Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup

Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021

Kerangka<< >>

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2021 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLI N DU NGAN DAN PENGELO I-AAN LINGKUNGAN HIDUP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 22 dan pasal 185 huruf b Undang-Undang Nomor I 1 Tahun 2O2O tentang Cipta Kerja, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup; Menimbang Mengingat 1. 2. 3. Pasal 5 ayat 12) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2OOg tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2OOg Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2O2O tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2O2O Nomor 245, Tambahan l.embaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573); Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2O2O tentang Cipta Kerja (l,embaran Negara Republik Indonesia Tahun 2O2O Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573); MEMUTUSKAN SALINAN Menetapkan MEN,IUTUSI(AN: PERATURAN PEMERINTAH TENTANC} PENYELENGGARAAN PERLINDI.INGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP. BAB I KETENTUAN UI.{UM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: Lingkungan I{idup adalah kesatuan ruang dengan sernuA benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termas,rk manusia darr perilakunya, yang mempengarutri alanr itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk mel.estarikan fungsi Lingkungan Hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan Lingkurrg"r, Hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum. Perizinan Berusaha adalatr legalitas yang drberrkan kepada Pelaku Usaha untuk memulai dan menjarankan usaha dan/atau kegiatannya. Persetujuan Lingkungan adalah Keputusan Kelayakan Lingkrrngan Hidup atau pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang tela.h me,dapatkan persetujuan dari Pemerintah pusat atau pemerintah Daerah. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup yang selanjutnya disebut Amdal adalah Kajian -..rg.rrri dampak penting pada Lingkungan Hidup dari suatu usaha dan/atau kegiatan yailg direncana.kan, untuk digunakan sebagai prasjiarar. pengambilan keputusarr tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan serta termuat dalam Perizinan Berusaha, a.tau persetujuan Pemerintah R"rsat atau Pemerintah Daerah. 1 2 3 4 5 6 Upaya 6. Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup i,ang selanjutnya disebrrt UKL-UPL adalah rangkaian proses pengelolaan Can pemantauan Lingkungan Hidup yang dituangkan dalam bentuk standar untuk digunakan sebagai prasyarat pengambilan keputusan serta terrnuat dalam perizinan Berusaha, at-au persetujuan Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah. 7. Keputusan l(elayakan Lingkungan Hidup adalah keputusan yang menyatakan kelayakan Lingkungan Hidup dari suatu rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang waiib dilengkapi dengan Amdal. 8. Pernyataan Kesanggupan pengelolaan LingkLrngan Hidrrp adalah standar pengelolaan Lingkungan Hidup dan pemantauan Lingkungan Hidup dari penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan yang telah mendapatkan persetujuan dari Pemerintah pusat atau pemerintah Daerah bagi Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib UKL- UPL. 9. Surat Pernyataan Kesanggupan pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup yang selanjutnya disebut SPPL adalah pernyataan kesanggupan dari penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan untuk melakukan pengelolaan dan pemantauan Lingkungan Hidup atas Dampak Lingkungan Hidup dari Usaha dan/atau Kegiatannya di luar Usaha danlatau Kegiatan yang wajib Amdal atau UKL-UPL. 10. Persetujuan Pemerintah adalah bentuk keputusan yang diterbitkan oleh Pemerintah pusat atau pemerintali Daerah sebagai dasar pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh Instansi ^pemerintah. 11. Usaha dan/atau Kegiatan adalah segala bentuk aktivitas yang dapat menimbulkan perubahan terhadap rona Lingkungan Hidup serta menyebabkan dampak terharJap Lingkungan Hidup. 12. Dampak Lingkungan Hidup adalah pengaruh perubahan pada Lingkungan Hidup yang diakibatkan oleh suatu Usaha dan/atau Kegiatan. 13. Dampak Penlirrg a"dalah perubahan I.ingkungan Hidup yang sangar mendasar yang diakibatkan oleh suatu Usaha dan/atau Kegiatan. 14. Formulir 14. Formulir UKL-UPL adalah isian ruang lingkup uKL-upL. 15. Formulir Kerangka Acuan adalah isian ruang lingkup kajian analisis Dampak Lingkungan Hidup y"rg merupakan hasil pelingkuparr. 16. Analisis Dampak Lingkungan Hidup yang selanjutnya disebut Andal adalah telaahan secara cermat dan mendalam tentang Dampak penting suatu rencana Usaha dan/atau Kegiatan. 17. Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup yang selanjutnra disebut RKL adalah upaya penanganan dampak teihadap Lingkungan Hidup yang ditimbulkan akibat dari ,..r.r.ro Usaha dan/atau Kegiatan. 18. Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup Rinci yang selanjutnya disebut RKL Rinci adalah upaya penanganan dampak terhadap Lingkungan Hidup yang eiti.,.,butt a., akibat dari 'encana Usaha dan/atau Kegiatan ya,ng berada dalam kawasan yang sudah mernilki Amdal kawasan. 19. Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup yang selanjutnya disebut RpL adalah upaya pemantauan komponen Lingkungan Hidup yang terkena darnpak akibat dari rencana Usaha dan/atau Kegiatan. 20. Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup Rinci yang selanjutnya disebut RPL Rinci adalah upaya pemalrtauan komponen Lingkungan Hidup yang terkena dampak akibat dari rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang berada dalam Kawasan yang sudah memilki Amdal kawasan. 21. Lembaga uji Kelayakan Lingkungan Hidup adalah lembaga yang dibentuk oleh pemerintah pusat untuk melakukan uji kelayakan. 22. Tim Uji Kelayakan Lingkungan Hidup adalah tirn yang dibentuk oleh Lembaga uji Kelayakan Lingkungan Hiauf yang berkedudukan di pusat dan daerah urrtui< melakukan uji kelayakan 23- Sistem Informasi Lingkungan Hidup adalerh sistem kombinasi dari teknologi informasi dan aktivitas orang yang menggunakan teknologi untuk mendukung operasi dan manajernen Lirrgkungan Hidup. 24. Pelaku asl dampak tidak penting pada Lingkungan HirJup terhadap Usaha dan/atau Kegiatan ,vang terah berjalarr ,ntui< digunakan sebagai instrumen perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. 28- Pencemaran Lingkungan Hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, clan/atau komponen lain ke dalam Lingkungan Hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku muttr Lingkungan Hidup yang telah ditetapkan. 29. Kerusakan I ingkungan Hidup adalah perubahan langsung dan/atau tidak langsung terhadap sifat fisrk, kimia, dan/atau hayati Lingkungan Ciaup yang melampaui Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hioup.- 30. Perusakan Lingkungan Hidup adalah tindakan orangyang menimbulkan perubahan langsung atau tidak tangsun[ terhadap sifat fisik, kimia, cian/atau hayati Lingkungan Hidup sehingga melampaui Kriteria glku Kerusakan Lingkungan Hidup. 31. Penanggulangan Pencemaran Lingkungan Hidup dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup adalah carA atau proses untuk mengatasi pencemaran Lingkungan Hiclup dan/atau Perusakan Lingkungan Hidup. 32. Perlindungan dan pengeloraan Mutu Air adalah upaya sistematis dan terpadu J/ang dilakukan untuk rn".r3"g, Mutu Air. 33. Daerah 33. Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disingkat DAS adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak sungainya, yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau atau ke laut secara alamiah, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan. 34. Cekungan Air Tanah yang selanjutnya disingkat CAT adalah suatu wilayah yang dibatasi oleh batas hidrogeologis, tempat semua kejadian hidrogeologis, seperti pengimbuhan, pengaliran, dan pelepasan air tanah berlangsung. 35. Badan Air adalah air yang terkumpul dalam suatu wadah baik alami maupun buatan yang mempunyai tabiat hidrologikal, wujud fisik, kimiawi, dan hayati. 36. Pencemaran Air adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, er: .ergi, danlatau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia sehingga melampaui Baku Mutu Air yang telah ditetapkan. 37. Mutu Air adalah ukuran kondisi air pada waktu dan tempat tertentu yang diukur dan/atau diuji berdasarkan parameter tertentu dan metode tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 38. Baku Mutu Air adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, ertergi, atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya di dalam air. 39. Mutu Air Sasaran adalah lvlutu Air yang ditentukan pada waktu tertentu untuk mencapai Baku Mutu Air yang ditetapkan. 40. Air Limbah adalah air yang berasal dari suatu ptoses dalam suatu kegiatan. 41. Baku Mutu Air Linibah adalah ukuran batas atau kadar unsur pencemar dan/atau jumlah unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam Air Limbah yang akan dibuang atau dilepas ke dalam media air dan tanah dari suatu Usaha dan/atau Kegiata-n. 42. Udara 42. Udara Ambien adalah udara bebas di permukaan bumi pada lapisan troposfir yang berada di dalam wilayah yurisdiksi Republik Indonesia yang dibutuhkan dan berpengaruh terhadap kesehatan manusia, makhluk hidup, dan unsur Lingkungan Hidup lainnya. 43. Mutu Udara adalah ukuran kondisi udara pada waktu dan tempat tertentu yang diukur dan/atau diuji berdasarkan parameter tertentu dan metode tertentu berdasarkan ketentuan peraruran perundang-undangan. 44. Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Udara adalah upaya. sistematis dan terpadu yang dilakrrkan untuk rnenjaga Mutu Udara. 45. Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Murtu Udara yang selanjutnya disingkat RPPMU adalah perencanaan yang memuat potensi, masalah, dan upaya Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Udara dalam kurun waktu tertentu. 46. Wilayah Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Udara yang selanjutnya disingkat WPPMU adalah wilayah yang dibagi dalam beberapa area untuk perencanaan Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Udara. 47. Pencemar Udara adalah zat, energi, dan/atau komponen lainnya yang menyebabkan terjadinya pencemaran udara. 48. Sumber Pencemar Udara adalah setia.p kegiatan manusia yang mengeluarkan Pencemar Udara ke dalam Uda.ra Ambien. 49. Pencemaran Udara adalah masuk atau dimasukkannya zat, energi, dan/atau komponen lainnya ke dalam Udara Ambien oleh kegiatan manusia sehi.ngga melampaui Baku Mutu Udara Ambien yang telah ditetapkan. 50. Baku Mutu Udara Ambien adalah nilai Pencemar Udara yang ditenggang keberadaannya dalam Udara Ambien. 51. Emisi ad.alah Pencemar Udara yang dihasilkan dari kegiatan manusia yang masuk dan/atau dimasukkannya ke dalam udara, mempunyai danlatau tidak mempunyai potensi Pencemaran Udara. 52. Beban 52. Beban Emisi aCalah jumlah Pencemar Udar-a yang dibuang cleh suatu Usaha dan/atau Kegiatan ke Udara Ambierr. 53. Baku l,{rrtu Emlsi adalah nilai Pencemar Udare maksimum yang diperbolehkan masuk atau dimasrrkkan ke dalam Udara Ambien. 54, Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Laut a.dalah 'lpaya sistcmatis dan terpadu yang diiakukan untuk rnenjaga Ilutu Laut. 55. Laut adalah ruang perairan di muka burrri yang menghubungkan daratan dengan daratan dan berrtuk- bentuk alamiah lainnya, yang merupakan kesatuan geografis dan ekologis beserta segenap unsur terkait, dan yang batas dan sistemnya ditentukan oleh peraturan perundang-undangan dan hukum internasiclnal. 56. Arr Laut adalah air yang berasal dari Laut atau sarrruclera yang memiliki salinitas 0,5 sampai dengarr 3O practical salinitg unil (psu) atau lebih dari 30 psu. 57. lt{utu Laut adalah ukuran kondisi Laut pada waktu Carr tempat tertentu yarlg diukur dan/atau diuji berdasarkan parameter tertentu dan metode tertentu berdasarkan ketentuan peraturan perLlndang-undangan. 58. Baku Mutu Air Laut adalah ukuran batas atau kadar makhluk ludup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya di dalam Air Laut. 59. Kriteria Baku Kerusakan Lingliungan Hidup adalah ukuran batas perubahan sifat fisik, kimia, dan/atau. hayati Lingkungan Hidup yang dapat ditenggarrg oleh Lingkungan Hidup untuk dapat tetap melestarikan fungsinya. 60. Pencemaran Laut adalah masuknva atau dirnasukannya makhiuk hidup, zat, erlergi, dan/atau komporlen lain ke dalam lirrgkungan Laut oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan Laut tidak sesuai lagi dengan Baku Mutu Air Laut. 61. Kerusakan 61. Kerusakan Laut adalah perubahan langsung dan/atau tidak langsur.g terhadap sifat fisik, kimia, dan/atau hayati Laut yang melanrpaui kriteria baku kerusakan yang telah ditetapkan. 62. Pengendalian Pencemaran dan/atau Kerusakan Laut adalah setiap upaya atau kegiatan pencegahan dan/atau penanggrlangan dan/atau pemulihan Pencemaran Laut dan/atau Kerusakan Laut. 63. Status Mutu Laut adaiah tingkatan Mutu Laut pada lokasi dan waktu tertentu yang dinilai berdasarkan Baku Muter Air Laut dan/atau kriteria baku kerusakan ekosrstern Laut. 64. Terumbu Karang adalah suatu ekosistem yang hidup di clasar perairan dan berupa bentukan batuan ka.pur terdiri dari polip-polip karang dan organisme-organisme kecil lain yang hidup dalam koloni. 65. Mangrove adalah vegetasi pantai yang memiliki morfologi khas dengan sistem perakaran yang mampu beradaptasi pada daerah pasang surut dengan substrat lumpur atau lumpur berpasir. 66. Padang Lamun adalah hamparan lamun yang hidup dan tumbuh di laut dangkai, mempunyai akar, rimpang, daun, bunga dan buah, dan berkembang biak secara generatif dan vegetatif. 67. Bahan Berba.haya dan Beracun yang selanjutnya disingkat 83 adalah zat, energi, darrf atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jurmlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak Lingkungan Hidup, dan/atau membahayakan Lingkungan Hidup, kesehatan. serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain. 6E. Limbah adalah sisa suatu Usaha dan/atau Kegiatan. 69. Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disebut Limbah 83 adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan tang rnengandung 83. -/ A. Limbah Non Bahan Berbahaya dan Beracun i-atig selanjutnya disebut Limbah nonB3 adalah sisa suatu Usaha dan/atau Kegiatan yang tidak menurijukkan karakteristik Limbah E}3. 7 7. Prosedur Pelindian Karakteristik Beracun (Toxicitg Characteistic .Leaching Procedure) yang selanjutnya disingkat TCLP adalah prosedur iaboratorium untuk memprediksi potensi pelindian 83 dari suatu Limbah. 72. Uji Toksikologi Lethal Dose-S0 yang selanjutnya disebut Lli Toksikologi LDso adalah uji hayati untuk mengukur hubungan dosis-respon antara Limbah 83 dengan kematian hewan uji yang menghasilkan 50% (lima puluh persen) respon kematian pada populasi hewan uji. 73. Simbol Limbah 83 adalah gambar yang menunjtrkkan karakteristik Limbah 83. 74. Label Limbah 83 adalah keterangan mengenzri Limbah 83 yang berbentuk tulisan yang berisi informasi mengenai Penghasil Limbatr 83, alamat Penghasii Limbah 83. waktu pengemasan, jumlah, dan karakteristik Limbah 83. -/5. Pelabelan Limbah 83 adalah proses penandaarr ata-r.r pemberian label yang clilekatkan atau dibubuhkan pada. kemasan langsung Limbah 83. 76. Ekspor Limbah 83 adalah kegiatan mengeluarkan Limbah E}3 dari Indonesia 77. Notifikasi daerah pabean Negara Kesatuan Republik Ekspor Limbah 83 adalah pemberitahuan terlebih dahulu dari otoritas negara eksportir kepada otoritas negara penerima sebelum dilaksanakan perpindahan lintas batas Limbah 83. 78. Pengelolaan Limbah 83 adalah kegiatan yang meriputi pengurangan, penyimpanan, pengumpulan, pengangkLltan, pemanfaatan, pengolahan. dan/atau penimbuna-n. 79. Dumping (Pembuangan) adaiah kegiatan membuang, menempatkan, dan/atau memasukkan iimbah dan/atau bahan dalam jumlah. konsentrasi, waktu, dan lokasi tertentu dengan persyaratan tertentu ke media Lingkungan HiCup tertentu. 80. Pengurangan 80. Pengurangan Limbah 83 adalah kegiatan Penghasii Limbah 83 untuk mengurangi jumlah danlatau mengurangi sifat bahaya darr/atau racun dari Limbah 83 sebelum dihasilkan dari suatu Usaha dan/atau Kegiatan. 81. Penghasil Limbah 83 adalah Setiap Orarrg yang karena Usaha dan/atau Kegiatannya menghasilkan Limbah 83. 82. Pengumpul Limbah 83 adalah badarr usaha yang melakukan kegiatan Pengumpulan Limbah 83 sebelum dikirim ke tempat Pengolahan Limbah 83, Pemanfaatarr Limbah 83, dan/atau Penimbunan Limbah 83. 83. Pengangkut Limbah 83 adalah badan usaha yang rnelakukan kegiatan Pengangkutan Limbah 83. 84. Pemanfaat Limbah 83 adaiah badan usaha yang melakukan kegiatan Pemanfaatan Limbah 83. 85. Pengolah Limba.h 83 adalah badan usaha yang melakukan kegiatan Pengolahan Limbah ts3. 86. Penimbun Limbah 83 adalah badan usaha yang melakukan kegratan Penimbunan Lirnbah 83. 87. Penyimpauan Limbah 83 adalah kegiatan menyimpan Limbah E}3 yang dilakukan oleh Penghasil Limbah B3 dengan maksud menyimpan sementara Limbah 83 yang dihasilkannya. 88. Pengumpulan Limbah 83 adalah kegiatan mengr-rmpulkan Limbah 83 dari Penghasil Limbah 83 sebelum Ciserahkan kepada Pemanfaat Limbah 83, Pengolah Limhah 83, dan/atau Penimbun Limbah El3. 89. Pemanfaatan Limbah 83 adalah kegiatan penggunaan kembali, daur ^',.rlang, dan/atau perolehan kembali yang bertujuan untuk mengubah Limbah 83 menjadi produk yang dapat digunakan sebagai substitusi bahan baku, bahan penolong , dan f atau bahan bakar yang aman bagi kesehatan manusia dan Lingkungan Hidup. 90. Pengolahan Limbah 83 adalah proses untuk mengurangi dan/atau menghilarrgkan sifat bahaya dan/atau sifat racun. 91. Penimbunan Lirnbah 83 adalah kegiatan menempatkan Limbah 83 pada fasilitas penimbunan dengan maksud tidak membahayakan kesehatan manusia dan Lingkungan Hidup. 92. Sistem . 92. sistenr Tanggap Darurat adalah sistem pengendalian keadaan darurat yalrg meliputi pencegahan, kesiapsiagaan, dan penanggulangan kedaruratarr Pengelolaan Limbah B3 akibat kejadian kecelakaan Pengelolaan Limbah 83. 93. Persetujuan Teknis adalah persetujuan dari pemerintah atau Pemerintah Daerah berupa ketentuan mengenai. standar Periindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hiclup dan/atau analisis mengenai dampak lalu lintas Usaha dan/atau Kegiatan sesuai peraturan penindang- undangan. 94. Surat Kelayakan operasional yang selanjutnya disingkat SLO adalah surat yang memuat pernyataan pemenuhan mengenai standar Perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup Usaha dan/atau Kegiatan sesurai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 95. Setiap Orang adalah orang perseorangan atau baclan usaha, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum. 96. Pejabat Fungsional adalah adalah pega-wai negeri sipil yang menduduki jabatan fungsional pa.da Instansi Pemerintah. 97. Pejabat Fungsional Pengawas Lingkungan Hidup yang selanjutnya disebut Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup adalah pegawai negeri sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan pengarvi'asan dan/atau penegakan hukum Lingkungan Hidup. 98. Pengawasan adalah kegiatan yang dilaksanakan secara langsung atau tidak langsung oleh pejabat penga'was Lingkungan Hidup untuk mengetahui dan/atau menetapkan tingkat ketaatan penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan atas ketentuan yang ditetapkan dalam Perizinan Berusaha atau Persetujuan pemerintah serta peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan dan Pengelolaan Lingk^ungan Hidup. 99. Sanksi Administratif adalah perangkat sarana hukum administrasi yang bersifat pembebanan kewajiban/perintah dan/atau penarikan kembali keputusan tata usaha negara yang dikenakan kepada penanggung jawab Usa,ha dan/atau Kegiatan a.tas dasar ketidaktaatan terhadap ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan di bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta Perizinan Berusaha atau Persetujuan Pemerintah. 1O0. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaarr pemerintahan Negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 1O1. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan dewan perwakilan ralryat daerah menurur asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas- luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun t945. 1O2. Pemerintah Daerah adalah kepaia daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjacli kewenangan daerah otonom. 103. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Perlindungan Can Pengelolaan Lingkungan Hidup. Pasal 2 Peraturan Pemerintah ini mengatur mengenai: a. PersetujuanLingkungan; b. Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Air; c. Pcrlindungan dan Pengelolaan Mutu Udara; d. Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Laut; e. Pengendalian Kerursakan Lingkungan Hidup; f. Pengelolaan Limbah 83 dan Pengelolaan Limbah nonB3; g. dana penjaminan untuk pemulihan fu.ngsi Lingkungan Hidup: h Sistem Informasi Lingkungan Hidup; i. pernbinaan dan Pengawasan; dan j pengenaan Sanksi Administratif. BAB II PERSETU.IUAN LINGKUNGAN Bagian Kesatu Umum Pasal 3 (1) Persetujuan Lingkungan sebagaimana dimaksud clalarn Pasal 2 truruf a wajib dimiliki oleh setiap Usaha dan/atau Kegiatan yang memiliki Dampak Pentrng atau tidak penting terhadap lingkungan. (2) Persetujuan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ciiberikan kepacla Pelaku Usaha atau Instansi Pemerintah. (3) Persetujuan Lingkungan sebagaimana dimaksuci pada ayat (21 menjadi prasyarat penerbitan Perizinan Berusaha atau Persetujuan Pemerintah. (4) Persetujuan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan melalui: a. penyusunan Amdal dan uji kelayakan Amdal; atau b. pen)rusur-ran Formulir UKL-UPL dan pemeriksaan Formulir UKL-UPL. (5) Persetujuan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berakhir bersarnaan clengan berakhirnya Perizinan Berusaha atau Persetujuan Pemerintah. (6) Dalam (6) Dalam hal Perizinan Berr-rsaha berakhir sehagaimana dimaksud pada ayat (5) dan tidak terfadi perubahan Usaha dan/atau Kegiatan, perpanjangan Perizinan Berusaha dapat menggunakan dasar Persetujuan Lingkungan yang eksisting. (7) Bentuk pengakhiran Persetujuan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dibuktikan oleh penanggungjawab Usaha dan/atau Kegiatan dengan tclah melakukan pengelolaan Lingkungan Hidup di tahap pasca operasi. Pasal 4 Setiap rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang berdampak terhadap Lingkungan Hidup wajib memiliki: a. Amdal; b. UKL-UPL; atau c. SPPL. Pasal 5 (1) Amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a wajib dimiliki bagi setiap rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang memiliki Dampak Penting t.erhadap Lingkungan Hidup. (21 Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib memiliki Amdal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. jenis rencana tlsaha dan/atau Kegiatan yang besaran/ skalanya ^..vajih Amdal; dan/atau b. jenis rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang lokasi Usaha dan/atau Kegiatan dilakukan di dalam dan/atau berbatasan langsung dengan kawasan lindung. (3) Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang iokasinya berada di dalam kawasan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (21 huruf b meliputi jenis rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang dapat dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-r rndangan. (4) Rencana. (41 Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang lokasinya berbatasan langsung dengan kawasan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (21 huruf b, meliputi jenis rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang: a. batas tapak proyeknya bersinggungan langsung dengan batas kawasan lindung; dan/atau b. berdasarkan pertimbangan ilmiah memiliki potensi dampak yang mempengaruhi fungsi kawasan lindung tersebut. (5) Dalam hal rencana Usaha dan/atau Kegiatan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b, penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan meminta arahan instansi Lingkungan Hidup sesuai dengan kewenangannya dengan melampirkan ringkasan pertimbangan ilmiah. (6) Berdasarkan ringkasan pertimbangan ilmiah yang disampaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Tim Uji Kelayakan Lingkungan Hidup mela.kukan telaahan dan memberikan arahan kepada penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan berupa: a. rencana Usaha dan/atau Kegiatan mempengaruhi fungsi kawasan lindung; atau b, rencana Usaha dan/atau Kegiatan tidak mempengaruhi fungsi kawasan lindung. (7) Kawasan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan pemerintah ini. Pasal 6 (1) UKL-UPL sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 huruf b wajib dimiliki bagi Usaha dan/atau Kegiatan yang tidak memiliki Dampak Penting terhadap Lingkungan Hidup. (21 Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib merniriki UKL-UPL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. ^jenis rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang tidak rremiliki Dampak Penting; b. jenis -)_7- b. jenis rencarra Uszrha dan,/atau Kegiatan: yarrg, lc,kasi IJsah.a dan/atau Kegiatan dilal: ul<an di luar dan/atau trdak berbatasan langsung dengan kawasan lindung; Can c. termasuk jenis rencana Usaha dan/atau Kegiaran yang cjikecr,ralikan dari waj'ib Amdai. Pasal 7 (1) SPPL sebagaimana dimaksud Cala.m Pasal 4 huruf c ,va-iib dirnilikr bagi i.rsaha dan/atau Kegiatan yang tidal< memiliki Dampak Penting terhadap Lingkungaa }iidr-rp dan tidak termasuk daiam kriteria wa3ib UKL-UPL. (2) Rencana IJsaha dan/atau Kegiatan yanB wajib memiliki SPPL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. jenis rencana Usaha dan/atau Kegiatan yarrg tidak menriliki Dampak Penting dan tidak wajib UKL-UpL; b. merupakan Usaha dan/atau Kegiatan Usahn rnikro cian kecil yang tidak memiliki Dampak ^penting terhadap Lingkungan Hidup; dan /ata,,r c. termasuk .jenis rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang dikecualikan dari wajib UKL-UPL. Pasal 8 Kriteria Usaha dan/atau Kegiatan yang merrriiiki Dampak Penting terhaclap Lingkungan Hidup yang wajib memiliki Amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (l) terdiri atas a. b. c d pengubahan bentuk lahan dan bentang alam; eksploita.si sumber daya alam, baik yang terbarukan maupun )'ang tidak terbarukan; proses dan kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkan Pencemaran Lingkungan tlidup dan/atau Kerusakan Lingkungan HiCup serta pemborosan dan kemerosotan sumber daya alam dalam pemanfaatannya; proses dan kegial-irn yang hasiioya dapat menipengartrhi iingkungan alarn, iingkungan b,latan, serta lingkungan sosial darr ,trudaya: ?. proses dan kegiatan yang hasilnya akan mempenqatruhi peiestarian kawasan konservasi sumber daya. alarrr dan/atau perlindungan cagar budaya; f. introduksi jenis tumbuh-rumbuhan, Lrerff&n, darr jasad rerrik; g. pembuatan dan penggunaan bahan hayati clan nonhayati; h kegiatan yang mempunyai risiko tinggi dan/atau mempengaruhi pertahanan negara: cian/atau i. penerapan teknologi yang diperkirakan mernpunyai potensi besar untuk mempengaruhi Lingkungarr Hidtrp. Pasai 9 Menteri melakukan evaluasi terhadap jenis rencana Usaha clan/atau Kegiatan yang wajib dilengkapi dengarr Amdai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 al7a t (2), UKL-UPL sebagaimana ciimaksud dalam Pasal 6 ayar (2), dan SppL sebagaimana dimaksud da"lam Pasal 7 ayat (2) paling sedikit setiap 5 (lima) tahun sekali. Pasal 10 (1) Kewajiban memihki Amdai sebagaimana dimaksud tlala,m Pasai 5 ayat (21 dikecualikan bagi rencana Usaha Can,i atau Kegiatan )iang: a. lokasi rencana Usaha dan/atau Kegiatannya berada pada kabupaten/kota yang memiliki rencana detail tata rlrang yang telah dilengkapi dengan kajian Lingkungan Hidup str ategis J,ang ciibuat Can dilaksanakan secara komprehensif dan rinci sesuai dengan ketent-uan peraturan perundang-undangan: b. lokasi rencana Usa.ha dan/atau Kegiatannya berada pada kawasan hrr_tan yang telah memiiiki rencana kelola hutan yang telah dilengkapi dengan kajian Lingkungan Iiidup strategis yang dibuat dan riilaksanakarr secara komprehensif Can rincr sesuai <lengan ketentuan peraturan peru11,lang-undangan; C. pro$ralr'l c. program Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah yang telah memiliki kebijakan, rencana, dan/atau program berupa rencana induk yang telah dilengkapi dengan kajian Lingkungan Hidup strategis yang dibuat dan dilaksanakan secara komprehensif dan rinci sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan ; d. rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang dilakukan di dalam dan/atau berbatasan langsung dengan kawasan lindung yang dikecualikan; e. merupakan kegiatan Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah yang dilakukan dalam rangka penelitian dan bukan untuk tujuan komersial; f. rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang berada di dalam kawasan yang telah dilengkapi dengan Amdal kawasan dan Persetujuan Lingkungan kawasan; g. rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang berada di dalam kawasan yang berdasarkan peraturan perundang-undangan, Usaha danl atau Kegiatan di dalam kawasan dipersyaratkan men5rusun RKL-RPL rinci yang telah dilengkapi dengan Amdal kawasan dan Persetujuan Lingkungan kawasan; h. dilakukan daiam kondisi tanggap darurat bencana; i. dalam rangka pemr.rlihan fungsi Lingkungan Hidup yang dilakukan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah di kawasan yang tidak dibebani Perizinan Berusaha; dan/atau j. rencana Usaha dan/atau Kegiatan selain sebagaimana dirnaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf a, yang berbatasan langsung atau berada dalam kawasan lindung, yang telah menCapatkan penetapan pengecualian wajib Arndal dari instansi yang berwenang dan bertanggtrng jawab terhadap pengelolaan kawasan lindung. (21 Kajian Lingkungan Hidup strategis yang dibuat dan dilaksanakan secara komprehensif dan rinci sebagaimana dimaksud pada ayat (L) huruf a, huruf b, dan huruf c diselenggarakan dengan pendekatan holistik, integratif, tematik, dan spasial. (3) Rencana (3) Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang dikecualikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi: a. eksplorasi pertambangan, minyak dan gas bumi, dan panas bu,mi yang tidak diikuti dengan Usaha danr/atau Kegiatan pendukung yang skala/ besarannya wajib Amdal; b. penelitian dan pengembangan nonkomersial di bidang ilmu pengetahLran yang tidak menggaltggu fungsi kawasan lirrdr.rng; c. kegiatan yang menunjang/mendukung pelestarian kawasan lindung; d. kegiatan yang terkait kepentingan pertahanan dan keamanan negara yang tidak memiliki Dampak Penting terhadap Lingkungan Hidup; e. kegiatarr secara nyata tidak memiliki Dampak Penting terhadap Lingkungan Hidup; dan/atau f. budidaya yang diizinkan bagi penduduk asli dengan luasan tetap dan tidak mempengaruhi fungsi lindung kawasan dan di bawah pengawasan ketat. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah, ini. Pasal 1 1 (1) Rencana Usaha dan/atau Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf a sampai dengan huruf f, dan huruf j wajib memiliki UKL-UPL atau SPPL sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. (2) Rencana Usaha dan/atau Kegiatan sebagaimana dimaksud daiam Pasal 10 ayat (1) hunrf g wajib memiliki RKL-RPL rinci berdasarkan Persetujuan Lingkungan kawasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) RKr, (3) RKL-RPL rinci sebagarmana dimaksud pada ayat (2) merupakan hentrrk Persetujuan Lingliungan bagi pelaku Usaha di ca.lam kawasan clan dinyatakan rlararn bentuk Pernya.taarr Kesangguparl Pengelolaan Lingkungan Flidrrp ),anB ^disahl<an ^oleh ^pengelola kawasan clair menjadi prasyarat Perizinan Rerusaha Pelaku Usaira cii dalam kavrasan. (41 Rencana Usaha dan/atau Kegiatan sebaqainnana dirrraksud dalam Pasal lo ayat (r) huruf h dan huruf i tidak memerlukan dokumen Lingkungan Hiciup. Pasal 12 (1) Rencana Usaha dan/atau Kegiatan ],ang: a. tidak wajib Amdal sebagaimana dimaksud dal.am Pasal 5 ayat (2) huruf a; dan/atau b. wajib UKL-UPL sebagainrana dirnaksucl dalam pasal 6 ayat (2) huruf a, atau SppL sebagaimana dimaksucl dalam Pasal 7 ayat (2) huruf a, dapat ditetapkan menjadi jenis rencana Usaha dan/atau Kegiat-an yang wajib memiliki Amdal oleh Menteri. i2l ^Rencana Usal,a dan/atau Kegiatan sebagaimana dimaksr.rc pada ayat (l) diusulkan secara tertulis kepada Menteri oleh: a. menteri danT atau kepala lembaga pernerintah nonkementerian; b. gubernur; c. bupati/v.rali kora; dan/atau d. masya.rakat. (3) Usulan t-ertulis sebagaimana dimaksud pada a1,at i.2l paling sedikit berisi: a. rdentitas pengusul, hr. deskripsi .ienis rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang akan clilakukan beserta skala/besarannya; c. status dan koniir.; i hngkungan di d.alam clan di sekitar lokasi rerrcrlna Usaha d,anf atau Kegiatan; dan d. analisis ' lN: -tiNESlA -zz- d. anaiisis Dampak Lingkungan l{iriup },an-g akan "-cr-iacii, ^lietersediaan teknologi ^pengelcriaan Lingkungan Hidup, dan ala-san iln: rah bahrva .rencana Usaha dan/atau Kegiatan t-ersebut rnenriliki Dampak Perrtrng terhadap Lingkungan Hidup Can dapat dit-er.apl<an nrenjadi rencana Usaha dan/arau Kegiatan yang wa3rb rnemiliki Amdal. (4) Usulan sebagairna.na dirnaksud pada ayat (3) disusr_rn dalam 1 (satu) dokurnen pengajuan perretapan -renis rencana Usaha dan/atau- Kegiatan yang wajib lnerniliki Amdal. Pasal 13 (1) Menteri melakukan evaluasi terhadap usulan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3), (2i Dalam melakukan evaluasi sebagaimana Cim.aksrrrl pada ayat (1), Menteri menugaskan pejabat yang membidangi Amdal, UKL-UPL, dan SPPL. (3) Evaluasr sebagaimana dimaksud pada ayar (21 dilaksanakar, dengan lnempertimbangkan. a. alasan ihniah bahu,a rencana Usaha danf atat Ke.gia.tan tersebut merniliki Da.mpak Penting terhadap Lingkungan Hidup; b. daya dukurrg dan daya tampung Lingkungan Hidup di iokasi rencana Usaha dan/atau Kegiatarr; c. tipologi ekosirstem setempat yang diperkirakan memiliki Dampak Penting terhadap Lingkungnn Hidup; dan C. teknologi pengelolaan Da.mpak Lingkungan Hid.up. (41 Dalam hal hasil evaluasi menunjukkan: a. usuian clapat diterima, pejabat yang membidangi Amdal, UKL-UPL, dan SPPL menerbitkan rekomendasi perretapan rencana Usaha dan/atau Kegiatan yarlg tidak wajib memiliki Amdal menjadi rencarla Usaha danlat,au Kegiatan yang v,ajib rnerniliki Arrrdal, kenacta Menteri; atau b. usuian usulan tidak dapat diterima, pejabat yang membidangi Amdal, UKL-UPL, dan SPPL menerbitkarn rekomendasi penolakan penetb.pan suatu rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang tidak wajib memrliki Amdal menjadi rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib memiliki Amdal, kepada Menteri. Pasal 14 Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasa.l 13 ayat (4) menjadi bahan pertimbangan Menteri untuk: a. menetapkan keputusan suatu rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang tidak wajib memiliki Amdal merrjadi wajib memiliki Amdal; atau b. menolak rrsulan penetapan suatu rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang tidak wajib memiliki Amdal menjadi wajib memiliki Amdal. Pasal 15 Jangka waktu pelaksanaan evaluasi dan penetapan atau penolakan penetapan rencana Usaha danlatau Kegiatan yang tidak wajib memiliki Amdal menjadi wajib memiliki Amdal sebagaimana dimaksud dalarn Pasal 13 dan Pasal 14 dilakukan paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak permohonan dinyatakan lengkap. Pasal 16 (1) Rencana Usaha danTatau Kegiatan yang wajib meniiliki Amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (21 huruf a dapat ditetapkan menjadi rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang r.idak wajib memiliki Amdal oleh Menteri. (2i Rencana Usaha dan/atau I(egiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diusulkan secara tertulis kepada Menteri. oleh: a. menterr dan,/atau kepala lembaga pemerintah nonkementerian; b. gubernur; b c. bupati/wali kota; dan/atau d. masyarakat. (3) Usulan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayar- (2) paling seCikrt berisi: a. identitas pengusul; b. deskripsi rencana Usaha dan/atau Kegiaran yang akan dilakukan beserta skala/besarannya; c. status dari kondisi lingkungan di dalam dan di sekitar lokasi t-encena Usaha dan/ataur Kegiatan; dan d. analisis darnpak Lingkungan Hidup yang akarr terjadi, ketersediaan teknologi pengelolaan Lingkungarr Hidup, cian alasan ilrriah bahu,a rencana Usaha clan/atau Kegiatarr tersetrut tidak memiliki Dampak Fentrng terhadap I-inqkr.rngan Hidup Can dapat ditetapkan menjadi jenis t.encana Usaha dan/ietau Kegiatan yaltg tidak rvajib r.,.enriiiki Amdal. Pasal 17 (1) Menteri rrrelakukan evaluasi terhadap usulan tertulis sebaga-imana dimaksuci dalam pasal 16 ayar- (3). (2) Dalam rnelakukan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri menugaskarr pejabat )'ang menrbidangi Amcial. LJIO-UPL, clan SPPL. (3) Evaluasi sebagaimana dimirksud pada ayat (2) dilaksanakan dengan mempertimbangkan aspek: a. Dampak Lingkurrgan Hrdup dari rencana Usaha dan/atar"r Kcgiatan dapat ditanggulangi sesuai dengan perkembanga.n iimu penget.ahr.ran dan teknologi; b. daya dukung dan da; ,a tampung Lingkungan Hidup di lokasi rencana Usaha dan/atau Kegiatan; dan c. berdasarkair pertimbangan ilnriah bahwa rencana Usaha dan/atau Kegiatan cidak menimbulkan Dampak Penting. (4) Dalam (4) Dalam hal hasil evaluasi menunjukkan: a. usulan dapat diterima, pejabat yang membidangi Amdal, UKL-UPL, dan SPPL menerbitkan rekomendasi penetapan rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib memiliki Amdal menjadi rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang tidak wajib memiliki Arndal, kepada Menteri; atau b. usulan tidak dapat diterima, pejabat yang membidangi Amdal, UKL-UPL, dan SPPL menerbitkan rekomendasi penolakan penetapan suatu rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib memiliki Amdal menjadi rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang tidak wajib memiliki Amdal, kepada Menteri. Pasai 18 ' Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (41 menjadi bahan pertimbangan Menteri untuk: a. menetapkan keputusan suatu rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib memiliki Amdal menjadi rencana Usaha Can/atau Kegiatan yang tidak wajihr memiliki Amdal; atau b. menolak usulan penetapar, suatu rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib memiliki Amdal menjadi rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang tidak wajib memiliki Anrdal. Pasal 19 Jangka waktu pelaksanaan evaluasi dan penetapan atau penolakan penetapan rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib memiliki Amdal menjacli tidak wajib memiliki Amdal sebagaimana dimaksud dalanr Pasal 17 darr Pasal 18 dilakukan paling iama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak permohonan dinyatakan lengkap, Pasal 20 Pasal 20 (1) Untuk menentukan rencana Usaha danlatau Kegiatan yang wajib memiliki Amdal, UKL-UPL, atau SPPL, penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan melakukan proses penapisan secara mandiri. (21 Dalam hal penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan tidak dapat melakukan penapisan secara mandiri, penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan mengajukan penetapan penapisan dari instansi Lingkungan Hidup pusat, organisasi perangkat daerah yang membidangi Lingkungan Hidup provinsi, atau organisasi perangkat daerah yang membidangi Lingkungan Hidup kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya. (3) Penetapan penapisan yang disampaikan oleh instansi Lingkungan Hidup pusat, organisasi perangkat daerah yang membidangi Lingkungan Hidup provinsi, atau organisasi perangkat daerah yang membidangi Lingkungan Hidup kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya memuat: a. rencana Usaha dan/atau Kegiatan wajib memiliki Amdal, UKL-UPL, atau SPPL; dan b. kewenangan uji kelayakan Amdal, pemeriksaan UKL- UPL, atau SPPL. (41 Proses penetapan penapisan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini. Bagian Kedua Penyusunan Amdal dan Uji Kelayakan Amdal Pasal 2 1 (l) Amdal disusun oleh penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan pada tahap perencanaan suatu Usaha dan/atau Kegiatan. (21 Lokasi rencana Usaha dan/atau Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib sesuai dengan rencana tata ruang. (3) Kesesuaian (3) Kesesual-an iokasi rencana l-isaha danr/atau Kegiatan dengarl rencana tata ruang sebagaimana dinrakstrd parta. ayat (21 dibuktikan- dei: gan konfirmasi kesesrraian kegiatan pemanfaatan ruang atau rekomendasi kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang sesuai derrgan ketenluan peraturan perundang-undangarr. (4) Dalam hai lokasi rencana Usaha dan/atatr Kegiatan tidak sesuat clengan rencana tata rLlang sebagairnana dimaksud pada ayat (3), dckumen Amdal tirtak dapat dinilar dan Cikembalikan kepada pencrnggung .iawab Usaha dan/atau Kegiatern" Pasal 22 (lt Dalam menvusun Amdal, penarrggung jarvab Usa.ha dan/atau Kegiatan mengBltnakan pendekatan str-rcli: a. tunggal; b. terpadu; ata.u c. kawasan. (2) Pendekatan studi tunggal sebagaimana dimaksud pada ayal (1; h'uruf a o.ilakukan apabila penanggung ja.rab Usaha cian/atau Kegiatan rrerencanakan untuk melakukan 1 (satu) jenis Usahrr danlatau Kegiatan yang ke''errangan pembinaa: r dan/atau pengawasannya berada di bawah 1 {satu) kementerian, lerribaga pemerintah nonkementerian, organisasi per.angkat daerah provinsi, a.ta.r organisasi perangkat Caerah kabupaten/kota. (3) Fendekatan studi terpadu sebagaimana dimaksr_rd pada ayat (i) huruf b ^.jilaxukan apabila penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan mercncanakan untuk rnelakuketn lebih dari 1 (satu) jenis Usaha dan/atau Kegiatan yang pei: encanaan dan pengelolaannya saling terkait dalain sacu kesatuan harnpara: r ekosistem serta pembinaan danf atarr per: .rgawasannya berada di bau,ah lebih dari 1 (satuf kementerian, lernbaga pemerintah nonkementerian, organisasi perangkat daeraii provinsi, atau organisasi perangkat daer: ah kabupatcn,i kclta. (4) Perrdekatan (41 Pendekar.an studi kawasan sebagaimana dimaksucl pada ayat- (11 huruf c dilakukan oleh pengelola karrasan selaLu penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan yang merencanakarr untuk melakrr.kan lebih dari 1 (satrr) Usaha dan/atau Kegiatan yang akan dilaksanakan oleh Pelaku Usaha di dalarn kawasan, terletak dalann saul kesatuan zor: ra rencana pengembangan kawasan, yang telah mendapatkan penetapan karvasa.n dan pengelola kawasan sesuai derrgan ketentuan peraturan perundang- undangan. (5) Pendekatan penyusunan Amct-al sebagain: aria dimaksuci pada ayat (1) huruf a dan huruf [r yang dilakukan oleh lebih dari 1 (satu) penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan terhadap Usaha dan/atau Kegiatan yang saling terintegrasi dapat disusun dalam 1 (satu) Amdal yarrg dapat ciigunakan untuk penerbitan tebih dari 1 (satu) Perizinan Berusaha. Pasal 23 (1) Penanggung jau,ab l.rsaha dan/atau Kegiatar-i sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 a5'at (i) cialam pen,1-rsuna-n Amdal dapat oilakukan sendiri atau menunjuk pihak Iain dalani hal tidak mampu. (2j Pen5rusunan Amdal wajib dilakukan oleh penyusun yang merniliki sertifikat kompetensi. (3) Hasil pen1rusunan Amrlar yang disusun piha.k lain sebagaimana dtrrraksud pada ayat (1) menjacli tanggung jawab penanggung jaw'ab Usaha dan/atau Kegiatan. Pasal 24 (1) Aparatur sipil negara yang bekerja pada instansi Lingkurrgan Hictup pusat, ors.rnisasi pr-.rangkat daei-ah ya.ng membidangi Lingkur,gan Hidr"rp provinsi, atau organisasi perangkat dererzlh yang rrrembidangi Lingkungan Hidup icabupaten/kota dilarang menjadi pen5rustrir Arndal. (2) Dalarn (2\ Dalam hai instansi Lingkungan Hidup pusat. organisasi perangkat daerah J,ang membidarrgi Lingkungan Hidup provinsi, atau or.garrisasi perangkat daerah ya,ng membidangi Lingkungan Hidup kabupatenf kota bertindak sebagai penanggung jawab Usaha dan,/atau Kegiatan, aparatur sipil rregara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menjadi penJrusun Amdal. Pasal 25 Pen5rusunan Amdal dimulai dengan penyediaan data dan informasi sebagai berikut: a. hasil penapisan kewenangan penilaian Amdal sebagairnana dimaksud dalam Pasal 20; b,. deskripsi rencana Usaha d,an/atau Kegiatan; c. rona Lingkungan Hiciup awal di dalam darr di sekitar lokasi rencana Usaha daniatau Kegiatan yarig akan dilakukan; dari d. hasil pengumuman dan konsultasi publik. Pasal 26 Amdal sebagairnana dimaksud dalarn pasal 22 ayat (i) terdiri atas: a^ Formulir Kerangka Acuan; b. Andai; dan c. RKL-RPL. Pasal 2'7 (1) Penvusunan Amda,l sebagaimana, cinraksud dalam pasa.l 21 ayat (r) dilakukan mela.lui tairapan: a. pelaksanaan pelibatan masyarakat terhadap rencana Usltha dan/atau Kegiatan; b. pengisiarr. per.gajuan, perneriksaan, .-lan penerbitan L.,erita acara, kt-. sepakatan ff ormuiir Kera ngka Acuan : c. pelr_\rusunan - lit.) - c. pct'r.f'rsooan dan pengErjuan Andal dan RKi--RpL: dan d. penilaian Andal dan RKL-RPL. (2) Perrieriksaan Formulir Kerangka Acuan sebagaimrrna diinaksud pada ayat (l ) huruf b da.n penilaian Antlal darr RKL-RPL sebagaimana rlimaksud pada ayat (1) huruf d merupakan bagian uji kelayakan An: dal. Pasal 28 (l) Penanggung jawah Usaha dan/atau Kegiatan dalam men5rusun Amdal sebagaimana dirnaksud dalam pasal 2l ayat (1) mehbatkan masya"rakat yang t.erkena dampak iangsung. (21 Pelibatan masyarakat yang terkena Campak langsurrg sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dilakukarr melalui: a. pengumuman rencana Usaha dan/atau Kegiatan; dan b. konsrrltasi publik. (3) Masyarakat yang terkena dampak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (i) berhak mengajukan saran, pendapat, dan tanggapan terhadap rencana Usaha dan/atau Kegiatan dalarn jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja sejak pcngumuman sebagairnana dimaksud pada ayat (2| huruf a. (4) Saran, perrdapat, darr tanggapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan secara tertulis kepada penanggung jawab Usaha danlatau Kegiatan. (5) Masyarakat yang t.erkena dampak langsung memberikan saran, pendapat-, dan tanggapan terhadap rencana Usaha dan/atau Kegiatan pada konsultasi publik sebagaimana dir"naksud pada ayat (2) huruf b. (6) Saran, pendapat, rian tanggatrran terhadap rencana ljsaha danr/atau Kegiatan pada konsultasi pubiik sebagaimarra ciimaksud pada ayat (5) dicatat dalam berita acara konsultasi publik. (71 Pehbatan masyarakat yang terkeni,, da.mpak larrgsung sebagaimana ciimaksud pada ayat (2-l dilakukan sebelum pen5rusunan Formulir Kerangxa Acuan. Pasal 29 Pasal 29 (f ) MasS'arakat yang terkena dampak langsung yailg dilibatkan dalam pen],usunan Amdal sebagaimana dimaksrltl dalarn Pasal 28 a,,,a1(l) merupakan masyarakat yang ^l-^rerada di dalam batas wilayah stucli Amdal yang akan t-erkena danrpak secara langsung baik positif dan/atatt negatif dari adanya rencana Usaha darr/atarr Kegiatan. (21 Pemerhati Lingku.ngan i{idup, peneliti, atau lenrbaga swadaya masyarakat pendamping yang telah membina dan/atau merrdampingi masyarakat terkena ilampak langsung sebagaimana ciimaksud pada ayar (1) dapat dilibatkan sebagai bagian dari masyarakat yang terkena dampak langsung. Pasal 30 (1) Dalam. melakukan pengumuman rencana Usaha dan/atau Kegiatarr sebagaimana dirnaksud dalam Pasal 28 ayat ^(2) huruf a, penanggung jawab Usaha dar: /atau Kegiatan wajrb menyampaikan informasi secara ringkas, benar, dan tepat mengenai: a. narra dan alarnat penanggung jau,al: Usaha dan/atau Kegiatan; b. jenis rencana Usaha dan/atau I(egiatan; c. skala/besaran dari rencana Usaha dan/arau Kegiatan; d. lokasi rencana Usaha dan/atau Kegiatan; e. dampak potensial terhadap iingkungan yang akan timbul dan konsep umum pengendalian Dampak Lingkungan Hidup; f. tauggal pengumurrralr mulai dipasang dan ba'.as rvaktu penyampaian saran, pendapat, dan tanggapan dari masyarakat; dan g. nama dan alamat penanggung jarvab LJsaha danlatau I(egiatan yang menerima saran, pendapar, dan tanggapan dari masyarakat. -: (2) inforrnasi dalam peh?urrruma,n rencana Usaha danlatau Kegiatan sebtrgaimana dimaksud pada a)'at (1) disarnpaikan Cengan rnenggunakan bahasa lndonesia yang baik dan benar, jelas, dan rnudah dimengerti <lleh seluruh lapisan masyarakat. (3) Sela; ,n menggunakan bahasa Incionesia. sebagaimana dimaksud pada ayat (2), informasi dalam pengun\rlman rencana Usaha dan/atau Kegiatan dapat disampaikan dengan menggunakan bahasa daerah atau iokal yang sesuai dengan lokasi rfimaira pengurnuman tersebut akan dilakukan. (41 Pengurrruman rencana Usaha dan/atau Kegiar"ar, yang merrruaL informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan melalui: a. media massa; dan/atau b. frcngumurnan pada lokasi Usaha dan/atau Kegiatan. (5) Selain mcdia yang wajib digunakan untuk melakukan pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (4), penanggung jawab Usaha danf a: rat_r Kegiatan dapat menggunakan media lain untuk mc.lakukan penElurnrlrnan, berupa : a. media cetak seperti brcsur, pamflet, atau spancluk; b. media elektronik melalui televisi, laman, jejariug sosial, pesan elektronik, dan/atau radi<,; c. papan pengt.lmuman di instansi Lingkungan l{idup dan instansi yang membidangi Usaha dan/atau Kegiatan di tingkat pusat, daerah provinsi. dan/atau daerah kabupaten I kota; dan d. aredia iain yang dapat digrnakan. Pasai iJ i (1) Masyarakat yang teri<erra dampak langsung sebagaimana dirnaksud dalam Pasal 29 berhak mengajukan saran, pendapat, rlan tanggapan terhadap rencana LIsa.ha dan/atau Kegiatan tialam jangka waktu 10 (sepuluirf har.i kerja sejak pengumuman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2ls ayat (2) huruf a. QA - rjul ' (2) Saran, pendapa.t, dan tanggapan sebagaimana dimaksud pada ayat (t) disanrparikan secara r.er: tulis l<cpada penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiata.rr. (3) Dalam. menyampaikir.n sarail, pendapat, dan t_arrgg.epan terkair pengum-urna.n re.ricana Usaha dan/atau Kegiatan sebagaimarra dimaksud pada ayat (2), rnasyarakat wajib mencarrturnkan identitas pribadi yang jelas sesuai ciengan ciokuinen kependudukan. (4) Sarar,, pendapat, dan tanggapan masya_rakat sebagairrrana dimaksud pa.da ayat (3) dapat berupa: a, informasi cleskriptif tentang kondisi iingkungan vang berada di dalarn dan di sekitar lokasii ta.pak rencana Usaha dan/atau Kegiatan; b. nilai-nilai lokal yang berpotensi akan terkena dampak rencana Usaha clan/atau Kegiatan yang skan dilal.,ukan; dan/atau c. aspirasi masyarakat, keinginan, dan harapan terkait dengan rencana tlsaha danlatau Kegiatan. (5) Saran, pendapat, dan tanggapan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan d,engan rnenggunakan bahasa lndonesia dan/atau bahasa daerah atau lokal yang sesuai dengan iokasi rencana Usaha dan/atau Kegiatan. (6) Berdasarkan saran, pcndapat. cian tanggapan masyarakat yang telah diterima sebagaimarra dimaksud pada ayat (5), penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan mendokumentasikan dan mengolah saran, pendapat, dan tanggapan masyarakat. (71 Saran, pendapa-t, dan tanggapan masyerakat ya.ng telah cliolah sebagaimana dimaksud pada ayat (6) wajib digunakan oleh penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan sebagai masukan dalarn penqisian Forrnulir Kerangka Acuan. Pasal 32 Pelibatan masyarakat yang terkena dampak langsurrg inelalui konsultasi publik sebagainrana di.maksud dalam pasal 28 ayat (2) huruf b mt: ncakup: a. keiornpok masyarakat rentan lwlrrcrable group); b, rnasyarakat aclat (indigenous peoplel: dan/etau c. kelompok laki-laki dan keiompok perempuan dengan memperhatikan kesetaraan gender. Pasal 33 (f ) Sebelurn pelaksanaan konsultasi pubiik sebagarmar,a dimaksud dalarrr Pasal 28 ayat (2) l: un.rf b, penanggung ja.wab Usaha danlatau Kegiatan: a. berkoordinasi dengan instansi terkait dan tokoh masyarakat yang akan Cilibatkan dalam proses konsultasi ptrblik: dan b. mengundang masyarakat yang akarr dilibatkan dalam konsultasi publik. (21 Dalam undangan konsultasi publik sebagaimana dirnaksud pada ayat (1) truruf b, penariggung jarvahr Usaha dan/atau Kegiatai: r menyampaikan iniornasi naengenai: a. tujuan konsultasi publik; b. waktu dan temoat pelnksanaan konsultasi publik; c. bentuk, cara, dan metcde konsrrltasi publik yang akan dilakukan; d. tempat dimana rrrasyarakat dapat memperoleh informasi tambahan; dan e. lingkup saran, perrdapat, dan tanggapan dari rrrasyarakat. (3) Bentuk, c.ara, dan rnetode konsultasi publik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dilakukan secara dalam jaringan atau luar jaringan mencakup: a. lokakarya; b. serninar, c. fccus group discussktn; d. temu warga; e. forum dengar pendapat-; f. dialog interaktif; dan/atau g. be'rtuk, cara, dan metode lain yang clapat digunakan untu.k berkomurrikasi secara 2 (dua) arah. (4) Penanggung jav.,ab Usaha danlatau Kegiatan dapat memilih salah satu atau kombinasi ciari berbagai bentuk, cara, dan metode konsr: ltasi publik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) )'ang $; ecara efektif dan efisien dapat menjaring saran, pendapat, dan tanqgapan masyarakat secai'a optirnal. Pasal 34 (i) Dalam peiaksanaan konsultasi publik, penanggurlg jawab Usaha dan latau Kegiatan menl ampaikan informasi paling scdil<it terkait: a. deskripsi rencana Usaha dan/atau Kegratan; b. dampak potensial yang akan timbul dari identiiikasi awal penanggrrng jawab Usaha dar,,t atatr Kegiatan rneliptrti penrlrurlan kualitas a"ir permukaar: , penurunan kualitas Udara Ambien, Kerusakan Lingkungan, keresahan masyarakat, gangguan lalu Iintas, gangguan kesehatien- masyarakat, kesempatan kerja, dan peluang berusaha; dan c. kompcnen lingkungan yang akan terkena dampak Cari rencana Usaha dan/atau Kegiatan. (21 Berdasarkan intbrmasi yang disampaikan oleh penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), masya; -akat yang terkena darnpak langsung berhak menyampaikan saran, pendapat, dan tanggapan terhaCap ; 'erlcana Usatra dan/i: tau Kegiatan. (3) Penanggung jawab Usaha danlatau I(egiatan wajib rnendokumentasikan darr rnengolah sa_ran, pendapat, dan tanggapan masvarakat yang disarnpaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (4) Saran (4) Saran, pendapal, dan tanggapan rnasyarakat yang telah drolah sebagaimana dirnaksud pada ayat (3) wajib digunakarr oleh pcitanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan sebagai masukan dalam pengisiarr Formulir Kerangka Acuan. Pasal 35 (1) Pengumuman r'encafla Usaha dan/atau. Kegia.tar,- sebagaimana dimaksucl dalam Pasal 28 ayat (2) hur,.: f a disampaikan juga oleh penanggurlg jawab lJsaha dan/atau Kegiatan kepada Tim Uji Keiayakan Lingkungan Hidup. (2) Tim Uji Kelayakan Lingkungan Flidup melakukan pelibatan mas5r6i12[41 dengan rnenempatkan pengumuman yang disampaikan penanggung jar,vab Usaha dan/atau Kegia-tan kepada masyarakat pada sistem informasi dokumen Lingkungan Hidup bersarnaan dengan pengumirman yang dilakukan penanggung ja',vab Usaha dan/atau Kegiatan sebagaimana dimaksrrd rlaiarn Pasal 28 ayat (2) huruf a. (3) Masyarakat sebagaimana dlmaksud pada ayat_ \2) rnelipi: ti: a. pemerhati Lingkungarr Hidup; dan/atau b. masyarakatberkepentinganlainnya. (4) Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berhak mengajukan saran, pendapat, dan tanggapan terhadap rencana Usaha dan/atau Kegiatan dalam .jangka waktu 10 (sepuluh) hari kerja sejak pengumuman dipublikasikan. (5) Saran, pendapat, dan tanggapan sebagairnana dirnaksud pada, ayat (4) disampaikan kepada 'l'im Uji Ketayakan Lingkungan Hidup. (6) Tim Uji I(clayakan Lingkungan Hicl.up menyaring saran, pcndapat, dan tanggapan yang rlisanrpaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) untuk mernilah masukan yang relevan. (7) Tim (7) Tim Uji Kelayakan Lingkungan Hidup menyampaikan saran, pendapat, dan tanggapan yang relevan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) kepada penanggung jawab Usaha danlatau Kegiatan untuk digunakan dalam pengisian Formulir Kerangka Acuan. Pasal 36 (1) Kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian yang membidangi sektor biclang Usaha Can/atau Kegiatan wajib Amdal menJrusun Formulir Kerangka Acuan spesifik sesuai dengan jenis Usaha dan/atau Kegiatan. (21 Formulir Kerangka Acuan spesifik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. formulir pelingkupan; dan b. formulir metode studi Andal. (3) Kementeria.n/lembaga pemerintah nonkementerian yang membidangi sektor bidang Usaha dan/atau Kegiatan wajib Amdal, dalam menj/'usun Formulir Kerarrgka Acuan spesifik sebagaimana dirnaksud pada ayat (1) berkoorciinasi dengan Menteri. (4) Menteri. memasukkan Formulir Kerarrgka Acuan spesifik yang disusun oleh kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ke dalam sistem informasi dokumen Lingkungan Hidup. (5) Formulir Kerangka Acuan spesifik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini. Pasal 37 (1) Penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan neengisi Formulir Kerangka Acuan spesifik yang tersedia dalam sistem inlbrmasi dokurrren Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (4). - o/ - (2) Dalam hral l.'ormulir Kerangka Acuan spesifik helum terscdia da"lam sistem informasi dokr-rmen I.ingkurigan Flidup sebagaimana dimakstrd pada a1'at (1), pengrsian Formulir Kerangka Acuan rrrengacLr pada forrnat Forrnulir Kerangka Acuan sebagairnana dimaksud dalam pasal 3€, ayat ^(5). Pasal 38 (li Formulir Kerangka Acuan yang telah diisi dan diajul; an oieh penanggung jawab Usaha danlarau Kegratan sebagairnana dirnaksu.d dalam ^pasal 37 diperiksa oieh: a. Menteri melalui Tim Uji Kelayakan Lingkungan Hidup yang berkedudukan di pusat; b. gubernur meialui Tim Uji Kelayakan Lingkurrgan Hidup yang berkedudukan di provinsi; atau c. bupati/wali kota melalui Tim Uji Kelayakan i,ingkungan Hiciup yang berkedudukan di kabupaten/kota. (2) Tim Uji Kelayakan Lingkungan llidup dalam melakukan penreriksaan Formulir Kerangka Acuan sebagairnarra dirnaksurj pada ayat (1) dapat meli.batkar: : a. ahli terkait dengan rencarla Usaha dar: /atau Kegiatan atau Dampak Lingkungan Hidup dari Usaha dan/atau Kegiatan; dan b. instansi terkait dengan rencana Usaha dan/atau Darnpak Lingkungan Hidup dari lJsaha dan/atau Kegiatan. (3) Pemeriksaan seba.gaimana ciimaksud pa.da aysr (1) dilakukan dalarrr jangka .,aktu paling lama 1o (sepuluh) hari kerja sejak Forrnuli: Kerangka Acuan .iiterim-a oari penanggung jaw-ab Usaha dan/atau Kegiatan secara lengkap. (41 I{asil pemeriksaan Formulir Kerangka Acuan disusun dalam bentuk berita acara kesepakatan Formurir Ke.angka Acuan yang ftremuar informasi paling sedikit: a. Dampak Penting hipotetik, h. batas wilayah studi dan batas ,*,aktu kajian; c. metode c. metode studi; d. penetaoan ka'.egori Amdal; dan e. rvaktu pen)rusunan dokumen Andal dan RKL-RPL. (5) Tata laksana pemeriksaan Forrnulir Kerangka Acuan tercantum dalam Lampiran II yang rnerupakan bagian tidal< terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini. Pasal 39 (1) Penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan men5rusuri dokumen Andal berdasarkan Formulir Kerangka Acuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 a1,at (4). (2) Dokurnen Andal sebagaimana dirnaksud pada ayat (1) memuat: a. pendahuluan; b. deskripsi rencana Usaha dan/atau Kegiatan beserta alternatifnya; c. deskripsi rinci rona Lingkungan Hidup; d. hasil dan evaluasi pelibatan rrrasyarakat; e. penentuan Dampak Penting hipotetik yang dikaji, batas wilayah studi, dan batas waktu kajian; f. prakiraan Dampak Penting dan penentuan sifat penting dampak; g. e'raluasi secara holistik terhadap Darrrpak Lingkungan Hidup; h. daftar pustaka; dan i. lampiran. (3) Penyusunan dokumen Andal sebagaimana dimaksud pada ayat (21 dilakukan berdasarkan pedoman penJrusunan dokumen .Andal sebagaimana tercantum dalam Lampir'an II yang merupakan bagian tidak terpisahkau dari Peraturan Pemerintah ini. Fasal 40 . Pasal 40 (1) Penanggung jau,ab Usaha dan/atau Kegiatan men5rusun dokumen RKL-RPL berdasarkan dokumen Andal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (21. (21 Dokumen RKL-RPL sebagaimana dimaksud nada ayat (1) memuat: a. pendahuiuan; b. matrik RKL; c. matrik RPL; d. persyaratan dan kewajiban terkait dengan aspek Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang relevan terdiri atas pengolahan dan pembuangan Air Limbah, pemanfaatan Air Limbah untuk aplikasi ke tanah, pembuangan Emisi, Pengelolaan Limbah 83, dan/atau pengelolaan dampak lalu lintas; e. pernyataan komitmen penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan untuk melaksanakan ketentuan yang tercantum dalam RKL-RPL; f. daftar pustaka; dan ' g. lampiran. (3) Pen5rusunan dokurnen RKL-RPL sebagaimana dimaksud pada ayat (21 dilakukan berdasarkan pedoman pen5rusunan dokumen RKL-RPL yang tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini. Paseri 41 (1) Pen5rusurran dokumen Andal sebagaimarra dimaksud dalam Pasal 39 dan dokumen RKL-RPL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 dibagi berdasarkan kategori Usaha dan/atau Kegiatan. (21 Kategori sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. kategori A; b. kategori B; atau c. kategori C. (3) Kategori sebagaimana dimaksud pada ayat (21ditentukan berdasarkan kriteria: a. kompleksitas rencana Usaha dan/atau Kegiatan; b. dampak rencarla Usaha dan/atau Kegiatan terhadap Lingkungan llidup; c. sensitifitas lokasi rencalla Usaha danlatau Kegiatan; dan/atau d. kondisi daya dukung dan daya tampung Lingktrngan Hidup di iolrasi rencana Usaha dan/atau Kegia.tan. (4) Penetapan kategori sebagairnana dimaksud pada ayat (1), ayat (21, dan ayat (3) tercantum daiam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini. Pasal 42 (1) Pen5rusunan dokurnen Andal dan dokumen RKL-RPL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4l ayat ^(2) drlakukan dalam ^jangka waktu: a. kategori A paling lama 180 (seratus delapan pulutr) hari; b. kategori B paling lama 120 (seratus dua puluh) hari; dan c. kategori C paling lama 60 (enam puluh) hari. (2) Dalam hal penyusunan dokumen Andal dan dokumen RKL-RPL ber: sifat sangat kompleks, jangka waktu pen5rusunan dapat dilakukan lebih lama dari jangka waktu kategori A sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a. (3) Penambahan wakt-u pen5rusunan sebagaimana dimaksud pada ayat (21 dilakukan berdasarkan permohonan penanggung jarvab Usaha dan/atau Kegiatan. Pasal 43 (1) Penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan mengajukan dokumen Andal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 dan dokumen RKL-RPL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 melaiui sistem informasi dokumen Lingkungan Hidup kepada I'[enteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kev.renangannya. (21 Pengajuan dokumen Andal dan dokumen RKL-RPL sebagaimana dinrakstrd pada ayat (1) harus dilengkapi dengan Persetujuan Tekrris. (3) Persetujuan Teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (21 terdiri atas: a. pemenuhan Baku Mutu Air Limbah; b. pemenuhan Baku Mutu Emisi; c. Pengelolaan Limbah 83; dan/atau d. analisis mengena.i dampak lalu lintas. Pasal 44 (1) Dokumen Andal dan.dokumen RKL-RPL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 diiakukan penilaian oleh: a. Menteri rnelalui Tim Uji Kelayakan Lingkungan Hidup yang berkedudukan di pusat; b. gubernur melalui Tim Uji Kelayakan Lingkungan Hidup yang berkedudukan di provinsi; atau c. bupati/wali kota melalui Tim Uji Kelayakan Lingkungan Hidup yang berkedudukan di kabupaten/kota. {21 ^Penilaian ^sebagaimana ^dimal<s,-rd ^pada ^ayat ^(1) ^dilakukan melalui tahapan: a. penilaian administrasi; dan b. penilaian substansi. (3) Penilaian administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi: a. kesesuaian iokasi rencana Usaha dan/atau Kegiatan dengan rencana tata ruang; b. persetujuan b. persetujuan awal terkait rencana Usaha dan/atau Kegiatan; c. Persetujuan Teknis; d. keabsahan tanda bukti registrasi lembaga penyedia jasa pen5rusunan Amdal, apabila pen5rusunan dokumen Andai dan dokumen RKL-RPL dilakukan oleh lembaga penyedia jasa penJrusunan Amdal; e. keabsahan tanda bukti sertifikasi kompetensi pen5rusun Amdal; dan f. kesesuaian sistema.tika dokumen Andal dan dokumen RKL-RPL dengan pedoman pen5rusunan dokumen Andal dan dokumen RKL-RPL. (4) Penilaian substansi sebagaimana dimaksud pada ayat (21 huruf b meliputi: a. uji tahap proyek; b. uji kualitas kajian dokumen Andal dan dokumen RKL-RPL; dan c. Persetujuan Teknis. (5) Dalam hal hasil penilaian substansi sebagaimana dimaksud pada ayat (21 huruf b terdapat Dampak Lingkungan Hidup yang tidak dapat dikelola dan harus dilakukan perubahan Persetujuan Teknis, harus mendapatkan persetujuan dari kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian atau organisasi perangkat daerah yang berwenang. ' Pasal 45 (1) Penilaian substansr sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (4) dilakrkan melalui rapat Tim Uji Kelayakan Lingkungan Hidup secara tatap rnuka langsung dan/atau dalam ^jaringan. (2) Dalarn hal rencana Usaha dan/atau Kegiatan bersifat kompleks Can melibatkan ban5rak pihak, rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan lebih dari 1 (satu) kali. (3) Dalam melakukan penilaian substansi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Tim Uji Kelayakan Lingkungan Hidup melibatkan pihak: a. masyarakatyang terkena dampak langsung terhadap rencana Usaha dan/atau Kegiatan; b. ahli terkait dengan rencana dan/atau dampak Usaha dan/atau Kegiatan; c. instansi sektor penerbit persetujuan awal ^' d"., Persetujuan Teknis; d. instansi pusat, provinsi, atau kabupatenlkota yang terkait dengan rencana dan/atau clampak Usaha dan/atau Kegiatan; dan/atau e. masyarakat pemerhati Lingkungan Hidup dan/atau masyarakat berkepentingan lainnya ^'yarg telah menyampaikan saran, pendapat, dan tanggapan yang relevan pada pelibatan masyarakat di tahap penyusunan Formulir Kerangka Acuan. (4) Dalam penilaian substansi, Tim Uji Kelayakan Lingkungan Hidup dapat meiibatkan rnasyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf e dalam kondisi tidak diperoleh saran, pendapat, Can tanggapan. (5) Hasil perrilaian substansi Tim Uji Kelayakan Lingkungan Hidup disusun dalarn berita acara rapat yang memuat informasi: a. dokumen Andal dan dokumen RKL-RPL tidak memerlukan perbaikan; atau b. dokumen Andal dan dokumen RKL-RPL memerlukan perbaikan. (6) Terhadap dokumen Andal. dan dokumen RKL-RPL yang tidak memerlukan perbail<an sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a, Tim Uji Kelayakan Lingkungan Hidup melakukan uji kela5'akan. (7) Terhadap dokumen Andal dan dokumen RKL-RPL yang memerlukan perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b, Tim Uji Kelayakan Lingkungan Hidup mengembalikan dokumen Andal dan dokumen RKL-RPL kepada penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan untuk diperbaiki dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja. Pasal 46 Pasal 46 (1) Penanggung rawab Usaha dan/atau Kegiatan menyampaikan Cckumen Andal dan dokumen RKL-RPL yang telah diperbaiki sesuai dengan ketentuan sebagairnana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (7). (21 Terhadap dokumen Andal dan dokurnen RKL-RPI, yang telah diperbaiki sebagaimana dimaksud pada ayat (1,p, Tim Uji Kelayakan Lingkungan Hidup melakukan evaluasi perbaikan. (3) Berdasarkan evaluasi sebagairr'.ana dimaksud par: ia ayat (2), Tim Uji Kelayakan Lingkungan Hidup melakukarr uji kelayakan. Pasal 47 (1) Uji kelayakan Lingkungan Hidup sebagaimana dimahstrd dalanr Pasal 45 ayat (6) dan Pasal 46 ayat (3) dilakukan berdasarkan kriteria kelayakan yang meliputi: a. kesesuaian lokasi rencana Usaha dan/atau Kegiatan dengan rencana tata ruang dan ke+,entuan peraturan perundang-undangan yang mengatur terkait dengan pemanfaatan ruang; b. kesesuaian rencana Usaha dan/atau Kegiatan dengan kebijakan di bidang Perlindungan dan Pengelc,'laan Lingkungan Hidup serta sumber daya alam yang diatur dalain peraturan perundang- undangan; c. rencana Usaha dan/atau Kegiatan tidak menganggu kepentingan pertaha nan keamanan; d. prakiraan secara cerrnat mengenai besaran dan sifat penting dampak dari aspek biogeofisik kimia. sosial, ekonomi, budaya. tata ruang, dan kesehatan masyarakat pada tahap pra konstruksi, konstruksi, operasr, dair. pasca operasi Usaha dan/atau Kegiatan; e. hrrsii evaluasi secara holistik terhadap seluruh Dampak Penting sebagai satu kesatuan )'ang saling terkait clan saling mempengaruhi sehingga diketahui perimbangan Dampak Pentirrg yang bersifat posrtif dengan i-ang bersifat negatif; f. kemampuan penanggrrng jawab Usaha. dan/atau Kegiatan dan/atau pihak terkait yang bertanggr-rng jawah clalarn menanggulangi Dampak Penting negatif yang akan ditirnbulkan dari Usaha dan/atau Kegiatan yang direncanakan dengan pendekatan teknologi, sosial, dan kelembagaan; g. rencana Usaha danf atau Kegiatan tidak mengganggu nilai-nilai sosial atau pandangan masyarak at (emic uieu) ; h. rencana Usaha dan/atau Kegiatan tjdak akan mempenganrhi dan/atarl mengganggu e-ntit_as ekologis yang merupakan:

  1. entitas dan/atau spesies kunci (keg speciesl;

  2. memiliki nilai penting secara ekologis (ecological irnpoftance);

  3. memiliki nilai penting secara ekonomi (economic importan c: e) ; dan/atau

  4. memiliki nilai penting secara ilmiah (scientific importance);

    1. rencana Usaha dan/atau Kegiatan tidak menimbulkan gangguan terhadap Usaha dan/atau Kegiatan yang telah berada di sekitar rencana ickasi Usaha dan/atau Kegiatan; clan/atau j. tidak dilampauinya daya dukung dan daya tampung Lingkungan Hidup dari lokasi rencana Usaha dan/atau Kegiatan, dalam hal terdapat pertritungan daya dukung dan daya tampung Lingkungan Hidup dimaksud. (21 Berdasarkan hasil uji kelayakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Tim Uji Kelayakan Lingkungan Hidup menyampaikan rekomendasi kepada Menteri, gubernur, atau bupati/v,'ali kota sesuai dengan kewenangannya. (3) Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa:

    2. rekornendasi kelayakan Lingkungan Hidup; atau

    3. rekomendasi ketidaklayakan Lingkungan Hidup.

      (4)

      Rekomendasi (4) Rekomendasi kelayakan Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dapat berupa rekomendasi kelayakan ba.gi sebagian rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang diusulkan oleh penanggung jawab Usaha dan/amu Kegiatan. Pasal 48 (1) Jangka waktrr penilaian substansi dokumen Andai dan dokumen RKL-RPL dan uji kelayakan Lingkunga.n Hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 sampai derrgan Pasai 47, dilakukan paling larrra 50 (lima puluh) hari keria sejak dokumen Anclal dan dokumen RKL-RPL dinyatakan lengkap dalam penilaian aciministrasi. (21 Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk .iangka waktu perbaikan dokumen Andal dan dokumen RKL-RPL dalam penilaian substansi oleh penanggung jawab Usaha danlatau Kegiatan. Pasal 49 (1) Rekomendasi hasil uji kelayakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (21 menjadi bahan pertimbarlgan Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengarr kewenangannya dala m menetapkan:

    4. surat Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup, jika rencana Usaha dan/atau Kegiatan dinyatakan layak Lingkurngan Hidup; atau

    5. surat keputusan ketidaklayakan Lingkungan Hidup, jika rencana Usaha danlatau Kegiatan dinyatakan tidak layak Lingkungan Hidup. (2) Surat Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup atau surat keputusan ketidaklayakan Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud pada a),at (1) ditetapkan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak rekomendasi hasil uji kelayakan diterima. (3) Surat Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup yang ditetapkan setragaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan:

    6. bentuk Persetujuan Lingkungan; dan

    7. prasyarat r'{Tr' b. prasyarat penerbit-a.n Perizinan Berusahra atau Persetujuan Pemerin tah. (4) Persetujuan Pernerintah sebagaimana dimaksucl pada ayat (3) huruf b diterbitkan sesuai dengan keterrtuan peratu ran penrndang-undangan. (5) Perizinan Berusaha ataur Persetujuan Pcmerint-ah sebagairriana dima-ksud pada ayaL (41 merurpakan dasar pelaksanaarr Pengarvvasan Usaha dan/ata-u Kegiatarr. (6) Surat Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidi.ip sebagaimana dimakstrd pada ayat (1) huruf a, praling sedikit tnenluat:

    8. dasar ditetapkannya, Kepur-usan Kelayakarr Lingkungan Hidup, berupa rekomenciasi hasil uji keiayakan dari Tim Uji l(elayakan Lingkungan Hidup;

    9. identitas penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan sesuai dengan identitas yang tertulis dalam Perizinan Berusaha atau Persetujuan Peirrerintah. meliputi:

  5. nama tlsaha dani atau Kegiatan;

  6. jenis Usaha dan/atau Kegiatan;

  7. nama dan jabatan penanggung ja'*,ab Usaha danr/atau Kegia-tan. 4. alamat kantor: dan 5. lokasi Usaha dair/atau Kegiatan;

    1. lingkup rencana Usaha dan/atar: Kegiatan yang disetujui untuk dilakukan, baik kegiatan utama maupun kegiatan pendukung sesuai dengan Persetujuan Teknis yang diterbitkan oleh instansi yang berwenai: ',g rnenerbitkan Persetujuan Teknis;

    2. Persetu; uan Teknis paling sedikit rnemuat:

  8. standar teknis baku mutu Lingkunga.n tlidup, Pengelolaai: Lirnbah 83, dan/atau analisis tnengenai dampak lalu lintas;

  9. standar kompetensi sumber daya manusia terkait baku rnutu Lingkungan l{iCup, Pengelolaan l,imbah 83, dan analisis mengenai dampak lalu lintas; dan

  10. sistem rnanajemen lingkungan.

    1. pe!'syaratan e f. persyaratan penanggung .jawab [.]saha Can/atau Kegiatan untuk rnemenutrr komitmerr Persetujuan Teknis seLrelum operresi terkait dengan lingkr; p Persetu'iuan Teknis; ke'".r,ajiban penariggung jawab Usaha dan/ateru Kegiatan, yang terdiri ata.s:

  11. memenuhi ketentuan sesuai riengan dokumen RKL-RPI,;

  12. nrematuhi ketentuan peraturan perundr.ng- undangan di bidang Perlinclungan dan Pengelolaan Lingkungan Flidup;

  13. rnemenuhi kewajiban pada Persetujuan Teknis pasca veritlkasi pemenuhan baku rnutu Lingkungan Hidup, Pengelolaan Limbah 83, dan/atau anahsis mengenai dampak lalu lintas:

  14. rnenyiapkan dana penjaminan untuk pemulihan frurgsi Lingkungan Hidup sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

  15. meiakukan pengelolaan Limbah nonB3 sesuai rinciar pengeiolaan yang termrrat. daiam dokumen RIO-RPL;

  16. menyarnpaikarr laporan pelaksanaan persyaratan dan kewajiban Perizinan Berusaha atau Persetujuan Pemerintah terkait Persetujuan Lingkungan secara berkala setiap 6 (enam) bulan sekali;

  17. mengajukan permohonan perubaharr Persetujuan Lingkungan apabila direncanakan untuk melakukan perubahan Usaha dan/atau Kegiatan;

  18. melakukan audit lingkungan pada tahapan pasca operasi untuk memastikan kewajiban telah clilaksanakan dalam ranglia pengakhiran kewajiban pengelolaan dan pemantauan Lingkungan Hidup; dan/atau

  19. kewajiban lain yang ditetapkan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya berdasarkan kepentrngan Perlindungan clan Pengelolaan Lingkungan Hidup; hal-hal lain, yang meliputi: o b' 1. ketentuan .

  20. ketentuan bahvra penanggutlg jawab Usaha dar: iatau Kegiatan dapat dikr: nakan Sanksi Administratif apabila Citernukan pelanggaran administratif;

  21. ketentuan bahv"'a penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan .,.,ajib memberikan akses kepada Pejabat Pengawas Lingkungan Hiciup untuk melakukan pengawasan seslrai dengan kewenangan;

  22. ketentuan masa berlaku Surat Keputusan Keiayakan Lingkungan Hidup, yang menjelaskan bahu,a keputusan kelayakan Lingkungan Hidup ini berlaku s.-lama Usaha dan7'atar-l Kegiatan berlangsung sepanjang t.idak ada perubahan atas lJsaha danlatau Kegiatan dimaksud; dan

  23. tanggal penetapan Surat Keputusan Kelavakan Lingkungan Hidup. (/) Surat keputusan I<etidaklayakan Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, paling sedikit memuat:

    1. lingktrp rencana Usaha dan/atad Kegiatan;

    2. dasar pertimbangan ketidaklayakan Lingkungan FIidup;

    3. penetapan ketidaklayakan Lingkungan Hidup; dan d, tanggal penetapan keputusan ketidaklayakan Lingkungan Hidup. Pasal 50 (1) Surat Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup yang telah diterbitkan oleh Menteri, gubernrrr, atau bupati/wali l<ota sesuai dengan kewenangann_va diumumkan kepada masyarakar- melalui Sistem Inforrnasi Lingkungarr Hidrtp atau cirra lainnya yang Citetapkan oleh Pemerintah. (21 Cara lainnya yang rJitetapkan oleh pemerintah sebagairnana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a" media rnassa: Can/atau b. pengumuman pada iokasi Usaha dan/atau Kegiatan.

      (3)

      Pengumuman .

      (3)

      Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lambat 5 (lima) hari kerja sejak diterbitkannya surat Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup. Pasal 51 Tata laksana penilaian dokumen Andal dan dokumen RKL-RPL, penyampaian hasil uji kelayakan, dan penetapan surat Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup atau ketidaklayakan Lingkurrgan Hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 sampai dengan Pasal 50 tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pernerintah ini. Bagian Ketiga Pen5rusunan dan Pemeriksaan Formulir UKL-UPL Pasal 52 (1) Formulir UKL-UPL diisi oleh penanggung jawab Usaha danlatau Kegiatan pada tahap perencanaan Usaha dan/atau Kegiatan. 12) ^Lokasi ^rencana ^Usaha ^danlatau ^Kegiatan ^sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib sesuai dengan rencana tata ruang. (3) Kesesuaian lokasr rencana Usaha dan/atau Kegiatan dengan rencana tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (2\ dibuktikari dengan konfirmasi kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang atau rekomendasi kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perllrrdang-undangan. (41 Dalam hal lokasi rerrcana Usaha dan/atau Kegiatan tidak sesuai dengan rencana tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Formulir tll{L-UPL tidak dapat diperiksa dan dikenrbaiikan kepada penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan. Pasai 53 (1) Penyusunan Forrnulir UKL-UPL ciinrulai dengan penyeCiaarr data dan informasi berupa:

    4. deskripsi rencana Usaha clan/atau Kegiatan; dan/atau

    5. Persetujuan Teknis. (21 Dalarri hal Usaha dan/atar.r Kegiatan yang ciirencanakarr lebih dari 1 (satu) {lsaha dan/atau Kegiatan yang perencanaan dan pengelolaannya saling terkait serta. berlokasi di dalam satu kesatuan hamparan ekosistem, dapat dirnuat dalam 1 (satu) F-ormulir UKL-UPL. (3) Pendekatan penyusunan Formulir UKL-UPL sebagaimana dimaksud pacla ayat {21yang dilakukan oleh lebih dari 1 (satu) penanggung jawab Usaha dan/atar.r Kegiatan terhadap Usaha dan/atau Kegiatan yang saling terintegrasi dapat disusun dalam 1 (satu) Forinulir UKL- UPL yang ciapat digunakan untuk penerbitan lebih dari 1 (satu) Perizinan Berusaha atau Persetujuan Pemerintah. Pasal 54 (1) Aparatur sipil negara yang bekerja pada instansi Lingkungan Hidup pusat, organisasi perangkat daerah yang membidangi Lingkungan Hidup provinsi, atau organisasi perangkat daerah yang membidangi Lingkungan Hidup kabupaten/kota dilarang menjadi pen)rusun UKL-UPL. (21 Dalam hal instansi Lingkungan Hidup Pusat, organisasi perangkat daerah yang membidangi Lingkungan Hidup provinsi, atau organisasi perangkat daerah yang membidangi Lingkungan Hidup kabupaten / kota bertindak sebagai penanggung jawab Usaha danlatau Kegiatan, aparatur sipil negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menjadi penvusun UKL-.UPL bagi insta.nsinya masing-masing. Pasal 55 (1) I.'ormulir UKL-LIPL disusun dalam bentuk standar pengelolaan dan pemantauan Lingkungan Flidup. (21 Kementerian/iernbaga pemerintah nonkementerian J,ang membidangi sektor bida.ng Usaha dan/atau Kegiatan wajib UKL-UPL rnenlus'url Formulir UKL-UPL standar spesifik sesuai dengan jenis Usaha dan/atau Kegiatan.

      (3)

      Kementerian (3) Kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian yang membidangi sektor bidang Usaha dan,,atau Kegiatan wajib UKL-UPL, dalam menyusun Formulir UKL-UPL standar spesifik sebagairrrana dimaksud pada ayat (21 berkoorciinasi dengan Mcnteri. (4) Menterr memasukkan Formulir UKL-UPL standar spesifik yang disusun oleh kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ke daiam sisterrr informasi dokumen Lingkungarl Hidup. (5) Formulir UKL-UPL standar spesif,rk sebagaimana dimaksud pada ayat. (21 disusun dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Larnpiran III yang merupakan bagian tidai< terpisahkan dari pera'-uran Pemerintah ini. Petsal 56 (I) Penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan merrgisi Formulir UKL-UPL standar spesifik yang t-ersedia dalam sistem informasi dokumen Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (4). (21 Dalam hal Formulir UKL-UPL standar spesifik belum tersedia dalam sistern irrformasi dokumen Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud pada ayal (1), pengisian Formulir UKL-UPL standar mengacu pada format F'ormulir UKL-UPL standar sebagaimana dimaksud datam pasal 55 ayat (5). (3) Formulir UKI-.-IJPL standar spesifik atau Formulir UKL-UPL standar yang telah diisi sebagairrrana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disertai dengan Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan Hidup. (41 Pernyataan Kesangguparr Pengelolaan Lingkungan l{idup sebagairrrana dirnaksud pada ayat (3) disusun dengan menggunakan format sebagainrana ter.cantum ,.lalam Lampiran III yang merupaiian bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pernerintah ini. Pasal 57 (1) Penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatarr mengajukan permoironan penreriksaan Formulir UKI.-UPL standar spesifik atau Formu-lir UKL-UPL standar yang telah diisi kepada:

    6. Menteri, untuk Usaha dan/atau Kegiatan yang:

  24. Perizinan Berusaha atau Persetu_iuan Pemerintah diterbitkan oleh Pemerintah;

  25. berlokasi di lintas provinsi: dan/atau 3. berlokasi di wilayah laut iebih dari 12 (dua Lrelas) mil lauL diukur dari garis pantai ke arah laut lepas;

    1. guhernur, untuk Usaha dan/atau Kegiatan yang:

  26. Perizinan Rerusaha atau Persetujuan Pemerintatr diterbitkan oleh Pemerintah Daeratr provinsi;

  27. berlokasi di lirrtas daerah kabupaten/kota yang berada dalam 1, (satu) provinsi: dan/atau 3. berlokasi di wilayah laut paling jauh 12 (dua belas) mil dari garis pantai ke ai'ah laut lepas cian/atau ke arah perairan kepulauan;

    1. bupati/waii kota. untuk Usaha dan/atau Kegiatan yang Perizinan Berusaha atau Persetujuan Pemerintah diterbitkan oleh Pemerintah [)aerah kabupatenlkoLa. (21 Pengajuan permohonan pemeriksaan Formulir UKL--UPL standar spesifik atau Formulir UKL-UPL standar yang t-elah diisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melaiui:

    2. sisterrr Perizinan Berusaha terintegrasi secara eiektronik, dalarrr hal penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan menrpakan Pelaku Llsaha; atau

    3. sistern informasi dokumen Lingkungan Hidup, dalam hal penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan merupakan Instansi Penrerintah. (3) Pengajuan Formulir UKL-UPL standar spesifik atau Formulir UKL-UPL standar sehagaimana dimaksud pada ayat (1) ciilengkapi dengan Persetujuan Teknis.

