Kewenangan dan Kelembagaan Pelaksanaan Kebijakan Otonomi Khusus Provinsi Papua

Peraturan Pemerintah Nomor 106 Tahun 2021

Kerangka<< >>

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 106 TAHUN 2021 TENTANG KEWENANGAN DAN KELEMBAGAAN PELAKSANAAN KEBIJAKAN OTONOMI KHUSUS PROVINSI PAPUA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 4 ayat (7), Pasal 6 ayat (6), Pasal 6A ayat (6), Pasal 56 ayat (9), Pasal 59 ayat (8), Pasal 68A ayat (4), dan Pasal 76 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2O2l tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2OOL tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Kewenangan dan Kelembagaan Pelaksanaan Kebijakan Otonomi Khusus Provinsi Papua;

  1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

  2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2OOl tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 135, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4151) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2O2l tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2OOl tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua (Lembaran Negara Republik lndonesia Tahun 2O2l Nomor 155, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6697); 3 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2Ol4 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2Ol4 Nomor 244, Tarnbahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2O2O tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2O2O Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573); MEMUTUSKAN: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG KEWENANGAN DAN KELEMBAGAAN PELAKSANAAN KEBIJAKAN OTONOMI KHUSUS PROVINSI PAPUA. BAB I KETENTUAN UMUM

    Pasal 1

    Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan Provinsi Papua adalah provinsi-provinsi yang berada di wilayah Papua yang diberi Otonomi Khusus dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Otonomi Khusus adalah kewenangan khusus yang diakui dan diberikan kepada Provinsi Papua untuk mengatur dan mengurLls kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi dan hak dasar masyarakat Papua. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia ^yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Menetapkan 1 2 3 4. Pemerintah Daerah Provinsi Papua adalah Gubernur sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah Provinsi Papua. 5. Kewenangan Pemerintah Daerah Provinsi Papua adalah hak Pemerintah Daerah Provinsi Papua untuk menentukan atau mengambil kebijakan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan. 6. Kewenangan Khusus adalah kewenangan yang diberikan secara khusus bagi Provinsi Papua. 7. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota adalah Bupati/Wali Kota sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah Kabupaten / Kota. 8. Gubernur Provinsi Papua yang selanjutnya disebut Gubernur adalah Kepala Daerah dan Kepala Pemerintahan yang bertanggung jawab penuh menyelenggarakan pemerintahan di Provinsi Papua dan sebagai wakil Pemerintah Pusat di Provinsi Papua. 9. Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disingkat ASN adalah profesi bagi pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja pada instansi pemerintah. 10. Dewan Perwakilan Ralryat Papua yang selanjutnya disingkat DPRP adalah lembaga perwakilan daerah Provinsi Papua yang berkedudukan sebagai salah satu unsur penyelen ggar a pemerintahan daerah Provinsi Papua. 1 1. Majelis Ralryat Papua yang selanjutnya disingkat MRP adalah representasi kultural Orang Asli Papua, yang memiliki wewenang tertentu dalam rangka pelindungan hak-hak Orang Asli Papua dengan berlandaskan pada penghormatan terhadap Adat dan budaya, pemberdayaan perempuan, dan pemantapan kerukunan hidup beragama.


  3. Peraturan .

  4. Peraturan Daerah Khusus yang selanjutnya disebut Perdasus adalah Peraturan Daerah Provinsi Papua dalam rangka pelaksanaan pasal-pasal tertentu dalam Peraturan Pemerintah ini. 13. Peraturan Daerah Provinsi yang selanjutnya disebut Perdasi adalah Peraturan Daerah Provinsi Papua dalam rangka pelaksanaan kewenangan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. 14. Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota yang selanjutnya disingkat DPRK adalah lembaga perwakilan daerah kabupaten/kota yang berkedudukan sebagai salah satu unsur penyelenggara pemerintahan daerah kabupaten/kota di Provinsi Papua. 15. Kelompok Khusus adalah tempat terhimpunnya anggota DPRP atau DPRK yang berasal dari mekanisme pengangkatan dan kedudukannya setara dengan fraksi. 16. Panitia Seleksi yang selanjutnya disingkat Pansel adalah penyelenggara pengisian keanggotaan DPRP atau DPRK melalui mekanisme pengangkatan yang dibentuk pada tingkat provinsi atau kabupaten/kota. 17. Badan Pengarah Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua adalah badan khusus yang melaksanakan sinkronisasi, harmonisasi, evaluasi, dan koordinasi percepatan pembangunan dan pelaksanaan Otonomi Khusus di wilayah Papua. 18. Kampung atau yang disebut dengan nama lain adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan nasional dan berada di daerah kabupaten/kota. 19.. Adat adalah kebiasaan yang diakui, dipatuhi, dilembagakan, dan dipertahankan oleh masyarakat adat setempat secara turun-temurun.

  5. Masyarakat 20. Masyarakat Adat adalah warga masyarakat asli Papua yang hidup dalam wilayah dan terikat serta tunduk kepada Adat tertentu dengan rasa solidaritas yang tinggi di antara para anggotanya. 2L Hukum Adat adalah aturan atau norma tidak tertulis ^yang hidup dalam masyarakat hukum Adat yang mengatur, mengikat dan dipertahankan, serta mempunyai sanksi. 22. Masyarakat Hukum Adat adalah warga masyarakat asli Papua yang sejak kelahirannya hidup dalam wilayah tertentu ^'dan terikat serta tunduk kepada hukum Adat tertentu dengan rasa solidaritas yang tinggi di antara para anggotanya. 23. Hak Ulayat adalah hak persekutuan yang dipunyai oleh Masyarakat Hukum Adat tertentu atas suatu wilayah tertentu yang merupakan lingkungan hidup para warganya, yarug meliputi hak untuk memanfaatkan tanah, hutan, dan air serta isinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan. 24. Orang Asli Papua yang selanjutnya disingkat OAP adalah orang yang berasal dari rumpun ras Melanesia yang terdiri atas suku-suku asli di Provinsi Papua dan/atau orang yang diterima dan diakui sebagai OAP oleh Masyarakat Adat Papua. 25. Penduduk Provinsi Papua yang selanjutnya disebut Penduduk adalah semua orang yarrg menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, terdaftar dan bertempat tinggal di Provinsi Papua. 26. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri. 27. Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah yang selanjutnya disingkat DPOD adalah dewan yang memberikan pertimbangan kepada Presiden mengenai rancangan kebijakan otonomi daerah.

  6. Anggaran .

  7. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negarayang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan Pemerintah Pusat yang ditetapkan dengan undang-undang. 29. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah ^yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan daerah yang ditetapkan dengan peraturan daerah. 30. Hari adalah hari kerja. 31. Distrik yang dahulu dikenal dengan nama kecamatan adalah wilayah kerja kepala Distrik sebagai perangkat daerah kabupaten/ kota. 32. Pemekaran Daerah adalah pemecahan provinsi atau kabupaten/kota menjadi dua daerah atau lebih.

    Pasal 2

    Peraturan Pemerintah ini bertujuan memberikan arah pelaksanaan kekhususan Provinsi Papua.


    Pasal 3

    Ruang lingkup Peraturan Pemerintah ini meliputi:

    1. Kewenangan Pemerintah Daerah Provinsi Papua dan Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota;

    2. pengisian anggota DPRP dan DPRK yang diangkat dari unsur OAP;

    3. Badan Pengarah Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua; dan

    4. pemekaran daerah. BAB II BAB II KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH PROVINSI PAPUA Bagian Kesatu Kewenangan Dalam Rangka Pelaksanaan Otonomi Khusus Pasal 4 (1) Kewenangan Pemerintah Daerah Provinsi Papua mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan, kecuali kewenangan bidang:

    5. politik luar negeri;

    6. pertahanan keamanan;

    7. moneter dan fiskal;

    8. agama;

    9. yustisi; dan

    10. kewenangan tertentu. (21 Kewenangan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f meliputi:

    11. kebijakan tentang perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan nasional secara makro;

    12. dana perimbangan keuangan;

    13. sistem administrasi negara dan lembaga perekonomian negara;

    14. kewenangan pembinaan dan pemberdayaan sumber daya manusia; dan

    15. pendayagunaan sumber daya alam serta teknologi tinggi yang strategis, konservasi, dan standardisasi nasional. (3) Dalam rangka pelaksanaan Otonomi Khusus, Pemerintah Daerah Provinsi Papua dan Pemerintah Daerah KabupatenlKota diberi Kewenangan Khusus dalam bidang:

    16. pendidikan .

    17. pendidikan dan kebudayaan;

    18. kesehatan;

    19. sosial;

    20. perekonomian;

    21. kependudukan dan ketenagakerjaan; dan

    22. pembangunan berkelanjutan dan lingkungan hidup. (4) Kewenangan Khusus bidang perekonomian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d meliputi bidang urusan:

    23. pangan;

    24. pertanian;

    25. koperasi, usaha kecil dan menengah;

    26. penanaman modal;

    27. energi dan sumber daya mineral;

    28. kelautan dan perikanan;

    29. pemberdayaan masyarakat dan Kampung/kampung adat;

    30. perhubungan;

    31. komunikasi dan informatika;

    32. pariwisata dan ekonomi kreatif;

    33. perdagangan;


  8. perindustrian; dan

    1. persandian. (5) Kewenangan Khusus bidang kependudukan dan ketenagakerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf e meliputi bidang urusan:

    2. administrasi kependudukan dan pencatatan sipil;

    3. pengendalian penduduk dan keluarga berencana; dan

    4. tenaga kerja.

      (6)

      (71 (8) (e) (10) Kewenangan Khusus bidang pembangunan berkelanjutan dan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat ^(3) huruf f meliputi bidang urusan:

    5. kehutanan;

    6. lingkungan hidup;

    7. pekerjaan umum dan perumahan ralryat;

    8. pertanahan;

    9. kepemudaan dan keolahragaan;

    10. pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak;

    11. ketenteraman dan ketertiban umum serta perlindungan masyarakat;

    12. perpustakaan; dan

    13. kearsipan. Untuk melaksanakan Kewenangan Khusus terkait urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pemerintah Daerah Provinsi Papua memiliki kewenangan di bidang perangkat daerah dan manajemen ASN. Pemerintah Daerah Provinsi Papua dalam melaksanakan Kewenangan Khusus sebagaimana dimaksud ^pada ayat ^(3) dapat melimpahkan kepada Pemerintah Daerah KabupatenlKota disertai dengan pendanaan dan bantuan sumber daya lainnya. Rincian kewenangan Pemerintah Daerah Provinsi Papua dan Pemerintah Daerah KabupatenlKota sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini. Kewenangan selain yang tercantum dalam Lampiran Peraturan Pemerintah ini dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perLrndang-undangan. Bagian Bagian Kedua Kewenangan Bidang Pendidikan dan Kebudayaan Paragraf 1 Pendidikan Pasal 5 (1) Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi Papua, dan Pemerintah Daerah KabupatenlKota bertanggung ^jawab terhadap penyelenggaraan pendidikan pada ^jalur, ^jenjang, dan jenis pendidikan sesuai dengan kewenangannya dengan memperhatikan hak asasi manusia, budaya, kearifan lokal, dan kemajemukan bangsa. (2) Rencana penyelenggaraan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan bersama dengan Pemerintah Daerah Provinsi Papua dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dengan memperhatikan masukan dari komponen masyarakat. (3) Rencana penyelenggaraan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam rencana induk percepatan pembangunan Papua sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah mengenai penerimaarr, pengelolaan, pengawasan, dan rencana induk percepatan pembangunan dalam rangka pelaksanaan Otonomi Khusus Provinsi Papua. (41 Kewenangan Pemerintah Daerah Provinsi Papua dan Pemerintah Daerah KabupatenlKota dalam penyelenggaraan pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi suburusan:

    14. manajemen pendidikan;

    15. kurikulum;

    16. pendidik dan tenaga kependidikan;

    17. perizinan pendidikan; dan

    18. bahasa dan sastra. (5) Dalam menyelenggarakan suburusan manajemen pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (41 huruf a, Pemerintah Pusat menetapkan standar nasional pendidikan dan menyelenggarakan pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi selain akademi komunitas. (6) Dalam melaksanakan suburusan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Pemerintah Daerah Provinsi Papua dan Pemerintah Daerah KabupatenlKota wajib men1rusun pangkalan data peserta didik termasuk peserta didik OAP sebagai dasar untuk menyediakan layanan pendidikan berkualitas. (7) Rincian suburusan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini. Pasal 6 (1) Penetapan standar nasional pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (5) meliputi standar nasional pendidikan pada pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, pendidikan menengah, pendidikan tinggi, dan pendidikan khusus yang digunakan sebagai pedoman da-lam penyelenggaraan pendidikan bagi pemerintah daerah, masyarakat penyelenggara pendidikan, dan perguruan tinggi sesuai dengan kewenangannya. (2) Pemenuhan standar nasional pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara bertahap sesuai dengan kondisi dan kebutuhan daerah. Pasal 7 (1) Kualifikasi akademik dan kompetensi pendidik untuk guru pada taman kanak-kanak, sekolah dasar, pendidikan kesetaraan program paket A atau bentuk lain yang sederajat paling rendah lulusan pendidikan menengah dan telah mengikuti pendidikan guru selama 2 (dua) tahun di lembaga pendidikan yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat.

