Pembiayaan Usaha Tani

Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2020

Kerangka<< >>

Menimbang Menimbang Mengingat Menetapkan PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 ^'TAHUN 2O2O TENTANG PEMBIAYAAN USAHA TANI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 87 dan Pasal 91 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2OI3 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pembiayaan Usaha Tani;

  1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

  2. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2Ol3 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2Ol3 Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5a33); MEMUTUSKAN PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMBIAYAAN USAHA TANI. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal I Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

  3. Pertanian adalah kegiatan mengelola sumber daya alam hayati dengan bantuan teknologi, modal, tenaga kerja, dan manajemen untuk menghasilkan komoditas Pertanian yang mencakup tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan/atau peternakan dalam suatu agroekosistem.

  1. Pemberdayaan 2 Pemberdayaan Petani adalah segala upaya untuk meningkatkan kemampuan Petani untuk melaksanakan Usaha Tani yang lebih baik melalui pendidikan dan pelatihan, penyuluhan dan pendampingan, pengembangan sistem dan sarana pemasaran hasil Pertanian, konsolidasi dan jaminan luasan lahan Pertanian, kemudahan akses ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi, serta penguatan kelembagaan Petani. Pembiayaan Usaha Tani adalah pemberian fasilitas Pemerintah atau Pemerintah Daerah melalui Lembaga Perbankan atau Lembaga Pembiayaan untuk kegiatan Usaha Tani. Usaha Tani adalah kegiatan dalam bidang Pertanian, mulai dari sarana produksi, produksi/budi daya, penanganan pascapanen, pengolahan, pemasaran hasil, dan/atau jasa penunjang. Petani adalah warga negara Indonesia perseorangan dan/atau beserta keluarganya yang melakukan Usaha Tani di bidang tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, danf atau peternakan. Badan Usaha Milik Petani adalah lembaga ekonomi Petani yang melaksanakan kegiatan Usaha Tani yang dibentuk oleh, dari, dan untuk Petani melalui Gabungan Kelompok Tani, guna meningkatkan produktivitas dan efisiensi Usaha Tani. Kelompok Tani adalah kumpulan Petani/peternak/pekebun yang dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan sosial, ekonomi, dan sumber daya, kesamaan komoditas, dan keakraban untuk meningkatkan serta mengembangkan usaha anggota. Gabungan Kelompok Tani adalah kumpulan beberapa Kelompok Tani yang bergabung dan bekerja sama untuk meningkatkan skala ekonomi dan efisiensi usaha. Lembaga Perbankan adalah Bank sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang mengenai Perbankan dan Perbankan Syariah. 3 4 5 6 7 8 9 10. Unit Khusus Pertanian yang selanjutnya disingkat UKP adalah unit atau fungsi yang melayani Pembiayaan Usaha Tani pada Lembaga Perbankan. 11. Lembaga Pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal untuk memfasilitasi serta membantu Petani dalam melakukan Usaha Tani. 12. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 13. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati/wali kota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 14. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Pertanian.
    Pasal 2
    (1)

    Pembiayaan Usaha Tani diberikan kepada:

    1. Petani; dan

    2. Badan Usaha Milik Petani. (21 Petani sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan:

    3. Petani penggarap tanaman pangan yang tidak memiliki lahan Usaha Tani dan menggarap paling luas 2 (dua) hektare;

    4. Petani yang memiliki lahan dan melakukan usaha budi daya tanaman pangan pada lahan paling luas 2 (dua) hektare; dan/atau

    5. Petani hortikultura, pekebun, atau peternak skala usaha kecil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Badan Usaha Milik Petani sebagaimana dimaksud pada ayat t huruf (b) merupakan lembaga ekonomi Petani dengan penyertaan modal yang seluruhnya dimiliki oleh Gabungan Kelompok Tani.

    (4)

    Badan .


    Pasal 3

    Usaha Tani meliputi Usaha Tani tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, cian/atau peternakan.