      (4)

      Pcr setuj uan (41 Persetujuan Teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas:

    4. pemenuhan Baku Mutu Air Limbah;

    5. pemenuhan Baku Mutu Emisi;

    6. Pengelolaan Limbah 83; dan/atau

    7. analisis mengenai dampak lalu lintas. (5) Terhadap Formulir UKL-UPL standar spesifik atau Formulir UKL-UPL standar yang telah diisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ciilakukan pengumuman melalui sistem informasi dokumen Lingkungan Hidup untuk:

    8. usaha yang terindentifikasi sebagai usaha dengan tingkat risiko menengah rendah;

    9. usaha yang terindentifikasi sebagai usaha dengan tingkat risiko menengah tinggi;

    10. usaha yang terindentihkasi sebagai usaha dengan tingkat risiko tinggi; dan

    11. kegiatan wajib UKL-UPL yang dilakukan oleh Instansi Pemerintah. (6) Masyarakat berhak menyampaikan saran, pendapat, dan tanggapan melalui sistem informasi dokumen Lingkungan Hidup. Pasal 58 (1) Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya melakukan pemeriksaan administrasi melalui sistem irrformasi dokumen Lingkungan Hidup terhadap Formulir UKL-UPL standar spesifik atau Formulir UKL-UPL standar untuk: , a. usaha dengan tingkat risiko menengah rendah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (5) huruf a;

    12. usaha dengan tingkat risiko menengah tinggi sebagaima.na dimaksud dalam Pasal 57 ayat (5) huruf b;

    13. usaha dengan tingkat risiko tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (5) huruf c; atau

    14. kegiatan d. kegiatan yang dilakukan oleh Instansi Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (5) huruf d. (21 Pemeriksaan administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap:

    15. konfirmasi kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang atau rekomendasi kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang;

    16. persetujuan awal terkait rencana Usaha clan/atau Kegiatan;

    17. Persetujuan Tekrris; dan

    18. kesesuaian isi Formulir UKL-UPL standar spesifik atau Formulir UKL-UPL standar dengan pedoman pengisian. (3) Dalam hal hasil pemeriksaan administrasi menyatakan Formulir UKL-UPL standar spesifik atau Formulir UKL-UPL standar:

    19. telah lengkap dan benar, dilakukan pemeriksaan substansi; atau

    20. belum lengkap dan benar, penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan melengkapi Formulir UKL-UPL standar spesifik atau Formulir UKL-UPL standar. Pasal 59 (1) Menteri, gubernrir, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya rrrelakukan pemeriksaan substansi Formulir UKL-UPL standar spesilik atau Formulir UKL-UPL standar. (21 Menteri dapat mendelegasikan pemeriksaan substansi Fornrulir UKL-UPL standar spesifik atau Formulir UKL-UPL standar yang merupakan kewenangan Menteri sebagaimana ciimaksud pada ayat (1) kepada gubernur atau bupati/wali kota.

      Pasal 60

      Pasal 60 (1) Pemeriksaan substansi Formulir UKL-UPL standar spesifik untuk usaha dengan tingkat risiko menengah rendah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (5) huruf a dilakukan secara otomatis meialui sistem Perizinan Berusaha terintegrasi secara elektronik untuk Formulir UKL-UPL standar spesifik yang diisi oleh Pelaku Usaha. (2) Berdasarkan pemeriksaan substansi sebagaimana dimaksud pacia ayat (1) diterbitkan:


    21. persetujuan Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan Hidup; atau

    22. penolakan Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan Hidup. (3) Persetujuan atau penolakan Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan secara otomatis melalui sistem Perizinan Berusaha terintegrasi secara elektronik untuk Formulir UKL-UPL standar spesifik yang diisi oleh Pelaku Usaha.

      (1)

      Pemeriksaan spesifik atau untuk:

      Pasal 61

      substansi Formulir UKL-UPL standar standar dilakukan Formulir UKL-UPL a. usaha dengan tingkat risiko menengah tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (5) huruf b;


    23. usaha dengan tingkat risiko tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (5) huruf c; atau

    24. kegiatan yang dilakukan oleh Instansi Pemerintah sebagaimana dirrralcsud dalam Pasal 57 ayat (5) huruf d. (21 Pemeriksaan substansi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh:

    25. Menteri dengan menugaskan pejabat yang membidangi Amcial, UKL-UPL, dan SPPL; atau

    26. gubernur b. gubernur atau bupati/wali kota dengan menugaskan kepala perangkat daerah yang membidangi Lingkungan Hidup. (3) Pemeriksaan substansi sebagaimana dimaksud pada ayat (21 dilakukan terhadap kesesuaian standar pengelolaan dan pemantauan Lingkungan Hidup dengan jenis rencana Usaha dan/atau Kegiatan dan jenis Dampak Lingkungan Hidup yang terjadi. (4) Pemeriksaan substansi Formulir UKL-UPL standar spesifik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam ^jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja melalui sistem informasi dokumen Lingkungan Hidup. (5) Pemeriksaan substansi Formulir UKL-UPL standar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja dengan melibatkan:

    27. instansi yang membidangi rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang bersangkutan;

    28. instansi penerbit Persetujtran Teknis bagi pemenuhan baku mutu Lingkungan Hidup, Pengelolaan Limbah 83, dan/atau analisis mengenai dampak lalu lintas; rian/atau c. instansi yang menyelenggarakan urlrsan pemerintahan cir bidang penataan ruang. (6) Pemeriksaan substansi Formulir UKL-UPL standar sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilaksanakan secara dalam jaringan dan/atau luar jaringan. Pasal 62 (1) Dalam hal hasil pemeriksaan substansi Formulir UKL-UPL standar spesifik atau Formulir UKL-UPL standar sebagaimana dima.ksud dalar.r Pasal 61 ayat (4) dan ayat (5) tidak terdapat perba-ikan, Menteri, gubernui', atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya memberikan persetujrran Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) hari kerja melalui sistem informasi dokumen Lingkungan Hidup.

      (2)

      Dalam hal hasil pemeriksaan substansi Formulir UKL- UPL standar spesifik atau Formulir UKL-UPL standar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 ayat (4) dan ayat (5) perlu dilakukan perbaikan, Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya menyampaikan arahan perbaikan kepada penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan melalui sistem informasi dokumen Lingkungan Hidup. (3) Penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan wajib melakukan perbaikan Formulir UI(L-UPL standar spesifik atau Formulir UKL-UPL standar dan menyampaikan kembali kepada Menten, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya melalui sistem informasi dokumen Lingkungan Hidup dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja sejak diterimanya arahan perbaikan Formulir UKL-UPL standar spesifik atau Formulir UKL-UPL standar. (4) Berdasarkan perbaikan Formulir UKL-UPL standar spesifik atau Formulir UKL-UPL standar sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai clengan kewenangannya menerbitkan persetujuan Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam jangka rnaktu paling lama 2 (dua) hari kerja sejak perbaikan Formulir UKL-UPL standar diterima melalui sistem informasi dokumen Lingkungan Hidup. (5) Dalam hal:

    29. perbaikan Formulir UKL-UPL standar spesifik atau Formuhr ^IJKL- UPL standar yang disampaikan oleh penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan telah melebihi batas waktu yang ditetapkan; atau

    30. perbaikan ticiak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan, permohonan persetujuan Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan Flidup ditolak dan dikembalikan ke penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan. (6) Pelaksanaan kewenangan persetujuan Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagaimarra dimaksud pada ayat (1) dan ayat (4) dilakukan oleh: a pejabat. ,v-ang mernbidangi Arndal, UKL-UPL, cian SPPL yang riitugaslcan oleh Menterr. Ltrrruk Usaha dan/atau Kegiatan wajib UKL-UPL, yang ri: ,: rupakan ke'*,enangan Menteri; kepala perangkat daera-h ),ang membidangi Lingkr-rngarn Hidup provinsi, untuk Usaha dan/atau Kegia'"r-rn v"'ajib UKL.-UPL yang merupakan kewerrangan gubernur: atau kepaia perangkat daerah yalrg mernbidangi Lingkungan Hidup kabupaten/kota, untuk Usaha dan/atau Kegiatan wajib UKL-UPL yang rnerupakan kewenangan bupati /r,vali kota. Pasal 63 Persetu.juan Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagaimana climaksud dalarn Pasal 62 ayat (1) dan ayat (4), paling seclikit inemuat:

    31. dasar ditetapkannya persetujuan Pernyataar-r Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan Hidup, tierupa rekomendasi hasil pemeriksaan subst.ansi Forrnr.llir UKL- UPL standar spesifik atau l.'orrnulir UKL-UPL standar;

    32. identitas penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan, meliputi: 1.. naina. Usaha dan/atau Kegiatan;

  28. ^jenis Usaha clan/atau Kegiatan;

  29. rlama dan .labatan penanggung yawab lJsa.ha dan/atau Kegiatan;

  30. alamat kantor; dan

  31. lokasi Usaha danr/atau Kegiatan;

    1. deskripsi dan lok'asi rencana Usaha dan/atau Kegiatan .yang ^akan ^dilakukan, ^baik ^kegiatalr utarna ^maupun kegiatan pendukung sesuar dengan Pcrsetujuan Teknis yang diterbitkarr. oleh instansi yang berweni--ng menerbitkan Persr-tuiua.n Tekni s; b c d. Persetujr.ran d Persetujuan Teknis paling sedikit rnemuat:

  32. stanclar teknis pemenunan baku mLrtu Linglltirlgan Hidup, Perrgelolaan Limbah BlJ, danlata: s a; ialisis meilgcnai ,J.arnpak lalu iintas;

  33. standar kompetensi sumber daya raanusia tcrkait baku mutu Lingkungan Hidup, perrgelolaan Limbah []3, dan analisis rrengenai damFrak laiu lintas; darr 3. sisLern rnanajemen iingkungan; persyararan bagi penanggung jawab Usaha d.anlata.u Kegia.tar, untuk nlernenuhi ketentuan dalam pensetujtian Teknis sebelurn beroperasinya instalasi cian/atau fasilitas yang terkait dengan lingkup Persetujuan Teknis; kewajiban Denanggurrg javrab Usaha dan/at-au Kegiatan, anta.ra lain:

  34. memenuhi ketentuan pengelolaan dan pernantauan lingkungan dalam matrik IJKL.-UpL:

  35. memenuhi ketentuan Persetujuan Teknis setelah SLO diterbitkan:

  36. menyiilp|12r, dana pen; aminan untuk pemulihan fungsi Lingkurrgan Hidrrp sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- unda.ngan ;

  37. menyampaikan laporarr pela_ksanaan persyaratan dan kewajiban Pcrizinan Berusaha ataul persetuluan Pemerintah terkait- Persetujuan Lingkungan secara berka.la setiap 6 (enam) bulan sekaii; 5 meiakukarl pengelolaan Limbah nonB3 sesuai rincian pengclolaan dan pemantauan lingkungan dalam matrik UKL-UPL;

  38. rnengajukan permohonan peruL,ahan persetujuan Lingkungan apabila direncanakan untuk melakukan per-,-rbahan Usaha dan/atau Kegiatannva; <ian 7. kewajiban Lain .!ar1g dite*"apkan oleh Menreri, gubernur, arat-'! bupatilu,ali kota sesuai Cengan kewenangann)'a berdasarkan keperrtingan Perlindrrrrgan datr i,er,gelolaan Li: : gkungan Hidup. e f

    Pasal 64

    Pasal 64 (1) Persetujuan Pernyataan Kesangg.rpan pengelolaan Lingkungarr l{idup sebagaimana dirnaksud dalam pasal 63 merupakan:

    1. bentrrk Perset'.guari Lingkunean; dan

    2. prasyarat penerbir-an Perizinan Berusal,a eT.au Persetu.iuan Pernerintah, l2l ^Penzinan ^Berusa ha atau Persetujuan Pemerintah sebagaimana dimaksurcl pada ayat (1) menjadi dasar pelaksanaa-n pengawasan Usaha dan/atau Kegiatan. (3) Persetujtian Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat il) huruf b diterbitkan sesrra.i dengan ketenruar, peratura,n perundang-undangan . Bagian Keempat Pengisian SPPL Pasal 65 (1) SPPL bagi usaha yang dilakukan oieh Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal T ayat (2\ diintegrasikan ke clalam nomor induk berusaha. {2) ^SPPL ^sebagaimaua dimaksr-rd dalam Pasai 7 ayat {2) bagi kegiatan yang dilakukan oleh Instansi Pemerintah dilakukan melalui perrgisian formulir yang merr..iadi dasar penerbitan Persetujuan Pemerintah. t3i ^Tata cara ^pengisian ^formulrr sebagaimana dimaksuci pada ayat (2) tercanttrm dalam Lampiran III 5-arrg merupakan bagian tidak terpisahkan ciari Perart.uran ^pemerinrah ini, Pa.sal 66 (1) Pengintegrasian SPPL ke dalarn norrlor induk berusaha. sebagaimana dirr,aksud ciaiam Pasal b5 ayat (1) oilakukan melalui sisrem Perizina,r Berusaha terintegrasi secara elektronik.

      (2)

      Pengisian (21 Pengisian formulir SPPL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (21 dilakukan melalui sistem inforrnasi dokumen Lingkungan Hidup. (3) Formulir SPPL sebagaimana dimaksud pada ayat (21 memuat:

    3. kesanggupan penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan untuk mematuhi peraturan perundang-undangan di bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;

    4. lokasi rencana Usaha dan/atau Kegiatan memiliki konfirmasi kesesuaian kegiatan pemanfaatatl ruang atau rekomendasi kesesuaian kegiatan pemanfaatan rLrang sestrai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan ; dan

    5. kewajibran dasar pengelolaan Lingkungan Hidup. (4) Menteri, 6lrbernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya menyetujui secara otomatis atas formulir SPPL sebagaimana. dimaksud pada ayat (3)yang telah diisi oleh Instansi Pemerintah melalui sistem inforniasi dokumen Lingkungan Hidup. Bagian Keiima Penyrrsun Amdal


    Pasal 57
    (1)

    Penyusunan Amdal dilaksanakan oleh tim penyusun Amdal yang ditetapkan oleh penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan. (21 Tim penyusun Amdal sebagairnana dimaksud pada ayat (1) dapat berasal dari:

    1. perorangan; atau

    2. lembaga penyedia jasa penyusunan Amdal. (3) Tim penyusun Amdal sebagaimana dirnaksud pada ayat (1) terdiri atas: ' a. ketua; dan

    3. anggota.

    (4)

    Ketua (4) Ketua. sebagaimana dimaksud pada ayaL (ir) hr,rri: f a rna; ib merniliki sertifikat kompeterrsi yang mcrnenuhi standar kualitlkasi ketua tim penir.rsun Anrdal. {5) ^Airggota ^sebagair,rana dimaksud ^perda ayat ^(31 huruf b paliirg sedikit terdiri atas 2 (dua) orang yang wajib rnemiliki sertifikat kompetensi 3.a.ng memenuhi standar kualihka.si anggota tim penyusun Amdal clan/atau 1,-ua.iifikasi ketua tim peny'usun Amdarl. (6) Dalam nrelakuka-n penlrusunan Amdal. tim penyltsun A: irdai sebagaimana dimaksud pa<la ayar (2J harus melibatkan tenaga ahli yang rnemenuhi kualifikr: .si di bidangnya masing-masing sesuai dengan jenis Usaha dan/atau Kegiatan dan Dampak Lingkungan Flidup yang tliakibatkan oleh rencana Usaha dan/atau Kegiatarr. {71 ^Tim ^pen5rLrsun ^Amdal yang berasar dari ^perorangan sebagaimana dirrraksud pada ayat (2) huruf a dibentuk melalui keputusan penang€ll-rrrg jawab kegiatan clengan memenuhi ketentuarr sebagaimana dimaksud pada eryat (3) sampai dengan gyat (6). Pasal 68 (1) Sertilikat kompeterrsi penJrusun Amdai sebagaimana dimaksucl dalarrr Pasal 67 ayat (4) dan ayat (5) diperoleh melalui sistem sertifikasi kompetensi penyusun Amdal. (21 Sistem sertifikasi kompetcnsi penyusun Anrdal sebagaimana dimal<sud pada ayat (1) dilaksanakan oieh suatu lembaga yang berfungsi sebagai lembaga pelatihan kcmpetensi Amdal dan lcmbaga sertifikasi kompetensi Amdal. (3) Sistem sertifikasr kornpetensi penyusrrn Amdal sebagaimana dimaksucl pada ayat (1) meliputi tahapan:

    1. pelatrhan penF-rsllnan Amdal;

    2. r rii krri: npetensi; dan

    3. penerbitan sertifikat kompctensi pcnl'Llsun Anrdal. (4) Pencrt ttsn serl-ifikat korrrpetensi penyLrsun Amdal sebagainiana dlmaksrrd pada ayat (3) huruf c terdiri atas.

    4. kuaiiiikasi PFIESIDEN REPUBLIK INDONESIA r-; 5 a. kr-ralifikasi l<erua tim penyusun Amdal; darr b. kr-taiifik: rsi anggota tirn peni-r-lsun Amdal. Pasal 69 (1) Pelatihan pen-yusLinan'AmCal sebagarmana dimaksud da.lam Pasal 68 ayat (3) huruf a dilaksanakan ,-llehr lembir,ga pelatihan konaoctensi Amdal- (21 i,embaga pelatihan kompetensi Amclal sebagarrnana dimaksud pada ayal (1) mengajukan perrrtohonan akreditasi kepada Menteri dengan dilengkapi persyaratan meliputi:

    5. idr-.ntitas lembaga pelatihan kompetensi Amdai;

    6. penanggung jawab pelatihan kompetensi penycrsun Amdal;

    7. daftar pengajar tetap dan tidak tetap yang memiiiki pengalaman menJ,usun Amdal paling sedikit 5 (tima) tahun;

    8. menggunakan bahan ajar (kurikulum) Amclal berdasarkan stanclar kompeterisi;

    9. nrenvediakan informasi publik rnengcnai pelaksanaan pelatihan kompetensi perryusun Amdal: dan f. sistetn manajernen mutu. (3) Menteri memberikan akreditasi kepada leinbaga pelatihan kompeterrsi Amdal yang telah memerruhi ketentuan dalam jangka waktu paling iama 3 (dga) hari kerja sejak diierirna persyaratan sebagairnana dimaksrrd pada ayat (2) dengan lengkap dan benar. (4i Lembaga pelatihan kornpetensi Amdal yang telah terakreditasi sebagaimana dirnaksud pada. ayat (3) melaporkan pemenuharr ketentuan sebagaimana dimaksrrd pada ayat Q) hurut (l sanlpar dengan hr_rnrf f kepa,la A{t: nteri setia.p 1 (satrr) tirlrun sekali.


    Pasal 70

    Ptrsal 70 il) ^Uji ^kompetensi ^sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (3) hurri b dan penerbitan sertifikat kompetensi sebagu.irrra: ra dimaksud da.lam Pasal 68 ayat (3) huruf c dilaksanakan oieh lembaga sertifika-si kompetensi Arndai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 al,at (2). {21 ^Lembaga. ^sertifikasi ^kompetensi Arndai ^sebagaimana dimaksud pada ayat (1) rnengajukan perr': eohonan penetapan kepada Menteri clengan dilengkapi J)ersyaratan ^melipr.rti ^:

    1. identitas ler: .ibaga sertifiliasi kompetensr Amcial;

    2. penanggung jawab sertifikasi kompetensi arndal;

    3. sistern uji kompetensi sesuai dengan ketentuan peratu ran perundang-undangan ;

    4. penguji yang memiiiki pengalaman paling sedikit 1C (sepuluh) tahun di bidang pen5rusunarr Arrrdal;

    5. sistem informasi publik yang terkait dengan pelaksanaan uji kompetensi;

    6. mekanisme penanga-nan pengaduan dari pengguner iasa dan ^publik; clan g. sistem manajemen mutLr. (3) Lembaga sertrfikasi kornpetensr Amdai yang r-eiah ditetapkan seba.gaimana dimaksud pada ayat (1) melaporkan pemenuhan ketentuan sebagainra.na dimaksud pada ayat (2) huruf c sampai dengan huruf g kepa.da Menteri setiap I (satu) tahun sekali. Pasal 71 (1) Lembaga sertit'ikasi konrpetensi Amdal menerbitkan sertihkar. kornpetensi untuk peserta yarrg dinyatakan lulus uji kompetensi seha.gaimana dimaksud dala: n Pasal 70 ayat (1). (2) Lembaga sertifikasi kompetensi Amclal melakukan eva.luasi terlia.dap pen'iegang sertifikat kompetensi pzthng sedilrit I (satu) kair dalam jaurgka waktu 3 (tiga) tahun. (3) Evaluasi sebagaimarra dirnal<sud pada ayat (21 diLaksanakarr terkradap rnr-it-u Amdal yang drsusun. (41 Kritcria evaLuasi mutu Amdal sebagairrana rlimaksud pada a'7"r1- (3) .1,+,et-: r*ri: ar: r,,ieh Menteri. Pasal 72 (1) Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, lembaga sertifikasi kompetensi Amdal melakukan:

    7. keberlanjutan berlakunya sertifikat kompetensi penyusun Amdal; atau

    8. pencabutan sertifika[ kompetensi penyusun Amdal. (21 Pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hunrf b dilakukan jika penyusirn Amdal:

    9. menyalahgunakansertifikatkompetensi;

    10. melakukan penjiplakan dalam penyusunan Amdal; dan/atau

    11. melakukan pemalsuan data dan informasi dalam penyusunan Amdal. ' (3) Pen5rusun Amdal yang sertifikat l.,ompetensinya telah dicabut, dilarang melakukan penyusunan Amdal. (4) Lembaga sertifil<asi kompetensi Amdal melaporkan pencabutan sertifikat kompetensi penyusun Amdal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b kepada Menteri cian menginformasikan kepada publik. Pasal 73 (1) Lembaga penyeCia jasa pen)rusunan Amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 ayat (21 huruf b mengajukan perrnohonan registrasi kepada Menteri dengan dilengkapi persyaratan:

    12. identitas pemohon:

    13. akte pendirian badan hukum;

    14. penanggung jawab sertifikasi kompetensi Amdal;

    15. merniliki paling sedikit 2 (dua) orang tenaga tetap penyusun Amclal yang memiliki sertifikat kompetensi yang memenuhi standar kualifikasi ketua tim penyusun Amdal;

    16. memiliki paling sedikit 2 (dua) orang tenaga tetap penJrusun Amdal yang memiliki sertifikat kompetensi yang memenuhi standar kualifikasi anggota tim penyusun Amdal;

    17. memiliki rnemiliki perjanjian kerja dengan tenaga tidak tetap penyusun Amdal yang memiliki sertifikat kompetensi penyusun Amdal yang memenuhi standar kualifikasi anggota tim penyusun Amdal; memiliki perjanjian kerja dengan tenaga ahli sesua.i dengan dampak potensial yang diakibatkan t'leh rencana Usaha dani atau Kegiatan; memiliki sistem manajemen rnutu; dan melaksanakan pengendalian mutu internal i_erhadap pelaksanaan penyusunan Amdal, termasuk menjaga prinsip ketidakberpihakan dan/atau menghindari konflik kepentingan. (2) Menteri rrremberikan tanda registrasi kepada lembaga penyedia jasa penyusunan Amdal dalam jangka waktu 3 (tiga) hari kerja setelah nermohonan registrasi ditenma dan memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Lembaga penyedia jasa penyusunan Amdal yang telah teregistrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melaporkan pemenuhan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (21 huruf d sampai dengan huruf i kepada Menteri setiap 1 (satu) tahun sekali. Pasal 74 (1) Menteri rnelakukan evaluasi terhadap laporan yang disampaikan oieh:

    18. lembaga pelatihan kompetensi Amdal;

    19. iembaga sertifikasi kornpetensi Amdal; dan

    20. lembaga penyedia jasa penyusunan Amdal. (2) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayar (1) dilakukan melalui inspeksi secara berkala paling sedikit i (satu) kaji dalam 3 (tiga) tahun atau sewaktu-waktu jika diperlukan.

    21. o b h


    Pasal 75

    Pasal 75 (1) Dalam hal hasil evaluasi Menteri menunjukkan:

    1. Iembaga pelatihan kompetensi Amdal tidak memenuhi akreditasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (41;

    2. lembaga sertifikasi kompetensi Amdal tidak memenuhi penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat- (3); atau

    3. lembaga penyedia jasa penyusunan Amdal tidak memenuhi registrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (3), Menteri memberikan peringatan tertulis. (2) Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1)yang tidak melaksanakan ketentuan mengenai peringatan tertulis dalarn jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja sejak peringatan tertulis diterima, Menteri melakukan pembekuan akreditasi, penetapan, atau registrasi lembaga. (3) Pembekuan sebagaimana dimaksud pada ayat (21 diberikan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun. (4) Selama masa pembekuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3):

    4. lembaga pelatihan kompetensi Amdal dilarang melaksanakan pelatihan kompetensi penyusunan Amdal;

    5. lembaga sertifikasi kompetensi Amdal dilarang melaksanakan sertifikasi kompetensi penyusunan Amdal; atau

    6. lembaga penyedia jasa. penyusunan Amdal dilarang melaksanakan penyusunarr Amdal. (5) Dalam hal lembaga dapat melaksanakan ketentuan peringatan tertulis sebagaimana dimaksuci pada ayat (1), I{enteri mencabut pembekuan. (6) Dalam hal lembaga tidak dapat melaksanakan ketentuan peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah berakhirnya jangka waktu pembekuan, Menteri mencabut akreditasi, penetap&o, atau registrasi lembaga.

      (7)

      Menteri (7j Mentr: ri lnenyampaikarr kepada publik mengerlal perrrbekrian sebagaimana diinaksud pada ayat (2) ctan pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (r-) melal''-ri sistem infolmasi doki-lmcn Lingkungarr Hidup. Bagian Keenarn Pernbentukan Lernbaga Uji Keiavakan Lingkr.rngan Hidup dan Tim Uji Kelayakan Lingkungan Hiduii Pasal 76 (1) Menteri nrembentuk Lembaga Uji Keiayakan Lingkuirgan Hidup. (2) Lembaga Uji Kelayakarr Lingkungan Hidrip bertugas membantu Merrteri dalam:

    7. mem.bentuk Tirrr Uji Kelayakan Lingkungan llidup;

    8. melakukan sertifikasi ahli;

    9. menyLrsun daftar kumpular: ahli bersertifikat;

    10. nrenye<liakan sistem informasi uji kelayakan yang merupakan bagian dari sistem infcrrmasi dokurnen Lingkungan Hidup;

    11. melakukan pembinaan kepacia Tim Uji Kelalrakan l,ingkr-rngan Hidup; dan

    12. rnelakukan rnonitoring dan evaluasi pelaksanaan uji kelayakan oleh Tim Uji Kelayakan Lingkung,an Hiclup. Pasal'77 (i) Lernbaga Uli Kelayakan Lingkungan Hidup rnenyLrsun Tim Uji Keiayaka-n Lingkungan Hidup berdasar.kan usulan oari:

    13. pejabat yang membidangi Arndal, UKL-UPL. dan SPPL untuk Tim U-i! Kelayakan Lingkungan Hidup yallg berkedrrrhrkan di pusat;

    14. gubernur ,.rntuk 'Iirn Uji Kelalrakan Lingkungan HiCup yang berkedudtrkan di provinsi; atau

    15. bupati c. bupati/wali kota untuk Tim Uji Kelayakan Lingkungan Hidup yang berkedudukan di kabupaten/kota. (21 Menteri menetapkan Tim Uji Kelayakan Lingkungan Hidup berdasarkan hasil telaahan dari Lembaga Uji Kelayakan Lingkungan Hidup atas usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). ! (3) Pejabat yang membidangi Amdal, UKL-UPL dan SPPL, gubernur atau. bupati/wali kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengusulkan lebih dari 1 (satu) Tim Uji Kelayakan Lingkungan Hidup kepada Lembaga Uji Kelayakan Lingkungan Hidup dalam hal kuantitas Amdal yang harus dilakukan uji kelayakan sangat tinggi. (4) Persyaratan pengusulan Tim Uji Kelayakan Lingkungan Hidup tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini. Pasal 78 Tim Uji Kelayakan Lingkungan Hidup berkedudukan a. di pusat;

    16. di provinsi; atau

    17. di kabupaten/kota. Pasal 79 (1) Tim Uji Kelayakan Lingkungan Hidup yang berkedudukan di pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 huruf a bertugas melakukan uji kelayakan Amdal untuk jenis rencana Usaha dan/atau Kegiatan:

    18. yang Perizinan Berusaha atau Fersetujuan Pemerintah diterbitkan oleh Pemerintah Pusat;

    19. berlokasi di:


  39. linta.s negara;

  40. lintas provinsi; dan/atau

  41. wilayah laut lebih dari 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas; dan/atau

    1. yang Persettrjuan Pemerintah diterbitkan oleh gubernur dan organisasi perangkat daerah yang membidangi Lingkungan Hidup provinsi bertindak sebagai penanggung ^jawab kegiatan. (21 Tim Uji Kelayakan Lingkungan Hidup yang berkedudukan di provirrsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 huruf b bertugas melakukan uji kelayakan Amdal untuk lenis rencana Usatra dan/atau Kegiatan:

    2. yang Perizinan Berusaha atau Persetujuan Pemerintah diterbitkan oleh gubernur;

    3. berlokasi di:

  42. lintas kabupaten/kota yang berada dalam i (satu) provinsi; dan/atau

  43. wilayah laut paling jauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas; dan Tatau c. yang Persetujuan Pemerintah diterbitkan ^' oleh bupati/wali kota dan organisasi perangkat daerah yang membidangi Lingkungan Hidup kabupaten/kota bertindak sebagai penanggung jawab kegiatan. (3) Tim Uji Kelayakan Lingkungan Hidup yang berkedudukan di kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 huruf c bertugas rnelakukan uji kelayakan Amdal untuk jenis rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Perizinan Berusaha atau Persetujuan Pemerintah diterbitkan oleh bupati/u,ali kota. (4) Menteri dapat menugaskan Tim Uji Kelayakan Lingkungan Hiclup yang berkedudukan di provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan Tim Uji Kelayakan Lingkungan Hidup yang berkedudukan di kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (3) untuk melakukan uji kelayakan Lingkungan Hidup yang Perizinan Berusaha atau Persetujuan Pemerintah diterbit-kan oleh Pemerintah Pusat.

    (5)

    Gubernur atau bupati/rvali kota dapat meminta bantuan Tim Uii Kelayakcrn l,ingkungan Hidup yang berkeduciukan di pusat uirtuk melakukan uji kelayakan Lingkungan Hidup yang Perizj.nair Berusaha atau Persetujuan Pemerintah diterbitkan oleh gubernur atau bupati/wali kota sebaqairnana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan aya+" (3). Pasal 80 (1.l Dalam hal rencana Usaha dan/ataur Kegiatan yang penlrusunan Amdalnya rner-rggunakan penclekat-an studi terpadu atau kawasan serta memiliki iebih dari i (satu) Perizirran Berusaha at-au Persetujuan Pernerintah dengan kewenangan penerbitan Perizinan Berusaha ata.tr Persetujuan Pemerintah berada di:

    1. pusat, provinsi, dan kabupatcnf kota.;

    2. pusat dan provinsi; atau

    3. pusat dan kabupaten/kota, uji kelayakarr dila-kukan oleh Tim Uji Kele.5rakarr Lingkungan Hidup yang berkedudukan di pusat. (21 Dalam hal rencana Usaha dan/atau Kegiatan )rang pen5,nJsunan Amdahrya rnenggunakan pendekatari studj terpadu ata.,.r kawasan serta memiliki lebih dari I (satu) Perizinan Berusaha atau Persetujuan Pemerintah dengan ker,r,enangan penerbitan Perizinan Berusaha atau Persetujuan Pemerintah beraCa di provirisi dan kabupatenikota, uji kelayakan dilakukan oleh Tim Uji Kelayakan Lingkungan Hidup yang berkedudukan di provinsi. I'asal 81 (f ) Tirn {-tji Kelayakarr Lingkungan Hidup dimaksud ,lalarn Pasal 78 terdiri atas:

    4. ketu: r;

    5. kepala sekretariat; dan

    6. anggota. scbagarmana (21 Ketua dan kepala sekretariat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b dijabat oleh pejabat yang menangani Amda1 atau pejabat fungsional tertentu di instansi Lingkungan Hidup pusat, organisasi perangkat daerah yang membidangi Lingkungan Hidup provinsi, atau organisasi perangkat daerah yang mernbidangi Lingkungan Hidup kabupaten/ kota yang memiliki pengalaman dala.nr penilaian Amdal paling sedikit 2 (dua) tahun. (3) Anggota yang berkedudukan di pusat terdiri atas:

    7. paling sedikit 5 (lima) orang ahli bersertifikat dengan latar belakang keilmuan yang beragam terkait dengan dampak rencana Usaha dan/atau Kegiatan; dan

    8. paling banyak 5 (lima) orang dari unsur kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. (4) Anggota yang berkedudukan di provinsi atau kabupaten/kota terdiri atas:

    9. paling sedikit 5 (lima) orang ahli bersertifikat dengan latar belakang keilmuan yang beragam terkait dengan dampak rencana Usaha dan/atau Kegiatan;

    10. 1 (satu) orang dari unsur kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup; dan

    11. paling banyak 5 (lima) orang dari perangkat daerah yang membidangi Perlindungan dan Pengeloiaan Lingkungan Hidup. (5) Ahli bersert-ifikat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dan ayat (4) huruf a terdiri atas:

    12. ahli mutu udara;

    13. ahli mulu air;

    14. ahli mutu tanah;

    15. ahli keanekaragarnan hayati;

    16. ahli kehutanan;

    17. ahli sosial;

    18. ahli kesehatan masyarakat;

    19. ahli transportasi;

    20. ahli i. ahli geologi;

    21. ahli hidrogeologi;

    22. ahli hidrologi;

  44. ahli kelautan; atau

    1. ahli lain sesuai dengan dampak rencana Usaha dan/atau Kegiatan. Pasal 82 (1) Lembaga Uji Kelayakan Lingkungan Hidup berdasarkan hasil telaahan dapat memberikan saran kepada Menteri untuk menambah atau mengganti anggota Tim' Uji Kelayakan Lingkungan Hidup yang berasal dari tenaga ahli bersertifikat yang diusulkan oleh pejabat yang membidangi Amdal, UKL-UPL, dan SPPL, gubernur atau bupati/',vali kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal TT ayat (1). (2) Tambahan atau penggantian ahli bersertifikat diperoleh dari daftar kumpulan ahli bersertifikat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (2) huruf c. Pasal 83 Lembaga Uji Kelayakan Lingkungan Hidup melakukan pembinaan terhadap Pemerintah Daerah untuk dapat rnemenuhi persyaratan pengusulan Tim Uji Kelayakan Lingkungan Hidup. Bagian Ketujuh Ahli Bersertifika.t Tim Uji Keiayakan Lingkungan Hidup Pasal 84 (1) Menteri menetapkan ahli bersertifikat sebagai anggota Tim Uji Kelayakan Lingkungan Hidup. (21 Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui Lembaga Uji Kelayakan Lingkungan Hidup dengan mekanisme penilaian calon ahli bersertifikat. Pasai 85 (1) Mekanisme penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 ayat (21 dilakukan terhadap:

    2. latar belakang pendidikan minimal sarjana;

    3. pengalaman sesuai keilmuannya paling sedikit 3 (tiga) tahun;

    4. sertifikat pelatihan yang terkait dengan kajian Dampak Lingkungan;

    5. rekam jejak penilaian Amdal yang telah dilakukan oleh ahli tersebut;

    6. tulisan ilmiah dari ahli tersebut yang telah diterbitkan di jurnal nasional atau internasional; dan/atau

    7. rekomendasi dari asosiasi keahlian. (2) Berdasarkan hasii penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri menerbitkan tanda ahli bersertifikat. (3) Ahli bersertifikat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus menandatangani pakta integritas. Bagian Kedelapan Dokumen Evaluasi Lingkungan Hidup dan Dokumen Pengelolaan Lingkungan Hidup , Pasar.l 86 Penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan yang telah melaksanakan Usaha dan/atau Kegiatan sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini dan memenuhi kriteria:

    8. tidak memiliki dokumen Lingkungan Hidup atau dokumen Lingkungan Hidupnya tidak sesuai dengan ketentuan peraturan rrerundang-undangan; dan

    9. lokasi Usaha dan/atau Kegiatan sesuai dengan rencana tata ruang, wajib men5rusun DELH atau DPLH.

      Pasal 87

      Pasal 87 (1) Penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 mengajukan DELH atau DPLH yang telah disusun melalui sistem informasr dokumen Lingkungan Hidup kepada Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya. (21 DELH atau DPLH yang telah disusun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diumumkan kepada masyarakat melalui:


    10. sistem informasi dokumen Lingkungan Hidup oleh Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya; dan

    11. pengumuman pada lokasi Usaha dan/atau Kegiatan oleh penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan. (3) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (21 memuat informasi:

    12. Usaha dan/atau Kegiatan beserta evaluasi Dampak Lingkungannya; dan

    13. Rencana pengelolaan dan pemantauan Lingkungan Hidup. (4) Berdasarkan pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat(2) dan ayat (3), rrrasyarakat dapat memberikan saran, pendapat, dan tanggapan dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari keda sejak diumumkan. Pasal 88 (1) Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya melakukan penilaian DELH atau pemeriksaan DPLH melalui sistem inforrnasi dokumen Lingkungan Hidup. (2) Dalam melakukan penilaian DELH atau pemeriksaan DPLH sebagairrrana dimaksud pada ayat (1):

    14. Menteri menugaskan pejabat yang membidangi DELH atau DPLH; atau

    15. gubernur atau bupati/wali kota menugaskan kepala perangkat daerah yang membidangi Lingkrlngan Hidup.

      (3)

      Hasil penilaian DELH atau pemeriksaan DPLH sebagaimana dimaksud pada ayat(2) disusun dalam berita acara yang memuat informasi:

    16. DELH atau DPLH diterima; atau

    17. DELI{ atau DPLH perlu dilakukan perbaikan. (4) Berdasarkan berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya menerbitkan persetujuan DELH atau DPLH. (5) Persetujuan DELH atau DPLH sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dipersamakan dengan Persetujuan Lingkungan yang digunakan sebagai prasyarat dan termuat dalam Perizinan Berusaha atau Persetujuan Pemerintah. (6) Berdasarkan berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan melakukan perbaikan. , (7) Tata cara pen5rusunan, penilaian DELH, atau pemeriksaan DPLH tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini. Bagian Kesembilan Peru bahan Persetujuan Lingkungan Pasal 89 (1) Penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan wajib melakukan perubahan Persetujuan Lingkungan apabila Usaha dan/atau Kegiatannya yang telah memperoleh surat Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup atau persetujuan Penyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan Hidup direncanakan untuk dilakukan perubahan. (2) Perubahan Usaha dan/atau Kegiatan sebagaimana dimaksuci pada ayat (1) meliputi:

    18. perubahan spesifika-si teknik, alat produksi, bahan baku, bahan penolong, dan/atau sarana Usaha dan/atau Kegiatan yarig berpengaruh terhadap Lirrgkungan l{idup;

    19. penarnbahan kapasitas prodr-rksi; .. perl.uasan laharr Usaha dan/atai-r Kr: giatan;

    20. p: rubahan waktu atail durasi operasi Usaha dan/atau Legiatan;

    21. terjaclinya perubahan keb-ijakarr penrerintah yang ditujukan untuk peningkatan. ^perliirdunsan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;

    22. terjadi perubahan Lingkungan Hidup yang sangat rnenrlasar akihat peristiwa aiam atau karena akibat Iain, sebelum dan pada rvaktu tJsaha dan/a_tar: I(egiat-an yang bersarrgkuran dilaksanakan;

    23. tidak dilaksanakannva rencana Usaha dan/atau i(egiata; n dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak diterbitkannya surat Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup atau perset'.rjuan penyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan Hioup;

    24. perubahan identitas penanggung jarr,'ab Usaha da.n/atau Kegiatan;

    25. peruibahanwilayahaciministrasipemerintahan;

    26. pen-ibahan pengelolaan dan pemantauan Lingkungan Hidup;

    27. SLO Usaha dan/atau Kegiatan yang lebih ketat dari Persetujuan l,ingkungarl yang dimiliki; L penciutan/pengurangan dan/atau luas areal Usaha dani atari Kegiatan; dan/atau

    28. terdapat perubahan dampak dan/ataur risikc Lingkungan Hidup berdasarkan hasil kajian analisis risiko Lingkungan Hidup dan/atau audit Lingkungan Flid,-rp r-ang diwaj ibkan. (3) Perul: ahan Persetujuan Lingkungan sc-bagaimana dimaksud Lrada- ayat {2}, menjadi dasar dilakukannya perubahan Perizinan Berusaha atau persetujuan Pennerintair sesuai dengan ketentuan peraturan perundanga n -undangan.

      Pasal 90

      -BO- Pasnl 90 (1) Perubahan Persetujuan Lrngkungan sebagairnana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (2) dilakr.rkan inelalui:


    29. perubarfiarr Persetujuan Lingkuitgan rlengan kewajiban rner'lruslin d<lkumen I-ingkllngan H.idup baru; atau

    30. pcrubalran Persetujuan l,ingkungan tanpa drsertai. kewajiban menJrusun dokumen l,ingkungan Hidup llaru. (21 Penrbaha: r Persetujuan Lirrgkungan dengan kewajiban nlen)rusun doktrmeri Lingkuirgan Hidup baru sebagaimarra dimaksrrd pada- ayat (1) huruf a beriaku untuk perubahan Usaha dan/atau Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (2) huruf a sampai dengan huruf g. (3) Perubahan Persetujuan Lingkungan tanpa dise: rtai kewajiban menvusun dokumen Lingkungan }{idup baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b herlaku untuk perubahan Llsaha Can/atau Kegiatan sebagaimana dimakstrd dalam Pasal 89 ayaLt (2) huruf l-r sampai dengan hunrf m. Pasal 9 1 (1) Perubahan Persetujuan Lingkungan dengan kewaiiban men5rusun dokumen Lingkungan I{idup baru sebagaimerna dimaksud dalam Pasal 90 avat (1) huruf a dilakukan mela.lui:

    31. perubahan srrrat Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup dengan kcwajiban melakukan perrlAlsuns.fl dan,.rji kelaya.kan Amdal baru;

    32. peruF-,aharr persetujuan Pernyataan Kesanggnpan Pengclolaan l-ingkungarr }{idup dengan kewajihan rrielakrrkan l)en]rusrlnan clan perrreriksaan Formulir UKL.-IjPL standa-r spesifik atau Formulir UKL-UpL sta: rdar: atau c. perrrbahan surat Keprrtusan Keiayakan Lingkungan Hidup dengan kervajiban rnelakukan penlrllsunan darr peniiaian adriendttm Andal dan RKL-RPL.

      (2)

      Dalam hal perubahan lJsaha dan/atau Kegiatan yang dilakukan menyebabkan skala/besaran kumulatif Usaha Can/atau Kegiatan tersebut menjadi skala/besaran wajib rrremiliki Amdal, perubahan Persetujuan Lingkungan dilakukan melalui peny-rsunan dan uji kelayakan Amdal baru. (3) Dokumert addendum Andal dan RKL-RPL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c f-erdiri aras:

    33. tipe A;

    34. tipe B; dan

    35. tipe C. Pasal 92 (1) Tata cara penyusunan Amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dan Pasal 39 berlaku secara mutatis mutandis untuk pen5rusunan Amdal baru sebagairaana dimaksud dalanr Pasai 91 ayat (1) huruf a. (2) Tata cara pen)rusunan Formulir UKL-UPL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 dan Pasal 56 berlaku secara mutatis mutandis untuk penyusunan Formulir UKL-UPL standar spesifik atau Formulir UKL-UPL standar sebagaimana. dimaksud dalam Pasal 91 ayat (1) huruf b. Pasal 93 (1) Perubahan Persetujuan Lingkungan tanpa clisertai kewajiban men5rusun dokr-rmen Lingkungan Hidup baru sebagaimana dimaksud dalam ^pasal 90 ayat (i; nuruf b dilakukan melalui:

    36. perubahan surat Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup atau perubahan persetujuan pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud dalam pasal 89 ayat (21 hurtrf h dan Lruruf i; atau

    37. perubahan b. perubahan surat Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup atau perubahan persetujuan Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang disertai perubahan pengelolaan dan pemantauan Lingkungan Hidup sebagaimana ciimaksud dalam Pasal 89 ayat (2) huruf j sampai dengan huruf m. (21 Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terkait dengan pengelolaan dan pemantauan Lingkungan Hidup yang memerlukan Persetujuan Teknis, dilakukan berdasarkan Perubahan Persetujuan Teknis. Pasal 94 (1) Untuk menentukan perubahan Perset-trjuan Lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91 ayat (l ), penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan melakukan proses penapisan secara mandiri. (21 Dalam hal penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan tidak dapat melakukan penapisan secara mandiri, penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan mengajukan penetapan penapisan kepada instansi Lingkungan Hidup pusat, organisasi perangkat daerah provinsi yang membidangi Lingkungan Hidup, atau organisasi perangkat daerah kabupaten/kota yang membidangi Lingkungan Hidup sesuai dengan kewenangannya disertai dengan penyajian informasi lingkungan. (3) Penyajian informasi lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (21 menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini. Pasal 95 (1) Penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan mengajukan permohonan perubahan Persetujuan Lingkungan kepada Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya melaiui sisterrr informasi dokumen Lingkungan Hidup.

      (2)

      Terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya melakukan:

    38. uji kelayakan Amdal baru;

    39. pemeriksaan Formulir UKL-UPL standar spesifik atau Formulir UKL-UPL standar; atau

    40. penilaian addendum Andal dan RKL-RPL. Pasal 96 (1) Tata cara uji kelayakan Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 sampai dengan pasal 49 berlaku secara mutatis mutandis untuk uji kelayakan Amdal baru sebagaimana dimaksud dalarn pasal 95 ayat (2) huruf a. (21 Tata cara pemeriksaan Formulir UKL-UPL standar spesifik atau Formulir UKL-UPL standar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 sampai dengan pasal 62 berlaku secara mutatis mutandis untuk pemeriksaan Formulir UKL-UPL standar spesifik atau Formulir UKL- UPL standar sebagaimana dimaksud dalam pasal 95 ayat. (2) huruf b. Pasal 97 (1) Tim Uji Kelayakan Lingkungan Hidup sesuai dengan kewenangannya melakukan penilaian addendurm Andal dan RKL-RPL sebagaimana dimaksud dalam 95 ayat (2) huruf c, dengan tahapan:

    41. penerimaan permohonan penilaian addendulzr Andal dan RKL-RPL, dan perubahaan persetujuan Lingkungan;

    42. pemeriksaan administrasi addendum Andal dan RKL-RPL;

    43. penilaian substansi addendum Andal dan RKL-RpL; dan

    44. penyampaian rekomendasi kelayakan atau ketidaklayakan Lingkungan Hidup.

      (2)

      Pemeriksaan (21 Pemeriksaan administrasi addendurm Andal dan RKL-RPL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berupa:

    45. kesesuaian perubahan rencana Usaha dan/atau Kegiatan dengan rencana tata ruang;

    46. persetujuan awal Usaha dan/atau Kegiatan;

    47. Persetujuan Teknis dalam hal terjadi perubahan Persetujuan Teknis;

    48. keabsahan tanda bukti registrasi lembaga penyedia jasa pen5rusunan Amdal, apabila penyusunan Andal dan RKL-RPL dilakukan oleh lembaga penyedia jasa penJrusunan Amdal; dan/atau

    49. keabsahan ta.nda bukti sertifikasi kompetensi pen5rusunan Amdal. (3) Dalam melakukan penilaian sr.rbstansi addenduim Andal dan RKL-RPL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, untuk addendum Andal dan RKL-R.PL:

    50. tipe A, Tim Uji Kelayakan Lingkungan Hidup melibatkan pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3);

    51. tipe B, Tim Uji Kelayakan Lingkungan Hidup melibatkan:

  45. instansi sektor yang menerbitkan Persetujuan Teknis; dan

  46. instansi pusat, provinsi, atau kabupaten/kota yang terkait dengan rencana Usaha dan/atau Kegiatan, dan/atau dampak Usaha dan/atau Kegiatan; dan

    1. tipe C, Tim Uji Kelayakan Lingkungan Hidup melibatkan instansi teknis yang menerbitkan Persetujuan Teknis, dalarn hal terdapat perubahan pengelolaan dan pemantauan Lingkungan Hidup serta terdapat perubahan Persetujuan'Teknis. (4) Berdasarkan hasil pemeriksaan administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (21 dan penilaian substansi sebagaimana ciimaksud pada ayat (3), Tim Uji Kelayakan Lingkungan Hidup menerbitkan rekomendasi hasil rrji kelayakan.

      (5)

      Jangka u,aktu penilaran a.ddenduim Arrdal dan RKL-RPL sarnpai dengan dlsampa.ikannya rekomendasi hasil uji kelayakan ciilakukan paling lama:

    2. 5Ct (lima pultrh) han kerja terhitung sejak ad.dendum Andal dan }{KL-RPL tipe A diterima dan dinyatakan lengkap secara adrninistrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2);

    3. 3O (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak addendum Andal dan RKL,-RPL tipe B diterima dan dinyatakan iengkap secara administrasi sebagaimana dirnaksud pada ayat (2); dan

    4. 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak aridendum. Andal dan RKL-RPL tipe C diterima dan dinyatakan lengkap secara administrasi sebagaimana dirnaksud pada ayat (2). Pasal 98 (t) Rekomendasi hasil uji kelayakan sebagaimana dimaksud dalarn Pasal 97 ayat (4) menjadi bahan pertimbangan Menteri, gubernur, atau bupati/u,ali kot-a sesuar dengan kewenangannya dalam menetapkan :

    5. surat Keputusan Kelayakan Lingkrrngan Hidup terhadap perubahan rencana Usaha dani atau Kegiatan, jika perubahan rencana Usaha danlatau Kegiatan dinyatakan layak Lingkungan Hidup; a1-au b. keputusan ketidaklayakan Lingkungan Hidup terhadap penrbahan rencana Usaha dan/atau Kegiata.n, jika perubahan rencana Usaha dan/atau Kegiatan diriyatakan ticlak layak Lingkungan Flidup. {21 ^Jangi: a ^waktu ^penerbitan ^surat ^Keputusan Kclayakan Lingkungan Hirj,,rp atau surat keputusan ketidaklayakan Lingkungan Hidi,p .sehagaimana dimaksud pada ayat (l) dilakukan paiing laina r0 (sepuluh) hari kerja terhitung sejak rekomendasi ha: il uji keiayakan diterima. (3) Srrrat Kepuuusarr Kela,yakan Lingkungan Hidup sebagaimana- diritol<sr.r.: i pada ayat (21 menjadi prasyarat penerbrtan clan termuat dalam peru.bahan Perizina.rr Berusaha. atzru Persetujuan Pemerrntah Pasal 99 (1) Pemeriksaan perubahan Persetujuan Lingkungan tanpa disertai kewajiban menyusun dokumen Lingkungan Hidup baru sebagaimana dimaksud dalam Pasal ^gO ayat (1) huruf b melalui pemeriksaan administrasi atas kelengkapan permohonan perubahan Persetujuan Lingkungan yang meliputi:

    6. laporan perubahan pengelolaan dan pemantauan Lingkungan Hidup ; dan I atau b. laporan perubahan Persetujuan Teknis dalam hal terjadi perubahan Persetujua.n Teknis. l2l ^Pemeriksaan ^administrasi ^atas ^kelengkapan permohonan perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama 1 (satu) hari kerja terhitung sejak permohonan diterima. (3) Dalam hal hasil pemeriksaan administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat Q) dinya.takan permohonan:

    7. lengkap dan beirar, Menteri, gubernur, atau bupati/u,aii kota sesuai dengan kewenangannya menerbitkan:

  47. surat Kepr,rusan Kelayakan Lingkungan Hidup; atau

  48. persetujuar: Penyataan Kesanggupan Pengelolaan I.ingkungan Hidup, terhadap perurbahan lencana Usaha dan/atau Kegiatan;

    1. tidak lengkap dan/atau r"idak benar, Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya mengembalikan perrnohonan untuk diperba.iki. (4) Jangka waktu penerbitan peru.bahan Persetujuan Lingkungan, termasuk pengembalian permohonan untuk perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan paling lama 1O (sepuluh) harr kerja terhitung sejak hasil pemeriksaan administrasi diterima. , (5) Perubahan Persetujuan Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menjadi prasyarat penerbitan dan termuat dalam Perizi: nan Berusaha atau Persetujuan Pemerincah. t Pasal 1O0 (1) Pengelola Kawasan yang telah rnemiliki Persetujuan Lingkungan, melakukan penggabungan Can penyesuaian Persetujuan Lingkungan dari penanggung jawah Usaha daniatau Kegiatan dalam kawasan pada Persetuiuan Lingkungan Kawasan. (21 Pengelola kawasan melakukan perubahan Persetujuan Lingkungan jika terdapat:

    2. penambahan jenis Usaha dan/atau Kegiatan di luar Persetujuan Lingkungan kawasan;

    3. periambahan RKL-RPL rinci dengan jenis Usakra dan/atau Kegiatan yang sesuai Persetujuan Lingkirngan kawasan;

    4. perubahan kegiatan pada Usaha dan/atau Kegia-tan dalam kawasan yang telah beroperasi; dan/atau

    5. perubahan pengelolaan dan pen: antauan Lingkungan Hidup. (3) Perubahan sebagairrrana dimaksud pada ayat (2J huruf a dilakukan rnelalui perubahan dokumen Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud dalam 90 ayat (1) huruf a. (4) Perubahan sebagaimana dirnaksud pada ayat (21huruf b sanrpai dengan huruf d, dilakukan melalui perubahan pengelolaan dan pemantauan Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (2) hurufj. (5) Perubahan sebagaimana dimal: sud pada ayat (4) dilakukarr bersamaan dengan pelaporan Perizrnan Berusaha terkait Persetujuan Lingkungan secara berka.la setiap 6 (enam) brrlan. Pasal 1O1 Tata cara:

    6. penyusunan adder"dum Andal dan RKL-RPL sebagaimana dimaksucl dalam Pasal 91 ayat (3);

    7. penilaian addendum Andal dan RKL-RPL sebaga-imana drmaksud dalam Pasal 97 dan Pasal 98; dan

    8. perneriksaarl perubahan Persetujuan Lingkungan tanpa disertai kervajiban rnentrusun dokumen Lingkungan Hidup baru sebagaimana ciimaksud dalam Pasal 99, sebagaimana tercantum rialam Lampiran V ,vang rnerupakan bagian tidak terpisahkan dari Pera[uran Pemeriritah ini. Bagian Kesepuiuh Bantuan Pemerintah Terhadap Usaha Mikro dan Kecil Pa.sat 1Ct2 (1) Pemerintah Pusat rlan Pemerintah Daerah membantu penyusunan Amdal bagi usaha mikro dan kecil yang memiliki Dampak Penting terhadap Lingkungan Hidup l2j ^Bantuan ^penyusulran ^Amdal ^sebagainlana ^dirnaksud pada ayat (1) berupa fasilitasi. bia),a, dan/atau pen)rusunan Amdal. (: l) Pen5n: surran Amdal bagi usaha mikro dan kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibantu oleh kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian aralr perangkat daerah yang membidangi Usaha danlatau Kegiatan. {4) ^Dalam hal usaha mikro dan kecil sebagaimana dirnaksud pada. ayat (1) berada di bawah pembinaan atau pengawasan lebih dari 1 (satu) kementerian/lembaga pemerintah nonkerrrenterian atau perangkat daerah, penyusunan Amdal bagi usaha mikro dan kecil yang direncanakan, dilakukan oleh kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian atau perangkat daerah yang membidangi usaha yang dominan. (5) Penentuan mengenai usaha rnikro dan kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksarrakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Kesebelas Pendanaan Persetujuan Lingkungan

      Pasal 103

      Penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan bertanggung jawab atas pendanar.,rr penyLlsunan Anadal atarr F'ormulir UKL-UPL standar spcsitik atau F'ormulir IJKL-UPL standar.


      Pasal 104

      Pasal 104 (1) Pendanaan operasional kegiatan Lembaga Uji Kelayakan Lingkungan Hidup dibebankan pada bagian anggaran kementerian yang menyelenggarakan urusa,n pemerintahan di bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. (21 Pendanaan operasional kegiatan Tim Uji Kelayakan Lingkungarr Hidup yang berkedudukan di pusat dibebankan pada bagian anggaran kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. (3) Pendanaan operasional kegiatan Tim Uji Kelayakan Lingkungan Hidup yang berkedudukan di provinsi berasal dari anggaran pendapatan belanja daerah provinsi. (4) Pendanaan operasional kegiatan J'im tlji I(elayakan Lingkungan Hi,1up yang berkedudukan di kabupaten/kota berasal dari anggaran pendapatan belanja daerah kabupaten/ kota. Pasal 105 (1) Bantuari pen)rusunerr Amdal sebagaimana ciimaksud dalam Pasal lO2 yang kev.,er.tangan peniier,annya berada di Pemerintah, pendanaannya bersunrber dari anggaran pendapatan dan betanja negara. (21 Bantuan pen5rLlsr-tnan Amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1O2 ^'gang kewenangan penilaiannya berada di Pemerintah Daerah provinsi atau Pemerintah Daerah kabupatenf kota, pendanaannya bersumber dari anggaran pendaparan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah. Pasai 1.06 Ketentuan lebih lanjut mcngenai:


    9. daftar Usaha Can/a: au Kegiat-an '*vajic A.rtrdal, UKL- UPL, dan SPPI,;

    10. tata cara sistem sertifikasi kompetensi Amdai, pelatihan kompetensi Amdal. dan lembaga penyedia jasa penyusunan Amdal;

    11. pemberrtukan Lembaga Uji Kelayakan Lingkungan Hidirp dan Tinr Uji Kelayakan Lingkungari Hidrrp; dan

    12. tata cara penilaian calorr ahli bersertifikat. diatur dengan Peraluran Merrteri. BAR III PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN MUTU AIR Bagian Kesatu Ketentuan Umum Pasal 1O7 {1) ^Perlindungan dan ^Pengelolaan Mutu Air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf b dilakukan terha-dap air yang berada di dalam Badan Air. (21 Badan Air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

    13. Badan Air permukaan meliputi:

  49. sungai, anak sungai, dan sejenisnya;

  50. danau dan sejenisnya;

  51. rawa dan lahan basah lainnya; dan /atarr b. akuifer. {3) ^Penyelengga.raan ^Per'hndungan dan Pengelolaan klutu Air sebagaimana drmaksud pada ayat (1) meliputi:

    1. perencanaan;

    2. pema-nfaatan;

    3. pengenclalian; dan C pemrlitraraan. Bagian a Bagian Kedua Perencanaan Pasal 108 (1) Perencanaan Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Air diselenggarakan dengan pendekatan DAS, CAT, dan ekosistemnya. (21 Perencanaan Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui:

    4. inventarisasi Badan Air;

    5. pen5rusunan dan penetapan Baku Mutu Air;

    6. perhitungan dan penetapan alokasr beban pencemar air; dan

    7. pcnyusunan dan penetapan rencana Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Air. Paragraf 1 Inventarisasi Badan Air Pasal 1O9 (1) invetrtarisasi Badan Air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1O8 ayat (2) huruf a dilaksanakan oleh Menteri. i2) ^Inventarisasi ^Badan ^Air ^sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tahapan:

    8. mengideritif,rkasi Radan Air; dan

    9. melakukan karakterisasi Badan Air. Pasal I l0 (1) Identifikasi Badein Air sebagaimana dimaksud dalam pasal 1O9 ayat (2) huruf a dilak,-rkan untuk mendapatkan informasi mengenai Badan Air sebagaimana dimaksud da-larrr Pasal IO7 ayat (2).

      (2)

      Icientifikasi (2) Identifikasi Badan Air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui:

    10. citra satelit:

    11. foto uciara; dan/atau

    12. penyelidikan hidrogeologr. (3) tdentilikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan mempei batikan peta DAS dan peta CAT dengan tingkat ketelitiair paling kecil skaia 1: 50.000. Pasal 1 1 1 (I) Citra satelit. foto udara, dan/atau penyelidikan hidrogeologi sebagaimana dimaksud Calam Pasai 1L0 ayat (2) Ciinterpretasikan dengan tahapan:

    13. mendelineasi citra satelit, foto udara, clan/atau penyelidikan hidrogeologi; dan

    14. rnemindahkan hasil delineasi kc- dalam peta Badan Air dengan tingkat ketelitian paling kecil skala 1: 50.OOO. (2) Peta Badan Air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dig.rnakan sebagai acuan dalam pelaksanaan karakterisasi Badan Air. Pasal 1 12 (1) Karakterisasi Baclan Air sebagaimana dimaksrrd dalam Pasal 109 ayat (2,i huruf b dilakukan untuk mendapatkan infor.rnasi:

    15. aspek hidrologi dan hrdrogeologi;

    16. aspek geologi;

    17. aspek morfologi; C. aspek ekologl;

    18. aspek Mutu Air;

    19. aspek sumber pencenrar; dan

    20. aspek penianfaatan air. {21 ^Inforri-rasi sebagaiffrana dinaaksud ^pada ^ayat ^(1) ^dilakukan dengan co.r'? grsngui; -rpulan cian pengkajian:

    21. clata PRES lDEN REPUBLIK INDONESIA a. data sekunder; dan/atau

    22. data primer. (3) Terhadap karakterisasi Badan Air dengarr menggunakan data sekunder sel: agaimana dimaksud pada ayat (21huruf a dapat dilakukan verifikasi melalui kegiatan survei Iapangan. (41 Hasil karakterisasi Ba-dan Air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun di aras peta Badan Air sebagairnana dimaksud dalam Pasal 1 11 ayat (2) yang merupakan peta Perlindungan dan Pengelolaan Mutu. Air dengan r"ingkat ketelitian paling kecil skala 1: 5O.OOO. Paragraf 2 Pen5rusunan dan Penetapan Baku Mutu Air Pasal 1 13 (1) Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya menJrusun dan menetapkan Baku Mutu Air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 ayat (2) huruf b untuk:

    23. air tanah; dan

    24. air permukaan berdasarkan segmentasi atau zonasi Badan Air. (21 Baku Mutu Air untuk air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan melalui pemantauan rona awal Mutu Air tanah dan/atau pemantauan Mutu Air tanah referensi. (3) Baku Mutu Air untuk air permukaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b mengacu pada Baku Mutu Air Nasional sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan Pemerintah ini. Pasal 1 14 (1) Baku llutu Air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1i3 ayat (1) disusun dan ditetapkan oleh Menteri setelah berkoorriirra si iengan:

    25. menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sumber daya air;

    26. merrteri yang menvelenggarakan urusan pemerirrtahan di bidang energi dan sumber daya mineral;

    27. menteri yang menyelenggarakan urusan pemerrntahan di bidang tata ruang; dan T atau d. menteri yang menyeleng,garal<an urusan pemerintahan tii bidang kehutenan. (21 Baku Mutr.r Air sebagaimana dimaksud d"alam Pasal 113 ayat (1) disusun dan ditetapkan oleh gubernur setelah:

    28. mendapatkan pertimbangan teknis dari Menteri; dan

    29. berkoordinasi dengan bupati/wali kcta. (3) Baku Mutu Air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 113 ayat (1) disusun dan ditetapkan oleh bupati/wali kota setelah:

    30. mendapatkan pertimbangan teknis dari Menteri; dan

    31. berkocrdinasi dengan gubernur di rvilayahnya. Pasal 1 i5 (1) Dalam hal bupati/i,r,a1i kota tidak dapat rnelaksanakan pen]rusunan dan penetapan tsaku Mutu Air sehiLgaimana dimaksud dalarrr Pasal 113 ayat (1), gubernur men5rusun dan menetapkan Baku Mutu Air ya.ng menjadi kewenangan bupati/wali kota di wilayahn-v-a. \21 ^Dalam ^hal ^gubernur tidak dapat ^melaksanakan penyusunan'dan penetapan Eiaku Mutu Air sebagainrana dimaksud dalarrr Pasal 113 ayat (1), Menteri meny-usun dan menetapkan Baku Mutu Air yang menjadi ker,'"'enangan gu bernur. Paragraf Paragraf 3 Perhitungan dan Penetapan Alokasi Beban Pencemar Air Pasal 1 16 (1) Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya melakukan perhitungan dan penetapan alokasi beban pencemar air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1O8 ayat (2) huruf c untuk rnendapatkan nilai beban pencemar air paling tinggi dari sumber pencemar yang diperbolehkan dibuang ke Badan Air permukaan. (21 Sumber pencemar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas sektor:

    32. industri;

    33. domestik;

    34. pert-ambangan;

    35. minyak dan gas bumi;

    36. pertanian dan perkebunan;

    37. perikanan;

    38. peternakarl; dan

    39. sektor lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan peraturan perundang-undangan. (3) Perhitungan da.n penetapan alokasi beban pencemar air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui:

    40. hasir karaktel'isasi Badan Air sebagaimana dimAksud dalam Pasal ll2 ayat (/-); dan

    41. Baku Mutu Air beidasarkan segn-retltasi dan zonasi Badan Air sebaqaimana dimaksuC dalam pasal 113 ayat (1) hurrif b, (41 Dalam hai bupati/wali kota tidak dapat melaksanakan perhitungan da.n prenetapa_n alokasi beban perrcemar air sebagairnana dirrtaksud pada ayat (1), gubernur menghitung dan menetapkan alokasi beban pencemar air yang men; adi ke'u,,-enangan bupati/waii kota di wilayahnya.

      (5)

      Dalarn (5) Dalam hal gubernur tidak dapat melaksanakan perhitungan dan penetapan alokasi beban pencemar air sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri menghitung dan menetapkan alokasi beban pencemar air yang menjadi kevrenan gan 6Jubernur. Paragraf 4 Peny'usunan dan Penetapan Rerrca.na Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Air Pasal 1 17 Pen5rusunan rencana Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 ayat (21 huruf d meliputi:

    42. rencana Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Air nasional;

    43. rencana Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Air provinsi: dan c. rencana Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Air ka.bupaten/kota. Pasal 1 18 (1) Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Air nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 117 huruf a diterapkan pada:

    44. DAS lintas negara:

    45. DAS lintas provinsi;

    46. DAS clan CAT strategis nasional;

    47. CAT lintas negara; dan

    48. CAT lirttas provinsi. (2) Rencana Periindungan dan Pengelolaan Mutu A.ir nasional sebagiiimana dirrraksud pada a; ,rat (1) disusun dan ditetapkan oleh I,{enteri sctelah berkoorciinasi dengan:

    49. nnenteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sumber daya air;

    50. menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral;

    51. menteri -vang menyelenggarakan urlr.san pemerintahan di bidang tata ruang;

    52. menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dr bidang kehutanan; dan/atau

    53. gubernur dan bupati/wali kota sesuai kewenangannya. Pasal 1 19 (1) Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Air provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal I 17 huruf b disusurr dan ditetapkarr oleh gubernur. 12) ^Rencana ^Perlindungan dan ^Pengelolaan Muttr Air. prttvinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (l) diterapkan pa_da:

    54. DAS lintas kabupaten/kota; dan

    55. CAT dalarn Provinsi. (3) Penetapan rencana Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Air provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (21 dilakukan setelah: a" mendapatkan pertimbangan teknis dari Menteri; dan

    56. berkoordinasi dengan bupati/wali kota. Pasal 12o (i) Rencana Perlindungan dan Pengeiolaan Mutu Air kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam pasal 117 huruf c disusun dan ditetapkan oleh bupati/wali k<rta. (21 Ren<'ana Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Air kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterapkan pada DAS dalam kabupatcn/kota. (3) Penetapan rencrrna Perliircl.rrngan da_n Pengelolaan Mutu Air kabupaf-en/kota sr: i: rtgaimana dimaksud pada ayat (21 dilak,"lkan setelah:

    57. rrendapatkan pertimbangan teknis dari Menteri; cian b. berkoordinasi dengan guhernur di wilaya.hnya. Pasal 121 (1) Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 117 berisi:

    58. pemanfaatan;

    59. pengendalian; dan

    60. pemeliharaan. (21 Rencana Perlindungan dan Pengeloiaan Mutrl Air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dan ditetapkan berdasarkan :

    61. pemantauan Muttr Air;

    62. Baku Mutu Air; dan

    63. alokasi beban pencemar air. Pasal 122 (1) Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya melakukan pemantauan Mutu Air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 121 ayat {21huruf a dengan cara: nranual; d,a.n1atar.r o t"omatis dan terr-is-menerus. (2) Hasil pemantar.ran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diintegrasikarr ke dalam sistem Informasi Lingkungan Hidup. (3) I{asil pernantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai dasar penentuan status Mutu Air. Pasal 123 (1) Stat-us Mutu Air sebagaimana dimaksuc dalam pasal 122 a),at (3) ditcntul<an dengan cara mernbandingkan hasil pernantauan Mutu Air rrebagairnana dimaksud dalam Pasal 12'2 ayat (i) Ceregarr Baku Mutu Air sebragaimana dirnalrsud rlalam Pasal 1111 ayat (l). a b (21 Status Mutu Air sebagaimana dimaksud pa_Ca ayat (1) meliputi:

    64. tercemar; atau

    65. baik. (3) Untuk status Mutu Air tercemar, Ment'eri, gubernur, atau bupatilwali kota sesuai dengan kervenangannya menetapkan:

    66. Mutu Air sasaran; dan

    67. rencana pengendalian Mutu Air. (4) Untuk statrrs l{utu Air baik, Menteri, gubernur, atau bupati/rvali kota sesuai dengan kewenangannya menetapkan rencana pencegahan Pencemaran Air dar, pemeliharaan Mutu Air. (5) Mutu Air sasaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a ditentukan dengan mempertimbangkan:

    68. peta Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Air;

    69. Raku l\tluttr Air;

    70. ketersediaan teknologi pengendalian Pencerriaran Air; dan

    71. kondisi sosial- ekonomi, dan budaya. Pasal 124 (1) Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Air sebagaimana dimaksud dalam Pasai l2l ayat (1) rnenjadi bagian dari rencana perlindungan dan perrgel.olaan Lingkungan Hidup. (2) Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Air sebagaimana dimaksud pa.da ayat (1) digunakan dalarn:

    72. pen5rusunan rencana pengelolaan sumber daya air; dan

    73. pen5rusr-rnan ta': a ntarlg melalui kajian Lingkungan I{idtip sLrategis. sesuai dcrrgan perurr tla.ng-undangarr. peraturan ketentuair (3) Rencana - I[,0 ^- (3) Rencana Perlinirirlgan dan Pengelolaan i{utu Air sebagairrrana drrnaksud peda ayat (1) daoat cliubah jika terjadi perubahan:

    74. lralku Mtrtlr A.ir sebagaimarra dirnaksud da-lam ^pasal i 1l'i ayat (1);

    75. tata ruang: dan/aLaur .. ketrrjnkan iainnya yarrg ^'nerimplikasi pada Perlindur^gan dan Fengclolaan DIr: l_ur Air. .Bagian Ket:

    76. Pemanlhatan Pasal 125 (U Pemanfaatan air pada Bacian Air dilakukaa berdasarkan rencana Perlindungan dan Pengelolaan IVIrrtu Air sebagairrrana dirrraksud dalam Pasal 117. (21 Pemanfaatan air sebagaimana dimaksud pada. e+,at (1) dapat dilakukan pada seluruh Badan Air sesuar dengan Baku Mutu Air atau L4utu Air sasaran. Pasal 126 Badan Air dapat dimanfaatkan sebagai penerima Air Limbah bagi Usaha danf atau Kegiatan dengan tidak melampaui Baku Mutu Air sebagaimana dimaksud claiam Pasal 113 ayat (1) huruf b atau Mutu Air sasaran sebagairnana ciimaksud dalam Pasal I23 ayat (3) huruf a. Bagian Bagian Keempat Pengendalian Paragraf 1 Umurn Pasal !27 (i) Pengendalian Pencemaran Air dilaksanakan sesuai dengan i'encana Perlindungan dan Pengei<,,laan Mutu Air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 117. ('21 Pengendalian Pencernaran Air sebagaimana din: a-ksud pada ayat (1) meliputi:

    77. pencegahan Pencemaran Air;

    78. penanggularrgarr Pencemaran Air; dan

    79. pemulihan Mut-u Air. Paragraf 2 Pencegahan Pencemaran Air Pasal 128 (1) Pencegahan Pencemaran Air sebagaimana dirnaksud dalam Pasal 127 ayat (2) hunuf a dilakukan pada sumber pencemar:

    80. nirtitik; dan

    81. ritik. t2l ^Perrcegahan Pencerqara.n ^Air ^sebagaima.na dimaksud ^pada ayat (1) hunrf a dilakukan melalui cara pengelolaa_n terbaik. (3) Pencegahan Pencernaran Air sebagaimana dinraksud pada ayat (1) hurr-rf b diiakukan melalui: a" penyediaAn sarana dan prasarana;

    82. pelaksanaan . " ^, ^r. ^-,- ^- -ro2- b. pelaksanaan pengurangan, penggunaan kembali, pendauran ulang, perolehan kembali manfaat, dan/atau pengisian kembali Air Limbah;

    83. penetapan Baku Mutu Air Limbah;

    84. Persetujuan Teknis untuk pemenuhan Baku Mutu Air Limbah;

    85. penyediaan personel yang kompeten dalam pengendalian Pencemaran Air;

    86. internalisasi biaya Perlindungan dan pengelolaan Mutu Air; dan

    87. penerapan sistem perdagangan alokasi beban pencemar air. Pasal 129 (1) Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah menyediakan sarana dan prasarana pengendalian pencemaran Air. (21 Sarana dan prasarana pengendalian pencemaran Air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disediakan untuk sumber Air Limbah dari:

    88. rumah tangga; dan

    89. air limpasan atau nirtitik. (3) Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dapat memberikan bantuan sarana dan prasarana pengendalian Pencemaran Air bagi usaha mikro dan kecil. (4) Hasil pengolahan Air Limbah dari sarana dan prasarana pengendalian Pencemaran Air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi Baku Mutu Air Limbah dan alokasi beban pencemar air. (5) Dalam menyediakan sarana dan prasarana pengendarian Pencemaran Air, Pemerintah danlatar.r pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melakukan kerja sama dengan badan usaha yang memiliki perizinan Berusaha. (6) Penyediaan sarana dan prasarana pengendalian Pencemaran Air dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 13O. PFIES IDEN REPUBLIK INDONESIA Pasal 130 (1) Penarrggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan yang rnenghasilkan Air [,imbah wajib rrrengolah Air l,imbatr. (2) Hasil pengolahan Air Lir-'rbah sebagaimana dinraksi.rd pada ayat ^(1) dilak-ukan:

    90. perrranfaatan dengan cara sebagatmana dimaksud dalam Pasal 128 a1'a1 (i3) huruf b;

    91. pemanfaatan dengan cara aplikasi ke tanah; dan/atau

    92. pembuangan ke Retdan Air permukaan danlat-att ke formasi tertentu. (3) Pelaksanaan pemanfaatan dan/atau pembuangan Air Limbah sebagaimana dimaksuci pada ayat (21 dilaksanakan ciengan tidak menimbulkan darnpak pencemaran dan/atau l<erusakan Lingkungen FIidi.rp serta sesuai dengan ketentuan peraturan perrrndang- unda-ngan Pasal 131 (1) Menteri rrreneta-pkan Baku Mutu Air Limbah sebagaimana dimaksrld dalam Pasal 128 aya+- (3) hu*rf c. (21 Baku lvlut-u Air Limbah sebagaimarra dimaksud pada ayat (f ) diterapkan pada Usaha dan/atau Kegiatan ): ang melakukan kegiatan:

    93. pembuangan Air Limbah ke Badan Air pcrmukaan;

    94. pemhuangan tlanfatau pemanfaatan Aii Lirnbah ke formrrsi ter*"enLu;

    95. peman-faatan Air Limbah untuk aplikasi ke tanah: dan/atau d. bcrrr-uk pemhruangan dan/atau pemantaatan Air Limlrah iainnya sesuai dengan perkembangan ilmu pcngetahuan dr: n teknologi. (3) Penetapan Baku Mutu Air Limbah untuk kegiatan sebagaimana dirr,aks: ; d pada ayai (21 dilakukan berdasarkan:

    96. ketersedia.arr teknc'logi pengolahan Air Limhah; dan

    97. pertimbangan -IO4- b. pertimbanganekononri Pasal 132 tl) ^Menteri ^menetapkan ^standar ^teknologi ^pengolahan ^Air Limbah. (21 Standar teknoiogi sebagaimana dimaksud pacta ay.et (1) dilakukan dengan: ^. ^verilikasi ^tekriologi; ^dan/atau b. registrasi teknologi pengolahe.n Air Lirnbah. (3) Penanggung jawab Usaha dan/atatr Kegiatan dapat menggunaka-n standar teknologi yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau menentukan teknoiogr berdasarkan Baku Mutu Air Limbah yang ditetapkan. Pasal 133 (1) Penanggung ja',r,ab Usaha dan/atau Kegiatan wajih Amdal atau UKL-UPL yang mclakukan kegiatan penrbuangan dani atau pemanfaatan Air Limbah sebagaimana dimaksud cialam Pasal L31 ayat (2) ^..vajib:

    98. membuat kajian; atau

    99. rnenggunakan standar teknis yang Cisediakan oleh Pemerintah, sebagai dasar pertirrrbangan Calarn penetapan Persetujuan Teknis pemenuhan Baku Mutu Air Limbah. (21 Pengelola kawasan dalam memeriksa RKL-RPL rinci Pelaku Usaha dalarrr kawasan yang melakukan kegiatan pembuangan dan/atau pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalarn Pasal 131 ayat (2), mempersyaratkan Persctr-r.1uan, Teknis perrrenuhan Baku Mutu Air Limbah pada RKL RPL rinci. (3) Kajian sebagaimana dirnaksud pada ayat (1) huruf a bagi kegiatan pembuangan Air Limbah ke Badan Air permukaan sehagain: ana dimaksud dalam Pasal 131 ayat (2) huruf a rrr.: iiput; : a. ^jenis dan kapasitas 1: roduksi;

    100. jenis dan jumlah bahan baku dan bahan penolong yang digunakan;

    101. sumber, kapasitas air baku, dan neraca air;

    102. sumber, debit, volume, dan karakteristik mutu air limbah;

    103. perhitungan detil dan kriteria desain siqtem pengolahan Air Limbah dan lumpur yang dihasilkan;

    104. hasil pemantauan rona lingkungan awal air permukaan;

    105. perhitungan Baku Mutu Air Lirnbah berdasarkan alokasi beban pencemar air dan prediksi sebaran Air Limbah di air permukaan;

    106. lokasi titik penaatan, pembuangan Air Limbah, dan pemantauan air perrnukaan;

    107. i'encarra pemantauan mutu Air Limbah dan air permukaan; Can j. sarana prasarana dan sisterrr penanggulangan keadaan darurat. (4) Kajian sebagaimana dimaksud pada ayat (l) huruf a bagi kegiatan pembuangan danlatau pemanfaatan Air Limbah ke formasi tert.entul sebagaimana dimaksr-rrl dalam Pasal 131 ayat (2) hr: ruf h. meliputi:

    108. surnber, volui-ne, karakteristik Air Limbah )/ang akan diinjeksikan;

    109. pengolahan ,^.ii: I.imbah dan/atau fasiiitas injeksi;

    110. daerah kajiar: , rrrjeksi yaltg meflggambarkan lokasi srlfrlllr injeksi terkait dcngan jarak terhadap sumur peirduduk, BaCan Air terdekat, dan/atau zorLa konservasi air tarah:

    111. oata surllur injeksi dan karakteristik zona target injeksi. menca,k.lp iapisa.n zor,a kedac da.n lapisan zona penyangga;

    112. volume/kaltasif-.*s taml: r-rng zc,?.3. target injeksi dan perkiraarr sel: aran Air I-imbabL di zona t-arget injeksi;

    113. uji irxegritas mckrinik;

    114. konstruksi surr: ldr bor;

    115. strmur ^,.

    116. sumur pantau;

    117. debit dan tekanan injeksi pada kepala sumur;

    118. tekanan rekah maksimum di lapisan zona kedap yarrg menyebabkan perpindahan Air Limbah dari tbrmasi ke sumber air minum bawah tanah;

    119. rerrcana pemantauan kinerja injeksi Air Limbah;

    120. Sistem'Ianggap Darurat; dan

    121. rencana penutupan sumur injeksi yang telah selesai masa operasinya. (5) Kajian sebagaimana ciimaksud pada ayat (1) hurut'a bagi kegiatan pemanfaatan Air Limt: ah untuk aplikasr ke tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 131 ayat (2) huruf c meliputi:

    122. jenrs dan kapasitas produksi;

    123. ^jenis dan jumlah bahan baku yang digunakan;

    124. sumber, debit, volume, dan karakteristik Air Lirnbat yang akan dirrranfaatkan;

    125. tujuan pemanfaar.an Air Limbah;

    126. lokasi, media lingkungan yang menerima Air Limbah, dan jalur pemaparan Air Limbah;

    127. analisis sistem teknologi perrranfaatan Air Limbah:

    128. dosis, frekuensi, dan/atau rotasr pemanfaatan Air Limbah;

    129. besaran dampak pemanlaatan Air Limba.h;

    130. ef,rsietrsi penggunaan air;

    131. ren(lana pengelolaan Air Limtrah dan iumpur vang dihasiikan;

    132. renca-na pern: rntauair Air Limbahr dan Mutu Air; dan

    133. sarana prasar'arra dan sistem penanggulangan keaclaan darurat.

      Pasal 134

      -ro7- Pasal 134 (1) Kajian pembuangan danlatau pemanfaatan Air Limbah sebagaimana dimaksud dalam pasal 133 dilakukan melalui pen1n.isunarr skenario dampak berdasarkan:


    134. fungsi ekologis di sekitar Usaha danT'atau Kegiatan;

    135. alokasi beban pencemar air; dan/atau

    136. teknologi yang akan digunakan pada rencana Usaha dan/atau Kegiatan. (2) Dalam hal alokasi beban pencemar air belum ditetapkan, perhitungan Baku Muttr Air Limbah dilakukan melarui prediksi sebaran Air Limbah berdasarkan data Mutu Air pada segmen atau zonasi Badan Air permukaan pada lokasi Usaha dan/atau Kegiatan. (3) Dalam hal perhitungan Baku Mutrr Air Limbah yang dibuang pada air permukaan lebih longgar dari Baku Mutu Air Limbah yang ditetapkan Menteri s.-bagaimana dimaksud dalam Pasal 131 ayat (1), pejabat pemberi Persetujuan Teknis wajib menentukan Baku Mutu Air Limbah sarna atau lebih ketat dari Baku Mutu Air Limbah yang ditetapkan Menteri. (4) Dalam hai alokasi beban pencemar air sudah terlewati, Usaha daniatau Kegiatan tidak diperbolehkan untuk melakukan pembuangarr Air Limbah atau diwajibkan:

    137. untuk memanfaatkan Air Limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 128 ayat (3) huruf b; dan/atau

    138. melakukan alternatif iain dalam upaya penurunan beban pencemar air pada sektor lain. (5) Dalam hal alokasi beban pencemar air sudah terrewati, pejabat pemberi Persetujuan Teknis wajib melakukan e'raluasi terhadap Persetujuan Teknis yang telah diterbitkan. Pasal 135. Pasal 135 (1) Penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan mengajukan permohonan Persetujuan Teknis pemenuhan Baku Mutu Air Limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (3) huruf a dan Pasal 57 ayat (4) huruf a kepada Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya. (2) Permohonan Persetujuan Teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan persyaratan kajian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 133 untuk kegiatan pembuangan dan/atau pemanfaatan Air Limbah yang dimohonkan. (3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (21 disampaikan melalui sistem informasi dokumen lingkungan untuk Persetujuan Teknis pemenuhan Baku Mutu Air Limbah. (41 Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan pemeriksaan kelengkapan dan kebenaran kajian sebagaimana dimaksud pada ayat (21dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) hari kerja sejak permohonan diterima. (5) Dalam melakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4):

    139. Menteri, menugaskan pejabat yang membidangi pengendalian Pencemaran Air; dan

    140. gubernur atau bupati/wali kota, menugaskan pejabat yang membidangi Lingkungan Hidup. Pasal 136 (1) Dalam hal hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 135 ayat (4) menyatakan:

    141. lengkap dan benar, pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 135 ayat (5) melakukan penilaian substansi; atau

    142. tidak lengkap dan/atau tidak benar, pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 135 ayat (5) mengembalikan kepada penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan untuk melakukan perbaikan.

      (2)

      Penilaian substansi sebaga.imana climaksurC pada ayat (1) huruf a dilakukan terhadap kajian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 133 rintuk kegiatan pembuangan oan/atau pemanfaatan Air Liarbah yang dirnr,'honkan. (3) Penilaian substansi sebagaimana dimaksud pada avat (2) dapat melibatkan tenaga ahli yang rnembidangi pengencialian Pencemaran Air. (4) Terhadal: Persetujuan Teknis yang tidak lengkap dan/atau tidak benar sebagaimana dimaksud pada avat (1) huruf b, penariggung ^jarvab lJsatra dan/atau Kegiatan melakukan perbaikan dalarrr _iangka 'waktu paling lanra 10 (sepuluh) hari kerja sejak permohonan din; rat: rkan tidak lengkap danlatau ticlak i: Pasal 137 Dalarn hal hasil penila-ian substarrsi sebagaimana Cimaksud dalam Pasai 136 ayat (2) menunjukkarr:

    143. memenuhi persyaratan Persetujuan Teknis, pcjabat sebagaimana dimaksud dalam Pasai 135 ayat (5) menerbitkan Persetujuan Teknis untuk pemenuhan Baku Mutu Air Limbah; atau b tidak rnemenuhi persyaratan Persetujuan Teknis, pe.jabat sebagaimana dirnaksrrd dalam Pasai 135 ayaL (5) menerbitkan penclakan Persetujuan ^'Iek; ris untuk pemerruhan Balcu Mutu Air Limbah disertai alasan penolakan. Pasal 138 (1) Persetujuaa Teknis untuk pemenuhan Baku Mutu Air Lirrrhah sebagaimana dimaksr.rd dalarn Pasal 137 huruf a memuat:

    144. standar Leknis pcnrentihan Baku Mutu Air Limbah;

    145. standar korrrpetcnsi sumber daya manusia; dan

    146. sist-err, rrranaie men lingl<ungari. (2) Standar tekrris pemen; rhan Baku Mutu Air Limbah sebagaimaua di: mal-sud ^pada ayaf- (1) hr.rruf a meliputi:

    147. na: 'ilmeter darr nila,i Baku MuLu Air Lrmbah;

    148. desain b. desairr instalasi pengolahan Air Limbarr;

    149. titik p'snaatan dengan nama dan trtik koordina-t:

    150. titik pembuangan dan/atau pemanfaatan Air Limbah dan titik koordinat;

    151. titik pemantauan pada Badan Air permukaan. a.ir tanah, dan/atau ianah Cengan nama dan titik koor'Iinat;

    152. biai,a Perlindrrngan dan Pengeloiaan Mrrtu Air;

    153. kewajiban:

  52. mernisahkan saltr-ran Air Limbah dengan saluran limpasan air hujan;

  53. memiliki unit pengolahan dan saluran Air Limbah kedap air;

  54. memiliki alat ukur debit; dan

  55. nremiliki Sistem Tanggap Darurat Pencemarar: Air; dan

    1. lara.rrgan:

  56. membuang Air Limbah seca.ra sekaligus dalarn 1 (satu) saat atau pelepasa.n dadakan, 2. mengencerkan Air Limbah dalam upaya penaatan batas kadar yang clipersyaratkan;

  57. membuang Air Linrbah di luar titrk perraatarr;

  58. mengaplikasikan Air Lirnbah di lr: ar area yang ditetapkan dalarn izin pemarifaatan Air Limbah ke tanah; dan f atau 5. menyampaikan data palsu. (3) Standar kompetensi sumber ciaya manusia sebagaimarra dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:

    1. penanggung ja.wab pengendalian Pencemaran Air;

    2. penanggrrng.jawab operator instalasi pengolahan Air Limbah; Can c. persr: nei ),iing merrriliki kompetensi lainnya scsuai kebutuihan, yang herscrtifikat (4) Sistem . $l ^Sistem ^ma-najemen ^lingkungan ^sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c paling sedikit memuat:

    3. pemantauan mutu Air Limbah;

    4. penaatan Baku Mutu Air Limbah _v-ang ditetapkan bagi tJsa}: .a danlatau Kegiatan;

    5. pemantauan Mutu Air permukaan dan/atau air tanah secara berkala; dan

    6. pelaporan seluruh kervajiban pengendalian Pencemaran Air. Pasal 139 Penilaian substansi sampai dengan penerbitan Persetujuan Teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 136 sampai dengan Pasal 138 dilakukan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga pul,: h) hari kerja.

