Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara

Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2021

Kerangka<< >>

Menimbang Menimbang Mengingat PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 96 TAHUN 2O21 TENTANG PELAKSANAAN KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa untuk melaksanakan ketentuan pasai S ayat (3), Pasal 34 ayat (3), Pasal 40 ayat (8), pasal 42A ayat l2), Pasal 46 ayat (3), Pasal 49, Pasal 51 ayat (3), pasal 6O ayat (3), Pasal 62A ayat (21, Pasal 65 ayat (2), pasal Zl ayat l2l, Pasal 72, Pasal 75 ayat (6), Pasal T6 ayat (3), pasal g3A ayat l2l, Pa.sal 83B ayat (2), Pasal 84, pasal 86 ayat (2]1, Pasal 86A ayat (3). Pasal 86H, pasal 9l ayat (5), pasal g3B, Pasal lO2 ayat (4|, Pasal 1Og, Pasal 111 ayat (2), pasal it2 ayat (41, Pasal ll2L ayat (3), ^pasal 116, pasal l23B ayat (3), Pasal I24 ayat (4), Pasal 1374, ayat (2), dan pasal 156 undang-undang Nomor 4 Tahun 2oog tentang perternbangan Mineral dan Batubara sebagaimana telah beberapa [ali diubah, terakhir ^' dengan Undang-Undairg Nomor l1 Tahun 2o2o tentang cipta Keda, perlu rrrenetapkan peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara;

  1. Pasal 5 ayat (2) undarrg-undang Dasar Negara Republik irrdonesia'['ahrrn I 945:

  2. Unciang-Undarrg Nomor 4 Tahun 2OOg tentang Pertambangan ivlilrer.rl dan Batubara (Lembaran Ncgari Repubhk Indonesia Tatrun 2oo9 Nonor' 4, Tambaha, Lembararr lregara Republrk Indonesia Nomor. 4959) sebagaimana telrrh beberapa kali diuuah, terakhir dengan Undang-Undaag Nomt-,r 1l fahun 2O2O r.enrang Crpta Ke{a (Lernbaran i{egara Republik Indc'rnesia Tahun 2o2o Nomor 24: , J'a.i'trbahan Lembarar^ Negara Repubiik Indonesia Nonrcr 6573); MEMUTLISKAN MEMUTUSKAN: PEMERINTAH TENTANG T'SAHA PERTAMBANGAN PELAKSANAAN MINERAL DAN Menetapkan PERATURAN KEGIATAN BATUBARA. BAB I KETENTUAN UMUM

    Pasal 1

    Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:


  3. Pertambangan aclalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan/atau pemurnian atau pengembangan dan/atau pemanfaatan, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang. 2. Mineral adalah senyawa anorganik yang terbentuk di alam, yang memiliki sifat fisik dan kimia tertentu serta susunan kristal teratur atau gabungannya yang membentuk batuan, baik dalarn bentuk lepas atau padu. 3. Batubara aCalah endapan senyawa organik karbonan yang terbentuk secara alamiah dari sisa tumbuh-tumbuhan. 4. Pertambangan Mineral adalah Pertambangan kumpulan Mineral yang berupa bijih atau batuan, di luar panas bumi, minyak dan gas bumi, serta air tanah. 5. Pertambangan Batubara adalah Pertambangan endapan karbon yang terdapat di dalam bumi, termasuk bilumen padat, gambut, dan batuan aspal. 6. Usaha Pertambangan adalah kegiatan dalam rangka pengusahaan Mineral atau Batubara yang meliputi tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan/atau pemurnian atau pengembangan dan/atau pemanfaatan, pengangkutan dan penjualan, serta pascatambang. s 7. Kontrak Karya yang selanjutnya disebut KK adalah perjanjian antara pemerintah dengan perusahaan berbadan hukum Indonesia untuk melakukan kegiatan Usaha Pertambangan Mineral.

  4. Perjanjian 8. Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara yang selanjutnya disebut PKP2B adalah perjanjian antara pemerintah dengan perusahaan berbadan hukum Indonesia untuk melakukan kegiatan Usaha Pertambangan Batubara. 9. Perizinan Berusaha adalah legalitas yang diberikan kepada pelaku usaha untuk memulai dan menjalankan usaha dan/atau kegiatannya. 10. Izin Usaha Pertambangan, yang selanjutnya disebut ILIP, adalah izin untuk melaksanakan Usaha Pertambangan. 11. IzinPertambangan Ralryat, yang selanjutnya disebut IPR, adalah izin untuk melaksanakan Usaha Pertambangan dalam wilayah pertambangan rakyat dengan luas wilayah dan investasi terbatas. 12. lzin Usaha Pertambangan Khusus, yang selanjutnya disebut IUPK, adalah izin untuk melaksanakan Llsaha Pertambangan di wilayah izin usaha pertambangan khusus. 13. Surat lzin Penambangan Batuan, yang selanjutnya disebut SIPB, adalah tzin yang diberikan untuk melaksanakan kegiatan Usaha Pertambangan batuan jenis tertentu atau untuk keperluan tertentu. 14. IUPK sebagai Kelanjutarr Operasi Kontrak/Perjanjian adalah izin usaha yang diberikan sebagai perpanjangan setelah selesainya pelaksanaan Kontrak Karya atau Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara. 15. lzin Pengangkutan dan Penjualan adalah izin usaha yang diberikan kepada perusahaan untuk membeli, mengangkut, dan menjual komoditas tambang Mineral atau Batubara. 16. lzin Usaha Jasa Pertambangan, yang selanjutnya disebut IUJP, adalah izin yang diberikan untuk melakukan kegiatan usaha jasa pertambangan inti yang berkaitan dengan tahapan dan/atau bagian kegiatan Usaha Pertambangan. 17. Penyelidikarr [Jmum adalah tahapan kegiatan Pertambangan untuk mengetahui kondisi geologi regional dan indikasi adanya mineralisasi.

  5. Eksplorasi 18. Eksplorasi adalah tahapan kegiatan Usaha Pertambangan untuk memperoleh informasi secara terperinci dan teliti tentang lokasi, bentuk, dimensi, sebaran, kualitas dan sumber daya terukur dari bahan galian, serta informasi mengenai lingkungan sosial dan lingkungan hidup. 19. Studi Kelayakan adalah tahapan kegiatan Usaha Pertambangan untuk memperoleh informasi secara rinci seluruh aspek yang berkaitan untuk menentukan kelayakan ekonomrs dan teknis Usaha Pertambangan, termasuk analisis mengenai dampak lingkungan serta perencanaan pascatambang. 20. Operasi Produksi adalah tahapan kegiatan Usaha Perta.mbangan yang meliputi konstruksi, penambangan, pengolahan dan/atau pemurnian .atau pengembangan dan/atau pemanfaatan, termasuk pengangkutan dan penjualan, serta sarana pengendalian dampak lingkungan sesuai dengan hasil studi kelayakan. 21. Konstruksi adalah kegiatan Usaha Pert-ambangan untuk melakukan pembangunan seluruh fasilitas operasi produksi, termasuk pengendalian dampak lingkungan. 22. Penambangan adalah kegiatan untuk memproduksi Mineral dan/atau Batubara dan Mineral ikutannya. 23. Pengolahan adalah upaya meningkatkan mutu komoditas tambang Mineral untuk menghasilkan produk dengan sifat fisik dan kimia yang tidak benrbah dari sifat komoditas tambang asal untuk dilakukan pemurnian atau menjadi bahan baku industri. 24. Pemurnian adalah upaya untuk meningkatkan mrrtu komoditas tambang Mineral melalui proses fisika maupun kimia serta proses peningkatan kenrurnian lebih lanjut untuk menghasilkan produk derrgan sifat fisik dan kimia yang berbeda dari komoditas tambang asal sampai dengan produk logam sebagai bahan baku industri. 25. Pengenrbangan dan/atau Pemanfaatan adalah upaya untuk meningkatkan mut-u Batubara dengan atau tanpa mengrrbah sifat fisik atau kirnia Batubara asal. 26. Pengangkutan adalah kegiatan Usaha Pertambangan untuk memindahkan Mineral dan/atau Batutrara dari daerah tambang dan/atau tempat Pengolahan dan/atau Pemurnian sampai tempat penveraharr.

  6. Penjualan adalah kegiatan Usaha Pertambangan untuk merrjual hasil Pertambangan Mineral atau Batubara. 28. Badan Usaha adalah setiap badan hukum yang bergerak di bidang Pertambangan yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. 29. Badan lJsaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN, adalah BUMN yang bergerak di bidang Pertambarlgan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 30. Badan Usaha Swasta Nasional adalah badan usaha yang berbadan hukum Indonesia yang kepemilikan sahamnya lOOo/o (seratus persen) dalam negeri. 31. Badan Usaha Milik Daerah yang selanjutnya disebut BUMD, adalah BUMD yang bergerak di bidang Pertambangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 32. Jasa Pertambangan adalah jasa penunjang yang berkaitan dengan kegiatan Usaha Pertambangan. 33. Wilayah lzin Usaha Pertambangan, yang selanjutnya disebut WIUP, adalah wilayah yang diberikan kepada pemegang IUP atau pemegang SIPB. 34. Wilayah Pertambangan, yang selanjutnya disebut WP, adalah wilayah yang memiliki potensi Mineral cian/atau Batubara dan tidak terikat dengan batasan administrasi pemerintahan yang merupakan bagian dari tata ruang nasional. 35. Wilayah Pertambangan Ralryat, yang seianjutnya disebut WPR, adalah bagian dari WP tempat dilakukan kegiatan Usaha Pertambangan rakyat. 36. Wilayah Usaha Pertambangan Khusus, yang selanjutnya disebut WUPK, adalah wilayah yang telah memiliki ketersediaan data, potensi, dan/atau informasi geologi yang dapat diusahakan untuk kepentingan strategis nasional. 37. Kopera.si adalah badan hukum yang didirikan oleh'orang perseorangan atau badan hukum Koperasi, dengan pemisahan kekayaan para anggotanya sebagai modal untuk menjalankan usaha, yang memenuhi aspirasi dan kebutuhan bersama di bidang ekonomi, sosial, dan budaya sesuai dengan nilai dan prinsip Koperasi.

  7. Masyarakat 38. Masyarakat adalah masyarakat yang terkena dampak langsung dari kegiatan Usaha Pertambangan. 39. Rencana Kerja clan Anggaran Biaya Tahunan yang selanjutnya disebut RKAB Tahunan adalah rencana kerja dan anggaran biaya tahun berjalan pada kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara yang meliputi aspek pengusahaan, a.spek teknik, dan aspek lingkungan. 40. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia J,ang dibantu oleh Wakil Presiden dan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Irrdonesia Tahun 1945. 4t. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai lrnsur penyclenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. 42. Menteri adaiah menteri yang menyelenggarakan urLlsan pemerintahan di bidang Pertambangan Mineral dan Batubara.

    Pasal 2
    (1)

    Pertambangan Mineral dan Batubara dikelompokkan ke dalam 5 (lima) golongan sebagai berikut:

    1. Mineral radioaktif meliputi uranium, torium, dan bahan galian radioaktif lainnya;

    2. Mineral logam meliputi aluminium, antimoni, arsenik, basnasit, bauksit, berilium, bijih besi, bismut, cadrnium, cesium, emas, galena, galium, germanium. hafnium, indium, iridium, khrom, kcbai, kromit, litium, logam tanah jarang, magnesium, mangan, moiibdenum, monasit, nikel, niobium, osmium, pasir besi, palladium, perak, platina, rhodium, ruthenium, selenium, seng, senodm, sinabar, stroniurn, tantalum, telurium, tembaga, timah, titanium, vanadium, wolfram, dan zirkonium;

    3. Mineral bukari iogam meliputi asbes, barit, belerang, bentonit, bromium, dolomit, feldspar, fluorit, fluorspar, fosfat, garam batu, gipsum, gratlt, halit, ilmenit, ktrlsit, kaolin, kriolit, kapur padam, kuarsit, magnesit, mika, oker, perlit, pirofilit, rijang, rutil, talk, tawas, rvolasfonit, yarosit, yodiurn , zeolit, dan zirkon;

    4. batuan d. batuan meliputi agar, andesit, basalt, batu apung, batu gamping, batu gunung kuari besar, batu kali, chert, diorit, gabro, garnet, giok, granit, granodiorit, jasper, kalsedon, ka5ru t.erkersikan, kerikil berpasir alami (sirtu), kerikil galian dari bukit, ker: ikil sungai, kerikil sungai ayak tanpa pasir, krisoprase, kristal kuarsa, leusit, marmer, obsidian, onik, opal, pasir laut, pasir urug, pasir pasang, perlit, peridotit, pumice, tanah, tanah diatome, tanah liat, tanah merah, tanah serap ^(f,utlers earthl, tanah urug, toseki, trakhit, tras, slate, dan pasir yang tidak mengandung unsur Mineral logam atau unsur Mineral bukan logam dalam jumlah yang berarti ditinjau dari segi ekonomi Pertambangan; dan

    5. Batubara meliputi batuan aspal, batubara, biturmen padat, dan gambut. (21 Selain golongan mineral bukan logam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdapat Mineral bukan logam jenis tertentu meliputi ametis, akuamarin, intan, korundum, rubi, safir, topas, turmalin, serta batu gamping, clay, dan pasir kuarsa untuk industri semen dan/atau bukan semen. (3) Perubahan atas penggoiongan dan/atau penambahan kom.lditas tambang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh Menteri. BAB II RENCANA PENGELOLAAN MINERAL DAN BATUBARA NASIONAL Bagian Kesatu Pen5rusunan Rencana Pengelolaan Mineral dan Batubara Nasional Pasal 3 (1) Rencana pengelolaan Mineral dan Batubara nasional disusun dengan mentpertimbangkan:

    6. claya dukung sumber daya alam dan lingkungan menurut clata dan informasi geospasial dasar dan tematik:

    7. rencana tata ruang wilayah dan/atau rencana zonasi;

    8. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;

    9. tingkar- pertumbuhan ekonomi;

    10. prioritas pemberian komoditas tambang;

    11. jumlah darr luas WP; ' h. ketersediaan lahan Pertambangan;

    12. jumlah sumber daya dan/atau cadangan Mineral arau Batr.rbara; dan

    13. ketersediaan sarana cian prasarana. (2) Rencana pengelolaan Mineral dan Batubara nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat:

    14. kebijakan di bidang Pertambangan Mineral dan Batubara;

    15. strategi pengelolaan Mineral dan Batubara nasional;

    16. data potensi sumber daya dan cadangan Mineral dan Batubara;

    17. tuiuan dan target rencana pengelolaan Mineral dan Batubara nasional;

    18. kelembagaan; dan

    19. monitoring dan evaluasi pelaksanaan pengelolaan Mineral dan Batubara nasional. Bagian Kedua Penetapan Rencana Pengelolaan Mineral dan Batubara Nasional Pasal 4 (1) Rencana pengelolaan Mineral dan Batubara nasional ditetapkan oleh Menteri untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lirna) tahun. (2) Rencana pengelolaan Minera! dan Batubara nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai pedoman dalam penyelenggaraan pengelolaan Mineral dan Batubara dalam rangka:

    20. penerbitan perizinan;

    21. pembinaan dan pengawasan;

    22. peningkatan nilai tambah Mineral dan Batubara;

    23. pengendalian prcduksi dan penjualan serta pengutamaan Mineral dan Batubara untuk kepentingan dalam rregeri;

    24. penetapan e. penetapan target penerimaan negara; dan

    25. pengelolaan lingkungan hidup termasuk Reklamasi cian Pascatarrrbang. Pasal 5 Peninjauan rencana pengelolaan Mineral dan Batubara nasional sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) dapat dilakukan dalam tral terdapat perubahan: a- kebijakan nasional di bidang Pertambangan Mineral dan Batubara; dan/atau

    26. rencana pembangunan jangka panjang dan rencana pembangunan jangka menengah nasional. BAB III PERIZINAN BERUSAHA Di BIDANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA Pasal 6 (1) Usaha Pertambangan dilaksanakan berdasarkan Perizinan Berusaha dari Pemerintah pusat. (2) Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui pemberian:

    27. nomor induk berusaha;

    28. sertifikat standar; dan/atau

    29. izin. (3) Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (21 dilaksa,nakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) lzin sebagaimana dirnaksud pada ayat. (21 huruf c terdiri atas:

    30. IUP;

    31. IUPK;

    32. IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/perjanjian;

    33. IPR;

    34. SIPB;

    35. izin penugasan;

    36. [zin Pengangkutan dan penjualan;

    37. IUJP; dan

    38. IUP untuk Penjualarr.

    (5)

    Perizinan a. efektivitas;

    1. cfisiensi;

    2. akuntabilitas; dan

    3. eksternalitas.


    Pasal 7

    Selain berdasarkan prinsip sebagaimana dimaksr: d dalam Pasal 6 ayat (5), pendelegasian kewenangan pemberian sertifikat standar dan izin harus mempertimbangkan sifat strategis komoclitas Pertambangan untuk:

    1. penyediaan bahan baku industri dalam negeri; dan/atau

    2. penyediaan energi dalam negeri.


    Pasal 8

    Pendelegasiarr Perizrnan Berusaha dalam bentuk pemberian sertifikat standar dan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (5) diatur lebih lanjut dengan Peraturan presiden. BAB IV IZIN USAHA PER'I AMBANGAN Bagian Kesatu Umum Pasal 9 (1) IUP diberikan oleh Menteri berdasarkan permohonan yang diajukan oleh:

    1. Badan Usaha;

    2. Koperasi; atau

    3. perusahaan perseorangan. (21 Badan Usaha sebaga.imana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas BUMN, BUMD, atau Badan Usaha swasta. Pasal 1O

      (1)

      Pemegang iUP dilarang memindahtangankan IUP kepada pihak lain tanpa persetujuan dari Menteri. (21 Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan setelah pemegang IUP memenuhi persyaratan:

    4. telah selesai melakukan kegiatan tahap Eksplorasi yang dibuktikan dengan ketersediaan data surnbrer daya dan cadangan;

    5. administratif, teknis, lingkungan, dan finansial; dan

    6. menvampaikan dokumen terkait pihak lain yang akan menerima pemindahtanganan IUP. (3) Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (21huruf b paling sedikit meliputi:

    7. surat permohonan;

    8. nomor induk berusaha dalam hal terjadi pemutakhiran data; dan

    9. susunan pengurLls, daftar pemegang saham atau modal, dan daftar pemilik manfaat. (4) Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan terintegrasi secara eiektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (5) Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (21 huruf b paling sedil<it meliputi:

    10. laporan akhir Eksplorasi; dan

    11. data sumher daya dan cadangan. PFIESIDEN REPUBLIK INDONESIA a. laporan pelaksanaan kegiatan Reklamasi; dar: r b. bukti penempatan jaminan Reklamasi. (8) Persyaratan finansial sebagaimana. dimaksrrd pada ayat (21huruf b paling sedikit meliputi:

    12. laporan keuangan 3 (tiga) tahun terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik;

    13. surat keterangan fiskal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan; dan

    14. bukti pembayaran iuran tetap 3 (tiga) tahun terakhir. Pasal 1 1 (1) Dokumen terkait pihak lain yang menerima peminCahtanganan IUP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1O ayat (2) huruf c meliputi dokumen administratif, teknis, lingkungan, dan finansial. (21 Dokumen administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

    15. nomor induk berusaha; dan

    16. prolil pihak lain yang menerima pemindahtanganan I UP. (3; Dokumen teknis sebagaimana. dimaksud pacia ayat (1) berupa:

    17. dokumen yang menunjukkan pengalaman pihak lain dalam melaksanakan kegiatan Konstruksi, Penambangan, Pengolahan dan/atau Pemurnian, dan/atau Pengembangan danlatau Pemanfaatan; atau

    18. dokumen yang menunjukkan pengalaman perusahaan irrduk yang trergerak di bidang Fertambangan bagi perusahaan baru. (4) Dokumen lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa surat pemyataan kesanggupan untuk mematuhi ketentuan peratltran perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

      (5)

      Dokumen (5) Dokumen finansial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:

    19. Iaporan keuangan 3 (tiga) tahun rerakhir yang'telah diaudit oleh akuntan publik; atau

    20. laporan keuangan 3 (tiga) tahun terakhir dari perusahaan induk yang telah diaudit oleh akuntan publik bagi perusahaan baru.


    Pasal 12
    (1)

    IUP yang diberikan kepada BUMN, sebagian WIUP tahap kegiatan Operasi Prodr-rksi dapat dialihkan kepada Badan Usaha lain yang 51% (lima puluh satu persen) atau lebih kepemilikan sahamnya dimiliki oleh BUMN pemegang IUP yang WIUP-nya akan dialihkan. (2) Kepernilikan saham BUMN pada Badan Usaha lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat terdilusi menjadi kurang dari 5lo/o (lima puluh satu persen). (3) Pengalihan sebagian WIUP tahap kegiatan Operasi Produksi sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan setelah mendapatkan persetujuan Menteri.


    Pasal 13
    (1)

    Badan Usaha pemegang IUP dilarang mengalihkan kepemilikan saharn tanpa persetujuan Menteri. (2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan setelah memenuhi persyaratan paling sedikit:

    1. telah selesai melakukan kegiatan Eksplorasi yang dibuktikan dengan ketersediaan data sumber daya dan cadangan; dan

    2. nremenuhi persrraratan administratif, teknis, lingkungan, dan finansial. (3) Persyaratan administratrf sebagaimana dimaksud pada ayat (2l'huruf b paling sedikit- meliputi:

    3. surat permohonan;

    4. nomor induk berusaha dalam hal terjadi pemutakhiran data; dan

    5. susunan peng'Jrus, daftar pemegang saham, dan daftar pernilik manfaat dari Badan Usaha.

    (4)

    Persyaratan PRES !OEN REPUBLIK INDONESIA -t4- (41 Persyaratan administratrf sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan terintegrasi secara elektronik sesuai dengan ketentuan peratr.rran perundang-undangan. (5) Persyaraf.an teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b. palirrg sedikit meliputi:

    1. laporan akhir Ekspl<irasi; dan

    2. data sumber daya dan cadangan. (6) Data sumber daya dan cadangan sebagaimana dimaksucl pada ayat (5) huruf b harus dilengkapi dengan strrat perrryataan sumber daya dan cadangan. (71 Persyaratan lingkungan sebagaimana dimaksud pada aya.t (21 truruf b, berapa surat pernyat-aan kesanggupan untuk rnematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. t (8) Persyaratan finansial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, paling sedikit meiiputi:

    3. laporan keuangan 3 (tiga) tahun terakhir yang telah ' diaudit oleh akuntan publik;

    4. surat keterangan fiskal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan; dan

    5. bukti pembayaran iuran tetap 3 (tiga) tahun terakhir. (9) Dalam hal pengaiihan saham sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui penawaran umum perdana di bursa saham Indonesia, Badan Usaha pemegang ItIP wajib melaporkan kepada Menteri.


    Pasal 14

    Ketentuan lebih lanjut mengenai pemindahtanganarr IUP, pengalihan sebagian WIUP, dan pengalihan kepemilikan saham Badan Usaha pemegang IUP diatur dalam Peraturan Menteri.


    Pasal 15

    IUP unttik kornoCitas batuan hanya dapat diberikan kepada BUMN, BUMD, Badan Usaha Swasta Nasional, Koperasi, dan perusahaan perseorangan.


    Pasal 16

    IUP diperoleh melalui tahapan:

    1. pemberian WIUP: dan b. pemberian IUP. Bagian Kedua Pemberian Wilayah lzin Usaha Pertambangan Paragraf 1 Umum


    Pasal 17
    (1)

    WIUP terdiri atas:

    1. V/IUP Mineral radioaktif. b. WIUP Mineral logam;

    2. WIUP Batubara;

    3. WIUP lVlineral bukan logam;

    4. WIUP Minerai bukan logam jenis tertentu; dan

    5. WIUP batuan. (21 WIUP Mineral radioakt.if sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diperoleh sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) WIUP Mineral logam scbagaimarra dimaksud pada ayat (1) huruf b dan WIUP Batubara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hunrf c diperoleh dengan cara lelang. (41 WIUP Mineral bukan logam, WIUP Mineral bukan logam jenis tertentu, rlan WIUP batuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, huruf e, dan huruf f diperoleh dengan cara mengajukan permohonan wilayah.


