Pengelolaan Keuangan Daerah

Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2019

Kerangka<< >>

Menimbang Menimbang Mengingat PERATURAN PEMEzuNTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2OL9 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 293 dan Pasal 330 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Keuangan Daerah; 1. 2. 3. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2OO+ tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2OO4 Nomor 726, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2074 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2OL4 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2OL4 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2Ol5 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679). MEMUTUSKAN: SALINA N PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -2- MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH KEUANGAN DAERAH. TENTANG PENGELOLAAN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

  1. Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban Daerah dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang dapat dinilai dengan uang serta segala bentuk kekayaan yang dapat dijadikan milik Daerah berhubung dengan hak dan kewajiban Daerah tersebut. 2. Pengelolaan Keuangan Daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungiawaban, dan pengawasan Keuangan Daerah. 3. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan Pemerintah Pusat yang ditetapkan dengan undang-undang. 4. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan Daerah yang ditetapkan dengan Perda. 5. Penerimaan Daerah adalah uang yang masuk ke kas Daerah. 6. Pengeluaran Daerah adalah uang yang keluar dari kas Daerah. 7. Pendapatan Daerah adalah semua hak Daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran berkenaan.

  2. Dana PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -3- 8. Dana Transfer Umum adalah dana yang dialokasikan dalam APBN kepada Daerah untuk digunakan sesuai dengan kewenangan Daerah guna mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. 9. Dana Transfer Khusus adalah dana yang dialokasikan dalam APBN kepada Daerah dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus, baik fisik maupun nonfisik yang merupakan urusan Daerah.

  3. Dana Bagi Hasil yang selanjutnya disingkat DBH adalah dana yang bersumber dari pendapatan tertentu APBN yang dialokasikan kepada Daerah penghasil berdasarkan angka persentase tertentu dengan tujuan mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. 1 1. Dana Alokasi Umum yang selanjutnya disingkat DAU adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar-Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi.

  4. Dana Alokasi Khusus yang selanjutnya disingkat DAK adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.

  5. Belanja Daerah adalah semua kewajiban Pemerintah Daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran berkenaan.

  6. Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran berkenaan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya.

  7. Pinjaman PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -4- 15. Pinjaman Daerah adalah semua transaksi yang mengakibatkan Daerah menerima sejumlah uang atau menerima manfaat yang bernilai uang dari pihak lain sehingga Daerah tersebut dibebani kewajiban untuk membayar kembali.

  8. Utang Daerah yang selanjutnya disebut Utang adalah jumlah uang yang wajib dibayar Pemerintah Daerah dan/atau kewajiban Pemerintah Daerah yang dapat dinilai dengan uang berdasarkan peraturan perundang- undangan, perjanjian, atau berdasarkan sebab lainnya yang sah.

  9. Pemberian Pinjaman Daerah adalah bentuk investasi Pemerintah Daerah pada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah lainnya, badan layanan umum daerah milik Pemerintah Daerah lainnya, badan usaha milik negara, Badan Usaha Milik Daerah, koperasi, dan masyarakat dengan hak memperoleh bunga dan pengembalian pokok pinjaman.

  10. Dana Cadangan adalah dana yang disisihkan untuk mendanai kebutuhan pembangunan prasarana dan sarana Daerah yang tidak dapat dibebankan dalam 1 (satu) tahun anggaran.

  11. Beban adalah penurunan manfaat ekonomi atau potensi jasa dalam periode pelaporan yang menurunkan ekuitas atau nilai kekayaan bersih yang dapat berupa pengeluaran atau konsumsi aset atau timbulnya kewajiban.

  12. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah yang selanjutnya disingkat RPJMD adalah dokumen perencanaan Daerah untuk periode 5 (lima) tahun.

  13. Rencana Pembangunan Tahunan Daerah yang selanjutnya disebut Rencana Kerja Pemerintah Daerah dan yang selanjutnya disingkat RKPD adalah dokumen perencanaan Daerah untuk periode 1 (satu) tahun. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -5- 22.Kebljakan Umum APBD yang selanjutnya disingkat KUA adalah dokumen yang memuat kebijakan bidang pendapatan, belanja, dan Pembiayaan serta asumsi yang mendasarinya untuk periode 1 (satu) tahun.