      Pasal 140

      Penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib dilengkapi SPPL, wajib melakukan pengolatran Air Limbah sebelum dibuang dan/atau dimanfaatkan.


      Pasal 141

      Dalam pemenuhan Baku Mutu Air Limbah, penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan clapat melakukan kerja sama dengan:


    7. badan usaha; atau

    8. Pemerintah clan/atau Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentua n peraturan perundang-undangan. Pasal 142 (li Menteri, gubernur. atau bupati/wali kota sesuai dengan ke'*'enangannya melaki''.kan verifikasi terhadap Persetujuan Teknis. (2) Verifikasi sebagainiana dirriaksud pada ayat (1) dilakukan untuk: - rt2 a. melihat kesesuaian antara standar teknis pemenuhan Baku Mut-u Air Limbah dengan pembangunan sarana dan prasarana yang dilakukan; dan

    9. memastikan berfr.rrrgsinya sarana dan prasara.na serta terpenuhinya Bakr-r Mutu Air Limbah. (3) Hasii verifikasi terhadap sararra dan prasarana pengendalian Pencemaran Air sebagaimana dimaksr: d pada ayat (2) memerruhi atau tidak memenuhi Persetujuan Teknis. (4) Dalam hal hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3):

    10. memenuhi Persetujuan Teknis, Menteri, gubernur, atau bupati/u,ali kota sesuai dengan ke-wenangannya menerbitkan SLO; atau h,. tidak memenuhi Persetujuan Teknis, Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya rnernerintahkan untuk melakukan perbaikan sarana dan prasarana clan/atau perubahan Persetujuan Lingkungan yang clituangkan dalarn berita acara. (5) SLO sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a sebagai dasar Menteri, gubernur, ata.u bupati/',riali kota sesuai dengan kewenangannya dalam melakukan pengawasan. (6) Penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan melakukan perbaikarr sarana dan prasarana sesuai dengan berita acara sebzrgaimana dirnaksud pada ayat (4) huruf b sampai dengan Baku Mutu Air Limbah terpenuhi. (7) Dalam hal penanggrtng jawab Usaha danf at.au Kegiatarr tidak melakukan perbaikan sarana dan prasarafia scsuai dengan berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b, Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup nrelakukan pengawasan. Pasai 143 (1) Standar kompetensi sumber daya rnanusia sebagaimana dimaksud dalarn Pasal 138 a-',rat (3) meliputi kemampuan:

    11. melakukan ^identi{ikasi surnber pencernar air;

    12. rnenentukan karakteristik Air Limba.h;

    13. meniiai tingkat Pencemaran Air;

    14. mengoperasikan dan mele.kukan perawatan instalasi pengoiahan Air Limbah;

    15. melakr.rkan iclentifikasi bahaya dalam pengolahan Air l.imbah;

    16. melaksanakan t-inciaxan k.eselamatan dan kesehatan kerja terhadap bahaya dalam pengolatran Air Limbah; dan

    17. menguasai standar kompetensi iainrrya sesuai dengarr perkembangan ilrnu pengetahuan dan peraturan perundang- undangan . (2j Pemenuhan standar kompetensi surnber ciaya manusia sebagaitnarra dirrraksud pada ayat (f ) pairng. lambat i (satu) tahtrn sejak SLO diterbitkan. Pasai 144 (l ) Pemantauan mutu Air Limbah sebagarmana drmaksuC dalam Pasal 138 ayat (4) huruf a dilakukan secara:

    18. manual; dan/atau

    19. otomatis dan terus menerus. (2) Pemantauan mutu Air Limbah secara manual sebagaimana dimaksud pacia ayat (1) huruf ^ harus memenuhi hetentuarr:

    20. dilakukan pada titik penaatan Air Limbah;

    21. menggunakan metode pemantauan sesi-rai dengan ketentuari peraturan perllndang-r"rndangan; dan

    22. dilakukan oleh latroratorium yang telah teregistrasi oleh Menteri. (3) Menteri rnenetapkan jenis Llsaha dan/atau Kegiatan yang wajib melakukan pemanteruan mutu Air Limbah secara otoma+"is dan terus menenls sebagaimana dimaksud pada ayat {i) h.r-rruf b. Pasai 145 -ri4- Pasal I4Jr (i) Sistern rrranajemen lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 138 ayat (4) dilakukan melalui tahapan:

    23. Llerencanaan;

    24. pelaksanaan;

    25. perrreriksa.an; dan

    26. tinclakan. (2) Perencanaan sebagaimana dimaksr.td pada ayat (1) hurr.f a meliputi:

    27. menentukan lingkup dan menerapkan sist-em manajemen lingkungai: terkait- pengendalian Pencemaran Air;

    28. menetapkan kebijakan pengendalian Perrcemaran Air;

    29. mernasLikan kepenrirnpinan dan komrtrnen dari manajemen punr; ak terhaclap pengendalian Pencemaran Air;

    30. rnemastikan adanya struktur organisasi -vang rnenangani oengendalian Pencemaran Air; e" mcnetapkan tanggungau'ab dan kewenangan r.,ntuk pei'hi1 yang sesuai, f. mencntukarr aspek pengendalian Pencemaran Air dan dampaknya;

    31. identifikasi dan rrrerniliki akses terhacla.p kerva.iiban penaatan pengendalian Pencemaran Air;

    32. menentukan risiko d,an peiuang yang periu ditangani;

    33. merencanakan untuk mengambil aksi menangarri risiko dan peluang serta evaluasi efektifitas Ca.ri kegratan tersebut; cian/ atau j. menetapkan sasaran pengenclalian Pencemaran Air, tnerrenLukan indikator dan proses untuk mencapainya. (3) Pelaksainaan sebagainrana ciimaksuC paCa ayat (1) huruf b meliputi:

    34. menentukan a-. meneritLrkan sumber daya yang disyaratkan untuk pencrapan dan pemeliharaan sistem manajenren lingkungan rerkait pengendalian Pencemaran Air;

    35. m<: nentukan sumber daya manusia yang memiliki sertifi kasi kompetensi pengendalian Pencsmararr Arr;

    36. rnenetapkan, menerapl<an, dan memelihara proses yang dibutuhkarr untuk korrrunikasi internal Can ekst-ernal;

    37. rremastikan kesesuaian metode untrrk pembuatan dan pernutakhiran serta pengendalian inforrnasi terdokumentasi;

    38. menetapkan, menerapkan, dan r: rtengerrdalikan proses pengendalian operasi yatrg Cibutuhkan rrntuk mernenuhi persyaratan sistem manajernen lingk-ungarn terkait pengendalian Pencemaran Air; dan/atau

    39. rrrenentukan potensi situasi darurat dan respon yang diperlukan. (4) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayar f 1) huruf c meliputi:

    40. rternantau, mengukur, menganalisa, dan 1ns1r.gcv&luasi kine4a pengendalian Pencemaran Air;

    41. mengevaluasi pcmenuhan terhadap kewajiban penaatan pengendalian Pencemaran Air;

    42. melakukan internal audit secara berkala; dan/atau

    43. mengkaji sistem manajernen lingkungan organisasi terkait pengendalian Pencemaran Air untuk melnastikan ke se su aian-, kecukupan, dan keefek lifan. (5) Tindakan sebagairnana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliprrti:

    44. melakukan tindakan untuk menangani ketidaksesuaian; dan h,. raeiakukan tinclakan perbaikan berkelanjutan terhadap sisterrr manajemen lingkungan yang sestrai darr efektif untuk meningkatkan kinerja pengendalian Pencernarar-r Air. Pasal 146 Pelaporan seluruh kewajiban pengendalian Pencemaran Air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 138 ayat (4) huruf d dilakukan meialui Sistem Informasi Lingkungan Hidup. Pasal 147 (1) Setiap Usaha dan/atau Kegiatan yang berpotensi mencemari air melakukan internahsasi biaya Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Air dalam biaya produksi dan/atau operasinya. (21 Biaya Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) rneliputi biaya:

    45. pencegahan Pencemaran Air;

    46. pengelolaan Air Limbah;

    47. pemantauan Air Limbah dan Mutu Air:

    48. penanggulangan Pencemaran Air;

    49. pemulihan Mutu Air pasca kedaruratan dan pasca operasi;

    50. penyediaan sarana prasarana kedaruratan dalam pengendalian Pencemaran Air;

    51. pengembangan teknologi terbaik dalam pengendalian Pencemaran Air;

    52. penyediaan dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia dalam oengendalian Pencemaran Air; cian/atau i. kegiatan lain yang mendukung upaya pengend.alian Pencemaran Air. Pasal 148 (1) Menteri mengembangkan sistem perdagangan alokasi beban pcncemar air terhedap Usaha dan/atau Kegiatan yang melakukan l<egiatan pembuangarr Air Limbah ke Badan Air permukaan (21 Perdagangan aiokasi beban pencemar air sebagairnana dimaksuC pa<la ayat (l) mernpcrtimbangkan:

    53. keterseCiaan a. ketersediaan alokasi beban pencemar air di iokasi pembuangan Air Limbah; dan

    54. aloka.si beban pencemar air dari Usaha clan/atau Kegiatan. (3) Perdagangan alokasi beban pencemar air sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan berdasarkan rencana Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Air yang ditetapkan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/waii kot-a sesrrzri dengan kewenangannya. Pasa1 149 (1) Perdagangan alokasi beban pencemar air nasiorral ciitetapkan oleh Menteri setelah berkcordinasi dengan kementerian dan/atau lembaga nonkementerian terkait. {2) ^Perdagangan ^alokasi beban ^pencemar ^air ^provinsi ditetapkan oleh gubernur setelah:

    55. berkoordinasi dengan bupati/.ruali kota; dan

    56. mendapatkan rekomendasr teknis dari Ivienteri. (3) Perdagangan alokasi beban pencemar air katrupeiterrT'kota ditetapkan oleh bupati/wali kota setelah mendapackan rekornendasi teknis dari Menteri. Pasal 15rC (1) Penanggung jawab Usaha danlatau Kegiatan hanya dapat memi: uang Air Limbah ke Badan Air permukaan sesuai dengan kuota alokasi beban pencemar air yang dimilikinya. (21 Alokasi beban perrcernar air sebagaimana dirnaksud pada ayat (1) dapa*" diperjuraibelikan ar,tara penanggung jawab Usaha dan/atau Fi.egiatan sesuai dengan srstem perdagangarr alokasi beban pencemar air yang dikembangkan oieh Mer-rteri. Paragraf Paragraf 3 Penanggulangan Pasal 151 (1) Penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan yang menyebabkan Pencerrraran Air wajib melakukan penanggulangan Pencemaran Air. (21 Penanggulangan Pencemaran Air sebagaimana dimaksud pada ayat (l ) dilakukan dengan cara:

    57. pemberian informasi peringatan Pencemaran Air pada masyarakat;

    58. pengisolasian Pencemaran Air;

    59. penghentian sumber irencemar air; dan/atau

    60. cara iain scsuai dengan pei kembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. (: f) Pemberian informasi sebagairnana dimaksud pada ayat (21 huruf a dilakukan Cariam jangka wakt-u paling lama 24 (dua puluh empat).jam sejak r: {iketahuinya pencelnaran. (4) Dalam hal terjadi Pencemaran Air, penanggung jawab Usaha <ianiatau Kegial2n wajib melaporkan keadaan tersebut : rebagai l<eadaan darurat secz,-ra elektronik dalam r,vaktu pahng larna 24 (dua puluh empat) jam kepada Menteri, gutter'i: ur, dan/atau burpati,/wai; kota sesuai denga n kervenangannya. (5) Laporan secagaimana drmaksud pada ayat f,i) rnemuat:

    61. iokasi;

    62. wakLu;

    63. penyebab;

    64. dugaan dampak ter h.tCap lingkrrnga-n; darr e. i.rpaya yang telah rlilakukan.

      Pasal 152

      Pasal 152 (1) Dalam hal penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan tidak melakukan penangguiangan pencemaran Air sebagaimana dimaksud dalam pasal 151 ayat (1) dalam jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat)jam sejak diketahuinya pencemaran, Menteri, gubernur, aiau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya menetapkan pihak ketiga untuk rnelakukan penanggulangan Pencemaran Air. (21 rerhadap kegiatan penanggulangan pencemaran Air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebankan biaya kepada Denanggung jawab Usaha dan/atarr Kegiat-an. PRES lDEN REPUBLIK INDONESIA Paragraf 4 Pemulihan Mutu Air Pasal 153 (I) Penanggung jawab Usaha menyebabkan Pencemaran pemulihan Mutu Air. (21 Pemulihan Mutu Air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara:


    65. pembersihan unsur lrencemar air;

    66. remediasi;

    67. rehabilitasi;

    68. restorasi; dan/atau

    69. lainnya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pasal 154 (1) Dalam hal penanggung jawab Usaha danf atau Kegiatan tidak melakukan pemulihan Mutu Air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 153 ayat (1) dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak diketahuinya Pencemaran Air, Menteri, gubernur, atau bupati/r; r,,ali kota sesuai dengan kewenangannya menetapkan pihak ketiga untuk melakukan pemulihan Mutu Air. dan/atau Kegiatan yang Air wajib melakukan (2) Terhadap .- t20 - (21 Terhadap kegiatan pemulihan Mutu Air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan dana penjaminan untuk pemulihan fungsi Lingkungan HiCup.

      Pasal 155

      Perrrulihan Mutu Air sebagainrana dimaksuci dalam Pasal i54 dilakukan oleh Pemerintah dan/atau Pernerintah Daerah sesuai dengar. kewenangannJ'a ^jika:


    70. lokasi Pencemaran Air tidak diketahui sumber penccrnarrtya; darr / atau b. uidak dikefahui prhai< yang melakukarr Pencema: i'an Air'. Ragian Kelima Pemeliharaan Pasal 1.56 (1) Pernelih: : .raan Mutu Air diselenggara.kan berdasarkan rencana Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Air. (2) Pemeiiharaan Mutu Air clilakukan pada:

    71. Badan Air kclas satL' b. Badan Air ya-ng beraiia di kawasan lindung;

    72. mat: r air;

    73. air ranah; dan/atau e . danau terttrtrrp. (13) Menteri, g: rtrernur, ataLr ilupati/wali kota sesuai derrqan kevve: langanrrya melakukan pemelihai'aan Mutu Air rnelalui Lr!,ala:

    74. konservasi BaCan Ait cian ekosistemnya;

    75. peircadarrlq; tr Bade: i, A'.r' cian eicosisterrnya; Can/atau c. perrqer'.ciali.lrr ncrubahar, ikiirn. (4i Konserv-asi (4) Konservasi Badan Air dan ekosistemnya sebagairnana dimaksud pada ayat (3) huruf a, meliputi kegiatan:

    76. perlindungan Badan Air dengan Baku Mutu Air kelas satu; dan/atau

    77. perlindungan ekcsistem di sekitar Badan Air dengan Baku Mutu Air kelas saru. (5) Pencadangan Baclan Air dan ekosistemnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b merupakan Radan Air yang tidak dapat dimanfaatkan dalam jangka rvaktu tertentu. (6) Pengendalian perubahan iklirrr sebagaimana dimaksud pada aya-t (3) huruf c dilakukan melalui pengelolaan Air Limbah untuk memitigasi pelepasan Emisi g€rs rumah kaca. (7) Pengendalian perubahan iklim sebagairnana dimaksud pad-a ayat (6) dilakukan sesuai dengan ketentuan pera luran perundang-undangan. Bagian Keenam Hak, Ke'uvajiban, dan Larangan

      Pasal 157

      Setiap Orang berhak:


    78. mendapatkan informasi tentang rencana Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Air yang ditetapkan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/rvali kota;

    79. menCapatkan pendidikan tentang sumber pencemar, bahaya Pencernaran Air, dan upaya Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Air;

    80. berpartisipasi dalam memantau Mutu Air;

    81. berpartisipasi dalam menjaga dan meningkatkan Mutu Air;

    82. lnen)iampaikan nengaduan clan mengajukan keberatan atas Pencemaran Air yang terjadi di lingkungannya; dan f atau f. mendapatkan f, mendapatkan perlindungan hukum dalam rangka mempeduangkan Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Air sebagai suattr upaya perjuangan atas hak Lingkungan Hidup yang baik dan sehat.

      Pasal 158

      Setiap Orang berkewajiban:


    83. memelihara dan menjaga kelestarian dan fungsi air;

    84. melakukan pencegahan Pencemaran Air; da.n c. ikut berpartisipasi dalam pcnanggularrgan Pencemaran Air dan pemulihan Mutu Air.

      Pasal 159

      Setiap Orang dilarang:


    85. memasukkan Air Limbah ke air tanah, mata air, dan danau tertutup;

    86. memasukkan sampah, limbah padat, limbah lumpur, 83, dan/atau Limbah 83 ke Badan Air;

    87. merusak kondisi fisik dan fungsi Badan Air;

    88. melakukan perbuatan yang menimbulkan Pencemaran Air;

    89. melepaskan jenis asing invasif, produk rekayasa genetik ke Badan Air yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/atau

    90. memberikan informasi palsu, menyesatkan, menghilangkan informasi, merusak informasi, atau memberikan keterangan yang tidak benar. Bagian Ketujuh Peran Serta Masyarakat Pasal 160 Masyarakat berperan aktif dalam Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Air berupa: a b memantau Badan Air secara mandiri di lingkungan masing-masing; melakukan upaya pengurangan bahan pencenrar air di lingkungan masing-masing ; menyampaikan informasi hasil pemantauan yang benar dan akurat; menyebariuaskan gerakan pengurangan pencemar air; melakukan kemitraan dengan para pihak dalam rangka pengurangan pencemar air; dan latau melakukan program ekoriparian untuk pemulihan ekosisterrr Badan Air. Pasal 161 (1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya dapat memfasilitasi terbentuknya kemitraan antara masyarakat dengan badan uszrha, dalam melakukan pengurangan pencemar air. (2) Kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam bentuk perjanjian antara masyarakat dengan badan usaha yang bersangkutan.

      Pasal 162

      Ketentuan lebih lanjut mengenai a. tata cara inventarisasi, penyusunan dan penetapan Baku Mutu Air, perhitungan dan penetapan alokasi beban pencemar air, tata cara pemantauan Mutu Air, perhitungan status Mutu Air, penetapan Mutu Air sasaran, dan pen5rusunan, penetapan, dan perubahan rencana Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Air' c d e f. PFTESIDEN REPUBLIK INDONESIA b. penyediaan sarana dan prasarana, ta.ta. cara pembuangan Can pemanfaatan air limbah. Baku Muttr Air Limbah, penetapan standar teknologi, tata cara penyrrsunan dan penetapan Persetujuan'leknls pcmenuhan Ba.ku Mutu Air Limbah dan SLO, persyaratarr pemenuhan Baku Mutu Air Limbah Usaha clan/atau Kegiatan wajib SPPL, starrdar kompetensi pengendalian Pencemaran Air, pemantauan mutu Air Limbah, tata cara pelaporan, sistem inforinasi dan tata cara perdagangan alokasi beban pencemar air; c" tata cara penangguiangan Pencemaran Air;


    91. t.at.a cara pernr.rlihan Mutu Air: dan e. tata cara pelaksanaan kemitraan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 sampai dengan Pasal 1 61 diatur dalam Peraturan Menteri. BAB IV PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN MUTU UDARI. Bagian Kesatu IJmurn

      Pasal 163

      Pen-velenggaraan Perliridungan dan Pengelolaan Mutu LIdara meliputi:


    92. perencanaan;

    93. pemanfaatan; dan

    94. perrgendalian. Bagian i3a-gian Kedua Pei'encanaan Paragraf 1 Umum Pasal 164 Pei'encanaan Perlindtrngan dan Pengelolaan Mutu I )dara clilakukan melalui:

    95. inventarisasi trdara;

    96. peny-rsunan dan penetapan Baku Mutu Udara A.mbien;

    97. penyr.rsunan dan penetapan Wi)PMU; dan

    98. penyusLlnan dan penetapan RPPMU. Paragraf 2 Invent-arisasi Udara Pasal 165 (1) Inventarisi,.si udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 164 hurufa rneliputi:

    99. sumber Emisi dan/atau surnber gangguan; dan

    100. Mutu Udara ambien. (21 Inventarrsasi sumber Emisi dan/atau sumber ganggrran sebagaimar.a dimaksud pada ayat (1) iruruf a Crlakukan pada:

    101. sumber tidak bergerak; dan b, surnber bergerak. (3) Invenlarisasi Mutu Udara a.mbien sebagaimana dimaksud pada ayat (i) hr-rruf b dilakuk: rrr pada L[dara Ambien. Pasai 156 Pasal 166 (1) InvenLarisasi udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 165 ayat (1) clilakukan dengan tahapan:

    102. identifikasi surnber Emisi dan/atau sumber gangguan, jenis Emisi dan/atau jenis gangglran Pencemar Lldara; dan

    103. penghitungan Emisi, gangguan, darr Mutu Udara ainbien. (2\ Penatrapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengglinakan :

    104. data prirner; dan /ata.u b. data sekurrder. (3) Data sebagaineana dimaksuC p"rda ayat (21antara lain:

    105. hasii pengambilan contoh uji;

    106. laporarr pemantauan dan pengeloiaan Lingkungan Hidup dari pernegang Persetujuan Liirgkungan;

    107. data laporan statistrk; dan r'atar.r d. data lainnya yang rclevan. Fa: .sal I57 (1) identifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 166 ayat- (1) huruf a dilakukan untuk memperoleh dat.a dan inforrnasi nrenqenai:

    108. .jenis Usaha rian/atau I(egiatan yang rnenghe.silk; rtr Emisi danT a',au gangguan;

    109. lc,l<asi sumi; er Emisi oanf atalt sumber gangguan:

    110. pararneter dan lilai pararneter P,: ncernar Udara;

    111. sebaran E)nisr dan ganggu&D, e. dampak terhadap kesehatan manusia dan lingl<rrngan;

    112. tingkat. pert.rrrrbutran ekonomi; ian g. ringka, kepadatan lrencluCts,h.

      (2)

      Hasil (21 Hasil identifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai dasar penghitungan Ernisi, gangguan, dan Mutu Udara.

      Pasal 168

      Penghitungan Ernisi, gangguan, dan Mutu Udara sebagaimana dimaksutl dalam Pasal 166 a5'a1 (1) huruf b dilakukan denga.n cara:


    113. pengukuran; dan/atau

    114. perhitungan. Pasal 169 (1) Pengukuran sebagaimana dirnaksud dalam Pasai 168 hunrf a dilakukan dengan cara:

    115. manual; dan/atau

    116. otomatis dan terus-rnenerus. (21 Pengukuran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- urrdanElan. Pasal 17O Perhitungan sebagairnana dimaksud dalam Pasal 168 huruf b dilakukan untuk mendapatkan nilai dari setiap sumber Emisi, gangguan, dan ivlutu Udara. Pasal 171 (1) Penghitrurgan Emisi, gangguan, dan Mutu Udara sebagairnana dim.aksud dalam Pasal 168 dilakukan untuk mendapatkan ilrformasi tingkat, status, proyeksi Emisi, gangguan, dan Mutu Udara. (21 Penghitungail scbag; aimana dimaksud pada ayat (1) dilakukarr oleh personel yang rnemiliki kompetensi di bidang Perlindungari dan Pengelolaan Mrrtu Udara.

      Pasal 172

      Pasal 172 Inventarisasi udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 165 sampai dengan Pasal 171 dilakukan oleh:


    117. Menteri, untuk inventarisasi udara nasional;

    118. gubernur, untuk inventarisasi udara provinsi; dan

    119. bupati/wali kota, untuk inventarisasi udara kabupaten/kota. Pasal 173 (1) Menteri dalam melakukan inventarisasi udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 172 huruf a berkoordinasi dengan:

    120. menteri/kepala lembaga pemerintah nonkementerian terkait; dan

    121. Pemerintah Daerah terkait. l (21 Gubernur dalam melakukan inventarisasi uda.ra sebagaimana dimaksud dalam Pasal 172 huruf b berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi. (3) Bupati/wali kota dalam melakukan inventarisasi udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 172 huruf c mengoordinasikan perangkat daerah terkait. Paragraf 3 Pen5rusunan dan Penetapan Baku Mutu Udara Ambren Pasal 174 (1) Baku Mutu Udara Ambien sebagaimana dimaksud dalam Pasal 164 huruf b disusun dan ditetapkan dengan mempertirnhangkan:

    122. hasil inventarisasi udara; dan

    123. aspek kesehatan, sosial, ekonomi, dan lingkungan. (21 Baku Mutu Udara Ambien sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

    124. jenis parameter; dan

    125. nrlai para.meter. (3) Baku l{utu Udara Ambien sebagaimana dinraksrrd pada ayat ('2) tercanturn dalam Lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini. (4) Baku Mutu Uciara Ambien sebagairnana dimaksud pada ayat (21 digunakan sebagai dasar pen)rusurran dan penetaDan nilai konsentrasi Udara Ambien tertinggi di kelas WPPMU. Paragraf 4 Penvusunan dan Penetapan Wilayah Pertindunqan dan Pengelolaan h4utu Uclara Pasal 175 (1) WPPN{U sebagaimana dimaksud dalam Pasal 164 huruf c terdiri atas:

    126. WPPMU nasional;

    127. WPPMU lintas provirrsi;

    128. WPPNILI provinsi;

    129. '/PPMU lint-as kabupaten/kota; dan

    130. V/PI)MUkabrrpatcn/kota. (2) WPPNiIU sebagaimana dimaksud pir,da ayar (1) terdiri atas:

    131. WPPMU i(elas I, untuk peruntukan pelestarian dan pencadangan udara bersih;

    132. WPPN4U I(elas II, untuk peruntukan kawasan permukirnan, komersial, pertanian, perkebunan, da.n/atau peruntukan iain vang mempersyaratkan kelas )rzrr$ sama; dan

    133. '\I/I'PMU Kelas Ill, untuk peruntukan industri dantf aLau ; oeruntukan lain 3rang rnernpersyai'atkan kelas yarrg, sama. (3) WPPML.I sebagairnsr,a drmaksud perda ayat (i) disusun paling seciikit berciasarkan:

    134. hasil penghitung?)n Ernisi sebagaimana dirnaksud dalam Pasa.L l oB, b. nilai b. nilai konsentrasi Udara Ambien;

    135. ren.anir tata rrrang rvilaya.h;

    136. kesamaan karakteristik trentang alarn; dan

    137. konclisi iktrim dan rneteorologi. (4) Dalam hal suatui wilal,ah memiliki kar,r,asan pristine, kawasan tersebrrt dikategorikan ke dalam WPPM[.r kelas I.

      Pasal 176

      WPPMU sebagaimana dimakstrd dalam Pasal 175 ditetapkan oleh Menteri setetrah herkoordinasi clengan:


    138. menteri yang m€nyslsnggarak"an urusan perierintahan di bidang tata ruang;

    139. menteri yang menl'elenggarakan urusan pemerintahan. di bidang perindustria.n; dan

    140. rrrenteri yang rnenyelenggarakan urusan pemerintaltan dalam negeri Paragraf 5 Penvusunan dan Penetapan Rencana Perlinch-r.ngan dan Pengelolaan Mutu Udara liasal 1'77 RPPMU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 164 huruf d terdiri atas:

    141. RPPMU nasional;

    142. RPPMU provinsi; dan

    143. RPPIVIU!<abupaten/kota. Pasal 178 (1) RPPMU nasic'nai sebagaimana dimaksud dalani Pasai 177 hur,.rf a disusun trntuk:

    144. WPFMU slrala ilasional; dan

    145. V/PPMI-I skala linta.s provinsi.

      (2)

      RPPMU nasionai sebagaimana dimaksud pada avat (1) disusun berdasarkan nilai konsentrasi Udara Ambien tertinggi di kelas WPPMU. Pasal 179 (1) RPPMU provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 177 huruf b disusun untuk:

    146. V/PPMU skala provinsi: dan b. WPPMU skala lintas kabr.rpaten/kota. (2i RPPMU provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan:

    147. RPPMU nasional; dan

    148. nilai konsentrasi Udara Ambien tertinggi di kelas WPPMU. Pasal 180 (1) RPPMU kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 177 huruf c disusun untuk seluruh WPPMU yang berada dalam 1 {satu) v,,ilayah kabupaten/kota. (2) RPPMU kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan:

    149. RPPMU nasional;

    150. RPPMU provinsi; dan

    151. rrilai konsentrasi Udara Ambien tertinggi di kelas WPPMU. Pasal 181 (1) RPPMIJ nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 177 huruf a disusrrn dan ditetapkan oleh Menteri setelah berkoorclinasi dengan menteri/kepala lembaga pemerintah nonkernenterian terkait. (21 RPPMU provinsi sebagairnana dimaksucl dalam Pasal 177 huruf h disusun dan dit-etapkan oleh gubernur setelah:

    152. mendapatka.n pertimhrangan teknis dari I{enteri; dan

    153. heikoordinasi derigi.n btipati/wali kota.

      (3)

      RPPMU kabupatenf t<ota sebagairnana dimaksud clalam Pasal 177 huruf L disusun dan ditetapkan oleh bupati/wali kota setelair:

    154. mendapatkan pertimbangan teknis dari Menteri: dan b. berko'rrCinasi dengan gubernur di wilayahnya.

      Pasal 182

      RPPMU sebagaimana dimaksud dalarrr Pasal 177 paling sedikit memuat:


    155. pemanfaatan sumber daya alam;

    156. pengendalian Pencemaran Udara;

    157. pemeliharaan sumber daya alam; dan '1. ^adaptasi dan ^mitigasi ^terherdap ^perubahan ^iklim. Pasal 183 RPPMU sebagairnana dimaksuci dalam Pasal L77 disusun dengan mempertimbangkan :

    158. status Mutu Udara ambien; dan

    159. bentuk pemanfaatan, pada masing-masing kelas WPPMU. Pasal 184 (1) Status Mutu ildara ambien sebagaimana dimaksud dalam Pasal I83 huruf a ditentukan dengan cara memtrandingkan hasil pemantauan Udara Ambien dengan nilai Mutu Udara WPPMU yang telah ditetapkan oleh Menteri. (2) Status Mutu llclara ambicn sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:

    160. tercernar; cian b. tidak tercernar. (3) Dalam hal status Mutu Udara ambien tercemar, Menteri, guberrrur, atau bupati/v; ali kota sesuai dengan kewenangannya menetapkan Mutu Udara sasaran.

      (4)

      Mutu Udara sasaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditentukarr dengarr mempertimbangkan :

    161. faktor ekonomi: dan b. perkembangan teknologi pengendali Emisi. (5) Dalam hal WPPMU sebagaimana dimaksud pada a1,at (1) belum ditetapkan, status Mutu Udara ambien ditentukan dengan cara m,embandingkan hasil pemantauan Udara Ambien dengan Baku Mutu Udara Ambicn. Pasal 185 (1) RPPMU sebagarrnana dimaksud dalam Pasal 182 menjadi bagian darl rencana Perlindungan dan Perrgelolaan Lingkungan Hidup. {21 ^RPPIUU ^sebagaimana ^dimaksud ^pada ^ayat ^(li ^dapat diubah, jika terdapat perubahan pacia:

    162. Bakrr Mutu Udara Ambien;

    163. kelas WPPMU; dan/atau

    164. tata ruang. Bagian Ketiga Pemanfaatan Pasal 186 (1) Pemanfaa[an WPPMU dilaksanakan berdasarkan RPPIVIU nasional. RPPMU provinsi, dan RPPMU kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 177. (.2i Pemanfaatan WPPMU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat clilakukan pada:

    165. WPPMU kclas l;

    166. WPPkIU kelas II; darr c. WPPMIJ kelas IIi.

      Pasal 187
      Pasal 187
      (1)

      Pemanfaatan WPPMU kelas I sebagairnana dimaksud dalam Pasal 186 ayat (2) huruf a .lilakukan terbatas untuk:



    167. penelitian dan ilmu pengetahuan;

    168. jasa lingkungan; dan

    169. kegiatan lainnva yang tidak mengubah fungsi WppMU cian/atau sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Pemanfaatan wPPMU kelas II dan kelas III sebagairnana dimaksud dalam Pasal 186 ayat (2) huruf b dan huruf c dapat dimanfaatkan untuk kegiatan sesuai RppMU. Bagian Keempat Pengendalian Paragraf 1 Umum Pasai 188 (1) Pengendalian Pencema.ran Udara dilaksanakan sesrrai dengan RPPMU sebagairnana dimaksud dalam pasal lTT. (21 Pengendalian Pencemaran Udara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

    170. pencegahan;

    171. penanggulangan; dan

    172. pemulihan dampak Pencemaran Udara. Paragraf 2 Pencegahan

      Pasal 189

      Pencegahan Pencemaran Udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat (2) huruf a dilakukan rnelalui penerapan:


    173. Baku Mutu Emisi;

    174. Persetujuan Teknis pernenuhan Baku Mutu Emisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (3) huruf b dan Pasal 57 ayat (4) huruf b;

    175. baku mutu gangguan;

    176. internalisasi biaya pengelolaan Mutu Udara;

    177. kuota Emisi dan sistem perdagangan kuota Emisi; dan

    178. Standar Nasional Indonesia terhadap produk yang digunakan di rumah tangga yang mengeluarkan residu ke uCara. Pasal 190 (1) Menteri men)rulsun dan menetapkan Baku I{utu Emisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 189 huruf a. (2) Baku Mutu Emisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dengan mempertimbangkan teknologi terbaik yang tersedia. (3) Baku Mutu Emisi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterapkan pada:

    179. sumber Emisi tidak bergerak; dan

    180. sumber Emisi bergerak. Pasal 191 (1) Baku Mutu Emisi sumber Emisi tidak bergerak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19O ayat (3) huruf a ditetapkan untuk Usaha danlatau Kegiatan dengan:

    181. dampak Emisi rendah; dan

    182. dampak Emisi tinggi. (2) Baku Mutu Emisi sumber tidak bergerak untuk Usaha dan/atau Kegiatan dengan dampa.k Emisi rendah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a menggunakan baku mutu yang ^*.ela\ ditetapkan oleh Menteri.

      (3)

      Baku Mutu Emisi sumber tidak bergerak untuk Usaha dan/atau Kegiatan dengan dampak Emisi tinggi sebagaimana dimaksud pacla ayat (1) huruf b wajib dilengkapi dengan Persetujuan Teknis. (4) Dalam hal kegiatan dengan dampak Emisi tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dihasilkan oleh pelaku usaha dalam kawasan )'ang wajib RKL-RPL rinci, pengelola kawasan dalam memeriksa RKL-RPL rinci mempersyaratkan Persetujuan Teknis pemenuhan,Baku Mutu Emisi pada RKL-RPL rinci. (5) Dalam hal Baku Mutu Emisi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) belum ditetapkan oleh Menteri, penanggung jawab Usaha danlatau Kegiatan wajib mengajukan permohonan Persetujuan Teknis. Pasal 192 (1) Penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan wajib mengajukan permohonan Persetujuan'I'eknis p,3msnuhan Baku Mutu Emisi selragaimana dimaksud daiarr. ]lasal 191 ayat (3) dan ayat (5) kepada Menteri, gubr: rnur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangan Pe rsetujuan Lingkungan. (21 Permohonan Persetujuan Teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan kajian yang mernuat:

    183. identifikasi surnber Emisi;

    184. informasi data rneteoroiogi;

    185. informasi rona awal kawasan terdampak;

    186. perhitungan Beban Emisi yang dihasilkan;

    187. perhitungan simulasi dispersi ^'l-rntul: raenetapkan kadar maksimum;

    188. perhitungan neraca massa;

    189. bahan baku dan penun_iang;

    190. perhitungan efisiensi;

    191. besaran dampak pem.buangan Emisi:

    192. nilai mutu Ernis: i;

    193. proses proCuksi;

  59. alat pengende^li Enrisi y,tu1.g digrrp.,26rr',, rn. konsumsi m. konsumsi energi yang digunakan;

    1. rencana pengelolaan Errrisi; dan

    2. rencana pemantauan Emisi dan Udara Ambien. (3) Perrnohonan sebagaimana drmaksud pada ayat (21 disampaikan melalui Sistern Informasi Lrngkungan Hidup untuk Persetujuan Teknis pemenrrhan Baku Ntrutu Emisi. (4) Terhadap pernrohonan Persetujuan Teknis sebagirnana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pemeriksaan kelengkapan kajian sebagairnana dimaksud pada ayat (21 dalam ^jangka waktu paling lama 2 (dua) hari kerja sejak permotron arr diterima. (5) Dalam melakukan penreriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4):

    3. Menteri, menugaskan peja.bat yang membidangi cengendalian Pencemaran lJdara; dan

    4. g; urbernur atau bupati/wali kota, menugaskan pejabat yang rnernbidangi Lingkungan Hidup.

      Pasal 193
      (1)

      Dalam hal hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalarn Pasal 192 ayat (41 rnenyatakan: a lcngkap dan benar, pejabat sebagaimana dimaksud cla.iam Pasal 192 ayat i5) melakukan penilaian substansi; atau


    5. tidak lengkap dan/atau tidak benar, pejabat sebagaimana dinaaksucl dalam Pasal 192 ayat (.5) mengembalikan kepac!.a penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan untuk melengkapi persyaratan. (2i Terhadap persyaraian sebagaimarra dimaksud pada a.yat (1) huruf b, perranggdr-rg jav,ab Usaha dan/atau l(egratan melakukan perbaikan daiam jangka waktu paling lama 1O (sepuluh) nari kerja sejak permohonan dinyatakan tidak lengkap dan/atau tidak benar.

      Pasal 194

      1lJ8 - Pasal 19,i (1) Penilaian srrbsta-nsi sebagaimana dimaksud dalan: Pasal 193 ayat (1) huruf a dilakukan terhadap kajian sebagainiana dimaksud dalarr, Pasal 192 ayat (2) un'.uk kegiatan yang rnempunyai dampak Emisi tinggi ke lingkungan. (21 Penilaian substansi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melibatkan tenaga ahli yang membidangi pengendalian Pencemaran Udara. (3) Dalam hal trasil penilaian substansi sebagaimana dima,ksud pada ayat (2) menunJukkan:


    6. tclah rnemenuhi persyaratan Persetrrjuan Teknis, pejabat sebagaimana dimaksr: d clalam Pasal I92 ayat (5) meirerbitkan Persetujuan Teknis untuk pemenrrhan tsaku Mtttu Emisi; atau

    7. tictak meneenuhi persyaratan Persefiriuan Teknis, pejahat seb,agaimana dimaksud daiam Pasal 192 ayat (5) menerbitkan penolakan Persetujtran Tekrris untuk pemenuhan Baku Mutu Emisi disertai alasan penolakan. Pasal 195 Penilaian sut: stansi sarnpai dengan penerbitan Persetuluan 'feknis sebagaimana dimaksud dalam Pasai \94 dilakukan dalam ^jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja. Pasal 196 Persetujuan Tcknis untuk pemenuhan Baku Mu tu Emisi sebagaimana dimaksud dalam Pasai 194 ayat (3) iiuruf a memuat:

    8. standar teknis pemenuhan Baku Mutu Emisi;

    9. stanciar kompetensi sumber r: iaya manusia; dan

    10. sistcrn manajemen !ingkungan.

      Pasal 197

      Pasal 197 Standar teknis pemenuhan Baku Mutu Emisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 196 huruf a meliputi:


    11. parameter dan nilai Baku Mutu Emisi;

    12. desain alat pengendali Emisi;

    13. lokasi titik pengambiian sarrrpel;

    14. sumber Emisi wajib pantau dilengkapi dengan nama dan titik koordinat;

    15. sarana prasarana pengambilan sampel;

    16. lokasi dan titik pemantauan Udara Ambien;

    17. kewajiban:

  60. memiliki alat pengerrdaii Emisi;

  61. menaati Baku Mutu Bmisi yang ditetapkan bagi Usaha dan/atau Kegiatan;

  62. melnenuhi persyaratan teknis pengambilan sampel Emisi;

  63. memantau Mutu Udara ambien dan konsentrasi Emisi secara berkala;

  64. melaksanakan pengurangan dan pemanfaatan kembali;

  65. memiliki penanggung jawab yang memiliki kompetensi di bidang perlindungan dan pengelolaan Mutu Udara; r 7. melakukan perhitungan Beban Emisi;

  66. memiliki Sistem Tanggap Darurat Pencemaran Udara; dan

  67. melaporkan seluruh kewajiban pengendalian . Pencemaran Udara melalui Sistem Informasi Lingkungan Hidup; dan

    1. larangan:

  68. membuang Emisi secara langsung atau pelepasan dadakan;

  69. melakukan pembuangan Emisi non-fugitiue tidak melalui cerobong;

  70. menambahkan menambahkan udara ke cerobong setelah alat pengendali, di luar dari proses operasi kegiatan; dan/atau tindakan lain yang dilarang dalam Persetujuan Lingkungan danlatau ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 198 (1) Standar kompetensi sumber daya manusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 196 huruf b meliputi:

    1. penanggungjawab pengendalianPencemaran.Udara;

    2. penanggnng jawab instalasi alat pengendali Emisi; dan

    3. personel yang memiliki kompentensi lainnya sesuai dengan kebutuhan. (2) Standar kompetensi sumber daya manusia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kemampuan:

    4. melakukan identifikasi sumber pencemar Emisi;

    5. menentukan karakteristik pencemar Emisi;

    6. menilai tingkat pencemaran Emisi;

    7. mengoperasikan cian melakukan perawatan alat pemantauan Emisi;

    8. melakukan identifikasi bahaya dalam pengendalian Emisi;

    9. melaksanakan tindakan keselamatan dan kesehatan kerja terhadap bahaya dalam pengendalian Emisi; dan menguasai standar kompetensi lainnya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan peraturan perundang-undangan. 3 4 o b. Pasal 199 (1) Sistem manajemen lingkungan sebagaimana climaksud dalam Pasal 196 huruf c dilakukan melalui tahapan:

    10. perencanaan;

    11. pelaksanaan -r4t- b. pelaksanaan; t c. pemeriksaan; dan

    12. tindakan. (21 Perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:

    13. menentukan lingkup dan menerapkan sistem manajemen lingkungan terkait pengendalian Pencemaran Udara;

    14. menetapkan kepemimpinan dan komitmen dari manajemen puncak terhadap pengendalian Pencemaran Udara;

    15. menetapkan kebdakan pengendalian Pencemaran Udara;

    16. menentukan sumber daya yang disyaratkan untuk penerapan dan pemeliharaan sistern manajemen lingkungan terkait pengendalian Pencemaran Udara;

    17. memiliki sumber daya manusia yang memiliki sertifikasi kompetensi pengendalian Pencemaran Udara;

    18. menetapkan struktur organisasi yang menangani pengendalian Pencemaran Udara;

    19. menetapkan tanggung jawab dan kewenangan untuk peran yang sesuai;

    20. menentukan aspek pengendalian Pencemaran Udara dan dampaknya;

    21. mengidentifikasi dan memiliki akses terhadap kewajiban penaatan pengendalian Pencemaran [Jdara;

    22. merencanakan untuk mengambil aksi menangani risiko dan peluang serta evaluasi efektifitas dari kegiatan tersebut;

    23. menetapkan sasaran pengendalian pencemaran Udara serta menentukan indikator dan proses untuk mencapainya;

    24. memastikan kesesuaian metode untuk pembuatan dan pemutakhiran serta pengendalian informasi terdokumentasi;

    25. menentukan m. menentukan risiko dan peluang yang perlu ditangani; dan/atau

    26. menentukan potensi situasi darurat dan respon yang diperlukan. (3) Pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:

    27. memantau, mengukur, menganalisa, dan mengevaluasi kinerja pengendalian Pencemaran Udara; dan

    28. mengevaluasi hasil pemantauan Emisi yang dilakukan terhadap nilai Baku Mutu Emisi yang ditetapkan dalam Persetujuan Lingkungan atau peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Baku Mutu Emisi. , (4) Dalam hal evaluasi hasil pemantauan Emisi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b menunjukkan ketidaktaatan, rencana pengelolaan Emisi harus dilakukan perubahan. (5) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:

    29. mengevaluasi pemenuhan terhadap kewajiban penaatan pengendalian Pencemaran Udara;

    30. melakukan internal audit secara berkala; dan

    31. mengkaji sistem manajemen lingkungan organisasi terkait pengendalian Pencemaran Udara untuk memastikan kesesuaian, kecukupan, dan keefektifan. (6) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi:

    32. melakukan tindakan untuk menangani ketidaksesuaian; dan

    33. melakukan tindakan perbaikan berkelanjrrtan terhadap sistem manajemen lingkungan yang belum sesuai dan efektif untuk meningkatkan kinerja pengendalian Pencemaran Udara. Pasal 2OO Pasal 200 Penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib dilengkapi SPPL, wajib mclakukan pengelolaan Emisi. Pasal 2O1 (1) Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya meiakukan verifikasi terhadap sarana dan prasarana pengendalian Pencemaran Udara. (2) Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukarr unl.uk:

    34. melihat kesesuaian antara stanciar teknis pemenuhan Baku Mutu Ernisi dengan pembangunan sarana dan prasarana pengendalian Pencemaran Udara. yang dilakukan; dan

    35. memastikan berfungsirrya sarana dan prasarana pengendaliari Pencemaran Udara serta terpenuhinya Baku Mutu Emisi. (3) Hasil verifikasi terhadap sarana dan prasarana pengendalian Pencemaran Ud.ara sebagaimana dimaksud pada ayat i2) berupa memenuhi atau tidak memenuhi Persetujuan Teknis. (4) Dalam hal hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3):

    36. memenuhi Persetujuan Tekrris, Menteri, gubernur, atau bupati/waii kota sesuai dengan kewenangannya rrrenerbitkan SLO; atau

    37. tidak rremenuhi Persetujuan Teknis, IlIenteri, gubernur, atau bupati/'wali kota sesuai dengan kewenangannya memerintahkan untuk melakukan perbaikan sarana dan prasarana danlatau penrbahan Persetujrran Lingkungan yang dituangkan <lalarn berita acara. (5) SLO sebagaimana dirr^aksud pada ayat (4) huruf a sebagai dasar Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya dalam melakukan pengawasan.

      (6)

      Penanggung jawab tisaha dan/atau Kegiatan meiaktikan perbaikan sarana dan prasarana sesuai dengan berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b sampai dengan Baku Mutu Emisi terpenuhi. (7) Dalam hal penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan tidak rnelakukan perbaikan sarana dan prasarana sesuai dengan berita acara seba.gaimana dimaksud pada ayat (41 huruf b, Pejabat Pengawas Lingkungan Hidr"lp mela.xukan pengawasan. Pasal 202 Pemenuhan standar kompetensi sumber daya manusia sebagairnana dimaksud dalam Pasal 198 dilakukan paling lambat 1 (satu) tahun sejak SLO diterbitkan. Pasal 2O3 (1) Penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan dengan sumber Emisi tidak bergerak sebagaimana climaksud dalam Pasai 190 ayat (3) huruf a wajib n: ernenuhi ketenf-uan Bakri Mutu Emisi. (2\ Pernerruhan ketentuan Baku Mutu Enrisi sebagaimana dimaksrrd pada a5'at (1) dilakukan melalui pemantauan Emisi dengan cara:

    38. rnanual; dan/atau

    39. otomatis dan terus menerus. (3) Pemantauan Emisi dengan cara manual sebagaimana dimaksud pada ayat (21 huruf a diiakukan oleh laboratorium yang teregistrasi oleh Menteri. (4) Pemantauan Emisi dengan cara otomatis dan terus- menerus sebagailrrana dineaksud pada ayat (21 hurut b dilakukan dengan cara memasang alat pemantau untuk rnengurkur kuantitas kadar dan laju alir Emisi yang terkalibra.si. (5) Menteri menetapkan (lsaha danlatau Kegiatan 5,4ng wajib arelakukan pern'rntauar: secara otomatis dan tenrs- menerus.

      (6)

      Setiap pena.nggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib melakukan pemantauarr secara otomatis dan terus- menet'us, wajib mengintegrasikan pemantauan Ernisinya ke daiarrr Sistem Inforrnasi Lingkungan Hidup. Pasal 204 (1) Sumber Emisi bergerak sebagaimana dimaksucl dalam Pasal 19C ayat (13) huruf b meliputi:

    40. ^produk dari ijsaha danlatau Kegiatan sektor industri otornotif;

    41. penggr-rnazrn aiat transportasi darat; dan

    42. penggunaan alat berat. (21 Sumber Emisi bergerak produk dari Usaha dan/atau Kegiatan sektor industri otomotif sebaqairnana dimaksud pada ayat (1) huruf a dikategorikan berdasarkan:

    43. tipe baru, meliputi model baru dan yang sedang dipror.luksi: cJan b. proCuk yallg telah beroperasi. (3) Sutmber Emisi bergerak sebagaimana dimaksud paCa avat (1) huruf b meliputi strmber Emisi berbasis. a. ^jalan; dan/atau

    44. norrjalan. Pasal 205 (i) Penanggung jawab Usaha cian/atau Kegiat-an yang menghasilkan Ernisi:

    45. produk dari t.Isaha oan/atau Kegiatan sektor industri otomotif;

    46. pengglrnaan alat trarisportasi darat berbasis nonjaiari; dan i atau c. ^penggunaan alat berat, wajib rncmenllhi ketentuan Baku Mutu Emisi. (21 Prodtrk hasil indnstri otornotif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hur'.rf a melipr-rti: a enjin model b,; rli; rfan- b. enjin yang sedang diproduksi. (3) Pemenuhan Baku Mutu Emisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan ketentuan:

    47. untuk produk hasil Usaha dan/atau Kegiatan sektor industri otomotif, dilakukan oleh laboratorium yang terakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional atau badan akreditasi penandatanganan perjanjian saling pengakuan dalam forum Asia Pacific Accreditation Cooperation (APAC) atau International Laboratorium Accreditation Cooperation (I LAC) ; dan

    48. untuk alat transportasi darat berbasis nonjalan dan alat berat, dilakukan oleh personel yang memiliki sertifikat yang diterbitkan lembaga sertifikasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang standardisasi dan penilaian kesesuaian. Pasal 206 (1) Setiap Orang yang menghasilkan Emisi dari alat transportasi darat berbasis jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2O4 ayat (1) huruf b dan ayat (3) huruf a harus memenuhi ketentuan Baku Mutu Emisi. (21 Pemenuhan ketentuan Baku Mutu Emisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan ketentuan:

    49. diterapkan pada alat transportasi darat berbasis jalan yang telah memasuki masa pakai lebih dari 3 (tiga) tahun; dan

    50. pengukuran dilakukan oleh personel yang memiliki sertifikat yang diterbitkan lembaga sertifikasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang standardisasi dan penilaian kesesuaian. (3) Pemenuhan ketentuan Baku Mutu Emisi sebagaimana dimaksud pada ayat (21 huruf a digunakan sebagai dasar pengenaan tarif pajak kendaraan bermotor. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengenaan tarif pajak kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri, setelah berkoordinasi dengan Menteri. Pasa L 2OT (1) Menteri menyusurr dan menetapkan baku mutu gan€lguan sebaga,imana dimaksud dalam Pasal 189 hunrf c. (21 Gangguan sebagairrrana dirnaksud pada ayat (1) meliputi:

    51. kebisingan;

    52. kebauan; da.n c. getaran. (3) Baku mutu gangguarr sebagaimana dirrraksud pa-da ayat (1) ditetapkan dengan mempertimbangkan:

    53. kesehatan inanusia;

    54. keselamata-n sarana fisik;

    55. kelestanan bangunan;

    56. kctersediaan teknologi terbaik; dan/atau

    57. kemampuan ekonomi. Pasal 208 (1) Penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan yang mengeluarkan gangguan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2O7 ayat (2) wajib melakulcan uji gangguan. (21 Uji gangguan sebagainrana dimaksud pada ayat (I) dilakukan dengan:

    58. menggunakan laboratoriur: n yang teregistrasi oleh IVlenteri; dan/atau

    59. menggunakan personel yang memiliki sertifikat yang ditcrbitkan oleh iembaga sertifikasi. Pasal 2O9 (1) Setiap Usaha dan/atarr Kegiatan harus melakukan internalisasi biaya pengelolaan Mutu Udara sebagaimana dimaksud da-lam Pasal I89 huruf d.

      (2)

      Internalisasi (21 Internalisasi bia.va pengelolaan Mutu Udara sebagaimana dimaksud pacia ayat (1) dilaksanakan dengan memasukkan biaya pengendalian Pencemarar: Udara dala.m perhitungarl biavar produksi atau biaya suatrl l.Jsaira dan/atau Kerlatan. (3) Biaya pengendalian Pencemaran Udara setragaimana dimziksud pada ayat (2) meliputi biaya:

    60. pencegahan Pencemaran Udara;

    61. pengemba.ngan teknologi terbaik rendah Emisi;

    62. penggunaa.n bahan bakar bersih;

    63. pengembangan sumber daya manusia; dan/atau

    64. kegiatan lain yang mendukung upaya pengendalian Pencemaran Udara. Pasal 21O (1) Menteri menetapkan kuota Emisi dan sistem perdagangan kuota Emisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 189 huruf e terhadap Usaha dan/atau Kegiatan yang menghasilkan Emisi. (2) Kuota Emisi sebagaimana dimaksud pada 2J.at (1) ditetapkan cleh Menteri secelah berkoordirrasi dengan menteri/kepaia lembaga pemerintah nonkementerian terkait. (3) Perdagangan kuota Emisi sebagaimana di,rraksud paCa ayat (1) dite; rtukan Lrerdasarkan RPPIVIU yang telah ditetapkan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/waii kota. Pasal 2 I 1 (1) Penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan hanya dapat rnelepas Emisi sesuai dengan kuota Emisi yang dimilikinya. l2l ^Kuota Emisi ^sebagairnana ^dirnaksud pada ayat (i) dapat diperjualbelikan antar penanggtrng jawab Usaha dan/atau Kegiatan. Pasal 212 (1) Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan men1rusun Standar Nasional Indonesia terhadap produk yang digunakan di rumah tangga yang mengeluarkan residu ke udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 189 huruf f. ! (2) Standar Nasional Indonesia terhadap produk yang digunakan di rumah tangga yang mengeluarkan residu ke udara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

    65. kebauan;

    66. gangguan kesehatan; dan

    67. bentuk standar lainnya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan peraturan pertrndang-undangan. (3) Standar Nasional Indonesia terhadap produk yang digunakan di rumah tangga yang mengeluarkan residu ke udara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan mempertimbangkan:

    68. kesehatan masyarakat;

    69. larangan penggunaan 83;

    70. kelestarian bangunan;

    71. ket-ersediaan teknologi terbaik; dan/atau

    72. kondisi ekonomi. (4) Dalam menJrusun Standar Nasional Indonesia, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan berkoordinasi dengan instansi yang mempunyai tugas dan fungsi di bidang standardisasi dan penilaian kesesuaian. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan Standar Nasional Indonesia terhadap produk yang digunakan di rumah tangga yang mengeluarkan residu ke udara diatur dalam peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan. Paragraf Paragraf 3 Penanggulangan Pasal 2 13 (1) Penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan ../ang melakukan Pencemaran Udara wajib melaksanakan penanggulangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18.3 ayat (2) huruf b. (2) Penanggulangan Penceinaran Udara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan:

    73. pemberian informasi kepada masyarakat terkait Pencemaran Udara;

    74. penghentian sumber Pencemaran Udara; ci.an c. cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. (3) Penghentian sumber Pencemaran Lidara sebagaimana dirnaksud pada ayat (21huruf n dilakukan dengan cara:

    75. penghentian proses produksi;

    76. penghentian kegiatan pada fasilitas yang menyebabkan Pencernaran Udara; dan/atau

    77. tindakan tertentu untuk meniadakan Pencemaran Udara pada sumbernya. (41 Penanggung ja'arab lJsaha dan/atau Kegiatan yang rnelakukan petlanggulangan Pencemaran Udara sebagaimana dirnaksud pada ayat (2) wajib menyampaikan laporan pelaksanaan penghentia.n Pencemaran Udara kepada Menteri, gubernur, dan bupati/wali kota. Pasal 2 L.i (1) Penanggtrlangan Perrcerlaran Udara sebagaimana dimaksud dalam Pasai 2!3 ayat (lt dilakukan dalam jangka r*raktu palirrg iarrrbat 24 (dua puluh empat) jam sejak diketahuinya Pencemaran Udara. (21 Dalam hal penangglrlangan Pencernaran lJdara seba-gaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diiakukair, Menteri, gubernur, atarl hupati/wali kota sesuai dengan kcwenarrgannya menetapkan pihak ketiga- untuk melakukan pena n ggr-r iangan Pencem ar an Uda.ra (3) Bia5,6 yang tinrbui dari pelaksanaan penanggulangan Pencemaran Udara sebagaimana dima.ksud parta ayat (2) dibebankan kepada pcnangslng jawab Usaha clanlatau Kegia.tan ya.ng melakukan Pencemaran Ud.ara. Pasal 2 15 (1) Dalant tral terjadi bencana yang inengakibatkan Pencemaran Udara, Pemerintah dan Pemerintah Daerah nrelakrrkan penanggulangan Pencemaran Udara. (21 Penanggulangan bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ciilaksanakan sesuai derrgan ketentuan peratur.an perunda ng- undar: .ga n. Paragrat 4 Pemuliharr Dermpak Pencemaran Udara Pasal 2 16 (1) Setiap C)rang yang melakukan Pencemaran Udara wajib melakrikan pemrrirhan dampak Pencemaran Uclara sebagaimana dirnaksud d.riam Pasal 188 ayat (2) hunrt c. (2) Pemulihr: .it dampak Pencemaran Udara sebagairrrana dimaksud pada a],-at (1) meliputi kegiatan:

    78. ^pernbersihan u.nsur pencemar pada media Lingkunqan Hidup; dan

    79. cara lain yang sestrai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. - r52 Pasal 2lT (1) Pernulihan dampak Pencerrraran Udara sebagaimana dimaksucl dalam Pasal 216 ayat (1) dilakukan dalam jangka waktrr paling lambat 3O (tiga puluh) hari sejak diketahuinya Penccmaran Udara. (2) Dalam hal pemulihan sebagaimana dineaksuu pada rtyat (1) tidak dilakukarr, Menteri, gubernur., atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya menetapkan pihak ketiga r-rntuk melakukan pemltlihan fungsi Lingkungan Hidup. (3) Biaya yang timbul dari pelaksanaan pernulihan sebagairnana dimaksud pada avat (2lrdibetrankan kepacla Setiap Orang yang melakukan Pencemaran Udara. Pasal 2 18 (1) Pemulihan dampak Pencerrraran Udara sebagairnana dimaksud dalam Pasal 217 ayat (1) clilakukan oleh Menteri, gubernur. atau bupatiiwali kota sesuai dengan kewenangannya, jika:

    80. Sumber Pencemar Udara tidak diketahui; da.n/atau b. tidak diketahui pihak yang melakukan penc: ernaran. {2} ^Pemulihan ^dampak ^Perrcema.rarr Udara sebagaimana dirnaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh: a" lVlenteri, jika dampak pencemaran lirrtas provin-si:

    81. gubernur, jikir dampak pencemaran lintas kabupaten/kota; dan

    82. bupati/wali kcta, jika dampak pencernaran terbatas daiam rvilayr. h kabupaten/ kota. Pasai 219 Ketentuan lebih lanjut mengenai:

    83. tata cara iirventarisasi udara;

    84. tata cara pcnytlsltnarr da.n penetapan WPPMU;

    85. f.ata cata penvusunan, penetapan, dan perubahan RPPMI ^I;

    86. Baku IVIutu Ernisi;

    87. Persetujuan Teknis pemenurhan Baktl h{utu Emisi dan SLO;

    88. baku mutu gangguan;

    89. tata cara penetapa.n kuota Emisi;

    90. sistem perdagangan kuota Emisi;

    91. penanggulangan Pencerna.ran Udara; cian j. pernulihan dampak Pencemaran Udara, sebagaimana dimaksud CaLain Pasal 163 sampai dengan Pasal 218 diatur dalam Peraturan Menteri. BAB V PERLINDUNGAN }AN PENGEI.OLAAN MUTU LAUT Bagiarr Kesatu Uinum Pasal 22L, Penyelenggaraan Periindurrgan dan Perrgelolaan Mutu Laut bertujuan:

    92. melindungi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dari Pencemaran dan/atau Kenisakan Laut;

    93. menjarnin kelangsungan kehidupan makhluk hidup dan kelestarian Mutrr Lar rt;

    94. menjamin pemerruhan dar perlindungan hak atas Mutu Laut sebagai bagian dari rrak asasi manusia; dan

    95. mencapai keserasian, keselarasan, dan kesermbangail Mutu Laut untuk mewr.rjudkan pembangunan berkelanjutan Pasal 22 1 (1) Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Laut dilakukan oleh:

    96. Menteri; atair b. gub.: rnirr.

      (2)

      Menteri . I (2) Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berwenang pada lokasi di atas 12 (dua betas) mil laut, kawasan strategis nasional, dan kawasan strategis nasionai tertentu. (3) Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berwenang pada lokasi di bawah 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut lepas, di luar Usaha dan/atau Kegiatan minyak dan gas bumi. Pasal 222 Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Laut meliputi:

    97. perencanaan;

    98. pemanfaatan;

    99. pengendalian; dan

    100. pemeliharaan. Bagian Kedua Perencanaan Paragraf 1 Umum Pasal 223 (1) Perencanaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 222 huruf a dilaksanakan terhadap:

    101. Air Laut; dan

    102. ekosistem [,aut. i2l ^Ekosistem ^Laut ^sebagaimana dimaksucl pada ayat (l) huruf b terdiri atas:

    103. ekosistem IVlangrove;

    104. ekosistem Padang Lamrin;

    105. ekosiste: : n Terumbu Kararrg; dan

    106. ekosistem lairrni'a sesuai clengan perkembangan ilmu pengetahuan dan r.r.knologi.

      (3)

      Perencanaan . (?) Perencanaan sebagaimana. dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui:

    107. inventarisasi Mutu Laut;

    108. penetapan Baku Mutu Air Laut;

    109. penetapan kriteria baku kerusakan ekosistem Laut;

    110. penetapan Status Mutu Laut; dan

    111. penyusunan dan penetapan rencana Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Laut. Paragraf 2 Inventarisasi Mutu Laut Pasal 224 (1) Inventarisasi Mutu Laut sebagairnana dimaksud dalam Pasal 223 ayat (3) huruf a bertujuan untuk menyediakan rnformasi mengenai kondisi Pencemaran dan/atau Kerusakan Laut yang mempengaruhi Mutu Laut. (21 Inventarisasi Mutu Laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) clllakukan dengan cara pengumpulan dan pengkajian data primer dan/atau data sekunder. (3) Data primer dan/atau data sekunder sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diperoleh dari:

    112. pemantauan Mutu Laut;

    113. Iaporan pemantauan dan pengelolaan Lingkungan Hidrrp dari pemegang Persetujuan Lingkungan;

    114. iaporan statistik;

    115. citra satelit;

    116. foto udara:

    117. foto bawah laut;

    118. data satu peta ekosistem laut dengan tingkat ketelitian paling kecil skala 1: 50.0O0; dan/atau

    119. data lainnya yang relevan.

      (4)

      Data primer dan/atau data sekunder sebagaimana dimaksud pada ayat (21meliputi:

    120. jenis ekosistem Laut;

    121. peruntukan Laut;

    122. bentuk pemanfaatan;

    123. sumber pencemar dan/atau sumber perusak;

    124. ^jenis pencemar dan/atau perusak;

    125. jenis Usaha dan/atau Kegiatan yang menghasilkan pencemaran dan/atau kerusakan;

    126. lokasi sumber yang menyebabkan pencemaran dan/atau kerusakan;

    127. lokasi pencemaran dan/atau kerusakan;

    128. parameter dan nilai parameter kualitas Air Laut;

    129. tutupan dan kerapatan Mangrove;

    130. luas Padang Lamun;

  71. luas tutupan Terumbu Karang;

    1. sosial ekonomi;

    2. sebaran dampak pembuangan Air Limbah ke Laut; dan

    3. dampak terhadap kesehatan manusia dan lingkungan. (5) Hasil inventarisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan sebagai dasar penentuan Baku Mutu Air Laut, kriteria baku kerusakan ekosistem Laut, penetapan Status Mutu Laut, serta penJrusunan rencana Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Laut. Pasal 225 (1) Pemantauan Mutu Laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 224 ayat (3) huruf a dilaksanakan untuk mengetahui kualitas Air Laut dan kerusakan eksosistem Laut. (21 Pemantauan Mutu Laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Menteri arau gubernur sesuai dengan kewenangarrnya.

      (3)

      Pemantauan (3) Pemantauan Mutu Laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan paling sedikit:

    4. 2 (dua) kali dalam 1 (satu) tahun untuk pemantauan kualitas Air Laut; dan

    5. 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun untuk pemantauan kerusakan ekosistem Laut. Pasal 226 Data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 224 ayat (4) yang memerlukan jasa laboratorium, pengukurannya dilakukan oleh laboratorium yang teregistrasi oleh Menteri. Pasal 227 (1) Hasil inventarisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 224 ayat (5) diolah dengan:

    6. perhitungan; dan

    7. analisis. (2) Perhitungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan dengan menggunakan metode yang telah diakui secara nasional dan/atau internasional. (3) Perhitungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk mendapatkan data dan informasi mengenai nilai dari:

    8. kualitas Air Laut;

    9. tutupan dan kerapatan Mangrove;

    10. luasan Padang Lamun; dan

    11. luasan tutupan Terumbu Karang. (4) Analisis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dengan membandingkan data dan/atau informasi hasil inventarisasi dengan Baku Mutu Air Laut dan/atau kriteria baku kerusakan ekosistem Laut serta melihat korelasinya untuk mengetahui kondisi Pencemaran dan/atau Kerusakan Laut yang mempengaruhi Mutu Laut.

      (5)

      Pengolahan (5) .Pengolahan hasil inventarisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilak.ukan untuk mendapatkan informasi srrraber dan jenis pencemar dan/atau perusak, Mutu Air Laut, dan tingkat kerusakan ekosistem Laut. Pasal 228 (1) Inventarisasi Mutu Laut sebagaimana dirnaksud dalam Pasal 223 ayat (3) huruf a, dilaksanakan oleh Menteri atau gubernur sesuai dengan kewenangannva (2) Menteri dalam melakukan inventarisasi Mutu Laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkoordinasi dengan:

    12. rrrenteri/kepala lerrrbaga terkait; dan

    13. Pemerintah Daerah. (3) Gubernur dalam rnelakukan inventarisasi Mutu Laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkoordinasi dengan:

    14. Menteri;

    15. menteri/kepala lembaga terkait; dan

    16. Pemerintah Daerah kabupatan/kota. Paragral'3 Penetapan Baku Mutu Air Laut Pasal 229 (1) Baku Mutu Air Laut sebagairnana dirnaksud dalam pasal 223 ayat (3) huruf b terdiri atas peruntukan:

    17. peiabuhan;

    18. w,isata bahari; dan

    19. biota Laut. (2) Baku Mutu Air Ltrut sebagairnana dimaksud pada ayat (1) meliputi -ienis paramctcr Air Laut dan nilai parameter Air Laut. (3) Baku Mutu Air La.ut sebagaimana dirnaksud pada ayat (1) digunakan sebagai dasar penetapan Status Mutu Laut. (a) Baku (4) Baku Mutu Air Laut sebagaimana dinraksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran VIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini. Pasal 230 (1) Menteri menetapkan Baku Mutu Air Laut peruntukan lainnya selain yang teiah ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (l). (21 Baku Mutu Air Laut peruntukan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan hasil inventarisasi Mutu Laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 224 ayat (5) serra berkoordinasi dengan menteri/ kepala iembaga terkait. (3) Baku Mutu Air Laut peruntukan lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sepanjang belum ditetapkan, merujuk pada Baku Mutu Air Laut untuk peruntr: kan biota Laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229 ayat (1) huruf c. Paragraf 4 Penetapan Kriteria Baku Kerusakan Ekosistem Laut Pasal 231 (1) Menteri menetapkan kriteria baku kerusakan ekosistem Laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 223 ayat (3) huruf c setelah berkoordinasi dengan menteri/kepala lembaga terkait. (2) Kriteria baku kerusakan ekosistem Laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

    20. kriteria baku kerusakan Mangrove;

    21. kriteria baku kerusakan Padang Lamun;

    22. kriteria baku kerusakan Terumbu Karang; dan

    23. kriteria baku kerusakan ekosistem Laut lainnya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

      (3)

      Penetapan kriteria baku kerusakan ekosistem Laut sebagaimana dimaksud pada ayat (21 dilakukan dengan mempertimbangkan:

    24. hasil inventarisasi Mutu Laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 224 ayat (5); dan

    25. pengkajian data dari berbagai publikasi penelitian nasional dan/atau internasional. (4) Penetapan kriteria baku kerusakan ekosistem Laut sebagaimana dimaksud pada ayat (21 dilaksanakan dengan tahapan:

    26. pengumpulan dan pengkajian data;

    27. penjaringan masukan dari pemangku kepentingan dalam pengelolaan ekosistem Laut; dan

    28. pen)rusunan dan penetapan kriteria baku kerusakan ekosistem Laut. Pasal 232 (1) Kriteria baku kerusakan Mangrove sebagaimana dimaksud dalam Pasal 231 ayat (2\ hunrf a ditetapkan berdasarkan:

    29. tutupan tajuk;

    30. kerapatan pohon Mangrove yang hidup; dan/atau

    31. parameter lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. (21 Kriteria baku kerusakan Padang Lamun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 231 ayat (2) huruf b ditetapkan berdasarkan:

    32. luas area kerusakan Padang Lamun; dan/atau

    33. parameter lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. (3) Kriteria baku kerusakan Terumbu Karang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 231 ayat (21 huruf c ditetapkan berdasarl<an:

    34. tutupan Terumbu Karang; dan/atau

    35. parameter iain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

      Pasal 233

      Pasal 233 (1) Kriteria baku kerusakan ekosistem Laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 231 ayat (L) digunakan sebagai dasar penetapan Status IVIutti Laut. (21 Kriteria baku kerusakan ekosistem Laut yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dievaluasi dan I atau diubah. Pasal 234 Menteri melakukan evaluasi dan/atau perubahan kriteria baku kerusakan ekosistcm Laut sebagaimana dimaksud dalam pasal 231 ayat (1) dengan mempertimbangkan:


    36. hasil inventarisasi Mutu Laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 224 ayat (51;

    37. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; dan/atau

    38. perubahan rencana zonasi ruang Laut dan/atau peruntukan Laut. Paragraf 5 Penetapan Status Mutu Laut Pasal 235 (1) Menteri atau gubernur sesuai dengan kewenangannya menetapkan Status Muttr Laut sebagaimana dimaksud dalarn Pasal 223 ayat (3) huruf d. (21 Status Mutu Laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan :

    39. hasil inventarisasi Mutu Laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 224 ayat (5);

    40. Baku Mutu Air Laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229; dan

    41. kriteria baku kerusakan ekosistem Laut setragaimana dimaksud dalam Pasal 23 L.

      (3)

      Status .

      (3)

      Status Mutu Laut- sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam bentuk indeks yang menggambarkan tingkat Status Mutu Laut. Pasal 236 Status Mutu Laut yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 235 ayat (3) ditindaklanjuti dengan menJrusurr rencana Perlindungan dan pengelolaan Mutu Laut. Paragraf 6 Penlrusunan dan Penetapan Rencana Perlindungan dan Pengelolaa.n Mutu Laut Pasal 237 (1) Menteri atau gubernur sesuai dengan kewenangannya men]rusun dan menetapkan rencana perlindungan dan Pengelolaan Mutu Laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 223 ayat (3) h uruf e. (2) Menteri dalam men]rusun dan menctapkan rcncarla Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Lau+, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkoordinasi dengan:

    42. menteri/kepala lembaga tcrkait; dan

    43. Pemerintah Daeratr. (3) Gubernur dalam menJrusun dan menetapkan rencana Perlinclungan dan Pengelolaan Muttr Laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkoordinasi dengan:

    44. Menteri;

    45. kepala lembaga terkait; dan

    46. Pemerintah Daerah kabupatan/kota. Pasal 238 (1) Rencana Perlindungan dan pengelolaan Mutu Laut sebagairntrna dimaksr-td dalam Pasal 237 clisusun dengan menerapkan prinsip pengelolaan ruang Laut secara terpadu.

      (2)

      Rencana (21 Rencana Perlindungan dan Pengeloiaan Mutu Laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi bagian dari rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. (3) Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Laut sebagaimana dimaksud pada ayat (2) drgunakan dalam kajian Lingkungan Hidup strategis. (41 Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Laut sebagaimana dimaksud pada ayat (21 menjadi acuan dalam melakukan pemanfaatan, Pengendalian Pencemaran dan/atau Kerusakan Laut, dan pemeliharaan Mutu Laut.

      Pasal 239

      Rencana Per'lindungan dan Pengelolaan Mutu Laut yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 237 ^,dapat dievaluasi dan/atau diubah dalam hal terdapat:


    47. perubahan rencana zonasi dan/atau rencana tata ruang; dan/atau

    48. perubahan kebijakan lainnya yang berimplikasi pada Perliridungan dan Pengelolaan Mutu Laut. Bagian Ketiga Pemanfaatan Pasal 24O il) Pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalarn Pasal 222 huruf b dilaksanakan dengan memperhatikan:

    49. keberlanjutan proses dan fungsi Laut;

    50. keberlanjutan produktrvit-as Laut; dan

    51. keselama.tan, rnutu hidup, dan kesejahteraarr masyarakat. (2J Pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan. a rencana zcnasi dan/atarl rencana tata ruang;

    52. peruntukan; dan

    53. rencana Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Laut sebagainrana dimaksud dalam Pasal 237. (3) Pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Keempat Pengendalian Paragraf 1 Umum Pasal 241 (1) Pengendalian Pencemaran dan/atau Kerusakan Laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 222 huruf c dilaksanakan sesuai dengan rencana Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 237. (2) Pengendalian Pencemaran dan/atau Kerusakan Laut sebagaimana ciimaksud pada ayat (1) meliputi:

    54. pencegahan;

    55. penanggulangan; dan

    56. pemulihan. (3) Pengendalian Pencemaran dan/atau Kerusakan Laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenarrgannya. Paragraf Paragraf 2 Pencegahan Pasal 242 (1) Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota melakukan pencegahan Pencemaran dan/atau Kerusakan Laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 241 ayat (2) huruf a. l.2l Pencegahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap Pencemaran dan/atau Kerusakan Laut yang berasal clari darat danf atau Laut. (3) Pencegahan sebagaimana dimaksud pada ayat (21 dilakukan meialui:

    57. penyediaan sarana dan prasarana;

    58. pembatasan Limbah ke Laut;

    59. pencegahan sampah Laut; dan

    60. instrumen lain sesuai dengan kebutuhan dan/atau perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. (41 Pencegahan sebagaimana dimaksud pada ayat (21 dilakukan pada sumber pencemaran danf atau kerusakan:

    61. nirtitik; dan

    62. titik. (5) Pencegahan pada sumber pencemaran dan/atau kerusakan nirtitik sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a dilakukan melalui cara pengelolaan terbaik. Pasal 243 (1) Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewcnangannya menyediakan sarana dan prasarana Pengendalian Pencemaran dan/atau Kerusakan Laut sebagaimana dinraksud dalam Pasal 242 ayaL (3) huruf a untuk sumber nirtitik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 242 ayat (4) huruf a.

      (2)

      Sarana .

      (2)

      Sarana dan prasarana Pengendalian Pencemaran danlatau Kerusakan Laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan untuk mempertahankan Mutu Laut. Pasal 244 (1) Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya dalam menyediakan sarana dan prasarana Pengerrdalian Pencemaran dan/atau Kerusa.karr Laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 243 ayat (1) dapat memberikan bantuan sarana dan prasarana Pengendalian Pencemal'an dan/atau Kerusakan Laut bagi usaha mikro dan kecil. (2) Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesrrai dengan kewenangannya dapat melakukan kerja sama dengan badan usaha dalam menyediakan sarana dan prasarana Pengendalian Pencemaran dan/atau Kerusakan Laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Penyediaan sarana dan prasarana Pengencialian Pencemaran dan/atau Kerusakan Laut sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai Cengan ketentuarr peraturan perundang-undangan. Pasal 245 Pembatasan Limbah ke Laut sebagaimana dalam Pasal 242 ayat (3) huruf b diterapkan pada:

    63. Dumping (Pembuangan); dan

    64. pembuangan Air Limbah. Pasal 246 (1) Penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan yang melaksanakan pernbatasan Limbah ke Laut dengan cara Dumping (Pembuangan) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 245 huruf a harus memenuhi:

    65. Perset-ujuan Teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasai 43 ayat (3) huruf c dan Pasal 57 ayat (4) huruf c; dan

    66. ketentuan b. ketentuan lokasi pembuangan. (2) Ketentuan lokasi pembuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempertimbangkan:

    67. perlindungan terhadap area sensitif; dan

    68. rorla awal kualitas Air Laut yang memenuhi Baku Mutu Air Laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 229. (3t Area sensitif sebagaimana dimaksud pada ayat (21huruf a antara lain terdiri atas:

    69. kawasan konservasi perairan;

    70. daerah rekreasi atau wisata bahari;

    71. kawasan Mangrcve;

    72. Padang Lamun;

    73. Terumbu Karang;

    74. kawasan taman nasional;

    75. kawasan taman wisata alam Laut;

    76. kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan;

    77. kawasan rawan trencana al.am;

    78. daerah pemijahan dan pembesaran ikan serta budidaya perikanan;

    79. alur migrasi brota Laut yang dilindungi;

  72. daerah penangkapan ikan atau zor,a perikanan;

    1. alur pelayaran; dan/atau

    2. wilayah pertahanan. (4) Dalam hal rona awal kualitas Air Laut sebagaimana dimaksud pada ayat (21 huruf b tidak memenuhi Baku Mutu Air Laut, wajib dipastikan tidak ada penambahan konsentrasi pada parameter yang melampaui Baku Mutu Air Laut.

      Pasal 247

      Pasal 247 (1) Penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan yang melaksanakan pembatasan Limbah ke Laut dengan cara pembuangan Air Limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 245 huruf b harus memenuhi ketentuan:


    3. Baku Mutu Air l,imbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 131;

    4. standar teknologi pengolahan Air Limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 132; dan

    5. ketentuan lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (21 Pembatasan Limbah ke Laut dengan cara pembuangan Air Limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku kepada penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan yang memiliki dampak Air Limbah ke lingkungan berupa rendah atau tinggi. (3) Dalam hal dampak Air Limbah ke lingkungan berupa:

    6. rendah, penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan wajib menaati Baku Mutu Air Limbah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan; dan

    7. tinggi, penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan wajib mendapatkan Persetujuan Teknis. Pasal 248 (1) Penanggung jawab Usaha danlatatr Kegiatan yang melaksanakan pembatasan Limbah ke Laut dengan cara pembuangan Air Limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 245 huruf b dan memiliki dampak Air Limbah ke lingkungan tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 247 ayat (3) huruf b wajil-r membuat kajian teknis sebagai dasar pertimbangan Persetujuan Teknis. (21 Kajian teknis sebagaimana climaksud pada ayat (1) meliputi:

    8. identifikasi sumber, kuantitas, dan karakteristik Air Limbah;

    9. penentuan b. penentuan parameter kunci yang akan dijadikan prediksi sebaran Air Limbah dan Baku Mutu Air Limbah;

    10. iderrtifikasi Laut penerima Air Limbah;

    11. ktialitas Air Laut penerima Air Limbah;

    12. data sirktrlasi Air Laut musiman;

    13. area sensitif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 246 ayat (3);

    14. prediksi sebaran Air Limbah di Laut termasuk penentuan zoft€ of initial dilution;

    15. usulan titik pemantauan kualitas Air Laut berdasarkan hasii prediksi sebaran Air Limbah di Laut;

    16. inforrnasi mengenai tata letak industri keseluruhan dan penandaan unit yang berkaitan dengan pengelolaan Air Limbah;

    17. neraca air yang menggambarkan keseluruhan sistem pengelolaan Air Limbah;

    18. informasi mengenai deskripsi sistem instalasi pengolahan Air Limbah;

    19. informasi yang menjelaskan upaya yang dilakukan dalam pengelolaan Air Limbah;

    20. prosedur operasional standar tanggap darurat rnstalasi pengolahan Air Limbah;

    21. informasi yang menjelaskan upaya yang dilakukan dalam pengelolaan Air Limbah; dan

    22. informasi uraian penanganan kondisi darurat Pencemaran Laut. Pasal 249 (1) Penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan mengajukan permohonan Persetujuan Teknis pemenuhan Baku Mut-u Air Limbah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (3) hurt.f a dan Pasal 57 ayat (4) huruf a yang dibuang ke Laut kepada Menteri atau gubernur sesuai dengan kewenangannya. (21 Permohonan (2) Permohonan Persetujrran'['eknis pemenuhan Baku Mutu Air Limbah yang dibuang ke Laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan persyaratan kajian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 248 ayat (21. (3) Permohr: nan Persetujuan Teknis pemenuhan Baku Mutu Air Limbah yang dibuang ke Laut sebagaimana dimaksud pada ayat (21 disampaikan melalui sistem informasi dokumen Lingkungan Hidup untuk Persetujuan Teknis. Pasal 250 (1) Permohonan Persetujuan Teknis pemenuhan Baku Mutu Air Limbah yang dibuang ke Laut sebagaimana dirr,aksud dalam Pasal 249 dilakukan pemeriksaan kelerrgkapan kajian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 248 ayat ^(21 dalam ^jangka waktu palirrg lama 2 (dua) hari kerja sejak permohonan diterima. (21 Dalam melakukan pemeriksaan permohonan Persetujuan Teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1):

    23. Menteri menugaskan pejabat yang membidangi Pengendalian Pencemaran dan/atau Kerusakan Laut; dan

    24. gubernur menugaskan pejabat yang rnembidangi Lingkungan Hidup. (3) Dalam hal hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyatakan:

    25. lengkap dan benar, pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melakukan penilaian substansi; atau

    26. tidak lengkap dan/atau tidak benar, pejabat sebagainrana dimaksud pada ayat (2\ mengembalikan permohonan Persetujuan Teknis untuk diperbaiki. (4) Penilaian substansi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat melibatkan tenaga ahli Pengendalian Pencemaran dan/atau Kerusakan Laut. (5) Terhadap hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b yang tidak lengkap dan/atau tidak benar, penanggung jawab Usaha danlatau Kegiatan melakukan perbaikan dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak dinyatakan tidak lengkap dan/atau tidak benar. - t7r - Pasal 251 Dalam hal hasil penilaian substansi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25O ayat (3) huruf a menunjukkan:

    27. telah memenuhi persyaratan, pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25O ayat (2), menerbitkan Persetujuan Teknis pemenuhan Baku Mutu Air Limhah yang dibuang ke Laut; atau

    28. tidak memenuhi persyaratan, pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25O ayat (21 menerbitkan penolakan Persetujuan Teknis untuk pemenuhan Baku Mutu Air Limbah yang dibuang ke Laut disertai dengan alasan pent-rlakan. Pasal 252 Persetujuan Teknis pemenuhan Baku Mutu Air Limbah yang dibuang ke Laut yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 251 huruf a memuat:

    29. standar teknis pemenuhan Baku Mutu Air Limbah;

    30. standar kompetensi sumber daya manusia; dan

    31. sistem manaJemen lingkungan. Pasal 253 Standar teknis pemenuhan Baku Mutu Air Limbah sebagaimana climaksud dalam Pasal 252 huruf a meliputi:

    32. parameter dan niiai Baku Mutu Air Limbah' b. desain instalasi pengolahan Air Limbah;

    33. titik penaatan dengan nama dan titik koordinat;

    34. titik pembuangan dengan nama dan titik koordinat;

    35. titik pemantauan Air Latrt dengan nama dan titik koordinat;

    36. kewajiban:

  73. meiaksanakan pemantauan Air Limbah;

  74. rnelaksanakan peinantauan kuaiitas Air Laut;

  75. melaporkan hasil pemantauan; o b.

  76. memisahkan saluran Air Limbah dengan saluran limpasan air hujan;

  77. memiliki saluran Air Limbah kedap air;

  78. memiliki alat ukur debit atau alat ukur yang setara;

  79. memiliki Sistem Tanggap Darurat instalasi pengolahan Air Limbah; dan

  80. memiliki Sistem Tanggap Darurat Pencemaran Laut; dan larangan:

  81. membuang Air Limbah secara sekaligus dalam 1 (satu) kali pembuangan;

  82. mengencerkan Air Limbah dalam upaya penaatan batas kadar yang dipersyaratkan; dan

  83. membuang Air Limbah di luar titik penaatan. Pasal 254 (1) Standar kompetensi sumber daya manusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 252 huruf b metiputi:

    1. penanggung jawab pengendalian Pencemaran Air;

    2. penanggung jawab operator instalasi pengolahan Air Limbah; dan

    3. personel yang memiiiki kompetensi lainnya sesuai kebutuhan, yang memiliki sertifikat kompetensi. (21 Standar kompetensi sumber daya manusia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kemampuan:

    4. melakukan identifikasi sumber pencemar air;

    5. menentukan karakteristik Air Limbah;

    6. menilai tingkat Pencemaran Air;

    7. mengoperasikan dan merawat instalasi pengolahan Air Limbah;

    8. melakukan identifikasi bahaya dalam pengolahan Air Linrbah;

    9. melaksanakan melaksanakan tindakan keselarnatan dan kesehatan kerja terhadap bahaya dalam pengolahan Air Limbah; dan menguasai stanCar kompetensi lainnya sesuai dengan perkembanElan ilmu pengetahuan dan peratu ran perundang-undangan. Pasal 255 (1) Sistem rnanajemen lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 252 huruf c dilakukan melalui tahapan:

    10. perencanaan;

    11. pelaksanaan;

    12. pemeriksaarr; dan

    13. tindakan. (2) Perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:

    14. menentukan lingkup sistem manajemen lingkungan terkait Pengendalian Pencemaran dan/atau Kerusakan Laut;

    15. menetapkan kebijakan Pengendalian Pencemaran dan/atau Kerusakan Laut;

    16. menentukan sumber daya yang disyaratkan untuk penerapan dan pemeliharaan sistem manajemen lingkungan terkait Pengendalian Pencemaran dan/atau Kerusakan Laut;

    17. menentukan sumber da_v*a manusia yang memiliki sertifikasi kompetensi Pengendalian Pencemaran Air;

    18. menetapkari kepemimpinan dan komitmen dari manajemen puncak terhadap Pengendalian Penceraaran danf atau Kerusakan Laut;

    19. menetapkan struktur organisasi yang menangani Pengendalian Pencemaran dan/atau Kerusakan Laut;

    20. menetapkan tanggungjawab dan kewenangan untuk peran yang sesuai; f o b' h. menentukan .

    21. menentukan aspek Pengendalian Pencemaran dan/atau Kerusakan Laut dan dampaknya;

    22. mengidentifikasi dan memiliki akses terhadap kerrrajiban penaatan Pengendalian Pencemaran riani atau Kerusakan Laut;

    23. merencanakan untuk mengambil aksi menangani risiko dan peluang serta evaluasi efektifitas dari kegiatan tersebut;

    24. neenetapkan sasaran Pengendalian Pencemaran dan/atau Kerusakan Laut, serta menentukan indikator dan proses untuk mencapainya;

  84. memastikan kesesuaian metode untuk pembuatan dan pemutakhiran serta pengendaiian informasi terdokumentasi;

    1. menentukan risiko dan peluang yang perlu ditangani; dan/atau

    2. menentukan potensi situasi darurat dan respon yang diperlukan. (3) Pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:

    3. rnemantau, mengukur, menganalisa, dan mengevaluasi kinerja Pengendalian Pencemaran dan/atau Kerusakan Laut;

    4. mendokuinentasikan hasil pemarrtauan Air Limbah dan kuali[trs Air Laut;

    5. melakukan evaluasi hasil pemanrauan Air Lirnbah mengacu pada Baku Mutu Air Limbah yang telah ditetapkan dalam Persetujuan Teknis atau peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Baku Mutu Air Limbah; dan

    6. meiaporkan seluruh kewajiban Pengenda.liarr Pencemaran dan/atau Kerusakan Laut. (41 Dalam hal evaiuasi hasil pemantauan Air Limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b menunjukkan ketidaktaatan, penanggurrg jawab Usaha dan/atau Kegiatan mengubah rencana pengelolaan Air Limbah.

      (5)

      Perneriksaan seba.gaimana dimaksud pada ayat (1) hr.rruf c meliputi:

    7. mengevaluasi pemenuhan terhadap ke'x,ajiban penaatan Pengendalian Pencemaran dan/atau Kerusakan Laut;

    8. rnelakukan rnternal audit secara berkala; dan

    9. mengkaji sistem manajemen lingkungan organisasi terkait Pengendalian Pencemaran dan/atau Kerusakan Laut untuk memastikan kesesuaian, kecukupan, dan keefektifan. (6) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi:

    10. melakukan tindakan untuk menangani ketidaksesuaian; dan

    11. melakukan t-indakan perbaikan berkelanjutan terhadap sistem rnanajemen lingkungan yang sesuai dan efektif untuk meningkatkan kinerja Pengendalian Pencemaran dan/atau Kerusakan Laut. Pasal 256 Penilaian substansi sampai dengan penerbitan Persetujuan Teknis pemenuhan Baku Mutu Air Limbah yang dibuang ke Laut sebagaimana dirnaksud dalam Pasal 250 dilakukan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari keda.