      (2)

      Pendidikan (2) Pendidikan guru selama 2 (dua) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pemenuhan kualifikasi akademik dan pendidikan profesi guru. (3) Pemerintah Daerah KabupatenlKota dapat mengangkat guru dengan kualifikasi akademik dan kompetensi pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 7 (tujuh) tahun sejak Peraturan Pemerintah ini diundangkan. (4) Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota wajib meningkatkan kualifikasi akademik guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ke jenjang sarjana atau dipioma 4 (empat) paling lambat 10 (sepuluh) tahun sejak Peraturan Pemerintah ini diundangkan. (5) Pemerintah Daerah Provinsi Papua melakukan fasilitasi peningkatan kualifikasi akademik guru sebagaimana dimaksud pada ayat (4). (6) Kua-lifikasi akademik dan kompetensi pendidik pada sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas, sekolah menengah kejuruan, sekolah luar biasa, pendidikan kesetaraan program paket B dan paket C atau bentuk lain yang sederajat, dan akademi komunitas sesuai dengan ketentuan peraturan perLlndang-undangan.

      Pasal 8

      Guru pada satuan pendidikan di daerah khusus Provinsi Papua yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan dapat mengajar lintas mata pelajaran, kelas, dan/atau jenjang. Pasal 9 (1) Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi Papua, Pemerintah Daerah KabupatenfKota, dan masyarakat penyelenggara pendidikan sesuai dengan kewenangannya menjamin kesejahteraan dan keamanan pendidik dan tenaga kependidikan untuk semua jalur, jenjang, dan jenis pendidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


      (2)

      Jaminan (2) Jaminan kesejahteraan sebagaimana dimaksud ^pada ayat (1) diberikan paling sedikit dalam bentuk:

    19. pemberian insentif tambahan berbasis kinerja dan kehadiran; dan/atau

    20. bantuan peningkatan kualifikasi dan kompetensi. (3) Jaminan keamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan mendayagunakan ^potensi Masyarakat Hukum Adat setempat dan/atau melibatkan pihak berwenang. Pasal 10 (1) Pemerintah Daerah Provinsi Papua dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dapat memberikan bantuan kepada masyarakat penyelenggara pendidikan yang memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. (21 Pemberian bantuan kepada masyarakat penyelenggara pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memperhatikan status dan domisili penyelenggara pendidikan, serta memprioritaskan pengurus dan peserta didik pada masyarakat penyelenggara pendidikan yang mayoritas berasal dari OAP. Paragraf 2 Kebudayaan Pasal 1 1 (1) Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi Papua, dan Pemerintah Daerah KabupatenlKota bertanggung ^jawab terhadap pelestarian dan pemajuan kebudayaan sesuai dengan kewenangannya. (2) Pelestarian dan pemajuan kebudayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui:

    21. pelindungan kebudayaan;

    22. pengembangankebudayaan;

    23. pemanfaatan kebudayaan; dan

    24. pembinaan kebudayaan. (3) Kewenangan Pemerintah Daerah Provinsi Papua dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam pelestarian dan pemajuan kebudayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi suburusan:

    25. objek pemajuan kebudayaan;

    26. pokok pikiran kebudayaan daerah;

    27. perfilman nasional;

    28. cagar budaya;

    29. permuseuman;

    30. sejarah; dan

    31. penghargaan kebudayaan. (41 Rincian suburusan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini. Bagian Ketiga Kewenangan Bidang Kesehatan Pasal 12 (1) Dalam melaksanakan kewenangan bidang kesehatan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Provinsi Papua wajib:

    32. menetapkan standar mutu pelayanan kesehatan;

    33. memberikan pelayanan kesehatan bagi Penduduk;

    34. melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan penyakit yang menjadi kewenangannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

    35. menyediakan tenaga kesehatan sesuai dengan lingkup tugas dan kewenangan masing-masing.

      (2)

      Penetapan standar mutu pelayanan kesehatan ^yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Provinsi ^Papua sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berpedoman pada standar mutu yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. (3) Pelayanan kesehatan bagi Penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:

    36. peningkatan gizi masyarakat;

    37. kesehatan reproduksi;

    38. kesehatan ibu dan anak;

    39. kesehatan lanjut usia;

    40. kesehatan ^jiwa; dan

    41. pelayanan kesehatan lainnya yang mendukung keberlangsungan hidup masyarakat Papua. (41 Upaya pencegahan dan penanggulangan ^penyakit sebagaimana dimaksud pada ayat ^(1) huruf ^c ^meliputi:

    42. pencegahan dan penanggulangan ^penyakit ^endemis dan/atau penyakit yang membahayakan kelangsungan hidup Penduduk; dan

    43. pencegahan dan penanggulangan ^penyakit ^menular dan penyakit tidak menular sesuai dengan ^lingkup tugas dan kewenangan masing-masing. (5) Penyediaan tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud ^pada ayat (1) huruf d oleh Pemerintah Pusat bersifat ^dukungan dalam bentuk penugasan tenaga kesehatan ^sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (6) Pelaksanaan kewajiban sebagaimana dimaksud ^pada ayat (1) dilakukan dengan memprioritaskan upaya ^promotif dan preventif. Pasal 13 (1) Dalam melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf c, Pemerintah Daerah Provinsi Papua dan Pemerintah Daerah KabupatenfKota memberikan peranan sebesar-besarnya kepada lembaga keagamaan, dunia usaha, dan organisasi kemasyarakatan yang memenuhi persyaratan. (21 Dalam melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf c, Pemerintah Daerah Provinsi Papua dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dapat menetapkan kebijakan bagi perusahaan ^yang beroperasi dalam wilayah provinsi untuk mengalokasikan dana sebagai bagian tanggung ^jawab sosial perusahaan untuk mendukung pelayanan kesehatan masyarakat terutama Masyarakat Hukum Adat yang berada di lokasi kegiatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Pasal 14 (1) Dalam melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasa-l 12 ayat (1), Pemerintah Daerah Provinsi Papua dan Pemerintah Daerah KabupatenlKota dapat:

    44. bekerja sama derigan lembaga keagamaan dan/atau lembaga swadaya masyarakat, untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan dan/atau meningkatkan kemampuan profesional tenaga kesehatan; dan/atau

    45. memberikan bantuan pada lembaga keagamaan dan/atau lembaga swadaya masyarakat yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan dan/atau meningkatkan kemampuan profesional tenaga kesehatan. (21 Pelaksanaan kerja sama dan bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 15 (1) Setiap Penduduk berhak memperoleh ^pelayanan ^kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat ^(3) ^dengan beban masyarakat serendah-rendahnya dengan ^sumber pendanaan utamanya berasal dari penerimaan dalam rangka Otonomi Khusus. (21 Dalam rangka pemenuhan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi Papua, dan Pemerintah Daerah KabupatenlKota wajib menyiapkan dan menyelaraskan data kependudukan secara terpadu dan terintegrasi ^guna mewujudkan sistem jaminan kesehatan bagi OAP. (3) Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi Papua, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota wajib:

    46. mengalokasikan anggaran kesehatan untuk upaya pelayanan kesehatan bagi OAP; dan

    47. menjamin kesejahteraatT dan keamanan ^tenaga kesehatan. (4) Anggaran dari Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a merupakan pelengkap terhadap pelaksanaan pelayanan kesehatan yang sumber pendanaannya berasal dari penerimaan dalam rangka Otonomi Khusus. (5) Jaminan atas kesejahteraan dan keamanan tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b yang diberikan oleh Pemerintah Pusat dilakukan bekerja sama dengan pemerintah daerah setempat. Pasal 16 Pemerintah Daerah Provinsi Papua dan Pemerintah Daerah KabupatenlKota menetapkan kebijakan pembatasan mutasi tenaga kesehatan ke ^jabatan di luar bidang kesehatan dengan memperhatikan ketersediaan tenaga kesehatan dan kebutuhan pelayanan kesehatan. Pasal 17 (1) Rencana penyelenggaraan kesehatan disusun oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan bersama dengan Pemerintah Daerah Provinsi Papua dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dengan memperhatikan masukan dari komponen masyarakat.

      (2)

      Rencana .

      (2)

      Rencana penyelenggaraan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam rencana induk percepatan pembangunan Papua sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah mengenai penerimaan, pengelolaan, pengawasan, dan rencana induk percepatan pembangunan dalam rangka pelaksanaan Otonomi Khusus Provinsi Papua. Pasal 18 Rincian kewenangan Pemerintah Daerah Provinsi Papua dan Pemerintah Daerah KabupatenlKota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini. Bagian Keempat Kewenangan Bidang Sosial Pasal 19 (1) Pemerintah Daerah Provinsi Papua dan Pemerintah Daerah KabupatenlKota sesuai dengan kewenangannya berkewajiban memelihara dan memberikan jaminan hidup yang layak kepada Penduduk pemerlu pelayanan kesejahteraan sosial. (2\ Untuk melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Daerah Provinsi Papua dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota wajib:

    48. menyiapkan data keluarga Penduduk; dan

    49. memberikan perlindungan dan jaminan sosial. (3) Data keluarga Penduduk sebagaimana dimaksud pada ayat (21 terintegrasi dengan data terpadu kesejahteraan sosial dan data kependudukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (4) Dalam pelaksanaan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), telah memastikan perlindungan dan jaminan sosial bagi OAP.

      (5)

      Dalam .

      (5)

      Dalam melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) Pemerintah Daerah Provinsi Papua dan Pemerintah ^Daerah KabupatenlKota memberikan peranan sebesar-besarnya kepada masyarakat Papua termasuk lembaga swadaya masyarakat. (6) Rincian kewenangan Pemerintah Daerah Provinsi Papua dan Pemerintah Daerah KabupatenlKota tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini. Bagian Kelima Kewenangan Bidang Perekonomian Pasal 20 (1) Usaha perekonomian di Provinsi Papua dilakukan dengan memperhatikan sumber daya manusia setempat dengan mengutamakan OAP. (2) Pelaksanaan kewenangan bidang perekonomian meliputi urusan bidang:

    50. pangan;

    51. pertanian;

    52. koperasi, usaha kecil dan menengah;

    53. penanaman modal;

    54. energi dan sumber daya mineral;

    55. kelautan dan perikanan;

    56. pemberdayaan masyarakat dan Kampung/kampung adat;

    57. perhubungan;

    58. komunikasi dan informatika;

    59. pariwisata dan ekonomi kreatif;

    60. perdagangan k. perdagangan;

  9. perindustrian; dan

    1. persandian. (3) Rincian kewenangan Pemerintah Daerah Provinsi ^Papua dan Pemerintah Daerah KabupatenlKota tercantum ^da-lam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini. Bagian Keenam Kewenangan Bidang Kependudukan dan Ketenagakerj aan Pasal 2 1 (1) Pemerintah Daerah Provinsi Papua melakukan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian terhadap pertumbuhan penduduk di Provinsi Papua. (2) Pemerintah Daerah Provinsi Papua men5rusun data kependudukan OAP melalui pengembangan sistem informasi administrasi kependudukan. (3) PenSrusunan data kependudukan OAP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh ^perangkat daerah Pemerintah Daerah Provinsi Papua yang menyelenggarakan urusan kependudukan dan pencatatan sipil. (41 Dalam melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (21 dan ayat (3), Pemerintah Daerah Provinsi Papua berkoordinasi dengan unit kerja yang menangani kependudukan dan pencatatan sipil pada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri. Pasal 22 (1) Setiap Penduduk berhak atas pekerjaan dan penghasilan yang layak serta bebas memilih danf atau pindah pekerjaan sesuai dengan bakat dan kemampuannya.

      (2)

      oAP (2) OAP berhak memperoleh kesempatan dan diutamakan untuk mendapatkan pekerjaan dalam semua bidang pekerjaan di wilayah Provinsi Papua berdasarkan pendidikan dan keahliannya. (3) Rincian kewenangan Pemerintah Daerah Provinsi Papua dan Pemerintah Daerah KabupatenlKola tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini. Bagian Ketujuh Pembangunan Berkelanjutan dan Lingkungan Hidup Pasal 23 (1) Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi Papua, dan Pemerintah Daerah KabupatenlKota berkewajiban melakukan pengelolaan lingkungan hidup secara terpadu dengan memperhatikan penataan ruang, melindungi sumber daya alam hayati, sumber daya alam nonhayati, sumber daya buatan, konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, cagar budaya, dan keanekaragaman hayati serta perubahan iklim dengan memperhatikan hak Masyarakat Adat dan untuk sebesar-besarnya bagi kesejahteraan Penduduk. (2) Pembangunan di Provinsi Papua dilakukan dengan berpedoman pada prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan, pelestarian lingkungan, manfaat, dan keadilan dengan memperhatikan rencana tata ruang. (3) Pelaksanaan kewenangan bidang pembangunan berkelanjutan dan lingkungan hidup meliputi urusan bidang:

    2. kehutanan;

    3. lingkungan hidup;

    4. pekerjaan umum dan perumahan ralryat;

    5. pertanahan;

    6. kepemudaan .

