Layanan Habilitasi dan Rehabilitasi bagi Penyandang Disabilitas

Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2020

Kerangka<< >>

Menimbang Menimbang Mengingat Menetapkan PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2O2O TENTANG LAYANAN HABILITASI DAN REHABILITASI BAGI PENYANDANG DISABILITAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 113 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Layanan Habilitasi dan Rehabilitasi bagi Penyandang Disabilitas;

  1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

  2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 69, Tarnbahan l,embaran Negara Republik Indonesia Nomor 5871); MEMUTUSI(AN: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG LAYANAN HABILITASI DAN REHABILITASI BAGI PENYANDANG DISABILITAS. BABI. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

  3. Habilitasi adalah proses pelayanan yang diberikan kepada seseorang yang mengalami disabilitas sejak lahir untuk memastikan penyandang disabilitas mencapai dan mengembangkan kemandirian sesuai dengan kemampuannya secara spesifik sehingga dapat beraktifitas dan berpartisipasi penuh dalam semua aspek kehidupan. 2. Rehabilitasi adalah proses pelayanan yang diberikan kepada seseorang yang mengalami disabilitas tidak sejak lahir untuk mengembalikan dan mempertahankan fungsi serta mengembangkan kemandirian, sehingga dapat beraktifitas dan berpartisipasi penuh dalam semua aspek kehidupan. 3. Penyandang Disabilitas adalah setiap orang ^yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam ^jangka waktu lama ^yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan ^warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak. 4. Pekerja Sosial adalah seseorang yang memiliki pengetahuan, keterampilan, dan nilai praktik pekerjaan sosial serta telah mendapatkan sertifikat kompetensi. 5. Tenaga Kesehatan adalah setiap otarrg ^yang mengabdikan drri dalam bidang kesehatan ^serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan ^melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk ^jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk ^melakukan upaya kesehatan.

  4. Pendidik 6. Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. 7. Alat Bantu adalah benda yang berfungsi membarrtu kemandirian Penyandang Disabilitas dalam melakukan kegiatan sehari-hari. 8. Alat Bantu Kesehatan adalah benda yang berfungsi mengoptimalkan fungsi anggota tubuh Penyandang Disabilitas berdasarkan rekomendasi dari tenaga medis. 9. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah ^yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan ^yang menjadi kewenangan daerah otonom.

  1. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial. Pasal 2 Habilitasi dan Rehabilitasi untuk Penyandang Disabilitas bertujuan:
    1. mencapai, mempertahankan, dan mengembangkan kemandirian, kemampuan fisik, mental, sosiai, ^dan keterampilan Penyandang Disabilitas ^secara maksimal; dan

    2. memberi kesempatan untuk berpartisipasi ^dan berinklusi di seluruh aspek kehidupan. Pasal 3 Ruang lingkup pengaturan layanan Habilitasi Rehabilitasi meliputi:

    3. penanganan Habilitasi dan Rehabilitasi;

    4. kelembagaan Habilitasi dan Rehabilitasi;

    5. standar pela-yanan Habilitasi dan Rehabilitasi;

    6. pembinaan dan pengawasan;

    7. pengaduan; dan

    8. pendanaan. dan BAB II PENANGANAN HABILITASi DAN REHABILITASI Bagian Kesattr Umum Pasal 4 (1) Penanganan Habilitasi dan Rehabilitasi dilaksanakan secara komprehensif dan multisektoral. (21 Penanganan secara komprehensif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan rangkaian penanganan menyeluruh yang melibatkan berbagai aspek secara terpadu sesuai dengan ragarn Penyandang Disabilitas. (3) Penanganan secara multisektoral sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh kementerian/lembaga terkait layanan Habilitasi dan Rehabilitasi. Pasal 5 Habititasi dan Rehabilitasi untuk Penyandang Disabiiitas berfungsi sebagai sarana:

    9. pendidlkan dar pelatihan keterampilan hidup;

