..... Rp. 60,- + 50% bea tambahan. IIa. ...... 100 Kg ..... Rp. 16,- + 50% bea tambahan. b. ...... 100 Kg ..... Rp. 40,- + 50% bea tambahan. Bagian 1 dan 2 dari pos 149 II b dihapuskan. ad T. Pos 159 dan 160 mengenai barang sulingan dan mengenakan bea terhadapnya dengan bea spesifik yang sama tingginya dengan cukai barang sulingan yang dibuat di dalam Negeri. Bea masuk yang sesama ini pada azasnya harus tetap dipertahankan. Akan tetapi dalam pos 159 bea ini atas minyak wangi, minyak rambut, air kumur, minyak penghias, ditambah pula dengan bea spesifik yang istimewa untuk itu. Bea ini hendaknya dipertahankan, akan tetapi disesuaikan dengan tingkat harga sekarang. Bea istimewa pada dewasa ini : minyak wangi, air kumur dan lain-lain per hektoliter f. 30,- + 250% bea tambahan. Bea istimewa baru : minyak wangi, air kumur dan lain-lain per hektoliter Rp. 240,- + 50% bea tambahan. ad U. Bea masuk untuk sari buah-buahan yang mengandung alkohol, dan sebagainya, harus pada pokoknya tetap didasarkan atas bea masuk spesifik untuk barang sulingan. Akan tetapi tingginya bea itu harus ditentukan dalam perbandingan yang tepat dengan bea atas harga barang sulingan. Bea pada dewasa ini : Kg. f. 3,- + 50% bea tambahan. Bea baru : Rp. 6,- + 50% bea tambahan. ad V. Pada dewasa ini bea atas film bioskop yang masuk dalam pos 173 IIa Rp. 10,- + 200% bea tambahan = Rp. 30,- per 100 meter. Bea ini tidak dapat dinaikkan, oleh karena terikat pada GATT. Untuk persamaan bea tambahannya dapat dibikin 50% tetapi dalam hal ini bea pokoknya harus menjadi Rp. 20,-. ad W. Dari dahulu kala maka lilin di dalam pos 191 dikenakan bea dalam bea spesifik. Akan tetapi bea ini dengan tidak menjumpai suatu keberatan apapun juga, dapat dirobah menjadi bea atas dasar harga. Berbagai-bagai jenis lilin untuk tujuan kemewahan tersebut di dalam bagian I, harus dikenakan tarif kemewahan, sedang lilin tersebut di dalam bagian II dapat dikenakan bea sebagai barang pemakaian biasa. Bea pada dewasa ini : I. lilin untuk tujuan kemewahan : 100 Kg. f. 20,- + 100% bea tambahan. II. lilin lain-lain : 100 Kg. Rp. 12,- + 100% bea tambahan. Bea baru : I. berbagai-bagai jenis lilin untuk tujuan kemewahan 20% + 50% bea tambahan. II. lilin lain-lain : 12% + 50% bea tambahan. ad X. Bea spesifik atas batu-api, seperti yang termaksud di dalam pos 207 pada waktu yang lampau mempunyai tujuan untuk melindungi cukai korek api, yang sekarang tidak dipungut lagi. Maka dengan tidak ada keberatan batu-api sekarang dapat dikenakan bea sebagai barang-pemakaian bertujuan kemewahan dengan bea atas dasar harga, sebesar 20% + 50% bea tambahan. Bea pada dewasa ini : Kg. f. 2,50 + 50% bea tambahan. Bea baru : 20% + 50% bea tambahan. ad Y. Pos 921/I mengenakan bea berbagai-bagai jenis kartu-judi. Pos ini membedakan antara : (a) kartu-judi berwarna empat, seperti kartu untuk bridge dan sebagainya. (b) kartu-judi dari Tiongkok dan sebagainya, yang kedua-duanya dikenakan bea dengan bea spesifik, dan (c) kartu judi lain-lainnnya, yang dikenakan bea dengan bea atas dasar harga. Tidak ada alasan untuk membeda-bedakan bea masuk atas kartu-kartu ini. Semua kartu-judi dapat dikenakan bea, sebagai barang-barang kemewahan dengan bea atas dasar harga sebesar 2O% + 5O% bea tambahan. Bea pada dewasa ini : I. a) kartu-judi berwarna empat, dan sebagainya, Kg. f. 1,50 + 100% bea tambahan. b) kartu-judi Tiongkok dan sebagainya Kg. f. 0,25 + 100% bea tambahan. c) lain-lain : .... 2O% + 50% bea tambahan. Maksud pasal ini ialah menghilangkan perbedaan tarif di daerah Singkel dan bagian Aceh lainnya. Di dalam pasal ini, sesuai dengan kebiasaan internasiona, telah diambil masa satu bulan, sebelum penaikan-penaikan dan perobahan-perobahan dari pada tarif ini mulai berlaku. Dengan cara demikian, maka dunia dagang dapat menyesuaikan dirinya dengan keadaan baru. LN 1952/57; TLN NO. 270
Webmentions
Anda dapat memberikan tanggapan atas peraturan ini dengan like, retweet/repost pada tweet yang mencantumkan tautan pada laman ini.