Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan

Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2021

Kerangka<< >>

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2021 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KEHILANGAN PEKERJAAN Menimbang Mengingat DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 82 dan Pasal 185 huruf b Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan;

  1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

  2. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279);

  3. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 150, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4456); Menetapkan 4. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5256);

  4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573); MEMUTUSKAN: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KEHILANGAN PEKERJMN. BAB I KETENTUAN UMUM

    Pasal 1

    Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:


  5. Jaminan Kehilangan Pekerjaan yang selanjutnya disingkat JKP adalah jaminan sosial yang diberikan kepada Pekerja/Buruh yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja berupa manfaat uang tunai, akses informasi pasar kerja, dan Pelatihan Kerja. 2. Pekerja/Buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima Upah atau imbalan dalam bentuk lain. 3. Pengusaha adalah:

    1. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri;

    2. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;

    3. orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan se bagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.

  6. Upah adalah hak Pekerja/Buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari Pengusaha atau pemberi kerja kepada Pekerja/Buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perJanJ1an kerja, kesepakatan; atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi Pekerja/Buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/ a tau jasa yang telah a tau akan dilakukan.

  7. Pemutusan Hubungan Kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara Pekerja/Buruh dan Pengusaha.

  8. Peserta JKP yang selanjutnya disebut Peserta adalah Pekerja/Buruh yang mempunya1 hubungan kerja dengan Pengusaha dan telah terdaftar serta membayar iuran.

  9. Jaminan Kesehatan yang selanjutnya disebut JKN adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar Peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran jaminan kesehatan atau iuran jaminan kesehatannya dibayar oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah. 8. Jaminan Kecelakaan Kerja yang selanjutnya disingkat JKK adalah manfaat berupa uang tunai dan/atau pelayanan kesehatan yang diberikan pada saat Peserta mengalami kecelakaan kerja atau penyakit yang disebabkan oleh lingkungan kerja.

  10. Jaminan Hari Tua yang selanjutnya disingkat JHT adalah manfaat uang tunai yang dibayarkan sekaligus pada saat Peserta memasuki usia pensiun, meninggal dunia, atau mengalami cacat total tetap. 10. Jaminan Pensiun yang selanjutnya disingkat JP adalah jaminan sosial yang bertujuan untuk mempertahankan derajat kehidupan yang layak bagi Peserta dan/atau ahli warisnya dengan memberikan penghasilan setelah Peserta memasuki usia pensiun, mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia. 11. Jaminan Kematian yang selanjutnya disebut JKM adalah manfaat uang tunai yang diberikan kepada ahli waris ketika Peserta meninggal dunia bukan akibat kecelakaan kerja. 12. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan yang selanjutnya disebut BPJS Ketenagakerjaan adalah badan hukum publik yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. 13. Badan Penyelenggara J aminan Sosial Kesehatan yang selanjutnya disebut BPJS Kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan. 14. Sistem lnformasi Ketenagakerjaan adalah suatu ekosistem digital yang menjadi platform bagi segala jenis layanan publik dan aktivitas bidang ketenagakerjaan baik di pusat maupun daerah. 15. Pelatihan Kerja adalah keseluruhan kegiatan untuk memberi, memperoleh, meningkatkan, serta mengembangkan kompetensi kerja, produktivitas, disiplin, sikap, dan etos kerja pada tingkat keterampilan dan keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan atau pekerjaan. 16. Lembaga Pelatihan Kerja adalah instansi pemerintah dan badan hukum yang memenuhi persyaratan untuk menyelenggarakan Pelatihan Kerja. REPUBUK INDONESIA 17. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 18. Pengawas Ketenagakerjaan adalah pegawai negeri sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan kegiatan pembinaan, pemeriksaan, pengujian, penyidikan, dan pengembangan, sistem pengawasan ketenagakerjaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. 19. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan. Pasal 2 (1) Pengusaha wajib mengikutsertakan Pekerja/Buruh sebagai Peserta dalam program JKP. (2) Program JKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan untuk mempertahankan derajat kehidupan yang layak pada saat Pekerja/Buruh kehilangan pekerjaan. Pasal 3 JKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal diselenggarakan oleh BPJS Ketenagakerjaan Pemerintah Pusat. BAB II KEPESERTAAN DAN TATA CARA PENDAFTARAN Bagian Kesatu Kepesertaan Pasal 4 (1) Peserta terdiri atas: 2 dan a. Pekerja/Buruh yang telah diikutsertakan oleh Pengusaha dalam program jaminan sosial; dan

    1. Pekerja/Buruh yang baru didaftarkan oleh Pengusaha dalam program jaminan sosial. (2) Peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan:

    2. warga negara Indonesia;

    3. belum mencapai usia 54 (lima puluh empat) tahun pada saat mendaftar; dan

    4. mempunyai hubungan kerja dengan Pengusaha.

