Pelaksanaan Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2021

Kerangka<< >>

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2021 TENTANG PELAKSANAAN LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TTDAK SEHAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 118 dan Pasal 185 huruf b Undang-Undang Nomor 1 1 Tahun 2O2O tentang Cipta Kerja, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat; Mengingat Pasal 5 ayat (21 Undang-Undang Dasar ^Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 33, Tambahan Lembaran ^Negara Republik Indonesia Nomor 3817); Undang-Undang Nomor 11 Tahun ^2O2O tentang ^Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2O2O Nomor 245, Tambahan Lembaran ^Negara Republik Indonesia Nomor 65731; Menetapkan MEMUTUSI(AN: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI DAN ^PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT. 1 2 3 BABI. PRES I DEN REPUBLIK TNDONESIA BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan. Monopoli adalatr pLnguasaan atas produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau atas penggunaan jasa tertenttt oleh satu Pelaku Usaha e-tau satu kelompok pelaku usaha. F'cl: iku Usat-a adalah setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalrri perjanjia.n, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonorni. Perjanjian adalah suatu perbuatan satu auau lebih Pelakr,r Usaha untuk mer-gikatka diri terhadap satu al.au lebih usaha lain dengan narrla apa pun, baik te-[rrli: rnaupun tidak tertulis. P ekcngkolan atau konspirasi usd.ha adalah bentuk kerja sama yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan Pelaku Usaha lain dengan maksud untuk menguasai pasar bersangkuta bagi kepentingan Pelalltr U yang bersekcngkot Pasar adalrrh lembaga ekonomi cli mana para pembeli dan penjual baik secara langsung maupl]n ticlak lirn3sun-g dapat melakukan transal<si perdagangan Larang rlan/atau jasa. ar Llersangkutan adalah pasar yang berkaitan dengz^rr jangkauan atau daerah pemasaran tertentu oi,: h Pblaku Usaha atas barang clan/atau jasa yang sama atau sejenis atau subdtitusi dari barang dan/atau -iasa tersebr: t' 7. Konsumcn 1 2 D 4 5 6 BAB II KEWENANGAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN ^USAHA 7 8 9 Konsumen adalah setiap pemakai dan/atau ^pengguna barang dan/atau ^jasa baik untuk kepentingan diri sendiri maupun untuk kepentingan pihak lain. Komisi Pengawas Persaingan Usaha yang selanjutnya disebut Komisi adalah komisi yang dibentuk untuk mengawasi Pelaku Usaha dalam menjalankan kegiatan usahanya agar tidak melakukan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat. Undang-Undang adalah Undang-Undang Nomor ^5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2O2O tentang Cipta Kerja. Pasal 2 Peraturan Pemerintah ini mengatur mengenai: a. kewenangan Komisi; b. kriteria sanksi, ^jenis sanksi, dan besaran denda; dan c. pemeriksaan keberatan dan kasasi atas ^putusan Komisi. Pasal 3 Komisi mempunyai kewenangan sebagaimana ^dimaksud dalam Pasal 36 Undang-Undang. Pasal 4 (1) Dalam rangka pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, untuk ^keperluan pemeriksaan perkara sampai dengan ^penjatuhan sanksi berupa tindakan administratif ^kepada ^Pelaku Usaha yang melanggar ketentuan Undang-Undang, termasuk pengawasan putusan, dibentuk ^Majelis Komisi. (2) Majelis . (21 Majelis Komisi menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif kepada terlapor yang terbukti melakukan pelanggaran: a. berupa perjanjian yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, dan/atau Pasal 