Investasi Pemerintah

Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2019

Kerangka<< >>

Menimbang a Menimbang a Mengingat PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2019 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 41 ayat (3) Undang-Undang Nomor I Tahun 2OO4 tentang Perbendaharaan Negara, telah diundangkan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2OII tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor I Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah; bahwa dengan memperhatikan perkembangan kondisi dan kebijakan Pemerintah dalam bidang investasi, dan untuk meningkatkan efektivitas pengelolaan Investasi Pemerintah, perlu mengatur kembali ketentuan mengenai Investasi Pemerintah; bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Investasi Pemerintah; b c 1. 2. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2OO4 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2OO4 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor a355); MEMUTUSI{AN: Menetapkan PERATURAN PEMERINTAH. PEMERINTAH TENTANG INVESTASI BAB 1 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan Investasi Pemerintah adalah penempatan sejumlah dana dan/atau aset keuangan dalam jangka panjang untuk investasi dalam bentuk saham, surat utang, dan/atau investasi langsung guna memperoleh manfaat ekonomi, sosial, danlatau manfaat lainnya. Komite Investasi Pemerintah yang selanjutnya disingkat KIP adalah lembaga yang dibentuk untuk melaksanakan fungsi supervisi dalam pengelolaan Investasi Pemerintah. Operator Investasi Pemerintah yang selanjutnya disingkat OIP adalah pelaksana fungsi operasional yang ditunjuk atau ditetapkan oleh Menteri. Manajer Investasi adalah pihak yang kegiatan usahanya mengelola portofolio efek untuk para nasabah atau mengelola portofolio investasi kolektif untuk sekelompok nasabah, kecuali perusahaan asuransi, dana pensiun, dan bank yang melakukan sendiri kegiatan usahanya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bank Kustodian adalah pihak yang memberikan jasa penitipan efek dan harta lain yang berkaitan dengan efek serta jasa lain, termasuk menerima dividen, bunga, dan hak-hak lain, menyelesaikan transaksi efek, dan mewakili pemegang rekening yang menjadi nasabahnya. Badan Layanan Umum yang selanjutnya disingkat BLU adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Badan Usaha Milik Negara yang selanjutnya disingkat BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. 8.Badan... 3 4 5 6 7 1 1. Pinjaman adalah setiap pembiayaan melalui utang yang diikat oleh suatu perjanjian pinjaman dan tidak berbentuk surat berharga negara, yang harus dibayar kembali dengan persyaratan tertentu. 12. Perjanjian Investasi adalah kesepakatan tertulis dalam penyediaan dana investasi antara Menteri selaku Bendahara Umum Negara atau pejabat yang ditunjuk dengan pimpinan BUMN atau BHL. 13. Divestasi adalah penjualan surat berharga dan/atau kepemilikan Pemerintah baik sebagian atau keseluruhan kepada pihak lain. 14. Pernyataan Kebijakan Investasi Pemerintah yang selanjutnya disingkat PKIP adalah dokumen yang disusun oleh KIP yang berisi pedoman umum antara lain mengenai pengelolaan investasi yang mencakup perencanaan, pemilihan, dan alokasi atas sumber daya dan risiko. 15. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 16. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara. Pasal 2 Investasi Pemerintah bertujuan untuk memperoleh manfaat ekonomi, sosial, dan/atau manfaat lainnya. Pasal Pasal 3 Investasi Pemerintah dilaksanakan berdasarkan prinsip a. transparansi; b. akuntabilitas; c. responsibilitas; d. independensi; e. kewajaran dan kesetaraan; f. profesionalisme; dan g. kehati-hatian. Pasal 4 Ruang lingkup Peraturan Pemerintah ini meliputi investasi yang dilakukan oleh Pemerintah. BAB II SUMBER INVESTASI Pasal 5 (1) Sumber Investasi Pemerintah berasal dari: a. APBN; b. imbal hasil; c. pendapatan dari layananf usaha; d. hibah; dan/atau e. sumber lain yang sah. (21 Hasil Investasi Pemerintah yang berasal dari sumber sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat digunakan sebagai penambah pokok/modal investasi. (3) Hasil Investasi Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (21 dicatat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB BAB III BENTUK INVESTASI Pasal 6 Investasi Pemerintah dilakukan dalam bentuk a. saham; b. surat utang; dan/atau c. investasi langsung. Pasal 7 (1) Saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a merupakan saham yang tercatat dan/atau diperdagangkan di bursa efek. (2) Selain saham sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Investasi Pemerintah dapat dilakukan pada saham yang tidak tercatat dan/atau tidak diperdagangkan di bursa efek sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Pasal 