Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan

Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2020

Kerangka<< >>

Menimbang Menimbang Mengingat PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2O2O TENTANG REHABILITASI DAN REKLAMASI HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA a. bahwa untuk memperoleh manfaat yang optimal dari hutan dan lahan bagi kesejahteraan masyarakat perlu pengelolaan hutan dan lahan sebaik-baiknya dengan tetap memperhatikan sifat, karakteristik, dan keutamaannya, serta selaras dengan fungsi konservasi, lindung, dan produksi; b. bahwa dalam upaya memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan guna meningkatkan daya dukung, produktivitas, dan peranannya sebagai penyangga kehidupan perlu diselenggarakan rehabilitasi dan reklamasi hutan; c. bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2008 tentang Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan belum dapat menampung perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat sehingga perlu diganti; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan;

  1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; MEMUTUSKAN MenetapKan : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG REHABILITASI DAN REKLAMASI HUTAN. BAB I KETENTUAN UMUM

    Pasal 1

    Dalam peraturan pemerintah ini yang dimaksud dengan:


  2. Rehabilitasi Hutan dan Lahan yang selanjutnya disingkat RHL adalah upaya untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan guna meningkatkan daya dukung, produktivitas dan peranannya dalam menjaga sistem penyangga kehidupan. 2. Reklamasi Hutan adalah usaha untuk memperbaiki atau memulihkan kembali Kawasan Hutan yang rusak sehingga berfungsi secara optimal sesuai dengan peruntukannya. 3. Revegetasi adalah usaha untuk memperbaiki dan memulihkan vegetasi yang rusak melalui kegiatan penanaman dan pemeliharaan pada areal bekas penggunaan Kawasan Hutan.

  1. Pemerintah 13. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. 14. Instansi Terkait adalah kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agrarialpertanahan dan tata ruang, kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral, kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum, danf atau kementerian yar: g menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri. Pasal 2 Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan merupakan bagian dari pengelolaan Hutan. BAB II POLA UMUM, KRITERIA DAN STANDAR Pasal 3 Untuk menyelenggarakan rehabilitasi dan Reklamasi Hutan ditetapkan pola umum, kriteria dan standar rehabilitasi dan Reklamasi Hutan. Bagian Kesatu Pola Umum Pasal 4 (1) Pola umum rehabilitasi dan Reklamasi Hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, memuat:
    1. prinsip penyelenggaraan rehabilitasi dan Reklamasi Hutan; dan

    2. pendekatan penyelenggaraan rehabilitasi dan Reklamasi Hutan. (2) Prinsip penyelenggaraarr rehabilitasi dan Reklamasi Hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:

    3. transparansi dan akuntabilitas;

    4. kejelasan kewenangan;

    5. sistem penganggararl yang berkesinambungan (multigears);

    6. partisipatif;

    7. pemahaman sistem tenurial;

    8. andil biaya (cos/ sharing); dan

    9. penerapan sistem insentif. (3) Pendekatan penyelenggaraan rehabilitasi dan Reklamasi Hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi aspek:

    10. politik;

    11. sosial;

    12. ekonomi; dan

    13. ekosistem. Bagian Kedua Kriteria dan Standar

      Pasal 5

      Kriteria dan standar rehabilitasi dan Reklamasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 meliputi aspek:


    14. kawasan;

    15. kelembagaan; dan

    16. teknologi. Hutan

      Pasal 6
      (1)

      Aspek kawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a digunakan untuk menentukan penanganan kawasan melalui:


    17. analisis perencanaan berdasarkan ekosistem DAS;

    18. kejelasan status penguasaan lahan; dan

    19. fungsi kawasan. (2) Aspek kelembagaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b meliputi:

    20. sumber daya manusia yang kompeten;

    21. organisasi yang efektif menurut kerangka kewenangan masing-masing; dan

    22. tata hubungan keda. (3) Aspek teknologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c berupa penerapan teknologi yang ditentukan oleh kesesuaian lahan atau tapak setempat, tingkat partisipasi masyarakat, dan pemilihan jenis tanaman.

      Pasal 7

      Selain memenuhi aspek sebagaimana dimaksud Pasal 5, Reklamasi Hutan harrrs memenuhi aspek:


    23. karakteristik lokasi kegiatan;

    24. ^jenis kegiatan;

    25. penataan lahan;

    26. pengendalian erosi dan pencemaran air;

    27. Revegetasi; dan

    28. pengembangan sosial ekonomi. dalam

      Pasal 8
      (1)

      Pola umum dijadikan sebagai kerangka dasar dalam penyelenggaraan rehabilitasi dan Reklamasi Hutan. (2) Kriteria dan standar dijadikan sebagai pedoman, acuan, dan ukuran dalam penyelenggaraan rehabilitasi dan Reklamasi Hutan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan pola umum, kriteria, dan standar rehabilitasi dan Reklamasi Hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 sampai dengan Pasal 7 diatur dalam Peraturan Menteri. BAB III REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN Bagian Kesatu Umum


      Pasal 9
      (1)

      RHL diprioritaskan pada Lahan Kritis melalui kegiatan:


    29. rehabilitasi Hutan; dan

    30. rehabilitasi lahan. (2) Rehabilitasi Hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan pada Kawasan Hutan kecuali cagar alam dan zona inti taman nasional. (3) Rehabilitasi lahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan di luar Kawasan Hutan berrrpa hutan dan lahan.

      Pasal 10

      Rehabilitasi Hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a dilaksanakan oleh:


    31. Menteri untuk Kawasan Hutan yang meliputi Hutan konservasi, Hutan lindung dan Hutan produksi yang tidak dibebani hak pengelolaan atau izin pernanfaatan;

    32. gubernur atau bupati/wali kota untuk taman Hutan raya sesuai dengan kewenangannya;

    33. pemegang hak pengelolaan atau pemegang izin pemanfaatan untuk rehabilitasi pada Kawasan Hutan yang dibebani hak pengelolaan atau izin pernanfaatan; dan

    34. pemegang izin pinjam pakai Kawasan Hutan atau pemegang Keputusan Menteri tentang Pelepasan Kawasan Hutan akibat tukar menukar Kawasan Hutan yang dibebani kewajiban untuk melakukan rehabilitasi. Pasal 1 1 Rehabilitasi lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf b dilaksanakan oleh:

    35. Pemerintah Daerah Provinsi pada lahan yang tidak dibebani hak; dan

    36. pemegang hak pada lahan yang dibebani hak. Pasal 12 (1) RHL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dilaksanakan berdasarkan kondisi spesifik biofisik dengan menggunakan DAS sebagai unit pengelolaan. (21 Kondisi spesifik biofisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

    37. keadaan flora dan fauna;

    38. ^jenis tanah;

    39. kelerengan;

    40. sosial;