  14. Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara yang selanjutnya disingkat PPAS adalah program prioritas dan batas maksimal anggaran yang diberikan kepada perangkat Daerah untuk setiap program dan kegiatan sebagai acuan dalam pen5rusunan rencana kerja dan anggaran satuan kerja perangkat daerah.

  15. Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah, yang selanjutnya disingkat RKA SKPD adalah dokumen yang memuat rencana pendapatan dan belanja SKPD atau dokumen yang memuat rencana pendapatan, belanja, dan Pembiayaan SKPD yang melaksanakan fungsi bendahara umum daerah yang digunakan sebagai dasar pen5rusunan rancangan APBD.

  16. Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah adalah pendekatan penganggaran berdasarkan kebijakan dengan pengambilan keputusan terhadap kebijakan tersebut dilakukan dalam perspektif lebih dari 1 (satu) tahun anggaran dan mempertimbangkan implikasi biaya akibat keputusan yang bersangkutan pada tahun berikutnya yang dituangkan dalam prakiraan maju. 26.Program adalah bentuk instrumen kebijakan yang berisi 1 (satu) atau lebih Kegiatan yang dilaksanakan oleh satuan kerja perangkat daerah atau masyarakat yang dikoordinasikan oleh Pemerintah Daerah untuk mencapai sasaran dan tujuan pembangunan Daerah.

  17. Kegiatan PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -6- 2T.Kegiatan adalah bagian dari Program yang dilaksanakan oleh 1 (satu) atau beberapa satuan kerja perangkat daerah sebagai bagian dari pencapaian sasaran terukur pada suatu Program dan terdiri dari sekumpulan tindakan pengerahan sumber daya baik yang berupa personil atau sumber daya manusia, barang modal termasuk peralatan dan teknologi, dana, atau kombinasi dari beberapa atau semua jenis sumber daya tersebut, sebagai masukan untuk menghasilkan keluaran dalam bentuk barang/jasa. 2S.Kegiatan Tahun Jamak adalah kegiatan yang dianggarkan dan dilaksanakan untuk masa lebih dari 1 (satu) tahun anggaran yang pekerjaannya dilakukan melalui kontrak tahun jamak.

  18. Keluaran adalah barang atau jasa yang dihasilkan oleh Kegiatan yang dilaksanakan untuk mendukung pencapaian sasaran dan tujuan Program dan kebijakan.

  19. Hasil adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya Keluaran dari Kegiatan dalam 1 (satu) Program.

  20. Sasaran adalah Hasil yang diharapkan dari suatu Program atau Keluaran yang diharapkan dari suatu Kegiatan.

  21. Kinerja adalah Keluaran/Hasil dari Program/Kegiatan yang akan atau telah dicapai sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas yang terukur.

  22. Kas Umum Daerah adalah tempat penyimpanan uang Daerah yang ditentukan oleh kepala daerah untuk menampung seluruh Penerimaan Daerah dan membayar seluruh Pengeluaran Daerah. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA 34. Rekening Kas Umum Daerah adalah rekening tempat penyimpanan uang Daerah yang ditentukan oleh kepala daerah untuk menampung seluruh Penerimaan Daerah dan membayar seluruh Pengeluaran Daerah pada bank yang ditetapkan.

  23. Dokumen Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat DPA SKPD adalah dokumen yang memuat pendapatan dan belanja SKPD atau dokumen yang memuat pendapatan, belanja, dan Pembiayaan SKPD yang melaksanakan fungsi bendahara umum daerah yang digunakan sebagai dasar pelaksanaan anggaran oleh pengguna anggaran.

  24. Surat Penyediaan Dana yang selanjutnya disingkat SPD adalah dokumen yang menyatakan tersedianya dana sebagai dasar penerbitan surat permintaan pembayaran atas pelaksanaan APBD.

  25. Surat Permintaan Pembayaran yang selanjutnya disingkat SPP adalah dokumen yang digunakan untuk mengajukan permintaan pembayaran.