8 (1) Surat utang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b dapat berupa surat utang dan/atau sukuk. (2) Surat utang dan/atau sukuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas surat utang dan/atau sukuk yang diterbitkan oleh: a. Pemerintah dan pemerintah daerah; b. korporasi danlatau BHL; c. pemerintah negara lain; dan d. korporasi danlatau badan hukum asing. Pasal 9 Investasi langsung sebagaimana dimaksud huruf c dilakukan melalui: a. pemberian Pinjaman; b. kerja sama investasi; dan/atau c. bentuk investasi langsung lainnya. dalam Pasal 6 BAB IV KEWENANGAN PENGELOLAAN INVESTASI PEMERINTAH Bagian Kesatu Umum Pasal 10 Menteri selaku Bendahara Umum Negara berwenang mengelol a f rnenatausahakan Investasi Pemerintah. Pasal 1 1 Kewenangan pengelolaanf penatausahaan Investasi Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 meliputi: a. kewenangan regulasi; b. kewenangan supervisi; dan c. kewenangan operasional. Bagian Kedua Kewenangan Regulasi Pasal 12 Dalam melaksanakan kewenangan regulasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf a, Menteri berwenang dan bertanggungjawab: a. menyusun dan menetapkan ketentuan dan peraturan di bidang Investasi Pemerintah; b. menetapkan kebijakan umum dan rencana strategis jangka panjang dan menengah atas Investasi Pemerintah; dan c. menetapkan PKIP. Bagian Bagian Ketiga Kewenangan Supervisi Pasal 13 (1) Dalam melaksanakan kewenangan supervisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf b, Menteri selaku Bendahara Umum Negara membentuk KIP. (2) KIP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki tugas dan wewenang: a. menyusun kebijakan umum dan rencana strategis jangka panjang dan menengah atas Investasi Pemerintah; b. menyusun PKIP; c. melakukan konsolidasi atas seluruh rencana Investasi Pemerintah yang dibuat oleh OIP; d. menyetujui rencana kebutuhan dana Investasi Pemerintah yang bersumber dari APBN; e. memberikan nasihat kepada OIP atas pengelolaan Investasi Pemerintah; f. memberikan rekomendasi kepada Menteri selaku Bendahara Umum Negara dan OIP atas pengelolaan Investasi Pemerintah; g. menyetujui usulan OIP untuk melakukan Divestasi sebelum masa waktu yang telah ditentukan; h. melakukan pengawasan dan evaluasi atas pengelolaan Investasi Pemerintah yang dilakukan oleh OIP; i. menerima laporan pelaksanaan Investasi Pemerintah dan laporan keuangan dari OIP; j. menyusun ikhtisar laporan pelaksanaan Investasi Pemerintah yang disusun oleh OIP dan menyampaikannya kepada Menteri; dan k. meminta laporan dan/atau informasi selain laporan pelaksanaan Investasi Pemerintah. Pasal Pasal 14 (1) Keanggotaan KIP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) berasal dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan, kementerian teknis, auditor internal Pemerintah, dan/atau tenaga ahli. (2) Keanggotaan KIP diangkat dan ditetapkan oleh Menteri. Pasal 15 (1) Dalam melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2l,, KIP dibantu oleh unit kerja di lingkungan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan yang secara struktural mempunyai tugas dan fungsi manajemen investasi. (21 Pendanaan untuk pelaksanaan tugas KIP dibebankan pada Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran satuan kerja KIP. Pasal 16 Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas dan wewenang KIP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, keanggotaan KIP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, serta unit kerja pembantu dan pendanaan pelaksanaan tugas KIP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 diatur dalam Peraturan Menteri. Bagian Keempat Kewenangan Operasional Pasal 17 (1) Dalam melaksanakan kewenangan operasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf c, Menteri selaku Bendahara Umum Negara menetapkan BLU Pengelola Dana sebagai OIP. (21 Selain menetapkan BLU Pengelola Dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri dapat menetapkan BLU lain sebagai OIP. (3) BLU a. menyusun rencana ^jangka panjang, menengah, dan tahunan atas Investasi Pemerintah yang menjadi bidang tugasnya; b. mengusulkan rencana kebutuhan dana Investasi Pemerintah yang berasal dari APBN kepada KIP; c. melakukan perjanjian dalam rangka pengelolaan Investasi Pemerintah; d. menempatkan dana dan/atau aset keuangan untuk pelaksanaan Investasi Pemerintah; e. melakukan tata kelola yang baik dan pengendalian risiko atas pengelolaan Investasi Pemerintah; f. melakukan tindakan yang diperlukan dalam hal . terjadi sengketa atau perselisihan dalam pelaksanaan Investasi Pemerintah; g. melaksanakan Divestasi atas Investasi Pemerintah; h. menJrusun laporan pengelolaan Investasi Pemerintah; dan i. melakukan pengawasan atas pelaksanaan Investasi Pemerintah yang dilakukannya. Pasal 18 (1) Selain