Penyelenggaraan Bidang Perkeretaapian

Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2021

Kerangka<< >>

Menimbang Menimbang Mengingat Menetapkan PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2O2I TENTANG PENYELENGGARAAN BIDANG PERKERE TAAPIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa untuk melaksanakan ketentuan pasal 56 dan Pasal 185 huruf b Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2o2o tentang Cipta Kerja, perlu menetapkan peraturan Pemerintah tentar,g Penyelenggaraan Bidang perkcretaapian;

  1. Pasal 5 ayar (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

  2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2OOT tentang Perkeretaapian (Lembaran Negara Republik Indonesii Tahun 2OO7 Nomor 65, 'l'ambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor aT22);

  3. Unclang-Undang Nomor 1 1 Tahur.r 2O2O tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Inclonesia Tahun 2O2O Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573); MEMUTUSKAN: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENYELENGGARAAN BIDANG PF]RKERETAAPIAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: Perkeretaapian adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas prasarana, sarana, dan sumber daya manusia, serta norma, kriteria, persyaratan, dan prosedur untuk penyelenggaraan transportasi Kereta Api. Perkeretaapian Umum adalah Perkeretaapian yang digunakan untuk melayani angkutan orang dan/atau barang dengan dipungut bayaran. Perkeretaapian Khusus adalah Perkeretaapian yang hanya digunakan untuk menunjang kegiatan pokok Badan Usaha tertentu dan tidak digunakan untuk melayani masyarakat umum. Kereta Api adaiah Sarana Perkeretaapian dengan tenaga gerak, baik berjalan sendiri maupun dirangkaikan dengan Sarana Perkeretaapian lainnya, yang akan ataupun sedang bergerak di Jalan Rel yang terkait dengan perjalanan kereta api. Prasarana Perkeretaapian adalah Jalur Kereta Api, stasiun Kereta Api, dan fasilitas operasi Kereta Api agar Kereta Api dapat dioperasikan. Jalur Kereta Api adalah jalur yang terdiri atas rangkaian petak Jalan Rel yang meliputi ruang manfaat Jalur Kereta Api, ruang milik Jalur Kereta Api, dan ruang pengawasan jalur Kereta Api, termasuk bagian atas dan bawahnya yang diperuntukkan bagi lalu lintas Kereta Api. Jalan Rel adalah satu kesatuan konstruksi yang terbuat dari baja, beton, atau konstruksi lain yang terletak di permukaan, di bawah, dan di atas tanah atau bergantung beserta perangkatnya yang mengarahkan jalann)/" Kereta Api.

  4. Sarana. . . 1 2 3 4 5 6 7 8. Sarana Perkeretaapian adalah kendaraan yang dapat bergerak di Jalan Rel. 9. Badan Usaha adalah Badan Usaha milik negara, Badan Usaha milik daerah, atau badan hukum Indonesia yang khusus didirikan untuk Perkeretaapian. 10. Awak Sarana Perkeretaapian adalah orang yang ditugaskan di dalam Kereta Api oleh Penyelenggara Sarana Perkeretaapian selama perjalanan Kereta Api.

  1. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan rlrusan pemerintahan di bidang perkeretaapian. BAts II PENYELENGGARAAN PERKERETAAPIAN Pasal 2 (1) Badan Usaha yang menyelenggarakan prasarana Perkeretaapian umum wajib memenuhi perizinan Berrrsaha terkait Prasarana perkeretaapian umum meliputi:
    1. izin usaha;

    2. izin pembangunan; dan

    3. izin operasi. . (2) Badan Usaha yang menyelenggarakan Sarana Perkeretaapian umum wajib memenuhi perizinan Berusaha terkait Sarana perkeretaapian umum meliputi:

    4. . izin usaha; dan

    5. izin operasi. (3) Badan Usaha sebagaimana dirnaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat berbentuk:

    6. Badan Usaha milik negara;

    7. Badan Usaha milik daerah; atau

    8. badan hukum Indonesia. (4) Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (3) didirikan khusus untuk n: enyelenggarakan Perkeretaapian. Pasal 3 (1) Pengadaan Badan Usaha penyelenggara prasarana Perkeretaaplan umum dilakukan melalui: a b c, tender; penunjukan langsung; atau penugasan. Tender sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan dalam hal sebagian atau seluruh investasinya bersumber dari Anggaran pendapatan dan Belanja Negara atau anggaran pendapatan dan belanja daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perunCang-undangan. Penunjukan langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dalam hal seluruh itrvestasinya tidak bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau anggaran pendapatan dan belanja daerah, dan tidak ada jaminan dari Pemerintah Pusat. (2t (3) Pasal 4 (1) Penugasan sebagaimana dimaksud daiam pasal 3 ayat (1) huruf c dapat dilakukan dalarn hal:

