Penyelenggaraan Rumah Susun

Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2021

Kerangka<< >>

Menimbang Menimbang Mengingat Menetapkan PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2O2I TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH SUSUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 51 dan Pasal 185 huruf b Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2O2O tentang Cipta Kerja, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan Rumah Susun;

  1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

  2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2O1l tentang Rumah Susun (Lembaran Negara Republik Indonesia ^Tahun 20ll Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5252);

  3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2O2O tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2O2O Nomor 24i,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573); MEMUTUSKAN: PERATURAN PEM E RI NTAH TENTAN G PENYELEN GGARAAN RUMAH SUSUN. BABI. BAB I KETENTUTN UMUM

    Pasal 1

    Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:


  4. Penyelenggaraan Rumah Susun adalah kegiatan perencanaan, pembangurlan, penguasaan dan pemanfaatan, pengelolaan, pemeliharaan dan perawatan, pengendalian, kelembagaan, penclanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat yang dilaksanakan secara sistematis, terpadu, berkelanjutan, dan bertanggung ^jawab. Rumah Susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara Iungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satrtan yang masing- rnasing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, temtama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, da 'tanah bersama. Rumah Susun U um adalah Rumah Susurn yalig diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Rurnah Susun Khusus adalah Rurrlah Susun yang diselenggarakan untuk mernenuhi kebutuhan khusus. Rumah Susun Negara adalah Rumah Susun yang climiiiki negara dan berfungsi sebagai tempat tinggal atarr hunian, sarana pembinaan keluarga, serta penunjang pelaksanaan tugas pejabat dan/atau pegawai negeri. Rumah Susrrn I(omersial adalah Rumah-Susun yang diselenggaral: a^r untuk mendapatkan keuntungan. Sl( No 0928 t4 A 7. Satuan 7. Satuan Rumah Susun ^yang selanjutnya ^disebut Sarusun adalah unit Rumah ^Susun yang ^tujuan utamanya digunakan secara terpisah ^dengan ^fungsi utama sebagai tempat hunian dan ^mempunyai sarana penghubung ke ^jalan umum. 8. Tanah Bersama adalah sebidang ^tanah hak atau tanah sewa untuk bangunan ^yang digunakan ^atas ^dasar ^hak bersama secara tidak terpisah ^yang ^di ^atasnya ^berdiri Rumah Susun dan ditetapkan batasnya ^dalam persyaratan persetujuan bangunan ^gedung. 9. Bagian Bersama adalah ^bagian ^Rumah Susun ^yang dimiliki secara tidak terpisah untuk ^pemakaian bersama dalam kesatuan fungsi ^dengan ^satuan- satuan Rumah Susun. 10. Benda Bersama adalah benda ^yang ^bukan ^merupakan bagian Rumah Susun melainkan ^bagian yang ^dimiliki bersama secara tidak terpisah untuk ^pemakaian bersama. 11. Sertifikat Hak Milik Sarusun ^yang selanjutnya ^disebut SHM Sarusun adalah tanda ^bukti ^kepemilikan ^atas Sarusun di atas tanah hak milik, ^hak ^guna bangunan atau hak pakai di atas tanah ^negara, ^serta ^hak ^guna bangunan atau hak ^pakai di ^atas tanah ^hak pengelolaan. 12. Sertifikat Kepemilikan Bangunan ^Gedung ^Sarusun yang selanjutnya disebut SKBG Sarusun ^adalah tanda bukti kepemilikan atas Sarusun di ^atas barang ^milik negara/daerah berupa tanah atau ^tanah wakaf ^dengan cara sewa. 13. Nilai Perbandingan Proporsional ^yang ^selanjutnya disingkat NPP adalah angka ^yang ^menunjukkan perbandingan antara Sarusun terhadap ^hak ^atas Bagian Bersama, Benda Bersama, ^dan ^Tanah ^Bersama yang dihitung berdasarkan nilai Sarusun ^yang bersangkutan terhadap ^jumlah nilai ^Rumah ^Susun secara keseluruhan ^pada waktu ^pelaku pembangunan pertama kali memperhitungkan biaya pembangunannya secara keseluruhan untuk menentukan harga ^jualnya A. Dana . . ^.

  5. Ditna Konversi adalah dana yang ber,rpa dana kelola atau dana hibah yang diperoleh dari pelakrr pembangunan sebagai alternatif kervajiban pembangunan rumah sederhana bersubsidi dalam pembanguo&r1 p€rumahan dengan hunian berimbang yang dihitung berdasarkan rumus perhitungan konversi. 15. Masyarakat Berpenghasilan Rendah yang selanjutnya Cisingkat IVIBR adalah masyarakat yang mempunyai keterbatasan daya beli schingga p.'rlu mendapat dukungan pemerintah untuk mernperoleh Sarusun umum. 16. Pelaku Pembangunan Rumah Susun yang selanjutnya disebut Pelaku Pembangunan adalah setiap orang dan/atau pemerlntah yr.ng melakukan pembangLlnan bidang perumahan da,, ka'uvasan permukirnan. 17. Setiap Orang adalah orang perseorangan atatr badan hukum. 18. Berdan Hrrkum adalah badan hukurn yang didirikan oteli ^tr',r.rga negara Indonesie ^.yang ,kegiatannya di bidang penyelenggaraan perurlahan dan kawasan permukiman. 19. Pemiiik adalah Setiap Orang yang memiliki Sarusun. 20. Penghuni aCalah orang yang menempati Sarusrrn, baik sebagai Pemilil< maLrprir, bukan Pemilik. 21. Pengelola adalah str adan Hukum yang bertugas untuk mengelola Rurqah Susun. 22. Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun yang selanjutnya'disingkat PPPSRS adalah Badan'Hukum yang beran3gotakan para Pemilik atau Penghuni. 2g. Perizinan Berusaha adalah legalitas yang diberikan kepada pelaku usaha untuk memulai dan menjalankarr usaha dan/atau kegiatannva.

  6. Percetujuarn 24. Persetujuan Bangunan Gedung yang selanjutnya disingkat PBG adalah persetujuan yang diberikan oleh pemerintah daerah kepada pemilik bangunan gedung untuk membangun baru, mengubah luasan, fungsi dan klasifikasi bangunan gedung serta perubahan lainnya yang membutuhkan perencanaan teknis. 25. Pertelaan adalah pernyataan dalam bentuk gambar dan uraian yang dibuat sebelum pelaksanaan pembangunan Rumah Susun yang disahkan oleh pemerintah daerah yang menunjukkan batas yang jelas dari setiap Sarusun, Bagian Bersama, Benda Bersama, dan Tanah Bersama beserta uraian NPP. 26. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 27. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. 28. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perumahan dan kawasan permukiman.

    Pasal 2

    Pengaturan Peraturan Pemerintah ini meliputi:

    1. jenis dan pemanfaatan Rumah Susun;

    2. penyediaan Rumah Susun Umum;

    3. izin rencana fungsi dan pemanfaatan Rumah Susun serta pengubahannya;

    4. standar pembangunan Rumah Susun;

    5. pendayagunaan e. perrdaya.gtrnaan tanah wakaf untuk Rumah Susun Urnum;

    6. pemisahan Rumah Susun;

    7. standar pelayanan minimal prasarana, sarana, dan utilitas umum;

    8. penguasaan Sarusun pada Rumah Susun Khusus;

    9. bentuk dan tata cara penerbitan SHM Sarusun;

    10. bentuk dan tata cara penerbitan SKBG Sarusun;

    11. pen)-ewaan Sarusun pada Runrah Susun Negara;

    12. pengalihan, kriteria, dan tata cara pemberian ke: nudahan kepemilikan Sarusun umlrm;

    13. pengelolaan Rumah Susun, masa transisi, dan tata cara penyerahan pertama kali;

    14. Perizinan Berusatra Badan Hukum pengelclaan Rumah Susun;

    15. PPPSRS;

    16. peningkatan kualitas Rumah Susun;

    17. pengendalian Penyelenggaraan Rumah Susun;

    18. bentul< dan tata cara pemberian .itrsentif kepada Pelaku Pembangunan Rurnah Susun Umum dan Rumah Susun Khusus serta bantuan dan kemudahan kepada MBR; dan

    19. sanksi adr,: inistratif, tata cara, dan besaran denda administratif. BAR II JENIS DAN PEMANFAATAN UMAH SUSUN Pasal 3 Jenis Rumat Susun meliputi:

    20. Rumah Susun Umum;

    21. Rumah Strsun lihusus: Sl( No 092818 A c. Rumah c. Rumah Susun Negara; dan

    22. Rrtrnah Susun Komersial. Pasal 4 (1) Pemanfaatan Rurnah Susun dilaksanakan sesuai dengan fungsi hunian artau fungsi campuran. (2) Fungsi co.rrrpurao srbagaimana dimaksud pacla ayat (1) menrpakan campuran antara fungsi hunian dan bukan hunian. (3) Fungsi campuran dapat ciikembangkan dalarn satu bangunan Rumah Susun atau be,: beda bangunan Rumah Susun dalam satu T'anah Bersama. Pasal 5 (1) Setiap Orang yang rnenempati, menghuni, atau memiliki Samsun w,ajib memanfaatkah Sarusun sesuai denga n furrgsinya (21 Pemanfaatan Rumah Susun dapat berubah dari fungsi hunian ke fur.gsi campuran karena perubahan rerrcana tata ruang wilayah (3) Pen: batran fungsi yang diakibatkan oleh perubahan rencalla cata ruang wilayah nrenjadi Ce-sar mengganti sejurnlah Rumah Susun dan/atau memukimkan kemba-li Pemilik yang dialihfungsikan. (41 Pihak yang rnelakukan perubahan fungsi Rumah Susun sebagaimana dimaksud pada ayat (3) rvajib menjamin hak kepernilikan Sarusun. (5) Perubahan fui: gsi Rurnah Susun karena perubahan rencana tata nrang wilayah wajib mendapattkan PBG dari bupati/wali kota, khr.rsus untuk Provinsi Daerah Khu s Ihukota Jakarta mendapatkan izin gubernur. BAB III BAB III PENYEDIAAN RUMAH SUSUN UMUM Pasal 6 (1) Pelaku Pembangunan Rumah Susun Komersial wajib menyediaka,r Rumah Susun Umum dengan luas paling sedikit 2Ooh ldua pr,-luh persen) dari total luas lantai Rumah Susurr Komersial yang dibangun. (21 Rumah Sus Umun: sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berada dalam satu kawasan a.tau tidak dalam satu kawasan. (3) Rumah Susun Umum yang berada dalam satu kawasan dengan Rumah Sr.rsul Komersial dapat berupa:

    23. satu bangunan Rumah Susun daiam satu Tanah Rersama;

    24. berbed bangunan Rumah Susun dalam satu Tanah Bbrsama; atau

    25. berbeda bangunan Rumah Susun tictak dalam satu Tanah Bersama. (4) Rumah Susun Un: um yang lokasinya tidak berada dalarn satu kawasan dengan Rumah Susun Komersial harus dclam satu kabupatcnfkota, atau provinsi untuk ^Prcvinsi Daerah Khusus Ibuk'ita Jakarta. Pasal 7 (1) Pelaku Pembangunaa rlalam melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 avat (1), membuat surat pernyataan kesanggupan untuk melaksanakan pernbangunan Rumah Susun Uurum. (21 Surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan krersamaan denga-n permohonan PBG.

      (3)

      Kewajiban melaksanakan pembangunan Rumah Susun Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dapat dikonversi dalam bentuk dana untuk Pembangr-lnan ^Rumah Susun Urnum. (4) Dalam hal pelaksanaan pernbangunan Rumah Susun Umum dikonversi dalam bentuk darra sebagaimana dimaksu,.l pada ayat (3), Pelaku Pembangunan wajib merrgajukan perhitungan konversi kepada badan percepatan penyelenggaraa.n perumahan. (5) Dana hasil konvclsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib diserahkan kepada badan percepatan penyelenggaraan perumahan. (6) Perhitungan konversi sebagaimana dimaksud da ayat (41 merupakan dana kelola atau hibah yang dihitung berdasarkan rumus perhitungan konversi. (71 Dalam hal Pelaku Pembangunan ti<lak memenuhi kervajiban sebagaimana dimal: sud dalam Pasal 6 ayat {1) dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 8 (1) Dana hasil konversi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (5) dikelola oleh badan percepatan penyelenggaraan perumahan. (2) Dana hasil konversi se g n aksud pada ayat (1) ditetapkan sebelum diterbitk,-rnrrya PBG. (3) Kervajiban penyerahan dana hasil konversi sebagaimana dimaksud pada alrat (2) paling lambat dilak; ukan sejak PBG diterbitkan sampai dengan diterbitkannya sertifikat laik fungsi. (4) Pengembalian Dana Konversi berbentuk dar: a kelola dilaksanakan paling lama 5 (lima) tahur. sejak pemenuhan kervajiban diberikan kepa.da badan percepatan penyelenggaraan perumahan.

      (5)

      Pengelolaan dana hasil konversi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimanfaatkan unturk pembangunan Rumah Susun Umum pada kabupaten/kota yang sama, khusus untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta pada provinsi yang sama. Pasal 9 (1) Perhitungan Dana Konversi sebagai kewajiban Pelaku Pernbangunan untuk membangun 20% (dua puluh persen) Rumah Susun Umum sebagaimana dimaksrrd dalam Pasal 6 ayat (1) dilakuk4n denga4 mempertimb: rngkarr:

    26. jumlah kewajiban 2Oo/o (dua puluh persen) dari luas lantai Rumah Susun Komersial ya,ng dibangun;

    27. harga m2 (meter persegi) dari harga jual Rumah Sus.in Umum yang ditet-apkan Pemerintah Pusat; c persentase harga pokok produksi terhadap harga jr.ral;

    28. faktor pengali dengan memperhitungkan nilai uang atas waktu (time ualue of money); dan

    29. dana imL'al ^j pengelolaan. (2) Penghitunga Dana I(onversi sebagaimana dinraksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan n-lmus perhitungan konversi yang tlitetapkan oleh Menteri. (3) Besaran j.rmlah faktor pengali sebagirimana dimaksud pacia ayat (1) huruf d dan dana imbal jasa pengelolaan sebagaimana dimaksud pada alrat (1) huruf e clitetapkan oleh Menteri. (4) Penetapan jumlah besaran hasil perhitungan Dana Konversi sebagaimana dimaksud pacta ayat (1) dilakukan oiqh badan percepatan penyelenggaraan perumahan.


    Pasal 10

    Pasal 10 Ketentuan mengenai mekanisme penyerahan dana hasil konversi kepada badan percepatan penyelenggaraan perumahan diatur dalam Peraturan Presiden. Pasal 1 I (1) Pemerintah Daerah kabupatenlkota menetapkan zonasi dan lokasi pembangunan Rumah Susun Umum sesuai dengan ketentuan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota, khusus untuk Daerah Khusus Ibukota Jakarta ditetapkan oleh Pemerintah Daerah provinsi. (21 Penetapan zonasi dan lokasi pembangurlan Rumah Susun Umum sebagaimana dimaksud pacia ayat (1) memiliki akses terhadap sistem transportasi publik dan dukungan pelayanan utilitas umum. (3) Penetapan zonasi dan lokasi pembangunan Rumah Susun l.lmum sebagaimand. dinraksud pada ayat (1) ditetapkan oleh bupati/wali kota, khusus untuk Pr<-rvinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta oleh gubbrnur. Pasal i2 (1) Pembangunan Rur: : tah' Susun Umum yang menjadi kewajiban Pelaku Pembangunan Rumah Susun Komersial dapat dikerjasamakan dengan Pelaku Pembangunan lain tanpa mengalihkan tanggung jawab Pelaku Pembangunan Rumah Susun Komersial. (21 I(erja sama sebagaimana dimaksuC pada ayat (1) dilaktrkan berdasarkan perjanjian kerja sama dengan akta otentik. (3) Perjanjian kerja sama seltagaimana dimaksud pada ayat (21 wajib Cilerrnpirkan pada saat Pelaku Pembangunari Rumah Susun Komersial mengajukan permohonan FBG kepada Pemerintah Daerah. Pasal 13 Harga jual Sarusun umum pada Rumah Susun Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) ditetapkan oleh Menteri setelah berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan. Pasal 14 (1) Pembangunan Rumah Susun Umum dan Rumah Susun Komersial yang direncanakan dalam satu kesatuan sistem pembangunan pada satu bidang tanah dapat dilaksanakan secara bertahap. (21 Pembangunan secara bertahap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dari mulai perencanaan sampai pada penyelesaian pembangunan Rumah Susun wajib dilaksanakan paling lama 3 (tiga) tahun. Pasal 15 (1) Pembangunan Rumah Susun Umum dan Rumah Susun Komersial dapat dibangun di atas tanah:

    1. hak milik;

    2. hak guna bangunan atau hak pakai atas tanah negara; dan

    3. hak guna bangunan atau hak pakai di atas hak pengelolaan. (21 Pembangunan Runrah Susun Umurn sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kervenangannya. (3) Rumah Susun Umum yang dibangun dengan menggunakan dana anggarall perrdapatan dan belanja negaraldaerah merupakan barang milik negara/dae (4) Dalam hal pembangunan Rumah Susun Umum dilakukan oleh Pelaku Pembangunan selain Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah di atas tanah hak pengelolaan atau tanah hak pakai berdasarkan kerja sama pemanfaatan. (5) Dalam hal pembangunan Rumah Susun Umum atau Rumah Susun Komersial dibangun di atas tanah hak guna bangunan atau hak pakai di atas hak pengelolaan, Pelaku Pembangunan wajib menyelesaikan status hak guna bangunan atau hak pakai di atas hak pengelolaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sebelum menjual Sarusun. BAB IV IZIN RENCANA FUNGSI DAN PEMANFAA'IAN RUMAH SUSUN SERTA PENGUBAHANNYA


    Pasal 16
    (1)

    Pelaku Pembangunan hanrs membangun Rumah Susun dan lingkungannya sesuai dengan izin rencana f,.rngsi dan pemanfaatannya. (21 lzin rencana fungsi dan per,ranfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan Pertelaan. (3) Izin rencana fungsi dan pemanfaatan sebcgaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi bagian dalam proses PBG yang diterbitkan bupati/wali kota, khusus untuk Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta harus mendapatkan izin gubernur. Pasal 17 (1) Pengubahan rencana fungsi dan oemanfaatan dapat rr-engakibatkan pengubahan NPP. (21 Dalam hal terjadi pengubahan rencana fungsi dan pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada saat proses pembangunan atau telah terbangun Rumah Susun, harus dilakukan permohonan kembali PBG.