    Pasal 18

    Pengusahaan dan pemanfaata.n ivlineral WIUP Mineral radioaktif' dilaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan. radioaktif dalam sesuai dengan


    Pasal 19
    Pasal 19

    Dalam 1 (satu) WtlP dapat terdiri atas 1 (satu) atau beberapa WIUP. Paragraf 2 Tata Cara Pemberian Wiiayah Izin Usaha Pertambangan Mineral Logam atau Wilayah Izin Usaha Pertambangan Batubara



    Pasal 20
    (1)

    Sebelum dilakukan lelang WIUP Mineral logam atau WIUP Batubara sebagaimana dimaksud dalam pasal lT ayat (3), Menteri mengumumkan secara terbuka rencana pelaksanaan lelang dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kalender atau paling cepat 60 (enam puluh) hari kalender sebelum pelaksanaan lelang. (21 Pengumuman rencana pelaksanaan lelang WIUP Mineral logam atau WIUP Batubara dilaksanakan secara terbuka dengan ketentuan paling sedikit:

    1. dimuat dalam L (satu) m,edia cetak lokal dan/atau 1 (satu) media cetak nasional;

    2. diumumkan di kantor atau melalui laman resmi kementenan yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang I{ineral dan Batubara; dan/atau

    3. diumumkan di kantor atau melalui laman resmi Pemerintah Daerah provinsi. Pasal 21 (1) Dalam pelaksanaan lelang WIUP Mineral logam atau WIUP Batubara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2O, Menteri rnembentuk panitla lelang WIUP Mineral logam atau WIUP Batubara. (21 Panitia lelang WIUP Mineral logam atau WIUP Batubara yang dibentuk oleh Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beranggotakan gasal dan paling sedikit berjumlah 7 (tujuh) orang.

    (3)

    Dalam Pasal'22 (1) Dalam pelaksanaan lelang WIUP Mineral logam atau WIUP Batrrbara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, ca.lon peserta lelang harus memenuhi persyaratan:

    1. administratif;

    2. teknis dan pengelolaan lingkungan; dan

    3. finansial. (21 Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a untuk:

    4. Badan Usaha, paling sedikit meliputi: I nomor induk berusaha;


  8. profil Badan Usaha; dan

  9. susunan pengurus, daftar pemegang saham, dan daftar pemilik manfaat dari Badan Usaha. b. Koperasi, paling sedikit meliputi:

  10. nomor induk berusaha;

  11. profil Koperasi; dan

  12. susunan pengurus dan daftar pemilik mantaat dari Koperasi. c. perusahaan perseorangan paling sedikit meliputi: 1 nomor induk berusaha;

  13. profil perusahaan perseorangan; dan

  14. susunan pengurus dan daftar pemilik manfaat dari perusahaan perseorangan. (3) Persyaratan teknis dan pengelolaan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b pating sedikit meliputi:

    1. pengalaman Badan Usaha, Koperasi, atau perusahaan perseorangan di bidang Pertambangan Mineral atau Batubara, atau bagi perusahaan baru harus mendapat dukungan dari perusahaan lain yang bergerak di bidang Pertambangan;

    2. mempunyai personil yang berpengalaman dalam bidarrg Pertambangan dan/atau geologi paling sedikit 3 (tiga) tahun;

    3. surat pernyataan kesanggupan untuk mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengel<llaan lingkungan hidup; dan

    4. RKAB d. RKAB Tahunan selama kegiatan Eksplorasi" (4) Persyaratan finansial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:

    5. laporan keuangan 3 (tiga) tahun terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik atau surat keterangan dari akurrtan publik bagi perusahaan baru;

    6. surat keterangan fiskal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan;

    7. menempatkan jaminan kesungguhan lelang clalam bentuk uang tunai di bank pemerintah sebesar lOo/o (sepuluh persen) dari nilai kompensasi data informasi; dan

    8. surat pernyataan kesanggupan membayar nilai penawaran lelang WIUP Mineral logam atau WIUP Batubara dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah pengumurnan pemenang lelang.

      Pasal 23
      (1)

      Prosedur lelang WIUP Mineral logam atau WIUP Batubara dilakukan dengan 2 (dua) tahap yang terdiri atas:


    9. tahap prakualifikasi; dan

    10. tahap kualifikasi. (21 Dalam tahap prakualifikasi sebagaimana oimaksud pada ayat (1) huruf a, panitia lelang WIUP Mineral logam atau WIUP Batubara nrelakukan evaluasi terhadap dokumen persyaratan adrninistratif, teknis dan pengelolaan lingkungan, serta finansial. (3) Dalam tahap kualifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, panitia lelang WIUP Mineral logam atau WIUP Batubara melakukan evaluasi terhadap penawaran harga lelang WIUP Mineral logam atau WIUP Batubara.

      Pasal 24

      Panitia lelang WIUP Mineral logam atau WIUP Batubara h.*" melaksanakan prosedur lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat secara transparan dan akuntabel. Pasal 25 (1) Hasil pelaksanaan lelang WIUP Mineral logam atau WIUP Batubara dilaporkan oleh panitia lelang WIUP Mineral logam atau WIUP Batubara kepada Menteri. {21 ^Menten ^berdasarkan ^laporan dari ^panitia lelang WIUP Mineral logam atau WIUP Batubara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menetapkan pemenang lelang WIUP Mineral logam atau WIUP Batubara. (3) Menteri rnemberitahukan secara tertulis penetapan pemenang lelang WIUP Mineral l<lgam atau WIUP Batubara kepada pemenang lelang. (4) Pemenang lelang WIUP Mineral logam atau ,WIUP Batubara harus membayar seluruh nilai kompensasi data informasi sesuai dengan nilai penawaran lelang dalam jangka waktu paling lambat 7 (hari) kerja sejak pengurnuman pemenang lelang.


      Pasal 26

      Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara lelang WIUP Mineral logarn atau WIUP Batubara diatur dalam Peraturan Menteri. Paragraf 3 Tata Cara Pemberian Wilayah Izin Usaha Pertambangan Mineral Bukan Logam, Wilayah Izin Usaha Pertambangan Minera-l Bukan Logam Jenis Tertentu, atau Wilayah Izin Usaha Pertambangan Batuan


      Pasal 27
      (1)

      Untuk mendapatkan WIUP Mineral bukan logam, WIUP Mineral bukan logam jenis tertentu, atau WIUP batuan, Badan Usaha-, Koperasi, atau perusahaan perseorangan mengaiukan permohonan wilayah sebagaimana dirnaksud dalam Pasal 17 ayat. (4) kepada Menteri. (2) Permohonan wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan:


    11. nomor induk berusaha;

    12. profil Badan Usaha, Koperasi, atau perusahaan perseorangan;

    13. susunan.

    14. susunan pengurus, d.aftar pemegang saham atau modal, dan daftar pemilik manfaat dari Badan Usaha, Koperasi, atau penlsahaan perseorangan;

    15. dilengkapi dengan kcordinat geografis berupa garis lintang dan bujur sesuai dengan sistem informasi geografis yang berlaku secara nasional;

    16. membayar hiaya pencadangan wilayah dan biaya pencetakan peta; dan

    17. persetujuan dari pemegang IUP/IUPK komoditas tambang lain bagi permohonan ^yang diajukan pada wilayah yang telah diberikan IUP/IUPK. (3) Dalam pemberian WIUP Mineral bukan logam, WIUP Mineral bukan logam jenis tertentu, atatr WIUP batuan berlaku asas prioritas bagi pihak yang rnengajukan permohonan wilayah pertama dan merrrenuhi persyaratan. (41 Menteri dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari keda setelah diterinearlya permohonan memberikan keputusan menerima atau menolak atas perrnohonan wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (5) Keputusan menerima sebagaimana dimaksud pada ayat (4) clisampaikan kepada pemohon wilayah disertai dengan penyerahan peta berikut batas dan koordinat WIUP Mineral bukan logam, WIUP Mineral bukan logam jenis tertentu, atau WIUP batuan. (6) Keputusan menolak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus disampaikan secara tertulis kepada pernohon wilayaLr. Bagian Ketiga Pemberian lzin Usaha Pertambangan Paragraf 1 Umum

      Pasal 28
      (1)

      IUP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf b terdiri atas 2 (dua) tahap kegiatan:


    18. Eksplorasi; dan

    19. Operasi Prodrrksi. (21 Tahap kegiatan Eksplorasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hunrf a terdiri at-as kegiatan:

    20. Penvelidikan Umum;

    21. Eksplorasi; dan

    22. Studi Kelayakan. (3) Tahap kegiatan Operasi Produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas kegiatan:

    23. Konstruksi;

    24. Penambangan;

    25. Pengolahan dan/atau Pemurnian atau Pengembangan dan/atau Pemanfaatan; dan

    26. Pengangkutan dan Penjualan. Paragraf 2 Tata Cara dan Persyaratan Izin Usaha Pertambangan Tahap Kegiatan Eksplorasi

      Pasal 29
      (1)

      Badan Usaha, Koperasi, atau perusaha.an perseorangan harus menyampaikan permohonan IUP kerlada Menteri setelah penetapan pemenang lelang WIUP Mineral logam atau WIUP Batubara diberitahukan secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (3). (2) Apabila pemenang lelang WIUP Mineral logam atau WIUP Batubara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja tidak rt€nlrornpaikan permohonan IUP kepada Menteri, dianggap mengundurkan diri dan jaminan kesungguhan lelang menjadi milik negara sebagai penerimaan negara bukan pajak. (3) Dalam hal pemenang lelang WIUP Mineral Logam atau WIUP Batubara telah dianggap mengundurkan diri sebagaimana dimaksud pada ayat (2), WIUP Mineral logam atau WIUP Batubara ditawarkan kepada peserta lelang urutan berikutnya secara berjenjang. (41 Dalarn hal peserta lelang urutan berikutnya sebagaimana dimaksud pada aya'" (3) bersedia membayar kompensasi data informasi sama dengan harga penawaran pemenang lelang pertama, oitetapkan sebagai pemenang lelang WIUP Mineral logam ertau WIUP Batubara. -zz- (5) I{enteri melakukan lelang ulang WIUP Mineral logam atau WIUP Batubara apabila peserta. lelang un: tan berikutnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak ada yang berminat.


      Pasal 30
      (1)

      Badan Usaha, Koperasi, atau perusahaan perseorangan yang telah mendapatkan WIUP Mineral bukan logam, WIUP Mineral bukarr logam jenis tertentu, atau WIUP batuan sebagaimana dimaksuci dalam Pasal 27 ayat (S), dalam jangka u,aktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja harus menyampaikan permohonan IUP kepada Menteri. (21 Badan Usaha, Koperasi, atau perusahaan perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang tidak menvampaikan permohonan IUP dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja, dianggap mengundurkan diri. (3) Dalam hal Badan Usaha, Koperasi, atau perusahaan perseora.ngan sebagaimana dimaksud pada ayat (21, telah dianggap mengundurkan diri, WIUP Mineral bukan logam, WIUP Mineral bukan logam jenis tertentu, atau WIUP batuan menjadi wilayah terbr,rka dan dapat dimohonkan kembali oleh pihak lain.


      Pasal 31

      IUP diberikan kepacia Badan Usaha, Koperasi, perusahaan perseorangan setel.ah memenuhi persyaratan a. administratif' b. teknis; '' c. lingk-ungan; dan


    27. finansial. atau Pasai 32 (1) Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 huruf a meliputi:

    28. untuk perrnohonan IUP komoditas Mineral logam atau IUP kornoditas Batubara berupa:

  15. surat permchonan;

  16. nomor induk berusaha dalam hal terjadi pemutakhiran data; dan

  17. susunan . ,)2 3. susunan penEJLrrus, daftar pemegang saharn, dan daftar pemilik manfaat dari Badan Usaha, Koperasi, atau perusahaan perseorangan dalam hal terjadi Pemutakhiran data. b. untuk perrnohonan IUP komoditas Mineral bukan logam, IUP komoditas Mineral bukan logam jenis tertentu, atau IUP komoditas batuan berupa surat permohonan. (2) Persyaratan administratif sebagaimana dimaksucl pada ayat (t) dilaksanakan terintegrasi secara elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

    Pasal 33

    Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 huruf b terdiri atas:

    1. surat pernyataan dari ahli Pertambangan dan/atau geologi yang b.rp.rrg"laman paling singkat 3 (tiga) tahun untuk iUp-kornoditas Mineral logam dan/atau IUP komoditas Batubara; atau

    2. surat pernyataan dari ahli Pertambangan dan/atau geologi yang b.rp".rg"laman paling singkat 1 (satu) tahun untuk iUp- komoditas Mineral bukan logam, IUP komoditas Mineral bukan logam jenis tertentu, atau IUP komoditas batuan.


    Pasal 34

    persyaratan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam pasat 31 huruf c berupa surat pernyataan kesanggupan untr.rk merrratuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di birJang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Pasal 35 (1) Persyaratan finansial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 huruf d meliPuti:

    1. bukt-i penerrrpatan jaminan kesungguhan pelaksanaan kegiatan EksPlorasi;

    2. Lukti pembayara: r nilai kompensasi data informasi hasit lelang WIUP Mineral logam atau WIUP Batubara sesuai dengan nilai penawaran lelang untuk IUP komoditas Mineral logam atau IUP komoditas Batubara;

    3. bukti pembayaran biaya pencadangan wilayah dan pembayaran pcncetakan peta WIUP Mineral bukan logam, WIUP Mineral bukan logam jenis tei'tentu, atau WIUP batuan aras perinotronan wilayah untuk IUP komoditas Mineral bukan logam, IUP komoditas Minerai bukan logam jenis tertentu, atau IUP komoditas batuan; dan

    4. surat keterangan fiskal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. (21 Ketentuan lebih lanjut mengenai jaminan kesungguhan pelaksanaan kegiatan Eksplorasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diatur dalam Peraturan Menteri. Paragraf 3 Tata Cara dan Persyaratan Izin Usaha Pertambangan Tahap Kegiatan Operasi Produksi


    Pasal 36
    (1)

    Pemegang IUP tahap kegiatan Eksplorasi dapat melakukan tahap kegiatan Operasi Produksi setelah mendapatkan persetujuan permohonan peningkatan tahap kegiatan Operasi Produksi dari Menteri. (2) Persetujuan Menteri sebagaimana dimaksrrd pada ayat (1) diberikan setelah pemegang IUP tahap kegiatan Eksplcrasi memenuhi persyaratan:

    1. administratif;

    2. teknis;

    3. lingkungan; dan

    4. finansial.


    Pasal 37
    (1)

    Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2) huruf a meliputi:

    1. surat permohonan peningkatan tahap kegiatan;

    2. nomor induk berusaha dal.am hal terjadi pemutakhiran data; dan

    3. susunan pengurus, daftar pemegang saham atau modal, dan daftar pemilik manfaat dari Badan Usaha, Koperasi, atau perusahaan perseorangan cialam hal ter-iadi pemutakhiran data. i2) ^Persyaratan ^administratif ^sebagaimana dimaksud ^pada ayaL (1) dilaksanakan terintegrasi secara elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


    Pasal 38

    Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (21huruf b ,rreliputi:

    1. peta usulan WIUP tahap kegiatan Operasi Produksi yang dilengkapi dengan koordinat berupa garis lintang dan garis bujur sesuai dengan sistem informasi geografis yang berlaku secara nasional;

    2. laporan lengkap tahap kegiatan Eksplorasi; dan

    3. laporan Studi Kelayakan yang telah disetujui oleh Menteri.


    Pasal 39

    Persyaratan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2) huruf c meliputi:

    1. clokumen lingkungan hidup dan persetujuan lingkungan yang diterbitkan oleh instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

    2. dokumen rencana Reklamasi dan rencana Pascatambang.


    Pasal 40

    Persyaratan finansial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2) huruf d meliputi:

    1. laporan keuangan 3 (tiga) tahun terakhir yang telah di audit oleh akuntan publik;

    2. surat keterangan fiskal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan; dan

    3. bukti pelunasan iuran tetap tahap kegiatan Eksplorasi tahun terakhir.


    Pasal 41
    1. Pernrohonan peningkatan tahap kegiatan Operasi Produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1), disampaikan kepada Menteri paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender seb.lum jangka waktu tahap kegiatan Eksplorasi berakhir. (21 Menteri memberikan persetujuan permohonan peningkatan tahap kegiatan Operasi prqduksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu paling lambat sebelum tahap kegiatan Eksplorasi berakhir. (3) Menteri dapat menolak permchonan peningkatan tahap kegiatan Operasi Produksi dalam hal berdasarkan hasil evaluasi, pemegang IUP tahap kegiat_an Eksplorasi tidak mernenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 alrat ^(.2). (41 Penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus disampaikan kepada pemegang IUP dalam jangka waktu paling larnbat sebelum tahap kegiatan Eksplorasi berakhir.


    Pasal 42

    Jangka waktu kegiatan Eksplorasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) huruf a diberikan selama:

    1. 8 (deiapan) tahun untuk Pertambangan Mineral logam;

    2. 3 (tiga) tahun untuk Pertambangan Mineral bukan logam;

    3. 7 (tujuh) tahun untuk Pertambangan Mineral bukan logam jenis tertentu;

    4. 3 (tiga) mhun untuk Pertambangan batuan; atau

    5. 7 (tujuh) tahun untuk Pertambangan Batubara.


    Pasal 43

    Jangka waktu kegiatan Operasi Produksi sebagaimana ciimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) huruf b diberikan dengan ketentuan:

    1. untuk Pertambangan Mineral logam paling larna 2O (dua puluh) tahun;

    2. untuk Pertarnbangan Mineral bukan logam paling lama 1O (sepuluh) tahun;

    3. untuk Pertambangan Mineral bukan logam jenis tertentu paling lama 20 (dua puluh) tahun;

    4. untuk Pertambangan batuan paling lama 5 (lima) tahun;

    5. untuk Pertambangan Batubara paling iama 20 (dua puluh) tahun;

    6. untuk Pertambangan Mineral logam yang terintegrasi dengan fasilitas Pengolahan dan/atau Pemurnian selama 30 (tiga puluhl tahurr; dan


    Pasal 44

    Pemberian jangka r,l'akt.l kegiatan Operasi Produksi sebagaimana dinraksud dalam Pasal 43 han.rs mempertirnbangkan jurr'rlah sumber daya dan/atau cadangan sesuai laporan Studi Kelayakan yang disetujui oleh Menteri. Pasai 45> (1) Pemegang IUP dapat mengajukan permohonan wilayah di luar WIUP kepada Menteri untuk menun1ang kegiatan Usaha Pertambangan. (2) Permohonan wilayah di luar WIUP setragaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi kriteria:

    1. peruntukannya tidak untuk kegiatan Penambangan; dan

    2. merupakan satu kesatuan kegiatan Usaha Pertambangan. (3) Pemegang IUP bertanggung jawab atas pelaksanaan kaidah teknik Pertambangan yang baik pada wilayah di luar WIUP yang telah disetujui Menteri. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara pemberian wilayah di luar WIUP diatur dalam Peraturan Menteri.


    Pasal 46
    (1)

    Dalam hal pemegang IUP tahap kegiatan Operasi Produksi untuk komoditas Mineral logam, Mineral bukan logam, Mineral bukan logam jenis tertentu, atau batuan tidak nrelakukan sendiri kegiatan Pengolahan clan/atau Pemurnian, kegiatan Pengolahan dan/atau Pemurnian dapat dilakukan oleh: a" pemegang IUP iain taha.p kegiatan Operasi Produksi yang memiliki lasilitas Pengolahan dan/atau Pemurnian secara tenntegrasi;

    1. pemegang b. pemegang IUPK tahap kegiatan Operasi Produksi yang meiniliki fasilitas Pengolahan dan/atau Pemurnian secara terintegrasi; atau

    2. pihak lain yang melakukan kegiatan usaha Pengolahan dan/atau Pemurnian yang tidak terintegrasi dengarr kegiatan Penambangan yang perizinannya diterbitkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perindustrian. (21 Pihak lain sebagairnana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas:

    3. pihak lain yang melakukan kegiatan usaha Pengolahan dan Pemurnian secara terpadu atau kegiatan usaha Pernurnian untuk Mineral logam;

    4. pihak lain yang melakukan kegiatan usaha Pengolahan Mineral bukan logam, termasuk Mineral br.rkan logam ^jenis tertentu; dan

    5. pihak lain yang melakukan kegiatan usaha Pengolahan batuan. (3) Dalarn hal pemegang ILIP tahap kegiatan Operasi Produksi tidak melakukan kegiatan Pengangkutan dan Penjualan, kegiatan Pengangkutan dan Penjualan dapat dilakukan oleh pemegang Izin Pengangkutan darr Penjualan.


    Pasal 47

    Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian IUP diatur dalam Peraturan Menteri. Paragraf 4 Dana Ketahanan Cadangan Mineral dan Batubara


    Pasal 48
    (1)

    Dalam rangka konservasi Mineral dan Batubara, pemegang IUP tahap kegiatan Operasi Produksi selain melaksanakan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (3) 'wajib melakukan Eksplorasi lanjutan setiap tahun. (2) Eksplorasi lanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujuka.n untuk kegiatan penemuan cadangan bart. pada WIIJP tahap kegiatan Operasi Produksi.

    (3)

    Dalam pelaksanaan kegiatan Eksplorasi lanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemegang IIJP tahap kegiatan Operasi Produksi wajib mengalokasikan anggaran setiap tahun seba.gai dana ketahanan cadangan Minerai dan Batubara. i4) ^Besaran ^dana ^ketahanan cadangan ^Mineral ^dan Battrbara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diusulkan dalam RKAB Tahunan. ' (5) Kewajiban Eksplorasi lanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan bagi pemegang IUP tahap kegiatan Operasi Produksi yang telah merriiliki data cadangan di seluruh WIUP tahap kegiatan Operasi Produksi berdasarkan hasil eva.luasi Menteri. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Eksplorasi lanjutan dan dana ketahanan cadangan Mineral dan Batubara diatur dalam Peraturan Menteri. Paragraf 5 Pemasangan Tanda Batas Wilayah Izin Usaha Pertambangan


    Pasal 49
    (1)

    Pemegang IUP tahap kegiatan Operasi Produksi wajib melaksana-kan pemasangan tanda batas WIUP tahap kegiatan Operasi Produksi. (2\ Kewajiban pemasangan tanda batas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya berlaku bagi IUP tahap kegiatan Operasi Produksi yang:

    1. WIUP tahap kegiatan Operasi Produksi-nya berhimpit/berbatasan langsung dengan V,rlUP, WIUPK, wilayah KK, atau wilayah PKP2B tainnya; atau

    2. lokasi kegiatan Penambangan dan penirnbunannya berclekatan dengan batas WIUP tahap kegiatan Operasi Produksi. (3) Dalam hal terjadi perubahan batas wilayah pada WIUP tahap kegiatan Operasi Produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus dilakukan perubahan tanda batas wilayah dengan pemasangan tanda batas baru pada WIUP tahap kegiatan Operasi Produksi.

    (4)

    Ketentr.ran (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemasangan tanda batas WIUP tahap kegiatan Operasi Produksi diatur dalam Peraturan Menteri. Paragraf 6 Komoditas Tarnbang Lain Dalam Wilayah Izin Usaha Pertambangan


    Pasal 50
    (1)

    Pemegang iUP yang menemukan komoditas tambang lain yang keterdapatannya berbeda di dalam WIUP yang dikelola diberikan prioritas untuk mengusahakannya. (21 Pemegang IUP yang berminat untuk mengusahakan komoditas tambang lain yang keterdapatannya berbeda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) waiib mengajukan permohorran IUP baru. (3) Dalam hal pemegang IUP tidak berminat atas komoditas tambang lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengusahaannya dapat diberikan kepada pihak lain dan diseienggarakan dengan cara lelang atau permohonan wilayah. t (4) Pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang mendapatkan IUP berdasarkan lelang atau permohonan wilayah harus berkoordinasi dengan pemegang IUP pertama. (5) Dalam hal pemegang IUP komoditas Mineral bukan logam, IUP komoditas Mineral bukan logam jenis tertentu, atau IUP komoditas batuan menemukan komoditas Mirreral logam atau Batubara yang keterdapatannya berbeda di dalam WIUP yang dikelola tidak dapat diberikan prioritas untuk mengusahakannya.


    Pasal 51
    (1)

    Pernegang IUP tahap kegiatan Operasi Produksi dapat mengambil dan menggunakan batuan yang t-erdapat di dalam WIUP untuk menunjang kegiatan Usaha Pertambangan.