16 Undang-Undang; b. berupa kegiatan yang dilarang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, Pasal 18, Pasal 19, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, danlatau Pasal 24 Undang-Undang; dan/atau c. terhadap Pasal 25, Pasal 26, Pasal 27, danlatau Pasal 28 Undang-Undang. BAB III KRITERIA SANKSI, JENIS SANKSI, DAN BESARAN DENDA Bagian Kesatu Kriteria Sanksi Pasal 5 (1) Sanksi berupa tindakan administratif dijatuhkan: a. sesuai dengan tingkat atau dampak pelanggaran yang dilakukan oleh Pelaku Usaha; b. dengan memperhatikan kelangsungan kegiatan usaha dari Pelaku Usaha; dan latau c. dengan dasar pertimbangan dan alasan yang jelas. (2) Penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan kriteria yang memenuhi unsur pelanggaran ketentuan Undang-Undang. Bagian ( Bagian K: dua .Tenis Sanksi Pasal 6 (1) Konrisi berwenang rnenjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif kepada Pelaku Usaha yang melanggar ketentuan peraturan perulndang-undangan. (21 Tirrdakan aciministratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupe: a. b. c. d. c. f. o b' penetapan pe; nbatalan Perj arrj ian ; pe tah kepada Pelaku Usaha untuk mcnghentikan integrasi vertikal; perintah kepada Pelakrr Usaha untuk ,nenghentikan kegiatan yang terbukti menimbulkan praktek Monopoli, menyebabkan persaingan usaha tidak sehat, dan/a.au merugikan nlasyarakat; perinkrh' ke a Pelaku Us k mcnghentikag penyalahgunaan posisi domirran; penetapan pembatalan atas penggabungan atau peleburan ba<lan usaha dan pengambilalihan saham; penetapan pembayaran n rr-gi; dan/atau pengenaan. denda, paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), dengan memperhatikan ketentuan mengerlai besaran denda sebagaimana diatur d Peraturan Pemerintah ini. P: rsal 7 Pasal'7 (1) Tindakan administratif berupa penetapan pembatalan Perjanjian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf a dijatuhkan dalam hal Pelaku Usaha melnnggar ketentuan Pasal 4, Pasal 5. Pasal 6, Pasal 7, Pasal 3,, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13, Pasal 15, dan/atau Pasal 16 Undang-Undang. (2l''l'inclakan administratif berupa. penetapan pembatalan Perjanjian sebagaimana dirnaksud pada ayat (1) dapat dijatuhkan pada: a. sebagian Perjanjia-n; atau b. keseluruhan Pcrjanjian. (3) Tindakan administratif berupa penetapan pernbatalan sebagian Perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a diterapkan daiarn hal sebagian ketentuan dalan': Perjanjian diput.rskan oleh Majelis Komisi melanggar ketentuan Undan g.Undan g. (41 Tinddkan administratif berupd. penetapan pembatalan keseluruhan Perjanjian sebagairnana dimaksud pada ayat (2) huruf b diterapkan dalam hal seluruh ketentuan atau. hampir seluruh ketentuan dalarn Perjanjian diputuskan oleh Majelis Komisi melanggar ketentua n Unclang-Undang. Pasal 8 Tindakan ,ad'ninistratif benr rintah kepada ^pelaku Llsaha untuk menghentikan integrersi vertikal sebagaimana dimaksurl dalam Pasal 6 ayat (2) huruf b dijatuhkan dalam hal Pelaku Usaha melanggar ketentrran Pasal 14 Undang- Undahg. Pasal 9 (1) Tindakan administratif berupa perintah kepada Pelaku Usaha untuk menghentikan kegiatan seba$aimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf c dr.jatuhkan dalam hal Pelaku Usaha melanggar ketentuan Pasal 17, Pasal 18, Pasal 19, Pasal 20, Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, Passl 26, clan,/atau Pasal 27 Ulrdang-Undang. (2) Tindakan adnrinisiratif benrpa perintah kepada Pelaku Usaha unt'-rk menghentikan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa: a. penghentian