Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan

Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2019

Kerangka<< >>

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2019 TENTANG PERATURAN PEI.AKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2OI7 TENTANG SISTEM PERBUKUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 6 ayat (9), Pasal 25 ayat (21, Pasal 27 ayat (21, Pasal 29 ayat (21, Pasal 34, Pasal 35 ayat (2), Pasal 43 ayat (21, Pasal 44 ayat (21, Pasal 46 ayat (21, Pasal 53 ayat l2l, Pasal 54 ayat (2), Pasal 55 ayat (2), Pasal 60 ayat (3), Pasa1 66 ayat (21, Pasal 68 ayat (3), dan Pasal 69 ayat (5) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan; Mengingat 1. 2. Pasal 5 ayat (21 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2Ol7 tentang Sistem Perbukuan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 1O2, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6O53); Menetapkan MEMUTUSKAN: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2OI7 TENTANG SISTEM PERBUKUAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

  1. Sistem Perbukuan adalah tata kelola perbukuan yang dapat dipertanggungiawabkan secara menyeluruh dan terpadu, yang mencakup pemerolehan naskah, penerbitan, pencetakan, pengembangan buku elektronik, pendistribusian, penggunaan, penyediaan, dan pengawasan buku. 2. Buku adalah karya tulis dan/atau karya gambar yang diterbitkan berupa cetakan berjilid atau berupa publikasi elektronik yang diterbitkan secara tidak berkala. 3. Naskah Buku adalah draf karya tulis dan/atau karya gambar yang memuat bagian awal, bagian isi, dan bagian akhir. 4. Penilaian Buku adalah penetapan kelayakan Buku pendidikan berdasarkan standar materi, penyajian, bahasa, desain, dan gralika. 5. Pelaku Perbukuan adalah penulis, penerjemah, penyadur, editor, desainer, ilustrator, pencetak, pengembang Buku elektronik, penerbit, dan toko Buku. 6. Penerbit adalah lembaga pemerintah atau lembaga swasta yang menyelenggarakan kegiatan penerbitan Buku.

  1. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. 18. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan. BAB II BENTUK BUKU DAN JENIS BUKU Bagian Kesatu Bentuk Buku Pasal 2 (1) Bentuk Buku terdiri atas Buku cetak dan Buku elektronik. (2\ Buku cetak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan karya tulis yang berupa teks, gambar, atau gabungan dari keduanya yang dipublikasikan dalam bentuk cetak. (3) Buku elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan karya tulis yang berupa teks, gambar, audio, video, atau gabungan dari keseluruhannya yang dipublikasikan dalam bentuk elektronik. (41 Buku elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat bersifat interaktif ataupun tidak interaktif. Bagian Kedua Jenis Buku Pasal 3 (1) Jenis Buku terdiri atas Buku pendidikan dan Buku umum.
    Pasal 4

    Buku pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (21 terdiri atas:

    1. Buku teks; dan

    2. Buku nonteks. Pasal 5 (1) Buku teks sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a merupakan Buku yang disusun untuk pembelajaran berdasarkan standar nasional pendidikan dan kurikulum yarrg berlaku. (21 Buku teks sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

    3. Buku teks utama; dan

    4. Buku teks pendamping. (3) Buku teks utama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a terdiri atas Buku siswa dan Buku panduan guru. (4) Buku siswa sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memuat materi pokok yang harus dipelajari oleh peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah. (5) Buku panduan guru sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memuat bahan ajar dan/atau metode mengajar yang digunakan oleh pendidik pada pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.


    Pasal 6

    Buku nonteks sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b merupakan Buku pengayaan, referensi, atau panduan yang memuat materi untuk pengembangan sikap, pengetahuan, dan keterampilan peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan. BAB III STANDAR, KAIDAH, DAN KODE ETIK PEMEROLEHAN NASKAH DAN PENERBITAN BUKU Bagian Kesatu Umum Pasal 7 (1) Standar, kaidah, dan kode etik pemerolehan naskah dan Penerbitan Buku merupakan pedoman untuk menghasilkan Buku yang bermutu. (21 Pemerolehan Naskah Buku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui penulisan, penerjemahan, atau penyaduran. (3) Penerbitan Buku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui pengeditan, pengilustrasian, dan pendesainan. Bagian Kedua Standar Pemerolehan Naskah dan Penerbitan Buku Paragraf 1 Umum Pasal 8 (1) Standar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) terdiri atas:

    1. standar mutu Buku; dan

    2. standar proses pemerolehan naskah dan Penerbitan Buku. (2) Standar mutu Buku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a digunakan sebagai acuan dalam pemerolehan Naskah Buku dan Penerbitan Buku. Paragraf 2 Standar Mutu Buku


    Pasal 9

    Standar mutu Buku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf a terdiri atas:

    1. standar mutu Buku pendidikan; dan

    2. standar mutu Buku umum. Pasal 10 (1) Standar mutu Buku pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal t huruf a terdiri atas:

    3. standar materi;

    4. standar penyajian;

    5. standar desain; dan

    6. standar grafika. Pasal 11 (1) Standar materi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf a merupakan standar pemenuhan syarat isi Buku dan standar kelayakan isi Buku. (21 Syarat isi Buku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib:

    7. tidak bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila;

    8. tidak diskriminatif berdasarkan suku, agama, ras, dan/atau antargolongan;

    9. tidak mengandung unsur pornografi;

    10. tidak mengandung unsur kekerasan; dan

    11. tidak mengandung ujaran kebencian. (3) Standar kelayakan isi Buku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk Buku teks mencakup aspek:

    12. kebenaran dari segi keilmuan;

    13. kesesuaian dengan standar nasional pendidikan dan kurikulum yang berlaku;

    14. kesesuaian dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;

    15. kesesuaian dengan konteks dan lingkuirgan; dan

    16. kesatupaduan antarbagian isi Buku. (4) Standar kelayakan isi Buku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk Buku nonteks mencakup aspek:

    17. kesesuaian untuk pengayaan sikap, pengetahuan, dan keterampilan peserta didik;

    18. keterkaitan dengan standar nasional pendidikan;

    19. kesesuaian dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; dan

    20. kesesuaian dengan konteks dan lingkungan.


    Pasal 12

    Standar penyajian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf b mencakup aspek:

    1. kelayakan penyampaian isi Buku sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik; dan

    2. kelayakan penggunaan bahasa yang tepat dan komunikatif sesuai dengan tingkat penguasaan bahasa peserta didik.


    Pasal 13

    Standar desain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf c merupakan standar penggunaan ilustrasi, desain halaman isi, dan desain kover Buku sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik.