    Pasal 18

    Ketentuan lebih lanjut mengenai izin rencana fungsi dan pemanfaatan Rumah Susun serta pengubahannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 dan Pasal 17 tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini. BAB V STANDAR PEMBANGUNAN RUMAH SUSUN (1) (21 (3) (4) Pasal 19 Pelaku Pembangunan dalam membangun Rumah Susun harus mengikuti standar pembangunan Rumah Susun. Standar pembangunan Rumah Susun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliPuti:

    1. persyaratan administratif;

    2. persyaratan teknis; dan

    3. persyaratan ekologis. Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a meliPuti:

    4. status hak atas tanah; dan

    5. PBG. Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (21huruf b meliputi:

    6. tata bangunan yang meliputi ketentuan arsitektur serta ketentuan peruntukan dan intensitas; dan BAB VI PENDAYAGUNAAN TANAH WAKAF UNTUK RUMAH SUSUN ^UMUM Bagian Kesatu Umum b. keandalan bangunan yang meliputi ketentuan aspek keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kemudahan. (5) Persyaratan ekologis sebagaimana dimaksud ^pada ayat (21 huruf c mencakup keserasian dan keseimbangan fungsi lingkungan. (6) Pelaksanaan standar pembangunan Rumah Susun dilakukan sesuai dengan ketentuan ^peraturan perundang-undangan.


    Pasal 20

    Pendayagunaan tanah wakaf dapat dilakukan ^sesuai dengan penetapan peruntukan ^yang dilakukan ^oleh Wakif pada pelaksanaan ikrar wakaf sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan ^ketentuan peraturan perundang-undangan serta mendapat persetujuan dari Badan Wakaf Indonesia. Pasal 2 1 (1) Pendayagunaan tanah wakaf dalam rangka pembangunan Rumah Susun Umum dilakukan sesuai rencana tata ruang wilayah. (21 Pendayagunaan tanah wakaf dilakukan oleh Nazhir dengan melakukan pengelolaan dan ^pengembangan tanah wakaf secara produktif sesuai dengan tujuan, fungsi, dan peruntukannya, dengan ^persetujuan Badan Wakaf Indonesia. (3) Pendayagunaan tanah wakaf dengan cara sewa atau kerja sama pemanfaatan dilakukan sesuai dengan ikrar wakaf. (4) Pelaksanaan . Bagian Kedua Perubahan Peruntukan ^Tanah Wakaf Pasal 22 Dalam hal Akta Ikrar wakaf/Akta ^Pengganti ^Akta ^Ikrar wakaf menetapkan ^peruntukan ^tanah wakaf bukan ^untuk pembangunan Rumah Susun Umum, ^Nazhir ^dapat mengajukan permohonan ^perubahan ^peruntukan ^tanah wakaf kepada Badan Wakaf ^Indonesia. Bagian Ketiga Sewa atau Kerja Sama Pemanfaatan (4) (s) (1) (21 (3) PRES IDEN REPUBLIK INDONESIA - 16- Pelaksanaan sewa atau kerja sama ^pemanfaatan sebagaimana dimaksud ^pada ayat ^(3) ^dilakukan ^sesuai dengan prinsip syariah dan ketentuan ^peraturan perundang-undangan. Pelaksanaan pendayagunaan tanah ^wakaf ^dilakukan sesuai dengan ketentuan ^peraturan ^perundang- undangan.


    Pasal 23

    Pendayagunaan tanah wakaf ^dengan ^cara ^sewa atau kerja sama pemanfaatan ^sebagaimana ^dimaksud d.alam Pasal 2l ayat (3) dilakukan ^dengan ^perjanjian tertulis di hadapan ^pejabat yang ^berwenang. Perjanjian tertulis sebagaimana ^dimaksud ^pada ayat (1) melibatkan Badan ^Wakaf ^Indonesia ^dan disampaikan kepada menteri ^yang ^menyeienggarakan urusan pemerintahan di bidang ^agama. Perjanjian tertulis sebagaimana dimaksud ^pada ayat (1) paling sedikit memuat:

    1. hak dan kewajiban ^penyewa ^dan ^pemilik ^tanah;

    2. ^jangka waktu sewa atas tanah;

    3. kepastian pemilik tanah untuk mendapatkan pengembalian tanah pada akhir masa perjanjian sewa; dan

    4. jaminan penyewa terhadap tanah yang dikembalikan tidak terdapat permasalahan fisik, administrasi, dan hukum. (4) Perjanjian tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki sistematika yang meliputi:

    5. identitas para pihak;

    6. rulang lingkup;

    7. objek perjanjian kerja sama;

    8. hak dan kewajiban para pihak;

    9. pelaksanaan;

    10. pengelolaan;

    11. tarif sewa atas tanah;

    12. ^jangka waktu sewa atas tanah;

    13. penyelesaian perselisihan; dan

    14. keadaan kahar. (5) Penetapan tarif sewa atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (41 huruf g dilakukan oleh pemerintah untuk menjamin keterjangkauan harga jual Sarusun umum bagi MBR. (6) Perjanjian tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (21dicatat dalam sertipikat dan buku tanah wakaf pada kantor pertanahan. Pasal 24 (1) Sarusun umum yang berdiri di atas tanah wakaf dengan cara sewa, penguasaan Sarusun dilakukan dengan cara dimiliki atau disewa. (2) Penguasaan Sarusun dengan cara dimiliki sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan SKBG Sarusun. SK Ncr 092829 A


    Pasal 25

    Sarusun umum yang berdiri di atas tanah wakaf dengan cara kerja sama pemanfaatan, penguasaan Sarusun dilakukan dengan cara disewa. BAB VII PEMISAHAN RUMAH SUSUN Pasal 26 (1) Pelaku Pembangunan yang membangun Rumah Susun Umum milik dan Rumah Susun Komersial milik wajib memisahkan Rumah Susun atas Sarusun, Benda Bersama, Bagian Bersama, dan Tanah Bersama. (21 Pemisahan Rumah Susun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk memberikan kejelasan atas:

    1. batas Sarusun yang dapat digunakan secara terpisah untuk setiap Pemilik;

    2. batas dan uraian atas Bagian Bersama dan Benda Bersama yang menjadi hak setiap Sarusun; dan

    3. batas dan uraian Tanah Bersama dan besarnya bagian yang menjadi hak setiap Sarusun. Pasal 27 (1) Pelaku Pembangunan yang membangun Rumah Susun Umum milik di atas barang milik negaraf daerah berupa tanah atau tanah wakaf dengan cara sewa, wajib memisahkan Rumah Susun atas Sarusun, Bagian Bersama, dan Benda Bersama. (21 Pemisahan Rumah Susun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk memberikan kejelasan atas:

    4. batas Sarusun yang dapat digunakan secara terpisah untuk setiap Pemilik; dan batas dan uraian atas Bagian Bersama dan Benda Bersama yang menjadi hak setiap Sarusun. Pasal 28 (1) Pelaku Pembangunan membuat pemisahan Rumah Susun yang wajib dituangkan dalam bentuk ^gambar dan uraian menjadi dasar untuk menetapkan ^NPP, SHM Sarusun atau SKBG Sarusun, dan ^perjanjian pengikatan jual beli. (2) Gambar dan uraian sebagaimana dimaksud ^pada ayat (1) merupakan Pertelaan ^yang dibuat sebelum pelaksanaan pembangunan Rumah Susun dan wajib diserahkan kepada Pemerintah Daerah. (3) Pertelaan sebagaimana dimaksud ^pada ayat ^(2) disahkan oleh bupati/wali kota atau ^gubernur untuk Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. (4) Permohonan pengesahan Pertelaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan setelah ^Rumah Susun selesai dibangun. (5) Dalam hal terjadi perubahan fisik, fungsi ruang, dan fungsi bangunan pada saat ^pelaksanaan pembangunan Rumah Susun yang mengakibatkan perubahan PBG dan perubahan atas besaran Sarusun, Benda Bersama, Bagian Bersama, dan Tanah Bersama, harus dilakukan pengesahan ^perubahan Pertelaan. (6) Perubahan Pertelaan sebagaimana dimaksud ^pada ayat (5) dilakukan pengesahan kembali ^oleh bupati/wali kota atau gubernur untuk Provinsi ^Daerah Khusus Ibukota Jakarta. (7) Pertelaan atau perubahan Pertelaan dituangkan dalam bentuk akta pemisahan yang disahkan ^oleh bupati/wali kota atau gubernur untuk Provinsi ^Daerah Khusus Ibukota Jakarta setelah diterbitkan sertihkat laik fungsi. b Pasal 29 (1) Rencana pembangunan Rumah Susun dalam 1 (satu) kawasan dapat dilakukan secara keseluruhan atau bertahap. (21 Dalam hal pembangunan Rumah Susun yang dilaksanakan secara bertahap sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penerbitan sertifikat kepemilikan Sarusun dilakukan secara bertahap. (3) Perhitungan NPP terhadap pembangunan Rumah Susun secara bertahap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dihitung untuk keseluruhan unit Sarusun berdasarkan dokumen rencana teknis yang sudah ditetapkan. Pasal 30 (1) Akta pemisahan menjadi tanda bukti pemisahan Rumah Susun atas Sarusun, Bagian Bersama, Benda Bersama, dan Tanah Bersama. (2) Akta pemisahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat oleh Pelaku Pembangunan, yang menjadi dasar untuk menerbitkan SHM Sarusun. (3) Dalarn hal bukti kepemilikan berbentuk SKBG Sarusun, akta pemisahan menjadi tanda bukti pemisahan Rumah Susun atas Sarusun, Bagian Bersama, dan Benda Bersama. Pasal 31 (1) Pelaku Pembangunan wajib memiliki permohonan sertifikat laik fungsi kepada bupati/wali kota, khusus Provinsi Daerah Khusus lbukota Jakarta kepada gubernur setelah menyelesaikan seluruh atau sebagian pembangunan Rumah Susun sepanjang tidak bertentangan dengan PBG. (21 Pemerintah Daerah menerbitkan sertifikat laik fungsi setelah melakukan pemeriksaan kelaikan fungsi bangunan Rumah Susun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB VIII STANDAR PELAYANAN MINIMAL PRASARANA, SARANA, DAN UTILITAS UMUM


    Pasal 32

    (l ) Pelaku Pembangunan wajib melengkapi lingkungan Rumah Susun dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum. (21 Prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mempertimbangkan:

    1. kemudahan dan keserasian hubungan dalam kegiatan sehari-hari;

    2. pengamanan jika terjadi hal yang membahayakan; dan

    3. struktur, ukuran, dan kekuatan sesuai dengan fungsi dan penggunaannya. (3) Prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi standar pelayanan minimal. (41 Standar pelayanan minimal prasarana, sarana, dan utilitas umum merupakan acuan dalam perencanaan program pencapaian target standar pelayanan minimal yang dilakukan secara bertahap oleh Pemerintah Daerah. (5) Standar pelayanan minimal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan target standar pelayanan minimal yang meliputi:

    4. jenis pelayanan dasar;

    5. indikator kinerja;

    6. nilai standar pelayanan minimal; dan Pasal 33 Jenis pelayanan dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (5) huruf a paling sedikit:

    7. jaringan jalan, saluran pembuangan air limbah, saluran pembuangan air hujan (drainage), dan tempat pembuangan sampah;

    8. sarana oerniagaan/perbelanjaan, sarana pelayanan umum dan pemerintahan, sarana pendidikan, sarana kesehatan, sarana peribadatan, sarana rekreasi dan olahraga, sarana pemakaman, sarana pertamanan dan ruang terbuka hijau, dan sarana parkir; dan

    9. ^jaringan air bersih, jaringan listrik, jaringan telepon, jaringan Bds, jaringan transportasi, pemadam kebakaran, dan sarana penerangan jasa umum. Pasal 34 (1) Indikator kinerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (5) huruf b meliputi:

    10. cakupan ketersediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum di lingkungan Rumah Susun; dan

    11. cakupan layanan prasarana, sarana, dan utilitas umum di lingkungan Rumah Susun. (21 Cakupan ketersediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum merupakan tingkat pelayanan secara kuantitas yang perlu disediakan. (3) Cakupan layanan prasarana, sarana, dan utilitas urrlum merupakan lingkup layanan di lingkungan kawasan Rumah Susun.


    Pasal 35

    PRES IOEN REPUBLIK INDONESIA Pasal 35 Nilai standar pelayanan minimal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (5) huruf c terdiri dari ^indikator cakupan prasarana, sarana, dan utilitas umum ^sebesar 100% (seratus persen). Pasal 36 Batas waktu pencapaian sebagaimana dimaksud ^dalam Pasal 32 ayat (5) hurr-rf d ditentukan oleh ^Pemerintah Daerah. BAB IX PENGUASAAN SATUAN RUMAH SUSUN ^PADA ^RUMAH ^SUSUN KHUSUS Pasal 37 (1) Penguasaan Sarusun pada Rumah Susun ^Khusus dapat dilakukan dengan cara:

    1. pinjam pakai; atau

    2. sewa. (21 Penguasaan Sarusun sebagaimana dimaksud ^pada ayat (1) dilakukan berdasarkan ^prioritas ^kebutuhan khusus. (3) Penguasaan Sarusun hanya sah apabila ^mendapat persetujuan pemilik bangunan Rumah Susun. (41 Tata cara pinjam pakai sebagaimana dimaksud ^pada ayat (1) huruf a dan sewa sebagaimana ^dimaksud ^pada ayat (1) huruf b untuk Sarusun ^pada Rumah ^Susun Khusus sesuai dengan ketentuan ^peraturan perundang-undangan di bidang ^pengelolaan ^barang milik negaraf daerah. Pasal 38 (1) Penguasaan Sarusun pada Rumah Susun ^Khusus dilakukan dengan perjanjian tertulis.

      (2)

      Perjanjian tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi:

    3. identitas para pihak;

    4. data mengenai Sarusun;

    5. hak dan kewajiban para pihak;

    6. ^jangka waktu perjanjian; dan

    7. penyelesaian sengketa. (3) Perjanjian tertulis untuk penguasaan Sarusun pada Rumah Susun Khusus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 39 (1) Setiap Orang yang menguasai Sarusun pada Rumah Susun Khusus mempunyai hak dan kewajiban. (21 Hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi:

    8. memanfaatkan Sarusun sesuai dengan fungsinya; dan

    9. memanfaatkan prasarana, sarana, dan utilitas umum sesuai dengan fungsinya. (3) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi:

    10. mematuhi peraturan penghunian; dan

    11. memelihara Sarusun beserta prasarana, sarana, dan utilitas umum.