      Pasal 257

      Penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan yang melakukan perubahan terhadap muatan Persetujuan Teknis pemenuhan Baku Mutu Air Limbah yang dibuang ke Laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 251 huruf a, wajib melakukan perubahan Persetujuan Teknis sebagai dasar perubahan Persetujuan Lingkungan.


      Pasal 258

      Pasal 258 (1) Menteri atau gubernur sesuai dengan kewenangannya melakukan verifikasi terhadap Persetujuan Teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 252. (2) Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk:


    12. melihat kesesuaian standar teknis pemenuhan Baku Mutu Air Limbah dengan pembangunan sarana dan prasarana yang dilakukan; dan

    13. memastikan berfungsinya sarana prasarana dan terpenuhinya Baku Mutu Air Limbah. (3) Hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memenuhi atau tidak memenuhi Persetujuan Teknis. (41 Dalam hal hasii verifikasi:

    14. memenuhi Persetujuan Teknis, Menteri atau gubernur sesuai dengan kewenangannya menerbitkan SLO; atau

    15. tidak terpenuhi atau terdapat perubahan terhadap Persetujuan Teknis, Menteri atau gubernur sesuai dengan kewenangannya memerintahkan melakukan perbaikan untuk melakukan perbaikan sarana dan prasarana dan/atau perubahan Persetujuan Lingkungan yang dituangkan dalam berita acara. (5) SLO sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a sebagai dasar bagi Menteri atau gubernur dalam melaksanakan pengawasan. (6) Penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan melakukan perbaikan sarana dan prasarana sesuai dengan berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (41 huruf b sampai dengan Baku Mutu Air Limbah terpenuhi. (7) Dalam hal penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan tidak melakukan perbaikan sesuai dengan berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b, pejabat Pengawas Lingkungan Hidup melakukan pengawasan. (8) Pemenuhan standar kompetensi sumber daya manusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 254 paling lambat 1 (satu) tahun setelah SLO diterbitkan.

      Pasal 259

      Pasal 259 (1) Penanggung jawab lJsaha dan/atau Kegiatan yang mendapatkan Persetujuan Teknis pemenuhan Baku Mutu Air Limbah yang dibuang ke Laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 252 wajib melakukan pemantauan terhadap:


    16. Air Limbah; dan

    17. kualitas Air Laut. (21 Pemantauan mutu Air Limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan sesuai dengan mekanisme sebagaimana dimaksud dalam Pasal 144. Pasal 260 (1) Penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan melaporkan seluruh kewajiban Pengendalian Pencemaran dan/atau Kerusakan Laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 255 ayat (3) huruf d. (21 Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui Sistem Informasi Lingkungan Hidup. Pasal 261 (1) Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya melakukan pencegahan sampah Laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 242 ayat (3) huruf c. (2) Pencegahan sampah Laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi sampah yang berasal dari kegiatan di darat dan/atau di Laut. (3) Pencegahan sampah Laut sebagaimana dimaksud pada ayat (21 dilakukan melalui:

    18. pengurangan sampah di sumber; dan

    19. pemantauan sampah Laut. (4) Pengurangan sampah di sumber sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

      (5)

      Pemantauan (5) Pemantauan sampah Laut sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dilaksanakan untuk memperoleh data karakteristik sampah Laut. Pasal 262

      (1)

      Pemantauan sampah Laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 261 ayat (5) mencakup:

    20. sampah pantai;

    21. sampah terapung; dan

    22. sampah dasar Laut. (21 Pemantauan sampah Laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan tahapan:

    23. perencanaan;

    24. pelaksanaan;

    25. pengolahan dan analisis data karakteristik sampah Laut; dan

    26. pelaporan dan evaluasi. (3) Data karakteristik sampah Laut sebagaimana dimaksud pada ayat (21huruf c meliputi:

    27. komposisi;

    28. berat: dan c" kepadatan. (41 Data karakteristik sampah Laut sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menjadi dasar dalam pengurangan sampah Laut. Paragraf 3 Penanggulangan Pasal 263 (1) Penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan yang mengakibatkan Pencemaran dan/atau Kerusakan Laut waj ib melakukan penanggulan gan sebagaimana dirnaksud dalam Pasal 24I ayat (2) huruf b.

      (2)

      Penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib men5rusun rencana penanggulangan pada keadaan darurat. (3) Penanggulangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara:

    29. pemberian informasi peringatan pencemaran dan/atau Kerusakan Laut kepada masyarakat;

    30. pengisolasian pencemaran dan/atau Kerusakan Laut;

    31. pembersihan bahan pencemar danf atau pemsak;

    32. penghentian sumber pencemaran dan/atau Kerusakan Laut; dan r/atau e. cara lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tekrrologi (4) Penghentian sumber pencemaran dan/atau Kerusakan Laut sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d dilakukan dengan cara:

    33. penghentian kegiatan pada fasilitas yang menyebabkan pencemaran dan/atau Kerusakan Laut; dan/atau

    34. tindakan tertentu untuk meniadakan pencemaran dan/atau kerusakan pada surnbernya. (5) Penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan yang melakukan penanggulangan pencemararr dan/atau Kerusakan Laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib rnenyampaikan laporan penanggulangan kepada Menteri atau gubernur. Pasal 264 (1) Penanggulangan pencemaran danfatau Kerusakan Laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 263 ayat (1) diiakukan dalam jangka waktu paling lambat 24 (dua pultrh ernpat) jam sejak diketahuinya pencernaran dan/atau Kenlsakan Laut.

      (2)

      Dalam (2) Dalam hal penanggulangan pencemaran dan/atau Kerusakan Laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan, Menteri atau gubernur sesuai dengan kewenangannya menetapkan pihak ketiga untuk melakukan penanggulangan. (3) Biaya yang timbul dari pelaksanaan penanggulangan sebagaimana dimaksud pada ayat {2) dibebankan kepada penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan. Pasal 265 Menteri atau gubernur sesuai dengan kewenangannya melakukan penanggulangan pencemaran dan/atau Kerusakan Laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 241 ayat (2) huruf b terhadap pencemaran danfatau Kerusakan Laut yang tidak diketahui sumber atau penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatannya. Paragraf 4 Pemulihan Pasal 266 (1) Penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan ^, yang melakukan pencemaran dan/atau Kerusakan Laut wajib melakukan pemulihan Mutu Laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 241 ayat (2) huruf c. (2) Pemulihan Mutu Laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk mengembalikan Mutu Laut. (3) Pemulihan Mutu Laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara:

    35. penghentian sumber pencemaran dan/atau Kerusakan Laut dan pembersihan bahan pencemar dan/atau perusak;

    36. remediasi;

    37. rehabilitasi;

    38. restorasi; dan/atau

    39. cara lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pasal 267 . Pasal 267 (1) Pemulihan Mutu Laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 266 ayat (1) dilaksanakan dengan menJrusun rencana pemulihan Mutu Laut. (21 Rencana pemulihan Mutu Laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Menteri atau gubernur sesuai dengan kewenangannya untuk mendapatkan persetujuan. (3) Pemulihan Mutu Laut wajib dilakukan dala.m jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak rencana pemr: lihan Mutu Laut disetujui. Pasal 268 (1) Menteri atau gubernur sesuai dengan kewenangannya melakukan pemulihan Mutu Laut dalam hal penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan tioak melaksanakan pemulihan Mutu Laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 267 ayat (31. (2) Menteri atau gubernur sesuai dengan kewenangannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menetapkan pihak ketiga untuk melakukan pemulihan I''lutu Laut. (3) Biaya yang timbul dari pelaksanaan pemulihan Mutu Laut sebagairnana dimaksud pada ayat (2) dibebankan kepada penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan. Pasal 269 Menteri atau gubernur sesuai dengan ke.rrenangannya melakukan pemulihan pencemaran dan/atau Kerusakan Laut sebagaimana dimaksud dalani Pasal 2t,1 ayat (:

      1. huruf c terhadap pencemaran dan/atau Kerusakan La,t yang tidak diketahui sumber atau penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatannya. Bagiafi - i8'2 - Ragian Kelima Pemeliharaan Pasal 2'7O (1) Pemeliharaan sebagaimana drmaksud dalam Pasal 222 huruf d dilaksanakan untuk mempertahankan Mutu Laut. (21 Pemeiiharaarl Illutu Laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan berdasarkan rencana Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Laut sebagairnana dimaksud dalam Pasal 237. (3) Pemelihara-an Mutu Laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui upaya:

    40. perlindungan ekosistem Laut sebagai pcnyarrgga kehidupan;

    41. penetapan kawasan konservasi perairan; dan ,,atarr c. ^pelestirria.n fungsi ekosistem Laut Calam rangka adaptasi darr init.igasi perubahan ikhm. (4) Perlindungan ekosistem Laut sebagai pen-v-angga kehidupan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a ditujukan untuk terpeliharanya proses ekologis yang menunjarrg kelangsrrngan kehidupan Laut untuk meningkntkan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia. (5) Penetaparr kawasan konservasi perairarr sebagairnana dimaksud padr: . ayat (3) huruf b driaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undarlgan. (6) Pelestarian fungsi ekosistern Laut daiam rangka adaptasi dan mitigasi penrbahan iklim sebagaimana dimaksud pada ayat {3) hurrrf c dilakukan untuk mengantisipasi dampak perubahan iklim.

      Pasal 271

      Ketentuan lebih lanjut rnengenai:


    42. inventarisasi Mt.tu Laut, b. pemant-auan Mutu Larrt;

    43. tata e. penetapan St-atus; Ilutr-r Laut;

    44. peilyrlsunan, penetapan, cian perubahan rencana Perlinciungan dan Pengelolaan Mutu Laut, g. +,ata cara pellyusunan dan Pcnetapan Persetujuan Teknis pemenuhan Baku I,iutr.r Air Limbah yang dibuang ke Laut dan SLC);

    45. pemantauan samp.ah Lai: t' i. peilangg'llangari peilcernaran dan/atau Kerusaka.n Laut; j pernulihan Mutu Laut: dan k. pemeliharaan Mutu Larrl-, sebagairnatira dimaksrid dalanr Pasal 224 sampai dengan Pasal 2.7O diatur dalam Peraturarr Menteri. BAB Vi PENGE}IDALIAN KERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP Pasai 272. (1) Untuk inenentukan terjadin5,a Kerusakan Lingkungan Hidup, ditetapkan kriteria bak,r Keru-sakan Lingkungan Hidup. (2) Kriteria ba.k,-i Kerusakan Lingkun6{an Hidup sebagaimana dirnaksuC pada ayat (1) meliputi kriteria baku kerusakan:

    46. Terurnbur Karang;

    47. Mangrove;

    48. Padang l,arr-.-rn;

    49. tanalr rrntr-rk prrrrclurksi biomacsa;

    50. garnbut;

    51. kar: : t;

    52. lingkunglri lv?ng berkaitan dengan kebakaran trutan dan/atar,. iahan; lahan akibat Usaha pertambangan; dan dan/atau Kegiatan i. kriteria baku Kerusakan Lingkungan Hidup lainnya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. (3) Kriteria baku Kerusakan Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, huruf b, dan huruf c diatur sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 23I dan Pasal 232. (4) Kriteria baku Kerusakan Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d dan huruf e dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (5) Kriteria baku Kerusakan Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (21 huruf f sampai dengan huruf i ditetapkan dalam Peraturan Menteri. (6) Dalam hai kriteria baku Kerusakan Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (5) belum ditetapkan, penentuan kriteria baku Kerusakan Lingkungan Hidup dilakukan berdasarkan hasil kajian atau pendapat ahli. Pasal 273 (1) Ketentuan mengenai kriteria baku Kerusakan Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 272 ayat (2) huruf g, dikecuaiikan terhadap kegiatan pembukaan lahan dengan cara pembakaran yang dilakukan masyarakat di lahan miliknya sendiri. (21 Pelaksanaan pembukaan lahan dengan cara pembakaran dilakukan berdasarkan kearifan lokal yang meliputi:

    53. Iuas lahan maksimal 2 (dua) hektare per kepala keluarga;

    54. dikelilingi oleh sekat bakar sebagai pencegah penjalaran api ke wilayah sekelilingnya; dan

    55. ditanami tanaman jenis varietas lokal. (3) Pemerintah dan/atau Pernerintah Daerah memberikan rekomendasi, fasilitasi, pembinaan, dan pendampingan bagi masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1). h (4) Ketentuan (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan pembukaan lahan dengan cara membakar berdasarkan kearifan lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Menteri. BAB VII PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN DAN PENGELOLAAN LIMBAH NON BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN Ragian Kesatu Umum Pasal 274 (1) Setiap Orang yang menghasilkan Limbah wajib melakukan pengelolaan Limbah yang dihasilkannya. (21 Pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputr:

    56. Pengelolaan Limbah 83; dan

    57. Pengelolaan Limbah nonB3. Bagian Kedua Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Paragraf 1 Umum

      Pasal 275

      Penyelenggaraan Pengelolaan Limbah 83 meliputi a. penetapan Limbah 83;


    58. Pengurangan Limbah 83;

    59. Penyimpanan Limbah 83;

    60. Pengumpulan Limbah 83;

    61. Pengangkutan Limbah 83;

    62. Pemanfaatan Limbah 83;

    63. Pengolahan Limbah 83;

    64. Penimbunan Limbah 83;

    65. Dumping (Pembuangan) Limbah 83;

    66. pengecualian Limbah 83;

    67. perpindahan lintas batas Limbah 83;

    68. Penanggulangan Pencemaran Lingkungan Hidup dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup dan pemulihan fungsi Lingkungan Hidup;

    69. Sistem Tanggap Darurat dalam Pengelolaan Limbah 83; dan

    70. pembiayaan. Paragraf 2 Penetapan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Pasal 276 (1) Setiap Orang yang menghasilkan Limbah 83 wajib melakukan Pengelolaan Limbah 83 yang dihasilkannya. (21 Limbah 83 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan kategori bahayanya terdiri atas:

    71. Limbah 83 kategori 1; dan , b. Limbah E}3 kategori 2. (3) Limbah E}3 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berdasarkan sumbernya terdiri atas:

    72. Limbah 83 dari sumber tidak spesifik;

    73. Limbah 83 dari 83 kedaluwarsa, 83 yang tumpah, 83 yang tidak memenuhi spesifikasi produk yang akan dibuang, dan bekas kemasan 83; dan

    74. Limbah 83 dari sumber spesifik. (4) Limbah 83 dari sumber spesifik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c meliputi:

    75. Limbah 83 dari sumber spesifik umum; dan

    76. Lirnbah R3 <iari surnber spesifik khusus. Pasal 277 Limbah IJ3 sr: bagaimana dimaksud dalarn Pasal 276 merupakarr Liinbah 83 st: baga.imana tercantum Jalam Lampiran IX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Femerintah ini. Pasal 278 (1) Dalam tral terdapat i,imbat di luar daftar l,imbah 83 sebagairrrarra lercanturn dalam Larnpiran IX Jrarrg rnerupakan bagian ticlak terpisahkair dari Pc: raturan Pemerintah ini yang terindikasi memiliki karakteristik Limbah Bl., X,lenteri walib rnelakukan qij karakter,stik urrttrk met.gtrien tifi kasi Lim'uah sebaga.i:

    77. Lirnbah B3 itatrgori i;

    78. I-imbah 83 kategori 2; at.tr-l ('. Lilnbah ircnB3. (2) Karakteristik Lim'.rair ts3 sebagai.mana dimaksrrd pada ayat (1) meiiprrti:

    79. rnuclatr rieledak;

    80. mudah menyala;

    81. reaktif;

    82. infeksius;

    83. korcsif: dan/at-a,-t f. beracun. (3) tJji !: ar: ai<teri: stik urrtrrk mengidentifit<asi Lirnbah sebagai Lirnharr B3 kategori L sebagaimana dimaksud pada a5-at (1) lruruf'a. melii>uti uji:

    84. karaxte; 'iscitc^ rnurdeih mcledak, inudah rr: enyala, reak-ttf, irr: 'tks: rrs, d.r,r/alau korosif sesu.al dengan I)arantcter ^tiji ^Sr-'i.,agajL"r.^ ^tercantum ^dalam Larnpiran X. .., anp, merupakan oagiarr tjdak terpi: ; ahka rr rjal'l l)e; .iruran Perner irttan ini;

    85. kalakteristit ,= .I8B- b. karaktr-'ristik beracun melalui TCLP untuk menentuk,an Limbah yarlg diuji rrrcrrriliki konsentrasi zat F,errcernar lebih besar dari konsentrasi zat pencemar pa.rla kolorn TCLP-A sebagaimana tercarrturrr'.r tlalam Larnprran Xi yang n: enrpakan bagian riclak terpisahk.an dari Peraturan Pemerintah ini; dan

    86. karakteristik belacun melalui Uji Toksikologi LDso untuk menenturkan Linrbah yang diuji memiliki nilai U1i Toksikologi LDsc lcbih kecil dari atarr sama. dengan 50 rng/kg /lirna. puluh miligrarn per kilogram) berat badan heu,an rrji. (4) Uji karakteristik untuli mengidentifikasi Limtrair sebagai Limbah E}3 ka,tegori 2 sebagainrana dimaksud pelda ayat (i) huruf b rnelipr: t-i u; i:

    87. karakteristil< bei-aci,ltr melalui TCILP r,rntttk rnenentukan Limbah yang cliuji rnemilihi kor: .sentrasi zaL pcncenrar lebih kecil dari atau sama dengan konsentrasr zat pencemar pada kolorn TCLP-A. dan merriliki konsentiasi zat pencemar lebih besar dari konsenrasi zat pencemar pada kolom TCLP-B sebagairnana tercantum dalane Lampiran XI yang nnerupakan bagian ridak tei'pisahkan ctari Peraturan Pemerirrtah ini;

    88. karakleristik beracuri melahri IJji Tr: ksikologi r,Dsc untrrk menciltukan Limbah yang diuji rnerniliki nilai Uji Toksikclogr LDso leirih tresar dari 50 mg/kg ilima puh.rh miligrarn per kilogram) berat badan tre-wan rr.ii dan lebih kecii dari atau saina denlgan 5000 mglkg (iima ribu rniligrarn per kilogram) berat badalt hcwan uji; c.al (.). xarakterrstik beracrrn melalui riji foksikologi sul.r- 1= onis sesuai dengari prarameter qji sebagaimana tercantum daiam L,arrrpiran X yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Perattlran Pernerintah rni. (5) Uji karrikteristik sebagirimana, dimaksud par1a aya.t (3) dan aya t (4) dilakt rkii !1 sec--.ra bL'iltr Ltta n. PFIES IDEN REPUBLIK INDONESIA - l8'; r - Pasal 27c) (1) Dalam melakukan uji karakteristik sebagaimana drmaksttd dalam Fasal '278, Menteri menggunakan lahoratorium yang terakreditasi urrtuk masing-masing uji. {2) ^Daieun ^ha[ ^beium terdapat ^laboratoriuin ^yang ^terakreditasi sebzrgaimana dimakstrd pada ayat (1), uji karakteristik dilakr: kan dengan mengglrnakan laboratorium yang menerapkan prosedur yang telah mcrnenuhi Standar Nasional lndonesia mengenai tata cara berlatlioratorium yar,g haik. Pasal 280 (1) Menteri seteiah mendapatkan hasil uji karakteristrk sebagaimiina dirnaksud dalam Fasal 278 menugaskan tim ahli Lirnhair B3 untrik melakukan evahrasi terhadap hasil uji karakteristik. (21 Evaluasi oleh t-inr ahir i,: mbah 83 sebagaimana dinraksud pada ayat t1) rnuliputi identifikasi dan analisis terhadap:

    89. hasil uji karakteristik Limbah;

    90. proses l,,roduksi pada usaha da; -./aiau kcgiatan yang menghasilkan Lirnbah; dan

    91. bahan bal<u da.nlatau bahan penolong yang digunakan dalam proses produksi. (3) Evaluasi seba.gaima.na dimaksud pada ayat (21 clilakukan paling larna 10 {sepulutr) }rari kerja sejak Menteri memberikan penutj{r.sarn. (4) Tim ahli L.inrbah 8.1 rnenyampaikan rekornendasi hnsil evajuasi kelrada Menteri paling la: na 4 fenrpat) han kerja sejak hasii evaluasi dil<etahui. (5) Rekomendasi sc'L'g-gaimana, clinraksud pada ayat (4) palir,g sedikrt rnt: mu,r.t:

  85. iderrtitats Lirnl''ah;

    1. dasar pertirrrbangan rekomendasi; cian c. kesimprilan hasil evaluasi i: erhadap hasil uji karakterisdii Lirnb: rl: . (6) Dalam .

      (6)

      Dalaur hal trasiJ evah; asi terhadap Limbah menunjukkan adanya L: arakteristik Liinhah E}3 Jang rnemenuhi ke.tentuan sebagaimana diniaksud dalam Pasal 278 alrat (3) atau ayal i4, rekomendasi tim ahli Limbah 83 rrremuat pernyataa.n bahu,a Linrbah merupakan:

    2. l,irnl,ah t3l] kat-egori i; atau

    3. Limbah B3 kategcru 2. (71 L\alan: hal hasil evaluasi terhadap Lirnbai: ticlak rnenurr.iukltan adanye l<; -rakteristik' Linrbah 83 : iang mernenuhi ketentr-ian sebagaimana dinraksud dalrrm Pasal 278 ayat (3i atau ayat ^(,41, rekomendasi tim ahli l,imbah B3 memuat per: rvataan bahrva l-imbah merupakan Limbah nonB3. Pasal 28i (1) Tirn ahii Lirnbah B.i sebagaimana dimaksucl dalanr Pasal 28O ayat (1) dibentuk oleh Menteri. (2) ^'lim atrii l-irnbalr 83 selragairrrana dimaksud pada ayat (l) tcrdiri atas:

    4. ketria, b. sekretans; darr c. anggol-a. (3) Susunan tim ahii Limbah 83 sebagaimar,a dimaksud paria ayat (1) paling seriikit terdiri atas pakar di bidar; g:

    5. toksikclogi;

    6. kesehatan manusla;

    7. proses indr.rsl-r i;

    8. kirnia;

    9. biolog,; ii; rr:

    10. p: rka.i iriin .,rang diterrt.rrkarr oleh I\Ittr.teri.

      Pasal 282

      -i91 ^- P: rsal 282 (1) Menteri melerkukan rapat koordinasi dengan kementerian/ Iembaga p-emerintirh nonkementerian yang rnemberikan izin lJsalta dan/atau Kegiatan atau yang rnelakukan pcmbi.naan terhaci.ap l-Tsaha dan/atau Kegiaf.an untuk membahas rekomendasi t-im ahli sebagarrnana dimaksud dalairr Pasal 280 a.,,at (4). (2) Berdasarkan hasil rapat koordinasi sebagaimana dimaksr.id pada er1,at (1), dalain jangka waktu paling iama 7 (tu1uh) hari kei-j.r }v{er)teri menetapkan Limbah sebagai:


    11. Limbah 83 kategori 1; atau

    12. Linrbah ^t33 katc.gori 2. P'aragraf 3 Pen55uranqan Limbah Bahan Berbrrhaya dan Bera,: un Pasal ^)8iJ (1) Setiap Orang yan-g rrrenghasilkan Limbah B'3 waj,b melakukan Pengrrrangan Limbah 83. t,2l Pengnrangan Limhah L3lJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1i dilakukzrn urelalui:

    13. sr-rbstitusi bahan;

    14. rnodi{il<asi prcses; dan/atau

    15. penggltnaan teknologi rarnah lingkungan. (3) Substitusi bahar, sebagairnana dimaksud paaa ayat (21 huruf a dapat Cii,-,kukan melalui pemiiihan bahan t; akrr Can/atau bahir,r p,: nolong y.rng semuia mengandung 83 digantikan uier: gar: ba.han ba.ku danTatau bahan penoiong yeng ticlak menserrdurrg BI). (4j Modillkasi proses : ebagaimanir Cimaksucl pada tyat (21 hun-rf l> 'larrar. ditak.ika; .r n: elaiuri punriiitrar_^, dan Denerapan rlroses ^prorli: !: : ; i jialtg lebrh ellslen. Pasa-l 284 . I* Pasa{ 284 (1) Setiall Orang yaflg menghasilkan Limbah 83 sel: agaimana dirnaksird dalam Pasai 283 r,.rajib menj?rrrpaikarr lapcran secai-a tcrtrrlis kei: ad.r h{enLeri mengenai pelaksanaan Pengurangr,n i,imtrah R3. (21 Laporan sec{ira tertuhs sebagaimana ciimaksud parie, ayau (l) ciisanrpaikan sccara b,--rkala paling sedrkit 1 (satu) kaii dalam 6 (er: am) bulan sejak Pengurangan L,irnbah 83 dilakrrkan. Paragraf 4 Penyimpanan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Pasai 285 (1) Setiap Oranq vang nrenghasilkan Limbuh 83 wa.; ib n: elakukan Penyinlpanar) Limbah 83. (2) Setiap Orang _\rang nienghasilkan Limbah 83 sebagaimana dirnaksud pada a3,'at (11 diletrang melak_ukan pencarnpuran Lirlt: ah B3 yang dlsinrlrannya. (IJ) Untuk Capat rnelakukan Penyimpanan Limbah 83 sebagairnana dirnaksud pada ayat (l), Setiap Orang yang rnenghasilkan Limbah 83 wajib mer-nenuhi:

    16. standar Penyinnpanan Limbah 83 yang diintegrasika_n ke dalam Drllrrur in<luk berusaha, bagi. penghasil Li,rnbah 83 'lari Usaha" dan/atau Kegiatan r,r-ajib SppL; dari/atau b. rincian reknis Penyirnpanan Limbah B3 yang,limuat dalarn Persetujtran Lingkungan, bagi:

    17. Pengh.asil Limbah 83 dari Usaha dan/atau Kegiatan wajib Amdal atau UKL-UPL; dan

  86. Instansi Penrerintah yang menghasilkan Limbah E}3. (41 standar danlatau rirrcian teknis Fenyimpanan Limbah 83 sebagairrrala rlifla}<sud pada a.vat (3) rnc.iipr.rti:

    1. na111,1, sumi-.,.'l'. lietr^akteristik, ciatr jurnlah Limbatr 83 ],-ang ^rrk.rn ^<i ^isirrrpcLn, r -tr T, I b. rlokr.rmen -vang mer: jelaskan tentang tempat Penyrnrpanan Limt-.ah 83; c, dokrrmen i'ang menjelaskan tent.ang pengernasan L.imhah t33;

    2. persyari.rtan Lingkungan Hidup; dan

    3. kewajiban pemenuhan standar dan./atau rirrcian teknis l'envimpanan Lrmbah 83. (5) Tata cara pengintegrasiarr slandar Penyimpanan Limbah 83 terhaclap nomor induk berusaha sebelgaimana dima,ksuC pada ayat (3) hr.rruf a dilaksanakan sesuai dengan ketentuan pera.Luren perundang-undangan. Pasai 286 'iempat Penyimpanan Linrbah 83 sebagaimana dinlaksud dalam Pasal'285 alar. (4) huruf b harus rnemenuhi persyararan:

    4. lokasj Penv'inrpanan Lirnbah R3;

    5. fasiiitas Penvirrrpanan Limbah 83 yang sesuai de'ngan jumlah Lrrnbah If3, karakteristik Limbah 83, dan dilengkapi dengan upaya pengenCalian Pencemaran Lingkungan l-lidup; clan c. peralatan penarrggJrirrngan keadaan danrrat. Pasal 287 (1) Lokasr Penyimpanan Limbah 83 sebagaimana dimaksurl dalarn Pasal 286 hururf a harus bebas banjir dan tidak rawarr bencana alatrr. (2) Dalam hal loka.si Pen'yir.nparran Limbah 83 tidak bebas banjir ciai, rawan br: ncana alam, lokasi Penyirrrpanan Limbah 83 harus Capat direkayasa Cengan teknologi untuk Perlinclr-urgan ian Pengelolaan Lingkungan Hidup. (3) Lokasi Penyimpanan Lirnhrrh 83 sebagarmana dimaksud pada ayal. (1) dan a-l'at (2i harus beraCa di dalanr penguasaa-n Setra.l'r Orang ),ang mcnghasilkan L.rnbah 83. Pasai 28: 8 Pasai 288 (1) Fasilitas Penyimpanan Limbah 83 sebagaimana dimaksud daiam Pasal 286 huruf b dapat berupa:

    6. bangunan;

    7. tangki rlan/atau kontainer;

    8. silo;

    9. tempat tumpukan linrbah (u.taste pilel;

    10. utaste irnpoundment; dan latau f. bentuk lainnya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. (2) Fasilitas penyimpanan sebagaimana dimaksud pada a_vat (1) huruf a, huruf b, huruf c, danf atau huruf f dapat digunakan untuk melakukan penyimpanan:

    11. Limbah 83 kategori 1;

    12. Limbah B3 kategori 2 dari sumber tidak spesifik; dan

    13. Limbah 83 kategori 2 dari sumber spesifik umurn. (3) Fasilitas penyimpanan sebagaimana dimaksud pada ayat (l) huruf a, huruf c, huruf d, truruf e, danf atau hur"rf l' dapat digunakan untuk melakukan Penyimpanan Limbah 83 kategori 2 dari sumber spesifik khusus. Pasal 289 (1) Fasilitas Penyimpanan Lirnbah 83 berupa bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 288 ayat (l) huruf a harus memenuhi persyaratzrn. a. desain dan korrstruksi yang mampu melindungi Limbah 83 dari hujan dan sinar matahari;

    14. memiliki penerangan dan ventilasi; dan

    15. memiiiki saluran drainase dan bak penampung. l2l ^Persyaratan ^fasilitas ^Penyimpanan Limbah 83 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku untuk kegiatan pcnyimpanan:

    16. Limbah 83 kategori l; dan Limbah 83 kategori 2 dari sumber tidak spesifik dan sumber spesifik umum. Pasal 290 Persyaratan fasilitas Penyimpanan Limbah 83 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 289 ayat (1) huruf a dan huruf c berlaku untuk kegiatan Penyimpanan LimbaLr 83 kategori 2 dari sumber spesifik khusus. Pasal 291 Peralatan penanggulangan keadaan darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 286 huruf c paling sedikit meliputi:

    17. alat pemadam api; dan

    18. alat penanggulangan keadaan darurat lain yang sesuai. Pasal 292 (1) Pengemasan Limbatr 83 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 285 ayat (4) humf c dilakukan dengan menggunakan kemasan yang:

    19. terbuat dari bahan yang dapat mengemas Limbah 83 sesuai dengan karakteristik Limbah 83 yang akan clisimpan;

    20. mampu mengungkung Limbah 83 untuk tetap berada dalarn kemasan;

    21. memiliki penutup yang kuat untuk mencegah terjadinya rumpahan saat dilakukan penyimpanan, pemindahan, atau penqangkutan; dan

    22. berada dalam kondisi baik, tidak bocor, tidak berkarat, atau tidak rusak. {2) ^Kemasan ^Limbah ^83 ^sebagaimana ^dimaksuci pada ayat ^(1) wajib dilekati Label Limbah E}3 dan Simbol Limbah E}3. (3) Label Limbah 83 paling sedikit memuat keterangan mengenai:

    23. nama Limbah 83;

    24. identitas Penghasil Limbah E}3; b c tanggal c. tanggal dihasilkannya Limbah 83; dan

    25. tanggal pengemasan Limbah 83. (4) Pemberian Simbol Limbah 83 disesuaikan dengan karakteristik Limbah 83 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 278 ayat (21. Pasal 293 Nomor induk berusaha atau Persetujuan Lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 285 ayat (3) wajib diubah dalam hal terjadi perubahan terhadap persyaratan:

    26. nama Limbah 83 yang disimpan;

    27. lokasi tempat Penyimpanan Limbah 83; dan/atau

    28. desain dan kapasitas fasilitas Penyimpanan Limbah 83. Pasal 294 (1) Persyaratan Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 285 ayat (4) huruf d paling sedikit meliputi:

    29. memfungsikan tempat Penyimpanan Limbah 83 sebagai tempat Penyimpanan Limbah 83;

    30. menyimpan Limbah 83 yang dihasilkan ke dalam tempat Penyimpanan Limbah 83;

    31. melakukan pengemasan Limbah 83 sesuai dengan karakt-eristik Limbah E}3; dan

    32. melekatkan Label Limbah 83 dan Simbol Limbah 83 pada kemasan Limbah 83. (2) Persyaratan Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan huruf d dikecualikan untuk kegiatan Penyimpanan Limbah 83 kategori 2 dari sumber spesifik khusus. Pasal 295 Kewajiban pemenuhan standar dan/atau rincian teknis Penyimpanan Limbah B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 285 ayat (4) huruf e dilakukan dengan cara:

    33. melakukan identifikasi Limbah 83 yang dihasilkan;

    34. melakukan b C e melakukan pencatatan nama dan jumlah Limbah 83 yang dihasilkan; melakukan Penyimpanan Limbah 83 sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 286 sampai dengan Pasal 291; melakukan Pemanfaatan Limbah 83, Pengolahan Limbah 83, dan/atau Penimbunan Limbah 83 yang dilakukan sendiri atau menyerahkan kepada Pengumpul Limbah 83, Pemanfaat Limbah 83, Pengolah Limbah 83, dan/atau Penimbun Limbah 83; dan men)rusun dan menyampaikan laporan Penyimpanan Limbah R3. Pasal 296 (1) Setiap Orang yang menghasilkan Limbah E}3 dan melakukan kegiatan Penyimpanan Limbah 83 wajib:

    35. memenuhi standar dan/atau rincian teknis Penyimpanan Limbah B3 dan persyaratan Lingkungan Hidup;

    36. melakukan Penyimpanan Limbah 83 paling lama:

  87. 90 (sembilan puluh) hari sejak Limbah El3 dihasilkan, untuk Limbah 83 yang dihasilkan sebesar 50 kg (lima puluh kilogram) per hari atau lebih;

  88. 180 (seratus delapan puluh) hari sejak Limbah 83 dihasilkan, untuk Limbah E}3 yang dihasilkan kurang dari 50 kg (lima puluh kilogram) per hari unt-uk Limbah 83 kategori 1;

  89. 365 (tiga ratus enam puluh lima) hari sejak Limbah 83 dihasilkan, untuk Limbah 83 yang dihasilkan kurang dari 50 kg (lima puluh kilogram) per hari untuk Limbah 83 kategori 2 dari sumber tidak spesifik dan sumber spesifik umurn; atau

  90. 365 (tiga ratus enam puluh lima) hari sejak Limbah E}3 dihasilkan, untuk Limbah 83 kategori 2 dari sumber spesifik khusus; dan d c. men5rusun dan menvampaikan laporan pelaksanaan kegiatan Penyimpanan Limbah 83 yang menjadi bagian dalam pelaporan dokumen lingkungan, dan disampaikan kepada:

  91. bupati/wali kota, untuk Penghasil Limbah 83 dari Usaha dan/atau Kegiatan wajib SPPL; dan/atau

  92. pejabat Penerbit Persetujuan Lingkungan sesuai dengan kewenangannya untuk Penghasil Limbah 83 dari Usaha dan/atau Kegiatan wajib Amdal atau UKL-UPL. (21 Pen5rusunan laporan pelaksanaan kegiatan Penyimpanan Limbah 83 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c memuat:

    1. sumber, nama, dan jumlah Limbah 83;

    2. kategori dan/atau karakteristik Limbah 83;

    3. pelaksanaan Penyimpanan Limbah 83; dan

    4. Pemanfaatan Limbah 83, Pengolahan Limbah 83, dan/atau Penimbunan Limbah 83 yang dilakukan sendiri oleh Penghasil Limbah 83 dan/atau penyeratran Limbah 83 kepada Pengumpul Limbah 83, Pemanfaat Limbah 83, Pengolah Limbah 83, dan/atau Penimbun Limbah 83. (3) Laporan kegiatan Penyimpanan Limbah 83 sebagaimana dimaksud pada ayat (21 disampaikan kepada pejabat penerbit Persetujuan Lingkungan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 6 (enam) bulan sejak nomor induk berusaha dan/atau Persetujuan Lingkungan diterbitkan. Pasal 297 (1) Dalam hal kegiatan Penyimpanan Limbah 83 mel4mpaui jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 296 ayat (1) huruf b, Penghasil Limbah E}3 wajib:

    5. melakukan Pemanfaatan Limbah 83, Pengolahan Limbah 83, dan/atau Penimbunan Limbah 83; dan/atau

    6. menyerahkan Limbah 83 kepada pihak lain. (21 Pihak lain sebagaimana dimaksud pada avat meliputi:

    7. Pengumpui Limbah 83; b Pemanfaat Limbah 83;

    8. Pengolah Lirnbah 83; dan/atau

    9. Penimhrrn Lirnbah 83.

      (1)

      hurut'b (3) Pihak lain sebagarrnana dimaksud pada ayat el wajib menriliki Perizinan Berusaha rrntuk kegiatan bidang usaha Pengelolaan Lrmbah B: J. Paragraf 5 Pengum.pr-rlan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Pasal 298 (l) Setiap Orang yang rnenghasilkan Limbah 83 wajib men_','erahkan Limbah 83 yang dihasilkann]/a kepada Pengumpui Limbah 83, dalam hal:

    10. tidak mampu memenuhi ketentuan jangka rvaktu Penyrmpanan Limbah 83; dan/atau

    11. i<apasitas tempat Penyimpanan Linrbah R3 terlampaui. (2) Penyerahan Lirnbah 83 kepada Pengumpul Limbah 83 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai derigan bukti penyerahan Limbah 83. (3) Salinan bukti penyerahan i,imbah 83 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) rnenjadi bagian dalam peiaporan pelaksanaan kegiatan Penyimpanan I-irnbah R3 sebagaimana dirnakerrd dalari Pasal 29)6 avat (1) huruf c. Pasa\ 299 (1) Pengumpulan Linrbah 83 olel-r Pengumprll Limbah 83 sebagaimaiia. .ir,rraksud rlalarn Pasai 298 dilakukan d91rg€tr-, I a. segregasi Limbah [r3: dan b. Penyirn; ,''anan Lirlhah 8 (2) Segregasi 3. ('2 Segregasi Lrmbah BIJ sebagairrrana dimaksud pa.1a avat (1) hr-rrr,i a Ciiakukan scsuai dengan' a. flitrntr ^'l,ir.nbah Bli scba.gaimai: a tercantr.lm daiam Laril: irai.i iX .yang merupakan bagir,rr ridak terprsahlran C; rri Peraluran Pem,: rintah ini; dan

    12. kararkteristik Lir: rbah 83 sebagaimana chmaksud Calarn ?'asal 2 Z8 av.at (2). (3) Penvimpatran Lirnbah B3 seL/agaimana dirnaksucl pada ayat (1) hurtri b dilaksanakan sesuai dengan ketentrran Penyimprenan Liinbrrh ts3 sebagaimana dimaksuci dalarn Pasal 285 : iampai dr-riga.n Pasal 297. Pasal {itlO (l) Untr.rk da.pat rrrela^kukan Pengumi; uian Linri; atr 83, Pengr: mpr.ti Limbah 83 wajib memiliki:

    13. Perselujuem Lingkungan; dan

    14. Periz; inan lJenrsatla r-rntuk kegia-tan bidang t saha. Pengcl.rrlaan i,in'rbah [33. {21 ^Urrtuk ^mendapart ^Persetrrjlran Lingku-ngan ^sebagaimaira dimaksud pada alrat (l) irrrnrf a, Pengtrmpul I-imbah 83 wajib rrremiiiki Persetuiuan'Ieknis Pengelt-rlaem Limbat, B3 (3) Pengu.morrl Lrrnbah 83 dilarang:

    15. meiakuktrn Pemanj'a-etan Limbah B3 rjan/ar-au Pengoiahzin Limbah 83 terhadap sebagian atnu selui-uh Limbah 83 yang dikumpulkan;

    16. rrtenl,erahkar Limba.h I33 yang clikurnpulkan kepada Pengi-rmpul Lirnbah 83 yang lain; darr c. melal: ul<an pcncairtpuran Limbah 83, Pasai 301 (1) ijntuk rrrendapat Persetrrjuan Teknis Pengclolaan Limbah R3 sebagairnana chnraksud dal.arn Pasal 300 ayat (2), Pengurnpul. iirnbah 83 nrengaiukan permohonan secara terti-riis ken.*ria.;

    17. Menteri : a. \ller,te,"_, untuk Fengr-lpppulan Limbair B3 skala nasionai;

    18. gubernur, trntuk Pengnmpulan Limlrah B3 skala prcvii.rsi; ararl c. bupaii/r'.,ali kota, ^,-rrrtuk Pengr-rmpuian Limbair 83 skala kabupateirr/ iiot-a. (2) Pelmohonan Perselujr: an Teknis Pengelolaan Limbah 83 untuk kegia'.an Pengumnulan Limbah 83 sebagaimana dimaksud pada ayat (i) dilerrgkapi dengan persyaratan yang nnelip,-rti:

    19. ^rrilma> : ; umber, kategcn, dan/atau karakteristik limirah 83 i'ar: g akan dik-r-impr-rlkarr;

    20. rencnna pernbangunerrr fasilitas Pcngumpulan Limban Bll l,ang rrremllat:

  93. desain tlan rancang bang,lp tasiiitas Pengumpuiern Limhali B3; dan

  94. jadv,'al 1: ciaksanaan pernbangunan fasi!itas Pengurnpulan Limbah 83;

    1. rencelria pr: lnbangLrnan dan/aLau penyediaan iabcratorium uji I,iinbah 83 atau alat analisa Jaiborat.orium yang mampu menguji paling sedikit karakteristik Limbah 83 mudah meledak, rnudah menyaia. r'eaktif, korosif, dan/attru beracun;

    2. tata let-ak lokasi Pengumpulan Lirnbah R3;

    3. dokumen yang merljelaskan tentang tempat Penvimrranan l,imbah ts3 sesuai dengan persyaratan sebagaimana dimaksrrC dalam Pasal 286 sarnpai dengan Pasai 29 -, :

    4. dokrimen )'ang menjelaskan tentang perrgeffiaSarr LirnbuJ: ll3 sesuai clengan ketentuan sebagaimana dimaksr.rd,lalam Pasal 292:

    5. pr.-isrdrrr Per:

    6. !-r,-rkti keprmrlikar, atas ,lana penjaminan r.intuk pemuiihan ir.111g; : j Linqkurrgan Hidup;

    7. perLritungarn bi.aya dan rnoCel keek.lnomian;

    8. Sistem ^"langgap Dtlrrrrat berupa dokumen prograrrr ker.l.arirraran Pc rrl4ciolaan Lirnbah B3 ; cia r-r k. tenaga kerja yang telah memilikr sertj.fikat kompetensi di biciang Pengc-lolaan Limbah 83. (3) Permohonan Persetujuan Teknis Pengelolaan Linrbah 83 untuk kegiatan Pengumpulan Limbah 83 dari sumber spesifik khusus kategori 2 dikecualikan dari persyaratan permohonan sebagairnana dimaksud pada ayat (21huruf f. (4) Limbah 83 yang akan dikumpulkan sebagaimana dimaksud pada ayat {21huruf a harus dapat dimanfaatkan dan/at-au diolah. Pasal 302 (1) Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota setelah menerima permohonan Persetujuan Teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasai 30 I memberikan pernyataan tertulis rriengenai kelengkapan administrasi permohonan paling lama 2 (dua) hari kerja sejak permohonan diterima. (2\ Setelah permohonan dinl,atakan lengkap, Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota melakukan verifikasi paling lama 7 (firjuh) hari kerja. (3) Dalam hal hersil verifikasi sebagaimana dirr: aksud pada ayat (2) menurijukkan:

    9. permotionan Persetujuan Teknis rnemenuhi persyaratan, Menteri, gubernur, atau bupatii wali kota menerbitkan Persetujuan Teknis untuk kegiatan Pengumpulan Limhah B3 paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak hasil verifikasi diketahui; atau

    10. permohonan I')ersetujuan Teknis tidak memenuhi persyaratan, Menteri, guberrrur, atau bupati/wali kota menolak permohonan Persetujuan Teknis untuk kegiatan Pengumpulan Limbah 83 paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak hasil verifikasi diketahui, disertai dengan alasan penolakan.

      Pasal 303

      Pas"rl 3O3 (1) Dalam lral pemegang Persetujuan Tekrris Pcngelolaan Limbah 83 untrrk kegiatan Pengumpulan Limbah 83 berkehenCak untuk rneng.rbah:


    11. lokasi ueiripat Penvimpanan Limbah 83;

    12. de; sain da.rr liapasital tasilitas Penyimpanan Limbah 83; dan/atau

    13. skaia Per: .gumpulan Limbah 83, pemegang Persetuiuan T,: hnis rvaji$ mengajrrkan perrnohonan perubaharr Persetujuar Teknis kepada Menteri. gtlhernur, atAu bupati/v.ralr 'r: ,: la ser: uai delgan kewenarr$Iar).tlya. (2) Menteri, gubernur, danf at.au bupati/wali kota melakul.: an evaluir.si tertradap permotronan perubahan Pcrsetujuarr Teknis sebagaimana dirnaksud. pa.da ayat (1) palirrg lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak permohonan perubahan Persetujua n Teknis diterima. i3) ^Dalam ^hal ^lrasil ^eva.irra-si ^sebagairnana dirnaksud ^pada ayat. (21menunjukkan:

    14. kesesuaian datA, Menteri, gubernur, atau bupat.i/wah kot-a rnencrbitkan perubahan Persetujuan leknis Pengelblaarr I-irnha.h 83 untuk kegiatarr Pengutnpulan Limbah Ei3 paling laff,a 7 (cujuh) hari keqja sejak hasil evaluasi dikctahr-ri; a trtr-i b. ketidaksesuaian data, Menteri, gubernur z.tdl bupatii rlrali i<ota me: rolak permohonan perr-rbahan Persetujuan Tekrris Pengelolaan Limbah 83 untuk kegiatan Pc'ngr,impr.rlan Limbah 83 paling lama 7 (tujuh) trari ke4a scjak liasil evaluasi diketahui, disertai Cengan alasan penolakan. (4) Pu'rsetujrran Teknis sebagaimana dimaksud pacia ayat (1) menjardi clasar da-lam peruhahan Perserujuan Lingkungan. Irasal ,3O4 Persetujuun ?cl<nis Pengeloiaarr Limba.h 83 untuk kegiatan Pengumpularr L.irrtoatr 83 mernuat: a.. identitas '2O4- a. identiras comegang Perseti4uan Teknis Pengelolaan Limbah B3l b. tanggrri penerbitan Fersetu-iuan Teknis Pengelolaan Lirnbah EI't;

    15. kewajiban pernegang Perset'ujuan Teknis Pengeiolaan Limbah [33 untuk kegiatan Pengumpulan Linrbah 83 setelai-r Perizrnan i3erusaha terbit; dan

    16. persyarar-an teknis Pengllnpulan Lirnberh 83 yang rnelipul-i:

  95. nama, surnber, kategori, dan/atau karakteristik Limbali ElS 1,apg akan dikump'ulka1;

  96. desain dan rancang bangun fasilitas Pengirmpulan Limhah 83;

  97. t.ata cara pengemasan Limbah 83; 4 " i-ata letak lokasl Pengurmpulan Lirrtbah 83;

  98. ketcntuan sirnbol Lirnbah 83:

  99. Sistenr Tangplap Darura.t berurpa Cokumen program kedaruratan Pengelolaan Limbah 83; dan

  100. kcpemilikan tasilitas laboratoriurn dania-tau alat analisa laboratoi'ium yang rnarnpu rnenguji paling seciiklt karakteristik Limlrah I]3 mudah meiedak, mudah menyala, reakt-if, korosif, dan/atau beracun.

    Pasal 305

    Kevrajibalr pemeganp; l: ersr.: ^i-,-r; u a n Teknis Pengek,laan Limbah R3 untuk kegiatan Pengr,lrnpultrn Lirnbah 83 sebagaimana drmaksud dalaro Pasai 3O4 hr-iri-rf c meliputi:

    1. menglrmpulkan L; mbah Bll sesuai dengan narna dan karakteristih Lirnbah 83;

    2. : nemtilngsikan t.ernpat Perlyil)lpanan Limbah 83 sehagai tempat Ferrf ^i'rip4nan Limbaki R3;

    3. rnenyimoarr i-irnhah 83 yang dikurrrpull<an ke dalam t.empat Per,; 'irnpanan Lrmbah E3;

    4. melakukan pe.''!i{cn-.a-san Limoah 83 sesuai dengan karakter isrjii r.,irn i: rr'h ii,-i.

    5. rnclekatkan . o 2rJ5 - e. melekatkan simb.-rl Limbair 83 pada keinasan Lirrbah_ 83;

    6. melakukan rdetrt-ifikasi Limbah ts3 yang dikumpulkan;

    7. melakukalr segregasi Limbah 83 sesuai clengan ketentuan sebagaimana dirnaksud dalam Pasal 299 a7,at ('2); l'r. melakulliil perlcaurian nama., sumber, karakt-er-istrk, Can junrl: -rh Lirnbair 83 1,ang dil<urrrptrlkan;

    8. men5rusun dar: mcnyampaikan laporan Pengumpnlan Limbah B.3;

    9. memiliki cian melaksanakan Sistem ^'Tanggap Darurat benrpa tiokumen progran'r kedaruratan Penge loiaan Liml''akr []3; rlan k^ rncmiliki tenaga ket: ja ya-ng memiliki sertrfikat kornpetensi di biCang Pengeloiaan i,imbah B3. .oasal 3O5 (f ) Pcnguml,ni l,irnbah 83 w-.rjib:

    10. melaksarrakarr kewajii-: an sebagairnana tercantum dalam Persetuijuan Teknis Pengelolaan Limhah 83 untuk kegiatan Pengumptilan Limbah 83; L-r. rnclak',.rkan segregasi l,inrba]i 83 sebra.gairnana clirnaksud dalam Pasal 299 ayat {2):

    11. mclak,.-ikan Penyimpanarr Limbah Bli paling lama 90 (sembilan puluh) hari sejak Limb.rh B3 diserahkan olch Setiap Orang )'ang menghzrsilkan Limbah 83;

    12. men\usun cian menyampaikan iaporan pembangunarr lbsilitars Peng5urnpulan Limbah 83, tragi PengSumpul Lirnbah 83 yang masih melakukan pernbangullan fasilitas F'engumpulan Limbah 83; rjar:

    13. menvusun dan metiyampaikan laporan ilengumpulan Lirnhah 83 yang memuat:


  101. nam-a, surnb.: r, karakteristik, dan iumlah T.iir-rhera F3.3;

  102. salinan 2. salinan bukti penyerahan Limbah 83 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 298 ayat (3);

  103. identitas Pengangkut Limbah 83;

  104. pelaksanaan Penglrmpulan Limbah 83; dan

  105. penyerahan Limbah 83 kepada Pemanfaat Limbah 83, Pengolah Limbah 83, dan/atau Penimbun Limbah 83. (2) Laporan pembangunan fasilitas Pengumpulan Limbah 83 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d disampaikan kepada Menteri, gutlernur, atau bupati/we: .1.i kota sesuai dengan Persetujuan Teknis Pengelolaan Limbah 83 untuk kegiatan Pengumpulan Limbah 83, paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak seiesainya pernbangunan fasilitas Pengumpulan Limbah 83. (3) Laporan Pengumpulan Limbah 83 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e ciisampaikan kepada lV1enteri, gubernur, atau bupatr/wali kota sesuai dengan Persetujuan Teknis Pengelolaan Limbah 83 untuk kegiatan Pengumpulan Limbah 83, paling serdirit 1 (satu) kali dalam 6 (enam) bulan sejak Persetujuan Teknis Pengelolaan Limbah 83 diterbitkan.

    Pasal 307

    (l ) Berdasarkan laporan pernbangunan fasilitas Pengumpulan Limbah E}3 sebagairnana dirrraksud dalam Pasal 306 ayaL (2lr, Ivlerrteri, gubernrrr, dan/atau bupati/wali kota sesua.l dengan kewenangannya melakukan verifikasi paling lambat 1O (sepuiuh puluh) hari kerja sejak laporan diterima. (2) Dalam hal hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menunjukkan fasilitas Pengumpulan Limbah 83:

    1. sesuai dengan Persetl; juan Tt,kni: r Pengelolaan Limbah 83 untuk kegiatarr Pengrrnepulan Limbah 83, Menten, gubernur, a,tau bupati,/wali k,tta sesuai denga.n kewenangannya menerbitkan SLO kegiatan Pengurnpulan Limbah 83; atau

    2. tidak L,. tioak sisriai dengan Persctujuan l'ekrris Pengelclaan Linrbah 83 rrnir-rk kegiatan Pengumpulan Lrmbah B3, Menteri, gr-rbernur, ]atau br-rpati/wali kota sesuai dengan kervcnan5lannva rjrenyaml)aikan sr.lrat agar Pensumoul Lirnbah i33 mengubair i'enc.ana pembangunan fasilit-as yang terrauaf- daiam Persetu.juan Teknis Pengelolaan Linnhah if3 untuk kegiatan Pengr; rrrptrlan Limbah 83. (3) Penerbitarr Sl-C atau penvarnpaian surat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilnkukan paling lama 7 itujuh) hari setclah','erifikasi dilakukan. (4i SLO unLrrk kegiatan Pengumpulan Lin: bah 83 sebagairnar: a ciinraksud pada ayat (2) huruf a menj; rcli dasar dirr.ulairr),a:

    3. kegiatan ^.: Irerasional Pengrinpulan Limbal. 83; cian b. penlTr.^,asan terhaciap ketaatan penanggung jawab Userl.'a Jan/atar.r Kegiatarn dalam Ferizinan Berusaha. Pasai 308 (1) Dala-m hal Penyiml.,anari Limbah 83 sebagairnana dimaksud dalam Pasal 3(Jo alrat (1) huruf c nrelampaui 90 (sembilan puluti) hari, Pengumpul Limbah 83 wajib menyerahl<an Limbah Il3 _y*ang dikurnpitlkannya kepacia pihak lain. (2) Pihak iain sebagainrana Cimaksud pada ayat (1) meiiputr:

    4. Pemanfaat Limbah. B3:

    5. Pengolah L.ir: bah B3; dan/atau

    6. Pr: rrinrbunLinrbat:


  106. (3)

    Untuk dapat melakr-,"kan Per: gumpulan Lrrrrbah 83, piha.k iain sebagairnana Cimai<sud pada ayat (2) wa.iib memlliki Perizina.u Berusaha di bioar: .g usaha Pengelolaan Limbah 83. Pasai 309 P; : sal 3(19 (i ) Pengr; ryr; 11l1 Linrt-,ah R: { yang telah nlcmperoleh Persetujuan Teknis Fengeloiaan Llrnhah D3 rrntuk kegiettan Pengumpularr Limbah 8.3 wajib rnenn: liki penctapari penghentian kegiatarr jilla bermaksucl:

    1. rnerrs,ht--ntikarr l-rsaha darr /atau Kegiatan;

    2. rnengubah Denggurraan lokasi danlar-au fasilitas Pengnrripllian [.irabatr I]3; atau

    3. memrrrdahkan lokasi dan/atau fasiiitas Pr: ngumpulan Lilnbah Bll. (2) Untuk nrempei'oleh penetapan penghentian kegiatan, Pengumpui L,inibah 83 sehragainrana dirnaksud pada ayat (1) wajib melaksanakan pemulihan fungsi Lingkungan Hidur: dalam hal diten: ukan Pencemaran L,ingkungan Hidi-rp, dan harus rrrengajukait oermoi-lonan secara tertulis kepada il4en1eri. (3) Permohonarr sebagainrana dimaksud pada a5rat (21 dilengkapl 6{gngan:

    4. idr: ntitas pemohcln;

    5. lerporan pelaksanaan Pengumpulan Limbah 83; rian./atau c. laporan pela.ksanaarr pemulihan lungsi l,ingkungan Hidup. (4) Menteri setelalr raenerinta permohonan sebagairrrana dimaksi"ld perda ayat 12) melakukan evaltrasi tcriradap perrncrhonan,lan rnenerbitkan penetalran penghentian kegia.tan paling iama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak permohor,an ciiterima. Paragraf Paray,raf t'' Penqangkutarr Lrmcah Br-rhai: BerDana; ia dan Beracun Pasal 3lO (I) Pengangkutan Ljnrbah R3 '*'ajib dilakrrkarr dengar, meltgsultak: ,.rr aiat rurgkut 5r2r: * tertutr.rp untuk l,imLriih 83 katr: gcri {2i ^Pengangl,utr.,.rl ^Lirnbpir ^83 ^darrat ^dilal; ukan ^dengan mengprul-irrifr.n aldl. angkut yarrg ^t"erbuka u: ..tr^k I,itnbajr B3 kategori Pasal 31 i (1) Pengarrgk'"rt-nn Lirn'nr^h il3 v,rajib neeniillki:

    6. rekc,mendasr Perrgangi<utan Limbah B3; Can b. Perizinan ^P--,erusellta di bidang Pengangkutan Lirnbah Bll. (21 Rekrrner.,dasr Pengangkutan Limbatr 83 s; ebagairriana dimaksrid pa<la &1'2t (1) huruf a menjarii dasar cliterbitka,rlnya Perizinan Rerusaha di brdang Pengairgkutari t.imbah 83. (: 3i Untull mt)mperoleh. rekornen': lasi Pengerrrgkutan i,imbah 83 sebagain: ana dinraksud pada ayat (tt hunrf a, Pengar: glnrt Limbah 83 harus nrengajukan perr.lclhonan secara tertuiis kepada lVlenteri dan dilengkaJ'i dengarr persyaratan yang meliptrti:

    7. icientitasl pernotron;

    8. akta pc.rrCiria,n badan usaha;

    9. bukti keperniiikan ata-s dana penlarrrinarr rrntuk pemirlihan fur,gsi L.irrgkurrgan llid up:

    10. buk'"r kepemrlikan alat angkut; dan

    11. dokunren Penganglr: : lan Liinbah B.l. {41 ^Dokurnerr ^Penga.rlgi<rrttir ^j ^Lrmbatr B.l ^sebagairnaina dimaksud pada ayai r.il tttirrlf e rietnr-ta[: e.. lenis r.lar: I'.iinJ; .i.a a1-t: algkrtt;

    12. srrmber.

    13. surnbe.r, nama, clan kareikteristik Limbah 83 ],ang tl.icngl<uU c. prcsedur penanganan l-imbah 83 pada kondisl clernrrat;

    14. peralatan unturk pLrnitnp; anan Limbah 83; dan

    15. prosedur bongkar rrrlra.t Linrbah 83. Pasal 312 (1) Menteri setelah menerirna permotronan rekc''rnendasi seba.gairr'ana dimaksuti clalairr Pasal 31 1 ayat (3) memt-: erikarl Fiernyataan tertuiis mengenai kelengl(allan adminlsrrasi pal.ing iama 2 (dr.ra) hari kerla selak permohonan diterirni,.. l2l ^Seteiair ^permohonarr ^dinyatakan lengkap, ^Menteri neelakukan verifikasi paiing lama 7 (tuiuh) hari ker;

    16. {3) ^Dalam ^hal liasii ^verifikasi ^sebagaimana ^rlimaksud ^pada ayat (2) menunJukk-an:

    17. frermoholran rekomenclasi memenuhi persyaratan, Menteri menerbitl,-an rekomendasi Pengangkutan I-imbatr 83 paling lama 7 ^(tujuh) irari ke4a sejak hasil yerilika.si diketahui; a.tau b. pennohonan rekomenciasi tidak memenuhi oersyaratan, Menteri menolak rekomenda.si Pengangkutan Lirnberh ts3 paiing la.ma 7 {tujtrl-r) irari keqa sejak hasil vt: rilikasi Ciketahui, disertai dengan alasan per: olakan. (4) Rekornendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a metnu'it;

    18. kodc rnanifes Pengangkut.rn Limbah 83;

    19. nanla dan kr^rairteristik r,irnbah 83 yang Ciangkut; Can c. masa berlaku rekclrnendasi. -sK ^No ^08471I ^A Pasal 3 L ll {1) Setelah mendapat rekomendasi dari Menteri, Pengangkut Limtrah B3 r'rajib mcngaiukarr perrnohr-: nan Perizrnan Berusaha 'Ci biciang Penqangkutan Limbah 83 sebagairnana dimaksud dalarn Pasal 3i L ayat (1) huruf b, (2) Perizinarr Elenrsaira cli hidang Pengangkutan Limbah 83 sebagaimanzr dimaksuci pada ayat il) ditcrhitkan oleh . menteri vai-rg rnenyelenggarakan urusan pemcrinuahan di bidanq perhubr.ingan. (3) Persyarata,rt dar, tata cara pe! mohonan clarr penerbiran Perizinan Rerusaha di bidang Pengangkutan Limtrah 83 sebagairnana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesu'.ai dengan kerentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 314 (1) Pengangkut Limbali 83 yang tc-lah meniperoieh Perjzinan Benrsah.a dr bidang Pengangkurtan l,imbah E?3 sebagaim.ana dinraksud dalam Pasal 313 wajib:

    20. melakukan l)engangkutan Limbatr 8.3 sesuai dengan rekomendasi Penganglrutan Limbah 83 dari Perizinan Bcruse..h.i cii bidaag Pengangkutan Lirnbah B.3;

    21. menvarnpaikrur nnanifes Pengarrqkrrtan Limbah B: r secaia elektro; lik kepada Ment-eri; c'larr c. melapo; 'kan ^pelaksailaan Pengangkrrtan Limbah 83. (2) Laporan sebap,ar,nana d.imarksud pada ayat {l) huruf c memua ^(:

    22. nama. surrrber', kai"akl..": ristik, ian jumlah Limbah BjJ Yang '-linngt<ul-;

    23. jumlalr darr jenis alat angktrt Limbah 83;

    24. r-ujuan .rkhir perrSlangkr: tan Lrmbah Bl3; dzrn d. [lrk-l-i perr]'erahnn Limbah 83.

    (3)

    Laporan . lti I (ii) Lztporan sebagaimana dirnaksrrci pada ayar (21 disaurpaikan kepada Menteri dan diternbuskan kepada mentei'i yang rneiryelen ggarakan urusan pemeriirtahan c{i bidang perh,-rbungan oaling sedikit r (satu) kali dalam 5 (enam) bula-n. Para3-raf 7' Pemanfaatan Limtrah Bahan Bcrbahava dan Beracun Pasal 315'r (1) Pemanlaatan Limbah R3, rvajib dilaksanakan clch Setiap Orang yang nlerrghasilkarr Limbah 83. i2) ^Dalam ^hal ^lletiaJ: ^Orang ^sr: bagaimana Ciuralrsucl pada ayat (1) tidak nianlpu melakukan sendiri, Perrrarrfaatan Lirni: ah 83 diserahkan kcpada Pernanfaat Lisrbah t13. Persai 3 t6 fi) Pemarrfaatan Linrbah 83 sebagaimana dirnaksud cialam Pasal 315 ayat (1) rneiiputi:

    1. Pemanfaatan Limbah 83 sebagai substitusi bahan baku:

    2. Penranfaatan Ljmbah 83 sebagai substiiusi sumber encrgr;

    3. Pcmantaal"rn Lii: rbah 83 sebagai bahan bakr_r, dan d. Pemanfaatarr Lir: riraLt 83 sesuai dengan pcrkenrbangarl iintr-l l.engetahuan dan teknologi. 12) ^Pernanfaatarr ^Lirnoah ^tl3 ^scbagaimana d.imaks,rC ^pada ayat (I ) rliiakukan ciengan mernpertimbangkan:

    4. keterse,-liaanteknr; loti;

    5. star: dar p; : odr.rk jika hasii Pemanfaatan Limbah 83 ber,.rpa orodrrk: <tan c. stancJar Lirrgkungan l{idup atau baku mutu Li irgkr -r lrgar=r Hidu 1-r. Pasa! : 3I 7 (1) Setiap Orang 'airg rnenghasilkan Limhah }33 dilarang melakrrkan Pemanfaat; -rn Lrrnbatr ts3 seitagai: : aana dimaksrrtl Calarn Pa-sat 316 terhadap Limbah 83 dari sumtrer tidai< spesifik cian sumi: er spesifik yang memiliki tingl<at kontrrrnir: asi radioaktif iebih besar dari atatr sarna dengan l.E,q,lcrrr: (satu Becquerel per seirtimet.er persr: gi) dan,/ a-tau konsentrasi aktivitas sebesar: a.. I Bci/gr (satu Bec,-luerel per gram) untuk tiap radionuklida anggota deret uraniirrn dan thoi"lum; atau

    6. 1,0 Rqi gr lsepuluh lleuer; erel per gt'am| u: rtuk kaiiuni. t'2i Radionuklitla scbagairnana diirraksud parla ayat (i) hunrf a meliputi:

    7. Ura,iium-2: t8 (U-2118);

    8. Plunrbrurr"2l0 (Pb-21()):

    9. Raclitrm-226 (Ra-2'251:

    10. Radirim-22S (Ra-'22[il:

    11. Thorium-2')8 (Th-2'28i; f.'lhoriunr-230 1'Th-230);

    12. Tiroi^iurrr-23+ ('I^h-234); cia.n h. Polriniurrr--21O tPo-2 J 0). i3) ^Radicrrukiida ^Potoniurrrr-210 ^(Po-210; ^sebagailnana dima.ksud pa.da ayat (2) hurul h hanya be-laku untuk pcnentrra.r': konsentrasi aktivjtas rad.ionuklida anggota deret uranirrrn dan t-irolir: m pada Limbah 83 vang berasal dari kegiatarr ekspioite si dan pengilangan gas burni. (4) Larangan melakukan Pemanfaatan Lirnbah 83 dikecualikan jika ringkat radioaktivitas dapat ditunrnkan .li bawaii tingkat kcntarniaasi radioaktit dani atau konsenti-asi aht.ivitas sebagairnana ciimaksud pada ayat (i). '2l ^tr - F'asal 3 i 8 (1) Untrrk clztpat rnelakukarr Perianf'aatarr i.imbah 83, Setiap Orairg yai-rg mcnghasilkan l-inrl: ah 83 wajib rnetnihki:

    13. Perset,.iuan Lingkungan; dan

    14. Perizinal: Berusaha. {2) ^Untuk menciitl>rrtkan Persetujuan Lingkilrrgan sebagainranr^ ciiinairsud pada ayat (1) huruf a, Setiap Orang yang mr.nghersilkan i,irnbat' R3 ^,*'ajib lnerniliki Persetujttan ^'[ek: ii: ; Penge]olaan Lirnbah ElS iirituk kegiatan Pemanfaa-tan Lirnbah 83. 13) Setiap Orang yani,, menghasilkan Limbal: 83 sebagaimzrna dimakstrd pada rryat 121 mengaiukan pei: mohonan kepada Menteri, dilei: gkapr clengan persyaratan yang meliputr:

    15. r.rama, sumber, karal<teristik, danlumlah [,imlrah l33 yang z.' kern dimanfaatkarr ;

    16. lc.rkasi dan koordinat kegiatan Pemanfaatan Lirnhah 83;

    17. rerrcana pembangurran tasilitas Pemanfaatan Limbah i33, bagi Pernanfaatan Limtrah 83 yang rnerntrut-utrkar. fa.silitas Femanfalr,tan Liurhah 83. yang rnemu.at 1. desaiir dan rancang bangSrn fasilitas Perr.anfaatan -I-,i: nbah 83; dr.rn 2. jar-ir,,.-al pelerl<sanaan pem'oangLrnan fasilitas P*rnairfaa.+-an Limbah. 83;

    18. dokurnen rnengcnai tempat Penyimparran Limbah 83 sesuai derrgan ketentuan sebagaimana dimaksud dalanr Pasal 286 sarnpai dengan Pasal 291 ;

    19. dol<ur: ren mengerlai pengema.san Limhrah Bli, sesuai ciengarr ketentuan sebagairrrana tiimaksud Ca.lam Pasai'292;

    20. Cokunreri nrr-rigenn-ri ricsain dan spesitikasi tekrrologi, ci.rr liap; -^r,i ta s Pe m a.nfiia ti. n Li nrb ah B 3 ;

    21. ..tokrrnr.: ar mengenai rianra darr jurnlah bahan baku Csn/aratr bahan pcnolong berupa Lirnbah 83 untuk canii)ur: rn Pemrui{flEtul.rt Limbah 83;

    22. prosedrrr h. prosedur Pemanfaatan Limbah 83; dan

    23. dokumen rencana uji coba peralatan, metode, teknologi, danf atau fasilitas Pemanfaatan Limbah 83 yang meliputi:

  107. lokasi uji coba;

  108. ^jadwal pelaksanaan uji coba;

  109. keterangan mengenai peralatan, metode, teknologi, dan/atau fasilitas Pemanfaatan Limbah 83;

  110. keterangan mengenai rencana pelaksanaan uji coba; dan

  111. prosedur penanganan pelaksanaan uji coba, bagi Pemanfaatan Limbah 83:

  112. sebagai substitusi bahan baku yang tidak memiliki Standar Nasional Indonesia; dan/atau

  113. sebagai substitusi sumber energi. j. Sistem Tanggap Darurat berupa dokumen program kedaruratan Pengelolaan Limbah 83; dan

    1. tenaga kerja yang merniliki sertifikat kompetensi di bidang Pengelolaan Limbah 83. (41 Permohorran Persetujuan Teknis Pengelolaan Limbah 83 untuk kegiatan Pemanfaatan Limbah 83 kategori 2 dari sumber spesifik khusus dikecualikan dari persyaratan permohonan Persetujuan Teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf e. Pasal 319 (1) Menteri setelah menerima permohonan Persetujuan Teknis Pengelolaan Limbah 83 untuk kegiatan Pemanfaatan Limbah 83 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 318 memberikan pernyataan tertulis mengenai kelengkapan administrasi permohonan Persetujuan Teknis paling lama 2 (dua) hari keda sejak permohonan diterima. (21 Setelah permohonan dinSratakan iengkap, Menteri melakukan verifikasi paling lama 7 (tu1uh) hari kerja.

      (3)

      Dalam -')r(', ^- (3) Dalam hal lrasil verifikasi sebagainrana din)aksud paCa ayat (2) menunjukkan. a. perr,rohonai.r Pel'setr.ljiran Tei: riis memerruhi persyarir.tan, Mentc: i rnenerbitkan Persetujuan Tel<nis Pengclolaan Lirnbah 83 untuk kegiatan Pemanfzratan Linrbah 8.3 paling larrra 7 (tujuh) hari kerja scjak hasii verifikasi diketatrui; ata-u b. perm,ohonarr Pcrsetuiuan Teknis tiCak memenuhi pet'svaraian, Menteri menclak pcrmohonau Fersetujuan ^'l'eknis Pengelolaan Limbah 83 untu,k kegiatan Pemanfo.atarl Limbah Er3 paling lama 7 (tujuh) hari k.erja sejak hasil verifikasi diketahui, disertai dengan alasa.n penolakan. Pa.sai 32O (1) Persetujuan Teknis Fengelolaan Limban 83 untuk kegiatan Pernarrfaatan Limbah 83 wajib diubah dalam hal terjacli perrlbahan terhadap persyaratarr yang nreli.puti:

    2. naina, kategori, dan karakteristik l,imbah Et3 yang dimanfaaLkan;

    3. tcl<nclogi dan kaoasil.a-s Peraanf'aatan Limbah 83; darr/atarr c. bahan bal<u dan/atau bahan penolong berupa Limbe$ 83 uniuk cainouran Pemanfaataa Limbah E|3. (.2j Permohonarr perubahan Persetujuan'feknis seba.garnrana dimaksud paCa ayai- (1) diajukan secara terfirlis kepada Menteri paling lama i0 (sepuluh) hari, setelah terjaCi perLrbahan (3) Permohonan perubahan Persetujuan Teknis sebagairrrana dimaksud pada ayat (1) cliajukan secara tertulis kepacla Merrteri. (4) Irlenterj meiaktrkan evaluasi terhadap pern-r.ohonan perubahan Persetuiuan Teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling larna i0 (sep'uluh) hari kerja seiak perm\rhci-lar: per'lrbaha: r Pcrsetuiuan Teknis rtil-el: rrra. (5) Dalam hal tra^sri r: vaiuasi sebaga.imarra oinraksud pada aya*, ('1) tnt i: t ti-'jr-tilkan:

    4. Kesesualan 4., 1ry - -',Lt - a kescsriaian data., i{enteri menerbrtkan perr.Jbahan Perscitrjuan Teknis Pengelolaan Linrbah [l3 irntuk kegiatan Pemarrfaatan Lirnbah 83 paling l.am.a 7 (tujuh) hari ke{a sejak hasil evaluasi dihetahur; atau

    5. ketidahsesuaietn data, I\4enteri menolak permohonan pen,rbahan Persetujr.rarr Teknis Pengelolaan Liinbah 83 trnr.uk kegiatan Pema.nfaatan Limbah 83 paling larna 7 (tr-duh) hari kerja sejak hasil evaiuasi Cikctai: ui, Cisei-tai dengar-t alasan penola.kan. (5) Feirrbahan Persetujuan Teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (5; hunif a menjacii dasar daiam perutrahar, Persetuj uan Lingkungan. Pasal 321 (i) Persetujuarr Tei<nis Pengeloiaan Limbah El3 unirrk kegiatan I'emanfiLatan Lrmbah 83 menruat:

    6. identitas peralegang Persetujuan Teknis Pengelolaan Limbair t33;

    7. tanggal penerbitan Persetujuan ^'Teknis Pengeloiaan Limbah Bl3;

    8. kev.,ajibari pernegang Perset-ujrran'l'eknis Pengelolaan Limbatr El3 untuk kegiatan Pemanfaatan Linrt,ah 83, setelah Pe'rizrrlarr Ber.,rsaha terh'it; dan

    9. persyaratan tekrris. Perrraniaatan Limbah I33 yang rnelinuti. L, rl.ama, kategori. dan karakteristik Limbah 83 yang akan dimanfaatkan;

  114. ^-,urirlah, kapasitas, dan komposisi Limbah 83 yang akan dimanfaatkan;

  115. desarn dar: rancang bangun fasilitas F'emanfaatan Lirnbah B3;

  116. tata cara pr'ngernar.; an Limbah 83;

  117. tata letak lokasr Per.nanfaata.n Limbah 83;

  118. kctei: tuar: sir--rbol Lirnbah 83;

  119. rata ietai< saiuran untuk pengelolaan L: mbah carr i'e.rrB dihasilka,r <tari kegiar-an Pernanfaatan Lirni,i: h I33; . 8. lrasii trji labora.torii: m untuk l,imbah BiJ sr: bcirrm drrnanfaatkarr, pi.rrarrreter kualitas lingkungalr, clan standar mutr: produk; cian 9. Sistem ^'I'anggap l)arurat Limbah B: r belupa dokurrren prograni kedarurrrtan Pengelola-an Lirnbah 83 i2) ^Kewajiban ^pemegarig ^['e: 'sctr: iuan ^Teknis ^Pengelclaan Limbah Rl3 untuh keg,iatan Pemanfaatan Limbah B.l sebagairnana dimaksud pada a.yat (1) huruf c rnelipuiti:

    1. melakukan ident.ifikasr Limhali BS yang clikur; rrp,.ii kan' b. inelairsana.l<an Perrranfaatan Limba.h 83 sesuai clengan standar produk, scandar Lingkungan Hi<lup, dan,'atau hai<ir mritu Linqkungan Hidup:

    2. inelaksanakan uji col"': r Pemanfaatan Limbah 83 bagi Fe nanfaatan l,imba-ii R3:

    3. seiragai su: bstitt,si bahan baku yang tirlak rrrerniliki Standar Nasional Indonesia; dan i atau '2. st: bagai subst.itusi siirrrber energi;

    4. melakuka-n pencatatan nama dan jurnlah l,irnt-rah 83 'Jang, rlimarrfaatkart dari tr,irnhah E}3 yang ditrasilliannya;

    5. rnemlurrgsikan ternpat Penyimpanarr Lirnhah 83 seba.gai teinpat Penyirnp"rnan Limbah B.J;

    6. menyimpan Lirnba.h ii3 yang akan oimanfaatkan ke dalarn tempat Pen.li.mpanan Limbah 83;

    7. rnelakr: karr Fengurnpuian Limtrah 83 yang akan dimanfz.atkan;

    8. rneraanfiratkan Lirrrbah R3 sesuai dengan teknoiogi Pemanfaatan Limbah 83 yang dimiliki;

    9. menyLrs'.tr1 dan nienyampaikan laporan peirrbangunan fasilita-s Pernanfaatan i,imbah 83, bagi Pcnghasil Limbali Bli y36g belum merniliki fasilitas Pernantaata'r l.rntl: al-, Et.l, J, ^menyusurr.

    10. men5nrsun dan menyampaikan laporan uji coba Pemanfaatan Limbah 83, bagi Pemanfaatan Limbah 83 sebagai substitusi bahan baku yang tidak merniliki Standar Nasional Indonesia dan/atau substitusi sumber energi;

    11. menyusun dan menyampaikan laporan Pemanfaatan Limbah E}3;

    12. meiakukan uji terhadap produk hasil Pemanfaatan Limbah E}3 secara berkala paling sedikit 1 (satu) kali dalam 6 (enam) bulan;

    13. memiliki Sistem Tanggap Darurat berupa dokumen program kedaruratan Pengelolaan Limbah 83; dan

    14. memiliki tenaga keda yang memiliki sertifikat kompetensi di bidang Pengelolaan Limbah 83.

      Pasal 322
      (1)

      Penghasil Limbah E}3 yang melakukan kegiatan Pemanfaatan Limbah 83 wajib:


    15. melaksanakan kewajiban sebagaimana tercantum dalam Persetujuan Teknis Pengelolaan Limbah 83 untuk kegiatan Pemanfaatan Limbah 83;

    16. melakukan Pengumpulan Limbah 83 yang dihasilkannya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 298;

    17. melakukan Penyimpanan Limbah 83 yang dihasilkan di tempat Penyimpanan Limbah 83 sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 286 sampai dengan 291; d melakukan pengemasan Limbah 83 yang dihasilkannya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 292;

    18. melakukan Pemanfaatan Limbah 83 yang dihasilkannya sesuai dengan ketentuan dalam Persetujuan Teknis Pengelolaan Limbah 83 untuk kegiatan Pemanfaatan Limbah 83;

    19. menaati Baku Mutu Air Limbah, jika Pemanfaatan Limbah 83 menghasilkan Air Limbah; -I g" mcrra2.ti tSaku Mutu Emisi, jika Pernanfaatan L-irnbah I33 menghasilkan Ernisi;

    20. rrreilJUSUn dan menyainpaikiln laporan penrbangunarr f: rsiiitas Pernanfaatan Limh.,ah ts3, bagi Penghasii Linrbah 83 y2ng beium merniiiki fasiiitas Perrranlaaiarr Limbah ts3;

    21. menyusr.in ran uji c,: ba Pernanfaatan Limberir 83, bagr Pemanfaatan Linn?: ah 83 sebagai sr-ibstitusi bahan baku _vanE tiriak rnerr.iliki Slrrndar l.lasional Indonesia cian/ai-au substitusi sumber cnergi; j menyus: rrrr cian menvarnpaikan laporarn Pernanfaatan Lirubal'r P,3, yang memuaL:

    22. nama, jurnlah, kat-egcri, dan karakteristik Lirrrbah B3; darn 2. pellrksanaai'- kegiatan Pemanfo.atan Lim'oah 83;

    23. memiLikr dan nreia.t<sanakan Sistern'Ianggap Darl,.r'at berupa clokun: en prograrn kecia.r'uratan Pengelolaan Lirnbah 83; darr l. rnemiliki tenaga kerja yang memiliki sertifikat konipctens.i dj bidang irengelolaan Lirrrbah 83. (21 Pe; reanfrratan Lirnbah 83 kategcri 2 dari surnber spesrtik khusus dikecualikan dari kewajiban sebagaimana dimaksrrd pada ayat (1) huruf d. (3) Lapor: an pernbanE{-unan fasilitas Pernanfaa-tan Linebah El3 sebagairnana riinraksucl pada ayat (1) huruf h d-isampzlikan kepada. Menteri, perling lamt-rat 14 (empat belas) harr sejak selesairrya pembatlgunar.r iasi)itas Pemanfaatan Limbah .B3. (4) Laporan uji cober Pernanlaatan Limbah 83 sc.bagairnana dimaksud pada ayar (1) hun: f i disampaikan kepada IVienteri, palir: g lan: bat i4 (emoa.t belas) hari sejak seJe...airy,a ujr coba Penranfaatan l,imbah El3. (5) Lapore.n P,*.rnanfaat-an Limbah Fl3 sebagainrana dimaksrrd pada eryrtt (L) huruf j <iisarnparl<: rn kepada Menteri, paling sedikrt i (satui kali dalam 6 (enarn) bulan sejak Persetu..jue; .n 1'r: i.. i,is PengclcLar: .-n I-,irnbah Il3 clitei:

      Pasal 323

      Fasal 323 (1i Berdasarkan laporan pernbangLlnan fasilitas Pemarrfaatan Limbah i3li sebagairnerna dimaksud daiarn Pasal ?>22 ayat (3), IVIenter; rneiakukar, verifikasi paiing lambat 1O (sepuiul,) hai'i keqja sejai< lapr.rran diterima, l,2l Dalam irail hasil verifikasi sebagaimana dima.ksu.rl pada ayat- (1) rr,enuniul<kan fasililas Pemanl'aatan L,imbah B3:


    24. sesuai rJeng: rn Persettrjuran Teknis Pengelolaan Lirnbah Ff3 untuk keqiatan Pemanfaatan Llnrbah B.3, Menteri menerbitkar, SLO kegiatan Pemaniaatan Limbah 83, bagi kegiatan Pemanfaatarr I-,irnbah 83 yang tidak rvajib melrekilkan uji ccba Pcritrinfaatan l,imbah ts3; atau

    25. iidak s,esLlai dengarr Persetujuan'I'cknis Pengelolaan Linilrah R3 trntuk kegiatan Pemanfaatan Linrbah 83, Me^rteri nlenvarnpa.ikan surat agai Perrghasil Limbah i33 merrgubah rencana perni: angunar fasil.itas yang termuat clalam Persetr.ijuan Teknis Pengeioiaan Liri''bah Ll3 ur: tuk l<egiatan Pemanfaatan Limbah 83. (3) Penerbitan SLO ai-au penyampaian surat sebagaimana- dirrraksucl pada agaL (2) diiakukair paiing iarna 7 (tujuh) hari seteiah verifikasi rlilakuknn. (41 SLO urrtuk kegiata.n Pemanfaatan Lrmtrah Et3 sebagairnarra clinraksud pada ayat [2,1 ]ruruf er meniadi dasar dimulainya:

    26. kegiatan operr.sio: rai Pemanfaatan Limbah 83; dan

    27. pengawasan terhadap ketaatan penanggung jau,ab Usahtr clan/atnu Kegiata.n dairem Perizttan l3erusaha. Pasal 3-14 (f ) Berdasarlrair laporan tgi -oba Pemanfaatarr Lierbah R3 sebagaimana ,lirrraksud dalarn Pasal 322 attat (4), Menteri melakukar vt: rifikasi paLing lambat 1O (sepuhrir) hari kerja sej ak ia po ra r-l clit-erirrra. (2) Dalarn hsl h.; -sil verifik.-.si sebagaimana dimaksud pada ayat (1| nierilinjtrkka.rr. u1i coba Pemanfaatan Lirnhah 83:

    28. sesual - : : 2,2 - a. sesi.lsi dengzrn P,-: rsetu.; uan Teknis Pengelolaan Limbah RS ^,-rncuk i<egiatan Pemarriaatari r-imbah 83, Mentcri rnenerbitkari SLO kegiatarr Pernanfaatan Limban iJ3; aiau b. tideik sesrrai dengarr Persetujuan'lekr: is Pengelolaan Linihrin R3 i-r,rtuk kegiatan Pemanfaatan Li.mbah 83, Menteri rnenyampaikan s'urat aga!' Penghasil Lirntrah 83 rnengubah proses Penranfaatan Lirnbah R{l }clrig t-errnuat daiarn F'ersel.ujuan Teknis Pengekilaan l,imba.ir 83 urr.ti.rk kegiat-an Pem,rnfaatarr ^I,inrbatr I33. (: {) Penerbita: i |JLO atau pen','ampaiarl surat sebag: ,irr.ana dimaksud pada ayat (21 ciilakukan paling larna I' itu; uhi hari setr: iah verifikasi riiiai: ukan. (4'i SLO rrntul< l<egiatan Pemanfaatan [,imbah R3 sebagairnana dinnaksuci pada ayat (2) hurtrf a rnenladi Casar liiir: rlainya. a" kegiat-an operasicnal Pemaniaatan Limbah B3; dan

    29. penBa,,,vi{san terhaciap ketaatan penanggung lawab Usaha danlatau Kegiatan dalanr Perizinarr P: €rJsaho. Pasai 325 (l) Setiap f)rang .: rang menghasilkan l.imbah ^p33 yang melakutan kegiatan Pemanfaatan Limbah B3 ^',rrajib memiliki pe netapan penqhentian kegia.tan jika bermaksud:

    30. rnerrqtrentikar. l-isaha dan/atau Kegiatan; atau

    31. me..igr.rbah penggunaan atau memindahkan lokasi dan,t a taul fasilitas Pr: rnaniiratan Lirnbah 83. (2i tlntuk rrremperr-,leh pertel.apan penghentian kegiatan. Setiap Ora.ng scbagaima.na dimaksuc'r pacia ay'at (1) harus mengajukan porrnohona.rr secal'a tertulis kepada Mentcri, gubernur, atau bupatr/wali kota sesuai kern'enangan penerbi tarr Persetuj r.ran Lrn gkungan. (3) Perrnol: <.rnan scbagairrlana. dimaksud paCa a-i'at (2) dilengknpi d,; nqaii:

    32. irlcrLi".t-..r: i t>errchorr; Can b. lap,-rrari pelaksanarln Pemanl'aatan Limbah Il3.

      (4)

      Ivlenteri (41 Menteri, gubernur, atau bupati/urali kota, setelah menerima permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) melakukan evaluasi terhadap permohonan paling lama 1O (sepuluh) hari kerja sejak permohonan diterima. (5) Dalam hal hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) menunjukkan:

    33. tidak terdapat Pencernaran I-ingkungan Hidup, Menteri, gubernur, atau br-rpati /wali k,tta sesuai clengan kewenangannva menerbitkan Denetapan penghentian kegiatan Pemanfaatan L,inrbah 83 paling lama 7 (tujuh) hari sejak hasil evaluasi diketahui; atau

    34. terdapat Pencemaran Lingkungan Hidup, pemohon wajib melakukan pemuiihan fungsr Lingkungan Hidup. (6) Penghasil Limbah B3 wajib rnelal: orka.n surar. penetapan penghentian kegiatan sebagaimana Cimaksrrd pada ayat (5) huruf a yang diterbitkan gubernur atau bupati/wali kota, kepada Menteri paling lambat 5 (lima) hari kerja sejak surat ditetapkan. (71 Menteri menerbitkan penetapan penghentian kegiatan Pemanfaatan Limbah 83 paling larnbat 7 (tt juh) hari kerja setelah pernohon selesai melakulcan penruliilran fungsi Lingkungan Hidup sebagainlana dirnaksud pada ayat (5) huruf b, yang dibuktikan dengan penetapan sra'.us telah selesainya pemulihan lanan terkontaminasr. Pasal 326 ' (1) Dalam hal Setiap Oreurg yalig mengtiasiikair Lirr.bah 83 tidak mampu melakukan sendiriPerrraiiiaa; an Limlrah 83 yang diLrasilkannya:

    35. Pemanfaatan Limbah 83 diserahkan kepada Pemanfaat Limbah 83; atau

    36. dapat. melakukan ekspor Limba: L 83 yang dihasilkannya (2i Penyerahan Limbah B.l xepacla i)err,.lriat l.,inibreir 83 sebagaimana dirnaksud pada ayelt (1) ltiruf a disertai dengan bukti penyerahan l-,imbalr 83.