    (2)

    Dalam (2) Dalam mengambil dan menggunakan batuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pemegang ILIP tairap kegiai: an Operasi Produksi wajib: a.. melaporkan pengambilan dan penggunaan batuan kepada Pemerintah Daerah kabupaten/kota; dan

    1. membayar pajak daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perunclang-r-rndangan. Paragraf 7 Kegiatan Operasi Produksi untuk Komoditas Mineral Bukan Logam Jenis Tertentu yang Melakukan Kegiatan Pengolahan Secara Terpadu


    Pasal 52

    Dalam hal pemegang IUP tahap kegiatan Operasi Produksi untuk komoditas Mineral bukan logam jenis tertentu melakukan kegiatan Pengolahan secara terpadu dengan industri semen, berlaku ketentuan sebagai berikut:

    1. kegiatan Penambangan dilakukan berdasarkan IUP tahap kegiatan Operasi Produksi sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini; dan

    2. kegiatan untuk industri semen dilakukan berdasarkan perizrnan yang diterbitkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perindustrian. Paragraf 8 Perpanjangan Tahap Kegiatan Eksplorasi lzin Usaha Pertambangan


    Pasal 53
    (1)

    Pemegang IUP dapat diberikan persetujuan perpanjangan tahap kegiatan Eksplorasi selama 1 (satu) tahun setiap kali perpanjangan oleh Menteri setelah memenuhi persyaratan. (21 Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ay+t (1) meliputi:

    1. surat permotronan;

    2. kajian kendala berdasarkan kriteria teknis yang ditentukan;

    3. rencana kegiatan dan anggaran biaya Eksplorasi jangka panjang yang dijabarkan cialam tiap semester selama jangka waktu permohonan perpanjangan; dan

    4. menempatkan ,) r-t - )z - d. menempatkan jaminan kesungguhan pelaksanaan kegiatan Eksplorasi pada bank pemerintah. (3) Permohonan perpanjangan jangka waktu kegiatan Eksplorasi diajukan kepada Menteri paling lambat dalam jangka waktu 45 (empat puluh lima) hari kalender sebelum jangka u,aktu tahap kegiatan Eksplorasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 berakhir. (4) Menteri dapat menolak permohonan perpanjangan jangka waktu kegiatan Eksplorasi dalam hal berdasarkan hasil evaluasi, pemegang IUP tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (21. (5) Penola.kan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus disampaikan kepada pemegang IUP paling larnbat sebelum jangka waktu tahap kegiatan Eksplorasi berakhir. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian jangka waktu perpanjanElan tahap kegiatan Eksplorasi diatur dalam Peraturan Menteri. Paragraf 9 Perpanjangan Tahap Kegiatan Operasi Produksi Izin Usaha Pertarnbangan


    Pasal 54
    (1)

    Jangka waktu kegiatan Operasi Produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 huruf a sampai dengan huruf e dapat diberikan perpanjangan dengan ketentuan:

    1. untuk Pertarnbangan Mineral logam sebanyak 2 (dua) kali masing-masing 10 (sepuluh) tahun;

    2. untuk Pertambangan Mineral bukan logam sebanyak 2 (dua) kali masing-masing 5 (lima) tahun;

    3. untuk Pertambangan Mineral bukan logam jenis tertentu sebanyak 2 (dua) kali masing-masing 10 (sepuluh) tahun;

    4. untuk Pertambangan batuan sebanyak 2 (dua) kali masing-masing 5 (lirna) tahun; dan

    5. untuk Pertambangan Batubara sebanyak 2 (dua) kali masing-masing 10 (sepuluh) tahun.

    (2)

    Jangka .

    1. ^Jangka ^waktu ^kegiatan Operasi Produksi ^yang terintegrasi dengan fasilitas Pengolahan dani atau Pemurnian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 huruf f atau terintegrasi dengan kegiatan Pengembangan dan/atau Pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 huruf g dapat diberikan perpanjangan selama 10 (sepuluh) tahun setiap kali perpanjangan. (3) Dalam hal IUP dimiliki oleh BUMN, jangka waktu kegia-tan Operasi Produksi dapat diberikan perpanjangan sela.ma 10 (sepuluh) tahun setiap kali perpanjangan.


    Pasal 55

    Pemberian perpanjangan jangka waktu kegiatan Operasi Prc.rduksi yang tidak terintegrasi dengan fasilitas Pengolahan dan/atau Pemurnian atau kegiatan Pengembangan dan/atau Pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (1) harus mempertimbangkan jumlah sumber daya dan/atau cadangan sesuai laporan Studi Kelayakan yang disetujui oleh Menteri. Pasal 56 (1) Kegiatan Operasi Produksi yang terintegrasi dengan fasilitas Pengolahan danf atau Pemurnian atau kegiatan Pengembangan dan/atau Pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (21 harus memenuhi kriteria:

    1. untuk komoditas Mineral logam terdiri atas: ! 1. kegiatan Pengolahan dan/atau Pemurnian dilakukan oleh Badan Usaha pemegang IUP yang melakukan Penambangan; dan 2 " memiliki ketersediaan cadangan untuk memenuhi kebutuhan operasional fasilitas Pengolahan dan/atau Pemurnian. b. untuk komoditas Batubara terdiri atas:


  18. kegiatan Pengembangan dan/atau Pemanfaatan dilakukan oleh Badan Usaha pemegang IUP yang rnelakukan Penambangan;

  19. memiliki ketersediaan cadangan untuk memenuhi kebutuhan operasional fasilitas kegiatan Pengembangan dan/atau Pemanfaatan; dan

  20. memenuhi ketentuan jenis Pengembangan d.an/atau Pemanfaatan Batubara dan/atau batasan rninimum persentase jumlah Batubara yang diproduksi untuk kegiatan Pengembangan dan/atau Pemanfaatan yang clitetapkan, oleh Menteri. (21 KetenLuan lebiir lanjut mengenai kriteria kegiatan Operasi Prodrrksi yang terintegrasi dengan fasilitas Pengolahan dan/atau Pemurnian atau kegiatan Pengembangan dan/atau Pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri.

    Pasal 57

    Dalam hal pemegang IUP tahap kegiatan Operasi Produksi untuk komoditas Batubara melakukan kegiatan Pengembangan Batubara dalam bentuk gasifikasi Batubara (coal gasifica.tion) termasuk gasifikasi Batubara bawah tanah lunderground ^coal gasification) ^atau ^pencairan ^Batubara ^(coal liquefaction), berlaku ketentuan sebagai berikut:

    1. kegiatan pengembangan Batubara yang menghasilkan produk antara (irfiermediate productl dilakukan berdasarkan IUP tahap kegiatan Operasi Produksi sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini; dan

    2. kegiatan pengembangan produk antara (intermediate productl menjadi produk akhir yang dilakukan oleh pemegang IUP tahap kegiatan Operasi Produksi dilakukan berdasarkan perizinan yang diterbitkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perindustrian.


    Pasal 58

    Kriteria produk antara (intermediate productl dan, produk akhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ditetapkan oieh Menteri setelah berkoorciinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urrlsan pemerintahan di bidang perindustrian. Pasai 59 (1) Permohonan perpanjangan jangka waktu kegiatan Operasi Produksi untuk Pertambangan Mineral logam, Mineral bukan logam jenis tertentu, atau Batubara diajukan kepada Menteri paling cepat dalam ^jangka waktu 5 (lima) tahun atau paling lambat dalam ^jangka waktu 1 (satu) tahun sebeium berakhirnya ^jangka waktu kegiatan Operasi Produksi. (21 Permohonan perpaniangan jangka waktu kegiatan Operasi Produksi untuk Pertambangan Minei'al br.rkan logam atau batuan diajukan kepada Menteri paling cepat dalam ^jangka waktu 2 (dua) tahun atau paling lambat dalam ^jangka waktu 6 (enam) bulan sebelum berakhirnya jangka waktu kegiatan Operasi Produksi. (3) Perpanjangan jangka waktu kegiatan Operasi Produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diberikan dengan ^jangka waktu sesuai sisa ^jangka waktu iUP darr sesuai ^jangka waktu perpanjangan. ' (41 Permohonan perpanjangan jangka waktu kegiatan Operasi Produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), paling sedikit harus dilengkapi:

    1. peta dan batas koordinat wilayah;

    2. bukti pelunasan iuran tetap dan iuran produksi atau pajak daerah 3 (tiga) tahun terakhir:

    3. surat keterangan fiskal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan;

    4. rencana kerja selama masa perpanjangan;

    5. laporan akhir kegiatan Operasi Produksi;

    6. laporan pelaksanaan pengelolaan lingkungan dan reklamasi; dan

    7. neraca sumber daya dan cadangan. (5) Menteri memberikan persetujuan per: mohonan perpanjangan jangka waktu kegiatan Operasi Produksi berdasarkan hasil evaluasi terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan terhadap kinerja Operasi Produksi, dalam jangka waktu paling lambat sebelum berakhirnya kegiatan Operasi Produksi.

      (6)

      Menteri (6) Menteri dapat menolak permohonan perpanjangan ^jangka waktu kegiatan Operasi Produksi berciasarkan hasil evaluasi terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan kineda Operasi Produksi. (71 Penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) harus disampaikan kepada pemegang IUP disertai dengan alasan penolakan dalam jangka waktu paling lambat sebelum kegiatan Olrerasi Produksi berakhir. Pasal 60 (1) Pemegang IUi' yang telah memperoleh perpanjangan jangka waktu kegiatan Operasi Produksi sebanyak 2 (dua) kali sebagaimana dirnaksud dalam Pasal 54 ayar- (1), harus mengembalikan WIUP kepada Menteri. (21 Pemegang IUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus rnenyampaikan laporan mengenai keberadaan potensi cian cadangan Mineral atau Batubara pada WIUP kepada Menteri dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun sebelum jangka waktu kegiatan Operasi Produksi berakhir.


    Pasal 61

    Ketentuan lebih lanjut rnengenai tata cara pemberian perpanjangan jangka waktu kegiatan Elisplorasi, jangka '*'aktu ^kegiatan Operasi ^Pr: oduksi, ^dan ^pengembalian ^WIUP diatur dalam Peraturan Menteri. BAB V IZIN PERTAMBANGAN RAKYAT Bagian Kesatu Umum


    Pasal 62

    IPR diberikan oleh Menteri berdasarkan yang diajukan oleh: permohonan a, orang perseoran€{an yang merupakan penduduk setempat; atau

    1. Koperasi yang anggotanya merupakan penduduk setempat.

      (1)
      • J/ - (21 Permohonan IPF- sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diajukan pada wilayah yang telah ditetapkan sebagai WPR. (3) Dalam 1 (satu) WPR dapat diberikan 1 (satu) atau beberapa IPR. (41 Setiap pemohon sehagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diberikan 1 (satu) IPR. Bagian Kedua Pem berian Izin Pertarnbangan Ralryat

    Pasal 63

    Untuk mendapatkan IPR, pemohon harus memenuhi persyaratarr, yang terdiri atas:

    1. orang perseorangan, meliputi:


  21. surat permohonan;

  22. nomor induk berusaha;

  23. salinan kartu tanda penduduk;

  24. surat keterangan dari kelurahani desa setempat )rang menyatakan pemohon merupakan penduduk setempat;

  25. surat pernyataan kesanggupan untuk mematuhi ket.entuan peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup serta keselanratan Pertambangan; dan

  26. surat keterangan fiskal sesuai dengan ketenhran peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. b. Koperasi, meliputi:

  27. surat permohonan;

  28. nomor induk henrsaha;

  29. salinan kartu tanda penduduk pengurus Koperasi;

  30. surat keterangan dari kelurahan/desa setempat yang menyatakan seluruh pengurus Koperasi merupakan penduduk setempat;

  31. surat pernyataan kesanggupan untuk mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perLindungan dan pengelolaan lingkungan serta keselamatan Pertambangan; dan

  32. surat keterangan fiskal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

    Pasal 64
    Pasal 64

    IPR diberikan untuk jangka waktu paling lama 1O (sepuluh) tahun dan dapat diperpanjang 2 (dua) kali masing-masing 5 (lima) tahun. Bagian Ketiga Pelaksan aan lzin Peruambangan Ralryat Pasal 65 (1) Pemegang IPR wajib melakukan kegiatan Penambangan dalam jangka- waktu paling lambat 3 (tiga) bulan setelah IPR diterbitkan. (21 Sebelum melakukan kegiatan Penambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemegang IPR wajib men5rusun rencana Penambangan berdasarkan dokumen pengelolaan WPR yang disusun oleh Menteri. (3) Rencana Penambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (21paling sedikit memuat:

    1. metode Penambangan;

    2. peralatan dan perlengkapan yang digunakarr, c. jadwal kerja;

    3. kebutuhan personil; dan

    4. biaya atau permodalan. t (41 Menteri melaksanakan pembirraan kepada pemegarrg IPR daiam penJrusunan rencana Penambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2). Pasal 66 (1) Pemegang IPR dalam melaksanakan kcgiatan Usaha Pertambangan wajib menaati ketentuan persyaratan teknis Pertambangan. (21 Persyaratan teknis Pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi:

    5. tidak menggunakan bahan peledak;

    6. tidak menggunakan bahan berbahaya beracun yang dilarang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

    7. tidak melakukan kegiatan Penambangan dengan menggunakan metode Penambangan bawah tanah bagi orang perseorangan; dan

    8. menerapkan kaidah teknik Pertambangan yang baik khususnya pengelolaan lingkungan dan keselarnatan Pertambangan. Pasal b7 Ketentuan lebih lanju+- mengenai tata cara dan syarat pemberian IPR diatur dalam Peraturan Menteri. BAB VI IZIN I.'SAHA PERTAMBANGAN KHUSUS Bagian Kesatu Umum



    Pasal 68
    (1)

    IUPK diberikan oleh Menteri berdasarkan permohonan yang diajukan oleh:

    1. BUMN;

    2. BUMD; atau

    3. Badan Usaha swasta. (21 IUPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah mendapatkan WIUPK. (3) Ketentuan mengenai penetapan WIUPK sebagaimana dimaksud pada ayat (21 diatur dalam Peraturan Pemerintah tersendiri.


    Pasal 59
    (1)

    Pemegang IUPK dilarang memindahtangankan IUPK kepacla pihak lain tanpa persetujuan dari Menteri. (21 Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat- (1) dapat diberikan setelah pemegang IUPK memenutii persyaratan:

    1. telah selesai melakukan kegiatan Eksplorasi yang dibuktikan dengan ketersediaan data sumber daya dan cadangan;

    2. administratif, teknis, lingkungan, dan finansial; 'dan c. menyampaikan dokumen terkait pihak lain yang akan menerima pernindahtanganan IUPK.

    (3)

    Persyaratan (3) Persyaratan adrninistratif sebagaimana dimaksud pada ayaL (2\ huruf b, paling sedil',it rneliputi:

    1. surat permohonan;

    2. nomor induk berusaha dalam hal terjadi pemutakhiran data; dan

    3. susunan pengurus, daftar pemegang saham, dan daftar pemilik manfaat ciari BUMN, BUMD, atau Badan Usaha s'rasta. (4) Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat i3) dilaksanakan terintegrasi secara elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (5) Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, paling sedikit rneliputi:

    4. laporan akhir Eksplorasi; dan

    5. data sumber daya dan cadangan. (6) Data sumber daya dan cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b harus dilengkapi dengarr surat pernyataan sumber daya dan cadangan. (7) Persyaratan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, paling seclikit meliputi:

    6. laporan pelaksanaan kegiatan Reklamasi; dan

    7. bukti penempatan jarninan Reklamasi. (8) Persyaratan finansial sebagaimana dimaksud pada ayat (21hururf b, p"rling sedikit meliputi:

    8. laporan keuangan 3 (tiga) tahun terakhir yang telah di audit oleh akuntan publik;

    9. surat keterangan fiskal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan; dan

    10. bukti pembayaran iuran tetap 3 (tiga) tahun terakhir. Pasai 70 (1) Dokumen terkait pihak iain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (21 huruf c yang rrrenerima pemindahtanganan IUPK meliputi dokumen administratif, teknis. lirrgkungan, dan finansial. (21 Dokumen administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

    11. nomor induk berusaha; dan

    12. profil pihak lain yang menerima pemindahtanganan IUPK.

    (3)

    Dokumen a. dokurnen yang menunjukl<an pengaiaman pihak lain dalam melaksanakan kegiatan Konstruksi, Penambangan, Pengolahan dan/atau Pemurnian, atau Pengembangan dan/atau Pemanfaatan; atau

    1. dokumen yang menunjukkan pengalaman perusahaan induk yang bergerak di bidang Pertambangan bagi perusahaan baru. (4) Dokumen lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa surat pernyataan kesanggupan untuk mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. (5) Dokumen finansial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

    2. laporan keuangan 3 (tiga) tahun terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik; atau

    3. laporan keuangan 3 (tiga) tahun terakhir dari perusahaan induk yang telah diaudit oleh akuntan publik bagi perusahaan baru. Pasal 71 (1) IUPK yang diberikan kepada BUMN, sebagian WIUPK tahap kegiatan Operasi Produksi dapat dialihkan kepada Badan Usaha lain yang 51% (lima puluh satu persen) atau lebih kepen: ilikan sahamnya dimiliki oleh BUMN pemegang IUPK yang WIUPK-nya akan dialihkan. (21 Kepemilikan sahanr BUMN pada Badan Usaha lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat terdilusi menjacli kurang dari 5lo/o (lima purluH satu persen). (3) Pengalihan sebagian WiUPK tahap kegiatan Operasi Produksi sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan setelah menriapatkan persetujuan Menteri. Pasal T2 (l ) Badan Usaha pemegang IUPK dilarang mengalihkan kepemilikan saharn tanpa persetujuan Menteri.

    (2)

    Persetujuan (2) Persetujuan sebagairnana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah memenuhi persyaratan paling sedikit:

    1. telah selesai melakukan kegiatan Eksplorasi yang clibuktikan dengan ketersediaan data sumber daya darr cadangan; dan

    2. memenuhi persyaratan administratif, teknis, lingkungan, dan finansial. (3) Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud' pada ayat (21huruf b paling sedikit meliputi:

    3. surat permohonarr;

    4. nomor induk berusaha dalam hal terjadi pemutakhiran data; dan

    5. susunan pengurus, daftar pemegang saham, dan daftar penrilik manfaat dari Badan Usaha. (4) Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan terintegrasi secara elektronik sesuai dengan ketentrran peraturan perundang-undangan. (5) Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, paling sedikit meliputi:

    6. laporan akhir Eksplorasi; dan

    7. data sumber daya dan cadangan. (6) Data sumber daya dan cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b harus dilengkapi dengan surat pernyataan surnber daya dan cadangan. (71 Persyaratan finansial sebagaimana dimaksud pada ayat (2)'huruf b, paling sedikit meliputi:

    8. laporan keuangan 3 (tiga) tahun terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik;

    9. surat keteranga.n fiska.l sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan; dan

    10. bukti pembayaran iuran tetap 3 (tiga) tahun terakhir. (8) Dalam hal pengalihan saharn sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui penawaran umum perdana di bursa saham Indonesia, Badan Llsaha pemegang IUPK wajib melaporkan kepada Menteri. Pasal'/3 Ketentuan lebih lanjut mengenai pemindahtanganan [UPK, pengalihan sebagian WIUPK, dan pengalihan kepemilikan saham Badan Usaha pemegang IUPK diatur dalam Peraturan Menteri.


    Pasal 74

    IUPK diperoleh melalui tahapan:

    1. pemberian WIUPK; dan

    2. pemberian IUPK. Bagian Kedua Pemberian Wilayah lzin Usaha Pertambangan Khusus Paragraf 1 Umum Pasal 75 (1) WIUPK terdiri atzis WIUPK Mineral logam dan WIUPK Batubara. (2) WIUPK diberikan kepada BUMN, BUMD, atau Badan Usaha srvasta oleh Merrteri. (3) Menteri dalam memberikan WIUPK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus terlebih dahulu menrberikan penawaran kepada BUMN dan BUMD dengan cara prioritas. (41 Dalarn hal peminat penawaran sebagaimana dimaksud pada avat (3) hanya terdapat 1 (satu) BUMN atau BUMD, WIUPK Ciberikan kepada BUMN atau BUMD dengan membayar kompensasi data informasi. (5) Dalam hal peminat penawaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) lebih dari 1 (satu) BUMN atau BUMD, Menteri mengoordinasikan pemberian WIUPK kepada BUMN dan BIll{D dalam jangka waktu 6O (enam puluh) hari kalender. (6) Berdasarkan hasil koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5), BUMN dan/atau BUMD dapat:

    3. membenruk Badan Llsaha baru sebagai perusahaan patungan (joirLt uenture); atau

    4. menggunakan Badan Usaha lairr yang sahamnya dimiliki oleh BUM[{ atau BUMD.

      (7)

      Dalam (71 Dalarn hal berciasarkan hasil koordinasi pemberian WIUPK oleh Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (5) BUMN dan BUMD ^r,idak bersepakat, pemberian WIUPK kepada BLIMN dan BUMD yang berminat dilakukan dengan cara lelang sesuai dengan ketentuan dalam Peratrrran Pernerintatr ini. Pasai Z6 (1) Dalam hal tidak ada BUMN atau BUMD yang berminat, WIUPK ditawarkan kepada Badan Usaha swasta yang bergerak daiam bidarrg Pertambangan Mineral atau Batubara dengan cara lelang sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini. (2) Pemenang lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai kewajiban membayar kompensasi data informasi sesuai dengan nilai lelang. Paragraf 2 Tata Cara Lelang Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus Mineral Logam atau Batubara


    Pasal 77
    (1)

    Sebelum dilakukan lelang WIUPK Mineral logam atau WIUPK Batr-rbara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (7) dan Pasal 76 ayat (1), Menteri mengumumkan secara terbuka WIUPK Mineral logam atau WIUPK Batubara yang akan dilelang dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kalender atau paling cepat 60 (enam puluh) hari kalender sebelum pelaksanaan lelang. (2) Pengumuman rencana pelaksanaan lelang WIUPK Mineral logam atau WIUPK Batubara dilaksanakan secara terbuka dengan ketentuan paling sedikit: , a. dimuat dalam 1 (satu) media cetak iokal dan/atau 1 (satu) media cetak nasional; dan/atau

    1. di kantor atau melalui laman resmi kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang IVlineral dan Batubara.


    Pasal 78

    Pasal 78 (1) Dalam pelaksanaan lelang WIIJPK Mineral logam atau WIUPK Batrrbara sebagaimane dimaksud dalam Pasal 76 ayat i1), Menteri membentuk panitia lelang WIUPK Minerai logam atau WIUPK Batubara. (21 Panitia lelang WIIJPK Mineral logam atau WIUPK Batubara yang dibentuk oleh Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beranggotakan gasal dan paling sedikit berjumlafu ^z (tujuh) orang. (3) Dalam keairggotaan panitia lelang WIUPK Mineral logam atau WIUPK Batubara sebagaimana dimaksud pada ayat (21, dapat mengikutsertakan Pemerintah Daerah. Pasal 79 (1) Dalam pelaksanaan lelang WIUPK Mineral logam atau WIUPK Batubara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (1), calon peserta lelang harus memenuhi persyaratan:

    1. adrninistratif;

    2. teknis dan pengelolaan lingkungan; dan

    3. finansial. (21 Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:

    4. nomor induk berusaha;

    5. prol-rl Badan Usaha; dan

    6. sllsunan pengurus, daftar pemegang saham, dan daftar pemilik manfaat dari BUMN, BUMD, atau Badan Usaha swasta. (3) Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan terintegrasi secara elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Persyaratan teknis dan pengelolaan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling sedikit meliputi:

    7. pengalaman BUMN, BUMD, atau Badan Usaha swasta di bidang Pertambangan Minerai atau Batubara paling sedikit 3 (tiga) tahun, atau bagi perusahaan baru harus mendapat dukungan dari perusahaan lain yang bergerak di bidang Pertambangan:

    8. mempunyai personil yang berpengalaman dalam bidang Pertambangan dan/atau geologi palirrg sedikit 3 (tiga) tahun;

    9. surat pernyataan kesanggupan untuk mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengeiolaan lingkungan tridup; dan

    10. RKAB Tahunar, selama kegiatan Eksplorasi. (5) Persyaratan finansial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:

    11. laporan keuangan 3 (tiga) tahrrn terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik atau surat keterangan dari akuntan publik bagi perusahaan baru;

    12. surat keterangan fiskal sesuai dengan ketentuan pcraturan perundang-undangan di bidang perpajakan;

    13. menempatkan ^jaminan kesungguhan lelang dalam bentuk uang tunai di bank pemerintah sebesar lOoh (sepuluh persen) dari nilai kompensasi data informasi; clan d. surat perny-ataan kesanggupan membayar nilai penawaran lelang WIUPK Mineral logam atau WIUPK Batubara dalam ^jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah pengumuman pemenang lelang. Pasal 80 (1) Prosedur lelang WIUPK Mineral logam atau WIUPK Batubara dilakukan dengan 2 (dua) tahap yang ,terdiri atas:

    14. tahap prakualifikasi; dan


    Pasal 81

    Panitia ielang WIUPK Mineral logam atau WIUPK Batubara rrarus meiaksanakan prosedur lelang sebagaimana ditnaksud cialam Pasal 80 secara transparan dan akuntabel. '


    Pasal 82
    (1)

    Hasil pelaksanaan lelang WIUPK Mineral logam atau WIUPK Batubara dilaporkan oleh panitia lelang WIUPK Mineral logam atau WIUPK Batubara kepada Menteri. (21 Menteri hrerdasarkan laporan panitia lelang WIUPK Mineral logam atau WIUPK Batubara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menetapkan pemenang lelang WIUPK Mineral logam atau WIUPK Batubara. (3) Menteri memberitahukan secara tertulis penetapan pemenang lelang WIUPK Mineral logam atau WIUPK Batubara kepada pemenang lelang. (4) Pemenang lelang WIUPK Mineral logam atau WIUPK Batubara harus membayar seluruh nilai kompensasi data inforrnasi sesuai dengan nilai penawaran lelang dalam jangka waktu paling lambat 7 (hari) kerja sejak pengumuman pemenang lelang.