    10. antara daLa-: rr rrrerrgatasi kondisi kedisabilitasan; dan c untuk mempersiapkan Penyandang Disabilitas agar dapat hidup mandiri dalam masyarakat. Pasal 6 (1) Sarana pendidikan dan pelatihan keterampilan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dilaksanakan dengan mengembangkan pengetahuan dan kemampuan Penyandang Disabilitas sehingga dapat hidup mandiri. (21 Sarana antara dalam mengatasi kondisi kedisabilitasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b dilaksanakan dengan mempersiapkan Penyandang Disabilitas dalam mengatasi hambatan fungsional dan hambatan di lingkungannya untuk beraktifitas dan berpartisipasi secara penuh dalam kehidupan sosial masyarakat. (3) Sarana untuk mempersiapkan Penyandang Disabilitas agar dapat hidup mandiri dalam masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c dilaksanakan dengan menumbuhkan atau mengembalikan, rnempertahankan, dan mengembangkan kemampuan dan keterampilan hidup. Pasal 7 Habilitasi dan Rehabilitasi dilakukan melalui:

    11. penyadaran kepada keluarga dan seluruh masyarakat untuk penghilangan strgma dan diskriminasi lainnya terhadap Penyandang Disabilitas;

    12. penyediaan aksesibilitas pemberian akomodasi yang layak, Alat Bantu, Alat Bantu Kesehatan, layanan kesehata; r yang dibutuhkan, pendamping pribadi, dan dukungan pengambilan keputusan; dan/atau c pemberian kesempatan bagi Penyandang Disabilitas dan keluarganya untuk berpartisipasi secara penuh dalam segala aspek kehidupan di masyarakat. Pasal 8 Penanganan Habilitasi dan Rehabilitasi untuk Penyandang Disabilitas dilakukan dalam bentuk layanan Habilitasi dan Rehabilitasi dalam:

    13. keluarga dan masyarakat; dan

    14. lembaga. Pasal 9 Layanan Habilitasi dan Rehabilitasi bagi Penyandang Disabilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 wajib memperhatikan:

    15. partisipasi Penyandang Disabilitas;

    16. kebutuhan khusus perempuan dan anak;

    17. pemberdayaan Penyandang Disabilitas;

    18. kemitraan dengan masyarakat;

    19. keadilan dan kesetaraan;

    20. kesinambungan; dan

    21. kerelaan Penyandang Disabilitas. Pasal 10 (1) Layanan Habilitasi dan Rehabilitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 didukung dengan layanan terhadap orang tua atau wali. (2) Dukungan layanan terhadap orang tua atau wali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk memfasilitasi keluarga atau wali agar dapat:

    22. menerima kehadiran Penyandang Disabilitas dalam keiuarga; dan

    23. mengasuh dan mendidik Penyandang ^Disabilitas. Bagian Kedua Bagian Kedua Layanan Habilitasi Pasal 1 1 (1) Bentuk layanan Habilitasi dalam keluarga, masyarakat, dan lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 terdiri atas:

    24. deteksi dini;

    25. intervensi dini;

    26. dukungan psikososial;

    27. penyediaan Alat Bantu dan/atau Alat Bantu Kesehatan;

    28. penyediaan informasi dan komunikasi; dan/atau

    29. sistem rujukan. (2) Penyelenggaraan layanan Habilitasi melibatkan orang tua atau wali. Pasal 12 (1) Layanan Habilitasi dalam bentuk deteksi dini sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat ^(1) huruf a dilakukan dengan mengidentifikasi keterbatasan atau keterlambatan pada tahapan tumbuh kembang anak. (21 Layanan Habilitasi dalam bentirk deteksi dini sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Tenaga Kesehatan dan/atau tenaga lain ^yang terdidik dan terlatih. Pasal 13 (1) Layanarr Habilitasi dalam bentuk intervensi dini sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat ^(1) ^huruf b dilaksanakan paling sedikit melalui ^pendekatan:

    30. medis;

    31. psikologis;

    32. sosial .

    33. sosial; dan/atau

    34. pendidikan. (2) Intervensi dini sebagaimana dimaksud pada ayat ^(1) dilaksanakan oleh:

    35. Pekerja Sosial;

    36. Tenaga Kesehatan;

    37. psikolog; dan/atau

    38. tenaga lain yang terdidik dan terlatih. Pasal 14 (1) Layanan Habilitasi dalam bentuk dukungan psikososial sebagaimana dimaksud dalam Pasal ^11 ayat (1) huruf c dilakukan dengan ^pemberian konseling, penerimaan, pengakuan, ^pemberian dukungan tumbuh kembang, ^pembentukan ^konsep diri, dan pemberian motivasi diri bagi Penyandang Disabilitas. (2) Dukungan psikososial sebagaimana dimaksud ^pada ayat (1) dilaksanakan oleh:

    39. Pekerja Sosial;

    40. Tenaga Kesehatan;

    41. psikolog;

    42. Pendidik; dan/atau

    43. kelompok sebaya. Pasal 15 (1) Layanan Habilitasi dalam bentuk ^penyediaatr Alat Bantu dan/atau Alat Bantu Kesehatan ^sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat ^(1) ^huruf ^d ^dilakukan dengan menyediakan Alat Bantu ^dan/atau Alat ^Bantu Kesehatan sesuai dengan kebutuhan ^dan ^ragam Penyandarrg Disabilitas.

      (2)

      Alat (2) Alat Bantu dan/atau Alat Bantu Kesehatan sesuai dengan kebutuhan dan ragam Penyandang Disabilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disediakan berdasarkan hasil asesmen tenaga profesional atau tenaga lain yang terdidik dan terlatih. (3) Gubernur dan bupati/wali kota menyediakan Alat Bantu dan/atau Alat Bantu Kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 16 (1) Layanan Habilitasi dalam bentuk penyediaan informasi dan komunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf e dilakukan dengan menyediakan media informasi dan komunikasi sesuai dengan kebutuhan dan ragam Penyandang Disabilitas. (2) Penyediaan informasi dan kornunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informasi, gubernur, dan bupati/wali kota. Pasal 17 (1) Layanan Habilitasi dalam bentuk sistem rujukan sebagaimana dimaksud dalam Pasa1 11 ayat ^(1) huruf f dilaksanakan melalui layanan rujukan yang bersifat multisektoral. (21 Layanan rujukan yang bersifat multisektoral sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dilaksanakan melalui:

    44. layanan medis;

    45. pendidikan; dan/atau

    46. pelindungan sosial.

      (3)

      Layanan (3) Layanan rujukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi tanggung jawab dari lembaga layanan Habilitasi. (4) Layanan rujukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan sesuai kebutuhan dan ragam Penyandang Disabilitas. (5) Dalam melaksanakan layanan Habilitasi dalam bentuk sistem rujukan sebagaimana dimaksud ^pada ayat (1), Menteri berkoordinasi dengan tnenteri ^yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan. (6) Sistem rujukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan mekanisme sistem layanan rujukan terpadu. Pasal 18 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara ^pemberian layanan Habilitasi sebagaimana dimaksud dalam ^Pasal 11 sampai dengan Pasal 17 diatur dengan Peraturan Menteri dan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan sesuai dengan kewenangannya. Bagian Ketiga Layanan Rehabilitasi Pasal 19 (1) Bentuk Layanan Rehabilitasi dalam masyarakat, dan lembaga sebagaimana dalam Pasal 8 terdiri atas: keluarga, dimaksud a. peningkatan a. peningkatan kapasitas;

    47. pelibatan;

    48. dukungan psikososial;

    49. penyediaan Alat Bantu dan/atau Alat Bantu Kesehatan; dan/atau

    50. sistem rujukan. (2) Bentuk layanan Rehabilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan asesmen tenaga profesional atau tenaga lain yang terdidik dan terlatih dengan persetujuan Penyandang Disabilitas. (3) Penyelenggaraan layanan Rehabilitasi melibatkan orang tua atau wali, suami atau istri, serta anggota keluarga lainnya dan/atau komunitas. Pasal 20 (1) Layanan Rehabilitasi dalam bentuk peningkatan kapasitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf a dilakukan dengan memberikan:

    51. pelatihan;

    52. bimbingan; dan/atau

    53. pendampingan. (21 Pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan dengan memberikan kemampuan ^guna mengembalikan dan mempertahankan kemandirian Penyandang Disabilitas. (3) Bimbingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dengan memberikan arahan untuk mengatasi kesulitan yang dialami Penyandang Disabilitas. (4) Pendampingan sebagaimana dimaksud pada ayat ^(1) huruf c dilakukan guna memastikan Penyandang Disabilitas memiliki kemandirian ^secara berkelanjutan.

      (5)

      Layanan .