    9. setelah terlebih dahulu dilakukan tender dan mengalami kegagalan; atau

    10. tidak ada BaCan Usaha yang berminat karena tidak layak secara finansial. (21 Penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan batas waktu yang ditetapkan oleh Ivlenteri setelah dilakukan evaluasi peiayanan penyelenggaraan prasarana perkeretaapian. Pasal 5 Ketentuan lebih lanjut mengenai pengadaan Badan Usaha Penyelenggara Prasarana perkeretaapian umum sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 diatur dengan Peraturan Ment'eri. Pasal 6 (1) Badan Usaha yang telah ditetapkan sebagai pemenang tender, ditunjuk, atau ditugaskan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 untuk menyelenggarakan Prasarana Perkeretaapian umum wajib menandatangani perjanjian penyelenggaraan Prasarana Perkeretaapian umum dengan Menteri, gubernur, bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya. (21 Perjanjian penyelenggaraan Prasarana Perkeretaapian umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:

    11. perjanjian konsesi; atau

    12. perjanjian kedasama, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Perjanjian penyelenggaraan Prasarana Perkeretaapian umum sebagaimana dimaksud pada ayat (21 paling sedil<it memuat:

    13. lingkup penyelenggaraan;

    14. jangka waktu liak penyelenggaraan Prasarana Perkeretaapian umum;

    15. hak dan kewajiban termasuk risiko yang harus ditanggung para pihak, yang didasarkan pada prinsip pengalokasian risiko secara efidien dan seimbang;

    16. standar kinerja pelayanan serta prosedur penanganan dan keluhan masyarakat;

    17. sanksi dalam hal para pihak tidak memenuhi ketentuan perjanjian penyelenggaraan Prasarana Perkeretaapian umum;

    18. penyelesaian sehgketa;

    19. pemutusan ^' atau pengakhiran perjanjian penyelenggaraan;

    20. fasilitas . fasilitas penunjang Prasarana Perkeretaapian; keadaan memaksa; untuk perjanjian konsesi perlu diatur ketentuan mengenai penyerahan Prasarana Perkeretaapian dan fasilitasnya pada akhir masa hak penyelenggaraan; dan tarif awal dan formula penyesuaian tarif. Pasal 7 (1) Dalam hai jangka waktu perjanjian konsesi telah berakhir, Prasarana Perkeretaapian umum, lahan, dan seluruh aset yang diperhitungkan sebagai investasi dalam penyelenggaraan Prasarana Perkeretaapian umum diserahkan kepada:

    21. Menteri, untuk Perkeretaapian nasional;

    22. gubernur, untuk Perkeretaapian provinsi; atau

    23. bupati/wali kota, untuk Perkeretaapian kabupaten/kota. (2) Prasarana,Perkeretaapian lrmum, lahan, dan seluruh aset yang diperhitungkan sebagai investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

    24. jalur dan bangunan Kereta Api terdiri atas ruang manfaat Jalur Kereta Api, ruang milik Jalur Kereta Api, ruang pengawasan Jalur Kereta Api, terowongan, dan jembatan rel;

    25. stasiun Kereta Api;

    26. fasilitas operasi;

    27. depo;