  26. Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat UP adalah uang muka kerja dalam jumlah tertentu yang diberikan kepada bendahara pengeluaran untuk membiayai Kegiatan operasional pada satuan kerja perangkat daerah/unit satuan kerja perangkat daerah dan/atau untuk membiayai pengeluaran yang menurut sifat dan tujuannya tidak mungkin dilakukan melalui mekanisme pembayaran langsung.

  27. Pembayaran Langsung yang selanjutnya disingkat LS adalah Pembayaran Langsung kepada bendahara pengeluaran/penerima hak lainnya atas dasar perjanjian kerja, surat tugas, danf atau surat perintah kerja lainnya melalui penerbitan surat perintah membayar langsung.

  28. Tambahan PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -8- 40. Tambahan Uang Persediaan yang selanjutnya disebut TU adalah tambahan uang muka yang diberikan kepada bendahara pengeluaran/bendahara pengeluaran pembantu untuk membiayai pengeluaran atas pelaksanaan APBD yang tidak cukup didanai dari UP dengan batas waktu dalam 1 (satu) bulan.

  29. Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disingkat SPM adalah dokumen yang digunakan untuk penerbitan surat perintah pencairan dana atas Beban pengeluaran DPA SKPD.

  30. Surat Perintah Membayar UP yang selanjutnya disingkat SPM-UP adalah dokumen yang digunakan untuk penerbitan surat perintah pencairan dana atas Beban pengeluaran DPA SKPD yang dipergunakan sebagai UP untuk mendanai Kegiatan.

  31. Surat Perintah Membayar Ganti Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat SPM-GU adalah dokumen yang digunakan untuk penerbitan surat perintah pencairan dana atas Beban pengeluaran DPA SKPD yang dananya dipergunakan untuk mengganti UP yang telah dibelanjakan.

  32. Surat Perintah Membayar TU yang selanjutnya disingkat SPM-TU adalah dokumen yang digunakan untuk penerbitan surat perintah pencairan dana atas Beban pengeluaran DPA SKPD, karena kebutuhan dananya tidak dapat menggunakan LS dan UP.

  33. Surat Perintah Membayar Langsung yang selanjutnya disebut SPM-LS adalah dokumen yang digunakan untuk penerbitan surat perintah pencairan dana atas Beban pengeluaran DPA SKPD kepada pihak ketiga.

  34. Surat PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -9- 46. Surat Perintah Pencairan Dana yang selanjutnya disingkat SP2D adalah dokumen yang digunakan sebagai dasar pencairan dana atas Beban APBD. 47 . Barang Milik Daerah yang selanjutnya disingkat BMD adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas Beban APBD atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.

  35. Sisa Lebih Perhitungan Anggaran yang selanjutnya disebut SiLPA adalah selisih lebih realisasi penerimaan dan pengeluaran anggaran selama 1 (satu) periode anggaran.

  36. Piutang Daerah adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada Pemerintah Daerah dan/atau hak Pemerintah Daerah yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat perjanjian atau akibat lainnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan atau akibat lainnya yang sah.

  37. Peraturan Daerah yang selanjutnya disebut Perda atau yang disebut dengan narna lain adalah Perda Provinsi dan Perda KabupatenlKota.

  38. Peraturan Kepala Daerah yang selanjutnya disebut Perkada adalah peraturan gubernur atau peraturan bupati/wali kota.

  39. Urusan Pemerintahan adalah kekuasaan pemerintahaan yang menjadi kewenangan Presiden yang pelaksanaannya dilakukan oleh kementerian negara dan penyelenggara Pemerintahan Daerah untuk melindungi, melayani, memberdayakan, dan menyejahterakan masyarakat.

  40. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan Urusan Pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Ralryat Daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

  41. Urusan PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA 54. Urusan Pemerintahan Wajib adalah Urusan Pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh semua Daerah.

  42. Urusan Pemerintahan Pilihan adalah Urusan Pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh Daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki Daerah.

  43. Pelayanan Dasar adalah pelayanan publik untuk memenuhi kebutuhan dasar warga negara.

  44. Standar Pelayanan Minimal adalah ketentuan mengenai jenis dan mutu Pelayanan Dasar yang merupakan Urusan Pemerintahan Wajib yang berhak diperoleh setiap warga negara secara minimal.