    7. kepemudaan dan keolahragaan;

    8. pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak;

    9. ketenteraman dan ketertiban umum serta perlindungan masyarakat Papua;

    10. perpustakaan; dan

    11. kearsipan. (41 Rincian kewenangan Pemerintah Daerah Provinsi Papua dan Pemerintah Daerah KabupatenlKota tercantum da-lam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini. Bagian Kedelapan Kelembagaan Perangkat Daerah Paragraf 1 Kelembagaan Daerah Pasal 24 (1) Da-lam rangka melaksanakan Kewenangan Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3), Pemerintah Daerah Provinsi Papua memiliki kekhususan dalam penJrusunan kelembagaan perangkat daerah. (2) Pemerintah Daerah Provinsi Papua, DPRP, dan MRP dalam melaksanakan kewenangan dibantu oleh perangkat daerah. (3) Perangkat daerah provinsi terdiri atas:

    12. sekretariat daerah provinsi;

    13. sekretariat DPRP;

    14. inspektorat;

    15. sekretariat MRP;

    16. dinas;

    17. badan f. badan; dan

    18. organisasi perangkat daerah lainnya dalam rangka Otonomi Khusus yang dibentuk berdasarkan ketentuan peraturan perulndang-undangan. (4) Pembentukan perangkat daerah Provinsi Papua sesuai dengan kekhususan dan kebutuhan Provinsi Papua sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf g dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah dan sumber daya manusia. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan perangkat daerah Provinsi Papua sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (41 diatur dengan Perdasi. Pasal 25 (1) Perangkat daerah kabupaten/kota terdiri atas:

    19. sekretariat daerah kabupatenlkota;

    20. sekretariat DPRK;

    21. inspektorat;

    22. dinas;

    23. badan; dan

    24. Distrik. (2) Pembentukan perangkat daerah kabupatenlkota sesuai kekhususan dan kebutuhan kabupatenlkota dengan mempertimbangkan:

    25. kemampuan keuangan daerah;

    26. sumber daya manusia; dan

    27. pedoman kebijakan pembentukan perangkat daerah yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Provinsi Papua. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan perangkat daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Daerah. Paragraf 2 Pemerintahan Distrik Pasal 26 (1) Dalam rangka peningkatan kapasitas pemerintahan Distrik, Pemerintah Daerah Provinsi Papua memberikan tugas pembantuan kepada pemerintah Distrik. (2) Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota wajib melimpahkan sebagian kewenangan urusan terkait pelayanan publik kepada pemerintah Distrik disertai dukungan sumber daya manusia, pendanaan, dan pembiayaan dengan memperhatikan kondisi geografis, efektivitas pelayanan publik, dan rentang kendali pelayanan. (3) Kewenangan urusan terkait pelayanan publik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit terdiri atas:

    28. penerbitan dokumen kependudukan pada wilayah tertinggal, terpencil, dan terdepan;

    29. penerbitan pendaftaran perizinan berusaha yang diajukan oleh pelaku usaha pada Distrik tertinggal, terdepan, terluar, danf atau belum ada ^jaringan internet;

    30. pemberdayaan masyarakat;

    31. penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum;

    32. pemeliharaan sarana dan fasilitas umum; dan

    33. pengawasan dan asistensi penyelenggaraan pemerintahan Kampung/ kampung adat. (4) Pembentukan, struktur organisasi, dan tata kerja pemerintahan Distrik disusun sesuai dengan tipelogi dan klasifikasi berbasis Adat dan agroekosistem yang ditetapkan dengan Perdasi dan dikonsultasikan kepada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri.

      (5)

      Kepala Distrik diangkat dari pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan dan pernah bertugas di Distrik tersebut paling sedikit selama 2 (dua) tahun. (6) Dalam rangka penguatan Distrik, Pemerintah Daerah Provinsi Papua dan Pemerintah Daerah KabupatenlKota bersama dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri melakukan kajian dan pen5rusunan rencana induk peningkatan kapasitas pemerintah Distrik di Provinsi Papua. Bagian Kesembilan Manajemen ASN Pasal 27 (1) Dalam rangka melaksanakan Kewenangan Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3), Pemerintah Daerah Provinsi Papua memiliki kekhususan dalam manajemen ASN. (2) Pemerintah Daerah Provinsi Papua menetapkan kebijakan kepegawaian provinsi dengan berpedoman pada norma, standar, dan prosedur penyelenggaraan manajemen ASN. (3) Dalam hal penetapan kebijakan kepegawaian provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat terpenuhi, Pemerintah Daerah Provinsi Papua dan Pemerintah Daerah KabupatenlKota dapat menetapkan kebijakan kepegawaian sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan daerah. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai penetapan kebijakan kepegawaian provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan Perdasi. (5) Pen5rusunan Perdasi yang menyangkut kebijakan kepegawaian sebagaimana dimaksud pada ayat (41 dikonsultasikan kepada Menteri dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi. Pasal 28 (1) Bupati/Wali Kota menyampaikan usulan kebutuhan ASN melalui danf atau dikoordinasikan oleh Gubernur selaku wakil Pemerintah Pusat di daerah. (2) Pengusulan kebutuhan ASN di lingkungan Pemerintah Daerah Provinsi Papua disampaikan oleh Gubernur. (3) Pengusulan kebutuhan ASN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (21 dengan memperhatikan potensi dan arah pembangunan serta kemampuan keuangan daerah. (4) Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi menetapkan kebutuhan ASN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) setelah dilakukan verifikasi dan validasi. Pasal 29 (1) Gubernur/Bupati/Wali Kota dalam mengusulkan kebutuhan, melaksanakan penerimaan, danf atau pengangkatan ASN dalam jabatan tertentu mengutamakan OAP. (2) Pengutamaan ASN OAP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dimungkinkan 6Ooh (enam puluh persen) dan/atau paling banyak 80% (delapan puluh persen). (3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku untuk jabatan yang membutuhkan kompetensi khusus. Pasal 30 (1) Pemerintah Pusat memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada OAP untuk bekerja dan membina karier di instansi Pemerintah Pusat sesuai dengan kompetensi dan keahliannya. (2) Gubernur, Bupati, dan Wali Kota mempromosikan OAP untuk berkarier pada lembaga pemerintah tingkat nasional sesuai pengalaman, kompetensi, dan bidang keahliannya.

      (3)

      Pemerintah (3) Pemerintah Daerah Provinsi Papua dan Pemerintah Daerah KabupatenlKota melaksanakan dan mengembangkan program pendidikan unggulan di dalam dan/atau luar negeri dalam rangka menghasilkan ASN dari unsur OAP yang memiliki kualifikasi dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. (4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (7), ayat (21, dan ayat (3) dilakukan secara terbuka dan kompetitif. Pasal 3 1 Pemerintah Daerah Provinsi Papua dalam pengembangan pegawai ASN Papua memiliki kewenangan:

    34. memfasilitasi dan mengawasi alokasi dan pemindahan pegawai ASN potensial antardaerah kabupaten/kota dan dari kabupaten/kota ke Provinsi Papua dan sebaliknya;

    35. melakukan koordinasi dengan Pemerintah Pusat dalam rangka mengutamakan OAP dalam pengangkatan Hakim dan/atau Jaksa, ASN, dan pembinaan karier di instansi Pemerintah Pusat sesuai dengan kompetensi dan keahliannya;

    36. melarang mutasi tenaga kesehatan ke ^jabatan di luar bidang kesehatan;

    37. melarang mutasi tenaga kependidikan ke ^jabatan di luar bidang pendidikan;

    38. meningkatan kualitas dan kompetensi ASN;

    39. meningkatkan kapasitas pemerintahan Distrik melalui pemberian tugas pembantuan dari Pemerintah Daerah Provinsi Papua ke Distrik;

    40. mengembangkan program dan kegiatan serta pembiayaan tugas pembantuan melalui Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; dan

    41. menata struktur dan tata kerja pemerintah Distrik sesuai kriteria tipelogi dan berdasarkan karakteristik berbasis Adat dan ekosistem. BAB III (1) BAB ITI PENGISIAN ANGGOTA DPRP DAN DPRK YANG DIANGKAT DARI UNSUR OAP Bagian Kesatu Pengangkatan Anggota DPRP Paragraf 1 Susunan dan Kedudukan

      Pasal 32

      DPRP terdiri atas anggota yang:


    42. dipilih dalam pemilihan umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

    43. diangkat dari unsur OAP. (2) Masa jabatan anggota DPRP yang diangkat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah selama 5 (lima) tahun dan berakhir bersamaan dengan masa ^jabatan anggota DPRP yang dipilih melalui pemilihan umum. (3) Anggota DPRP yang diangkat menduduki salah satu unsur wakil ketua DPRP. (4) Penugasan salah satu anggota DPRP yang diangkat menjadi wakil ketua DPRP ditetapkan berdasarkan musyawarah dan/atau mekanisme pengambilan keputusan lainnya oleh . ^anggota ^DPRP ^yang diangkat. (5) Unsur wakil ketua DPRP yang diangkat melalui mekanisme pengangkatan tidak mengurangi jumlah unsur pimpinan yang berasal dari partai politik hasil pemilihan umum. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dalam Peraturan DPRP.

      Pasal 33
      Pasal 33

      Kedudukan keuangan dan administratif pimpinan dan anggota DPRP sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Pasal 34 (1) Kedudukan, susunan, tugas, wewenang, hak dan tanggung jawab, keanggotaan, pimpinan, dan alat kelengkapan DPRP sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Anggota DPRP yang diangkat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) huruf b menjalankan fungsi sesuai dengan ketentuan peraturan perulndang-undangan. Paragraf 2 Keanggotaan Pasal 35 (1) Anggota DPRP yang diangkat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) huruf b berjumlah Y+ (satu per empat) kali dari jumlah anggota DPRP yang dipilih melalui pemilihan umum. (2) Peresmian pengesahan pengangkatan dan pemberhentian keanggotaan DPRP yang diangkat dilakukan dengan Keputusan Menteri. (3) Anggota DPRP yang diangkat berdomisili di ibu kota provinsi. Pasal 36 (1) Anggota DPRP yang diangkat sebelum memangku jabatannya dilantik dan mengucapkan sumpah/janji secara bersama-sama yang dipandu oleh ketua Pengadilan Tinggi dalam rapat paripurna DPRP. (2) Dalam hal anggota DPRP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berhalangan, pelantikan dan pengucapan sumpah/janji dipandu oleh pimpinan DPRP.

      (3)

      Da-lam hal terdapat permasalahan hukum dan/atau gugatan terhadap Keputusan Gubernur tentang pengesahan hasil seleksi calon anggota DPRP yang diangkat melalui mekanisme pengangkatan, maka calon anggota DPRP yang tidak dalam proses gugatan tetap dilantik dan mengucapkan sumpah/janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelantikan dan pengucapan sumpah/janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur da-lam Peraturan DPRP. Paragraf 3 Kelompok Khusus Pasal 37 (1) Anggota DPRP yang diangkat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) huruf b, berhimpun dalam 1 (satu) Kelompok Khusus dan bersifat tetap. (21 Mekanisme kerja Kelompok Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kelompok Khusus mempunyai sekretariat. Sekretariat DPRP menyediakan sarana, anggaran, dan tenaga ahli guna kelancaran pelaksanaan tugas Kelompok Khusus sesuai dengan kebutuhan dan dengan memperhatikan kemampuan APBD. Paragraf 4 Penggantian Antarwaktu Anggota DPRP yang Diangkat Pasal 38 (1) Anggota DPRP yang diangkat berhenti antarwaktu karena a. meninggal dunia;



    44. mengundurkan diri; atau

    45. diberhentikan.

      (3)
      (4)
      (2)

      Mekanisme (2) Mekanisme pemberhentian antarwaktu dan pemberhentian sementara anggota DPRP yang diangkat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 39 (1) Anggota DPRP yang berhenti antarwaktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) digantikan oleh calon anggota DPRP urutan peringkat berikut dalam daftar peringkat hasil seleksi sesuai dengan daerah pengangkatannya. (2) Da-lam hal calon anggota DPRP urutan peringkat berikut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengundurkan diri, meninggal dunia, atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon anggota DPRP, anggota DPRP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digantikan oleh calon anggota DPRP urutan berikut berdasarkan daerah pengangkatannya. (3) Masa jabatan anggota DPRP pengganti antarwaktu melanjutkan sisa masa jabatan anggota DPRP yang digantikan. Pasal 40 (1) Pimpinan DPRP menyampaikan nama anggota DPRP yang diberhentikan antarwaktu dan mengusulkan nama calon pengganti antarwaktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) kepada Gubernur dengan tembusan kepada Menteri. (2) Paling lambat 7 (tujuh) Hari sejak menerima nama anggota DPRP yang diberhentikan dan nama calon pengganti antarwaktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat menyampaikan kepada Menteri. (3) Paling lambat 14 (empat belas) Hari sejak menerima nama anggota DPRP yang diberhentikan dan nama calon pengganti antarwaktu dari Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri meresmikan pemberhentian dan pengangkatannya dengan Keputusan Menteri.

      (4)

      Sebelum memangku jabatannya, anggota DPRP pengganti mengucapkan sumpah /j anj i yang p engucapannya dipandu oleh pimpinan DPRP sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (5) Penggantian antarwaktu anggota DPRP tidak dilaksanakan apabila sisa masa jabatan anggota DPRP yang digantikan kurang dari 6 (enam) bulan.

      Pasal 41

      Dalam kurun waktu 30 (tiga puluh) Hari Gubernur tidak menyampaikan nama anggota DPRP yang diberhentikan dan nama pengganti antarwaktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (2), Menteri meresmikan pemberhentian dan pengangkatan anggota DPRP berdasarkan usulan pimpinan DPRP danf atau urutan peringkat berikut dalam daftar peringkat hasil seleksi sesuai dengan daerah pengangkatannya. Bagian Kedua PENGANGKATAN ANGGOTA DPRK Paragraf 1 Susunan dan Kedudukan Pasal 42 (1) DPRK terdiri atas anggota yang:


    46. dipilih dalam pemilihan umum sesuai dengan ketentuan peraturan perurndang-undangan; dan

    47. diangkat dari unsur OAP. (2) Masa jabatan anggota DPRK yang diangkat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah selama 5 (lima) tahun dan berakhir bersamaan dengan masa ^jabatan anggota DPRK yang dipilih melalui pemilihan umum. (3) Anggota DPRK yang diangkat menduduki salah satu unsur wakil ketua DPRK.

      (4)

      Penugasan (4) Penugasan salah satu anggota DPRK yang diangkat menjadi wakil ketua DPRK ditetapkan berdasarkan musyawarah dan/atau mekanisme pengambilan keputusan lainnya oleh anggota DPRK yang diangkat. (5) Unsur wakil ketua DPRK mekanisme pengangkatan tidak mengurangi jumlah unsur pimpinan yang berasal dari partai politik hasil pemilihan umum. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dalam Peraturan DPRK.