    28. balai yasa; dan

    29. fasilitas pendukung lainnya. h J k (3) Prasarana Perkeretaapian umum, lahan, dan seluruh aset sebagai investasi dalam penyelenggaraan Prasarana Perkeretaapian umum yang telah diserahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan menjadi barang milik negara atau barang milik daerah. (4) Perjanjian konsesi yang telah berakhir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperpanjang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (5) Pengelolaan terhadap Prasarana Perkeretaapian umum, lahan, dan seluruh aset yang diperhitungkan sebagai investasi dalam penyelenggaraan prasarana Perkeretaapian umum yang telah diserahkan kepada Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dikerjasamakan dengan Badan Usaha untuk menyelenggarakan kegiatan penyelenggaraan Prasarana Perkeretaapian umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (6) Pengoperasian dan perawatan ^prasarana Perkeretaapian umum sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 8 (1) Dalam hal Badan Ijsaha Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian umum yang telah menandatangani perjanjian penyelenggaraan Prasarana perkeretaapian umum tidak melaksanakan kewajibannya sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian, Pemerintah Pusat atau pemerintah Daerah dapat membatalkan perjanjian. (2) Pernbatalan perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menghilangkan kewajrban dan tanggung ja'wab Badan Usaha terhadap pemenuhan peraturan perundang-undangan dan tuntutan pihak ketiga. Pasal 9 . PRES lDEN FIEPUBLIK INDONESIA Pasal 9 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara, persyaratan, dan pelaksanaan perjanjian penyelenggaraan Prasarana Perkeretaapian umum diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 10 Badan Usaha Penyelenggara Prasarana Perkeretaapian umum yang telah ditetapkan sebagai pemenang tender, ditunjuk, atau ditugaskan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 harus mengajukan izin pembangunan Prasarana Perkeretaapian umum sebelum rrremulai pelaksanaan pembangunan fisik. Pasal 1 1 (1) Permohonan izin pembangunan Prasarana Perkeretaapian umum diajukan oleh Badan Usaha kepada Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya. (21 Perrnohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilengkapi dengan persyaratan meliputi:

    30. rancang bangun yang dibuat berdasarkan ' perhitungan;

    31. gambar teknis;

    32. data lapangan;

    33. ^jadwal pelaksanaan;

    34. spesifikasi teknis;

    35. metode pelaksanaan; g.. telah membebaskan tanah paling sedikit 5% (lima persen) dari total tanah yang dibutuhkan;

    36. analisis mengenai darnpak lingkungan hidup atau UKL-UPL; dan

    37. memenuhi ketentuan mendirikan bangunan dari instansi /arrg berwenang.

      (3)

      Spesifikasi teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (21 huruf e disahkan oleh Menteri. (41 Izin pembangunan Prasarana Perkeretaapian umum diberikan paling lama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk setiap kali paling lama 5 (lima) tahun. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (21 diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 12 (1) Untuk memperoleh izin operasi Prasarana Perkeretaapian, Badan Usaha wajib memenuhi persyaratan:

    38. Prasarana Perkeretaapian yang telah dibangun telah sesuai dengan persyaratan kelaikan teknis dan op,erasional Prasarana Perkeretaapian dan telah lulus uji pertama sebagaimana dimaksud dalam Pasal l4l ayat (2) huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2OO9 tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian sebagaimana telah diubah dengan ^peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2OO9 tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian;

    39. men5rusun sistern dan prosedur pengoperasian dan perawatan Prasarana Perkeretaapian;

    40. tersedianya tenaga perawatan prasarana Perkeretaapian, tenaga pemerikba prasarana Perkeretaapian, dan petugas pengoperasian prasarana Perkeretaapian yang dibuktikan dengan sertifikat;

    41. menyediakan peralatan untuk perawatan prasarana Perkeretaapian; dan membuat dan melaksanakan sistem keselamatan. manaJemen e (2) Ketentuan PFIES IDEN REPUBLIK INDONESIA (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman pembuatan dan pelaksanaan sistem manajemen keselamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 13 (1) Badan Usaha yang memiliki izin usaha penyelenggaraan Sarana Perkeretaapian umum dapat mengajukan permohonan izin operasi Sarana Perkeretaapian umum kepada:

    42. Menteri, untuk pengoperasian Sarana Perkeretaapian umum yang jaringan lalurnya melintasi batas wilayah provinsi dan/atau batas wilayah negara;

    43. gubernur, untuk pengoperasian Sarana Perkeretaapian umum yang jaringan jalurnya melintasi batas wilayah kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi; atau

    44. bupati/wali kota, untuk pengoperasian Sarana Perkeretaapian umum yang jaringan jalurnya dalam wilayah kabupaten/ kota. (21 Untuk memperoleh izin operasi . sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan Usaha Penyelenggaraan Sarana Perkeretaapian umum wajib memenuhi persyaratan:

    45. memiliki studi kelayakan;

    46. memiliki paling sedikit 2 (dua) rangkaian Kereta Api sesuai dengan spesifikasi teknis Sarana Perkeretaapian;