    Pasal 40

    Penguasaan Sarusun pada Rumah Susun Khusus dilarang:

    1. mengalihkan hak penghunian;

    2. mengubah bentuk dan/atau fungsi Sarusun; dan c PRES lDEN REPUBLIK INDONESIA mengubah bentuk dan/atau fungsi ^prasarana, sarana, dan utilitas umum. BAB X BENTUK DAN TATA CARA PENERBITAN SERTIFIKAT HAK MILIK SATUAN RUMAH SUSUN Bagian Kesatu Bentuk SHM Sarusun Pasal 4 1 (1) SHM Sarusun merupakan satu kesatuan ^yang tidak terpisahkan yang terdiri atas:

    3. salinan buku tanah dan surat ukur ^atas ^hak Tanah Bersama dan Bagian Bersama ^sesuai dengan ketentuan peraturan ^perundang- undangan;

    4. gambar denah lantai ^pada tingkat ^Rumah ^Susun bersangkutan yang menunjukan ^Sarusun ^yang dimiliki; dan

    5. Pertelaan mengenai besarnya bagian ^hak ^atas Bagian Bersama, Benda Bersama, dan ^Tanah Bersama bagi yang bersangkutan. (2) Bentuk SHM Sarusun sesuai dengan ^ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Bagian Kedua Tata Cara Penerbitan SHM Sarusun Paragraf 1 Umum Pasal 42 (1) Pelaku Pembangunan mengajukan permohonan penerbitan SHM Sarusun kepada instansi pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanahan. (2) Permohonan penerbitan SHM Sarusun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit harus melampirkan dokumen sebagai berikut:

    6. akta pemisahan yang telah disahkan dilhmpiri dengan Pertelaan;

    7. sertipikat hak atas Tanah Bersama;

    8. PBG;

    9. sertifikat laik fungsi; dan

    10. identitas Pelaku Pembangunan. (3) SHM Sarusun diterbitkan terlebih dahulu atas nama Pelaku Pembangunan. (4) Dalam hal Sarusun telah terjual, Pelaku Pembangunan mengajukan pencatatan peralihan SHM Sarusun menjadi atas nama Pemilik kepada instansi pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanahan. (5) Sertipikat hak atas tanah yang di atasnya telah terbit SHM Sarusun atas nama Pemilik disimpan di instansi pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanahan sebagai warkah.


    Pasal 43

    Pasal 43 (1) SHM Sarusun diterbitkan oleh instansi pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanahan. (21 Peralihan dan pembebanan hak dilakukan oleh pejabat yang berwenang dan dicatat kembali pada buku SHM Sarusun yang disimpan di instansi pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanahan. Pasal 44 (1) Hak kepemilikan atas Sarusun merupakan hak milik atas Sarusun yang terpisah dengan hak bersama atas Bagian Bersama, Benda Bersama, dan Tanah Bersama. (21 Hak kepemilikan atas Sarusun berlaku sejak terjadinya peralihan hak di hadapan pejabat yang berwenang. (3) Dalam hal sertifikat hak atas Tanah Bersama menjadi jaminan utang, penerbitan SHM Sarusun diberikan catatan pembebanan. Paragraf 2 Peralihan Hak SHM Sarusun Pasal 45 (1) SHM Sarusun dapat dialihkan dengan cara jual beli, pewarisan, atau cara lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (21 Peralihan SHM Sarusun dengan cara jual beli dilakukan di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah.

    (3)

    Permohonan (3) Permohonan peralihan hak dengan cara jual beli ditujukan kepada instansi pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanahan paling sedikit harus melampirkan dokumen:

    1. akta Pejabat Pembuat Akta Tanah atau berita acara lelang; dan

    2. SHM Sarusun. (41 Peralihan SHM Sarusun dengan cara pewarisan paling sedikit harus melampirkan:

    3. SHM Sarusun;

    4. surat keterangan kematian pewaris;

    5. surat wasiat atau surat keterangan waris; dan

    6. bukti kewarganegaraan ahli waris. (5) Peralihan SHM Sarusun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Paragraf 3 Pembebanan Hak SHM Sarusun Pasal 46 (1) SHM Sarusun dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (21 Pembebanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan akta Pejabat Pembuat Akta Tanah. (3) Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) didaftarkan pada instansi pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanahan.


    Pasal 47

    Paragraf 5 Perpanjangan atau Pembaharuan Hak Atas Tanah Bersama Pasal 47 Pendaftaran hak tanggungan atas SHM Sarusun paling sedikit harus melampirkan dokumen:

    1. identitas pemohon;

    2. salinan SHM Sarusun; dan

    3. akta pembebanan hak tanggungan. Paragraf 4 Penggantian dan Perubahan SHM Sarusun Pasal 48 Permohonan penggantian dan perubahan SHM Sarusun dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perLlndang- undangan. Pasal 49 (1) Dalam hal hak atas Tanah Bersama yang di atasnya dibangun Rumah Susun akan berakhir jangka waktunya atau telah berakhir jangka waktunya, seluruh Peinilik melalui PPPSRS mengajukan perpanjangan atau pembaharuan hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. (2) Perpanjangan atau pembaharuan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatat atas nama seluruh Pemilik. (3) Penerbitan perpanjangan atau pembaharuan hak atas tanah dicatat pada instansi pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanahan. BAB XI BAB XI BENTUK DAN TATA CARA PENERBITAN SERTIFIKAT KEPEMILIKAN BANGUNAN GEDUNG SATUAN RUMAH SUSUN Bagian Kesatu Umum Pasal 50 (1) SKBG Sarusun merupakan surat tanda bukti kepemilikan atas Sarusun di atas barang milik negaraf daerah berupa tanah atau tanah wakaf dengan cara sewa. (2) SKBG Sarusun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan yang terdiri atas:

    4. salinan buku bangunan gedung;

    5. salinan surat perjanjian sewa atas tanah;

    6. gambar denah lantai pada tingkat Rumah Susun yang bersangkutan yang menunjukkan Sarusun yang dimiliki; dan

    7. Pertelaan mengenai besarnya bagian hak atas Bagian Bersama dan Benda Bersama yang bersangkutan. (3) Jangka waktu berlakunya SKBG Sarusun yang berdiri di atas barang milik negaraldaerah berupa tanah atau tanah wakaf tidak melebihi jangka waktu sewa atas tanah. (4) Dalam hal Rumah Susun dibangun oleh mitra di atas tanah wakaf, setelah berakhirnya jangka waktu sewa atas tanah dan tidak diperpanjang, pengalihan Rumah Susun dilakukan berdasarkan perjanjian sewa atas tanah.


    Pasal 51

    Pasal 51 (1) Salinan buku bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) huruf a merupakan salinan buku bangunan gedung untuk Sarusun. (2) Buku bangunan gedung dan salinan buku bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh instansi teknis yang membidangi urusan bangunan gedung, setelah diterbitkan sertifikat laik fungsi. (3) Salinan buku bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi riwayat status Sarusun yang paling sedikit terdiri atas:

    1. kepemilikan atas Sarusun;

    2. alamat Rumah Susun;

    3. nama Pemilik atau pemegang hak;

    4. status hak atas tanah;

    5. penerbitan sertifikat;

    6. pendaftaran;

    7. PBG;

    8. sertifikat laik fungsi;

    9. pengesahan akta pemisahan; dan

    10. NPP. Pasal 52 Salinan surat perjanjian sewa atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (21 huruf b merupakan salinan surat perjanjian sewa atas barang milik negara/daerah berupa tanah atau tanah wakaf. Pasal 53 (1) Gambar denah lantai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) huruf c merupakan penampang horizontal dari gambar terbangun (as built drauing) bangunan gedung yang menunjukkan letak Sarusun yang dimiliki terhadap Sarusun lain di lantai yang sama. (21 Gambar denah lantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan gambar potongan vertikal Rumah Susun yang menunjukkan tinggi Sarusun dan letak lantai Sarusun yang dimiliki. Pasal 54 (1) Pertelaan mengenai besarnya bagian hak atas Bagian Bersama dan Benda Bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) huruf d merupakan uraian yang meliputi:

    11. jenis dan jumlah Bagian Bersama dan Benda Bersama; dan

    12. hasil perhitungan NPP untuk setiap penerbitan SKBG Sarusun. (2) NPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b untuk penerbitan SKBG Sarusun menunjukkan perbandingan antara Sarusun terhadap hak atas Bagian Bersama dan Benda Bersama yang dihitung berdasarkan nilai Sarusun yang bersangkutan terhadap jumlah nilai Rumah Susun secara keseluruhan pada waktu Pelaku ^pembangunan pertama kali memperhitungkan biaya pembangunan secara keseluruhan untuk menentukan harga jual. Bagian Bagian Kedua Tata Cara Penerbitan SKBG Sarusun Paragraf 1 Umum


    Pasal 55

    Penerbitan SKBG Sarusun meliputi a. penerbitan pertama kali;

    1. peralihan hak;

    2. pembebanan hak;

    3. penggantian;

    4. perubahan dan penghapusan;

    5. pembatalan; dan

    6. pembaharuan. Paragraf 2 Penerbitan Pertama Kali Pasal 56 (1) Penerbitan pertama kali SKBG Sarusun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 huruf a dilakukan atas permohonan Pelaku Pernbangunan berdasarkan akta pemisahan. (2) Permohonan penerbitan pertama kali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit melampirkan dokumen sebagai berikut:

    7. akta pemisahan Sarusun yang telah disahkan dilampiri dengan Pertelaan;

    8. sertif,rkat hak atas tanah;

    9. surat perjanjian sewa atas tanah; d.PBG; PRES lDEN REPUBLIK ^TNDONESIA d. PBG;

    10. sertifikat laik fungsi; dan

    11. identitas Pelaku Pembangunan (3) SKBG Sarusun diterbitkan atas nama Pelaku Pembangunan oleh instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang bangunan gedung pada kabupaten/kota, atau provinsi untuk Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Pasal 57 (1) SKBG Sarusun yang diterbitkan atas nama Pelaku Pembangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (3) dilakukan peralihan hak pada buku bangunan gedung menjadi atas nama Pemilik setelah Sarusun terjual. (2) Peralihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang bangunan gedung pada kabupatenfkota, atau provinsi untuk Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. (3) Peralihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan pembebanan hak yang Cilakukan oleh pejabat yang berwenang pada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum. (41 Peralihan dan pembebanan hak dicatatkan kembali pada SKBG Sarusun yang disimpan oleh instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang bangunan gedung pada kabupatenf kota, atau provinsi untuk Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Paragraf 3 Paragraf 3 Peralihan Hak SKBG Sarusun Pasal 58 (1) Peralihan hak SKBG Sarusun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 huruf b dapat dilakukan dengan cara jual beli, pewarisan, atau cara lain sesuai dengan ketentuan peraturan perllndang-undangan. (2) Peralihan hak SKBG Sarusun dengan cara jual beli dilakukan di hadapan notaris. (3) Permohonan peralihan hak dengan cara jual beli ditujukan kepada instansi yang men5relenggarakan urusan pemerintahan di bidang bangunan gedung pada kabupatenf kota, atau provinsi untuk Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, paling sedikit harus melampirkan dokumen:

    12. akta notaris; dan

    13. SKBG Sarusun. (41 Peralihan hak SKBG Sarusun dengan cara pe\r,arisan paling sedikit harus melampirkan dokumen:

    14. SKBG Sarusun;

    15. surat keterangan kematian pewaris;

    16. surat wasiat atau surat keterangan waris; dan

    17. bukti kewarganegaraan ahli waris. Paragraf 4 Pembebanan Hak SKBG Sarusun Pasal 59 (1) Pembebanan hak SKBG Sarusun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 huruf c dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani fidusia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. PRES lDEN REPUBLIK ^INDONESIA (2) Pembebanan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan akta notaris yang didaftarkan pada instansi kementerian yang menyelenggarakan urusan pernerintahan di bidang hukum. (3) Akta notaris sebagaimana dimaksud pada ayat (21 dilakukan pencatatan oleh instansi teknis yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang bangunan gedung pada kabupaten/kota atau provinsi untuk Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.


    Pasal 60

    Pencatatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (3) paling sedikit harus melampirkan dokumen:

    1. identitas pemohon;

    2. salinan SKBG Sarusun; dan

    3. akta lidusia. Paragraf 5 Penggantian SKBG Sarusun


    Pasal 61

    Penggantian SKBG Sarusun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 huruf d dilakukan dalam hal:

    1. SKBG Sarusun dinyatakan hilang; atau

    2. SKBG Sarusun rusak.


    Pasal 62

    Dalam hal SKBG Sarusun dinyatakan hilang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 huruf a, penerbitan SKBG Sarusun pengganti dilakukan dengan ketentuan:

    1. PRES I DEN REPUBLIK TNDONESIA Pemilik SKBG Sarusun mengajukan permohonan penggantian kepada instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang bangunan gedung pada kabupaten/kota atau provinsi untuk provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta; instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang bangunan gedung pada kabupaten/kota, atau provinsi untuk provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta mengumumkan berita kehilangan secara resmi dengan biaya pemberitaan ditanggung oleh pemohon; dan dalam jangka waktu 1 (satu) bulan setelah pengumuman tidak terjadi pengaduan atau gugatan oleh pihak lain, instansi yang menyelenggarakan ui.-usan pemerintahan di bidang bangunan gedung pada kabupaten/kota, atau provinsi untuk provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, merierbitkan SKBG Sarusun pengganti. b c Pasal 63 Dalam hal SKBG sarusun rusak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 huruf b, penerbitan SKBG Sarusun pengganti dilakukan dengan ketentuan:

    2. Pemilik SKBG Sarusun mengajukan permohonan kepada instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang bangunan gedung pada kabupaten/kota atau provinsi untuk provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta;

    3. instansi yang menyelenggara.kan urLlsan pemerintahan di bidang bangunan gedung pada kabupaten/kota, atau provinsi untuk provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta membuat berita acara mengenai kerusakan tersebut dan menyimpan SKBG Sarusun yang rusak sebagai arsip; dan

    4. instansi yang men5rslsnggarakan urusan pemerintahan di bidang bangunan gedung pada kabupaten/kota, atau provinsi untuk provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta menerbitkan SKBG Sarusun pengganti. Paragraf 6 Paragraf 6 Perubahan dan Penghapusan SKBG Sarusun Pasal 64 (1) Perubahan SKBG Sarusun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 huruf e dilakukan terhadap bangunan Rumah Susun yang berubah bentuk dan mengakibatkan perubahan NPP. (21 Dalam hal perubahan NPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PPPSRS wajib melakukan perhitungan kembali NPP. (3) Hasil perhitungan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dipergunakan sebagai dasar dalam membuat perubahan akta pemisahan. (4) Perubahan akta pemisahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus disahkan kembali oleh bupati/wali kota atau gubernur untuk Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. (5) Pengesahan perubahan akta pemisahan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dicatatkan kembali pada instansi teknis yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang bangunan gedung pada kabupaten/kota atau provinsi untuk Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Pasal 65 Penghapusan SKBG Sarusun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 huruf e dilakukan karena:

    5. tanah dan/atau bangunannya musnah;

    6. perjanjian sewa atas tanah berakhir dan tidak dilakukan perpanjangan atau pembaharuan; atau

    7. pelepasan hak secara sukarela. PRES lDEN REPUBLIK INDONESIA Paragraf 7 Pembatalan SKBG Sarusun Pasal 66 (1) Pembatalan SKBG Sarusun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 huruf f dilakukan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. (21 Pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh instansi yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang bangunan gedung pada kabupaten/kota atau provinsi untuk Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Paragraf 8 Pembaharuan SKBG Sarusun Pasal 67 (1) Pembaharuan SKBG Sarusun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 huruf g dilakukan oleh pemilik SKBG Sarusun melalui PPPSRS. (21 Pembaharuan SKBG Sarusun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah terlebih dahulu mengajukan permohonan baru perjanjian sewa atas tanah. (3) Dalam hal permohonan baru perjanjian sewa atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (21 untuk tanah barang milik negaraldaerah dilakukan dengan memperhatikan kebutuhan Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah. (41 Permohonan baru perjanjian sewa atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (21 dilakukan dengan mempertimbangkan keandalan bangunan Rumah Susun.