      (3)

      S: rlinan (3) Salinan bukti penyerahan Limbah 83 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Menteri paling lama 7 (tujuh) hari setelah penyerahan Limbah 83. (41 Ekspor Limbah 83 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat dilakukan jika tidak tersedia teknologi Pemanfaatan Limbah 83 dan/atau Pengolahan Limbah 83 di dalam negeri. Pasal 327 (1) Setiap Orang sebagaimana dimaksud dalam pasal 326 ayat (1) huruf b untuk dapat melakukan ekspor Limbah 83 yang dihasilkannya wajib:

    37. mengajukan permohonan notifikasi secara tertulis kepada Menteri;

    38. menyampaikan rute perjalanan ekspor Limbah 83 yang akan dilalui;

    39. mengisi formulir Notilikasi Ekspor Limbah 83; dan

    40. memiliki izin ekspor Limbah 83. (.21 Menteri menyampaikan notifikasi kepada otoritas negara tujuan ekspor dan negara transit berdasarkan permohonan notifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a. (3) Notifikasi yang disampaikan oleh Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (21paling sedikit memuat:

    41. identitas pemohon i t b. identitas Limbah 83;

    42. iclentitas importir Lirnbah 83 di negara tujuan;

    43. nama, karakteristik, dan jumlah Limbah 83 yang a.kan diekspor; dan

    44. waktu pelaksanaan ekspor Limbah 83. (41 Dalam hal notifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (21 disetirjui oleh otoritas negara tujuan ekspor dan negara transit Limbah 83, Mcnteri menerbitkan rekomendasi ekspor Limbah E}3.

      (5)

      Rekomendasi - ^,",)( ^_ (5r) Rekomendasi ekspor Limi: ah 83 sebagairnana riirnaksud pacla ayat- (4) merrjadi dasai' penerbite.n izirt ekspor Limbah 83 yang diberikan oieh m.: nteri yang rrrenyelenggarakan urusan pemerrnrahE n rli bi'lang perdagangan. \6) ^Persyaratari ^tlan tata ^ca.ra Pe'rmohonan dan penerbitrrn izin eksJror LimLrah 83 cliiaksarrerkan sesuai dengan ketentuan peraruran perundang. undangen. Pasal 328 (1) Pemanfaat i inrbah R: J untr: k dapat melakukan Pernar: faar"a; r i,inrbah BS yang dis,erahllan cieh Sctiap Orang sebagaimana di,,naksucl daLarr, I)asal 32b avai (1) hun-rf a u'ajib rnt.rniliki: a" Irersetujuan Lirrgkung.{r : dan b. Perizinan Berusaha d: bidang usaha pengeloLaan Lirnbah il3. (2) Penrairfaatgrr-, Lirnbah i33 oleh Pemanfirz,' i,imbrah 83 sebagairnanir dirraksud pada ayat (1) meliputi:

    45. Pemarrfaatan Limbah 83 se'rragai subst-irusi nahan baku. b. Pcrranlaatan l,trnh,ah 83 sebagai sub,stitrrsi suini.rer energl:

    46. Peinsrnfac.tan Linrberh. 83 sebagai bahan baku; dan

    47. Pemanfaarari Lrmbah 83 sesuai dengan perii.; mbalrg!: l,iniu pengetahuan da: r tekrrologi. (l]) I-jmbah 83 i'ang dirnanfaatkarr sebagaimana ciimaksud pada a-vat (2) herasai dari Liinbah R3 J'ang dihasilkan oleh 1- (satu) aulr-l treberapa Penghasil Linrbah 83. Pase: J329 PFIESIDEN REPUBLIK INDONESIA l'aselt lJ2c--t (i) Pema.r,faat Limbah U3 sebagairnana drmakstrd dalam Pasai 328 tiilarang, lrr.rLakukan Pemanfaatan Lrnrbah R3 terhadap i-imbair [}3 dari sumber tidak spesiiik dan sumber spesifik ).ang menriliki tingkat kcntarninasi radiotrktii lebih besar rlari a.tair sama tiengan I Bqlcm2 (satr-r Becquelet per sentimeter persegi) ciiini atatr konsentrasi aktivita s se Lre; sar:

    48. i Bq/gr (satu Becquerel pe: : grarn) untuk tiap radionuklida anggota deret trranium dan tnorium; atau

    49. 1t) Rq,.gr f sepuiiuh tlecquerel per grarn) untul,. iralium. (?-) R.adir>l.rkjida se'baga-imana dimaksuct pada syat- (1) huruf a meliputi:

    50. Uranium-23s (U-238);

    51. Plumlrum-2 1O ^(Pb-2 ] 0);

    52. Radirrm-226 (P.a-2261;

    53. Radirrm-228 (Ra-1?28); e.'!'hoi'ium-2'28 ('lh-2281;

    54. Thoriuni-23C {Th-Z3tl);

    55. ^'I'horirrm-234 (Th-234); Can li Polorrir,rrrr-210 (lr,: ar: tnelakirlian Perrianfaatan Limbah R3 dikecualika,r j-ka tingka.t radioaktivitas dapac diturunkan di bav,ah 'inglsat kcntsrninasi radioerktrf danT'atau korrsenti; -rsi aktivitas scbagaimana. dimaksud paCa ayat (1).

      Pasal 330

      I''asal 33Li (t i Lintuk dapat rnemperoletr Persctujrran Lirrgl,,ungan scbagniinana dirna}: sud cialar: r l)asal 328 ayat (J.) liunlf a, Perrra,rfaat Limbalr BI3 u-a; ib merniliki Persetujrran 'leknis Pengeloiaan Litrt-; ah R3 untuk keqiatan Pemar: faatarr Limliah 83. (21 Perrranfaat Linrbah ii3 scbagairr-,.ana. ciimaksud pacia. ayat (1) merrga.jukan perinr.ihi,nal! kepada Menteri, dilengkapi Cengar persvaratan i'ang rneliputi:


    56. nilma, su.raber, karal; teris: ik, dan ji: rnlah Lirnbali B3 : /ang ^q ^ka,'. ^cii ^rnarrl'aatkan' b. ioi.-asi ,ian koordinat kegiatan PeinarLfa.atan Lin: bah ts3;

    57. l'encana pernbangunan farsilitas Pernanfaa.Lan Lirrrbah 83 bagi Pemarrfaa.tan i,imnah 83 yang mernbutuhkan fasilitres Pr,'m: rnfeai-ar.: Limbah 83, yang rrlemuat:

    58. desain cl: -i; 'r railriang barigun fasilita.s Pernanf.ai: r.a.n I-irnhah 83; dan

  120. jachvai pelak: ; anaan perrrbangrrna,r fasilitas I-.r: nra r,fhatan Lirnbah I33 ; d" rlol.lurnen rne-ngenai tt: rnp,at Pen5rip6p6rran i-imbah ts3 sesuai derrgan ketentuan sebagaimana dirraksud dalarr- I'asai 28f: sampzri dengan Pasai 29I;

    1. L.{ol<umt n tnr: ngeneri pengenr€,-san Limbah 83 sesuai dengan ketentuarr sebagainrana dimaks.rci dalarn Pasai 292. t. .lcKu.nen ineitgeniri desair: dan spesitika"i tckrroiogi, : n,: tode, prostrs. cla-lr i.ap,asitas Pemanfaatan [,irnbah 83;

    2. dokumerl i-nenFcn: ri narna dan jumtah bahan bal<u ,Janla.'.au bal: an lrenolor,g berupa Limbah Bii unt-rik uan, p'l : iin P: rr: arrfaatan Lrurl>ali 83 ;

    3. p: csedr-r: ' Fernanlaatta.n l-,imbah f33:

    4. dokr-lrrc: rr lencan'4 ujr cc,l-rH peraiaLan, metode, ir: i: .n,; iagi, i,-rn ,'Ll?.--: lasrlita.s Pemanfaatan Limbair 83 ; nelipu; i: L. iokilsl u.lr crrba: t t 2, jadrvai ; : relairsanaan ujr c: ol-.a;

    5. ker-eralrqan raerigenai pcralatan, rnetode, Leknologi, r'lan f ata,: fasrlitas Pemanfaatan Lirrrbah l]3; 4.. kcter'eirrgarl mengenai rencana ; relaksanarrn rrjr curra' Gan 5. proserf uir perrarr5l.aLrarr r_relakse).naan uji cobe. bagi Pc'roairfaatait i.irni: ali ts3 :

  121. sr: bagai substit-usi batran baku,'ang tidak r: rerniliki Standar Nasional lndonesia; dan f a.tau 2. sebagai substitusi sunrber energi;

    1. perhitunga-i'r L''ia; ua dan ; ncdel keekonomian;

    2. oukti kepernilikan atas dana peirjamrnan unf.utr: pemulitran tungsi Lirrgkungan Hidup: l" reitoerna ; rernber.rrgunarr dan /at; iu penyeCiaan labor: atcrirrn-i uji I-imbah E}3 atau alat a.rralisa laboratorium yang rnarnpu menguji paling sedikit karakteristiir l.inrbah 83 mudah meletiak, mudah .rnenyaia, reai<tit, l<orosif, dan/atar_r beracun;

    3. Sistern ^'l'arrggall Darurat berupa dokumen program ked.a-ilrratan Pengelolaan Limbah 83; dan

    4. tenaga kerja yang memiliki sertifikat kornpeterrsi di bidang Pengelolaan l,imbah R3. (3) Permcrhonan Persetujtran Teknis licngelolaan L.imbah R3 untuk kegi.atan Pu'rrrailt&atan Limlrah 133 kategori 2 dari sumber spesifik khusss djkecualikan dari persyaratan permohonan Persernjrra: r leknis sebagaimana dinraksrrcl pada ayat Q) huru: e.

      Pasal 331

      ( ^t ^'t Men teri sr: ': r*.trr1-r nrer'lL-!'irira De.rmohonan Persetrrluan 'Ieknis Pengerolaan Limt-,ah B3 untuk kegiatan Penranfh; rt,in Limbah 83 sebagairnana dimaksucl ,lalam Pasal 3lrg rrremberika.n pernyataan tertulis rnengenai keiengka,rar: e'litlini: -,trzr.ri permr: honan Persetujuan Teknis paling l; . - ^'1,)Cr ^.- Qi Setelah permohclirlr.i dinyatakarr iengkap, iVterrteri rnelakukan'eiifikasi paiing larna 7 (tujuh) hari ker.ja. (3) Dalam hal hasil ve^'ifikasi scbagainrana- dimaksrrd pacia ay at ^t 2l rncnurrj u l...jra rr :


    5. nerrntrtrorrern Pelst,tulu-ran Tcknis Pengeiolaan Linthah tsJ rnerlenuiri 1: ersv'aratan, Mcntc-ri menerlritkan Fers.: tr-r_iuan'l-eknis Pe; : gelolaan T.,inrbah 83 untr.rll kegiatan Pe'nanfarrtayr Llnbah 83 paling lama 7 1tu1uh) ^hari kerja ^sejak ^hasil ^verifikas: i ^diketahui; atau

    6. permohonan Persetrrjuatr Teknis Pengelolaan Limbah 83 tidnk ireiri€rrr-rhi pers5raratan. Menteri menolak permohorran Persetujuan Teknis Pengeloiaan l,rnrhatr 83 untuk kegiatan Pernanfaatarr Limbah R3 paLng icrrr.u, 7 itujurr) hari lierja sejak hasil ^,zerifikasi diketalrtri, disei: tai dengan ala-san pcnola.karr. Pasal 332 (: ) Persctujtrarr 'Ieknis Perrqeloiaan Linrba.tr R3 untuk kegratarr Pemanfaatan Limhah B3 wajil-r diuoair ctalarn hal terjadi perul: ahan terhz'-cian persyaratar: . yang rneliputi:

    7. narrra dan kara.l<teristil< Limbah 83 yang clinraniaartkan;

    8. deserin ct: knologi, metode, proses. kapasita.s Prmanfa.aLan i,irnbah 83; cian/ata u c. bahan bakr: dan/al-au baharr' penolong berupa Limtrah 83 untuk campuran Pemanfaatan I_irnbah 83. '(2) ^Perinohonan F,err-lllalran ^[,r: r'setu.iuan'leknis ^sebagaimana tlimaksr: d pada ayat 1L) eiajullan secara tertulis kepada IVlenteri paling linea tO lsepuluh) hari, setelah terjadi perubahari. (3) Perrrrchonan perubahan Persetujuan Teknis sebagaitrnana dimal<stLd pada ayat (1) dia3ul<an secara tertr-rlis kepacia Mentr: ri (4) Ment.: ri n: eiaktrka n evaluasi terhadap permohonan perubaharr Pcrl; r: i.uiuan ^-fekn-is sehagaim.ana dimaksud Ead: a ar,'r: t (3) iralr.rg lar.ra iO (se1: uh-rh) hari kerja sejak permoltonarl pcrirbal-'rrr Ft'^ setu.juan Teknis Citcrrma.

      (5)

      Dalam )?r) (5) Dalam hal hasiJ evaluasi sebagaimana dimaksr-rd pacla ayat 14 ) mt: nunjuki<: .n. a. kes,esi-raiar: dara, Menteri rr: enerhitkan perr-ibahan Persctr.Litran Teknis Pengelolaarr Limtrah 83 urrtuk kegiatarr Pemanfaa.tan Lirnbah 83 paling lama. 7 (tujuh) hari lcerla sejak hasil evaluasi drketatrui; atau

    9. iietidaksesuaian dara, Ir{eriteri rnenoiak pertnchonan 1l; rribahan ^PersetuJuan ^1'eknis ^Pengelolazrn ^Limbah 83 unttik kcgiatan F emanfaatan Lirrtrah B3 paling lamet 7 itrrjuh) har; keq; a se.lalr hasil evariuasi <liketatrui, djsertai dertg: rn ala-san penolakair. (6) Perubahan Perseu: jrlirn Teknis riebagainlana tlirrraksu<l padrr 6y61 (5) ^'l-rtirut" a riienjadi dasar da.larn pen-rbahan Pr-'rset, rjr; a rr Li ngkun gan. Pasat 333 (1) Persetujirarr'Ieklris Perrgelolaan l-ii-abatr B: l untuk I<egiatan Pemanfieatan Llm'nah 83 mernuat:

    10. icient-rta.s perncgang Pe: 'setujr.ran Teknrs PenSlelc,laan Lrmbair Ei3;

    11. i-anggal penirrbitan Per5slujuan Teknis Pengelolaan Lrmbah E}3;

    12. kc*'ajibe.n pem(rgang Fersetujuan Tcknis Pengelolaa,r Limbr-rh 113 untuk kegiatan Pcrrrarrlaatan Linrbah B3, setelah Perizinan Berr: saha terbit; Can d pers'/.rr-atan teknis Pemanfaatan Limbah 83 yang rneliplrtr:

  122. narna, sunlber, rlarr karakteristik l,irnbah Rg yang aktrn dir; lanfaatka n;

  123. j'umlaii, kapasitris, dan komposisi Lirrrba_ir 83 yang akan din e-rfaa_tkan;

  124. desain darr rancang bangun fasilitas t)ernanf'aatan Lirr.bah 83;

  125. i?,te, {ara pel}gemasarr Limbah BIJ;

  126. rater let-i-rk lckasi Penlanfaatan Lirnllah B3;

    1. i,: etc-ntrran Jirnb,.ll Linrbah 83; ?.31 7. tatc. litrlk s,: .rlrtrrr_lr untuk nengelt: laan i-im.bah cair' 5'etng diha.silkan Cari kegiaian Pemanfaatan Linibrr b B3:

  127. hasil uji labora-toriurn untuk Lirrrbah 83 sebclurrr d.irnan klatkan, para,rcter'l.: ualitas lingk,.rnga n, dr-li sla-rrdar mur.t-u FrL,duk;

  128. Sistcrn Tanggap l)arurat Lrrirbah R3 berupa dokurrit: n program kedan; ral-an Pengciciiaar, i,imbah I33,; ilan i 0. ktrpenriiikiirr fasiliras laboratorium darr/atau alat analisat lah: rai.orium yang mamp,u menguji paling ; : edikir karakteristik Limbah B3 r,rudah m: ledak, rnuCair rnenlrsil2. re.aktif, kor,-; sif , da.nlararl beracrln. {2} ^kewajiban ^prmegang ^Persetujr.ran Teknis Pengelclaarr Limbah tt3 uirtuk kegiatern Pemanfaal.an i.imbah 83 sebagaimana <iimaksud pada aryat (1) h: rruf e paiing seirkit meliputr:

    1. melakul<an iclentitikasi Limbah 83 ya.rlg dikurnpulkan;

    2. rnelaksanaiian Pernantaatan Lirnban EIJ sesuai dengan standar produk, standar: !,ingkurrrgan Hiclup, dan/ ata'-r baku r: rutr.r !-ingkun-gan Hictup; c melaksanal,-a.rl uji cot-ra Pemanfaatan Lirnbah i33 bagi P': rnan faatiln Lrrni--'iih 83 :

  129. sr: iragai sulrstitr-rsi bahan bzru yang t-idak uremiliki Stan,lar Itlasional InConesia; dan/atau 2" sebergai substitusi srrnrber cnergi; ,j. rnelakukan t)cncalatarr nama dan lrmiah LimL,ah R3 yarlg clinrrir-rfa; ttilar: dari Limbah 83 yang rlihasilkannf a.i e. rnemfungsikan trrnrat Penyimparran Linebah 83 sel-ra,gai lemo: jt ^Den-virnpanan Limbah 83;

    1. mcnyirnparr l-irnbal: R3 !'a.ng dkan dimanfaar-kan ke dair.rrr te''rpi.rt Penyinrnanan Lirnbah El3:

    2. rnn: lak,ilran Feirgulmpulari Lirnbah R3 yang akan dimanf: ,-rtka.n;

    3. memarlfaat.L(an Li: rrbai: 83 sesuai dengan tr: knologi Pemanfaa'.arl I,imbrr h 83 ; vang ciimiliki;

    4. rneny,.rsun clan rrrenvampaikan !: l-poran pemban61rna.r fas.; Iir-as Pernanfaatarr L,imhah 83, iragi Penghasii Limbair F33 yang belunr rnerr^ililii fesilita.s Pr.nlairraa ta-rr Limbilh E].3 :

    5. rr\eri.i LiS-'rt rlle.n rnenyanlpa.il<an iaporan uji cc-oa Perr,anfaate,n Limh'air 83, bagi Pernanfaatan Lirnbah 83 st: bagzri subctitusi bahan baku yang t-ici.ak rncii,iliki Standar Nasional htdonesia danT atau suhstitusi srrrnber energi;

    6. rner: /usun ^.Jatr l'nec).rrrripaikan laporan Pettanfaatan Lrmba"h B.l:

  130. nrelakukan r-lir terhadap Limbah BIJ dan prodrrk hasil Perrrarifaatan Lirrrbah ts3 secara berka"la palilg scdikit i (satui kaii Cala,m 6 (enam) buian;

    1. memjhki darr lnelaksanakan Sisretn'langgap l)arurat bertrl't* dokumen progr.l; n kedaruratan Pcngelolaan Linrbah 83; dan

    2. niemilii<i tenaga kerla yang memiliki sertifikat liompetensi di biCang Pengelolaan Limbah 83. Pasal 334 (1) Pemanfaat [,ir-nL.ah 83 wajib a. melaksanakalr kev,rajibarr sebagarmirna- tcrcantunr dalam i)e,setujuarr Teknis Pengeltrlaan Lirrtbah 83 ltntuk l; egrata.,.i Pemarrfaat.an Lirnbah f33; melakukan Penvirnpanan Limbah B3 yang dihasilkan li renlpat- Penyinrpanan Limbah 83 sebagair-rrana disr-ksud daiarn Pased 286 sampai dengan Pasal 291; melakr-rkarr orn.zr: n)asan Limbah Bli yang clihasilkarjttv- se'r,; .gairna.na dimaksuct rialarn Pasai 292; tnelakukan Perr 4r-urii: ulan LimbaLr 83 yang dihasilkarnya -ie: ; ue^l clerrgan ketentuan sebagaimana. dimaksu.t dalarn Pasei 29,'i: b ,d e. rnelakukair . i'Y i'i e. melakukan Pemanfaatan Limbah 83 yang dihasilkannya sesuai dengan ketentuan dalam Persetujuan Teknis Pengelolaan Limbah 83 untuk kegiatan Pemanfaatan Limbah 83; ' f. menaati Baku Mutu Air Limbah, jika Pengolahan Limbah 83 menghasilkan Air Limbah;

    3. menaati Baku Mutu Emisi, jika Pemanfaatan Limbah 83 menghasilkan Emisi;

    4. men5rusun dan menyampaikan laporan pembangunan fasilitas Pemanfaatan Limbah E!3, bagi Pemanfaat Limbah 83 yang belum memiliki fasilitas Pemanfaatan Limbah 83;

    5. men5rusun dan menyampaikan laporan uji coba Pemanfaatan Limbah 83, bagi Pemanfaatan Limbah 83 sebagai substitusi bahan baku yang tidak memiliki Standar Nasional Indonesia dan/atau substitusi sumber energi;

    6. menyllsun dan menyampaikan laporan Pemanfaatan Limbah B3, yang memtrat:

  131. nama, sumber, jumlah, dan karakteristik Limbah 83; dan

  132. pelaksanaan Pengolahan Limbah 83 yang dihasilkannya;

    1. memiliki dan melaksanakan Sistem Tanggap Darurat berupa dokumen program kedaruratan Pengelolaan Limbah 83; dan

    2. nremiliki tenaga kerja yang memiliki sertifikat kompetensi di bidang Pengelolaan Limbah 83. (2) Pemanfaatan Limbah 83 kategori 2 dari sumber spesifik khusus dikecualikan dari kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c. (3) Laporan pembangunan fasilitas Pemanfaatan Limbah 83 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf h disampaikan kepada Meirteri, paling lambat 14 (empat belas) hari sejak selesainya pembangunan fasilitas Pemanfaatan Limbah E}3.

      (4)

      Laporan (4) Laporan uji coba Pemanfaatan Limbah 83 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf i disampaikan kepada Menteri, paling lambat 14 (empat belas) hari sejak selesainya uji coba Pemanfaatan Limbah 83. (5) Laporan Pemanfaatan Lirnbah 83 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf j disampailcan kepada Menteri, paling sedikit 1 (satu) kali dalam 6 (enam) bulan sejak Persetujuan Teknrs Pengelolaan Limbah 83 diterbitkan. Pasal 335 (1) Berdasarkan laporan pembangunan fasilitas pemanfaatan Limbah 83 sebagaimana dimaksud dalam pasal 334 ayat (1) huruf h, Menteri melakukan verifikasi paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak laporan diterima. (21 Dalam hai hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menunjukkan fasilitas pemanfaatan Limbah 83:

    3. sesuai dengan Persetujuan Teknis pengelolaan Limbah 83 untuk kegiatan ^pemanfaatan Limbah 83, Menteri menerbitkan SLO kegiatan pemarrfaatan Limbah 83, bagi kegiatan ^pemanfaatan Limbah 83 yang tidak wajib melakukan uji coba pemanfaatan Limbah E}3; atau

    4. tidak sesuai dengan Persetujuan Teknis pengeloiaan Limbah E}3 rrntuk kegiatan ^pemanfaatan Limbah 83, Menteri menyampaikan surar agar pemanfaat Lirnbah 83 meirgubah rencana pembangunan fasilitas yang termuat da.lam Persetujuan Teknis pengelolaan Limbah 83 untuk kegiatan ^pemanfaatan Limbah 83. (3) Penerbitan sl,o atau penyampaian surat sebagaimana dimaksud pacia ayat (21 dilakukan paling lama 7 (tujuh) hari setelah verifikasi dilakukan. (41 SLO untuk kegiatan pemanfaatan Limbah 83 sebagaimana dimaksud pada ayat (21 huruf a menja_di dasar dimulainya:

    5. kegiatan operasional ^pemanfaatan Limbah 83; dan

    6. pengawasan.

    7. pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan dalam Perizinan Berusaha. Pasal 336 (1) Berdasarkan laporan uji coba Pemanfaatan Limbah 83 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 334 ayat (1) huruf i, Menteri melakukan verifikasi paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak laporan diterima. (2) Dalam hai hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menunjukkan uji coba Pemanfaatan Limbah E}3:

    8. sesuai dengan Persetujuan Teknis Pengelolaan Limbah 83 untuk kegiatan Pemanfaatan Limbah E}3, Menteri menerbitkan SLO kegiatan Pemanfaatan Limbah E}3; atau

    9. tidak sesuai dengan Persetujuan Teknis Pengelolaan Limbah 83 untuk kegiatan Pemanfaatan Limbah 83, Menteri menyampaikan surat agar Pemanfaat Limbah 83 mengubah proses Pemanfaatan Limbah 83 yang termuat dalam Persetujuan Teknis Pengelolaan Limbah 83 untuk kegiatan Pemanfaatan Limbah 83. (3) Penerbitan SLO atau penyampaian surat sebagaimana dimaksud pada ayat (2j dilakukan paling lama 7 (tujuh) hari setelah verifikasi dilakukan. (4) SLO untuk kegiatan Pemanfaatan Limbah 83 sebagaimana dimaksud pada ayat (21 huruf a menjadi dasar dimulainya:

    10. kegiatan operasional Pemanfaatan Limbah 83; dan

    11. pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan daiam Perizrnan Berusaha. , tt SK No 084737 A Pasal 337 (1) Pemanfaat Limbah 83 u,ajib memiliki penetapan penghentian kegiatan jika bermaksud:

    12. menghentikan Usaha dan/atau Kegiatan; atau

    13. mengubah penggunaan atau memindahkan lokasi dan/atau fasilitas Pemanfaatan Limbah 83. (2) Untuk memperoieh penetapan penghentian kegiatan. Pemanfaat Limbah 83 sebagaineana dimaksud pada ayat (1) wajib melakukan pemulihan fungsi Lingkungan Hidup dalam hal terda-pat Pencemaran Lingkungan Hidup, dan harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Menteri. (3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (21 dilengkapi dengan:

    14. identitas pemohon;

    15. laporan pelaksanaan Pemanfaatan Limbah R3; dan/atau

    16. laporan pelaksanaan pemulihan fungsi Lingkungan Hidup. (41 Menteri setelah menerima permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) rrrelakukan evaluasi terhadap perrrrohonan dan menerbitkan penetapan penghentian kegiatarr paling lama 1O (sepuluh) hari kerja sejak permohonan diterima. Pasal 338 Setiap Orang yang rnenghasilkan Limbah 83 dari sumber spesifik sebagaimana tercantum dalarn Tabel 3 dan Tabel 4 Lampiran IX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerinf-ah ini, yang akan melakukan Pemanfaatan Limbah 83 dari surnber spesifik sebagai produk samping, dikecualikan dari kewajiban memiliki Persetujuan Teknis Pcngelolaan Limbah 83.

      Pasal 339

      Pasal 339 (1) Setiap C)rang yang menghasilkan Limbah 83 dari sumber spesifik yang akan melakukan Pernanfaatan Limbah 83 dari sumber spesilik sebagai produk samping da-pat mengajukan permohonan penetapan Limbah 83 dari sumber spesifik sebagai produk sanrping kepada Menteri. (21 Lirnbah 83 dari sumber spesifik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dapat dia.jukan permohonan penetapan Limbah B3 dari sumber spesifik sebagai produk samping merupakarr Limbah 83 darr sumber spesifik yang berasal ciari satu siklus tertutup produksi yang terintegrasi. (3) Permohonan penetapan Limbah El3 dari sumber spesifik sebagai produk samping sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajtrkan secara tertulis kepada Menteri dan dilengkapi dengan persyaratan yang meliputi:


    17. identitas pemohon; profii Usaha dan/atau Kegiatan; nama Limbah 83; bahan baku dan/atau bahan penolong yang digunakan dalarn pi'oses produksr yang menghasilkan Limbah 83; proses produksi yang menghasilkan Limbah 83 dari sumber spesifik yang diajukan untuk ditetapkan sebagai produk samping; dan nama produk samping serta sertifikat standar produk yang dipenuhi, yang ditetapkan oleh menteri/kepala iembaga pemerintah nonkementerian yang membidangi Usaha dan/atau Kegiatan. Pasal 34O (1) Menteri setelah me: rerima permohonan sebagairnana dimaksud dalant Pasal 339 menugaskan tim atrli Limbah El3 unt-uk melakukan evaluasi. b C d e f.

      (2)

      rim (2) Tim ahli Limbah E}3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tim ahli Limbah 83 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280. (3) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi identifikasi dan analisis terhadap:

    18. bahan baku dan/atau bahan penolong yang digunakan dalam proses produksi yang menghasilkan Limbah 83 dari sumber spesifik;

    19. proses produksi yang menghasilkan Limbah 83 dari sumber spesifik yang diejukan untuk ditetapkan sebagai produk sarnping; clan c. nama procluk samping serta sertifikat standar produk yang diperruhi, ydng ditetapkan oleh merrteri/kepala lembaga pernerintah nonkemenr.erian yang rnembidangi Usaha dan I atau Kegiatan. (4) Evaluasi sebagainiana dimaksud pada ayat (3) dilakukan oleh tirrr ahli Linrbah E}3 paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak penugasan diberikan. (5) Tim ahli Limbah 83 menyampaikan rekomendasi hasil evaluasi kepada Merrteri paling lama 4 (empat) hari keria sejak hasil evaluasi diketahui. (6) Rekornendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) paling sedikit memuat:

    20. identitas pemohon;

    21. nama Limbah 83:

    22. dasar pertinrbangan rekomendasi; dan

    23. kesimpulan hasii erzaluasi. l7l ^Dalam ^hal ^hasil ^evaLuasi sebagaimana ^dirrraksud ^pada ayat (4) menuniukkan:

    24. penggunaan Limbah Fl3 dari sumber spesitik bersifat pasti dan konsisten:

    25. Limba,h 83 dari sumber spesifik dihasiikan ciari satu silrhrs tertutup ^produksi yang terintegrasi;

    26. Limbah 83 diproduksi sesuai dengan standar produk yang ditetapkan menteri/kepala lembaga pemerintah nonkementerian yang membidangi Usaha dan/atau Kegiatan; dan

    27. adanya nomor registrasi produk samping sebagai produk yang ditetapkan oleh menteri/kepala lernbaga. pernerintah nonkementerian yang membidangi Usaha dan/atau Kegiatan, ' rekomenclasi tirn ahli Limbah 83 rnemuat pernyataan bahwa Limbati 83 dari sumber spesifik sebagai produk samping. (8) Dalam hal hasil evaluasi tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (71, rekomendasi tim ahli Limbah 83 memuat pernyataan bah'*,a Limbah 83 dari sumber spesifik bukan sebagai produk samping. Pasal 341 (1) Menteri berdasarkan rekomendasi tim ahli Limbah 83 menetapkan Limbah 83 dari sumber spesifik sebagar:

    28. produrk samping; atau

    29. bukan produk samping. (21 Perretapan Limbah 83 dari sumber spesifik sebagai produk samping dilakukan paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak rekomendasi tim ahli Lirnbah 83 disampaikan kepada Menteri. (3) Dalam hal Limbah 83 dari sumber spesrfik ditetapkan Menteri sebagai produk samping, Menteri rnemberikan rek.omendasi keoada menteri/kepala lembaga pemerintah nonkerncnterian yang membidangi Usaha dan/atau Kegiatan untuk mener^bitkan nomor pendaftaran barang sebagai prodrrk. (4) Dalarn hai Limbah 83 dari sumber spesifik ditetapkan Menteri sebagai bukan produk samping, Setiap Orang yang menghasilkan Lirnbah 83 dari sumber spesifik wajib melakuka-n Penvirnpanan Limbah 83 Paragraf a Paragraf 8 Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya darr Beracun Pasal 342 (1) Pengoiahan Limbah 83 '"vajib dilaksanakan oleh Setiap Orang yang menghasilkan Limbah 83. (21 Dalam hal Setiap C)rang sebagaimana dimaksud pacia ayat (l) tidak rnarnpu nrelakukan sendiri, PengolErhan Limbah 83 diserahkan kepada Pengolah Lim'rrah 83. Pasal 343 (1) Pengoiahatr Limbah 83 sebagaimana dimaksrrd dalam Pasal 342 ayat (1) dilakukan ciengan cara:

    30. termal;

    31. stabilisasi dan soiidifikasi; dan/atau

    32. cara la.in sesuai dengan perkembangarl iimu pengetalruan dan teknologr. t2) ^Pengolahan ^Limbah ^83 ^sebagaimana ^cliaraksud pada ayat (1) dilakukan ciengan rnempertimbangkan:

    33. ketersediaarr teknologi; dan

    34. standar Lingkungarr Hidup atau baku mutu Lingkungan Hidup. Pasal 344 Setiap Orang yang rrcnghasilkan Lirnbah 83 yang akan melakukan Pengola-han Limbah 83 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 342 rn,ajib rnenriliki:

    35. Persetujuarr Lingktrngan; cian b. PerizinariBcrusalia.

      Pasal 345

      Pasal 345 (1) Standar pelaksanaan Pcngolahan Limbah B3 untrrk Pengolahan Limbah 83 yang dilakukan dengan cara termal sebagairnana dimaksud dalam Pasal 343 ayat (i) huruf a meliputi:


    36. Baktr Mutu Emisi;

    37. standar efisiensi pembakaran Ce.rgri.n nilai paling sedikit mencapai 99,99o/o (sembilan puluh sembilan koma sembilan sembilan persen); dan

    38. standar efisiensi penghancuran dan penghilangan sen1/awa principle organic hazardous constihteruts (POHCs) Cengan nilai paling sedikit mencapat,)9,99o/o (sembilan puluh sembilan koma sembilan sembilan persen). (21 Standar efisiensi pembakaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) humf b tidak herlaku untuk Pengolahan Limbah 83 dengan merrggunakan kiln pada industri semen. (3) Standar efisiensi penghancuran dan penghilangan senyawa principie organic hazardous constituenfs (POHCs) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c tidak berlaku untuk Pengolahan Lirnbah B3 dengan karakteristik infleksius. (41 Standar efisiensi penghancuran dan penghilangan senyawa priru: iple organic hazardous constituent.s (POI{Cs) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c Lidak berlaku untuk Peng6l51[an Limbah 83:

    39. berupa polgchlori.nated biphenyls: dan b. yang berpotensi menghasilkan: 1" p,tluchlorinated rlibervr{urans; dan

  133. polgcltlorinctteC,Tibenzo-p-dioxins. (5) Dalztm hal Lir: ihali B3 yang akan Ciolah berupa polgchiorinated bipi,"enuls, pengolahannya harus memenuhi standar .fisiensi penghancuran dan penghilangan senlra'/va poluchlorirtated biphengls dengan nilai ^paling sed; lrir menr: apa: ^t)9,9999%o (sembilarr puluh sembila,r k-orna r: embilarr. semhilan serr,bilan sernbilan persen).

    (6)

    Dalam (6) Dalam hal Limbah R3 yang akan diolah berpotensi menghasilkan polychlorinated dibenzofurans, pengolahannya harns memenuhi standar elisiensi penghancuran dan penghilangan senyawa poly chlorinated di.benzofurans dengan nilai paling sedikit mencapai 99,99990/o (sernbilan puluh sembilan koma sembilan sembilan sembilan sembilan persen). (71 Dalam hal Lirrrbah 83 yang akan diolah berpotensi menghasrlkan polychlorinated diben-zo-p-dioxins, pengolahannya harus memenuhi standar efisiensi penghan curan dan penghilan gan senyawa polg chla rinaterl diber,zo-p-dioxins dengan nilai paling sedikit mencapai 99,9999oio (sembiian puluh sembilan koina sernbilan sembilan sembilan sembiian persen). Pasal 346 (l) Standar pelaksanaan Pengolahan Limbah 83 untuk Pengolahan Limbah 83 yang dilakukan dengan cara stabilisasi da; a soiidif,rkasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 343 ayat (1) huruf b berupa baku mutu stabrlisasi dan solidifikasi berdasarkan analisis organik dan anorganik. (2) Analisis organik dan anorganik setragaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakair sesuai dengan baku mutu TCLP sebagaimana tercantunr dalam Lampiran XIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini. Pasal 347 (1) Untuk dapat memiliki Persetujuan Lingkrrngan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 344 huruf a, Setiap Orang yang menghasilkan Limbalr 83 wajib memiliki Persetujuan Teknis Pengelolaan Limbah 83 untuk kegiatan Pengolaharr Limbah 83. (2) Setiap Orang yang rnerrghasilkan Limbah 83 sebagaimana dimaksud carla ayat (1) rnengajukan permohonan Persetrr3uarr Tel<ris Pengelolaan Limbah 83 r-rntuk kegiatan Pe.ngi,latrarr Limbah 83 kepada Menteri, ciilengkapi denqeri: r)ersyaratan yang meliputi' a. nama : a. nama, sumber, karakteristik, dan jumlah Limbah 83 yang akan diolah;

    1. lokasi dan koordinat kegiatan Pengolahan Limbah 83;

    2. rencana pembangunan fasilitas Pengolahan Limbah 83, bagi Pengolahan Limbah 83 yang membutuhkan fasilitas Pengolahan Limbah 83, yang memuat:

  134. desain, rancang bangun fasilitas Pengolahan Linebah 83, dan/atau alat Pengolahan Limbah B3; dan

  135. jadwal pelaksanaan pembangunan fasilitas Pengolahan Limbah 83;

    1. dokumen mengenai tempat Penyimpanan Limbah 83 sesuai dengan ket-entuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 286 sampai dengan Pasal 291;

    2. dokumen mengenai pengemasan Limbah 83 sesrrai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 292;

    3. dokumen mengenai desain dan spesifikasi teknologi, metode, proses, dan kapasitas Pengolahan Limbah E}3;

    4. dokumen mengenai nama dan iumlah balran baku dan/atau bahan perrolong berupa Limbah 83 untuk campuran Pengolahan Limbah 83;

    5. prosedur Pengolahan Limbah 83;

    6. dokumen rencana uji coba peralatan, metode, teknologi, dan/atau fasilitas Pengolahan Limbah 83 yang meliputi:

  136. lokasi uji coba;

  137. ^jadwal pelaksanaan uji coba;

  138. keterangan mengenai peralatan, metode, teknologi, danf atau fasilitas Pengolahan Limbah E}3;

  139. keterangan mengenai rencana pelaksanaan uji coba; dan

  140. prosedur penanganan pelaksanaan uji coba, bagi Pengolahan Limbah 83: rl 1. dengan cara rerma! sebagaimana dimaksud dalam Pasal 343 ayat (1) hunrf a; da-rr 2. derrgarr cara lain sesuai dengan perken: ,bangan ilrnu pt'ngetanuan dan tekn<llogi sebagaimana dimaksir,J daiarn Pasal 343 ayat (L) hur,.rf c yang tidak rremiliki Standar Nasicnal lndonesia;

    1. Sisterr'. T'anggap I-iamrat bempa dokumen program kedaruratari Pengelola.an Lirnbah B3; dan

    2. Lcnaqa kc'ja yang mentiiiki sertifikat korrrg>ctensi di bidang Pengelolaan Limbrrh 83. Pasal 348 (1i Menteri seteiah menenma permohorran persetujuan Teknis Pengelolaan Limbah 83 untuk kegiatan perrgolahan Limbah BS sebagaintana dirnaksud dalan-l pasai 347 menrberikarr prerriyaraan tertulis mengenai kelengkapan administrasi permohona.n Persetujuan Teknis Pengelolaan Limba.h 83 untuk l; .egiatan Pengolahan t,imbah 83, paling lama 2 (dua) hari xerja- sejak pr: rmohonan diterima. (2) Setclah perrnohorran dinyatakan lengkap, Menteri rnelakukan'r'erifikasr paling lama 7 (tujuh ) hari kerja. (3) Dalam hal hasil verilikasi sebagaimana dimaksud pacla- ayat (2) menr-lnjukkan:

    3. perrrrohonan Perseiu; uan Teknis pengelclaari Liml-rah 83 mernenuht persyaratan, Menteri menerbitkan Persetuiuan 'lcknis Pengelr: laan Limbah 83 untuk kegia.tan Pr: ngoiahan l,imbah 83 paling lama 7 (tu.iuh) trari keqa. se.i2!a ire.rsil verifikasi diketahui; atau

    4. perrnci,onarr P)i-setujuan'Ieknis pengeloiaan Limbah R3 t-idak memenuhi pei-syaratarr, Ivlenteri menolak permcl.onan Persef-ujuan Teknis pengeiolaan Limbah RS untul< kegiar"an Pengolahan Limbah 83 paling larna ^'7 (tujurr) hari kerja se.1ak hasil verifikasi diketahui, clis': rtai dengaii alasan penoiakan. PFIES IDEN REPUBLIK INDONESIA Pasal 349 (1) Persetujuan Teknis Pengelolaan Limbah 83 untuk kegiatan Pengolahan [,imbah 83 wajib diubah dalam hal terjadi perubahan terhadap persyaratan yang meliputi:

    5. nama dan karakteristik Limbah 83 yang diolah;

    6. desain, teknologi, metode, proses, kapasitas, dan/atau fasilitas Pengolahan Limbah El3; dan/atau

    7. bahan baku dan/atau bahan penolong berupa Limbah 83 untuk campuran ^pengoiahan Limbah 83. (2) Permohonan perubahan Persetujuan Teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis kepada Menteri paling lama 30 (tiga puluh) hari, setelah te{adi perubahan. (3) Menteri melakukan evaluasi terhadap permohonan perubahan Persetujuan Teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak permohonan perubahan Persetujuan Teknis diterima. (4) Dalam hal hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menunjukkan:

    8. kesesuaian data, Menteri menerbitkan perubahan Persetujuan Teknis Pengelolaan Limbah 83 untuk kegiatan Pengolahan l,imbah 83 paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak hasil evaluasi diketahui; atau

    9. ketidaksesuaian data, Menteri menolak permohonan perubahan Persetujuan Teknis pengelolaan Limbah 83 untuk kegiatan Pengolahan Limbah 83 paling lama 7 (tujuh) hari keda sejak hasil evaluasi diketahui, disertai dengan alasan penolakan. (5) Perubahan Persetujuan Teknis sebagaimana dimaksucl pada ayat (4) truruf a menjadi dasar dalam perubaha.n Persetujuan Lingkungan. Pasal 35C (1) Persetujuan I'eknis Pengelolaa_n Limbah 83 untuk kegiatan Pengolahan Limbatr 83 sebagairnana dimaksud dalarrr Pasal 348 ay,at (3) hunrf a paling sedikit mernuat:

    10. iderr.titas pemegang Persetujuan Teknis pengelolaan Limbah Bl3;

    11. tanggal tanggal penerbita.n Pcrsc'"ujuan'Ieknis pengelolaan Linrbatr 83; kewatibalt pemegatis Persetujiran Teknis pcngelolaan Limbah 83 untuk kegiatan Perigolahan Lirnbah 83, setelah Perizinan Rerusaha terbit; dan Lrr.,'syararan teknis Pengolaha-n Limbah R3 rrreiiputi:

    12. nama. surnbcr, darr karakteristik Limbah E3 yang akan diolah;

  141. jurnlarh <lan l,,apa.siras Linrbah R3 yring akan diolei.h;

  142. t{esilin daii 'a'cang bangun fasilitas pengrrlahan Lirobah 83;

  143. sp,esifikasi teknis alar pengolaha, Lirntrah Blt; 5r iata letak lokasi fasilit.s perigoiahan Limhali B3;

  144. kc'tsrrli ^n Simbol Lirnbah B3;

  145. tata ictak salura. untuk pe.gelolaan Lir.trah cair yarrg dihasilkan Cari kegiatan pengolahan Limbah 83; E. hasil uji laboratorium u,trrk kara.kteristik Lim.L''ah Lj3 ya.ng akan diolah:

  146. uji laboratorrun: untuk paralncter kualitas lingkrrngan; deur 1O. Sistem Tangga.p Darurat berupa dokumen lli'ogram kedaruratan ^pengelolaan Limbah 83. (2) Kewajiban pemegang persetujuan Teknis pengelolaan Limbah rl,?, untr: k kegiatan pengolahan Limbah B3 scbagairnana dimakstid percla ayat (1) huruf c paling sedikit rrreliputi: rnelakuka-n idr.ntifrkasi dikrrrrrpurLk; ln; Limbah BJ yang rnelakrlkAlt f'encatatan rr?llTja dan juntlalr Limbah 83 i'ang,'l.rolah; melal<r-,: ,.rlaKan uji coba ilengolahan ,r,irnbah 83, bagi Pengoiaiha: r Limbah B-?: tr c d yang a h C 1. denga.n 1. dengan cara termal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 343 ayat (1) huruf a; dan

  147. dengan cara lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 343 ayat (1) huruf c yang tidak memiliki Standar Nasional Indonesia;

    1. melaksanakan Pengolahan Limbah 83 sesuai dengan standar Pengolahan Limbah 83;

    2. memfungsikan tempat Penyimpanan Limbah 83 sebagai tempat Penvimpanan Limbah 83;

    3. menyimpan Limbah 83 yang akan diolah ke dalam tempat Penyimpanan Limbah 83;

    4. melakukan Pengumpuian Limbah 83 yang akan diolah;

    5. mengolali Limbah 83 sesuai dengan teknologi Pengolahan Limbah 83 yang dimiliki;

    6. menJrusun dan menyampaikan laporan pembangunan fasilitas Pengolahan Limbah 83, bagi Penghasil Limbah 83 yang belum merniliki fasilitas Pengolahan Limbah 83;

    7. men5rusun dan menyampaikan laporan uji coba Pengolahan Limbah 83, bagi Pengolahan Limbah Ei3:

    8. dengan cara sebagaimana dimaksud dalam pasal 343 ayat (1) huruf a; dan

  148. dengan cara lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 343 ayat (1) huruf c yang tidak memiliki Standar Nasional Indonesia;

    1. rnenln-lsun dan menyampaikan laporan pengolahan Limbah 83;

  149. memiliki dan melaksanakan Sistem Tanggap Darurat berupa ciokumen program kedaruratan ^pengelolaan Limbah 83; dan

    1. memiliki tenaga kerja yang memiliki sertif,rkat kompetensi di bidang Pengelolaan Limbah 83. Pasal 351 . Pasal 351 (i) Penghasil Limbah 83 yang melakukan kegiatan Pengolahan Limbah 83 wajib:

    2. melaksanakan kewajiban sebagaimana tercantum dalam Persetujuan Teknis Pengelolaan Limbah 83 untuk kegiatan Pengolahan Limbah 83;

    3. melakukan Penyimpanan Limbah 83 yang dihasilkan di tempat Penyimpanan Limbah 83 sebagairnana dimaksud dalam Pasal 286 sampai dengan ^pasal 291;

    4. melakukan pengemasan Limbah 83 yang dihasilkannya sebagaimana dimaksud dalam ^pasal 292;

    5. melakukan Pengumpulan Limbah 83 yang dihasilkannya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 298;

    6. melakukan Pengolahan Limbah 83 yang dihasilkannya sesuai dengan ketentuan dalam Persetujuan Teknis Pengelolaan Limbah 83 untuk kegiatan Pengolahan Limbah 83;

    7. memenuhi standar pelaksanaan Pengolahan Limbah 83 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34S dan Pasal 346;

    8. menaati Baku Mutu Air Limbah, jika Pengolahan Limbah E}3 menghasilkan Air Limbah;

    9. melakukan penyimpanan residu dan/atau sisa pembakaran, jika Pengolahan Limbah 83 dilakukan dengan cara termal;

    10. men5rusun dan menyampaikan laporan pembangunan fasilitas Pengolahan Limbah 83, bagi Penghasil Limbah 83 yang belum memiliki fasilitas Pengolahan Limbah El3;

    11. men5rusun dan menyampaikan laporan uji coba Pengolahan Limbah 83, bagi Pengolahan Limbah 83:

  150. dengan cara termal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 343 ayat (1) huruf a; dan PEIESIDEN REPUBLIK INDONESIA 2. dengan cara lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 343 ayat (1) huruf c yang tidak memiliki Standar Nasional Indonesia;

    1. menJrusun dan menyampaikan laporan pengolahan Limbah 83, yang memuat:

  151. nama, sumber, jumlah, dan karakteristik Limbah E}3; dan pelaksanaan Pengolahan Limbah dihasilkannya; Et3 yang l. memiliki dan melaksanakan Sistem Tanggap Danrrat berupa dokumen program kedaruratan pengelolaan Limbah E}3; dan

    1. memiliki tenaga keqia yang memiliki sertifikat kompetensi di bidang Pengelolaan Limbah 83. (2) Dalam hal Pengolahan Limbah 83 dilakukan dengan cara termal, selain memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pernegang Persetujuan Teknis Pengelolaan Limbah 83 wajib melakukan penyimpanan residu dan/atau sisa pembakaran berupa abu dan cairan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 285 sampai dengan Pasal 297. (3) Dalam hal Pengolahan Limbah 83 dilakukan dengan cara stabilisasi dan solidifikasi, selain merrrenuhi tcewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (l), pemegang Persetujuan Teknis Pengelolaan Limbah 83 wajib melakukan Penimbunan Limbah 83 hasil stabilisasi dan solidifikasi di fasilitas penimbusan akhir Limbah 83. (4) Laporan pembangunan fasilitas Pengolahan Limbah 83 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf i disampaikan kepada Menteri paling lambat 14 (empat belas) hari sejak selesainya pembangunan fasilitas Pengolahan Limbah 83. (5) Laporan uji coba Pengolahan Limbah 83 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf j disampaikan kepada Menteri, paling lambat 14 (empat belas) hari sejak selesainya uji coba Pengolahan Limbah 83. 2 (6) Laporan (6) Laporan Pengolahan Limbah 83 sebagaimana dirnaksud pada ayat (1) huruf k disampaikan kepada Menteri paling sedikit 1 (satu) kali dalam 6 (enam) bulan sejak Persetujuan Teknis Pengelolaan Limbah 83 diterbitkan. Pasal 352 (1) Berdasarkan laporan pembangunan fasilitas pengolahan Limbah 83 sebagaimana dimaksud dalam pasal 351 ayat (1) huruf i, Menteri melakukan verifikasi paling lambat 1O (sepuluh) hari keria sejak laporan diterima. (2) Dalam hal hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menunjukkan fasilitas Pengolaha.n Limbah 83:

    2. sesuai dengan Persetujuan Teknis pengelolaan Limbah 83 untuk kegiatan Pengolahan Limbah 83, Menteri menerbitkan SLO kegiatan ^pengolahan Limbah 83, bagi kegiatan Pengolahan Lirnbah 83 yang tidak wajib dilakukan uji coba pengolahan Limbah 83; atau

    3. tidak sesuai dengan Persetujuan Teknis pengelolaan Limbah 83 untuk kegiatan Pengolahan Limbah 83, Menteri menyampaikan surat agar Penghasil Limbah 83 mengubah rencana pembangunan fasilitas Pengolahan Limbah 83 yang termuat dalam Persetujuan Teknis Pengelolaan Limbah 83 untuk kegiatan Pengolahan Limbah 83. (3) Penerbitan SLO atau penyampaian surat sebagaimana dimaksud pada ayat (21 dilakukan paling lama 7 (tujuh) hari setelah verifikasi dilakukan. Pasal 353 (1) Berdasarkan laporan uji coba Pengolahan Limbah 83 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 351 ayat (1) huruf j, Menteri melakukan verifikasi paling lambat 1O (sepuluh) hari kerja sejak laporan diterima. (21 Dalam hal hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menunjukkan uji coba Pengolahan Limbah 83:

    4. sesual.

    5. sesuai dengan Persetujuan Teknis pengelolaan Limbah 83 untuk kegiatan Pengolahan Limbah 83, Menteri menerbitkan SLO kegiatan ^pengolahan Limbah 83; atau

    6. tidak sesuai dengan Persetujuan Teknis pengelolaan Limbah 83 untuk kegiatan Pengolahan Limbah 83, Menteri menyampaikan surat agar ^penghasil Limbah 83 mengubah proses Pengolahan Limbah 83 yang termuat dalam Persetujuan Teknis ^pengelolaan Limbah 83 untuk kegiatan Pengolahan Limbah 83. (3) Penerbitan SLO atau penyampaian surat sebagaimana dimaksud pada ayat (21 dilakukan paling lama 7 (tujuh) hari setelah verifikasi dilakukan. Pasal 354 (1) Setiap C-)rang yang menghasilkan Limbah E}3 dan melakukan kegiatan Pengolahan Limbah 83 wajrb memiliki penetapan penghentian kegiatan jika bermaksud:

    7. menghentikan Usaha dan/atau Kegiatan; atau

    8. mengubah penggunaan atau memindahkan lokasi dan/atau fasilitas Pengolahan Limbah 83. (2) Untuk memperoleh penetapan penghentian kegiatan, Setiap Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melakukan pemulihan fungsi Lingkungan Hidup dalam hal terdapat Pencemaran Lingkungan Hidup, dan harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai kewenangan penerbitan Persetujuan Lingkungan. (3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (21 dilengkapi dengan:

    9. identitas pemohon;

    10. laporan pelaksanaan Pengolahan Limbah 83; dan f ata: u c. laporan pelaksanaan pemulihan fungsi Lingkungan Hidup.

      (4)

      Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota setelah menerima permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) melakukan evaluasi terhadap permohonan paling lama 1O (sepuluh) hari kerja sejak permohonan diterima. (5) Dalam hal hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) menunjukkan:

    11. tidak terdapat Pencemaran [,ingkurrgan Hidup, Menteri, gubernur, atau br-.pat-ilvzali k,tta sesuai dengan kew,: nangannva rnenertritkan pr: netapan penghentian kegiatan Pengolahan l,irnb,ah B3 paling lama 7 (tujuh) hari sejak hasil evaluasi diketahui; atau

    12. terdapat Pencemaran Lingkungan Hidup, pemohon wajib melakukan pemurihan fungsr Lingkungan Hidup. (6) Penghasil Limbah 83 .vajib rnelapc,rkan. snral penetapan penghentian kegiatan sebagaimema Cirr.aksud prada ayat (5) huruf a yang diterbitkan gubernrir atau bupati/wali kota, kepada Menteri paling lambat 5 (lima) hari kerja sejak surat ditetapkan. (71 Menteri menerbitkan penetapan penghcirtian kegiatan Pengolahan Limbah E}3 paling larrbat ^',, (tujuh) har.i kerja setelah pemohon selesai rnelakuxari perrruhtrern fungsi Lingkungan Hidup sebagainrana ciirrraksud paCa ayat (5) huruf b, yang dibuktikan dengan penetapan sta.us telah selesainya pemulihan lahan terkontaminasi. Pasal 3515 (1) Dalam hal Setiap Orang yatig mcngtrasilkair Lirr,bah 83 tidak mampu melakukan sr: ndiri ,: 'engoiatta,i L.iinbah 83 yang dihasilkannya:

    13. Pengolahan Limbah 83 diserahkan kepada Pengolah Limbah 83; atau

    14. dapat melakukan e): spcr -i.nl-rah E}3 yang dihasilkann.,'a (21 Penyerahan Limi; a,': B3 xepadir i: ,,: t: g..r,,; ..-, l-iinila,: . 83 sebagaimaita dirrraksud pada ayat (I) iLuruf a disertai dengan bukti penver: rhzrn l,imbah. .E|3,. i.,) Saiinan ^.

      (3)

      Salinan bukti penyerahan Limbah 83 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Menteri paling lama 7 (tujuh) hari setelah penyerahan Limbah E}3. (4) Ekspor Limbah E}3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat dilakukan jika tidak tersedia teknologi Pemanfaatan Limbah 83 dan/atau Pengolahan Limbah 83 di dalam negeri. Pasal 356 (1) Setiap Orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 355 untuk dapat melakukan ekspor Limbah 83 yang dihasilkannya wajib:

    15. mengajukan permohonan notilikasi secara tertulis kepada Menteri;

    16. menyampaikan rute perjalanan ekspor Limbah 83 yang akan dilalui;

    17. mengisi formulir notifikasi dari Menteri; dan

    18. memiliki izin ekspor Limbah El3. (2) Menteri menyampaikan notifikasi kepada otoritas negara tujuan ekspor dan negara transit berdasarkan permohonan notifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a. (3) Notifikasi yang disampaikan oleh Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (21paling sedikit memuat:

    19. identitas Limbah 83 dan pemohon;

    20. identitas importir Limbah 83 di negara tujuan;

    21. nama, karakteristik, dan jumlah Limbah 83 yang akan diekspor; dan

    22. waktu pelaksanaan ekspor Limbah 83. (4) Dalam hal notifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disetujui oleh otoritas negara tujuan ekspor dan negara transit Limbah 83, Menteri menerbitkan rekomendasi ekspor Limbah B3.

      (5)

      Rekomendasi ekspor Lirn-cah 83 sebagainrana dirnaksud pada ayat- (41menjadi dasar penerbitan izin ekspor Liml-rah 83 yang diberikan oleh neenteri yang rrr€nl,elsngE_rarakan urus6.n pemerintahan di bidang perdagangan. (6) Persyaratan clarr tata cara pern: rohonan dan perrerbitanizin ekspor Lirnl>atr 83 dilaksanal<an sesuaj dengan ketentrran perat ur an 1re rr_r ncl ang-und angan. Pasal 357 i1) ^Pengt>lah I-irnbatLi B-3 r.rr^tui: dapat rnelakukari ^pcngolahan Limlrah ): J3 y.rng Cise.ahkan oleh S.: r: : i o Orang scbagaimana dimaksucl d.alain Pasai 355 avat f Il hunrf a u'ajib memiliki:

    23. Persettrjuan l,ingkungan; dan

    24. Pu-rizinan Berusaha di bidang usaha L.irntr: .h El3. Pcngelcliaein (2) Pengoiaha,r Limbah 83 oleh pengoiah t,imbah R3 ; ebagarma-na. ^.Jirnakr; ud parla ayat (1) dilakukan dengan carr.. a. termal;

    25. stabilisasi da., solidifikasi; dan/atau

    26. cara lair-r sesuai dengan perkemb&rrg&lr ilnru pengetahuan clan teklrologi. (i)) Pengolatran Limbah 83 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mempertirnbangkan:

    27. ketersediaarr. teknologi: dan b. standa-r Lingkungan Hidr.rp atau baku muru Lingkungari Flidup. ('+) Limbah i?3 vang diti.lah sebagaimana climaksud paca ayat (2) dapat berasai dari l.irnbatr 83 yang dihasilkan oreh 1 (satu) atau bel-,cr.'epa Pelrghasil Limhah 83.

      Pasal 358

      Pasal 358 (1) Untuk dapat memiliki Persetujuan Lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 357 ayat (1) huruf a, Pengolah Limbah 83 wajib memiliki Persetujuan Teknis Pengelolaan Limbah 83 untuk kegiatan Pengolahan Limbah 83. (21 Pengolah Limbah E}3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) men gaj ukan permohonan Persetuj uan Tekni s Pen gelolaan Limbah 83 kepada Menteri, dilengkapi dengan persyaratan yang meliputi:


    28. nama, sumber, karakteristik, dan jumlah Limbah 83 yang akan diolah;

    29. lokasi dan koordinat kegiatan Pengolahan Limbah 83;

    30. rencana pembangunan fasilitas Pengolahan Limbah 83, bagi Pengolahan Limbah 83 yang membutuhkan fasilitas Pengolahan Limbah 83, yang memuat: 1, desain, rancang bangun fasilitas Pengolahan Limbah 83, dan/atau alat Pengolahar, Limbah 83; dan

  152. jadwal pelaksanaan pembangunan fasilitas Pengolahan Limbah 83;

    1. dokumen mengenai tempat Penyimpanan Limbah 83 sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 286 sampai dengan Pasal 291;

    2. dokumen mengenai pengemasan Limbah 83 sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud , dalam Pasal 292;

    3. dokumen mengenai desain dan spesifikasi teknologi, metode, proses, dan kapasitas Pengolahan Lirnbah E}3;

    4. dokumen mengenai nama dan jumlah bahan baku dan/atau bahan penolong berupa Limbah 83 untuk campuran Pengolahan Limbah 83;

    5. prosedur Pengolahan Limbah 83;

    6. dokurnen rencana uji coba peralatan, metode, teknologi, danf atau fasilitas Pengolahan Limbah 83 yang rneliputi:

      (1)
      1. lokasi '.rir ccba; 2, jlerlwal pelaksanaan uji coba;

  153. keterangan mengenai peralatan. metode, teknologi, dan/atau fasilitas pengolahan Limbah R3;

  154. ket.erangan firengenai rencana pelaksanaan r-rji ccba; dan

  155. prosedur penanganarr pelaksanaan uji coba, l-ragi Pengclahan Lirnbah B3:

    1. dengan cara termal sebag; rimana dima.ksud cialam Pasai 343 ayat (1) huruf'a; ilan 2. derrgan cara Lairr s,esuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan clan teknologi sebagairnana dimaksud cialam Pasal 343 ayat (1) hunrf c \iang tidrek merniliki Standar Nasional Incionesia;

    2. bukti kepemilikan atas dana penjaminart untuk pemulihan fungsi Lingkringan Hidup;

    3. perhilungan biaya clan modei keekcnornian;

  156. rencana pembangunan dan/atau penyediaan labcrratorium uji Limbair E!3 atau alat analisa iaboratoriurrr yang mampu menguji paling serlikit karakteristik Linrbah 83 mudah meledak, muclah men.yalzr, rea.ktif, korosif, dan/atau beracun;

    1. fiistem Tangg; rp Darurat berupa clokumen program kedaruratan Pengeloiaan Limbah 83: darr n. tenaga kerja yang memiliki sertifikat kompe|ensr di bidang Pengeloiaan Limbah 83. Pasal 359 Nlenteri setelah menerima permc,honan persetujr.ran Teknis Pengelolaan Limbah 83 untuk kegiat.r.n pengolahan Limbah 83 sebagarr-nana dimaksr-rcl datam pasal 3Sg memberikan pernyataan tertulis rnengenali kelerrgkapan adminisrrasi permoh<rnan Persetujr.ran Teknrs pengelrrlaan Limbah B3 untuk kegiatan Pengolahan Lirrrbah 83, paling lama 2 (duat hari kerja sejak permohonan diterima. Setelair perniotronan dinyatakan lengkap, Menteri melakukan verifiL.asi paling larna 7 (tujuh) ha.ri kerja.

      (2)
      (3)

      Dalam hal hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (21menunjukkan:

    2. permohonan Persetujuan Teknis Pengelolaan Limbah 83 memenuhi persyaratan, Menteri menerbitkan Persetujuan Teknis Pengelolaan Limbah 83 untuk kegiatan Pengolahan Limbah E}3 paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak hasil verifikasi diketahui; atau

    3. permohonan Persetujuan Teknis Pengelolaan Limbah 83 tidak memenuhi persyaratan, Menteri menolak permohonan Persetujuan Teknis Pengelolaan Limbah 83 untuk kegiatan Pengolahan Limbah 83 paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak hasil verifikasi diketahui, disertai dengan alasan penolakan. Pasal 360 (1) Persetujuan Teknis Pengelolaan Limbah 83 untuk kegiatan Pengolahan Limbah 83 wajib diubah dalam hal terjadi perubahan terhaclap persyaratan yang meliputi:

    4. nama dan karakteristik Limbah 83 yang diolah;

    5. desain, teknologi, metode, proses, kapasitas, dan/atau fasilitas Pengolahan Limbah 83; dan/atau

    6. bahan baku dan/atau bahan penolong berupa Limbah 83 untuk campuran Pengolahan Limbah 83. (21 Permclhonan perlrbahan Persetujuan Teknis Pengelolaan Limbah 83 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis kepada Menteri. (3) Menteri melakukan evaluasi terhadap permohonan perubahan Persetujuan Teknis Pengelolaan Limbah 83 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak permohonan perubahan Persetujuan Teknis diterima. (4) Dalam hal hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) rnenunjukkan:

    7. kesesuaian data, Menteri menerbitkan perubahan Persetujuan Teknis Pengelolaan Limbah 83 untuk kegiatan Pengolahan Limbah E}3 paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak hasil evaluasi diketahui; atau

    8. ketidaksesuaian b. ketidaksesuaian data, Menteri menolak permohonan perrrbahan Persetujuan Teknis Pengelolaan Limbah 83 untuk kegiatan Pengolahan Limbah 83 paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak hasil evaluasi diketahui, disertai dengan alasan penolakan. (5) Perubahan Persetujuan Teknis Pengelolaan Limbah 83 sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a menjadi dasar dalam perubahan Persetujuan Lingkungan. Pasal 361 (1) Persetujuan Teknis Pengelolaan Limbah 83 untuk kegiatan Pengolahan Limbah 83 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 359 ayat (3) huruf a paling sedikit memuat:

    9. identitas pemegang Persetujuan Teknis Pengelolaan Limbah E}3;

    10. tanggal penerbitan Persetujuan Teknis Pengelolaan Limbah E}3;

    11. kewajiban pemegang Persetujuan Teknis Pengelolaan Limbah 83 untuk kegiatan Pengolahan Limbah 83, setelah Perizinan Berusaha terbit; dan

    12. persyaratan teknis Pengolahan Limbah 83 yang meliputi:

  157. nama, sumber, dan karakteristik Limbah 83 yang akan diolah;

  158. jumlah dan kapasitas Limbah 83 yang akan diolah;

  159. desain dan rancang bangun fasilitas Pengolahan Limbah 83;

  160. spesifikasi teknis alat Pengolahan Limbah 83;

  161. tata letak iokasi fasilitas Pengolahan Limbah 83;

  162. ketentuan Simbol Limbah 83;

  163. tata letak saluran untuk pengelolaan Limbah cair yang dihasilkan dari kegiatan Pengolahan Limbah 83;

  164. hasil uji laboratorium untuk karakteristik Limbah 83 yang akan diolah;

  165. uji PRES lDEN REPUBLIK INDONESIA rlji laboratoriurn untuk lingkrrngan; parameter liuaiitas t0. Sisrem Tirngqap Darurat benii; a rlokumen orogranl kedal'uratan ^pengelolaan Liiribah 83; dan I 1. kepemilikan fatsilitas iaborarorium dan/atau alat analisa iaboratorium yang rnampLr menguji paiing sedikit karakteristik Lirnbah B.), mudah meledak, mudah menyala, reakt.if , kc.rcsif, dari/ataei beracun. (,2) Keurajiban pemegang Persetujuan Teknis pengeloraan I-imbah t]3 r-rntuk kegiatair pengoiahan Lirnbah 83 sebagaimana dimaksud pada a5'at (1) huruf c paring seciikit meliputi. a. melakukan iCentifikasi l,irnbah Bl, yang diktirnpulkan;

    1. melakukan pencpatatan nama dan jurnlah Lrmbalr 83 yang ciiolah;

    2. nnelaksanirkeur ujr coba Pengolahan l,rmbah RIi. bagi Pengola.han Lirnbah 83: L " dengan cara terrnal sebagairnana tlirlaksud r_laiar: .r Pa-sal 343 ayai (1) huruf a; dan

  166. dengair cara lain sesr: ili de: rgan perkemberngan ilrnu pengetahuan dan teknologi sebagaimana dimaksud dalain Pasai 343 ayat 1L) huruf c yang Liciak memiliki Standar Nasional Indonesia;

    1. melnksanaLkarr Pengolairan Limbah 83 sesuai dengan standar Pengolithan Lirnbah E!3;

    2. memfungsikan tempat Penyimpanan Linibah 83 sebagai ternpat Penyimpanan Limbah 83;

    3. menyirnpan J-irnbatr 83 yang akan diolah ke tcalam tenrr pat Pe,rvimpa-r.n zrr, Lirnbah B3 ;

    4. mr'lal<ukan Pengurnprrlair LirnbaLr BJ yang aka.n diolah' rrrengolah Lilnbah 83 sesuaj dengan Pcngolalian Limbah 83 )/ang dimiliki; teknologi 9 lr 1. rnenlrusun J menJrusun dan menyampaikan laporan pembangunan fasilitas Pengolahan Limbah 83, bagi Pengolah Limbah E}3 yang belum memiliki fasilitas Pengolahan Limbah 83; men5rusun dan menyampaikan laporan uji coba Pengolahan Limbah 83, bagi Pengolahan Limbah 83:

  167. dengan cara termal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 343 ayat (1) huruf a; dan

  168. dengan cara lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 343 ayat (1) huruf c yang tidak memiliki Standar Nasional Indonesia; men)rusun dan menyampaikan laporan Pengolahan Limbah 83; memiliki dan melaksanakan Sistem Tanggap Darurat berupa dokumen program kedaruratan Pengelolaan Limbah El3; dan memiliki tenaga kerja yang memiliki sertifikat kompetensi di bidang Pengelolaan Limbah 83. k 1.

    1. Pasal 362 (1) Pengolah Limbah E}3 wajib: a b c d melaksanakan kewajiban sebagaimana tercantum dalam Persetujuan Teknis Pengelolaan Limbah 83 untuk kegiatan Pengolahan Limbah 83; melakukan Penyimpanan Limbah 83 yang Cihasilkan di tempat Penyimpanan Limbah 83 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 286 sampai dengan 291; melakukan pengemasan Limbah 83 yang dihasilkannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 292; melakukan Pengumpulan Limbah 83 yang dihasilkannya sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 298;

    2. melakukan 1.

    3. melakukan Pengolahan Limbah 83 yang dihasilkannya sesuai dengan ketentuan dalam Persetujuan Teknis Pengelolaan Limbah 83 untuk kegiatan Pengolahan Limbah 83;

    4. memenuhi standar pelaksanaan Pengolahan Limbah 83 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 345 dan Pasal 346;

    5. menaati Baku Mutu Air Limbah, jika Pengolahan Limbah 83 menghasilkan air Limbah;

    6. melakukan penyimpanan residu dan/atau sisa pembakaran, jika Pengolahan Limbah 83 dilakukan dengan cara termal;

    7. menJrusun dan menyampaikan laporan pembangunan fasilitas Pengolahan Limbah 83, bagi Pengolah Limbah E}3 yang belum memiliki fasilitas Pengolahan Limbah 83;

    8. men5rusun dan menyampaikan laporan uji coba Pengolahan Limbah 83, bagi Pengolahan Limbah 83:

  169. dengan cara termal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 343 ayat (1) huruf a; dan

  170. dengan cara lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 343 ayat (1) huruf c yang tidak memiliki Standar Nasional Indonesia;

    1. men5rusun dan menyampaikan laporan Pengolahan Limbah 83, yang memuat:

  171. nama, sumber, jumlah, dan karakteristik Limbah Et3; dan

  172. pelaksanaan Pengolahan Limbah 83 yang dihasilkannya;

  173. memiliki dan melaksanakan Sistem Tanggap Darurat berupa dokumen program kedaruratan Pengelolaan Limbah E}3; dan

    1. memiliki tenaga kerja yang memiliki sertifikat kompetensi di bidang Pengelolaan Limbah 83. (21 Dalam hal Pengolahan Limbah 83 dilakukan dengan cara termal, selain memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemegang Persetujuan Teknis Pengelolaan Limbah 83 wajib melak^ukan penyimpanan residu dan/atau sisa pembakaran berupa abu dan cairan sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 285 sampai dengan Pasal 297. (3) Dalam hal Pengolahan Limbah 83 dilakukan dengan cara stabilisasi dan solidifikasi, selain memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemegang Persetujuan Teknis Pengelolaan Limbah 83 wajib melakukan Penimbunan Limbah 83 hasil stabilisasi dan solidifikasi di fasilitas penimbusan akhir Limbah 83. (4) Laporan pembangunan fasilitas Pengolahan Limbah 83 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf i disampaikan kepada Menteri paling lambat 14 (empat belas) hari sejak selesainya pembangunan fasilitas Pengolahan Limbah 83. (5) Laporan uji coba Pengolahan Limbah 83 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf j disampaikan kepada Menteri paling lambat l4 (empat belas) hari sejak selesainya uji coba Pengolahan Limbah 83. (6) Laporan Pengolahan Limbah 83 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf k disampaikan kepada Menteri paling sedikit 1 (satu) kali dalam 6 (enam) bulan sejak Persetujuan Teknis Pengelolaan Limbah 83 diterbitkan. Pasal 363 (1) Berdasarkan laporan pembangunan fasilitas Pengolahan Limbah 83 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 362 ayat (4)', Menteri melakukan verifikasi paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak laporan diterima. (21 Dalam hal hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menunjukkan fasilitas Pengolahan Limbah 83:

    2. sesuai dengan Persetujuan Teknis Pengelolaan Limbah 83 untuk kegiatan Pengolahan Limbah 83, Menteri menerbitkan SLO kegiatan Pengolahan Limbah 83, bagi kegiatan Pengolahan Limbah 83 yang tidak wajib dilakukan uji coba Pengolahan Limbah 83; atau

    3. tidak b. tidak sesuai dengan Persetujuan Teknis Pengelolaan Limbah 83 untuk kegiatan Pengolahan Limbah 83, Menteri menyampaikan surat agar Pengolah I,imbah 83 mengubah rencana pembangunan fasilitas Pengolahan Limbah 83 yang termuat dalam Persetujuan Teknis Pengelolaan Limbah 83 untuk kegiatan Pengolahan Limbah 83. (3) Penerbitan SLO atau penyampaian surat sebagaimana dimaksud pada ayat (21 dilakukan paling lama 7 (tujuh) hari setelah verifikasi dilakukan. (4) SLO untuk kegiatan Pengolahan Limbah 83 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a menjadi dasar dimulainya:

    4. kegiatan operasional Pengolahan Limbah 83; dan

    5. pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan dalam Perizinan Berusaha. Pasal 364 (1) Berdasarkan laporan uji coba Pengolahan Limbah 83 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 362 ayat (5), Menteri melakukan verifikasi paling lambat 10 (sepuluh) hari kerja sejak laporan diterima. (21 Dalam hal hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menunjukkan uji coba Pengolahan Limbah 83:

    6. sesuai dengan Persetujuan Teknis Pengelolaan Limbah 83 untuk kegiatan Pengolahan Limbah 83, Menteri menerbitkan SLO kegiatan Pengolahan Limbah 83; atau

    7. tidak sesuai dengan Persetujuan Teknis Pengelolaan Limbah 83 untuk kegiatan Pengolahan Limbah 83, Menteri menyampaikan surat agar Pengolah Limbah 83 mengubah proses Pengolahan Limbah 83 yang termuat dalam Persetujuan Teknis Pengelolaan Limbah 83 untuk kegiatan Pengolahan Limbah 83. (3) Penerbitan SLO atau penyampaian surat sebagaimana dimaksud pada ayat (21 dilakukan paling lama 7 (tujuh) hari setelah verifikasi dilakukan.

      (4)

      sl,o (41 SLC) untuk kegia.tan Pengolahan Limbah 83 sehagaimana dimaksud pada ayat (21hurtr!'a rnerrjadi dusar dimulainya:

    8. kegiatan operasionai Pengolahan Linibah 83; dan

    9. penga,rzasan terheciap l.<el.aatan penanggung jawah Usaha dan/atau Kegiatan dalarn perizi,an Berusaha.

      Pasal 365
      (1)

      Pengolah Limbah R3 wajib memiliki penetapan pengher: , tian kegiatr: n .jrka berma-ksud :


    10. mengherrtikan Usaha dan/atau Kegiatan; at_au b' mcngubah perrggunaan atau mernindahkan lokasi dan/atau fasilitas ^pengolahan I-imbah 83. (2) Untuk mernperoleh penetapan penghentian kegiatan, Pengolah l,imbah 83 seba"g.airnana dirnaksrrd paCa a],at (1) wajib melaktrkarr pemuiihan f'ungsi Lingkungan Hirltip dalam hai terdapat Pencemara,n Lingkungar Hiclup, .lan harus mengajukan permrJrronan secara tertulis kepada Menteri. (3) Permohonan sebagairriana dimaksr_rd pada ayat (2) dilengkaoi dengan:

    11. identitas pemohon;

    12. laporan pelaksarraan ^pengoicrhar: Liinbah R3; dan latau c. laporan pelaksanaan pemuliharr fungsi Lingkungan Hrdup. (4i Menten setelah merre.i-irna I.,ermohcnan sebagairnarra dimal.: sud pada a-.rai (3i rnelakukan evaluasi terhadap permohonan dan rnenerbitkan penetapan penghentian kegiatan paling lanra 1C (sepuluh) hari ker3a sejak permohorrnn Citeri rna. Paragraf Paragraf 9 Penimbrrnan Lirnbah Bahan iJc'baha5'a clan Bei'acun Pasal 1156 (1) Setiap C)rang ),ang menghasilkan Limbah 83 melaksanakan Penirnbrrnan Lirnbah 83. rvajib 12) ^Dalarn ^hal setiap orang sebagaimana dimarrsud pada ayat (1) tidak mampu mela.l<ukan sendiri, penimbrrrrii, Limbah 83 diserahkan kepada ^penimbun Limhah 83. Pasal 367 (i) Penimbunern Lirrrbah 83 olcir pengh.asil Linerah E{3 sehagc.imana dimaksud .lalam Pasa'. 366 ayat (1) .1,...116 memiliki:

    13. Persetuluan Lingkurrga.n; dan

    14. Perizinan Berusaha. 12) ^Penirnbunan Lirnbah Bli sebagairnana dimaksurd paria ayat (i) dapat diiakukan pada fasilitas per.imbunan Linrbah 83 berupa:

    15. penirnbusan akhir:

    16. sumui'injeksi, (: . Ircnempat_an kembaii di area bekas tambang;

    17. bendunqan penarnpilng l,imbah tan-rhang; dal f ar"aw e. fasilitas Perrimbunan I-imbah 83 lain sesua.i dengan perkentballgan ilrnu pengetahuan darr tekrroloi,i. (3) Fasilitas Penimbunan Limbah 83 berupa penirnbusan akhir sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a terdiri atas fasititas perrirr^busan ai: hir Limbah B3:

    18. kelas I; b" kelas il; dan

    19. kela.s IIL (4) Terhadap (4) Terlrridap Lirebah }].3 kategor, 2 cietri surnber spesifik khusus yang rnerniliki tingk.rt kontarninasi radioaktif leoiir besar dr.ri atarr sarna dengan i Bq/crn2 (satu Becquerel per sentimeter pcrsegi) oar: r/atau konseritrasi aktiviras sebesar:

    20. i i3q/gr (satu l3ecquei-ei per gram) untuk tiap raditlnuklicia anggota cleret uranium dan t-horium; atau

    21. I C Bq.,/gr (sepuiuh Ber: qur,erel per gram) unruk kalium, dilakr-rkan peirirr.burnan paiing re.rrdah pacla fasilitas penimbusan airhil' I-irnbah tJ3 kt: las II sebagaimctna diinaksr.rcl pada avat (3) huruf b. (5) Ra.dionirklicla sebagaimana dimaksuc pada ayar. (41llrruf a mel.ipu-ti:

    22. Uraniurn-238 (U-2118):

    23. Plumhurn -2\r-\ (Pb-210);

    24. Radiurn-2'26 (-a-226|;

    25. kadiurrr-2 28 (Ra-228); e.'Ihorium-'228(Th-228);

    26. Thorium-23O (Th-23O);

    27. Thr-rrium-23t! (Tl,-'234); clan h. Polonium-210 (Po-2 r0). (6) Radionuklida Po16.ir--2iO (Po-210) setragaimana dimaksud pada ayat (5) hui-uf h hanya berlaku untuk pencntuan konsentrtrsi aktivitas radionuklida anggota deret urariium dan thoriurn pada Limbah 83 yang berasal dari kegiatan eksploitasi dan pengilangan gas bumi. (7i Limbatr - 3 berupa tailing dari kegiatan pertambangan yang mcmiliki tingkat kontaminasi radioaktif sebagaimana dimaksud pada ayat (4) capat ditempatkan pada fasilitas Penrmbrrnan Lirnbah 83 berupa bendungan penarrrpung I-imbirir rarnbang.

      Pasal 368

      Pasal 368 (1) Setiap Oranq -yang menS,,hasiikan Limbah E3 yang aKan melakrrka'r Penimbunan Limbah 83 p,ada iasilitas penimbusan akhir sebagaimana dimaksu,l d"lrrr pasal 367 ayat (2) ht".rrrf a wajib merakukan uji totaj konsentrasi zat pencemar sebelurn mengajukan permohonan Persetujuan Teknis pengelolaan Limba.h 83 rrntuk kegiatan Penirrhunan Lirnkiah 83, (2) Uji total konsenil'asi zat pcncimar sebaqailrra,ria cirnaksr.rd pada ayat (1) dilakuka; r pada laboratorium u.tj sebagailnana dirnaksucl Calarn pasal 279. (3) Setiap orang yang menghasilkan i-imbah 83 sebagairnara dimaksuC pada ayat (i ). a. '*'ajib mengajukan permohonan persetujuan ^'j'elrnis Pengelolaan Limlrah F33 rrnhrk penirrrbunan Lirrrbah E}3 pali,g lama 3o (tiga p,lutr) hari sr--jak uji total konsentrasi zat pencemar Limbah 83 selesai dilakrrkan; af-au b. dapat nrenyerahkan kepa-da penirnbun I-imhah .B3.


      Pasal 369

      (r ) Lokasi Penimbunan .I-irnbah 83 Lrarus rriernenuhi persyaratan 1,an g melipr_rtr:


    28. bebas barrjir;

    29. pernieabilitas tranati;

    30. r-nerupakan daerah yang secara geologis aman, starbii, tidak rawan berlcarra, dan di luar kawasan linrlung; dan

    31. tidak; nerupakan daerah resapan air tanah, terutama yang diguna-kan trntuk air rninurl. {.2'l Persyaratan permeabilitas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (i) huruf b tidak berlakrr untuk penimbunan Limbah R3 yang menggunakan fasilitas berupa:

    32. srlmur injeksi:

    33. ilelrempatan kcmbali di area bekas tambang;

    34. bendungan penampung Limbah tambang; d,anf atau d. fasilitas . -:

      (3)

      d fasilita,s Perlr: lbu.lar- Limbah El.j iain sesuai ,1s11ga, perkernbangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Perneeabilitas tanah sebaga.irnana dirnaksucl pada ayat (1) huruf b terdiri atas:

    35. pern'leahrilitas tanah yang merniliki nilai paling ban,rak lO'7 crnl<letik (sepr.rluh pangkat minus tu; uli senljmc: ter per derik), untuk fasilitas penimbusan akhir I-irr,bah 83 kelas I dan kelas II; dan

    36. perrneabilitas tanah yarlg merniiiki nirai palinq banyak I0-,; cm/detik (scpuluh pangkat minus iirni sentimetei per dctikl, unruk fasilitas penimbusan akhir Limbah ull ke: las III. Pasai 370 (1) Fasilitas Penimbunan Limi,ah El3 heirus memenuhi persyr-eratan yang meliputi :

    37. desain fasilitas:

    38. memihki sistc: tn pelapis )*a-ng dilengkapi dengan: L saiurarr untuk pengaturan aliran air perrrrr-: kaarr;

  174. penglunpular: air lindr dan pengolahannya;

  175. surnur parrtau; dan

  176. lapisan penutup akhir;

    1. rnemiiiki peraiatari pend.rkung penimbunan i,imbah 83 yar'rg paling sedikit terdiri atas:

  177. peralatan dar: . perlcngkapan uirtuk mengatasi l.-eaclaan dartrrat;

  178. aiat arrgkut urituk Penrmbunan Limbah 83; cian 3. alat pelinciirng darr keselarrratan diri; dan

    1. merniliki i"encana penrmbunan Limbah 83, pen.rtupan, dan pasca penutupan fasilitas Penirnbunan Limbah 83 (21 Persyaratan rnemilrki sistem pelapis sebagaimana dimaksud pada ay-at (1) hurtif b tidak berlaku untuk fasilitas Penirnbunan Limbah 93 berupa sumur inieksi danf atau penempatan di area bekas tambang.

