Pengelolaan Sampah Spesifik

Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2020

Kerangka<< >>

Menimbang Menimbang Mengingat Menetapkan PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK ^INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2O2O TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH SPESIFIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 23 ayat ^(2) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2OO8 tentang Pengelolaan Sampah, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Sampah Spesifik;

  1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

  2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 69, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nornor a851); MEMUTUSI(AN: PERATURAN PEMERINTAH SAMPAH SPESIFIK. TENTANG PENGELOLAAN BAB I KETENTUAN UMUM

    Pasal 1

    Dalam Pcraturan Pcmerintah ini yang dimaksud dengan:


  3. Sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang bcrbentuk padat. 2. Sampah Spcsihk adalah sampah yanB karena sifat, konsentrasi dan/atau volumenya memerlukan pengelolaan khusus.

  4. Pengelolaan Sampah Spesifik adalah kegiatan ^yang sistematis, menyeluruh dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan. 4. Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disingkat 83 adalah zat, energi dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi dan/atau ^jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, danlatau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan mahluk hidup lain. 5. Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun yang selanjutnya disebut Limbah 83 adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung 83. 6. Sampah yang Mengandung 83 adalah sampah yang berasal dari rumah tangga dan kawasan yang mengandung 83. 7. Sampah yang Mengandung Limbah 83 adalah sampah yang berasai dari rumah tangga dan kawasan yang mengandung Limbah 83. 8. Sampah yang Timbul Akibat Bencana adalah material organik dan anorganik yang bersifat padat yang timbul akibat bencana alam, bencana nonalam, atau bencana sosial. 9. Puing Bongkaran Bangunan adalah puing yang berasal dari kegiatan membongkar atau merobohkan seluruh atau sebagian bangunan gedung, komponen, bahan bangunan dan/atau prasarana dan sarananya. 10. Sampah yang Secara Teknologi Belum Dapat Diolah adalah Sampah yang penanganannya secara teknologi belum tersedia di Indonesia. I 1. Sampah yang Timbul Secara Tidak Periodik adalah Sampah yang timbul dari kegiatan manusia yang sewaktu-waktu dapat terjadi, volumenya besar dan perlu penanganan khusus. 12. Produsen adalah pelaku usaha yang memproduksi, mengimpor, mendistribusikan danf atau menjual barang yang menggunakan kemasan yang mengandung 83, atau tidak dapat atau sulit terurai dengan proses alam.

  5. Tempat

    Pasal 2
    (1)

    Sampah Spesifik yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini meliputi:

    1. Sampah yang Mengandung 83;

    2. Sampah yang Mengandung Limbah 83;

    3. Sampah yang Timbul Akibat Bencana;

    4. Puing Bongkaran Bangunan;

    5. Sampah yang Secara Teknologi Belum Dapat Diolah; dan/atau

    6. Sampah yang Timbul Secara Tidak Periodik. (21 Sampah Spesifik di luar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri. BAB II PENYELENGGARAAN PENGELOLAAN SAMPAH SPESIFIK Bagian Kesatu Umum


    Pasal 3
    (1)

    Pemerintah Pusat, daerah provinsi, dan daerah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya melakukan Pengelolaan Sampah Spesifik. (2) Dalam pelaksanaan Pengelolaan Sampah Spesifik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pemerintah Pusat melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap daerah provinsi dan daerah kabupatenlkota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


    Pasal 4
    (1)

    Penyelenggaraan Pengelolaan Sampah Spesifik dilakukan melalui:

    1. pengurangan; dan/atau

    2. penanganan. (21 Pengurangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:

    3. pembatasan timbulan Sampah Spesifik;

    4. pendauran ulang Sampah Spesifik; dan/atau

    5. pemanfaatan kembali Sampah Spesifik.

    (3)

    Penanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi kegiatan:

    1. pemilahan;

    2. pengumpulan;

    3. pengangkutan;

    4. pengolahan; dan/atau

    5. pemrosesan akhir Sampah. (4) Pengurangan dan penanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) disesuaikan dengan ^jenis Sampah Spesifik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1). Bagian Kedua Penyelenggaraan Pengelolaan Sampah yang Mengandung Bahan Berbahaya dan Beracun


    Pasal 5
    (1)

    Sampah yang Mengandung 83 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a berasai dari:

    1. rumah tangga;

    2. kawasan komersial;

    3. kawasan industri;

    4. kawasan khusus;

    5. kawasan permukiman;

    6. fasilitas sosial;

    7. fasilitas umum; dan

    8. fasilitas lainnya. (2) Sampah yang Mengandung 83 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:

    9. produk rumah tangga yang mengandung 83 dan tidak digunakan lagi;

    10. bekas kemasan produk yang mengandung 83;

    11. barang elektronik yang tidak digunakan iagi; dan/atau

    12. produk dan/atau kemasan lainnya yang mengandung 83 yang tidak digunakan lagi. (3) Sampah yang Mengandung 83 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak termasuk Sampah yang berasal dari sisa hasil usaha dan/atau kegiatan yang mengandung 83. Paragraf 1 Paragraf 1 Pengurangan Sampah yang Mengandung Bahan Berbahaya dan Beracun Pasal 6 (1) Setiap Orang yang menghasilkan Sampah yang Mengandung 83 wajib melakukan pengurangan Sampah. (2) Pengurangan Sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:

    13. pembatasan timbulan Sampah;

    14. pendauran ulang Sampah; dan/atau

    15. pemanfaatan kembali Sampah. (3) Pembatasan timbulan Sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, dilakukan dengan cara:

    16. memilih barang dan/atau produk yang mempunyai label kandungan bahan kimia yang ramah lingkungan;

    17. memilih barang dan/atau produk yang mempunyai petunjuk cara penggunaan, penyimpanan dan pasca penggunaan; dan/atau

    18. memilih barang danlatau produk yang dapat didaur uiang. (4) Pendauran ulang Sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilakukan dengan cara memanfaatkan Sampah yang Mengandung 83 menjadi bahan baku dan/atau barang yang berguna setelah melalui proses pengolahan terlebih dahulu. (5) Pemanfaatan kembali Sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dilakukan dengan cara menggunakan kembali seluruh atau sebagian Sampah yang Mengandung 83. (6) Dalam hal setiap Orang tidak mampu melakukan pendauran ulang Sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan/atau pemanfaatan kembali Sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Sampah yang Mengandung 83 diserahkan kepada fasilitas Pengelolaan Sampah Spesifik yang disediakan oleh Pemerintah Fusat. (71 Pendauran ulang Sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan pemanfaatan kembali Sampah yang Mengandung 83 sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan Limbah 83.


    Pasal 7
    Pasal 7
    (1)

    Sampah yang Mengandung 83 yang diserahkan kepada fasilitas Pengelolaan Sampah Spesifik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (6) dilakukan penanganan melalui kegiatan:

    1. pemilahan; dan

    2. pengumpulan. (2\ Terhadap Sampah yang Mengandung 83 yang telah dilakukan penanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pengelolaan lanjutan.



    Pasal 8
    (1)

    Penyediaan fasilitas Pengelolaan Sampah Spesifik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (6) dan Pasal 7 ayat (1) dilaksanakan dan/atau dikoordinasikan oleh Menteri. (2) Dalam hal fasilitas Pengelolaan Sampah Spesifik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum tersedia, Menteri, gubernur, dan bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya dapat menggunakan fasilitas pengelolaan Sampah lainnya sebagai tempat pengumpulan Sampah yang Mengandung 83. (3) Dalam penyediaan fasilitas Pengelolaan Sampah Spesifik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Pusat dapat bekerja sama dengan badan usaha yang memiliki tztn.


    Pasal 9

    Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan Sampah yang Mengandung 83 di fasilitas Pengelolaan Sampah Spesifik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (6) dan fasilitas pengelolaan Sampah iainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) diatur dalam Peraturan Menteri.


    Pasal 10
    (1)

    Produsen wajib melakukan pembatasan timbulan Sampah yang mengandung 83.

    (2)

    Pembatasan (2) Pembatasan timbulan Sampah yang mengandung 83 sebagaimana dimaksud pada ayat (i) dilakukan dengan cara:

    1. penyusunan rencana danf atau program pembatasan timbulan Sampah yang mengandung 83 sebagai bagian dari usaha dan/atau kegiatannya;

    2. menghasilkan produk, mengimpor, mendistribusikan dan/atau menjual barang dan/atau kemasan yang tidak mengandung 83; dan latau c. cara lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan/atau teknologi. Pasal 1 1 (1) Produsen wajib melakukan penarikan kembali Sampah yang Mengandung 83. (2) Penarikan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui fasilitas penampungan. (3) Fasilitas penampungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memenuhi ketentuan:

    3. terlindung dari air hujan dan panas;

    4. berlantai kedap air; dan

    5. memiliki luas sesuai dengan volume Sampah yang Mengandung 83 yang ditampung. (4) Penyediaan fasilitas penampungan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan secara sendiri-sendiri atau bekerjasama dengan Produsen lainnya. (5) Fasilitas penampungan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib didaftarkan kepada bupati/wali kota.


    Pasal 12
    (1)

    Produsen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) bertanggung jawab melakukan pengelolaan lanjutan terhadap Sampah yang Mengandung 83 pada fasilitas penampungan. (2) Pengelolaan lanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan Limbah E}3.


    Pasal 13
    Pasal 13
    (1)

    Pembatasan timbulan Sampah yang mengandung 83 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) dan penarikan kembali Sampah yang Mengandung 83 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dilakukan secara bertahap persepuluh tahun melalui peta ^jalan. (2) Peta jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri setelah melalui:

    1. konsultasi publik dengan produsen; dan

    2. koordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian. Paragraf.2 Penanganan Sampah yang Mengandung Bahan Berbahaya dan Beracun



    Pasal 14

    Penanganan Sampah yang Mengandung 83 dilakukan dengan tahapan:

    1. pemilahan;

    2. pengumpulan;

    3. pengangkutan;

    4. pengolahan; dan

    5. pemrosesan akhir.