      Pasal 43

      Kedudukan keuangan dan administratif pimpinan dan anggota DPRK yang diangkat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 44 (1) Kedudukan, susunan, tugas, wewenang, hak dan tanggung jawab, keanggotaan, pimpinan, dan alat kelengkapan DPRK sesuai dengan ketentuan peraturan perllndang-undangan. (2) Anggota DPRK yang diangkat sebagaimana dimaksud da-lam Pasal 42 ayat (1) huruf b menjalankan fungsi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Paragraf 2 Keanggotaan Pasal 45 (1) Anggota DPRK yang diangkat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) huruf b berjumlah sebanyak Yo (satu per empat) kali dari jumlah anggota DPRK yang dipilih melalui pemilihan umum. (21 Peresmian pengesahan pengangkatan dan pemberhentian keanggotaan DPRK yang diangkat dilakukan dengan Keputusan Gubernur. (3) Anggota DPRK yang diangkat berdomisili di ibu kota kabupaten/kota.


      Pasal 46

      Pasal 46 (1) Anggota DPRK yang diangkat sebelum memangku jabatannya mengucapkan sumpah/janji secara bersama- sama yang dipandu oleh ketua Pengadilan Negeri dalam rapat paripurna DPRK. (2) Dalam hal Anggota DPRK yang diangkat berhalangan mengucapkan sumpah/janji bersama-sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengucapan sumpah/janji dipandu oleh pimpinan DPRK. (3) Dalam hal terdapat permasalahan hukum dan/atau gugatan terhadap Keputusan Bupati/Wali Kota tentang pengesahan hasil seleksi calon anggota DPRK yang diangkat melalui mekanisme pengangkatan, maka calon anggota DPRK yang tidak dalam proses gugatan tetap mengucapkan sumpah/janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengucapan sumpah/janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur da-lam Peraturan DPRK. Paragraf 3 Kelompok Khusus Pasal 47 (1) Anggota DPRK yang diangkat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) huruf b berhimpun dalam 1 (satu) Kelompok Khusus dan bersifat tetap. (2) Mekanisme kerja Kelompok Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Kelompok Khusus mempunyai sekretariat. (41 Sekretariat DPRK menyediakan sarana, anggaran, dan tenaga ahli guna kelancaran pelaksanaan tugas Kelompok Khusus sesuai dengan kebutuhan dan dengan memperhatikan kemampuan APBD. Paragraf 4 Penggantian Antarwaktu Anggota DPRK yang Diangkat Pasal 48 (1) Anggota DPRK yang diangkat berhenti antarwaktu karena:


    48. meninggal dunia;

    49. mengundurkan diri; atau

    50. diberhentikan. (2) Mekanisme pemberhentian antarwaktu dan pemberhentian sementara anggota DPRK yang diangkat sesuai dengan ketentuan peraturan perLrndang-undangan. Pasal 49 (1) Anggota DPRK yang berhenti antarwaktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (1) digantikan oleh calon anggota DPRK yang urutan peringkat berikut dalam daftar peringkat hasil seleksi sesuai dengan daerah pengangkatannya. (21 Dalam hal calon anggota DPRK yang urutan peringkat berikut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengundurkan diri, meninggal dunia, atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai calon anggota DPRK, anggota DPRK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digantikan oleh ca-lon anggota DPRK umtan peringkat berikut sesuai dengan daerah pengangkatannya. (3) Masa jabatan anggota DPRK pengganti antarwaktu melanjutkan sisa masa jabatan anggota DPRK yang digantikan. Pasal 50 (1) Pimpinan DPRK menyampaikan nama anggota DPRK yang diberhentikan antarwaktu dan mengusulkan nama calon pengganti antarwaktu kepada Bupati/Wali Kota, dan ditembuskan kepada Gubernur dan Menteri.

      (2)

      Paling lambat 7 (tujuh) Hari sejak menerima nama anggota DPRK yang diberhentikan dan nama calon pengganti antarwaktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bupati/Wali Kota menyampaikan nama anggota DPRK yang diberhentikan dan nama calon pengganti antarwaktu kepada Gubernur dan ditembuskan kepada Menteri. (3) Paling lambat 14 (empat belas) Hari sejak menerima usulan dari Bupati/Wali Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat meresmikan pemberhentian dan pengangkatannya dengan Keputusan Gubernur. (4) Sebelum memangku jabatannya, anggota DPRK pengganti mengucapkan sumpah /j anji yang pengucapannya dipandu oleh pimpinan DPRK sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (5) Penggantian antarwaktu anggota DPRK tidak dilaksanakan apabila sisa masa jabatan anggota DPRK yang digantikan kurang dari 6 (enam) bulan. Pasal 51 (1) Dalam kurun waktu 14 (empat belas) Hari Bupati/Wali Kota tidak menyampaikan nama anggota DPRK yang diberhentikan dan nama pengganti antarwaktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2), Gubernur meresmikan pemberhentian dan pengangkatan anggota DPRK. (2) Dalam kurun waktu 30 (tiga puluh) Hari Gubernur tidak meresmikan pemberhentian dan pengangkatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) dan ayat (3), Menteri meresmikan pemberhentian dan pengangkatan anggota DPRK berdasarkan usulan pimpinan DPRK, Bupati/Wali Kota, dan/atau umtan peringkat berikut dalam daftar peringkat hasil seleksi sesuai dengan daerah pengangkatannya. Bagian Ketiga Pengisian Anggota DPRP dan DPRK yang Diangkat Paragraf 1 Syarat Calon Anggota DPRP dan DPRK yang Diangkat Pasai 52 (1) Setiap OAP yang mencalonkan diri untuk diangkat sebagai anggota DPRP atau DPRK melalui mekanisme pengangkatan harus memenuhi syarat umum dan syarat khusus. (2) Syarat umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai berikut: beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa yang dibuktikan dengan surat pernyataan; setia kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dibuktikan dengan surat pernyataan; OAP dan berkewarganegaraan Indonesia yang berdomisili di Papua sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun yang dibuktikan dengan kartu tanda penduduk dan surat keterangan domisili yang dikeluarkan oleh Distrik setempat; OAP yang berasal dari suku-suku wilayah adat provinsi bagi calon anggota DPRP dan berasal dari suku-suku serta subsuku di kabupatenlkota bagi calon anggota DPRK yang dibuktikan dengan surat keterangan dari Pemerintah Daerah Provinsi/ Kabupate n I Kota setempat ; berumur paling rendah 25 (dua puluh lima) tahun pada saat pendaftaran; a b c d e f. berpendidikan .

    51. berpendidikan paling rendah sekolah menengah atas atau sederajat yang dibuktikan dengan ijazah dan/atau surat lain yang dipersamakan dengan ljazah; cakap berbicara, membaca, dan menulis dalam Bahasa Indonesia yang dibuktikan dengan surat pernyataan; berintegritas, jujur, arif, dan bijaksana ditandai dengan surat pernyataan pakta integritas; memiliki sikap dan keteladanan moral yang baik sebagai panutan masyarakat serta memiliki komitmen untuk melindungi dan memperjuangkan hak-hak OAP dan Penduduk dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia ditandai dengan surat pernyataan; sehat jasmani dan kejiwaan yang dibuktikan dengan surat keterangan kesehatan oleh dokter pemerintah pada rumah sakit pemerintah daerah; tidak pernah melakukan perbuatan tercela yang dibuktikan dengan surat keterangan catatan kepolisian; bebas dari narkotika, psikotropika, dan zat adiktif yang dibuktikan dengan surat keterangan dari Badan Narkotika Nasional; tidak dalam status sebagai tersangka atau terdakwa dan/atau status bebas bersyarat dalam ^perkara pidana yang dibuktikan dengan surat keterangan dari kepolisian dan/atau surat keterangan dari kejaksaan; tidak pernah dijatuhi hukuman pidana berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih, yang dibuktikan dengan surat keterangan dari pengadilan; C' b h i j k 1. m n o p tidak sedang dicabut hak politiknya berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, yang dibuktikan dengan surat keterangan dari pengadilan; tidak menjadi anggota danf atau pengurus partai politik dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir dan/atau dicalonkan sebagai calon anggota Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Ralryat, DPRP, dan DPRK pada pemilihan umum yang dibuktikan dengan surat pernyataan; bersedia bekerja penuh waktu yang dibuktikan dengan surat pernyataan; menyatakan secara tertulis pengunduran diri sebagai ASN, prajurit Tentara Nasional Indonesia, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, kepala Kampung atau sebutan lain, pengurus pada badan usaha milik negara danf atau badan usaha milik daerah serta badan/lembaga lain yang anggarannya bersumber dari APBN atau APBD sejak ditetapkan sebagai calon anggota DPRP atau DPRK, yang dibuktikan dengan surat pernyataan; menyatakan secara tertulis tidak berpraktik sebagai akuntan publik, advokat/pengacara, notaris, pejabat pembuat akta tanah, dan tidak melakukan pekerjaan penyedia barang dan jasa yang hubungannya dengan keuangan negara atau daerah serta pekerjaan lain yang dapat menimbulkan konflik kepentingan dengan tugas, wewenang, hak dan kewajiban sebagai anggota DPRP atau DPRK sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang dibuktikan dengan surat pernyataan; dan menyatakan secara tertulis tidak merangkap ^jabatan sebagai pejabat negara lainnya, direksi, komisaris, dewan pengawas, dan karyawan pada badan usaha milik daerah serta badan lain yang anggarannya bersumber dari APBN atau APBD yang dibuktikan dengan surat pernyataan. q r S t. Pasal 53 (1) Syarat khusus calon anggota DPRP atau DPRK yang diangkat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (1) sebagai berikut:

    52. memiliki pengetahuan dan pengalaman tentang situasi dan kondisi sosial, politik, dan budaya OAP dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan dalam rangka Otonomi Khusus;

    53. memiliki pengalaman dalam memperjuangkan aspirasi dan hak dasar OAP di Provinsi Papua dan/atau kabupaten/kota sekurang-kurangnya dalam 5 (lima) tahun terakhir; dan

    54. memiliki komitmen untuk memihak, melindungi, dan memperjuangkan hak dan kepentingan OAP yang dibuktikan dengan surat pernyataan yang bersangkutan. (2) Syarat khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b dibuktikan dengan surat keterangan dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, lembaga adat, atau lembaga lain yang diakui pemerintah. Paragraf 2 Daerah Pengangkatan dan Alokasi Kursi Pasal 54 (1) Daerah pengangkatan anggota DPRP berdasarkan pada wilayah adat di provinsi. (2) Wilayah adat di provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Gubernur setelah mendapatkan pertimbangan dari DPRP dan MRP. (3) Dalam hal MRP di provinsi belum terbentuk, yan1 digunakan pertimbangan DPRP. (4) Pertimbangan dari DPRP dan MRP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), disampaikan kepada Gubernur paling lambat 30 (tiga puluh) Hari.

      (5)

      Dalam (5) Dalam hal pertimbangan tidak disampaikan sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Gubernur menetapkan wilayah adat di provinsi. (6) Seluruh proses penetapan daerah pengangkatan anggota DPRP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2l,, ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) dilakukan paling lambat 75 (tujuh puluh lima) Hari. Pasal 55 (1) Daerah pengangkatan anggota DPRK berdasarkan pada persebaran suku, subsuku, dan kesatuan adat serta budaya yang ada di kabupaten/kota. (2) Daerah pengangkatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Bupati/Wali Kota setelah berkonsultasi dengan Gubernur dan mendapatkan pertimbangan dari DPRK. (3) Konsultasi dengan Gubernur dan pertimbangan dari DPRK sebagaimana dimaksud pada ayat (2), disampaikan kepada Bupati/Wali Kota paling lambat 30 (tiga puluh) Hari. (4) Dalam hal pertimbangan dari DPRK tidak disampaikan sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Bupati/Wali Kota menetapkan daerah pengangkatan kabupate n I kota. (5) Seluruh proses penetapan daerah pengangkatan anggota DPRK sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayal (2), ayat (3), dan ayat (4) dilakukan paling lambat 75 (tujuh puluh lima) Hari. Pasal 56 (1) Penetapan alokasi kursi bagi setiap daerah pengangkatan yang ada di wilayah adat di provinsi ditetapkan oleh Gubernur setelah mendapatkan pertimbangan dari DPRP dan MRP. (2) Dalam hal MRP di provinsi beium terbentuk, yanB digunakan pertimbangan DPRP.