  45. Badan Layanan Umum Daerah yang selanjutnya disingkat BLUD adalah sistem yang diterapkan oleh satuan kerja perangkat daerah atau unit satuan kerja perangkat daerah pada satuan kerja perangkat daerah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat yang mempunyai fleksibilitas dalam pola pengelolaan keuangan sebagai pengecualian dari ketentuan Pengelolaan Keuangan Daerah pada umumnya.

  46. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun t945.

  47. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri.

  48. Daerah Otonom yang selanjutnya disebut Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas- batas wilayah yang benvenang mengatur dan mengurus Urusan Pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA 62. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah.

  49. Kepala Daerah adalah gubernur bagr Daerah provinsi, bupati bagi Daerah kabupaten, atau wali kota bagi Daerah kota.

  50. Dewan Perwakilan Ralryat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah lembaga perwakilan ralryat Daerah yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah.

  51. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat SKPD adalah unsur perangkat daerah pada Pemerintah Daerah yang melaksanakan Urusan Pemerintahan daerah.

  52. Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah yang selanjutnya disingkat SKPKD adalah unsur penunjang Urusan Pemerintahan pada Pemerintah Daerah yang melaksanakan Pengelolaan Keuangan Daerah. 67 . Unit SKPD adalah bagian SKPD yang melaksanakan 1 (satu) atau beberapa Program.

  53. Pengguna Anggaran yang selanjutnya disingkat PA adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran untuk melaksanakan tugas dan fungsi SKPD yang dipimpinnya.

  54. Kuasa PA yang selanjutnya disingkat KPA adalah pejabat yang diberi kuasa untuk melaksanakan sebagian kewenangan PA dalam melaksanakan sebagian tugas dan fungsi SKPD.

  55. Tim Anggaran Pemerintah Daerah yang selanjutnya disingkat TAPD adalah tim yang bertugas menyiapkan dan melaksanakan kebijakan Kepala Daerah dalam rangka penJrusunan APBD. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA 71. Pejabat Pengelola Keuangan Daerah yang selanjutnya disingkat PPKD adalah kepala SKPKD yang mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan APBD dan bertindak sebagai bendahara umum daerah. T2.Bendahara Umum Daerah yang selanjutnya disingkat BUD adalah PPKD yang bertindak dalam kapasitas sebagai BUD.

  56. Kuasa BUD adalah pejabat yang diberi kuasa untuk melaksanakan tugas BUD. T4.Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan yang selanjutnya disingkat PPTK adalah pejabat pada Unit SKPD yang melaksanakan 1 (satu) atau beberapa Kegiatan dari suatu Program sesuai dengan bidang tugasnya.

  57. Pejabat Penatausahaan Keuangan Satuan Kerja Perangkat Daerah yang selanjutnya disingkat PPK SKPD adalah pejabat yang melaksanakan fungsi tata usaha keuangan pada SKPD.

  58. Bendahara Penerimaan adalah pejabat yang ditunjuk untuk menerima, menyimpan, menyetorkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang Pendapatan Daerah dalam rangka pelaksanaan APBD pada SKPD. T7.Bendahara Pengeluaran adalah pejabat yang ditunjuk menerima, menyimpan, membayarkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang untuk keperluan Belanja Daerah dalam rangka pelaksanaan APBD pada SKPD.

  59. Pegawai PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA 78. Pegawai Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disingkat Pegawai ASN adalah pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu jabatan pemerintahan atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundang- undangan.

  60. Badan Usaha Milik Daerah yang selanjutnya disingkat BUMD adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Daerah.

  61. Anggaran Kas adalah perkiraan arus kas masuk yang bersumber dari penerimaan dan perkiraan arus kas keluar untuk mengatur ketersediaan dana yang cukup guna mendanai pelaksanaan APBD dalam setiap periode.

  62. Standar Akuntansi Pemerintahan yang selanjutnya disingkat SAP adalah prinsip-prinsip akuntansi yang diterapkan dalam menJrusun dan menyajikan laporan keuangan pemerintah.