    Pasal 4

    Usaha Tani terdiri atas kegiatan:

    1. sarana produksi;

    2. produksi/budi daya;

    3. penanganan pascapanen, pengolahan, hasil; dan/atau

    4. jasa penunjang. dan pemasaran BAB II PELAKSANAAN PEMBIAYAAN USAHA TANI Pasal 5 (1) Dalam rangka pelaksanaan Pembiayaan Usaha Tani Menteri menJrusun kebutuhan indikatif Usaha Tani. (21 Kebutuhan indikatif Usaha Tani sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pedoman dalam pen5rusunan rencana kebutuhan Usaha Tani. (3) Kebutuhan indikatif Usaha Tani sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan satuan usaha dan/atau luasan tanam per hektare. Pasal 6 (1) Petani dan Badan Usaha Milik Petani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 menyampaikan rencana kebutuhan Usaha Tani kepada Pemerintah atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya. (21 Rencana kebutuhan Usaha Tani sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

    5. rencana kebutuhan permodalan; dan

    6. skema pengembalian.

      (3)

      Rencana


    Pasal 7
    (1)

    Pemerintah atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya memberikan pendampingan dalam pelaksanaan Pembiayaan Usaha Tani kepada Petani dan/atau Badan Usaha Milik Petani. (2) Pendampingan sebagaimana dimaksud pada aydt (1) berupa pendampingan terhadap:

    1. penyusunan rencana kebutuhan Pembiayaan Usaha Tani;

    2. manajemen Usaha Tani;

    3. teknis Usaha Tani; dan/atau

    4. administrasi keuangan.


    Pasal 8

    Ketentuan lebih lanjut mengenai kebutuhan indikatif Usaha Tani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, rencana kebutuhan Usaha Tani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, dan pendampingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 diatur dalam Peraturan Menteri. Pasal 9 (1) Pembiayaan Usaha Tani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilakukan melalui:

    1. Lembaga Perbankan; dan/atau

    2. Lembaga Pembiayaan. (21 Lembaga Perbankan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan badan usaha bidang perbankan untuk melayani kebutuhan Pembiayaan Usaha Tani sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

      (3)

      Lembaga a. pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana memfasilitasi serta membantu Petani melakukan Usaha Tani; atau

    3. pembiayaan dalam bentuk barang modal memfasilitasi serta membantu Petani melakukarr Usaha Tani. untuk dalam pada yang untuk dalam BAB III LEMBAGA PERBANKAN


    Pasal 10
    (1)

    Dalam melaksanakan perlindungan dan Pemberdayaan Petani, Pemerintah menugasi Badan Usaha Milik Negara bidang perbankan dan Pemerintah Daerah menugasi Badan Usaha Milik Daerah bidang perbankan untuk melayani kebutuhan Pembiayaan Usaha Tani dan Badan Usaha Milik Petani. (2) Usaha Tani sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Usaha Tani yang dilakukan oleh Petani dan Badan Usaha Milik Petani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2. (3) Penugasan kepada Badan Usaha Milik Negara bidang perbankan dan Badan Usaha Milik Daerah bidang perbankan sebagaimana dimaksud pada ayar (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 1 1 (1) Terhadap penugasan kepada Badan Usaha Milik Negara bidang perbankan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dapat diberikan dukungan untuk melayani kebutuhan Pembiayaan Usaha Tani sesuai dengan ketentuan peraturan perllndang-undangan. (2) Terhadap penugasan kepada Badan Usaha Milik Daerah bidang perbankan sebagaimana dimaksud dalam Pasal iO dapat didr-rktrnrr dengan pendanaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 12 (1) Badan Usaha Milik Negara bidang perbankan dan Badan Usaha Miiik Daerah bidang perbankan yang mendapat penugasan untuk meiayani kebutuha.n Pembiayaan Usaha Tani scbagaimana dimaksud dalam Pasal 10 membentuk UKP. (21 Lembaga Perbankan su'asta yang melakukan pelayanan kebutuhan Pembiayaan Usaha Tani membentuk UKP. (3) UKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (21 melakukan pelayanan kebutuhan Pembiayaan Usaha Tani yang mudatr diakses oleh Petani dan Badan Usaha Milik Petani.