    47. Sarana Perkeretaapian yang akan dioperasikan telah lulus uji pertama yang dinyatakan dengan sertifikat uji pertama;

    48. tersedianya Awak Sarana Perkeretaapian yang memiliki sertifikat kecakapan, serta tenaga perawatan, rlan tenaga pemeriksa Sarana Perkeretaapian yang memiliki sertifikat keahlian;

    49. men5rusun sistem dan prosedur pengoperasian, pemeriksaan, dan perawatan Sarana Perkeretaapian;

    50. menyediakan fasilitas perawatan Sarana Perkeretaapian;

    51. lintas pelayanan telah ditetapkan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya; dan

    52. membuat dan melaksanakan sistem manajemen keselamatan. (3) Izin operasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan paling lama S (lima) tahun cian dapat diperpanjang untuk setiap kali paling lama S (lima) tahun. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman pembuatan dan pelaksanaan sistem manajernen keselamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf h diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 14 (1) Badan Usaha yang telah mendapatkan persetujuan prinsip pembangr-lnan perkeretaapian Khusus dapat mengajukan perrrrohonan izin pembangunan Perkeretaapian Khusus kepada:

    53. Menteri, untuk penyelenggaraan perkeretaapian Khusus yang jaringan jalurnya melintasi batas wilayah provinsi;

    54. gubernur, untuk penyelenggaraan perkeretaapian Khusus yang jaringan jalurnya melintasi batas wilayah kabupaten/kota dalam I (satu) provinsi; atau PRE S I DEN REPUBLIK INDONESIA (2) Permohonan izin pembangunan Perkeretaapian Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disertai dengan dokumen:

    55. surat persetujuan prinsip pembangunan Perkeretaapian Khusus;

    56. rancang bangun yang dibuat berdasarkan perhitungan;

    57. gambar-gambar teknis;

    58. data lapangan;

    59. ^jadwal pelaksanaan;

    60. spesifikasi teknis;

    61. metode pelaksanaan;

    62. bukti pembebasan tanah paling sedikit 5% (lima persen) dari luas tanah yang dibutuhkan;

    63. analisis mengenai dampak lingkungan atau UKL- UPL; dan

    64. memenuhi ketentuan mendirikan bangunan dari instansi yang berwenang. Pasal 15 (1) Untuk memperoleh izin operasi Perkeretaapian Khusus, Badan Usaha wajib memenuhi persyaratan:

    65. pembangunan prasarana dan pengadaan Sarana Perkeretaapian khusus telah dilaksanakan sesuai dengan persyaratan kelaikan dan telah lulus uji pertama;

    66. menyusun sistem dan prosedur pengoperasian, pemeriksaan, dan perawatan Prasarana dan Sarana Perkeretaapian khusus;

    67. tersedianya petugas pengoperasian Prasarana Perkeretaapian, Awak Sarana Perkeretaapian, tenaga perawatan serta tenaga pemeriksa Prasarana dan Sarana Perkeretaapian khusus yang memiliki sertifikat kompetensi;

    68. menyediakan fasilitas perawatan Sarana Perkeretaapian; dan

    69. membuat dan melaksanakan sistem manajemen keselamatan. (21 Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman pembuatan dan pelaksanaan sistem manajemen keselamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 16 (1) Sanksi administratif diberikan dengan tahapan:

    70. peringatan tertulis;

    71. pembekuan izin atau sertifikat;