      (3)

      Selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga harus memenuhi ketentuan:

      (4)
      (1)
      1. Pekerja/Buruh yang bekerja pada usaha besar dan usaha menengah, diikutsertakan pada program JKN, JKK, JHT, JP, dan JKM; dan

    5. Pekerja/Buruh yang bekerja pada usaha mikro dan usaha kecil, diikutsertakan sekurang- kurangnya pada program JKN, JKK, JHT, dan JKM. Peserta program JKN sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan pekerja penerima Upah pada badan usaha. Bagian Kedua Tata Cara Pendaftaran

      Pasal 5

      Pekerja/ Buruh yang telah diikutsertakan oleh Pengusaha dalam program jaminan sosial se bagaimana dimaksud dalam Pasal 4 terhitung sejak tanggal Peraturan Pemerintah ini diundangkan, serta merta menjadi Peserta.

      (2)

      Pengusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan sertifikat kepesertaan program JKP oleh BPJS Ketenagakerjaan.

      (3)

      Pekerja/Buruh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan bukti kepesertaan program JKP oleh BPJS Ketenagakerjaan.

      (1)

      Pengusaha yang mendaftarkan Pekerja/ Buruh dalam program JKP wajib menyerahkan formulir pendaftaran yang telah diisi secara lengkap dan benar kepada BPJS Ketenagakerjaan paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal Pekerja/Buruh tersebut mulai bekerja. (2) Formulir pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:


    6. nomor induk kependudukan;

    7. tanggal lahir Pekerja/Buruh; dan

    8. nomor dan/ a tau tanggal mulai dan berakhirnya perjanjian kerja. (3) BPJS Ketenagakerjaan wajib memberikan nomor kepesertaan paling lama 1 (satu) hari kerja sejak formulir pendaftaran diterima secara lengkap dan benar serta iuran pertama dibayar lunas kepada BPJS Ketenagakerjaan. (4) Pengusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan sertifikat kepesertaan program JKP oleh BPJS Ketenagakerjaan. (5) Pekerja/Buruh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan bukti kepesertaan program JKP oleh BPJS Ketenagakerjaan.

      Pasal 7

      Bukti kepesertaan program JKP bagi Pekerja/Buruh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) dan Pasal 6 ayat (5) terintegrasi dalam 1 (satu) kartu kepesertaan program Jam1nan sosial pada BPJS Ketenagakerjaan. (1)


      Pasal 8

      Pekerja/Buruh yang dengan le bih dari diikutsertakan dalam masing Pengusaha. mempunyai hubungan kerja 1 (satu) Pengusaha, wajib program JKP oleh masing- (2) Pekerja/Buruh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah terdaftar sebagai Peserta, memilih salah satu perusahaan sebagai tempat pekerjaan yang didaftarkan dalam program JKP kepada BPJS Ketenagakerjaan. Pasa19 Dalam hal terjadi perubahan nama perusahaan, alamat kantor, skala usaha, data Upah, data Pekerja/Buruh, dan perubahan data lainnya terkait kepesertaan program JKP, Pengusaha wajib menyampaikan perubahan tersebut kepada BPJS Ketenagakerjaan paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak terjadi perubahan.


      Pasal 10
      (1)

      Pendaftaran se bagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan Pasal 6, serta perubahan data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dilakukan secara daring atau luring.

      (2)

      Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pendaftaran diatur dengan Peraturan Menteri. BAB III IURAN DAN TATA CARA PEMBAYARAN IURAN Bagian Kesatu Iuran


      Pasal 11
      (1)

      Iuran program JKP wajib dibayarkan setiap bulan.

      (2)

      Iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebesar 0,46% (nol koma empat puluh enam persen) dari Upah sebulan.

      (3)

      Iuran sebesar 0,46% (nol koma empat puluh enam persen) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bersumber dari iuran yang dibayarkan oleh Pemerintah Pusat dan sumber pendanaan JKP.