    Pasal 14

    Standar grafika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1O ayat (1) huruf d merupakan standar kualitas hasil cetak dan hasil tampilan elektronik yang ramah pengguna, aman, dan nyaman.


    Pasal 15

    Ketentuan lebih lanjut mengenai standar mutu Buku pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 sampai dengan Pasal 14 diatur dengan Peraturan Menteri.


    Pasal 16

    Standar mutu Buku umum sebagaimana dalam Pasal t huruf b terdiri atas:

    1. standar materi;

    2. standar penyajian; dimaksud c. standar . - .

    3. standar grafika. Pasal 17 (1) Standar materi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf a merupakan standar pemenuhan syarat isi Buku dan standar kelayakan isi Buku. (21 Syarat isi Buku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan ketentuan syarat isi Buku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2). (3) Standar kelayakan isi Buku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

    4. ketepatan;

    5. keterpaduan;

    6. kejelasan; dan

    7. kelegalan.


    Pasal 18

    Standar penyajian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf b merupakan standar:

    1. kelayakan penyampaian isi Buku sesuai dengan pembaca sasaran; dan

    2. kelayakan penggunaan bahasa baku.


    Pasal 19

    Standar desain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf c merupakan standar penggunaan ilustrasi, desain halaman isi, dan desain kover Buku sesuai dengan pembaca sasaran. Pasal 2O Standar grafika sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf d merupakan standar kualitas hasil cetak dan hasil tampilan elektronik yang ramah pengguna, aman, dan nyaman. Pasal 2 I Ketentuan lebih lanjut mengenai standar mutu Buku umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 sampai dengan Pasal 20 diatur dengan Peraturan Menteri. Paragraf 3 Standar Proses Pemerolehan Naskah Buku


    Pasal 22

    Standar proses pemerolehan Naskah Buku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b terdiri atas:

    1. standar penulisan;

    2. standar penerjemahan; dan

    3. standar penyaduran. Pasal 23 (1) Standar penulisan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf a mencakup tahapan:

    4. prapenulisan;

    5. penulisan draf;

    6. perevisian; dan

    7. penyrrntinganmandiri. (21 Prapenulisan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a mencakup penentuan tema atau topik, tujuan penulisan, pembaca sasaran, sumber penulisan, dan penyusunan kerangka penulisan. ncakup perbaikan dari segi struktur, sistematika, dan gaya penulisan. (5) Penyuntingan mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d merupakan perbaikan yang dilakukan terhadap draf naskah dari segi kesalahan tipografi, kesalahan bahasa, kesalahan data dan fakta, serta pelanggaran legalitas dan norma. Pasal 24 (1) Standar penerjemahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf b terdiri atas:

    8. analisis isi;

    9. pengalihbahasaan;dan c. penyelarasan. (2) Analisis isi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan tahap awal penerjemahan untuk mengetahui makna tekstual dan kontekstual dalam memperoleh pemahaman pesan dari Buku yang akan diterjemahkan. (3) Pengalihbahasaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan tahap mengalihkan isi Buku dari bahasa sumber ke bahasa sasaran secara sepadan sesuai dengan kaidah dan konteks. (41 Penyelarasan sebagaimana dimaksud pada ayat (l) huruf c merupakan tahap evaluasi dan revisi hasil pengalihbahasaan untuk menyempurnakan hasil terjemahan. Pasal 25 (1) Standar penyaduran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf c merupakan standar proses mengubah Buku dari Buku sumber menjadi Buku saduran sesuai dengan maksud pihak penyadurnya. l2l ^Standar penyaduran ^sebagaimana ^dimaksu pada ayat (l) meliputi:

    10. kesesuaian ide cerita; dan

    11. kesesuaian alur cerita. Paragraf 4 Standar Proses Penerbitan Buku


    Pasal 26

    Standar proses Penerbitan Buku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b terdiri atas:

    1. standar pengeditan;

    2. standar pengilustrasian; dan

    3. standarpendesainan. Pasal 27 (1) Standar pengeditan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf a terdiri atas:

    4. pengeditansubstantif;

    5. pengeditan mekanis; dan

    6. pengeditAn visual. (21 Pengeditan substantif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan terhadap struktur kerangka penyajian, materi, dan perwajahan. (3) Pengeditan mekanis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan terhadap ejaan, tata bahasa, dan makna. FRESTDEN REPUBLIK TNDONESIA -14- (41 Pengeditan visual sebagaimana dimaksud pada ayat (l) huruf c dilakukan terhadap gambar, infografik, dan tipografi.


    Pasal 28

    Standar pengilustrasian Buku sebagaimana dalam Pasal 26 huruf b terdiri atas:

    1. pengilustrasian manual; dan

    2. pengilustrasiandigital.


    Pasal 29

    Standar pendesainan Buku sebagaimana dalam Pasal 26 huruf c terdiri atas:

    1. pendesainan Buku cetak; dan

    2. pendesainan Buku digital. dimaksud dimaksud Pasal 3O Ketentuan lebih lanjut mengenai standar proses pemerolehan naskah dan standar proses Penerbitan Buku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 sampai dengan Pasal 29 diatur dengan Peraturan Menteri. Bagian Ketiga Kaidah Pemerolehan Naskah dan Penerbitan Buku Paragraf I Kaidah Pemerolehan Naskah Buku Pasal 31 Kaidah pemerolehan Naskah Buku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (ll terdiri atas:

    3. kaidah penulisan;

    4. kaidah penerjemahan; dan

    5. kaidah penyaduran. Pasal 32 (1) Kaidah penulisan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 huruf a mencakup pemenuhan syarat isi Buku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) dan pemenuhan syarat penyajian Buku. (21 Pemenuhan syarat penyajian Buku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup:

    6. kejelasan;

    7. keringkasan; dan

    8. keterpautan.


    Pasal 33

    Kaidah penerjemahan Buku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 huruf b mencakup:

    1. kesamaan ide antara teks bahasa sumber dan teks bahasa sasaran;

    2. kesesuaian dengan struktur kalimat baku dan struktur paragraf bahasa sasaran;

    3. kesesuaian idiomatis atau parafrasa ke dalam bahasa sasaran; dan

    4. kesesuaian konteks budaya dari bahasa sumber ke dalam bahasa sasaran.