      (3)

      Pertimbangan dari DPRP dan MRP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), disampaikan kepada Gubernur paling lambat 15 (lima belas) Hari. (4) Dalam hal pertimbangan tidak disampaikan sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Gubernur menetapkan alokasi kursi bagi setiap daerah pengangkatan wilayah adat di provinsi. (5) Penetapan alokasi kursi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), didasarkan pada persebaran suku, subsuku, dan kesatuan adat serta budaya wilayah adat di provinsi. (6) Seluruh proses penetapan alokasi kursi anggota DPRP sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) dilakukan paling lambat 45 (empat puluh lima) Hari. Pasal 57 (1) Penetapan alokasi kursi bagi setiap daerah pengangkatan di kabupatenlkota ditetapkan oleh Bupati/Wali Kota setelah berkonsultasi dengan Gubernur dan mendapatkan pertimbangan dari DPRK. (2) Konsultasi dengan Gubernur dan mendapatkan pertimbangan dari DPRK sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dan disampaikan kepada Bupati/Wafi Kota paling lambat 15 (lima belas) Hari. (3) Dalam hal pertimbangan dari DPRK tidak disampaikan sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Bupati/Wali Kota menetapkan alokasi kursi bagi setiap daerah pengangkatan di kabupaten/kota. (4) Penetapan alokasi kursi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), didasarkan pada persebaran suku, subsuku, dan kesatuan adat serta budaya di kabupaten/kota. (5) Seluruh proses penetapan alokasi kursi anggota DPRK sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) dilakukan paling lambat 45 (empat puluh lima) Hari. Paragraf 3 Pansel Pasal 58 (1) Pengisian anggota DPRP yang diangkat melalui mekanisme pengangkatan dilaksanakan oleh Pansel Provinsi. (2) Pansel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melaksanakan seleksi secara terbuka, efektif, dan efisien berdasarkan prinsip keterwakilan, adil, dan demokratis. (3) Pansel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri. Pasal 59 Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan panitia pemilihan untuk pelaksanaan pemilihan keanggotaan Pansel Provinsi diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 60 (1) Pembentukan Pansel Provinsi dilakukan dengan memperhatikan jadwal dan tahapan pemilihan anggota DPRP mekanisme pemilihan umum. (2) Pansel Provinsi berjumlah 7 (tujuh) orang yang terdiri atas unsur:

    55. akademisi 1 (satu) orang yang ditunjuk oleh DPRP berdasarkan Keputusan DPRP;

    56. kejaksaan 1 (satu) orang yang ditunjuk oleh Kejaksaan Tinggi di Provinsi masing-masing;

    57. pemerintah daerah provinsi 1 (satu) orang yang ditunjuk oleh Gubernur;

    58. keterwakilan Masyarakat Adat 1 (satu) orang yang ditunjuk oleh MRP berdasarkan Keputusan MRP;

    59. keterwakilan e. keterwakilan perempuan 1 (satu) orang yang berasal dari penggiat/aktivis perempuan yang ditunjuk oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pemberdayaan perempuan; dan

    60. keterwakilan Pemerintah Pusat 2 (dua) orang yang ditunjuk oleh Menteri. (3) Lembaga dan/atau pejabat negara sebagaimana dimaksud pada ayat (21 masing-masing mengusulkan 3 (tiga) orang calon anggota Pansel Provinsi. (4) Usulan calon anggota Pansel Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan paling lambat 30 (tiga puluh) Hari terhitung sejak panitia pemilihan keanggotaan Pansel Provinsi dibentuk. (5) Panitia pemilihan keanggotaan Pansel Provinsi melakukan seleksi paling lama 30 (tiga puluh) Hari. (6) Panitia pemilihan keanggotaan Pansel Provinsi menyampaikan hasil seleksi calon terpilih anggota pansel Provinsi kepada Menteri paling lambat 7 (tujuh) Hari untuk mendapatkan penetapan dengan Keputusan Menteri. (7) Tata cara seleksi, materi seleksi, dan indikator penilaian calon anggota Pansel Provinsi diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri.

      Pasal 61

      Syarat menjadi anggota Pansel Provinsi sebagai berikut:


    61. beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa yang dibuktikan dengan surat pernyataan;

    62. setia kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dibuktikan dengan surat pernyataan;

    63. tidak terlibat dalam keanggotaan partai politik yang dibuktikan dengan surat pernyataan;

    64. berpendidikan paling rendah S1 (Strata 1) yang dibuktikan dengan ljazai: r dan/atau surat lain yang dipersamakan dengan ijazah;

    65. berumur e. berumur paling rendah 30 (tiga puluh) tahun pada saat ditetapkan menjadi anggota Pansel yang dibuktikan dengan surat pernyataan dan melampirkan kartu tanda penduduk;

    66. sehat jasmani dan kejiwaan yang dibuktikan dengan surat keterangan kesehatan oleh dokter pemerintah pada rumah sakit pemerintah daerah;

    67. tidak pernah melakukan perbuatan tercela yang dibuktikan dengan surat keterangan catatan kepolisian; dan

    68. menyampaikan daftar riwayat hidup. Pasal 62 (1) Pansel Provinsi sebelum melaksanakan tugas mengucapkan sumpah/janji dipandu oleh Menteri. (21 Dalam hal Menteri berhalangan, pengucapan sumpahljanji anggota Pansel dipandu oleh pejabat yang ditunjuk oleh Menteri. (3) Masa kerja Pansel Provinsi berakhir 3 (tiga) bulan setelah menetapkan hasil seleksi. Pasal 63 (1) Susunan Pansel Provinsi terdiri atas:

    69. 1 (satu) orang ketua merangkap anggota;

    70. 1 (satu) orang sekretaris merangkap anggota; dan

    71. 5 (lima) orang anggota. (2) Susunan Pansel Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan musyawarah dan mufakat dan/atau pengambilan keputusan dari seluruh anggota Pansel Provinsi. Pasal 64 (1) Pansel Provinsi dalam penyelenggaraan seleksi anggota DPRP dengan mekanisme pengangkatan bertugas:

    72. menetapkan a. menetapkan jadwal tahapan proses seleksi dan mengumumkan ke publik melalui media cetak dan elektronik serta media virtual lainnya;

    73. melakukan verifikasi dan validasi terhadap dokumen persyaratan;

    74. mengumumkan ke publik nama calon anggota DPRP yang mengikuti seleksi dan telah memenuhi persyaratan;

    75. menJrusun pedoman seleksi dan melaksanakan seleksi bagi calon anggota DPRP yang diangkat melalui mekanisme pengangkatan ;

    76. mengoordinasikan, melaksanakan, dan mengendalikan seluruh tahapan seleksi; dan

    77. menyerahkan laporan pelaksanaan tugas melalui sekretariat Pansel kepada Gubernur dan ditembuskan kepada Menteri, DPRP, dan MRP. (2) Pansel Provinsi dalam penyelenggaraan seleksi anggota DPRP dengan mekanisme pengangkatan berwenang:

    78. menerbitkan Keputusan Pansel Provinsi untuk mengesahkan hasil seleksi calon anggota DPRP yang diangkat melalui mekanisme pengangkatan;

    79. Keputusan Pansel sebagaimana dimaksud pada huruf a, melampirkan nama calon anggota DPRP berdasarkan urutan peringkat hasil terbaik dari penilaian seleksi sesuai dengan daerah pengangkatannya;

    80. Keputusan Pansel sebagimana dimaksud pada huruf a, diumumkan ke publik melalui media cetak dan elektronik serta media virtual lainnya; dan

    81. menyampaikan nama calon terpilih dan calon tetap anggota DPRP kepada Menteri melalui Gubernur untuk mendapatkan penetapan pengesahan pengangkatan anggota DPRP.

      (3)

      Pansel (3) Pansel Provinsi mempunyai kewajiban:

    82. melaksanakan tugas dan wewenang secara ^jujur, adil, terbuka, dan tidak memihak dalam pelaksanaan seleksi;

    83. melaksanakan ^jadwal tahapan proses seleksi dengan tepat waktu;

    84. memperlakukan calon anggota DPRP yang diangkat melalui mekanisme pengangkatan secara adil dan setara; dan

    85. terbuka terhadap seluruh informasi yang telah disetujui oleh Pansel Provinsi untuk dipublikasikan terkait pelaksanaan seleksi anggota DPRP yang diangkat melalui mekanisme pengangkatan. Pasal 65 (1) Pansel Provinsi dalam melaksanakan tugas dan wewenang dibantu sekretariat Pansel Provinsi. (2) Perangkat daerah provinsi yang membidangi urusan politik, pemerintahan umum, dan kesatuan bangsa sebagai sekretariat Pansel Provinsi sebagaimana dimaksud ^pada ayat (1) yang ditetapkan dengan Keputusan Gubernur. (3) Sekretariat Pansel sebagaimana dimaksud pada ayat (21 dapat dibantu oleh perangkat daerah lain sesuai dengan kebutuhan dan beban kerja. Pasal 66 (1) Pengisian anggota DPRK yang diangkat melalui mekanisme pengangkatan dilaksanakan oleh Pansel Kabupaten/Kota. (21 Pansel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melaksanakan seleksi secara terbuka, efektif, dan efisien berdasarkan prinsip keterwakilan, adil, dan demokratis. (3) Pansel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Gubernur. Pasal 67 Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan panitia pemilihan untuk pelaksanaan pemilihan keanggotaan Pansel Kabupaten I Kota diatur dengan Peraturan Gubernur. Pasal 68 (1) Pembentukan Pansel Kabupaten/Kota dilakukan dengan memperhatikan jadwal dan tahapan pemilihan anggota DPRK mekanisme pemilihan umum. (2) Pansel KabupatenlKota berjumlah 5 (lima) orang yang terdiri atas unsur:

    86. akademisi 1 (satu) orang yang ditunjuk oleh Gubernur berdasarkan Keputusan Gubernur;

    87. Pemerintah Daerah Provinsi Papua terkait 1 (satu) orang yang ditunjuk oleh Gubernur;

    88. kejaksaan 1 (satu) orang yang ditunjuk oleh Kejaksaan Negeri di kabup aten I kota;

    89. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota 1 (satu) orang yang ditunjuk oleh Bupati/Wali Kota; dan

    90. keterwakilan Masyarakat Adat 1 (satu) orang yang ditunjuk oleh MRP berdasarkan Keputusan MRP. (3) Lembaga dan/atau pejabat negara sebagaimana dimaksud pada ayat (21 masing-masing mengusulkan 3 (tiga) orang calon anggota Pansel Kabupaten/Kota kepada panitia pemilihan keanggotaan Pansel Kabupaten/Kota. (4) Usulan calon anggota Pansel KabupatenlKota sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan paling lambat 30 (tiga puluh) Hari terhitung sejak panitia pemilihan keanggotaan Pansel Kabupatenf Kota dibentuk. (5) Panitia pemilihan keangotaan Pansel Kabupaten/Kota melakukan seleksi paling lama 60 (enam puluh) Hari.

      (6)

      Panitia (6) Panitia Pemilihan Keanggotaan Pansel KabupatenlKota menyampaikan penetapan hasil calon terpilih anggota Pansel KabupatenlKota kepada Gubernur dan ditembuskan kepada Menteri, DPRP, dan MRP paling lambat 7 (tujuh) Hari setelah ditetapkan. (7) Tata cara seleksi, materi seleksi, dan indikator penilaian calon anggota Pansel KabupatenlKota diatur lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur. Pasal 69 (1) Gubernur paling lambat 90 (sembilan puluh) Hari menetapkan anggota Pansel Kabupaten/Kota terhitung sejak panitia pemilihan keanggotaan Pansel Kabupaten I Kota dibentuk. (2) Dalam hal Gubernur tidak menetapkan keanggotaan Pansel KabupatenlKota sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri menetapkan Pansel KabupatenlKola berdasarkan penetapan hasil calon terpilih anggota Pansel Kabupaten/Kota yang ditembuskan oleh panitia pemilihan keanggotaan Pansel KabupatenlKota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (3). Syarat menjadi berikut: Pasal 70 anggota Pansel Kabupatenf Kota, sebagai a. beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa yang dibuktikan dengan surat pernyataan;

    91. setia kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dibuktikan dengan surat pernyataan;

    92. tidak terlibat dalam keanggotaan partai politik yang dibuktikan dengan surat pernyataan;

    93. berpendidikan paling rendah S1 (Strata 1) yang dibuktikan dengan ljazah dan/atau surat lain yang dipersamakan dengan ijazah;

    94. berumur .

    95. berumur paling rendah 30 (tiga puluh) tahun pada saat ditetapkan menjadi anggota Pansel yang dibuktikan dengan surat pernyataan dan melampirkan kartu tanda penduduk;

    96. sehat ^jasmani dan kejiwaan yang dibuktikan dengan surat keterangan kesehatan oleh dokter pemerintah pada rumah sakit pemerintah daerah;

    97. tidak pernah melakukan perbuatan tercela yang dibuktikan dengan surat keterangan catatan kepolisian; dan

    98. menyampaikan daftar riwayat hidup. Pasal 71 (1) Pansel KabupatenlKota sebelum melaksanakan tugas mengucapkan sumpah/janji dipandu oleh Gubernur. (2) Dalam hal Gubernur berhalangan, pengucapan sumpah/janji anggota Pansel dipandu oleh pejabat yang ditunjuk oleh Gubernur. (3) Masa kerja Pansel KabupatenlKota berakhir 3 (tiga) bulan setelah menetapkan hasil seleksi. Pasal T2 (1) Susunan Pansel KabupatenlKota terdiri atas:

    99. 1 (satu) orang ketua merangkap anggota;

    100. 1 (satu) orang sekretaris merangkap anggota; dan

    101. 3 (tiga) orang anggota. (21 Susunan Pansel KabupatenlKota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan berdasarkan musyawarah dan mufakat dan/atau pengambilan keputusan dari seluruh anggota Pansel. Pasal 73 (1) Pansel Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan seleksi anggota DPRK dengan mekanisme pengangkatan bertugas:

    102. menetapkan a. menetapkan jadwal tahapan proses seleksi dan mengumumkan ke publik melalui media cetak dan elektronik serta media virtual lainnya;

    103. melakukan verifikasi dan validasi terhadap dokumen persyaratan;

    104. mengumumkan ke publik nama calon anggota DPRK yang mengikuti seleksi dan telah memenuhi persyaratan;

    105. menJrusun pedoman seleksi dan melaksanakan seleksi bagi calon anggota DPRK yang diangkat melalui mekanisme pengangkatan;

    106. mengoordinasikan, melaksanakan, dan mengendalikan seluruh tahapan seleksi; dan

    107. menyerahkan laporan pelaksanaan tugas melalui sekretariat Pansel kepada Bupati/Wali Kota dan ditembuskan kepada DPRK, MRP, Gubernur, dan Menteri. (21 Pansel KabupatenlKota dalam penyelenggaraan seleksi anggota DPRK dengan mekanisme pengangkatan berwenang:

    108. menerbitkan Keputusan Pansel Kabupaten/Kota untuk mengesahkan hasil seleksi calon anggota DPRK yang diangkat melalui mekanisme pengangkatan;

    109. Keputusan Pansel sebagaimana dimaksud pada huruf a, melampirkan nama calon anggota DPRK berdasarkan urutan peringkat hasil terbaik dari penilaian seleksi;

    110. Keputusan Pansel sebagaimana dimaksud pada huruf a, diumumkan ke publik melalui media cetak dan elektronik serta media virtual lainnya; dan

    111. menyampaikan nama calon terpilih dan tetap anggota DPRK kepada Gubernur melalui Bupati/Wali Kota untuk mendapatkan penetapan pengesahan pengangkatan anggota DPRK.

