Sistem Informasi Perdagangan

Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2020

Kerangka<< >>

Menimbang Menimbang Mengingat Menetapkan PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2O2O TENTANG SISTEM INFORMASI PERDAGANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 92 Undang- Undang Nomor 7 Tahun 2Ol4 tentang Perdagangan, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Sistem Informasi Perdagangan;

  1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

  2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2Ol4 tentang Perdagangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2Ol4 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5512); MEMUTUSKAN: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM INFORMASI PERDAGANGAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal t Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: Sistem Informasi Perdagangan adalah tatanan, prosedur, dan mekanisme untuk pengumpulan, pengolahan, penyampaian, pengelolaan, dan penyebarluasan data dan/atau informasi perdagangan yang terintegrasi dalam mendukung kebij akan dan pen gendalian perdagangan. 1 2. Data 2. Data Perdagangan adalah fakta yang ada yang berupa tekstual atau spasial baik terstruktur maupun tidak terstruktur terkait dengan kegiatan perdagangan ^yang dapat dijadikan dasar untuk men5rusun Informasi Perdagangan. 3. Informasi Perdagangan adalah Data Perdagangan yang telah diolah atau diproses yang memiliki arti atau makna tertentu. 4. Pelaku Usaha adalah setiap orang perseorangan warga negara Indonesia atau badan usaha yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang melakukan kegiatan usaha di bidang perdagangan. 5. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. 6. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perdagangan.

    Pasal 2

    Lingkup pengaturan Sistem Informasi Perdagangan meliputi:

    1. Data Perdagangan dan Informasi Perdagangan;

    2. penyelenggaraan Sistem Informasi Perdagangan; dan

    3. pembinaan dan pengawasan. Pasal 3 (1) Menteri, gubernur, dan bupati/wali kota berkewajiban menyelenggarakan Sistem Informasi Perdagangan yang terintegrasi dengan sistem informasi yang dikembangkan oleh kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian. (21 Dalam penyelenggaraan Sistem Informasi Perdagangan, Menteri, gubernur, dan bupati/wali kota harus memperhatikan prinsip :

    4. transparansi;

    5. kehati-hatian;

    6. keterpercayaan; dan

    7. akuntabilitas. BAB II BAB II DATA PERDAGANGAN DAN INFORMASI PERDAGANGAN


    Pasal 4
    (1)

    Data Perdagangan dan Informasi Perdagangan terdiri atas data dan/atau informasi:

    1. distribusi barang dan ^jasa;

    2. sarana dan prasarana perdagangan;

    3. barang kebutuhan pokok dan barang penting;

    4. Pelaku Usaha perdagangan;

    5. perdagangan perbatasan dan antarpulau;

    6. fasilitas perdagangan termasuk promosi dan insentif;

    7. akses pasar dan produk ekspor;

    8. kerjasama pengembangan ekspor;

    9. promosi dagang;

    10. pelatihan ekspor;

    11. perlindungan dan pemberdayaan konsumen;


  1. standardisasi dan pengendalian mutu;
    1. pengawasan barang beredar dan ^jasa;

    2. pengawasan kegiatan perdagangan;

    3. kemetrologian;

    4. perdagangan berjangka komoditi;

    5. penggunaan produk dalam negeri;

    6. jasa perdagangan;

    7. perundingan perdagangan internasional;

    8. perdaganganekspor-impor;

    9. perdagangan melalui sistem elektronik;

    10. perlindungan dan pengamanan perdagangan;

    11. pemberdayaan koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah;

    12. potensi perdagangan daerah;

    13. persaingan usaha;

    14. pengendalian perdagangan;

    15. pasar lelang komoditas;

    16. resi gudang; dan

    17. data dan informasi lain terkait perdagangan dalam negeri dan luar negeri.