    Pasal 34

    Kaidah penyaduran Buku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 huruf c mencakup:

    1. ketersampaian ide pokok dari Buku sumber ke dalam Buku sasaran;

    2. ketaatan terhadap kaidah bahasa sasaran; dan

    3. kesesuaian dengan budaya sasaran. Paragraf 2 Kaidah Penerbitan Buku


    Pasal 35

    Kaidah Penerbitan Buku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) terdiri atas:

    1. kaidah pengeditan;

    2. kaidah pengilustrasian; dan

    3. kaidah pendesainan. Pasal 36 (1) Kaidah pengeditan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf a mencakup:

    4. pengeditansubstantif;

    5. pengeditan mekanis; dan

    6. pengeditan visual. (21 Pengeditan substantif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a mencakup:

    7. ketaatasasansubstantif;

    8. ketelitian penyajian data dan fakta; dan

    9. kelegaian. (3) Pengeditan mekanis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b mencakup:

    10. kebahasaan; dan

    11. kejelasan gaya penyajian. (41 Pengeditan visual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c mencakup pengeditan untuk mendapatkan kejelasan visual.


    Pasal 37

    Kaidah pengilustrasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf b mencakup:

    1. kesesuaian makna;

    2. kejelasan objek ilustrasi; dan

    3. kemenarikan.


    Pasal 38

    Kaidah pendesainan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 huruf c mencakup:

    1. tata letak;

    2. tipografr;

    3. struktur; dan

    4. keterbacaan dan kejelasan.


    Pasal 39

    Ketentuan lebih lanjut mengenai kaidah pemerolehan naskah dan kaidah Penerbitan Buku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 sampai dengan Pasal 38 diatur dengan Peraturan Menteri. Bagian Keempat Kode Etik Pemerolehan Naskah dan Penerbitan Buku Pasal 40 (1) Kode etik pemerolehan naskah dan kode etik Penerbitan Buku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) mengacu pada prinsip:

    1. kejujuran;

    2. penghargaan terhadap hak cipta dan karya cipta; dan

    3. kebebasan berekspresi secara bertanggung jawab. (21 Kode etik pemerolehan Naskah Buku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

    4. kode etik penulis;

    5. kode etik penerjemah; dan

    6. kode etik penyadur. (3) Kode etik Penerbitan Buku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

    7. kode etik ilustrator;

    8. kode etik desainer; dan

    9. kode etik Penerbit. (41 Kode etik pemerolehan Naskah Buku sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan kode etik Penerbitan Buku sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disusun dan ditetapkan oleh Organisasi Profesi masing- masing sesuai dengan bidang keahliannya. BAB IV BUKU PENDIDIKAN Bagian Kesatu Penyusunan Buku Pendidikan Pasal 41 (1) Penyusunan Buku pendidikan berupa Buku teks utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf a dilakukan oleh Pemerintah Pusat melalui:

    10. penulisan;

    11. penerjemahan;

    12. penilaian; dan/atau

    13. pengalihan hak cipta. (21 Penyusunan Buku teks utama oleh Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh:

    14. Menteri untuk mata pelajaran selain mata pelajaran pendidikan agama dan mata pelajaran yang digunakan pada pendidikan keagamaan; dan agama,


    Pasal 42

    Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan Buku teks utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1):

    1. untuk mata pelajaran selain mata pelajaran pendidikan agama dan mata pelajaran yang digunakan pada pendidikan keagamaan diatur dengan Peraturan Menteri; dan

    2. untuk mata pelajaran pendidikan agama dan mata pelajaran yang digunakan pada pendidikan keagamaan diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama. Pasal 43 (1) Penl'usunan Buku pendidikan berupa Buku teks pendamping sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (21 huruf b dilakukan oleh masyarakat.

    3. Menteri untuk mata pelajaran selain mata pelajaran pendidikan agama dan mata pelajaran yang digu.nakan pada pendidikan keagamaan; dan

    4. menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama untuk mata pelajaran pendidikan agama dan mata pelajaran yang digunakan pada pendidikan keagamaan. (3) Penilaian Buku teks pendamping sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengacu pada standar dan kaidah yang ditetapkan oleh Menteri. (41 Penyusunan Buku teks pendamping untuk mata pelajaran pendidikan agama dan mata pelajaran yang digunakan pada pendidikan keagamaan, selain mengikuti standar dan kaidah sebagaimana dimaksud pada ayat (3), mengacu pada ketentuan khusus yang diatur oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama.


    Pasal 44

    Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan Buku teks pendamping sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (1):

    1. untuk mata pelajaran selain mata pelajaran pendidikan agama dan mata pelajaran yang digunakan pada pendidikan keagamaan diatur dengan Peraturan Menteri; dan

    2. untuk mata pelajaran pendidikan agama dan mata pelajaran yang digunakan pada pendidikan keagamaan diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama. Pasal 45 (1) Penyusunan Buku pendidikan berupa Buku Teks Muatan Lokal dilakukan oleh Pemerintah Daerah atau masyarakat. (21 Buku Teks Muatan Lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinilai dan disahkan oleh Pemerintah Daerah provinsi. Pasal 46 (1) Penyusunan Buku pendidikan berupa Buku nonteks sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, atau masyarakat. (2) Buku nonteks yang disusun oleh masyarakat dinilai dan disahkan oleh Pemerintah Pusat. Bagian Kedua Penilaian Buku Pendidikan Pasal 47 (1) Penilaian dalam penyusunan Buku teks utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (1) huruf c dan penilaian Buku teks pendamping sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (21 huruf a untuk mata pelajaran selain mata pelajaran pendidikan agama dan mata pelajaran yang digunakan pada pendidikan keagamaan dilakukan oleh lembaga yang menyelenggarakan urusan di bidang perbukuan. (2) Penilaian Buku Teks Muatan lokal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (2) dilakukan oleh organisasi perangkat daerah provinsi yang menangani urusan pendidikan.

      (6)

      Ketentuan lebih lanjut mengenai penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pedoman penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur dengan Peraturan Menteri. Bagian Ketiga Penyediaan Buku Pendidikan Pasal 48 (1) Pemerintah Pusat menjamin ketersediaan Buku pendidikan bermutu, murah, dan merata. (21 Ketersediaan Buku pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup Penyediaan Buku untuk pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan akademik, pendidikan profesi, pendidikan vokasi, pendidikan keagamaan, dan pendidikan khusus. (3) Ketersediaan Buku pendidikan bermutu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui:

    3. penetapan standar mutu Buku pendidikan;

    4. pengembangan kompetensi dan sertifikasi Pelaku Perbukuan;

    5. penetapan standar proses Penerbitan. (4) Ketersediaan Buku pendidikan murah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui:

    6. pengembangan Buku elektronik yang dapat diunduh secara bebas oleh masyarakat;

    7. pengembangan sistem tata niaga perbukuan yang sehat terbebas dari praktik monopoli dalam Penyediaan bahan baku cetak serta penggandaan dan distribusi Buku;