kegiatan yang mengakibatl<an penguasaan atas produksi atau pemasaran barang atau jasa; b. penghentian kegiatarr yang mengakibatkan penguasaan penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas bai'ang atau jasa; c. penghentian penolakan atau tindakan menghalangi - Pelirku Usaha tertentu untuk melakrlkan kegiatan usaha yang sama; d. pcnghentian kegiatan yang menghalangi Konsumen atau pelanggan Pelaku Usaha pesaing dalam melakukan hubunga usaha dengan Pelaku Usaha pesaingnya itu; c. penghentian kegiatan. yang membatasi peredaran atau penjualan barang ataur Jasa di Pasar Bersangkutan; f. penghentian diskriminasi; g. penghentian jual gi atau penetapan harga ju'-al yang sangat rendah; h. penghentian kecurangan dalam menetapkan biaya prodtrkii dan biaya lainnya yang'menjadi komponen barang atau jasa; i. p ghentian Perse gkolan urrtull mengatur atau menentukan perrenang tender; j. penghentianPersekongkolanuntukmendapatkan informasi kegiatan usaha Pelaku Usaha pesaing yang diklasifikasikan sebagai rahasia perusahaan, k. p: penghentian Persekongkolan untuk menghambat produksi dan/atau pemasaran Pelaku Usaha pesaing; perintah kepada Pelaku Usaha untuk memberhentikan direksi atau komisaris yang berjabat rangk.ap; dan/atau perintah kepada Pelaku Usaha yang terafiliasi urituk melepaskan kepemiliiran saham silang. Pasal 10 Tindakan admi.nistratif berupa perintah kepada Pelaku Usaha untuk menghen--ikan penyalahgurlaan posisi dominan sebagairrrana dimaksr"rd dalam Pasal 6 ayat ^(21 huruf d dijatuhl; an dalarr hal Pelaku Usaha melanggar ketentuan Pasal 25 Undang-Undang. Tindakan administratif beru atalan atas penggabungan atau peleburan badan usaha dan pengarnbilalihan saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) huruf e dijatuhkan dalam hal Pelaku Usaha melanggar ketentuarr Pasal 28 Undang-Undang. Bagicn Ketiga- Besaran Denda (1) Pasal 12 'finda.kan administratif berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayaL (2) .huruf g merupakan denda oasar, dan pengenaan tindakan administratif bert.lla denda oleh Komisi diiakukan berdasarkan ketentuan sebagai berikut: a. paling banyak sebesar 50% (lima puluh persen) dari ke{r.ntungan bersih yang diperoleh Pelaku Usaha.pada Pasar Bersangkutan, seiama kurun waktu terjad.nya pelanggaran terhadap UnCang- Undang; atau k ITI. b. paling banyak sebesar 10% (sepuluh persen) dari total penjuaian pada Pasar Bersangkutan, selama kurun waktu terjadinya pelanggaran terhadap Undang-Undang. (2) Sebagai jaminan pemenuhan atas putusan Komisi yang memuat tindakan administratif berupa denda, terlapor wajib menyerahkan ^jaminan bank yang cukup, paling banyak 20% (dua puluh persen) dari nilai denda, paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah menerima pemberitahuan putusan Komisi. Pasal 13 (1) Tindakan administratif berupa denda yang tercantum dalam putusan Komisi, yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan mengikat, merupakan piutang negara dan disetorkan ke kas negara sebagai penerimaan negara bukan pajak. (21 Dalam hal terlapor tidak melaksanaka utusan Komisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Komisi berkoordinasi dengan instansi pemerintah yang berwenang dalam bidang urusan piutang negara dan/atau aparat penegak hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 14 Penentuan besaran denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) didasarkan atas: a. dampak negatif yang ditimbulkan akibat pelanggaran; b. durasi waktu terjadinya pelanggaran; c. faktor yang meringankan; d. faktor yang memberatkan; dan/atau