      (4)

      Iuran yang dibayarkan oleh Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sebesar 0,22% (nol koma dua puluh dua persen) dari Upah sebulan.

      (5)

      Sumber pendanaan JKP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan rekomposisi dari iuran program JKK dan JKM, dengan ketentuan:


    9. iuran JKK direkomposisi sebesar 0, 14% (nol koma empat belas persen) dari Upah sebulan, sehingga iuran JKK untuk setiap kelompok tingkat risiko menjadi:

  11. tingkat risiko sangat rendah sebesar 0, 10% (nol koma sepuluh persen) dari Upah sebulan;

  12. tingkat risiko rendah sebesar 0,40% (nol koma empat puluh persen) dari Upah sebulan;

  13. tingkat risiko sedang sebesar 0,75% (nol koma tujuh puluh lima persen) dari Upah sebulan;

  14. tingkat risiko tinggi sebesar 1,13% (satu koma tiga belas persen) dari Upah sebulan; dan

  1. tingkat risiko sangat tinggi sebesar 1,60% (satu koma enam puluh persen) dari Upah sebulan;
    1. iuran JKM direkomposisi sebesar 0, 10% (nol koma sepuluh persen) dari Upah sebulan, sehingga iuran JKM menjadi sebesar 0,20% (nol koma dua puluh persen) dari Upah sebulan.

      (6)

      Upah yang digunakan sebagai dasar perhitungan iuran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan Upah terakhir Pekerja/Buruh yang dilaporkan oleh Pengusaha kepada BPJS Ketenagakerjaan dan tidak melebihi batas atas Upah.

      (7)

      Batas atas Upah sebagaimana dimaksud pada ayat (6) untuk pertama kali ditetapkan sebesar Rp5.000.000,00 (limajuta rupiah).

      (8)

      Dalam hal Upah melebihi batas atas Upah sebagaimana dimaksud pada ayat (7) maka Upah yang digunakan sebagai dasar perhitungan iuran sebesar batas atas Upah. Pasal 12

      (1)

      Besaran iuran dan batas atas Upah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) dan ayat (7) dilakukan evaluasi secara berkala setiap 2 (dua) tahun dengan mempertimbangkan kondisi ekonomi nasional dan perhitungan kecukupan kewajiban aktuaria.

      (2)

      Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan berkoordinasi dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan dan dewan jaminan sosial nasional.

      (3)

      Besaran iuran dan batas atas Upah hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 13

      (1)

      U pah se bulan se bagaimana dimaksud dalam Pasal 11 yang digunakan sebagai dasar perhitungan pembayaran iuran, terdiri atas Upah pokok dan tunjangan tetap.

      (2)

      Dalam hal Upah di perusahaan tidak menggunakan komponen Upah pokok dan tunjangan tetap maka dasar perhitungan pembayaran iuran yaitu Upah tanpa tunjangan.

      (3)

      Dalam hal Upah di perusahaan terdiri atas Upah pokok dan tunjangan tidak tetap maka dasar perhitungan iuran yaitu Upah pokok. Bagian Kedua Tata Cara Pembayaran Iuran

      Pasal 14

      Iuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dibayarkan kepada BPJS Ketenagakerjaan berdasarkan data kepesertaan dari BPJS Ketenagakerjaan.


      Pasal 15

      (1)

      Data kepesertaan se bagaimana dimaksud dalam Pasal 14 terintegrasi dengan data kepesertaan BPJS Kesehatan. (2) Untuk integrasi data sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BPJS Kesehatan harus menyampaikan data kepesertaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4) kepada BPJS Ketenagakerjaan. (3) Data kepesertaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan verifikasi dan validasi oleh BPJS Ketenagakerjaan. (4) Data yang telah diverifikasi dan divalidasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada Menteri. Pasal 16

      (1)

      Dalam hal pelaksanaan rekomposisi 1uran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (5) mengalami keterlambatan maka Pemerintah Pusat tidak membayarkan iuran. (2) Dalam hal pelaksanaan rekomposisi iuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (5) telah dibayar tunggakannya, Pemerintah Pusat membayarkan iuran yang belum dibayarkan sesuai bulan pelunasan iuran yang tertunggak. Pasal 17

      (1)

      Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembayaran iuran yang dibayarkan oleh Pemerintah Pusat diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.