      (3)

      Pansel (3) Pansel KabupatenlKotamempunyai kewajiban:

    112. melaksanakan tugas dan wewenang secara ^jujur, adil, terbuka, dan tidak memihak dalam pelaksanaan seleksi;

    113. melaksanakan ^jadwal tahapan proses seleksi dengan tepat waktu;

    114. memperlakukan calon anggota DPRK yang diangkat melalui mekanisme pengangkatan secara adil dan setara; dan

    115. terbuka terhadap seluruh informasi yang telah disetujui oleh Pansel Kabupaten/Kota untuk dipublikasikan terkait pelaksanaan seleksi anggota DPRK yang diangkat melalui mekanisme pengangkatan. Pasal T4 (1) Pansel KabupatenlKota dalam melaksanakan tugas dan wewenang dibantu sekretariat Pansel KabupatenlKota. (2) Perangkat daerah kabupaten/kota yang membidangi urusan politik, pemerintahan umum, dan kesatuan bangsa sebagai sekretariat Pansel Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang ditetapkan dengan Keputusan Bupati/Wali Kota. (3) Sekretariat Pansel sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dibantu oleh perangkat daerah lain sesuai dengan kebutuhan dan beban kerja. Paragraf 4 Seleksi Pengangkatan Anggota DPRP atau DPRK Pasal 75 (1) Pengisian anggota DPRP atau DPRK yang diangkat melalui mekanisme pengangkatan dilakukan melalui 4 (empat) tahapan yaitu:

    116. pengumuman pengumuman dan pengusulan calon; verifikasi dan validasi; seleksi; dan penetapan anggota DPRP atau DPRK. (2) Tahapan proses pengumuman dan pengusulan calon sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dilakukan dalam bentuk:

    117. pengumuman dimulainya tahapan seleksi oleh Pansel mela-lui media cetak, media elektronik, dan media virtual lainnya; dan

    118. penyampaian usulan berdasarkan wilayah adat di provinsi untuk usulan calon anggota DPRP dan berdasarkan sebaran suku serta subsuku yang berada di kabupaten/kota untuk usulan calon anggota DPRK. (3) Tahapan verifikasi dan validasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dilakukan dalam bentuk pemeriksaan dan penelitian dokumen persyaratan calon oleh Pansel Provinsi/ Kabupaten/ Kota. (4) Tahapan seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, dilakukan Pansel Provinsi untuk calon anggota DPRP dan Pansel Kabupaten/Kota untuk calon anggota DPRK. (5) Tahapan penetapan anggota DPRP atau DPRK terpilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hurrf d, dilakukan oleh Pansel Provinsi/Kabupaten/Kota berdasarkan urutan peringkat hasil terbaik dari penilaian seleksi. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan tahapan dan penetapan anggota DPRP atau DPRK diatur dengan Peraturan Pansel. a b C d Pasal 76 (1) Pelaksanaan pengumuman oleh Pansel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2), dilakukan secara serentak dengan menyebarluaskan informasi dimulainya tahapan seleksi pengisian anggota DPRP atau DPRK melalui mekanisme pengangkatan agar diketahui masyarakat luas melalui media cetak, media elektronik, dan media virtual lainnya sekurang-kurangnya 3 (tiga) Hari berturut-turut. (2) Usulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal T5 ayat (2) huruf b, dilakukan di setiap daerah pengangkatan pada wilayah adat di provinsi untuk calon anggota DpRp dan usulan pada setiap daerah pengangkatan di kabupaten/kota untuk calon anggota DPRK. (3) Usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (21 dituangkan dalam berita acara yang memuat kesepakatan terhadap calon anggota DPRP atau DPRK yang diusulkan kepada Pansel untuk mengikuti seleksi. (4) Penyampaian usulan sebagaimana dimaksud pad.a ayat (3), memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang- kurangnya 3Oo/o (tiga puluh persen). (5) Usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) disampaikan kepada Pansel paling lambat 5 (lima) Hari terhitung sejak kesepakatan dituangkan dalam berita acara. (6) Calon anggota DPRP atau DPRK yang diusulkan mengikuti seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berjumlah 3 (tiga) kali lipat dari jumlah alokasi kursi pada setiap daerah pengangkatan. Pasal 77 (1) Pansel melakukan verifikasi dan validasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (3) terhadap administrasi dokumen dan dapat melakukan verifikasi faktual kepada lernb aga I ^institusi ^dan / ^atau ^elemen ^masyarakat.

      (2)

      Dalam (2) Dalam hal verifikasi faktual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdapat calon yang diusulkan berhalangan tetap, mengundurkan diri, dan/atau tidak memenuhi persyaratan, maka yang bersangkutan tidak diikutsertakan dalam proses seleksi. (3) Pansel menetapkan calon anggota DPRP atau DPRK yang akan mengikuti seleksi berdasarkan hasil verifikasi dan validasi. Pasal 78 (1) Pansel melakukan seleksi calon anggota DpRp atau DPRK setelah menetapkan hasil verifikasi dan validasi administrasi dokumen persyaratan. (2) Pansel men)rusun materi seleksi untuk calon anggota DpRp atau DPRK yang akan disampaikan secara tertulis dan/atau wawancara. (3) Materi seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (21paling sedikit memuat:

    119. wawasan kebangsaan dan pemerintahan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia;

    120. kebijakan dan pelaksanaan Otonomi Khusus;

    121. pemahaman hukum, moral, dan etika;

    122. peran anggota DPRP atau DPRK melalui pengangkatan sebagai representasi kultural dalam mengawal kebijakan Otonomi Khusus; dan

    123. penguasaan permasalahan dan jejaring di masing- masing daerah pengangkatan. (41 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara seleksi, materi seleksi, dan indikator penilaian calon anggota DpRp atau DPRK diatur dengan Peraturan Pansel.

      (5)

      Dalam (5) Dalam hal penJrusunan peraturan Pansel sebagaimana dimaksud pada ayat (4) Pansel Provinsi berkonsultasi dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri, dan Pansel Kabupaten/Kota berkonsultasi dengan Gubernur sebagai wakil pemerintah Pusat. Paragraf 5 Penetapan dan Pengesahan Anggota DPRP Mekanisme Pengangkatan Pasal 79 (1) Pansel Provinsi menetapkan hasil seleksi anggota DpRp yang diangkat paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum penetapan Komisi Pemilihan Umum terhadap anggota DPRP yang terpilih melalui pemilihan umum. (2) Pansel Provinsi membuat berita acara dan Keputusan Pansel Provinsi yang menetapkan calon anggota DpRp terpilih dan ca-lon anggota DPRP tetap secara berurutan berdasarkan peringkat hasil terbaik dari penilaian seleksi. (3) Urutan peringkat hasil terbaik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat sesuai dengan daerah pengangkatan. (4) Keputusan Pansel Provinsi dan berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Gubernur untuk ditetapkan dalam Keputusan Gubernur paling lama 7 (tujuh) Hari setelah Keputusan Pansel dan berita acara diterima oleh Gubernur. (5) Keputusan Pansel Provinsi dan berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditembuskan kepada Menteri, MRp, dan DPRP. (6) Keputusan Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dibuat berdasarkan Keputusan Pansel Provinsi dan berita acara Pansel Provinsi. (7) Gubernur mengusulkan pengesahan pengangkatan anggota DPRP kepada Menteri sesuai dengan Keputusan Pansel sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

      (8)

      Keputusan PRES tDEN REPUBLIK INDONESIA (8) Keputusan Gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (6) ditetapkan paling lambat 74 (empat belas) Hari sejak Keputusan Pansel diterbitkan. Pasal 80 Dalam hal Gubernur tidak menyampaikan usulan dan menetapkan Keputusan Gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 ayat (7) dan ayat (8), Menteri melakukan penetapan pengesahan pengangkatan berdasarkan Keputusan Pansel Provinsi. Paragraf 6 Penetapan Pengesahan Anggota DPRK Mekanisme Pengangkatan Pasal 81 (1) Pansel KabupatenlKota menetapkan hasil seleksi anggota DPRK yang diangkat paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum penetapan Komisi Pemilihan Umum terhadap anggota DPRK yang terpilih mela_lui pemilihan umum. (2) Pansel Kabupaten/Kota membuat berita acara dan Keputusan Pansel KabupatenlKota yang menetapkan ca-lon anggota DPRK terpilih dan calon anggota DPRK tetap secara berurutan berdasarkan peringkat hasil terbaik dari penilaian seleksi. (3) Urutan peringkat hasil terbaik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat sesuai dengan daerah pengangkatan. (4) Keputusan Pansel KabupatenlKota dan berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (21disampaikan kepada Bupati/Wali Kota untuk ditetapkan dalam Keputusan Bupati/Wali Kota paling lama 7 (tujuh) Hari setelah Keputusan Pansel dan berita acara diterima oleh Bupati/Wali Kota.

      (5)

      Keputusan .

      (5)

      Keputusan Pansel KabupatenlKota dan berita acara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditembuskan kepada Menteri, Gubernur, MRP, dan DPRP. (6) Keputusan Bupati/Wali Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dibuat berdasarkan Keputusan Pansel KabupatenlKota dan berita acara Pansel Kabupaten/Kota. (7) Bupati/Wali Kota mengusuikan pengesahan pengangkatan anggota DPRK kepada Gubernur sesuai dengan Keputusan Pansel sebagaimana dimaksud pada ayat (2). (8) Keputusan Bupati/Wali Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (6) ditetapkan paling lambat 14 (empat belas) Hari sejak Keputusan Pansel diterbitkan. Pasal 82 (1) Dalam hal Bupati/Wali Kota tidak menyampaikan usulan dan menetapkan Keputusan Bupati/Wali Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81, Gubernur melakukan penetapan pengesahan pengangkatan berdasarkan Keputusan Pansel Kabupaten I Kota. (2) Da-lam hal Gubernur tidak melakukan penetapan pengesahan pengangkatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam kurun waktu 30 (tiga puluh) Hari, Menteri melakukan penetapan pengesahan pengangkatan berdasarkan Keputusan Pansel Kabupaten I Kota. Paragraf 7 Pendanaan (1) Pendanaan mekanisme provinsi. Pasal 83 pelaksanaan seleksi keanggotaan pengangkatan dibebankan pada DPRP APBD (2) Pendanaan (2) Pendanaan pelaksanaan seleksi keanggotaan mekanisme pengangkatan dibebankan pada kabupaten/kota. DPRK APBD Paragraf 8 Mekanisme Gugatan Perselisihan Hasil Seleksi Pansel Pasal 84 (1) Pengajuan gugatan atas sengketa tata usaha negara ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dilakukan paling lama 3 (tiga) Hari setelah dikeluarkannya Keputusan Gubernur/BupatilWali Kota sebagaimana dimaksud da-lam Pasal 79 ayat (4) dan Pasal 81 ayat (4). (2) Pengajuan dan pelaksanaan gugatan atas sengketa tata usaha negara ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Gubernur/Bupati/Wali Kota wajib menindaklanjuti putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara atas gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 7 (tujuh) Hari. BAB IV BADAN PENGARAH PERCEPATAN PEMBANGUNAN OTONOMI KHUSUS PAPUA Pasal 85 (1) Dalam rangka sinkronisasi, harmonisasi, evaluasi, dan . koordinasi percepatan pembangunan dan pelaksanaan Otonomi Khusus wilayah Papua, dibentuk Badan Pengarah Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua.

      (2)

      Sinkronisasi (2) Sinkronisasi, harmonisasi, evaiuasi, dan koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perencanaan, pelaksanaan, serta pembinaan dan pengawasan percepatan pembangunan dan pelaksanaan Otonomi Khusus wilayah Papua. (3) Badan Pengarah Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Pasal 86 (1) Badan Pengarah Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 ayat (1) terdiri atas:

    124. Ketua : Wakil Presiden;

    125. Anggota :

  10. menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri;

  11. menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional;

  12. menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan; dan

  1. 1 (satu) orang perwakilan dari setiap provinsi di Provinsi Papua. (21 Untuk membantu operasionalisasi pelaksanaan tugas Badan Pengarah Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditunjuk sekretaris eksekutif. (3) Keanggotaan dari Badan Pengarah Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
    Pasal 87

    Pasal 87 (1) Anggota perwakilan dari setiap provinsi di Provinsi Papua sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat (1) huruf b angka 4 berasal dari OAP. (2) Anggota perwakilan dari setiap provinsi di Provinsi Papua sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bukan berasal dari pejabat pemerintahan, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, DPRP, MRP, DPRK, dan anggota partai politik. Pasal 88 (1) Untuk membantu dan mendukung Percepatan Pembangunan Otonomi dibentuk sekretariat. Badan Pengarah Khusus Papua (2) Sekretariat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas memberikan dukungan dan fasilitasi pelaksanaan tugas Badan Pengarah Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua. (3) Sekretariat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh instansi vertikal yang ditunjuk pada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan. (4) Sekretariat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkedudukan di Papua. (5) Sekretariat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh kepala sekretariat.