    8. pengendalian harga Buku pendidikan; dan

    9. pengembangan infrastruktur Penerbitan dan percetakan daerah. (5) Ketersediaan Buku pendidikan merata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui:

    10. Penyediaan data kebutuhan Buku;

    11. pengembangan sistem distribusi Buku ke satuan pendidikan;

    12. pengembangan infrastruktur untuk akses Buku elektronik; dan

    13. pengembangan infrastuktur Penerbitan dan percetakan daerah. Pasal 49 (1) Penyediaan Buku pendidikan berupa Buku teks utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) huruf a untuk pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilakukan oleh Pemerintah Pusat. (21 Penyediaan Buku teks utama oleh Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui mekanisme:

    14. pemberian Buku cetak;

    15. pemberian akses Buku elektronik sebagai domain publik. (3) Pemerintah Daerah membantu Penyediaan Buku teks utama melalui mekanisme sebagaimana dimaksud pada ayat (21. (4) Masyarakat dapat membantu Penyediaan Buku teks utama dan Buku Teks Muatan Lokal melalui mekanisme sebagairnana dimaksud pada ayat (2).


    Pasal 50

    Ketentuan lebih lanjut mengenai Penyediaan Buku pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 dan Pasal 49 diatur dengan Peraturan Menteri.


    Pasal 51

    Pemerintah Pusat melakukan koordinasi dan sinergi dengan pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/ kota untuk menjamin ketersediaan Buku bermutu, murah, dan merata. Bagian Keempat Pendistribusian Buku Pendidikan Pasal 52 (1) Pemerintah Pusat mengembangkan sistem distribusi Buku pendidikan ke seluruh satuan dan/atau program pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

    1. pembebasan atau pengururngan biaya Pendistribusian Buku;

    2. bantuan transportasi untuk Pendistribusian Buku; dan/atau

    3. Penyediaan tempat Pendistribusian Buku. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan sistem distribusi Buku pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peratural Menteri. Bagian Kelima Penggunaan Buku Pendidikan Pasal 53 (1) Pemerintah Pusat menetapkan Buku teks utama yang digunakan pada satuan dan/atau program pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.

    4. Buku teks pendamping; dan/atau

    5. Buku nonteks, yang telah disahkan oleh Pemerintah Pusat. (5) Satuan dan/atau program pendidikan tinggi menggunakan Buku teks dan Buku nonteks. Bagi611 Keenam Buku Pendidikan pada Pendidikan Tinggi Pasal 54 (1) Buku teks pada pendidikan tinggi merupakan Buktr ajar yang mengacu pada silabus pembelajaran setiap mata kuliah di perguruan tinggi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (21 Buku teks pada pendidikan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun oleh dosen dan/atau pakar sesuai dengan bidang keilmuannya seczrra perseorangan atau berkelompok. (3) Penyusunan Buku teks pada pendidikan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan prinsip otonomi keilmuan. Pasal 55 (1) Buku teks untuk pendidikan tinggi dapat diterbitkan oleh Pemerintah Pusat, lembaga Penerbitan perguruan tinggi, atau masyarakat. (2) Pemerintah Pusat dan/atau pergunran tinggi mendorong ketersediaan Buku teks untuk pendidikan tinggi yang bermutu, murah, dan merata melalui:

    6. pembentukan lembaga Penerbitan pergunran tinggi;

    7. peningkatan kompetensi dosen untuk menulis Buku; dan

    8. penerjemahan dan penyaduran Buku untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. BAB V BUKU UMUM Pasal 56 (1) Buku umum dikembangkan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. (21 Buku umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun oleh masyarakat, Pemerintah Daerah, atau Pemerintah Pusat.

    9. pengembangan toko Buku atau gerai penjualan Buku;

    10. pengembangan infrastrrrktur untuk mengakses Buku elektronik; dan

    11. pengembangan infrastruktur Penerbitan dan pencetakan di daerah. BAB VI HIBAH DAN IMPOR BUKU Bagian Kesatu Hibah Buku Pasal 57 (1) Hibah Buku dapat diterima oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, satuan pendidikan, dan masyarakat. (21 Hibah Buku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diterima setelah syarat isi Buku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) terpenuhi. FRESTDEN REPUBLTK INDONESIA -29- (3) Penilaian terhadap pemenuhan syarat isi Buku sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh penerima hibah. Bagian Kedua Impor Buku Pasal 58 (1) Impor Buku diutamakan untuk pendidikan, penelitian, dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. (21 Buku impor harus memenuhi:

    12. standar mutu Buku pendidikan; atau

    13. standar mutu Buku umum. (3) Pemenuhan standar mutu Buku pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilakukan melalui penilaian oleh lembaga yang menyelenggarakan umsan di bidang perbukuan. (41 Pemenuhan standar mutu Buku umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b diwujudkan dalam bentuk pernyataan dari importir. (5) Pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan kepada lembaga yang menyelenggarakan urusan di bidang perbukuan. (6) Impor Buku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perdagangan dan kepabeanan. BAB VII PENGAWASAN Bagian Kesatu Umum Pasal 59 (1) Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Pelaku Perbukuan, dan masyarakat melakukan pengawasan atas Sistem Perbukuan. (21 Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pengawasan terhadap:

    14. pemerolehan naskah;

    15. Penerbitan;

    16. pencetakan;

    17. pengembangan Buku elektronik;

    18. Penyediaan;

    19. Pendistribusian;dan g. Penggunaan. (3) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d diwujudkan dalam bentuk pengawasan terhadap mutu Buku. (4) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (21 huruf e dan huruf f diwujudkan dalam bentuk pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan Penyediaan dan Pendistribusian. (5) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf g diwujudkan dalam bentuk pengawasan terhadap Penggunaan Buku sesuai dengan peruntukannya. (6) Pengawasan atas Sistem Perbukuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas publik dengan tetap menjaga kebebasan berekspresi dan berkreasi. Bagian Kedua Pengawasan Oleh Pemerintah Pusat Pasal 60 (1) Pengawasan oleh Pemerintah Pusat dilakukan oleh lembaga yang menyelenggarakan urusan di bidang perbukuan. (21 Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap:

    20. mutu Buku yang diperoleh dari pemerolehan naskah, Penerbitan, pencetakan, dan pengembangan Buku elektronik;

    21. Penyediaan;

    22. Pendistribusian;dan d. Penggunaan. (3) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan bekerja sama dengan kementerian dan lembaga terkait. (41 Lembaga yang menyelenggarakan urusan di bidang perbukuan melaporkan hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (21 kepada Menteri. (5) Ketentuan mengenai tata cara pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 61 (1) Kejaksaan Republik Indonesia turut melakukan pengawasan terhadap substansi Buku. (21 Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk mewujudkan ketertiban dan ketenteraman umum. menyelenggarakan urusan di bidang perbukuan.