    Pasal 13

    Lembaga Perbankan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (21 dapat menyalurkan kredit atau pembiayaan bersubsidi untuk melayani kebutuhan Pembiayaan Usaha Tani melaiui:

    1. lembaga keuangan bukan bank; darr/atau b. jejaring lembaga kerrangan mikro di bidang agribisnis,


    Pasal 14

    Pelayanan keburtuhan Perrrbiayaan Usaha Tani oleh Lembaga Perbankan sebagainrana dimaksud dalanr Pasal 12 dilaksanakan dengan prosedur rnudah dan persyaratan lunak. Paszri 1I> Prosedur mudah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 berupa tata cara mendapatkan kredit dan/atau pembiayaan yang dilakukan dengan cara sederhana dan cepat. Pa-sa1 16 Persyaratan lunak dalam Pembiayaan Usaha Tani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dapat berupa:

    1. agunan yang dapat dipenuhi atau tanpa agunan;

    2. bunga kredit dan/atau bagi hasil yang terjangkau; dan/atau

    3. skema Pcnbiayaan lJsaha Tani sesuai dengan karakteristik dan siklr,rs produksi Pertanian.


    Pasal 17
    (1)

    Untuk melaksanakan Pembiayaan Usaha Tani, Lembaga Perbankan berperan aktif:

    1. membantu Petani dan Badan Usaha Milik Petani memenuhi persyaratan memperoleh Pembiayaan Usaha Tani; dan

    2. membantu dan memudahkan Petani dan Badan Usaha Milik Petani mengakses fasilitas perbankan. (2) Peran aktif Lembaga Perbankan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan verifikasi data Petani melalui sistem informasi yang dikelola- oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang Pertanian. (3) Verifikasi data Petani sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:

    3. kebenaran Nomor Induk Kependudukan Petani dan keanggotaan dalam Kelompok Tani dan/atau Gabungan Kelompok Tani; dan/atau

    4. Nomor Pokok Wajib Pajak Badan Usaha Milik Peta-ni.


    Pasal 18

    Penerapan prosedur mudah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, persyara.tan lunak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, dan peran aktif Lembaga Perbankan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dilaksanakan sesuai dengan prinsip kehati-hatian yang berlaku secara umum dalam praktik perbankan. BAB IV LEMBAGA PEMBIAYAAN


    Pasal 19
    (1)

    Dalam melaksanakan perlindungan dan Pemberdayaan Petani, Pernerintah dan Pemerintah Daerah berkewajiban menugasi Lembaga Pembiayaan Pemerintah atau Pemerirrtah Daerah untuk melayani Petani daniatau Badan Usaha Milik Petani memperoletr Pembiayaan Usaha Tani. (2) Penugasan . (21 Penugasan kepada Lembaga Pembiayaan Pemerintah atau Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-unda.ngan. Pasal 20 (1) Terhadap penugasan kepada Lembaga Pembiayaan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dapat diberikan dukungan untuk melayani kebutuhan Pembiayaan Usaha Tani sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (21 Terhadap penugasan kepada Lembaga Pernbiayaan Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dapat didukung dengan pendanaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


    Pasal 21

    Lembaga Pembiayaan dapat menyalurkan kredit dan/atau pembiayaan bersubsidi untuk melayani kebutuhan Pembiayaan Usaha Tani kepada Petani melalui:

    1. lembaga keuangan bukan bank; dan/atau

    2. ^jejaring lembaga keuangan mikro di bidang agribisnis, untuk mengembangkan Pertanian.


    Pasal 22

    Pelayanan kebutuhan Pembiayaan Usaha Tani oleh Lembaga Pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dilaksanakan dengan persyaratan sederhana dan prosedur cepat. Pasal 23 (1) Persyaratan sederhana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 berupa pemberian kredit tanpa agunan atau agunan dijamin Pemerintah. (2) Selain persyaratan sederhana sebagaimana dimaksud pada ayaL (t), Lembaga Pembiayaan memberikan kemudahan pembiayaan berupa:

    1. bunga, marjin, dan/atau bagi hasil yang terjarrgkau; dan/atau

    2. skema


    Pasal 24

    Prosedur cepat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dilakukan melalui verifikasi:

    1. kebenaran Nomor Induk Kependudukan Petani dan keanggotaan dalam Kelompok Tani dan/atau Gabungan Kelompok Tani; dan/atau

    2. Nomor Pokok Wajib Pajak Badan Usaha Milik Petani.


    Pasal 25

    Untuk melaksanakan Pembiayaan Usaha Tani, Lembaga Pembiayaan berperan aktif:

    1. membantu Petani dan Badan Usaha Milik Pelani agar memenuhi persyaratan memperoleh Pembiayaan Usaha Tani; dan