    Pasal 15
    (1)

    Pemilahan Sampah yang Mengandung 83 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a dilakukan oleh:

    1. setiap Orang pada sumbernya; dan

    2. pengelola kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas rlmum, fasilitas sosial dan fasilitas lainnya. (2) Pemilahan Sampah yang Mengandung 83 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelompokkan berdasarkan jenis Sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2). (3) Pengelola kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial dan fasilitas lainnya dalam melakukan pemilahan Sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (21 wajib menyediakan sarana pemilahan Sampah yang Mengandung 83 skala kawasan.

    (4)

    Tata cara pemilahan dan jenis Sampah yang Mengandung El3 diatur dalam Peraturan Menteri.


    Pasal 16
    (1)

    Pengumpulan Sampah yang Mengandung 83 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf b dilakukan oleh:

    1. bupati/wali kota untuk wilayah permukiman; dan

    2. pengeloia kawasan permukiman, kawasan komersiai, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial dan fasilitas lainnya untuk wilayah pengelolaannya. (2) Pengumpulan Sampah yang Mengandung 83 untuk wilayah permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dilakukan oleh bupati/wali kota di fasilitas Pengelolaan Sampah Spesifik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (6). (3) Pengumpulan Sampah yang Mengandung 83 oleh pengelola kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas lrmum, fasilitas sosial dan fasilitas lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b wajib disertai dengan penyediaan:

    3. TPSSS-B3; dan/atau

    4. alat pengumpul untuk Sampah yang Mengandung 83 terpilah. (4) Dalam penyediaan fasilitas TPSSS-B3, pengelola kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial dan fasilitas lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dapat bekerja sama dengan:

    5. badan usaha yang melakukan usaha dan/atau kegiatan pengelolaan Limbah 83 yang berizin; atau

    6. pengelola fasilitas Pengelolaan Sampah Spesifik.


    Pasal 17
    (1)

    Pengelola kawasan dalam menyediakan TPSSS-B3 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3) huruf a wajib mengajukan permohonan pendaftaran TPSSS-B3 kepada bupati/wali kota.

    (2)

    Permohonan (21 Permohonan pendaftaran dimaksud pada ayat (1) persyaratan: akta pendirian badan usaha; peta lokasi TPSSS-B3; peralatan penanganan kedaruratan; memiliki bangunan dan sarana untuk menampung Sampah berdasarkan hasil pengelompokan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat ^(2); lokasi penampungan Sampah yang mudah diakses; tidak mencemari lingkungan; dan memiliki tata keiola pengumpulan dan pengangkutan Sampah. (3) Dalam hal permohonan pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dinyatakan lengkap, kepala instansi lingkungan hidup kabupaten/kota menerbitkan nomor registrasi TPSSS-83. (4) Pendaftaran TPSSS-83 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan untuk fasilitas Pengelolaan Sampah Spesifik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (6).


    Pasal 18
    (1)

    Pengelola TPSSS-B3 yang telah mendapatkan nomor registrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal i7 ayat (3) wajib melaporkan pencatatan Sampah yang Mengandung 83 paling sedikit 1 (satu) kali dalam i (satu) tahun kepada bupati/wali kota. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan TPSSS-B3, tata cara pendaftaran dan pelaporan pencatatan Sampah yang Mengandung 83 diatur dalam Peraturan Menteri.


    Pasal 19
    (1)

    Pengelola kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas llmum, fasilitas sosial dan fasilitas lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) huruf b yang telah memiliki tempat penyimpanan sementara Limbah El3, dapat menggunakannya sebagai tempat pengumpulan Sampah yang Mengandung 83 dari kawasannya. TPSSS-83 sebagaimana harus dilengkapi dengan a. b. C. d. e f. (t b (2) Tempat (2) Tempat penyimpanan sementara Limbah 83 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengacu pada ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan Limbah 83.


    Pasal 20
    (1)

    Terhadap Sampah yang Mengandung 83 yang telah dikumpulkan pada fasilitas Pengelolaan Sampah Spesifik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2), dan TPSSS-83 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (3) huruf a dan/atau pada tempat penyimpanan sementara Limbah 83 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) dilakukan pengangkutan, pengolahan dan pemrosesan akhir. (2) Tata cara pengangkutan, pengolahan Sampah dan pemrosesan akhir Sampah yang Mengandung B3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan Limbah El3. Bagian Ketiga Penyelenggaraan Pengelolaan Sampah yang Mengandung Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun


    Pasal 21
    (1)

    Sampah yang Mengandung Limbah 83 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b berasal dari:

    1. rumah tangga;

    2. kawasan komersial;

    3. kawasan industri;

    4. kawasan khusus;

    5. kawasan permukiman;

    6. fasilitas sosial;

    7. fasilitas umum; dan

    8. fasilitas lainnya, tidak termasuk fasilitas pelayanan kesehatan. (2) Sampah yang Mengandung Limbah 83 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

    9. produk rumah tangga yang mengandung Limbah 83 dan tidak digunakan lagi;

    10. bekas b. bekas kemasan produk yang mengandung Limbah 83 dan tidak digunakan lagi;

    11. 83 kadaluarsa, 83 yang tumpah dan 83 yang tidak memenuhi spesifikasi produk yang akan dibuang; dan/atau

    12. produk dan/atau kemasan lainnya yang bukan merupakan sisa hasil usaha dan/atau kegiatan. Pasal 22 Pengeloiaan Sampah yang Mengandung 83 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 sampai dengan Pasal 20 berlaku secara mutatis mutandis terhadap pengeiolaan Sampah yang Mengandung Limbah 83 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21. Bagian Keempat Penanganan Sampah yang Timbul Akibat Bencana Pasal 23 (1) Pemerintah Pusat, daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota menjadi penanggung jawab dalam pengelolaan Sampah yang Timbul Akibat Bencana. (21 Pengelolaan Sampah yang Timbul Akibat Bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan ketentuan:

    13. Sampah yang Timbul Akibat Bencana skala nasional, dikoordinasikan oleh Menteri;

    14. Sampah yang Tirnbul Akibat Bencana skala provinsi, dikoordinasikan oleh gubernur; dan

    15. Sampah yang Timbul Akibat Bencana skala kabupaten/kota, dikoordinasikan oleh bupati/wali kota. (3) Dalam melakukan pengelolaan Sampah yang Timbul Akibat Bencana, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Pusat, daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota menyediakan sarana dan prasarana pengelolaan Sampah yang Timbul Akibat Bencana secara aman bagi kesehatan dan lingkungan. (4) Pengelolaan Sampah yang Timbul Akibat Bencana dilakukan setelah penyelarnatan dan evakuasi korban dan setelah penetapan status selesainya darurat bencana diterbitkan oleh Pemerintah Pusat atau instansi yang bertanggung jawab di bidang penanggulangan bencana sesuai dengan skala kebencanaan. Pasal 24 (1) Pengelolaan Sampah yang Timbul Akibat Bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dilakukan melalui penanganan Sampah. (2) Penanganan Sampah yang Timbul Akibat Bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kegiatan:

    16. pemilahan;

    17. pengangkutan;

    18. pemanfaatan kembali;

    19. pengolahan; dan/atau

    20. pemrosesan akhir. (3) Tahapan penanganan Sampah yang Timbul Akibat Bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan mempertimbangkan :

    21. luasan wilayah timbulan Sampah yang Timbul Akibat Bencana;

    22. besaran dan jenis Sampah yang Timbul Akibat Bencana;

    23. nilai guna Sampah;

    24. biaya yang diperlukan;

    25. kesiapan sarana dan prasarana pengelolaan Sampah; dan

    26. tempat pemrosesan akhir yang tersedia. (4) Dalam hal situasi bencana tidak memungkinkan dilakukan penanganan sesuai dengan tahapan sebagaimana dimaksud pada ayat (21, terhadap Sampah yang Timbul Akibat Bencana dilakukan penimbunan di lokasi yang telah ditetapkan. Pasal 25 (1) Pemilahan Sampah yang Timbul Akibat Bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) huruf a dilakukan di sarana pengelolaan Sampah yang Timbul Akibat Bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (3). (2) Pemilahan Sampah yang Timbul Akibat Bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelompokkan berdasarkan jenis Sampah yang meliputi:

    27. Sampah yang Mengandung 83 dan/atau Sampah yang Mengandung Limbah 83;

    28. bangkai binatang; dan

    29. Sampah lainnya.

    (3)

    Pengelompokan a. besaran, jenis, dan ^jumlah timbulan Sampah tidak memungkinkan untuk dilakukan pengelompokan; dan/atau

    1. fungsi lingkungan hidup pada lokasi timbulan Sampah tidak dapat dipulihkan kembali.


    Pasal 26
    (1)

    Pengangkutan Sampah yang Timbul Akibat Bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) huruf b dilakukan terhadap Sampah yang telah dikelompokkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (21. (21 Pengangkutan Sampah yang Timbul Akibat Bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menggunakan alat angkut yang disesuaikan dengan kondisi Sampah. (3) Ketentuan pengangkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dikecualikan dalam hal:

    1. lokasi timbulan Sampah sulit untuk dicapai dengan alat angkut; dan/atau

    2. alat angkut yang tersedia tidak memadai.


    Pasal 27
    (1)

    Pemanfaatan kembali Sampah yang Timbul Akibat Bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) huruf c dilakukan terhadap jenis Sampah yang dapat langsung digunakan. (2) Pemanfaatan kembali Sampah yang Timbul Akibat Bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara:

    1. mengguna ulang Sampah untuk fungsi yang sama danlatau fungsi yang berbeda, untuk Sampah yang tidak mengandung El3 danlatau Sampah yang Tidak Mengandung Limbah 83; dan latau b. mengguna ulang Sampah yang masih bermanfaat tanpa melalui suatu proses pengolahan terlebih dahulu, untuk Sampah yang Mengandung 83 danlatau Sampah yang Mengandung Limbah 83.