      (2)

      Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan rekomposisi iuran diatur dengan Peraturan Menteri. BAB IV MANFAATJKP Bagian Kesatu Umum

      Pasal 18

      Manfaat JKP berupa:


    2. uang tunai;

    3. akses informasi pasar kerja; dan

    4. Pelatihan Kerja.

      Pasal 19
      (1)

      Manfaat JKP diberikan kepada Peserta yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja baik untuk hubungan kerja berdasarkan perjanjian kerja -yvaktu tidak tertentu maupun perjanjian kerja waktu tertentu.

      (2)

      Selain memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penerima manfaat JKP harus bersedia untuk bekerja kembali.

      (3)

      Manfaat JKP dapat diajukan setelah Peserta memiliki masa iur paling sedikit 12 (dua belas) bulan dalam 24 (dua puluh empat) bulan dan telah membayar iuran paling singkat 6 (enam) bulan berturut-turut pada BPJS Ketenagakerjaan sebelum terjadi Pemutusan Hubungan Kerja atau pengakhiran hubungan kerja.


      Pasal 20
      (1)

      Manfaat JKP bagi Peserta yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja dikecualikan untuk alasan Pemutusan Hubungan Kerja karena:


    5. mengundurkan diri;

    6. cacat total tetap;

    7. pensiun; atau

    8. meninggal dunia.

      (2)

      Manfaat JKP bagi Peserta yang hubungan kerjanya berdasarkan perjanjian kerja waktu tertentu diberikan apabila Pemutusan Hubungan Kerja oleh Pengusaha dilakukan sebelum berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja waktu tertentu.

      (3)

      Pemutusan Hubungan Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan:

    9. bukti diterimanya Pemutusan Hubungan Kerja oleh Pekerja/Buruh dan tanda terima laporan Pemutusan Hubungan Kerja dari dinas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota;

    10. perjanjian bersama yang telah didaftarkan pada pengadilan hubungan industrial dan akta bukti pendaftaran perjanjian bersama; atau

    11. petikan atau putusan pengadilan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Bagian Kedua Manfaat Uang Tunai

      Pasal 21
      (1)

      Manfaat uang tunai diberikan setiap bulan paling banyak 6 (enam) bulan Upah dengan ketentuan sebagai berikut:


    12. sebesar 45 % (empat puluh lima persen) dari Upah untuk 3 (tiga) bulan pertama; dan

    13. sebesar 25 % (dua puluh lima persen) dari Upah untuk 3 (tiga) bulan berikutnya. (2) Upah yang digunakan sebagai dasar pembayaran manfaat uang tunai merupakan Upah terakhir Pekerja/Buruh yang dilaporkan Pengusaha kepada BPJS Ketenagakerjaan dan tidak melebihi batas atas Upah yang ditetapkan. (3) Batas atas Upah untuk pertama kali ditetapkan sebesar Rp5.000.000,00 (limajuta rupiah). (4) Dalam hal Upah melebihi batas atas Upah maka Upah yang digunakan sebagai dasar pembayaran manfaat uang tunai sebesar batas atas Upah.

      Pasal 22
      (1)

      Besaran batas atas Upah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3) dilakukan evaluasi setiap 2 (dua) tahun. (2) Evaluasi besaran batas atas Upah dilakukan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan berkoordinasi dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan dan dewan jaminan sosial nasional. (3) Besaran batas atas Upah hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.


      Pasal 23

      Dalam hal terjadi Pemutusan Hubungan Kerja dan Upah Pekerja/Buruh yang dilaporkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) tidak sesuai dengan Upah yang sebenarnya sehingga terdapat kekurangan pembayaran manfaat uang tunai, Pengusaha wajib membayar kekurangan manfaat uang tunai kepada Pekerja/Buruh secara sekaligus.


      Pasal 24

      Pemberian manfaat uang tunai diselenggarakan oleh BPJS Ketenagakerjaan. Bagian Ketiga Manfaat Akses lnformasi Pasar Kerja


      Pasal 25
      (1)

      Manfaat akses informasi pasar kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf b diberikan dalam bentuk layanan:


    14. informasi pasar kerja; dan/atau

    15. bimbingan jabatan.

      (2)

      Layanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pengantar kerja dan/ a tau petugas antarkerja melalui Sistem lnformasi Ketenagakerjaan. Pasal 26

      (1)

      Layanan informasi pasar kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf a diberikan dalam bentuk penyediaan data lowongan pekerjaan.

      (2)

      Penyediaan data lowongan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

      Pasal 27

      Layanan bimbingan jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) huruf b diberikan dalam bentuk:


    16. asesmen diri atau penilaian diri; dan / a tau b. konseling karir.