    2. membantu dan memudahkan Petani dan Badan Usaha Milik Petani mengakses fasilitas Pembiayaan Usaha Tani. BAB V PEMBINAAN DAN PENGAWASAN


    Pasal 26
    (1)

    Menteri, gubernur, dan bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya melakukan pembinaan kepada Petani dan Badan Usaha Milik Petani. (2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit berupa:

    1. identifikasi jenis Usaha Tani yang dikembarrgkan;

    2. cara melaksanakan Usaha Tani yang baik;

    3. pemantaatarr Pembiayaan Usaha Tani;

    4. pelatihan manajerial Usaha Tani; dan/atau

    5. pelatihan analisis kelayakan Usaha Tani. Pasal 27 (1) Menteri, gubernur, dan bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya melakukan pengawasan terhadap kinerja perencanaan dan pelaksanaan Pembiayaan Usaha Tani. (21 Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:

    6. pemantauan;

    7. pelaporan; dan

    8. evaluasi. Pasal 28 (i) Pemantauan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2) huruf a dilakukan paling sedikit terhadap:

    9. jumlah Petani dan Badan Usaha Milik Petani yang mendapatkan fasilitas Pembiayaan Usaha Tani; dan

    10. penyaluran dan pemanfaatan Pembiayaan Usaha Tani oleh Lembaga Perbankan dan Lembaga Pembiayaan. (21 Pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling sedikit untuk:

    11. memverifikasi data penyaluran Pembiayaan Usaha Tani oleh Lembaga Perbankan dan Lembaga Pembiayaan; dan

    12. mengetahui perkembangan penyelenggaraan Pembiayaan Usaha Tani.


    Pasal 30
    (1)

    Evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (21 huruf c dilakukan terhadap pelaporan hasil pemantauan Pembiayaan Usaha Tani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29. (2) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan paling sedikit 2 (dua) kali dalam 1 (satu) tahun atau sewaktu-waktu jika diperlukan. (3) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan untuk meningkatkan efektivitas Pembiayaan Usaha Tani.


    Pasal 31

    Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman pelaksanaan pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 dan pengawasan Pembiayaan Usaha Tani sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 diatur dalam Peraturan Menteri. Pasal 32 Menteri, gubernur, dan bupati/wali kota sesuai kewenangannya mengalokasikan anggaran untuk melakukan pembinaan dan pengawasan sesuai dengan ketentuan peraturan pertrndang-undangan. BAB VII KETENTUAN PENUTUP


    Pasal 33

    Peraturan Pemerintah diundangkan. ini mulai berlaku pada tanggai Agar Agar setiap orarlg mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 30 Desember 2O2O trd JOKO WTDODO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 30 Desember 2O2O MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, YASONNA H. LAOLY LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2O2O NOMOR 3O8 PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 2O2O TENTANG PEMBIAYAAN USAHA TANI I. UMUM Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2Ol3 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani menegaskan bahwa salah 1 (satu) tujuan pembangunan Pertanian diarahkan untuk meningkatkan sebesar- besarnya kesejahteraan Petani. Petani sebagai pelaku pembangunan Pertanian perlu diberikan perlindungan dan pemberdayaan untuk mendukung pemenuhan kebutuhan pangan yang merupakan hak dasar setiap orang guna mewujudkan kedaulatan pangan, kemandirian pangan, dan ketahanan pangan secara berkelanjutan. Selama ini Pembiayaan Usaha Tani belum didukung suatu sistem pembiayaan dan peraturan perundang-undangan yang komprehensif guna memberikan jaminan kepastian hukum serta keadilan bagi Petani dan pelaku usaha di bidang Pertanian. Di samping itu, ketersediaan modal kerja sebagai elemen penting dalam pembangunan Pertanian masih sangat terbatas untuk dapat dimanfaatkan Petani. Dalam rangka mendorong pemberian Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, diperlukan upaya menumbuhkembangkan kelembagaan pembiayaan Pertanian yang melayani kepentingan Usaha Tani, meningkatkan kemampuan dan kapasitas Petani serta kelembagaan Petani dalam menjalankan Usaha Tani yang produktif, maju, modern, bernilai tambah, berCaya saing, mempunyai pangsa pasar dan berkelanjutan, serta memberikan kepastian hukum bagi terselenggaranya Usaha Tani. Salah satu kebijakan dalam pemberian Perlindungan dan Pernberdayaan Petani dilakukan melalui Pembiayaan usaha Tani. Dukungan terhadap Pembiayaan Usaha Tani diakomodir melalui Peraturan Pemerintah ini, yang mengatur antara lain mengenai:

    1. Pembiayaan Usaha Tani diberikan kepada Petani dan Badan Usaha Milik Petani. Petani yang dimaksud merupakan Petani penggarap tanaman pangatl yang tidak rnerniliki iahan Usaha Tani dan menggarap menggarap paling luas 2 (dua) hektare, Petani yang memiliki lahan dan melakukan usaha budi daya tanaman pangan pada lahan paling luas 2 (dua) hektare dan/atau Petani hortikultura, pekebun, atau peternak skala usaha kecil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. b. Pembiayaan Usaha Tani dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan indikatif Usaha Tani. Kebutuhan indikatif dimaksud didasarkan pada satuan usaha dan/atau luasan tanam per hektare. c. Pembiayaan Usaha Tani dilakukan melalui Lembaga Perbankan dan/atau Lembaga Pembiayaan. Keberadaan lembaga tersebut untuk melayani kebutuhan Pembiayaan Usaha Tani sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, serta melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal untuk memfasilitasi serta membantu Petani dalam melakukan Usaha Tani. d. Pembiayaan Usaha Tani dilaksanakan dengan memperhatikan prinsip elisiensi dan efektifitas serta tanpa mengabaikan prinsip kehati-hatian yang berlaku secara umum dalam praktik perbankan dan pembiayaan. e. penyeCerhanaan persyaratan dan prosedur cepat sesuai dengan karakteristik dan siklus produksi Pertanian, pembentukan UKP, dan prosedur penyaluran kredit yang sederhana yang dapat memperluas jangkauan pelayanannya dan memberi kepastian berusaha petani di segala pelosok tanah air; dan

    2. Menteri, gubernur, dan bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya melakukan pembinaan dan pengawasan kepada Petani dan Badan Usaha Milik Petani yang telah diberikan Pembiayaan Usaha Tani. Upaya peningkatan kemampuan dan kapasitas Petani, kelembagaan Petani, dan kemudahan akses pada sumber Pembiayaan Usaha Tani diharapkan dapat meningkatkan taraf kesejahteraan, kualitas, dan kehidupan Petani, serta mewujudkan kedaulatan pangan, kemandirian pangan, dan ketahanan pangan nasional secara berkelanjutan. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Cukup jelas Pasal 3 Yang dimaksud dengan: Pasal 4 Huruf a Kegiatan sarana produksi merupakan kegiatan pengadaan sarana produksi berupa pupuk, pestisida, benih, bibit, pakan ternak, obat hewan, dan alat mesin Pertanian. Termasuk dalam sarana yaitu mulsa (plastik yang digunakan dalam budi daya hortikuitura untuk mencegah gulma), greenhouse, kandang, anjir (penyangga untuk tanaman hortikultura, contohnya untuk tanaman labu, tomat). Huruf b Kegiatan produksi/budi daya merupakan kegiatan pemeliharaan sumber daya hayati yang dilakukan pada suatu areal lahan untuk diambil manfaat dan/atau hasil panennya. Huruf c Kegiatan penanganan pascapanen, pengolahan, dan pemasaran hasil meliputi:

    3. penanganan pascapanen, yaitu kegiatan pembersihan, pengupasan, sortasi, pengawetan, pengemasan, penyimpanan, standardisasi mutu, dan transportasi hasil budi daya;

    4. pengolahan, yaitu mengubah secara fisik, kimia'*,i, dan biologis bahan komoditas Pertanian menjadi suatu bentuk produk turunan; dan

    5. pemasaran hasil, yaitu kegiatan memasarkan produk Pertanian dalam bentuk segar maupun )iang telah mengalami pengolahan secara sederhana. Huruf d Kegiatan jasa penunjang merupakan kegiatan penunjang dalam memproduksi hasil Pertanian dan kegiatan sejerris untuk Pertanian yang tidak dilakukan untuk keperluan prciduksi/budi daya, atas dasar balas jasa (Be) atau kontrak. Jasa penunjang atas dasar balas jasa (/ee) atau kontrak dapat berupa jasa pemanenan dan pascapanen, serta menyiapkan hasil Pertanian untuk diiual ke pasar.