BLU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, dalam pelaksanaan Investasi Pemerintah, Menteri dapat menunjuk: a. BUMN; dan/atau b. BHL, sebagai OIP. (2) Pelaksanaan kewenangan operasional oleh BUMN dan/atau BHL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam bentuk kerja sama dengan Menteri. Pasal 19 (1) Kewenangan operasional OIP yang dilaksanakan oleh BUMN dan/atau BHL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 dilakukan berdasarkan Perjanjian Investasi. (2) Perjanjian Investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit memuat mengenai: a. hak dan kewajiban para pihak; b. rencana kerja pengelolaan Investasi Pemerintah; c. penempatan dana dan/atau aset keuangan untuk pelaksanaan Investasi Pemerintah; d. pengendalian risiko atas pengelolaan Investasi Pemerintah; e. tindakan yang diperlukan dalam hal terjadi sengketa atau perselisihan dalam pelaksanaan Investasi Pemerintah; f. pelaksanaan Divestasi atas Investasi Pemerintah termasuk Divestasi yang ditentukan oleh Menteri sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; g. penyampaian laporan pengelolaan Investasi Pemerintah; h. pengawasan atas pelaksanaan Investasi Pemerintah yang dilakukannya; i. berakhirnyaPerjanjianlnvestasi; j penyelesaian sengketa; dan k. penyampaian tata kelola investasi yang berlaku. Pasal 20 OIP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dan Pasal 18 harus memiliki unit yang melaksanakan fungsi: a. perumusan rencana dan strategi investasi; b. pengawasan pelaksanaan investasi; dan c. evaluasi ketaatan pelaksanaan investasi terhadap rencana dan strategi investasi. Pasal 21 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan BLU sebagai OIP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 dan tata cara penunjukan BUMN dan/atau BHL sebagai OIP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 diatur dalam Peraturan Menteri. BAB BAB V PENGELOLAAN INVESTASI PEMERINTAH Bagian Kesatu Umum Pasal 22 Pengelolaan Investasi Pemerintah meliputi a. perencanaan; b. pelaksanaan; c. pelaporan; d. pengawasan; dan e. pertanggungjawaban. Bagian Kedua Perencanaan Paragraf 1 Perencanaan Investasi Pemerintah oleh KIP Pasal 23 (1) KIP menyusun kebijakan umum dan rencana strategis jangka panjang dan menengah atas Investasi Pemerintah. (2) Kebijakan umum dan rencana strategis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Menteri untuk ditetapkan. Paragraf 2 Perencanaan Investasi Pemerintah oleh BLU Pasal 24 (1) BLU menyusun rencana jangka panjang dan menengah atas Investasi Pemerintah berdasarkan kebijakan umum dan rencana strategis yang telah ditetapkan oleh Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23. (2) Berdasarkan . (21 Berdasarkan rencana Investasi Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), BLU menyusun rencana investasi tahunan. (3) Penyusunan rencana Investasi Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (21 dilaksanakan paling sedikit dengan memperhatikan: a. kebutuhan pelaksanaan tugas dan fungsi BLU; dan b. kemampuan BLU untuk mengelola dana. (4) Rencana investasi tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), disampaikan kepada KIP setelah mendapat persetujuan unit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20. Pasal 25 (1) Dalam hal terdapat rencana kebutuhan dana Investasi Pemerintah yang bersumber dari APBN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a, BLU men5rusun rencana kebutuhan dana Investasi Pemerintah dan mengusulkan kepada KIP untuk mendapatkan persetujuan. (2) Penganggaran atas rencana kebutuhan dana Investasi Pemerintah yang telah disetujui oleh KIP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Paragraf 3 Perencanaan Investasi Pemerintah oleh BUMN dan/atau BHL Pasal 26 (1) Menteri mengusulkan alokasi Investasi Pemerintah yang akan dikelola oleh BUMN dan/atau BHL dalam APBN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. (21 Berdasarkan alokasi Investasi Pemerintah yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang mengenai APBN, Menteri menunjuk BUMN dan/atau BHL untuk bertindak sebagai OIP. (3) OIP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) men5rusun rencana kerja pengelolaan Investasi Pemerintah. (4) OrP Pasal 27 Ketentuan lebih lanjut mengenai perencanaan Investasi Pemerintah oleh KIP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, perencanaan Investasi Pemerintah oleh BLU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 dan Pasal 25, dan perencanaan Investasi Pemerintah oleh BUMN dan/atau BHL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 diat: ur dalam Peraturan Menteri. Bagian Ketiga Pelaksanaan Paragraf 1 Saham dan Surat Utang Pasal 28 Investasi ^'Pemerintah dalam bentuk saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dan surat utang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dilaksanakan