    41. ekonomi; dan PRES tDEN REPUBLIK INDONESTA -8-

      Pasal 14

      RHL diselenggarakan melalui tahapan:


    42. perencanaan; dan

    43. pelaksanaan. Bagian Kedua Perencanaan Rehabilitasi Hutan dan Lahan Paragraf 1 Umum

      Pasal 15

      Perencanaan RHL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a, terdiri atas:


    44. rencana umum RHL DAS; dan

    45. rencana tahunan RHL. Paragraf 2 Rencana Umum Rehabilitasi Hutan dan Lahan Daerah Aliran Sungai

      Pasal 16
      (1)

      Rencana umum RHL DAS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf a, disusun dan ditetapkan oleh Menteri. (2) Rencana umum RHL DAS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dengan mengacu pada:


    46. rencana kehutanan tingkat nasional;

    47. rencana Pengelolaan DAS;

    48. rencana pengelolaan Sumber Daya Air;

    49. rencana tata ruang;

    50. peta Lahan Kritis;

    51. peta mangrove;

    52. peta cekungan air tanah; dan

    53. peta penutup lahan. (3) Rencana umum RHL DAS paling sedikit memuat:

    54. rencana pemulihan Hutan dan lahan;

    55. pola pelaksanaan kegiatan RHL;

    56. pengendalian erosi dan sedimentasi;

    57. pengembangan sumber daya air;

    58. kelembagaan; dan

    59. monitoring dan evaluasi. (41 Dalam pen5rusunan rencana umum RHL DAS sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri dapat berkoordinasi dengan Instansi Terkait sesuai dengan kewenangannya. (5) Rencana umum RHL DAS ditetapkan untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun dan dapat ditinjau kembali setiap 5 (lima) tahun. (6) Rencana umum RHL DAS sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disusun paling larnbat 2 (dua) tahun setelah ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini. (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pen5rusunan rencana umum RHL DAS diatur dengan Peraturan Menteri. Paragraf 3 Rencana Tahunan Rehabilitasi Hutan dan Lahan

      Pasal 17
      (1)

      Rencana tahunan RHL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 huruf b disusun untuk jangka waktu 1 (satu) tahun mengacu pada rencana umum RHL DAS. (2) Rencana tahunan RHL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat informasi:


    60. ^jenis kegiatan;

    61. lokasi;

    62. volume; dan

    63. pembiayaan. (3) Rencana tahunan RHL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

    64. rencana tahunan rehabilitasi Hutan; dan

    65. rencana tahunan rehabilitasi lahan. (4) Dalam hal rencana umum RHL DAS sebagaimana dimaksud dalam Pasal L6 belum disusun, rencana tahunan RHL mengacu pada:

    66. peta lahan kritis;

    67. peta klasifikasi DAS;

    68. peta bertema DTA danau prioritas;

    69. peta bertema DTA bangunan infrastruktur; dan f atau e. peta bertema daerah rawan dan pasca bencana.

      (5)

      Rencana .

      (5)

      Rencana tahunan rehabilitasi Hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a disusun dan ditetapkan oleh:

    70. Menteri, pada Kawasan Hutan yang meliputi Hutan konservasi, Hutan lindung, dan Hutan produksi yang tidak dibebani hak pengelolaan atau izin pemanfaatan;

    71. gubernur atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya untuk taman Hutan raya; dan

    72. pemegang hak pengelolaan atau pemegang izin pemanfaatan, pada Kawasan Hutan yang telah dibebani hak pengelolaan atau izin pemanfaatan. (6) Menteri melakukan supervisi terhadap penyusunan dan penetapan rancana tahunan rehabilitasi Hutan yang dilakukan oleh pemegang hak pengelolaan atau pemegang izin pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf c. (7) Rencana tahunan rehabilitasi lahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b disusun dan ditetapkan oleh gubernur. Pasal 18 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pen5rusunan rencana tahunan RHL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri. Bagian Ketiga Pelaksanaan Rehabilitasi Hutan dan Lahan Paragraf 1 Umum Pasal 19 (1) RHL dilaksanakan sesuai rencana tahunan rehabilitasi Hutan danf atau rencana tahunan rehabilitasi lahan. (2) Dalam melaksanakan kegiatan RHL dapat dilakukan kegiatan pendukung RHL. Paragraf 2 Pelaksanaan Rehabilitasi Hutan Pasal 20 (1) Rehabilitasi Hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a pada:

    73. Kawasan Hutan konservasi, ditujukan untuk pemulihan ekosistem, pembinaan habitat dan peningkatan keanekaragaman hayati; _ 11_ b. Kawasan Hutan lindung, ditujukan untuk memulihkan fungsi hidrologis DAS dan meningkatkan produksi hasil Hutan bukan kayu serta jasa lingkungan; dan

    74. Kawasan Hutan produksi, ditujukan untuk meningkatkan produktivitas Kawasan Hutan produksi. (2) Rehabilitasi Hutan pada Kawasan Hutan konservasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 2 1 Rehabilitasi Hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 diselenggarakan melalui kegiatan:

    75. reboisasi; dan/atau

    76. penerapan teknik konservasi tanah.

      Pasal 22
      (1)

      Reboisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf a dilakukan dengan pola:


    77. intensif; dan

    78. agroforestri. (2) Reboisasi intensif sebagaim"rr" di-r.ksud pada ayat (1) huruf a dilakukan pada Lahan Kritis dengan tutupan lahan terbuka, semak belukar dan tidak terdapat aktivitas pertanian masyarakat. (3) Reboisasi agroforestri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan pada Lahan Kritis dengan tutupan lahan terbuka, semak belukar, kebun, kebun campuran, pertanian lahan kering dan terdapat aktivitas pertanian masyarakat.

      Pasal 23

      Penerapan teknik konservasi tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf b dilakukan secara:


    79. sipil teknis;

    80. vegetatif; dan/atau Pasal 24 (1) Penerapan teknik konservasi tanah secara sipil teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 hurrrf a dilakukan melalui pembuatan:

    81. bangunan struktur; dan

    82. bangunan nonstruktur. (2) Penerapan teknik konservasi tanah secara vegetatif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf b, dilakukan melalui:

    83. penanarnan strip rumput;

    84. budidaya tanaman lorong;

    85. penanaman kanan kiri sungai; dan/atau

    86. tanaman penutup tanah lainnya. (3) Penerapan teknik konservasi tanah secara teknik kimiawi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 huruf c dilakukan melalui pemberian amelioran. Pasal 25 (1) Dalam pelaksanaan rehabilitasi Hutan, pemegang hak atau pemegang izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf c dan pemegang izin atau pemegang Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 huruf d dapat meminta pendampingan, pelayanan, dan dukungan kepada:

    87. Menteri;

    88. gubernur atau bupati/wali kota untuk taman Hutan raya sesuai dengan kewenangannya;