      (5)

      Layanan Rehabilitasi dalam bentuk peningkatan kapasitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh tenaga profesional atau tenaga lain yang terdidik dan terlatih. Pasal 21 (1) Layanan Rehabilitasi dalam bentuk pelibatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf b dilakukan dengan mengikutsertakan Penyandang Disabilitas dalam kehidupan sosial masyarakat. (2) Layanan Rehabilitasi dalam bentuk pelibatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh orang tua atau wali, suami atau istri, anggota keluarga lainnya, pendamping, danlatau masyarakat. Pasal 22 (1) Layanan Rehabilitasi dalam bentuk dukungan psikososial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf c dilakukan dengan pemberian konseling, penerimaan,' pengakuan, pembentukan konsep diri, dan pemberian motivasi diri bagi Penyandang Disabilitas. (2) Dukungan psikososial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksarrakan oleh:

    54. Pekerja Sosial;

    55. Tenaga Kesehatan;

    56. psikolog;

    57. Pendidik; dan/atau

    58. kelompok sebaya

      Pasal 23

      Pasal 23 (1) Layanan Rehabilitasi dalam bentuk penyediaan Alat Bantu dan/atau Alat Bantu Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf d dilakukan dengan menyediakan Alat Bantu dan/atau Alat Bantu Kesehatan sesuai dengan kebutuhan dan ragam Penyandang Disabilitas. (2) Alat Bantu dan/atau Alat Bantu Kesehatan sesuai dengan kebutuhan dan ragam Penyandang Disabilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disediakan berdasarkan hasil asesmen tenaga profesional atau tenaga lain yang terdidik dan terlatih. (3) Gubernur dan bupati/wali kota menyediakan Alat Bantu dan/atau Alat Bantu Kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perltndang-undangan. Pasal 24 (1) Layanan Rehabilitasi dalam bentuk sistem rujukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) huruf e dilaksanakan melalui layanan rujukan yang bersifat multisektoral. (21 Layanan rujukan yang bersifat multisektoral sebagaimana dimaksud pada ayat ^(1) dilaksanakan melalui:


    59. layanan medis;

    60. pendidikan;

    61. pelatihan;

    62. pelindungan sosial; dan/atau

    63. layanan rujukan lanjr1ian. (3) Layanan rujukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi tanggung jawab Cari lembaga lavanan Rehabiiitasi. (41 Layanan nrjukan sebagaimana dimaksud ^pada avat (1) diberikan sesuai kebutuhan dan ragam Penyandang Disabilitas.

      (5)

      Dalam .

      (5)

      Dalam melaksanakan layanan Rehabilitasi dalam bentuk sistem rujukan sebagaimana dimaksud ^pada ayat (l), Menteri berkoordinasi dengan menteri ^yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan, dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan. (6) Sistem rujukan sebagaimana dimaksud pada ayat ^(1) dapat dilakukan dengan mekanisme sistem layanan rujukan terpadu. Pasal 25 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara ^pemberian layanan Rehabilitasi sebagaimana dimaksud dalam ^Pasal 19 sampai dengan Pasal 24 diatur dengan ^Peraturan Menteri, peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan, ^dan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan sesuai dengan kewenangannya. BAB III KELEMBAGAAN HABILITASI DAN REHABILITASI Pasal 26 (1) Layanan Habilitasi dan Rehabilitasi diselenggarakan oleh lembaga layanan Habilitasi ^dan Rehabilitasi ^milik kementerian/lembaga, Pemerintah ^Daerah, ^dan masyarakat. (2) Lembaga layanan Habilitasi dan ^Rehabilitasi ^milik kementerian/lembaga dan Pemerintah ^Daerah sebagaimana dimaksud ^pada ayat ^(1) ^dilaksanakan sesuai dengan ketentuan ^peraturan ^perundang- undangan.

      (3)

      Lembaga .

      (3)

      Lembaga layanan Habilitasi dan Rehabilitasi milik masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat ^(1) paling sedikit berupa:

    64. fasilitas pelayanan kesehatan; dan

    65. lembaga kesejahteraan sosial. Pasal 27 Pendirian dan penyelenggaraan lembaga Layanan Habilitasi dan Rehabilitasi berupa fasilitas ^pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (3) huruf a dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 28 (1) Lembaga layanan Habilitasi dan Rehabilitasi berupa lembaga kesejahteraan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (3) huruf b wajib merniliki ^izin operasional. (2) Untuk mendapatkan izin operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1), lembaga kesejahteraan ^sosial harus memenuhi persyaratan:

    66. berbadan hukum;

    67. memiliki struktur organisasi lembaga;

    68. mempunyai sumber daya manusia ^yang kompeten terhadap Penyandang Disabilitas;

    69. memiliki sarana dan prasarana;

    70. memiliki standar pelayanan Habilitasi ^dan Rehabilitasi;

    71. memiliki manajemen pengelolaan dana ^dan pertanggungjawaban dana; dan

    72. bersifat terbuka.