    72. pencabutan izin atau sertifikat; dan/atau

    d. denda administratif. (21 Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya. (3) Pengenaan denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 17 (1) Sanksi peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a dikenai paling banyak 3 (tiga) kali secara berturut-turut masing-masing dalam jangka waktu 15 (lima belas) hari. PFIES IDEN REPUBLIK INDONESIA (21 Dalam hal peringatan sebagaimana dimaksud pada avat (1) diabaikan, dilakukan pembekuan izin atau sertifikat dalam jangka waktu 30 (tiga putuh) hari. (3) Dalam hal Badan Usaha tidak melaksanakan kewajibannya sesuai jangka waktu pembekuan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Badan Usaha tersebut dikenai sanksi pencabutan rzin atau sertilikat. BAB III KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 18 (1) Pemerintah Pusat melakukan evaluasi atas pelaksanaan Peraturan pemerintah ini dengan memperhatikan perkembangan dan ,peningkatan ekosistem investasi dan kegiatan berusaha dalam rangka percepatan cipta kerja. (21 Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Menteri yang dikoordinasikan oleh menteri yang menyelenggarakan koordinasi, si,kronisasi, dan pengendalian urusan kementerian dalam penyelenggaraan pemerintahan di bidang perekonomian. Pasal 19 Dalam hal Peraturan Pemerintah ini memberikan pilihan tidak mengatur, tidak lengkap, atau tidak jelas, danf atau adanya stagnasi pernerintahan, Menteri dapat melakukan diskresi untuk mengatasi persoalan konkret dalam penyelenggaraan urusarl pernerintahan di bidang Perkeretaapian. BAB IV . 16 BAB IV KETENTUAN PERALIHAN Pasal 20 Ketentuan pelaksanaan Perizinan Berusaha yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini tidak berlaku bagi pelaku usaha/pihak yang telah mendapatkan ^perizinan Berusaha sebelum Peraturan Pemerintatr ini berlaku, kecuali ketentuan tersebut lebih menguntungkan bagi pemegang P erizinan Berusaha dimaksud. Pasal 2 1 Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Perizinan Berusaha yang sudah terbit masih tetap berlaku sampai dengan berakhirnya Perizinan Berusaha tersebut. BAB V KETENTUAN PENUTUP Pasal 22 Perizinan Berusaha di bictang Perkeretaapian dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penyelenggaraan Perizinan Berusaha berbasis risiko. Pasal 23 Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berraku, semua peraturan pelaksanaan dari Peraturan pemerintah yang telah diubah oleh Peraturan pemerintah ini dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini. Pasal 24 Pasal 24 (1) Pada saat Peraturarr Pemerintah ini mulai berlaku, ketentuan Pasal 305, Pasal 306, Pasal 306A, pasal 3068, Pasal 306C, Pasal 307, Pasal 308, pasal 308A, Pasal 3088, Pasal 310, Pasal 311, pasal 314, pasal 315, Pasal 316, Pasal 317, Pasal 318, ^pasal 321, pasal 331, Pasal 346, Pasal 356, Pasal 365, dan pasal 399 Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2OO9 Nomor l2g, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5048) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor' 56 Tahun 2OO9 tentang Penyelenggaraan ^perkeretaapian (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 2OlT Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6022), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. (21 Terhadap pasal yang dicabut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang menjadi acuan pada peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2OO9 tentang Penyelenggaraan Perkeretaapian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2OO9 Nomor l2g, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5048) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2OO9 tentang Penyelenggaraan perkeretaapian (Lembaran Negara Republik Inclonesia Tahun 2OlT Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6022), pengacuannya menyesuaikan dengan pasal dan ayat dalam Peraturan pemerintah ini. Pasal 25 Peraturan Pemerintah ini diundangkan. mulai berlaku pada tanggal Agar PFIES IDEN REPUBLIK TNDONESIA Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 2 Februari 2O2l JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 2 Februari 2O2l MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. YASONNA H. LAOLY PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2O2I TENTANG PENYELENGGARAAN BIDANG PERKERETAAPIAN UMUM Untuk mencapai tujuan pembangunan nasional sebagaimana telah diatur dalam alinea ke-4 Undang-Undang Dasar Negara Repubtit< Indonesia Tahun 1945, mewujudkan wawasan nusantara serta memantapkan ketahanan nasional, diperlukan sistem transportasi nasional yang memiliki posisi penting dan strategis dalam pembangunan nasionat yang berwawasan lingkungan. Perkeretaapian merupakan salah satu transportasi untuk memperlancar roda perekonomian, membuka akses ke dalrah pedalaman atau terpencil, mernperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, menegakkan kedaulatan negara, serta mempengaruhi semua aspek kehidupan masyarakat. Pentingnya Perkeretaapian tercermin pada semakin meningkatnya kebutuhan jasa angkutan bagi mobilitas orang serta barang di dalam negeri, dari dan ke luar negeri, serta berperan sebagai pendoron[ dan penggerak bagi pertumbuhan daerah dan pengLmbangan wltayan. Menyadari peran Perkeretaapian tersebut, penyelenggaraan Perkeretaapian harus ditata dalam satu kesatuan sistem transportasi nasional secara terpadu dan mampu mewujudkan penyediaan jasa transportasi yang seimbang dengan tingkat kebutuhan, selamat, aman, efektif, dan efisien. Undang-Undang Nomor 1 1 Tahun 2O2O tentang Cipta Kerja merupakan upaya Pemerintah Pusat untuk menciptakan dan memperllas lapangan kerja dalam rangka penurllnan jumlah pengangg,r.a., -da. menampung pekerja baru serta mendorong pengembangan koperasi dan usaha mikro] kecil, dan menengah dengan tujuan untuk meningkatkan perekonomlan nasional yang akan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakdt. I PRES lDEN REPUBLIK INDONESIA Kebijakan dan langkah-langkah strategis Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2O2O tentang Cipta Kerja yang memerlukan keterlibatan J.