    89. lembaga swadaya masyarakat; dan latau d. pihak lain. (21 Pendampingan, pelayanan, dan dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan untuk kegiatan rehabilitasi Hutan dengan tujuan pelindungan dan konservasi. (3) Pendampingan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa pemberian motivasi, mediasi, dan akses dalam rangka pengembangan kelembagaan. (41 Pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa penyediaan data dan informasi. (5) Dukungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa bantuan teknis, penyuluhan, dan pemberian bibit tanaman. Paragraf 3 Pelaksanaan Rehabilitasi Lahan

      Pasal 26

      Rehabilitasi Lahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf b diselenggarakan melalui kegiatan:


    90. Penghijauan; dan/atau

    91. penerapan teknik konservasi tanah. Pasal 27 (1) Penghijauan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf a dilakukan melalui kegiatan:

    92. pembangunan Hutan hak;

    93. Penghijauan lingkungan; dan

    94. pembangunan Hutan Kota. (2) Pembangunan Hutan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan Penghijauan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat dilakukan dengan cara agroforestri dan/atau murni. (3) Pembangunan Hutan Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilaksanakan sesuai dengan tipe dan bentuk Hutan Kota. (41 Tipe Hutan Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi:

    95. tipe kawasan permukiman;

    96. tipe kawasan industri;

    97. tipe rekreasi;

    98. tipe pelestarian plasma nutfah;

    99. tipe perlindungan; dan

    100. tipe pengamanan. (5) Bentuk Hutan Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi:

    101. jalur;

    102. mengelompok; dan

    103. menyebar. (6) Pembangunan Hutan Kota, tipe Hutan Kota, dan bentuk Hutan Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4)', dan ayat (5) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

      Pasal 28

      Ketentuan mengenai penerapan teknik konservasi tanah pada rehabilitasi Hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 sampai dengan Pasal 24 berlaku secara mutatis mutandis terhadap penerapan teknik konservasi tanah pada rehabilitasi lahan.


      Pasal 29

      Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan RHL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 sampai dengan Pasal 28 diatur dalam Peraturan Menteri. Bagian Keempat Kegiatan Pendukung Rehabilitasi Hutan dan Lahan


      Pasal 30
      (1)

      Kegiatan pendukung RHL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) meliputi:


    104. prakondisi;

    105. pengembangan perbenihan;

    106. pengembangan teknologi;

    107. pencegahan dan penanggulangan kebakaran;

    108. pengamanan dan perlindungan tanaman; dan f atau f. pengembangan kelembagaan. (21 Ketentuan lebih lanjut mengenai kegiatan pendukung RHL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri. Bagian Kelima Insentif

      Pasal 31
      (1)

      Menteri, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai dengan kewenangannya dapat memberikan insentif terhadap kegiatan RHL yang telah berhasil. (21 Insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:


    109. kemudahan pelayanan; dan latau b. penghargaan.

    110. pemberian bantuan akses permodalan;

    111. penyediaan sarana prasarana;

    112. penyediaan lahan atau lokasi;

    113. pemberian akses informasi teknologi;

    114. pendampingan; dan/atau

    115. pemberian perizinan dari Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah. (4) Penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (21 huruf b, dapat diberikan dalam bentuk:

    116. subsidi atau bantuan;

    117. hadiah;

    118. sertifikat atau piagam; dan/atau

    119. piala. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri. Bagian Keenam Pemanfaatan Hasil Rehabilitasi Hutan dan Lahan

      Pasal 32
      (1)

      Pemanfaatan hasil rehabilitasi Hutan yang dibiayai oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten I Kota dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perutndang-undangan. (21 Ketentuan lebih lanjut mengenai pemanfaatan hasil rehabilitasi lahan yang dibiayai oleh Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah Provinsi diatur dengan Peraturan Menteri. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemanfaatan hasil RHL yang dilaksanakan oleh pemegang hak atau izin diatur dengan Peraturan Menteri. FRES IDEN REPUBLTK INDONESIA -16- BAB IV REKLAMASI HUTAN Bagian Kesatu Umum


      Pasal 33
      (1)

      Reklamasi Hutan dilakukan pada Kawasan Hutan rusak yang telah mengalami perubahan permukaan tanah dan perubahan penutupan tanah. (21 Perubahan permukaan tanah dan perubahan penutupan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat terjadi akibat:


    120. penggunaan Kawasan Hutan; atau

    121. bencana. Bagian Kedua Reklamasi Hutan Akibat Penggunaan Kawasan Hutan

      Pasal 34

      Reklamasi Hutan akibat penggunaan Kawasan Hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2) huruf a dilaksanakan melalui kegiatan:


    122. inventarisasi lokasi;

    123. penetapan lokasi;

    124. perencanaan; dan

    125. pelaksanaan reklamasi. Paragraf 1 Inventarisasi Lokasi Reklamasi Hutan

      Pasal 35
      (1)

      Inventarisasi lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 huruf a, merupakan kegiatan pengumpulan data dan informasi terhadap seluruh areal Kawasan Hutan yang akan terganggu danf atau terganggu akibat penggunaan Kawasan Hutan.

      (2)

      Inventarisasi (21 Inventarisasi lokasi dilakukan melalui survei untuk memperoleh data primer maupun pengumpulan data sekunder berrrpa data biofisik dan sosial ekonomi, serta rencana kerja penggunaan Kawasan Hutan. (3) Kegiatan inventarisasi menghasilkan data numerik dan data spasial seluruh areal Kawasan Hutan yang akan terganggu danf atau terganggu akibat penggunaan Kawasan Hutan. Paragraf 2 Penetapan Lokasi Reklamasi Hutan


      Pasal 36
      (1)

      Penetapan lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 huruf b, merupakan kegiatan pemilihan dan penunjukan lokasi yang terganggu sebagai akibat penggunaan Kawasan Hutan yang siap direklamasi. (2) Penetapan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara menganalisis dan mengevaluasi data spasial dan numerik hasil inventarisasi lokasi. (3) Berdasarkan hasil analisis dan evaluasi data spasial dan data numerik sebagaimana dimaksud pada ayat ^(21 ditetapkan luas dan lokasi reklamasi. Paragraf 3 Perencanaan Reklamasi Hutan


      Pasal 37
      (1)

      Perencanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 huruf c dilakukan untuk menghasilkan rencana Reklamasi Hutan. (21 Rencana Reklamasi Hutan disusun berdasarkan inventarisasi lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dan penetapan lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36. (3) Rencana Reklamasi Hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (21meliputi:


    126. rencana umum; dan

    127. rencana tahunan.