    Pasal 83

    Ketentuan lebih lanjut nrengenai tata cara lelang WIUPK Mineral logam atau WIUPK Batubara diatur dalam Peraturan Menteri. Bagian Ketiga Pemberian lzin Usaha Pertambangan Khusus Paragraf 1 Umum


    Pasal 84
    (1)

    IUPK sebagaimana dirnaksud dalam Pasal 74 huruf b terdiri atas 2 (dua) tahap kegiatan:

    1. Ekspiorasi; dan

    2. Operasi Produksr (21 Tahap kegiatan Eksplorasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas kegiatan:

    3. Penl,elidikan Umum;

    4. Eksplorasi; dan

    5. Studi Kelayakan. (3) Tahap kegiatan Operasi Produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas kegiatan:

    6. Konstruksi;

    7. Penambangan;

    8. Pengolahan danf atau Pemurnian atau Pengembangan dan/atau Pemanfaatan; dan

    9. Pengangkutan dan Penjualan. Paragraf 2 Tat-a Cara dan Persyaratan Izin Usaha Pertambangan Khusus Tahap Kegiatan Eksplorasi


    Pasal 85

    (U BUMN atau BUMD yang menCapatkan WIUPK Mineral loganr atau WIUPK Batubara secara prioritas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (3) harus menyampaikan permohonan IUPK kepada Menteri. (21 Apabila BUMN atau BUMD sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dalam ^jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja tidak menyampaikan permohonan IUPK kepada Menteri, dianggap mengundurkan diri dan kompensasi data informasi yang telah dibayarkan menjadi milik negara sebagai penerimaan negara bukan pajak. (3) Dalam hal BUMN atau BUMD telah dianggap meng5undurkan diri sebagaimana dimaksud pada ayat (2), WIUPK Mineral logam atau WIUPK Batubara dapat ditawarkan dengan cara lelang kepada Badan Usaha swasta sesuai dengan ketentrran dalam Peraturan Pemerintah ini. Pasal 86 (1) Badan Usaha swasta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 ayat (3) harus menyampaikan permohonan IUPK kepada Menteri setelah ditetapkan sebagai pemenang lelang WIUPK Mineral logam atau WIUPK Batubara.

    (2)

    Apabila pemenang lelang WIUPK Mineral logam atau WIUPK Batubara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam jangka waktu i0 (sepuluh) hari kerja tidak menyampaikan p"rermohonan IUPK kepa-da Menteri, dianggap mengundurkan diri dan jaminan kesungguhan lelang menjaCi milik negara sebagai penerimaan negara bukan pa.iak. (3) Dalam hal pemenang lelang WIUPK Mineral logam atau WIUPK Batubara telah dianggap mengundurkan diri sebagaimana dimaksud parla ayat (2), WIUPK Mineral logam atau WIUPK Bat-ubara dita'warkan kepada peserta lelang urutan berikutnya secara berjenjang. (,4) Dalam hal peserta lelang urutan berikutnya sebagairnana dimaksud pada ayat (3) bersedia membayar kompensasi data informasi sama dengan harga penawaran p€rne.norrg lelang pertama, dit-etapkan sebagai pemerrang lelang WIUPK Mineral logam atau WIUPK Batubara. (5) Menteri rneJakukan lelang uiang WIUPK Mineral logam atarr WILIPK Batubara apabiia peserta leiang urutan berikutnya sebagaimana dimaksud pada avat (3) tidak ada yang berminat.


    Pasal 87

    ILIPK diberikan kepada BUMN, BUMD, atau Badan Usaha swasta setelah memenuhi persyaratan:

    1. administratif;

    2. teknis;

    3. lingkungan; dan

    4. finansial.


    Pasal 88

    (i) Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 huruf a meliputi:

    1. surat permohonan;

    2. nomor induk berusaha dalam hal terjadi pemutakhiran data; dan

    3. susunan pengurus, daftar pernegang saham, dan daftar pemilik manfaat dari BUMN, BLIMD, atau Badan Usaha swasta dalam hal terjadi pemutakhiran data. 5C- (2) Persyarata.n aCiuiri.istradf sebaga,mana dimal<sr.rd pada ayat (1) Cilaksana*!.-an te; 'integrasi. secara elektronik sesuai dengan peraturarr pertrndang-undangan.


    Pasal 89

    Persyaratan tel<nis setragaimana dimaksud daiam Fasai 87 huruf b berupa surat pernyataarrr dari ahli Pertambalgan cla.n/atau geologi yang berpengalaman paling singkat 3 (tiga) tahun.


    Pasal 90

    Persyaratan liirgkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 huruf c berupa srrrat pernyataan kesanggupan untuk mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Pasal 9l (1) Persyaratan finansial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 huruf d meliptrti:

    1. bukti penempatan jaminan kesungguhan pelaksanaan kegiatan Eksplorasi;

    2. sr: rat keterangan fiskal sesuai dengan ketentuan peraturan pen-rndang-undangan Ci bidang perpajakan; dan

    3. bukti pembayaran nilai'kompensasi data informasi. (2) Ketentuan lebih ianjut mengenai jaminan kesungguhan pelaksanaan kegiatan Ekspiorasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diatur dalam Peraturan Menteri. Paragraf 3 'Iata Cara dan Persyaratan Izin Usa-ha Pertambangan Khusus Tahap Kegiatan Operasi Produksi Pasal 92 (1) Pernegang IUPK tahap kegiatan Eksplorasi dapat melakukan tahap kegiatan Operasi. Prcduksi setelah rnenclapatk: rn persetuduan permohonan oeningkatan tahap kegiatan Cperasi Produksi dari Ment-eri. (2\ Persetujtran I{enteri sebagaimana dimaksud ^pada ayat (r) cliberikan setelah penregang IUPK tahap ^kegiatan Eksplorasi memenuhi persy an'atan;

    4. administratif';

    5. teknis;

    6. lingkungan; dan

    7. iinairsial.


    Pasal 93
    (1)

    Pers5raratan adrrinistratil sebagaimarra dimaksud dalam Pasal 92 ayat (2) huruf zr rneliputi:

    1. surat ^permohonan peningkatan tahap;

    2. llornor induk bemsaha dalam tral terjadi pemutakhiran data; dan

    3. susunan pengurLl.s, daftar pemegang saham, dan daftar pemilik rnanfaat dari BUMN, BUI\ID, atau Badan Usaha swasta dalam hal terjadi pemutakhiran data (21 Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan terintegrasi secara elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


    Pasal 94

    Persyaratan teknis sebagaimarra dimaksud dalam Pasal 92 ayat (2) hurrrf b meliputi:

    1. peta usulan WIUPK tahap kegiatan Operasi Produksi yang dilengkapi dengan koordinat berupa garis lintang dan garis bujur sesuai dengan sistem informasi geografis yang berla.ku secara nasional;

    2. laporan lengkap Eksplorasi; dan

    3. laporan Studi Kelayakan yang telah disetujui oleh lVlenteri.


    Pasal 95

    Persyaratan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 a3,aL (2) huruf c meliputi:

    1. dokumen lingkungan hidup dan persetujuan lingkungan yang diterbitkan oleh instarrsi yang berwenang sesuai dengau ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

    2. dokunrerr rercdn& Reklamasi dan rencana Pascatambang. Fasal 96 .


    Pasal 96

    Persyaratan finansiai sebag.ainian: i dirnaksud dalan: Pasal 92 ayat (21huruf d meliputi:

    1. laporan keuangan 3 (tiga) tahun terakhir yang teiah rliaudit oleh akuntari publik;

    2. surat keterangan liskal sesuai dengan keterrtuan peraturan perundang-unCangan di bidang perpajakan; dan

    3. peiunasan iuran tetap tahap kegiatan Eksplorasi ^t-ahurr terakhir. Pasai 97 (1) Permohonan peningkatan tahap kegiatan Operasi Produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 ayat (l) disampaikan kepada Menteri paling lambat 30 (tiga puluhl hari kalender sebelum jangka u,'aktu tatrap kegiatan Eksplorasi berakhir. (2i Menteri memberikan persetujuan permohonan peningkatan tahap kegiatan Cperasi Produksi sebagairnana dimaksud pada ayat (1) dalam ^jangka waktu paling lambat sebelum tahap kegiatan Eksplorasi berakhir (3) Menteri dapat ment-: lak permohonan peningkatan tahap kegiatan Operasi Produksi dalam hal berdasarkan hasil evaluasi, pemegang IUPK tahap kegiatan Eksplorasi tidak memenuhi persyaratan sebagaimana drmaksud dalam Pasal 92 ayat (2). (41 Penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus disanrpaikan kepacia pemegang IUPK dalam ^jangka waktu paling lambat- sebelurn tahap kegiatan Eksplorasi berakhir.


    Pasal 98

    Jangka waktu tahap kegiata.n Eksplorasi sebagaimana dimaksud Calarn Pasal 84 ayat ^(1) huruf a diberikan selama:

    1. 8 (delapan) tahun untuk Pertambangan Mineral logam; Can I b. 7 ('uujuh) tahun untr ik Perta.mbangan Batubara. : ;


    Pasal 99
    Pasal 99

    Jangka wakti-r kegiatarr Operasi Produksi sebagairna.na dimaksud da.lam Pasal 84 ayat (1) huruf b diberikan dengan ketentuan:

    1. untuk Pertambangan I\vlineral logam paling lama 20 (dua puluh) tahun;

    2. untuk Pertambangan Batubara paling lama 20 (ciua puluh) tahun;

    3. untuk Pertambangan Mineral logam yang terintegrasi dengan fasilitas Pengolahan dan/atau Pemurnian selama 30 (tiga puiuh) tahtrn; dan

    4. untuk Pertambangan Ratubara yang terintegrasi dengan kegiatan Pengembangan danlatau Pemanfaatan selama 30 (tiga puluh) tahun.



    Pasal 100

    Pemherian jangka waktu kegiatan t)perasi Produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99 harus mempertimbangkan jumlah sumber daya dan/atau cadangan sesuai laporan Studi Kelayakan yang disetujui oleh Menteri.


    Pasal 101
    (1)

    Pemegang IUPK Capat mengajukan permohonan wilayah di luar WIUPK kepada Menteri untuk rnenunjang kegiatan Usaha Pertarnbangan. (2) Permohonan wilayah di luar WIUPK sebagaimana dinraksud pada ayat (1) harus memenuhi kriteria:

    1. peruntuk4nnler tidak untuk kegiatan Penambangan; dan

    2. n: erupakan satu kesatuan kegiatan Usaha Pertambangan. (3) Pemegang IUPK bertanggung jawab atas pelaksanaan kaidah teknik Pertambangan yang baik pada wilayah di luar WIUPK yang telah disetujui Menteri. (4) Keteritr: an lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara pem.berian wila1'ah di luar WIUI']K diatur dalam Peraturan Menteri.


    Pasal 102
    Pasal 102
    (1)

    Dalanr hal pemcgarrg IUPK tahap kegiatan Operasi Produksi untuk komoditas Mineral lcganr tidak melakukan sendiri kegiatan Pengolaha.n dan Pemurnian, kegiatan Pengolahan dan Pemurnian dapat dilakukan oleh:

    1. pemegang IUP tahap kegiatan Operasi Produksr yang memiliki fasilitas Pengolahan dan Pemurnian secara terintegrasi:

    2. pemegang IUPK lain tahap kegiatan Operasi Produksi yang memiliki fasilitas Pengolahan dan Pemurnian secara terintegrasi; atau

    3. pihak lain yang melakukan kegiatan usaha Pengolahan darr/atau Pemurnian yang tidak terintegrasi dengan kegiatan Penarnbangan yang perizinannya diterbitkan berdasarkan ketentuan peraturan penrndang-undangan di bidang perindustrian. (21 Pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas pihak lain yang melakukan kegiatan usaha Pengolahan dan Pemurnian secara terpadu atau kegiatan usaha Pemurnian untuk Mineral logam. (3) Dalam hal pemegang IUPK tahap kegiatan Operasi Produksi tidak melakukan kegiatan Pengangkutan Can Penjualan, kegiatan Pengangkutan dan Penjualan dapat dilakukan oleh ^pemegang lzin Pengangkutan dan Penjualan. Pasal 1O3 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian IUPK diatur dalam Peraturan Menteri. Paragraf + Dana Ketalranan Cadangan Mineral dan Batubara E: tr - \r\J - (2i Eksplorasi lanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk kegiatan penemuan cadangan baru pada WIUPK tahap kegiatan Operasi Produksi. (3) Dalam pelaksanaan kcgiatan Eksplorasi lanjuta.n sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pernegang IUPK tahap kegiatan Operasi Produksi wajib mengalokasikan anggaran setiap tahun sebagai dana ketahanan cadangan Mineral dan Batubara. (4) Besaran dana keta-hanan cadangan Mineral dan Batubara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diusulkan da.lam RKAB'lahunan. (5) Kewajiban Eksplorasi lanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat- (1) dapat dikecualikan bagi pemegang IUPK tahap kegiatan Operasi Produksi yang telah memiliki data cadangan di seluruh WILIPK tahap kegiatan Operasi Produksi berdasarkan hasil evaluasi Menteri. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Eksplorasi lanjutan dan dana ketahanan cadangan Mineral dan Batubara diatur clalam Peraturan Menteri. Paragraf 5 Pemasangan Tanda Batas Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus Pasal 105 (1) Pemegang IUPK tahap kegiatan Operasi Produksi wajrb melaksanakan pemasangan tanda batas WIUPK tahap kegiatan Operasi Produksi. (2i Ke'*'ajiban pemasangan tanda batas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya berlaku bagi IUPK tahap kegiatan Operasi Produksi yang:

    4. WIUPK tahap kegiatan Operasi Produksi-nya berhirnpit/berbatasan langsung dengan WIUP, WIUPK, wila5.afi KK, atau wilayah PKP2B lainnya; atau

    5. lukasi kegiatan Penambangan dan penimbunannya berdekatan dengan batas WIUPK tahap kegiatan Operasi Produksi. (3) Dalam hal terjadi perubahan batas u,ilayah pada WIUPK tahap kegiatan Operasi Produksi sebagaimana dirnaksud pada ayat (1), harus dilakukan perubahan tanda batas wilayah dengan pernasangan tanda batas baru pada WIUPK tahap kegiatan Operasi Produksi.

    (4)

    Ketentuan li: bih lanjut rnengenai tata cara pemasangan tanda batas WILIPK tahap kegiatan Operasi Produksi diatur dalam Peraturan fuicnteri. Paratgraf 6 Komoditas Tambang Lain Dalam Wilayah lzin Usaha Pertambangan Khusus Pasal l.O6 (1) Pemegang ILIPK yang rnenem.ukan komoditas tambang lain yang keterdapatannya berbeda di dalam WIUPK yang dikelola diberikan prioritas untuk mengusahakannya. (2) Pemegang IUPK yang berminat untuk mengusahakan komoCitas tambang lain yang keterdapatannya berbeda sebagaimana dima.ksud paoa ayat (1) wajib mengajukan permohonan IUP atau IUPK baru. (3) Dalam hal pemegang IUPK tidak berminat atas komoditas tambang lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengusahaannya dapat diberikan kepacla pihak la-in dan diselenggarakan dengan cara lelang atau permo|,ronan wilayah. (4) Pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang mendapatkan IUPK atau IUP berdasarkan lelang atau permohonan wiiayah han: s berkoordinasi dengan pemegang IUPK pertama.



    Pasal 107
    (1)

    Pemegang IUPK tahap kegiatan Operasi Produksi dapat mengambil dan menggunakan batuan yang terdapat di dalarn WIUPK untuk menunjang kegiatan Usaha Pertambangan. (21 Dalam mengambil dan menggunakan batuan sebagainrana dimaksud pada ayat (1) pemegang IUPK tahap kegiatan Operasi Produk.si wajib:

    1. melaporkan pengambilarr dan penggunaan batuan kepada Peinerintah Daeiah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya; dan

    2. mernbayar pajak daerah sesuai dengan ketentuan peraturan pc1 i: n r-lerng-undangan. Paragraf7 . Paragraf ^'7 Perpanjangan Tahap Kegiatan Eksplorasi Izin Usaha Perlambangan Khusus Pasal l08 (1) Pemegang IUPK dapat diberikan persetujuan perpanjangan tahap kegiatan Eksplorasi selama 1 (satu) tahun setiap kali perpanjangan oleh Menteri setelah memenuhi persyaratan. (21 Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

    3. surat permohonan;

    4. kajian kendala berdasarkan kriteria teknis yang ditentukan;

    5. rencana kegiatan dan anggaran biaya Eksplorasi jangka panjang yang dijabarkan dalam tiap semester selama ^jangka waktu oermohonan perpanjangan; dan

    6. menempatkan jaminan kesungguhan pelaksanaan kegratan Eksplorasi pada bank pemerintah. (3) Permohonan perpanjangan jangka waktlr kegiatan Eksplorasi diajukan kepada Menteri, paling lambat dalam jangka 'uvaktu 45 (empat puluh lima) hari kalender sebelum ^jangka waktu kegiatan Eksplorasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 berakhir. (4) Menteri dapat menolak permohonan perpanjangan jangka waktu kegiatan Eksplorasi dalam hal berdasarkan hasil evaluasi, pernegang IUPK tidak memenuhi persvaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (5) Penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus disampaikan kepada pemegang IUPK paiing lambat sebelum ^jangka waktu kegiatan Eksplorasi berakhir. (5) Ketentuan lebih ianjut mengenai pemberian jangka waktu perpanjangan tahap kegiatan Eksplorasi ,diatur dalam Peraturan Menteri. Paragraf B Paragraf 8 Perpanjangan Tahap Kegiatan Operasi Produksi Izin Usaha Pertarnbangan Khusus Pasal 109 (1) Jangka waktu kegiatan Operasi Produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99 huruf a clan huruf b dapat diberikan perpanjangan dengan ketentuan:

    7. untuk Pertambangan Mineral logam sebanyak 2 (dua) kali masing-masing 10 (sepuluh) tahun; dan

    8. untuk Pertambang,an Batubara sebanyak 2 (dua) kali masing-masing 10 (sepuluh) tahun. , (21 Jangka r,vaktu kegiatan Operasi Produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99 huruf c dan huruf d yang terintegrasi dengan fasilitas Pengolahan dan/atau Pemurnian sebagaimana dimaksud dalam Pasal gg huruf c atau terintegrasi dengan kegiatan Pengembangan danlatau Pemanlaatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99 huruf d dapat diberikan perpanjangan selama 10 (sepuluh) tahun setiap kali perpanjangan. (3) Dalam hal IUPK dimiliki oleh BUMN, jangka waktu kegiatan Operasi Produksi dapat diberikan perpanjangan selama 10 (seputruh) tahun setiap kali perpanjangarr. (41 Permohonan perpanjangan jangka 'x,aktu kegiatan Operasi Produksi untuk Pertambangan Mineral logam atau Batubara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2i, dan ayat (3) diajukan kepada Menteri paling cepat dalam jangka u,aktu 5 (lima) tahun atau paling Iambat dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sebelum berakhirnya jangka waktu kegiatan Operasi Produksi. (5) Perpanjangan jangka waktu kegiatan Operasi Produksi untuk Pertambangan Mineral logam atau Batubara sebagairrrana dimaksud pada ayat (4) diberikan dengan jangka waktu sesuai sisa jangka waktu IUPK dan sesuai jangka rvaktu perpanjangan. (6) Permohonan perpanjangan jangka waktu kegiatan Operasi Produksi sebagairrrana dimaksud pada ayat (4) paling seo.ikit harus dilengkapi:

    9. peta dan batas koordinat wilayah;

    10. bukti pelunasan iuran tetap dan iuran produksi 3 (tiga) tahun terakhir;

    11. surat keterarrgan fiskal sesuai dengan ketentuan peraturan perLlnciang-undangan di bidang perpalakan;

    12. rencana kerja seiama rnasa perpanjanga.n;

    13. laporan aktrir kegiatan Operasi Produksi;

    14. laporau pelaksanaan pengelolaan lingkungan dan reklamasi; dan

    15. nera.ca sumber daya dan cadangan. (7) Menteri memberikan persetujuan permohonan perpanjangan jangka waktu kegiatan Operasi Produksi berdasarkan hasil evaluasi terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dan terhadap kinerja Operasi Produksi, dalam jangka waktu paling lambat sebelum kegiatan Operasi Produksi berakhir. (8) Menteri dapat menolak permohonan perpanjangan jangka waktrr kegiatan Operasi Produksi berdasarkan hasil evaluasi terhadap permohonan sebagaimana dineaksucl pada ayat (6) dan kinerja Operasi Produksi. (9) Penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) harus disampaikan kepada pemegang IUPK disertai dengan alasan penolakan dalam jangka '*,aktu paling lambat sebelurn kegiatan Operasi Produksi berakhir. Pasal 1 10 Pemberian perpanjangan jangka waktu kegiatan Operasi Produksi sebagaimana dimaksrid dalam Pasal 109 ayat (1) harus mempertimbarrgkan jurr'rlah sumber daya dan/atau cadangan sesuai laporan Studi Kelayakan yang disetujui oleh Menteri. Pasal 1 1 1 (1) Kegiatan Operasi Produksi yang terintegrasi dengan fasilitas Pengolahan dan/atau Pemurnian atau Pengembangan dan/atau Pemanfa-atan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 109 ayat l2l harus mernenuhi kritena:

    16. untuk komoclitas Mineral logam terdiri atas:

    17. kegiatan Penqolahan dan/atau Pemurnian dilakukan olr: h Badan Usaha pemegang IUPK yang melakukan Penaarbangan; dan


  33. memiliki 2. memiliki ketersediaan cadangan untuk memenrrhi kebututran operasional fasilitas Pengolahan dan/atau Pemurnian. b. untuk komoditas Batubara terdiri atas: , 1. kegiatan Pengembangan dan/atau Pemanfaatan dilakukan oleh badan usaha pemegang IUPK yang melakukan Penambangan;

  34. memiliki ketersediaan cadangan untuk memenuhi kebutuhan operasional fasilitas kegiatan Pengembangan dan/atau Pemanfaatan; dan

  35. memenuhi ketentuan jenis Pengembangan danTatau Pemanfaatan Batubara dan/atau batasan minirnr-rm persentase jumlah Batubara yang diproduksi untuk kegiatan Pengembangan danlatau Pemanfaatan yang ditetapkan oleh Menteri. (21 Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria kegiatan Operasi Produksi yang terintegrasi dengan fasilitas Pengolahan dan/atau Pemurnian atau kegiatan Pengembangan dan/atau Pemanfaatan sebagaimana drmaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri. Pasal 1 12 Dalam hal pemegang IUPK tahap kegiatan Operasi Produksi untuk komoditas Batubara melakukan kegiatan Pengembangan Batubara da.lam bentuk gasifikasi Batubara (coal gasification) termasuk gasifikasi Batubara bawah tanah (underground coal gasificatiorr) atau pencairan Batubara (coal liquefaction), berlaku ketentuan sebagai berikut:

    1. kegiatan pengembangan Batubara yang menghasilkan produk anta-ra (i.ntermediate product) dilakukan berdasarkan IUPK tahap kegiatan Operasi Produksi sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini; dan Pasal 1 L3 . BAB VII IUPK SEBAGAI KELANJUTAN OPERASI KONTRAKIPERJANJIAN Bagian Kesatu Umum Pasal I 15 Pasal i 13 (1t Pemega-ng IUPK yang telah uremperoleh perpanjangan jangka rvaktu kegiatan Operasi Produksi sebanyak 2 (dua) kali sebagaimana dirnaksud dalam Pasal 109 ayat (1), harus mengernbalikan WIUPK kepada Menteri. (21 Pemegang IUPK sebagairnana dimaksuci pacla ayat (1) harus menyampaikan laporan mengenai keberadaan potensi dan cadangan Mineral atau Batubara pada WIUPK kepada Menteri dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun sebelum jangka waktu kegiatan Operasi Produksi berakhir, Pasal 1 14 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian perpanjangan jangka waktu kegiatan Eksplorasi, jangka ',vaktu ^l<egiatan ^Operasi ^Produksi, ^dan ^pengembalian ^WIUPK diatur dalam Peraturan Menteri. ! (1) IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian diberikan oleh Menteri berdasarkan permohonan yang diajukan oleh pemegang KK atau PKP2ts. (21 Untuk memperoleh IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjia.n sebagaimana dimaksud pada ayat (l ), pemegang KK atau PKP2B harus mengajukan permohclnan kepada Menteri paling cepat dalam jangka waktur 5 (lima) tahun atau paling lambat dalam jangka waktu I (satu) tahun sebelum KK a.tau PKP2B berakhir. (3) IUPK sebagai I(elanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (21 diberikan dengan ketentuan sesuai sisa jangka waktu KK atau PKP2B dan perpanjangan pertama selama 10 (sepuluh) tahun.