    (3)

    Pemanfaatan (3) Pemanfaatan kembali Sampah yang Timbul Akibat Bencana yang mengandung 83 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan Limbah 83.


    Pasal 28
    (1)

    Pengolahan Sampah yang Timbul Akibat Bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) huruf d dilakukan sesuai dengan ^jenis Sampah hasil pemilahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2). (2) Pengolahan Sampah yang Timbul Akibat Bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk mengubah sifat, komposisi, danf atau volume Sampah. (3) Pengolahan Sampah yang Timbul Akibat Bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan terhadap jenis Sampah yang tidak dapat dimanfaatkan kembali. (41 Pengolahan Sampah yang Timbul Akibat Bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan cara:

    1. biodigester;

    2. termal;

    3. stabilisasi dan solidifikasi; dan/atau

    4. cara lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan/atau teknologi. (5) Dalam melakukan pengolahan Sampah yang Timbul Akibat Bencana berupa Sampah yang Mengandung 83 dan/atau Limbah 83, Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah dapat bekerja sama dengan badan usaha dan/atau kegiatan pengolahan Limbah 83. (6) Tata cara kerjasama antara Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah dengan badan usaha dan/atau kegiatan pengolahan Limbah 83 dilaksanakan sesuai dengan ketentuan ketentuan peraturan perundang- undangan.


    Pasal 29
    (1)

    Pemrosesan akhir Sampah yang Timbul Akibat Bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) huruf e dilakukan terhadap Sampah yang tidak dapat dimanfaatkan dan/atau diolah.

    (2)

    Pemrosesan . (21 Pemrosesan akhir Sampah yang Timbul Akibat Bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan di Tempat Pemrosesan Akhir dengan menggunakan:

    1. metode lahan urug terkendali;

    2. metode lahan urug saniter; dan/atau

    3. cara lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan/atau teknologi. (3) Pemrosesan akhir Sampah yang Timbul Akibat Bencana dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga.


    Pasal 30

    Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penanganan Sampah yang Timbul Akibat Bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 sampai dengan Pasal 29 diatur dalam Peraturan Menteri. Pasai 31 Penanganan Sampah yang Timbul Akibat Bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 sampai dengan Pasal 29, rnenjadi bagian rencana kontigensi penanggulangan bencana di daerah. Bagian Kelima Penanganan Puing Bongkaran Bangunan


    Pasal 32
    (1)

    Pengelola kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial dan fasilitas lainnya wajib melakukan penanganan Puing Bongkaran Bangunan yang dihasilkannya. (2\ Puing Bongkaran Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

    1. bongkaran bangunan gedung;

    2. bongkaran prasarana taman dan tempat rekreasi;

    3. bongkaran prasarana perhubungan; dan/atau

    4. bongkaran prasarana pengairan.


    Pasal 33
    Pasal 33

    Penanganan Puing Bongkaran Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dilakukan dengan tahapan:

    1. pemilahan;

    2. pengumpulan;

    3. pengangkutan;

    4. pengolahan; dan/atau

    5. pemrosesan akhir.



    Pasal 34
    (1)

    Pemilahan Puing Bongkaran Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf a dilakukan di lokasi bongkaran. (2) Pemilahan Puing Bongkaran Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelompokkan berdasarkan ^jenis Sampah yang meliputi:

    1. mengandung 83 dan/atau Limbah 83;

    2. dapat didaur ulang;

    3. dapat dimanfaatkan kembali; dan

    4. tidak dapat didaur ulang dan/atau dimanfaatkan kembali.


    Pasal 35
    (1)

    Pengumpulan Puing Bongkaran Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf b dilakukan terhadap Sampah yang telah dikelompokkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2). (2) Dalam melakukan pengumpulan Puing Bongkaran Bangunan, pengelola kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas Llmllm, fasilitas sosial dan fasilitas lainnya, dapat melakukan sendiri atau bekerja sama dengan:

    1. badan usaha di bidang pengumpulan Puing Bongkaran Bangunan, untuk Puing Bongkaran Bangunan yang tidak mengandung El3 danlatau Limbah E}3;

    2. pengumpul Limbah 83, untuk Puing Bongkaran Bangunan yang mengandung 83 dan/atau Limbah 83; dan/atau

    3. fasilitas fasilitas Pengelolaan Sampah Spesifik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (6) dan Pasal 7 ayat ^(L), untuk Puing Bongkaran Bangunan yang mengandung 83 dan/atau Limbah E}3.


    Pasal 36
    (1)

    Pengangkutan Puing Bongkaran Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf c dilakukan dari:

    1. tempat pemilahan Puing Bongkaran Bangunan; atau

    2. tempat pengumpulan Puing Bongkaran Bangunan. (2) Pengangkutan Puing Bongkaran Bangunan dilakukan untuk memindahkan Sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada:

    3. fasilitas pendauran ulang;

    4. fasilitas pemanfaatan kembali; atau

    5. fasilitas pengolahan. (3) Dalam melakukan pengangkutan Puing Bongkaran Bangunan, pengelola kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas rlmum, fasilitas sosial dan fasilitas lainnya, dapat dilakukan sendiri atau bekerja sama dengan pihak lain yang melakukan usaha danlatau kegiatan ^jasa pengangkutan. (4) Pengangkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menggLrnakan alat angkut yang disesuaikan dengan kondisi Puing Bongkaran Bangunan. (5) Penggunaan alat angkut sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perhubungan.


    Pasal 37
    (1)

    Pengolahan Puing Bongkaran Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf d dilakukan sesuai dengan jenis Sampah hasil pemilahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3a ayat (2). (2) Pengolahan Puing Bongkaran Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk mengubah sifat, komposisi, dan/atau volume Sampah. C (3) Pengolahan (3) Pengolahan Puing Bongkaran Bangunan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang:

    1. pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga, untuk Puing Bongkaran Bangunan yang tidak mengandung 83 danlatau Limbah 83; dan

    2. pengelolaan Limbah 83, untuk Puing Bongkaran Bangunan yang mengandung 83 dan/atau Limbah 83. Pasal 38 (1) Pemrosesan akhir Puing Bongkaran Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 huruf e dilakukan terhadap Puing Bongkaran Bangunan yang tidak dapat dimanfaatkan dan/atau diolah. (2) Pemrosesan akhir Puing Bongkaran Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (i) untuk Puing Bongkaran Bangunan yang tidak mengandung B3 dilakukan di Tempat Pemrosesan Akhir dengan menggunakan:

    3. metode lahan urug terkendali;

    4. metode lahan urug saniter; dan/atau

    5. cara lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan/atau teknologi. (3) Pemrosesan akhir Puing Bongkaran Bangunan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang:

    6. pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejcnis sampah rumah tangga, untuk Puing Bongkaran Bangunan yang tidak mengandung 83 dan/atau Limbah 83; dan

    7. pengelolaan Limbah 83, untuk Puing Bongkaran Bangunan yang mengandung 83 dan/atau Limbah 83. Pasal 39 (1) Pengelola kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial dan fasilitas lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) wajib men5rusun rencana penanganan Puing Bongkaran Bangunan sebelum dilakukan pembongkaran bangunan.

    (2)

    Rencana .

    (2)

    Rencana penanganan Puing Bongkaran Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat tahapan penanganan Puing Bongkaran Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 sampai dengan Pasal 38. Bagian Keenam Penyelenggaraan Pengelolaan Sampah yang Secara Teknologi Belum Dapat Diolah Pasal 4O Pemerintah Pusat, daerah provinsi dan daerah kabupaten/ kota bertanggung jawab melakukan penanganarr Sampah yang Secara Teknoiogi Belum Dapat Diolah.


    Pasal 41
    (1)

    Gubernur atau bupati/wali kota dapat mengusulkan Sampah untuk ditetapkan menjadi Sampah yang Secara Teknologi Belum Dapat Diolah. (2) Usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Menteri disertai dengan informasi mengenai:

    1. sumber Sampah;

    2. ^jenis Sampah; dan latau c. karakteristik Sampah. (3) Terhadap usulan penetapan jenis Sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri melakukan pengkajian berupa:

    3. potensi dampak terhadap lingkungan hidup;

    4. bentuk penanganan Sampah, jika jenis Sampah tersebut secara teknologi dapat diolah; dan

    5. alternatif penanganan Sampah, jika jenis Sampah tersebut secara teknologi atau belum dapat diolah. (4) Pengkajian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan melalui koordinasi dengan:

    6. menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perindustrian;

    7. kepala iembaga pemerintahan nonkementerian yang menyelenggarakan urusan pengkajian dan penerapan teknologi; dan

    8. menteri c. menteri atau kepala lembaga pemerintah nonkementerian terkait. (5) Hasil pengkajian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berupa:

    9. Sampah secara teknologi dapat diolah dan bentuk penanganannya; atau

    10. Sampah secara teknologi belum dapat diolah dan alternatif penanganannya. Bagian Ketujuh Penyelenggaraan Pengelolaan Sampah yang Timbul Secara Tidak Periodik


    Pasal 42
    (1)

    Pemerintah Pusat, daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota, pengelola kawasan atau fasilitas, atau setiap Orang wajib melakukan pengelolaan Sampah yang Timbul Secara Tidak Periodik. (2) Sampah yang Timbul Secara Tidak Periodik meliputi:

    1. Sampah yang timbul dari kegiatan massal;

    2. Sampah berukuran besar; dan

    3. Sampah yang timbul di pesisir, laut dan perairan daratan. (3) Pengelolaan Sampah yang Timbul Secara Tidak Periodik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:

    4. pengurangan; dan

    5. penanganan. Paragraf 1 Pengurangan Sampah yang Timbul dari Kegiatan Massal


    Pasal 43
    (1)

    Setiap Orang yang menghasilkan Sampah yang timbul dari kegiatan massal wajib meiakukan pengurangan Sampah. (2) Pengurangan Sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan melalui:

    1. pembatasan timbulan Sampah;

    2. pendauran ulang Sampah; dan latau c. pemanfaatan kembali Sampah.