oleh OIP paling sedikit dengan mempertimbangkan : a. tujuan investasi; b. tingkat risiko dan imbal hasil investasi; dan c. alokasi aset/kebijakan portofolio investasi. Pasal 29 (1) Pelaksanaan Investasi Pemerintah dalam bentuk saham dan surat utang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 didasarkan pada penilaian kewajaran harga saham dan surat utang. (2) Investasi Pasal 30 Pelaksanaan Investasi Pemerintah dalam bentuk saham dan surat utang oleh OIP harus dilakukan oleh tenaga ahli/profesional yang telah memiliki sertifikasi keahlian di bidang pasar modal dan/atau di bidang investasi dan keuangan. Pasal 31 Dalam proses pengambilan keputusan pelaksanaan Investasi Pemerintah dalam bentuk saham dan surat utang, OIP harus melakukan: a. analisis terhadap risiko; dan b. dokumentasi pengambilan keputusan yang dituangkan dalam kertas kerja analisis yang memadai. Pasal 32 (1) OIP dapat melakukan alih daya pengelolaan investasinya kepada Manajer Investasi. (21 Alih daya pengelolaan investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dituangkan dalam perjanjian. Pasal 33 Manajer Investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 paling sedikit harus memenuhi ketentuan: a. memiliki izin usaha sebagai perusahaan efek yang melakukan kegiatan usaha sebagai Manajer Investasi dari Otoritas Jasa Keuangan; b. tidak pernah dikenai sanksi administratif berupa pembatasan kegiatan usaha atau pembekuan kegiatan usaha oleh Otoritas Jasa Keuangan; c d berpengalaman mengelola dana paling sedikit Rp5.000.000.000.0O0,00 (lima triliun rupiah) pada saat penunjukan sebagai pengelola investasi; dan memiliki Wakil Manajer Investasi yang tidak pernah dikenai sanksi administratif oleh Otoritas Jasa Keuangan dalam ^jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir. Pasal 34 Manajer Investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 menyampaikan laporan atas kineda pengelolaan investasi/portofolio Investasi Pemerintah secara berkala kepada OIP sesuai perjanjian atau sewaktu-waktu berdasarkan permintaan. Pasal 35 OIP melakukan evaluasi secara berkala terhadap kinerja pengelolaan investasi yang dilakukan oleh Manajer Investasi. Pasal 36 (1) OIP membuka rekening pengelolaan investasi pada Bank Kustodian. (21 Bank Kustodian paling sedikit memenuhi kriteria: a. mempunyai status sebagai bank umum; b. minimal cukup sehat selama 12 (dua belas) bulan terakhir; c. mempunyar izin usaha kustodian dari lembaga yang berwenang; dan d. memenuhi syarat tambahan dari OIP. (3) Ketentuan mengenai Bank Kustodian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku dalam hal transaksi saham dan surat utang tidak tercatat dan/atau tidak diperdagangkan pada bursa efek. Pasal 37 Ketentuan lebih lanjut mengenai Manajer Investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 dan Bank Kustodian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 diatur dalam Peraturan Menteri. Paragraf 2 Investasi Langsung Pasal 38 (1) Pelaksanaan investasi langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 paling sedikit dengan mempertimbangkan: a. tujuan investasi; b. tingkat risiko dan imbal hasil investasi; dan c. kebijakan portofolio investasi. (2) Pelaksanaan investasi langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada analisis biaya manfaat dan/atau metode lain yang relevan. Pasal 39 (1) Investasi langsung berupa pemberian Pinjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal t huruf a dapat digunakan untuk: a. pembangunan di bidang infrastruktur dan bidang lainnya; dan/atau b. fasilitas pembiayaan/pendanaan. (21 Pemberian Pinjaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk menunjang pelaksanaan program Pemerintah. (3) Pemberian Pinjaman dapat dilakukan oleh OIP kepada BLU, Badan Usaha, dan/atau pemerintah daerah berdasarkan perjanjian. (41 Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian Pinjaman dalam investasi langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri. Pasal Pasal 40 Kerja sama investasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b merupakan perjanjian antara 2 (dua) pihak atau lebih yang masing-masing pihak sepakat untuk melakukan investasi non permanen. Pasal 41 Bentuk dan pelaksanaan investasi langsung lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal t huruf c diatur oleh Menteri. Pasal 42 Pemberian Pinjaman dan kerja sama investasi dapat dilakukan untuk mendukung kerja sama Pemerintah dan Badan Usaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Paragraf 3 Divestasi Pasal 43 (1) OIP melakukan Divestasi sesuai dengan masa jatuh tempo/waktu yang telah ditentukan. (2) Dalam keadaan tertentu, OIP dapat melakukan Divestasi sebelum masa waktu yang telah ditentukan. (3) Keadaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa: a. tujuan Investasi Pemerintah berupa manfaat ekonomi/ sosial/ lainnya telah tercapai; b. terjadi peningkatan risiko investasi yang dapat menyebabkan penurunan nilai investasi; dan/atau Bagian Keempat Pelaporan Pasal 44 (1) OIP menyusun laporan pelaksanaan Investasi Pemerintah. (21 Laporan pelaksanaan Investasi Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat: a. kinerja portofolio Investasi Pemerintah; b. pendapatan Investasi Pemerintah; c. pengelolaan risiko; dan d. informasi penting lainnya. (3) Laporan pelaksanaan Investasi Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada KIP. (4) Selain laporan pelaksanaan Investasi Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (3), OIP menyampaikan laporan keuangan kepada KIP. (5) KIP menyusun ikhtisar laporan pelaksanaan Investasi Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan menyampaikan kepada Menteri. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaporan pelaksanaan Investasi Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan tata cara pelaporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dalam Peraturan Menteri. Pasal 45 KIP dapat meminta laporan dan/atau informasi lainnya selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 kepada OIP. Bagian Kelima Pengawasan Pasal 46 KIP melakukan pengawasan atas pengelolaan Investasi Pemerintah yang dilakukan oleh OIP. Pasal Pasal 47 OIP memastikan pelaksanaan Investasi Pemerintah yang dilakukannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan dan/atau Perjanjian Investasi. Pasal 48 (1) Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 dan Pasal 47 meliputi pemantauan, evaluasi, dan pengendalian. (21 Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri. Bagian Keenam Pertanggungjawaban Pasal 49 OIP menjalankan pengelolaan Investasi Pemerintah untuk kepentingan Pemerintah dan sesuai dengan maksud dan tujuan Investasi Pemerintah. Pasal 50 (1) Dalam melaksanakan Investasi Pemerintah sesuai dengan tugas dan wewenang BLU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (3) serta sesuai hak dan kewajiban BUMN dan/atau BHL sebagaimana diatur dalam Perjanjian Investasi, Pimpinan/Direksi OIP harus menerapkan prinsip iktikad baik dan penuh tanggung jawab. (21 Dalam hal pelaksanaan Investasi Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdapat penurunan nilai investasi, Pimpinan/Direksi OIP tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian investasi dan/atau kerugian negara apabila dapat membuktikan: a. kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya; c. tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengelolaan Investasi Pemerintah; dan d. telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjutnya penurunan nilai Investasi Pemerintah tersebut sesuai praktik bisnis yang sehat. Pasal 51 (1) KIP bertanggung jawab atas pelaksanaan kewenangan supervisi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13. (2) Dalam hal terjadi kerugian akibat penurLrnan nilai investasi atas pelaksanaan Investasi Pemerintah yang dilakukan oleh OIP, KIP dibebaskan dari tanggung ^jawab dalam hal: a. telah melakukan fungsi supervisi dengan iktikad baik dan kehati-hatian untuk kepentingan Pemerintah dan sesuai dengan maksud dan tujuan Investasi Pemerintah; b. tidak mempunyai kepentingan pribadi baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengelolaan lnvestasi Pemerintah oleh OIP yang mengakibatkan kerugian; dan c. telah memberikan nasihat kepada OIP untuk mencegah timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut. BAB VI MANAJEMEN RISIKO DAN PENGENDALIAN INTERNAL Pasal 52 (1) OIP harus menerapkan manajemen risiko dan pengendalian internal atas pengelolaan Investasi Pemerintah secara efektif dan efisien. (2) Penerapan a. identifikasi, penilaian/penaksiran, dan pengendalian risiko; b. sistem pelaporan yang bisa memonitor dan mengelola risiko yang relevan; dan c. toleransi risiko dan strategi investasi. (3) Pengendalian internal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), paling sedikit dilakukan terhadap: a. lingkunganpengendalian; b. penilaian risiko; c. kegiatan pengendalian; dan d. informasi dan komunikasi. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai manajemen risiko dan pengendalian internal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri. (5) Manajemen risiko dan pengendalian internal pada OIP yang berbentuk BUMN dan/atau BHL dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. BAB VII KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 53 (1) Dalam kondisi tertentu, Menteri dapat menarik dana Investasi Pemerintah yang dikelola oleh OIP. (21 Ketentuan mengenai penarikan dana Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat dalam Peraturan Menteri. Investasi (1) diatur Pasal Pasal 54 (1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf a, Pasal 17 ayat (3) huruf a, dan Pasal 19 ayat (2) huruf b, tidak perlu dilakukan apabila Investasi Pemerintah dilakukan untuk kegiatan: a. penyelamatan perekonomian nasional; dan/atau b. pelaksanaan program Pemerintah yang mendesak. (21 Pelaksanaan investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan penugasan dari Presiden atau Menteri selaku Bendahara Umum Negara. (3) Pelaksanaan investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 55 Anggaran yang diperlukan untuk membiayai pelaksanaan tugas KIP dibebankan pada Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran unit kerja di lingkungan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan yang secara struktural mempunyai tugas dan fungsi manajemen investasi sepanjang belum terdapat Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran satuan kerja KIP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2). Pasal 56 Investasi Pemerintah berupa penyertaan modal negara kepada BUMN, BHL, dan organisasi/ lembaga keuangan internasionall badan usaha internasional dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB VIII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 57 Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Badan Investasi Pemerintah yang telah ada tetap dapat melaksanakan kewenangan investasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB BAB IX KETENTUAN PENUTUP Pasal 58 Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang merupakan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4812)r sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2Oll tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2OLl Nomor \24, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 526I), dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini. Pasal 59 Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2OO8 Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4812) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2oll tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2OO8 tentang Investasi Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2Oll Nomor 124, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5261), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 60 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 12 September 2019 ttd JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 17 September 2019 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, YASONNA H. LAOLY PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2019 TENTANG INVESTASI PEMERINTAH I. UMUM Investasi Pemerintah yang selama ini berfokus pada penyertaan modal dan pemberian Pinjaman, secara perlahan akan difokuskan juga kepada investasi dalam bentuk surat berharga sesuai Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2OO4 tentang Perbendaharaan Negara. Peran Menteri sebagai Bendahara Umum Negara yang berwenang dalam melaksanakan investasi akan dilakukan melalui OIP, baik yang berbentuk satuan kerja BLU ataupun BUMN dan/atau BHL. Untuk memberikan payung hukum yang memadai bagi pelaksanaan investasi yang akan dilakukan oleh OIP dimaksud, perlu mengganti Peraturan Pemerintah Nomor I Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2}ll tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah. Adapun penggantian tersebut dititikberatkan pada perluasan ruang lingkup Investasi Pemerintah baik dari sisi pelaku maupun instrumen dengan pengendalian risiko yang terukur serta fiduciary ^duties ^yang ^jelas, ^sehingga ^manfaat ^ekonomi, ^manfaat ^sosial, ^dan manfaat lainnya dapat tercapai secara optimal. Sebagai penyempLtrnaan terhadap Peraturan Pemerintah sebelumnya, Peraturan Pemerintah ini memuat materi pokok yang disusun secara sistematis, yaitu antara lain: a. pembagian kewenangan yang jelas antara regulator, supervisor, dan operator dengan menjalankan prinsip dalam pengelolaan investasi; b. perluasan ruang lingkup Investasi Pemerintah baik dari sisi pelaku maupun instrumen dengan kriteria yang telah ditentukan; c. pengaturan mengenai pemanfaatan hasil investasi yang dapat digunakan sebagai penambah pokok/modal investasi; d. pengaturan mengenai fiduciary duties, manajemen risiko, pengendalian internal dan business judgment rules dalam rangka menjaga gouerrLance Investasi Pemerintah; e. pelaksanaan investasi oleh operator dengan batasan tertentu meliputi analisis dan kertas kerja analisis dan penggunaan Manajer Investasi; Pasal 1 Cukup ^jelas. Pasal 2 Pasal 3 Huruf a Manfaat ekonomi, sosial, dan/atau manfaat lainnya mencakup manfaat langsung dan/atau manfaat tidak langsung yang dirasakan oleh Pemerintah, OIP, dan masyarakat. Yang dimaksud dengan "manfaat ekonomi" adalah penambahan nilai yang diperoleh secara langsung maupun tidak langsung dalam bentuk finansial, peningkatan