      (4)

      Menteri rlanjian sebagaimana dimaksud pada ayat ( i) dengan mernperuirrrbangkan:

    2. keberlanjutan operasi;

    3. optimalisasi potensi cadangan Mineral atau Batubara dalam rangka konservasi Mineral atau Batuba.ra dari WIIJPK untuk tahap kegiatan C)perasi Produksi; dan

    4. kepentingan nasionai. Pasal 1 10 (1) Dalam rangka pertirnbangan keberlanjutan operasi dan optimalisasi potensi cadangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 ayat (4) huruf a dan huruf b, pemegang KK dan PKP2B sebelum mengajukan permohonan IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian harus menyampaikan rencana pengembangan seh: ruh wilayah untuk mendapatkan persetujuan Menteri. (21 Dalarrr rangka pertimbangan keperrtingan nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasai t 15 ayat (4) huruf c, pemegang PKP2B sebelum mengajukan permohonan IUPK sehagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian harus menyampaikan rencana Pengembangan dan/atau Pemanfaatan Batubara di dalam negeri untuk mendapatkan persetujuan Menteri. Pasal 1 17 (1) Rerrcana pengembangan seluruh wilayatr sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 ayat (1) paling sedikit memuat:

    5. jumlah dan lokasi sumber daya dan/atau cadangan yang diperuntukkan untuk kegiatan Penarnbangan sampai dengan masa perpanjangan;

    6. rencana kegiatan Operasr Produksi selama masa perpanjangan;

    7. rencana pengelolaan iingkungan termasuk Reklamasi dan Pascatarnbang;

    8. rellcana investasi dan pembiayaan; dan

    9. rencana penaanfaatan rvilayah di dalam WIUPK yang digrunakan untuk menunjang kegiatan Usaha Perta.mbangan dan/atau diperlukan untuk menjamin terpcnuhirrya aspek lingkungan dan keselamatan Pertambangan.

      (2)

      Rencana. (21 Rencana Pengembangan dan/atau pemanfaatan Batubara sebagainnana dimaksud dalam pasal 116 ayat (21paling sedikit memuat:

    10. jumlah dan lokasi sumber daya dan/atau cadangan yang diperuntukkan untuk kegiatan pengembangan dan/atau Pemanfaatan Batubara;

    11. kesesuaian antara kegiatan Pengembangan dan/atau Pemanfaatan Batubara yang dapat diterapkan dan spesifikasi Batubara yang diproduksi;

    12. jenis dan teknologi Pengembangan dan/atau Pemanfaatan Batubara yang akan diterapkan;

    13. jenis produk akhir Pengembangan dan/atau Pemanfaatan Batubara sesuai teknologi -vang dipilih serta potensi pasar terutama dalam negeri;

    14. jadwal kegratan Pengembangan dan/atau Pemanfaatan Batubara sampai dengan beroperasi:

  36. Studi Kelayakan;

  37. Konstruksi;

  38. commissioning; dan

  39. produksi komersial. f. nilai investasi dan sumber pembiayaan yang diperlukan; dan

    1. skema bisnis pelaksanaan kegiatan Pengembangan dan/atau Pemanfaatan Batubara yang dikerjakan sendiri atau bekerja sama dengan pihak lain. Pasai 1 18 (1) Wilayah kontrak/perjanjian yang ditetapkan dalam persetujuan atas rencana pengembangan seluruh wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal l17 ayat (1) menjadi dasar bagi Menteri dalam pemberian IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/ Perjanjian. (21 Pemegang KK atau PKP2B wajib melakukan Reklamasi dan/atau Pascatambang atas wilayah kontrak/perjanjian yang tidak terakomodir dalam persetujuan atas rencana pengembangan seluruh wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Kewajiban Reklamasi dan/atau Pascatambang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan hingga memenuhi tingkat keberhasilan IOOIL, (seratus persen) pada masa pelaksanaan IUPK sebagai Kelanjutan Oper: asi Kontrak I ^Pe4'anj ^ian.

      (4)

      Dalam pelaksanahn Reklamasi dan/atau pascatambang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) pemegang IUPK sebagai Kelanjutan operasi Kontrak/perjanjian wajib memenuhi ketentuan penempatan jaminan Reklamasi dan/ata"u jamirran Pascatambang sesuai clengan ketentuan peraturan perllndang-undangan. Bagian Kedua Persyaratan Pemberian lzin Usaha pertambangan Khusus Sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/ perjanjian Pasal 1 19 (1) Permohonan IUPK sebagai Kelanjutan Kontrakr/Per.lanjian sebagaimana dimaksud Pasal 115 harus memenuhi persyaratan:

    2. administratif;

    3. teknis;

    4. lingkungan; dan

    5. finansial. (21 Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliprrti:

    6. surat permohonan;

    7. nomor incluk berusaha; dan

    8. srrsunan pengurus, daftar pemegang saham,, dan daftar pemilik manfaat Badan Usaha dari pemegang KK atau PKP2B. (3) Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan terintegrasi secara elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Persyaratan teknis sebagaimana ciimaksud pada avat (1) huruf b rneliputi:

    9. rencana pengembangan selur.rh wilayah yang telah disetujui yang memuat paling sedikit peta clan batas koordinat wilayah;

    10. reneana Pengembangan dan/atau pemanfaatan t3atubara yang telah disetujui bagi pemegang pKp2B;

    11. nera()a sumber daya dan cadangan; dan

    12. rencana pembangunan sarana dan prasarana penunjang kegiatan Operasi Produksi yang berada daiam WIUPK ata"r di luar WIUPK. Operasi dalam 15) ^Persyaratan (5) Persyaratan lingkungan sebagaimana dimaksud, pada ayat (1) huruf c rneliputi:

    13. persetujuan dokumen lingkungan hidup yang diterbitkan oleh inst.ansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

    14. dokumen rencana Reklamasi dan rencana Pascatambang. (6) Persyaratari finansial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hunrf d meliputi:

    15. laporan keuangan 3 (tiga) tahun terakhir yang telah diaudit oleh akuntan publik;

    16. bukti pelunasan iuran tetap dan iuran produksi 3 (tiga) tahun terakhir; dan

    17. surat keterangan fiskal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. (71 Menteri melakukan evaluasi terhadap persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang disampaikan oleh pemegang KK dan PKP2B dalam permohonan IUPK sebagai Ke lanj utan Operasi Kontrak / Perj anj ian. (8) Selain melakukan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7)', IVlenteri melakukan evaluasi terhadap kinerja pengusahaan Pertambangan pemegang KK dan PKP2B. (9) Evaluasi kinerja" pengusahaan Pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dilakukan terhadap:

    18. aspek pengusahaan yang terdiri atas:

  40. kinerja produksi;

  41. kinerja keuangan;

  42. kinerja pelaporan;

  43. kineda pemasaran;

  44. kinerja pengembangan dan pemberdayaan Masyarakat; dan

  45. kinerja tingkat komponen dalam negeri dan peningkatan penggunaan produksi daiam negeri. b. aspek teknis dan lingkungan yang terdiri atas: L. oengelolaan lingkungan termasuk Reklama'si dan Pascatambang;

  46. penempatan jaminan Reklamasi dan jaminan Pzrscatarnbang;

  47. koii: reriasi Mineral dan Batubara;

  48. keselamatan 4. keselamata.n Pertarnbangan;

  49. pengelolaan teknis Pertambangan; dan

  50. standardisasi dan usaha Jasa Pertambangan. c. aspek keuangan yang terdiri atas: f . iuran tetap;

  51. iuran produksi;

  52. Penjualan hasii tambang; "dan 1. pajak. (10) Menteri memberikan persetujuan permohonan IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian berdasarkan hasil evaluasi terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dan evaluasi terhadap kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (8), dalam ^jangka rvaktu paling lambat sebelum berakhirnya tahap kegiatan Operasi Produksi KK dan PKP2B. ! (11) Menteri dapat menolak permohonan IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian berdasarkan hasil evaluasi terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (71 dan evaluasi terhadap kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (8). (12) Penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (11) trarus disampaikan kepada pemegang KK dan PKP2B disertai dengan alasan penolakan dalam jangka waktu pating lambat sebelum berakhirnya tahap kegiatarr Operasi Produksi KK dan PKP2B. Bagian Ketiga Perpanjangan Tahap Kegiatan Operasi Produksi Izin Usaha Pertambangan Khusus Sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/ Perj anj ian Pasal 120 (1) IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1i 5 ayat (3) dapat diperpanjang 1 (satu) kali selama 10 (sepuluh) tahun. (21 Jangka waktu IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perianjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 ayat (3) yang terintegrasi dengan fasilitas Pengolahan dan f at.a.u Pemurnian atau Pengembangan dan/atau Pemanfaatan dapat diperpanjang selama 10 (sepuluh) tahun setiap kali perpanjangan.

    (3)

    Permohonan perpanjangan IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjiarr sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diajukan kepada Menteri, paling cepat dalam jangka u,aktu 5 (lima) tahun atau paling lambat dalam jangka waktu 1 (satu) tahun sebelum berakhirnva jangl<a waktu kegiatan Operasi Produksi. (4) Permohonan perpanjangan IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Ferjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (3), paling sedikit harus dilengkapi:

    1. peta dan batas koordinat wilayah;

    2. bukti pelunasan iurarr tetap dan iuran produksi 3 (tiga) tahun terakhir;

    3. laporan akhir kegiatan Operasi Produksi;

    4. laporan pelaksanaan pengelolaan lingkungan;

    5. RKAB Tahunan; dan

    6. neraca sumber daya dan cadangan. (.5) Menteri memberikan persetujuan permohonan perpanjangan IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian berdasarkan hasil evaluasi terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan terhadap kinerja Operasi Produksi, dalam jangka waktu paling larnbat sebelum berakhirnya IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/ Pedanjian. (6) Menteri dapat menolak permohonan perpanjangan IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian berrjasarkan hasil evaluasi terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan terhadap kinerja Operasi Produksi. (7) Penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) 'harus disampaikan kepada pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian paling lambat sebelum berakhirnya IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perianjian. Pasal 121

    (1)

    Pernegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian yang telah memperoleh perpanjangan sebagaimana Cimaksud dalarn Pasal I2O ayat (1), harus mengernbalikan WIUPK kepada Menteri setelah IUPK sebagai Kelanju lari Operasi Kontrak/ Perj anj ian berakhir.

    (2)

    Pemegang

    Pasal 122

    Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian perpanjangan jangka waktu IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian diatur dalam Peraturan Menteri.


    Pasal 123

    Ketentuan terkait hak, kewajiban, dan larangan bagi pemegang IUPK pada tahap kegiatan Operasi produksi sebagainiana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini beriaku secara mutatis mutandis terlradap IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian kecuali yang ditentukan lain dalam Peraturan Pemerintah ini. Bagian Keempat Pelaksan aan lzin Usaha Pertambangan Khusus Sebagai Kelanj utan Operasi Kontrak / Perj anj ian


    Pasal 124

    (1)

    Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian untuk komoditas tambang Batubara wajib melaksanakan kegiatan Pengembangan dan/atau Pemanfaatan Ratubara di dalam negeri. (2) Pelaksanaan Pengembangan dan/atau Pemanfaaran Batubara. oleh pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi KontrakT Perjanjian untuk komoditas tambang Batubara wajib mengacu pada rencana Pengemhangan dan/atau Pernanfaatan yang telah disetujui oleh Menteri.

    Pasal 125

    Pasal 125 (1) Kegiatan Pengembangan dan/atau pemanfaatan Batubara sebagaimana dimaksud dalam pasal 124 ayat (1) berupa:

    1. pengembangan Batubara yang melipr_11i;


  53. ^pernbuatan kokas (cokingl;

  54. pencairan Batubara (coal liquefactionl; atau

  55. gasifikasi Batubara (coal gasification) termasuk gasifikasi Batubara bawah tanah (underground coal gasification). b. pemanfaata.n Batubara melalui pembangunan sendiri Pembangkit Listrik Tenaga Uap baru di mulut tambarrg untuk kepentingan umum. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kegiatan pengembangan dan/atau Pernanfaatan Batubara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalarn dalam peraturan Menteri. Pasal 126 (1) Pelaksanaan Pengembarrgan dan/atau pemanfaatan Batubara sebagaimana dimaksud dalam pasal 124 dapat dilaksanakan secara sendiri atau bekerja sama dengan pihak lain yang melakukan kegiatan usaha Pengembangan danf atau Pemanfaatan Batubara. (2) Kerja sama pelaksanaan kegiatan pengembangan dan/atau Pemanfaatan Batubara dengan pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:

    1. kepemilikan saham secara langsung scbesar paling sedrkit 25'/o (dua puluh lima persen) pada Badan Usaha lain yang melakukan kegiatan ^pengembangan danrlatau Pemanfaatan Batubara; dan

    2. pemberian jaminan ketersediaan suplai Batubara yang mencukupi selama periode operasi komersial Badan Usaha lain yang melakukan kegiatan Pengembangan dan/atau Pemanfaatan Batubara. (3) Badan Usaha lain sebagaimana dimaksud pada ayat (21 terdiri atas:

    3. pemegang IUP tahap kegiatan Operasi Produksi yang memiliki fasilitas Pengembangan dan/atau Pemanfaatan Batubara;

    4. pemegang -'7A - b. pemegang IUPK tahap kegiatan Operasi produksi yang memitil.: i i'asilrtas Pengembangan cian,/atau Pemanfaatan Bat-ubara ; atau

    5. pihak lain yang melakukan kegiatan usaha Pengembangan Batubara yang tidak terintegrasi dengan kegiatan Penamhangan yang perizinannya diterbitkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perindustrian.

      Pasal 127

      Tata cara pemberian persetujuan rencana pengembangan dan/atau Pemanfaatarr sebagaimana dimaksud dalam Pasal 124 ayat (2) diatur iebih lanjut dalam peraturan Menteri.


      Pasal 128

      Pemegang I(K dan PKP2B dalam mengajukan permohonan IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian dapat mengajukan permohonan wilayah di luar WIUPK untuk tahap kegiatan Operasi Produksi kepada Menteri untuk menunjang kegiatan Usaha Pertambangan. BAB VIII SURAT IZIN PENAMBANGAN BATUAN Bagian Kesatu Umurn


      Pasal 129
      (1)

      SIPB diberikan oleh Menteri berdasarkan permohonan yang diajukan oleh:


    6. BUMD/Badan Usaha milik desa;

    7. Badan Usaha swasta dalam rangka penarlaman modal dalam negeri;

    8. Koperasi; atau

    9. perusahaan perseorangan. (2) Permohonan SIPB sebagairnana dimaksucl pada ayat (1) hanya ciapat diajukan pacla wilayah yang telah ditetapkan sebagar WUP. PFTESIDEN REPUBLIK INDONESIA (4) (s) (6) Batuan jenis terterrtu atau untuk keperluan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi batuan yang memiliki sifat materiai lepas berupa tanah urug, kerikil ga.liarr dari bukit, kerikil sungai, batu kali, kerikii sungai ayak tanpa pasir, pasir urug, pasir pasang, kerikil berpasir alami (sirtu), tanah, pasir laut, tanah merah (laterit), tanah liat, dan batu gamping. Perubahan atas penggolongan komoditas batuan jenis tertentu atau untuk keperluan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan oleh Menteri. SIPB sebagairnana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas tahap kegiatan perencanaan, penambangan, pengolahan, serta Pengangkutan dan Penjualan.

      Pasal 130

      Menteri menetapkan skala usaha Badan Usaha swasta dalam rangka penanaman modal dalam negeri yang dapat diberikan SIPB. Bagian Kedua Tata Cara dan Persyaratan Surat Izin Penambangan Batuan Pasai 131 (1) Untuk m.endapatkan SIPB, pemohon harus memenuhi persyaratan:


    10. administratif;

    11. teknis;

    12. lingkungan; dan

    13. finansial. (2) Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:

    14. surat perrnohonan;

    15. nomor induk berusatra;

    16. susunan .

    17. slrsunan pengunrs, daftar pemegang saham atau modal, dan Caftar pemilik rnanfaat dari BUMD/Badan Usaha milik desa, Eladan Usaha swasta dalanr rangka penanarnarl modai dalain negeri, Koperasi, atau perusahaan perseorangan; dan

    18. salinzrn kontrak/perjanjian pelaksanaan proyek pembangunan yang dibiayai oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah bagi permohonan SIPB untuk keperlr.ran tertentu. (31 PersyaraLan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (21 dilaksanakan terintegrasi secara elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundong-undangan. (4) Persyaratan teknis sebagaimana dimaksrrd pada ayat (1,) huruf b berupa surat pernyataan untuk tidak menggunakan bahan peledak dalam kegiatan usaha Penambangan. (5) Persyaratan lingkungan sebagaimana dimakstrd pada ayat (1) huruf c berupa surat pernyataan kesanggupan untuk mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. (6) Persyaratan linansial sebagaimana. dimaksud pada ayat (1) huruf d berupa laporan keuangan 1 (satu) tahun terakhir yang telah diaudit oleh akuntan prrblik. (71 Selain persyaratan sehagaimana dimaksud pada ayat (L), pemohon harus menyampaikan koordinat dan luas wilayah batuan jenis tertentu atau untuk keperluan tertentu yang dimohon.

      Pasal 132
      (1)

      Pemegang SIPB dapat langsung melakukan Penambangan setelah rnemiliki dokumen perencanaan Penambangan yang telah disetujui oleh Menteri. (2) Dokumen perencanaan Penambangan sebagaiinana dtnraksud pada ayat (1), terdiri atas:


    19. dokumen teknis yang memuat paling sedikit: f . informasi cadangan; dan

  56. rencana Penambangan.

    1. dokumen . - /o - b. dokunien iirgk,rngan hidup sesr: ai derigan l<etentuan pcral.r rran per urrciarrg-undangan. Pasai 1.",'f (1) SIPR untuk i: atuan ^jenis tertentu Ciberikan untuk ^jangka waktu palirrg lama- 3 (tiga) tahun dan dapat diperpanjang sebanyak 2 (dr.ra) l<ali masing-masing selama 3 (tiga) tahun. (21 SIPB untuk keperluair tertentu diberikan untuk iangka- waktu scstrai dengan ^jangka rvaktu kontrak/perjanjian pelaksanaan proyek pembangunan yang dibiayai oleh Pemerintal'r Rrsat atar.l Pemei: intah Daerah.

      Pasal 134

      Ketentuan lebrh lanjut mengerrai tata cara pemberian dan perpanjangan SIPB diatur dalarn Peraturan Menteri. BAB iX IZIN PENGANGKUTAI{ DAN PENJUALAN Bagian Kesatu Umum


      Pasal 135
      (1)

      lzin Penga.ngkuta.n dan Penjualan untuk komoditas Mineral atau Batubara diberikan oleh Menteri berdasarkan permotrorran J,ang diajukan oleh:


    2. Badan Usaha;

    3. Koperasi; atau

    4. perusahaan perseorangan. (21 Untuk mendapatkair Izin Pengangkutan dan Penjualan, pemohorr sebagaimana dirnaksud pada ayat (1) harus memenuhi pers5,aratan yang meliputi:

    5. surat permohonan;

    6. nomor induk berusaha;

    7. susunan pengurrrs, daftar pemegang saham atau modal, dan daftar pernilik manfaat dari Badan Usaha, Koperasi, atau pemsahaan perseorangan; dan

    8. sumber d. slrmirer pasokarl ivlineral atau Batubara yang drbuktikan clengarr salinan nota kesepaharnan atau perjanjian kc: ja sama Pengangkti,tan dan Penjtralan Mineral atau Batubara yang rnasih ber'l.aku dengan pemegang:

  57. ILI[);

  58. ltJPIi;

  59. ILIPK sebagai Kelanjutalt C)prerasi Kontrak/Perjanjian;

  60. iPP.;

  61. SIPB; 9 ^KK;

  62. PKP2R; dan/atau

  63. Izin Pengangkutan dan Penjualan lain. Bagian Kedua Tata Cara dan Persyaratan Izin Pengangkutan dan Penjualan Pasal 136 ! (1) Izin Pengangkutan dan Penjualan diberikan untuk jangka waktu S (lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu 5 (lirrra) tahun set-iap kali perpanjangarr. (21 Permohonan perpanjangan jangka w'akttr lzin Pengangkutan dan Penjualan diajukan kepada Menteri paling cepat dalam jangka r,r'aktu 6 (enam) bulan atau paling lambat dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sebelum berakhirnya jangka waktr.r lzin Pengangkutan dan Penjualan. (3) Perpanjangan jangka waktu lzin Pengangkutan dan Penjuaian diberikan dcngan ketentuan sesuai dengan sisa jangka waktu lzin Pengangkutan dan Penjualan ditambah jangka waktu perpanjangan selama 5 (lima) tahun. (4) Permohonan perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat Ql paling sedikit hat'us dilengkapi:

    1. surat perrnohonan;

    2. ; ft: : . inriuk berusaha dalam hal ada pemutakhiran c. salinan nota kesepahaman atau perjanjian kerja sama Pengangkutan dan Penjualan Mineral atau Batubara lartg ^masih berlaku ^dengan ^pemegang:

  64. iLrP;

  65. ITIPK; PFIES IDEN REPUBLIK INDONESIA 3. IUIrK sebagar Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjarrjian;

  66. iPR:

  67. SIPB;

  68. KK; 7 PKP2B; uan/atau 8. izin Perrgangkrrtan dar: Penjualan lain; dan

    1. laporzin akhir kegiatan Pengangktrtan dan Penjualan. BAB X USAHA JASA PERTAIVIBANGAN Pasel i37 (1) Pemegar: .g IUP atau IUPK u'ajib menggunakau perusahaan Jasrr Perta-mbangan lokal dan/atau nasional. (21 Perusahaan Jasa Pertarnbangan sebagaintana dimaksud pada ayat (1) melaksanakan kegiatan usaha Jasa Pertambangan dengan ^jenis usaha di bidang:

    2. Penyelidikan Umum;

    3. Eksplorasi;

    4. Studi Kelayakan;

    5. Konstnrksi Pertarnbangan;

    6. Pengangkutan;

    7. lingkungan Pertambangan;

    8. Reklamasi dan Pascatambang;

    9. keselamatan Pertambangan; dan/atau

    10. Penambangan. (3) Kegiatan usaha Jasa Pertambangan sebagaimana dimaksurl pada ayat (2lterdiri atas:

    11. konsultasi;

    12. perencanaarr; dan , c. pelaksanaan. (41 Kegiatan konsultasi clan perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan huruf b dilaksanakan setelah memenuhi ketentuan Perizinan Bemsaha dalam llentuk ser'tifikat standar sebagaiinana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf b. (5) Kegiatar: pelaksanaarr sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c clilaksarta-kan setelah menda.patkan IUJP sebagaimr.na dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4) huruf h. 75 (6) Penggunaan . (") Penggunaan perusahaan Jasa Pertambalrgail lokal daniatau nasional sebagrr.imana dimaksud ^pada ayat ^(1) dilakukan t erdas. arkan:

    13. kedekatarr lokasi kegiat: r.n Usaha Pertambangan dengan keberadaan pen-rsahaan Jasa Pertambangan pada wiiayah kabupaten/kota, provinsi, dan provinsi lainrrya; dan

    14. sLatus pertrsahaan ,Jasa Pertambanga-n sebagai perusahaan penanarnan modal dalam negeri. (71 Dalam hal tidak terclapirt perursahaan Jasa Pertarnbangan lokal dan/atau rrasional sebagai.matra dimaksrrd pada ayat (1), pemegang IUP atau 1UPK dapat menggunakan perusahaan Jasa Pertambangan yang berbadan hukum Indonesia dalam rangka penanaman modal asing. (8) Penggunaan pemsahaan Jasa Pertambangan yang berbadan hukum Indonesia dalam rangka penanaman rnodal aslng sebagaimana dimaksud pada ayat (71 setelah pemegang IUP atau IUPK melakukan pengumuman ke media massa lokal cian/atau nasional tetapi tidak ada perusahaan Jasa Pertambangan lokal dan/atau nasiorral yang mampu secara teknis dan/atau finansial. Persal 138 (1) Perusahaan Jasa Pertambangan lokal dan/atau nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 137 ayat (1) dapat memberikan sebagian pekerjaan usaha Jasa Pertambangan yang didapatkan kepada pihak lain. (21 Perusahaan Jasa Pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib rnengutamakan pengg1-rnaan kontraktor lokal darr tenaga kerja lokal.