      (1)

      {2) PRES lDEN REPUBLIK INDONESIA Pasal 37i Setrap Orang yang menghasiikan Limbah R3 wajib melakukan Pengolahan Limb,ah 83 sesuai rlengan ltanclar pelaks,anaan Pengolahan Limbah 83 sibargaimana dimaksud dalan Pasal 34it aanlatau- pasai 34s rrrrtuk Limbah 83 v.eng al<zrn diiakrikan penirnbunan cli fasilitas penimbusan akhir Lirnbah 83. Limbah E!3 sebagaimarria dimaksuct pada ayat (l) waj,.b ditimbr: n di fasilitas 1: enirrrbusar! akhir sesual hasil Lji total konsenLrasi zat pence[rar sebagaimana cirnaksti.J dalam Pasai 368. Pasal 372 (1) untuk dapat memiliki Fersetujuan Lingku.gan sebagarmana dirnaksud dal'rm l,asai 367 eyat (1) trur.uf a, Setiap C)rang ya,-ng menghasilkan Limhrah 83 wajib memiliH Persetr: .iuan Teknis pengelolr.,an Limbah 83 untuk kegiatan Penimbunan Limbah 83. (2) Setiap orang yang menghasilkan Limbah 83 sehagaimana dimaksud pada ayat {1) merrgajukan perrnohonan Perset'ujuan Teknis Pengelolaan Limbah 83 l<epacla Menteri, dilerrgka.pi dengarr persyaratan vang meliputi. a. rtama, sumber, karakteristik, da_n jumiah Limbah 83 yang akan clitinibun;

    2. rencana pembangunan fasilitas penrmbunan Limbah 83, bagi Penghasil Lirnbah 83 .rang belum memiliki fasilitas Penirnbunan Linnbah 83, yang rnemuat:

  179. desain dan rancang bangun iasilitas Penimbunan Limbah 83 dan tasilitas penciukung Penimbuna.n Lirnbah B3; dan

  180. jadwal pelaksanaan pembangltrlan fasilitas Penimbunan Limbah 83;

    1. dokumerr mengerar.i lokasi dan fasilitas penimbunan Limbah R3 sesuai dengan ketentuan sehagaimana <iimaksud dalam Pasal 3C: 9 dan pasai 37O;

    2. dokurnen melgenai desain, teknologi, metode, proses, rlan fsrsilitas Penimbunan i,imbah B-";

    3. prosedur e. prosedur Penimbunan Limbah 83;

    4. hasil uji laboratorium terhadap parameter Lingkungan Hidup;

    5. hasil uji laboratorium permeabilitas tanah untuk menentukan kelas fasilitas penimbusan akhir Limbah El3;

    6. persetujuan dari lembaga pemerintah yang melaksanakan urusan di bidang keamanan bendungan, untuk kegiatan Penimbunan Limbah 83 pada fasilitas Penimbunan Limbah 83 berupa bendungan penampung Limbah. tambang;

    7. rencana pembangunan dan/atau penSrediaan laboratoriurn uji Limbah 83 atau alat analisa laboratorium yang mampu mcnguji paling sedikit karakteristik Limbah 83 mudah meledak, mudah menyala, reaktif, korosif, dan/atau beracun; , j. rincian pelaksanaan penutupan fasilitas Penimbunan Limbah El3;

    8. Sistem Tanggap Danrrat berupa dokumen program kedaruratan Pengelolaan Limbah 83; dan

  181. tenaga kerja yang memiliki sertilikat kompetensi di bidang Pengelolaan Lirnbah 83. (3) Dokumen mengenai rencana pembangunan fasilitas Penimbunan Limbah 83 sebagaimana dimaksud pada ayat (21 huruf b disusun dengan memperkirakan total konsentrasi zat pencemar Limbah 83, bagi kegiatan Penirnbunan Limbah 83 pada fasilitas penimbusan akhir Limbah 83. Pasal 373 (1) Menteri setelah menerima permohonan Persetujuan Teknis Pengelolaan Limbah 83 untuk kegiatan Penimbunan Lirnbah 83 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 372 memberikan pernyataan tertulis mengenai kelengkapan administrasi permohonan Persetujuan Teknis paling lama 2 (dua) hari kerja sejak permohonan diterirna. (21 Seteiah permohonan dinyatakan lengkap, Menteri melakukan verifikasi paling lama 7 (tujuh) hari kerja. t3) ^Dalam ^hal ^irasil ^verifikasi ^s; ebagaimair.a dirnerksr: cl pada a1r at- (21 rneu,.ini r: k ran :

    1. pennohonan Persetuijuan Teknis menienuhi persyaratan, llenteri menerbitkan persetuiuan Teknis Perr.geiolaan l,inrbah B.l untuk kegiatan Penirnbunan i-irnbah Bll paling 1arna 7 (tu.iuh) hari kerja sejak liasil verifikasi diketahui; atau

    2. pr-'rniohonan Persetujuan Teknis ticlak mernenuhi pers.yaratan. Menteri merrolak pcrrnolronan Persr: LuJuan 'l'ekrrrs Pengelolaan Lirnoah tJ3 untuk kegia.tan Penimbunan Limbah ts3 paling le-una T (Lujuh) hari kcrja seja.li irasil verifikasi diketahui. rliserlai dengan eJasan pt: nolakan. Pasai 374 (1) Perset.u.lua; r Teknis Pengelolaarr Limbalr 83 untuk kegiatan Perrirrrbunan Linrbah 83 wajib diubah dalam hal terjadi perubahan terhadap persyaratan yang meliputi:

    3. nama dan karakteristik Limbah 83 yang ditirnbun; dan/atau

    4. desairr, teknotogi, metode, proses, kapasitas, dan/a1.au fasilitas Penimbunan Lirnbah 83. (2) Perrnoho: rrur perubahan Perserirjuan T'eknis sehagairnana ciimaksucl pada ayat (1) diajrrkan secara tertulis kepada Menteri paling lama I0 (seprlls6) hari, setelah terjadi perubahan. (3) Mentcri meiakukan evaluasi terhadap permohonan perrrbahan Perserujuan Teknis sebagaimana dimaksud padra. ayaL (2) lraiirig lana 10 (septrluh) hari kerja sejak perrnotronan perubahan Persetujuan Teknis drterima. (4) Dalam hal hasii evairta,si sebagaimana dimaksr.rd pada avat (3) rnenunjukkan:

    5. kesesut-Lran data, Ittlerrteri menerbitkan perubahan Persetujuan Teknis Pengelolaan L,irnbah 83 untuk kegiat-an Pen'.nrbunan L,imbah Bg paling lama 7 (tu; uh) irtrri kerja sejak hasil evaluasi diketah..ri; atau

    6. ketrdaksesuaian b. I; etj,lakseslraian ciata, I'{enteri menolak permohonan priruDahan Fersetujuarn Teknis pengelolaarr Limb,ah Ii3 untuk kegiatan PerrimbLlnan l,irnbah I33 paling lama 7 (tujurh) haiii kerja sejak hasil cvaluasi dikctahui, disertai clengan alasan penola.kan. (: l) Perubahan Pelsctr-rjuan Teknis sebagaimana dimaksu.l. pada airat (4) hur'-rf a rnenjadi dasar dalam perubahan Perset-uj uan Lingkungan. Pasai 375 (1) F'ersetujuarr'I'eknis Pengelolaan L,irnbah 83 untuk kegiatan Penimbunan Lim_balr 83 sebagaimana dimaksud dalam Pa,sal 373 ayat (3) huruf a, mernuat:

    7. idenritas perrrega,ng P,-rsetujuar: Teknis pengeioJaan Limhah Bl3;

    8. tanggai penerbitar: Persetujuan Teknisi peng.: loL; r.zirr Lirnbah 83;

    9. ke',vajibrrn pcrnegang Persetujuan Teknis pengeloiaan I-imbah 83 untuk kegiatan Peninrbunan Limbah }33, setellrl_. Perizirrarr Beru.saha terbit; dan

    10. persyararan ^t-eknis Perr,imbunan Lrinbah 83 yang meliputi:

  182. nama, surnber, dan karakteristik Linbah B3 l/ang ^aharr ^ditimbrrn;

  183. jumlah l,imbah 83 yarlg akan ditimbun dan kapasitas tasilit-as Penimbunan J,imbah 83;

  184. desa-in rancarrg bang.rn fasilitas ^penimbunan Lirrrbah 83;

  185. rincian Lata letal; dan rincian lokasi fasilitas Fenimbunan Linrbai: 83: 5 hasil uji ciari labor'atoriurrr ter.akreditasi Limbatr 83 yang akan ditimbun; t). uji la.boratorium terakreditasi untuk parameter kualitas lingkr-rngan ; 7 Sistent Tanggarp Darurat Limbair 83 benrpa dokumen prr)gram kedanrratan Pengelcllaan Linrbah R3; ctan 8. rincian d o.7a - Zlr, - 8. rincian pelaksanaan penutupan fasilitas Penimbunan Lirnbah Il3. (2i Kewajiban pemegang Persetulr.ran Teknis pengelolaan Limtlah Bll untuk kegiatan Penimbunan Lirrrbah 83 sebagaimana Cimakstid pada ayat (1) huruf c paling sedikit meliouti:

    1. melakurkan itlr_'i-rti{il<asi Limbatr }33 yang ditirnbun;

    2. rnelaksanakar, Penirnbunan Limbah B: l sesuai dengan st-andar Penimbunan Limtrah ts3;

    3. meiakrrkan pencatatan nama dan jurnlah L.irr,bah 83 yang ditinrbun;

    4. r,'ienyimpan Lirnbah 83 yang akan ditim.br: n i<e dalarrr tempat. Penyimpanan Lrmbah Bli;

    5. men5rusr-rn clan m.enyampaikan lapor.an pembanguna.n tasilitas Penimbunan Lirnbah F33, bagi Penghasii Lirnbah 83 yang belurn memiliki firsihtas Penimburra.n Limbah 83;

    6. menyr.rsurr da.n rnenyafirpaikern laporan Penimbunan Lirnbair B3;

    7. rnernilrki dan rnelaksanakan Sistem Tanggap Darurat berupa dokurnen program kedaruratan Pengelolaan Limbah 83; dan

    8. riremiliki tenaga kerja yang rnemiliki sertifikat kompetensi di bidang Pengelolaan Lirnbah 83. Pasa-l 376 (1) Penghasil Limbah 83 yang nrelakukan kegiatan Penirnbunan Limbah 83',vajib:

    9. melaksanakan kt: -wajibart sebagaimana tercantum dalam Persetujtran Teknis Pengelolaan Limbah 83 untuk kegiatan Penirnbunan Limbah 83;

    10. ntelakukan Penyimpanan Limbah 83 yang dihasiLkan di tempat Penyimpanan Lirnbah 83;

    11. melakukan Pcirirrrbunan Limbah 83 ]rang dihasilkann-r'a sesuai drtrlgan ketentuan dalam Persettrjuan Teklis Pengelolaan Limbah 83 untrrk kegiatan Perrlmblrnan Limtrah B{3; { {.i",it ; ' d. meir'.cnLrhi standar L^ngkungan Hidup dan/atau bak, rrrutrr I.,i,gkungan Hidup mengenai peiaksanaan l'enirnhrrnarr Lirnbalt BJ:

    12. rnenaab ljaku klr-,ci; Air I-imbah, jika urniritrLrrrittl r: .rengtrasilkan eiir. Lr,nbtrh;

    13. melakukan perragaran dan memberi tanda tempat Penimbrrnan l.imbah 83;

    14. melakukan pemantauan kualjtas air tanah dan nlenanggulangi Carnpak : regatif yang mungkin timbul akitrat keluarnS,a I-imbah B3 I<e l,ingkringan l{idu.p;

    15. r.neouLup bagian pahng atas trasilitas penimbunan Limbah 83;

    16. menyusurr lan ir1eflla,rrrpaikan laporan pemL'anguua.n fasiliias Peninebunan Lirr: hah 83, bagi Penghasrl Limbah 83 yang belum rneiniliki fasilitas Penintbur-tan [,imba]r 83;

    17. menyusun dan menyampaikan laporan penjr: abunan Limbah 83. vang mernu.at:

  186. riarna, sumber, j umlah, dan karakteristik Lirnbah - 3; dan peiaksanaan tsenirnbirnan Limbatr dihasilkanr-rya; ts3 yang k. memiliki dan melaksanakai: Sistern Tanggap Dantrat berupa Cokum.: n prcgrarn kedarurata_n ^pengelolaan Limbalr 83; Can l. rnerniljl<i tenaga kerja yang merniliki sertifikat kompetensr di [.,idane Pengelolaan Lirnbah BS. (.2) Kevt,ajib'an rnenutup bagian paling atas lasilitas Penimbunan Lim|rah 83 sebagaimaner d.imaksud pada ayat (1) huruf h rlilakukan jika fasilitas penimbunan Limbah 83 telah terisi penuh atau kegiatan Penimbunan I-imbah B3 sclesa-i dilakukan. (3) T-apo; an pembarrguflan firs'riitas Penimbunan Linrbah R3 sebagaimana- dimaksud pada ayat (1) huruf i disarnpaikan kepa<la Mentcri, secara bcrtahap pada kegia,tan: 2 I a. penetapa, iokasi ^penimbunair Limbah t33, Cengan tJilcngkapi kiuiin cenrnng pemen,han persl'aratan lokasi Lirn'uah R3 yarie leeliprrti:

  187. f.rebas baryir;

  188. permeabilitastanah;

  189. merupakan iaererh yang secara geologis a.m€ln, -tabil, tidak ravlail lrr: ncana. dan di ltrar ka,,asan iinrttrng; darr 4. tide-k meTlrprlkan daeratr resapan alr tanah, terutama yang digunakan untuk air rninum; dart b. pelaksanaari per-rrl-rangunan fasiiitas treni.mbrrnan l,imbah Et3. (4) Laprrran pelaksanaan pc.mbangunan fasilitas penimbrrnan Lirnbah R3 sebagaimana dimaksud pacla ayat (s) huruf b bagi fasihtas penimbusarr akhir Limbah 83, nremuat infbrmasi mengenai:

    1. sistem pelapis sesuai dengaLi, keias fasilitas 1: enirnhusan ^akhir ^Linrirah 83; dan

    2. hasil tes kebocoran, untuk fasilitas penimbusarr akhir Lirnbah BS kelas I dan kelas II. (5) Pelaporan secara bertahap disampaikan keparJa I{enteri, palirrg lambat 14 (empat belas) hari setelah selesainv-a kegiatan sebagaimana dimaksuo pada ayat t3) huruf cr dan hurui b. (6) Laporan Penimbunan Limbah 83 sebagairnana ciimaksud pada a5rat (1) huruf j dis.ampaikan kepada Menteri paling sedikit 1 (satu) kaii dalanr 6 (enam) bulan sejak Persetujuan Teknis Pengelolaan Limbah 83 diterbitkan. Pasal 377 (i) Berdasarkan lapo.'arr pemb?.ngunan tasilitas penimbunarr Lrmbah E!3 sebagaimarra dimaksrrd dalarn pasal 376 ayat (1) huruf i, Ment.-ri rnelal,: ulcarr rrerifikasi palirrg lambat 1O (sepuluh) hari kcrla sejak laporarr diterima. (21 Dalanr hal hasil '.,erifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) rnenunjukkan fia.silit.as Penimbunan L,irnbah 83:

    3. sesuat . h A PRES lDEN REPUBLIK INDONESIA a' sesuai clengan Persetujuan Te}-rris pengelolaan Linrbah 83 untuk kegiatan penimbunan LimLah 83, Menteri menerhitkan StO u,t,k kegiatan Penimburran t,imbah 83; atau

    4. tidak sesuai den-gan persetujuan Tekiris penqeloiaan Lirrbpir Ff3 urrtuk kegiarnrr penimbunr.rn Limbah ts3, Mente'i rnenyampaikan surat aga' pe^ghasii L,i,tbah R3 rnengr: bah rencarla tasilitas penimbunan Lirnbah 83 )'ang terrnuat dl,lam persetujr_ran Teknis Pengeiolaan Limbah B3 u^tuk kegiatan penirnbuna. I-inibah 83. (3) Penerbitan siLO atar: pcnyampaiarr strrat sebagaimiina dimaksud perda ayat (l) rlilakukan paiing rama 7 (tujuir) hari setelah verifikasi dilakukan. (4) sl,o untuk kegiatan Penimbrlnan Limbah 83 sebagaimarra dimal<sud g; ada ayat (21hu'rf a menjadi dasar climulainya:

    5. kegrat.an operasir: nai ^penimbunan Lirnbatr 83; Can b. pengar*'asan terherilap ketaatan penanggung jawal: Lls"rha danlatau Kegiatan calam pertzinan Berusaha. Pasai li7rJ. (1) setiapr orelng yang mcngtra.silkan Lrrnbah 83 yang relah memperoleh tsersr: tuiuan Teknis pengelolaan L,imbah 83 untuk kegiatan Penimbunan Limbah 83 wa; ib meraiiiki penetapan penghentrarr kegiatan jika bermaksud:

    6. menghentikan Usaha dan/atau Kegiatan;

    7. mengubah. penggullaan atau memirrdahkan lokasi dan/atau fasilitas Penimbunan Limbah 83: atau c. melakukan penutupan lasilitas penimbunan Limbah 83 karena fasilitas Penimbunan Limbah 83 telah penuh. (2i untuk memperolch penetapan penghe,tia,n kegiatan, Setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (l) l: nrus mengair-rlran permohonan seca.ra ter^tulis kepada ivlenteri, gubernur, ata.u bupati/r.','aii kcta sesuai kewenangan penerbitair Persertrjuarr Lingl<ungan. t (3) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayar 12) dilengkapi dengan:

    8. identitas pemohon; dan

    9. laporan pelaksanaan Penimbunan Limbah 83. (4) Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota setelah menerima permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) melakukan evaluasi terhadap permohonan paling lama 10 (sepuluh) hari keda sejak permohonan diterima. (5) Dalam hal hasil evahrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) menunjukkan:

    10. tidak terdapat Pencemaran [,ingkurrean Hidup, Menteri, gubernur, atau br-,pati /'uvali ktta sesuai dengan kerv,: nangann/a rnenerbitkan nr: netapan penghentian kegiatan Penimbunan Linrbah R3 paling lama 7 (tujuh) hari sejak hasil evaluasi diketahui; atau

    11. terdapat Pencemaran Lingkungan Hidup, pemohon wajib melakukan pemuiihan f urrgsr Lingkungan Hidup. (6) Penghasil Limbah 83 wajib melaprorkirn sil1'2r prnetapan penghentian kegiatan sebag.aimana Cirr.aksrrcl practa ayat (5) huruf a yang diterbitkan gubern..ir atau bupati/wali kota, kepada Menteri paling lambat 5 (lirna) hari kerja sejak surat ditetapkan. (7) Menteri menerbitkan penetapan perrgtre.,rtian kegiatan Penimbunan Limbah 83 paling lari,bat ,' (ti-ruk.) irari kerja setelah pemohon seiesai rneiakui.rrr pciliul; r,a.rr fungsi Lingkungan Hidup sebagainrana dirrrarsud pada ay'at (5) huruf b, yang dibuktikan dengan penetapan sraius telah selesainya pemulihan lahan terkontaminns:

    12. Pa'sal 37'l (1) Setiap Orang yang ri,?r^gl1: .: i, ^art'-,..^a': ,c.k. E3 : ,,rr-ig telah memperoleh pe r: 1.a: arr f.iei',gl: : r[i,: rri ^i<egiatan sebagaimana din,iiJrsud ,1,; iarrr Pasral ,??'8 n,i'at (5) huruf a dan ayat (7),*,ajib, melaksanakan pemantaur: Ln Llngkungan Hidup pada bekas lokasi Car: ,/ata-r firri.i,.; ; P,-ninebunan Limbah 83 yang telah mernr)e r-oleh : ,e,-etai; : r 1: t: ng,hentian kegiatan. ; rarlt-a; ar, PFTES IDEN REPUBLIK INDONESIA -J'11 - (2) Pernanrauan Lingkungci: l l-Iiciup sebagaimaria dirnaksurJ pada ayat (i) diiakuiran paling singkat:

    13. -10 (tiga puluh) tahun s.t: iak penetapan penghentian kcgiatr+-n diterbitkan, urrtuk I'asilitas penimbunan Limbah }33 be,-*g: a perrirnbusan akhir dan surnur injeksi;

    14. 10 (sepu!,hi tahun sejak pener_apan penghentla^ kegrata-n dit-erbitka,. untuk fasilit-as perrimbunan Lirnbah 83 berupa bendungan penamoung Limbah tambang; dan

    15. 5 (lrrna) taliurr sejak kegiatan penirnbuiran I-irnbah 83 ditientikan, untuk fasilitas ^penirnbunan Limbah ti3 berupa penempatan kemt-: ali di a_rea bekas tambang. (lj) Pemarrr: auan Lingkrrnga-n l{iclrrp sehagaimana,limaksurd pada aya.t Q) palirrg sedikit rneliputi kegiatan:

    16. pemantauan terhadap potensi kebocoran, pelindian, d.rniatau kegagalan fasrlit-as pe'imbunan Lirnbah E}3;

    17. pemantauan kuahtas Lingkungan lJidrrp cli sekitar Iokasi fasilitas Penimbunan Limbah 83; dan

    18. peiaporan hasii pernantauan sebagairra.na dimaksud pada hr_rruf a ^.-lan huruf b sccara berkala, Pasal 360 (1) Daiam hai setiap ora,g yang menghasilkan Limbah 83 tidak marnrn-r rnelakrikan sendiri penimbunan Lirrrbah 83 yang dihasilkalli-rya? Pc: nirnbr: nan Limbah 83 diserahkan kepada Penimbun Limbah El3. l2l ^Penyerahan ^Limbah t}3 kepada ^penirnbun Limbah 83 sebagaimana dirnaksud pada ayat (1) disertai dc'ngan bukti penyerahan Limbah 83. (3) salina.n bukti perrverahan Limbah 83 sebagairnana dimaksud u,itda- e.yat t2j disampaikan kepada Menteri paling lama 7 (tu.juhi ha.ri setelah penr.erahan Lirnbah 83.

      Pasal 381

      Pasal 381 (1) Untirk ciapat nrei.akuka.rl pcnimbunan Linrbah 83 yar: g diserahkan oleh setiap orang sebagaimana climaksud dalam Pasal 380, Peniribun Lirnbah R3 wajitl rnemiliki:


    19. Persctujuan Lrngkurrgan; dan

    20. Perizinan Berusatra- tli bicla,g usaha pengeiolaaan l-.irnbah Lr3. (21 Penirnbtrnan L.mbah I33 .ieh penimbun Linrbah 83 dilakukan pada fasrl; .r-as penimbusan akhir l.irnbajr 83 kelas I atau kelas 1l sesuai dr: ngan ketentuan sebagair: aana dimaksutl <lalam Pasai 36T ayat (3) huruf a darr huruf b. (3) Lrmbah El3 yang ciitirlbun sebagairnana clirnaksrrd pada ayat ^(2) rlapat berasal dari Limbah tJ3 yangdihasilkan oleh 1 (satui atau beberapa Penghasil Limbah BS. P.rsal 382 (1) Untuk dapat memiliki persetujuan Lingkr.rngan sebagaima.na dirnaksud dalam pasal 381 a,vat 1t) hrrn: .f a, Penimbun Limbah 83 'waJib memiliki persetujuan 'fekiris Pengeiolaa.n Limbal 83 untuk kegiatan perrimbunan Lirnbah B-?. (2) Penimburn Limbah R3 sebagaimana dimaksud pada avat (1) nrengajukan permohonan persetujuan Teknis Pengelolaan Limbah 83 kepada Menteri, ditengk.rpi dengan pcrsyaratan yang meliputi: a-. karakteristik dan .jurrrlatr Limbah B3 yailg akan ditimbun;

    21. rencana pembangunarr fasilitas ^penimbunan Limbah 83, yang rnemuat:

  190. desain dan rancang bangun fasilitas Peniinbunan Lirrrtralr. 83 dan fasiLii-as pendukung Penimbirnan l-irrrbah R3; darr 2. jadu,al pelaksanaari pembangunan fasilitas t cnirabunan Lirrr!: ah 83, c. : lci<ilmcn mengr-.nai lokasr dan fasilitas penimbunan Lrmhah 83 sesr: ai iengan ketentuan sebagaimana dimaksi-rd dalam Ptrsai 369 dan ^pasal 37O;

    1. clokumen t doktrlnen ntengenai ciesain, teknoiogi, meLode, proses, oali tasiiitas Fer.,irnbunan Lrmbah Bit; prosedur Penirrrtrurra.ri L imbah 83;

    2. perhitungan biaya cian mc,ciel keekonomian;

    3. hasil uji labo: -atorium terhadap paro_: neter i,i,gku,gan Hidup sesuai dengan je.is fasilitas Penimbunan LimLrah ,B3;

    4. brrkti kepemiiik-air atas ciana penjarnirran unttrk penrulihan frrngsi L.ing}: ungan Hidup;

    5. rencana pembang,lfl.rn dan/a[au penyediaarr latroratorium u.ji Linrbai'r lJ3 ya.g marnpLr rnerrgl,rli ualing sedikit karakteristik Limbah Lt3 inudalr meleclak, rnudah menyala, reaktif, korosif, dan/ar_au beracun:

    6. Sisten-r T'a-nggap Da.rurat berupa dokurnen program kedaruratan Pengelolaan Limbah 83; darr k. tenaga kerja yang merniliki ser.tifikat kompetensi di bidang Perrgelolaan Limbah 83. (3) Dokumen mengenai rencana pernba; rgunair fa.silitas Peniinbunan Limbah 83 sebagaimiina dimaksud parla avat (2) hrrruf' b disusun dcngan memperkirakan total konserrtrasi zat pencemar Limbah 83. Pasal 383 (1) Menteri setelah mr: nerima permohonan persetujuan Teknis Pengelolaan Limbah 83 unurk kegiar.an Penimbunan Limbah B3 sebagaimana dimaksr-rd dalam Pasal 382 memberikarr pernyataan tertulis mengenai kelengkapan administrasi permohonan persettrjuan 'feknrs Pengelolaan Lirnbah 83 paling lama 2 (dua) hari kerja scjak pcrmohonan drterrlna. (21 Seteiah frerrrrohonan dinyatakan lerigkap, IVienteri melakukan'rerifika-si paling laina 7 (tujuh) ha'i kerja (3) Dalarn hal hasil veritikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) rnenunjukkan: d e SK |rlo 084782 A a. l)errrrohonan Persetuijuari Teknis memenuhi pcrsyarafan Menteri nrenerbitkan persetujuan 'l'eknis Pengelolaan Limbah B3 unturk kegiatarr Penimbr: nan Limbah 83 paling larna 7 (r.u.iurhl rrari kerja sejak hasii verifikasi diketahui; atau perrnohonan Persetujuan Teknis tidak memenuhi persyaratan, llenteri menolak permohonar Perseturjuan 'I'eknis Pengelolaan Limbatr Ri.t unr.uk kegiatan Penimbunan Limbah BS paling lamar Z (tujuh) hari kerja sejak hasil verifikasi diketahui, disertai rlengan alasan pcnolakan.

      Pasal 384

      (r ) Persetujuan Teknis Pengelolaan Limbah 83 untrlk kegiatan Penimbunan Linrbah 83 walib dir-rbah clalanr hal terjadi perubahan terhaclaD persyaratan yang rnehputi:


    7. karakteristik l,imbah 83 yang ditimbun; dan ,ratar.r b. tlesain, teknologi, metode, proses, kapasitas, oanf atau fasilitas Fenirnbunan Limbatr 83. (2) Permohonafl perLlbahan Persetujuarr Telrnis sebagaimana dimaksuci pada_ ayat (l ) diajukan secara tertrrlis kepada Menteri paling la,rna 10 (sepuluh) hari, setelah ter-jadi perubahan. (3) Menteri rnelakrrkan evaluasi terhadap per: nohonan perubahan Persetujuan Teknis sebagaimana dimaksuri pada ayat (21 paling iama 10 (sepuluh) hari kerja sejak permohonan perubahan Persetuiuan Teknis cirterima (4) Dalam hal irasil evaluasi sebagaimana dirnaksud pada ayat (3) nrenunjukkan:

    8. kesesuaian data, Menteri menerbitkan perubahan Persetu; uan Teknis Pengelolaan Limbah 83 untuk l<egiatan Penirnbunarr Limbah BJ oaling lama T {tujuh) ^hari ^kerja ^sejak hasil evaltra_si diketahui; atau

    9. ketidaksesuaian data, Menteri menolak permohonan perubahan Persetuj,; an Teknis pengelolaan Limbah 83 untuk kegiatan Pcnimbr-rnan Limbah 83 paling Jama ^'7 (tujuh) l: ari kerja sejak hasil evaluasi diketahui, dist.; tiri dengan alasan petiolakan. b (5) Perubahan 1 (5) Perubahan Persetulua-n Teknis sebctgaiman: . dirnaksu,l pada ajral- (4) huruf * tnen-iadi clasar dalam perubahan Persetuju an Lingkungrur. Pasai 385 (1) Persetujuan Tekrris Pengeiolaan Lnnbah 83 unr.uk kegiatan Penimbunan l.,imbair 83 sebagarmana dimaksud dalaia Pasal 1383 a1'at (3) trurtif a memuat: a" identitas pemegang .Persetujuan Teknis pengelolalln I-imbah 83:

    10. ta,ggal pene.bitan ^perseti-rjrra, Teknrs pengelolaan Limbah t33;

    11. kewajiban pcnloga'g Pcrsetujuan Teknis pengeloiaan Linrbah 83 u.tuk kegiatan penirnbunan Limba.l: 83, setelah Perizinan Beru",aha terbit; <ian d. persvaratan reknis Penimbunan Lirrrbair Bli J,ang melipirti: L. karakteristik Liirrbah 83 yang akan clitimbrrn;

  191. jumiah Limbah 83 yang aka.n ditimbun clan kapasitas fasilitas Penimbunan Limbah Rl};

  192. desa.in rancang bangun fasilitas penimbunan Lirnbah 83;

  193. rincian tata letak dan rincian lokasi fasilitas Penirnbunan l"irnbah 83;

  194. hasil uji dari laboratorium terakreditasi untuk Limbah ts3 yang akan ditimbun; 6 uji laboratorium terakreditasi untuk parameter kualitas lingkungan;

  195. Sistem Tanggap Danrrat Limbah B3 berupa dokumen prugram kedarurra.tan pcngelolaan I-imbah 83; dan

  196. rirrcian pelaksa; -raan penutupan fasilitas Peninibunan Limbah BS. (2) Kewajiban p€rrefc.r,e Perserujuan Teknis pengelolaan Limbah R3 untuk !<egiatan Penimbunan Limbah El3 sebagarimana dimaksud pacla lryat (1) huruf c meliputi:

    1. melakrrkan I a. rneiakukan ideniifikasi Limbah tJ3 -va.r: rg ditimbun;

    2. melaksar: akaLir Penimltunan L,imbah ; 13 sesuai dengan srandar Penirnbunan Limbah 83:

    3. melakukarr pencatatan nama dan.jr-rmlah Limbah 83 yanp, Jitimburr;

    4. menyirnpan Limbali Rli )ra]lg akan ditimbun lce dalam ternpat Penyimpanan Limbah 83;

    5. menirusLln dan tnenyanlpaikan laporan pembangrlnan fasiUtas Peirimbuna,n Limlrah 83;

    6. menJrusun dan menyampaikan laporan penimbunan Limbah B3;

    7. rriemrliki dan melaksanakan Sistem Tanggap Dar urat berurpa dokurnen program kedaruratan pengelolaan Limbah 83: dan h. memiliki tenaga kerj: r yang mer.riliki sertifikat kornpetensi di bidang Pengelolaan Limbah 83. Pa.sal 386 (li Penimbun Limbah E}3 wajib:

    8. rnelaksa.rrakan l^: ev,,ajiban sebagaimana tercantura dalam Perseruiuarr Teknis Pengelolaari Lirrbah 83 untuk kegiatan l)enimbunan Limbah 83;

    9. melakukan Penyinipanan Limbah R3 yang dihasilkan di t-enrpat Penyrmpanan Limbah 83;

    10. melakukan Penimbunan Limbah 83 y-ang dihasilkannya sesuai dengari ketentuan dalarn Persctujuan Teknis Pengeloiaan Limbah 83 urttuk kegiatan Penimbunan Lir: nbah 83;

    11. memenuhi standar Lingkunga n Hidup dan./ atau bak ur .l-nut.ll Li n gk urn gan Hidup niengenai pelaksana.lll Penirnburran Limberl: 83;

    12. r'nenaati Baku Mutur Air Limbah, jika penimhrunan menghasilkan air l-imbah;

    13. rnelakukan penlagaran dan memberi tarrda teinpat Perrimbunan i,imbah ii3;

    14. melakukan t melakukan pemarrtauan kualitas a!r tanah. d.an menai'rggulairgr dampai: negatif yaltg : nungkin tirnbul akibat keluarnva ^t",imbah 83 ke Lingkungan I{idrrp; rrenrrrup bagian paling atas frtsilitas penirrbusan akhi,.'Limbah 83; rnerlvusu.rr dan rlenyarilpaikan lapcr,an pembarr3unan fasilitas Penimbunan J.,imbah 83; rlan n'len.r'usun dan rnerryamoaikar: Iapora_n pen: mbunan I.itrtbah R3, yang rnem.tiat:

    15. rro.Jlrrh, sr: lnber, jurnlah, cian kar: akteristik Limbuir 83; dan pelaksanaan Perrimbunan Limbah dihasilkann.,/{). 83 ),ang (21 Kewajiban menutup bagian paiirrg atas fasilitas penirnbusan akhir sebagaimnna dirnaksrrc pacJa aya-ri. (1) hur^uf h .'lili+.irnkan jika fasiirras peniri: rll.rsan akhir Lirnbah 83 tciatr terisi perruh atau iregiaian peninrbunan Limbah 83 -selesai dilakrikan. (3) Laporarr pembangu,an fasi.litas Fenirnbunan Limbah B3 sebagaimana dimaksud patia ayat (1) hurtrf i disu.mpaikan kr: pada lrlenteri, !; eca: a beriahap pada kegiatan. a. perietapan lokasi Perrimbunan Limbah 83, dengan dilerrgkieoi kajian tentang pemenuhan pels'raratan lckasi Limberh 83 yang rneliputi: bebas banjir; permeabilitas tanah: inenrpakan daerah yang secara geologis €..irt&rl, stabil, tidak rawan bencana, Can cii luar kawasan linchrng; dan tidak merupakan daerah resapan air ta,rah, terutama yang dipS.rnakan untuk air minurn; dan pelaksanaan penrbanS; unan fasilitas penimbunan Limbah E}3. o b h I J 2 1 I 2 .f 4 b (4) l,aporan . ; r?; PFIES IDEN REPUBLIK INDONESIA l4l Laporair pelak-sana.a.rr pernban€pinan fasihtas penirnhunan Limbah 83 sebagaimana dirnaksud pada ayat (.ii truruf b bagi fasilitas penimhtrsarr akhir Limbah 83, rnemuat informasi r: rengen a_i:

    16. si.; t-en". pela.pis sesuai dengan kelas fasilitas penitrrbusal akhir i-irrrbqh 83; dan

    17. hasii tes kebccoran. unt-ul< fasilitas pcnirnbusarr akhir Limbah 83 keias I dan kelas II. (5) Pelaporan secarA bertahap disampaikan kepada Menteri, paling lambat i4 (ernps.r. belas) hari setelah selesainva kegiatan sebagairnana clirrraksud pada ayat (3) huruf a,ian huruf b. (6) Laporan Penirnbrlnan Limbab R3 sebagairnana dimaksuci pacia a5,at (1) hunrf j disampa.ikarr kepada Menteri paling sedikit 1 (satu) kali rlalam 6 (enam) bularr sejak Persetu3uan'Teknis Pengelclaan Lrmbah 83 diterbrtkan. Pasai iJ87 (i) Berdasarkan iapora.n prl1n[angunan fasilitas penimbunan Lirnbah 83 sebagaimana dimaksud daiam pasal 386 ayat- (4)', lvlenteri meiakukan uerilikasi paling larnbat 1C (sepuluh) hari sejak laporir.n riiterima (.'2\ Dalam hal hasii verifikasi seoagaimana dirnaksud pada ayat (1) menunjrrkkan fasilitas PenirnL.unan Limbah 83:

    18. sesuai derrgan Persetujuan Teknis pengele.laan Limba.h 83 untuk kegiatan Penimbunarr Limbah 83, lvlenteri menerbitkan SLO untuk kegiatan Peninr.bunan Lirnbair ts3; atau

    19. tidak sesua-i dengan Persetujuan Teknis pengelolaan Limbah 83 untuk kegiatan Penimbunan Limbah 83, Menteri rnenyampaikan surat agar ^penimbun Limbah B3 rnengubair rcncerna fasilitas Peninibunan i,imbah 83 yang tet'muat_ dalanr Persetujuan Teknis Pengeiolaan Limbah 83 unt-rrk kegiatan penimbunan Limbakr E}3. (3) Penerbitan SLO atau penyamparan surat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ciilakukan paling lama 7 (cujuh) hari setelah veritikasi dilakukan. (41 SLo (4) SLo untuk kegiartan penimbunan Limbatr 83 sebagaimana dirnaksud pada ayat (2) hurui a menjadi dasar climulainya:

    20. kegiatan operasional ^pcn,nbunen l,irrrbah [J3: dan b. penElawasan teriiadap ketaatan penanggung jawab Usaha cla,/ata-u Kegia&^n dalanr perizinan Berusaha. (i) pasal 3gg Penimbun Limbah I]3 yarrg telah men2peroretr persetujuan Tekrris Pengeioilrar! Limbah 83 untuk kegiatan Pertimbunan Lirnbah FJ3 .,vajib inenailiki perr€tapa.n penghentian kegiatan jil; a bennaksud:

    21. menghentikan Usaha dar,.i atatr Kegiat.an;

    22. merigr-rbah pellg[+rnaan aLau mernindal: ka= iokasi clan/atau fasilitas ^penrmbrrnan Lirnbah 83; atau

    23. rnelakrrkan penutupan fasilitas penimbunan Limbah B3 karena fasilitas Peni: nbunan Limbatr 83 tclah penuh. (21 Untuk nrenrperoleh penetapan penghentian kegiatan, Penimbun Limbah Ei3 sebagairnerna dimaksud pada ayat (1) wajib rrrelakukan perrulitran fungsi Lingkurigarr Hidrrp dalam hal terjaCi Pencemaran L,ingkungan Hidup, dan harus mengajukan permohonan secarri terttilis l<epacla Menteri. (3) Pcrmohonan penerapan penghentian kegiatan sebagaiinana dimaksud pada a1'at (2) dilengkapi dengan:

    24. identitas pernohon:

    25. laporan pelaksanaan Penimbunan Limbah 83; dan/atau

    26. laporan pelaksanaan pcrnulihan fungsi Lingkungan Hidup. (4) Mcrrteri setelah meirerima permr-lironan seba,gaimana dimaksucl pada ayat (3) rnclakr.r.kan eveJuasi rerhadap permohonan da-n menerbitkan pencrapan perrghentian kegiatan palirrg lama 1U isepuluh.i hari kerja seja.k perlnohcnan diterima.

      Pasal 389

      Paragraf 10 Dumping (Pembuangan) Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Pasal 389 (1) Penimbun Limbah 83 yang telah memperoleh penetapan penghentian kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 388 ayat (a) wajib melaksanakan pemantauan Lingkungan Hidup pada bekas lokasi dan/atau fasilitas Penimbunan Limbah 83 yang telah memperoleh penetapan penghentian kegiatan. (2) Pemantauan Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling singkat 30 (tiga puluh) tahun sejak penetapan penghentian kegiatan diterbitkan. (3) Pemantauan Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit meliputi kegiatan:


    27. pemantauan terhadap potensi kebocoran, pelindian, dan/atau kegagalan lasilitas Penimbunan Limbah 83;

    28. pemantauan kualitas Lingkungan Hidup di sekitar lokasi fasilitas Penimbunan Limbah 83; dan

    29. pelaporan hasil pemantauan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b secara berkala. Pasal 390 Setiap Orang dilarang melakukan Dumping (Pembuangan) Limbah 83 ke media Lingkungan Hidup tanpa Persetujuan dari Pemerintah Pusat. Pasal 391 (1) Setiap Orang untuk dapat rrrelakukan Dumping (Pembuangan) Limbah 83 ke media Lingkungan Hidup wajib memiliki Persetujuan dari Pemerintah. (21 Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa Persetujuan Teknis untuk kegiatan Dumping (Pembuangan), dan menjadi dasar dalam penerbitan Persetujuan Lingkungan.

      (3)

      Setiap (3) Setiap Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pihak yang pertama kali menghasilkan Limbah 83. (4) Persetujuan Teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan untuk kegiatan Dumping (Pembuangan) Limbah 83 ke media Lingkungan Hidup berupa:

    30. tanah; dan

    31. laut. (5) Persyaratan dan tata cara permohonan dan penerbitan Persetujuan Teknis untuk kegiatan Dumping (Pembuangan) Limbah El3 ke media Lingkungan Hidup berupa tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (41huruf a dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Penimbunan Limbah 83 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 366 sampai dengan Pasal 379. Pasal 392 (1) Limbah 83 yang dapat dilakukan Dumping (Pembuangan) Limbah El3 ke media Lingkungan Hidup berupa laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 391 ayat (a) huruf b berupa:

    32. tailing dari kegiatan pengolahan hasil pertambangan;

    33. serbuk bor dari hasil pemboran Usaha dan/atau Kegiatan eksplorasi dan/atau eksploitasi di laut menggunakan lumpur bor berbahan dasar sintetis (sy nthetic-b ase d mudl ; dan

    34. serbuk bor dan lumpur bor dari hasil pemboran Usaha dan/atau Kegiatan eksplorasi dan/atau eksploitasi di laut menggunakan lumpur bor berbahan dasar air Qtater-based mud). (21 Terhadap Limbah E}3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilakukan netralisasi atau penurunan kadar racun sebelum dilakukan Dumping (Pembuangan) Limbah 83 ke laut.

      Pasal 393

      Pasal 393 Untuk memperoleh Persetujuan Teknis untuk kegiatan Dumping (Pembuangan) ke laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 391 ayat (4) huruf b, Setiap Orang yang menghasilkan Limbah 83 harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Menteri. Pasal 394 Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 393 dilengkapi dengan persyaratan yang meliputi:


    35. identitas pemohon; dan

    36. dokumen kajian teknis Dumping (Pembuangan) Limbah 83 yang paling sedikit meliputi keterangan mengenai:

  197. nama, sumber, karakteristik, ^jenis, ^jumlah, dan debit Limbah 83 yang akan dilakukan Dumping (Pembuangan) Limbah 83;

  198. studi pemodelan Dumping (Pembuangan) Limbah 83: a) untuk kegiatan di sektor pertambangan, memperhatikan keberadaan termoklin permanen dan kedalamannya; dan b) untuk kegiatan di sektor minyak dan B&S, memperhatikan angin musim;

  199. lokasi tempat dilakukannya Dumping (Pembuangan) Limbah E}3 dilengkapi dengan peta lokasi Dumping (Pembuangan) Limbah E}3;

  200. diagram alir proses pengolahan Limbah yang akan dilakukan Dumping (Pembuangan) Limbah E}3;

  201. rona awal laut, biota laut, dan sedimen;

  202. studi pemodelan untuk Limbah 83 yang akan dilakukan Dumping (Pembuangan) Limbah 83;

  203. hasil uji dari laboratorium terakreditasi: a) untuk kegiatan dari sektor minyak dan B?S, meliputi parameter:

    1. toksikologi Lethal Concentration-SO (LCso) 96 (sembilan puluh enam)jam;

    2. total 2) total konsentrasi logam berat;

    3. total petroleum hidrokarbon (TPH); dan

    4. poli aromatik hidrokarkon (PAH); b) untuk kegiatan dari sektor pertambangan, meliputi parameter:

    5. toksikologi Lethal Concentration-SO (LCso) 96 (sembilan puluh enam)jam; 2l total konsentrasi logam berat; dan

    6. teratogenisitas;

  204. komposisi bahan kimia dalam lumpur bor;

  205. peta batimetri, daerah sensitif, alur pelayaran, dan daerah terlarang terbatas; dan

  206. Sistem Tanggap Darurat berupa dokumen program kedaruratan Pengelolaan Limbah 83. Pasal 395 (1) Lokasi tempat dilakukan Dumping (Pembuangan) Limbah 83 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 394 huruf b'angka 3 harus memenuhi persyaratan yang meliputi:

    1. terletak di dasar laut pada laut yang memiliki lapisan termoklin permanen; dan

    2. tidak berada di lokasi tertentu atau di daerah sensitif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Dalam hal tidak terdapat laut yang memiliki lapisan termoklin permanen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, lokasi tempat dilakukan Dumping (Pembuangan) Limbah 83 berupa tailing dari kegiatan pengolahan hasil pertambangan harus memenuhi persyaratan lokasi yang meliputi:

    3. terletak di dasar laut dengan kedalaman lebih dari atau sama dengan 100 m (seratus meter);

    4. secara topografi dan batimetri menunjukkan adanya ngarai dan/atau saluran di dasar laut yang mengarahkan tailing ke kedalaman lebih dari atau sama dengan 200 m (dua ratus meter); dan PRES lDEN REPUBLIK INDONESIA c. tidak aia fenonlcna u.p-welling. (3t Dalanr hai tidak terdalrat laut yairg metniliki [apisan termoklin permanen sebagaimana dimaksud pada ayar_ (1) hunii a, l.kasi tem.at ciilakr,kan Dumping (pembrrangan) Limbr.li [}3 Lrerupa serLuk bor- dsn lurrrpur bor clari hasil pemboran usaira clan,i atar: Kegiatan eksplorasi dan latau eksploitasi di laut sebir-gairriane dirnaksud tiaiarrr Pasal 3912 ayat (l) hr.rruf b dan huruf c harus memenuhi persyaratan:

    5. tcrletak di latri dengan kedalarnan lebih dari atau sama ciengan 50 nr (iirna puluh rneter); dan

    6. dampaknya berar-la dr dalarn radius lebih keuil dari atarl salna dengan 50C nr (lirna ratus meter) dari lokasi penrboran di laut. (4) Limhah IJ3 berupa serbuk hor dan lumpur bor darj hasil rremboran Usalra dan/atau kcgiata: r eksplorasi clan/atau ekspioita.si cli laut st-'bagarrnanu dimaksud dalarn pasal 392 ayat (1) huruf h dan hrrruf c yang dapat dilakukan Dumping (Pernbuangan) Lirnbah BJ ke lokasi sehragainrana dimaksud pada tryat (1), ayat (2), dan ayat (3) merupakarr Lirr,bah R3 lrang tidak memiliki kanciungan hidrckarbcrr. Pasal 396 Dokumen prograri kedaruratan Pengeltrlaan Lirnnah 83 sebagaimana dirrraksud daiam Pasal 394 huruf b angka 10 paling setlikir memuat:

    7. organisasi;

    8. idencifikasi. pengalltifan, dan pelaporan. c. prosedrrr penanggulangan; dan

    9. jenis dan spesifik,lsi peralatalr. Pasal L?97 (i) Menteli setelah irre,ter{fiia permohonan sebaga-imana dimalrsud dalam Pas; rl 3ga. memberikan prern',,ataan tertrrtis r'lni-ngenai kelengka.p"n administresi permohonan palir-"g la.T,ii 2 (ciua) hari kerja sejak pcrlnohonan diterima.

      (2)

      Setelah -').92 - (2) Setelah pennohonan ,: .linyatakan lerrgkap, Men,.eri melakukan verifik'asi paiing lama 7 (tujr.h) hari kerja. (3) Dalam tral hasil verifikasi sebagaimana ciimaksud pa_da ayat {21merrunjukkan:

    10. perrnohonan memenuiii pt.rsyaratan, Menteri naenerbitkan Persetuiu,an Teknis untuk kegialan f)urr^ping (Pembuangan) Limbah 833 palirrg lan,a 7 f tujr.lhi hari kerja sejak hasil ven{ikasi diketahui: atau b. permohonarr ticjcrk meinenuhj persyaratan, I{enteri menolak perrrroh; nan Persetujuan Teknis un[uk kegiatan f)umprng ^(Pernbruangan) Limbah 83 paling lamal ^'/ ftujuhl hari kerja sejak hasil verifikasi diketahui, disertai dengan alasan penolakan, Pasal 398 11) ^Pemcgang Persetujuan 1'eknis untuk kegiatan Durnprng (Pemhr-rarrgan) t-imt ah 83 wajib mer: gajukan perubaha.rr perserujuan jika tedadi perubahan terhaCap persyaralan yang melii.ruti:

    11. identi*.asper; rc; hcn;

    12. akta pendiriarr bacian hukum;

    13. narna, sumber, harakteristik, jenis, jumlah, dan clebit Limbah 83 Szang dilak,rkan Dumping (Pembua-ngan) Linrbah 83; dan f atant C. rneL<ide dan tata cara Durnping (Pembuangan) Limbah 83. (21 Permohonan perubahan Persetujuan Teknis untuk kegial-an Dunrpirrg (Pernbuangan) Limbah 83 diajukan secara tertulrs kepada Menteri paling lama 7 (tujuh) hari setelah terja.di perubah:

    14. (3)

      Permohonan pettrbahan Persetujuan Teknis untuk kegiatan Dumping ^lPcrrrbuangan) Limbah 83 sehragaimana dimaksud pacla aya.t ('2| dilengkapi dengan dokunren yang menunjukkan perubahan terhadap persyaratan sebagaime-Lna dimal.-sud pada a.yat (1).

      (4)

      Menceri (4) Menteri melakukan evaluasi terhadap p.r-oho.r"r, perubahan Persetujuan Teknis untuk kegiatan Dumping (Pembuangan) Limbah E}3 paling lama 1O (sepuluh) hari kerja sejak permohonan perubahan Persetujuan Teknis diterima. (5) Dalam hal hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) menunjukkan:

    15. kesesuaian data, Menteri menerbitkan perubahan Persetujuan Teknis untuk kegiatan Dumping (Pembuangan) Limbah E}3 paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak hasil evaluasi diketahui; atau

    16. ketidaksesuaian data, Menteri menolak permohonan perubahan Persetujuan Teknis untuk kegiatan Dumping (Pembuangan) Limbah 83 paling lama 7 (tujr: h) hari kerja sejak hasil evaluasi diketahui, disertai dengan alasan penolakan. Pasal 399 (1) Persetujuan Teknis untuk kegiatan Dumping (Pembuangan) Limbah 83 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 397 ayat (3) huruf a dan Pasal 398 ayat (5) huruf a paling sedikit memuat:

    17. identitas pemegangpersetujuan;

    18. tanggalpenerbitanpersetujuan;

    19. persyaratan Lingkungan Hidup; dan

    20. kewajiban pemegang Persetujuan Teknis untuk kegiatan Dumping (Pembuangan) Limbah E}3. (21 Persyaratan Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c paling sedikit meliputi:

    21. melakukan netralisasi atau penurunan kadar racun Limbah 83 yang akan dilakukan Dumping (Pembuangan) Limbah 83; dan

    22. melakukan Dumping (Pembuangan) Limbah 83. (3) Kewajiban pemegang Persetujuan Teknis untuk kegiatan Dumping (Pembuangan) Limbah 83 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d paling sedikit meliputi:

    23. melakukan identifikasi Limbah 83 yang akan dilakukan Dumping (Pembuangan) Limbah 83;

    24. rz,eiakukan perlcatatan narna dan jlrmlah l,iurbah 83 J,ang ^akan ^diiakukan liumping ^(Pembrrangan) Limbah B3;

    25. nrela.kukan pemantauan kualitas air iaul patJa titik penaatan;

    26. nlerryllsun darr rnenyampaikan la.poran pelaksanaan Dumprng (Pernbuangan) Limbah 83;

    27. rnemiliki dan melaksan.akarr Sistem'farrggap Darurat berupa- dokunren program kedaruratan Pengelotaan Limbal, 83; da.n f rnemrliki tenaga ker; a yang merniliki sertifikat kompetensi di bidang t)engelolaan Limbah B3. Pasal 4OO (1) Setelah Persetujuan Teknis untuk kegiatan Dumping (Pembuangarr) Limbah 83 terbit, pemegang Persetujuan Teknis wajib a. melaksanakan kewajiban sebagaimana te.rcarrtum clalam Persetujuan Teknis untuk kegiatan Dumi,,ing (Pembuangan) I-imbah R3;

    28. rnelakukan netralisasi ata-u perrurunan kadai- racun untuk L)urnping (Pemhuangan) Limbah 83 bempa tailing;

    29. melerkukan penurlinan kanclrlrrga.n hidrokarbon tcf-al terhadap Liml>ah 83 untuk Dumping (Pembuangan) Lirni: ah Ei3 bet'upa serbuk bor dan lurnpur bc''r;

    30. memerruriri komposisi Limbah 83 yang akan Ciiakukan Dr: mpirrg (Pembuangan) l,imbah 83. e. rnelakukan pernantauan terhadap Campak lirigkurrgan ,lari pelaksanaan Dumping (Pemtruarrgan) Lirn bah E3;

    31. menyusun dan menyanrpaikan laporan pr: laksanaan Dumpirrg (Pernbuangan) Limbah B3;

    32. ^,nenrrlikr dan rnelaksar,akan Sistem Tanggap l)arurat L,errrpa drikumen program kedaruratan Pengeloiaan Limbah 83: da.n h. memiliki h. memiliki tenaga kerja yang memiliki sertifikat kompetensi di bidang Pengelolaan Limbah 83. (2) Laporan pelaksanaan Dumping (Pembuangan) Limbah E}3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f paling sedikit memuat:

    33. nama, sumber, karakteristik, jumlah, debit dan volume Limbah 83; dan

    34. pelaksanaan Dumping (Pembuangan) Limbah 83 yang dihasilkannya. (3) Laporan Dumping (Pembuangan) Limbah E}3 sebagaimana dimaksud pada ayat (21 disampaikan kepada Menteri paling sedikit 1 (satu) kali dalam 6 (enam) bulan sejak Persetujuan Teknis untuk kegiatan Dumping (Pembuangan) diterbitkan. Pasal 401 Setiap Orang yang menghasilkan Limbah 83 yang telah memperoleh Persetujuan Teknis untuk kegiatan Dumping (Pembuangan) Limbah 83 wajib memiliki penetapan penghentian kegiatan jika bermaksud:

    35. menghentikan Usaha dan/atau Kegiatan; dan/atau

    36. mengubah penggunaan dan/atau memindahkan lokasi Dumping (Pembuangan) Limbah 83. Pasal 402 (1) Untuk memperoleh penetapan penghentian kegiatan, Setiap Orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 401 harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Menteri. (2) Permohonan penetapan penghentian kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan:

    37. identitas pemohon; dan

    38. laporan pelaksanaan Dumping (Pembuangan) Limbah E}3.

      (3)

      Menteri setelah menerima permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (21 melakukan evaluasi terhadap permohonan dan menerbitkan penetapan penghentian kegiatan paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak permohonan diterima. Paragraf 1 1 Pengecualian Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Pasal 403 (1) Limbah E}3 dari sumber spesifik dapat dikecualikan dari Pengelolaan Limbah 83 berdasarkan Peraturan Pemerintah ini. (2) Untuk dapat dikecualikan dari Pengelolaan Limbah 83 sebagaimana dirnaksud pada ayat (1), Setiap Orang yang menghasilkan Limbah 83 dari sumber spesifik wajib melaksanakan uji karakteristik Limbah 83. (3) Uji karakteristik Limbah 83 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan secara berurutan. (4) Uji karakteristik Limbah E}3 sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi uji:

    39. karakteristik mudah meledak, mudah menyala, reaktif, infeksius, danf atau korosif sesuai dengan parameter uji sebagaimana tercantum dalam Lampiran X yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini;

    40. karakteristik beracun melalui Uji Toksikologi LDso untuk menentukan Limbah 83 dari sumber spesifik yang diuji memiliki nilai Uji Toksikologi LDso lebih kecil dari atau sama dengan 50 mg/kg (lima puluh miligram per kilogram) berat badan hewan uji;

    41. karakteristik beracun melalui Uji Toksikologi LDso untuk menentukan Limbah 83 dari sumber spesifik yang diuji memiliki nilai Uji Toksikologi LDso lebih besar dari 50 mg/kg (lima puluh miligram per kilogram) berat badan hewan uji dan lebih kecil dari atau sama dengan 5000 mg/kg (lima ribu miligram per kilogram) berat badan hewan uji; karakteristik beracun melalui Uji Toksikologi LDso untuk menentukan Limbah 83 dari sumber spesifik yang diuji memiliki nilai Uji Toksikologi LDso lebih besar dari 5OO0 mglkg (lima ribu miligram per kilogram) berat badan hewan uji; karakteristik beracun melalui TCLP untuk menentukan Limbah 83 dari sumber spesifik yang diuji memiliki konsentrasi zat pencemar lebih kecil dari atau sama dengan konsentrasi zat pencemar pada kolom TCLP-B sebagaimana tercantum dalam Lampiran XI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Pera'curan Pemerintah ini; dan karakteristik beracun melalui uji toksikologi sub- kronis sesuai dengan parameter uji sebagaimana tercantum dalam Lampiran X yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini.

      Pasal 404
      (1)

      Dalam melakukan uji karakteristik Limbah El3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 403, Setiap Orang yang menghasilkan Limbah 83 dari sumber spesifik wajib menggunakan laboratorium yang terakreditasi untuk masing-masing uji. (2) Dalatn hal belr: m terdapat laboratorium yang terakreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), uji karakteristik Limbah 83 dilakukan dengan menggunakan laboratorium yang menerapkan prosedur yang telah memenuhi Standar Nasional Indonesia mengenai tata cara berlaboratorium yang baik. Pasal 4O5 (1) Hasil uji karakteristik Limbah 83 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 403 ciisampaikan oleh Setiap Crang yang menghasilkan Lirnbah 83 dari sumber spesifik kepada Menteri. d e f.

      (2)

      Penyampaian (2) Penyampaian hasii qii karakteristik Limbah B: 3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi denga.n permohonan itengecuaiian Limbah 83 dari surnber spesifik sec.r.ra tertulis dan dokumerr yang paling sedikit meliputi:


    42. idr: ntitatsperrrohon;

    43. idenri.tas Limbah 83 da-ri sumber spesifik ),ang dihasilkan;

    44. bahan baku dan,/-atau bahari penolong yang digunaka-n dalam ilr.)ses produksi y{rng ltengirasiikern Limbah 83 dari surnber spesitik; rlan cl. proses produksi yang menghasilkan Limbah []3 dari surnber spesifik. (3) Menteri setelah menerima perrrlohonan perrgecualiem sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menLrgaskan tim ahli Limbah ts3 rrntuk meiakukan evaiuasi terhadap hasii uji karakteris i.ik Lirnl'lah 83. (4) 'l'im ahli Limbah 83 sebagairnana dimaksud pada ayat (3) merupakan tim ahli Limbah 83 sebagaimarra dimaksud dalarn Pasai 28O. Pasai 406 (1) Evaluasi oleh tim atili Lrmbah 83 sebagaimana dimaksud dalam Pasa.l 4O5 ayat ^(3) meliputi identifikasi dan analisis terhadap:

    45. hasii uji karakteristik LimL'ah 83;

    46. proses proouksi padn Usaha Canlatari Kegiatan yang rnenghasilkan Limbah 83 dari sumber spesifik; dan

    47. bahan baku dan/atau bahan penolong yang digurrakan dal.am proses pro<iuksi. (21 Evaluasi sebagaimana Cimaksud pada ayat (1) dilakukan paling laroa 10 (sepr-rlutr) irari kerja selak Menteri memberikan perrugasan. (3) 'lim ahli Limbah I33 menyanrpaikan rekomendasi hasil evaluasi kepada Ment-e: 'i paling lama 4 (empat) hari kerja sejak lrasil cvaluasi diketahr-ri.

      (1)

      Rekornerrdasi Paragraf 12 Perpindahan Lintas Batas Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (41 Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling sedikit memuat:

    48. identitas Limbah 83 dari sumber spesifik;

    49. dasar pertimbangan rekomendasi; dan

    50. kesimpulan hasil evaluasi terhadap hasil uji karakteristik Limbah 83. (5) Dalam hal hasil evaluasi menunjukkan tidak adanya karakteristik Limbah 83 dari sumber spesifik, rekomendasi tim ahli Limbah 83 memuat pernyataan bahwa Limbah 83 dari sumber spesifik merupakan Limbah 83 dari sumber spesifik yang dikecualikan dari Pengelolaan Limbah 83. (6) Dalam hal hasil evaluasi menunjukkan adanya karakteristik Limbah 83 dari sumber spesifik, rekomendasi tim ahli Limbah 83 melnua.t pernyataan Limbah 83 dari sumber spesifik tetap merupakan Limbah 83 dari sumber spesihk. Pasal 407 (1) Menteri berdasarkan rekomendasi tim ahli Limbah 83 sebagaimana dimaksud dalarrr Pasal 406 menetapkan:

    51. pengecualian dari Pengelolaan Limbah 83 terhadap Limbah 83 dari sumber spesifik; atau

    52. Limbah 83 dari sumber spesifik tidak dikecualikan dari Pengelolaan Limbah 83. (21 Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan paling lama 2 (dua) hari kerja sejak rekomendasi disampaikan oleh tim ahli Limbah 83 kepada Menteri. Pasal 4O8 (1) Dalam hal Limbah 83 akan diekspor ke negara penerima, Penghasil Limbah 83 atau eksportir Limbah 83 harus mengajukan permohonan notifikasi kepada Pemerintah Republik Indonesia melalui Menteri.

      (2)

      Permohonan (2) Permohonan notifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan keterangan paling sedikit mengenai:

    53. identitas eksportir Limbah 83;

    54. negara tujuan ekspor Limbah El3;

    55. dokumen mengenai nama, sumber, karakteristik, dan jumlah Limbah 83 yang akan diekspor;

    56. alat angkut Limbah 83 yang akan digunakan;

    57. negara transit;

    58. tanggal rencana pengangkutan, pelabuhan atau terminal tujuan transit, waktu tinggal di setiap transit, dan pelabuhan atau terminal masuk dan keluar;

    59. dokumen mengenai asuransi;

    60. dokumen mengenai pengemasan Limbah 83;

    61. dokurnen mengenai tata cara penanganan Limbah 83 yang akan diangkut; dan

    62. dokumen yang berisi pernyataan dari Penghasil Limbah 83 dan eksportir Limbah 83 mengenai keabsahan dokumen yang disampaikan. (3) Pelaksanaan ekspor Limbah 83 dapat dilaksanakan apabila:

    63. notifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dikirimkan oleh Pemerintah Republik Indonesia kepada negara penerima disetujui negara penerima; dan

    64. notifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dikirimkan oleh Pemerintah Republik Indonesia kepada negara transit disetujui negara transit. (41 Dalam hal notifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disetujui oleh otoritas negara tujuan ekspor dan negara transit Limbah 83, Menteri menerbitkan rekomendasi ekspor Limbah 83.

      (5)

      Rekomendasi PRES lDEN REPUBLIK ]NDONESIA (5) Rekomendasi ekspor Limbah B3 sebagairnana dimaksud- pada ayat (4) menjadi dasar penerbitan tzin ekspor Limbah 83 yang tliberikan oleh menteri yang rnenyelenggarakan urusan pernerint.ahan di bidai: g perdagangan. (6) Persvara-tan dan tata cara permohonan dan penerbitanizin ekspor Lrrnbah 83 dilaksanaka.n sesuai dengan ketenturan peraturan perundang. undangan. Pasal 409 (1) Dalam hai Limh,ah 83 akan dimasukkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Repubiik Indclnesia untuk tu.juan transit, Pengamgk'.rt Limbah 83 nrelalrri riegara eksportir I-imbah 83 ha-rrrs rnengajukan perni(,hona: n riotifikasi kepada Pemc-'ritr tah Republik Indonesia rnelalui Menteri. (21 Menttri menrberikan iawab: .; ^ berupa. perset-ujuan atau penolal.; an atas permchonan notiffkasi sebagaimana dimaksud pe.da avaf (1) .lalarn v; aktu paling iambat '5(.t (enail puluh) h,Lri seDeli.rrn transit dilakukari. (.3i Dalam hal lVlent.et'i rnenolak permohonan nutifikasi sebagairnana- ciirnaksud pada ayat (2) harus Ciserr-ai dengan itlasail prnoiakan. Pa.ragraf 1.3 Penanggulangan Penr; emat an Lingkringan t{id.trp dan/ateru K: rusakan Lingkungan Hidup diln Pemulihan Fungsi l-ing,kungan Hrdr.rp Fasal 410 Setiap C)ra.ng i-at1q : : : ,erig1l-r.,,: ,ii.kan l,imbah 83, Pengumpul Lirnhah 83,, Pe.irgan!,kut i.urri: air 83, Pemaniarit Limbah Bli, Pengolati Lirnbair 83, ^,: lenf r,r.au Penimhtu: Limbah Brl yang inclakr-rka-n Pcncelr-,il an Lingkungan IliC; -ip Can/atar.r Perusakan Lingkurtgan r Irdup r.,e.jib melaksanakan:

    65. Penatrggt tlanga; i Pcrrcernar'7rn Lingxungan Flidup da n / a.ra u Iierusakan Li ri gk,.-r n rillil ii id ulp ; cta-n b. pcrrr'liihan frrnpsi Lingkr-ingan i{icrup. Pasal 41 1 Setiap Orang yang melakukan Dumping (Pembuangan) Limbah 83 yang melakukan Pencemaran Lingkungan Hidup dan/atau Perusakan Lingkungan Hidup wajib melaksanakan:

    66. Penanggulangan Pencemaran Lingkungan Hidup dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup; dan

    67. pemulihan fungsi Lingkungan Hidup. Pasal 4 12 (1) Penanggulangan Pencemaran Lingkungan Hidup dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 410 huruf a dan Pasal 41 t huruf a dilakukan dengan:

    68. pemberian informasi mengenai peringatan adanya Pencemaran Lingkungan Hidup dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup kepada masyarakat;

    69. pengisolasian Pencemaran Lingkungan Hidup dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup;

    70. penghentian sumber Pencemaran Lingkungan Hidup dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup; dan/atau

    71. cara lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. (21 Pemberian informasi mengenai peringatan adanya Pencemaran Lingkungan Hidup dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan melalui media cetak dan/atau media elektronik paling lama 24 (dua puluh empat) jam sejak Pencemaran Lingkungan Hidup dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup diketahui. (3) Pengisolasian Pencemaran Lingkungan Hidup dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dengan cara paling sedikit meliputi:

    72. evakuasi sumber daya untuk menjauhi sumber Pencemaran Lingkungan Hidup dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup;

    73. penggunaan alat pengendalian Pencemaran Lingkungan Hidup dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup; c.identifikasi... SK No 097499 A a { - c. idenr-ifikasr darr perretal; an daerah berbahaya; dan C. pen)rusrrnan dan penvampaian laporan rerjad.in; ra pot-cnsi Pencemaran Lingkungan Hidup dan/atau Iierusakan Lingkr-rngan Hidup kepada Menteri, gubernur, atau b,rpati/wali kota sesuai dcngan ke'* enangarrn\r.a (4) Penghentian sumber Pencerrraran Lingkungan tlidup daniat.au Kerusakan l-ingkungan Hidup sebaga.irnana dimaksud pacia ayat (1) trun: f c Cilakukan dengan cara paling sedilcit meliputi:

    74. penghentian proses produksi;

    75. pcnghentian kegiamn pada fasilitas yang terkait cicngan strmber Pencernaran Lingkungan Hidrrp dan f ata'u Kerusakan tr-ingkungan Hidup;

    76. tinciakan tertentu rrrltuk merriadakan Pencemaran Lingkungan I{idup dan/atau Kerusakan Lingkrrngan Hidup pada surnbernya; dan

    77. pen5rusunan dan ^perr1ra.mpaian laporan pelaksanaa.n penghentian Pencemaran Lingkungan Hidup darrlatarr. Kerusakan Lingkungan iJidup kepada- Ilenteri, gr-rbernur, aral.u irupati/urali kota sesuai denqan ke'*renangannya. Pasal 413 (1) lMerrteri, gubernur, atau i-; upati/wali kota sesuai Cengan kewenangannya menetapkan pihrak ketiga untuk melakukan Pertanggulangarr Pencenrara-n Lingkrrngan Hidup dan/atau Kerrrsakan Lingkrrnga.n P^idurp atas heban biaya:

    78. Setiap Orang yang mengtrasillian Limbah 83, Perrg,umpui Limbah r 3. Pengarrgkrrt Liirrbah 83, Perrranfaat- Limbah E,3, Pengc.'lah Limbah 83, Can latau Penirnbun l,imbah 83 sebagaimana riimaksud daia'.rr Pasal 410; d.ri-r b. Setiap b. Setiap Orang yrnq melakukan Dumping (Perril-ruangan) Lirrrberh B: l sebaqaim.ang, dimzrksuC daiam^Dasal 4i1 jika Penarrggulangrin Pencemaran Lingkungaii Hiclup dan/atarr Kerusake..n Lingkungan Hidup sebagairnana dimaksud cialarn Pti.setl 412 tiCax mulai dilakukrrrr clar.iam jangkrt rvaktu 1>aling lama 24 (<iua puluh empat).fam sejak diketahtrirrya Pencernaran Lingkungan Hidup dan/atau Kerusakarr Linglungatl Hidr-rp. (2i Biaya sebagaimana dimaksuC pada ayat (1) <lapat berstsal dari:

    79. dana penanggulangan Pencemaran Lingkungan I{idup dan/atau Kerusakan Lingkungan l{idup; e-tau b. dana penjarnrnan untuk penrulihari fungsi Lingkungan Hidup. Pasai 414 (1) BiaSra sebaga-imana dimaksrrd dalam Pasal 413 ayat (2) ciiperhitungkan sebagai kerugian lingkungan .jrka Penanggllangan Pencernaran Lingkungan l{idup dan/a.tau Kerusakarr Linqkungan Hidup tidak dilakukan oleh:

    80. Setiap Orang yang rnengha.silkan Limbah 83, Pengr-rmpul Limbah 83, Pengangkut Lirnbah Bll, Perrranfaat Linrllah 83, Pengolah L,imhrah 83, dan/atau Penlmbun l.imbah 83 sebagaimana dirnaksud Calarrr Pasal 4i0: dan b. Setiap C)rang yang rr,elakukan Dumping (Pembuangan) Limbah . 3 sebagaimana dimaksud dalanr Pasal 41 1. (21 Besaran kerugian lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara Mentcri, guberntir, atau bupati/wali kota dengan pihak sebagaimana climaksud pada ayat (11. Pasal 4 15 (1) Pelaksanaan pemulihan fungsi Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41O huruf b dan Pasal 411 huruf b dilakukan dengan tahapan:

    81. penghentian sumber pencemaran dan pembersihan zat pencemar;

    82. remediasi;

    83. rehabilitasi;

    84. restorasi; dan/atau

    85. cara lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. (21 Pemulihan fungsi Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap lahan terkontaminasi. Pasal 416 Penghentian sumber pencemaran dan pembersihan zat pencemar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 415 ayat (1) huruf a dilakukan dengan cara paling sedikit meliputi:

    86. identifikasi lokasi, sumber, jenis, zat pencemar, serta besaran pencemaran;

    87. penghentian proses produksi;

    88. penghentian kegiatan pada fasilitas yang terkait dengan sumber Pencemaran dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup;

    89. tindakan tertentu untuk meniadakan Pencemaran Lingkungan Hidup dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup pada sumbernya; dan

    90. pen5rusunan dan penyampaian laporan pelaksanaan penghentian Pencemaran Lingkungan Hidup dan/at-au Kerusakan Lingkungan Hidup kepada Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya. Fasal ^+1 1.r' Remecliasi seilagain)r'.nri. riirnaksud ^,jalarn Pasal 4i5 ayat ^(1) hui-uf b dilakukan d,: ugeu'r cara paling sedikit: neliputi:

    91. pemiliirantckncilogircrnedia.si;

    92. penlnrst-ln3tt ter\cz\na dan ^t: elaksa.naa.I-r rcmediasi: dan c. penyustu,rlrr dan pr: iryarnpaian la.poran ^pelaksarraan rcmedrasi terhadap Pencenia.ran Lingkungatr ^FIiJup kepadu [{ente1i, gub.: rnur, aiau bupati/: rzaii kota sesrrai denqan ke'*renangarln\ra l'asal 4 i8 I?ehabilitasi st: bagairrrana ^rlimaksud cialarn Pasa-l 415 ayat- ^(l) huruf c dilaktrkan deitgan cara pahng sedrlcit melipui.i' a. iderrtillka-si i.okasi, penl'cl; : ,b, dan tresaran kerusakan Lingkun6an Hidup;

    93. pemilihan metode rel: abrlitasi;

    94. pen) -lsr.lnalr retica.na drrn pelrrirsana.an rehabilitasi; ^dern d. pcnl1-rsunan datr penyatrrpaia.n i; : .poran ^pelal<sanaarl reha.bilitasi terhadap K'et'usaka-n Lingkurrgart FhCup kepada Menteri, gu-bernur, atau bupati/wali kota sesltai dengan kervena n gaunye . P.isai 4.I9 Restorasr sebagaimana dimakslrii ialam Pasai 415 ayat ^(1) huruf d Cjiakrrkan dengan cara paiing sedikit meliputi:

    95. identifil<asi lokasi, penvebair, dan besaran K.erusakan Lingkur,gan HiCup;

    96. pemilihan metoCe restorasi;

    97. pen]rusunan i"eniana tlan pt: lel: sanaan restorasi; dat-1 d. pen] ^-.-str.nan di,n pertyampaian laporan ^pclaksa.rraan restorasi K€: r.lsal.an l,ingkungan Hidup keparla Mr-'rrteri, guhernr.rr, ataLr hripatii ^r.va1i kota sesuai dengan Keu/enarrgiinnya

      Pasal 420

      Pasai 420 (1) Tai'iapan pemulihan fungsi Lingkrrngan Hidup sebagaimana. dirnaksuci dalam Pasal 415 dituangkan dalam dokumerl rencana pentr-rlihan funqsi Lingkungan Hiclup. (21 Dokumen rencana pemulihan fungsi Lingkungan Hidup sebagaimana dim.aksud pada ayat (1) harus mendapatkan persetujuan dari Menteri sebelurrr pelaksanaan pernulihan fungsi Lingkungan Hidup. (3) Dokumen rencana pemulihan fungsi Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat:


    98. tahapan pemulihan fungsi Lingkungan Hidup; darr b. hasil identifikasi zat pencemar sebagalnrana dirnaksud dalam Pasal 416 hurui a. Pasal 42 1 (1) Identifikasi zat pencemar sebagaimana dirrraksuci dalam Pasai 42C ayat (3) huruf b untuk tanah tercemar dilakukan melalui uji karakteristik beracur, melalui TCLP dan analisis total konsentrasi zat pencemar sebelum dilakukan pemulihan fungsi Lingkungan Hidup. 12) ^Nilar ^baku ^untuk ^identifikasi zat ^pencemar ^sebagaimana dimakstrd pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan nilai baku sebagairnana tercantum dalani Lampiran XIII yang merupakan bagiarr tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini, dengan ketentuan:

    99. jika konsentrasi zat pencemar lebih besar dari TCLP- A dan/atau total konsentrasi A (TK-A), tanah diniaksud wajib clikelola sesuai dengan Pengelolaan Limbah R3 kategori l;

    100. jika konsentrasi zat pencemar sama dengan atau lebih kecil rlari TCLP-A dani atau total konsen[rasi A (TK-A) dan k: bih besar dari TCLP-B dan/atau total konsentrasi B (TK-B). tanah dimaksud wajib dikelola sesuai dengan Pengelolaan Limbah 83 kat-egori 2; PRE S IDEN REPUBLIK TNDONESIA jika kortseiirrasi zat pencemar sanra cler: gan ara.il lebih kecil t-inri'i'Ci,P-B dan/atau total konsentrasi B {TK-8) dan lehiir bcsar dari ^TCLP-C ^dani ^atau ^tota.l konseritra-si C (TI(-C), i"arirh dimaksud wajib dikelola s.esuai dengarr pengelolaarr Limbah nonB3; atau jika i.; onsetitrasi zat pencetLar sama clengan atau lebih kecil d.ari'I'CLP-C cian/atatt total konsentrasi ^C (I'l(-C), ^r.anah dirrral<suri dapat digr; n6L^t sebagai tanah pelapis dasar. : JOE C d Pasal 1'22 (1) Perrrulihau fungsi Lingkungan Hidup sebagaima.na dimaksrrc.l. dalam Pasal 415 dilaksanakan ^hinggn memperoivh penctapan status ct: lah seiesainya ^purnulihan lahan terkcniarninasi dari l'4enteri. (2\ Untuk mernperoieh penetapan status telah selesainya pemulihan lahan terkontarniriasi detri Menteri harus diajukan permohonan secara certrrlis. (3) Permohonan secara icrtul.is sebagaimana dirnaksud pada ayat (2) dilengkapi dengan:

    101. identitas pemohon; dan

    102. laporan pelaksanaan pemulihan fungsi Lingkungan I{idup. (4) Laporan pelaksanaan pemulihan fungsi Lingkrrngan Flidup sebagaimana dimaksud paJa aya.t (3) hunrf b paling sedikit Ineml-lat:

    103. iclentitas pemohon; dan

    104. rincian pelaksanaan pemulihan fungsi Lingkungan Hidup. Pasal 423 (1) Menteri setelah mcnerima pei'mohorlan penetapan status telah selesainya pemuliiran lahan terkontaminasi sebagairnarra dirnaksr: d daiar: rr Pasai 422 membertkan pernvataan tertulis rrrengenai kelengkapan administrasi permohonan paling lama 2 (dua) hari kerja sejak permolionan diterirna.

      (2)

      Setelah (2) Setelah permohonan dinyatakan lengkap, Menteri melakukan verifikasi paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja. (3) Dalam hal hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menunjukkan:

    105. permohonan memenuhi persyaratan, Menteri menerbitkan penetapan status telah selesainya pemulihan lahan terkontaminasi paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak hasil verifikasi diketahui; atau

    106. permohonan tidak memenuhi persyaratan, Menteri menolak permohonan penetapan status telah selesainya pemulihan lahan terkontaminasi paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak hasil verifikasi diketahui disertai dengan alasan penolakan. l4l ^Penetapan ^status ^telah ^selesainya ^pemulihan ^lahan terkontaminasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a paling sedikit memuat:

    107. tanggal penerbitan penetapan;

    108. ringkasan hasil verifikasi;

    109. pernyataan bahwa:

  207. pemulihan fungsi Lingkungan Hidup yang dilaksanakan telah layak dan dapat dihentikan; dan

  1. Lingkungan Hidup telah kembali pada fungsi semula sebelum terjadinya Pencemaran Lingkungan Hidup dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup. Pasal 424 (1) Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya menetapkan pihak ketiga untuk melakukan pemulihan fungsi Lingkungan Hidup atas beban biaya:
    1. Setiap Orang yang menghasilkan Limbah 83, Pengumpul Limbah 83, Pengangkut Limbah 83, Pemanfaat Limbah 83, Pengolah Limbah 83, dan/atau Penimbun Limbah 83 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 410; dan

    2. Setiap Orang yang melakukan Dumping (Pembuangan) Limbah 83 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 1, jika pemulihan fungsi Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 415 tidak mulai dilakukan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak Penanggulangan Pencemaran Lingkungan Hidup dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup dilakukan. (21 Biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berasal dari:

    3. dana Penanggulangan Pencemaran Lingkungan Hidup dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup; atau

    4. dana penjaminan untuk pemulihan fungsi Lingkungan Hidup. Pasal 425 Biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 424 ayat (21 diperhitungkan sebagai kerugian lingkungan jika pemulihan fungsi Lingkungan Hidup tidak dilakukan oleh:

    5. Setiap Orang yang menghasilkan Limbah 83, Pengumpul Limbah 83, Pengangkut Limbah 83, Pemanfaat Limbah 83, Pengolah Limbah 83, dan/atau Penimbun Limbah 83 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 410; dan

    6. Setiap Orang yang melakukan Dumping (Pembuangan) Limbah 83 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 1. Pasal 426 Besaran kerugian lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 425 ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota dengan pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 425 huruf a dan huruf b. Pasal 427 Pemulihan fungsi Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 415 dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya jika:

    7. lokasi pencemaran tidak diketahui sumber pencemarannya; dan/atau

    8. tidak diketahui pihak yang melakukan pencemaran. Paragraf 14 Sistem Tanggap Darurat dalam Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Can Beracun Pasai 428 Setiap Orang yang menghasilkan Limbah 83, Pengumpul Limbah 83, Pengangkut Limbah 83, Pemanfaat Limbah 83, Pengolah Limbah 83, dan/atau Penimbun Limbah 83 wajib memiliki Sistem Tanggap Darurat.

      Pasal 429

      Sistem Tanggap Darurat dalam Pengelolaan Limbah 83 terdiri atas:


    9. pencegahan kedaruratan Pengelolaan Limbah 83 melalui pen5rusunan program kedaruratan Pengelolaan Lirnbah 83;

    10. kesiapsiagaan melalui pelatihan dan geladi kedaruratan Pengelolaan Limbah 83; dan

    11. penanggulangan kedaruratan Pengelolaan Limbah 83. Pasal 43O Kedaruratan Pengelolaan Limbah 83 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 429 meliputi:

    12. keadaan darurat pada kegiatan Pengelolaan Limbah 83;

    13. keadaan darurat Pengelolaan Limbah 83 skala kabupaten/kota;

    14. keadaan darurat Pengelolaan Limbah 83 skala provinsi; dan

    15. keadaan darurat Pengelolaan Limbah 83 skala nasional. Prrsal 431 Setiap Oranl; : ./ang rncn,-lhe.silketn tr-imitah [}3, Pengumpul Lir,rbai: r f33. r)cngangkrir Limbatr l3li, Peraanfetat Lirnbah 83, Pengolah l.irnbah H3, darr/arau F: nirnbun Limbah 83 wajio men)rusun program kedaruratan Pengelolaan l,irnbah 83 sesuai rJengan kegiatan yang dilakukannvil. Pasal 43? (1) Kepala instarrsi tlaerah kabrrpaLerl/kor-a yang bertanggungjau,'ab dr bidang penanggulangan hencarra men)rusun program kcCariiratan Peng,elolaan Limbah 83 skaia katrupaten / kota. (2) Kep.ria irrstansi rfaerah provirrsi yang bertairggungjar,r,ab di bidr- ng Frenanggulangan irencana rfienFtsun program kede-"1'r: rrttan Pengelolaarr Lirnbah Lt3 skaia prcvi.nsi. (3) Kepaia Lernbaga penrerintah rionkemr: nterian yang bcrtangigungja'*a1.r cli bidang perrolgqlllangan bencana menyr-tsurr trjr'otra.-rr kedzrr uratan Pengelolaa.r Lrmbah El3 skala nasional. (+) L)alam f)eft'yr-151^n4n prograrn kedarulat-an Pelgelolaan Lirnbah 83 sLcala kalrug; aten/kota. Kepala instansi rlaerah kabrrpatenT'kota yang bertanggurrgjarvab di bidarrg penangdLrlangan bencana bcrkoordinasi dengan:

    16. Setlap Orang sebagt.inran: . dil; ra.ksuci dalara Pasal 4-lI.:

    17. Merrtr: l i;

    18. gt-.berrrur;

    19. instansi Lingkungan }{ioi-rp kabupaten/kota; rlan e. iastansi terkait lainnya cli kabupaten/kota. (I-) Dalanr penyrrsunan prcgram kedaruratan perigelolaan Lr.mbah 83 skala prc'vinsi. i(epala instansi. daerah provinsi yang bertanggungjawab di bidang penang€iuLangan bencana berkoordinasi dengan:

    20. Seti; .p r3rang sebagairana dimaksud d"riam Pasal -131; t.. Nl errter-.;

    21. ins,arrsi i,ingkungan Hidup provrnsi: dan d. irrstansi t-erkair lainnvir di provinsi.

      (6)

      Dalam pen5rusunan progi'am kedaruratan pengelolaan Lirnbah 83 skala nasional, Kepala lembaga pemerintah nonkementerian yang bertanggungjawab di bidang penanggulangan bencana berkoordinasi dengan:

    22. Setiap Orang sebagaimana dimaksud dalam pasal 43t;

    23. Menteri; dan

    24. kementerian dan/atau lembaga pemerintah nonkementerian terkait. Pasal 433 (1) Program kedaruratan Pengelolaan Limbah 83 skala kabupatenlkota merupakan bagian dari program penanggulangan bencana kabupate n I kota. (2) Prograrn kedaruratan Pengelolaa_n Limbah 83 skala provinsi merupakan bagian dari program penanggulangan bencana provinsi. (3) Program kedaruratan Pengelolaan Limbah 83 skala nasional merupakan bagian dari program penanggulangan bencana nasional. Pasal 434 (ii Program kedaruratan Pengelolaan Limbah 83 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 431 dan Pasal 433 paling sedikit meliputi:

    25. infrastruktur; dan

    26. fungsi penanggulangan (21 Infrastruktur sebagaimana dimak,sud pada ayat (1) huruf a paling sedikit meliputi:

    27. organisasi;

    28. koorriinasi;

    29. fasilitac dan perais,.r-an termasuk peralatan peringatan dini dan alarm:

    30. prosedurpL.rlarrggulangan; dan

    31. peiatihan dan geladi keadaan dan; rat.

      (3)

      Fungsi (3) Fungsi penanggulangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling sedikit meliputi:

    32. identifikasi, pelaporan, dan pengaktifan;

    33. tindakan mitigasi;

    34. tindakan perlindungan segera;

    35. tindakan perlindungan untuk petugas penanggulangan keadaan darurat, pekerja, masyarakat, dan Lingkungan Hidup; dan

    36. pemberian informasi dan instruksi kepada masyarakat. Pasal 435 Sistem Tanggap Darurat Pengelolaan Limbah 83 wajib dilaksanakan oleh setiap orang yang menghasilkan Limbah 83, Pengumpul Limbah El3, Pengangkut Limbah 83, pemanfaat Limbah 83, Pengolah Limbah 83, dan/atau Penimbun Limbah 83 berdasarkan program kedaruratan Pengelolaan Limbah 83 sesuai dengan kegiatan Pengelolaan Limbah 83 yang dilakukannya. Pasal 436 Setiap Orang .yang menghasitkan Limbah 83, pengumpul Limbah 83, Pengangkut Limbah 83, Pemanfaat Limbah 83, Pengolah Limbah 83, dan/atau Penimbun Limbah 83 sebagaimana dimaksud dalam Pasai 43S wajib menyelenggarakan pelatihan dan geladi kedaruratan untuk kegiatan yang dilakukannya paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun untuk memastikan Sistem Tanggap Darurat Pengelolaan Limbah 83 dapat dilaksanakan. Pasal 437 Sistem Tanggap Darurat Pengelolaan Limbah 83 skala kabupaten/kota dikoordinasikan oleh Kepala instansi daerah kabupaten,/kota yang bertanggungiawab di bidang penanggulangan bencana dan dilaksanakan bersama dengan:

    37. Setiap a. Setiap Orang yang menghasilkan Limbah 83, pengumpul Limbah 83, Pengangkut Limbah 83, pemanfaat Limbah 83, Pengolah Limbah 83, dan/atau penimbun Limbah 83 sebagaimana dimaksud dalam ^pasal 435; .b. ^instansi Lingkungan Hidup ^kabupaten/kr: ta; ^dan c. instansi terkait lainnya di kabupaten/kota, berdasarkan program kedaruratan pengelolaan Limbah 83 skala kabupaten/kota. Pasal 438 (U Kepala instansi daerah kabupaten/kota yang bertanggungjawab di bidang penanggulangan bencana sebagaimana dimaksud dalam pasal 4ST mengoordinasikan pelatihan dan geladi kedaruratan secara terpadu sesuai dengan program kedaruratan Pengeloiaan Limbah 83 tingkat kabupaten/kota. (21 Pelatihan dan geladi kedaruratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib diikuti oleh:

    38. Setiap Orang yang menghasiikan Limbah 83, Pengumpul Limbah 83, pengangkut Limbah 83, Pemanfaat Limbah 83, pengolah Limbah 83, dan/atau Penimbun Limbah 83 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 435;

    39. instansi Lingkungan Hidup kabupaten/kota; dan

    40. instansi terkait lainnya di kabupaten/kota. (3) Pelatihan dan geladi kedaruratan diselenggarakan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 2 (dua) tahun. Pasal 439 Sistem Tanggap Darurat Pengelolaan Limbah 83 skala provinsi dikoordinasikan oleh Kepala instansi daerah provinii yang bertanggungjawab di bidang penanggulangan bencana - dan dilaksanakan bersarna dengan : Setiap Orang yang menghasilkan Limbah 83, pengumpul Limbah R3, Pengangkut Limbah 83, pemanfaat Limbah 83, Pengolah Limbah 83, dan/atau penimbun Limbah 83 sebagairnana dimaksud dalam pasal 435; a.

      (2)
      1. instansi Lingkungan Hidup provinsi; dan

    41. instansi terkait lainnya di provinsi, berdasarkan program kedaruratan pengelolaan Limbah 83 skala provinsi.

      (1)

      Pasal 44O Kepala instansi daerah provinsi yang bertanggungiawab di bidang penanggulangan bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 439 mengoordinasikan pelatihan dan geladi keadaan darurat secara terpadu sesuai dengan program kedaruratan Pengelolaan Limbah 83 skala provinsi. Pelatihan dan geladi keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib diikuti oleh:

    42. Setiap Orang yang menghasilkan Limbah 83, Pengumpul Limbah 83, pengangkut Limbah R3, Pemanfaat Limbah 83, pengolah Limbah 83, dan/atau Penimbun Limbah 83 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 435;

    43. instansi Lingkungan Hidup provinsi; dan

    44. instansi terkait lainnya di provinsi. (3) Pelatihan dan geladi kedaruratan diselenggarakan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) tahun. Pasal 44 I Sistem Tanggap Darurat Pengelolaan Limbah 83 skala nasional dikoordinasikan oleh Kepala lembaga pemerintah nonkementerian yang bertanggungjawab di bidang penanggulangarr bencana dan dilaksanakan bersama dengan:

    45. Setiap Orang yang menghasilkan Limbah 83, pengumpul Limbah 83, Pengangkut Limbah 83, pemanfaat Limbah 83, Pengolah Limbah 83, dan/atau penimbun Limbah 83 sebagaimana dimaksud dalam pasal 435;

    46. Menteri; dan

    47. kementerian c. kementerian dan/atau lembaga pemerintah nonkementerian, berdasarkan program kedaruratan pengelolaan Limbah 83 skala nasional. Pasal 442 (1) Kepala lembaga pemerintah nonkementerian yang bertanggungjawab di bidang penanggulangan bencana sebagaimana dimaksud dalam pasal 441 mengoordinasikan pelatihan dan geladi kedarr-rratan secara terpadu sesuai dengan program kedaruratan Pengelolaan Limbah 83 skala nasional. (21 Pelatihan dan geladi keadaan darurat dimaksud pada ayat (1) wajib diikuti oleh: sebagaimana a. Setiap Orang yang menghasilkan Limbah 83, Pengumpul Limbah R3, ^pengangkut Limbah 83, Pemanfaat Limbah 83, pengolah Limbah 83, dan/atau Penimbun Limbah 83 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 435;

    48. Menteri; dan , c. kementerian dan/atau lembaga pemerintah nonkementerian. (3) Pelatihan dan geladi kedaruratan diselenggarakan paling sedikit 1 (satu) kali datam 4 (empat) tahun. Pasal 443 (1) Penanggulangan kedaruratan dalam pengeroraan Limbah 83 paling sedikit meliputi kegiatan:

    49. identifikasi keadaan darurat dalam pengelolaan Limbah E}3; dan b Penanggulangan Pencemaran Lingkungan dan/atau Kerusakan Lingkungan sebagaimana dimaksud dalam pasal 412 dengan Pasal 414. Hidup Hidup sampai (2) Dalam melaksanakan penanggulangan kedaruratan Pengelolaan Limbah 83, setiap orang yang menghasilkan Limbah 83, Pengumpul Limbah 83, pengangkut Limbah 83, Pemanfaat Limbah 83, pengolah Limbah 83, dan/atau Penimbun Limbah 83 sebagaimana dimaksud dalam pasal 435 wajib mengutamakan keselamatan jiwa manusia. (3) Penanggulangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan program kedaruratan Pengelolaan Limbah 83 sebagaimana climaksud dalam Pasal 434. (4) Dalam hal penanggulangan kedaruratan pengelolaan Limbah 83 terdapat Pencemaran Lingkungan Hidup, wajib dilakukan pemulihan fungsi Lingkungan Hidup terhadap lahan terkontaminasi Limbah 83 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 415 sampai dengan ^pasaL 427.