      (5)

      Permohonan baru perjanjian sewa barang milik negaraf daerah berupa tanah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pengelolaan barang milik negara/daerah. Pasal 68 Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan tata cara penerbitan SKBG Sarusun diatur dengan Peraturan Menteri. BAB XII PENYEWAAN SATUAN RUMAH SUSUN PADA RUMAH SUSUN NEGARA Pasal 69 Sarusun negara hanya dapat disewa kepada pejabat, Pegawai Negeri Sipil, anggota Tentara Nasional Indonesia, dan/atau anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pasal 70 Ketentuan mengenai penyewaan Rumah Negara sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah mengenai Rumah Negara berlaku secara mutatis mutandis terhadap penyewaan Sarusun negara. BAB XIII PENGALIHAN, KRITERIA DAN TATA CARA PEMBERIAN KEMUDAHAN KEPEMILIKAN SARUSUN UMUM Bagian Kesatu Pengalihan Sarusun Umum (2) Setiap Orang yang memiliki Sarusun umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat mengalihkan kepemilikannya kepada pihak lain dalam hal:

    8. pewarisan; atau

    9. perikatan kepemilikan Rumah Susun setelah jangka waktu 20 (dua puluh) tahun. (3) Pewarisan sebagaimana dimaksud pada ayat (21 huruf a paling sedikit harus melampirkan:

    10. bukti kepemilikan berupa SHM Sarusun atau SKBG Sarusun;

    11. surat keterangan kematian pewaris;

    12. surat wasiat atau surat keterangan waris; dan

    13. bukti kewarganegaraan ahli waris. (4) Perikatan kepemilikan Rumah Susun setalah ^jangka waktu 20 (dua puluh) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b hanya dapat dilakukan oleh badan percepatan penyelenggaraan perumahan. (5) Dalam hal Pemilik Rumah Susun Umum pindah domisili yang menyebabkan perpindahan tempat tinggal, Sarusun umum dapat dialihkan kepada badan percepatan penyelenggaraan perumahan. Bagian Kedua Kriteria dan Tata Cara Pemberian Kemudahan Kepemilikan Sarusun Umum Pasal T2 (1) Kriteria masyarakat yang dapat diberikan kemudahan kepemilikan Sarusun umum berdasarkan batas penghasilan rumah tangga. (2) Batas penghasilan rumah tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan lokasi perolehan Rumah.

      (3)

      Batas penghasilan rumah tangga ditetapkan oleh Menteri. Pasal 73 (1) Masyarakat yang mengajukan kemudahan kepemilikan Sarusun umum harus memenuhi persyaratan antara lain:

    14. berkewarganegaraan Indonesia;

    15. tercatat sebagai penduduk di satu daerah kabtrpaten/kota sesuai lokasi Sarusun umum; dan

    16. belum pernah mendapatkan bantuan dan/atau kemudahan perolehan Rumah. (2) Kemudahan kepemilikan Sarusun umurr yang diberikan kepada masyarakat berupa:

    17. kredit kepemilikan Sarusun dengan suku bunga rendah;

    18. keringanan biaya sewa Sarusun;

    19. asuransi dan penjaminan kredit kepemilikan Rumah Susun;

    20. insentif perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/atau

    21. sertifikasi Sarusun. BAB XIV PENGELOLAAN RUMAH SUSUN, MASA TRANSISI, DAN TATA CARA PENYERAHAN PERTAMA KALI Bagian Kesatu Pengelolaan Rumah Susun


    Pasal 74

    Pengelolaan Rumah Susun meliputi kegiatan operasional, pemeliharaan, dan perawatan Bagian Bersama, Benda Bersama, dan Tanah Bersama. Pasal 75 (1) PPPSRS berkewajiban mengurus kepentingan para Pemilik dan Penghuni yang berkaitan dengan pengelolaan kepemilikan Benda Bersama, Bagian Bersama, Tanah Bersama, dan penghunian. (21 PPPSRS dalam melakukan pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat membentuk atau menunjuk pengelola. (3) Pengelola yang dibentuk atau ditunjuk oleh PPPSRS harus berbadan hukum, terdaftar, dan memiliki izin usaha dari bupati/wali kota, khusus Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta dari gubernur. Pasal 76 (1) Pengelolaan Rumah Susun Umum sewa dan Rumah Susun Khusus dilaksanakan oleh kementerian/ lembaga atau Pemerintah Daerah yang melakukan penatausahaan barang milik negaraldaerah berupa bangunan Rumah Susun. (21 Pengelolaan Rumah Susun Negara dilaksanakan oleh kementerian/lembaga.

    (3)

    Kementerian/lembaga atau Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat ^(21 mengenakan tarif sewa kepada Penghuni. (4) Penetapan tarif sewa yang dikenakan kepada Penghuni sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Pasal TT (1) Pengelolaan Rumah Susun Khusus dilakukan oleh institusi lain sesuai dengan kewenangannya setelah proses serah terima selesai dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan. (21 Pengelolaan Rumah Susun Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan peruIndang-undangan. Pasal 78 (1) Pengelola yang dibentuk atau ditunjuk oleh PPPSRS dan Pengelola yang dibentuk atau ditunjuk oleh kementerian/lembaga/Pemerintah Daerahl institusi dalam melaksanakan pengelolaan Rumah Susun dapat bekerja sama dengan orang perseorangan dan Badan Hukum. (21 Pengelola sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam melakukan pengelolaan berhak menerima sejumlah biaya pengelolaan. (3) Biaya pengelolaan sebagaimana dimaksud ^pada ayat (2) dibebankan kepada Pemilik atau Penghuni dengan mempertimbangkan biaya ^operasional, pemeliharaan, dan perawatan. (41 Biaya pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (21 wajib dikelola secara tertib, efektif, elisien, transparan, dan bertanggung ^jawab. Pasal 79 (1) Biaya pengelolaan pada Rumah Susun Umum ^sewa, Rumah Susun Khusus, Rumah Susun ^Negara ^yang merupakan barang milik negaral daerah ^dibebankan kepada Penghuni setelah memperhitungkan ^biaya operasional dan biaya pemeliharaan. (21 Biaya pengelolaan sebagaimana dimaksud ^pada ayat (1) ditetapkan dalam tarif tertentu ^sesuai ^dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 8O (1) PPPSRS dapat memanfaatkan Bagian Bersama, ^Benda Bersama, dan/atau Tanah Bersama ^pada ^Rumah Susun Umum milik dan Rumah Susun ^Komersial milik. (21 Penerimaan yang diperoleh dari ^pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat ^(1) dikelola ^oleh PPPSRS. (3) Penerimaan sebagaimana dimaksud ^pada ayat ^(2) diatur dalam Anggaran Dasar dan ^Anggaran ^Rumah Tangga PPPSRS. (1)


    Pasal 81

    Kementerian/lembaga atau Pemerintah ^Daerah dapat memanfaatkan Bagian Bersama, Benda ^Bersama, dan/atau Tanah Bersama ^pada ^Rumah Susun ^Umum sewa, Rumah Susun Khusus, ^dan ^Rumah ^Susun Negara. Penerimaan yang diperoleh dari ^pemanfaatan sebagaimana dimaksud ^pada ayat ^(1) ^dilaksanakan sesuai dengan ketentuan ^peraturan ^perundang- undangan. (2t Bagian Bagian Kedua Masa Transisi Paragraf 1 Umum Pasal 82 (1) Pelaku Pembangunan yang membangun Rumah Susun Umum milik dan Rumah Susun Komersial milik dalam masa transisi sebelum terbentuknya pppSRS wajib mengelola Rumah Susun. (21 Masa transisi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 1 (satu) tahun sejak penyerahan pertama kali Sarusun kepada Pemilik. (3) Pelaku Pembangunan dalam mengelola Rumah Susun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bekerja sama dengan Badan Hukum di bidang pengelolaan Rumah Susun. (4) Biaya pengelolaan Rumah Susun pada masa transisi ditanggung oleh Pelaku Pembangunan dan ^pemilik berdasarkan NPP setiap Sarusun. (5) Pemilik sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dibuktikan dengan kepemilikan:

    1. akta jual beli; dan

    2. SHM Sarusun 4tau SKBG Sarusun. (6) Dalam hal Pemilik belum memiliki bukti kepemilikan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), biaya pengelolaan Rumah Susun ditanggung oleh Pelaku Pembangunan. Paragraf 2 Paragraf 2 Pengelolaan Pada Masa Transisi Pasal 83 (1) Kewajiban Pelaku Pembangunan pada masa transisi paling sedikit sebagai berikut:

    3. menjadi Pengelola sementara;

    4. menyampaikan salinan Pertelaan dan NPP kepada Pemilik;

    5. menyiapkan dokumen untuk diserahkan kepada panitia musyawarah pembentukan PPPSRS meliputi:


  7. salinan gambar terbangun las built drauting);

  8. salinan PBG dan latau perubahan PBG;

  9. salinan sertifikat laik fungsi;

  10. salinan akta jual beli;

  11. dokumen Pertelaan meliputi Bagian Bersama, Benda Bersama dan Tanah Bersama;

  12. akta pemisahan yang telah disahkan;

  13. salinan sertipikat Tanah Bersama atau salinan surat perjanjian sewa atas tanah. 8. daftar Pemilik; dan

  1. tata tertib sementara penghunian. d. memfasilitasi terbentuknya PPPSRS bekerja sama dengan panitia musyawarah. (21 Kewajiban Pemilik pada masa transisi paling sedikit sebagai berikut:
    1. membentuk panitia musyawarah;

    2. berpartisipasi aktif dalam pembentukan ^PPPSRS; dan

    3. taat pada tata tertib sementara penghunian. Bagian PRES lDEN REPUBLIK INDONES]A Bagian Ketiga Tata Cara Penyerahan Pertama Kali Pasal 84 (1) Penyerahan pertama kali Sarusun oleh ^Pelaku Pembangunan dilakukan dengan ^menyerahkan ^kunci setelah sertilikat laik fungsi ^diterbitkan.

      (2)

      Penyerahan pertama kali Sarusun ^sebagaimana dimaksud pada ayat ^(1) dilengkapi ^dengan penyerahan dokumen sebagai berikut: a, berita acara serah terima ^kunci;

    4. akta ^jual beli; dan

    5. SHM Sarusun atau SKBG Sarusun. BAB XV PERIZINAN BERUSAHA BADAN ^HUKUM PENGELOLAAN RUMAH SUSUN Pasal 85 (1) Pengelolaan Rumah Susun harus ^dilaksanakan ^oleh Pengelola yang berbadan hukum. (2) Badan Hukum sebagaimana dimaksud ^pada ^ayat ^(1) harus mendaftar dan mendapatkan ^Perizinan Berusaha dari bupati/wali kota, ^khusus ^untuk Provinsi Daerah Khusus Ibukota ^Jakarta ^Perrzinan Berusaha dari gubernur. (3) Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud ^pada ayat (2) diberikan kepada ^Badan ^Hukum ^Pengelola Rumah Susun yang memiliki:

    6. kompetensi manajerial pengelolaan ^Rumah Susun; dan

    7. personel dengan kompetensi teknis ^bangunan.

      (4)

      Kompetensi manajerial pengelolaan Rumah Susun sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dibuktikan dengan sertifikat yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang. (5) Personel dengan kompetensi teknis bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b meliputi:

    8. tenaga ahli arsitektur;

    9. tenaga ahli mekanikal;

    10. tenaga ahli eiektrikal; dan

    11. tenaga ahli plambing. BAB XVI PERHIMPUNAN PEMILIK DAN PENGHUNI SATUAN ^RUMAH ^SUSUN Bagian Kesatu Umum (1) (2) (3) (4)

      Pasal 86

      Pemilik Sarusun wajib membentuk PPPSRS. Sarusun sebagaimana dimaksud pada ayat ^(1) merupakan Sarusun umum milik dan Sarusun komersial milik. PPPSRS sebagaimana dimaksud pada ayat ^(1) bertanggung ^jawab untuk mengurus kepentingan ^para Pemilik dan Penghuni yang berkaitan dengan pengelolaan kepemilikan Bagian Bersama, Benda Bersama, Tanah Bersama, dan penghunian. PPPSRS sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas pengurus dan pengawas. Pengurus PPPSRS sebagaimana dimaksud ^pada ayat (4) bertugas mengurus kepentingan para Pemilik dan Penghuni yang berkaitan dengan pengelolaan kepemilikan Bagian Bersama, Benda Bersama, Tanah Bersama, dan penghunian.

      (6)

      Pengawas . (s) Bagian Kedua Pembentukan Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Paragraf 1 Persiapan Pembentukan Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Pasal 87 Persiapan pembentukan PPPSRS dilakukan tahapan:


    12. sosialisasi kepenghunian;

    13. pendataan Pemilik dan/atau Penghuni; dan

    14. pembentukan panitia musyawarah.

      (6)

      Pengawas PPPSRS sebagaimana dimaksud pada ayat (4) bertugas melakukan pengawasan terhadap kinerja pengurus PPPSRS. (71 Tata cara mengurus kepentingan para Pemilik dan Penghuni yang berkaitan dengan pengelolaan dan penghunian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga PPPSRS. melalui Pasal 89 (1) Pendataan Pemilik dan/atau Penghuni sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 huruf b wajib dilakukan oleh Pelaku Pembangunan sesuai dengan prinsip kepemilikan atau kepenghunian yang sah. (2) Kepemilikan atau kepenghunian yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan tanda bukti kepemilikan atau tanda bukti kepenghunian Sarusun. (3) Pelaku Pembangunan wajib melakukan pembaruan data kepemilikan Sarusun dan disampaikan kepada panitia musyawarah untuk data penyelenggaraan musyawarah. (4) Dalam hal belum terdapat bukti kepemilikan yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat (2lr, ^perjanjian pengikatan jual beli lunas dijadikan dasar untuk pendataan kepemilikan. Pasal 90 (1) Pembentukan panitia musyawarah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 huruf c dilakukan oleh Pemilik. (2) Pelaku Pembangunan wajib memfasilitasi pembentukan panitia musyawarah. (3) Panitia musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit terdiri atas ketua, sekretaris, bendahara, dan 4 (empat) anggota. (4) Panitia musyawarah mempunyai tugas paling sedikit terdiri atas:

    15. men5rusun dan menetapkan ^jadwal musyawarah untuk pembentukan PPPSRS;

    16. mensosialisasikan ^jadwal musyawarah kepada seluruh Pemilik; melakukan konsultasi kepada Pemerintah Daerah; menyelenggarakan musyawarah dalam rangka pembentukan PPPSRS; mempertanggungjawabkan hasil musyawarah kepacla Pemilik; dan melaporkan hasil musyawarah secara tertulis kepada Pemerintah Daerah. Paragraf 6 Pelaksanaan Musyawarah Pasal 91 (1) Pelaksanaan musyawarah dilakukan oleh panitia musyawarah dengan mengundang secara resmi seluruh Pemilik untuk menghadiri musyawarah dan wakil Pemerintah Daerah sebagai peninjau. (21 Undangan musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sebelum penyelenggaraan musyawarah. (3) Panitia musyawarah menyelenggarakan musyawarah sesuai ^jadwal kegiatan yang telah ditetapkan. Pasal 92 (1) Musyawarah pembentukan PPPSRS dilakukan untuk:

    17. pembentukanstrukturorganisasi;

    18. penyusunan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga;

    19. pemilihan pengurus; dan

    20. pemilihan pengawas. (2) Mekanisme pengambilan keputusan pembentukan struktur organisasi dilakukan dengan musyawarah untuk mufakat. c d e f.

      (3)

      Mekanisme pengambilan keputusan pengesahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga dengan musyawarah untuk mufakat. (4) Dalam hal musyawarah untuk mufakat sebagaimana dimaksud pada ayat (21 dan ayat (3) tidak tercapai, pengambilan keputusan dilakukan dengan suara terbanyak berdasarkan jumlah kepemilikan Sarusun. (5) Mekanisme pengambilan keputusan pemilihan pengurus dan pengawas PPPSRS dilakukan dengan suara terbanyak. (6) Pengambilan keputusan pengurus PPPSRS sebagaimana dimaksud pada ayat (5), setiap Pemilik hanya memiliki 1 (satu) suara walaupun Pemilik memiliki lebih dari 1 (satu) Sarusun.

      (1)

      (21

      Pasal 93

      Peserta musyawarah terdiri atas seluruh Pemilik.


      (3)

      Pemilik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diwakilkan kepada perseorangan berdasarkan surat kuasa. Perseorangan yang menjadi wakil Pemilik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:

    21. istri atau suami;

    22. orang tua kandung perempuan atau laki-laki;

    23. salah satu saudara kandung;

    24. salah satu anak yang telah dewasa dari Pemilik; atau

    25. salah satu anggota pengurus Badan um yang tercantum dalam akta pendirian apabila Pemilik merupakan Badan Hukum. Wakil Pemilik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a sampai dengan huruf d dibuktikan dengan dokumen kependudukan yang sah.