      Pasal 28

      Peserta yang telah mendapatkan manfaat akses informasi pasar kerja dan pekerjaan yang sesuai dengan minat, bakat, dan kompetensi harus melaporkan penempatannya melalui Sistem Informasi Ketenagakerjaan paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak diterima bekerja.


      Pasal 29

      Manfaat akses informasi pasar kerja diselenggarakan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan. Bagian Keempat Manfaat Pelatihan Kerja


      Pasal 30
      (1)

      Manfaat Pelatihan Kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf c diberikan berupa pelatihan berbasis kompetensi.

      (2)

      Manfaat Pelatihan Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui integrasi akses informasi pasar kerja dan sistem informasi BPJS Ketenagakerjaan dalam Sistem Informasi Ketenagakerjaan. (3) Manfaat Pelatihan Kerja dapat diselenggarakan secara daring dan/atau luring.


      Pasal 31
      (1)

      Pelatihan Kerja dilakukan melalui Lembaga Pelatihan Kerja milik pemerintah, swasta, atau perusahaan. (2) Lembaga Pelatihan Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan paling sedikit:


    17. memiliki pelatihan berbasis kompetensi kerja yang sesuai dengan kebutuhan pasar kerja dengan mempertimbangkan standar kompetensi kerja nasional, internasional, atau khusus;

    18. terdaftar dan terverifikasi di Sistem Informasi Ketenagakerjaan;

    19. terakreditasi dari lembaga akreditasi Lembaga Pelatihan Kerja yang dibuktikan dengan sertifikat akreditasi; dan

    20. mendapat persetujuan Menteri. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pendaftaran, pemilihan jenis pelatihan, lembaga pelatihan, dan pemanfaatan pelatihan diatur dengan Peraturan Menteri.

      Pasal 32
      (1)

      Lembaga Pelatihan Kerja dapat bekerja sama dengan lembaga sertifikasi profesi untuk menyelenggarakan sertifikasi kompetensi melalui uji kompetensi. (2) Lembaga sertifikasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan lembaga sertifikasi profesi yang telah memperoleh lisensi dari badan nasional sertifikasi profesi.


      Pasal 33
      (1)

      Peserta yang telah menerima manfaat Pelatihan Kerja harus melaporkan pelatihan yang telah diselesaikan melalui Sistem Informasi Ketenagakerjaan paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak selesainya pelatihan. RE: PUBLIK INOONESIA - 18 - (2) Peserta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat memanfaatkan kembali layanan akses informasi pasar kerja melalui Sistem Informasi Ketenagakerjaan untuk bekerja.


      Pasal 34
      (1)

      Manfaat Pelatihan Kerja diselenggarakan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan.

      (2)

      Ketentuan lebih lanjut mengenai pembiayaan manfaat Pelatihan Kerja diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan. Bagian Kelima Pelaksanaan Pemberian Manfaat JKP


      Pasal 35

      Hak atas manfaat JKP diajukan paling banyak 3 (tiga) kali selama masa usia kerja dengan ketentuan:


    21. manfaat JKP pertama, diajukan oleh Peserta paling cepat setelah terpenuhinya masa iur dan kepesertaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3);

    22. manfaat JKP kedua, diajukan oleh Peserta paling sedikit setelah terpenuhinya masa iur selama 5 (lima) tahun sejak memperoleh manfaat JKP pertama; dan

    23. manfaat JKP ketiga, diajukan oleh Peserta paling sedikit setelah terpenuhinya masa iur selama 5 (lima) tahun sejak memperoleh manfaat JKP kedua.

      Pasal 36

      Manfaat JKP bagi Peserta yang mempunyai hubungan kerja dengan lebih dari 1 (satu) Pengusaha diberikan jika Peserta mengalami Pemutusan Hubungan Kerja.


      Pasal 37
      (1)

      Dalam hal Pengusaha tidak mengikutsertakan Pekerja/Buruh dalam program JKP dan terjadi Pemutusan Hubungan Kerja, Pengusaha wajib memenuhi hak Pekerja/Buruh berupa:


    24. manfaat uang tunai dengan perhitungan manfaat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) yang diberikan secara sekaligus; dan

    25. manfaat Pelatihan Kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30. (2) Kewajiban pemenuhan hak · Pekerja/Buruh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan bagi Pengusaha pada usaha mikro.