    Pasal 62

    Dalam hal Buku:

    1. tidak memenuhi syarat isi Buku; dan/atau

    2. mengganggu ketertiban dan ketenteraman umum, Kejaksaan Republik Indonesia dapat menarik sementara Buku dari peredaran untuk Buku cetak dan memblokir sementara untuk Buku elektronik paling lama 6O (enam puluh) hari kerja. Bagian Ketiga Pengawasan oleh Pemerintah Daerah Pasal 63 (1) Pengawasan oleh Pemerintah Daerah dilakukan oleh organisasi perangkat daerah yang menyelenggarakan urLrsan di bidang pendidikan. (21 Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap:

    3. mutu Buku yang diperoleh dari pemerolehan naskah, Penerbitan, pencetakan, dan pengembangan Buku elektronik;

    4. Penyediaan;

    5. Pendistribusian;dan d. Penggunaan.


    Pasal 64

    Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 diatur dengan peraturan gubernur dengan mengacu pada Peraturan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (5). Bagian Keempat Pengawasan oleh Pelaku Perbukuan Pasal 65 (1) Pengawasan oleh Pelaku Perbukuan dilakukan oleh Organisasi Profesi masing-masing. (2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap:

    1. mutu Buku yang diperoleh dari pemerolehan naskah, Penerbitan, pencetakan, dan pengembangan Buku elektronik; dan

    2. penegakan kode etik profesi. (3) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilaporkan kepada instansi yang berwenang. Bagian Kelima Pengawasan oleh Masyarakat Pasal 66 (1) Masyarakat dapat berperan melakukan pengawas€rn. (21 Pengawasan oleh masyarakat sebagaimana dimal<sud pada ayat (1) dilakukan terhadap:

    3. mutu Buku yang diperoleh dari pemerolehan naskah, Penerbitan, pencetakan, dan pengembangan Buku elektronik;

    4. Pendistribusian; dan/atau

    5. Penggunaan. (3) Pengawasan oleh masyarakat dapat dilakukan oleh perseorangan atau kelompok. (41 Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilaporkan kepada instansi yang berwenang. BAB VIII INSENTIF FISKAL Pasal 67 (1) Dalam rangka mengembangkan perbukuan dan mendorong pertumbuhan industri perbukuan nasional, Pemerintah Pusat memberikan insentif fiskal. (21 Pemberian insentif fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undan gan. BAB IX. . , BAB IX ORGANISASI PROFESI Pasal 68 (1) Pelaku Perbukuan dapat membentuk Organisasi Profesi sesuai dengan bidang keahliannya. (21 Organisasi Profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi paling sedikit:

    6. mengembangkanprofesionalitasanggota;

    7. mengembangkan dan menegakkan kode etik organisasi;

    8. mengembangkan Sistem Perbukuan yang sehat; dan

    9. mengembangkan literasi bagi warga neg€rra Indonesia. (3) Pembentukan Organisasi Profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB X AKSES DAN PEMBINAAN Bagian Kesatu Akses dan Pembinaan dalam Berusaha Pasal 69 (1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menyediakan akses dan pembinaan dalam berusaha kepada Pencetak, pengembang Buku elektronik, Penerbit, dan toko Buku. (21 Akses dalam berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:

    10. penyiapan iklim usaha perbukuan yang kondusif. (3) Pembinaan dalam berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam bentuk pembinaan manajemen, (4) Pembinaan manajemen sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan melalui pengembangan standar tata kelola pencetakan, standar pengembangan Buku elektronik, standar tata kelola Penerbitan, standar tata kelola toko Buku, dan pelaksanaan Akreditasi. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar tata kelola pencetakan, standar pengembangan Buku elektronik, standar tata kelola Penerbitan, standar tata kelola toko Buku, dan pelaksanaan Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Menteri. Bagian Kedua Pembinaan Profesionalitas Pasal 70 (1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah melakukan pembinaan profesionalitas kepada penulis, penerjemah, penyadur, editor, desainer, dan ilustrator. (2) Pembinaan profesionalitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui:

    11. peningkatankompetensi;

    12. pembinaan Organisasi Profesi;

    13. pengembangan sistem sertifikasi. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan profesionalitas sebagaimana dimaksud pada ayat (21 diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 71 (1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dapat memberikan penghargaan kepada Pelaku Perbukuan. (21 Pemberian penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diiakukan atas dasar prestasi, dedikasi, dan/atau profesionalitas dalam bidang perbukuan. BAB XI SISTEM INFORMASI PERBUKUAN Pasal T2 (1) Pemerintah Pusat memfasilitasi pengembangal dan pengelolaan sistem informasi perbukuan. (21 Sistem informasi perbukuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk:

    14. meningkatkan efektivitas dan efrsiensi penyelenggaraan Sistem Perbukuan; dan

    15. mewujudkan ekosistem perbukuan yang sehat. (3) Sistem informasi perbukuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan secara komprehensif dan terpadu. (41 Sistem informasi perbukuan sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dikelola secara akuntabel. BAB XII PERAN SERTA MASYARAKAT Pasal 73 (1) Masyarakat berperan serta menciptakan dan memajukan ekosistem perbukuan yang sehat. (2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan cara:

    16. mendorong pertumbuhan Pelaku Perbukuan di daerah;

    17. mendorong hubungan yang harmonis dan berkeadilan antar-Pelaku Perbukuan;

    18. mendorong distribusi Buku yang merata;

    19. memantau Penggunaan Buku pendidikan;

    20. menghormati hak cipta dan antiplagiarisme; dan

    21. memberikan penghargaan kepada Pelaku Perbukuan. BAB XIII PENGEMBANGAN BUDAYA LITERASI Pasal 74 (1) Pemerintah Pusat menetapkan kebijakan pengembangan budaya literasi bagi warga negara Indonesia. (21 Pengembangan budaya literasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengoptimalkan sumber daya Pemerintah Pusat, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, masyarakat, satuan pendidikan, keluarga, dan Pelaku Perbukuan. Pasal 75 (1) Pengembangan budaya literasi oleh pemerintah provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (2) dilakukan dengan mengembangkan dan/atau memberdayakan:

    22. satuan dan/atau program pendidikan;

    23. perpustakaan umum daerah;

    24. perpustakaankeliling;

    25. taman bacaan masyarakat;

    26. masyarakat; dan

    27. Pelaku Perbukuan. (21 Pemerintah provinsi dapat menetapkan peraturan daerah atau peraturan gubernur dalam rangka akselerasi pengembangan budaya literasi di daerahnya. Pasal 76 (l) Pengembangan budaya literasi oleh pemerintah kabupaten/ kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (21 dilakukan dengan memfasilitasi pengembangan dan/atau pemberdayaan:

    28. satuan dan/atau program pendidikan;

    29. perpustakaan umum daerah;

    30. perpustakaankeliling;

    31. taman bacaan masyarakat;

    32. masyarakat; dan

    33. Pelaku Perbukuan. (21 Pemerintah kabupaten/ kota dapat menetapkan peraturan daerah atau peraturan bupati/wali kota dalam rangka akselerasi pengembangan budaya literasi di daerahnya.