      (4)
      (5)

      Wakil Pemilik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf e dibuktikan dengan akta pendirian untuk Pemilik yang Badan Hukum. Pasal 94 (1) Pengurus PPPSRS paling sedikit terdiri atas ketua, sekretaris, bendahara, dan bidang sesuai dengan kebutuhan terkait pengelolaan dan penghunian. (2) Pengurus PPPSRS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertempat tinggal pada Rumah Susun. (3) Pengawas paling sedikit 5 (lima) orang yang terdiri atas ketua, sekretaris, dan 3 (tiga) orang anggota dari Pemilik. (4) Susunan pengurus PPPSRS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dirumuskan dalam akta pendirian, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga serta disahkan dalam rapat umum PPPSRS. (5) Jangka waktu kepengurusan PPPSRS selama 3 (tiga) tahun. Bagian Ketiga Keanggotaan, Surat Kuasa, dan Hak Suara (1) (2) (3)

      Pasal 95

      PPPSRS beranggotakan Pemilik dan/atau Penghuni. Penghuni yang bukan Pemilik dilarang menduduki jabatan dalam struktur kepengurusan PPPSRS. Penghuni sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (21 merupakan Penghuni yang bertempat tinggal di Rumah Susun dan mendapat surat kuasa dari Pemilik.


      Pasal 96

      Pasal 96 (1) Pemilik dapat memberikan surat kuasa kepada Penghuni untuk menghadiri rapat PPPSRS. (21 Surat kuasa dari Pemilik kepada Penghuni dapat diberikan dalam hal hunian, penentuan besaran iuran untuk keamanan, kebersihan, atau sosial kemasyarakatan. Pasal 97 (1) Setiap anggota PPPSRS memiliki hak suara yang berkaitan dengan:


    26. kepentingan penghunian;

    27. kepemilikan; dan

    28. pengelolaan. (21 Hak suara kepentingan penghunian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan hak suara untuk penetapan tata tertib, penentuan besaran iuran untuk keamanan, kebersihan, atau sosial kemasyarakatan. (3) Hak suara kepemilikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan hak suara untuk memanfaatkan secara bersama terhadap Bagian Bersama, Benda Bersama, dan Tanah Bersama, serta kewajiban pembayaran biaya satuan Sarusun. (4) Hak suara pengelolaan sebagaimana dimakstrd pada ayat (1) huruf c merupakan hak suara untuk kegiatan operasional, pemeliharaan, dan perawatan terhadap Bagian Bersama, Benda Bersama, dan Tanah Bersama. (5) Hak suara kepentingan penghunian sebagaimana dimalcsud pada ayat (2) setiap anggota PPPSRS berhak memberikan satu suara. Bagian Keempat Akta Pendirian, Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (6) Hak suara kepemilikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan hak suara pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (41 setiap anggota PPPSRS mempunyai hak yang sama berdasarkan NPP. (71 Hak suara kepemilikan dan hak suara pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dapat dikuasakan kepada Penghuni secara tertulis. Pasal 98 (1) Pembentukan PPPSRS dilakukan dengan pembuatan akta pendirian disertai dengan penyusunan Anggaran Dasar dan Anggaran Rt*mah Tangga. (21 PPPSRS yang telah mensahkan akta pendirian serta Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga melakukan pencatatan kepada Pemerintah Daerah kabupaten/kota, atau provinsi untuk Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta kepada Pemerintah Daerah provinsi. Pasal 99 Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga paling sedikit memuat:

    29. tugas dan fungsi PPPSRS;

    30. susunan organisasi PPPSRS;

    31. hak, kewajiban, larangan, dan sanksi bagi Pemilik atau Penghuni;

    32. tata tertib penghunian; dan

    33. hal lain yang disepakati oleh PPPSRS dan tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Bagian Bagian Kelima Pengelolaan Pasal 100 (1) Pengurus PPPSRS dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak terbentuk PPPSRS dapat membentuk atau menunjuk Badan Hukum Pengelola Rumah Susun. (2) Pelaku Pembangunan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan wajib menyerahkan pengelolaan Benda Bersama, Bagian Bersama, dan Tanah Bersama kepada PPPSRS yang dilakukan di hadapan notaris. (3) Pelaku Pembangunan sebelum menyerahkan pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib melakukan audit keuangan oleh akuntan publik yang disepakati bersama pengurus PPPSRS. (41 Pelaku Pembangunan wajib menyerahkan dokumen teknis kepada PPPSRS berupa:

    34. Pertelaan;

    35. akta pemisahan;

    36. data teknis pembangunan Rumah Susun;

    37. gambar terbangun (as built drawing); dan

    38. seluruh dokumen perizinan. (5) Penyimpanan dan pemeliharaan dokumen teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (41 menjadi tanggung ^jawab PPPSRS. Pasal 101 (1) PPPSRS wajib melakukan pengawasan kinerja Pengelola secara berkala. (21 Pengelola Rumah Susun wajib membuat laporan pengelolaan kepada PPPSRS secara berkala. Pasal 102 Pelaku Pembangunan yang membangun Rumah Susun secara bertahap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, bekerja sama dengan PPPSRS yang telah dibentuk. Pasal 103 Ketentuan lebih lanjut mengenai PPPSRS diatur dengan Peraturan Menteri. BAB XVII PENINGKATAN KUALITAS RUMAH SUSUN Bagian Kesatu Umum Pasal 104 (1) Peningkatan kualitas wajib dilakukan oleh Pemilik terhadap Rumah Susun yang:

    39. tidak laik fungsi dan tidak dapat diperbaiki; dan/atau

    40. dapat menimbulkan bahaya dalam pemanfaatan bangunan Rumah Susun dan/atau lingkungan Rumah Susun. (21 Peningkatan kualitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan rekomendasi teknis. (3) Peningkatan kualitas Rumah Susun selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan atas prakarsa Pemilik. (4) Prakarsa peningkatan kualitas Rumah Susun sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan oleh:

    41. Pemilik untuk Rumah Susun Umum milik dan Rumah Susun Komersial melalui PPPSRS; Pemilik Rumah Susun Umum milik dan Rumah Susun Komersial yang dibangun di atas tanah hak pengelolaan, prakarsa dapat dilakukan melalui PPPSRS dan pemegang hak pengelolaan; Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, pemilik bangunan Rumah Susun Umum sewa atau pemilik bangunan Rumah Susun Khusus; atau Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah untuk pemilik bangunan Rumah Susun Negara. Pasal 105 (1) Peningkatan kualitas Rumah Susun dilakukan dalam rangka melindungi hak kepemilikan Sarusun Setiap Orang baik Pemilik atau Penghuni dengan memperhatikan faktor sosial, budaya, dan ekonomi yang berkeadilan. (21 Peningkatan kualitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan pembangunan kembali Rumah Susun. (3) Pembangunan kembali Rumah Susun sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan melalui:

    42. pembongkaran;

    43. penataan; dan

    44. pembangunan. (4) Pembangunan kembali Rumah Susun sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus sesuai:

    45. rencana tata ruang wilayah;

    46. rencana program investasi dan pengembangan Rumah Susun; dan

    47. rencana tata bangunan dan lingkungan. b c d Pasal 106. Pasal 106 (1) Pemrakarsa peningkatan kualitas Rumah Susun sebagaimana dimaksud dalam Pasal IO4 ayat (4) wajib:

    48. memberitahukan rencana peningkatan kualitas Rumah Susun kepada Penghuni paling lambat 1 (satu) tahun sebelum pelaksanaan rencana tersebut;

    49. memberikan kesempatan kepada Pemilik untuk menyampaikan masukan terhadap rencana peningkatan kualitas; dan

    50. memprioritaskan Pemilik lama untuk mendapatkan Sarusun yang sudah ditingkatkan kualitasnya. (2) Pemrakarsa peningkatan kualitas Rumah Susun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan pendataan terhadap Pemilik atau Penghuni. (3) Pendataan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan untuk mengetahui kesesuaian ^jumlah Sarusun dengan kebutuhan hunian.

      Pasal 107

      Dalam hal peningkatan kualitas Rumah Susun Umum milik dan Rumah Susun Komersial, PPPSRS ^harus menyampaikan perencanaan paling sedikit:


    51. perubahan NPP; dan

    52. gambar rencana yang menunjukkan Bagian Bersama, Benda Bersama, dan Tanah Bersama kepada Pemilik. Pasal 108 (1) Pelaksanaan peningkatan kualitas Rumah Susun Umum milik dilakukan oleh PPPSRS dapat bekerja sama dengan badan percepatan penyelenggaraan perumahan.

      (2)

      Pelaksanaan .

      (2)

      Pelaksanaan peningkatan kualitas Rumah Susun Komersial dilakukan oleh PPPSRS dapat bekerja sama dengan Pelaku Pembangunan. (3) Pelaksanaan peningkatan kualitas Rumah Susun Umum sewa dan Rumah Susun Khusus dilakukan oleh badan percepatan penyelenggaraan perumahan. (41 Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (21dilakukan berdasarkan perjanjian tertulis yang dibuat di hadapan pejabat yang berwenang berdasarkan prinsip kesetaraan. Bagian Kedua Penetapan Pasal 109 (1) Peningkatan kualitas Rumah Susun dilakukan berdasarkan:

    53. rekomendasi teknis; dan latau b. prakarsa Pemilik. (2) Peningkatan kualitas Rumah Susun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh bupati/wali kota, khusus untuk Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta oleh gubernur. (3) Penetapan peningkatan kualitas Rumah Susun sebagaimana dimaksud pada ayat {2) paling sedikit memuat:

    54. lokasi Rumah Susun yang akan dilakukan peningkatan kualitas;

    55. lokasi tempat hunian sementara yang layak dengan memperhatikan jarak dengan lokasi peningkatan kualitas Rumah Susun; dan

    56. teknis bangunan Rumah Susun. Pasal 1 1O Pasal 1 10 (1) Rekomendasi teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 109 ayat (1) huruf a diterbitkan berdasarkan:

    57. hasil pemeriksaan kelaikan fungsi bangunan gedung; dan/atau

    58. perubahan rencana tata ruang wilayah. (2) Rekomendasi teknis berdasarkan hasil pemeriksaan kelaikan fungsi bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diberikan oleh pengkaji teknis bangunan gedung. (3) Rekomendasi teknis berdasarkan perubahan rencana tata ruang wilayah sebagaimana dimaksud ^pada ayat (1) huruf b merupakan pernyataan tertulis dalam bentuk keterangan rencana kota oleh instansi teknis yang membidangi urusan tata ruang. Bagian Ketiga Pembongkaran, Penataan, dan Pembangunan Pasal 1 1 1 (1) Pembongkaran, penataan, dan pembangunan dilakukan untuk peningkatan kuaiitas Rumah Susun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 109 ayat ^(1). (2) Pembongkaran bangunan Rumah Susun dilakukan melalui kegiatan membongkar atau merobohkan seluruh atau sebagian bangunan Rumah Susun, komponen, bahan bangunan, danf atau prasarana dan sarana. (3) Tahap pembongkaran Rumah Susun sebagaimana dimaksud pada ayat (21meliputi:

    59. penyusunan rencana teknis pembongkaran. b. sosialisasi; dan

    60. penyediaan tempat hunian sementara.

      (4)

      Pelaku Pembangunan melakukan pembongkaran setelah memenuhi perizinan dan menyediakan tempat hunian sementara yang layak bagi Pemilik atau Penghuni. (5) Penyediaan tempat hunian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c merulpakan rumah yang layak huni dengan persyaratan:

    61. faktor jarak dengan Rumah Susun ^yang dilakukan peningkatan kualitas;

    62. ketersediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum; dan

    63. pendanaan. (6) Penyediaan tempat hunian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c mempunyai luas ^paling sedikit sama dengan luas Sarusun yang akan dibongkar dan berada dalam kabupaten/kota ^yang sama, atau satu provinsi untuk Provinsi ^Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Pasal 1 12 (1) Pembongkaran yang dilakukan Pelaku Pembangunan diawasi oleh instansi teknis kabupaten/kota ^yang menangani urusan bangunan gedung, khusus untuk Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta oleh instansi teknis provinsi yang menangani urusan bangunan gedung. (21 Pelaksanaan pembongkaran bangunan Rumah Susun dilaksanakan sesuai dengan ketentuan ^peraturan perundang-undangan. Pasal 1 13 (1) Penataan dilakukan melalui perencanaan peningkatan kualitas Rumah Susun yang layak huni. (2\ Perencanaan peningkatan kualitas Rumah Susun dapat dilakukan oleh Setiap Orang yang memiliki keahlian di bidang perencanaan Rumah Susun.

      (3)

      Perencanaan .

      (3)

      Perencanaan peningkatan kualitas Rumah Susun paling sedikit harus memenuhi persyaratan:

    64. pemanfaatan Rumah Susun untuk fungsi hunian; dan

    65. menjamin kepemilikan Setiap Orang baik Pemilik atau Penghuni dengan cara sewa. (4) Perencanaan peningkatan kualitas Rumah Susun harus mendapatkan izin dari Pemerintah Daerah kabupatenf kota, atau provinsi untuk Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. (5) Perencanaan peningkatan kualitas Rumah Susun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 1 14 (1) Perencanaan peningkatan kualitas Rumah Susun dilakukan sesuai dengan rencana fungsi dan pemanlaatan Rumah Susun. (21 Rencana fungsi dan pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan pengubahan setelah mendapatkan izin dari bupati/wali kota, khusus untuk Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta oleh gubernur. (3) Dalam hal pengubahan rencana fungsi dan pemanfaatan Rumah Susun Umum dan Rumah Susun Komersial yang menyebabkan bertambahnya Sarusun harus disetujui oleh paling sedikit 600/o (enam puluh persen) anggota PPPSRS. (41 Persetujuan anggota PPPSRS sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam bentuk pernyataan tertulis. (5) Pengubahan rencana fungsi dan pemanfaatan Rumah Susun sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai dengan ketentuan peraturan perLlndang-undangan. Pasal 1 15 (1) Pembangunan kembali Rumah Susun se ana dimaksud dalam Pasal 105 ayat (3) dilakukan sesuai dengan perencanaan peningkatan kualitas Rumah Susun. (21 Pembangunan kembali Rumah Susun dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Bagian Keempat Penghunian Kembali Pasal 1 16 (1) Pemrakarsa bertanggung jawab terhadap penghunian kembali Pemilik dan Penghuni lama Rumah Susun yang telah selesai dilakukan peningkatan kualitas. (21 Pemilik yang mengalami peningkatan kualitas memperoleh Sarusun hasil peningkatan kualitas sesuai dengan NPP yang dimiliki setelah dilakukan penyesuaian. (3) Dalam hal penghunian kembali Rumah Susun kepada Pemilik lama, Pemilik tidak dikenai bea perolehan hak atas tanah dan bangunan. BAB XVIII PENGENDALIAN PENYELENGGARAAN RUMAH SUSUN Pasal 1 17 (1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya melaksanakan pengendalian Penyelenggaraan Rumah Susun. (21 Pengendalian Penyelenggaraan Rumah Susun dilakukan pada tahap:

    66. perencanaan;

    67. pembangunan;

    68. penguasaan, pemilikan, dan pemanfaatan; dan

    69. pengelolaan. (3) Pengendalian Penyelenggaraan Rumah Susun sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan melahri:

    70. perizinan;

    71. pemeriksaan; dan

    72. penertiban. Pasal 1 18 (1) Pengendalian melalui perizinan, pemeriksaan, dan penertiban pada tahap perencanaan dilakukan terhadap kesesuaian dokumen rencana teknis dengan keterangan rencana kota/ kabupaten. (2) Dokumen rencana teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan:

    73. rencana penyediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

    74. Pertelaan. (3) Pengendalian melalui perizinan, pemeriksaan, dan penertiban pada tahap perencanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada proses penerbitan PBG dan pengesahan Pertelaan. Pasal 1 19 (1) Pengendalian melalui perizinan, pemeriksaan, dan penertiban pada tahap pembangunan dilakukan melalui pengecekan kesesuaian pelaksanaan pembangunan terhadap dokumen PBG dan penerbitan sertifikat laik fungsi. (21 Pengendalian sebagaimana dimaksud ^pada ayat ^(1) dilakukan sesuai dengan ketentuan ^peraturan perundang-undangan. Pasal 120 Pengendalian melalui perizinan, ^pemeriksaan, ^dan penertiban pada tahap penguasaan, ^pemilikan, ^dan pemanfaatan dilakukan melalui pemeriksaan ^kelaikan fungsi bangunan sesuai dengan ^ketentuan ^peraturan perundang-undangan dan pengecekan kesesuaian ^Sarusun dengan bukti penguasaan atau ^kepemilikan ^serta ^dokumen peruntukan pemanfaatan Sarusun.

      Pasal 121

      Pengendalian melalui perizinan, ^pemeriksaan, ^dan penertiban pada tahap pengelolaan dilakukan ^dengan penerbita n rzin usaha pengelolaan. lzin usaha sebagaimana dimaksud ^pada ^ayat ^(1) dikeluarkan oleh bupati/wali kota, ^khusus ^untuk Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta ^dikeluarkan oleh gubernur.