      Pasal 38

      Hak atas manfaat JKP tidak dapat dipindahtangankan, digadaikan, atau disita sebagai pelaksanaan putusan pengadilan.


      Pasal 39
      (1)

      Pengusaha yang menunggak iuran JKK dan JKM sebagai sumber pendanaan program JKP sampai dengan 3 (tiga) bulan berturut-turut dan terjadi Pemutusan Hubungan Kerja, BPJS Ketenagakerjaan wajib membayar manfaat uang tunai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) kepada Peserta. (2) Dalam hal BPJS Ketenagakerjaan telah membayar manfaat uang tunai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maka Pengusaha wajib melunasi tunggakan iuran. (3) Pengusaha yang menunggak iuran JKK dan JKM se bagai sumber pendanaan program JKP lebih dari 3 (tiga) bulan berturut-turut dan terjadi Pemutusan Hubungan Kerja, Pengusaha wajib membayar terlebih dahulu manfaat uang tunai kepada Peserta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1).

      (4)

      Dalam hal Pengusaha telah melunasi seluruh tunggakan iuran dan denda yang menjadi kewajibannya, Pengusaha dapat meminta penggantian manfaat uang tunai yang telah dibayarkan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), kepada BPJS Ketenagakerjaan.

      (5)

      Pengusaha mengajukan permintaan penggantian manfaat uang tunai kepada BPJS Ketenagakerjaan paling lama 3 (tiga) bulan sejak Pengusaha membayar hak Peserta.

      (6)

      BPJS Ketenagakerjaan wajib membayar penggantian manfaat uang tunai sebagaimana dimaksud pada ayat (4) paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak surat permintaan dan dokumen pendukung diterima secara lengkap dan benar oleh BPJS Ketenagakerjaan.


      Pasal 40

      Hak atas manfaat JKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 hilangjika Pekerja/Buruh:


    26. tidak mengajukan permohonan klaim manfaat JKP selama 3 (tiga) bulan sejak terjadi Pemutusan Hubungan Kerja;

    27. telah mendapatkan pekerjaan; atau

    28. meninggal dunia.

      Pasal 41

      Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian manfaat JKP diatur dengan Peraturan Menteri. BABV SUMBER PENDANAAN


      Pasal 42
      (1)

      Sumber pendanaan JKP berasal dari:


    29. modal awal pemerintah;

    30. rekomposisi iuran program jaminan sosial; dan/atau c. dana operasional BPJS Ketenagakerjaan.

      (2)

      Modal awal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan dana awal yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk pendanaan program JKP.

      (3)

      Dana awal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bukan merupakan kekayaan negara yang dipisahkan.

      (4)

      Dana awal dapat digunakan dalam hal iuran program yang diterima belum mencukupi untuk membayar manfaat program.

      (5)

      Ketentuan lebih lanjut mengenai dana awal diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.

      Pasal 43

      Dana operasional sebagaimana dimaksud dalam pasal 42 ayat (1) huruf c dapat digunakan untuk pendanaan program JKP dalam hal iuran program yang diterima dan dana awal belum mencukupi untuk membayar manfaat program JKP. RE: PUBLIK INOONESIA - 22 - BAB VI PEN GA WASAN KETENAGAKERJAAN


      Pasal 44

      Pengawasan ketenagakerjaan terhadap penerapan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini dilaksanakan oleh Pengawas Ketenagakerjaan pada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan dan/atau dinas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan provinsi.


      (1)

      BAB VII PENYELESAIAN SENGKETA

      Pasal 45

      Sengketa dalam antara Peserta dan/ a tau antara penyelenggaraan program JKP dengan BPJS Ketenagakerjaan Peserta dengan Pengusaha dapat diselesaikan secara musyawarah oleh para pihak yang bersengketa. (2) Sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan sengketa di bidang keperdataan dan sengketa mengenai hak-hak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa dan sengketa yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan dapat diadakan perdamaian. (3) Dalam hal penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak terlaksana maka penyelesaian dilakukan melalui mediasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Dalam hal mekanisme mediasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dapat terlaksana maka penyelesaiannya dapat diajukan ke pengadilan negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. BAB VIII SANKS! ADMINISTRATIF


      Pasal 46

      (1)

      Pengusaha yang melanggar ketentuan Pasal 2 ayat (1), Pasal 6 ayat (1), Pasal 8 ayat (1), Pasal 9, Pasal 23, Pasal 37 ayat (1), dan/atau Pasal 39 ayat (3) dikenai sanksi administratif berupa:

    31. teguran tertulis; dan

    32. tidak mendapatkan pelayanan publik tertentu.