  63. Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah adalah prinsip, dasar, konvensi, aturan dan praktik spesifik yang dipilih oleh Pemerintah Daerah sebagai pedoman dalam menJrusun dan menyajikan laporan keuangan Pemerintah Daerah untuk memenuhi kebutuhan pengguna laporan keuangan dalam rangka meningkatkan keterbandingan laporan keuangan terhadap anggaran, antar periode maupun antar entitas.

  64. Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah yang selanjutnya disingkat SAPD adalah rangkaian sistematik dari prosedur, penyelenggara, peralatan dan elemen lain untuk mewujudkan fungsi akuntansi sejak analisis transaksi sampai dengan pelaporan keuangan di lingkungan organisasi Pemerintahan Daerah.

  65. Bagan PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -t4- 84. Bagan Akun Standar yang selanjutnya disingkat BAS adalah daftar kodefikasi dan klasifikasi terkait transaksi keuangan yang disusun secara sistematis sebagai pedoman dalam pelaksanaan anggaran dan pelaporan keuangan Pemerintah Daerah.

  66. Hari adalah hari kerja.

    Pasal 2

    Keuangan Daerah meliputi:

    1. hak Daerah untuk memungut pajak daerah dan retribusi daerah serta melakukan pinjaman;

    2. kewajiban Daerah untuk menyelenggarakan Urusan Pemerintahan daerah dan membayar tagihan pihak ketiga;

    3. Penerimaan Daerah;

    4. Pengeluaran Daerah;

    5. kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan daerah yang dipisahkan; dan/atau

    6. kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh Pemerintah Daerah dalam rangka penyelenggaraan tugas Pemerintahan Daerah dan/atau kepentingan umum.


    Pasal 3
    (1)

    Pengelolaan Keuangan Daerah dilakukan secara tertib, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan, kepatutan, manfaat untuk masyarakat, serta taat pada ketentuan peraturan perundang-undangan.

    (2)

    Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diwujudkan dalam APBD.

    (3)

    APBD PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA (3) APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (21 merupakan dasar bagi Pemerintah Daerah untuk melakukan Penerimaan dan Pengeluaran Daerah. BAB II Pengelola Keuangan Daerah Bagian Kesatu Pemegang Kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah


    Pasal 4
    (1)

    Kepala Daerah selaku pemegang kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah dan mewakili Pemerintah Daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan. (2) Pemegang kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai kewenangan:

    1. menJrusun rancangan Perda tentang APBD, rancangan Perda tentang perubahan APBD, dan rancangan Perda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD ;

    2. mengajukan rancangan Perda tentang APBD, rancangan Perda tentang perubahan APBD, dan rancangan Perda tentang pertanggungiawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD untuk dibahas bersama;

    3. menetapkan Perda tentang APBD, rancangan Perda tentang perubahan APBD, dan rancangan Perda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD;

    4. menetapkan kebijakan terkait Pengelolaan Keuangan Daerah;

    5. mengambil PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA e. mengambil tindakan tertentu dalam keadaan mendesak terkait Pengelolaan Keuangan Daerah yang sangat dibutuhkan oleh Daerah dan/atau masyarakat;

    6. menetapkan kebijakan pengelolaan APBD;

    7. menetapkan KPA;

    8. menetapkan Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran;

    9. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah;

    10. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan Utang dan Piutang Daerah;

    11. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahkan pembayaran;


  67. menetapkan pejabat lainnya dalam rangka Pengelolaan Keuangan Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

    1. melaksanakan kewenangan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

      (3)

      Dalam melaksanakan kekuasaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Daerah melimpahkan sebagian atau seluruh kekuasaannya yang berupa perencanaan, penganggarat: ,, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan dan pertanggungjawaban, serta pengawasan Keuangan Daerah kepada Pejabat Perangkat Daerah. (41 Pejabat Perangkat Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) terdiri atas:

    2. sekretaris daerah selaku koordinator Pengelolaan Keuangan Daerah;

    3. kepala SKPKD selaku PPKD; dan

    4. kepala SKPD selaku PA.

      (5)

      Pelimpahan (5) Pelimpahan sebagian atau seluruh kekuasaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) didasarkan pada prinsip pemisahan kewenangan antara yang memerintahkan, menguji, dan menerima atau mengeluarkan uang.