    128. kondisi Kawasan Hutan sebelum dan sesudah aktivitas;

    129. rencana pembukaan Kawasan Hutan;

    130. program Reklamasi Hutan;

    131. rancangan teknis Reklamasi Hutan;

    132. tata waktu pelaksanaan;

    133. rencana biaya; dan

    134. peta lokasi dan peta rencana kegiatan reklamasi. (5) Rencana tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b disusun berdasarkan rencana umum Reklamasi Hutan untuk jangka waktu 1 (satu) tahun. (6) Rencana Reklamasi Hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disusun oleh pemegang izin pinjam pakai Kawasan Hutan. (71 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pen5rusunan rencana Reklamasi Hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.

      Pasal 38
      (1)

      Rencana Reklamasi Hutan yang telah disusun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (6) dilakukan penilaian oleh Menteri. (21 Menteri dalam melakukan penilaian rencana Reklamasi Hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melibatkan Instansi Terkait dan gubernur sesuai dengan kewenangannya. (3) Berdasarkan penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Menteri dapat menyetujui rencana Reklamasi Hutan. (41 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penilaian rencana Reklamasi Hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri. Paragraf 4 . Paragraf 4 Pelaksanaan Reklamasi Hutan Pasal 39 (1) Berdasarkan perencanaan Reklamasi Hutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) dilaksanakan Reklamasi Hutan. (2) Pelaksanaan Reklamasi Hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pemegang izin pinjam pakai Kawasan Hutan. (3) Pelaksanaan Reklamasi Hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi tahapan kegiatan:


    135. penataan lahan;

    136. pengendalian erosi dan sedimentasi; dan

    137. Revegetasi. (4) Pelaksanaan Reklamasi Hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan pada areal pinjam pakai Kawasan Hutan yang mengalami per-ubahan permukaan tanah dan perubahan penutupan tanah. (5) Dalam hal areal pinjam pakai Kawasan Hutan hanya mengalami perubahan penutupan tanah, Reklamasi Hutan dilakukan dengan tahapan kegiatan:

    138. pengendalian erosi dan sedimentasi; dan

    139. Revegetasi. Bagian Ketiga Reklamasi Hutan Akibat Bencana Pasal 4O (1) Reklamasi Hutan akibat bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2) huruf b dilaksanakan pada areal sebagai akibat bencana dalam Kawasan Hutan. (21 Bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat terjadi akibat:

    140. faktor alam; atau

    141. kelalaian pemegang hak pengelolaan, pemegang izin pemanfaatan hutan atau pemegang izin pinjam pakai Kawasan Hutan. (3) Penentuan penyebab bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan melalui identifikasi, observasi, dan verifikasi di lapangan yang dilakukan oleh tim evaluasi yang dibentuk oleh Menteri.

      Pasal 41
      (1)

      Penentuan penyebab terjadinya bencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (3) menjadi dasar dalam penunjukkan penanggung jawab kegiatan Reklamasi Hutan pada areal bencana. (2) Reklamasi Hutan pada areal bencana akibat faktor alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (2) huruf a menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya.


      Pasal 42
      (1)

      Reklamasi Hutan pada areal bencana akibat kelalaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (2) huruf b menjadi tanggung jawab pemegang hak pengelolaan, pemegang izin pemanfaatan Hutan atau pemegang izin pinjam pakai Kawasan Hutan. (2) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya dapat memberikan fasilitasi dalam pelaksanaan Reklamasi Hutan yang dilakukan oleh pemegang hak pengelolaan, pemegang izin pemanfaatan Hutan atau pemegang izin pinjam pakai Kawasan Hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).


      Pasal 43

      Reklamasi Hutan pada areal sebagai diselenggarakan melalui kegiatan:


    142. penetapan lokasi;

    143. perencanaan; dan

    144. pelaksanaan reklamasi. akibat bencana Paragraf 1 Penetapan Lokasi Pasa|44 (1) Penetapan lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 huruf a dilakukan untuk menentukan lokasi Reklamasi Hutan yang berada pada Kawasan Hutan atau di luar Kawasan Hutan. Paragraf 2 Perencanaan

      Pasal 45
      (1)

      Perencanaan Reklamasi Hutan pada areal sebagai akibat bencana alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 huruf b, dibuat dalam bentuk rancangan teknis. (21 Rancangan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan desain detail dari rancangan penataan lahan, rancangan tanaman maupun rancangan bangunan konservasi tanah. Paragraf 3 Pelaksanaan


      Pasal 46
      (1)

      Pelaksanaan Reklamasi Hutan pada areal sebagai akibat bencana alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 huruf c, dilakukan melalui tahapan:


    145. penataan lahan; dan

    146. Revegetasi. (21 Penataan lahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, disesuaikan dengan kondisi topografi, jenis tanah dan iklim setempat, meliputi pengaturan bentuk lereng dan pengaturan saluran air. (3) Revegetasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dilakukan melalui kegiatan persiapan lapangan, persemaian dan/atau pengadaan bibit, pelaksanaan penanaman, dan pemeliharaan tanaman.

      Pasal 47

      Ketentuan lebih lanjut mengenai Pedoman Reklamasi Hutan pada areal sebagai akibat bencana diatur dengan Peraturan Menteri. Bagian Keempat Penilaian Keberhasilan Reklamasi Hutan


      Pasal 48
      (1)

      Penilaian terhadap pelaksanaan Reklamasi Hutan dilakukan oleh Menteri dengan melibatkan Instansi Terkait atau gubernur sesuai dengan kewenangannya. (21 Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada norma, standar, prosedur, dan kriteria Reklamasi Hutan untuk menentukan keberhasilan Reklamasi Hutan. (3) Keberhasilan Reklamasi Hutan pada areal penggunaan Kawasan Hutan, menjadi salah satu unsur penilaian seluruh kewajiban dalam rangka perpanjangan atau pengembalian izin pinjam pakai Kawasan Hutan. (41 Ketentuan lebih lanjut mengenai penilaian keberhasilan Reklamasi Hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri. BAB V PERAN SERTA MASYARAKAT Bagian Kesatu Umum


      Pasal 49
      (1)

      Masyarakat dapat berperan serta dalam kegiatan rehabilitasi dan Reklamasi Hutan. (2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk:


    147. mewujudkan pelaksanaan kegiatan rehabilitasi dan Reklamasi Hutan yang transparan, efektif, akuntabel, dan berkualitas; dan

    148. meningkatkan kualitas pengambilan kebijakan dalam penyelenggaraan rehabilitasi dan Reklamasi Hutan. Bagian Kedua Mekanisme Peran Serta Masyarakat

      Pasal 50

      Peran serta masyarakat dalam kegiatan rehabilitasi dan Reklamasi Hutan dapat dilakukan melalui:


    149. konsultasi publik dalam pen5rusunan peraturan dan kebijakan terkait rehabilitasi dan Reklamasi Hutan;

    150. penyampaianaspirasi;

    151. sosialisasi; dan/atau

    152. seminar, lokakarya, danf atau diskusi.