    Pasal 77

    Pengembangan budaya sebagaimana dimaksud dilakukan dalam bentuk negara Indonesia. literasi oleh masyarakat dalam Pasal 74 ayat ^(21 gerakan literasi bagi warga keluarga ayat (21


    Pasal 78

    Pengembangan budaya literasi oleh satuan dan/atau program pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (2) dilakukan melalui:

    1. pewujudan lingkungan pendidikan sebagai lingkungan pembelajaran yang literat;

    2. penyediaan waktu dan sarana yang cukup untuk pembelajaran literasi; dan

    3. pembangunan kerja sama dengan masyarakat dan Pelaku Perbukuan dalam gerakan literasi satuan dan/atau program pendidikan.


    Pasal 79

    Pengembangan budaya literasi oleh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 dilakukan melalui pembiasaan membaca Buku.


    Pasal 80

    Pengembangan budaya literasi oleh Pelaku Perbukuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (2) dapat dilakukan dalam bentuk:

    1. promosi Buku;

    2. sayembara atau lomba;

    3. pemberian penghargaan; atau

    4. pelatihan, lokakarya, dan sejenisnya. BAB XIV PENDANAAN


    Pasal 81

    Sumber pendanaan untuk pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini berasal dari:

    1. anggaran pendapatan dan belanja negara;

    2. anggaran pendapatan dan belanja daerah; dan

    3. sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB XV KETENTUAN PERALIHAN


    Pasal 82

    Badan Standar Nasional Pendidikan atau tim yang dibentuk oleh Menteri untuk melakukan penilaian, tetap melakukan penilaian kelayakan Buku teks pelajaran paling lama 6 (enam) bulan sejak Peraturan Pemerintah ini diundangkan. BAB XVI KETENTUAN PENUTUP


    Pasal 83

    Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai perbukuan dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.