    (3)

    Pembatasan (3) Pembatasan timbulan Sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilakukan dengan cara:

    1. menggunakan bahan baku produksi yang dapat didaur ulang dan/atau dimanfaatkan kembali; dan/atau

    2. mengurangi penggunaan bahan kegiatan yang mengandung 83 dan/atau Limbah 83. (4) Pendauran ulang Sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilakukan dengan cara memanfaatkan Sampah yang timbul dari kegiatan massal menjadi barang yang berguna setelah melalui proses pengolahan terlebih dahulu. (5) Pemanfaatan kembali Sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dilakukan dengan cara:

    3. mengguna ulang Sampah untuk fungsi yang sama dan/atau fungsi yang berbeda; dan/atau

    4. mengguna ulang bagian dari Sampah yang masih bermanfaat tanpa melalui suatu proses pengolahan terlebih dahulu.


    Pasal 44
    (1)

    Setiap Orang yang menghasilkan Sampah yang timbul dari kegiatan massal u,ajib melakukan penanganan Sampah. (2) Penanganan Sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:

    1. pemilahan;

    2. pengumpulan;

    3. pengangkutan;

    4. pengolahan; dan/atau

    5. pemrosesan akhir.


    Pasal 45
    (1)

    Pemilahan Sampah yang timbul dari kegiatan massai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2) huruf a dikelompokkan menjadi:

    1. Sampah yang Mengandung 83 danlatau Sampah yang Mengandung Limbah 83;

    2. Sampah yang mudah terurai;

    3. Sampah yang dapat digunakan kembali;

    4. Sampah yang dapat didaur ulang; dan/atau

    5. Sampah lainnya.

    (2)

    Pemilahan (2) Pemilahan Sampah yang timbul dari kegiatan massal dilakukan di lokasi kegiatan massal dengan menggunakan wadah sesuai dengan kelompok Sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pasal 46 (1) Pengumpulan Sampah yang timbul dari kegiatan massal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2) huruf b dilakukan di lokasi kegiatan sesuai dengan ^jenis Sampah yang tcrpilah. (2) Dalam melakukan pengumpulan Sampah yang timbul dari kegiatan massal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Setiap Orang wajib menyediakan tempat pengumpulan Sampah. (3) Tempat pengumpulan Sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (21wajib memenuhi persyaratan:

    1. desain dan konstruksi yang mampu melindungi Sampah dari hujan dan sinar matahari;

    2. memiliki penerangan dan ventilasi;

    3. lantai dasar kedap air; dan

    4. kegiatan tata graha (house keeping). (4) Terhadap Sampah yang telah terkumpul di tempat pengumpulan Sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib dilakukan pengangkutan dengan ketentuan:

    5. paling lama 2 (dua) hari sejak Sampah dikumpuikan, untuk Sampah yang mudah terurai, Sampah yang dapat digunakan kembali, Sampah yang dapat didaur ulang dan/atau Sampah lainnya; dan

    6. paling lama 2 (dua) hari sejak Sampah dikumpulkan atau setelah kegiatan massal selesai dilakukan, untuk Sampah yang Mengandung 83 dan/atau atau Sampah yang Mengandung Limbah 83. Pasal 47 (1) Pengangkutan Sampah yang timbul dari kegiatan massal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2) huruf c dilakukan dari tempat pengumpulan ke:

    7. fasilitas Pengelolaan Sampah Spesifik yang disediakan Pemerintah Pusat atau pemanfaat Limbah El3 dan/atau pengolah Limbah 83 yang berrzin, untuk kelompok Sampah yang Mengandung 83 dan/atau Sampah yang Mengandung Limbah 83; dan

    8. TPS b. TPS, TPS 3R atau Bank Sampah, untuk kelompok Sampah yang mudah terurai, Sampah yang dapat digunakan kembali, Sampah yang dapat didaur ulang dan/atau Sampah lainnya. (2) Pemanfaat dan/atau pengolah Limbah 83 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a wajib mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan Limbah El3. Pasal 48 (1) Pengolahan Sampah yang timbul dari kegiatan massal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2) huruf d dilakukan sesuai dengan jenis Sampah hasil pemilahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1). (2) Pengolahan Sampah yang timbul dari kegiatan massal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk mengubah sifat, komposisi, danf atau volume Sampah. (3) Pengolahan Sampah yang timbul dari kegiatan massal dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang:

    9. pcngelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga, untuk Sampah yang timbul dari kegiatan massal yang tidak mengandung 83 dan/atau Limbah 83; dan

    10. pengelolaan Limbah 83, untuk Sampah yang timbul dari kegiatan massal yang mengandung 83 dan/atau Limbah 83. Pasal 49 (1) Pemrosesan akhir Sampah yang timbul dari kegiatan massal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2) huruf e dilakukan terhadap Sampah yang tidak dapat dimanfaatkan dan/atau diolah. (2) Pemrosesan akhir Sampah yang timbui dari kegiatan massal dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang:

    11. pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga, untuk Sampah yang timbul dari kegiatan massal yang tidak mengandung 83 dan/atau Limbah 83; dan

    12. pengelolaan b. pengelolaan Limbah 83, untuk Sampah ^yang timbul dari kegiatan massal yang mengandung 83 dan/atau Limbah E}3.


    Pasal 50
    (1)

    Pengelolaan Sampah yang timbul dari kegiatan massal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 sampai dengan Pasal 49 wajib disusun dalam bentuk rencana pengeiolaan Sampah dari tahapan persiapan sampai dengan diselesaikannya kegiatan massal. (2) Rencana pengelolaan Sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:

    1. potensi ^jenis dan volume timbulan Sampah;

    2. sarana dan prasarana pengelolaan Sampah;

    3. lokasi tempat pemilahan dan pengumpulan Sampah; dan

    4. tujuan pengangkutan Sampah dari tempat pengumpulan Sampah. (3) Rencana pengelolaan Sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mendapatkan persetujuan dari perangkat daerah kabupaten/kota yang membidangi urusan lingkungan hidup sebelum kegiatan massal diselenggarakan. Paragraf 3 Penanganan Sampah Berukuran Besar


    Pasal 51
    (1)

    Penanganan Sampah berukuran besar wajib dilakukan oleh:

    1. setiap Orang pada sumbernya; dan

    2. pengelola kawasan permukiman, kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial dan fasilitas lainnya. (2) Penanganan Sampah berukuran besar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:

    3. pemilahan;

    4. pengumpulan c. pengangkutan;

    5. pengolahan; dan

    6. pemrosesan akhir.


    Pasal 52
    Pasal 52
    (1)

    Pemilahan Sampah berukuran besar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (2) huruf a wajib dilakukan oleh:

    1. setiap Orang pada sumbernya; dan

    2. pengelola kawasan komersial, kawasan khusus, fasilitas umrlm, fasilitas sosial dan fasilitas lainnya. (2) Pemilahan Sampah berukuran besar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelompokkan menjadi:

    3. Sampah yang Mengandung 83 danlatau Sampah yang Mengandung Limbah 83;

    4. Sampah yang dapat digunakan kembali;

    5. Sampah yang dapat didaur ulang; dan/atau

    6. Sampah lainnya.



    Pasal 53
    (1)

    Pengumpulan Sampah berukuran besar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (2) huruf b dilakukan bersamaan dengan kegiatan pemilahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52. (2\ Pengumpulan Sampah berukuran besar dilakukan pada fasilitas pengumpulan Sampah yang disediakan oleh:

    1. Pemerintah Pusat, daerah provinsi, dan daerah kabupaten/kota, untuk Sampah berukuran besar yang dihasilkan dari wilayah permukiman; dan

    2. pengelola kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas rlmllm, fasilitas sosial dan fasilitas lainnya, untuk Sampah berukuran besar yang dihasilkan dari wilayah pengelolaannya. (3) Dalam menyediakan fasilitas pengumpulan Sampah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah Pusat, daerah provinsi, dan daerah kabupaten/kota dan pengelola kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas llmrlm, fasilitas sosial dan fasilitas Iainnya dapat melakukannya sendiri-sendiri atau bekerja sama dengan pihak lain.


    Pasal 54
    Pasal 54

    Pengangkutan Sampah berukuran besar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (2) huruf c dilakukan oleh:

    1. setiap Orang, dari sumber Sampah ke tempat fasilitas pengumpulan Sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2) huruf a; dan

    2. pengelola kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas umum, fasilitas sosial dan fasilitas lainnya ke tempat fasilitas pendauran ulang, pemanfaatan kembali Sampah danlatau pengolahan Sampah; dan

    3. Pemerintah Fusat, daerah provinsi, dan daerah kabupaten/kota dari fasilitas pengumpulan Sampah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2) huruf a ke fasilitas pendauran ulang, pemanfaatan kembali Sampah dan I atau pengolahan Sampah.



    Pasal 55
    (1)

    Pengolahan Sampah berukuran besar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (2) huruf d dilakukan sesuai dengan kelompok Sampah hasil pemilahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (2). (2) Pengolahan Sampah berukuran besar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap Sampah yang tidak dapat didaur ulang atau dimanfaatkan kembali. (3) Pengolahan Sampah berukuran besar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara:

    1. menggunakan Sampah sebagai substitusi bahan bakar;

    2. menggunakan Sampah sebagai bahan baku; dan/atau

    3. cara lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan/atau teknologi. (4) Pengolahan Sampah berukuran besar dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang:

    4. pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga, untuk Sampah berukuran besar yang tidak mengandung El3 danl atau Limbah 83; dan

    5. pengelolaan Limbah 83, untuk Sampah berukuran besar yang mengandung 83 danlatau Limbah 83.