    Pasal 89

    Dalam pelaksanaan sinkronisasi, harmonisasi, evaluasi, dan koordinasi percepatan pembangunan dan pelaksanaan Otonomi Khusus Papua sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 ayat (1), dengan pertimbangan efektivitas dan efisiensi dibentuk kelompok kerja di daerah. Pasal 9O Pasal 90 Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan organisasi, tugas, fungsi, dan tata kerja Badan Pengarah Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua, penunjukan sekretaris eksekutif, pembentukan kelompok kerja, dan sekretariat, serta keanggotaan perwakilan dari setiap provinsi di Provinsi Papua diatur dengan Peraturan Presiden.


    Pasal 91

    Segala pendanaan yang diperlukan untuk pelaksanaan tugas dan fungsi Badan Pengarah Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua bersumber dari APBN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB V PEMEKARAN DAERAH Bagian Kesatu Pemekaran Usulan Pemerintah Daerah Pasal 92 (1) Pemekaran daerah provinsi dan kabupaten/kota menjadi provinsi-provinsi dan kabupatenlkota dapat dilakukan atas persetujuan MRP dan DPRP setelah memperhatikan dengan sungguh-sungguh kesatuan sosial-budaya, kesiapan sumber daya manusia, kemampuan ekonomi, dan perkembangan pada masa yang akan datang. (2) Dalam hal pemekaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Gubernur memberikan pertimbangan kepada Pemerintah Pusat. (3) Pemekaran daerah provinsi dan kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang mengenai pemerintahan daerah. Bagian Bagian Kedua Pemekaran Prakarsa Pemerintah Pusat dan Dewan Perwakilan Rakyat Pasal 93 (1) Pemerintah Pusat dan Dewan Perwakilan Ralryat dapat melakukan pemekaran daerah provinsi dan kabupaten/kota di Provinsi Papua menjadi daerah otonom. (21 Pemekaran daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk:

    1. mempercepat pemerataan pembangunan;

    2. mempercepat peningkatan pelayanan publik;

    3. mempercepat kesejahteraan masyarakat; dan

    4. mengangkat harkat dan martabat OAP. (3) Pemekaran daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memperhatikan aspek politik, administratif, hukum, kesatuan sosial-budaya, kesiapan sumber daya manusia, infrastruktur dasar, kemampuan ekonomi, perkembangan di masa yang akan datang, dan/atau aspirasi masyarakat Papua. (4) Pemekaran daerah provinsi dan kabupatenlkota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan tanpa mela-lui tahapan daerah persiapan dan tanpa harus memenuhi persyaratan dasar dan persyaratan administratif sebagaimana diatur dalam Undang-Undang mengenai pemerintahan daerah.


    Pasal 94

    Dalam hal terdapat persamaan nama daerah dan/atau cakupan wilayah usulan daerah pemekaran antara usulan pemekaran daerah provinsi dan kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 ayat (3) dengan usulan pemekaran daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (1), dilakukan dengan mekanisme pemekaran daerah berdasarkan ketentuan Pasal 93 ayat (4). Pasal 95 (1) Menteri menyiapkan kajian usulan pemekaran daerah yang menjadi inisiatif Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud da-lam Pasal 93 ayat (1) dengan memperhatikan aspek-aspek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (3). (2) Kajian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibahas da-lam sidang DPOD. (3) Sidang DPOD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memberikan pertimbangan berupa rekomendasi kepada Presiden terhadap rencana pemekaran daerah provinsi dan kabupatenlkota. (4) Dalam hal Presiden menyetujui usulan pemekaran daerah provinsi dan kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Menteri menyiapkan rancangan undang-undang mengenai pembentukan daerah. Pasal 96 (1) Dalam hal Presiden menerima rancangan undang-undang mengenai pembentukan daerah yang disampaikan oleh pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat, Presiden menugaskan Menteri dan/atau para menteri untuk mewakili dalam pembahasan rancangan undang-undang di Dewan Perwakilan Rakyat. (2) Surat Presiden mengenai penugasan menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada pimpinan Dewan Perwakilan Ralryat dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) Hari terhitung sejak tanggal surat pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat diterima. (3) Tata cara pembahasan dan pengesahan rancangan undang-undang mengenai pembentukan daerah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pembentukan peraturan perundang-undangan dan Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat tentang Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat.


    Pasal 97

    Pasal 97 (1) Pemerintah Pusat melaksanakan peresmian daerah dan melantik penjabat Kepala Daerah setelah undang-undang pembentukan daerah diundangkan. (2) Peresmian daerah dan pelantikan penjabat Kepala Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama 6 (enam) bulan setelah undang-undang pembentukan daerah diundangkan. Pasal 98 (1) Pendanaan yang diperlukan dalam rangka pembentukan daerah bersumber dari:

    1. untuk pembentukan provinsi bersumber dari ApBN, APBD kabupaten/kota yang menjadi cakupan calon daerah provinsi, dan bantuan APBD provinsi;

    2. untuk pembentukan kabupatenlkota bersumber dari APBN, bantuan APBD kabupatenlkota induk, dan bantuan APBD provinsi. (2) Pendanaan yang diperlukan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan pada daerah otonom hasil pemekaran berasal dari:

    3. bagian pendapatan dari pendapatan asli daerah induk yang berasal dari daerah otonom hasil pemekaran;

    4. penerimaan dari bagian dana perimbangan daerah induk;

    5. penerimaan dalam rangka Otonomi Khusus;

    6. bantuan pengembangan daerah yang bersumber dari APBN; dan

    7. sumber pendapatan lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perLrndang-undangan.


    Pasal 99

    Pasal 99 (1) Dalam rangka pelaksanaan pemekaran daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (1), Pemerintah Pusat, daerah induk, dan daerah otonom hasil pemekaran mempunyai kewajiban dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai kewajiban penyelenggaraan pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam undang-undang pembentukan daerah. Pasal 100 (1) Menteri melakukan pembinaan, pengawasan, dan evaluasi terhadap daerah provinsi dan kabupaten/kota hasil pemekaran dan daerah induk. (2) Menteri dalam melakukan pembinaan, pengawasan, dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkoordinasi dengan kementerian teknis terkait. (3) Pemerintah Pusat menyampaikan perkembangan pembinaan, pengawasan, dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembinaan, pengawasan, dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri. BAB VI PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 1O1 (1) Pemerintah Pusat melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini.

    (2)

    Pembinaan (2) Pembinaan dan pengawasan umum pelaksanaan Peraturan Pemerintah oleh Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Menteri. (3) Pembinaan dan pengawasan teknis pelaksanaan peraturan Pemerintah oleh Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh menteri teknis. (4) Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini di kabupaten/kota. (5) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara nasional dikoordinasikan oleh Menteri.


    Pasal 102

    Pembinaan oleh Menteri dan menteri terkait sebagaimana papua. BAB VII KETENTUAN PENUTUP


    Pasal 103

    Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pelaksanaan kebijakan otonomi Khusus provinsi Papua tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini. Peraturan Pemerintah diundangkan. Pasal 104 ini mulai berlaku pada tanggal Agar dimaksud dalam Pasal 101 ayat (2) dan ayat (3) termasuk dukungan teknis dan penetapan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang bersifat khusus bagi Provinsi Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 15 Oktober 2O2l ttd JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 15 Oktober 2O2l MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, YASONNA H. LAOLY PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 106 TAHUN 2021 TBNTANG KEWENANGAN DAN KELEMBAGAAN PELAKSANAAN KEBIJAKAN OTONOMI KHUSUS PROVINSI PAPUA UMUM Untuk merespon perubahan politik, sosial, dan budaya di Papua serta untuk memberikan kepastian hukum atas keberlanjutan dana Otonomi Khusus yang digunakan untuk membiayai pembangunan di Provinsi Papua telah diundangkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2o2r tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2ool tentang otonomi Khusus bagi Provinsi Papua pada tanggal 19 Juli 2o2l yang merupakan penyempurnaan terhadap Undang-Undang Nomor 2l Tahun 2OOI tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi papua. Peraturan Pemerintah ini ditetapkan untuk melaksanakan Pasal 4 ayat (7), Pasal 6 ayat (6), Pasal 6A ayat (6), Pasal 56 ayat (9), pasal 59 ayat (8), Pasal 68A ayat (4lr, dan Pasal 76 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2O2l tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undalg Nomor 21 Tahun 2OOl tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua yang bertujuan untuk memastikan jalannya pemerintahan di Provinsi Papua agar dapat berjalan lebih efektif dan efisien serta untuk memberikan dasar pelaksanaan kekhususan bagi Pemerintah Daerah Provinsi Papua dan Pemerintah Daerah KabupatenfKota, yang mengatur mengenai pelaksanaan kewenangan Provinsi Papua dan kabupaten/kota di Provinsi Papua yang bertujuan untuk memberikan penegasan pembagian kewenangan antara Pemerintah Daerah Provinsi Papua dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sehingga jalannya pemerintahan di Provinsi Papua dapat berjalan dengan baik. Peraturan I II PRES lDEN REPUBLIK TNDONESIA Peraturan Pemerintah ini juga mengatur mengenai mekanisme dan tata cara pengisian anggota DPRP dan DPRK yang diangkat dari OAP. Dengan tidak adanya partai politik lokal di Papua, maka pengisian kursi anggota DPRP dan DPRK dari OAP diharapkan dapat meningkatkan akses OAP terhadap politik dan pemerintahan sehingga melahirkan kebdakan yang pro-OAP. Selama ini pengaturan terkait dengan pengisian kursi DPRP dari pengangkatan OAP diatur dalam Perdasus yang pada praktiknya selalu mengalami keterlambatan karena konflik yang berkepanjangan akibat ketidakj elasan mekanis menya. Pengaturan mengenai mekanisme pemekaran daerah provinsi dan kabupaten/kota di Papua dalam Peraturan Pemerintah ini bertujuan untuk mempercepat pemerataan pembangunan, mempercepat peningkatan pelayanan publik, mempercepat kesej ahteraan masyarakat, dan mengangkat harkat dan martabat OAP yang dilakukan tanpa mela-lui mekanisme yang telah diatur dalam Undang-Undang mengenai pemerintahan daerah. Pembentukan Badan Pengarah Percepatan Pembangunan Otonomi Khusus Papua ditujukan untuk melaksanakan sinkronisasi, harmonisasi, evaluasi, dan koordinasi percepatan pembangunan dan pelaksanaan Otonomi Khusus di wilayah Papua, yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Selain itu, pembentukan Badan ini diharapkan dapat menghindari terjadinya tumpang tindih kewenangan dan penguatan pengawasan terhadap penyelenggaraan pembangunan dan Otonomi Khusus di Provinsi Papua. PASAL DEMI PASAL


    Pasal 1

    Cukup jelas.


    Pasal 2

    Cukup jelas.


    Pasal 3

    Cukup jelas.


    Pasal 4

    Cukup jelas.


    Pasal 5

    Cukup jelas


    Pasal 6

    Ayat (1) Yang dimaksud dengan "masyarakat penyelenggara pendidikan" adalah lembaga keagamaan, badan hukum bersifat nirlaba, dan kelompok masyarakat atau perorangan yang memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Ayat (2) Cukup jelas.


    Pasal 7

    Ayat (1) Pemenuhan gurLr dengan kualifikasi akademik dan kompetensi pendidik paling rendah lulusan pendidikan menengah dan telah mengikuti pendidikan guru selama 2 (dua) tahun di lembaga pendidikan yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat mengutamakan guru yang berasal dari OAP. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas.


    Pasal 8

    Cukup jelas.


    Pasal 9

    Cukup ^jelas.


    Pasal 10

    Cukup jelas. Pasal 1 1 Cukup jelas.


    Pasal 12

    Cukup ^jelas.


    Pasal 13

    Cukup jelas.


    Pasal 14

    Cukup ^jelas.


    Pasal 15

    Cukup ^jelas.


    Pasal 16

    Cukup ^jelas.


    Pasal 17

    Cukup ^jelas.


    Pasal 18

    Cukup jelas.


    Pasal 19

    Cukup jelas.


    Pasal 20

    Cukup jelas.


    Pasal 21

    Cukup jelas.


    Pasal 22

    Cukup jelas.


    Pasal 23

    Cukup jelas.


    Pasal 24

    Cukup jelas.


    Pasal 25

    Cukup jelas.


    Pasal 26

    Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "pelayanan publik" adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam pemenuhan pelayanan. Ayat (3) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Perangkat distrik yang bertugas/berwenang di bidang perizinan berkoordinasi dengan perangkat daerah kabupaten/kota yang menangani urusan penanaman modal dan pelayanan terpadu satu pintu dalam melakukan pendaftaran perizinan berusaha dengan menggunakan hak akses yang dimiliki oleh pelaku usaha paling lama 10 (sepuluh) Hari setelah pendaftaran diterima oleh pelaku usaha yang memberi kuasa pengajuan perizinan berusaha di daerah termasuk pembuatan hak akses bagi pelaku usaha baru. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Ayat (a) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas.


    Pasal 27

    Cukup jelas.


    Pasal 28

    Cukup jelas. Pasal 29 .


    Pasal 29

    Cukup jelas.


    Pasal 30

    Cukup jelas.


    Pasal 31

    Cukup jelas.


    Pasal 32

    Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan "dari unsur OAP" dalam ketentuan ini adalah perwakilan masyarakat adat di wilayah provinsi dan tidak sedang menjadi anggota partai politik sekurang- kurangnya 5 (lima) tahun sebelum mendaftar sebagai calon anggota DPRP. Ayat (21 Yang dimaksud dengan "5 (lima) tahun dan berakhir bersamaan dengan masa jabatan anggota DPRP yang dipilih" dalam ketentuan ini adalah masa jabatan anggota DPRP yang diangkat tidak boleh berbeda dengan masa berakhir jabatannya dengan anggota DPRP yang dipilih. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (a) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Ayat (6) Cukup jelas.