    Pasal 84 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. ttd JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 17 Oktober 2019 PIt. MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. TJAHJO KUMOLO PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 2019 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG SISTEM PERBUKUAN UMUM Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2Ol7 tentarrg Sistem Perbukuan secara efektif diharapkan menjadi titik ungkit bagi pengembangan dunia perbukuan nasional yang merupakan elemen penting dalam pengembangan budaya literasi masyarakat, pencerdasan kehidupan bangsa, dan pembangunan peradaban bangsa. Penyelenggaraan Sistem Perbukuan nasional ditujukan untuk: a. menumbuhkan dan memperkuat rasa cinta tanah air serta membangun ^jati diri dan karakter bangsa; b. meningkatkan mutu dan ^jumlah sumber daya perbukuan untuk menghasilkan Buku yang bermutu, murah, dan dapat diakses secara merata; c. menumbuhkembangkan budaya literasi bagi seluruh warga negara; dan d. mengembangkan dan mempromosikan kebudayaan nasional Indonesia melalui Buku ke dunia internasional. Kebijakan dan praksis untuk mewujudkannya dilakukan dengan membangun dan memberdayakan seluruh elemen Sistem Perbukuan. I Standar perbukuan dikembangkan dan ditetapkan sebagai ukuran dan kriteria dalam pemerolehan naskah dan Penerbitan Buku untuk menghasilkan Buku yang bermutu. Profesionalitas Pelaku Perbukuan untuk menghasilkan Buku yang bermutu semestinya dapat ditunjukkan dengan kepemilikan sertifikat profesi sesuai dengan bidang keahlian masing-masing. Organisasi Profesi juga perlu dibangun dalam kerangka pengembangan profesionalitas anggota, peningkatan kehormatan dan martabat profesi perbukuan, serta penegakan kode etik profesi bagi Pelaku Perbukuan dalam pelaksanaan tugas profesinya. Profesiona-litas Pelaku Perbukuan perlu ditingkatkan secara berkelanjutan melalui pembinaan internal oleh Organisasi Profesi dan pembinaan dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menyediakan akses usaha dan penyiapan iklim usaha perbukuan yang kondusif untuk mengembangkan industri perbukuan nasional, termasuk pengembangan tata niaga perbukuan dan sistem insentif yang dapat menjamin ketersediaan Buku yang bermutu, murah, dan dapat diakses secara merata. Pemerintah Pusat ^juga perlu mengembangkan dan mengelola sistem informasi perbukuan untuk meningkatkan efektivitas dan tata kelola Sistem Perbukuan dan mewujudkan ekosistem perbukuan yang sehat. Pemerintah Pusat menetapkan kebijakan nasional untuk mengembangkan budaya literasi bagi warga negara Indonesia. Pengembangan budaya literasi tersebut menjadi tanggung ^jawab bersama sehingga perlu dilakukan dengan memberdayakan sumber daya Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, masyarakat, Pelaku Perbukuan, satuan pendidikan, dan keluarga. Pengawasan atas pelaksanaan Sistem Perbukuan menjadi tanggung ^jawab bersama Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Pelaku Perbukuan, dan masyarakat sesuai dengan kewenangan dan kapasitas masing-masing. Pengawasan tersebut dilakukan dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas publik dengan tetap menjaga kebebasan berekspresi dan berkreasi. II. PASAL. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup ^jelas. Pasal 2 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (21 Yang dimaksud dengan "dalam bentuk cetak" termasuk Buku bagi peserta didik penyandang disabilitas, seperti penggunaan huruf braille. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (4) Cukup ^jelas. Pasal 3 Cukup ^jelas. Pasal 4 Cukup ^jelas Pasal 5 Cukup ^jelas. Pasal 6 Buku nonteks dapat berupa Buku bacaan fiksi (antologi puisi, antologi cerita pendek, komik, drama, dan novel); Buku bacaan nonfiksi (biografi, autobiografi, Buku panduan, dan Buku kiat); dan Buku referensi (kamus, tesaurus, ensiklopedia, direktori, peta, dan atlas). Pasal 7 Cukup ^jelas. Pasal 8 . FRESTDEN REPUBLIK ]NDONESIA -4- Pasal 8 Cukup ^jelas. Pasal 9 Cukup ^jelas. Pasal l0 Cukup ^jelas. Pasal 11 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Hurufa Cukup ^jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan "tidak diskriminatil" termasuk di dalamnya menghormati dan menjunjung tinggi kebinekaan. Huruf c Cukup ^jelas. Huruf d Yang dimaksud dengan "tidak mengandung unsur kekerasan" termasuk di dalamnya berbagai bentuk paham radikal. Huruf e Yang dimaksud dengan "tidak mengandung ujaran kebencian" termasuk di dalamnya berbagai bentuk kebohongan. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (4) Cukup ^jelas. Pasal 12 Cukup ^jelas. Pasal 13 Cukup ^jelas Pasal 14 Cukup ^jelas. Pasal 15 Cukup ^jelas. Pasal 16 Cukup ^jelas. Pasal 17 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (21 Cukup ^jelas. Ayat (3) Huruf a Yang dimaksud dengan "ketepatan" adalah bahwa Naskah Buku mengandung kebenaran dari segi data dan fakta, kecuali untuk Buku fiksi. Huruf b Yang dimaksud dengan 'keterpaduan" adalah bahwa Naskah Buku tersusun utuh dan lengkap. Huruf c Yang dimaksud dengan "kejelasan" adalah bahwa pesan-pesan penting pada Naskah Buku dapat dikenali dengan mudah. Huruf d Yang dimaksud dengan "kelegalan" adalah bahwa Naskah Buku yang dihasilkan memenuhi aspek keabsahan naskah dan tidak melanggar hak cipta. Pasal 18 Cukup ^jelas. Pasal 19 Cukup ^jelas. Pasal 20 Cukup ^jelas. Pasai 2 1 Cukup ^jelas. Pasal 22 Cukup ^jelas. Pasal 23 Cukup ^jelas. Pasal 24 Cukup ^jelas. Pasal 25 Cukup ^jelas. Pasal 26 Cukup ^jelas. Pasal 27 Cukup ^jelas. Pasal 28 Huruf a Yang dimaksud dengan "pengilustrasian manual" adalah pengilustrasian materi Naskah Buku sepenuhnya dilakukan dengan tangan. Huruf b Yang dimaksud dengan "pengilustrasian digital" adalah pengilustrasian materi Naskah Buku menggunakan komputer atau alat bantu digital lainnya. Pasal 29 Cukup ^jelas. Pasal 30 Cukup ^jelas. Pasal 31 Cukup jelas. Pasal 32 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (21 Huruf a Yang dimaksud dengan "kejelasan" adalah bahwa Naskah Buku mudah dipahami oleh pembaca sasaran. Huruf b Yang dimaksud dengan "keringkasan" adalah bahwa kalimat dan paragraf pada Naskah Buku disusun secara efektif. Huruf c Yang dimaksud dengan "keterpautan" adalah bahwa Naskah Buku disajikan secara runtut dan berhubungan antarba gran. Pasal 33 Huruf a Yang dimaksud dengan "kesamaan ide antara teks bahasa sumber dan teks bahasa sasaran" adalah bahwa konsep yang diterjemahkan ke dalam bahasa sasaran sepadan dengan konsep dalam bahasa sumber. Huruf b Yang dimaksud dengan "kesesuaian dengan struktur kalimat baku dan strukur paragraf bahasa sasaran' adalah bahwa penerjemahan dilakukan per kalimat atau per paragraf. Huruf c Yang dimaksud dengan "kesesuaian idiomatis atau parafrasa ke dalam bahasa sasaran" adalah bahwa idiomatis kata atau idiomatis frasa bahasa sumber yang tidak ada dalam bahasa sasaran diterjemahkan dengan parafrasa. Huruf d Cukup ^jelas. Pasal 34 Cukup ^jelas. Pasal 35 Cukup ^jelas. Pasal 36 Ayat (1) . Cukup ^jelas. Ayat (21 Huruf a Yang dimaksud dengan "ketaatasasan substantil" adalah bahwa pengeditan Naskah Buku disesuaikan dengan syarat isi Buku, format Buku, jenis Buku, perjenjangan Buku, dan dampak kepada pengguna. Huruf b Yang dimaksud dengan "ketelitian penyajian data dan