    Pasal 56

    Pasal 56 (1) Pemrosesan akhir Sampah berukuran besar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (2) huruf e dilakukan terhadap Sampah berr.kuran besar yang tidak dapat dimanfaatkan dan/atau diolah. (2) Pemrosesan akhir Sampah berukuran besar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk Sampah berukuran besar yang tidak mengandung 83 dan/atau Limbah 83 dilakukan di Tempat Pemrosesan Akhir dengan menggunakan:

    1. metode lahan urug terkendali;

    2. metode lahan Lrrug saniter; dan latau c. cara lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan/atau teknologi. (3) Pemrosesan akhir Sampah berukuran besar dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang:

    3. pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga, untuk Sampah berukuran besar yang tidak mengandung El3 dan/atau Limbah 83; dan

    4. pengelolaan Limbah 83, untuk Sampah berukuran besar yang mengandung 83 dan/atau Limbah 83. Paragraf 4 Penanganan Sampah yang Timbul di Pesisir, Laut dan Perairan Daratan Pasal 57 (1) Pemerintah Pusat, daerah provinsi dan daerah kabupaten/kota melakukan pengelolaan Sampah yang timbul di pesisir, laut, dan perairan daratan. (2) Pengelolaan Sampah yang timbul di pesisir, laut, dan perairan daratan dilakukan melalui penanganan Sampah. (3) Penanganan Sampah sebagaimana dimaksud pada ayaL (2) meliputi kegiatan:

    5. pemilahan;

    6. pengumpulan;

    7. pengangkutan;

    8. pengolahan; dan/atau

    9. pemrosesan akhir.


    Pasal 58
    (1)

    Pemilahan Sampah yang timbul di pesisir, laut, dan perairan daratan sebagaimana dimaksud dalam Pasai 57 ayat (3) huruf a dikelompokkan menjadi:

    1. Sampah yang Mengandung 83 dan/atau Sampah yang Mengandung Lirnbah 83;

    2. Sampah yang mudah terurai;

    3. Sampah yang dapat digunakan kembali;

    4. Sampah yang dapat didaur ulang; dan

    5. Sampah lainnya. (2) Pemilahan Sampah yang timbul di pesisir, laut, dan perairan daratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan di fasilitas Pengelolaan Sampah Spesifik yang disediakan oleh Pemerintah Fusat, Pemerintah Daerah provinsi dan Pemerintah Daerah kabupaten/kota. (3) Dalam penyediaan fasilitas Pengelolaan Sampah Spesifik sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemerintah Fusat, Pemerintah Daerah provinsi dan Pemerintah Daerah kabupaten/kota dapat bekerja sama dengan badan usaha yang berizin.


    Pasal 59

    Pengumpulan Sampah yang timbul di pesisir, laut, dan perairan daratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (3) huruf b dilakukan di lokasi yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah provinsi dan Pemerintah Daerah kabupaten/kota sesuai dengan kewenangannya.


    Pasal 60
    (1)

    Pengangkutan Sampah yang timbul di pesisir, laut, dan perairan daratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (3) huruf c dilakukan dari lokasi pengumpulan ke fasilitas Pengelolaan Sampah Spesifik. (2) Pengangkutan Sampah yang timbul di pesisir, laut, dan perairan daratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menggunakan alat angkut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perhubungan.


    Pasal 61

    Pasal 61 (1) Pengolahan Sampah yang timbul di pesisir, laut, dan perairan daratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (3) huruf d dilakukan sesuai dengan kelompok Sampah hasil pemilahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1). (2) Pengolahan Sampah yang timbul di pesisir, laut, dan perairan daratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap Sampah yang tidak dapat didaur ulang atau dimanfaatkan kembali. (3) Pengolahan Sampah yang timbul di pesisir, laut, dan perairan daratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara:

    1. menggunakan Sampah sebagai substitusi bahan bakar;

    2. menggunakan Sampah sebagai bahan baku; dan latau c. cara lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan/atau teknologi. (4) Pengolahan Sampah yang timbul di pesisir, laut, dan perairan daratan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang:

    3. pengelolaan sampah rumah tangga, sampah sejenis sampah rumah tangga dan penanganan sampah laut, untuk Sampah yang tidak mengandung 83 dan/atau Sampah yang tidak mengandung Limbah 83; dan

    4. pengelolaan Limbah 83, untuk Sampah yang Mengandung El3 dan/atau Sampah yang Mengandung Limbah E}3. Pasal 62 (1) Pemrosesan akhir Sampah yang timbul di pesisir, laut, dan perairan daratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (3) huruf e dilakukan terhadap Sampah yang timbul di pesisir, Iaut dan perairan daratan yang tidak dapat dimanfaatkan dan/atau diolah. (21 Pemrosesan akhir Sampah yang timbul di pesisir, laut, dan perairan daratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk Sampah yang tidak mengandung 83 dan/atau Sampah yang tidak mengandung Limbah 83 dilakukan di Tempat Pemrosesan Akhir dengan menggunakan:

    5. metode lahan urug terkendali;

    6. metode lahan urug saniter; dan latau c. cara .

    7. cara lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan/atau teknologi. (3) Pemrosesan akhir Sampah yang timbul di pesisir, laut, dan perairan daratan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang:

    8. pengclolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga, untuk Sampah yang tidak mengandung 83 dan/atau Sampah yang tidak mengandung Limbah 83; dan

    9. pengelolaan Limbah 83, untuk Sampah yang Mengandung El3 dan/atau Sampah yang Mengandung Limbah 83. BAB III PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Bagian Kesatu Pembinaan


    Pasal 63
    (1)

    Menteri melakukan pembinaan Pe Spesifik kepada daerah provinsi. ngelolaan Sampah (2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:

    1. pemberian norma, standar, prosedur, dan kriteria Pengelolaan Sampah Spesifik;

    2. diseminasi peraturan perundang-undangan di bidang Pengelolaan Sampah Spesifik;

    3. pendidikan dan pelatihan di bidang Pengelolaan Sampah Spesifik;

    4. fasilitasi penyelesaian perselisihan antar daerah;

    5. fasilitasi kerja sama Pemerintah Daerah kabupaten/kota, badan usaha dan masyarakat dalam pcnyelenggaraan sarana dan prasarana Pengelolaan Sampah Spesifik; dan/atau

    6. fasilitasi bantuan teknis penyelenggaraan pengembangan sarana dan prasarana Pengelolaan Sampah Spesifik.


    Pasal 64
    (1)

    Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat melakukan pembinaan kepada daerah kabupaten/ kota.

    (2)

    Pembinaan (2\ Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:

    1. bantuan teknis;

    2. bimbingan teknis;

    3. diseminasi peraturan daerah di bidang Pengelolaan Sampah Spesifik;

    4. pendidikan dan pelatihan di bidang Pengelolaan Sampah Spesifik; dan l atau e. fasilitasi penyelesaian perselisihan Pengelolaan Sampah Spesifik antar kabupaten/ kota. (3) Dalam hal gubernur belum melakukan pembinaan, Menteri melakukan pembinaan kepada daerah kabupaten/ kota setelah berkoordinasi dengan gubernur. Bagian Kedua Pengawasan


    Pasal 65
    (1)

    Menteri melakukan pengawasan terhadap:

    1. kinerja daerah provinsi dalam melakukan Pengelolaan Sampah Spesifik; dan

    2. kebijakan Pengelolaan Sampah Spesifik yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah provrnsi. (21 Gubernur melakukan pengawasan terhadap kinerja daerah kabupaten/kota dalam melakukan Pengelolaan Sampah Spesifik. (3) Bupati/wali kota melakukan pengawasan kinerja Pengelolaan Sampah Spesifik yang diiaksanakan oleh badan usaha. (4) Pengawasan yang dilakukan oleh gubernur dan bupati/wali kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) didasarkan pada norma, standar, prosedur, dan kriteria yang diatur oleh Menteri. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan Pengelolaan Sampah Spesifik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) diatur dalam Peraturan Daerah. BAB IV KOMPENSASI


    Pasal 66

    Pemberian kompensasi oleh Pemerintah Pusat dan/atau Pemerintah Daerah sebagai akibat Pengelolaan Sampah Spesifik dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB V PEMBIAYAAN


    Pasal 67

    Pembiayaan atas pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini bersumber dari:

    1. anggaran pendapatan dan belanja negara;

    2. anggaran pendapatan dan belanja daerah; dan/atau

    3. sumber lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB VI KETENTUAN PENUTUP


    Pasal 68

    Peraturan Pemerintah diundangkan. ini mulai berlaku pada tanggal Agar Agar setiap orang mengeLahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 8 Juni 2O2O ttd JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 9 Juni 2O2O MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MAI\USIA REPUBLIK INDONESIA YASONNA H. LAOLY PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2O2O TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH SPESIFIK I. UMUM Berbeda dengan jenis sampah rumah tangga dan sampah sejenis Sampah rumah tangga yang pengelolaannya telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga, pengaturan Pengelolaan Sampah Spesifik jauh lebih kompleks dan beragam. Pasal 2 ayat (4) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2OO8 tentang Pengelolaan Sampah menyebutkan bahwa Sampah Spesifik terdiri atas: Sampah yang Mengandung 83, Sampah yang Mengandung Limbah 83, Sampah yang Timbul Akibat Bencana, Puing Bongkaran Bangunan, Sampah yang Secara Teknologi Belum Dapat Diolah, dan/atau Sampah yang Timbul Secara Tidak Periodik. Sampah Spesifik merupakan timbulan Sampah yang perlu penanganan secara spesifik, baik karena karakteristiknya, volumenya, frekuensi timbulnya ataupun karena faktor lainnya yang memerlukan cara penanganan yang tidak normatif berurutan, tetapi memerlukan suatu metodologi yang hanya sesuai dengan situasi dan kondisi tertentu. OIeh karena itu, penyelenggaraan pengelolaannya tidak dapat dilakukan secara seragam yang berlaku untuk semua jenis Sampah Spesifik, melainkan perlu dilakukan pengenalan yang mendalam dari setiap jenis Sampah Spesifik dan demikian pula perlu pendekatan tersendiri dalam pengelolaannya. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, Pengelolaan Sampah Spesifik jug, didasarkan pada dua pendekatan utama yaitu: pengurangan yang mencakup pembatasan, pendauran ulang dan pemanfaatan kembali, serta penanganan yang meliputi kegiatan pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan dan pemrosesan akhir. Namun karena adanya perbedaan dari masing- masing jenis Sampah Spesifik yang cukup signifikan, maka penyelenggaraan pengelolaan jenis Sampah Spesifik tersebut diatur dalam pasal pasal dan ayat yang berlainan. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tersebut, dalam setiap pengelolaan ^jenis Sampah Spesifik, diupayakan acianya tahap pengurangan ataupun pembatasan, kecuali untuk ^jenis Sampah yang Timbul Akibat Bencana. Demrkian pula untuk tahap pemanfaatan kcmbali dalam rangka mengurangi beban lingkungan dan efisiensi penda5,6lgunaan sumber daya alamjuga didorong agar dilakukan, namun untuk ^jenis Sampah yang Mengandung 83 dan/atau Sampah yang Mengandung Limbah 83 perlu dilakukan secara tersendiri sesuai dengan ketentuan peraturan pel'undang-undangan. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Cukup ^jelas. Pasal 3 Ayat (1) Cukup ^jelas Ayat (2) Koordinasi dalam Pengelolaan Sampah Spesifik dilaksanakan untuk menjamin bahwa Sampah Spesifik terkelola dengan baik dari sumber Sampah sampai dengan pemrosesarr r: .khir. Pasal 4 Ayat (1) Cukup ^jelas Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan "pembatasan timbulan Sampah Spesifik" adalah upaya meminimalisasi timbulan Sampah yang dilakukan sejak sebelum dihasilkannya suatu produk dan/atau kemasan produk sampai dengan saat berakhirnya kegunaan produk <lan latau ke masan prodrik. Contoh implementasi pembatasan timbulan Sampah antara lain:


  6. penggilnaan barang dan/atau kema.sarr \rang dapat di daur ulang dan mudah terurai oleh proses alam;

  7. membaf-asi 2. membatasi penggunaan barang danlatau kemasan yang mengandung 83; dan/atau

  8. mengelola penggunaan barang dan/atau kemasan sekali pakai. Huruf b Yang dimaksud dengan "pendauran ulang Sampah Spesifik" adalah upaya memanfaatkan Sampah menjadi barang yang berguna setelah melalui suatu proses pengolahan terlebih dahulu. Huruf c Yang dimaksud dcngan "pemanfaatan kernbali Sampah Spesifik" adalah upaya untuk mengguna ulang Sampah sesuai dengan fungsi yang sama atau fungsi yang berbeda dan/atau mengguna ulang bagian dari Sampah yang masih bermanfaat tanpa melalui suatu proses pengoiahan terlebih datrulu. Ayat (3) Huruf a Yang dimaksud dengan "pemilahan" adalah kegiatan mengclompokkan dan memisahkan Sampah sesttai dengan jenis. Huruf b Yang dimaksud dengan "pengumpulan" adalah kegiatan mengambil dan memindahkan Sampah dari sumber Sampah ke TPS atau TPS 3R. Huruf c Yang dimaksud dengan "pengangkutan" adalah kegiat-an membawa Sampah dari sumber Sampah atau TPS menuju TPST atau TPA dengan menggunakan kendaraan bermotor atau tidak bcrmotor yang didesain untuk mengangkut Sampah. Huruf d Yang dimaksud dengan mengubah karakteristik, Sampakr. "pengolahan" aoalah kegiatan komposisi, danlatau jumlah Huruf e Yang.dimaksud dengan "pemrosesan akhir Sampah" adalah kegiatan mengcmbalikan Sampah dan/atau residu hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman. Ayat (a) Cukup ^jelas. Pasal 5 Ayat (1) Huruf a Yang dimaksud dengan "rumah tangga" adalah aktivitas yang ada di rumah tangga, antara lain aktivitas dapur, aktivitas kamar mandi dan toiiet, aktivitas garasi/perbengkelan, aktivitas ruangan dalam rumah, aktivitas pertamanan. Huruf b Yang dimaksud dengan "kawasan komersial" antara lain, pusat perdagangan, pasar, pertokoan, hotel, perkantclran, restoran, dan tempat hiburan. Huruf c Yang dimaksud dengan "kawasan industri" adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh perusahaan kawasan industri yang telah memiliki izin usaha kawasan industri Huruf d Yang dimaksud dengan "kawasan khusus" adalah wilayah yang bersifat khusus yang digunakan untuk kepentingan nasional/berskala nasional, misalnya, kawasan cagar budaya, taman nasional, pengembangan industri strategis dan pengembangan teknologi tinggi. Huruf e Kawasan permukiman meliputi kawasan permukiman dalam bentuk klaster, apartemen, kondominium, asrama dan sejenisnya. Huruf f Yang dimaksud dengan "fasilitas sosial" antara lain, rumah ibadah, panti asuhan dan panti sosial. Huruf g Yang dimaksud dengan "fasilitas umum" antara lain, terminal angkutan rlmum, stasiun kereta api, pelabuhan laut, pelabuhan udara, tempat pemberhentian kendaraan rlmum, taman, jalan dan trotoar. Huruf h Huruf h Yang dimaksud dengan "fasilitas lainnya" adalah yang tidak termasuk kawasan kornersial, kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas rlmum, antara lain rurmah tahanan, lembaga pemasyarakatan, kawasan pendidikan, kawasan pariwisata, kawasan berikat dan pusat kegiatan olahraga. Ayat (2) Huruf a Contoh produk rumah tangga yang mengandung El3 dan tidak digunakan lagi antara lain oli bekas, aki bekas, dan kain terkontaminasi 83. Huruf b Contoh bekas kemasan produk yang mengandung 83 antara lain bekas kemasan insektisida dan pestisida, bekas kemasan fungisida, bekas kemasan disinfektan, dan bekas kemasan obat. Huruf c Yang din-,aksud dengan "barang elektronik )'ang tidak digunakan lagi" adalah barang eiektronik dan/atau elektrikal yang biasanya dioperasikan dengan bat-erai atau listrik yang sudah tidak terpakai atau Cibuang oleh pemilik terakhirnya. Sampah elektronik dan elektrikal antara lain baterei kering, video kaset recorder, antena, pemutar DVD, alat komunikasi, person-al computer', laptop, stereo sgstem, faxsimili, priruter, kipas angin, mesin pembersih udara, mixer, mesin pembuat ror,i, pernanggang roti, mesin cuci, AC. televisi, lampu, dan setrika. Ayat (3) Cukup ^jelas Pasal 6 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan "pembatasan timbulan Sarnpah" adaiah upaya meminimalisasi timbulan Sampah yang Mengandung 83 yang dilakukan sejak sebelum dihasilkannya suatu produk cian/atau kemasan produk sampai dengan saat berakhirnya kegunaan produk dani atau kemasan produk. Huruf b Yang dimaksud dengan "pendauran ulang Sampah" adalah upaya memanfaatkan Sampah menjadi barang yang berguna setelah melalui suatu proses pengolahan terlebih dahulu. Huruf c Yang dimaksud dengan "pemanfaatan kembali Sampah" adalah upaya untuk mengguna ulang Sampah sesuai dengan fungsi yang sama atau fungsi yang berbeda dan/atau mengguna ulang bagian da.ri Sampah yang masih bermanfaat tanpa melalui suatu proses pengolahan terlebih dahulu. Ayat (3) Cukup jelas Ayat (a) Pemanfaatan kembali Sampah yang Mengandung 83 memperhatikan aspek kesehatan, aspek lingkungan mencegah terjadinya pencemaran. Ayat (5) Cukup ^jelas. Ayat (6) Cukup ^jelas Ayat (7) Cukup jelas harus dan Pasal 7 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Ayat (21 Yang dimaksud dengan "pengeloiaan lanjutan" ^adalah ^kegiatan untuk mentanfaatkan, mengolah danlatau ^menimbun ^barang elektronik dan/atau elektrikal sesuai dengan ^ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan ^Lirnbah E}3. Pasal 8 Cukup ^jelas Pasal 9 Cukup ^jelas Pasal 10 Cukup ^jelas Pasal 1 1 Cukup ^jelas Pasal 12 Cukup ^jelas Pasal 13 Cukup jelas. Pasal 14 Huruf a Yang dimaksud dengan "pemrl.a-han" adalah kegiatan mengelompokkan dan memisahkan Sampah sesuai dengan ^jenis Huruf b Yang dimaksud dengan "pengumpulan" adalah kegiatan mengambil dan mernindahkan Sampah dari sumber Sampah ke TPS atau TPS 3R. Huruf c Yang dimaksud dengan "pengangkutan" adalah kegiatan membawa Sampah dari sumber Sarnpah atau TPS menuju TPST atau TPA dengan menggunakan kendaraan bermotor atau tidak bermotor yang didesain untuk nrengangkut Sampah. Huruf d Yang dimakstrd. Cengan "pengolahan" adalah kegiatan mengubah karakteristik, kornposisi , ^,Jltnf atau jumlah Sarapah. Huruf e FRES IDEN REPUBLIK INDONESIA -8- Huruf e Yang dimaksud dengan "pemrosesan akhir Sampah" adalah kegiatan mengembalikan Sampah dan/atau residu hasil pengolahan sebelunrnya ke media lingkungan secara aman. Pasal 15 Cukup ^jelas. Pasal 16 Ayat (1) Huruf a Yang dimaksud dengan "wilayah permukiman" adalah yang tidak termasuk dalam kawasan permukiman. Contohnya antara lain perumahan. Huruf b Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (a) Huruf a Yang dimaksud dengan "badan usaha yang melakukan usaha dan/atau kegiatan pengelolaan Limbah El3 yang berizin" adalah badan usaha yang memiliki perizinan di bidang pengelolaan Limbah 83 sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Huruf b Cukup jelas Pasal 17 Cukup jelas Pasal 18 Cukup jelas. Pasal 19 Cukup jelas.