      (1)

      (21 Pasal 444 Setiap Orang yang menghasilkan Limbah 83, pengumpul Limbah 83, Pengangkut Limbah 83, pemanfaat Limbah 83, Pengolah Limbah 83. dan/atau penimbun Limbah 83 sebagaimana dimaksud dalam pasal 43s berdasarkan program kedaruratan sestrai dengan kegiatan pengelolaan Limbah 83 yang ditakukannya wajib melaksanakan kegiatan penanggulangan kedaruratan jika terjadi keadaan darurat dalam Pengelolaan Limbah 83 yang dilakukannya. Pelaksanaan kegiatan penanggulangan kedaruratan waj ib dilaporkan secara tertulis dan berkala setiap hari kepada Menteri, gubernur. atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya. Pasal 445, (1) Kepala instansi daerah kabupaten/kota yang bertanggungjawab di bidang penanggulangan bentana menginisiasi dan memimpin pelaksanaan penanggulhngan kedaruratan jika terjadi keadaan darurat skala kabupaten/kota. (21 Setiap Orang yang menghasilkan Limbah 83, pengumpul Limbah 83, Pengangkut Limbah 83, pemanfaat Limbah 83, Pengolah Limbah 83, dan/atau penimbun Limbah 83 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 435 wajib ikut serta melaksanakan penang€{ulangan kedaruratan sebagaimana dimaksuC pada ayat (1). Pasal 446 (1) Kepala insta,si daerah provinsi yang bertanggungjawab di bidang penanggulangan bencana menginisiasi dan memimpin pelaksanaan penanggulangan kedaruratan jika terjadi keadaan darurat skala provinsi. (21 Setiap Orang yang merrghasilkan Limbah 83, pengr,rmpul Limbah 83, Pengangkut Limbah 83, pemanfaat Limbah 83, Pengolah Limbah B3, dan/atau penimbun Limbah 83 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 435 wajib ikut serta melaksanakan penanggulangan kedaruratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pasal 447 (1) Kepala lembaga pemerintah nonkementerian yang bertanggungjawab di bidang penanggulangan bencana menginisiasi dan memirnpin pelaksanaan"penanggulangan kedaruratan jika terjadi keadaan darurat skala nasional. (21 Setiap Orang yang menghasilkan Limbah 83, pengumpul Limbah 83, Pengangkut Limbah 83, pemanfaat Limbah 83, Pengolah Limbah 83, dan/atau penimbun Limbah 83 sebagaimarra dimaksud dalam Pasal 435 wajib ikut serta melaksanakan penanggulangan kedaruratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pa.ragraf !-5 Perirbiayean Pasal 4.lE (1) Perrnohonan ir'ersetujuan Teknrs Pengeiolaan Limhah tl3 dibiayai otetr Seliap Orang yang menghasilkan Lrmbah 83, Pengumpr-rl Limi,ah 83, Pengangkut l,imbah 83, Pemattfaat Lrrnilah iBIJ, Pengolah i-imtrah 83. dan Penimbrrn Lirnbah BI]. Ql Permohonan Persetujuan Teknis untuk kr: giata.n Drrrnpring (Pernbllrenr; an,1 Limbah 83 rlibra.,rai olele Setiap Oratrg larig melakr.karr Duml: i n g (Pe rn tr r.,arr gair ) Lirn Lrah B -3 . (3i l3iava uritrik:

    50. peiiibinaan dsrn petl; lawasan yang dilakukan ,; jeh ivlenteri, gutrernur. araLl bulrati/wali kota;

    51. pelar.ihan 46,,- gelzidi kedaruratan; dan

    52. pemulihan furr-gsi Lingkungan Hidup sehagaimana dimal; sud daiain Pasal 427, dialokasil<arr darr Anggararr Pendapatan dan frelarrja Negara a.te',: Anggarar.i i)endapatan dair Belanja Daerah sesrrai dcngan ketentuar: peraruran perundarrg- undacgiro

      Pasal 449

      Ketentuan lerrih lai: l: : r nicngr-aai:


    53. tata cara ^,,rji l,.aralrterist: ik sebagaimat: a dimaksutl dalara Pasai 278 aan Pasal 404, b. tata kena tim erhii sebagainrana dimakstrd dalarn Pasal 28r;

    54. rincian r,er.sl/aralan l-ernpat Penyiinpij-nan Ljmbah B3 sebagairtir.'ra dirnerksucl daiam Pasal 2,35 sampai ciengan Pasai 291;

    55. tata cara Fengemesan Limbah Il3. Pelabelan Limbah R3, dan perrrberian Sirrrirol Lirrrbah R3 sebagaimana Cimal<sud dalam Pasa\ 292; spesitikasi e.

    56. spesitikasl cJan rinctan penggunaali aiat. angkut: sebagairrana dima.ksuC ctalanr Pasal 310; ngangkutan Linr.bah 83 sebagaimana <limaksucl dalam F: rsal 314;

    57. rincia-n ^Pe'manfaatirn Lrmt; ah Blj se'oagainrana d.imaksu,i dalam Pasal 3i6:

    58. rinciarr Pengolaharr Lrrni-rah 83 sebagainrarla dimaksud dalam Pasal 343;

    59. Elaku Mntu Ernisi sebalaintana ciirnaksurl dalam Pasai 34.5 a.yat ( l; h ^, r; ^,-rf a;

    60. fasilit.as Pcnirnbun; n Lirnbair R3 sebagairnana dima,i<sud dalanr Pas.'-i 367;

    61. uji totai i(ui)sentrasi zal- oencemar untuk Peninrbunan Limbah 83 sebagaimaria rjirnaksrrd dalarn Pasal .168; I rincian persyaratarr lokasi i-tnluk fasilrtas Peniml: unan Liml: ah 83 sel-ragairnana dtmaksud dalatn Pesal 369;

    62. rinciarr persvarai.an fa..sititas Penirnblinan I-imbah Fl3 sebagainrso{^ rrrimakslrd dalarn Pasal 37O; ,1 tata cjara riari rinciait 1-reiaksanaan periutupan bagir: n palirrg er[; rs iasiiitas penr: rrbuseur erkhir sebagaimar; iL dime.k-sua dalarn Pasal 3-/6 ay: ,,; {i) huruf h dan Pasal 38i-r ayat i1) nunrf h;

    63. tata cara clan pe,'svl).ra-titrl pernantaurin Lingkungan Hidurp sebagainiarra rjirnaksud dalam Pasal 379 dan Pasal 389;

    64. rincian perslyararan ^pe6srif-r411an Tekrirs untuk kegiatan Drrmping (Pembuangan) Limbah 83 sebagaimana dimaksud cialarn Pe,-s: ai i|9zi sampai clengan Pasal ?'96;

    65. tata car'a pcrmoh,: iL.ari dan penerbitan petretapan penghentian kegiatan IJr-rmping (Pembuangan) Liinbatr 83 sebagaimanir Cinr.aksud dala-ni Pasal 4tJ2, r. rincian Penarrggulangan Pent; emaran Lingkungan Hrdup dan/atau K.ertisakan Lingkungan HiCup sebagaimana climeksud dalam Pasai 412;

    66. r'incian ^peLakse.na,ln Irernulihan iungsi Lingkungan Hidup sebagairrlan; l riii: 'al<: ; r-rd cllrlrtm Fasal 42-l; Can t'r t. forrrrat pr'ogritrrr kedar,-: r'atan Penqeloiaarr Limtrah 83 sebagairrrana tlimaksu,-i lalanr Pasai 434, diatur dala.u Peratural: lrlenteri. Ragian lietiga Pengelc''laan L.imbah Irl onts3 Paragraf ^1- Umum Pasal ^.+5O (1) Pengclolaan l,inrbah non83 dilakukan rerha.dap. a. Lirnbah nonB3 terdaftar; clan b. Liinbatr nonB3 khusr.rs" (21 Limbah nonB3 terdaft-ar sebagnimana diinai<sud pada ayat (I) l,,uruf a termuat dalane dattar I.irrtbah nonBll yang tercanturn dalarn Lamprran XIV yang menrpakan bagian tjdak terpisahkan deri Peraturan Pemerintah ini. {3) Limbah nonl3ll kh''.rsus .rebagairnana drmaksuci pa-da a-rat (1) huruf b mer: upakar: Lirnhah 83 yang dikccu.llikan dari Limbah Et3 berdasarkan oenetapan pengecuaiian dari Pengelolaan Limbah 83 dari sumber spesifik sebagaimana dimaksud daiam PasaL 4OT alrat (1) hurtrf a. Pasal 451 Perr6ciclaan Limbah norrB3 terhadap Linibah nonB3 khusus sebagaimana rJimaksud clalam Pasal 45o ayaL {3) clilaksanakan sesuai dengan I'engelolaan Limbah nonB3 ]/arrg tertuang dalarn penetapan pengecualirrn Limbah 83.

      Pasal 452

      PRES lDEN REPUBLIK INDONESIA .Pasal 452 (l ) Pengeiola.an Limbah nonB3 terhadap Lim.batr noi: B3 terderttar sebrrgaimana dimaksud cialan: pasal 45O a; -at (l) huruf a, dilaksanakarr sesuai d.engan persyaratan teknis Pengeiola.an i,imbah nonB3. l2) Pen-rrele,rggaraa: l pcngel.olaern i"imbah nonB3 sebagarmana dirna.<-"ud pada ayat (i-| diial: ukan oieh Ser.iap Orang yang menghasiikait Limbah nonB3. dan rinciannya termuat dalam Persetujr-ran I,ingkrlngan- (: f) Rinc: ian pengelolaan i-irnbah nonB3 yang terrnr.lat dalani Persetujuan Lingkungan sebagaimar; a diina.ksula pada ayat (2) meliputi:


    67. identitas l,irnbah nonB3;

    68. berituk Liiribah nonBii:

    69. surriber Limbah nonB3;

    70. jur: nLah Lirnbah ncnB3 : /ang dihasiikan setrao bula.r; dan

    71. jenis pengeloiaan Limbah .ronB3. (41 Dalam hal pelaksanaan Usaha da"nlatau Kegiatan menghasilkan Limbah nonB3 baru yang tidak termuat dalam Pen; etujr.iarn Lingkrirlga-n, penghasit Limtrah nonB3 melakukarr per.rbahan Persetujuan Lingktrrigan. (5) Pengelolaan l,irnbah nc,nll3 sebagaintana dimaksud parda ayat (1) meliputi:

    72. peng.-rrangan Limbah nor-rB3;

    73. penvirnpanar: Limbah nonL13;

    74. pernarlfaatan Lrmbah nonB3;

    75. perrirrbunan Limbah norrB3;

    76. perpinlahen l; nta.s bata-s Limbah nrtrrB3;

    77. Penangg,.rlanq,rn Fencemaran [.inqkurtgan tlitlup dan/atau K.eru.sakan Lirrgkungan ^'Flichrp dan pt: muiitran iungsi Lingkunqan Hidup; dan

    78. pelaporan. Pasal 453 Dalam pengelolaan Limbah nonB3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 452 ayat (5), Setiap Orang dilarang melakukan:

    79. Dumping (Pembuangan) Limbah nonB3 tanpa Persetujuan dari Pemerintah Pusat;

    80. pembakaran secara terbuka (open burningl;

    81. pencampuran Limbah nonB3 dengan Limbah 83; dan

    82. melakukan penimbunan Limbah nonB3 di fasilitas tempat pemrosesan akhir. Paragraf 2 Pengurangan Limbah NonB3 Pasal 454 (1) Setiap Orang yang menghasilkan Limbah nonB3 dapat melakukan pengurangan Limbah nonB3. (21 Pengurangan Limbah nonB3 dilakukan:

    83. sebelum Limbah nonB3 dihasilkan; dan

    84. sesudah Limbah nonB3 dihasilkan. (3) Pengurangan Limbah nonB3 sebelum Limbah nonB3 dihasilkan sebagaimana dimaksud pada ayat (21 huruf a dilakukan dengan cara:

    85. modifikasi proses; dan/atau

    86. penggunaan teknologi ramah lingkungan. (4) Pengurangan Limbah nonB3 sesudah Limbah nonB3 dihasilkan sebagaimana dimaksud pada ayat (21 huruf b dilakukan dengan cara:

    87. penggilingan (grindingl;

    88. pencacahan (shreddingl;

    89. pemadatan (compacting);

    90. termal; dan/atau

    91. sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

      (5)

      Dalam hal pengurangan Limbah nonB3 sebagaimana dimaksud pada ayat (4) menghasilkan:

    92. Emisi; dan/atau

    93. Air Limbah, wajib memenuhi Baku Mutu Emisi dan Baku Mutu Air Limbah. Paragraf 3 Penyimpanan Limbah NonB3 Pasal 455 (1) Setiap orang yang menghasilkan Limbah nonB3 wajib melakukan penyimpanan terhadap Limbah nonB3 yang dihasilkannva sebelum dilakukan pengelolaan 1ebih lanjut. (2) Penyinrpanan Limbah nonB3 sebagaimana. dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada fasilitas berupa:

    94. bangunan;

    95. silo;

    96. tempat tumpukan Limbah (utaste pile);

    97. waste impoundment; dan latau e. bentuk lainnya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknoiogi Pasal 456 (1) Terhadap Limbah nonB3 yang disimpan, dapat dilakukan pengemasan sesuai dengan jenis Limbah nonB3. (2) Pengemasan Limbah nonB3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan kemasan yang:

    98. berada dalam kondisi baik, tidak boc<lr, tidak berkarat, dan tidak rusak; dan

    99. dilengkapi dengan label Limbah nonB3. (3) Label Limbah nonB3 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b paling sedikit memuat: - ii26 - a. identii.as Linthah n,.: nl3ii;

    100. bentrrk ^r.,imbah nonRll;

    101. junrlah Lirnhah nonB3; darr d. f.enggal [-irr: bah ncrrB3 rrisirnpan. Pasal 45'I (1) Fasilitas perryirnpa-irir: " i,irnhah nonts3 sebagairnana dirrrsksud dai.arn Paszrl 455 ayat l2l harrrs rnenrenuhi ketenttran:

    102. kriteria- lokasi;

    103. knt.ena desain; dan c nternpt: rhatikan kapr,-sitas penvlrnparran. ('2j Kriteria iokasi sebagaimana dimaksud pada_ ayat (1) huruf a rneliiruti:

    104. beba.s banjir;

    105. memJrertirrrbangkan jarak yang aman eei'hadap perairan sei: c; 'ti garis batas pasang tertinggi air laut, kolam, rawa, mata air, surrgai, clan s'umur pendr.rdrrk; dan

    106. ter'lelak Ci areaL kegiaran penghasiJ Limbah nonB3 .va.ng ^tercantum ^dalanr ^Fersetujuan ^I ^ingkungan. Palrai 458 (t) Dalarr, hai lckasi fasilitas penlnmpanarr Limbalr nonB3 tidak rnemenuhi kriteria sebagaimana ciimaksud <ialarn Fasal 457 ayat (2), rtallat dilakr"rkan rekayasa teknologi. (2) Fasil.itas penyimpanan Lrmbah nonB3 driengkapi dengan prosedur tata kcloia yang baik sehingga rnenghindari ceceran rlari f-unrpahan Lirnbah nonB3 ke rnedia lingkurrgait. Paragraf . J,,ff.-rr'!.rnr l^ ?q ,-. _.; , - ?.27 P; r.rcgraf 4 .r)emanfa.atan l-imbah rrorrIJ3 Pasal 459 (1) setiap orang yallg rnerrqhasiikau r,irrrbah rronB3 ata.u pihak iain dapat- rnelakukair penranfaatan Linrba.h aonB3. (2) Penranfaatan Limbah nonF3.3 sebagaim; rna trimaksurl pada ayat (1) wajib tercantum dalarrr Persetujuan Linglcutlkail. (3) Pemanfirara-rr l-imbah hr-rrrB3 sebagainrala dimaksud pada ay'at iI) rnciinrrlli:

    107. Duma.n'raatan i,imbah r: onB3 sebagai substitusi lrahan bai<u:

    108. pemanfaatan Limbah ,ri; nfi.l sebagai substirusi st.'mlrer ,: nergi;

    109. pemanfaertan i,irnbah nonB3 sebagai bahan baku;

    110. pemarrfaalan l-.imbah nonB; ? sebagai prcduk sartrping; dan

    111. pemanfaaLar, ,-r.tli)ah nonB3 sesuai dengan pelker^banqan ilnru pengetahua.n dan teknoiogi. Pasai 460 (1) Perrranfaiitan Limba.h rronE]3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 459 ayat (2\ dilakukan dengarr menipertilnban5; kan:

    112. ketersediaan iekrrologi;

    113. stanoal L'r: c'l,tL., .jike. hasil pemanfaalan Lirnbah nonB3 berupa produk: dan c. baku rnrrl.u Lingkungan i{!ciup. (2) lla-ianr tral pemanfaatan Limb.rh norrEilj dila.kukan c_,lch pihak iairi sebagaimana dirnaksud daiam Pasal 459 ayaL (1) 1,ang ticlak wajih rr,emiiilj Pcri.zur: rn Berusaha, rincian dan L'.rjuran pemanfaaten Limbah no; lB3 harus termuat dalarn Persettliuan LiirgkLlyig,r.n pe-nghasil Limbah nonB3. (-r) Dala,: rI!r!'-_ i3) ^Dalarn !ta1 ^pernanfa.{tarl Lilnrrah nonB3 tidak sesrrai dengan rirrcian dan tuj'uan pemanfaatarr sebagaimana dima-ksud pa.ja ayai, l2). pengirasil Linebah rronB3 u,ajib bertanggung ja,uvat., terha.riap pemanfantan i..imbah nonB3. Pirsiri 4 ri 1 i1) ^Pernanfaatan Lir.l: a}., r.cnB: 3 sebagai substitusi hahan i-lakii sebaeairnil-rr,r dirnaksud oalam pasal 459 ayat (3) iiunrf a Caprt clilakukarr uada kt: giatan:

    114. pernlrrratarr tretcn, ttaltrkc, pavirrg blcck, beton ringan, dan bahan konstruksi lainny,r yaris sejenis;

    115. inCur: uri sernen;

    116. pernirdatan tarrrh; dan

    117. berrtuk lainnva sesuai dengan perker.nhra: -rg&o ilrn: .r pengeta huau darr teknologi. (2i Produk irasil peraanfaat-erir Limbah nonB3 sehagaimana dimaksud pada a],rli (l) han: s rnelrenuhr pei'syaratan standar procluk Pasal 462 (1) PemanfllaLan i,imbah nonB3 sebag,ai substitusi sumber energi sebagairnana dirnaksuri dalam Pasal 459 a,vat (3) huruf b clapat h.: rupa segiatan p€rrranfaata.n sebagai substitusi bahen ^lra-kar. (l) Limbah nonRs s.: Lagaimarra dirnaksud pada al,a1 (1) hanrs memenuhi persveratarr rotsl konsent_rasi zat pencernar pemanfiratan Limbah nonB3 untuk substitusi bahan bake.r. (3) De-larn hal pemaniaatan L.inrbah nonB3 sebagairnana dimaksucl pada ayat (2) menghasil.kan:

    118. Enusi; dan

    119. ,{ir Limbah, wajib memenuhi RaL: u lviutu Emisi dan Baku Mutu Air Limbah.

      Pasal 463

      r\r.... i n Pasal 461j, {1) Pema.nfaatan Luyihah ncrrB3 sebagai bahan baku sebagaim': rra ,--limt: ksucl tialarn Pasal 45>l) eryat- (: i) irulu: i c ciapat berup: . kegiietan' a. pemtrual.ari pr<: duk j,ang menggunal<e,-n proses koagulasi, krisralisa-si, oksidasi. dan oestilasi;


    120. pcrnbr-ratan pror-luk kertas, low grade paper, cian k.: rtas t.hipboard;

    121. pernbr. rat-an base oil t\ar. t ^ql'-.,: 'r bakeu' irrinyak;

    122. ^peleburan logarn;

    123. pernbuatarr prodrik 'oerbahan dasar logam, kerties, plastik, dan kaca;

    124. pembuatan rrembena-lr tanih; dan

    125. sesuai cleirgan perkcmbangan ilmu penge tahuain d.an teknologi. (21 Produk hasil pemairfa.artan Limbah norrB3 sebagetimana ciimaksud pada ayat (i) '*,ajib memenr.ihi persyararatr sLandrrr pr'ocluk (3) Standar procluk sebagairrrana ciimaksud pada ayat {2) daPat i-rerupa:

    126. Standar Nasional indonesia;

    127. standa,: ya; l,g ditetapkan oleh Pemenntah; atau

    128. standar dari negara lain atau internasional. Pasal 464 Pemanfaatan Limbah ncnB3 seoagai produk samping sebagaimana r{imaksud dalam Pasai 459 aynt (3) huruf d harus memenuhi keterrtuarr:

    129. drha.-ilkan clari proses industri yang terintegrasi dengan proses Lltama, sebagai produk sekunder;

    130. penggunarrnn.ira bersils.t past-i;

    131. kualit; rs produk,yang diha: rilkan bersif; rt konsisten; cian d. meiricrruhi syarat danratau standar produk. Paragraf '! . ^.!ri.1 Parag; 'rlf 5 Petr irrrbun; rn i,intt-,,atr nonB3 Pasal 465 (1) seti; ,r.p oremg yang riengh: riiilkan Lirnban nonB3 clapat rrrelctkul<arr penir: rl'unan Lirnhah nonB3. (21 Penimbrinan Limtrah nonlJ5 sebagai,'nana dimaksud pacla ayar" (1) dapat <lilakukan parta f': silitas penin-: bunan L,mbah or)rB3 herupa:

    132. penimbu-rsan akhir L,imbah nonB3;

    133. penerapar.a.n di are: , bekas tarnbang;

    134. be^dungan iteriarnplrng l,irr: bah tambang; rlai-r latau d" fasilit-as penimbun,rr Lirnba.h nonB3. lar, sesuai dengar perkernhanga; 1 ilmu pengetahuan <la.n a"prraTlr_rgi. Pasal 4o6 (1) Penimbunan Limbah nont33 di fasilitas penimbusarr akhir Lirnbzth nonB3 sebagairliirla rlimaksud dalane pasal 455 ayat (2) huruf a harus rnem3nuhi persyaratan:

    135. lokasi;

    136. desain konstluksi;

    137. sarana. dan i; rasarana pendukung fasiiitas;

    138. tata cara penimbunan;

    139. peirleriksaan sararra ctan prasarana pendukung fasilitas;

    140. pemeliharaan sarara dan prasarana pendukung ta.sititas;

    141. nemarrtaua.n lingl*rngarr; dan

    142. tata r-'ara dar, rincian llerrrrtupan. (2) I.,imbah ironR3 sebagainrana dirnaksud pada ayat (.i) harus memenLlhi ketentrian_ uji po.irrt fllter.

      (3)

      Dalarn - s3i - (3) Dalarn hai hasri t).li pctirt.t filter sebagaimana dunaksutl pada ayat (2\ rnenunji.ikkari tel'dapat cairan bebas ,ialam Limba-Lr nonB3, wajib dilakukan pre-treifinrcn.t trerupa soliCifikasi dani atau stabjiisasi. Paragraf 6 Perpinoahan Lintas Batas Linrbah n<lnB3 Pa.sal 467 (1i Daiani hal fietiap L]r'a-ng yarlg rrreiighas.ilkan i,irnba_lr norrBS tidak inaffiprr rrelakrrkan sendjri pengekriaan Limbah norrtsS, pengliasil Lirnbah nonB3 dapat melakukan ekspor l.irnb; rh nonB3. (2i Dalatn lia! negara tujua.n ekspor Limbah nonB.3 sebagaiinzrna dimaksuci paca ayat {i) mengategorikan I-,imbah roDB3 l/ang diel: spor s; ebagai Limbah BlJ, penghasii i-imbah nonB3 harus mengajukan permohonan notifikasi k,: pada Perrre: -intah Rr: pubiik Indoriesia melalui L{enteri. (3) Tata csrra pernrohr-rnan nocifikasi sehagainrana dimaksurl pada ai'a.t (2) diiahsarnakarr sesuai dengan k.-terrttran perpindaha.n linr-as batas Limbah 83 setragieirrana dimaksuci cialam Pasai ^.408. Paragraf 7 Penanggulangan Pencema'ran l,inqkungan Hidt.rp dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidrrp dan Pemulihan Fungsi L: irgkungan Hiclup Pasel 468 Sctiap Orang yarrg rnenghasilkan l-imbah nonB3, -v*ang rrierakukan Pencerraran Lingkungan HicJup can/atarr Peru sakan T.,i rrgkun gan I{ id u F' waj ib rnel alcs ana_karr :

    143. Penanggulangai-, Penr: ernaran Lingkungan Hidup dan/atau Kerusakan Lingkungan Hiclup; dan

    144. penrr-riihan t'ungsr l.ingkunga"n Ftidup, Paragraf ?,: Paragraf tl Pelaporar: Pasarl 469 (1) Laporan pelaksarraan kegiatarr pengeiolaarr Limbah nonB3 ditakukarr paling sedikit 1 (satr.ri kali daiarn 1 (satu) tahun kepada Menteri, gubernur, 41.&rl lrupaliTrvali kota sesuai dengan kerven angannya. l2l ^Pela-poran kegiatan pengelclaari Lirnbah n<inB3 sebagairnana dirnaksurd pada ayat (l) paiing sedikit memuat:

    145. nama Lrmbah nonB3, b. jr^rr,lah Lirrrbah nonB3;

    146. wal<cu penl,impanar, I-inrbah nonB3; dan

    147. jenis kegiatarr pengelolaan Limbah nonB3, f-ermasuk Limbah noi-iB3 yantg climanfaatkern oleh pihal: iarn. Pasa] 47O Ketentuarr iebih lanjut .leirqenai:

    148. tata cara pengurangan Linrbah norrB3 se'cagaimana dirnaksud daiam Pasal 454:

    149. pers'/€raiarr fasilitas penyimpajlan Limbah nonB3 dan tata ca.f?, frcll-r,i; tnanan Lirnliair nc'; iJ3 sebagaimana dimaksud dalara Paeal 455 sarnpai dengair Pasal 458;

    150. tata carrr pemanfaate.n t,inrfrah nonEl3 sebagaimarra. dimrrksud dalam Pasai i59 sampai ciengan pasal 464:

    151. 1)erS|&rs1: ari fasilitas pcnirnbunsn Limbah nonB3 dan tat_a cara penlrttrunan Lir; rbah rronB.J sebag.rirnana dirnal<sud dalarn Pasai 465 rlar: .uasal 466;

    152. Penanggulangan Penc.m.at'an Lingkungan Hidup danf atans Kcrusakan Lingkungan Hiciup dan pernulihan lungsi Lingku,rrgan l{idup sel-ragaimana rlimaksud daiar. Pasar 4'-oE; dan

    153. tata cara peiaporan kegiatan pengelolaan Limbah nonB3 sebagaimana d.imaksud daiarn Pasal +59, diatur dalam Peraturan Menteri. Ir IfAli VIII DANA PEN. IAivII NAN LJ i',lr'(. ^j K P.F-il\4 uLI IIAN F rJl{GSI LINGI{.I-I}IGAN H.I D r Jp Pasal 471 (1) Dana penjiiininarr ^'iuttul( perr: uliiran fungsi I-ingkunqan Hid erp .ligtinakan ur r tuk <-egiatan:

    154. penarrggl.il€lirgrin Pcncentaran Lingkungnr: FIidi.rp dani atarl Kcrusaka,r Lingkungan lJicirip; dair,/ar-aur b. pemuiihan tungsi l,irrgkungan t{itiup akibat Pellc.-.rrra ra n Lin gkungan HiCup dan 1 atau Kerusakan i,rngl: 'r.rn garr Hidup, yarrg timbt-,l akibat s.ual.r-r U*.ajra danlatau Kegiatarr. (2) Peng5; r.rriaan dana perrjarnirrr: rr Llfltuk pemulihan fungsi Lingkur: gan Hidup sebagaimans. dirns.ksud pada alat (l) dilaiculcarr pada tahapan kegiatan pra konstruksi, konstnrksi, l: <; misioning, operasi dan pemeliharaan, tlarr/atau pp^$r)il. ope^-asi sesuai t-ahapan vang r"crcanrurrr dalarn Persetujurrn Lingk,.rnga n " (3) Pcnangg-rlanq.an Pe: rcerrtaran Lingkungan Fiioup tianlatau Ker..lsakan Lingl<ungan Hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (l ) hurui a meliputi kegiatan:

    155. pelrj berial) inlbrmasi perirrgatan Pencemaran Lingkungan Iliciup da.rrlatau Kcrusakan Lingkungan Ilidrrp kepada masS,arakat;

    156. penghentian sumtier Pencemaran Lingkungan Hidup dani a-tau Keru.rakan Lingkungan Hidup;

    157. pengisolasian Pencemaran Lingkungan Hidrrp dan/atail Kcrusaka,n Lingkungan l{idup; dan/atau

    158. upaya iairr sr: sr-rai dengan perkembangan ilrrru pengr: tahuan .l.in r.ekrrologi. (4) Pernulihan fungsr Lingk'; ngan Hidup akibat per: cemaran Linglkurlgan Hidup clanr/atau Kei-usakan Lingkungan Hidrll: sebag,; -rimana dirna.ksud pada ayat (i) hunrl b rnehptrti kegiatan: a-. penHhentiarr. srrrnber pencernaran dan pemhersihan rlf'lSllr panCemar:

    159. reiri: bilita si;

    160. restorasi; dan ./atau e. upaya ; ain r_,es,_rni derrgan per-ke.rni; -rga.rr iimrr pengctatrLr.ln il2rl. teknologi. (sri Kegiatan peirrr,n[{B1.rlan gan Pencernaran Lingkungait Flidup cian/atar"i Ken-rsakc,n T,ingkt,ngan Flidup dan pernulihan fungsi Lingkunga.n Hidup setragaimarra dimaksud pada a.rat (3) da-n ayat (a) dilakultarr di:

    161. dalam an'eal i_isaha dani ata.u Kegiatan; dan/atau

    162. iuar arer: l U'saha oa.nltrtarr Kegiatan : lang terkena. tla.mpak dari Usaha d,anf atau Kegiatan. Fas: =i,472 i1) ^Pernegarr.g Persctrrjuan i-ingkurigan',vajib men\rediakan dana penjaminan untuk pcmulihan iuiigsi l.ingkungan I{i,lup sehagaimerqer ilimaksud dalarn Pasal 471 . (2) Dalam hal pemegang Persetr.rjuan Liilgkurrgan sebagairnana rlimaksud pada ayat (1) nrerupakan instrrnsi Pemei'intah atau Pen: .erintah Daerah, kewa.iiban penyediaan rlana penjaminan untuk pemulihan fungsi Lingkun2.ar, H; dup dilaksanaka.n sesuai derrgan ketentuan peratiiran penrndang-uridangan di bidang keuangan negara.. (3) Pelaku usaha pcmegan€{ Persetujuan Lingkungan menyediakan danar penjaminan untuk pemulihari fungsi Lingl<unqan Hidup seba.gi.rima.na dimaksr; d pada ay; lt (l) untuk disimparr r: li bank pemerintah yang ditunjuk oleh Pemerrntah. (4) Untuk jenis Usaha tlan/at-au Kegiatan tertentu, dana pen; -nrinan unt.rk penrulihan itrngsi Lingkungan Hidup capa-t Cikeicrla scce-ra mandirr. (5) Jen's ^I-]: ierha dan/atau Kegiatr,n tertentu sebaga.irnana ciinraksud paCa aya+.- (/r) i,rerrililj kriteria:

    163. termasuk trsjalr.r rilrr/atari Kegiatan risiko rendah Can rnenengah terhaCap i-ingkungan Hidup; dan l atatr Lr. ticlak PRES lDEN REPUBLIK INDONESIA b. tidak rnenianiaatkan srrml-re; - daya atarn -; aug ral.ap perencan?"an!t,,a. akan mengubah hentarrg alarn dan nir: miliki reucilna pasria operasi Usahie clan/atau Kegia.tan. (6) Pemerjnt-ah rnenetapkan jenis usatta danlatau Iiegiatan tertentu sebagaimana dirrratr; sucl pada ayat (4). Pasal ^.173 (1) Dnna pcn; a.minan unLuk pemulihan t'r: ngsi Lingkulngan Hidup sebagairnana dirnaksuri dalanl pasal 4-/i2 ayat (31 diseciiakan olr: h Pelaku lisaha dalanr bentuk:

    164. deposito berjangker, b. iabtrngan bersama;

    165. bank garansi; dan Tatalr d. lainni-'-r sesuai depgap ketentrran peratulan perun rlang-unrlangan. (2i PenveCiaan da.ne penjamirran untuk pemuiihan fungsi Lingkrrngarr Hidup Capat rlilakrrkan dalam bentuk polis asuransi atau instrumen keuartgan lainnlra yang diterbitkan oleh lernbaga jasa keuangan mrlik peirrerintatr yang dituniul. oleh Pernerintah. Pasal 474 (I) Dana penlaminan untuk pemulihan iungsi Lingkr: -ngarr Hidup sebagairnana dirriaksud dalam Pasai 472 ayat {4) ditunjukkan dengan adanya' a. bukti kcpemitit<an dana penjaminan untuk pemuiihan fungsi Lingkungan Hidup: dan/atau b. pen: yataan peruntukan dana perr.jaminan rrntuk pemulihan fungsi Lingkungan Hidup t: agi penanggulangan Pencemaran f.ingkungirn Hidrrp dan/atau l(erusakan Lingkungan Flidup drr.n/atarr pernuliharr tungsi Lingkungan Hidup. (21 Pernyal2a; 1 oertrirtukar: sehagaimana dimaksi: d pada ayat (i) hur,-rf b paling sedikit mernuat:

    166. identiras Pelaku l.isaha;

    167. lumlah dana penia: ninar: ; c. pernyataan pernyataan peruntukan dana penjaminan untuk pemulihan fungsi Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b bagi kegiatan penanggulangan Pencemaran Lingkungan Hidup dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup d.an/atau pemuhhan fungsi Lingkungan Hidup. Pasal 475 (1) Kewajiban penempatan atau penyediaan dana penjaminan untuk pemulihan fungsi Lingkungan Hidup sebagairnana dimaksud dalam Pasal 471 dan pasal 422:

    168. dicantumkan dalam ^persetujuan Lingkungan; dan

    169. dimuat di dalam Perizinan Rerusaha. (2) Jangka r,aktu penempatan atau penvediaan dana penjaminan untuk pernulihan fungsi Lingkungan Hiciup sebagaimana dimal<sud pada ayat (1) dilaksanakan sesu"i dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai Perizinan Berusaha. Pasal 476 (1) Bcsaran dana penjaminan untuk pemulihan fungsi Lingkungan Hidup ditenturkan dengarr memperhitungkan:

    170. tipologi dampak danT'atau risiko Lingkungan Hidup yang akan terjadi:

    171. mediar L,irrgkungan Hidup atau sumber rjaya alam yang a.kan mengaiami Pencemaran Lingkungan Hiclup dan/a.tau Kerusakan Lirrgkungan Flidup, c. tlngkat/derajat Perrcemaran L.ingkungan Hidup dan/atau Kerusakarr Lingkungan Hidup yang akan terjadi;

    172. lamanya Pencemaran Lingkungan Hidup dan/aau Kerusakan Lingkr-rngan Hidup yang akan terladi:

    173. jeriis kegia.tern penangl+rlangari petrcemaran Lingkungan Hidup dan.f atau Kenrsakan Lingkungan I{iclup dan/atau pernrrlihan fi: ngsi r,ingkungan Hidtrp yang akan dilakul,"a rL; c 't.) a - 'i\r , kinerjai layanan jasa Lingkungan Hidur, yang akan dipulihkan;

    174. iangka rvaktu yanfl dibutuhkan untuk penanggulangan Pencerrraran Lrngkungarr Hidup dan/atau Kerusakan Lingkungan Hioup dan/atau pemulihan fungsi Lingkurrgair Hidup;

    175. perencanaan dan surpervisi penanggulangan Pencemaran l,irrgkungan Hidup dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup dan/atau pemulihan fungsi Lingkungan Hidup; dan/atau

    176. kriteria lainnya scsuai dengan karakteristik lokasi dan jenis Usaha dan/atar_r Kegiatan. (2) Penghitungan besaran dana penjaminan untuk pemulihan fungsi l,ingkungan Hidup sehagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada saat perencanaan Usaha danlatau Kegiatan. (3) Ketentuan lebih lanjut merrgenai mekanisme, tata cara perhitungan, dan penetapan besaran dana penjaminan untuk pemulihan fungsi Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur oleh menteri ,v-ang membidangi masing-masing Usaha dan/atau Kegiatan sestrai dengan kewenangan pemberian Perizinan Bemsaha setelah berkoordinasi dengan Menteri. Pasal 477 (i) Dana penjaminan untuk pemulihan fungsi Lingkungan Hidup sebcgaimana dimaksud dalam pasal 4Z 2 hanya dapat ciigunakan oleh Peiaku Usaha berclasarkan keputusan dari Pemerintah atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya. {2\ Penggunaan dana penjaminan untuk pernulihan fungsi Lingkungan Hidup dapat dilakukan oleh pihak ketiga yang ditunjuk oleh Pernerintah atau Pemerirrtah Daerah sesuai dengan kewenanp{annya. (3) Penunjukan pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat i2) dilaksanakan sesuai dengan ket.entuan peraturan perunciang-undangan.

    177. (41 33E - Pelaku usaha \r'ajib memenul: i kekurangan pernbiayaan apabiia dana penjanLinar: untuk pemulihan fungsi Lingkungan Hidr-rp sebagaimana dimrrksr: d pacla ayat (1) tidak mencukupi. (5) Dalam hal 'Jana penjarnina.rr untuk pemr-rlihan fungsi Lingkungan Hidup sebagaimaner dimaksud pada ayat (1) sudah digunakan untuk kegia+-an penanggulangan Pencemaran Lingkungan Hidup dan/atau Kenisakan Lingkungan lliciup dan/atau pemulihan fungsi Lingkungan Hrclrtp, Pelaku Usaha wajib menvediakan kembali kecukupan dana penjaminan *ntuk pemulihan fungsi Lingkungan Hirfup. Pa.sal 478 Penyediaan dana penjaminan untuk pemulihan fungsi Lingkungan Hidup sebagairnana dimaksud dalam pasar 417 tidak membebaskan kewajiban pelaku usaha untuk melakukan pengendalian Pencemaran Lingkungan Hiciup dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup akibat Usaha dan/atau Kegiatan. Pasai 479 Penerapan ke'wajiban penyediaan rlana penjaminan untuk pemulihan fur: gsi Lirrgkungan Hidup seba-gaimana climaksud dalam Pasa1471 sampai dengan Pasal 478 dilaksanakair sesuai dengan ketentrran peraturan perundang-undarrgan. BAB IX SISTEM INFORMASI LINGKUNGAN FIIDUP Pasal 48O (1'l vlenteri, gubernur, arau bupai.iiwali kota sesuai dengan kewerranga-nnya menyediakan inform.asi melaluri Sistem Informa si l-ingkur: ga n Hi,1r-rp. (2) Sistem Inforrrasi Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud pada a.yat ii) ,ilkembangkan terintegrasi sccarra elektronik yang terdiri atas: sistem informasi: a" dokunlen . /-\ /)r, dokurnen l,ingkrlngan Hidup; pelaporirn Persetujuan Lingkungan; st-atus l-ingkrnrgan HiCun; Pengelolaan Lirnbah 83; peta rawan hngkungan; pengavrasan dan perrerapan dan Sanksi Administr atif;

    178. informasi Lingkungan Hidup iainnya. Pasal ^.18 i (1) Sistem inforrrrasi dokurrrcn Lingkrrngan Hitrup sebagainlana climaksr-rd daiam Pasal 480 ayat (2) huruf a bertujuan:

    179. mernperrruCah proscs pelayanan dokunten T-rngkungan f{idup bagi Setiao Orang;

    180. mempermudah penlusunan dokumen Lingkungan Hidup;

    181. ilempercepat ploses penilaian dan pemeriksaan drikr-irnen Lingkungan llidup;

    182. mertpermrrdah dalani lrelacakan data ba-gi masyarakat, penanggurrg ja'vab Usaha clan/atau Kegtar,art, dan pemerintah ;

    183. rrrernbantu pengambilan keputusan dalarn penentuan kelalrsl<3n/ketidaklayakan Lingkungan Hidi.rp terhadap suaru rencana usaha dan/atau kegiatan; dan

    184. memfasilitasi keterbukaan informasi publix dalarn proses penilaian dan pemeriksaan dokumen Lingkungan Hidup. (2) Sistenr informasi dokurrren Lrngkungan Hrdurp sebagaimana dimaksud pada a-vat (1) paling sedikit terdiri dari:

    185. lavanan publik;

    186. basis Cata dci<rrrneir Lingkungan Hidrrp; c webGIS dokumen Lirrgkungan Hidup;

    187. b c. d. e. f.

    188. standal:

    189. scanclar Persetujutrn "[e<nis;

    190. irengllmurnan rencana [_.rsaha danlatau Kegiatan:

    191. pe,ilaran da.ti pemeriksaan dokurnen Li'gkungan Hidup; dan

    192. penelusuran pros()s i-lji kelayakan, penilaian, atau pemeriksaair clokurr: en Lingkungan Hidup. (3) Sistem irrforrnasi dokurnen Lingkungan- Hiclr-rp sebagairnana clirnaksud pada ayat (2) digunakan oleh Menteri, gubernur, {: taLl bupali/wali kota dalaln meiakukan proses U.ii Kelayakan, perrilaran, pemeriksaan dokumen Lingkungan I{iclup, dan pengambilan keputusan- (4) Sistem informasi dokumeri Lingkungan Hidup sebagaimarra dimaksud pada ayat (3) terintegrasi ciengan:

    193. sisterrr informasi di tingkat ckoregion; rlan b. sistem informasi Ferizir: .alr Berusaha. Pasal 482 (1) Sistem infrrrmasi dokumen L,ingkungan Hidup digunakan dalam:

    194. pengurnuntan rencana Usaha dan/atau Kegiatan;

    195. pengisian Fcrrmulir Kerangka Acuan;

    196. penreriksaan Formulir Kcrangka Acuan;

    197. penyllSurran dokumen Andal dan dokumen RKL- RPL:

    198. Uji Kelayakan;

    199. pengisian Forrnulir UKL-LfPL stantiar spesifik dan Forrrrrrlir UKL-UPL standar;

    200. cemeriksaa.n F'orrnr-llir" UKI-.UpL sta.ndar spesifik dan Forrr uriir UKL-LIPL standar;

    201. penerh: itanPersetujuan Lrngkungan;

    202. pengisian SPI,i-,:

    203. daftelr lembaga pela: rhan kompetensi Amdal:

    204. daftar lembaga. sertifikasi kompetensi penyusun Amdal;

    205. claftar l. daftar lembaga penyedia _iasa pen)'Llsunan dokumen Amdal;

    206. pelaksanaan Audit Lingkungan Hidup; dan

    207. pelaksanaan DELH dan DPLH. (21 Dalam pengisian Formulir Kerangka Acuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan mengisi berdasarkan Formulir Kerangka Acuan spesifik. (3) Dalam pengisian Formulir UKL-UPL standar spesifik dan Formulir UKL-UPL standar sebagaimana dimaksud pada ayat (i) huruf f, penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan mengisi berdasarkan Formulir UKL-UPL standar spesilik dan Formulir UKL-UPL standar. Pasal 483 (1) Sistem informasr pelaporan Persetujuan Lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48O ayat (2) huruf b digunakan untuk merekam dan menggambarkan data dan informasi pelaksa.naan pengelolaan dan pemantauan Lingkungan Hidup dari penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan (21 Sistem informasi sebagimana dimaksud pada. ayat (1) diterapkan kepada setiap Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib memiliki Amdal atau UKL-UPL. (3) Penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan wajib Amdal atau UKL-UPL menyanrpaikan laporan yang meiiputi:

    208. pengendalian Pencemaran Air;

    209. pengendalian Pencemaran Udara; c" pengelolaan Limbah 83;

    210. pengendalian kerusakan lingkungan; dan

    211. substansi lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 484 (1) Sistem Informasi stalus t.ingkr.rngan Hidup sebagaimana dimaksud dalam Fasal 480 ayat (2) hunrf c digunakan untrrk merekam dan menggambarkan data dan informasi Lingkungan Hidup secara komprehensif sebagai acuan pengambilan keputusan. (21 Pemerintah dan Pemerintah Daerah melaporkarr sta,tus Lingkungan Hidup informasi terdiri atas: menJruslrn dan yang memuat a. faktor pemicu perubahan lingkrrngan;

    212. tekanan yang menyebabkan per.rbahan lingkungan;

    213. status dan kondisi lingkungan;

    214. dampak dari perubahan lingkungan; dan

    215. rcspon terhadap perubahan lingkungan. (3) Faktor pemicu perubahan lingkungan sebaga.imana dimaksud pada ayat (2) hurrf a meliputi:

    216. jumlah penduduk;

    217. tingkat pertumbuhan penduduk;

    218. tingkat pertumbutran ekonomi; clan d. bencana. (4) Tekanan yang menyebabkan perubahan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b rneliputi:

    219. penggunaan sumber daya;

    220. jumlah limbah yang dihasilkan;

    221. Emisi iangsung dan tidak langsung ke udara, air, dan tanah;

    222. tingkat kebisingan;

    223. radiasi; dan

    224. tingkat ganggLtan. (5) Status tlan kondisi lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c diukur dengan inCeks kualitas Lingkungar-r Hidup ),ang rei-cliri atas indeks:

    225. kualitas air;

    226. kualitas udara;

    227. kualitas air laut;

    228. kualitas tutupan lahan;

    229. kualitas ekosistem gambut; dan

    230. lainnya sesuai dengan ilmu pengetahuan dan perkembangan teknologi (6) Dampak dari perubahan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d terdiri atas:

    231. perubahan lingkungan;

    232. dampak yang ditimbulkan oleh sumber pencemar terhadap kualitas Lingkungan Hidup;

    233. daya dukung dan daya tampung;

    234. kebencanaan; dan

    235. perubahan sosial ekonomi akibat perubahan lingkungan. (7) Respon terhadap perubahan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (21 huruf e meliputi perubahan kebijakan untuk mengatasi tekanan, status, dan darnpak dari perrrbahan lingkungan. Pasal 485 Kernenterian/lembaga pemerintah nonkementerian dan perangkat daerah yang menyelenggarakan pelayanan publik terkait dengan pemantauan kualitas lingkungan melakukan pertukaran informasi melalui sistem informasi status Lingkungan Hidup. Pasal 486 Sistem informasi Pengelolaan Limbah 83 sebagaimana dimaksud Calam Pasal 48O ayat (2) huruf d paling sedikit meliputi infcrmasi pelaksanaan Pengelolaan Limbah 83 untuk kegiatan:

    236. kinerja Pengelolaan Limbah 83;

    237. penanggulangan kedaruratan Limbah ts3 dan Limbah nonB3; dan

    238. pemulihan fungsi Lingkungan Hidup akibat terkontaminasi Limbah 83. Pasal 487 Sistem Informasi peta rarfi'an lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 480 ayat (2) huruf e bertujuan untuk menggambarkan kondisi rawan lingkungan di indonesia yang diakibatkan oleh:

    239. banjir;

    240. longsor;

    241. kebakaran hutan;

    242. dampak perubahan iklim; dan/atau

    243. dampak Lingkungan lainnya. Pasal 488 (1) Menteri menetapkan sistem informasi pengawasan dan penerapan Sanksi Administratif sebagaimana dirnaksud dalam Pasal 480 ayat (21 huruf f bertujuan untuk mengintegrasikan pelaksanaan pengawasan dan penerapan Sanksi Administratif di pusat, provinsi, dan kabupaten/kota dengan berbasis teknologi informasi. (21 Gubernur atau bupati/wali kota menyampaikan laporan hasil pelaksanaan pengawasan dan penerapan Sanksi Administratif kepada Menteri untuk diintegrasikan ke dalam sistem informasi pengawasan dan penerapan Sanksi Administratif. (3) Sistem informasi pengawasan dan penerapan Sanksi Administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat informasi paling sedikit berupa:

    244. status ketaatan pemegang Perizinan Berusaha atau Persetujuan Pemenntah terkait persetujuan Lingkungan; dan

    245. status tindak lanjut hasil pengawasan. (41 rata cara penyampaian informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

      Pasal 489

      PRES lDEN REPUBLIK INDONESIA Pasril 489 Ketentuan lebih lanjrrt mengenai:


    246. sistem informasi status Lingkungan Hidup;

    247. indeks kualitas Lrngkungan Hiciup;

    248. sistem informasi peta rawan lingkungan; dan

    249. sistem informasi Pengeiolaan Limbah 83, diatur daiam Peraturan Menteri. BAB X PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Bagian Kesatu Pemhinaan Pasal 490 (1) Menteri melakrrkan penroinaan kepada:

    250. gubernur';

    251. Tim Uji Kela; .akan Lingkungan Hidup;

    252. oejabat pengendali Dampak Lingkungan; rl penyuiuh Lingkurigan Hidup;

    253. Pejabat Pengawas Lingkungan I{idup;

    254. lembaga sertifikasi koinpetensi Arndal;

    255. Lembaga pelatihan konrpetensi Amdat;

    256. leinbaga penyer: iar jasa penyusLr_nan dokurnen Amrlal;

    257. pen-!'usun Arndai perorangan;

    258. penanggurlg .jawab Usaha dan/atau Kegiatan; dan/atau

    259. nrasyara.kat. (21 Pernbin.'rair sebagairr,rena dimaksud pada ayat (1) dilakukzur ttrkait:

    260. Penzinan Berusaha dan Persetujuan pemerintah;

    261. Perlindungan dan Pengelolaan Mtitu Air:

    262. Perlindungan Carr Fengelolaarr Mr: tu lJdara;

    263. Pengerrdalian Pencemaran'-lan Kerusakan Laut;

    264. Pengelolaan Limbah 83; dan/atau

    265. muara; l teknis lainnya sesuai dengan ketentuan peratrrran perrlndarig-undangan. (3) Pembinaan sebagairnana dimaksuci pa,cla ayat (t) dilakr-: kan nrelalui:

    266. pemberian norma. standar, prosedur, dan kriteria;

    267. evaluasi kineria Pemerintah Daerah;

    268. evaluasi kinerja penanggSrng jawab Usatra dan/atar.r Kegiatan;

    269. disemirrasi peratur,.rn perundang-undangan;

    270. birnbingan teknis:

    271. tr>encirdikan ^rlalr ^pelatihan;

    272. bantuan serana darn prasaranrra;

    273. programpercontohan;

    274. forum bimbingan dan/a_ta,-r konsultasi teknis;

    275. penyrluhan;

    276. peneiitian;

    277. pengenebangan;

    278. pernberian penghargrian; oan/atau n. bentuk iainnl'a sesuai dengan perk,: rnhangan ilrnu pengetahuari ciari teknologi. (4) Penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hun: f m diberikan kcpada:

    279. penanggung jawab Usaha danlatau Kegiai: an rrrelalui Prograrn Peniiaiarr Peringkai Kinerla perusahaan dalam pengelolaan Lingkungan Hiclup;

    280. per".rerintah kabupaten T kota rnelalur prograrn ACipura;

    281. iirdividu dan kelompok/lembaga masyarakat rnelaiui pe n gh r-rgaan Keilprrta,.t-u ;

    282. sekolah (s) d. sekolah yang peCuli darl berbudaya lingkungan melaiui prcgr.am Adiwryata; dan/atau

    283. bentuk penghargaan iain dalam peningkatan Perlindungan dan ^pengelolaan Lingkungin Hidup. Pemberian penghargaan sebagaimana climaksud pada ayat (4) diiaksanakan sesuai dengarr ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 491 (1) Gubernur sehagai wakil pemerintah pusat meiakr: kan pernbinaan kepada:

    284. brupa.tilwali kota:

    285. peiranggung jawab Usaira danratau Kegia-tarr yang Persetuj..ran [,ingkungan ditetapkan oieh gubernur; dan

    286. masyarakat. (2) Bupati/'rrali l<ota melakukan pembinaan kepada:

    287. penanggung javt,erb Usarha dan/atau Kegiatan yang Persetujuan Lingkungan ditetapkan oleh br-r1_rati/wali kt-lta; cian b. rnasyarakat (3) Pembinaan se'oagaimana dimaksud pacla ayat (1) dilaktrkan melalui:

    288. evaiuasi liinerja Pemerintah Daerah kabupaten/kota;

    289. drserninasi peraturail perundang-undangan;

    290. bimbingan tekrus;

    291. pendidikan dan pelatihan;

    292. bantuan sarana dan prasararna;

    293. prograr: n percontohan:

    294. fomm trimbingan dan/atau konsul.tasi teknis;

    295. penyuluhan;

    296. penelitian;

    297. pengemhangan;

    298. pernberian .

    299. pernberian penghargaan; dan i arau I. bentuk lainnya sesuai dengan perkenibangan ilmu pengetahuan clcn teklrologi. Dr.larn hal guber,u. belum melakukan pembinetan, Nienteri mt-'lakr-r.ka-rr pernbinaan kepada pemerintah Daerah kabupaten/kota setelah berkoordinasi ciengan gubernur. (5) Pembinaa-n se!: agaimana dimaksud dilakukan rrielalur:

      (4)

      pacla ayat (21 diseminasi peraturan perundang- andangan; bimbingan teknis; pendidikan dan pelatihan: bantuarr sarana dan prasarana; prograrn perc'ontohan; forum bimbingan danlatau konsultasi teknis; penlu tuhan; penelitian; pengembangarr; pernherian penghargaan; dan /arau bentr: k lainnya sesuai dengan perkembangan ilrnu pengetahuan dan tcknologi. a" b. d. e.

    300. o b' h.

    301. j.

    302. Bagiaur Kedua Pengawasan Pasal 492 fu[enteri, gr-rbernur. atau bupati/r.vali kota wajib melakukan pengawasan terttadap ketaatan penanggung ja'.vao Usaha dan/atau Kegiatan atas ketentuan yang ditetapkan dalarn Perizinan Benrsaha atau persetuJuan Pemerintah telkait Pe: setujuan Lingkungan dan peraturar-r perun(larg-unci; '.ngan di bidang pertindungan da rr Pengelolaar, I-irrg,lru n garn i{ictup.

      (1)

      (1)) Penga-rr/asan . FT (21 Pengav asan sebagaimana rlimaksud pacla ayat (r) dilakukan berdasarkarr norma.r standar, prosedur, dan kriteria yang ciitetapkan oleh I{enteri Pasal 493 (1) Menteri berwenang melakukan pengawasarr terharlap keta.atan penariggung .iarvrtb tisaha rlan/atau Kegiatan yang rneiiputi:

    303. Perizinan Berusaha terkalt persetuirran LingkLrngam yar)g diterbitkan oleh pcmerintah; atau

    304. Persetujuan Pemerintah. terkait persetujua. Lingkungan yang diterbitkan oleh pemerintah. (2\ Gubernur ber.r'-,enang melakukan pengawasan terhaciap ketaatan pelianggung jar,,'ab Usaha danlatau Kcgiatan yang meliouti' a. Perizi,an Berusaha terkait persetujuair i-ingkungan yang diterbrtkan oleh Pemerintah l)aerah pro'rinsi; atau

    305. Persetujuan Pemeri.taLr terka-ir persetujuair Lingkungan yang diterbitkan oletr pemerintah Daerah provinsr. (3) Bupati/wali i<ota berwenang melakukan pengawasan terhadap }: etaatan penanggung jawab Usaha clan/atau Kegiatan yang rrieliputi:

    306. Perizinan Berusaha t.erkair- persetujuari Lingkungan yang direrbitkan oleh pemerintah Laaerah kabupaten/ koter; at: ,ru b' Persetujuan Pemerintah terkait persetujuan l,ing!.ungan va,g diterbitkan oleh pe; nerintah Daerah ka-bupatenlkota.. |41 ^Penga..lrasarr ^sebagaimana dimaksud pacla ayat (1), .ryat (2), dan ayat (3) dikecualikan terhadap arialisrs mengenai dampak laju lintas. (5) Pengawasan tert: acap analisis mengenai dampak lalrr lintas sebaga.irnana dirnaksucl pacia ayat A) ditakukan oleh merrteri yang men5'elenggaral<an uiiusan pernerintahan di bidang perhubu.rtg_an, quberntrr, atau bupati/urali kota sesuai dengan keli,'enangannya. PRES ]DEN REPUBLIK INDONESIA - ri50 ^_ (6) Dalarr hal Perizinan Be: 'ur-saha atau persetujuan Pemerintah terkait perst--tujuan Lingkungan mensyaratkan tlLO clan helrrm dipenuhi, Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya meia.krikan pengawasarl terhadap-r kewajiban lairrr.l,a Ca-lanr pe: .setujuan Lingkungaa. Pasal 494 (1) Menteri, grrbernr_rr, ataLl bupati/wali kota dapat mendelegasrkan kernrerrangan pengalvasan t<epad.a pejaba"/instansi teknis yarig bertanggung jarvab ci bida.ng Perli.ndungan dan Pengelolaarr Lingkungan HiCup. (2t Dalam melakser,rakan pcngarr-/asan, Menteri, gubernur., atau buperti/wali kota menetapkati peiabat pengo*as Lingkunga, Hid'rp yang merupakan pejabat, fungsion,l.

      (3)

      Peneta.pan Fejabal Perrgawas Lingkungan Hidup sebagairrrana dimaksud pacia ayat (2) <lilaksanakan sesuai dengari keterrtuan peraturan perunrlarrg-unclangan yarLg rnengatur jabatan fungsional pengawas tr ingkungan l{idup. Bagian Ketiga. Wewenang Pejabat Pengawas Lingkungan Hiciup Pasal 495 (1) Pejabat Pengawas L,ingkungan tlidup berwenarrg:

    307. rrrelakukao pemantauan;

    308. menrrnta keterangan;

    309. rnernbuat salinan dari dokumen dan/arau membuat catatan yang diperlukan;

    310. memasuki t_empat tertentu;

    311. memotret:

    312. membuat rekaman audio visual; g mengambil samp'rel;

    313. merneriksaperalatan;

    314. memeriksa (2) (si I memeriksa rnstalasi Can/atau dan f atau alat trar-rsporlasi;

    315. menghentikan pelanggarantertentu. Dalam melaksarrakein wev./cnang sebagaimana dimaksurl pada ayal (1). Pcjabar Pengarvas Lingkungan Hidup dapat melakukan koordinasi dengan penyidik pegaai ncgeri sipil. Penanggrrng jawab Usaha dan/atau Kegiatan dilarang menghaiarigi pelaksanaan tugas pejabat psngsl.,2s Lingkungan Hidup. Bagian Keerrrpat Pel: iksanaan Pen gaw asan Pasal 496 (1) Pengawasan dilakukan oleh peiarbat pengawas Lingkungan Hidr rp. (21 Pengawasan dapat_ dilakuka,r Cengan cara:

    316. pengawasan langsung; dan /aLau b. pei)gawasan tidak langsung. (3) Pengau,asai'l langsung sebagairnana dimaksucr pada ayat (2) hurui'a. diiakukan cengan mendatangi lokasi I-rsaha dan/atau Kegiatan secara:

    317. r'eguler; atau

    318. insidental. (4j Pengawasan tidak langsung sebagairnana dineaksud pada ayat (21 huruf b dilakukan melalui penelaahan data laporan pena.ggu,g jawab Usaha dan/atau Kegiatan dan/arau clata dari Sistem Informasi Lingkungan l{irlup. (5) Dalam hal hasil pengawasarr tidak 1angsung sebagaimana dinraksud pada ayat (4) rnenunjukkan pelanggar.an yang ber,-rlang atau rnengirrdikasikan timbulnya ancaman serius terhadap Lirrgkurrgan Fiidup, pejabat pengawas Lingkungan llidup segera nrelakukan pengawasan langsurrg. Pasal 497 (1) Pengawasan reguler sebagaimana dimaksud daiarn pasal 496 ayat (3) huruf a dilaksanakan sesuai dengan perencanaan setiap tahun berdasarkan perizinarr Berusaha atau persetujuan pernerintah terkait Perse tuj u.n Lingkunga.a dan/atau infclrmasi lainr-1ra. {'2) ^Perrgawasan reg,ler sebagairnana dimaksud pacla ayar (l) dilakukan ciengan tahapan:

    319. perencallaan penga,vasan;

    320. pelaksanaar pengawasan; dan

    321. evaluasi peng,arvvariarr. (3) Perencanaan pengawasan sebagaimana climaksud pada avat (2) huruf a dilakukan deiegan tahapan:

    322. irrverrtarisasi dan identifikasi perizinar: Beru_saha, dan Persetuj,an Femerintal'r terkait persetujuan Lingktrngan. serta inrbnnasi lainnya; dan h' penctapan pr ioritas usaha dan/atau l(egiatan yarlg diawasi dengan pengawasan langsung. (4) Pelaksanaan pcngawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b irretiputi kegiatan:

    323. persiapan pcngawasan;

    324. perneriksaan ketaatan; dan

    325. tindak lanjut hasil pengawasan. (5) Evaluasi penElav,'asan sebagarrnana dimal<sucr pada ayat {2) ^iruruf c dilaksa,akan untuk mengukur tingkat keberha.silan arrtara perencanaan dengan peia-ksanaan pellgawasal) serta mernberikan urrpan balik terhadap perbaikan flengawasall Pel'izinan Berusaha clan i)erse tuj u a-n Pe meri n ta h t-crkait persetuj uan Lin gkungan. eG2 Pasal 498 (1) Penga'; rasan insidental sebagaimana climaksrrd dalam Pasal 496 ayat (3r irllnif b ciilakukan epabila memenulii kriteria:

    326. adanya indikasi pelanggaran berr; la'g sebagaimana dirnaksucl daiam pasal 496 a'JaL (s)L rjan lndikasi pe liinggaran .r'ang terCeteksi ;

    327. acia,ya peng*dua,n clari masyaraka-t terkait clugaan Pencem arar. r Lingku ngan Hidu p cla n,r a taLr Kertrsakan Linglrungrin Hidu.Jr; dan /arau c. adanva laporan dari pengei<lla kawasan atas pelanggaran pelaksanaan RK.L-RpL rinci oieh pelakur Usaha dalant kawasan. (2\ Pengatdrran dari masyarakat sei; againrana,limaksud pada ayal (1) irirruf b, penanganannya cilaksanakarr sesuai dengan ke f-ent rran peratu ran perundan g-undangan. (3) Dalam hal adanya iaporan dari pengeiola kau,lrsan sebagaimana din: aksud pada ayat (1) huruf c, pe.jabat Pengawas Lingkungarr Hidup melak,ka^ pcngawasan ketaatan pelaksanaan kete; rtuarr dalam RKL-RPL rinci Pelaku Usaha dalam karvasan. Pasal +99 (1) Dalarn lieii lJsaha dan/atau Kegiatan telah menimbuikan ancaman serius terhadap Lingkungan Hidup, pejabat Pengawas Li,gkungan Hidup melakukan penghcntian pela; rggaran rert-entu setragajmana crimaksrid dalarn Fasal 495 ayat (1) hurul'f . (2) Penghentian pelanggara.n tertentu sebagaima.na dimaksud pada ayat (tl ber"tu-ir_ran untuk mencegah:

    328. dampak yang iehih besar da, lebih luas jikc dclak segera drhe.ri,_ika'r frencenraran Lingkungan Hidup danr/atarr I(crcrsakan i..inqkurlgan Hidup; dan/atau

    329. kerugian ya.g lebih besar r>agi Li.gkungan Hidup jika tidak segera crhentika, pencerr,a.ran Lingkungarr Hiclup danlatau Kerusakan Lingkrrrrgan Hidup. (3) Penghent-ian pelilngga-ran terrerrttr lang dilakukan oleh Pejabat Pengarvas Lingkur'.gan Hidup dapat berupa: 354 a. penutr.rpan salurarr peml)Lrangan Air Linrbair;

    330. perrrb,ngkaran sa.luraa per,buangarr Air I-irnbah:

    331. per,ghentian operasi sumber Enrisi;

    332. penutupan lokasi pembuangan Limbah; d,anlatalr e. upaya lainnva yai)g bertujuan untuk rnenghentikan pelanggaran t-crtentu. (4) Pengherrtian pelanBgaran tertentu sebagaimana,limaksurl pada ayat (3) dapat dilakrrkan melalui pemasangan piang penghentian pelanggaran tertentu dar-r/atau garis f,ejabat Pengawas Lingkungan I{idup. (.5) Pejabat Pengawas Lingkungal'! i{iriup setelah melakukan penghentian pelanggaran tertentu menyusun berita acai"a pengtrentian peianggaran tertentu yang paling sedi.kit rnemuat:

    333. iclentil-as pet)anggrlng jawab Us: rha dan./atau Kegiatan;

    334. jenis oelanggaran;

    335. lokasi dan titik koordinat pelanggaran;

    336. waktu penghentian peianggaran; dan

    337. bentuk t-inciakan penghentian pelanggaran tertentu. (6) Terhadap tindakan penghentian pelanggaran tertentu sebagaimana dimaksud pada a5'at (3), penanggung ja.r,vab Usaha dan/atau Kegiatan bertanggung jawab menjaga lokasi dari potensi kerusakarr, tlerubah atau hila.ngnya barang bukti. Pasal 5OU (1) Hasil pengawasan yang dilakukan oteh pejabat pengawas Lingkungan Hidup dituangkan dalam berita acara pengawasan Can laporan hasil pengawasan. (21 Berita ac,tra pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat fakta dan terr'ruan hasil pengawasan. (3) Laporan hasil pengaw,tszrn sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyettakan statr: s l: etaatan iJsaha dan/atau Kegiatan. PRES lDEN REPUBLIK ]NDONESIA (4) Dalarn ira! kesimpulan laporan hasil peugawasan sebaga"irnana dirnalisuci paria ayal (3) dinvatakan ticlak taat, Pcjabat Periga'ras Lingkungan Hidup meinberikan rekomenciasi tinciak ianjut prenegakan hukum yarrg rrrelipr-11i;

    338. adminisr-ratif;

    339. perclata; dan/atau

    340. pidanil, kepada Menteri, gubernur, atau bupati./wrrli k<lta sesuai dengan kelt'enangannya. (5) Dala.m hal hasii penga,yasan tida.k langsung clat-i dater pelaporan inclalui sisterrr Inlbrrnasi Lingkungan l{idup secara otonratis, tcrus-menerlls darr clalam jarirrgan diternuktrn pelanggaran, Pej; krat Penganvas ; .irrgkurrgarr Hidrrp rnem.l: eril: an rekornendasi tindak ianjut penegakan hukurn kepada Menteri, grbernur, at-au tnrpati/',rrali kota sesuai dengan kewenangannya. t)a,sal 5C 1 (1) Penegakan hukurm perdata sebagaimana dimaksud calam Pasal 5OO ayat l4l huruf b clapat dilakukan denge.n pembuktiair pertan ggungjavrabnn rirutiak. (2t Pembuktian dengan prinsip pertanggungiawaban mutlak sebagaimana dirrraksud pada ayat {i) harus dimintakan oleh ^penggugat dan terrnuat dalam surat gugatan. (3) Pcrtanggu-ngjawaban rnutl: : .k sebagairnana dirnaksud i-lacla ayat ^(21 dapat Ciberlakrrkan kepada penanggung jawab Usaha dan/atau Kegratan yang tindakannya, usahanya, Can / atau kegiatarrnya:

    341. menggl-rnakan B3;

    342. me.ngh.rsilkan Lirnbatr 83 dan/atau rnengeiola l,imbah 83; dan /atar.r c. rnenimbulkan ancamar uerlus terhadap Lingllungarr I Iidup. (4) Tergugat dalrat pembukt-ian. mengajukan pemhelaan derrgan : {55 356 a. tid: ek rnenggunakan 83, merrghasrlkan Limbah 83, atarr rneirimbullra-n ancanlan yang serius; dan/atau

    343. Pencemaran Lirrgkungan llidup cran/ataur Kerusakan Lingkungan Hidup bukan drsebabkan oleh axtivitas Usaha cian/atau l(egiatannya ter-api disebabkan oleh pihak lain atarr kea.daarr kahar (farce majeui. (5) Tergugat dapat drbebaskan dari ranggung jawab mutlak, sebagaimana riimaksr-rd pa.da. ayat (l) jika clapat membuktikan ba: hw-a Pencemaran Lingkr: ngan Iiidup danf r-ttau Kerusaka* L,inglcungan Hicup disebibkan oleh salah sat: : alasar: : a. adanya bencana alam atau peperangan;

    344. acianya keaCaan mernaksa di luar. kem.ampuan rTranLlsia; atau

    345. akibat pert)ual-an piha< lain yang menyeba_bkan terjadinya Pencerrraran L,ingkungan Hidi-rp dan/a-tau Ken-isakan Lingkungan Hidup. (6) Dalarn hal Pe.ncernaran l,ingkungan Hidu.p darr/atau Kerusakan Lingkungan l{idup akibat perbuatan pihak lain sebagairnana dirnal<sud pada ayat (15) huruf c, pihak lain bert: rnggung jarvab atas ken_lgian vang djtimbulkan. Bagian Kelima. Pengarvasan Lapis Kcdtia Pasal 5C2 (1) Menteri dapat meli-lkukan pengawasan terhadap ketaatan penanggrrng jaw'ab Usaha ctan/atau Kegiatan yang Perizinan Berusaha atau Persetujuan peme,: intah terkait Persetujuan Lingkungan diterbitkarr oleh pem.erirrtah Daerah jikl:

    346. Menteri menganggap terja.di pelanggaran yang serius di bidang Periindungan cian ^perrgelola.an Lingkungan l{idup berdasarkan norma, standar., prosedur, dan kriteria yang clitetapkar: . oieh Menteri: dar;

    347. gubernur d,anf atau bupati/vvali kota tidak melakukan pengarvvasan.

      (2)

      Pelanggaran (2) Pelanggaran yang serirrs sebagaimana yang cimaksud pada ayat (1.) hunrf a meLip'_iti:

    348. tindakan melanggar hukum ya..g mengakibatkan Pence.rraran Lingkungan Hidup <lanf atau Ker,sakan L,ingkungan ^tlidup relatif besar; dan/atau

    349. menimbulkan l<eresairan masyarakat. (3) Perrcemai'an Lingkurngan Hidup,danlatar: Kerusakan Lingkungan Hidup reiar.if besar sebagaimaira dimaksurl pada ayat (2) huruf a tlila-kuka.n dengan mempertirnbarrgkan:

    350. ber: ruk dan intensitas pelanggaran, dan b. besaran dan/atau iuas sebaran dampak. (4) Pela.rrggaran yang menirnhulkan keresahan masyarakat sebagairr,ana dimaksucl pada ayat (2) hurui'b berdasarkan pengaduan masyarakat dan/atau informasl yang nrc'iuas di masyarakat.

      Pasal 503

      (r ) Pejabat Penga-'was Lingkungan Hidup craram melakukan pengawasan berdzrsarkan korje etik. (2) Kode ctik sebagaimana dimaksrid pa<ia ayat (l) didasarkan atas urinsip:


    351. integritas;

    352. prc,fesionalisme; dan

    353. responsif. (3) Prinsip kcde etik sebagaimana dimaksud pacra ayat (2) wajib ditaati oleh setiap pejabat pengawas Lingkungan Hidup (4) [-,rntuk rnenegakkan prinsip kode dinraksud pada ayat (2) dibentuk penga,vas Lingkungan Hidup. etrk sebagairrana dewan kode etik Pejabat Penga'rras Lingkungan Hidup yang melanggar kode etik dikenakan sanksr sesuai dengan peraturan perundang-'.rndrengan \rang mengatur tentang Aparatur Sipil Negara. (s) Pasal 504 Ketrentuan Ie Lriir ia njut mcnge riai :

    354. pengawasan RKL.-RI)L ri.nci;

    355. pemasangan plang pe,gherriian pela.ggaran rertentu dan/ata.u garis Pejabett pengau,as Lingktrngan Hidrrp;

    356. penghitungan kerugian akihat pencemaran Lingkungan Hidup dan/atau Kerusakan I.ingkungan t{idup;

    357. pedoman pengawasan Lingkrrngan Hirlup;

    358. kode etik F'ejabat pengawas Lingkungan Hidup; dan

    359. pedoman Dengawasan Lingkungan Hidup, diatur dalam Peraturan Menteri. BAB XI TATA CARA PENERAPAN SANKSI AI)MINISTR,.T'|IF PERIZINAN BER.USAHA ATAU PERSETIJJUAN PEMERINTAH Bagian Kesatu Wew-enang Penerapan S)anksi Adrninistratif (1) Petsal 505 Menteri, gubernur, atau bupati/,*,ali kota wajib menerapkan Sanksi Adrninistratif terhadap penangg(ing jawab Usaha dan/atarr Kegiatan jika dalam pe.,gawasan ditemuka"n pelanggaran terhnclap ketentuan:

    360. Perizinan Bertrsaha; atart h. PersetujtranPemerintah, terkait Persetujuan Lingkungan perundang-undr.,-ngan di bidang Pengelolaarr Lingkul'r gan Hidup. (2) Penerapan Sanl<si Administratif sebagairnana dimaksucl pada ayat (li cilakukan sesuai dengan norma, standar, prosechrr, dan kriteria.vang ditetapkan oleh Menteri. dan peraturan Perlinoungan cian Pasrtl 5O6 (1) Menteri ber.,venang inenerapkan kepada. penanggunp, ia-rvab Usaha te rhad ap ltelanggaran: Sanl,,si,\drninistratif dan/atar-r Kcgiatan a. Pcrizinan Berusaha terkait persetuiuan Lingkungan yang r-literbitkarr oleh pemerrntah; atau

    361. Pcrsetujuan pemerintall terkart persetujuan Lingkun6gan yang ctiterbitkan oleh pemerintah. (21 Gubernur berwenang mcnerapkan sanksi Administratjf kepacler F,enanggung ja'.,,,'ab lJsaha danla.tau Kegiata, terhaclap pelanggaraa:

    362. Ptri,inam Berusaha terkait pcrsei-ujuan Lingkungan yang dit-erbitkan oleh per: nerintah f)aerah provinsi; atau

    363. Persetujuan Penrerintah terkaiL persetuiuan Lingkungan yang diterhitkan oleh pemerintah f)ar: rah prrr uirrsi. (3) Bupati/wali kota berwenang rnenerapkan sanksi Administratif kepada penanggung ja,,rzab Usaha clan/atau Kegiatan terhadap pelanggaran:

    364. Perizinan Rerusa.ha icrliait persetujuan Lingkungan yang diterbitkern oleh pemerintah Daer-ah ka.bupate rt f kt: ta; at_alr b. Persetrrjurin Pernenntah terkait persetu.luan Lingkungan yang rllterbitkan oleh perneriirtah Daerah kabupaten/kota. Pasai 5O7 Menteri, gubernur atau bupaLi/ wali kota cralam penerapan Sanksi Acirrrinistratif dapat inerrdelegasikan ker,venangan.rya kepada pejabat yang membidangi penegakan hukum atir-r perangi,,at daerah yang membiciangi Lingkungan Hidup. Bagian Liagiar,Kedua Pei-r r: r apar: S.rnksi Adrnirri stratif Pai'agraf 1 Uinrrm Pasni 508 (1) Sanksi Admirristratif berupa:

    365. tcguran tertuirs;

    366. pal<scan pemerintah:

    367. rlenda adrninistratif;

    368. pembekuan PsliTinan Berusaha; clan/atau c. pencabutan Perizinan Benrsaha. 12) ^sanksi ^Aoministratif sebagairnana dirnaks'.id pa.da alral (1) diterbitka.n dalarn lrc; ntrrk keputusan. (3) Keputusan sebagaimana dirnaksud pada ayat t2) paling sedikit memuat-:

    369. nama jabatarr dan alamat pejal-.,at administrasi yang trerrvena11g;

    370. na.irra dan alamat pena,ggung jerwab Llsaha dani atarr Kegiatan;

    371. narna dan alamat perusahaan;

    372. jenis pelanggaran;

    373. ketentuan vang dilanggar;

    374. uraiarr ft61',': 'riilran atau perintah yang harus dilakukari penanggurrg jawab uisaha dan/atau Kegiata-n; dl,.n g. jangka wi: ktu penaatan l: ewajiban Denarrggung jawal,l IJsahadan,t aLau Kegiatan.

      Pasal 509

      (f ) Sar; l<sj r\dnrilii: ; tr.r.tif diterapkarr berdasarkan af-as:


    375. berita acare l.ar'r)t{a^/u: ian; tian b. iapoian has: l prnqalversan.

      (2)

      Pcjabat 36- (2i Pejabat- yang ber*,cnang menerapkan Sanksi Administratif sebagaimana dirnaksud pacla ayat (J ) berclasarkan pertirrrbangan:

    376. efektivitas dan efisiensi terhadap pelestar.ian fi: ngsi Llngkurrgan Hidup;

    377. tingkertan atau jenis oelanggaran yang .lilakukarr r_rleh penanggung jawab Usaha clanf atau Kcgiatan;

    378. tingkat ketaittarr penanqgung jav'ab Usaha dan/atau Kegiatan terhaciap pe; n': nuhan perintah arau ke'*,ajiban ya.ng ditentukarr dalanr Sanksi Acirniniscrafii;

    379. riwar,at ketaata. penanggLtng jar'.,itb Lisaha clanlata.u Keg.iaran; cian/atau e. tingkat pengaruh at-arr inrrrlikasi pelanggaran yanq dilakukan oleh penanggung jav"'ab Usaha dan/atau i(egiatan pada Lingkungan Hiclup. P: -lragraf 2 Teguran Tertulis Pasal 51O sanksi Administratif berupa teguran terrulis sebagaimana cimaksud cralam Pasal -5ct8 ayat (li huruf a diterapkan apabila penangg-ung .ia'*'ab usatra dan/atau Kegiatan melarrggar ketent-uan dalam Perizinan Berursaha, atau persetujuan Pemerintah atau Pemerintah Daerah terkait persetujuan Lingkungan, dan peraturan perundang-undangair di biclang Perlindungan cian Pengelolaan Lingkungan Hidup yang bersifai administratif. Paragraf 3 Paksaan Pemerintah Pasal 51 I (l ) Sanksi Administratif berupa paksaan pemerintah sebagaimana ciimaksud dalam pasai 5o8 ayat (1) huruf b diterapkan terhacla.p pcnanggrrng jawab Llsaha dan/atau Kegiatan yang tidak melaksanakan penntah dalarrr teguran tertrrlis dalarir jangka waktu yang telah ditetapkan. I 't- (21 Penqr: narrn paksaan pemerlntah setragaimana dimaksud pada ay3.r (1) dapat dijatuhkan tanpa didahului t-eguran tert,lis apai: ila pr-'langga'an yang dilakukan rnenimbulkan:

    380. a.ncatnall yang s: rngat serius bagi manusia ilan I.ingkungan Flidrrp;

    381. rlarnpal< 'y'ang tet-rih besar dan iebih .iuas jika trciak segera dihe rrri.Irari pencenra.rail ,Jan/atau kerusa_ka.nnya; cian / atau c. kentgiar: yanglebih tresar. bagi Lingku,gan llidup.iira tidall segera dihentikan pencernaran danlatau kenrsakannya. (3) Paksaan pemerintah sebagair: rana dirnaksucl pada avat (1) dan avat (2) dapat ditakukan dalam bent.r.rk:

    382. penghentian sementara kegiatan proCr.rksi;

    383. perrrirrdahan srrana produksi;

    384. penutupan saluran penrbuangan air Jimbah atau Erriisi;

    385. pembongkaran:

    386. pen',,itaan terhadap barang ataur aiat yang berpotensi rneninrbulkan petarrggara n ;

    387. penqhentian sementara sebagian atau selur-uh ^,.Jsaha dan/atau Kegiafan;

    388. kewajiban rnenyusun DELH atau DpLH; dan/atau

    389. tindakan lain 5za11g bertujuan untuk menghentrkan pelanggaran dan tindakan memuhhkarr fungsi Lingkungair Hrdup. Pasai 512 (1) Menteri, gubernur, atau bupati/wali kot_a sesuai dengan kewenarrganrrya memaksa pcnanggung ja,,vab Usaha dar,/atau Kegiatarr untuk meiakukan pemuliiran I-ingkungan Hidrrp akibat Pencemaran Lingkungan HirJup dan/atau Kerusakan Lingliungnrr Iliclup. (2) Menteri, gubernur, atau bupatir/waii kota sesuai rlengan kewenanqann-a dapat menunjuk pihak ketiga untuk rnelakukan per: ruliharr f,"rngsi Lingkungan Hidup a.kibat Pencernaran Linqkurrgarr Hidup dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup. ., (3) Pemulihan fungsr Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (21 dilakukan atas beban biaya penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan. (4) Beban biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat bersumber dari dana penjaminan untuk pemulihan fungsi Lingkungan Hidup sebagaimana dimaksud dalam pasal 47 t. Pasal 513 (1) Setiap penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan yang tidak melaksanakan paksaan pemerintah dapat diterapkan denda atas keterlambatan pelaksanaan paksaan pemerintah. (2) Denda atas setiap keterlambatan pelaksanaan paksaan Pemerinlah terhadap penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan ditentukan berdasarkan penghitungan persentase pelanggaran dikali nilai denda paling banyak. (3) Denda atas keterlambatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) rnerupakan penerimaan negara bukan pajak yang wajib disetorkan ke kas negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tentang penerimaan Negara Bukan Pajak. Paragraf 4 Denda Administratif Pasal 514 (1) Penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan dikenai denda administratif sebagaimana dimaksud dalam pasal 5O8 ayat (1) huruf c dengan kriteria:

    390. tidak memiliki Persetujuan Lingkungan namun telah rnemiliki Perizinan Berusaha;

    391. tidak memiliki Persettrjuan Lingkungan dan perizinan Berusaha;

    392. melakukan perbuatan yang melebihi Baku Mutu Air Limbah dan/atau Baku Mutu Emisi, sesuai dengan Perizinan Berusaha;

    393. tidak d. tidak melaksanakan kewajiban dalam perizinan Berusaha terkait Persetujuan Lingkungan;

    394. menyusun Amdal tanpa sertifikat kompetensi penJrusun Amdal;

    395. karena kelalaiannya, melakukan perbuatan yang rnengakibatkan dilampauinya Baku Mutu Udara Ambien, Baktr Mutu Air, Baku Mutu Air Laut, baku mutu gangguan, danf atau Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup, yang tidak sesuai dengan Perizinan Berusaha terkait Persetujuan Lingkungan yang dimilikinya; dan/atau

    396. melakukan perbuatan yang mengakibatkan Pencemaran Lingkungan Hidup dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup, di mana perbuatan tersebut dilakukan karena kelalaian dan tidak mengakibatkan bahaya kesehatan manusia danlatau luka dan/atau luka berat, dan/atau matinya orang. (2) Denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penerimaan negara bukan pajak yang wajib disetorkan ke kas negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai penerimaan negara bukan pajak. (3) Denda administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterapkan bersamaan dengan paksaan pemerintah. Pasal 515 (1) Besaran denda administratif dengan kriteria tidak memiliki Persetujuan Lingkungan namun telah memiliki Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam pasar 5 14 ayat (1) huruf a dihitung sebesar 2,Syo (dua koma lima persen) dikali nilai investasi Usaha dan/atau Kegiatan. (2) Dencia administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterapkan paling banyak Rp3 OO0.OOO.OOO,OO (tiga miliar rupiah; .

      Pasal 516

      '365 Pasai 516 i1) Besaran denda admiuistratif dengan kriteria tidak memiliki Persetujuan Lingkungan dan perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalarrr ^pasal 514 ayat (1) huruf b dihitung setiesar 5o/o (lima persen) ,lari rrilai investasi Usahir- 6{6rf atarr Kegraran. i2) ^Dendet ^administratif sebagaimana dimaksud pacla ayat (1) diterapkan paiing banyak Rpi].oo0.0o0.0oo.0o (tiga rrriiiar n-ipiah). Pasal .117 {i) Besaran denda administratif dengan kriterra melakukan perbuatan yang melebihi Baku IvIutu Air l,irnbah dan,,,atau Baku Mutu Emisi seba-gaimana dinraksud dalarrr pasal 514 ayat (1) huruf c dihitung berdasar.kan unit beban pencernar ta.ng melebihi tsaku Mutu Air Limbah dan,/s1su Bakr.r Mutr.l Emisi surnber trdak bergerak. (2) Unit beban pencemiir yang mejebrhi baku rnutu sebagaimana dimakstrd paria ayat (1) dihitung berdasarkan selisitr kons: ntrasi aktual Air Limbah atau Emisi dengan konsentrasi baku mutu dikali ciengan Cebit/laju alir ctan lamair; ,za rvaktrr pelanggarart. (3) Denda administratil' pclanggararr sebagaimarra dirnaksucl pada ayat (2) dihitung secr-rra akumulasi setiap paranreter yang dilampaui baku r-rrutunya diterapkatr paling banyak Rp3 OO0.000.OO0,OO (tiga rriliar rupiah). Pasal 518 (1) Besaran dencla adrrrinistratif dengan kriteria tidak melaksanakan kewajiban dalam perizinan Berusaha terkait Persetujuan Lingkungan sebagaimaria climaksud calam Pasal 514 a'at (L) hu,rf d ditentukarr berdasarkan tingkat pelanggaran:


    397. ringan;

    398. sedang; atau (i. berat. 12\ ^Tingka.t pelangga,ran ^seLragai-n: ana ^dimaksurl ^pada ayat ^(L) derrgan besaran denda administra.tif:

    399. ringar^,, palinq sedikit- Rrr1.000.0O0.00 (satr-i jrrta rrpiahl dan pe..hng harryak RpS.OCO.OOO,O0 (lirna jura l't-,piah), b. sedang, palirrg sedikit llp10.O0O.O00,()0 (sepuluh juta rr-rpir.h) dan paling banyak Rpl5.O00.0OO,OO (lima b.las juta ruprah); amu c. ber.-+1, paling sedikir Rp20.O0O.0O0,C0 (dua piihrir.luta rupiair) izlrr pali.ng bar: yak Rp25.OOD.OOO,O0 (tlua i: uluh. ^Iirns- ^juta ^nrpiah). (3) Besaran ci.: ncla administratif sebagaiinana -iimaksud pada &J'at (U) dihitung secara akr-rrnulatif qari setiap peianggaran. (4) Besara.ir ,ienda administratii sebagairnana ciimaksud pada ayra.r- (3) diterapkan paliiig Lrarr)'ak Rp3.0OO.0O0.OOO,O0 (tiga rniliar ruprah). (5) Tingkat pelanggaran sebagaimana dirnaksr-rci paCa syar (1) tercantrrm dalarn l,ampiran X/ yallg merupakan hagian tidak terpisairkan ciari Peraturan Pemerintah ini. I'asal 5 i 9 Besaran denda arilninistratif dengan kriteria rnenyusun Anr.dzti tanpa sertifikar. kornpetensi petl)rusun Amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 574 ayat (1) t.ururf e sebesar IOo/c (sepuloh persen) derri biaya penyLtsunan Am<lal. Pasai 520 Besaran dencia administratif denga,-. kriteria l<arena kelaiaian dan/alau melakuka.n ^'perbuatan sebagaima; ra dirnaksud dalam Pasal 5L4 a; .'at tli hur-uf f dan huruf g dikenai paling hanyak Rp3.OOO.0O,.r.COU,OO (tiga miriar rupian). - ii57 Paragraf 5 Pembekuan Perizinan Berusaha Pasal 52i Pembekuar: Perizrnan Berusaha sebagaimana dimaksud dala.rn Pasal 5O8 alrat (i) htin.rf fl diterapkan terharlap penanggung jarvab Usaha dan/atau Kegiatarr yang:

    400. tidak melaks; anakan paksaan pernerintah;

    401. tidak mernbayar clencla ackninistratif; da-n/atau c. tidak membayar denda setiap ketrrlarnbatan atas petaksanaa.n paksaan pemerintah. Paragraf Cr t'encabtrtan Perizinan Berusaha Pa.sal 522 Pencabutan Perizinan Berusaha sebagaimana climaksucl datam pasal 508 ay': .rt (1) huruf e diterapkan terhadap penanggurrg _ia',.rab ^Usaha ^rlan/atau ^Kegiatan yang:

    402. tirlall melaksanakan ku-waiiban cjalam paksaan pemerintelh;

    403. tidak membayar denda aclministratif;

    404. tidak rnembal': rr dencia atas keterlambatan pelaksanaan paksaan penrerintah;

    405. tidak melaksanakan kewajiban dalam pembckuan Perizinan Beir: saha atau Persetujuan pemerintah; dan /alarr e. melakukan Fencemaran Linqkungan liidup dan/atau Kerusakan Lingkungan l{: c.tup yang tidak dapat ditanggulangi atau sulit dipulihkan. Paragraf Pa.ragraf ^-/ Penerapan Sa.nksi Adirrirustratif' Lapis Kedr: a Pasal 523 (i) Menieri dapat rrenerapkan Sanksi Administratif terharlap penanggung javrab Usaha dan/atarr Kegiatair cialarrr hal Menteri menganggap Pcmerintah Daerah secara sengaja tidak nrenerapkan Sanksi Administratif terhadap peianggaran yar'g serius di tridarrg Perlindungan clan Pengelol.aian L.ingkungan l-Iidr lp. (2j Menteri dalam menerapkan Sanksr Aclministratif sebagainrana dimaksud pada a]rat (1) didasarkan atas hasil penga.wasan sebagairr,ana diniaksuC daiam pasai 502. Paragraf 8 Pengawasan Pelaksanaatr Sanksi Adrninistratif Pasal 524 l1) Menteri melakukar, pengawasan terhadap penaatan peiaksa.naan Sanksi Administrardf yal'rg diterbitkair oleh Menteri. (21 Gubernur rnt; lakukan pengal'asan teliiadap perraata-n pelaksa-naan Sanksi A.-rrninistratif yal1g diterbir; karr oleh gubernur, (3) Brrpatr/rryaii kota melakukan pengawasa.n terhadap DCnit3.r-3ri pelaksa.rraan Sanksi Administratif yang diterbitkan oleh br: pati/wali kota. (4) Daiam hai hasil gengarnrasan pelaksanaan Sanksi Admirristratif menunjukkan .rJenarrggung jarx,ab I.lsaha danf atarl l(egi: rtan tidak n,.elaksanakair settagian atau seluruh kewajiban dalam Ssrksi Administratif, Menteri, guberi'rur, atilu bupati/wctI ki-,ta sesuai Cengan kewenangannya dapat menera-pkan Sanksi Administratif yang lebih berai-.