      (3)

      Izin operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh:

    73. Menteri, untuk lembaga kesejahteraan sosial ^yang sasarannya lebih dari 1 (satu) provinsi;

    74. gubernur, untuk lembaga kesejahteraan ^sosiai yang sasarannya dalam 1 (satu) provinsi; atau

    75. bupati/wali kota, untuk lembaga kesejahteraan sosial yang sasarannya dalam 1 (satu) kabupatenlkota. (4) Proses permohonan izin sebagaimana dimaksud ^pada ayat (3) dilaksanakan dengan cepat, mudah, ^dan biaya murah. (5) Izin operasional sebagaimana dimaksud ^pada ayat ^(1) berlaku selama 4 (empat) tahun. (61 lzin operasional sebagaimana dimaksud ^pada avat ^(5) dapat diperpanjang berdasarkan hasil ^evaluasi' (7) Lembaga kesejahteraan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang tidak memiliki izin operasional dikenai sanksi administratif. (8) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud ^pada ayat (71berupa:

    76. tegurau lisan;

    77. peringatan tertulis; atau

    78. pembubaran. (9) Ketentuan lebih lanjut mengenai ^tata ^cara ^pemberian izin dan pengenaan sanksi administratif ^sebagaimana dimaksud pada ayat ^(3) dan ayat ^(8) ^diatur ^dengan Peraturan Menteri. BAB IV STANDAR PELAYANAN HABILITASI DAN REHABTLITASI Pasal 29 (1) Pelayanan Habilitasi dan Rehabilitasi di fasilitas kesehatan milik kementeriarr yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan, Pemerintah Daerah, dan masyarakat dilaksanakan sesuai dengan standar. (2) Standar sebagaimana dimaksud pada ayat ^(1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan ^peraturan perundang-undangan. Pasal 30 (1) Standar pelayanan Habilitasi dan Rehabilitasi di unit pelaksana teknis bidang sosial milik kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial dan Pemerintah Daerah ^provinsi ^serta lembaga kesejahteraan sosial meliputi:

    79. persetujuan dari penerima layanan ^yang bersangkutan;

    80. penjelasan hak dan kewajiban ^penerima pelayana n I wali I pengampu;

    81. menyediakan mekanisme ^pengaduan ^dan penanganannya;

    82. ^jangka waktu pelayanan;

    83. memberikan layanan secara ^komprehensif;

    84. perlakuan yang menghargai harkat ^dan ^martabat penerima pelayanan; dan

    85. memperhatikan kebutuhan khusus ^peremprLan dan anak. (2) Ketentuan lebih lanjut Inerrgenai ^standar ^pelavanan Habilitasi dan Rehabilitasi sebagaimana ^dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan ^Menteri. BAB V BAB V PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Pasal 31 (1) Menteri, menteri/pimpinan lembaga terkait, gubernur, dan bupati/wali kota bertanggung ^jawab melaksanakan pembinaan dan pengawasan dalam pelaksanaan layanan Habilitasi dan Rehabilitasi sesuai dengan kewenangannya. (21 Pembinaan dan pengawasan dalam pelaksanaan layanan Habilitasi dan Rehabilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB VI PENGADUAN Pasal 32 (1) Penyandang Disabilitas yang menerima layanan Habilitasi dan Rehabilitasi dapat melakukan pengaduan kepada Menteri, menteri/pimpinan lembaga terkait, gubernur, dan bupati/wali ^kota. (2) Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat ^(1) dilaksanakan melalui sarana pengaduan ^yang disediakan dengan sistem ^pengaduan yang terkorreksi dengan kementerian/lembaga terkait ^dalam penanganan layanan Habilitasi dan Rehabilitasi. (3) Sistem sebagaimana dimaksud pada ayat ^(21 merupakan sistem informasi yang bersifat ^nasional sesuai dengan ketentuan ^peraturan ^perundang- undangan. (4) Pengaduan sebagaimana dimaksud ^pada ^ayat ^(1) dapat ^juga berasal dari masyarakat.