      Pasal 139

      Ketentuan lebih lanjut rnengenai tata cara pemberian sertifikat stantlar diatrrr dalam Peraturan Menteri. tsAB XI . EAts XI PERLUASAN I){N PIiNCIUTA}I WIUP DAN WIUPK Bagian Kesatu Perluasan Wilayahlzin Usaha Pertambangan dan Wilayah lzin Usaha Pertambangan Khusus


      Pasal 140
      (1)

      f)alarrr rangka konservasi Itlineral dan Batubara pemegang IUP dan IUf'}K tahap kegiatan Operasi Produksi Mineral logam atau Batubara dapat mengajul<an permohonan persetujuarr perluasan WILIP clan WIUPK kepada Menteri. (2) Perluasan V/IUP dan WIUPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus rnemenuhi kriteria:


    15. luas WIUP atau WIUPK hasil perluasan ditentukan sebagai berikut:

    16. paling luas 25.000 (dua puluh lima ribu) hektare untuk WIUP Mineral logam:

  69. paling luas 15.O0O (lima belas ribu) hektare untuk WIUP Batubara; dan

  70. sesuai dengan hasil evaluasi Merrteri untuk WIUPK. b. v,rlayah yang dimohonkan perluasan merupakan wila.,ah yang berhin'rpit dengan WIUP atau WIUPK awal; dan

    1. wilayah yang dimohonkan perluasan terdapat potensi kemenerusan mineralisasi/tubuh bijih Mineral atau sedimentasi Batr.rbara. (3) Permohonan perluasan WIUP dan WIUPK sebagaimana dimaksud pada ayat (i) harus memenuhi persyaratan paling sedikit: . a. peta dan batas koordinat wilayah yang diusulkan:

    2. rencana kerja pada wilayah perluasan yang cirusulkan;

    3. laporan Ekspiorasi akhir dan/atau la.poran Eksplorasi lanjutan; dan

    4. surat pernyataan kesanggupan membayar kompensasi data informasi yang ditetapkan oleh Menteri. Pasal 141 (1) Menteri dalam nretntrerikan persetujuan perluasan WIUP dan WIUPK ha,rus berkoordinasi dengatt:

    5. Pemertntah Daerah; dan latau b. instansi pemerintah terkait, terkait pemrinfaai-a.n la.ira.n dan/atau zonasi untuk kegia.tan PertamLlangan. (21 Koordinasi dengan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (i) hunif a, dilakukan daiam hal wilayah yang dimohonkan perluasan belum masuk dalam WPN, WUP, atau WUPK. (3) Koordinasi denglan insta-nsi pemerintah terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dilakukan dalam hal wilayah yang dimohonkan perluasan masuk dalam kawasan atau zonasi peruntukan lain non Pertambangan

      Pasal 142

      Menteri dalam memberikan persetujuan perluasan WIUP dan WIUPK sebagairnana dimaksuct dalam Pasal I4O harus mempertimbangkan:


    6. hasil evaluasi terhadap dokumen persyaratan sebagairrrana dimaksud dalam Pasal 140 ayat (3);

    7. konservasi Mineral dan Batubara; dan c peningkatan pencrimaan negara.

      Pasal 143

      Ketentuan lebih lanjut mengenai perluasan WIUP dan WIUPK diatur dalarn Peraturan Menteri. Bagian Kedua Penciutan Wilayah lzin Usaha Pertarnbangan dan Wilayah lzin Usaha Pertambangan Khusus Pasal 144 (1) WIUP atau WIUPK dapat dilakukan penciutan sepagian wilayah berdasarkan:


    8. permohonan yang diajukan oleh pemegang IUP dan IUPK kepada Menteri; atau

    9. hasil evaluasi Menteri sesuai dengan ketentuan peratura-n perundang ^- undar rgan. Bagian Ketiga Penciutan dan Pengembalian Wilayah Izin Usaha Pertambangan dan Wilayahlzit: , Usaha Pertambangan Khusus Tahap Kegiatan Eksirlorasi

      Pasal 145
      (2)

      WIUP atau V/lUI'K Capat dilakul<an pengembalian seluruh '.vrlayah berCasarkan permohonan pernegang IUP dan IUPK kepad: r IVlenteri. (3) Penciutan sebagiar, wilayah WIIJP atau V/IUPK berdasarkan hasrl er,aluasi Ivlenteri sebagairnana dimaksucl pada al,a.t (1) huruf b clapat clila_kukan terhadap:


    10. IUP tahap Lregiatan EkspJorasi yang menga.jukan peningkatan tahap kegiatan Cperasi Produksi; dan

    11. IUPK taha.p kegiatan Eksplorasi yang mengajukan rencarl.t. pengenrbangan seluruh wilayah sebagai syarat peningkatan tahap kegiatan Clperasi Prodtiksi.

      (1)

      Pemegang IUP dan IUPK pada tahap kegiatan Eksplorasi dapat mengajukan perrnohonan penciutan sebagian atau pengenrbalian seluruh WIUP dan WIUPK sebagaimana dimaksucl dalam Pasal I44 ayat (1) huruf a dan ayat ^(r2l kepada Menteri. (2) Pemegang IUP pada tahap kegiatan Eksplorasi yang luas wilayahnya meiebih batas maksimal WIUP Operasi Produksi cialam mengajukan peningkatan tahap kegiatan Operasi Produksi harus mengajukan permohonan penciutan sebagian iViIJP kepada Menteri bersamaan dengan perrnohonan peningkatan tahap kegiatan Clperasi Produksr. (3) Dalam hal terdapat lahan terganggu pada sebagian WIUP dan WIIJPK yang akan diciutkan atau selr-rruh WIUP dan WIUPK yang akan rlikembalikan sebagaimana dimaksud pada- ayat (1), pernegang IUP dan IUPK wajib melaksanakan Reklaniasi hingga mernenuhi tingkat keberhasilan 100% (seratus persen). Bagian - !i(\ - Bagian Keempat Penciutan dan Pengembalian \Iiila_v*ah Izin Usaha Pertambarrgan dan Wilay ah \zir,, Usaha t)ertambangan Khtr sus Tahap Kegiatan Operasi ProCuksi Pa.sal 146 (1) Pemegztng IUP dan IUPK pada tahap kegiatan Operasi Produksi dapat mcngajrrkan permohonan penciutan sebagian atau pengembalian seluruh WIUP dan WIIJPK kepada. iMenteri. (21 Pemegang IUP dan IUPI( pada tahap kegiatan Operasi Produksi dalam mengajukan permohonan sebaga.imana dimaksurd pada ayat (1i harus menyampaikan:

    12. laporan kegiatan scsuai status tahapan terakhir yang rrremuat data dan informasi poteirsi, sumber da5r2, dan/atau cadangan pada wilayah yang dimohonkan untuk diciutkan atau dikembalikan;

    13. peta wilayah penciutan atau pengembalian beserta koordinatnya;

    14. bukti pelunasan pembayaran kewajiban keuangan; dan

    15. laporan pela.ksanaan Reklamasi dan/atau Pascatambang pada wilayah yang akan diciutkan atau dikembalikan. (3) Pemegang IUP dan IUPI( pada tahap kegiatan Operasi Produksi sebelum mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib melaksanakan Reklamasi dan/atau Pascatambang hingga mencapai tingkat keberhasilan Reklamasi dan/atau Pascatambang,IOOoto (seratus persen) pada wilayah yang akan diciutkan atau dikembalikan. BAB XII DIVESTASI SAHAM Pasa.l 147 (1) Badan Iisaha pemegang IUP dan IUPK pada tahap kegiatan Operasi Prcduksi dalam rangka penanaman modal asing wajib rneiakutrran divestasi saham paling sedikit sebesar 5lo/o ^(lima. puluh satu persen) secara berjenjang kepada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, BUMN, BIIMD, cian/atau Badan Usaha Swasta Nasional.

      (2)

      Kewajiban .

      (2)

      Kernajiban ^.Crv,'; st; rsi saham sebagaimana dimal<sud pada ayat (l) bagr pes,egan: I IUP dan IUPK ^patl: r tahap kegrata n C)pci'as i Prorl uJ.isi fl enga rr ke Lentuan :

    16. untuk yang n: elakukan kegiatan Penambangan dengan metode tarnbang terbuka dan tidak Lerintegrasi dcngan fasilitas Pengolahan clan/atau Pemurnian atau kegiatan Pengembangan dan/atau Pemanfaatan, hepernilikan saham Pemerintah Pusat, Pemerrnt.ah L)aerah, BLIMN, BUMD, danf a-tau Badan Usaha Sw.rsla Nasional dengan perserrtase paling sedikit sebagiri berikur:

  71. tahun kesepultrlr sebesar Soh (lima persen);

  72. tahun kesebelas sebesar 10% (sepuluh persen);

  73. tahrrn keduabelas sebesar l5o/o (lima belas persen);

  74. tatrun ketigabelas sebesar 2oyo (dua puluh persen);

  75. tahun keempatt; elas sebesar 3ook (trga puluh persen); darr 6. tahun kelimabelas sebesar Sloh (lima puluh satu persen), sejak berproduksi. b. untuk yang neelakukan kegiatan Penambangan dengan metode tambang terbuka dan terintegrasi dengan fasilitas Pe,ngolahan dan/atau Pemurnian atau kegia.tan Pengembangan dan latau Pemanfaatan, kepernilikan saham Pemerintah Pusat, Pernerintah Daerah, BUMI{, BUMD, dan/atau Badan Usaha Swasta Nasiorral dengan persencase paling sedikit sebagai berikut:

  76. ta,hun kelimabelas sebesar 5o/o (lima persen);

  77. tahun keenambelas sebesar lOo/o (sepuluh persen):

  78. tahun ketujuhbelas sebesar l1o/a (lima belas persen);

  79. tahun kedelapanbelas sebesar 2Oo/o (dua puluh persen);

  80. tahun kesembilanbelas sebesar 30% (tiga puluh sattr persen); dan

  81. tahun keduapuluh sebesar 51% (lima puluh satu perserr), sejak berproduksi. c untuk yang meiakukan kegiatan Penambangan dengan metude tarnbang bawah tanah clair tidak terintegrasi derrgan tasilitas Pengolahan dan/atar.r Pemurnian atau kegiatan Pengembatrgan dan/atau Pernanfaatan, kcpemrlikan saham Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, BUMN, BUIvID, dan/atarr Badarr Usaha Swast-a Nasional dengan persentase pahrrg sedikit seba.gai berixut: 1, tahun keiirna.belas sehesar 5o/, (lima persen);

  82. tahun keenambeias sebesar lOo/o (sepuluh persen);

  83. tahun ketujuhbelas sebesar 1596 (lima belas persen);

  84. tahun kedelapanbelas sebesar 2Oo/o (dua puluh persen);

  85. tahun kesembilanbelas sebesar 30% (tiga puluh satu persen); dan

  86. tahun keduapuluh sebesar 5Lo/o (lima puluh satu persen), sejak berproduksi. untuk yang melakukan kegiatan Penambangan dengan metode tarnbang bawah tanah dan terintegrasi dengan fasilitas Pengolahan dan/atau Pemurnian atau kegiatan Pengembangan dan/atau Pemanfaatan, hepemilikan saham Pemerirrtah Pusat, Pemerintah Daerah, BUMN, BUMD, dan/a-r"au Badan Usaha Swasta Nasional dengan persentase paling sedikit sebagai berikut: I. tahun keduapuluh sebesar 5o/o (lima persen);

  87. tahun keduapuluhsatu sebesar lO9/o (sepuluh persen);

  88. tahun keduapuluhdua sebesar 15% (lima belas persen);

  89. tahun keduapuluhtiga sebesar 20% (dua puluh persen);

  90. tahun keduapuhrh.empat sebesar 3Oo/o (tiga pulrrh satu persen); dan

  91. tahun keduapuluhlima sebesar 51% (lima puluh satu persen), sejak berproduksi. d (3) Pemegang (3) (4) (s) (6) (7) (8) (e) (i0) (11) -83- Pemega.ng IUP dan IIJPK wajib menawarkan divestasi saham secara langsung kepada Pemerintah Pusat, Pemerintah I)aerirh, BLII',{N, clan BUIvID. Perrrerintah Pusat, Penlerintah Daerah, BUMN, dan BUMD hanrs menvatakan nrinatnya dalam ja.ngka waktu palirrg larnbat 90 (sembilan puluh) irari kalendr: r setelah tanggal penawaran sebagaimana dimaksr: d pada ayat (3). Pemenntalr Pusat sel-ragaimana dirnaksud pada ayat (1) melalui l\rtenteri Capat secara bersarna-sama dengan Pemerintah Da-erah piovinsi, Pemerintah Daerah kabupaten/kota, BIJMN, dan/atau BUMD mengoordinasikan untuk rrrenyatakan minat atau tidak berminat serta penentuan skema divestasi dan komposisi besaran saham divestasi yang akan dibeli. Dalam hai Pemerintah Pusat tidak berminat atau ticiak memberikan jau,aban t-erhadap penawaran divestasi saham, Pemerintah Daerah provinsi dan Pemerintah Daerah kabupaten/kota diberikan hak untuk membeli saham divestasi Dalam hal Pemerintah Daerah provinsi dan Pemerintah Daerah ka,bupaten/kot-a tidak berminat atau tidak memberikan jav','a-ban terhadap penawaran divestasi saham, BUMN diberikan hak untuk membeli saham divestasi. Dalam hal BUMN tidak berminat atau tidak memberikan jawatran lerhadap penawaran divestasi saham, BUMD diberikan hak untuk membeli saham divestasi. Dalam ha.l BUMD tidak berminat atau t-idak m.emberikan jawaban terhadap penawaran divestasi saham, saham ditawarkan kepada Badan Usaha Swasta Nasional dengan cara lelang. Dalam hal penawa-ran divestasi saham kepada Badan Usaha Swasta Nasionai sebagaimana dimaksud, pada ayat (9) tidak ada yang berminat, penawaran divestasi saham diiakukan mela-lui bursa saham Indonesia. Dalam hal terjadi penrngkatan ^j umlah modal pada pemegang tUP clan IUPK seteiah pelaksanaan divestasi saham, saham Civestasi tidak boleh terdilusi menjadi lebih kecii dari jrrmlah saham sesuai dengan kewajiban divesta.si saham sebagairnana dimaksud pada ayat (2).

    Pasal 148

    PRES !DEN REPUBLIK INDONESIA Pasal la8 (i) Pemegang llIP darl IUF']K ),ang sahamnya lebih dari 49o/o (empat ptrl'.rh selnbrlan persen) dimiliki oleh asing dapat rnelakulian pengaiihan saharn asing kepada pihak lain sebelum jangka w: .rktu pelaksanaan kewajiban divestasi saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal I47 ayat (21. (2) Pengalihari saham asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib teric=bih ciahulu ditawarkan kepada BUMN. (3) BUMN dalam jangka u'aktu paling lama 75 (tujuh puluh lima) hari kalender harus rnemberikan jau'abarr tertulis atas penawaran saharn asing sebagaimana dirrraksud pada ayat (2). (4) Dalam hal BUMN tidak berminat atau tidak memberikan jawaban tertulis da.lam ; angka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pemegang IUP dan IUPK da.pat mengaiukan persetujuan pengalihan saham asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Menteri.


    Pasal 149

    Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara divestasi saham sebagaimana dimaksud dalarn Pasal 147 dan pengalihan saha.m asing sebagaimana dirnaksud dalam Pasai 148 diatur dengan Peraturan Menteri. BAB XIII SUSPENSI KEGIATAN ^IJSAHA PERTAMBANGAN


    Pasal 150
    (1)

    Suspensi kegiatan Usaha Pertambangan clapat diberikan kepada pemegang ILIP, IUPK, IPR, atau SIPB jika terjadi:

    1. keadaan kahar; Pasal l51 (1) Keadzran keihar dan keaciaan yang menghalangi sebagaimana yarlg dinlaksud dalan'i Pasal 15O ayat (1) huruf a dan huruf b menjadi dasar pemberian suspensi apabila mengakibatkan terhentinya sebagian atau selurrlh kegiatarr Usaha Pertambangan. (21 Kondisi daya dukung lingkungan sebagaimana dirnaksud dalam Pasal 15O ayat (1) huruf c menjadi dasar perrrbenan suspensi apabila kondisi daya dukung lingkungan wilayah tersebrrt tidak dapat menanggung beban kegiatan Operasi Produksi yang mengakibatkan:

    2. terjadinya degradasi kualitas lingkungan hidup; dan/atau

    3. t-erganggunya keseirnbangan ekosistem. (3) Dalam hal terjadi keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), suspensi diberikan oleh Menteri berdasarkan permohonan Cari pemegang IUP, IUPK, IPR, atau SIPB. (4) Dalam hal terjadi keadaan sebagaimana dirnaksud pada ayat (21, strspensi diberikan berdasarkan:

    4. hasil pengawasan yang dilakukan oleh Menteri; dan/atau

    5. permohonan dari Masyarakat.


    Pasal 152
    (1)

    Permohonan suspensi karena keadaan kahar atau keadaan yang menghalangi. sebagairnana dimaksud dalam Pasa.l 15O ayat (1) huruf a dan hunrf b harus diajukan oleh pemegang IUP, IUPK, IPR, atau SIPB dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kalender scjak tedadinya keadaan kahar atau keadaan yang menghalangi kepada Menteri untuk menrperoleh persetujuan. (.2) Permohonan suspensi karena daya dukung lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15O ayat (1) huruf c yang diajukan oleir Masyarakat harus disertai dengan kajian darr data dukungnya kepada Menteri untuk memperole [: ,erikan persetujuan atau penolakan terhadap permohoriar suspensi sebagainrana dit,raksud pada ayat (1) berdasarkan hasil evaiuasi ^t"erhadap perrnohonan suspensi dalam jangka waktu paling lambat 3 (tigal hari kalender sejak permohonan diterima. (4) Suspensi karena kea.daan kahar atau keadaan yang menghalangi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan paling ierina 1 ^(satu) tahun dan dapat diperpanjang paling lan: a I (satrr) tahun untuk setiap kali perpanjangan. (5) Suspensi karena kondisi daya dukung lingkungan sebagaimana dimaksr.rci pada ayat (21 diberikan paling lama 2 (dua) tahun pada setiap tahapan kegiatan dengan persetujuan Menteri. Pasal 153 (1) Permohonan perpanjangan suspensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal I52 ayat (41 diajukan secara tertulis dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender sebelum trerakhirnya suspensi. (2\ Menteri memberikan persetujuan atau penolakan terhadap permohotran perpanjangan suspensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan hasil evaluasi terhadap permohonan perpanjangarl suspensi dalam jangka waktu paling lambat sebelum berakhirnya suspensi. Pasal 154 (1) Pemegang IUP, IUPK, IPR, atau SIPB yang telah diberikan persetujuan sr: spensi karena keadaan kahar sebagairrrana dimaksurl daiam Pasal 150 ayat (1) huruf a, tidak wajib rnemenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peratrrran perundang-undangan selama beriakunya persetujuan keadaaan kahar. (2) Pemcgang iUP, IUPK, iPR, atau SIPB yang telah diberikan persetujuan suspensi dikarenakan keadaan yang menghalangi dan/atau kondisi daya dukung irngkungan sebagaimana climaksud dalam Pasal 1.50 ayat (1) huruf b dan trrrruf c wajil-r:

    1. menyampaikan laporan kepada Menteri;

    2. memellutri hewajrbrur keuangan; dan

    3. rneiaksanakc..r, pengcLolaan dan pu'rnantauan lin gkungan serta. kerrelarmatan Pertambangan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundane.-undangan. Pasai 155 (1) Suspensi karena keadaan kahar dan keadaan yang menghalangi r: ebagaimana dimaksud dalam Pasal 152 ayat (4) berakhrr karena:

    4. habis masa berlakunya;

    5. tidak diajukan permohonan perpanjangan atau permohonan perpanjangan tidak disetujui; ata-u c. permohona.n pencaLru+-an dari pemegang IUP, IUPK, lPR, atau SIPB. (2) Suspensi karena kondisi daya dukung lingkungan sebagairnana dimaksud dalam Pasal 152 ayat (5) berakhir karena habis ma.sa berlakunya. : Pasal t5i6 (1) Apabila jangka ',vaktu suspensi karena keadaan kahar atau keaCaan yang menghalangi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 152 ayat (41 belum berakhir dan pemegang IUP, IUPK, IPR, atau SIPB sudah siap untuk melakukan kegiatan Usaha Pertambangan kembali, permohonan pencabutan sebagainrana dimaksud dalanr Pasal 155 ayat (1) huruf c harus drajukan kepada Menteri oleh pemegang IUP, IUPK, IPR, atau SIPB. (21 Menteri memberikan persetujuan atau penolakan terhadap permohonan pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam ^jangka waktu paling lanrbat 14 (empat belas) hari kalender sejak permohonan diterinia. (3) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada a5,at (2) menjadi pengakhiran suspensi. BAB XIV . BAB XIV PENGUTAMAAN KEPENTINGAN DAI,AM NEGERI, PENGENDALIAN PRODUKSI, DAN PENGEIVDALIAN PENJUALAN MINERAL DAN BATUBARA Pasal 15'Z (1) Pemegang IUP atau ILIPK tahap kegiatan Operasi Produksi rvajib mengutamakan kebrrtuhan Mineral dan/atau Batubara untuk kepentingan dalam negeri. (2) Menteri dapat menetapkari kebutuhan Mineral dan Batubara di dalanr negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1).


    Pasal 158
    (1)

    Pemegang IUP atau IUPK tahap kegiatan Operasi Produksi dapat melakukan Penjualan Mineral dan Batubara yang meliputi:

    1. Penjualan di dalam negeri; dan

    2. Penjualarr ke iuar negeri. {2) ^Pemegang ^IUP ^atau ^IUPK ^tahap ^kegiatan ^Operasi Produksi clapat melakukan Penjualan ke luar negeri komoditas Mineral yang diproduksi setelah:

    3. memenuhi batasan minimum Pengolahan dan/atau Pemurnian; dan

    4. terpenuhinya kebutuhan Mineral dalam negeri. (3) Pemegang IUP atau IUPK tahap kegiatan Operasi Produksi clapat melakukan Penjualan ke luar ^'negeri komt-lditas Batubara yang diproduksi setelah terpenuhinya kebutuhan Batubara dalam negeri.


    Pasal 159
    (1)

    Pemegang IUP dan IUPK tahap kegiatan Operasi Produksi Mineral atau Batubara yailg menjual Mineral atau Batubara yarrg diproduksi wajib mengacu pada harga patokan.

    1. nreka.nisrne tras.ar; atatr b. sesua.i tJengarr harga yang berlaku umum di pasar internasional. (3) Ketentu.an lebitr ianjut rnengenai tata cara penetapan harga patokan Mineral logam dan Batubara. diatur dalam Peraturan Menteri. Pasal 16O (l ) Dalam rangka pcrnenuhan kebutuhan Mineral dan Bat'ubara untuk kepentingan dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 157, I{enteri dapat rnenetapkan harga jual l{ineral dan Batubara. (2) Ketentuan lebih larrjut mengenai tata cara penetapan harga jual Mineral dan Batubara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri. Pasal i61 (1) Pemegang IUP dan IUPK wajib rnengutamakan penggunaarr tenaga kerja setempat. (2) Dalarrr hal tidak tersedia tenaga kerja setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang memiliki kompetensi dan keahlian, pemegang IUP dan IUPK dapat menggunakan tenaga kerja nasional. (3) Dalam hal tidak tersedia tenaga kerja nasionai sebagainrana dimaksud. pada ayat (21 yang memiliki kompetensi dan keahlian, pemegang IUP dan IUPK dapat menggunakan tenaga kerja asing setelah mendapatkan persetujuan dari instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan.