      (2)

      Data (21 Data Perdagangan dan Informasi Perdagangan bersifat terbuka, kecuali ditentukan lain oleh Menteri. (3) Keterbukaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2\ meliputi Data Perdagangan dan Informasi Perdagangan yang termasuk dalam kategori informasi publik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (41 Ketentuan lebih lanjut mengenai Data Perdagangan dan Informasi Perdagangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 5

      (1)

      Sistem Informasi Perdagangan mencakup pengumpulan, pengolahan, penyampaian, pengelolaan, dan penyebarluasan Data Perdagangan dan/atau Informasi Perdagangan. (21 Komponen Sistem Informasi Perdagangan memuat:

    18. sumber daya manusia;

    19. perangkat keras dan perangkat lunak;

    20. Data Perdagangan;

    21. Informasi Perdagangan; dan

    22. pengelolaan keamanan informasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Penyelenggaraan tata kelola dan manajemen Data Perdagangan dan/atau Informasi Perdagangan dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang sistem pemerintahan berbasis elektronik. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengumpulan, pengolahan, penyampaian, pengelolaan, dan penyebarluasan Data Perdagangan dan/atau Informasi Perdagangan diatur dengan Peraturan Menteri. BAB III PENYELENGGARAAN SISTEM INFORMASI PERDAGANGAN

      Pasal 6
      (1)

      Sistem Informasi Perdagangan terdiri atas:


    23. Sistem Informasi Perdagangan Nasional; dan

    24. Sistem Informasi Perdagangan Daerah. (21 Sistem Informasi dimaksud pada Perdagangan Nasional sebagaimana ayat (1) huruf a merupakan Sistem pada ayat (21 belanja daerah. Informasi Perdagangan yang dikembangkan oleh Menteri dengan lingkup nasional. (3) Sistem Informasi Perdagangan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan Sistem Informasi Perdagangan yang dikembangkan dan/atau digunakan oleh Pemerintah Daerah dengan lingkup daerah' Pasal 7 (1) Menteri wajib menyelenggarakan Sistem Informasi Perdagangan Nasional. (21 Gubernur dan bupati/wali kota wajib menyelenggarakan Sistem Informasi Perdagangan Daerah. (3) Pendanaan penyelenggaraan Sistem Informasi Perdagangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja negara. (41 Pendanaan penyelenggaraan Sistem Informasi Perdagangan sebagaimana dimaksud bersumber dari anggaran pendapatan dan (5) Pendanaan penyelenggaraan Sistem Informasi Perdagangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (41 dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 8 (1) Menteri dalam menyelenggarakan Sistem Informasi Perdagangan Nasional dapat meminta Data Perdagangan dan/atau Informasi Perdagangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) dari Pelaku Usaha dan/atau pelaku usaha yang berkedudukan di luar wilayah Negara Republik Indonesia yang melakukan kegiatan usaha perdagangan di Indonesia. (21 Pelaku Usaha dan/atau pelaku usaha yang berkedudukan di luar wilayah Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ^-ayat (i) wajib memberikai Data Perdagangan danlatau Informasi Perdagangan kepada Menteri. (3) Pelaku Usaha dan/atau pelaku usaha yang berkedudukan di luar wilayah Negara Republik Indonesia telah memenuhi kewajiban menyampaikan Data Perdagangan dan/atau Informasi Perdagangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) apabila telah menyampaikan Data Perdagangan dan/atau Informasi Perdagangan kepada kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, atau Pemerintah Daerah, termasuk penyelenggara urusan di bidang bea dan cukai, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, Badan Pusat Statistik, dan badan/lembaga lainnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

      (4)

      Pelaku (4) Pelaku Usaha yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (21 dapat diberikan sanksi berupa:

    25. peringatan tertulis;

    26. rekomendasi penghentian sementara kegiatan perdagangan kepada lembaga penerbit perizinan di bidang perdagangan; dan f atau c. sanksi lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

      Pasal 9
      (1)

      Menteri dalam menyelenggarakan Sistem Informasi Perdagangan Nasional dapat meminta Data Perdagangan dan/atau Informasi Perdagangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) kepada kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, dan Pemerintah Daerah, termasuk penyelenggara urusan di bidang bea dan cukai, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, Badan Pusat Statistik, dan badan/lembaga lainnya. (2) Kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, dan Pemerintah Daerah, termasuk penyelenggara urusan di bidang bea dan cukai, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, Badan Pusat Statistik, dan badan/lembaga lainnya berkewajiban memberikan Data Perdagangan dan/atau Informasi Perdagangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang mutakhir, akurat, dan cepat kepada Menteri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Pasal 10 (1) Gubernur dan bupati/wali kota yang telah memiliki Sistem Informasi Perdagangan Daerah wajib mengintegrasikan dengan Sistem Informasi Perdagangan Nasional. (21 Gubernur dan bupati/wali kota yang belum memiliki Sistem Informasi Perdagangan Daerah dapat membangun sendiri dan mengintegrasikan dengan Sistem Informasi Perdagangan Nasional. (3) Dalam melaksanakan pembangunan Sistem Informasi Perdagangan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2)', gubernur dan bupati/wali kota wajib memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perdagangan dan sistem p?merintahan berbasi6 elektronik. (41 Gubernur dan bupati/wali kota yang tidak mengintegrasikan dengan Sistem Informasi Perdagangan Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (21 dapat diberikan sanksi berupa:


    27. peringatan tertulis; dan/atau

    28. sanksi lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 1 1 (1) Dalam mengintegrasikan Sistem Informasi Perdagangan Nasional dengan sistem informasi yang dikembangkan oleh kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian dan Pemerintah Daerah, Menteri melaksanakan:

    29. membuat klasifikasi Data Perdagangan dan/atau Informasi Perdagangan yang dapat dibagi pakai; dan

    30. berbagi pakai Data Perdagangan dan/atau Informasi Perdagangan berdasarkan hasil klasifikasi sebagaimana dimaksud dalam huruf a. (2) Klasifikasi dan berbagi pakai Data Perdagangan dan/atau Informasi Perdagangan sebagaimana dimaksud ayat (1) dilaksanakan secara terkoordinasi dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Selain kementerian atau lembaga pemerintah non kementerian dan Pemerintah Daerah, pengintegrasian Sistem Informasi Perdagangan dapat dilakukan pada sistem informasi yang dikembangkan oleh Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan badan/lembaga lainnya.

      Pasal 12

      Dalam menyelenggarakan dan/atau mengintegrasikan Sistem Informasi Perdagangan Daerah, gubernur dan bupati/wali kota melakukan koordinasi dan konsultasi dengan Menteri mengenai:


    31. teknis pengembangan dan integrasi Sistem Informasi Perdagangan; dan

    32. kontinuitas, interoperabilitas, dan kemutakhiran Data Perdagangan dan/atau Informasi Perdagangan. BAB IV PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

      Pasal 13
      (1)

      Menteri melakukan pembinaan terhadap penyelenggaraan Sistem Informasi Perdagangan Daerah.

      (2)

      Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi:


    33. fasilitasi;

    34. konsultasi;

    35. sosialisasi; dan/atau

    36. pendidikan dan pelatihan.

      Pasal 14
      (1)

      Menteri melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan Sistem Informasi Perdagangan Daerah melalui pemantauan dan evaluasi. (2) Pengawasan terhadap penyelenggaraan Sistem Informasi Perdagangan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun. BAB V KETENTUAN PENUTUP


      Pasal 15
      (1)

      Sistem Informasi Perdagangan yang telah ada sebelum Peraturan Pemerintah ini berlaku wajib disesuaikan dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini paling lama 2 (dua) tahun sejak Peraturan Pemerintah ini diundangkan. (21 Sistem Informasi Perdagangan Nasional wajib dibangun paling lama 2 (dua) tahun sejak Peraturan Pemerintah ini diundangkan.


      Pasal 16

      Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, semua ketentuan yang mengatur mengenai penyelenggaraan Sistem Informasi Perdagangan dinyatakan masih berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.


      Pasal 17

      Peraturan Pemerintah ini diundangkan. mulai berlaku pada tanggal Agar Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 16 Januai 2O2O ttd JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 2O Januari 2O2O MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, YASONNA H. LAOLY PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2O2O TENTANG SISTEM INFORMASI PERDAGANGAN I. UMUM Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan mengamanatkan pembentukan Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai Sistem Informasi Perdagangan. Sistem Informasi Perdagangan merupakan tatanan, prosedur, dan mekanisme untuk pengumpulan, pengolahan, penyampaian, pengelolaan, dan penyebarluasan data dan/atau informasi perdagangan yang terintegrasi guna mendukung kebijakan dan pengendalian perdagangan. Pemanfaatan sistem informasi dalam lingkup perdagangan terkait erat dengan aspek kebijakan, pengendalian, efisiensi dan pelayanan publik. Sistem informasi sangat diperlukan, karena untuk dapat mengambil atau melaksanakan suatu keputusan, membutuhkan ketersediaan Data Perdagangan dan/atau Informasi Perdagangan yang mutakhir, akurat, dan cepat diperoleh. Tersebarnya data di bidang perdagangan dan belum terintegrasinya data dan/atau informasi antar kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, Pemerintah Daerah, dan instansi/lembaga terkait, menunjukkan adanya masalah dalam sistem informasi perdagangan. Penyebab dari permasalahan tersebut ialah belum adanya aturan tata kelola data yang terintegrasi dalam bidang perdagangan. Dampak negatif yang utama dari permasalahan itu ialah tidak optimalnya Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah dalam melaksanakan kebijakan dan/atau pengendalian di bidang perdagangan. Oleh . Oleh karena itu, Sistem Informasi Perdagangan kelak akan berfungsi untuk mendukung pelaksanaan tugas dan wewenang Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Dukungan tersebut paling sedikit meliputi 3 (tiga) hal, yaitu:


    37. menyediakan data dan/atau informasi perdagangan yang akurat dan aktual;

    38. menyebarluaskan data dan/atau informasi tentang kebijakan dan pengendalian perdagangan secara cepat dan otentik;

    39. meningkatkan kualitas pelayanan publik dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah terkait dengan tugas dan wewenangnya di bidang perdagangan, melalui pengoperasian sarana dan prosedur elektronik yang memudahkan, mempercepat, dan mengintegrasikan Sistem Informasi Perdagangan antarkementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, dan instansi/lembaga terkait dengan masyarakat. Ketiga hal itulah yang merupakan substansi utama dalam Peraturan Pemerintah mengenai Sistem Informasi Perdagangan. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup ^jelas Pasal 2 Cukup jelas. Pasal 3 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan "transparansi" adalah keterbukaan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam memberikan informasi dalam menyelenggarakan Sistem Informasi Perdagangan. Huruf b Yang dimaksud dengan "kehati-hatian" adalah sikap hati- hati dalam menjalankan tanggung jawab pengelolaan Sistem Informasi Perdagangan. Huruf c Huruf c Yang dimaksud dengan "keterpercayaan" adalah dalam penyelenggaraan Sistem Informasi Perdagangan dilakukan dengan baik dan layak dipercayai demi menjaga kepercayaan pengguna Sistem Informasi Perdagangan. Huruf d Yang dimaksud dengan "akuntabilitas" adalah dalam penyelenggaraan Sistem Informasi Perdagangan harus memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan dan etika yang berlaku umum. Pasal 4 Cukup ^jelas Pasal 5 Ayat (1) Kegiatan pengelolaan Sistem Informasi Perdagangan termasuk di dalamnya melakukan penyimpanan Data Perdagangan dan/atau Informasi Perdagangan. Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan "sumber daya manusia" adalah sumber daya yang dibutuhkan untuk mengelola mekanisme atau prosedur Sistem Informasi Perdagangan. Huruf b Cukup ^jelas. Huruf c Cukup ^jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (a) Cukup ^jelas. Pasal 6 Cukup jelas

      Pasal 7

      Pasal 7 Cukup ^jelas Pasal 8 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (a) Huruf a Cukup ^jelas. Huruf b Cukup ^jelas. Huruf c Yang dimaksud dengan "sanksi lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan" misalnya:


    40. pembekuan angka pengenal impor;

    41. penangguhan permohonan persetujuan ekspor atau persetujuan impor beras;

    c. pembekuan tanda daftar pelaku usaha distributor bahan pokok. Pasal 9 Cukup ^jelas. Pasal 10 Cukup jelas Pasal 1 1 Cukup jelas. Pasal 12 Huruf a Cukup ^jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan "kontinuitas" adalah Sistem Informasi Perdagangan harus menjaga keberlangsungannya agar dapat digunakan secara optimal. Yang Yang dimaksud dengan "interoperabilitas" adalah kemampuan sistem atau aplikasi untuk bekerja sama dan bisa berinteraksi dengan aplikasi lainnya yang berbeda, untuk memungkinkan terjadinya pertukaran data/informasi melalui suatu protokol yang disetujui bersama, lewat bermacam-macam jalur komunikasi. Pasal 13 Cukup ^jelas Pasal 14 Cukup ^jelas Pasal 15 Cukup jelas Pasal 16 Cukup ^jelas Pasal 17 Cukup ^jelas.

Webmentions

Anda dapat memberikan tanggapan atas peraturan ini dengan like, retweet/repost pada tweet yang mencantumkan tautan pada laman ini.

Tanggapan (0):