    Pasal 33

    Cukup jelas.


    Pasal 34

    Cukup jelas.


    Pasal 35

    Ayat (1) Yang dimaksud dengan ^u,/o (satu per empat) kali dari jumlah anggota DPRP" dalam ketentuan ini termasuk dengan komposisi sekurang-kurangnya berjumlah 30% (tiga puluh persen) keterwakilan perempuan. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas.


    Pasal 36

    Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (21 Cukup jelas. Ayat (3) Bahwa pengucapan sumpahljanji tetap dilaksanakan bagi calon anggota DPRP yang tidak ada gugatan sengketa hasil seleksi Pansel Provinsi. Ayat (4) Cukup jelas.


    Pasal 37
    Pasal 37

    Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan" dalam ketentuan ini adalah mekanisme kerja Kelompok Khusus sama dengan mekanisme kerja fraksi yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (a) Cukup jelas.



    Pasal 38

    Cukup jelas.


    Pasal 39

    Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (21 Dalam hal urutan berikutnya sudah tidak ada maka tidak dilakukan pengisian. Ayat (3) Cukup jelas.


    Pasal 40

    Cukup jelas.


    Pasal 41
    Pasal 41

    Cukup jelas. PasaT 42 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan "dari unsur OAP" dalam ketentuan ini adalah perwakilan Masyarakat Adat di wilayah kabupaten/kota dan tidak sedang menjadi anggota partai politik sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sebelum mendaftar sebagai calon anggota DPRK. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "5 (lima) tahun dan berakhir bersamaan dengan masa ^jabatan anggota DPRK yang dipilih" dalam ketentuan ini ada-lah masa jabatan anggota DPRK yang diangkat tidak boleh berbeda dengan masa berakhir ^jabatannya dengan anggota DPRK yang dipilih. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas.



    Pasal 43

    Cukup jelas. Pasal 44 .


    Pasal 44

    Cukup jelas.


    Pasal 45

    Ayat (1) Yang dimaksud dengan "yo (satu per empat) kali dari jumlah anggota DPRK" dalam ketentuan ini termasuk dengan komposisi sekurang-kurangnya berjumlah 30% (tiga puluh persen) keterwakilan perempuan. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup jelas.


    Pasal 46

    Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Bahwa pengucapan sumpahljanji tetap dilaksanakan bagi calon anggota DPRK yang tidak ada gugatan sengketa hasil seleksi Pansel Kabupaten/Kota. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (a) Cukup jelas.


    Pasal 47

    Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan" dalam ketentuan ini adalah mekanisme kerja Kelompok Khusus sama dengan mekanisme kerja fraksi yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas.


    Pasal 48

    Cukup jelas.


    Pasal 49

    Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Dalam hal urutan berikutnya sudah tidak ada maka tidak dilakukan pengisian. Ayat (3) Cukup ^jelas.


    Pasal 50

    Cukup jelas.


    Pasal 51

    Cukup jelas. Pasal 52 .


    Pasal 52

    Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup ^jelas. Huruf b Cukup ^jelas. Huruf c Yang dimaksud dengan "berdomisili di Papua sekurang- kurangnya 5 (lima) tahun" dalam ketentuan ini adalah domisili calon anggota DPRP/DPRK di Papua secara akumulatif. Huruf d Cukup ^jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Yang dimaksud dengan "surat lain yang dipersamakan dengan ijazah" dalam ketentuan ini adalah surat yang dikeluarkan oleh lembaga/institusi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perulndang-undangan. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Cukup jelas. Huruf i Cukup jelas. Huruf j Cukup ^jelas. Huruf k Yang dimaksud dengan "melakukan perbuatan tercela" dalam ketentuan ini adalah perbuatan yang melanggar norma adat, norma sosial di masyarakat, dan meresahkan masyarakat di antaranya judi, pemakai/pengedar narkoba, dan perbuatan melanggar kesusilaan lainnya. Huruf I Cukup ^jelas. Huruf m Cukup ^jelas. Huruf n Cukup ^jelas. Huruf o Cukup ^jelas. Huruf p Cukup jelas. Huruf q Cukup jelas. Huruf r Cukup jelas. Huruf s Cukup ^jelas. Huruf t Cukup jelas.


    Pasal 53

    Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan "memperjuangkan aspirasi dan hak dasar OAP" dalam ketentuan ini adalah aktivitas dalam memfasilitasi, menjaring aspirasi, mengartikulasikan hak dasar OAP dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Huruf c Yang dimaksud dengan "memihak, melindungi, dan memperjuangkan hak dan kepentingan OAP" dalam ketentuan ini adalah aktivitas dalam memfasilitasi, mengadvokasi kepentingan OAP untuk mewujudkan kesetaraan kesempatan di berbagai bidang sosial, politik, dan ekonomi dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "lembaga lain yang diakui pemerintah" dalam ketentuan ini adalah lembaga yang telah terdaftar oleh pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.


    Pasal 54

    Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (21 Cukup jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan "yang digunakan pertimbangan DPRP" dalam ketentuan ini apabila pada daerah otonom baru provinsi di wilayah Papua belum mengukuhkan dan melantik keanggotaan MRP. Ayat (a) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup ^jelas. Ayat (6) Cukup jelas.


    Pasal 55

    Cukup ^jelas.


    Pasal 56

    Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (21 Pertimbangan DPRP digunakan apabila pada daerah otonom baru provinsi belum terbentuk MRP. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup ^jelas.


    Pasal 57

    Cukup ^jelas.


    Pasal 58

    Cukup jelas. Pasal 59 .


    Pasal 59

    Peraturan Menteri mengenai pembentukan panitia pemilihan untuk pelaksanaan pemilihan keanggotaan Pansel Provinsi sekurang- kurangnya memuat mengenai unsur panitia pemilihan dan tugas panitia pemilihan.


    Pasal 60

    Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan "masing-masing mengusulkan 3 (tiga) orang calon anggota Pansel Provinsi" adalah calon yang diusulkan lembaga dan/atau pejabat negara berjumlah 3 (tiga) orang calon. Ayat (a) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas.


    Pasal 61

    Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup ^jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup ^jelas. Huruf g Yang dimaksud dengan "melakukan perbuatan tercela" dalam ketentuan ini adalah perbuatan yang melanggar norma adat, norma sosial di masyarakat, dan meresahkan masyarakat di antaranya judi, mabuk, memakai/mengedarkan narkoba, dan perbuatan melanggar kesusilaan lainnya. Huruf h Cukup jelas.


    Pasal 62

    Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Masa kerja Pansel berakhir 3 (tiga) bulan setelah menetapkan hasil seleksi bertujuan untuk mengantisipasi adanya gugatan di pengadilan.


    Pasal 63

    Cukup jelas.


    Pasal 64

    Ayat (1) Huruf a Cukup ^jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup ^jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Laporan pelaksanaan tugas di dalamnya minimal memuat berita acara rapat-rapat Pansel, hasil seleksi setiap tahapan, dan Keputusan Pansel yang memuat calon terpilih anggota DPRP untuk ditetapkan dan calon tetap anggota DPRP untuk daftar tunggu berdasarkan daerah pengangkatan dan peringkat hasil seleksi calon anggota DPRP mekanisme pengangkatan. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas


    Pasal 65

    Cukup jelas.


    Pasal 66

    Cukup jelas.


    Pasal 67
    Pasal 68

    Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (21 Cukup jelas. Ayat (3) Ayat (a) Peraturan Gubernur mengenai pembentukan panitia pemilihan untuk pelaksanaan pemilihan keanggotaan Pansel Kabupaten/Kota sekurang- kurangnya memuat mengenai unsur panitia pemilihan dan tugas panitia pemilihan. Yang dimaksud dengan "masing-masing mengusulkan 3 (tiga) orang calon anggota Pansel Kabupatenf Kota" adalah calon yang diusulkan lembaga danf atau pejabat negara berjumlah 3 (tiga) orang calon. Cukup jelas. Ayat (5) Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas.



    Pasal 69

    Cukup jelas.


    Pasal 70

    Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g a Huruf g Yang dimaksud dengan "melakukan perbuatan tercela" dalam ketentuan ini adalah perbuatan yang melanggar norma adat, norma sosial di masyarakat, dan meresahkan masyarakat di antaranya judi, mabuk, memakai/mengedarkan narkoba, dan perbuatan melanggar kesusilaan lainnya. Huruf h Cukup ^jelas.


    Pasal 71

    Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Masa kerja Pansei berakhir 3 (tiga) bulan setelah menetapkan hasil seleksi bertujuan untuk mengantisipasi adanya gugatan di pengadilan. Pasal T2 Cukup jelas.


    Pasal 73

    Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Huruf c Cukup ^jelas. Huruf d Cukup ^jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Laporan pelaksanaan tugas di dalamnya minimal memuat berita acara rapat-rapat Pansel, hasil seleksi setiap tahapan, dan keputusan Pansel yang memuat calon terpilih anggota DPRK untuk ditetapkan dan calon tetap anggota DPRK untuk daftar tunggu berdasarkan daerah pengangkatan dan peringkat hasil seleksi calon anggota DPRK mekanisme pengangkatan. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal T4 Cukup jelas.


    Pasal 75

    Cukup jelas.


    Pasal 76

    Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (a) Yang dimaksud "sekurang-kurangnya 3Oo/o (tiga puluh persen)" adalah nama yang dihasilkan dalam usulan berdasarkan wilayah adat di provinsi untuk usulan calon anggota DPRP dan usulan berdasarkan sebaran suku serta subsuku yang berada di kabupatenlkota untuk usulan calon anggota DPRK. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup ^jelas. Pasal TT Cukup ^jelas.


    Pasal 78

    Cukup jelas


    Pasal 79

    Ayat (1) Penetapan hasil seleksi anggota DPRP paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum penetapan Komisi Pemilihan Umum bertujuan agar pelantikan anggota DPRP mekanisme pengangkatan dilakukan secara bersamaan dengan DPRP mekanisme pemilihan. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "calon anggota DPRP terpilih" adalah calon yang akan dilantik menjadi anggota DPRP. Yang dimaksud dengan "calon anggota DPRP tetap" adalah calon yang menjadi daftar tunggu untuk mekanisme penggantian antarwaktu. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (a) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (71 Cukup jelas. Ayat (8) Cukup jelas.


    Pasal 80

    Cukup jelas.


    Pasal 81

    Ayat (1) Ayat (2) Penetapan hasil seleksi a.nggota DPRK paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum penetapan Komisi Pemilihan Umum bertujuan agar pelantikan anggota DPRK mekanisme pengangkatan dilakukan secara bersamaan dengan DPRK mekanisme pemilihan. Yang dimaksud dengan "calon anggota DPRK terpilih" adalah calon yang akan dilantik menjadi anggota DPRK. Yang dimaksud dengan "calon anggota DPRK tetap" adalah calon yang menjadi daftar tunggu untuk mekanisme penggantian antarwaktu. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup ^jelas. Ayat (7) Cukup jelas. Ayat (8) Cukup jelas.


    Pasal 82

    Cukup jelas.


    Pasal 83

    Cukup jelas.


    Pasal 84

    Cukup jelas.


    Pasal 85

    Cukup jelas.


    Pasal 86

    Cukup jelas.


    Pasal 87

    Cukup jelas.


    Pasal 88

    Cukup jelas.


    Pasal 89

    Yang dimaksud dengan "kelompok kerja di daerah" dalam ketentuan ini melibatkan profesional dan representasi OAP yang berprestasi, memiliki talenta, dan karya nyata membangun Papua dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.


    Pasal 90

    Cukup jelas. Pasal 9 1 Cukup jelas.


    Pasal 92

    Cukup jelas.


    Pasal 93

    Cukup jelas.


    Pasal 94

    Cukup jelas.


    Pasal 95

    Cukup jelas.


    Pasal 96

    Cukup jelas.


    Pasal 97

    Ayat (1) Yang dimaksud dengan "penjabat Kepala Daerah" adalah pejabat pimpinan tinggi madya untuk penjabat Gubernur dan pejabat pimpinan tinggi pratama untuk penjabat Bupati/penjabat Wali Kota. Yang dimaksud dengan "melantik penjabat Kepala Daerah" dalam ketentuan ini adalah Menteri atas nama Presiden melantik penjabat Gubernur dan penjabat Bupati/penjabat Wali Kota. Ayat (2) Cukup jelas.


    Pasal 98

    Ayat (1) Huruf a Yang dimaksud dengan "bersumber dari APBN" antara lain biaya penJrusunan kajian, survei lapangan, serta evaluasi dan pembahasan. Huruf b Yang dimaksud dengan "bersumber dari APBN" antara lain biaya penJrusunan kajian, survei lapangan, serta evaluasi dan pembahasan. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Yang dimaksud dengan "bantuan pengembangan daerah yang bersumber dari APBN" dalam ketentuan ini disalurkan melalui dana alokasi khusus dan/atau hibah. Huruf e Cukup jelas.


    Pasal 99

    Cukup jelas.


    Pasal 100

    Ayat (1) Yang dimaksud dengan "pembinaan, pengawasan, dan evaluasi" dalam ketentuan ini dilakukan terhadap kewajiban daerah otonom hasil pemekaran dan daerah induk. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (a) Cukup jelas.


    Pasal 101

    Cukup jelas.


    Pasal 102

    Cukup jelas.


    Pasal 103

    Cukup jelas.


    Pasal 104 Cukup jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6730

Webmentions

Anda dapat memberikan tanggapan atas peraturan ini dengan like, retweet/repost pada tweet yang mencantumkan tautan pada laman ini.

Tanggapan (0):