    Pasal 5

    Pasal 5 Ayat (1) Kebutuhan indikatif merupakan kebutuhan biaya Usaha Tani dari masing-masing komoditas selama 1 (satu) siklus musim tanam atau siklus usaha. Misalnya untuk komoditas padi sawah irigasi. komponennya antara lain benih, pupuk, pestisida, biaya garap, biaya irigasi, biaya panen, biaya pasca panen, dan biaya hidup. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas Pasal 6 Cukup jelas Pasal 7 Cukup jelas Pasal 8 Cukup jelas Pasal 9 Cukup ^jelas. Pasal 10 Cukup ^jelas. Pasal 1 1 Ayat (1) Yang dimaksud dengan dukungan antara lain pendanaan, pembiayaan, dan kebijakan. Ayat (2) Cukup jelas Pasal 12 Cukup jelas. Pasal 13 Cukup ^jelas. Pasal 14 Cukup jelas.


    Pasal 15

    PRES t DEN REPUBLIK INDONESIA -rr- Pasal 15 Cukup jelas Pasal 16 Huruf a Agunan yang dapat dipenuhi oleh Petani antara iain Usaha Tani yang diberikan Pembiayaan Usaha Tani dan/atau resi gudang. Huruf b Bunga kredit dan/atau bagi hasil yang terjangkau antara lain berupa pemberian subsidi bunga atau marjin penl.aluran Pembiayaan Usaha Tani. Huruf c Skema Pembiayaan Usaha Tani dilaksanakan sesuai dengan karakteristik dan siklus produksi Pertanian, yang antara lain disesuaikan dengan jenis:

    1. tanaman semusim;

    2. tanaman tahunan; dan

    3. peternakan. Pasal 17 Cukup jelas Pasal 18 Cukup jelas Pasal 19 Ayat (1) Lembaga Pembiayaan Pemerintah antara lain Badan Usaha Milik Negara yang melakukan kegiatan pembiayaan. Ayat (2) Cukup ^jelas Pasal 20 Ayat (1) Yang dimaksud dengan dukungan arrtara lain pendanaan, pembiayaan, dan kebijakan. Ayat (2) Cukup jelas


    Pasal 21 Pasal 21 Cukup jelas. Pasal 22 Cukup ^jelas. Pasal 23 Ayat (1) Yang dimaksud dengan agunan dijamin Pemerintah antara lain pemberian imbal jasa penjaminan dan premi asuransi. Ayat (2) Huruf a Bunga, marjin, dan/atau bagi hasil yang terjangkau antara lain berupa pemberian subsidi bunga/marjin penyaluran Pembiayaan Usaha Tani. Huruf b Skema Pembiayaan Usaha Tani dilaksanakan sesuai dengan karakteristik dan siklus produksi Pertanian, yang antara lain disesuaikan dengan ^jenis: a. tanaman semusim; b. tanaman tahunan; dan c. peternakan. Ayat (3) Cukup ^jelas Pasal 24 Yang dimaksud dengan "prosedur cepat" yaitu dilakukan sesuai dengan kebutuhan dan tepat waktu. Pasal 25 Huruf a Cukup ^jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan membantu Petani untuk mengakses fasilitas Pembiayaan Usaha Tani dalam ketentuan ini adalah memastikan Petani mendapatkan informasi mengenai prosedur dan persyaratan memperoleh Pembiayaan Usaha Tani antara lain melalui sosialisasi dan edukasi. Yang Yang dimaksud dengan merrrr-rdahkan untuk mengakses fasilitas Pembiayaan Usaha Tani dalam ketentuan ini adalah memberikan kelonggaran akses. Pasal 26 Cukup jelas Pasal 27 Cukup jelas Pasal 28 Cukup ^jelas Pasal 29 Cukup ^jelas Pasal 30 Cukrrp jelas. Pasal 31 Cukup jelas. Pasal 32 Cukup ^jelas. Pasal 33 Cukup ^jelas. TAMBAHAN I.EMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6608

Webmentions

Anda dapat memberikan tanggapan atas peraturan ini dengan like, retweet/repost pada tweet yang mencantumkan tautan pada laman ini.

Tanggapan (0):