      (1)

      (2) BAB XIX BENTUK DAN TATA CARA PEMBERIAN ^INSENTIF ^KEPADA PELAKU PEMBANGUNAN RUMAH SUSUN ^UMUM DAN RUMAH SUSUN KHUSUS SERTA ^BANTUAN DAN KEMUDAHAN KEPADA MASYARAKAT BERPENGHASILAN ^RENDAH Pasal 122 (1) Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah ^dapat memberikan insentif kepada Pelaku ^Pembangunan Rumah Susun Umum dan Rumah Susun ^Khusus ^serta memberikan bantuan dan kemudahan ^bagi ^MBR. (2) Insentif yang diberikan kepada Pelaku Pembangunan dapat berupa:


    75. fasilitasi dalam pengadaan tanah;

    76. fasilitasi dalam proses sertilikasi ^tanah;

    77. fasilitasi dalam perizinan;

    78. fasilitas kredit konstruksi ^dengan ^suku ^bunga rendah;

    79. insentif perpajakan sesuai ^dengan ^ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/atau

    80. bantuan penyediaan ^prasarana, ^sarana, ^dan utilitas umum. (3) Bantuan dan kemudahan ^yang ^diberikan ^kepada ^MBR sebagaimana dimaksud ^pada ^ayat ^(1) ^berupa:

    81. kredit kepemilikan Sarusun ^dengan ^suku ^bunga rendah;

    82. keringanan biaYa sewa ^Sarusun;

    83. asuransi dan ^penjaminan ^kredit ^kepemilikan Rumah Susun;

    84. insentif perpajakan sesuai ^dengan ^ketentuan peraturan perundang-undangan; dan / ^atau e. sertifikasi Sarusun. Pasal 123 (1) Fasilitasi dalam pengadaan tanah ^sebagaimana dimaksud dalam Pasal 122 ^ayat (2) ^huruf ^a ^berupa pendayagunaan sebagian tanah negara ^bekas ^tanah telantar, pemanfaatan barang milik ^negataf ^daerah berupa tanah, dan ^pendayagunaan tanah wakaf ^untuk penyediaan Rumah Susun Umum dan ^Rumah ^Susun . Khusus. (2) Pendayagunaan sebagian tanah negara ^bekas ^tanah telantar dalam bentuk penyediaan ^data dan informasi tentang lokasi dan luasan tanah ^telantar ^yang dilakukan oleh kementerian ^yang ^menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ^pertanahan' (3) Penyediaan data dan informasi mengenai lokasi dan luasan tanah terlantar sebagaimana dimaksud pacla ayat (2) dipergunakan sebagai acuan pengurusan administrasi terhadap status penguasaan tanah. (4) Pengurusan administrasi terhadap status penguasaan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. (5) Pemanfaatan barang milik negara/daerah berupa tanah dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan barang milik negaraf daerah. (6) Pendayagunaan tanah wakaf dilakukan dengan cara sewa atau kerja sama pemanfaatan sesuai dengan ikrar wakaf. Pasal 124 (1) Fasilitasi dalam proses sertifikasi tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 122 ayat (2) huruf b berupa:

    85. pengukuran dan pemetaan;

    86. pendaftaran Tanah Bersama; dan

    87. sertifikasi Tanah Bersama. (21 Pengukuran dan perr,etaan dilakukan oleh instansi pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanahan dengan sumber dana dari Anggaran Pendapatan dan tselanja Negara. (3) Pendaftaran Tanah Bersama dilakukan oleh Pemerintah Daerah berdasarkan Pertelaan yang sudah disahkan. (4) Sertifikasi Tanah Bersama diterbitkan oleh instansi pemerintah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanahan.

      Pasal 125

      PRES lDEN REPUBLIK INDONESIA Pasal 125 (1) Fasilitasi dalam perwinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 122 ayat (2) huruf c diberikan Pemerintah Daerah kepada Pelaku Pembangunan Rumah Susun Umum berupa:


    88. kemudahan PBG; atau

    89. pemberian penambahan koe{isien lantai bangunan sepanjang memenuhi keserasian lingkungan dan ketentuan teknis lainnya, khususnya pada kawasan yang memerlukan penempatan kemb ah (re settlement). {2) ^Fasilitasi ^dalam ^perizinan ^sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan. Pasal 126 (1) Fasilitas kredit konstruksi dengan suku bunga rendah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 122 ayat ^(21 huruf d diberikan oleh pemerintah kepada Pelaku Pembangunan yang membangun Rumah Susun Umum. (2) Pemberian fasilitas kredit konstruksi dengan suku bunga rendah sebagaimana dimaksud pada ayat ^(1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal L27 Insentif perpajakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 122 ayat (2) huruf e diberikan oleh Pemerintah Daerah kepada Pelaku Pembangunan yang membangun Rumah Susun Umum berupa keringanan Pajak Bumi dan Bagunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2).

      Pasal 128

      Pasal 128 Insentif berupa bantuan ^penyediaan ^prasarana, ^sarana, dan utilitas umum sebagaimana ^dimaksud dalam ^Pasal ^l22 ayat (2) huruf f dapat diberikan ^oleh ^Pemerintah ^Pusat danlatau Pemerintah Daerah ^kepada Pelaku Pembangunan yang membangun Rumah Susun Umum ^atau ^Rumah Susun Khusus sesuai dengan ^ketentuan ^peraturan perundang- undangan. Pasal 129 Kredit kepemilikan Sarusun ^dengan ^suku ^bunga ^rendah sebagaimana dimaksud ^dalam Pasal ^122 ^ayat ^(3) ^huruf ^a dilaksanakan sesuai dengan ^ketentuan ^peraturan perundang-undangan.


      Pasal 130

      Keringanan biaya sewa Sarusun ^sebagaimana ^dimaksud dalam Pasal 122 ayat ^(3) ^huruf ^b ^diberikan ^kepada ^MBR sesuai dengan ketentuan ^peraturan ^perundang-undangan. (1)


      Pasal 131

      Asuransi dan penjaminan kredit ^kepemilikan ^Rumah Susun sebagaimana dimaksud ^dalam Pasal ^122 ayat (3) huruf c diberikan kepada ^MBR ^melalui:


    90. asuransi kredit kepemilikan ^Rumah Susun;

    91. asuransi kebakaran;

    92. ^jaminan hak tanggungan; ^danlatau d. ^jaminan fidusia. Asuransi dan penjaminan kredit ^kepemilikan ^Rumah Susun sebagaimana dimaksud ^pada ^ayat ^(1) ^dilakukan sesuai dengan ketentuan ^peraturan ^perundang- undangan.

      (2)

      Pasal 132 Sertifikasi Sarusun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 122 ayat (3) huruf e diberikan kepada MBR melalui keringanan:

    93. pendaftaran hak atas Sarusun; dan

    94. biaya pengurusan sertifikat. BAB XX SANKSI ADMINISTRATIF, TATA CARA, DAN BESARAN DENDA ADMINISTRATIF Pasal 133 (1) Sanksi administratif dapat berupa:

    95. peringatan tertulis;

    96. pembatasan kegiatan pembangunan dan/atau kegiatan usaha;

    97. penghentian sementara pada pekerjaan pelaksanaan pembangunan ;

    98. penghentian sementara atau penghentian tetap pada pengelolaan Rumah Susun;

    99. pengenaan denda administratif;

    100. pencabutan PBG;

    101. pencabutan sertifikat laik fungsi;

    102. pencabutan SHM Sarusun atau SKBG Sarusun;

    103. perintah pembongkaran bangunan Rumah Susun; atau

    104. pencabutan izin usaha. (2) Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menghilangkan tanggung jawab pemulihan dan pidana.

      Pasal 134

      Pasal 134 (1) Pelaku Pembangunan yang tidak melengkapi lingkungan Rumah Susun dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dikenai sanksi adminstratif berupa:


    105. peringatan tertulis;

    106. pembatasan kegiatan pembangunan dan/atau kegiatan usaha;

    107. penghentian sementara pada pekerjaan pelaksanaan pembangunan ;

    108. pengenaan denda administratif; dan

    109. pencabutan izin usaha. (21 Tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sebagai berikut:

    110. peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diberikan sebanyak 2 (dua) kali dengan jangka waktu tiap peringatan tertulis paling lama 5 (lima) hari kerja;

    111. Pelaku Pembangunan yang mengabaikan peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a dikenai sanksi administratif berupa pembatasan kegiatan pembangunan dan/atau kegiatan usaha selama 14 (empat belas) hari;

    112. Pelaku Pembangunan yang mengabaikan pembatasan kegiatan pembangunan dan/atau kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada huruf b dikenai sanksi administratif berupa penghentian sementara pada pekerjaan pelaksanaan pembangunan sebanyak 1 (satu) kali dengan ^jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja; Pelaku Pembangunan yang mengabaikan penghentian sementara pada pekerjaan pelaksanaan pembangunan sebagaimana dimaksud pada huruf c dikenai sanksi administratif berupa denda administratif paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah); Pelaku Pembangunan yang telah menyelesaikan denda administratif sebagaimana dimaksud pada huruf d wajib melengkapi lingkungan Rumah Susun dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum paling lambat 1 (satu) tahun; dan Pelaku Pembangunan yang mengabaikan pengenaan denda administratif sebagaimana dimaksud pada huruf d dan tidak melengkapi lingkungan Rumah Susun dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum paling lambat 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud pada huruf e dikenai pencabutan izin usaha dan wajib menyelesaikan pembiayaan untuk melengkapi lingkungan Rumah Susun dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum melalui kerja sama dengan Pelaku Pembangunan lain. Pasal 135 (1) Setiap Orang yang tidak memanfaatkan Sarusun sesuai dengan fungsinya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dikenai sanksi adminstratif berupa:

    113. peringatan tertulis;

    114. pengenaan denda administratif; dan

    115. pencabutan SHM Sarusun atau SKBG Sarusun. (2) Tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sebagai berikut: d e f a. peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diberikan sebanyak 2 (dua) kali dengan jangka waktu tiap peringatan tertulis paling lama 5 (lima) hari kerja; Pemilik dan/atau Penghuni yang mengabaikan peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a dikenai sanksi administratif berupa denda administratif paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah); Pemilik dan/atau Penghuni yang mengabaikan denda administratif sebagaimana dimaksud pada huruf b dikenai sanksi administratif berupa pencabutan SHM Sarusun atau SKBG Sarusun. Pasal 136 (1) Pihak yang melakukan perubahan fungsi Rumah Susun dengan tidak menjamin hak kepemilikan Sarusun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) dikenai sanksi administratif berupa:

    116. peringatan tertulis;

    117. pembatasan kegiatan pembangunan dan/atau kegiatan usaha;

    118. penghentian sementara pada pekerjaan pelaksanaan pembangunan;

    119. pengenaan denda administratif; dan

    120. pencabutan izin usaha. (21 Tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sebagai berikut:

    121. peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diberikan sebanyak 2 (dua) kali dengan jangka r,vaktu tiap peringatan tertulis paling lama 5 (lima) hari kerja; b c b. pihak yang mengabaikan peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a dikenai sanksi administratif berupa pembatasan kegiatan pembangunan dan/atau kegiatan usaha selama 14 (empat belas) hari;

    122. pihak yang mengabaikan pembatasan kegiatan pembangunan dan/atau kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada huruf b dikenai sanksi administratif berupa penghentian sementara pada pekerjaan pelaksanaan pembangunan sebanyak 1 (satu) kali dengan jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja;

    123. pihak yang mengabaikan penghentian sementara pada pekerjaan pelaksanaan pembangunan sebagaimana dimaksud pada huruf c dikenai sanksi administratif berupa denda administratif paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rpl.000.000.000,00 (satu miliar rupiah);

    124. Pelaku Pembangunan yang telah menyelesaikan denda administratif sebagaimana dimaksud pada huruf d wajib mengganti hak kepemilikan Sarusun paling lambat 2 (dua) tahun; dan

    125. Pelaku Pembangunan yang mengabaikan pengenaan denda administratif sebagaimana dimaksud pada huruf d dan tidak mengganti hak kepemilikan Sarusun paling lambat 2 (dua) tahun sebagaimana dimaksud pada huruf e dikenai pencabutan izin usaha dan wajib menyelesaikan pembiayaan untuk mengganti sejumlah Rumah Susun dan/atau memukimkan kembali Pemilik melalui kerja sama dengan Pelaku Pembangunan lain.

      Pasal 137

      PRES lDEN REPUBLIK INDONESIA Pasal 137 (1) Pelaku Pembangunan Rumah Susun Komersial yang tidak menyediakan Rumah Susun Umum paling sedikit 2Ooh (dua puluh persen) dari total luas lantai Rumah Susun Komersial yang dibangun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa:


    126. peringatan tertulis;

    127. pembatasan kegiatan pembangunan dan/atau kegiatan usaha;

    128. penghentian sementara pada pekerjaan pelaksanaan pembangunan ;

    129. pengenaan denda administratif; dan

    130. pencabutan izin usaha. (21 Tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sebagai berikut:

    131. peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diberikan sebanyak 2 (dua) kali dengan jangka waktu tiap peringatan tertulis paling lama 5 (lima) hari kerja;

    132. Pelaku Pembangunan yang mengabaikan peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a dikenai sanksi administratif berupa pembatasan kegiatan pembangunan dan/atau kegiatan usaha selama 14 (empat belas) hari;

    133. Pelaku Pembangunan yang mengabaikan pembatasan kegiatan pembangunan dan/atau kegiatan usaha sebagaimana dimaksud pada huruf b dikenai sanksi administratif berupa penghentian sementara pada pekerjaan pelaksanaan pembangunan sebanyak 1 (satu) kali dengan jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja; Pelaku Pembangunan yang mengabaikan perintah penghentian sementara pada pekerjaan pelaksanaan pembangunan sebagaimana dimaksud pada huruf c dikenai sanksi administratif berupa denda administratif paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah); Pelaku Pembangunan yang telah menyelesaikan denda administratif sebagaimana dimaksud pada huruf d wajib menyediakan Rumah Susun Umum sesuai dengan perencanaan pembangunan; dan Pelaku Pembangunan yang mengabaikan pengenaan denda administratif sebagaimana dimaksud pada huruf d dan tidak menyediakan Rumah Susun Umum sebagaimana dimaksud pada huruf e dikenai pencabutan izin usaha dan wajib menyelesaikan pembiayaan untuk penyediaan Rumah Susun Umum melalui kerja sama dengan Pelaku Pembangunan lain. Pasal 138 (1) Pelaku Pembangunan yang tidak menyelesaikan pembangunan Rumah Susun secara bertahap dari mulai perencanaan sampai pada penyelesaian pembangunan Rumah Susun paling lama 3 (tiga) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (21 dikenai sanksi administratif berupa:

    134. peringatan tertulis;

    135. pengenaair denda administratif; dan

    136. pencabut.an izin usaha. (21 Tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sebagai berikut: d e f. a peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diberikan sebanyak 2 (dua) kali dengan jangka waktu tiap peringatan tertulis paling lama 5 (lima) hari kerja; Pelaku Pembangunan yang mengabaikan peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a dikenai sanksi administratif berupa denda administratif paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah); Pelaku Pembangunan yang telah menyelesaikan denda administratif sebagaimana dimaksud pada huruf b wajib menyelesaikan pembangunan Rumah Susun paling lambat 2 (dua) tahun; dan Pelaku Pembangunan yang mengabaikan pengenaan denda administratif sebagaimana dimaksud pada huruf b dan tidak menyelesaikan pembangunan Rumah Susun paling lambat 2 (dua) tahun sebagaimana dimaksud pada huruf c dikenai pencabutan izin usaha dan wajib menyelesaikan pembiayaan pembangunan Rumah Susun melalui kerja sama dengan Pelaku Pembangunan lain. b c d Pasal 139 (1) Pelaku Pembangunan yang tidak menyelesaikan status hak guna bangunan atau hak pakai di atas hak pengelolaan dalam hal pembangunan Rumah Susun Umum atau Rumah Susun Komersial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (5) dikenai sanksi administratif berupa:

    137. peringatan tertulis;

    138. pengenaan denda administratif; dan

    139. pencabutan izin usaha. (2) Tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sebagai berikut:

    140. peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diberikan sebanyak 2 (dua) kali dengan jangka waktu tiap peringatan tertulis paling lama 5 (lima) hari kerja; Pelaku Pembangunan yang mengabaikan peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a dikenai sanksi administratif berupa denda administratif paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah); Pelaku Pembangunan yang telah menyelesaikan denda administratif sebagaimana dimaksud pada huruf b wajib menyelesaikan status hak guna bangunan atau hak pakai di atas hak pengelolaan dalam hal pembangunan Rumah Susun Umum atau Rumah Susun Komersial; dan Pelaku Pembangunan yang mengabaikan pengenaan denda administratif sebagaimana dimaksud pada huruf b dan tidak menyelesaikan status hak guna bangunan atau hak pakai di atas hak pengelolaan dalam hal pembangunan Rumah Susun Umum atau Rumah Susun Komersial sebagaimana dimaksud pada huruf c dikenai pencabutan izin usaha. b c d Pasal 140 (1) Pelaku Pembangunan yang membangun Rumah Susun Umum milik dan Rumah Susun Komersial milik yang tidak memisahkan Rumah Susun atas Sarusun, Bagian Bersama, Benda Bersama, dan Tanah Bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) dan Pelaku Pembangunan yang membangun Rumah Susun Umum milik di atas barang milik negara/daerah berupa tanah atau tanah wakaf dengan cara disewa, yang tidak memisahkan Rumah Susun atas Sarusun, Bagian Bersama, dan Benda Bersama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa:

    141. peringatan tertulis; pengenaan denda administratif; dan pencabutan PBG. (21 Tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sebagai berikut:

    142. peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diberikan sebanyak 2 (dua) kali dengan jangka waktu tiap peringatan tertulis paling lama 5 (lima) hari kerja;

    143. Pelaku Pembangunan yang mengabaikan peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a dikenai sanksi administratif berupa denda administratif paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp500.O00.0OO,00 (lima ratus juta rupiah); dan

    144. Pelaku Pembangunan yang mengabaikan denda administratif sebagaimana dimaksud pada huruf b dalam ^jangka waktu 7 (tujuh) hari dikenai sanksi administratif berupa pencabutan PBG. Pasal 141 (1) Pelaku Pembangunan yang tidak menuangkan dalam bentuk gambar dan uraian pada saat membuat pemisahan Rumah Susun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa:

    145. peringatan tertulis;

    146. pengenaan denda administratif; dan

    147. pencabutan PBG. (2) Tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sebagai berikut:

    148. peringatan . b C a PRES lDEN REPUBLIK INDONESIA peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diberikan sebanyak 2 (dua) kali dengan jangka waktu tiap peringatan tertulis paling lama 5 (lima) hari kerja; Pelaku Pembangunan yang mengabaikan peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a dikenai sanksi administratif berupa denda administratif paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah); dan Pelaku Pembangunan yang mengabaikan denda administratif sebagaimana dimaksud pada huruf b dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari dikenai sanksi administratif berupa pencabutan PBG. b c Pasal 142 (1) Pelaku Pembangunan yang tidak memiliki permohonan sertilikat laik fungsi kepada bupati/wali kota, khusus untuk Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta kepada gubernur setelah menyelesaikan seluruh atau sebagian pembangunan Rumah Susun sepanjang tidak bertentangan dengan PBG sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa:

    149. peringatan tertulis; dan

    150. pembatasan kegiatan usaha. (21 Tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sebagai berikut:

    151. peringatan tertulis sebagaimana dimaksud ^pada ayat (1) huruf a diberikan sebanyak 2 (dua) kali dengan ^jangka waktu tiap peringatan tertulis paling lama 5 (lima) hari kerja; dan Pelaku Pembangunan yang mengabaikan peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a dikenai sanksi pembatasan kegiatan usaha berupa tidak dapat melaksanakan serah terima Sarusun dan wajib mengajukan permohonan sertifikat laik fungsi. Pasal 143 (1) Pelaku Pembangunan yang membangun Rumah Susun Umum milik dan Rumah Susun Komersial milik yang tidak mengelola Rumah Susun dalam masa transisi sebelum terbentuknya PPPSRS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa:

    152. peringatan tertulis; dan

    153. pembatasan kegiatan usaha. (2) Tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sebagai berikut:

    154. peringatan tertulis sebagaimana dimaksud ^pada ayat (1) huruf a diberikan sebanyak 2 (dua) kali dengan jangka waktu tiap peringatan tertulis paling lama 5 (lima) hari kerja; dan

    155. Pelaku Pembangunan yang mengabaikan peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a dikenai sanksi administratif berupa pembatasan kegiatan usaha berupa tidak dapat melaksanakan Pemasaran dan ^jual beli Sarusun. Pasal 144 (1) Pemilik yang tidak membentuk PPPSRS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat (1) dikenai ^sanksi administratif berupa:

    156. peringatan tertulis;

    157. penghentian sementara atau ^penghentian tetap pada pengelolaan Rumah Susun; dan

    158. pengenaan denda administratif.

      (2)

      Tata cara . b (2) Tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sebagai berikut:

    159. peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diberikan sebanyak 2 (dua) kali dengan jangka waktu tiap peringatan tertulis paling lama 5 (lima) hari kerja;

    160. Pemilik yang mengabaikan peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a dikenai sanksi administratif berupa penghentian sementara atau penghentian tetap pada pengelolaan Rumah Susun;

    161. Pemilik yang mengabaikan penghentian sementara atau penghentian tetap pada pengelolaan Rumah Susun sebagaimana dimaksud pada huruf b dikenai sanksi administratif berupa denda administratif paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah); dan

    162. Pemilik yang telah menyelesaikan denda administratif sebagaimana dimaksud pada huruf c wajib membentuk PPPSRS paling lambat 1 (satu) tahun. Pasal 145 (1) Pemilik yang tidak melakukan peningkatan kualitas terhadap Rumah Susun yang tidak laik fungsi dan tidak dapat diperbaiki dan/atau dapat menimbulkan bahaya dalam pemanfaatan bangunan Rumah Susun dan/atau lingkungan Rumah Susun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 104 ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa: peringatan tertulis; dan perintah pembongkaran bangunan Rumah Susun.

      (2)

      Tata cara . a. b.

      (2)

      Tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sebagai berikut: a peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diberikan sebanyak 2 (dua) kali dengan jangka waktu tiap peringatan tertulis paling lama 5 (lima) hari kerja; dan Pemilik yang mengabaikan peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a dikenai sanksi administratif berupa perintah pembongkaran bangunan Rumah Susun dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari. Pasal 146 (1) Pemrakarsa peningkatan kualitas Rumah Susun yang tidak melakukan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa peringatan tertulis. (21 Tata cara pengellaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sebagai berikut:

    163. peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan sebanyak 2 (dua) kali dengan jangka waktu tiap peringatan tertulis paling lama 5 (lima) hari kerja; dan

    164. Pelaku Pembangunan yang mengabaikan peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a, tidak dapat melaksanakan peningkatan kualitas.

      Pasal 147

      b Pasal 147 Pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah ini dilakukan oleh bupati/wali kota, khusus untuk Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta oleh gubernur. BAB XXI KETENTUAN PENUTUP


      Pasal 148

      Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku:


    165. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1988 Nomor 7, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3372) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku; dan Semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2}ll tentang Rumah Susun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2oll Nomor 108, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5252) yang ditetapkan sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini. Pasal 149 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar b Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lerr,baran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 2 Februari 2O2I JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 2 Februari2O2l MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, YASONNA H. LAOLY PRES lDEN REPUBLIK INDONESIA PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK ^INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2021 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH ^SUSUN UMUM Pemenuhan hak atas rumah ^merupakan salah ^satu ^tanggung ^jawab Negara dalam kerangka melindungi ^segenap ^bangsa Indonesia. Sebagai salah satu hak asasi, rumah ^mempunyai ^fungsi ^strategis sebagai tempat tinggal atau hunian ^dan ^sarana pembinaan keluarga ^yang mendukung perikehidupan dan ^penghidupan. ^Ketersediaan ^rumah khususnya bagi MBR menjadi ^masalah nasional yang dampaknya ^sangat dirasakan oleh seluruh masyarakat ^terlebih lagi ^pada kawasan ^perkotaan yang cukup padat dengan lahan ^yang terbatas. ^Kebijakan pemerintah ^untuk menumbuhkembangkan norma-norma ^kehidupan ^perkotaan ^yang menunjang kehidupan masyarakat ^yang ^heterogen ^dan ^berorientasi ^pada kepentingan masyarakat dilakukan ^melalui ^pembangunan Rumah ^Susun. Undang-Undang Nomor 20 Tahun ^2OLl ^tentang Rumah ^Susun diharapkan dapat meminimaiisir ^kesenjangan ^sosial ^yang terjadi ^di masyaiakat dengan menciptakan ^peluang bagi ^MBR ^untuk ^memiliki ^Sarusun yang layak dan terjangkau. Peraturan ^Pemerintah ^ini ^memberikan ^kejelasan terhadap pembangunan Rumah ^Susun ^Umum melalui ^pemanfaatan Barang Milik Negara/Daerah berupa ^tanah dan ^pendayagunaan ^tanah wakaf ^dengan cara sewa. Berdasarkan hal tersebut ^maka ^asas pemisahan ^horizontal digunakan untuk kepemilikan ^satuan Rumah Susun ^dan ^bukti ^kepemilikan dengan Sertifikat Kepemilikan ^Bangunan Gedung. ^Disisi ^lain, ^bukti kepemilikan atas Sarusun dalam ^bentuk ^SHM ^,Sarusun ^memberikan kepastian akan kepemilikan ^individu ^dan kepemilikan ^bersama ^yang ^terdiri atas Bagian Bersama, Benda ^Bersama, dan Tanah ^Bersama. Aspek ^keadilan dengan memberikan kesempatan ^seluruh ^masyarakat ^dapat ^hidup berdampingan ^pada kawasan ^perkotaan ^melalui bentuk-bentuk ^penguasaan Sarusun terhadap Rumah Susun ^Umum, Rumah Susun Khusus, ^dan Rumah Susun Negara. Rumah . . ^. I Rumah Susun Umum adalah salah satu bentuk Rumah Susun yang dalam proses pembangunan, pengelolaan Rumah Susun Umum masa transisi, dan penyerahan pertama kali membutuhkan pengawasan pemerint ah d,an I atau Pemerintah Daerah se suai kewenangannya. Kondisi ini akan memberikan rasa aman dan nyaman bagi pemilik atau penghuni yang akan membawa pada kerukunan, toleransi serta keharmonisan dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Kesadaran bermasyarakat ini yang kemudian akan membentuk rasa memiliki terhadap Rumah Susun sehingga terjadi pengelolaan dengan baik yang akan berdampak positif terhadap umur konstruksi Rumah Susun. Tanggung jawab pengelolaan ini dibebankan kepada PPPSRS untuk membentuk atau menunjuk Badan Hukum yang .rr"*p, melakukan pengelolaan Rumah Susun. PPPSRS dibentuk oleh para pemitk Rumah Susun melalui mekanisme musyawarah yang demokratis, transparan serta akuntabel. Pengelolaan Rumah Susun dimulai setelah terbit sertifikat laik fungsi atas bangunan Rumah Susun, artinya masa pengelolaan Rumah Susun merupakan suatu rangkaian kegiatan yang dimulai saat pembangunan selesai sampai bangunan Rumah Susun akan dilakukan peningkatan kualitas. Cakupan kegiatan pengelolaan Rumah Susun meliputi kegiatan operasional, pemeliharaan, dan perawatan Rumah Susun. PPPSRS mempunyai tanggung jawab terhadap pengelolaan Rumah Susun yang memterikan jaminan keamanan konstruksi serta keandalan bangunan. Namun demikian, pada saat bangunan Rumah Susun mengalami penurunan kualitas yang berakibat membahayakan penghuni dan lingkungan maka perlu aitatcutian peningkatan kualitas Rumah Susun. Peningkatan kualitas Rumah Susun dilakukan oleh pemrakarsa dengan pembangunan kembali Rumah Susun melalui kegiatan pembongkaran, penataan, dan pembangunan dengan memperhatikan faktor sosial, budaya dan ekonomi yang berkeadilan. pengaturan dalam Peraturan Pemerintah ini antara lain jenis dan p.rrrf"u.tu.r, Rumah Susun, penyediaan Rumah Susun Umum, pendayagUnaan tanah wakaf untuk Rumah Susun Umum, pemisahan Rrrf, Sr"urr, penguasaan Sarusun pada Rumah Susun Khusus, bentuk dan tata ."ru. p..rerbitan SHM Sarusun, bentuk dan tata cara penerbitan SKBG Sarusun, penyewaan Sarusun pada Rumah Susun Negara, pengelolaan Rumah Susun, masa transisi dan tata cara penyerahan pertama kat, PPPSRS, peningkatan kualitas Rumah Susun, pengendalian penyelenggaraan Rumah Susun, dan bentuk dan tata cara pemberian insentif t<epada Pelaku Pembangunan Rumah susun Umum dan Rumah susun Khusus serta bantuan dan kemudahan kepada MBR. II. PASAL II. PASAL DEMI PASAL

      Pasal 1

      Cukup ^jelas.


      Pasal 2

      Cukup ^jelas.


      Pasal 3

      Cukup ^jelas.


      Pasal 4

      Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "fungsi bukan hunian" merupakan penunjang kehidupan bagi penghuni Rumah Susun. Contoh: tempat usaha dan gedung pertemuan. Ayat (3) Cukup ^jelas.


      Pasal 5

      Cukup ^jelas.


      Pasal 6

      Ayat (1) Yang dimaksud dengan "wajib menyediakan Rumah Susun Umum" dibuktikan dengan dokumen rencana teknis bangunan gedung yang menggambarkan rencana pembangunan Rumah Susun Komersial dan Rumah Susun Umum. Ayat (2) Ayat (3) Huruf a Yang dimaksud dengan "satu bangunan Rumah Susun dalam satu Tanah Bersama" adalah satu bangunan Rumah Susun yang terdiri atas Rumah Susun Umum dan Rumah Susun Komersial yang dibangun di atas satu Tanah Bersama. Huruf b Yang dimaksud dengan "berbeda bangunan Rumah Susun dalam satu Tanah Bersama" adalah Rumah Susun Umum dan Rumah Susun Komersial yang dibangun secara terpisah di atas satu Tanah Bersama. Huruf c Yang dimaksud dengan "berbeda bangunan Rumah Susun tidak dalam satu Tanah Bersama" adalah Rumah Susun Umum dan Rumah Susun Komersial yang dibangun secara terpisah tidak di atas satu Tanah Bersama. Ayat (a) Cukup ^jelas.


      Pasal 7

      Cukup ^jelas.


      Pasal 8

      Cukup ^jelas.


      Pasal 9

      Cukup ^jelas.


      Pasal 10

      Cukup ^jelas. Pasal 1 1 Cukup ^jelas. Sl( No 092903 A


      Pasal 12

      Ayat Ayat Ayat


      Pasal 13

      Cukup ^jelas.


      Pasal 14

      Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) PRES IDEN REPUBLIK INDONESIA -5- (1) Yang dimaksud dengan "Pelaku Pembangunan lain" adalah pelaku pembangunan yang bersepakat dengan Pelaku Pembangunan Rumah Susun Komersial untuk melakukan pembangunan Rumah Susun Umum sebagai bentuk pemenuhan kewajiban dengan tidak melepaskan tanggung ^jawab ^pelaku Pembangunan Rumah Susun Komersial.

      (2)

      Cukup ^jelas.

      (3)

      Cukup ^jelas. Yang dimaksud dengan "pembangunan secara bertahap" ^adalah kesatuan sistem rencana pembangunan ^Rumah Susun ^pada satu hamparan Tanah Bersama untuk 2 ^(dua) ^atau lebih Rumah Susun yang dilakukan dalam beberapa tahapan ^pembangunan, dan setiap tahapan pembangunan ^yang dimulai ^sejak perencanaan sampai dengan pembangunan selesai diberikan jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun. Contoh: pelaku pembangunan merencanakan ^untuk membangun kumpulan Rumah Susun ^dalam satu ^hamparan yang berjumlah 12 (dua belas) bangunan Rumah Susun ^dalam 3 (tiga) tahapan. Setiap tahapan akan ^dibangun ^4 ^(empat) bangunan Rumah Susun. Dengan demikian ^maka ^untuk ^tahap pertama dengan pembangunan 4 (empat) bangunan ^Rumah Susun sejak perencanaan sampai dengan ^pembangunan ^selesai diberikan ^jangka waktu paling lama 3 ^(tiga) ^tahun, ^hal ^ini berlaku ^juga untuk tahap kedua dan tahap ^ketiga.


      Pasal 15

      Ayat (1) CukuP jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Yang dimaksud dengan "kerja Sama pemanfaatan" adalah kerja sama antara Pelaku Pembangunan dengan Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah selaku pemilik tanah Barang Milik Negara/Daerah untuk memanfaatkan tanah tersebut dalam pembangunan Rumah Susun Umum. Ayat (5) CukuP jelas.