      (6)

      Pelimpahan kekuasaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dengan keputusan Kepala Daerah. Pasal 5

      (1)

      Kepala Daerah selaku wakil Pemerintah Daerah dalam kepemilikan kekayaan Daerah yang dipisahkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) berkedudukan sebagai pemilik modal pada perusahaan umum daerah atau pemegang saham pada perseroan daerah. (21 Ketentuan mengenai Kepala Daerah selaku wakil Pemerintah Daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Kedua Koordinator Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 6

      (1)

      Sekretaris daerah selaku koordinator Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana dimaksud pada Pasal 4 ayat (4) huruf a mempunyai tugas:

    5. koordinasi dalam Pengelolaan Keuangan Daerah;

    6. koordinasi di bidang penJrusunan rancangan APBD, rancangan perubahan APBD, dan rancangan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD ;

    7. koordinasi penyiapan pedoman pelaksanaan APBD;

    8. memberikan persetujuan pengesahan DPA SKPD;

    9. koordinasi pelaksanaan tugas lainnya di bidang Pengelolaan Keuangan Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perurndang-undangan; dan

    10. memimpin TAPD.

      (2)

      Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), koordinator Pengelolaan Keuangan Daerah bertanggung jawab kepada Kepala Daerah. Bagian Ketiga Pejabat Pengelola Keuangan Daerah Pasal 7

      (1)

      Kepa1a SKPKD selaku PPKD mempunyai tugas:

    11. menJrusun dan melaksanakan kebijakan Pengelolaan Keuangan Daerah;

    12. men5rusun rancangan Perda tentang APBD, rancangan Perda tentang perubahan APBD, dan rancangan Perda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD ;

    13. melaksanakan pemungutan Pendapatan Daerah yang telah diatur dalam Perda;

    14. melaksanakan fungsi BUD; dan

    15. melaksanakan tugas lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

      (2)

      PPKD dalam melaksanakan fungsinya selaku BUD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d berwenang:

    16. men5rusun kebijakan dan pedoman pelaksanaan APBD;

    17. mengesahkan DPA SKPD;

    18. melakukan pengendalian pelaksanaan APBD;

    19. memberikan petunjuk teknis pelaksanaan sistem penerimaan dan pengeluaran kas umum daerah;

    20. melaksanakan PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA e. melaksanakan pemungutan pajak daerah;

    21. menetapkan SPD;

    22. menyiapkan pelaksanaan pinjaman dan pemberian jaminan atas nama Pemerintah Daerah;

    23. melaksanakan sistem akuntansi dan pelaporan Keuangan Daerah;

    24. menyajikan informasi keuangan daerah; dan

    25. melakukan pencatatan dan pengesahan dalam hal penerimaan dan Pengeluaran Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, tidak dilakukan melalui Rekening Kas Umum Daerah. Pasa] 8 (1) PPKD selaku BUD mengusulkan pejabat di lingkungan SKPKD kepada Kepala Daerah untuk ditetapkan sebagai Kuasa BUD.

      (2)

      Kuasa BUD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan Kepala Daerah.

      (3)

      Kuasa BUD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas:

    26. menyiapkan Anggaran Kas;

    27. menyiapkan SPD;

    28. menerbitkan SP2D;

    29. memantau pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran APBD oleh bank danlatau lembaga keuangan lainnya yang telah ditunjuk;

    30. mengusahakan dan mengatur dana yang diperlukan dalam pelaksanaan APBD;

    31. menyimpan uang daerah;

    32. melaksanakan penempatan uang daerah dan mengelola/ menatausahakan investasi;

    33. melakukan pembayaran berdasarkan permintaan PA/KPA atas Beban APBD;

    34. melaksanakan PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA i. melaksanakan Pemberian Pinjaman Daerah atas nama Pemerintah Daerah;

    35. melakukan pengelolaan Utang dan Piutang Daerah; dan

    36. melakukan penagihan Piutang Daerah.

      (4)

      Kuasa BUD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab kepada PPKD selaku BUD.