    Pasal 162
    (1)

    Pemegang IUP, IUPK, atau IUJP dalam melaksanakan kegiatan Usaha Pertambangan wajib mengutamakan barang modal, peralatan, bahan baku, dan bahan pendukung lainnya yang berasal dari produk dalam negeri.

    1. ^Dalam a. mernenlrhi starrdar kuaiitas darr layanan purna jual; dan

      1. dapat menjarnin kontinuitas pasokan dan ketepatan waktu p--ngiriman. (3) Dalam hal keter,tuan sebagaimana climaksud pada ayat (21 tidak terpe.nuhi, pemegang IUP, IUPK. atau IUJP dapat mengimpor barang m...'dal, peralatan, bahan baku, dan bahan pendukung lainnya ke dalam negeri. (4) Pemegang IUP, IUPK, ataur IUJP untuk rnemenuhi kebutuhan sebagaima.na dimaksud paCa ayat (3), wajib menyampaikan pemberitahuan :

      2. daftar pembelian barang;

      3. lmpor sementara; dan

      4. rekondisi barang, kepada Menteri. (5) Pemegang IUP, IUPK, atau IUJP wajib menyampaikan rencana pembelian barang modal, peralatan, bahan baku, dan bahan pendukung lainnya serta produk impor yang ciijuai di dalam negeri Can barang yang, akan diirnpor sendiri kepada Menteri dalam RKAB Tahunan. (6) Dalam tral 1: emegang IUP, IUPK, atau IUJP melakukan impor barang modal, peraiatan, bahan baku, dan bahan pendukung lainnya hanrs memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perdagangan. (7) Pen: belian impor be,rang modal, peralatan, bahan baku, dan bahan pendukurng lainnl,a dapat diberikan fasilitas impor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 163 (l) Ment-eri mr: Lakukan pengendalian produksi Mineral dan Batubara yang dilakukan oleh pemegang IUP dan IUPK tahap kegiatan Operasi Produl<si Mineral atan Batubara. (21 Pengendalian produksi Mineral. dan Batubara sebagaimana dirnaksud pada ayat (1) dilakukan paling sedikit untuk:

      5. memenuhi ketentuan aslre}; lingkungan; clan c. memenuhi ketahanan cadangan. Pasal 164 (1) Menteri menetapkan rencana produksi Mineral dan Batubara nasionai tahunan berciasarkan rencana pengelolaan Minera.l clan Batubara nasional. (2) Dalam menetapkan rencana produksi Mineral dan Batubara nasional sebagaimana dimaksud pacla ayat (1), Mcnteri harus mempert-imbangkan :

      6. kebututrarr Mineral dan Batubara di datam negeri;

      7. ketahanan cadangan Mineral dan Batubara;

      8. ^junrlah perizinan Mineral dan Batubara;

      9. rencana produksi yang disetujui dalam dokumen Studi Kelayakan dan perserujuan lingkungan; dan

      10. pengembangan investasi, Pasal 165 (1) Menteri melakukan pengendalian Penjualan Mineral dan Batubara yang dilakukan oleh pemegang IUP atau IUPK tahap kegiatan Operasi Produksi. (21 Pengendalian Penjualan Mineral darr Batubara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk:

      11. menjamin pasokan kebutuhan Mineral dan Batubara rlalam negeri;

      12. menjaga ketahanan ekonomi;

      13. mendukung pertahanan dan keamanan negara; dan

      14. mengendalikan harga Mineral dan Batubara. (3) Dalarn melaksanakan pengendalian Penjualan Mineral dan Batubara sebagaimana dimaksud pada ayat- (1), Menteri menetapkan jurnlah dan jenis kebutuhan Mineral ata'u Batubara untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri.


    Pasal 166

    BAR XV PENINGKATAN NILAI TAMBAH MINERAL DAN BATUBARA Bagian Kesatu Kewajiban Peningkatan Nilai Tambah Pasal 167 (1) Pemegang IUP dan IUPK tahap kegiatan operasi produksi untuk komoditas Mineral wajib melakukan pengolahan dan/atau Pemurnian untuk meningkatkan nilai tambah Mineral hasil Penambangan di dalam negeri. (2) Pemegang IUP dan IUPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam melakukan pengolahan dan/atau Pemurnian dapat dilakukan secara sendiri atau bekerja sama dengan:

    1. pemegang IUP atau IUPK lain yang memiliki fasilitas Pengolahan danf atau Pemurnian secara terintegrasi; atau

    2. pihak lain yang melakukan kegiatan usaha Pengolahan dan/atau pemurnian yang tidak terintegrasi dengan kegiatan ^penambangan. Pasal 168 (1) Dalam hal pemegang IUP atau IUPK pada tahap kegiatan Operasi Produksi telah nreiakukan ^pengolahan dan/atau Pemurnian sebagaimana dimaksud dalam pasal 16T, Pemerintah Pusat menjamin keberlangsungan pemanfaatan hasil Pengolahan danf atau pemurnian. (21 Jaminan keberlangsungan pemanfaatan hasil pengolahan dan/atau Pemurnian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Pemerintah pusat melalui pemberian:

    3. fasilitas ekspor produk hasil Pengolahan dan/atau Pemurnian; dan /atatr b. insentif fiskal dan/atau nonfiskal bagi perusahaan yang membangun industri turunan produk hasil Pengolahan dan/atau Pernurnian, sesuai dengan ketentuan peraturan perunrlang-unCangan.


    Pasal 169

    Pasal 169 (1) Peningkatan nilai tambah Mineral melalui kegiatan Pengolahan dan/atau Pemurnian wajib memenuhi batasan minirnunr Pengolahan dan/atau pemurnian, dengan mempertimbangkan:

    1. peningkatan nilai ekonomi; dan/atau

    2. kebutuhan pasar'. (21 Peningkatan nilai ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hrrruf a harus:

    3. rnemberikan manfaat ekonomi secara optimal bagi negara;

    4. mendukung tersedianya rantai pasok (supplg chainl Mineral dalam rangka penyediaan dan pengembangan industri dalam negeri dengan mempertirnbangkan keunggulan komparatif sumber daya Mineral; dan

    5. mempertimbangkan kelanjutan operasi Pertambangan. (3) Kebutuharr pasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b harus mempertimbangkan penyerapan produk pada tingkat kemurnian tertentu yang dapat diserap oleh pasar dalam negeri dan/atau internasional. (4) Batasan minirrrum Pengolahan dan/atau Pemurnian ditetapkan oleh Menteri seteiah berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai batasan minimum Pengolahan danlatau Pemurnian diatur dalam Peraturan Menteri. Pasai 170 (1) Pemegang IUP dan IUPK tahap kegiatan Operasi Produksi untuk komoditas Batubara dapat melakukan Pengembangan dan/atau Pemanfaatan Batubara untuk meningkatkan nilai tambah Batubara hasil Penambangan di dalam negeri. (2) Pemegang IUP dan IUPK sebagaimana dimaksuci pada ayat (1) dala.m melakukan Pengembangan danlatau Pemanfaatan Batubara dapat dilakukan secar'a langsung atau melalui kerja sama dengan pemegang IUP dan IUPK lain atau pihak lain yang rnelakukan kegiatan Pengembangan dan/atau Pemanfaatan Batubara. Bagian Kedua Peningkatan Nilai Tambah Mineral dan Batubara Pasal 171 (1) Komoditas tambang yang dapat tambahnya terdiri atas Pertambangan:

    6. Mineral logam;

    7. Mineral bukan logam;

    8. batuan; atau

    9. Batubara. ditingkatkan , nilai (2) Peningkatan nilai tambah Mineral logam sebagaimana dimaksud pada ayert (1) huruf a dilaksanakan melalui kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral logam. (3) Peningkatan nilai tambah Mineral bukan logam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan melalui kegiatan Pengolahan Mineral bukan logam. (4) Peningkatan nilai tambah batuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilaksanakan melalui kegiatan Pengolahan batuan. (5) Peningkatan nilai tambah Batubara sebagaimana dimaksud pada aya.t (1) huruf d dilaksanakan melalui kegiatan Pengembangan dan/atau Pemanfaatan Batubara.


    Pasal 172

    Ketentuan lebih lanjut rnengenai peningkatan nilai tambah Mineral dan Batubara sebagaimana dirnaksud dalam Pasal 171 diatur dalam Peraturan Menteri. BAB XVI PENGGUNAAN JALAN PERTAMBANGAN


    Pasal 173
    (1)

    Pemegarrg IUP Pertarnbangan Pertarnbangan. dan IUPK wajib menggunakan jalan clalam pelaksanaan kegiatan Usaha a. ^jalan tambang yang terdapat pada area Pertambangan atau area proyek yang digunakan dan dilalui oleh alat utama dan alat penunjang produksi; dan

    1. jaian penunjang yang disediakan untuk jalan transportasi barang atau orang dalam suatu area Pertambangan dan/atau area proyek pendukung operasi Pertambangan atau penyediaan fasilitas PertambanElan. (3) Jalan Pertarnbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibangun sendiri oleh pemegang IUp dan IUPK atau bekerja sama dengan:

    2. pemegang IUP atau IUPK lain yang membangun jalan Pertambangan; atau

    3. pihak lain yang memiliki jalan yang dapat diperuntukkan sebagai jalan Pertambangan, setelah memenuhi aspek keselamatan Pertambangan. (41 Dalam melaksanakan kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pemegang IUP dan IUPK dapat melakukan perjanjian pemanfaatan jalan sebagai jalan Pertambangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (5) Perjanjian pemanfaatan jalan sebagai jalan Pertambangan sebagaimana dimaksud pada ayat (41 harus rnemperhatikan asas keadilan, kewajaran, dan kemanfaatan. (6) Dalam hal jalan Pertambangan sehagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b tidak tersedia, pemegang IUp dan IUPK dapat memanfaatkan sarana dan prasarana umum termasuk jalan umum untuk keperluan Pertambangan setelah memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan.


    Pasal 174
    (1)

    Pemegang IUP dan IUPK dalam penggunaan dan pembangunan jalan Pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173 ayat (1) dan ayat (3) wajib memenuhi aspek keselamatan Pertambangan. PFIESIDEN REPUBLIK INDONESIA 12) ^Pemegang ^IUP dan ^IUPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mernberikan akses kepada Masyarakat untuk menggunakan jalarr Pertambangan setelah mendapat persetujuan ciari penanggung jawab aspek keseiamatan Pertambangan pada IUP dan IUPK. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemenuhan aspek keselamatan Pertambangan dalam pembangunan dan penggunaan jalan Pertambangan diatur dalam peraturan Menteri. BAB XVII PENGGUNAAN TANAH UNTUK KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN


    Pasal 175
    (1)

    Pemegang IUP, IUPK, atau SIPB sebelum melakukan kegiatan Usaha Pertambangan wajib menyelesaikan hak atas tanah dalam WIUP atau WIUPK dengan pemegang hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Penyelesaian hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara bertahap sesuai dengan kebutuhan atas tanah oleh pemegang IUP, IUPK, atau SIPB. (3) Pemegang IUP, IUPK, atau SIPB dalam menyelesaikan hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memberikan kompensasi berdasarkan kesepakatan bersama dengan pemegang hak atas tanah. (41 Kompensasi sebagaimana Cimaksud pada ayat (3) dihitung berdasarkan luasan tanah dan/atau benda yang berada di atas tanah yang akan diusahakan untuk kegiatan Usa.ha Pertambangan oleh pemegang IUP, IUPK, atarr SIPB dan tidak memperhiturrgkan nilai pntensi komoditas IVlineral al-au Batubara.


    Pasal 176
    (1)

    Penye!.esaian hak atas tanah antara pemegang IUP, IUPK, atau SIPB dengan pemegang hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 175 ayat (1) dilakukan secara musyawarah untuk mufakat. ..97 - (2) Dalam hal musyau,arah untuk mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, pemerintah pusat melakukan penyelesaian permasalahan hak atas tanah untuk kegiatan Usaha Pertambangan meralui mediasi yang dikoordinasikan oleh Menteri bersama menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agrariaf pertanahan dengan melibatkan pemerintah Daerah. (3) Pemerintah Pusat dapat memberikan rekomendasi dalanr proses mediasi sebagaimana dimaksud pada ayat (21 terhadap penyelesaian permasalahan hak atas tanah. BAB XVIII RENCANA KER.JA DAN ANGGARAN BIAYA TAHUNAN SERTA LAPORAN Bagian Kesatu Rencana Kerja dan Anggaran Biaya Pasal 177 (1) Pemegang IUP dan IUPK wajib men5rusun dan menyampaikan RKAB Tahunan sebagai pedoman dalam pelaksanaan kegiatan Usaha pertambangan kepada Menteri. (2) RKAB Tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mendapatkan persetujuan Menteri. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penJrusunan, penyampaian, dan persetujuan RKAB Tahunan diatur dalam Peraturan Menteri. Bagian Kedua Laporan Pasal 178 (1) Pemegang IUP, IUPK, IPR, SIPB, Izin Pengangkutan dan Penjualan, IUJP, dan IUP untuk Penjualan wajrb menyLrsun Can ffien]drrrpaikan laporan pelaksanaan kegia.tan Usaha Pertambangan yang dilakukan kepada Menteri.

    (2)

    Laporan . (21 Laporan sebagairnana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit terdiri atas:

    1. laporan berkaia;

    2. laporan akhir; dan/atau

    3. laporan khusus. (3) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan secara tertulis dan/atau secara eiektronik. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyampaian laporan cliatur dalam Peraturan Menteri. BAB XIX PENGEMBANGAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT Pasal 179 (1) Pemegang IUP dan IUPK wajib menJrusun rencana induk program pengembangan dan pemberdayaan Masyarakat di sekitar WIUP dan WIUPK dengan berpedoman pada cetak biru (blue printl yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Program pengembangan dan pemberdayaan Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dikonsultasikan dengan Menteri, Pemerintah Daerah provinsi, Pernerintah Daerah kabupaten/kota,, dan Masvarakat. (3) Program pengembangan dan pemberdayaan Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diprioritaskan untrrk Masyarakat di sekitar WIUP dan WIUPK. (4) Pemegang IUP Can IUPK wajib mengalokasikan dana untuk pelaksanaan program pengembangan dan pemberdayaan Masyarakat yang besaran minimumnya ditetapkan oleh Menteri. Pasal 18O

    (1)

    Pemegang IIJP dan IUPK u,ajib menyampaikan rencana dan biaya pelaksanaan program pengembangan dan pernberdayaan Masyarakat sebagai bagian dari RKAB Tahunan kepada Merrteri untuk mendapatkan persetujuan. t (3) Dalam hal terjadi peningkatan kapasitas produksi, perregang IUP Can ITIPK tahap kegiatan Operasi produksi wajib menrngkatkan biaya program pengembarrgan dan pemberda ^-/aarr Masyarakat. (4) Dalarn hal rea.lisasi biaya program pengerrrbangan dan pemberdayaan Masyarakat tidak tercapai wajib ditambahl<an pacia tahun berikutnya.


    Pasal 181

    Pemegang IUP dan IUPK wajib menyampaikan laporan realisasi program pengembangan dan pemberdayaan Masyarakat kepada Menteri.


    Pasal 182

    Ketentuan lebih lanjrit mengenai pengembangan dan pemberdayaan Masyarakat diatur dalam Peraturan lVlenteri. BAB XX PENJTJALAN MINERAL DAN BATUBARA KEADAAN TERTENTU


    Pasal 183
    (1)

    Mineral atau Batubara yang berada pada fasilitas penimbunan pemegang IUP, IUPK, [PR, atau SIPB yang telah berakhir jangka waktunya atau dicabut dapat dilakukan Penjualan setelati mengajukan permohonan dan mendapatkan persetr-ijuan Menteri. 12) ^Permohonan sebagaimana ^dimaksud ^pada ayat (1) tidak dapat diajukan oleh eks pemegang IUP, IUPK, IPR, atau SIPB yang dicabut karena melanggar ketentuan pidana di bidang Pertambangan Mineral dan Batubara.

    (3)

    Persetujuan a. surat perrnohonan; dan

    1. salinan kontrak penjtralan. i4) Menten dalam memberikan persetujuan sebagaimana dimaksud pada a3rat (3) harus didasarkan atas hasil evaluasi pemeriksa.an lapangan terhadap. a. pemenuhan persyaratan sel_.,agairnana dimaksud pada ayat (3);

    2. persetujuan RKAB Tahunan;

    3. rencana Reklamasi dan pascatambang yang telah disetujui beserta jaminan yang telah ditempatkan; dan

    4. iaporan hasil produksi dan penjualarr. (5) Da.lari melaksanakan evalurrsi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) IVlenteri harus melakukan pemeriksaan lapangan terliadap fasilitas produksi dan fasilitas penimbunan Mineral atau Batubara yang dimiliki oteh pemegang IUP, IUPK, IPR, atau SIPB yang telah berakhir .jangka u,aktunyir atau dicabut. (6) Permohonan Penjualan sebagaimana dimaksurl pada ayat (1) hanya dapat diajukan oleh pemegang IUp, IUPK, IPR, atau SIPB dalam jangka waktu paling lambat 6 (enam) bulan sejak IUP, IUPK, IPR, atau SIpB:

    5. berakhir jangka waktunya; ata'ir b. dicabut. Pasal 184 (1) Apabila perriegang IUP, IUPK, lPR, atau SIPB yang telah berakhir jangka rvakturrya:

    6. tida.k mengajukan permohonan penjualan dalam jangka waktu sebagaimana dirnaksud dalam pasal 183 ayat (6); atau

    7. telah mengajukan permohonan penjualan namun tidak disetujui oleh Menteri, Mineral ata-u Batubara ditetapkan sebagai barang milik negara sesuai dengan ketentuari rreraturan penrndang-undangan.

    (2)

    Dalam (21 Dalam hal pemegang IUP, IUPK, IPR, atau SIPB yang telah dicabut telah mengajukan permohonan Penjualan namun tidak disetujui oleh Menteri, Mineral atau Batubara ditetapkan sebagai barang milik negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Dalam hal terdapat perbedaan antara penghitungan jumlah produksi dalam laporan produksi dan Penjualan dengan hasil evaluasi pemeriksaan lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 183 ayat (4), Menteri menetapkan selisih kelebihan Mineral atau Batubara sebagai barang milik negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Pengelolaan barang milik negara yang berasal dari Mineral atau Batubara sebagaimana dimaksud ,pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dalam Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan. BAB XXI SANKSI ADMINISTRATIF


    Pasal 185
    (1)

    Pemegang IUP, IUPK, IPR, SIPB, atau IUP untuk Penjualan yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1O ayat (1), Pasal 13 ayat (1) dan ayat (9), Pasal 48 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 49 ayat (1), Pasal 50 ayat (2), Pasal 51 ayat (21, Pasal 65 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 66 ayat (1), Pasal 69 ayat (1), Pasal 72 ayat (1) dan ayat (8), Pasal 104 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 105 ayat (1), Pasal 106 ayat (2), Pasal lO7 ayat (2), Pasal 118 ayat (2) dan ayat (4), Pasal 124, Pasal 137 ayat (1), Pasal 138 ayat (2), Pasal 145 ayat (3), Pasal 146 ayat (3), Pasal 147 ayat (l) dan ayat (3), Pasal 148 ayat (2), Pasal 154 ayat (2), Pasal 157 ayat (1), Pasal 159 ayat (1), Pasal 161 ayat (1), Pasal 162 ayat (1), ayat (4lr, dan ayat (5), Pasal 167 ayat (1), Pasal 169 ayat (1), Pasal 173 ayat (1), Pasal 174 ayat (1), Pasal 175 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 177 ayat(l) dan ayat (2), Pasal 178 ayat (1), Pasal 179 ayat (1) dan ayat (41, Pasal 180 ayat (1), ayat (3), dan ayat (4), dan Pasal 181 dikenai sanksi administratif. (21 sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat {l ) benrpa:

    1. peringatantertulis;

    2. penghentian sernentara sebagian atau seluruh kegiata, Eksplorasi atau Crperasi produksi; dan/atau

    3. pencabutan IUP, IlrPK, IpR, SIPB, atau IUp untuk Penjualan. (3) selain sa.nksi administratif sebagaimana dimaksucl pada ayat (2),, pemegang IUP, IUPI(, IpR, atau SIPB ^,yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 51 ayat (2) huruf b dan Pasal IO7 ayat (2) huruf b dikenai denda. (4) Pengenaan denda sebagaimana dimaksud padtr ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah.


    Pasal 186

    Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam pasal 185 ayat (2) huruf a diberikan paling banyak 3 (tiga) kali dengan jangka waktu peringat.an masing-rnasing 30 (tiga puluh) hari kalendcr. Pasal r87 (1) Dalam hal pemegang IUP, IUPK, IPR, atau SIPB yang mendapat sanksi peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 186 belum melaksanakan kewajibannya, dikenakan sanksi aclministratif berupa penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan Eksplorasi atau Operasi Produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 185 ayat (2) huruf b. (21 Sanksi adrninistratif berupa penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan Eksplorasi atau Operasi Produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai dalam jangka waktu paling lama 6O (enarn puluh) hari kalender sejak jangka waktu peringatan tertulis beraklrir.

    (3)

    Dalam


    Pasal 138

    Menteri dapat memberikan sanksi administratif berupa pencabuta.n izin sebagaimana dimaksud dalam pasal 185 ayat (2) huruf c tanpa mela_lui tahapan pemberian sanksi administratif berupa peringatan tertulis dan penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan Eksplorasi atau Operasi Produksi dalam kondisi tertentu berkartan dengan:

    1. pelanggaran pidana yang dilakukan oleh pemegang IUp, IUPK, IPR, atau SIPB herdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukurn tetap;

    2. hasil evaluasi Menteri atas pemegang IUP, IUPK, IPR, atau SIPB yang telah menimbulka.n kerusakan lingkungan serta tidak menerapkan kaidah teknik Pertambangan yang baik; atau

    3. pemegang IUP, IUPK, lPR, atau SIPB dinyatakan paili.t, sesuai dengan lletentuan peraruran perundang-undangan. BAB XXII KETENTUAN PE}?AI,IHAN Pasal 189 (1) Pemegang PKP2B yang telah mengaiukan perrnohonan perpanjangan PKP2B menjadi IUPK Operasi produksi perpanjangan kepada Menteri sebelum peraturan Pemerintah ini diundangkan harus menyesLlaikan permohonan perpanjangan menjadi IUpK sebagai Kelanjutan Operasi KontraklPerjanjian berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini, kecuali terkait persetujuan atas rencana Pengembangan dan/atau Pemanfaatan Batubara. (21 Rencaira Pengernbangan dan/atau Pemanfaatan Batubara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disamrlaikan bersamaan dengan permohonan pertrianjangan PKP2B menjadi IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/ Perjanjian. (3) Menteri memberikan persetujuan permohonan IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian sebagaimana rlimaksud pada ayat (1) sebelum berakhirnya PKP2B. (4) Menteri dalam memberikan persetujuan IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mempertimbangkan:

    4. keberlanjutan operasi;

    5. optimalisasi potensi cadangan Batubara dalam rangka konservasi Batubala dari WIUPK untuk tahap kegiatan Ctperasi Produksi; dan

    6. kepentingan nasional. (5) Menteri dapat menolak permohonan IUPK scbagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian sebagaimana dima-ksud pada ayat (1) berdasarkan trasii evaluasi terhadap persyaratan perpanjangan dan evaluasi terhadap kinerja pengusahaan Pertambangan sebagaimirria diatur dalam Peraturan Pemerintah ini. (6) Penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) harus disarnpaikan dalam jangka waktu paling lambat sebelum berakhirnya PKP2B disertai Cengan alasan penolakan. Pasai 190 Dalam hai permohonan IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian sebagaimar: a dimaksud dalam Pasal 189 ayat (3) disetujui, IVlenreri memberikan persetujuan atas rencana Pengerribangan daln,/atau Peinanfaatan Batubara sebagaimana dimaksud dalanr Pasal 189 ayat- (2i dalam jangka waktu paling lambat 1 (satu) tahun sejak IUPK sebagai Kelanj utan Operasi Kontrak / Perj anj ian disetuj ui.