-u. pihak yang terkait, dan terhadap hal tersebut perlu menyusun dan menetapkan tindak lanjut dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2O2O tentang -ipt" Kerja dengan tujuan untuk menciptakan lapangan kerja yang seluas-hr"..ry" bagi rakyat Indonesia secara merata di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam rangka memenuhi hak atas penghidupan yang layak. Untuk melaksanakan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2O2O tentang Cipta Kerja dan sebagai upaya untuk mendorong kemajuan penyelenggaraan Perkeretaapian nasional yaitu dilakukan dengan cara memberikan kemudahan berusaha untuk mendorong investasi di bidang Penyelenggaraan Perkeretaapian. Oleh karena itu, perlu dilakukan penyederhanaan terhadap proses perizinan Penyelenggaraan Perkeretaapian. Selanjutnya, dalam rangka menjamin keselamatan, kenyamanan, keamanan, kelancaran, dan ketertiban operasional Kereta Api, maka penyediaan dan pernbangunan Prasarana Perkeretaapian dan pengadaan Sarana Perkeretaapian harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Berdasarkan hal tersebut di atas periu ditetapkan Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan Bidang Perkeretaapian. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Pasal 3 Cukup jelas. Pasal 4 Cukup jelas. Pasal 5 Cukup jelas. Pasal ini berasal dari Pasal 305 peraturan pcmerintah Nomor 56 Tahun 2oo9 tentang Penyelenggaraan perkeretaapian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2oo9 Nomor l2g, Tambahan Lembaran Negara Repubtik Indonesia Nomor SO48). Pasal 6 PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA Pasal 6 Pasal 7 Cukup jelas. Pasal 8 Cukup jelas. Pasal 9 Cukup jelas. Pasal 10 Cukup jelas. Pasal 1 1 Pasal Pasal Pasal ini berasal dari Pasal 307 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2ol7 tentang Perubahan atas Peraturan pemerintah Nomor 56 Tahun 2oo9 tentang Penyelenggaraan perkeretaapian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2olr Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6022). Pasal ini berasal dari Pasal 32I Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2oo9 tentang Penyelenggaraan perkeretaapian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2oo9 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor SO48). t2 Pasal ini berasal dari Pasal 331 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2Ol7 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2oo9 tentang Penyelenggaraan perkeretaapian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2ol7 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6022). 13 Pasal ini berasal dari Pasal 346 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2Ol7 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2oo9 tentang Penl'elenggaraan perkeretaapian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2olr Norrror 29, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6022). Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Huruf g Cukup jelas Huruf h Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (a) Cukup jelas Menyediakan fasilitas perawatan sarana perkeretaapian dapat berupa milik sendiri, sewa, atau dilakukan melalui kerja sama dengan Badan Usaha lain. Pasal 14 Pasal ini berasal dari Pasal 356 Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2oo9 tentang Penyelenggaraan perkeretaapian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2oog Nomor i2b, Tarnbahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5O4g). Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Ayat (21 Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Data lapangan meliputi, antara lain, data hujan, data gempa, dan data tanah. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Cukup jelas. Huruf i Cukup jelas. Huruf j Cukup jelas. Pasal 15 Pasal ini berasal dari Pasal 365 Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2OL7 tentang Pei'ubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2OO9 tentang Pcnyelenggaraan Perkeretaapian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2olr Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6022). Pasal 16 Cukup jelas. Pasal 17 Pasal 17 Pasal ini berasal dari Pasal 399 Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2oo9 tentang Penyelenggaraan perkeretaapian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2oo9 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5048). Pasal 18 Cukup jelas. Pasal 19 Cukup jelas. Pasal 20 Cukup jelas. Pasal 21 Cukup jelas. Pasal 22 Cukup jelas. Pasal 23 Cukup jelas. Pasal 24 Cukup jelas. Pasal 25 Cukup jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6645

Webmentions

Anda dapat memberikan tanggapan atas peraturan ini dengan like, retweet/repost pada tweet yang mencantumkan tautan pada laman ini.

Tanggapan (0):