e. kemampuan Pelaku Usaha untuk membayar. Pasal 15 Faktor yang meringankan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf c terdiri atas: a. Pelaku Usaha melakukan aktiritas )rang menunjukkan adanya upaya kepatuhan ferhadap prinsip persaingan usaha sehat yang meliputi kode etik, pelatihan, penyuluhan, sosialisasi, dan scjenisnya; b. Pelaku Usaha merrghentikan secara sukarela atas perilaku anti kornpetitif sejak timbulnya perkar.a; c. Pelaku Usalia beium pernah melaktrkan pelanggaran yang sama atau sejenis terkait larangan praktek Monopoli dan persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam lJndang-U,rdang; d. Pelaku Usaha tidak melakukan pelanggaran atas dasar kesengajaan; e. Pelaku Usaha bukan sebagai in/inisiator dari pelanggaran; dan fatau f. darnpak pelanggararr tidak signifikan terhadap persaingan. Pasal 16 Faktor'. yang memberatkan ainrana d dalam Pasal L4 h'-u uf d terdiri atas: a Pelaku IJsaha pernah langgaran yang sarna arau sejenis sebagaimana diattrr dalam Undang- U: : da.ng dalam waktu kurang dari 8 (delapan) tahun berdasarkan prrtusan yang tclah berkekuaian hukum tetap; dan/atau Pelaku Usaira pelanggaran. berpcran sebagai inisiator dalam Pasal 17 Kern Pelaku Usaha u meinbayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf e berJasari<an pada kondisi keuangzrn pertrsahaern yang dapat mengakibatkan perusahae.n tidak beroperasi jika dikcr,akan tingkat denda tertentu.' b Pasal 18 PRES lDEN REPUBLIK ^TNDONESIA BAB IV PEMERIKSAAN KEBIDRATAN DAN KASASI ATAS PUTIJSAN KOIVIISI PtrNGAWAS PERSAINGAN USAI{A Pasal 18 (1) Konrisi dapat memberikan kelonggaran dalam pelaksanaan pembayaran denda berdasarkan permohorran tertulis dari Pelaku Usaha dengan dilengkapi data dukung. (21 Kelonggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa pembayaran ciapat dilakukan secara bertahap atau dalam ^jangka waktu tertentu berdasai: kan alasan yang sah, '*'ajar, dan transparan dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan atau kelangsungan kegiatan Pelaku llsaha. Pasal 19 (1) Pelaku Usaha derpat engajukan keberatan kepada Pcngadilan Niaga sesuai domisili Pelaku Usaha selambat-lamba[nva t4 (cmpat belas) hdri kerja set€lah menerima pcmberitahuan putusan Komisi. (21 Perneriksaan keberatan di Pe ngadilan Niaga scL'agaimana dimaksud pada ayat'(1) dilakukan baik -rren/&rlgkut aspek formil maupun materiil atas fakta 5,airg ^menjadi dasar ^putusan ^Komisi. (3) Penreriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (21 dilakukan dalam jangke. waktu paling cepat 3 (tiga) bulan dan paling.lama 12 (dua betas) bulan. (41 Kecuali ditentuk .l, dalam Peraturan Pemerintah ini, tata cara pemeriksaan. keberatan di pengadilan Niaga dilakukan sesuai dengan hukum acara perdata. . Pasal 2O (1) I'i 3r1g keberatan deSrgarr putusan pengadilan Niaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ctapat mengajukan pernlohonan kasasi kepada Mahkamah Agung Republik Indonbsia dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari' ^' kerja setelah nrenerirna pemberitahuan putusan Pengadilan Niaga (21 Pemeriksaa.n (21 Pemeriksaan kasasi di Mahkamah Agung Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB V PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA Pasal 2 1 (1) Komisi dalam mendukung pelaksanaan tugasnya, menetapkan Peraturan Komisi. (2) Peraturan Komisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk sesuai dengan undang-undang mengenai pembentukan peraturan perundang-undangan. BAB VI KETENTUAN PENUTUP Pasal 22 Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, penanganan