      (5)

      Menteri (5) Menteri dapat melakukan pengawasan pelaksanaan Sanksi Administratif yang diterbitkan oleh gubernur atau bupati/wali kota, apabila:

    406. gubernur atau bupati/wali kota tidak melakukan pengawasan; dan/atau

    407. menimbulkankeresahanmasyarakat. Paragraf 9 Pencabutan Keputusan Sanksi Administratif Pasal 525 Merrteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 506 melakukan pencabutan keputusan Sanksi Administratif apabila berdasarkan hasil pengawasan terhadap penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiata-n telah mena.ati seluruh kewajiban dalam Sanksi Adnainistratif. Pasal 526 Ketentuan lebih lanjut rnengenai:

    408. perhitungan unit beban pencemar;

    409. perhitungan denda administratif; dan

    410. tata cara pengenaan Sanksi Administratif dia.tur dalan: . Peraturan Menteri. RAB XII KETENTUAN PERALIHAN

      Pasal 527

      Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku izin lingkungan, izin Perlindungan dan pengelolaan Lingkungan Hidup, Surat Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup, rekomendasi UKL-UPL, atau dokumen Lingkungan Hidup yang telah mendapat persetujuan sebelurn berlakunya Peraturan Pemerintah ini, dinyatakan tetap beriaku dan menjadi prasyarat serta termuat'dalam Perizinan Berusaha atau Persetujuan Penrerintah; a b. penilaian b c d e f. penilaian Amdal, atau pemeriksaan Formulir UKL-UPL dan pengajuan izin Perlindungan dan pengelolaan Lingkungan HiduLp yang sedang dalam proses, dilanjutkan sampai dengan terbitnya Persetujuan Lingkungan; Iisensi yang telah dimiliki komisi penilai Amdal tetap berlaku dan dapat diperpanjang sampai terbentuknl,a Tim Uji Kelayakan Lingkungan Hidup; komisi penilai Amdal tetap melaksanakan tugas melakukan Uji Kelayakan Amdal sampai dengan terbentuknya Tim Uji Kelayakan Lingkungan Hidup; sertifikasi profesi dari lembaga sertifikasi profesi yang dimiliki oleh penjrusun Amclal tetap berlaku sampai dengan berakhirnya masa berlaku sertifikasi dan dapat diperpanjang sampai terbentuknya iembaga sertifikasi kompetensi; dan dalarn hal Pemerintah atau pemerintah Daerah belum menetapkan Baku Mutu Air pada badan air permukaan, menggunakan Baku Mutu Air kelas 2 sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan pemerintah ini. BAB XIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 528 Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari:


    411. Peraturan Pemerintah Nomor lg rahun rggg tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau perusakan Laui (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun lggg Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3816);

    412. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun lggg tentang Pengendalian Pencemaran Udara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor g6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3g53);

    413. Peraturan c. Peraturan Pernerintah Nomor 82 Tahrrn 200 I teritang Pengelolaan Kualitas Air: derrr Pcng; endalian Penr: etnararr Air (Lemba.retn Negarer ttepnrblik Indonesit-r Tahun 2001 Nomor iSii, I'ambatr: rn Lemba,rren Negara Republik Indonesia Irlomor' 416l);

    414. Perattrran Perrrerintah Nomor 27 Tahun 2Al2 tentang Izin Lingk,rngan (Lernharan Irlegara Republik Indonesia Tahun 2Ol2 NclTIo.' 48, ^'Iarnbaharr Lembaran Negara Repr-rHip Indcinesia I'iornor 5285) ;

    415. Peraturan Penrerintah Nomor 101 Tatrun 2Al4 tentang Pengeloiaa.ri Limbah tsahan Ber"baliaya dan Reracur: (Lembaran Negara Reputriik InConesia Tahun 2014 Nomor 333, Tambaharr Lembaian Negat'a Republik Indonesia i'lorrror 56\7), masil: tetap bertaku sepanjang tidak bertentangan al.au belum ciiganti di'ngan peraturan yang banr berdasarkan Peraturan Pemerintah ini. Pasai 529 Pada saai. Per'; -rturan Pemerintah ini r,rulai berlaku:

    416. Perattrran Penrerintatr Ncmor i9 Tahun 1q99 tentang Pengendaiian Pencemaran Can/atau Perusakan Laut (Lembaran Iiegara Reprrtrlik Indonesia Tahurr 1999 Nomor 32, Tambaharr Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3816; ; t. Peraturan Perrerintah Nomor 4l ^'Iahun ^'1999 tentang Pengencialian Pencernaran Lldara ILembaran Negara Republik irrdonesia Tahun 1999 }.lornor 86, Tambahan Lerribaran Negara Republik Ir: donesia. Nomor 3853);

    417. Peraluran Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Mutu Air Can Pr: ngendalian Pencemaran Air (Lemberran Negara Tahun 2001 Norr.ror 153, Tambahan Lembaran Negara Repubiik Indonesia Nomor 4L6I) d. Peratriran Peurerrntah N<; nror 27 Tahun 2072 tentang Iziir Lingkungan {l-,embarir.rr Negara i{epublik Indonesia Tahun 2Ol2 I{,: p61 48" Tambahan Lernbaran Negara Republik Indonesra Norrror 5285);

    418. Peraturan . ). Perar.ura-rr Pernerintah Nomor 101 Tah.un 2014 (Lembaran Negara Rcptrblik Indouesia Tahun 2014 Nomor 333, Tambahan Lernbaran Negara Republik Indonesia Nomor s6r7), d.ir: abut dan dinyatakan tiC.ak bellaku.

      Pasal 530

      Ketentr,ran Pasal 2 L sampai dengan Fasa.l 115 terkait dengan dana jaminan pernulihan Lingkungair fli'tup dalarn Peraturan Pemerintah Nonror 46 Tahurn 2017 1.sn1ang Instrumen Ekoncmi Lirrgkungan t-lid'-rp (Len'rtraran Negara Rep'-rl>lik Indoncsia Tahurr 2017 Nomor 2.28,T'aml'iahan Lerrrbaran llega; a Rellublik Indonesia Norrror 6134-\ dicabut cian diriyatakan dctak herJ.aku. Pasal 5ii 1 Pada saat Peraturan Pernerintah ir: r inulai herlaku Lemiraga Uji Kelayakztn L,ingkungan Hidup terbent.: k dalarn waktu i: aling lama b (enam) bulan scja.k diberlakut'an Peraturan Pemerrntah ini; Tim Uji Kelayakan Lirrgkungan Hictup terberr'.lrk dalam waktu paling larna 9 (se; mbilan) bulan se.iak diberirrl<ukan Peraturan Pemerinl-ah ini; lembaga sertifi kersi ko rnpeten si pe nyusun Amdal terl,rerr tuk dalam waktu caling lama 6 (enam) bularr sejak diberlakulcan Peraturan Pemerintah ini; dalam 3arrgka- ^.ryaktu paling la.ma 5 (enarn) brrlan sarnpai terbentuknya Lembaga Uji Kelayakan Lingkungan Hidup, perpanjangair Usensi komisi penilai Arndal dilakukan se sual dengan kctentuan peraruran perundarrg- un<iangan; penJausunan rtan pr?netapan Baku Mutu Air svrta perhitungan cian penetapan alokasi beban pencemar air harus diselesail<an daiam jangka waktu paling lama 2 (duai lahun sejak Peraturan Pcmerintah ini diundangkarr; pernenuhan Baku fuiutu hasii uji Emisi sebagai dasar pengerraan pajak kendaraarr bermotor untuk ^'unsur pencenlar lingkungan diberlakukan 2 (duaj rahuri setelah Peraturan Pernerintah ini diunctangkan: a I D C d e f, e (} b h kewajiban memiliki tenaga kerja yang memiliki sertifikat kompetensi di bidang Pengelolaan Limbah 83 diberlakukan paling lambat 1 (satu) tahun sejak peraturan Pernerintah ini diundangkar: ; seluruh keputusan Sanksi Administratif yang telah diterbitkan tetap berlaku sampai dengan dipenuhinya kewajiban pengenaan Sanksi Administratif; dan penurulnan kandungan hidrokarbon pada Limbah 83 berupa serbuk bor yang akan dilakukan Dumping (Pembuangan) ke laut dari hasil pemboran kegiatan eksplorasi dan/atau eksploitasi di laut yang menggunakan lumpur bor berbahan dasar sintetis (sgnthetic-based mud) dari paling tinggi 5% (lima persen) menjadi O% (nol persen) dilakukan paling lambat sampai dengan 31 Desember 2024. Pasal 532 (1) Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, semua peraturan pelaksanaan dana perrjaminan untuk pemulihan iuirgsi Lingkungan Hidup yang telah ada tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan Pemei'intah ini. (2) Dengan mempertimbangkan prioritas nasional, kesiapan kelembagaan, mekanisme dan sistem pendukung, penerapan kewajiban dana penjaminan untuk pernulihan fungsi Lirrgkungan Hidup dilaksanakan paling lambat 5 (lima) tahun sejak berlakunya Peraturan pemerintah ini. Pasal 533 , Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pengawasan dan sanksi Administratif disesuaikan dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini. Pasal 534 Peraturan Pemerintah ini mulai diundangkan. berlaku pada tanggal Agar 1. Agar setiap pengundangan penempatannya Indonesia. orang mengetahuinya, memerintahkan Peraturan Pemerintah ini dengan dalam Lembaran Negara Republik Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 2 Febnrai 2O2l JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 2 Februari2O2L MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK TNDONESIA, YASONNA H. LAOLY LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2O2T NOMOR 32 PENJEI,ASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2021 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN I,INGKUNGAN HIDUP I. UMUM Kualitas Lingkungan Hidrrp dan sumber daya alam yang berfungsi untuk menopang kehidupan warga negara harus dapat dipastikan selalu berada dalam kondisi yang baik. Dalam rangka memastikan fungsr tersebut berjalan sebagaimana mestinya, maka perlu dilakukan upaya Perlindungan dan Pengeiolaan Lingkungan Hidup yang sungguh-sungguh dan konsisten oleh serirua pemangku kepentingan. Pasal 28H ayat (1) Undang-Undang l)asar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa "setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta. berhak memperoleh pelayanan kesehatan". Selanjutnya Pasal 33 ayat (4) Undang-Unciang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 juga menegaskan bahrva "Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingl(ungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuarrr ekonorni nasional". Sebagai tindak lanjut atas amanat dari Undang-i.Tndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut telah diundangkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2OO9 tentang Perlindungan dan Pengelolaarr Lingkungan Hidup, yang ditujukan untuk rnemberikan acuan pengaturan dalarrr menjamin hak setiap orang clalam mendapatkan Lingkurigan Hidup yang baik cla.n sehat sebagaimana annanat dalam Unoang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Selain rrremastikan cian menjamin tersedianya konciisi lingkungan yang baik dan sehat, Pemerintah juga berkewajiban untuk dapat menjamin kesejahteraan dan penghidupan yang layak dari sisi ekonomi bagi setiap warga negaranya. Daiam rangka me',vujudkan hal tersebut, telah diundangkan Undang-Undang Nomor 1i Tahun 2O2C tentang Cipta Kerja yang dimaksudkan untuk menciorcrng kemudah: rn investasi, peningkatan iapangan kerja bagi seluruh warga Negara Republil: k,donesia dan penyederhanaan regulasi perizinan. tln,lang-tlndang Noruoi t 1 Talrr; n 2O,2,O tentang Cipta Kerja yang meng.rbatr beberapa ketentua.rr dalanr Unda-: rg-Un,: lang Nomor 32 Ta-hun 2OOg tentang Perlindrtr: gsrr dan Pengelciaa; dengan Peraturan Pemerintah pelaksanaan yaitu Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Peraturan Pemerintah ini dimaksudkan untuk menjanrin keselarasan antara kepentingan ekonomi untuk kesejahteraan warga negara dan kelestarian Lingkungan Hidup yang merupakan hak warga negara. Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup disusun dengan muatan substansi meliputi perencanaan, pemanfataan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan dan penegakan hukum Lingkungan Hidup, yang sejalan dengan rllang lingkup Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagaimana tercantum dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2OO9 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Perencanaan dalam Peraturan Pemerintah ini mencakup perencanaan perlindungan dan pengelolaan Mutu Air, Mutu Udara, dan Mutu Laut yang dilakukan dengan melalui tahapan inventarisasi, penyusunan dan penetapan baku mutu, pen5rusunan dan penetapan wilayah perencanaan, pen5ruiunan dan penetapan rencana Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Air, Mutu Udara dan Mutu Laut. Pemanfaatan dan pemeliharaan dalam Peraturan Pemerintah ini dimaksudkan untuk dapat menjaga kelestarian dan kelangsungan kualitas mutu lingkungan yang diselenggarakan berdasarkan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Air (RPPMA), Rencana Perlindungan dan Pengelolaan,Mutu Udara (RPPMU), dan Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Laut (RPPML). Pengendalian dalam Peraturan Pemerintah ini mencakup pengendalian di level Usaha dan/atau Kegiatan, dimulai pada tahap perencanaan melalui mekanisme Persetujuan Lingkungan dengan dokumen Lingkungan Hidup berupa Amdal, UKL-UPL, atau SPPL. Pengendalian di tahap operasi dan pascaoperasi menggunakan instrumen baku mutu lingkungan dan Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan. Upaya pengendalian dilakukan dengan menyelaraskan antara rumusan pengaturan kemudahan Perizinan Berusaha dengan pengaturan pengendalian dampak dari Usaha dan/atau Kegiatan terhadap Lingkungan Hidup. Peraturan Pemerintah ini mengatur Pengelolaan Limbah 83 dan Limbah nonB3 yang meliputi pengelolaan di penghasil Lrmbah dan jasa pengelolaan Limbah 83. Pengelolaan Limbah B3 dan Limbah nonB3 mencakup pengaturan tentang penetapan Limbah 83 dan Limbah nonB3, pengurangan, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan dan penimbunan untuk memastikan keamanan kesehatan rlanusia clan kelestarian Lingkungan Hidup. Pengawasan dan penegakan hukum Lingkungan Hidup dilakukan untuk menjamin ketentuan yang telah ditetapkan dalam tahap perencanaan suatu Usaha dan/atau Kegiatan dilaksanakan sesuai dengan perencanaan dan akan mendapatkan...SK No 097308 A mendapatkan konsekuensi apabila terjadi penyimpangan dalam pelaksanaan Usaha dan/atau Kegiatan terhadap kewajiban pada Persetujuan Lingkungan dalam Perizinan Berusaha atau Persetujuan Pemerintah. Penerapan terhadap penegakan hukum dilakukan dengan prinsip ultimum remedium dan melalui tahapan penerapan Sanksi Administratif. Dalam rangka efektivitas dan efisiensi serta pengintegrasian secara menyeluruh terhadap Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Peraturan Pemerintah ini juga memberikan arahan dan amanat dibangun sebuah Sistem Informasi Lingkungarr Hidup yang saling melengkapi dan dapat saling terintegrasi. II. PASAL DEMI PASAL


      Pasal 1

      Cukup ^jelas


      Pasal 2

      Cukup jelas.


      Pasal 3

      Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (a) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Yang dimaksud dengan "Persetujuan Lingkungan eksisting" adalah Persetujuan Lingkungan untuk Usaha dan/atau Kegiatan sebelumnya yang melingkup Usaha dan/atau Kegiatan eksisting. Ayat (7)


      Pasal 4

      Cukup jelas. Pasal 5 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (21 Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (a) Cukup jelas. Ayat (5) Yang dimaksud "pertimbangan ilmiah" adalah kajian secara komprehensif yang dapat menggambarkan suatu rencana Usaha dan/atau Kegiatan memiliki dampak yang berpengaruh terhadap kawasan lindung atau tidak. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas. Pasal 6 Cukup jelas.


      Pasal 7

      Cukup jelas. Pasal 8 Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Huruf d Cukup ^jelas. Huruf e Cukup ^jelas. Huruf f Yang dimaksud'Jasad renik" termasuk produk rekayasa genetik. Huruf g Cukup ^jelas. Huruf h Cukup jelas. Huruf i Cukup ^jelas. Pasal 9 Cukup ^jelas. Pasal 10 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan "rencana kelola hutan" adalah rencana pada kesatuan pengelolaan hutan yang disusun berdasarkan hasil tata hutan dan rencana kehutanan, dengan memperhatikan aspirasi, peran serta dan nilai budaya masyarakat serta kondisi lingkungan, memuat semua aspek pengelolaan hutan dalam jangka panjang dan jangka pendek. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Pengecualian ini hanya berlaku untuk tenant yang berada di kawasan industri, kawasan ekonomi khusus, kawasan pelabuhan dan perdagangan bebas yang telah dilengkapi dengan Amdal kawasan serta rencana Usaha dan/atau Kegiatan milik tenant telah di lingkup di dalam Amdal kawasan. Huruf h Cukup jelas. Huruf i Kegiatan pemulihan fungsi Lingkungan Hidup rnencakup antara lain a. kegiatan pemulihan fungsi Lingkungan Hidup yang tidak memerlukan izin Usaha dan/atau Kegiatan dan clilakukan dengan memanfaatkan bahan yang alami; kegiatan pernulihan fungsi Lingkungan Hidup dengan menggunakan bahan alami; kegiatan pemulihan lahan terkontaminasi Limbah 83; dan/atau kegiatan pemulihan fungsi Lingkungan Hidup yarrg tidak diketahui sumber dan peiaku pencemaran dan/atau kerusakan. Fluruf j Yang dimaksud "rencana Usatra dan/atau Kegiatan selain" adalah Usaha dan/atau Kegiatan yang secara skala/besaran tidak wajib Amdal, mekanismenya dilakukan dengan mengajukan permohonan pengecualian kewajiban memiliki Amdal kepada instansi yang berwenang dan bertanggung jawab terhadap pengelolaan kawasan lindung. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (a) Cukup jelas. b c d Pasal 1 1 Cukup jelas.


      Pasal 12

      Cukup ^jelas


      Pasal 13

      Cukup jelas. Pasal 14 Cukup jelas.


      Pasal 15

      Cukup jelas


      Pasal 16

      Cukup jelas


      Pasal 17

      Cukup jelas. Pasal 18 Cukup jelas Pasal 19 Cukup jelas Pasal 20 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "penapisan secara mandiri" adalah penapisan yang dilakukan sendiri oleh penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan yang dapat diajukan dan ditetapkan instansi Lingkungan Hidup sesuai dengan kewenangannya. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (a) Cukup jelas. Pasal 2 1 Crrkup jelas.


      Pasal 22

      Cukup jelas. Pasal 23 Cukup jelas Pasal 24 Cukup jelas. Pasal 25 Cukup jelas. Pasal 26 Cukup jelas. Pasal 27 Cukup jelas. Pasal 28 Cukup jelas. Pasal 29 Ayat (1) Ayat (2) Yang dimaksud dengan "pemerhati Lingkungan Hidup, peneliti, atau lembaga su,adaya masyarakat pendamping" adalah orang perorangan atau lembaga yang memiliki perhatian terhadap lingkungan hidup di wilayah studi rencana Usaha dan,/atau Kegiatan, memiliki perhatian terhadap masyarakat yang berada di wilavah studi rencana Usaha dan/atau Kegiatan, atau ikut serta membina masyarakat atau membina masyarakat di wilayah studi rencana Usaha dan/atau Kegiatan. Pa-sal 30 Cukup jelas Pasal 31 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Nilai-nilai lokal merujuk pada perilaku positif masyarakat yang terkena dampak langsung dalam berhubungan dengan alarn dan lingkungan sekitarnya, yang dapat bersumber dari nilai agama, adat istiadat, petuah nenek moyang atau budaya setempat, yang terbangun secara alamiah dalam suatu komunitas masyarakat untuk beradaptasi dengan lingkungan di sekitarnya. Huruf c Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Pasal 32 Huruf a Pasal 33 Cukup jelas. Pasal 34 Cukup ^jelas. Pasal 35 Cukup jelas. Pasal 36 Cukup ^jelas Pasal 37 Cukup jelas Pasal 38 Cukup jelas Yang dimaksud dengan "masyarakat rentan" merupakan lapisan masyarakat yang paling berpotensi terkena dampak dari Usaha dan/atau Kegiatan sehingga membutuhkan perhatian lebih agar tidak berakibat buruk pada kehidupannya. Huruf b Yang dimaksud dengan "masyarakat adat" merupakan kelompok masyarakat yang secara turun-menurun bermukim di wilayah geograhs tertentu karena adanya ikatan pada asal usul leluhur, adanya hubungan yang kuat dengan sumber daya alam serta adanya sistem nilai yang menentukan pranata ekonomi, politik, sosial, dan hukum. Huruf c Cukup ^jelas. Pasal 39 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup ^jelas. Huruf b Cukup ^jelas. Huruf c Cukup ^jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup ^jelas. Huruf f Yang dimaksud dengan "prakiraan Dampak Penting" mencakup prakiraan besaran dan sifat penting dampak. Huruf g Cukup ^jelas. Huruf h Cukup ^jelas. Huruf i Cukup jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas.


      Pasal 40

      Cukup jelas. Pasal 4 1 Cukup ^jelas. Pasal 42 Cukup jelas


      Pasal 43

      Cukup jelas. Pasal 44 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Penilaian administrasi merujuk pada pemeriksaan terhadap kelengkapan administrasi berdasarkan persyaratan administrasi yang telah ditetapkan. Huruf b Penilaian substansi merujuk pada penilaian secara keseluruhan dan komprehensif yang berupa penilaian terhadap aspek konsistensi, keharusan, relevansi, dan kedalaman. Ayat (3) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Persetujuan awal memuat perencanaan teknis Usaha dan/atau Kegiatan seperti persetujuan tekno ekonomi untuk Usaha dan/atau Kegiatan pertambangan, rencana induk pelabuhan untuk Usaha dan/atau Kegiatan kepelabuhan atau rencana induk bandara untuk Usaha dan/atau Kegiatan kebandarudaraan, atau persetujuan awal yang sejenis. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Huruf f Cukup jelas. Ayat (a) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas.


      Pasal 45

      Cukup ^jelas. Pasal 46 Cukup ^jelas


      Pasal 47

      Cukup ^jelas


      Pasal 48

      Cukup ^jelas


      Pasal 49

      Cukup ^jelas Pasal 50 Cukup jelas Pasal 51 Cukup jelas Pasal 52 Cukup jelas. Pasal 53 Cukup ^jelas


      Pasal 54
      Pasal 54

      Cukup jelas



      Pasal 55

      Cukup jelas.


      Pasal 56

      Cukup jelas.


      Pasal 57

      Cukup jelas


      Pasal 58

      Cukup jelas.


      Pasal 59

      Cukup ^jelas


      Pasal 60

      Cukup jelas


      Pasal 61

      Cukup jelas.


      Pasal 62

      Cukup jelas


      Pasal 63

      Cukup jelas.


      Pasal 64

      Cukup jelas


      Pasal 65

      Cukup ^jelas.


      Pasal 66

      Cukup ^jelas


      Pasal 67

      Cukup jelas


      Pasal 68

      Cukup jelas


      Pasal 69

      Cukup ^jelas


      Pasal 70

      Cukup ^jelas.


      Pasal 71

      Cukup jelas


      Pasal 72

      Cukup jelas


      Pasal 73

      Cukup ^jelas


      Pasal 74

      Cukup jelas


      Pasal 75

      Cukup jelas


      Pasal 76
      Pasal 76

      Cukup ^jelas.



      Pasal 77

      Cukup jelas


      Pasal 78

      Cukup jelas


      Pasal 79

      Cukup jelas.


      Pasal 80

      Cukup jelas.


      Pasal 81

      Cukup jelas.


      Pasal 82

      Cukup jelas


      Pasal 83

      Cukup jelas.


      Pasal 84

      Cukup jelas


      Pasal 85

      Cukup jelas


      Pasal 86

      Cukup jelas


      Pasal 87
      Pasal 87

      Cukup jelas.



      Pasal 88

      Cukup jelas.


      Pasal 89

      Cukup jelas


      Pasal 90

      Cukup jelas


      Pasal 91

      Cukup jelas.


      Pasal 92

      Cukup jelas


      Pasal 93

      Cukup jelas


      Pasal 94

      Cukup jelas


      Pasal 95

      Cukup jelas.


      Pasal 96

      Cukup jelas.


      Pasal 97

      Cukup jelas


      Pasal 98
      Pasal 98

      Cukup jelas.



      Pasal 99

      Cukup jelas


      Pasal 100

      Cukup jelas


      Pasal 101

      Cukup jelas. Pasal 1O2 Cukup jelas


      Pasal 103

      Cukup jelas. Pasal 1O4 Cukup jelas.


      Pasal 105

      Cukup jelas


      Pasal 106

      Cukup jelas


      Pasal 107

      Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Huruf a Angka 1 Yang dimaksud dengan "sungai, anak sungai, dan sejenisnya" adalah alur atau wadah Air alami dan/atau buatan berupa jaringan pengaliran air beserta Air di dalamnya mulai dari hulu sampai muara, dengan dibatasi kanan dan kiri oleh garis sempadan. Angka 2 Yang dimaksud dengan "danau dan sejenisnya" adalah tempat limpasan Air permukaan dan/atau pada aliran Air tanah yang berkumpul pada suatu titik yang nisbi lebih rendah daripada wilayah sekitarnya, baik secara alami maupun buatan. Angka 3 Yang dimaksud dengan ^*rawa dan lahan basah lainnya" adalah wadah Air beserta Air dan daya air yang terkandung di dalamnya, tergenang secara terus- menerus atau musiman, terbentuk secara alami di lahan yang relatif datar atau cekung dengan endapan mineral atau gambut, dan ditumbuhi vegetasi, yang merupakan suatu ekosistem. Huruf b Yang dimaksud dengan "akuiler" adalah lapisan batuan jenuh air tanah yang dapat rnenyimpan dan meneruskan air tanah dalam jumlah cukup dan ekonomis. Ayat (3) Cukup ^jelas. Pasal 1O8 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "diselenggarakan dengan pendekatan DAS" adalah penyelenggaraan yang bersifat sistematis di dalam DAS yang melingkupi batas wiial'ah administratif dan/atau kegiatan sektor. Yang dimaksud dengan "ekosistemnya" adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik tak terpisahkan antara mahluk hidup dengan lingkungannya. Ayat (2) Cukup jelas.


      Pasal 109
      Pasal 109

      Cukup jelas. Pasal 1 10 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Peta DAS dan peta cAT yang digunakan adalah peta yang sudah ditetapkan dan/atau dipublikasikan oleh instansi pemerintah sesuai dengan kewenangannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 1 1 1 Cukup jelas. Pasal 1 12 Ayat (1) Huruf a Yang dimaksud dengan "aspek hidrologi" antara lain informasi terkait evapotranspirasi, presipitasi, dan air larian (run ofJl. Yang dimaksud dengan "aspek hidrogeologi,, antara lain cekungan air tanah, aliran air tanah, rawan air tanah. Huruf b Yang dimaksud dengan "aspek geologi" antara lain komposisi, struktur, sifat fisik, sejarah, dan proses pembentukan bebatuan yang mempengaruhi mutu kualitas dan kuantitas a1r. Huruf c Yang dimaksud dengan "aspek morfologi" adalah tampang memanjang alur sungai dan tampang melintang sungai. Huruf d Yang dimaksud dengan "aspek ekologi" adalah jenis, populasi, kondisi flora dan fauna air, serta vegetasi dan fauna di sekitar Badan Air. Huruf e . Huruf e Yang dimaksud dengan "aspek Mutu Air" adalah informasi yang menggambarkan keadaan air termasuk sedimen beserta parameter tertentu yang terkandung dalam air. Huruf f Yang dimaksud dengan "aspek sumber pencemar,, adalah aktivitas atau kondisi lingkungan yang berpotensi mempengaruhi Mutu Air, seperti Usaha dan/atau Kegiatan. Huruf g Yang dimaksud dengan "aspek pemanfaatan air" adalah informasi mengenai bentuk pemanfaatan air yang mempengaruhi Mutu Air, seperti kebiasaan/budaya masyarakat, dan informasi terkait lainnya. Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan "data sekunder" adalah data yang diperoleh secara tidak langsung, melainkan melalui tangan kedua, ketiga, atau seterusnya, yang masih relevan dan dapat digunakan dalam melakukan karakterisasi Badan Air. Huruf b Yang dimaksud dengan "data primer" adalah data yang diperoleh langsung di objek penelitian atau dari tangan pertama subjek penelitian, responden, atau informan, yang diperlukan dalam melakukan karakterisasi Badan Air. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 1 13 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Segmentasi atau zonasi Badan Air ditentukan berdasarkan kesamaan ekosistem. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "pemantauan Mutu Air tanah referensi" adalah pemantauan air tanah di lokasi lain yang memiliki karakteristik hidrogeokimia yang sama dengan karakteristik air tanah di lokasi yang sedang dikaji atau ditentukan baku mutunya. Lokasi air tanah referensi tersebut dianggap masih pistinelalarni atau belum dipengaruhi kegiatan antropogenik. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal I 14 Cukup ^jelas. Pasal 1 15 Cukup ^jelas. Pasal 1 16 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan "sektor industri" merupakan seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang mengolah bahan baku dan/atau memanfaatkan sumber daya industri sehingga menghasilkan barang yang mempunyai nilai tambah atau manfaat lebih tinggi, termasuk jasa industri. Huruf b Yang dimaksud dengan "sektor domestik" adalah kegiatan yang menghasilkan air limbah domestik, seperti permukiman, perkantoran, area komersial dan kegiatan lainnya yang sejenis. Huruf c Cukup jelas Huruf d Cukup jelas Huruf e Cukup ^jelas. Huruf f Cukup ^jelas. Huruf g Cukup ^jelas. Huruf h Cukup ^jelas Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (a) Cukup ^jelas. Ayat (s) Cukup jelas. Pasal 1 17 Cukup ^jelas. Pasal 1 18 Ayat (1) Huruf a Cukup ^jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Yang dimaksud dengan "DAS strategis nasional" adalah DAS yang pengelolaannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan menjadi kewenangan Pemerintah. Huruf d Cukup ^jelas. Huruf e Cukup ^jelas. Ayat(21 ... SK No 065030 A Ayat (2) Cukup ^jelas Pasal 1 19 Cukup ^jelas.



      Pasal 120

      Cukup jelas.


      Pasal 121

      Cukup ^jelas. Pasal 122 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (21 Cukup jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan "status Mutu Air" adalah tingkat kondisi Mutu Air yang menunjukan kondisi cemar atau kondisi baik pada suatu Badan Air dalam waktu tertentu dengan membandingkan Baku Mutu Air yang akan dicapai. Pasal 123 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Huruf a Yang dimaksud dengan "Mutu Air sasaran" adalah Mutu Air yang direncanakan untuk dapat diwujudkan dalam jangka waktu...SK No 065031 A waktu tertentu melalui penyelenggaraan program kerja dalam rangka pengendalian pencemaran air dan pemulihan Mutu Air. Huruf b Cukup jelas. Ayat (a) Cukup jelas. Ayat (5) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Kondisi sosial, ekonomi, dan budaya mencakup bentuk kegiatan di bidang tersebut yang berhubungan dengan pemanfaatan dan pembuangan Air Limbah, seperti pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga yang berkontribusi dalam mencemari air. Pasal 124 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Huruf a Cukup ^jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Yang dimaksud dengan "kebijakan lainnya" merupakan kebijakan yang dikeluarkan Pemerintah untuk menjamin terpenuhinya...SK No 065032 A terpenuhinya kebutuhan pokok air masyarakat atau kebutuhan lainnya nasional. sehari-hari untuk sesuai prioritas Pasal 125 Ayat ^(1) Yang dimaksud dengan "pemanfaatan air" adalah bentuk kegiatan yang menggunakan air sebagai bahan baku dan/atau sebagai media untuk menerima Air Limbah. Ayat (2) Cukup jelas.


      Pasal 126

      Cukup jelas


      Pasal 127

      Cukup ^jelas


      Pasal 128

      Ayat (1) Huruf a Yang dimaksud dengan "sumber pencemar nirtitik" adalah kondisi tidak diketahuinya sumber utama pencemarnya atau sumber tidak tentu. Huruf b Cukup jelas. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan "pengurangan (reduce), penggunaan kembali (reuse), pendauran ulang (recgcle), perolehan kembali manfaat (recouery), dan/atau pengisian kembali (rechargel Air Limbah...SK No 06-s033 A Limbah" adalah kegiatan yang ditujukan untuk mengurangi Air Limbah yang dilepas ke media Air, melalui pemanfaatan Air Limbah, efisiensi penggunaan Air, penyimpanan Air Limbah, dan/atau bentuk lainnya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Pasal 129 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) t Hurrrf a Sumber Air Lirnbah dari rumah tangga berupa Air Limbah yang dihasilkan dari kegiatan rumah tangga, seperti air mandi, cuci, dan kakus. Huruf b Sumber Air Limbah dari air limpasan atau nirtitik adalah Air Limbah yang dibawa oleh air larian (run oJfi pada saat atau setelah terjadinya hujan. Ayat (3) Yang dimaksud dengan "bantuan sarana dan prasararrao adalah bantuan dengan kriteria tertentu dan berdasarkan skala prioritas. Ayat (4) Cukup ^jelas. Ayat (5) Yang dimaksud dengan "badan usaha yang memiliki ^perizinan Berusaha" adalah badan usaha yang memiliki perizinan yang diperlukan untuk melakukan kegiatan pengelolaan Air Limbah. Ayat (6) Cukup ^jelas.


      Pasal 130

      Cukup jelas Pasal 131 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat ^(2) Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup ^jelas Huruf c Huruf d Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas. Yang dimaksud dengan "pemanfaatan Air Limbah untuk aplikasi ke tanah" adalah pemanfaatan air limbah dari suatu jenis Usaha dan/atau Kegiatan, yang pada kondisi tertentu masih mengandung unsur yang dapat dimanfaatkan, baik dijadikan sebagai substitusi pupuk maupun penyiraman tanah pada lahan budidaya atau nonbudidaya atau pemanfaatan lain pada tanah.


      Pasal 132
      Pasal 132

      Cukup jelas.



      Pasal 133

      Cukup jelas Pasal 134 Ayat (1) Huruf a Huruf b pencemar. Huruf c Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (a) Cukup jelas. Pertimbangan "fungsi ekologis" ditujukan untuk mendapatkan informasi mengenai jasa ekosistem, penyedia, dan pengatur air yang meliputi penyediaan air bersih, pengaturan tata aliran air, dan pemurnian air, serta biota yang membutuhkan Mutu Air tertentu. Yang dimaksud dengan "Alokasi Beban Pencemar Air" yaitu penurulnan atau kuota beban yang ditetapkan untuk masing- masing sumber pencemar sesuai (proporsional) dengan besaran kontribusi beban pencemar masing-masing srlmber pencemar tersebut terhadap total beban pencemar aktual pada satu segmen atau zonasi Badan Air permukaan atau DAS. Alokasi tseban Pencemar Air dapat berarti penurunan beban pencemar untuk masing-masing sumber pencemar apabila daya tampung beban pencemar sudah terlewati, sedangkan apabila daya tampung beban pencemar masih tersedia atau belum terlewati, maka kuota beban pencemar yang masih diperbolehkan untuk dibuang bagi masing-masing sumber Ayat (5) . Ayat (5) Cukup jelas.


      Pasal 135

      Cukup jelas


      Pasal 136

      Cukup jelas


      Pasal 137

      Cukup jelas. Pasal 138 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Yang dimaksud dengan "titik penaatan" merupakan titik yang ditetapkan sebagai acuan ketaatan penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan dalam pengambilan contoh uji pada pembuangan dan/atau pemanfaatan Air Limbah. Huruf d Yang dimaksud dengan "titik pembuangan" merupakan titik yang ditetapkan sebagai lokasi keluaran Air Limbah pada air permukaan. Huruf e Yang dimaksud dengan "titik pemantauan' merupakan titik yang ditetapkan sebagai acuan penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan dalam pengambilan contoh uji pada air permukaan, air tanah, dan/atau tanah. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Angka 1 Yang dimaksud dengan "pelepasan dadakan" adalah membuang Air Limbah di luar debit yang ditentukan pada saat tertentu sekaligus. Angka 2 Yang dimaksud dengan "mengencerkan" adalah menambahkan air setelah pengolahan Air Limbah sebelum atau pada titik penaatan untuk keperluan pemenuhan Baku Mutu Air Limbah. Ketentuan ini tidak berlaku dalam hal pengenceran Air Limbalr merupakan bagian integral dari teknologi pengelolaan. Angka 3 Cuktrp jelas. Angka 4 Cukup jelas. Angka 5 Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (a) Cukup jelas


      Pasal 139

      Cukup.jelas. Pasal 14O Cukup jelas


      Pasal 141
      Pasal 141

      Cukup ^jelas



      Pasal 142

      Cukup ^jelas.


      Pasal 143

      Cukup jelas.


      Pasal 144

      Cukup ^jelas


      Pasal 145

      Cukup jelas.


      Pasal 146

      Cukup jelas.


      Pasal 147

      Cukup ^jelas


      Pasal 148

      Cukup ^jelas Pasal 149 Cukup jelas Pasal 150 Cukup jelas.


      Pasal 151

      PRES !DEN REPUBLIK INDONESIA -33-


      Pasal 151

      Cukup ^jelas


      Pasal 152

      Cukup ^jelas Pasal 153 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup ^jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan "remediasi" adalah upaya pemulihan pencemaran Lingkungan Hidup untuk memperbaiki mutu Lingkungan Hidup. Huruf c Yang drmaksud dengan "rehabilitasi" adalah upaya pemulihan untuk mengembalikan nilai, fungsi, dan manfaat Lingkungan Hidup termasuk upaya pencegahan kerusakan lahan, memberikan perlindungan, dan memperbaiki ekosistem. Huruf d Yang dimaksud dengan "restorasi" adalah upaya pemulihan untuk menjadikan Lingkungan Hidup atau bagian-bagiannya berfungsi kembali sebagaimana semula. Huruf e Cukup jeias. Pasal 154 Cukup jelas Pasal 155 Cukup jelas


      Pasal 156

      Pasal 157 Cukup jelas Ayat (1) Yang dimaksud dengan "pemeliharaan Mutu Air" adalah upaya yang dilakukan untuk menjaga Mutu Air termasuk kuantitas dan keberlangsungan air. Ayat (2) Cukup jelas. ' Ayat (3) Huruf a Yang dimaksud dengan "konservasi Badan Air dan ekosistemnya" adalah upaya melindungi Badan Air beserta ekosistemnya karena keduanya saling mempengaruhi dan menentukan kualitas dan keberlangsungan air. Huruf b Yang dimaksud dengan "pencadangan Badan Air dan ekosistemnya" adalah upaya mengelola Badan Air dan ekosistemnya dalam jangka waktu tertentu agar fungsi keduanya sebagai penyedia air tidak terganggu. Huruf c Cukup ^jelas. Ayat (a) Cukup jelas. Ayat (s) Cukup jelas. Ayat (6) Yang dimaksud dengan "memitigasi pelepasan Emisi gas rumah kaca" adalah upaya untuk menekan atau menghindari pelepasan emisi gas rumah kaca yang dihasilkan oleh Air Limbah. Senyawa gas rumah kaca dari Air Limbah bersumber dari senyawa organik yang terkandung dalam Air Limbah, berupa karbon dioksida (COz) dan metana (CH+). Ayat (7) Cukup jelas.


      Pasal 158

      Cukup ^jelas


      Pasal 159

      Cukup ^jelas


      Pasal 160

      Cukup jelas


      Pasal 161

      Ayat (1) Yang dimaksud dengan "badan usaha" dapat berupa penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan yang menghasilkan Air Limbah, ataupun pihak lainnya yang melakukan kegiatan pengurangan pencemar air. Ayat (21 Cukup ^jelas.


      Pasal 162

      Cukup jelas.


      Pasal 163

      Cukup jelas. Pasal 164 Huruf a Yang dimaksud dengan "inventarisasi udara" adalah kegiatan pengumpulan, pencatatan dan analisis data dan informasi yang meliputi sumber Emisi dan gangguan, serta mutu Udara Ambien. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas


      Pasal 165

      Ayat (1) Huruf a Yang dimaksud dengan "sumber Emisi" merupakan sumber pencemar dari usaha dan/atau kegiatan yang mengeluarkan Emisi. Yang dimaksud dengan "sumber gangguan" merupakan sumber pencemar yang menggunakan media udara atau padat untuk penyebarannya. Huruf b Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan "sumber tidak bergerak" adalah sumber Emisi yang menetap, tidak berpindah atau tetap pada suatu tempat mencakup sumber titik Qtoint source) seperti cerobong pabrik dan sumber area (area sourcel seperti kawasan industri, tempat pemrosesan sampah, kehutanan, perkebunan, dan perumahan. Huruf b Yang dimaksud dengan "sumber bergerak" merupakan sumber Emisi yang tidak tetap pada suatu tempat yang berasal dari alat transportasi berbasis jalan seperti kendaraan bermotor, dan berbasis nonjalan seperti kereta api, alat berat, dan kendaraan berat lainnya. Ayat (3) Cukup jelas.


      Pasal 166

      Jenis Emisi dan pencemar udara dapat berupa gas atau partikulat, seperti karbon monoksida (CO), nitrogen oksida (NO*), sulfur dioksida (SOz), dan hidrokarbon (HC). Jenis gangguan dapat berupa kebisingan, kebauan, dan getaran. Huruf b Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan "data primer" merupakan data yang diperoleh secara langsung di objek penelitian atau dari tangan pertama subjek penelitian, responden, atau informan, yang diperlukan dalam melaksanakan inventarisasi udara. Huruf b Yang dimaksud dengan "data sekunder" merupakan data yang diperoleh secara tidak langsung melalui tangan pertama melainkan melalui tangan kedua, ketiga, atau seterusnya, yang masih relevan dan dapat digunakan dalam melaksanakan inventarisasi udara. Ayat (3) Cukup jelas.


      Pasal 167

      Cukup jelas Pasal 168 Huruf a Huruf b


      Pasal 169

      Cukup jelas. Pengukuran merupakan kegiatan untuk menentukan besaran Emisi, gangguan, dan Mutu Udara ambien dengan menggunakan alat ukur. Perhitungan merupakan kegiatan menghitung besaran Emisi, gangguan, dan Mutu Udara ambien dengan menggunakan metode tertentu.


      Pasal 170

      Pasal Pasal Pasal Pasal


      Pasal 174

      Ayat (1) Cukup jelas. 170 Cukup.jelas. 17l Cukup jelas. t72 Cukup jelas. t73 Ayat (1) Menteri/kepala lembaga pemerintah nonkementerian terkait antara lain menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang:


    419. perhubungan;

    420. energi dan sumber daya mineral;

    421. perindustrian;

    422. tata ruang;

    423. ketenagakerjaan;

    424. kesehatan;

    425. riset dan teknologi;

    426. perencanaan dan pembangunan nasional; dan

    427. meteorologi, klimatologi, dan geofisika. Ayat (2) Inventarisasi udara dilakukan oleh bupati/wali kota dan mengoordinasikan masing-masing perangkat daerah di wilayahnya. Data hasil inventarisasi udara dari bupati/wali kota dalam 1 (satu) provinsi diserahkan kepada gubernur untuk dianalisis sehingga didapat penyebab utama sumber pencemar udara dan parameter pencemar dominan dari setiap kabupaten/kota. Selanjutnya data inventarisasi udara tersebut diserahkan ke tingkat nasional untuk dibuat peta panduan (roadmap) pengendalian pencemaran udara. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan 'Jenis parameter" adalah zat atau senyawa kimia yang menyebabkan terjadinya pencemaran udara, seperti karbon monoksida (CO), hidrokarbon (HC), atau sulfur dioksida (SOz). Huruf b Yang dimaksud dengan "nilai parameter" adalah besaran konsentrasi zat atau senyawa kimia yang menyebabkan terj adinya pencemaran udara. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (a) Cukup ^jelas.

      Pasal 175

      Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (a) Yang dimaksud dengan "kawasan pristind' adalah daerah yang menghasilkan cadangan udara bersih seperti hutan primer.


      Pasal 176

      Cukup jelas


      Pasal 177

      Cukup ^jelas


      Pasal 178
      Pasal 178

      Cukup jelas. Pasal 179 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas Huruf b Yang dimaksud dengan "nilai konsentrasi Udara Ambien tertinggi di kelas WPPMU" aclalah besaran Baku Mutu l-Idara Ambien nasional dikalikan dengan angka indeks atau persentase di masing-masing kelas WPPMU yang ditetapkan.



      Pasal 180

      Cukup jelas.


      Pasal 181

      Cukup ^jelas.


      Pasal 182

      Cukup ^jelas. Pasal 183 Huruf a Yang dimaksud dengan "status Mutu Udara ambien" adalah keadaan mutu udara di suatu tempat pada saat dilakukan inventarisasi. Huruf b Cukup ^jelas.


      Pasal 184

      Cukup ^jelas.


      Pasal 185

      Cukup ^jelas.


      Pasal 186

      Cukup ^jelas Pasal 187 Ayat (1) ""': : l,p jeras '"Til- dimaksud dengan ^o.iasa lingkungan, adalah kegiatan untuk memanfaatkan potensi jasa lingkungan dengan tidak merusak lingkungan dan kehidupan manusia. Huruf c Cukup ^jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 188 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "pengendaiian Pencemaran Udara" adalah Llpaya pencegahan dan/atau penanggulangan Pencemaran Udara serta pemulihan Mutu Udara. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 189 Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup Jelas Huruf d Yang dimaksud dengan "internalisasi biaya pengelolaan Mutu Udara" adalah memasukkan biaya Pencemaran Lingkungan Hidup dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup dalam perhitungan biaya produksi atau biaya suatu Usaha dan/atau Kegiatan. Huruf e Yang dimaksud dengan "kuota Emisi" adalah kuota Emisi dari sumber tidak bergerak yang diizinkan untuk dibuang ke media Lingkungan Hidup. Yang dimaksud dengan "perdagangan kuota Emisi" adalah jual beli kuota Emisi yang diizinkan untuk dibuang ke media Lingkungan Hidup antar penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan. Huruf f Cukup ^jelas. Pasal 190 Cukup jelas. Pasal 191 Cukup jelas Pasal 192 Cukup jelas Pasal 193 Cukup jelas. Pasal 194 Cukup jelas Pasal 195 Cukup jelas Pasal 196 Cukup jelas PRES I DEN REPUBLIK INDONESTA 43


      Pasal 197

      Cukup ^jelas. Pasal 198 Cukup jelas.


      Pasal 199

      Cukup ^jelas Pasal 200 Cukup jelas


      Pasal 201

      Cukup jelas , Pasal 2O2 Cukup jelas Pasal 203 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan" adalah orang perseorangan dan/atau kelompok orang dan/atau badan hukum yang melakukan suatu Usaha dan/atau Kegiatan termasuk kegiatan produksi dan/atau impor dan ekspor. Ayat (2) Huruf a Pemantauan dengan cara manual dilakukan dengan cara pengambilan sampel lalu sampel dianalisis lebih lanjut di laboratorium. Huruf b Pemantauan dengan cara otomatis dan terus-menerus menggunakan peralatan otomatis yang langsung menghasilkan data pengukuran dan sekaligus mengirimkan datanya ke suatu stasiun pengumpul data. Ayat (3) SK No 0650-50 A Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (a) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat ^(6) Cukup jelas. Pasal 204 Ayat (1) Huruf a Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan "produk dari Usaha dan/atau Kegiatan sektor industri otomotif'adalah semua hasil produk suatu usaha seperti kendaraan bermotor untuk angkutan orang, angkutan barang dan gandengan atau tempel, dan alat berat. Huruf b Yang dimaksud dengan "alat transportasi darat" adalah alat yang dipergunakan untuk memindahkan barang dan orang dari satu lokasi ke lokasi lainnya. Huruf c Yang dimaksud dengan ^*'alat berat" adalah alat penunjang kegiatan industri, pertambangan, pertanian atau perkebunan, konstruksi yang menggunakan enjin yang digerakkan dengan motor bakar penyalaan kompresi yang berfungsi sebagai alat angkat angkut, penggali, penarik, pemadat dan/atau perata yang tidak beroperasi dijalan raya dan mempunyai daya minimum 18 (delapan belas) KW. Huruf b Cukup jelas Ayat (3) Huruf a Yang dimaksud dengan ^*berbasis jalan" adalah kendaraan bermotor yang digerakkan oleh peralatan mekanik berupa mesin selain kendaraan yang berjalan di atas rel sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Huruf b Yang dirnaksud dengan "berbasis nonjalan" adalah peralatan yang digerakan oleh enjin motor bakar yang digunakan dalam menunjang kegiatan industri danlatau alat angkat, angkut, penarik, pemadat, dan/atau perata yang didesain tidak beroperasi di jalan raya, antara lain enjin stasioner, kereta api, peralatan militer, alat berat, dan kendaraan berat lainnya. Pasal 205 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Huruf b Cukup jelas Ayat (3) Cukup jeias. Pasal 206 Cukup jelas Yang dimaksud dengan "enjin" adalah enjin yang berdiri sendiri (stand alone engine). Yang dimaksud dengan "enjin model baru" adalah enjin yang siap diproduksi, akan dipasarkan, akan diproduksi ulang dengan perubahan desain enjin, yang diimpor dan belum beroperasi, atau yang sudah beroperasi di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan akan dimasukkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai barang modal bukan baru. Pasal 2OT FRES !DEN REPUBLIK INDONESIA 46 Pasal 2O7 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "baku mutu gangguan" adalah ukuran batas maksimum pencemar yang ditenggang keberadaannya meliputi getaran, kebisingan, dan kebauan yang boleh dikeluarkan dari sumber Emisi. Parameter baku mutu kebauan ditentukan antara lain dengan metode surueA atau panel. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas.


      Pasal 208

      Cukup ^jelas. Pasal 209 Ayat (1) Setiap Usaha dan/atau Kegiatan yang memiliki potensi mencemari udara harus memasukkan biaya Pencemaran Lingkungan Hidup dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup dalam perhitungan biaya produksi atau biaya suatu Usaha dan/atau Kegiatan. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 2 1O Cukup jelas Pasal 21 1 Cukup jelas.


      Pasal 212

      Cukup jelas Pasal 2 13 Pasal 213 Cukup jelas. Pasal 2l4 Cukup jelas. Pasal 215 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "bencana yang mengakibatkan Pencemaran Udara" antara lain kebakaran hutan dan lahan, bencana lain yang menyebabkan menurunnya Mutu Udara, serta berpotensi terjadinya risiko gangguan kesehatan dan korban iiwa. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 2 16 Cukup jelas.


      Pasal 277

      Cukup jelas. Pasal 218 Cukup jelas


      Pasal 219

      Cukup jelas. Pasal 22O Cukup ^jelas. Pasal 22I Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Ayat (2) Yang dimaksud dengan "kawasan strategis nasional" adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang telah ditetapkan sebagai situs warisan dunia. Yang dimaksud dengan "kawasan strategis nasional tertentu" adalah kawasan yang terkait dengan kedaulatan negara, pengendalian Lingkungan Hidup dan/atau situs warisan dunia, yang pengembangannya diprioritaskan bagi kepentingan nasional. Ayat (3) Cukup jelas


      Pasal 222

      Cukup jelas Pasal 223 Ayat (1) Cukup jelas. ' Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Huruf a Cukup ^jelas. Huruf b Baku Mutu Air Laut mencakup air, sedimen, dan biota laut. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas.


      Pasal 224

      Cukup ^jelas. Pasal 225 Cukup jelas. Pasal 226 Cukup jelas Pasal 227 Cukup jelas Pasal 228 Cukup jelas. Pasal 229 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Biota laut antara lain mencakup biota di ekosistem mangrove, padang lamun, dan terumbu karang. Ayat (21 Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 230 Cukup jelas


      Pasal 231
      Pasal 231

      Cukup ^jelas Pasal 232 Cukup jelas. Pasal 233 Cukup jelas. Pasal 234 Cukup jelas



      Pasal 235

      Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan "indeks" adalah skala yang menggambarkan kondisi Mutu Laut di lokasi tertentu pada waktu tertentu. Pasal 236 Cukup ^jelas. Pasal 237 Cukup ^jelas Pasal 238 Cukup jelas. Pasal 239 Cukup jelas.


      Pasal 240

      Pasal 240 Cukup jelas Pasal 241 Cukup jelas Pasal 242 Cukup jelas


      Pasal 243

      Cukup ^jelas.


      Pasal 244

      Cukup ^jelas.


      Pasal 245

      Cukup jelas. Pasal 246 Cukup jelas. Pasal 247 Cukup jelas Pasal 248 Cukup jelas


      Pasal 249

      Cukup jelas Pasal 25O Cukup jelas. Pasal 251 Cukup jelas


      Pasal 252

      Cukup jelas. Pasal 253 Cukup jelas Pasal 254 Cukup jelas Pasal 255 Cukup jelas


      Pasal 256

      Cukup jelas Pasal 257 Cukup jelas. Pasal 258 Cukup jelas. Pasal 259 Cukup jelas Pasal 260 Cukup jelas Pasal 261 Cukup jelas


      Pasal 262
      Pasal 262

      Cukup ^jelas.



      Pasal 263

      Cukup ^jelas. Pasal 264 Cukup ^jelas Pasal 265 Cukup ^jelas


      Pasal 266

      Cukup ^jelas


      Pasal 267

      Cukup ^jelas Pasal 268 Cukup ^jelas Pasal 269 Cukup jelas. Pasal 27O Cukup ^jelas. Pasal 27 I Cukup ^jelas Pasal 272 Cukup jelas Pasal 273 Cukup jelas. Pasal 274 Cukup jelas Pasal 275 Cukup jelas.


      Pasal 276

      Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (21 Huruf a Limbah 83 kategori 1 merupakan Limbah 83 yang berdampak akut dan langsung terhadap manusia dan dapat- dipastikan akan berdampak negatif terhadap Lingkungan Hidup. Huruf b Limbah 83 kategori 2 merupakan Limbah 83 yang mengandung 83, memiliki efek tunda (delayed effect), dan berdampak tidak langsung terhadap manusia dan Lingkungan Hidup serta memiliki toksisitas subkronis atau kronis. Ayat (3) Huruf a Limbah 83 dari sumber tidak spesifik merupakan Limbah 83 yang pada umumnya bukan berasal dari proses utamanya, tetapi berasal dari kegiatan antara lain pemeliharaan alat, pencucian, pencegahan korosi atau inhibitor korosi, pelarutan kerak, dan pengemasan. Huruf b Cukup jelas Ayat (a) Huruf a Cukup ^jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan "Limbah 83 dari sumber spesifik khusus" adalah Limbah 83 yang memiliki efek tunda lderayed. effect), berdampak tidak langsung terhadap manusia dan Lingkungan Hidup, memiliki karakteristik beracun tidak akut, dan dihasilkan dalam jumlah yang besar per satuan waktu.


      Pasal 277

      Cukup jelas.


      Pasal 278

      Cukup jelas


      Pasal 279

      Cukup jelas


      Pasal 280

      Cukup jelas.


      Pasal 281

      Cukup jelas


      Pasal 282

      Ayat (1) Kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian antara lain kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang:


    428. perindustrian;

    429. energi dan sumber daya mineral; dan

    430. pengawasan ketenaganukliran. Ayat (2) Cukup jelas

      Pasal 283

      Cukup jelas


      Pasal 284

      Cukup jelas.


      Pasal 285

      Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (21 Yang dimaksud dengan "pencampuran Limbah 83" adalah pencampuran Limbah 83 dengan media lingkungan, bahan, Limbah, dan/atau Limbah 83 lainnya, termasuk pengenceran dengan menambahkan cairan atau zat lainnya pada Limbah 83, sehingga konsentrasi zat racun dan/atau tingkat bahayanya berubah. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (a) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas.


      Pasal 286

      Cukup jelas


      Pasal 287

      Cukup jelas,


      Pasal 288

      Cukup jelas


      Pasal 289
      Pasal 289

      Cukup jelas.



      Pasal 290

      Cukup jelas Pasal 291 Huruf a Cukup jelas. Huruf b Alat penanggulangan keadaan darurat antara lain pasir, oil absorbant, safetg shower, oil boom, dan oil skimmer.


      Pasal 292

      Cukup jelas


      Pasal 293

      Cukup jelas.


      Pasal 294

      Cukup jelas Pasal 295 Huruf a Yang dimaksud dengan "melakukan identifikasi Limbah 83" adalah menentukan sumber dihasilkannya Limbah 83. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e . nepuJLTK ^=,',?55*'=,o -58- Huruf e Cukup ^jelas.


      Pasal 296

      Cukup jelas.


      Pasal 297

      Cukup jelas.


      Pasal 298

      Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (21 Bukti penyerahan Limbah 83 antara lain berupa keterangan penyerahan Limbah 83, berita acara, atau risalah. Ayat (3) Cukup jelas.


      Pasal 299

      Ayat (1) Huruf a Segregasi Limbah 83 sesuai dengan jenis dan karakteristiknya antara lain segregasi oli bekas dengan minyak kotor (slope oitl dan segregasi antara slag baja dengan slag tembaga. Huruf b Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas.


      Pasal 300

      Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Ayat (21 Cukup ^jelas. Ayat (3) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Yang dimaksud dengan "pencampuran Limbah 83" adalah pencampuran Limbah 83 dengan media lingkungan, bahan, Limbah dan/atau Limbah 83 lainnya, termasuk pengenceran dengan menambahkan cairan atau zatlainnya pada Limbah 83.


      Pasal 301

      Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (21 Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup ^jelas. Huruf c Cukup ^jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup ^jelas. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Cukup ^jelas. Huruf i Perhitungan biaya dan model keekonomian dimaksudkan untuk memastikan bahwa operasional kegiatan Pengumpulan Limbah 83 dapat berjalan secara berkelanjutan. Huruf j Cukup jelas. Huruf k Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas.


      Pasal 302

      Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (21 Yang dimaksud dengan "verifikasi" adalah verifikasi dokumen berupa checklist kelengkapan dan kebenaran terhadap persyaratan Persetujuan Teknis. Ayat (3) Cukup jelas.


      Pasal 303

      Cukup jelas


      Pasal 304

      Cukup jelas. Pasal 305 Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup ^jelas. Huruf f Yang dimaksud dengan "melakukan identifikasi Limbah E}3 yang dikumpulkan" adalah menentukan sumber dan karakteristik Limbah 83. Informasi mengenai karakteristik Limbah 83 diperlukan untuk mengumpulkan Limbah 83 dengan tepat. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Cukup jelas. Huruf i Laporan Pengumpulan Limbah 83 disusun untuk memastikan keseimbangan antara Limbah 83 yang diterima dan Limbah 83 yang akan diserahkan kepada Pengolah Limbah 83, Pemanfaat Limbah, dan/atau Penimbun Limbah 83. Huruf j Cukup jelas. Huruf k Cukup jelas. Pasal 3O6 Cukup jelas Pasal 3O7 Ayat (1) Verifikasi dilakukan dengan kunjungan lapangan ke lokasi pembangunan fasilitas Pengumpulan Limbah BS untuk mengecek kesesuaiannya d engan Persetujuan Tekrris. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat(3) ... SK No 097330 A Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (a) Cukup jelas.


      Pasal 308

      Cukup jelas.


      Pasal 309

      Cukup jelas


      Pasal 310

      Cukup jelas. Pasal 31 I Cukup jelas Pasal 3 12 Cukup jelas Pasal 3 13 Cukup jelas.


      Pasal 314

      Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Hurtrf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Huruf c Cukup jelas Huruf d Bukti penyerahan Limbah 83 antara lain berupa keterangan penyerahan Limbah 83, berita acara, atau risalah. Ayat (3) Cukup jelas.


      Pasal 315

      Cukup ^jelas.


      Pasal 316

      Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Pemanfaatan Limbah 83 sebagai substitusi sumber energi antara lain Pemanfaatan Limbah B3 sludge minyak seperti oil sludge, oil sloop, dan oli bekas, yang dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternatif pada industri semen. Huruf c Pemanfaatan Limbah 83 sebagai bahan baku yaitu Pemanfaatan Limbah 83 oli bekas yang dimanfaatkan sebagai bahan baku utama pada industri daur ulang oli bekas. Huruf d Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas.


      Pasal 317

      Ayat (1) Pelarangan dimaksudkan untuk melindungi manusia dan makhluk hidup lainnya dari paparan Limbah 83 yang berasal dari technologically enhanced naturally occurring radioactiue mateial (TENORM) yang mengandung radioaktivitas tertentu. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat(3) ... SK No 065070 A Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (a) Cukup jelas.


      Pasal 318

      Cukup ^jelas


      Pasal 319

      Cukup jelas Pasal 32O Cukup jelas. Pasal 32 1 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup ^jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Angka I Cukup jelas. Angka 2 Cukup jelas. Angka 3 Cukup jelas. Angka 4 Cukup jelas. Angka 5 Cukup jelas. Angka 6 Cukup ^jeias. Angka 7 Cukup jelas. Angka 8 Limbah 83 yang akan dimanfaatkan oleh industri semen, maka memerlukan uji total konsentrasi logam TCLP, uji emisi, dan uji kualitas produk semen. Angka 9 Cukup ^jelas. Ayat ^(.2) Cukup jelas.


      Pasal 322

      Cukup jeias.


      Pasal 323

      Cukup jelas


      Pasal 324

      Cukup jelas


      Pasal 325

      Cukup jelas Pasal 326 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Bukti penyerahan Limbah 83 antara lain berupa keterangan penyerahan Limbah 83, berita acara, atau risalah. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat(4) ... SK No 097331 A Ayat (4) Cukup jelas


      Pasal 327

      Cukup jelas


      Pasal 328

      Cukup jelas Pasal 329 Ayat (1) Pelarangan dimaksudkan untuk melindungi manusia dan makhluk hidup lainnya dari paparan Limbah 83 yang berasal dari technologically enhanced. naturallg occuring radioactiue material (TENORM) yang mengandung radioaktivitas tertentu. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (a) Cukup jelas. Pasal 330 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup ^jelas. Huruf c Angka 1 Cukup jelas Angka 2 Angka 2 Jadwal pelaksanaan pembangunan fasilitas Pemanfaatan Limbah 83 memuat informasi tentang uraian kegiatan pembangunan fasilitas dan lini masa (timeline) pembangunan fasilitas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Cukup jelas. Huruf i Cukup jelas. Huruf j Cukup jelas. Huruf k Cukup ^jelas. Huruf I Cukup ^jelas. Huruf m Cukup ^jelas. Huruf n Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas.


      Pasal 331

      Cukup jelas


      Pasal 332
      Pasal 332

      Cukup ^jelas Pasal 333 Ayat (1) Huruf a I Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Angka 1 Cukup jelas. Angka 2 Cukup ^jelas. Angka 3 Cukup jelas. Angka 4 Cukup jelas. Angka 5 Cukup jelas. Angka 6 Cukup jelas. Angka 7 Cukup jelas. Angka 8 Limbah 83 yang akan dimanfaatkan oleh industri semen, maka memerlukan uji total konsentrasi logam TCLp, uji emisi, dan uji kualitas produk semen. Angka 9 Angka 10 Cukup ^jelas. Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan "melakukan identilikasi Limbah 83 yang dikumpulkan" adalah menentukan sumber dan karakteristik Limbah 83. Informasi mengenai karakteristik Limbah 83 diperlukan untuk memanfaatkan Limbah 83 dengan tepat. Huruf b Cukup ^jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f , Cukup ^jelas. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Cukup ^jelas. Huruf i Cukup ^jelas. Huruf j Cukup jelas. Huruf k Laporan Pemanfaatan Limbah 83 disusun untuk memastikan keseimbangan antara Limbah 83 yang diterima dengan Limbah 83 yang dimanfaatkan, dan Limbah 83 hasil kegiatan Pemanfaatan Limbah B3 yang dikelola dan/atau diserahkan kepada Pengolah Limbah 83, dan/atau Penimbun Limbah 83. Huruf I Cukup jelas. Huruf m . Huruf m Cukup jelas. Huruf n Cukup jelas.



      Pasal 334

      Cukup jelas


      Pasal 335

      Cukup jelas


      Pasal 336

      Cukup jelas.


      Pasal 337

      Cukup jelas Pasal 338 Produk samping merupakan produk sekunder yang dihasilkan dari suatu proses industri yang terintegrasi dengan proses yang menghasilkan produk utama (main product). Produk samping lazimnya memiliki sifat antara lain penggunaannya bersifat pasti, dapat digunakan secara langsung tanpa proses lebih lanjut, dan memenuhi syarat dan/atau standar produk.


      Pasal 339

      Cukup jelas.


      Pasal 340

      Cukup jelas


      Pasal 341

      Cukup jelas


      Pasal 342
      Pasal 342

      Cukup jelas.



      Pasal 343

      Cukup jelas


      Pasal 344

      Cukup jelas


      Pasal 345

      Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Penentuan Ayat (2) efisiensi penghancuran dan penghilangan (destntction remoual efficiencg) ditakukan dengan menghitung konsentrasi dan/atau berat Limbah 83 di awal dan di akhir proses pengolahan secara termal. Angka persentase menunjukkan jumlah molekul dari senyawa Limbah 83 yang dihilangkan dan dihancurkan dibandingkan dengan jumlah molekul dari senyawa Limbah 83 yang dimasukkan ke dalam sistem Pengolahan Limbah 83 secara termal. Senyawa principle organic hazardous constituents (poHCs) merupakan 83 yang sulit terurai atau terdekomposisi. senyawa principle organic hazardous constituents (poHCs) razilr; nya terkandung dalam Limbah 83 sehingga digunakan sebagai cara untuk mengetahui kemampuan efisiensi penghancuran dan penghilangan (destruction remoual efficiency) dari alat Pengolahan Limbah 83 secara termal yang menghasilkan emisi udara seperti insinerator. Senyawa PoHCs antara lain tetrakloroetilena, toruena, 1,2- dikloropropana, dan karbon tetraklorida. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (a) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas.


      Pasal 346

      Cukup jelas


      Pasal 347

      Cukup jelas


      Pasal 348

      Cukup jelas.


      Pasal 349

      Cukup jelas Pasal 35O Cukup jelas


      Pasal 351

      Cukup jelas.


      Pasal 352

      Cukup jelas


      Pasal 353
      Pasal 353

      Cukup jelas.



      Pasal 354

      Cukup jelas.


      Pasal 355

      Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Bukti penyerahan Limbah 83 antara lain berupa keterangan penyerahan Limbah 83, berita acara, atau risalah. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (a) Cukup jelas.


      Pasal 356

      Cukup ^jelas.


      Pasal 357

      Cukup jelas. Pasal 358 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Huruf c Angka 1 Cukup jelas. Angka 2 Jadwal pelaksanaan pembangunan fasilitas Pengolahan Limbah 83 memuat informasi tentang uraian kegiatan pembangunan fasilitas dan lini masa (timeline) pembangunan fasilitas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Cukup jelas. Huruf i Cukup jelas. Huruf j Cukup jelas. Huruf k Cukup jelas. Huruf I Cukup jelas. Huruf m Cukup jelas. Huruf n Cukup jelas.


      Pasal 359

      Cukup jelas.


      Pasal 360

      Cukup ^jelas.


      Pasal 361

      Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan "melakukan identifikasi Limbah 83 yang dikumpulkan" adalah menentukan sumber dan karakteristik Limbah 83. Informasi mengenai karakteristik Limbah 83 diperlukan untuk mengolah Limbah 83 dengan tepat. Huruf b Cukup ^jelas. Huruf c Cukup ^jelas. Huruf d Cukup ^jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup ^jelas. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Cukup ^jelas. Huruf i Cukup jelas. Huruf j Cukup jelas. Huruf k Cukup jelas. Huruf I Cukup jelas. Huruf m. . . SK No 083020A Huruf m Cukup ^jelas.


      Pasal 362

      Cukup jelas.


      Pasal 363

      Cukup jelas.


      Pasal 364

      Cukup jelas


      Pasal 365

      Cukup jelas.


      Pasal 366

      Cukup jelas


      Pasal 367

      Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b FRES IDEN REPUBLIK TNDONESIA -77 - Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (a) Cukup ^jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (71 Cukup jelas.


      Pasal 368

      Cukup jelas


      Pasal 369

      Cukup ^jelas


      Pasal 370

      Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan "sistem pelapis" adalah adanya lapisan pelindung yang dibangun untuk mencegah terpaparnya Limbah 83 atau air lindi dari Limbah 83 ke Lingkr.rngan Hidup. Lapisan pelindung dapat berupa synthetic liner atau compacted clag atau lapisan lain yang setara yang memiliki permeabilitas yang sama. Lapisan pelindung dapat diberikan dengan double liner dan/atau single liner atau hanya dengan compacted" clag. Huruf c . Huruf c Cukup jelas. Huruf d Rencana Penimbunan Limbah 83, penutupan, dan pasca penutupan Penimbunan Limbah 83 berisi antara lain rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam jangka panjang di fasilitas Penimbunan Limbah 83. Ayat (21 Cukup jelas.


      Pasal 371

      Cukup jelas


      Pasal 372

      Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Angka 1 Cukup jelas. Angka 2 Jadwai pelaksanaan pembangunan fasilitas Penimbunan Limbah 83 memuat informasi tentang uraian kegiatan pembangunan fasilitas dan lini masa (timeline) pembangunan fasilitas. Huruf c Cukup jelas. Hurtrf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup ^jelas. Huruf g Cukup ^jelas. Huruf h Cukup ^jelas. Huruf i Cukup ^jelas. Huruf j Cukup ^jelas. Huruf k Cukup ^jelas. Huruf I Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas.


      Pasal 373

      Cukup ^jelas.


      Pasal 374

      Cukup ^jelas.


      Pasal 375

      Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan "melakukan identifikasi Limbah 83 yang ditimbun" adalah menentukan sumber dan karakteristik Limbah 83. Informasi mengenai karakteristik Limbah 83 diperlukan untuk menimbun Limbah El3 dengan tepat. Huruf b Huruf b Cukup ^jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Cukup jelas.


      Pasal 376

      Cukup jelas


      Pasal 377

      Cukup jelas.


      Pasal 378

      Cukup jelas


      Pasal 379

      Cukup jelas


      Pasal 380

      Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Bukti penyerahan Limbah 83 antara lain berupa keterangan penyerahan limbah 83, berita acara, atau risalah. Ayat (3) . . SK No 065087 A Ayat (3) Cukup ^jelas


      Pasal 381

      Cukup jelas.


      Pasal 382

      Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (21 Huruf a Cukup jelas. Huruf b Angka 1 Cukup jelas. Angka 2 Jadwal pelaksanaan pembangunan fasilitas Penimbunan Limbah 83 memuat informasi tentang uraian kegiatan pembangunan fasilitas dan tini masa (timeline) pembangunan fasilitas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Cukup jelas. Huruf i Cukup ^jelas. Huruf j Cukup jelas. Huruf k Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup jelas.


      Pasal 383

      Cukup jelas


      Pasal 384

      Cukup jelas Pasal 385 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan "melakukan identifikasi Limbah 83 yang ditimbun" adalah menentukan sumber dan karakteristik Limbah 83. Informasi mengenai karakteristik Limbah 83 diperlukan untuk nrenimbun Limbah 83 dengan tepat. Huruf b Cukup ^jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f . Huruf f Laporan Penimbunan Limbah 83 disusun untuk memastikan bahwa jumlah Limbah 83 yang diterima sama dengan Limbah 83 yang diolah dan/atau ditimbun. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Cukup jelas.


      Pasal 386

      Cukup jelas.


      Pasal 387

      Cukup jelas.


      Pasal 388

      Cukup jelas


      Pasal 389

      Cukup jelas.


      Pasal 390

      Cukup jelas Pasal 39 1 Cukup jelas


      Pasal 392

      Ayat (1) Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Huruf c . Ayat (21 Cukup jelas


      Pasal 393

      Cukup jelas.


      Pasal 394

      Cukup jelas.


      Pasal 395

      Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Kedalaman lebih dari atau sama dengan 100 (seratus) meter untuk Dumping (Pembuangan) tailing ke laut yaitu kedalaman titik pembuangan Limbah B3 (outfall) berada pada kedalaman lebih dari atau sama dengan 100 (seratus) meter. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Huruf c Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (a) Cukup jelas. Serbuk bor dan lumpur bor dari hasil pemboran Usaha dan/atau Kegiatan eksplorasi dan/atau eksploitasi di laut menggunakan lumpur bor berbahan dasar air Qlater-based. mudl digolongkan sebagai Limbah nonB3. up-welling merupakan fenomena oseanografi yang ditandai dengan terjadinya penaikan massa air dari kedaliman laut hingga ke permukaan yang disebabkan antara lain angin dan perbedaan temperatur. FRES IDEN REPUBLIK INDONESTA -85-


      Pasal 396

      Cukup jelas


      Pasal 397

      Cukup jelas


      Pasal 398

      Cukup jelas.


      Pasal 399

      Cukup jelas Pasal 40O Cukup jelas Pasal 401 Huruf a Yang dimaksud dengan "menghentikan Usaha dan/atau Kegiatan" adalah penghentian kegiatan Dumping (Pembuangan) Limbah 83 yang sedang berlangsung. Huruf b Cukup jelas.


      Pasal 402

      Cukup jelas


      Pasal 403

      Ayat (1) Pengecualian dari Pengelolaan Limbah 83 dilakukan secara kasus per kasus oleh Setiap orang yang menghasilkan Limbah 83 dari sumber spesifik. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat(3) ... SK No 065092 A Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (a) Cukup jelas.


      Pasal 404

      Cukup jelas.


      Pasal 405

      Cukup jelas


      Pasal 406

      Cukup jelas


      Pasal 407

      Cukup jelas Pasal 4O8 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas Huruf c Huruf d Cukup jelas Huruf e Cukup jelas Informasi mengenai karakteristik Limbah 83 diperlukan untuk perpindahan lintas batas Limbah 83 dimaksud dengan tepat. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Cukup jelas. Huruf i Cukup jelas. Huruf j Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (a) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas.


      Pasal 409

      Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Alasan penolakan antara lain berupa penolakan transit dari daerah pabean. Pasal 4 10 Cukup jelas Pasal 41 1 Cukup jelas. Pasal 4 12 Cukup jelas. Pasal 4 13 Cukup jelas


      Pasal 414

      Cukup jelas.


      Pasal 415

      Cukup jelas


      Pasal 416

      Cukup ^jelas.


      Pasal 417

      Cukup jelas.


      Pasal 418

      Cukup jelas


      Pasal 419

      Cukup jelas Pasal 42O Cukup jelas Pasal 42l Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup ^jelas. Huruf d Yang dimaksud dengan "tanah pelapis dasar" adalah tanah yang dapat digunakan sebagai pelapis dari suatu kegiatan konstruksi dan/atau kegiatan sejenis.


      Pasal 422

      Cukup jelas.


      Pasal 423

      Cukup jelas


      Pasal 424

      Cukup jelas


      Pasal 425

      Cukup jelas


      Pasal 426

      Cukup ^jelas Pasal'427 Cukup jelas.


      Pasal 428

      Cukup jelas.


      Pasal 429
      Pasal 429

      Cukup jelas



      Pasal 430

      Cukup jelas.


      Pasal 431

      Cukup jelas.


      Pasal 432

      Cukup ^jelas


      Pasal 433

      Cukup jelas


      Pasal 434

      Cukup jelas.


      Pasal 435

      Cukup ^jelas


      Pasal 436

      Cukup jelas


      Pasal 437

      Cukup jelas.


      Pasal 438

      Cukup jelas


      Pasal 439

      Cukup ^jelas


      Pasal 440

      PRES tDEN REPUELIK INDONESIA - 91 -


      Pasal 440

      Cukup ^jelas


      Pasal 441

      Cukup ^jelas


      Pasal 442

      Cukup ^jelas.


      Pasal 443

      Cukup ^jelas.


      Pasal 444

      Cukup ^jelas.


      Pasal 445

      Cukup ^jelas.


      Pasal 446

      Cukup ^jelas


      Pasal 447

      Cukup jelas


      Pasal 448

      Cukup.jelas


      Pasal 449

      Cukup ^jelas.


      Pasal 450

      Ayat (1) Huruf a Limbah nonB3 terdaftar merupakan Limbah yang sudah tidak memiliki karakteristik 83 dan telah memenuhi ketentuan penggunaan minimal teknologi terbaik dan ramah lingkungan. Huruf b Limbah nonB3 khusus merupakan Limbah yang sebelumnya adalah Limbah 83 dari sumber spesifik umum dan sumber spesifik khusus yang telah melalui prosedur pengecualian. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas.


      Pasal 451

      Cukup ^jelas


      Pasal 452

      Ayat (1) Pengelolaan Limbah nonB3 tidak mempunyai Persetujuan Teknis sehingga semua standar teknis tercantum dalam Persetujuan Lingkungan. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (a) Cukup ^jelas. Ayat (5) Cukup jelas.


      Pasal 453

      Pasal 453 Huruf a Cukup ^jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Yang dimaksud dengan "pencampuran Limbah nonB3" adalah pencampuran Limbah nonB3 dengan 83, Limbah lainnya, dan/atau Limbah 83, termasuk pengenceran dengan menambahkan cairan atau zatlannnya yang mengandung 83 dan/atau Limbah 83. Huruf d Yang dimaksud dengan "tempat pemrosesan akhir" adalah tempat pemrosesan akhir sampah.


      Pasal 454

      Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan "pengurangan Limbah nonB3 sebelum Limbah nonB3 dihasilkan" adalah pengurangan jumlah atau volume Limbah nonB3 yang dihasilkan dari modifikasi, perubahan proses produksi, danf atau perubahan teknologi. Huruf b Yang dimaksud dengan "pengurangan Limbah nonB3 sesudah Limbah nonB3 dihasilkan" adalah pengurangan jumlah atau volume Limbah nonB3 secara fisik dan/atau termal. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (a) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas.


      Pasal 455

      Cukup jelas.


      Pasal 456

      Cukup jelas.


      Pasal 457

      Cukup ^jelas.


      Pasal 458

      Cukup ^jelas


      Pasal 459

      Ayat (1) Cukup.jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Pemanfaatan Limbah nonB3 sebagai substitusi sumber energi antara lain pemanfaatan Limbah sludge IPAL dimanfaatkan sebagai campuran bahan bakar alternatif pada boiler. Huruf c Pemanfaatan Limbah nonB3 sebagai bahan baku yaitu pemanfaatan Limbah nonB3 khusus seperti flg ash batubara dari kegiatan PLTU dengan teknologi boiler minimal CFB (Ciraiating Fluidi"zed Bed) dimanfaatkan sebagai bahan baku kontruksi pengganti semen pozzolan. Huruf d Cukup ^jelas. Huruf e Cukup jelas.


      Pasal 460
      Pasal 460

      Cukup ^jeias.



      Pasal 461

      Cukup ^jelas.


      Pasal 462

      Cukup ^jelas.


      Pasal 463

      Cukup ^jelas.


      Pasal 464

      Cukup ^jelas


      Pasal 465

      Cukup ^jelas


      Pasal 466

      Cukup jelas


      Pasal 467

      Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Notifikasi Limbah nonB3 berfungsi sebagai pemberitahuan kepada negara penerima untuk mendapatkan persetujuan negara tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sebelum ekspor dapat dilaksanakan. Ayat (3)


      Pasal 468

      Cukup jelas


      Pasal 469

      Cukup ^jelas.


      Pasal 470

      Cukup jelas. Pasal 47 1 Ayat (1) Huruf a Dana penjaminan untuk pemulihan fungsi Lingkungan Hidup digunakan antara lain untuk kegiatan penanggulangan Pencemaran Lingkungan Hidup dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup termasuk penanggulangan keadaan darurat Lingkungan Hidup yang terjadi akibat Usaha dan/atau Kegiatan pada tahap prakonstruksi, konstruksi, komisioning, operasi dan pemeliharaan, dan/atau pascaoperasi. Penanggulangan keadaan darurat Lingkungan Hidup adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengatasi suatu keadaan bahaya yang mengancam keselamatan manusia, yang menimbulkan Pencemaran Lingkungan Hidup dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup dan memerlukan tindakan penanggulangan sesegera mungkin untuk meminimalisasi terjadinya tingkat Pencemaran Lingkungan Hidup dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup yang lebih parah. Suatu keadaan dinyatakan menjadi keadaan darurat Lingkungan Hidup dengan mempertimbangkan:


    431. sumber/bahan penyebab terjadinya kedaruratan seperti antara lain 83 dan/atau Limbah 83;

    432. memerlukan penanganan segera dan memadai agar dampaknya tidak meluas;

    433. mengancam keselamatan jiwa manrrsia; dan

    d. terdapat potensi Pencemaran Lingkungan Hidup dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup jika tidak segera ditanggulangi. Huruf b Cukup jelas Ayat (2) . Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Huruf a Cukup jelas. Huruf b ' Yang dimaksud dengan "remediasi" adalah upaya pemulihan Pencemaran Lingkungan Hidup untuk memperbaiki mutu Lingkungan Hidup. Huruf c Yang dimaksud dengan "rehabilitasi" adalah upaya pemulihan untuk mengembalikan nilai. fungsi, dan manfaat Lingkungan I{idup termasuk upaya pencegahan kerusakan lahan, memberikan perlindungan, dan memperbaiki ekosistem. tluruf d Yang dimaksud dengan "restorasi" adalah upaya pemulihan untuk menjadikan Lingkungan Hidup atau bagian-bagiannya berfungsi kembali sebagaimana semula. Huruf e Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 472 Dana penjaminan untuk pemulihan fungsi Lingkungan Hidup wajib disediakan oleh pemegang Persetujuan Lingkungan sebagai pelaksanaan tanggung jawab dan kewajiban dari setiap pemegang Persetujuan Lingkungan untuk melakukan pengendalian Pencemaran Lingkungan Hidup dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup dan pelaksanaan asas pencemar membayar Qtolluters paa prtnciplel dan pelaksanaan internalisasi biaya Lingkungan Hidup. Ayat (21 Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Huruf a Usaha dan/atau Kegiatan yang memitiki risiko rendah dan menengah terhadap Lingkungan Hidup adalah Usaha dan/atau Kegiatan yang jika terjadi kecelakaan dan/atau keadaan darurat tidak menimbulkan dampak yang besar dan luas terhadap kesehatan manusia dan Lingkungan Hidup. Huruf b Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Pasal 473 Ayat (1) Huruf a Deposito berjangka antara lain seperti deposito berjangka jaminan reklamasi yang ditempatkan pada bank pemerintah atas nama Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota qq. perusahaan yang bersangkutan. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Huruf d Cukup jelas. Ayat (2) Cukup ^jelas. Pasal 474 Cukup jelas Pasal 475 Cukup jelas. Pasal 476 Cukup jelas. Pasal 477 Cukup jelas Pasal 478 Cukup jelas Pasal 479 Cukup jelas Pasal 480 Cukup jelas. Pasal 481 Cukup jelas Pasal 482 Cukup jelas. Pasal 483 Pasal 483 Cukup jelas. Pasal 484 Cukup jelas Pasal 485 Cukup ^jelas Pasal 486 Cukup ^jelas. Pasal 487 Cukup jelas. Pasal 488 Cukup jelas. Pasal 489 Cukup jelas Pasal 49O Cukup jelas Pasal 49 1 Cukup jelas Pasal 492 Cukup jelas. Pasal 493 Cukup jelas. Pasal 494 Cukup jelas Pasal 495 Ayat (1) Huruf a Yang dimaksud dengan "melakukan pemantauan,' adalah pengecekan langsung ke lokasi yang menjadi objek pengawasan sesuai dengan yang tertera dalam Perizinan Berusaha atau Persetujuan Pemerintah. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup ^jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Cukup jelas. Huruf i Cukup jelas. Huruf j Yang dimaksud dengan "menghentikan pelanggaran tertentu" adalah tindakan untuk menghentikan pelanggaran tertentu di lokasi ditemukannya pelanggaran, antara lain penghentian saluran bgpass Air Limbah, penghentian pembuangan Air Limbah tanpa melalui pengolahan, dan penghentian penimbunan Limbah 83 tanpa izin. Ayat (2) Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Menghalangi pelaksanaan tugas Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup merupakan perbuatan melawan hukum yang dapat dikenakan sanksi hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 496 Cukup ^jelas Pasal 497 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "informasi lainnya" dapat berupa data terkait laporan pelaksanaan ketentuan Perizinan Berusaha atau Persetujuan Pemerintah antara lain melalui Sistem Informasi Lingkungan Hidup, laporan hasil pembinaan, dan laporan swapantau Usaha dan/atau Kegiatan. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (4) Huruf a' Yang dimaksud dengan "persiapan pengawasan" adalah kegiatan yang dilakukan oleh Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup sebelum melaksanakan pengawasan langsung ke lokasi Usaha dan/atau Kegiatan. Persiapan yang dilakukan oleh Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup antara lain pengumpulan data dan informasi, penyiapan alat pelindung diri, administrasi, dan peralatan pengawasan. Huruf b Yang dimaksud dengan "pemeriksaan ketaatan" adalah pemeriksaan di lokasi Usaha dan/atau Kegiatan terLradap pelaksanaan kewajiban yang tercantum dalam Perrzinan Berusaha atau Persetujuan Pemerintah terkait Persetujuan Lingkungan dan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Huruf c . SK No 065109 A Huruf c Yang dimaksud dengan "tindak lanjut hasil pengawasan" adalah melakukan analisis teknis dan yuridis terhadap temuan di lokasi Usaha dan/atau Kegiatan dan rekomendasi penegakan hukum yang dituangkan dalam bentuk laporan hasil pengawasan. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 498 Ayat (1) Huruf a Yang dimaksud dengan "indikasi peianggaran yang terdeteksi" adalah indikasi pelanggaran yang bersumber antara lain dari citra satelit, hasil pengamatan langsung, dan laporan swa- pantau dari penanggung jawab Usaha dan/atau Kegiatan. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup ^jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Hasil pengawasan ketaatan pelaksanaan ketentuan dalam RKL-RPL rinci Pelaku Usaha dalam kawasan digunakan sebagai dasar untuk menerapkan penegakan hukum terhadap Pelaku Usaha dalam kawasan yang tidak taat terhadap ketentuan RKL-RPL rinci. Pasal 499 Cukup jelas. Pasal 500 Cukup jelas. Pasal 501 Ayat (1) Yang Yang dimaksud dengan "pertanggungjawaban mutlak" atau strict liabilitg adalah unsur kesalahan tidak perlu dibuktikan oleh pihak penggugat sebagai dasar pembayaran ganti rugi. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup ^jelas. Huruf c Yang dimaksud dengan "ancaman serius" adalah ancaman yang berdampak luas terhadap Lingkungan Hidup dan menimbulkan keresahan masyarakat, seperti kesehatan manusia, air permukaan, air bawah tanah, tanah, udara, tumbuhan, dan hewan. Ayat (a) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup ^jelas. Pasal 502 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Tindakan melanggar hukum yang mengakibatkan Pencemaran Lingkungan Hidup dan/atau Kerusakan Lingkungan Hidup relatif besar seperti pembuangan Air Limbah yang melebihi Baku Mutu Air Limbah dan menyebabkan dilampauinya Baku Mutu Air, tindakan membakar hutan dan/atau lahan yang mengakibatkan rusaknya hutan dan/atau lahan. Huruf b Keresahan masyarakat antara lain terganggunya kesehatan dan mata pencaharian. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (a) Cukup jelas. Pasal 503 Ayat (1) Cukup.jelas. Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan "prinsip integritas" adalah prinsip yang menjunjung tinggi kejujuran dan kebenaran. Huruf b Yang dimaksud dengan "prinsip profesionalisme" adalah prinsip menjalani profesi sesuai keahliannya. Huruf c Yang dimaksud dengan "prinsip responsif' adalah prinsip cepat tanggap. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (a) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup ^jelas. Pasal 504 Cukup jelas. Pasal 5O5 Cukup jelas. Pasal 506 Cukup jelas Pasal 5O7 Cukup ^jelas Pasal 508 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (21 Cukup jelas. Ayat (3) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Pasal 509 Cukup ^jelas Pasal 510 Pelanggaran yang bersifat administratif antara lain tidak membuat dan menyampaikan laporan, tidak memasang simbol dan/atau label pada kemasan Limbah 83, dan tidak memasang tarrda titik penaatan. Pasal 51 1 Cukup jelas Pasal 512 Cukup ^jelas Pasal 513 Cukup jelas. Pasal 514 Cukup jelas. Pasal 515 Ayat (1) Nilai investasi Usaha dan/atau Kegiatan dihitung dari nilai investasi Usaha dan/atau Kegiatan yang belum memiliki persetujuan Lingkungan. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 516 Cukup ^jelas Pasal 517 Cukup ^jelas Pasal 518 Cukup ^jelas Pasal 519 Cukup jelas. Pasal 520 Cukup jelas. Pasal 521 Cukup ^jelas Pasal 522 Cukup ^jelas Pasal 523 Cukup jelas Pasal 524 Cukup jelas Pasal 525 Cukup ^jelas Pasal 526 Cukup ^jelas Pasal 527 Pasal 527 Cukup ^jelas. Pasal 528 Cukup ^jelas Pasal 529 Cukup ^jelas Pasal 530 Cukup ^jelas Pasal 531 Cukup ^jelas Pasal 532 Cukup ^jelas Pasal 533 Cukup ^jelas Pasal 534 Cukup jelas TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6634

Webmentions

Anda dapat memberikan tanggapan atas peraturan ini dengan like, retweet/repost pada tweet yang mencantumkan tautan pada laman ini.

Tanggapan (0):