kualitas, dan/atau pendorong pertumbuhan sektor tertentu. Manfaat langsung misalnya berupa dividen, bunga, capital gain, pertumbuhan nilai perusahaan, peningkatan berupa jasa dan keuntungan bagi hasil investasi sejumlah tertentu dalam ^jangka waktu tertentu. Manfaat tidak langsung misalnya berupa stimulus yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi sektor tertentu. Yang dimaksud dengan "manfaat sosial" adalah manfaat yang tidak dapat diukur langsung dengan satuan uang namun berpengaruh pada peningkatan pelayanan Pemerintah pada masyarakat luas maupun golongan masyarakat tertentu, seperti tersedianya lapangan kerja bagi masyarakat, penggerakkan ekonomi masyarakat, pemberdayaan masyarakat, peningkatan kualitas kehidupan dan penghasilan, infrastruktur dan lain-lain. Yang dimaksud dengan "manfaat lainnya" adalah manfaat yang diperoleh selain dari manfaat ekonomi dan manfaat sosial. Huruf b Yang dimaksud dengan prinsip "akuntabilitas" adalah pengelolaan Investasi Pemerintah harus dapat dipertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar. Huruf c Yang dimaksud dengan prinsip "responsibilitas" adalah pengelolaan Investasi Pemerintah harus dilaksanakan dengan iktikad baik dan penuh tanggung ^jawab. Huruf d Yang dimaksud dengan prinsip "independensi" adalah Investasi Pemerintah dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Huruf e Yang dimaksud dengan prinsip "kewajaran dan kesetaraan" adalah pengelolaan Investasi Pemerintah dilakukan dengan memperhatikan keseimbangan peran dan kedudukan para pemangku kepentingan sesuai dengan porsinya masing- masing. Huruf f Yang dimaksud dengan prinsip "profesionalisme" adalah pengelolaan Investasi Pemerintah dijalankan oleh orang yang mempunyai kemampuan, keahlian, dan komitmen profesi dalam menjalankan tugas. Huruf g Yang dimaksud dengan prinsip "kehati-hatian" adalah pengelolaan Investasi Pemerintah dilakukan dengan cermat, teliti, aman, dan tertib serta dengan mempertimbangkan aspek risiko keuangan dan memperhatikan batasan yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 4 Cukup ^jelas. Pasal Pasal 5 Ayat (1) Huruf a Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas Pasal 6 Pasal 7 Ayat (1) Cukup jelas Penggunaan dana APBN dialokasikan sebagai pengeluaran pembiayaan pada bagian anggaran Bendahara Umum Negara yang merupakan sumber investasi yang dapat dilakukan sebatas alokasi yang telah disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat dalam APBN. Huruf b Yang dimaksud dengan "imbal hasil" adalah bagian keuntungan atas pengelolaan Investasi Pemerintah. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup ^jelas. Huruf e Sumber lain yang sah antara lain berupa sumber yang diperoleh sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan, atau yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, termasuk dana dan/atau aset keuangan pihak lain. Yang termasuk saham dan surat utang adalah instrumen surat berharga lainnya yang terkait dengan saham, surat utang dan/atau surat berharga lainnya yang telah memiliki izin dan pengawasan dari lembaga yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, antara lain reksa dana. Ayat Ayat (2) Yang dimaksud dengan "peraturan perundang-undangan" adalah termasuk ^juga peraturan perundang-undangan di bidang keuangan negara. Pasal 8 Pasal 9 Huruf a Cukup ^jelas Huruf b Huruf c Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Htruf a Cukup ^jelas. Huruf b Huruf c Cukup ^jelas. Huruf d Cukup ^jelas. Yang dimaksud dengan "surat utang dan/atau sukuk yang diterbitkan oleh korporasi danlatau BHL" adalah semua jenis investasi dalam bentuk surat utang dan/atau sukuk yang diterbitkan oleh korporasi danlatau BHL, yang dijual secara luas kepada publik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, termasuk di dalamnya surat utang dan/atau sukuk yang diterbitkan oleh korporasi dan/atau BHL yang dijual di luar negeri. Yang dimaksud dengan "kerja sama investasi" antara lain penyertaan saham (equity participation) non permanen, penyertaan melalui pembelian obligasi konversi (quasi equity participation) non permanen, atau pembiayaan berdasarkan pembagian atas hasil usaha Qtrofit/ reuenue sharingl. Pasal 10 Cukup ^jelas. Pasal 1 1 Cukup jelas Pasal 12 Cukup jelas Pasal 13 Cukup ^jelas. Pasal 14 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "tenaga ahli" antara lain profesional di bidang investasi, akademisi, dan praktisi. Ayat (21 Cukup jelas. Pasal 15 Cukup jelas. Pasal 16 Cukup ^jelas Pasal 17 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Huruf a Cukup jelas Pasal 18 Cukup jelas Pasal 19 Cukup jelas Pasal 20 Cukup jelas. Pasal 21 Cukup jelas. Pasal 22 Cukup jelas. FRESIDEN REPUBLIK TNDONESIA -8- Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup ^jelas. Huruf d Yang dimaksud dengan "aset piutang dan surat berharga. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Cukup jelas. Huruf i Cukup ^jelas. keuangan ^,, ^ antara lain Pasal Pasal 23 Ayat (1) Kebijakan umum dan rencana strategis jangka panjang dan menengah atas Investasi Pemerintah yang disusun KIP, perlu memperhatikan karateristik Investasi Pemerintah yang bersifat non permanen. Khusus untuk Investasi Pemerintah dalam bentuk saham dan/atau surat utang yang diperdagangkan di pasar modal dilaksanakan dengan memperhatikan pula prinsip yang'diatur dalam undang-undang mengenai pasar modal. Ayat (2) Penetapan kebijakan umum dan rencana strategis atas Investasi Pemerintah dilaksanakan oleh Menteri dalam rangka menj alankan kewenangan regulasi. Pasal 24 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan "kemampuan BLU" antara sumber daya manusia dan manajemen risiko. Ayat (a) Cukup ^jelas. lain Pasal 25 Cukup jelas Pasal 26 Cukup ^jelas. Pasal 27 Cukup ^jelas Pasal 28 Huruf a Pasal 29 Cukup jelas. Pasal 30 Pasal 31 Huruf a Cukup ^jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan "tingkat risiko dan imbal hasil investasi" adalah tingkat potensi penurunan nilai yang dapat terjadi karena perolehan hasil investasi tidak sesuai dengan harapan dan keuntungan yang akan diperoleh pada masa yang akan datang. Huruf c Yang dimaksud dengan "alokasi aset/kebijakan portofolio investasi" adalah proses pembagian dana di antara berbagai jenis/kelas aset meliputi kas, saham, obligasi, dan lain-lain berdasarkan tingk at f toleransi risiko. Sertifikasi keahlian di bidang pasar modal dan/atau di bidang investasi dan keuangan yang dimiliki oleh tenaga ahli/profesional misalnya sertifikat keahlian sebagai Wakil Manajer Investasi yang diakui Otoritas Jasa Keuangan dari lembaga pendidikan khusus di bidang pasar'modal berdasarkan rekomendasi dari Komite Standar Keahlian dan/atau sertihkasi profesi akuntansi di bidang investasi dan keuangan (chartered ftnancial analgst) dari lembaga yang berwenang. Yang dimaksud dengan "analisis terhadap risiko" antara lain risiko pasar, risiko likuiditas, risiko operasional, dan informasi tambahan, termasuk rencana penanggulangannya dalam hal terjadi peningkatan risiko investasi. Huruf b Cukup ^jelas Pasal 32 Cukup ^jelas Pasal 33 Cukup ^jelas. Pasal 34 Cukup jelas. Pasal 35 Cukup ^jelas Pasal 36 Cukup ^jelas. Pasal 37 Cukup ^jelas. Pasal 38 Ayat (1) Cukup ^jelas Ayat (2) Yang dimaksud dengan "analisis biaya manfaat (cost-benefit analgsisl" adalah pendekatan sistematis yang digunakan untuk memperkirakan biaya dan manfaat berbagai alternatif investasi yang digunakan untuk menentukan keputusan terbaik. Pasal . Pasal 39 Ayat (1) Huruf a Cukup ^jelas. Huruf b Investasi langsung berupa pemberian Pinjaman yang diberikan oleh OIP dapat digunakan oleh pihak ketiga untuk melakukan pembiayaan kepada pihak lain atau pendanaan untuk pihak ketiga sendiri. Ayat (21 Cukup ^jelas Ayat (3) Cukup ^jelas Ayat (a) Cukup ^jelas. Pasal 40 Cukup ^jelas Pasal 41 Investasi langsung lainnya merupakan investasi yang bersifat non permanen. Pasal 42 Cukup jelas Pasal 43 Cukup ^jelas Pasal 44 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Yang dimaksud dengan "informasi penting lainnya" adalah informasi terkait pengelolaan Investasi Pemerintah. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (a) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup ^jelas. Pasal 45 Pasal 46 Cukup ^jelas. Pasal 47 Cukup jelas Pasal 48 Cukup jelas Yang dimaksud dengan "laporan dan/atau informasi lainnya" antara lain laporan hasil pemeriksaan oleh auditor yang meliputi kinerja dan tujuan tertentu terkait pengelolaan Investasi Pemerintah. Pasal FRESTDEN REPUBLIK INDONESIA -t4- Pasal 49 Cukup jelas. Pasal 50 Cukup jelas. Pasal 51 Cukup ^jelas. Pasal 52 . ^Ayat ^(1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (a) Cukup ^jelas. Ayat (5) Yang dimaksud dengan "manajemen risiko dan pengendalian internal" termasuk juga di dalamnya ketentuan terkait good ' corporategouernance. Pasal 53 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "kondisi tertentu" adalah berdasarkan kebutuhan Pemerintah untuk menyesuaikan kembali alokasi portofolio sesuai tujuan investasi atau untuk kebutuhan lainnya. Penarikan dana Investasi Pemerintah oleh Menteri dilakukan sebelum dana Investasi Pemerintah dikelola dalam bentuk saham, surat utang, dan/atau investasi langsung oleh OIP. Ayat (2) Cukup jelas Pasal Pasal 54 Cukup jelas. Pasal 55 Cukup jelas. Pasal 56 Cukup jelas Pasal 57 Cukup jelas Pasal 58 Cukup ^jelas Pasal 59 Cukup ^jelas. Pasal 60 Cukup jelas TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6385

Webmentions

Anda dapat memberikan tanggapan atas peraturan ini dengan like, retweet/repost pada tweet yang mencantumkan tautan pada laman ini.

Tanggapan (0):