      Pasal 51

      Peran serta masyarakat dapat dilakukan dalam:


    153. pen]rusunanperencanaan;

    154. pelaksanaan;

    155. pengawasan; dan/atau

    156. pendanaan.

      Pasal 52

      Peran serta masyarakat dalam penJrusunan perencanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf a dilakukan dengan mekanisme:


    157. pemberian masukan berupa informasi dan data dalam persiapan pen5rusunan rencana rehabilitasi dan Reklamasi Hutan;

    158. pengajuan usulan berkaitan metode dan teknik rehabilitasi dan Reklamasi Hutan;

    159. pengidentifikasian potensi dan masalah pelaksanaan rehabilitasi dan Reklamasi Hutan; dan f atau d. kerja sama dengan Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan/atau sesama unsur masyarakat dalam membantu pelaksanaan rehabilitasi dan Reklamasi Hutan.

      Pasal 53

      Peran serta masyarakat dalam pelaksanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf b dilakukan dalam penyediaan bibit, penanaman, danf atau pemeliharaan.


      Pasal 54

      Peran serta masyarakat dalam pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf c dilakukan dengan mekanisme:


    160. pemantauan kegiatan rehabilitasi dan Reklamasi Hutan;

    161. pelaporan hambatan, kelancaran, dan keberhasilan kegiatan rehabilitasi dan Reklamasi Hutan; dan/atau

    162. pelaporan kepada instansi dan/atau pejabat yang berwenang dalam hal menemukan dugaan penyimpangan kegiatan rehabilitasi dan Reklamasi Hutan.

      Pasal 55

      Peran serta masyarakat dalam pendanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf d dilakukan dengan mekanisme:


    163. pemberian informasi tentang ketersediaan dana rehabilitasi dan Reklamasi Hutan;

    164. pengajuan usulan dan pertimbangan pengelolaan dan penggunaan dana rehabilitasi dan Reklamasi Hutan; dan/atau

    165. pemberian dana untuk pelaksanaan kegiatan rehabilitasi dan Reklamasi Hutan.

      Pasal 56
      (1)

      Dalam melaksanakan peran serta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 sampai dengan Pasal 55, masyarakat dapat menyampaikan secara langsung dan/atau tertulis kepada Menteri, menteri/kepala lembaga pemerintah nonkementerian, gubernur, atau bupati/wali kota. (21 Pelaksanaan peran serta masyarakat dilakukan secara bertanggung ^jawab sesuai dengan ketentuan peraturan perrrndang-undangan dengan menghormati norma agama, kesusilaan, dan kesopanan. BAB VI PEMBINAAN DAN PENGENDALIAN Bagian Kesatu Umum


      Pasal 57
      (1)

      Menteri atau gubernur sesuai dengan kewenangannya melakukan pembinaan dan pengendalian terhadap penyelenggaraan rehabilitasi dan Reklamasi Hutan. (2) Untuk menjamin tertibnya penyelenggaraan rehabilitasi dan Reklamasi Hutan:


    166. Menteri melakukan pembinaan dan pengendalian terhadap kebijakan gubernur; dan

    167. gubernur melakukan pembinaan dan pengendalian terhadap kebijakan bupati/wali kota. Bagian Kedua Pembinaan

      Pasal 58
      (1)

      Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1) meliputi pemberian:


    168. pedoman;

    169. bimbingan;

    170. pelatihan;

    171. arahan; dan/atau

    172. supervisi. (21 Pemberian pedoman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ditujukan terhadap penyelenggaraan rehabilitasi dan Reklamasi Hutan. (3) Pemberian bimbingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ditujukan terhadap pen5rusunan prosedur dan tata kerja. (4) Pemberian pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c ditujukan terhadap para pihak terkait. (5) Pemberian arahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d mencakup kegiatan penJrusunan rencana, program, dan kegiatan yang bersifat nasional. Bagian Ketiga Pengendalian

      Pasal 59
      (1)

      Pengendalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1) meliputi kegiatan:


    173. monitoring;

    174. evaluasi;

    175. pelaporan; dan

    176. tindak lanjut. (2) Kegiatan monitoring sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan untuk memperoleh data dan informasi, kebijakan dan pelaksanaan rehabilitasi dan Reklamasi Hutan. (3) Kegiatan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan untuk menilai keberhasilan pelaksanaan rehabilitasi dan Reklamasi Hutan yang dilakukan secara periodik. (4) Kegiatan pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan untuk menyelaraskan pencapaian kinerja yang dikaitkan dengan proses pencapaian tujuan dan sasaran. (5) Kegiatan tindak lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d merupakan tindak lanjut hasil monitoring dan evaluasi guna penyempurnaan kebijakan dan pelaksanaan rehabilitasi dan Reklamasi Hutan.

      Pasal 60

      Pasal 61 Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan dan pengendalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 sampai dengan Pasal 60 diatur dalam Peraturan Menteri. BAB VII PENDANAAN Pasal 62 (1) Sumber dana untuk penyelenggaraan rehabilitasi dan Reklamasi Hutan berasal dari anggaran pendapatan dan belanja negara, anggaran pendapatan dan belanja daerah, dan/atau sumber dana lainnya yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (21 Penggunaan sumber dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB VIII KETENTUAN PENUTUP


      Pasal 63

      Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, semua peraturan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2008 tentang Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 201, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 49471, dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini.


      Pasal 64

      Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2OO8 tentang Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 2Ol, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 49471 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.