      (2)

      Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara bertahap. (3) Teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan peringatan tertulis atas pelanggaran yang dilakukan oleh Pengusaha. (4) Tidak mendapatkan pelayanan publik tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan sanksi yang diberikan oleh unit pelayanan publik tertentu kepada Pengusaha yang tidak melaksanakan kewajiban sesua1 dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 47

      (1)

      Menteri, menteri terkait, gubernur, bupati/walikota, atau pejabat yang ditunjuk sesua1 dengan kewenangannya mengenakan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1) kepada Pengusaha.

      (2)

      Pengenaan sanksi administratif diberikan berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Pengawas Ketenagakerjaan yang berasal dari:

    33. pengaduan;dan/atau b. tindak lanjut hasil pengawasan ketenagakerjaan. RE: PUBLIK INDONESIA (3) Tindak lanjut hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Pengawas Ketenagakerjaan dituangkan dalam nota pemeriksaan. (4) Dalam hal nota pemeriksaan tidak dilaksanakan oleh Pengusaha, Pengawas Ketenagakerjaan menyampaikan laporan ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan beserta nota pemeriksaan kepada:

    34. direktur jenderal yang membidangi pengawasan ketenagakerjaan pada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan, untuk Pengawas Ketenagakerjaan di kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan; atau

    b. kepala dinas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan provinsi, untuk Pengawas Ketenagakerjaan pada dinas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan provinsi. (5) Direktur jenderal atau kepala dinas sebagaimana dimaksud pada ayat (4) menyampaikan rekomendasi kepada pejabat yang berwenang mengenakan sanksi administratif. (6) Menteri terkait, gubernur, bupati/walikota, atau pejabat yang ditunjuk memberitahukan pelaksanaan pengenaan sanksi administratif kepada Menteri. BAB IX KETENTUAN PENUTUP Pasal 48 (1) Untuk kepesertaan JKP, BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan melakukan integrasi data kepesertaan JKP. PRE: SIOEN (2) Integrasi data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama dalam waktu 6 ( enam) bulan sejak Peraturan Pemerintah ini berlaku. (3) Dalam masa integrasi data sebagaimana dimaksud pada ayat (2), BPJS Ketenagakerjaan dapat melakukan pendaftaran kepesertaan JKP tanpa memperhatikan kepesertaan JKN. (4) Dalam hal sesudah masa integrasi dan terdapat kepesertaan JKP yang tidak memenuhi persyaratan kepesertaan JKN maka iuran yang telah dibayarkan Pemerintah Pusat diperhitungkan dalam pembayaran iuran JKP berikutnya. Pasal 49 Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, ketentuan mengenai pengelolaan aset danajaminan sosial kecelakaan kerja dan dana jaminan sosial kematian yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2013 ten tang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 256, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5486) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2013 ten tang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 179, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5724), diberlakukan untuk pengelolaan aset dana jaminan sosial pekerjaan sampa1 dengan berlakunya perundang-undangan yang mengatur pengelolaan aset dana jaminan sosial pekerjaan. Pasal 50 kehilangan peraturan mengenai kehilangan Peraturan Pemerintah m1 mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 2 Februari 2021 Diundangkan di Jakarta pada tanggal 2 Februari 2021 MENTER! HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. YASONNA H. LAOLY ttd. JOKOWIDODO PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2021 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KEHILANGAN PEKERJAAN I. UMUM Dalam Pasal 28H ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 diamanatkan bahwa setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat. Pemerintah mempunyai komitmen melaksanakan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Sistem jaminan sosial nasional pada dasarnya merupakan program negara yang bertujuan memberi kepastian pelindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Melalui sistem jaminan sosial nasional, setiap penduduk diharapkan dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak apabila terjadi hal-hal yang dapat mengakibatkan hilang atau berkurangnya