      Pasal 33

      Pasal 33 Menteri, menteri/pimpinan lembaga terkait, gubernur, dan bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya menanggapi pengaduan paling lambat 14 (empat belas) hari sejak pengaduan diterima sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB VII PENDANAAN Pasal 34 (1) Pendanaan dalam rangka penyelenggaraan layanan Habilitasi dan Rehabilitasi bagi Penyandang Disabilitas bersumber dari:


    86. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;

    b. anggaran pendapatan dan belanja daerah; ^dan c. sumber lainnya yang sah dan tidak ^mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan ^perundang- undangan. (2) Pendanaan sebagaimana dimaksud ^pada ayat ^(1) huruf a dan huruf b sesuai dengan ^kemampuan keuangan negara. BAB VIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 35 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku ^pada ^tanggal diundangkan. Agar Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 15 Desember 2O2O JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 16 Desember 2O2O MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, YASONNA H. LAOLY PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2O2O TENTANG LAYANAN HABILITASI DAN REHABILITASI BAGI PENYANDANG DISABILTTAS UMUM Layanan Habilitasi dan Rehabilitasi dimaksudkan untuk memfasilitasi Penyandang Disabilitas agar memiliki konsep diri yang tepat sesuai dengan ragam disabilitasnya, menghindari menurunnya kondisi Penyandang Disabilitas baik secara l-rsik, psikologis, maupun sosial. Selain itu, penyiapan Penyandang Disabilitas agar mampu memasuki jenjang pendidikan formal dan nonformal, serta penyiapan Penyandang Disabilitas agar dapat beraktifitas dan berpartisipasi penuh dalam masyarakat secara inklusif. Habilitasi juga dimaksudkan agar Penyandang Disabilitas memiliki kemampuan dasar anak yang diperlukan untuk tumbuh kembang dalam menjalankan kehidupan sehari-trari sesuai ragam disabilitasnya secara spesifik. Sementara itu Rehabilitasi ^juga dimaksudkan agar Penyandang Disabilitas dapat menerima dan beradaptasi dengan kondisi disabilitas yang dialami, mengerrrbalikan fungsi dan kemampuan dasar yang diperlukan untuk menjalankan kehidupan sehari-hari sesuai ragam disabilitasnya, dapat menggunakan Alat Bantu dan meningkatkan kemampuan interaksi sosial, dan mengembangkan kemandirian. Materi muatan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini antara lain penanganan Habilitasi dan Rehabilitasi, kelembagaan Habilitasi dan Rehabilitasi, standar pelayanan Habilitasi dan Rehabilitasi, pembinaan dan pengawasan, pengaduan, dan pendanaan. Terkait dengan penanganan Habilitasi dan Rehabilitasi untuk Penyandang Disabilitas dilakukan dalam bentuk layauan Habilitasi . I II Habilitasi dan Rehabilitasi dalam keluarga dan masyarakat serta layanan Habilitasi dan Rehabilitasi dalam lembaga. Kemudian, terkait dengan kelembagaan maka layanan Habilitasi dan Rehabilitasi diselenggarakan oleh lembaga layanan Habilitasi dan Rehabilitasi milik Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat. Lembaga layanan Habititasi dan Rehabilitasi milik masyarakat dalam bentuk Iembaga kesejahteraan sosial harus mempunyai izin operasional. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup ^jelas. Pasal 2 Cukup ^jelas. Pasal 3 Cukup ^jelas Pasal 4 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan ^"kementerian/lembaga ^terkait" antara lain kementerian yang menyelenggarakan ^urusan pemerintahan di bidang kesehatan, kementerian ^yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan, dan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan. Pasal 5 Cukup ^jelas Pasal 6 Pasal 6 Cukup ^jelas Pasal 7 Huruf a Cukup ^jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan "pendamping pribadi" adalah orang yang dapat memberikan bantuan dan pertolongan kepada Penyandang Disabilitas untuk dapat beraktifitas dan berpartisipasi secara penuh di masyarakat. Yang dimaksud dengan "dukungan pengambilan keputusan" adalah orang yang ahli dibidangnya yang dapat memberikan penjelasan dan pemahaman bagi Penyandang Disabilitas untuk mengambil keputusan. Huruf c Cukup ^jelas. Pasal 8 Cukup ^jelas Pasal 9 Huruf a Yang dimaksud dengan "partisipasi Penyandang Disabilitas" termasuk menyatakan pendapat atau mengambil keputusan menerima atau menolak layanan Habilitasi dan Rehabilitasi. Huruf b Yang dimaksud dengan "kebutuhan khusus ^perempuan dan anak" meliputi hak kesehatan reproduksi dan seksual, kerentanan, serta kebutuhan tumbuh kembang anak. Huruf c Cukup ^jelas. Huruf d I{uruf d Cukup ^jelas. Huruf e Cukup ^jelas. Huruf f Yang dimaksud dengan "kesinambungan" adalah penanganan proses Habilitasi dan Rehabilitasi yang komprehensif yang meliputi rehabilitasi medis, rehabilitasi sosial, rehabilitasi vokasional, sampai penyaluran kerja bagi Penyandang Disabilitas. Huruf g Yang dimaksud dengan "kerelaan Penyandang Disabilitas" adalah tanpa paksaan. Pasal 10 Cukup ^jelas. Pasai 1 I Cukup ^jelas. Pasal 12 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "tenaga lain yang terdidik dan terlatih" antara lain kader kesehatan dan relawan sosial. Pasal 13 Cukup ^jelas. Pasal 14 Cukup ^jelas. Pasal L5 Cukup ^jelas Pasal i6. . ^. Pasal 16 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "media informasi dan komunikasi" antara lain tulisan dengan huruf braille, ^juru bahasa isyarat, dan/atau tenaga pengajar bahasa isyarat tuli. Ayat (2) Cukup ^jelas. Pasal 17 Cukup ^jelas. Pasal 18 Cukup ^jelas. Pasal 19 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "tenaga ^profesional" ^antara ^lain Pekerja Sosial, terapis, dokter spesialis ^rehabilitasi ^medik, dan lain-lain. Yang dimaksud dengan "persetujuan ^Penyandang Disabilitas" adalah ^persetujuan dari ^Penyandang Disabiiitas yang akan menerima ^layanan ^dan ^bisa ^diwakili oleh orang tua atau wali ^apabila ^Penyandang ^Disabilitas masih usia anak. Apabila ^Penyandang ^Disabilitas ^bukan usia anak tapi mengalami ^kesulitan dalam ^membuat keputusan, maka berhak ^mendapatkan ^pendampingan dalam pengambilan kePutusan. Ayat (3) Cukup ^jelas. Pasai 20 Cukup ^jelas. Pasal 21 Cukup jelas Pasa! 22 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "penerimaan' adalah suatu kondisi dimana orang tua, saudara kandung maupun Penyandang Disabilitas dapat menerima keadaan kedisabilitasan yang ada dan bukan sebagai beban. Ayat (21 Cukup ^jelas. Pasal 23 Cukup ^jelas Pasal 24 Cukup ^jelas Pasal 25 Cukup ^jelas Pasal 26 Cukup ^jelas Pasal 27 Cukup ^jelas. Pasal 28 Cukup ^jelas Pasal 29 Cukup ^jelas Pasal 30 Ayat (1) Huruf a Yang dimaksud dengan "penerima layanan" ^adalah Penyandang Disabilitas yang mendapatkan ^layanan Habilitasi dan Rehabilitasi. Huruf b Cukup ^jelas. Huruf c Cukup ^jelas. Huruf d Cukup ^jelas. Huruf e Yang dimaksud dengan "komprehensif' ^adalah ^bekerja sama dengan lembaga ^pelayanan ^kesehatan, pendidikan, ketenagakerjaan, dan sosial. Huruf f Cukup ^jelas. t{uruf g Cukup ^jelas. Ayat (2) Cukup ^jelas. Pasal 31 Cukup ^jelas. Pasal 32 Ayat (1) Cukup ^jelas AyaL ^(25 Ayat (2) Yang dimaksud dengan "sistem pengaduan" antara lain pengaduan masyarakat secara daring (onlinel dan/atau unit pengaduan. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (4) Cukup ^jelas. Pasal 33 Cukup jelas. Pasal 34 Cukup jelas. Pasal 35 Cukup lelas

Webmentions

Anda dapat memberikan tanggapan atas peraturan ini dengan like, retweet/repost pada tweet yang mencantumkan tautan pada laman ini.

Tanggapan (0):