      Pasal 65

      Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 20 Mei 2O2O JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 20 Mei 2O2O MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, YASONNA H. LAOLY PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2O2O TENTANG REHABILITASI DAN REKLAMASI HUTAN I. UMUM Bangsa Indonesia dikaruniai dan mendapatkan amanah dari T\rhan Yang Maha Esa kekayaan alam berupa Hutan yang tidak ternilai harganya, oleh karena itu, Hutan harus diurus dan dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya berdasarkan akhlak mulia, sebagai ibadah dan perwujudan rasa s5rukur kepada Ttrhan Yang Maha Esa. Dalam rangka pengelolaan Hutan untuk memperoleh manfaat yang optimal dari Hutan dan Kawasan Hutan bagi kesejahteraan masyarakat, maka pada prinsipnya semua Hutan dan Kawasan Hutan dapat dikelola dengan tetap memperhatikan sifat, karakteristik dan keutamaannya, serta yang selaras dengan fungsi pokoknya yaitu fungsi konservasi, lindung dan produksi. Oleh karena itu, dalam pengelolaan Hutan perlu dijaga keseimbangan ketiga fungsi tersebut. Sumber daya alam berupa Hutan, tanah, dan air merupakan kekayaan alam yang harus tetap dijaga kelestariannya, oleh sebab itu pengelolaan terhadap sumber daya alam dengan satuan unit Pengelolaan DAS harus dilaksanakan secara bijaksana, sehingga dapat mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat. Untuk menjaga kelangsungan fungsi pokok Hutan dan kondisi Hutan, dilakukan upaya rehabilitasi dan Reklamasi Hutan yang dimaksudkan untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi Hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktivitas, dan peranannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga. Penyelenggaraan rehabilitasi dan Reklamasi Hutan diutamakan pelaksanaannya melalui pendekatan partisipatif dalam rangka mengembangkan potensi dan memberdayakan masyarakat. Rehabilitasi diselenggarakan melalui kegiatan Reboisasi, Penghijauan, dan penerapan teknik konservasi tanah. Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan, keberhasilannya ditentukan oleh besar kecilnya partisipasi masyarakat. Untuk kepentingan pembangunan bersifat strategis atau menyangkut kepentingan umum yang harus menggunakan Kawasan Hutan, kegiatannya harus diimbangi dengan upaya reklamasi. Peraturan Pemerintah ini mengatur tentang rehabilitasi yang dilakukan melalui kegiatan Reboisasi, Penghijauan, serta penerapan teknik konservasi tanah secara vegetatif, sipil teknis, dan kimiawi pada Lahan Kritis dan tidak produktif, serta kegiatan Reklamasi Hutan yang meliputi usaha untuk memperbaiki atau memulihkan kembali lahan dengan vegetasi Hutan yang rusak agar dapat berfungsi secara optimal sesuai dengan peruntukannya. Guna memberikan landasan hukum bagi pelaksanaan rehabilitasi dan Reklamasi Hutan yang berkeadilan, maka perlu ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup ^jelas. Pasal 2 Cukup jelas. Pasal 3 Cukup jelas. Pasal 4 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan "transparansi dan akuntabilitas", adalah bahwa penyelenggaraan RHL mulai dari perencanaan, persiapan, pelaksanaan dan pengendalian bersifat terbuka dan dapat diakses oleh masyarakat luas, dan hasilnya dapat dipertanggungjawabkan. Huruf b Yang dimaksud dengan "kejelasan kewenangso", adalah bahwa penyelenggaraan rehabilitasi perlu didukung oleh faktor kesiapan kerja pelaksana, tingkat penerimaan masyarakat, kebijakan dalam sistem pengelolaan Hutan dan sistem kelembagaan. Huruf c . Huruf c Sistem penganggaran yang berkesinambungan (multi gearsl dimaksudkan agar dalam pelaksanaan RHL dapat dilaksanakan secara berkelanjutan, dengan mendasarkan sistem silvikultur serta kondisi iklim dan cuaca. Huruf d Yang dimaksud dengan "partisipatif" adalah wujud keikutsertaan peran masyarakat dan pihak terkait dalam melaksanakan kegiatan rehabilitasi dan Reklamasi Hutan. Huruf e Yang dimaksud dengan "pemberdayaan masyarakat dan kapasitas kelembagaan" adalah bahwa penyelenggaraan RHL harus mampu memberikan manfaat sumber daya Hutan kepada masyarakat secara optimal dan adil, melalui pengembangan kapasitas dan pemberian akses dalam rangka peningkatan kesejahteraannya. Huruf f Yang dimaksud dengan "pemahaman sistem tenurial" adalah kepastian hak atas tanah. Huruf g Yang dimaksud dengan "andil biaya (cost sharing)" adalah bahwa penyelenggaraan RHL, investasi yang dimiliki masyarakat seperti tenaga kerja dapat dihitung sebagai biaya, sehingga upaya RHL dapat memberikan keuntungan bagi Negara dan masyarakat baik perorangan maupun kelompok. Huruf h Yang dimaksud dengan "penerapan sistem insentif' adalah bahwa dalam penyelenggaraan RHL, Pemerintah Pusat dapat memberikan dukungan dalam bentuk instrumen kebijakan yang mampu mendorong tercapainya maksud dan tujuan rehabilitasi arttara lain kemudahan perizinan, akses pasar, dan penghargaan. Ayat (3) Huruf a Yang dimaksud dengan "aspek politik" dilaksanakan dengan cara menjadikan isu pemanasan global, bencana alam, banjir, longsor, dan kekeringan untuk memperkuat kegiatan RHL sebagai program prioritas dalam pembangunan nasional. Huruf b Yang dimaksud dengan "aspek sosial" adalah bahwa RHL diharapkan mampu memberikan manfaat bagi peningkatan ekonomi kesejahteraan masyarakat. Huruf c Yang dimaksud dengan "aspek ekonomi" adalah bahwa RHL ditujukan untuk meningkatkan ekonomi dan pendapatan masyarakat sekitar Hutan. Huruf d Yang dimaksud dengan "aspek ekosistem" adalah bahwa dalam rangka Pengelolaan DAS dengan memperhatikan daya dukung lahan (land capabilitg) dan kesesuaian lahan (land suitabilitg) serta memperhatikan keanekaragaman jenis dan tingkat kerentanan terhadap hama penyakit. Pasal 5 Aspek kawasan, aspek kelembagaan, dan aspek teknologi dilaksanakan dalam satu sistem manajemen dalam penyelenggaraan rehabilitasi dan Reklamasi Hutan. Pasal 6 Cukup ^jelas. Pasal 7 Huruf a Karakteristik lokasi kegiatan meliputi informasi dan data kondisi lokasi yang didasarkan pada biofisik dan sosial ekonomi yang diperlukan untuk lebih terjaminnya keberhasilan Reklamasi Hutan. Huruf b Jenis kegiatan berdasarkan bentuk penggunaan Kawasan Hutan. Huruf c Penataan lahan antara lain meliputi kegiatan:


    177. pengisian lembah lahan bekas penggunaan Kawasan Hutan;