pendapatan, karena menderita sakit, mengalami kecelakaan, kehilangan pekerjaan, memasuki usia lanjut, pensiun, atau meninggal dunia. Untuk mewujudkan sistem jaminan sosial nasional dimaksud, Pemerintah telah mengundangkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 ten tang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Dalam Undang- Undang Nomor 24 Tahun 2011 terse but telah ditetapkan 2 (dua) badan penyelenggara jaminan sosial yaitu BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. BPJS Kesehatan menyelenggarakan program JKN, sedangkan BPJS Ketenagakerjaan melaksanakan program JKK, JHT, JP, danJKM. Peraturan Pemerintah ini mengatur mengenai kepesertaan, iuran, manfaat, penyelenggaraan program JKP yang terintegrasi dalam suatu sistem yang efektif, sumber pendanaan, dan sanksi administratif. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. Pasa12 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "untuk mempertahankan derajat kehidupan yang layak" adalah bahwa dengan mendapatkan manfaat JKP, Pekerja/Buruh dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak saat terjadi risiko Pemutusan Hubungan Kerja dan berusaha mendapatkan pekerjaan kembali. Pasal 3 Cukup jelas. Pasal 4 Cukup jelas. Pasal 5 Cukup jelas. Pasal 6 Cukup jelas. Pasal 7 Cukup jelas. RE: '.PUBLIK INDONESIA - 4 - Pasal 8 Cukup jelas. Pasal 9 Cukup jelas. Pasal 10 Cukup jelas. Pasal 11 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Iuran yang dibayarkan oleh Pemerintah Pusat bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas. Ayat (8) Cukup jelas. Pasal 12 Cukup jelas. Pasal 13 Cukup jelas. Pasal 14 Cukup jelas. Pasal 15 Cukup jelas. Pasal 16 Cukup jelas. Pasal 17 Cukup jelas. Pasal 18 Cukup jelas. Pasal 19 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud "bersedia untuk bekerja kembali" yaitu bekerja sebagai pekerja penerima Upah atau berusaha mandiri atau wirausaha. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 20 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Hurufb Yang dimaksud dengan "cacat total tetap" adalah cacat yang mengakibatkan ketidakmampuan seseorang untuk melakukan pekerjaan. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 21 Cukup jelas. Pasal 22 Cukup jelas. Pasal 23 Cukup jelas. Pasal 24 Cukup jelas. Pasal 25 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "pengantar kerja" adalah pegawai negeri sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan pelayanan antarkerja. Yang dimaksud dengan "petugas antarkerja" adalah petugas yang memiliki kompetensi melakukan kegiatan antarkerja dan ditunjuk oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan pelayanan antarkerja. Pasal 26 Cukup jelas. PR.ESIOEN REPUBUK INDONESIA Pasal 27 Huruf a Yang dimaksud dengan "asesmen diri atau penilaian diri" adalah gambaran potensi diri Peserta yang didapatkan melalui asesmen secara daring atau luring. Huruf b Yang dimaksud dengan "konseling karir" adalah konsultasi yang diberikan kepada Peserta mengenai informasi dunia kerja meliputi spesifikasi jabatan dan Pelatihan Kerja yang dibutuhkan oleh Peserta. Pasal 28 Cukup jelas. Pasal 29 Cukup jelas. Pasal 30 Cukup jelas. Pasal 31 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "Lembaga Pelatihan Kerja milik Pemerintah" adalah Lembaga Pelatihan Kerja milik Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 32 Cukup jelas. Pasal 33 Cukup jelas. R.t: : PUBLIK INDONESIA Pasal 34 Cukup jelas. Pasal 35 Yang dimaksud "masa usia kerja" adalah rentang waktu seseorang mulai bekerja sampai dengan batas usia menerima manfaat pensiun sesua1 dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 36 Manfaat JKP bagi peserta yang bekerja lebih dari 1 (satu) Pengusaha tetap diberikan paling banyak 3 (tiga) kali selama masa usia kerja. Pasal 37 Ayat (1) Ketentuan dalam pasal ini tidak menghilangkan kewajiban Pengusaha untuk mengikutsertakan Pekerja/Buruh sebagai Peserta dalam program JKP. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 38 Cukup jelas. Pasal 39 Cukup jelas. Pasal 40 Cukup jelas. Pasal 41 Cukup jelas. Pasal 42 Cukup jelas. Pasal 43 Cukup jelas. Pasal 44 Cukup jelas. Pasal 45 Cukup jelas. Pasal 46 Cukup jelas. Pasal 47 Cukup jelas. Pasal 48 Cukup jelas. Pasal 49 Cukup jelas. Pasal 50 Cukup jelas. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6649

Webmentions

Anda dapat memberikan tanggapan atas peraturan ini dengan like, retweet/repost pada tweet yang mencantumkan tautan pada laman ini.

Tanggapan (0):