      Pasal 16

      Ayat (1) CukuP jelas. Ayat (21 CukuP jelas. Ayat (3) yang dimaksud. dengan "menjadi bagian" adalah satu kesatuan proses pengaJuan PBG yang dilakukan oleh pelaku pembangunan.


      Pasal 17

      Cukup jelas'


      Pasal 18

      Cukup jelas.


      Pasal 19

      Pasal 2O Pasal 2 1 Pasal Pasal PasaI Pasal Pasal Pasal Yang dimaksud dengan "pendayagunaan tanah wakaf' adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian tanah miliknya untuk pembangunan Rumah Susun Umum dalam ^jangka waktu tertentu berdasarkan prinsip syariah dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "Nazhir" adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari Wakif untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (a) Cukup ^jelas. Ayat (5) Cukup ^jelas. 22 Cukup ^jelas. 23 Cukup ^jelas. 24 Cukup ^jelas. 25 Cukup ^jelas. 26 Cukup ^jelas. 27


      Pasal 28

      Cukup ^jelas.


      Pasal 29

      Cukup ^jelas.


      Pasal 30

      Ayat (1) Yang dimaksud dengan "akta pemisahan" adalah tanda bukti pemisahan Rumah Susun atas Sarusun, Bagian Bersama, Benda Bersama, dan Tanah Bersama dengan Pertelaan yang ^jelas dalam bentuk gambar, uraian, dan batas-batasnya dalam arah vertikal dan horizontal yang mengandung NPP. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas.


      Pasal 31

      Ayat (1) Yang dimaksud dengan "sebagian pembangunan Rumah Susun" adalah satu bangunan Rumah Susun atau lebih dari seluruh rencana bangunan Rumah Susun yang terpisah secara horizontal dan terpisah secara kesatuan konstruksi dalam satuan lingkungan. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "kelaikan fungsi" adalah berfungsinya seluruh atau sebagian bangunan Rumah Susun yang dapat menjamin dipenuhinya persyaratan tata bangunan dan keandalan bangunan Rumah Susun sesuai dengan fungsi ^yang ditetapkan dalam PBG dan izinrencana fungsi dan pemanfaatan.


      Pasal 32

      Cukup ^jelas


      Pasal 33

      Cukup ^jelas


      Pasal 34
      Pasal 34

      Cukup jelas.



      Pasal 35

      Cukup jelas.


      Pasal 36

      Cukup jelas.


      Pasal 37

      Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "prioritas kebutuhan khusus" adalah kelompok sasaran yang menjadi prioritas dan cara penguasaan terhadap Rumah Susun Khusus berdasarkan kebijakan Menteri. Ayat (3) Yang dimaksud dengan "pemilik" adalah Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah. Ayat (a) Cukup jelas.


      Pasal 38

      Cukup jelas.


      Pasal 39

      Cukup jelas. Pasal 40 Huruf a Yang dimaksud dengan "mengalihkan hak penghunian" adalah memberikan hak penghunian kepada pihak lain tanpa izin dari pemilik. Huruf b Cukup jelas. Fluruf c . Huruf c Cukup ^jelas. Pasal 4 1 Cukup ^jelas.


      Pasal 42

      Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (a) Cukup ^jelas. Ayat (5) Yang dimaksud dengan "warkah" adalah dokumen yang merupakan alat pembuktian data fisik dan data yuridis bidang tanah yang telah dipergunakan sebagai dasar pendaftaran bidang tanah tersebut.


      Pasal 43

      Cukup ^jelas.


      Pasal 44

      Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "peralihan hak" adalah beralihnya kepemilikan Sarusun dari pelaku pembangunan kepada ^pembeli (pemilik). Ayat (3)


      Pasal 45

      Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (a) Yang dimaksud dengan "pewarisan" adalah peralihan hak yang terjadi karena hukum dengan meninggalnya pewaris. Ayat (5) Cukup ^jelas.


      Pasal 46

      Cukup ^jelas.


      Pasal 47

      Cukup ^jelas.


      Pasal 48

      Cukup ^jelas.


      Pasal 49

      Cukup ^jelas.


      Pasal 50

      Cukup ^jelas.


      Pasal 51

      Cukup ^jelas.


      Pasal 52

      Cukup ^jelas.


      Pasal 53

      Cukup ^jelas.


      Pasal 54

      Cukup ^jelas.


      Pasal 55

      Cukup jelas.


      Pasal 56

      Cukup ^jelas.


      Pasal 57

      Ayat (1) Yang dimaksud dengan "terjual" adalah pelunasan nilai Sarusun kepada pengembang dan/atau pelunasan kredit konstruksi yang dilakukan oleh pengembang terhadap bank. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal PasaI Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal 58 Cukup ^jelas. 59 Cukup ^jelas. 60 Cukup jelas. 61 Cukup ^jelas. 62 Cukup ^jelas. 63 Cukup ^jelas. 64 Cukup jelas. Pasal 65 .


      Pasal 65

      Cukup jelas.


      Pasal 66

      Cukup jelas.


      Pasal 67

      Ayat (l) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "permohonan baru perjanjian se'uva atas tanah" adalah pembaharuan perjanjian sewa atas tanah yang dilakukan antara pemilik tanah dengan pppsRs yang sebelurnnya perjanjian sewa atas tana-h telah dilakukan antara pemilik ta.nah deng.a.n pelaku pembangunan. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (41 Yang dimaksud dengan "keandalan" adalah terpenuhinya persyaratan aspek keselamatan, kesehatan, kenyamanar, dan kemudahan. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal 68 Cukup ^jelas. 69 Cukup jelas. 70 Cukup jelas. 7t Cukup jelas. 72 Cukup jelas.


      Pasal 73

      PRES lDEN REPUBLIK ^INDONESIA


      Pasal 73

      Cukup ^jelas.


      Pasal 74

      Yang dimaksud dengan "pemeliharaan" adalah kegiatan menjaga keandalan bangr'.nan gedung beserta prasarana dan sarananya agar selalu laik fungsi. Yang dimaksud dengan "perawatan" adalah kegiatan memperbaiki dan/atau mengganti bagian bangunarr gedung, komponen, bahan bangunan, danf atau prasarana dan sarana agar bangunan gedung tetap laik fungsi.


      Pasal 75

      Cukup ^jelas.


      Pasal 76

      Cukup ^jelas.


      Pasal 77

      Ayat (1) Yang dimaksud dengan "ihstitusi lain" antara lain, tinggi, lembaga pendidikan keagamaan berasrama dan penerima pembangunan Rumah Susr.n Khusus sesuai l<etentuan peraturan perundang-undangan. Ayat (2) Cukup ^jelas.


      Pasal 78

      Cukup ^jelas.


      Pasal 79

      Cuktrp ^jelas.


      Pasal 80

      Cukup ^jelas.


      Pasal 81

      PRES lDEN REPUBLIK INDONESIA


      Pasal 82

      Ayat (1) Yang dimaksud dengan "Rumah Susun Umum milik" adalah Rumah Susun yang diselenggarakan untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi MBR dan penguasaannya dengan cara dimiliki. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (a) Cukup ^jelas. Ayat (5) Cukup ^jelas. Ayat (6) Cukup ^jelas.


      Pasal 83

      Ayat (1) Huruf a Cukup ^jelas. Huruf b Cukup ^jelas. Huruf c Cuktrp ielas. Hurr.f d Yang dimaksud dengan "memfasilitasi terbentuknya PPPSRS" adalah metnbcrikan kemudahan antara lain berupa menyediakan akomodasi, ruang rapat, perlengkapan rapat, kc'rnsumsi rapat. Ayat (2) Cukup'jelas.


      Pasal 84

      Cukup jelas.


      Pasal 85

      Cukup ^jelas.


      Pasal 86

      Cukup jelas.


      Pasal 87

      Cukup jelas.


      Pasal 88

      Cukup jelas.


      Pasal 89

      Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "tanda bukti kepemilikan" adalah akta jual beli dan SHM Sarusun atau SKBG Sarusun. Sedangkan "tanda bukti kepenghunian" adalah perjanjian tertulis untuk sewa atau pinjani pakai untuk menghuni Sarusun dari pemilik. Ayat (3) ' Cukup jelas. Ayat (a) Cukup jelas.


      Pasal 90

      Cukup jelas. Pasal 9 1 Ayat (1) C)uknp jelas. Ayat (2i Cukup ^jelas. Ayat (3) Yang dimaksud "menyelenggarakan musyawarah" adalah kegiatan yang diawali derrgan perencanaan, persiapan sarnpai dengan pelaksanaan termasuk menyiapkan naskah Can/atau rancangan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga.


      Pasal 92

      Ayat (1) Huruf a Cukup ^jelas. Huruf b Cukup ^jelas. Huruf c Cukup ^jelas. Huruf d Yang dimaksud dengan "pengawas" ad-alah pemilik yang hadir cialanr musyawarah dan bertempat tinggal di Rumah Susun. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat ^(4) Cukup ^jelas. Ayat (5) Cukup ^jelas. Ayat (6) Cukup ^jelas.


      Pasal 93
      Pasal 94

      Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (a) Yang dimaksud dengan "rapat umllm" aclalah rapat yang dilakukan setelah terbentuknya PPPSRS atau peralihan kepengurusan PPPSRS diakhir periode. Ayat (5) Cukup jelas.



      Pasal 95

      Ayat (l) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "kepengurusan PPPSRS" adalah pemilik yang berdomisili di Rumah Susun tersebut. Ayat ($) Cukup jelas.


      Pasal 96

      Cukup jelas.


      Pasal 97

      Cukup jelas.


      Pasal 98

      Cukup jelas.


      Pasal 99

      Ct^kutp ^jelas. PRES lDEN REPUBLIK INDONESlA


      Pasal 100

      Ayat (1) Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cu up ^jelas. Ayat (a) Cukup ^jelas. Ayat (s) Cukup ^jelas.


      Pasal 101

      Cukup ^jelas.


      Pasal 102
      Pasal 103

      Cukup ^jelas. Pasal 1O4 Ayat (1) Cukup ^jelas. Yang dimaksud dengan "membentuk" adalah ^PPPSRS membentuk Badan Hukum ^pengelola Rumah ^Susun ^yang memiliki kompetensi teknis bangunan dan ^mampu ^melakukan pengelolaan Rumah Susun. Yang dimaksud dengan "menunjuk Badan Hukum ^pengelola" adalah melakukan pemilihan terhadap beberapa ^Badan ^Hukum yang memiliki izin dari Pernerintah Daerah, memiliki kompetensi teknis bangunan dan mampu melal<ukan ^pengelolaan Rumah Susun. Yang dimaksud dettgar, "bekerja sama" ^adalah ^pelaktl pembangunan memperhatikan keselamatan, ^kearnarian, ^dan kenyamanan pemilik dan ^penghuni pada Rumah Susun ^yang sudah ada terkait pada proses ^pembangunan. Ayat (2) Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal Ayat (2) Yang dimaksud dengan "rekomendasi teknis" adalah hasil pemeriksaan kelaikan fungsi Rumah Susun yang dilakukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ay'at (a) Cukup ^jelas. 105 Cukup ^jelas. 106 Cukup ^jelas. t07 C'ukrrp ^je.las. 108 Cukup ^jelas. 109 Cukup ^jelas. 110 Cukup ^jelas. 111 ,dyat.(l) Cukup ^jelas. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Hunrf a Cukup ^jelas. Huruf b sementara. Huruf c Cukup ^jelas. Ayat- (4) Cukup ^jelas. Ayat (5) Cukup ^jelas. Ayat (6) Cukup ^jelas. Pasal 1 12 Cukup ^jelas. Pasal 113. Cukup ^jelas. Pasal 1 14 Cukup ^jelas. Pasal 1 15 Cukup ^jelas. Pasal 1 16 Cukup ^jelas. Pasal 1 17 Cukup ^jelas. Pasal 1 18 Ayat (1) Cukup ^jelas. PRES IDEN REPUBLIK INDONESIA -2t- Yang dimal: sud "sosialisasi" adalah kegiatan ^yang dilakukan pelaku pembangunan unr'uk menyampaikan irrformasi kepada Pemilik atau Per: ghuni mengenai antara lain rencana pembongkaran, pemindahan tempat hunian Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal Ayat (2) Ayat (3) Cukup jelas 119 Cukup jelas. t20 Cukup jelas. L2L Cukup ^jelas. t22 Cukup ^jelas. L23 Cukup ^jelas. r24 Cukup ^jelas. r25 Cukup ^jelas. t26 Cukup ^jelas. t27 Cukup ^jelas. r28 Cukup ^jelas. PRES IDEN REPUBLIK INDONESIA -22- Yang dimaksud dengan "r'iokumen rencana teknis" adalah gambar teknis bangunan gedung dan kelengkapannya yang mengikuti tahapan prarencana, pengernbangan rencana dan pen)rusunan gambar kerja yang terdiri ata.s: rencana arsitektur, rencana strr-rktur, rencana utilitas, serta rencana spesifikasi teknis, rcncana anggaran biaya, dan perhitungan teknis pendukung sesrrai pedoman dan standar teknis yang berlaku. Pasa! Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal L29 Cukup ^jelas. 130 Cukup ^jelas. 131 Cukup ^jelas. t32 Cukup ^jelas. 133 Cukup ^jelas. 134 Cukup ^jelas. 135 Cukup ^jelas. 136 Cukup jelas. r37 Cukup ^jelas. 138 Cukup ^jelas. 139 Cukup jelas. 140 Cukup ^jelas. t41 Cukup jelas. t42 Cukup ^jelas. Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal 143 Cukup ^jelas. t44 Cukup ^jelas. 145 Cukup ^jelas. t46 Cukup ^jelas. 147 Cukup ^jelas. t48 Cukup ^jelas. t49 Cukup ^jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK ^INDONESIA NOMOR ^6625 LAMPIRAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2021 TENTANG PENYELENGGARAAN RUMAH SUSUN IZIN RENCANA FUNGSI DAN PEMANFAATAN RUMAH SUSUN SERTA PENGUBAHANNYA NO. URAIAN KEGIATAN I.AMA PEIAXSANAAN PEIAKU PEMBANGUNAN PEMERINTAH DAERAH L * Permohonan izin denpan melamoirkan oersvaratan.



    166. sertifikat hak atas tanah b. surat keterangan rencana kabupaten/kota c. Eambar rencana tapak d. ^gambar rencana arsitektur yang memuat denah, tampak, dan potongan rumah susun yang menunjukkan dengan ^jelas batasan secara vertikal dan horisontal dari sarusun e. ^gambar rencana struktur beserta oerhitunsannva f. ^gambar rencana ^yang menunjukkan dengan lelas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama A. ^gambar rencana utilitas umum dan ^instalasi beserta oerlengkapannva 2 Evaluasi permohonan 5 harr kerja * 3 Keputusan evaluasr ^permohonan t hari kerja Idak t" 4 Pengesahan izrn rencana fungsi dan pemanfaatan rumah susun drterbitkan dalam satu kesatuan proses Persetujuan Bangunan Gedung t harr kerja Trdakl 5 Pengubahan rencana fungsi dan ^pemanfaatan (apabrla ada) .l Y I 6 Permohonan pengubahan rzin rencana fungsr dan pemanfaatan rumah susun denaan melamprrkan oersvaratan:

    a. rzin rencana fungsr dan ^pemanfaatannya ^yanE telah disahkan b. cambar rencana taoak beserta Deneubahannva c. eambar rencana arsitektur beserta oensubahannva d. sambar rencana struktur dan oerhrtunsannva beserta Deneubahannva e. ^gambar rencana yang menunjukkan dengan ^jelas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama beserta ^pengubahannya f. gambar rencana utilrtas umum dan instalasi beserta perlengkapannya beserta ^pengubahannva 7 Evaluasr ^permohonan pengubahan 5 harr kerja + 8 Keputusan evaluasr permohonan pengubahan t hari kerla Tidak + 9 Pengesahan pengubahan izin rencana fungsi dan pemanfaatan rumah susun I hari kerla vra O PRES lOEN REPUBLIK INDONESIA -2- KETERANGAN * O , I a : menjadi bagian proses Persetujuan Bangunan Gedung : mulai (startl atau (Ttnish) : data masuk : kegiatan evaluasi : opsi ya atau tidak r proses permohonan ditolak dan wajib melengkapi dokumen PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, JOKO WIDODO ttd

Webmentions

Anda dapat memberikan tanggapan atas peraturan ini dengan like, retweet/repost pada tweet yang mencantumkan tautan pada laman ini.

Tanggapan (0):