    178. pengaturan permukaan lahan (regrading); dan

    179. penempatan atau penaburan tanah pucuk. Huruf d Pengendalian erosi dan pencemaran air antara lain meliputi kegiatan pembuatan bangunan pengendali erosi dan pencemaran air, jenis, jumlah dan kualitasnya sesuai dengan rencana. PRES tDEN REPUBLIK INDONESIA -5- Huruf e Cukup ^jelas. Huruf f Pengembangan sosial ekonomi dilakukan oleh pemegang izin penggunaan Kawasan Hutan yang kegiatannya melibatkan dan memberi manfaat sosial dan ekonomi masyarakat lokal. Pasal 8 Cukup ^jelas Pasal 9 Cukup ^jelas Pasal 10 Huruf a Cukup ^jelas. Pasal 1 1 Cukup ^jelas. Huruf b Cukup ^jelas. Huruf c Pemegang hak pengelolaan dapat berupa Badan Usaha Milik Negara di bidang kehutanan, pemegang hak kelola Hutan desa, pemegang hak kelola Kawasan Hutan dengan tujuan khusus. Pemegang izin pemanfaatan dapat berupa pemegang izin usaha pemanfaatan hasil Hutan kayu pada Hutan alam, pemegangizin usaha pemanfaatan hasil Hutan kayu pada Hutan tanaman industri dalam Hutan tanaman, pemegang izin usaha pemanfaatan hasil Hutan kayu pada Hutan tanaman ralryat dalam Hutan tanaman, pemegang izin usaha pemanfaatan Hutan kemasyarakatan. Huruf d Pemegang izin pinjam pakai Kawasan Hutan dan pemegang Keputusan Menteri tentang pelepasan Kawasan Hutan akibat tukar menukar Kawasan Hutan yang dibebani kewajiban untuk melakukan RHL, berupa penanaman dalam rangka rehabilitasi DAS. Pasal 12 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "menggunakan DAS sebagai unit pengelolaan" adalah bahwa perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, monitoring dan evaluasi rehabilitasi dilaksanakan dengan mendasarkan DAS sebagai unit analisis terpadu. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas Pasal 13 Cukup ^jelas. Pasal 14 Cukup ^jelas. Pasal 15 Cukup ^jelas. Pasal 16 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Huruf a Cukup ^jelas. Huruf b Cukup ^jelas. Huruf c Cukup ^jelas. Huruf d Pengembangan sumber daya air meliputi pengembangan sumber mata air, imbuhan mata air, air tanah, sempadan sungai dan daerah tangkapan air danau. Huruf f Cukup ^jelas. Ayat (a) Cukup ^jelas Ayat (5) Cukup ^jelas. Ayat (6) Cukup ^jelas. Ayat (7) Cukup ^jelas. Pasal 17 Cukup ^jelas. Pasal 18 Cukup ^jelas. Pasal 19 Cukup ^jelas. Pasal 20 Cukup ^jelas. Pasal 2 1 Cukup ^jelas. Pasal 22 Cukup ^jelas. Pasal 23 Cukup ^jelas. Pasal 24 Cukup ^jelas. Pasal 25 Ayat (1) Huruf a Cukup ^jelas Huruf b Cukup ^jelas Huruf c Cukup ^jelas. Huruf d Yang dimaksud dengan "pihak lain" misalnya perguruan tinggi, forum DAS, serta masyarakat konservasi tanah dan air. Ayat (21 Kegiatan rehabilitasi Hutan dengan tujuan pelindungan dan konservasi diutamakan karena adanya keuntungan sosial seperti pengendalian banjir dan kekeringan, pencegahan erosi, serta pemantapan kondisi tata air. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (a) Cukup ^jelas. Ayat (5) Cukup ^jelas. Ayat (6) Cukup ^jelas. Pasal 26 Cukup ^jelas Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (a) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup ^jelas. Ayat (6) Cukup ^jelas. Pasal 28 Cukup ^jelas. Pasal 29 Cukup ^jelas. Pasal 30 Cukup ^jelas. Pasal 31 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "insentif adalah suatu instrumen kebijakan yang mampu mendorong tercapainya maksud dan tujuan RHL, dan sekaligus mampu mencegah bertambah luasnya kerusakan atau degradasi sumber daya Hutan dan lahan dalam suatu ekosistem DAS. Penerapan insentif tergantung pada ciri khas daerah baik dari segi potensi sumber daya Hutan dan lahan, kelembagaan, sosial budaya, dan kemampuan ekonomi daerah yang saling mempengaruhi antara daerah yang satu dengan yang lainnya, sehingga pengaturannya dilakukan secara nasional. Ayat (21 Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (a) Cukup ^jelas. Ayat (5) Peraturan Menteri memuat pokok-pokok ketentuan pengembangan insentif RHL antara lain:

    180. standar dan kriteria pengembangan insentif; dan

    b. tata cara penyelenggaraan kebijakan dan penetapan insentif. Pasal 32 Cukup ^jelas. Pasal 33 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "perubahan permukaan tanah" adalah berubahnya bentang alam pada Kawasan Hutan. Perubahan bentang alam sebagai akibat penggunaan Kawasan Hutan antara lain berupa pembangunan instalasi air, eksploitasi pertambangan, atau bencana alam, yang menyebabkan penuraman kualitas Hutan secara ekonomi, sosial dan ekologi dalam keseimbangan ekosistem DAS. Yang dimaksud dengan "perubahan penutupan tanah" adalah berubahnya ^jenis-jenis vegetasi yang semula ada pada Kawasan Hutan. Ayat (2) Cukup ^jelas. Pasal 34 Yang dimaksud dengan "penggunaan Kawasan Hutan" adalah penggunaan atas sebagian Kawasan Hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan tanpa mengubah fungsi dan peruntukan Kawasan Hutan tersebut. Kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan meliputi kegiatan: religi; pertambangan; instalasi pembangkit, transmisi, dan distribusi listrik, serta teknologi energi baru dan terbarukan; pembangunan jaringan telekomunikasi, stasiun pemancar radio, dan stasiun relay televisi, stasiun bumi pengamatan keantariksaan; jalan umum, jalan tol dan jalur kereta api; sarana transportasi yang tidak dikategorikan sebagai sarana transportasi umum untuk keperluan pengangkutan hasil produksi; waduk; bendungan; benduflg, jaringan irigasi, saluran air minum, saluran pembuangan air dan sanitasi dan bangunan sumber daya air lainnya, fasilitas umum, industri selain industri primer hasil Hutan, pertahanan dan keamanan, prasarana penunjang keselamatan umum, penampungan korban bencana alam dan lahan usahanya yang bersifat sementara, atau pertanian tertentu dalam rangka ketahanan pangan dan ketahanan energi. Pasal 35 Ayat (1) Cukup ^jelas. Pasal 36 Cukup ^jelas. Pasal 37 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Data primer dikumpulkan dari pengumpulan langsung di lapangan, sedangkan data sekunder diambil dari data yang sudah ada. Data biofisik paling sedikit berisi ^jenis tanah, tebal solum tanah, penggunaan lahan, luas penutupan lahan, ^jenis flora dan fauna, topografi, jumlah hujan, tipe iklim, tata air, erosi, fungsi Hutan, vegetasi, dan tinggi tempat. Data sosial ekonomi paling sedikit berisi demografi penduduk, tingkat pendapatan masyarakat, mata pencaharian, sarana prasarana umum, budaya dan kelembagaan masyarakat. Ayat (3) Yang dimaksud dengan "data numerik" adalah data yang berwujud angka atau sistem angka. Yang dimaksud dengan ^udata spasial" adalah data yang memiliki referensi ruang kebumian (georeferencel di mana berbagai data atribut terletak dalam berbagai unit spasial. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (a) Huruf a Kondisi Kawasan Hutan sebelum dan sesudah aktivitas penggunaan Kawasan Hutan berisi informasi tentang kondisi kuantitatif dan kualitatif awal penutupan areal penggunaan Kawasan Hutan. Kondisi Kondisi kualitatif dan kondisi kuantitatif memuat kerapatan tegakan, jenis tanaman, topografi, kelerengan, penutupan lahan, dan flora fauna. Huruf b Rencana pembukaan Kawasan Hutan berisi informasi tentang luas dan lokasi penggunaan Kawasan Hutan yang akan dilaksanakan. Hurr.rf c Program Reklamasi Hutan meliputi penyiapan Kawasan Hutan, pengaturan bentuk Kawasan Hutan, pengendalian erosi dan sedimentasi, pengelolaan lapisan tanah, Revegetasi, dan pengamanan. Penyiapan Kawasan Hutan merupakan aktivitas pemindahan atau pembersihan seluruh peralatan dan prasarana yang tidak digunakan lagi, pembuangan limbah atau sampah beracun atau berbahaya, pembuangan atau penguburan srap, penutupan bukaan, dan melarang atau menutup jalan masuk. Pengaturan bentuk Kawasan Hutan dilakukan sesuai dengan kondisi topografi dan hidrologi, meliputi kegiatan pengaturan bentuk lereng dan pengaturan saluran pembuangan air. Pengendalian erosi dan sedimentasi dilakukan dengan meminimalkan areal yang terganggu, membatasi atau mengurangi kecepatan air limpasan, meningkatkan infiltrasi dan pengolahan air yang keluar dari lokasi bekas aktivitas penggunaan Kawasan Hutan. Pengolahan lapisan tanah merupakan kegiatan untuk memisahkan tanah pucuk dengan lapisan tanah 1ain. Revegetasi dilakukan dengan tahapan pen5rusunan rancangan teknis, persiapan lapangan, pengadaan bibit, penanaman dan pemeliharaan. Pengamanan meliputi patroli, pemasangan tanda-tanda peringatan dan tanda larangan, serta mengamankan hasil reklamasi. Huruf d Rancangan teknis Reklamasi Hutan digunakan sebagai acuan detail untuk menentukan lokasi tapak. Lokasi tapak merupakan lokasi setempat (sfte) yang akan dilakukan kegiatan reklamasi dengan menerapkan teknik reklamasi tertentu. Huruf e Tata waktu pelaksanaan meliputi jangka waktu pelaksanaan dan penyelesaian kegiatan Reklamasi Hutan. Huruf f Rencana biaya meliputi biaya langsung maupun biaya tidak langsung yang dikeluarkan dalam penyelenggaraan kegiatan Reklamasi Hutan, sebagai d'asar perhitungan besarnya dana jaminan rehabilitasi dan Reklamasi Hutan. Rencana biaya dijadikan dasar perhitungan besarnya dana jaminan Reklamasi Hutan. Huruf g Peta lokasi dan peta rencana kegiatan Reklamasi Hutan dibuat dengan skala 1: 25.000 sampai dengan 1: 10.000. Ayat (5) Cukup ^jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup ^jelas. Pasal 38 Cukup ^jelas. Pasal 39 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Ayat (3) Huruf a Yang dimaksud dengan "penataan lahan" adalah penataan areal terganggu di dalam Kawasan Hutan meliputi pengisian kembali lubang bekas tambang, pengaturan bentuk lahan, dan pengelolaan tanah pucuk. Huruf b Cukup ^jelas. Huruf c Cukup ^jelas. Ayat (a) Cukup ^jelas Ayat (5) Cukup ^jelas. Pasal 40 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (21 Huruf a Yang dimaksud dengan "faktor alam" adalah kejadian alam yang mengakibatkan perubahan bentang alam, sehingga terjadi penurunan kualitas Hutan secara ekonomi, sosial dan ekologi dalam keseimbangan ekosistem DAS yang dinyatakan oleh yang berwenang. Jenis bencana alam dapat berupa banjir, tsunami, pemanasan global, gempa bumi karena alam, letusan gunung berapi, angin topan, tanah longsor, kekeringan, kebakaran Hutan atau lahan karena faktor alam, hama penyakit tanaman, epidemi, wabah, kejadian luar biasa, dan kejadian antariksa atau benda-benda angkasa. Huruf b Kelalaian pemegang hak pengelolaan, pemegang izin pemanfaatan Hutan atau pemegang izin pinjam pakai Kawasan Hutan dapat berupa tidak melaksanakan penanaman, tidak memperhatikan kaidah konservasi tanah dan air, atau tidak melaksanakan reklamasi yang mengakibatkan perubahan bentang lahan. Ayat (3) Pembentukan tim evaluasi ditujukan untuk membantu menentukan penyebab dan penanggung jawab bencana, sehingga dapat dijadikan dasar pengambilan keputusan dalam menentukan pihak yang melakukan reklamasi. Untuk itu, tim evaluasi yang akan dibentuk oleh Menteri perlu melibatkan pihak terkait dari unsur pemerintah dan Pemerintah Daerah. Pasal 41 Cukup ^jelas. Pasal 42 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Fasilitasi antara lain melalui bimbingan teknis, pelatihan, dan penyuluhan. Pasal 43 Cukup ^jelas. Pasal 44 Cukup ^jelas. Pasal 45 Cukup ^jelas. Pasal 46 Cukup ^jelas. Pasal 47 Pedoman yang diatur dalam Peraturan Menteri antara lain tentang perencanaan dan pelaksanaan reklamasi. Pasal 48 Cukup ^jelas. Pasal 49 Cukup ^jelas. Pasal 50 Cukup ^jelas. Pasal 51 Cukup ^jelas. Pasal 52 . Pasal 52 Cukup ^jelas. Pasal 53 Cukup ^jelas. Pasal 54 Cukup ^jelas. Pasal 55 Cukup ^jelas. Pasal 56 Cukup ^jelas. Pasal 57 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Pembinaan dan pengendalian terhadap kebijakan gubernur dilakukan untuk memastikan kebijakan gubernur tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Pelaksanaan pembinaan dan pengendalian dilakukan berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang energi dan sumber daya mineral. Pasal 58 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (a) Yang dimaksud dengan "pihak terkait" adalah pihak yang terlibat dalam pemberian pelatihan kegiatan RHL antara lain kelompok tani, badan usaha, dan Pemerintah Daerah. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 59 Cukup ^jelas. Pasal 60 Cukup ^jelas. Pasal 61 Cukup ^jelas. Pasal 62 Cukup ^jelas. Pasal 63 Cukup ^jelas. Pasal 64 Cukup ^jelas. Pasal 65 Cukup ^jelas.

Webmentions

Anda dapat memberikan tanggapan atas peraturan ini dengan like, retweet/repost pada tweet yang mencantumkan tautan pada laman ini.

Tanggapan (0):