    Pasal 20

    Pasal 20 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Yang dimaksud dengan "pemrosesan akhir" adalah kegiatan penimbunan Limbah 83 sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan bidang pengelolaan Limbah 83. Pasal 21 Ayat (1) Huruf a Yang dimaksud dengan "rumah tangga" adalah aktivitas yang ada di rumah tangga, antara lain aktivitas dapur, aktivitas kamar mandi dan toilet, aktivitas garasi/perbengkelan, aktivitas ruangan dalam rumah, aktivitas pertamanan. Huruf b Yang dimaksud dengan "kawasan komersial" antara lain, pusat perdagangan, pasar, pertokoan, hotel, perkantoran, restoran, dan tempat hiburan. Huruf c Yang dimaksud dengan "kawasan industri" adalah ka'.vasan tempat pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana penunjang yang dikembangkan dan dikclola oleh perusahaan kawasan industri yang telah memiliki izin usaha kawasan industri. Huruf d Yang dimaksud dengan "kawasan khusus" adalah wilayah yang bersifat khusus yang digunakan untuk kepentingan nasional/berskala nasional, misalnya, kawasan cagar budaya, taman nasional, pengembangan industri strategis, dan pengembangan teknologi tinggi. Huruf e Kawasan permukiman meliputi kawasan dalam bentuk kluster, apartemen, kondcminium, asrama dan sejenisnya. Huruf f Yang dimaksud dengan "fasilitas sosial" antala lain, rumah ibadah, panti asuhan, dan panti sosial. Huruf g Huruf g Yang dimaksud delgan "fasilitas umum" antara lain, terminal angkutan tlmum, stasiun kereta api, pelabuhan laut, pelabuhan udara, tempat pemberhentian kendaraan umrlm, taman, ^jalan, dan trotoar. Huruf h Yang dima.ksud dengan "fasilitas lainnya" adalah yang tidak termasuk kawasan komersial, kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas Lrmum, antara lain rumah tahanan, lembaga pemasyarakatan, kawasan pendidikan, kawasan pariwisata, kawasan berikat, dan pusat kegiatan olahraga kecuali fasilitas pelaya.nan kesehatan seperti rumah sakit, klinik, dan pusat kesehatan masyarakat. Ayat (2) Huruf a Contoh produk rumah tangga yang mengandung Limbah 83 dan tidak digunakan lagi antara lain oli bekas, aki bekas, kain terkontaminasi 83, suntikan, dan kapas yang terkeha darah. Huruf b Contoh bekas kemasan produk yang mengandung Limbah 83 antara lain bekas ke.masan insektisida dan pestisida, bekas kemasan fungisida, bekas kemasan disinfektan, dan bekas kemasan obat. Huruf c Contoh 83 kadaluarsa, 83 yang tumpah dan 83 yang tidal< memenuhi spesifikasi produk yang akan dibuang antara lain obat-obatan dan produk kadaluarsa, produk yang mengandung 83 yang kemasannya rusak, dan kain majun yang terkontaminasi 83. Huruf d Cukup jelas Pasal 22 Cukup jelas Pasal 23 Cukup jelas


    Pasal 24

    Pasal 24 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan "pemilahan" adalah kegiatan mengelompokkan dan memisahkan Sampah sesuai dengan jenis. Huruf b Yang dimaksud dengan "pengangkutan" adalah kegiatan membawa Sampah dari sumber Sampah atau TPS menuju TPST atau TPA dengan menggunakan kendaraan bermotor atau tidak bermotor yang didesain untuk mengangkut Sampah. Huruf c Yang dimaksud dengan "pemanfaata.n kembali" adalah upaya untuk mengguna ulang Sampah sesuai dengan fungsi yang sama atau fungsi yang berbeda danlatau mengguna ulang bagian dari Sampah yang masih bermanfaat tanpa melalui suatu proses pengolahan terlebih dahulu. Huruf d Yang dimaksud dengan mengubah karakteristik, Sampah. "pengolahan" adalah kegiatan komposisi, dan/atau jumlah Huruf e Yang dimaksud dengan "pemrosesan akhir" adalah kegiatan mengembalikan Sampah dan/atau residu hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman. Ayat (3) Cukup jelas Ayat (a) Cukup jelas. Pasal 25 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup ^jelas Huruf c Contoh Sampah lainnya antara lain Sampah berukuran besar, rongsokan kendaraan, reruntuhan bangunan berupa puing-puing, abu, batu, batang-batang pepohonan yang tumbang, dedaunan, Sampah perkotaan dan Sampah aktifitas lainnya seperti pertanian/perkebunan, peternakan, perikanan, perindustrian, dan kegiatan pariwisata. Ayat (3) Huruf a Yang dimaksud dengan "besaran, jenis, dan jumlah timbulan Sampah tidak memungkinkan untuk dilakukan pengelompokkan" adalah karena situasi dan kondisi daerah bencana yang tidak memungkinkan untuk dilakukan pemilahan, seperti daerahnya terisolir, curam, dan tinggi. Huruf b Cukup ^jelas Pasal 26 Ayat (1) Cukup ^jelas. Pasal 27 Cukup jelas. Pasal 28 Cukup ^jelas. Pasai 29 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Kondisi Sampah yang Timbul Akibat Bencana antara lain sampahnya basah dan bercampur lumpur. Ayat (3) Cukup jelas Ayat (2) Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan "metode lahan urug terkendali" yaitu metode pengurugan di areal pengurugan Sampah, dengan cara dipadatkan dan ditutup dengan tanah ^penutup sekurang-kurangnya setiap tujuh hari. Metode ini merupakan metode yang bersifat antara, sebelum mampu menerapkan metode lahan urug saniter. Huruf b Yang dimaksud dengan "lahan urug saniter" yaitu sarana pengurugan Sampah ke lingkungan yang disiapkan dan dioperasikan secara sistematis, dengan penyebaran dan pemadatan Sampah pada area pengurugan, serta penutupan Sampah setiap hari. Huruf c Cukup ^jelas Ayat (3) Cukup ^jelas. Pasal 30 Cukup jelas Pasal 31 Cukup ^jelas. Pasal 32 Ayat (1) Cukup ^jelas Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan "bongkaran bangunan gedung" antara lain rumah penduduk, apartemen, perkantoran, hotel, pertokoan, gedung olah raga, bangunan serbagrlna, dan sekolah. Huruf b Yang dimaksud dengan "bongkaran prasarana taman dan tempat rekreasi" antara lain bongkaran yang terdiri dari taman kota, dan taman air. Huruf c Huruf c Yang dimaksud dengan "bongkaran prasarana perhubungan" antara lain bongkaran yang berasal dari jalan, jalan tol, jembatan, rel kereta api, monorail, dan subwag. Huruf d Yang dimaksud dengan "bongkaran prasarana pengairan" antara lain bendLrngan, irigasi, dan tanggul. Pasal 33 Huruf a Yang dimaksud dengan "pemilahan" adalah kegiatan mengelompokkan dan memisahkan Sampah sesuai dengan ^jenis. Huruf b Yang dimaksud dengan "pengumpulan" adalah kegiatan mengambil dan rnemindahkan Sampah dari sumber Sampah ke TPS atau TPS 3R. Huruf c Yang dimaksud dengan "pengangkutan" adalah kegiatan membawa Sampah dari sumber Sampah atau TPS menuju TPST atau TPA dcngan menggunakarr kendaraan bermotor atau tidak bermotor yang didesain untuk mengangkut Sampah. Huruf d Yang dimaksud dengan "pengolahan" adalah kegiatan mengubah karakteristik, L: omposisi, dan/atau jumlah Sampah. Huruf e Yang dimaksud dengan "pemrosesan akhir" adalah kegiatan mengembalikan Sampah dan/atau residu hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman. Pasal 34 Cukup ^jelas Pasal 35 Cukup jelas. Pasal 36 Cukup jelas.


    Pasal 37

    Pasal 37 Cukup jelas. Pasal 38 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "Puing Bongkai'an Bangunan yang tidak dapat dimanfaatkan" antara lain kaca halus dan potongan kayu kecil. Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan "metode lahan urug terkendali" yaitu metode pengurugan di areal pengurugar. Sampah, dengan cara dipadatkan dan ditutup dengan tanah penutup sekurang-kurangnya setiap tujuh hari. Metode ini merupakan metode yang bersifat antara, sebelum mampu menerapkan metode lahan urug saniter. Huruf b Yang dimaksud dengan "lahan urug saniter" yaitu sarana pengurugan Sampah ke lingkungan yang disiapkan dan dioperasikan secara sistematis, dengan penyebaran dan pemadatan Sampah pada area pengurLrgan, serta penutupan Sampah setiap hari. Huruf c Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas Pasal 39 Cukup jelas Pasal 40 Cukup ^jelas Pasai 41 Cukup jelas Pasal 42 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (21 Huruf a Sampah yang timbul dari kegiatan massal adalah Sampah yang dihasilkan dari kegiatan yang melibatkan banyak orang pada suatu tempat terbuka atau tertutup, antara lain konser musik, demonstrasi, kampanye, pameran, pertandingan olah ranga, karnaval, perkawinan. F{uruf b Yang dimaksud dengan "sampah berukuran besar" adalah Sampah yang karena ukuran dan/atau volumenya besar sehingga memerlukan pengelolaan khusus yang tidak bisa masuk dalam sistem pengumpulan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga, antara lain tempat tidur, rak buku, kabinet, troli atau gerobak, kursi, sofa, kasur, meja makan, lemari, sepeda, mesin ^jahit, bangku, pohon tumbang, rongsokan kendaraan. Huruf c Sampah yang timbul di pesisir, laut dan perairarr daratan adalah Sampah yang dibuang ke iingkungan yang masuk ke badan air secara langsung maupun tidak langsung. Yang dimaksud dengan "pesisir" adalah wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut. Yang dimaksud dengan "laut" adalah sekumpulan air asin yang memiliki jumlah yang sangat luas sehingga mampu untuk memisahkan benua, pulau, dan lain sebagainva. Yang dimaksud dengan "perairan daratan" adalah perairan yang ada di daratan meliputi sungai, waduk, danau, rawa, dan genangan air lainnya yang berpotensi menopang kehidupan manusia. Ayat (3) Cukup ^jelas. Pasal 43 Ayat (1) Cukup ^jelas Ayat (2) Ayat (2) Hunrf a Yang dimaksud dengan "pembatasan timbulan Sampah" adalah upaya meminimalisasi timbulan Sampah yang dilakukan sejak sebelum dihasilkannya suatu produk danlatau kemasan produk sampai dengan saat berakhirnya kegunaan produk danlatau kemasan produk. Contoh implementasi pembatasan timbulan Sampah antara larn:


  9. penggunaan barang cian/atau kemasan yang dapat di daur ulang dan mudah terurai oleh proses alarn;

  10. membatasi penggunaan barang dan/atau kemasan yang mengandung 83; dan/atau

  1. mcngelola penggunaan barang dan/atau kemasan sekali pakai. Huruf b Yang dimaksud dengan "pendauran ulang Sampah" adalah upaya memanfaatkan Sampah roenjadi barang yang berguna set-elah melaiui suatu proses pengolahan terlebih dahulu. Huruf c Yang dimaksud dengan "pemanfaatan kcmbali Sampah" adalah upaya untuk mengguna ulang Sampah sesuai dengan fungsi yang sama a[au fungsi yang berbeda dan/atau mengguna ulang bagian dari Sampah yang masih bermanfaat tanpa melalui suatu proses pengolahan terlebih dahulu. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (a) Cukup jelas Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 44 Ayat (1) Cukup jclas Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan "pemilahan" adalah kegiatan mengelompokkan dan memisahkan Sampah sesuai dengan jenis. Huruf b Yang dimaksud dengan "pengumpulan" adalah kegiatan mengambil dan memindahkan Sampah dari sumber Sampah ke TPS atau TPS 3R. Huruf c Yang dimaksud dengan "pengangkutan" adalah kegiatan membawa Sampah dari sumber Sampah atau TPS menuju TPST atau TPA dengan menggunakan kendaraan bermotor atau tidak bermotor yang didesain untuk mengangkut Sampah. Huruf d Yang dimaksud dengan mengubah karakteristik, Sampah. "pengolahan" adalah kegiatan komposisi, danlatau ^jumlah Huruf e Yang dimaksud dengan "pemrosesan akhir" adalah kegiatan mengembalikan Sampah dan/atau residu hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman. Pasal 45 Ayat (1) huruf a Yang dimaksud dengan "Sampah yang Mengandung 83 dan/atau Sampah yang Mengandung Limbah 83" misalnya kemasan obat serangga, kemasan oli, kemasan obat-obatan, obat-obatan kadaluarsa, peralatan listrik, peralatan elektronik dan eiektrikal rumah tangga. huruf b Yang dimaksud dengan "Sampah mudah terurai" antara lain Sampah yang berasal dari tumbuhan, hewan dan/atau bagian-bagiannya yang dapat terurai oleh makhuk hidup iainnya danlatau mikroorganisme, misalnya Sampah makanan dan serasah. huruf c huruf c Cukup ^jelas huruf d Cukup ^jelas huruf e Cukup.jelas. Ayat (2) Cukrrp ^jelas. Pasal 46 Cukup ^jelas Pasal 47 Ayat (1) Huruf a Yang dimaksud dengan "pemanfaat Limbah 83" adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pemanfaatan Limbah 83. Yang dimaksud dengan "pengolah Limbah 83" adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pengolahan Limbah 83. Huruf b Cukup ^jelas. Ayat (21 Cukup ^jelas Pasal 48 Cukup ^jelas Pasal 49 Cukup jelas Pasai 50 Cukup jelas Pasal 51 Ayat (1) Cukup ^jelas. trRES IDEN REPUBLIK INDONESTA -20- Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan "penrilaira.n" adalah kegiatan mengelompokkan dan memisahkan Sarnpah sesuai dengan jenis. Huruf b Yang dimaksud dengan "pengumpulan" adalah kegiatan mengambil dan memindahkan Sampah dari surnber Sampah ke TPS atau'TPS 3R. Huruf c Yang dimaksud dengan "pengangkutan" adalah kegiatan membarva Sampah dari sumber Sampakr atau TPS menuju '|PST atau TPA dengan menggunakan kendaraan bermotor arau tidak bermotor yang didesain untuk mengangkut Sampah. Huruf d Yang dimaksud dengan mengubah karakteristik, Sampah. "pengolahan" adalah kegiatan komposisi, dan/atau ^jumlah Huruf e Yang dimaksud dengan "pemrosesan akhir" adalah kegiatan mengembaiikan Sampah dan/atau resiciu hasil pengolahan sebeiumnya ke media lingkungan secara aman. Pasal 52 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan "Sampah yang I\llengandung 83 dan/atau Sampah yang Mengandung Limbah Bl3" misalnya kemasan obat serangga, kemasan oli, kemasan obat-obatan, obat-obatan kadaluarsa, peralatan iistrik, peralatan elektronik rumah tangga. Huruf b Cukup ^jelas Huruf c Hurruf c Cukup jelas Huruf d Cukup ^jelas Pasal 53 Ayat (1) Cukup ^jelas Pasal 54 Cukup ^jelas Pasal 55 Cukup ^jelas. Pasal 56 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (21 Cukup ^jelas Ayat (3) Yang dimaksud dengan "piha.k lain" antara lain penyedia ^jasa pengumpulan Sampah berukuran besar, badan usaha dan/atau kegiatan pendauran ulang Sampah, atau entitas lainnya yang memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan "metode lalian urug terkendali" yaitu metode pengurugan di areal pengurugan Sampah, dengan cara dipadatkan dan ditutup dengan tanah penutup sekurang-kurangnya setiap tujuh hari. Metode ini merupakan metode yang bersifat antara, sebelum mampu menerapkan metode lahan urug saniter. Huruf b Yang dimaksud dengan "lahan urLrg saniter" yaitu sarana pengurugan Sampah ke lingkungan yang disiapkan dan dioperasikan secara sistematis, dengan penyebaran dan pemadatan Sampah pada area pengurugan, serta penutupan Sampah setiap hari. Hurui c Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Pasal 57 Ayat (1) Pengelolaan Sampah yang timbul di pesisir, laut dan perairan daratan dilakukan oleh Pemerintah Pusat yang bersifat lintas provinsi. Pengelolaan Sampah yang timbul di pesisir laut dan perairan daratan dilakukan oleh pemerintah provinsi yang bersifat lintas kabupaten/kota. Pengelolaan Sampah yang timbul oi pesisir laut dan perairan daratan dilakukan oleh pemerintah kabupaten/kota di wilayah administrasinya. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Huruf a Yang dimaksud dengan "pernilahan" adalah kegiatan mcngelonrpokkan dan memisahkan Sampah sesuai dengan jenis. Huruf b Yang dimaksud dengan "pengumpulan" adalah kegiatan mengambil dan memindahkan Sampah dari sumber Sampah ke TPS atau TPS 3R. Huruf c Yang dimaksud dengan "pengangkutan" adalah kegiatan membawa Sampah dari sumber Sampah atau TPS menuju TPST atau TPA dengan menggunakan kendaraan bermotor atau tidak bermotor yang didesain untuk mengangkut Sampah. Huruf d Yang dimaksud dengan "peng<.rlahan" adalah kegiatan mengubah karakteristik, komposisi, dan/atau jumlah Sampah. Huruf e Yang dimaksud dengan "pemrosesan akhir" adalah kegiatan mengembalikan Sampah dan/atau residu hasil pengolahan sebelumnya ke medra lingkungan secara aman. Pasal 58 Pasal 58 Ayat (1) Huruf a Yang dimaksud dengan "Sampah yang Mengandung 83 dan/atau Sampah yang Mengandung Limbah 83" misalnya kemasan obat serangga, kemasan oli, kemasan obat-obatan, obat-obatan kadaluarsa, peralatan listrik, peralatan elektronik dan elektrikal rumah tangga. Huruf b Yang dimaksud dengan "Sampah mudah terurai" antara lain Sampah yang berasal dari tumbuhan, hewan dan/atau bagian-bagiannya yang dapat terurai oleh makhuk hidup lainnya dan/atau rnikroorganisme, misalnya Sampah makanan dan serasah. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas Huruf e Cukup jelas Ayat (2) Cukup ^jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 59 Cukup jelas. Pasal 60 Cukup jelas Pasal 61 Cukup jelas Pasal 62 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Ayat (21 Huruf a Yang dimaksud dengarr "metode lahan urug terkendaii" yaitu metode pengurugan di areal pengurugan Sampah, dengan cara dipadatkan dan ditutup dengan tanah ^penutup sekurang-kurangnya setiap tujuh hari. Metode ini merupakan metode yang bersifat antara, sebelum mampu inenerapkan metode lahan urug saniter. Huruf b Yang cJirlaksud dengan "lahan urug saniter" yaitu sarana pengurugan Sampah ke lingkungan yang disiapkan dan dioperasikan secara sistematis, dengan penyebaran dan pemadatan Sarrrpah pada area pengurugan, serta penutupan Sampah setiap hari. Huruf c Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup jeias Pasal 63 Cukup ^jelas Pasal 64 Cukup jelas Pasal 65 Cukup ^jelas. Pasal 66 Peraturan perundang-undangan yang dimaksud antara lain peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga, dan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pemberian kompensasi akibat Pengelolaan Sampah Spesifik. Pasal 67 Cukup jelas Pasal 68 Cukup jelas TAMBAHAN LEMBARAN NIEGARA REPUBLIK INDO}{ESIA }{OMOR 6522 -

Webmentions

Anda dapat memberikan tanggapan atas peraturan ini dengan like, retweet/repost pada tweet yang mencantumkan tautan pada laman ini.

Tanggapan (0):