fakta" adalah bahwa pengeditan Naskah Buku dipastikan kebenaran data dan fakta yang disajikan oleh Penulis. Huruf c Yang dimaksud dengan "kelegalan" adalah bahwa pengeditan Naskah Buku memastikan keabsahan naskah dan tidak melanggar hak cipta. Ayat (3) Huruf a Yang dimaksud dengan "kebahasaan" adalah bahwa pengeditan Naskah Buku mengikuti kaidah kebahasaan dan kaidah penulisan. Huruf b Yang dimaksud dengan "kejelasan gaya penyajian" adalah bahwa pengeditan penyajian mendukung kejelasan isi Naskah Buku. Ayat (4) Yang dimaksud dengan 'kejelasan visual" adalah bahwa pengeditan ilustrasi garis, foto, skema, bagan, infografik, peta, denah, dan atlas harus memperhatikan komposisi, proporsi, dan resolusi. Pasal 37 Huruf a Yang dimaksud dengan "kesesuaian makna" adalah bahwa ilustrasi harus memvisualkan isi Naskah Buku. Hurufb Yang dimaksud dengan "kejelasan objek ilustrasi" adalah bahwa visualisasi ilustrasi harus merepresentasikan objek secara cermat, teliti, dan tepat. Huruf c Yang dimaksud dengan "kemenarikan" adalah bahwa ilustrasi harus dapat meningkatkan daya tarik Naskah Buku. Pasal 38 Huruf a Yang dimaksud dengan "tata letak" adalah bahwa pendesainan sebuah Buku disesuaikan dengan sasaran pembaca. Huruf b Yang dimaksud dengan "tipografi" adalah bahwa pendesainan sebuah Buku disesuaikan dengan penggunaan jenis dan ukuran huruf. Huruf c Yang dimaksud dengan 'strrktur" adalah bahwa pendesainan sebuah Buku disesuaikan dengan hierarki halaman. Huruf d Yang dimaksud dengan "keterbacaan dan kejelasan" adalah bahwa pendesainan sebuah Buku harus memudahkan keterbacaan dan kejelasan secara visual. Pasal 39 Cukup jelas. Pasal 40 Cukup ^jelas. Pasal 41 Ayat (1) Huruf a Yang dimaksud dengan "penulisan" adalah kegiatan peny.usunan Buku teks utama oleh Pemerintah Pusat. Huruf b Yang dimaksud dengan "penedemahan" adalah kegiatan pengalihbahasaan Buku asing menjadi Buku teks utama oleh Pemerintah Pusat. Huruf c Yang dimaksud dengan "penilaian" adalah kegiatan penelaahan dan penetapan atas Buku yang ditulis masyarakat sebagai Buku teks utama oleh Pemerintah Pusat. Huruf d Yang dimaksud dengan "pengalihan hal< cipta" adalah kegiatan pemindahan hak cipta Buku untuk menjadi Buku teks utama dari masyarakat kepada Pemerintah Pusat. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (4) Cukup ^jelas. Pasal 42 Cukup ^jelas. Pasal 43 Cukup ^jelas. Pasal 44 Cukup ^je1as. Pasal 45 Cukup ^jelas. Pasa1 46 Cukup ^jelas. Pasal 47 Cukup ^jelas. Pasal 48 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "pendidikan khusus" adalah pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Ayat (3) Huruf a Cukup ^jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan "sertilikasi" adalah pengaklran keahlian bidang perbukuan oleh Organisasi Profesi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Huruf c Cukup ^jelas. Huruf d Cukup ^jelas. Ayat (4) Huruf a Cukup ^jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan "pengembangan sistem tata niaga perbukuan yang sehat' antara lain meliputi Penyediaan bahan baku, proses produksi, distribusi, dan penetapan harga eceran Buku. Termasuk dalam pengembangan sistem tata niaga perbukuan yang sehat, Pemerintah Pusat dapat menugaskan kementerian/lembaga terkait untuk menjamin ketersediaan bahan baku BuLu agar menghasilkan Buku pendidikan yang murah. Huruf c Cukup ^jelas. Huruf d Yang dimaksud dengan ^upengembangan infrastruktur Penerbitan dan percetakan daerah" antara lain dengan fasilitasi pengembangan Penerbitan dan percetakan daerah di seluruh wilayah Indonesia. Ayat (5) Cukup ^jelas. Pasal 49 Cukup jelas. Pasal 5O Cukup ^jelas. Pasal 51 Cukup ^jelas. Pasal 52 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat Ayat Ayat Ayat Pasal 53 Ayat Ayat Ayat Ayat Ayat (3) Cukup ^jelas. (4t Yang dimaksud dengan "situasi darurat" adalah situasi tempat satuan pendidikan atau daerah mengalami bencana alam dan/atau sosial. Yang dimaksud dengan "kondisi khusus" adalah satuan pendidikan atau daerah yang karena lokasinya tidak memungkinkan Pendistribusian Buku pendidikan dilakukan secara normal. (5) Cukup ^jelas. (6) Cukup ^je1as. (1) Penggunaan Buku teks utama termasuk Penggunaan Buku teks utama untuk peserta didik berkebutuhan khusus. (2\ Cukup ^jelas. (3) Cukup ^jelas. (41 Cukup ^jelas. (s) Cukup ^jelas. Pasal 54 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Cukup ^jelas. FRESTDEN REPUELIK INDONESIA -15- Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (4) Yang dimaksud dengan "pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi" adalah pengembangan rumpun ilmu pengetahuan dan teknologi yang meliputi ilmu agama, ilmu humaniora, ilmu sosial, ilmu alam, ilmu formal, dan ilmu terapan. Ayat (5) Cukup ^jelas. Pasal 55 Cukup ^jelas. Pasal 56 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (a) Yang dimaksud dengan "ekosistem perbukuan yang sehat" adalah hubungan yang produktif dan harmonis serta berkeadilan antar-Pelaku Perbukuan serta antara Pelaku Perbukuan dan masyarakat pembaca. Ayat (s) Cukup ^jelas. Pasal 57 Cukup ^jelas. Pasal 58 Cukup ^jelas. Pasal 59 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (4) Bentuk pengawasan kegiatan Penyediaan dan Pendistribusian termasuk kemungkinan terjadinya praktik monopoli atau sejenisnya dalam Penyediaan bahan baku cetak, Penyediaan Buku, dan distribusi Buku. Ayat (5) Cukup ^jelas. Ayat (6) Cukup ^jelas. Pasal 60 Cukup ^jelas. Pasal 61 Cukup ^jelas. Pasal 62 Cukup ^jelas. Pasal 63 Cukup ^jelas. Pasal 64 Cukup ^jelas. Pasal 65 Cukup ^jelas. Pasal 66 Cukup ^jelas. Pasal 67 Ayat (l) Insentif Iiskal diberikan dalam bentuk, antara lain, pembebasan atau pengurangan bea masuk untuk impor peralatan, bahan baku cetak, dan pembebasan atau pengurangan pajak. Ayat (2) Cukup ^jelas. Pasal 68 Cukup ^jelas. Pasal 69 Ayat Ayat Ayat Ayat Ayat (1) Cukup ^jelas. (2) Huruf a Cukup ^jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan "penyiapan iklim usaha perbukuan yang kondusif' antara lain adalah pengaturan mekanisme dalam iklim usaha perbukuan dengan prinsip dasar antimonopoli dan transparansi. (3) Cukup ^jelas. (41 Cukup ^jelas. (s) Cukup ^jelas. Pasal 70 Cukup ^jelas. Pasal 7 1 Cukup jelas. PasaT 72 Ayat Ayat Ayat Ayat Pasal 73 Cukup jelas. Pasal 74 Cukup ^jelas. Pasal 75 Cukup ^jelas. Pasal 76 Cukup ^jelas. (1) Cukup ^jelas. (2t Cukup ^jelas. (3) Yang dimaksud dengan 'komprehensif dan terpadu" adalah bahwa sistem informasi perbukuan yang dikembangkan merupakan satu-satunya sistem informasi perbukuan nasional yang paling sedikit memuat data dan informasi mengenai Pelaku Perbukuan, Penerbitan, produksi, distribusi, pengguna, dan hal lain terkait dengan perbukuan. (41 Cukup ^jelas. Pasal 77 Gerakan literasi oleh masyarakat dapat dilakukan melalui berbagai wadah dan program, seperti pengembangan dan pemberdayaan taman bacaan masyarakat atau ruang literasi lain, pengembangan komunitas perbukuan dan literasi, pemberian apresiasi, dan kegiatan lainnya. Pasal 78 Cukup ^jelas. Pasal 79 Cukup ^jelas. Pasal 80 Cukup ^jelas. Pasal 81 Cukup ^jelas. Pasal 82 Cukup ^jelas. Pasal 83 Cukup ^jelas. Pasal 84 Cukup ^jelas.

Webmentions

Anda dapat memberikan tanggapan atas peraturan ini dengan like, retweet/repost pada tweet yang mencantumkan tautan pada laman ini.

Tanggapan (0):