perkara oleh Komisi yang telah memasuki sidang Majelis Komisi namun belum diputuskan, tetap dilanjutkan sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini. Pasal 23 Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, semua peraturan pelaksanaan yang mengatur mengenai larangan praktek Monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, yang telah ada sebelum Peraturan Pemerintah ini, dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini. Pasal 24 Komisi melakukan penyesuaian peraturan perundang- undangan yang ditetapkan oleh Komisi sesuai dengan Peraturan Pemerintah ini, paling lambat dalam ^jangka waktu 4 (empat) bulan terhitung sejak Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku. Pasal 25 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 2 Februari2O2l JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 2 Februart2O2l MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd YASONNA H. LAOLY LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2021 NOMOR 54 PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2O2I TENTANG PELAKSANAAN LARANGAN PRAKTEK MONOPOLI ^DAN ^PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT I. UMUM Bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor ^11 Tahun ^2O2O ^tentang Cipta Kerja, telah dilakukan perubahan terhadap beberapa ^ketentuan ^dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang ^Larangan ^Praktek ^Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, terutama ^yang ^terkait ^dengan ^sanksi berupa tindakan administratif yang dapat dikenakan ^oleh ^Komisi, pemeriksaan keberatan atas putusan Komisi, dan ^rasionalisasi ^terhadap ketentuan sanksi pidana serta melakukan ^penyesuaian ^peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang ^Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Dengan perubahan tersebut, diharapkan ^pelaksanaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli ^dan ^Persaingan Usaha Tidak Sehat selanjutnya dapat berlangsung ^seiring dengan ^semangat yang terkandung dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun ^2O2O ^tentang Cipta Kerja untuk menciptakan dan memperluas ^kesempatan ^kerja melalui peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan usaha, sehingga ^tercipta praktek kegiatan usaha yang lebih kondusif dan menitikberatkan ^pada persaingan usaha yang sehat dalam kerangka pengawasan oleh ^Komisi ^yang profesional dan akuntabel. Untuk keperluan pelaksanaan, perlu ditetapkan ^Peraturan ^Pemerintah yang mengatur mengenai: a. kewenangan Komisi; b. kriteria sanksi, ^jenis sanksi, dan besaran denda; ^dan c. pemeriksaan keberatan dan kasasi atas ^putusan ^Komisi. Mengingat pengaturan tentang larangan praktek Monopoli dan persaingan usaha tidak sehat rnerupakan hal yang sangat dinamis, maka Peraturan Pemerintah ini disusun dengarr tujuan bahwa Komisi dapat melaksanakan tugas dan fungsinya secara lebih profesional, terukur dan akuntabel, serta terus-menerus membangun dan menerapkan praktek terbaik (best practicel yang diperlukan. Berdasarkan pertimbangan tersebut 1: erlu ditetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Larangan Praxt: k Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Cukup jelas. Pasal 3 Cukup jelas. Pasal 4 Cukup jelas. Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2O2O [entang Cipta Kerja berasaskan keseimbangan antara Pelaku Usaha dan kepentingan Lrmum dcngan tujuan'lntara lain untuk terciptanya efektivitas dan efisiensi dalam kegiai.an usaha. Dengan demikian atas pelanggaran yang dikenakan sanksi berupa tindakan adminisiratif:

  1. Sanksi administratif yang dijatuhkan sesuai dengan tingkatan pelanggaran dan memperhitungkan dampak yang terjadi atas pelarrggaran yang dilakukan oleh ^pelaku Usaha. Sanksi aidministratif yang dijatuhkan tidak menyebabkan berhentinya kegiatan usaha namun efektif untuk mencegah terjadinya pelanggaran serupa atau pelanggaran lainnya yang akan dilakukan oleh Pelaku Usaha. Dengan keberlangsungan usaha maka kegiatan ekonorni akan tetap dijalankan yang membe"ikan manfaat ekonomi kepada masyarakat melalui lapa.ngan kerja, ketersediaan barang atau ^jasa, dan meningkatkan Fer'tumbuhan ekonomi. Saalrsi administratif yang dijatrrhkan harus disertai dengan alasan yang ^jelas yaitu pertimbangan yang rinci, konkret, dan berdasarkan data yang valitl dan terul<ur. Ayat (2) Cukup ^jelas. 6 Cukup ^jelas. 7 Cukup ^jelas. 8 Cukup jelas. 9 Cukup ^jelas. 10 Cukup jelas. 11 Cukup jelas. I2 Avat (1) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2O2O tentang Cipta Kerja, ditetapkan bahwa tindakan administratif berupa sanksi dcnda yang dapat dikenakan oleh Komisi adalah sebesar palir: g sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Demi... 2 3 Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal Demi kepastian hukunr dalam pclaksanaannya, Peraturan Pemerintah ini menetapkan batas maksimum besaran sanksi denda yang dapat dikenakan oleh Komisi, terkait pelanggaran yang dilakukan terhadap lJndang- Undang. Dengan memperhatil<trn ketentrran Peraturan Pemerintah ini, Komisi diberikan pilihan untuk menetapkan besaran sanksi denda maksimum bei'dasarkan nilai keuntungan atau berdasarkan nilai penjualan yang diperoleh dari hasil pelanggaran terhadap Undang-Undang, pada Pasar Bersangkutan, dan selama jangka u,al: tu terjadinya pelanggaran tersebtrt. Pada ha.kiliatnva, pilihall yang terscdia bcrsifht alternatif, dan peneraparrnya pada'kasus per kasus diSerahkan kepada Komisi. Dalam hal Komisi menggunakan dasar penghitungan berupa nilai keuntungan bersih yang C.iperoleh dari hasil pelanggaran Undang-Undang, maka Komisi perlu memperhatikan' fakta tentang kegiatan Pelaku Usaha, kondisi Pasar Bersangkutan, dan ^jangka u'aktu terjadinya pelanggaran dimaksud. Nilai keuntungan bersih adalah keuntungan yan diperoleh Pelaku Usaha setelah dikurangi dengan pa_iak dan pungutan oego.r&; r.lcrr-a bi.iya tetap yang berkaitan langsung dengan kegiatan risaha l/ang bersangkuta: r. sarkan peraturan perundah g-trn.l an gan. Sebaliknya, dalam hal Komisi menggunakan dasar penghitungan berr-rpa nilai penjualan yang terkait dengan pelanggaran Undang- Undang, maka Komisi ^..vajib memperhatikan fakta t€ntang kegiatan Pelaku Usaha, kondisi Pasar Bersangkutan, dan jangka waktu terj adinya pelanggara.n dimaksud. Nilai penjr.ralan ditetapkan berciasarkan nilai sebelum pengenaan pajak atau punggtan negara yang terkai gsune ^dengan penjualan /jasa ^pada ^PaSar ^Bcrsan5lk Mengin angka waktu pelanggar merupakan faktor penting..laiar* mcnetapkan besaran sarksi denda yang akan dil<enakan, 3a-ngka waktu pelangga,ran ditentukan berdasarkan jumlah tahun terjadinya pelanggaran. Sl( No 094466 A Apabila kurang dari 6 (enam) bulan, maka diperhitungkan sebagai 1/2 (setengah) tahun. Sebaliknya, apabila lebih dari 6 (enam) bulan namun tidak lebih dari 1 (satu) tahun, maka dihitung sebagai I (satu) tahun penuh. Komisi selanjutnya ctapat menggunakan koefisien tertentu dalam nrenentukan jangka waktu pelariggaran per bulan, dala.m jangka waktu pelanggaran selarna 1 (satu) tahun tersebut. Ayat (2) Kewajiban mentberikan jaminan bank tersebut tidak diperlukan apabila Pelaku Usaha menerima dan melaksanakan putusan Komisi oan ticlak mengajukan kebcratan ke Pengadilan Niaga atau Mahkanrah Agung Republik Indonesia. Pasal 13 Cukup jelas.
    Pasal 14

    Cukup jelas.


    Pasal 15

    Cukup jelas.


    Pasal 16

    Cukup jelas.


    Pasal 17

    Cukup jelas. Pasai 18 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "data clukung" adalah laporan keuangan yang menggambarkan kemampuan perusahaan dalam pelaksanaan pemb ayar an denda. Ayat (2) Cukup jelas.


    Pasal 19

    Cukup jelas


    Pasal 20 Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal 20 Cukup ^jelas. 2t Cukup ^jelas. 22 Cukup ^jelas. 23 Cukup ^jelas. 24 Cukup ^jelas. 25 Cukup ^jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA ^NOMOR 6656

Webmentions

Anda dapat memberikan tanggapan atas peraturan ini dengan like, retweet/repost pada tweet yang mencantumkan tautan pada laman ini.

Tanggapan (0):