    Pasal 191
    (1)

    IUP C)perasi Produksi khusus untuk Pengolahan dan/atau Pemurnian yang diterbitkan sebelum berlakunya LJndang-Undang Nomor 3 Tahun ,2O2O tentang Pen-rbaLhan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2t)A9 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara disesuaikan menjadi perizinan usaha industri yang diterbitkan berdasarkan peraturan perundang-r: Pasal 192 (1) Dalarn hal beitrm terdapat pejabat pengawas Pertambangan. pengawasarr atas kegiatan Usaha Pertarr,bangan.yang dilakukan oleh pemegang IUp, IUPK, IUPK sebagai Kelanjutan operasi Kontrak/pcrjanjian, IPR, atau SIPB drlakukan oleh pejabat yang drtunjuk oleh Menteri. (21 Menteri dapat melimpahkan kewenangan penunir.rkan pejabat yang bertanggung jawab untuk melakukan pengawasan atas l<egiatan Usaha pertarnbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada gubernur sebagai u,akil Pemerintah Pusat. (3) Tanggung ja'*'ah penyediaan anggaran operasional pejabat yang ditunjuk oleh gubernur .sebagaimana dimaksud pada ayat (2) drbebankan kepada Menteri. Pasal 193 (i) Pemegang KK, IUP Operrsi Produksi, atau ItIpK Oper.asi Produksi Mineral logam yang dalam proses pernbangunan fasiliras Pemurnian ciapat melakukan penyesuaia.n terhadap rencana pembangunan fasilitas pemurnian di dalarn negeri berdasarkan hasil verifikasi yang dilakukan oleh veri fikator independen. i2l ^Pembairgunan ^fa.si!itas Pemurnian sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dilakukan dalam jangka 'waktu paling lama 3 (tigai talrun sejak Undang-undang Nomor 3 Tahun 2O2O tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2OO9 tentang Pertambarrgan Mineral dan Batubara mulai berlaku. Pasal i9.t Persetujuan ekspor yang telah diberikan kepa.da pemegang IUP Operasi Produksi khusus untuk Pengolahan dan/atau Pemurnian sebeluirr Peraturan Pemerintah ini diundangkan tetap berlaku sarnpai dengan .jangka waktu persetujuan ekspornya bera-khir dengan ketentuan paling lama sampai dengan tanggal 10.Juni 2021. -LO7-


    Pasal 195
    (1)

    IUPK Operasi Produksi yang telah diterbitkan tetap berlaku sampai dengarr.jangka waktunya berakhir. (2) Ketentuan Lerkait peririasan wilayah dalam rangka konservasi i{rneral dan Batubara, Eksplorasi lanjutan, dan Penjualan Mineral Can Batubara keaCaan tertentu dalam Peraturarr Pernerintah ini diberlakukan untuk IUPK Operasi Produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pasai 196 (1) Luas wilayah IUP Operasi Produksi hasil penyesuaian kuasa Pertarnbangan yanB rliberikan kepada BUMN, berlarku sampai dengan berakhirnya jangka u,aktu IUP Operasi Produksi. (2) IUP Operasi Produksi yang diberikan kepada BUMN sebagaimana dinraksud pada ayat (i) dapat diberikan perpanjangan selama 10 (sepuluh) tahun setiap kali perpanjar)gan dengarr mempertahankan luas wilayah IIJP Operasi Produksi setelah mempertimbangkan:

    1. keberlernlutan operasu b. optirnalisasi pocensi cadangan Mineral atau Batubara dalanr rangka konservasi Mineral atau Batubara dari W1UP untuk tahap kegiatan Operasi Produksi; dan

    2. kepentingan nasional. (3) Permohonan dan pernberian persetujuan perpanjangan IUP Operasi Produksi sebagairnana dimaksud pada ayat (21 dilaksanakan berdasarkan ketentuan permohonan perpanjangan IUP tahap kegiatan Operasi Produksi sesuai dengan ketentrran dalam Peraturan Pemerirrtah ini.


    Pasal 197
    (1)

    Permohonan IUPK Eksplorasi yang telah diajukan oleh Badan Usaha yang mendapatkan WIUPK secara prioritas sebeium berlakunya Peraturan Pemerintah ini dapat diproses perizinanni'a menjadi IUPK tahap kegiatan Eksplorasi oleh Menteri sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini. - io8- (2) Permt>honan IUP untuk komoditas Mineral bukan rogam atau IUP untuk komoditas batuan yang telah diajukan kepada Menteri atau gubernur sesuai dengan kewenangannya dan telah membayar biaya pencadangan wilayah dan biaya pencetakan peta sebelum peraturan Pemerintah ini diundangkan dapat diproses perizinannya dalam bentuk IUP sesuai dengan kerentuan dalam Peraturan Pemerintah ini. (3) Badan Usaha. Koperasi, atau perusahaan perseorangan yang telah mengajukan permohonan WIUP Mineral bukan logam atau WIUP batuan kepada Menteri atau gubernur sesuai dengan kewenangannya dan telah membayar biaya pencadangan wilayah dan biaya pencetakan peta sebelurn Peraturan Pemerintah ini diundangkan dapat mengajukan permohonan ILJP sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini. Pasal 198 (1) IUP Operasi Produksi yang telah diterbitkan kgpada perseorangan tetap berlaku sampai dengan jangka waktunya berakhir. (21 IUP Operasi Produksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan perpanjangan dengan ketentuan:

    1. permohonan perpanjangan diajukan oleh Badan Usaha, Koperasi, atau perusahaan perseorangan yang dibentuk oleh pemegang IUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1); dan

    2. memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pernerintah ini.


    Pasal 199

    II-IP Operasi Produksi komoditas Mineral logam atau komoditas Batul: ara yang telah diterbitkan kepada Badan Usaha terbuka (go public) yang memiliki lebitr dari 1 (satu) IUP berdasarkan ketentuan peraturan pen-rndang-undangan sebelum diundangkannya Urrdang-Undang Nomor 3 Tahun 2O'2O tentang Perubahan Atas LJndang-Undang Nomor 4 Tahun 2OO9 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara tetap berla.ku sampai dengan jangka waktunya berakhir dan dapat diberikan perpanjangan sesuai dengan ketentuan dalam Pel"atrrran Pemerintah ini. BAB XXTII BAB XXIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 2O0 Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, peraturan Pernerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertamkrangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik indonesia Tahun 2OIA Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5111) sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Pemerintah Norrror 8 Tahun 2OlB tentang Pembahan Kelim.'e atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 20i0 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Lembaran Negara Republik Irrdonesia Tahun 2018 Nomor 28, Tambahan Lembaran Neg.ara Republik Indonesia llomor 6l86), dicabut dan dinyertakan tidak bcrlaku.


    Pasal 201

    Peraturan Pemerintatr diundangkan. ini mulai berlaku pada tanggal Agar Agar setiap pengundangan penempatannya Indonesia. orang mengetahuinya, memerintahkan Peraturan Pemerintah ini dengan dalam Lembaran Negara Republik Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 9 September 2O2l JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 9 September 2O2l MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, YASONNA H. LAOLY LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2O2I NOMOR 208 PI.]NJELASAN ATAS PERATURAN PE},{h,RINTAH R.EP{'BLIK INDONESIA NOMOR 9€t Tt\HiJ$l 2021 TENTA}iG PELAKSANAsN KEGIATAN USAHA PERTAMBANC}AN MINERAL DAN BATUBARA I. UMLIM Pasal 33 ayat i,3) tJndang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 'lahun i915 menegaskan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamrrya dik-uasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakrnurall ralryat. N{engingat Mineral dan Batubara sebagai kekayaan alam yang terkandung di dalam bumi rnerupakan sumber ciaya alarn yang tak terbarukan, pengelolaannya perlu dilakukan seoptimal mungkin, efisien, transpara,n. berkelanjutan, dan benva'.; vasan lingkungan, serta bcrkeadilarl aqar merrrperoleh manfaat sebesar-besar kemakmuran ralgrat secara berkelanjutair. Sejalan dengan diundangkannya Undang- Undang Nomor 3 Tahun 2O2O tentang Perubahan Atas Tundang-Undang Nomor 4 Tahun 2OO9 Pertarnbangan Mineral dar, Batubara, perlu melakukan penataan kembali perrgaturan yang trerkaitan dengan kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, yallg meliputi:


  92. Pengusattaan Pertambangan diberilcan daiam trentuk Lzin Usaha Pertambangan, Izin Usaha Pertambangan Khusus, dan lzin Pertambangan Ra.kyai. 2. Pengutamaan pemasokan kebutr: han Mineral dan Batubara untr-rk kepentingan dalam negen guna rnenjamin tersedianya Mineral dan Batubara sebagai bahan baku dan/atau sebagai sumber energi untuk kebtrtuhan dalam negeri. 3. Pcla.ksanaan dan pengendrllian kegiatan lJsaha Pertambanga.n Mineral dan Batubara secara bu'daya guna, berhasil guna, dan berdaya saing. 4. Peningkatan penciapatan Mas1rs1215at i,rkai, daerah, dan negara, serta menciptakan iapangan kbrja untu-k sebesar-besa.r kesejahteraan rakyat.

  93. Penerbitan II 5. Penerbitan perizinan yang transparan dalarn kegiatan usaha Pertambangan Mineral dan Batubara sehingga iklim usaha diharapkan dapat lebih sehat darr korrrpetitif. :

  1. Peningkatan nilar tambah dengan rnelakukan pengolahan dan pemurnian Mineral dan Batubara di dalam negeri. PASAL DE}ytI PASAL Pasal 1 Cukup ^jelas. Pasal 2 Cukup jelas. Pasal 3 Cukup jelas. Pasal 4 Cukup.jelas. Pasal 5 Cukup jelas. Pasal 6 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup ielas Ayat (4) Cukup ^jelas. Ayat (5) Huruf a Prinsip efektivitas drtentrrkan berdasarkan paCa tujuan penyelenggara suatu rlrusan pemerintahari yang ^+.epat glrna dan berdayaguna. Huruf b , Prinsip cfisiensi ditenurkan berdasarkan tingkat daya guna yang paling tinggi yang dapat diperoleh dalam penyeienggaraan suatu ui'usan pemerintahan. Huruf c e Huruf c Prinsip akrrntctbiirtir-s ciirentukan berdasarkan kedekatan antara pelratlg; H1: n-gjav,,air penyelenggaraan suatu unrsan pemerintahan derrgan ii; us, besaran, dan jangkatran dampak yang riiiimbrrli.,e^n oleh penyelenggaraan suatu urusan pemerint?hriri. Huruf d Prinsip eksterna]rias ri'.l.cntukan berdasarkan luas, besaran, dan jeingkatran e-rmpak ya-ng timbul akibat penyelen gg(ara an srlat u urusan pemerint-ahar,. Pasal 7 Cukup jelas. Pasa.l 8 Cukup jelas. Pasal 9 Cukup jelas. Pasal 1O Ayat- (1) Cukrrp jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Hur,,rf'a Ctrkup jelas I{uruf b Cukup; ele,s Fluruf c Yang dimaksud ,Jeng.rn "pemilik rnanfaat" adalah orang pcrseoranqan a: au pejai: at yang diberikan kewenangan untuk : nenulrjuk atau rnemberhentikan direksi, dewan komisar-s, Dengums, pemLrina, atau pengawas pa.da k,rrporasi, merailiki kenranepuan unttrk mengendalikan kol'po.asi, br: rhak atas Can,/atau menerima manfaat dari korpori: r, buik la,ngsung maupun tidak langsung, rnen; pakan pemiiik S€benarnl,a dari da.na atau saham korprrrasi. Ayat (a) Cukup jelas. Ayat (5) Cukrrp jelas Ayat (6) Cukup jeias. Ayat ^(71 Cr: kup jelas. Ayat (8) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Surat keteratrgan fiskal yang dipersyaratkan meliputr surat keterangan fiskal pemegang IUp yang mengalihka.n, pengurLr,s, dan pemegang saham. Huruf c Cukup jeias. Pasal I 1 Cukup jelas. Pasal 12 Cukup jelas. Pasal 13 Ayat (1) Yang dimaksuC ciengan "penqalihan kepemilikan saham" dalam ketentuan irri adnlah perubahan pemegang saham dan/atau komposisi besaran saham yang dilakukan di luar bursa sa-ham. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Crrkup jelas Ayat (a) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas Ayat (6) Cukup jeias. Ayat (7) Cukup jelas Ayat (8) Huruf a Cukup jelas Huruf b Surat keterangan fiskal yang dipersyaratka.n meliputi surat keterar.gan liskal Badan Usaha pemegang IUP yang rnengalihkan, pengurus'r, dan pemegang satram. Huruf c Cukup jelas. Ayat (9) Cukup jelas. Pasal 14 Cukup jelas Pasal 15 Cukup jelas Pasai 16 Cukup ^jelas Pasal t7 Cukup jelas Pasal 18 Yang diinaksud dengan "ketentuan peraturan perundang-undangan" adalah ketentr-ran peraturan perundang-undangan di bidang ketenaganukliran. Pasal 19 Cukup jelas Pasal 20 Cukup jelas. Pasal 2 1 Cukup jelas. Pasal 22 Ayat (1) Cukurp jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Huruf a Yang dirnaksud dengan "r'nendapat dukungan,, antara lain dalam bentuk kerja sama atau dukungan teknis/operasional dari perusahaan lain yang bergerak di bidang Pertarnbangan. Huruf b Cukrrp ^jelas. Huruf c Cukup.lelas. Huruf o Cukup jclas. Ayat (a) Huruf a Yang dimaksud denga,n "surat keterangan dari aku.ntan publik" adalah strrat yang menjelaskan kondisi keuangan perusahaan baru. tluruf b Surat keterangan fiskal yang clipersyaratkan meliputi surat keterangan fiskai pengurLrs dan pemegang saham. Huruf c Cukup 1elas. Huruf C Cukup.1elas. Pasal 23 Cukup jelas Pasal 24 Cukup jetas. Pasal 25 Cukup jelas. Pasal 26 Cukup.lelas. Pasal 2-l Cukup jelas. Pasal 28 Cukup jelas. Pasal 29 Cukup jelas. Pasal 30 Cukup ielas. Pasal 3t Cukup ^jelas. Pasal 32 Cukup jelas. Pasal 33 Cukup jelas. Pasal 34 Cukup jelas. Pasal 35 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Fluruf b Cukup ielas Huruf c Cukup jelas. Ayat (2) Cr.rkup jelas. Pasal 36 Cukup jelas. Pasal 37 Cukup 3elas. Pasal 38 Cukup jeias. Pasal 39 Huruf a Yang dimaksr: d rlengan "persetujuan lingkungan" adalah keputusan kelayakan lingkungan hidup atau pern5rataan kesanggupan pengelolaan iingkungan hiCup. Huruf b Cukup jelas. Pasal 4O Huruf a Crrkup jelas. Huruf b Surat keterangan fiskal yang dipersyaratkan meliputi surat keterangan liskal pemegang lLJP pengurlrs dan pemegang saham pemegang IUP. Huruf c Cukup jelas Pasal 4 1 Cukup jelas. Pasal 42 Cukup jelas. Pasal 43 Cukup jelas. Pasal 44 Cukup jelas.
    Pasal 45

    Pasal 45 Ayat (1) Yang dirnaksrrd derrgan "rlrituk menunjang kegiatan usaha Pertarnbangan" seperti pembangunarr pelabuhan, jalan tambang, darr fasilitas Pengolahien dan/atau Pemurnian. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat- (3) Cukup jelas. Ayat (a) Cukup jelas. Pasal 46 Cukup jelas. Pasal 47 Cukup jelas. Pasal 48 Ayat (1) Konservasi Mirreral dan Batubara dilakukan rnelalui peningkatan status keyakinan data dan informasi geologi berupa sumber daya dan/atau cada^rgan termasuk penemuan cadangan baru pada WITJP Operasi Produksi. Ayat (2) Cukup.jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (4) Cukup jelas. A.yat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Pasal 49 Cukup jelas. Pasal 50 Cukup jelas. Pasal 51 Cukup jelas Pasal 52 Cukup jelas Pasal 53 Cukup jelas. Pasal 54 Cukup jelas. Pasal 55 Cukup jelas. Pasal 56 Cukup jelas. Pasal 57 Hurr.f a Yang climaksud ciengan "produk antara (intermediate produc.tl" antara lain benrpa gas sintesis (synthesis gas) atau gas alarn sintetik (sgnthetic nahtral gas). Hu.ruf b Yang dimaksud dengan "produk akhir" adalah bahan kimia antara lain berupa metanoi, amonia, atau dimetil eter Pasal 58 Cukup ^jelas. Pasal 59 Cukup jelas. Pasal 60 Cukup jelas. Pasal 61 Cukup jelas. Pasal 62 Cukup jelas. Pasai 63 Cr: kup jelas. Pasai 64 Cukup jelas. Pasal 65 Cukup jelas. Pasal 66 Cukup jelas. Pasal 67 Cukup jelas Pasal 68 Cuktrp jelas. Pasal 69 Ayat (11 Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas Ayat (8) Huruf a Cukup jelas Huruf b - LZ - Huruf b surat keterangan fiskal yang dipersyaratkan meliprrti surat keterangan fiskai pemegang IUPK yang mengalihkan, pengurlrs, dan pemegang saham. Hutrf c Cukup jelas Pasal 70 Cukup jelas Pasal 7l Cukup jelas Pasal 72 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Ayat (a) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas Ayat (6) Cukup jelas Ayat (71 Huruf a Cukup ^jelas. Huruf b Surat keterangaa fiska-l yang dipers)raratkan meliputi surat keterangan tiskal Badan Usaha pemegang IUPK yang mengalitrkan, pengurus. Can pcmegang saham. Huruf c Cukup 3elas. Ayat (8) . A.yat (8) Cukup jelas Pasal 73 Crrkup jelas Pasal 74 Cukup jelas. Pasa.l 75 Cukup jelas Pasal 76 Crrkup jelas Pasal 77 Cukup jelas Pasal 78 Cukup jelas. Pasal 79 Ayat (i) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. ayat (a) Huruf a Yang dimaksud dengarr "mendapat dukungan" antara lain dalam ttentuk kerja sama atau dukungan teknis/operasional dari perusaha-an lain yang bergerak di bidang Pertambangan. Huruf b Cukup ^jelas. Huruf c Cukup ^jeias. Hunrf rj Cukup ^jelas. Ayat (5) ayat (5) Huruf a Yang dimaksud dengan "surat keterangan dari akuntan purblik" adalah surat yang menjelaskan kondisi keuangan perusahaan bartr. Hurr-,.f b Surat keterangan liskai yang dipersyaratkan meliputi surat keterangarr fiskal pengums dan pemegang sahanr Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas Pasai 80 Cukup jelas. Pasai 81 Cukup jelas. Pasal 82 Cukup jelas. Pasal 83 Cukup jelas. Pasal 84 Cukup jelas. Pasal 85 Cukup jelas. Pasal 86 Cukup jeias. Pasal 87 Cukup jelas. Pasal 88 Cukup jelas. Pasal 89 Cukup jelas.


    Pasal 90

    Pasal 9O Cr-rkup jelas. Pasal 9 1 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Hrrnrf b Surat keterangan fiskal yang dipersyaratkan nreliputi surat keterangan fiskal pengurus dan pemegang sahanr pemegang IUP. Hururf c Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 92 Cukup jelas. Pasal 93 Cukup jelas. Pasal 94 Cukup jelas. Pasal 95 Cukup jelas. Pasal 96 Htrruf a Cukup jelas. Huruf b Surat keterangan fiskal yang dipersyaratkan meliputi surat keterangan fiskal pengurus clan pemegang saham pemegang IUPK. Huruf c Cukup jelas. Pasal 97 Cukup ^jelas. Pasal 98 Cukup jelas.


    Pasal 99

    Pasal 99 Cukup jelas. Pasal 100 Cukup jelas. Pasal 101 Cukup jelas. Pasal 102 Cukup.ielas. Pasal 1O3 Cukup jelas. Pasal 1O4 Cukup jelas. Pasal 105 Cukup jelas. Pasal 106 Cukup jelas. Pasal 107 Cukup jelas. Pasal 108 Cukup jelas. Pasal i09 Cukup jelas. Pasal I 10 Cukup jelas. Pasal 1 1 1 Ayat (1) Kegiatan Operasi Produksi yang terintegrasi dapat dilakukan di lokasi yang sama atau berbeda antara kegiatan Penambangan dengan kegiatan Pengolahan Can/atau Pemurnian atau Pengembangan darr/ atau Pemanfaatan. Ayat (2) Cukup ^jelas. Pasal 1 12 Cukup jelas. Pasal 1 13 Cukup jelas. Pasal 1 14 Cukup jelas. Pasal 1 15 Cr.rkup jelas. Pasai I 16 Cukup jelas. Pasal 1 17 Cukup jelas. Pasal 1 18 Cukup jeias. Pasal 1 19 Cukup jela.s. Pasal 120 Cukup jelas. Pasal 121 Cukup jelas. Pasal i22 Cukup jelas. Pasal 123 Cukup jeias. Pasal 124 Cukup jelas. Pasal i25 Cukup jelas. Pasal 126 Cukup jelas. Pasal 127 Cukup jelas. Pasal 128 Crrkup ^jelas. Pasal 129 Cukup jelas. Pasal 130. .. 1B- Pasal 130 CukrrP jelas. Pasal 131 Cukup jelas. Pasai 132 Cukup jelas. Pasal 133 Cukup jelas. Pasal 134 Cukup jelas. Pasal 135 Cukup jeias. Pasal 136 Cukup jelas. Pasal 137 Cukup jelas. Pasal 138 Cukup jelas. Pasal 139 Cukup jelas. Pasal 14O Cukup jelas. Pasal 141 Cukup ielas. Pasal 142 Cukup jelas. Pasal 143 Cukup jelas. Pasa.l 144 Cukup jelas. Pasal 145 Cukup jelas.


    Pasal 146

    PFIESIDEN REPUBLIK INDONESIA Pasal i46 Cukup jela.s Pasal 147 Ayat (1) Yang dimaksucl dengan umtan divestasi. dengan "secara berjenjang" adalah hak atau prioritas untuk membeli terkait saham Ayat (2) Cukup jelas. Avat (li) CukrrP jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat ffl Cukup jelas Ayat (8) Crrkup jelas. Ayat (9) Cukup jelas Ayat (10t Cukup jelas. Ayat (t 1) Cukup jelas Pasal 148 Cukup jelas. Pasal 149 Cukup jelas. Pasal 150 Cukup jelas.


    Pasal 151

    Pasal 15I Cukup jelas. Pasal 152 Cukup jelas. Pasal 153 Cukup jelas Pasal 154 Cukup jelas Pasal 155 Cukup jelas. Pasal 156 Cukup jelas. Pasai 157 Cukup jeias Pasal 158 Cukup jelas. Pasal 159 Cukup jelas Pasal 16O Cukup jelas. Pasal 161 Ayat (1) Yang dimaksud dengan tenaga kcrja setempat dalam ketentuan ini rnerupakan tenaga kerja yang berada dalam provinsi tempat kegiatan Usaha Pertarnbangan dilakukan. A-v*at (2) Yang dimaksud tidak tersedia yaitu terkait kompetensi dan keahlian tenaga keda Ayat (3) Cukup ^jelas. Pasal 162 Cukup jelas -')7 - Pasei 163 Cukup jelas. Pasal 164 Cukup jelas. Pasal 165 Curkup ^jelas. Pasal 1o6 Cukup jeias. Pasal 157 Crrkup jelas. Pasai 168 Cukrrp 1elas. Pasal i69 Cukup jelas. Pasal 170 Ctrkup jelas. Pasal 171 Cukup jelas. Pasal 172 Cukup jelas. Pasal 173 Cukup jelas. Pasal 174 Cukup jelas. Pasal 175 Cukup jelas. Pasal 176 Cukup jelas. Pasal L7'i Cukup jelas Pasal 178 Cukup jeias Pasal 179 Cukup jelas. Pasal 18O Cukup jelas Pasal 181 Cukup jelas. Pasal 182 Clukup jeias. Pasal 183 Cukup -ielas Pasal 184 Cukup ^jelas. Pasal 135 Cukup jelas. Pasal 186 Culiuo jelas. Pasal 187 Cukup jeias. Pasal 188 Cukup jelas. Pasal 189 Cukup ^jelas. Pasal 190 Cukup jeias. Pasal 191 Cukup.jelas. Pasal 192 Cukup jelas. Pasal 193 Cukup jelas. Pasal 194 Cukup jelas


    Pasal 195 Pasal 195 Cukup jelas. Pasai 196 Cukrrp jelas Pasal 197 Cukuo jeias Pasal 198 Cukup jelas. Pasal 199 Cukup j.elas Pasal 20U Cukup jelas Pasal 2O1 Cukup jelas.

Webmentions

Anda dapat memberikan tanggapan atas peraturan ini dengan like, retweet/repost pada tweet yang mencantumkan tautan pada laman ini.

Tanggapan (0):