      Pasal 9

      Kepala Daerah atas usul BUD dapat menetapkan lebih dari 1 (satu) Kuasa BUD di lingkungan SKPKD dengan pertimbangan besaran jumlah uang yang dikelola, beban kerja, lokasi, dan/atau rentang kendali. Bagian Keempat Pengguna Anggaran


      Pasal 10

      (1)

      Kepala SKPD selaku PA mempunyai tugas:

    37. menJrusun RKA SKPD;

    38. men5rusun DPA SKPD;

    39. melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas Beban anggaran belanja;

    40. melaksanakan anggaran SKPD yang dipimpinnya;

    41. melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahkan pembayaran;

    42. melaksanakan pemungutan retribusi daerah;

    43. mengadakan ikatan/perjanjian kerja sama dengan pihak lain dalam batas anggaran yang telah ditetapkan;

    44. menandatangani SPM;

    45. mengelola Utang dan Piutang Daerah yang menjadi tanggung jawab SKPD yang dipimpinnya; J. ^men]rusun PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -2t- j. menJrusun dan menyampaikan laporan keuangan SKPD yang dipimpinnya;

    46. mengawasi pelaksanaan anggaran SKPD yang dipimpinnya;

  68. menetapkan PPTK dan PPK SKPD;

    1. menetapkan pejabat lainnya dalam SKPD yang dipimpinnya dalam rangka Pengelolaan Keuangan Daerah; dan

    2. melaksanakan tugas lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

      (2)

      PA bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas dan wewenangnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Kepala Daerah melalui sekretaris daerah. Bagian Kelima Kuasa Pengguna Anggaran Pasal 1 1 (1) PA dapat melimpahkan sebagian kewenangannya kepada kepala Unit SKPD selaku KPA.

      (2)

      Pelimpahan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan pertimbangan besaran anggaran kegiatan, lokasi, dan/atau rentang kendali.

      (3)

      Pelimpahan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Kepala Daerah atas usul kepala SKPD. (a) Pelimpahan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

    3. melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas Beban anggaran belanja;

    4. melaksanakan anggaran Unit SKPD yang dipimpinnya;

    5. melakukan PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -22- c. melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahkan pembayaran;

    6. mengadakan ikatan/perjanjian kerja sama dengan pihak lain dalam batas anggaran yang telah ditetapkan;

    7. melaksanakan pemungutan retribusi daerah;

    8. mengawasi pelaksanaan anggaran yang menjadi tanggung jawabnya; dan

    9. melaksanakan tugas KPA lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

      (5)

      Dalam melaksanakan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) KPA bertanggung jawab kepada PA. Bagian Keenam Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan Satuan Kerja Perangkat Daerah Pasal 12

      (1)

      PA/KPA dalam melaksanakan Kegiatan menetapkan pejabat pada SKPD/Unit SKPD selaku PPTK.

      (2)

      PPTK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas membantu tugas dan wewenang PA/KPA.

      (3)

      Dalam melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (21, PPTK bertanggung jawab kepada PAlKPA. Pasal 13

      (1)

      Penetapan PPTK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) berdasarkan pertimbangan kompetensi jabatan, besaran anggaran Kegiatan, beban kerja, lokasi, rentang kendali, dan/atau pertimbangan objektif lainnya yang kriterianya ditetapkan Kepala Daerah. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -23- (2) PPTK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Pegawai ASN yang menduduki jabatan struktural sesuai dengan tugas dan fungsinya.

      (3)

      Dalam hal tidak terdapat Pegawai ASN yang menduduki jabatan struktural, PA/KPA dapat menetapkan pejabat fungsional umum selaku PPTK yang kriterianya ditetapkan Kepala Daerah. Bagian Ketujuh Pejabat Penatausahaan Keuangan Satuan Kerja Perangkat Daerah Pasal 14

      (1)

      Kepala SKPD selaku PA menetapkan PPK SKPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf I untuk melaksanakan fungsi tata usaha keuangan pada SKPD.

      (2)

      PPK SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas dan wewenang:

    10. melakukan verifikasi SPP-UP, SPP-GU, SPP-TU, dan SPP-LS beserta bukti kelengkapannya yang diajukan oleh Bendahara Pengeluaran;

    11. menyiapkan SPM;

    12. melakukan verifikasi laporan pertanggungjawaban Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran;

    13. melaksanakan fungsi akuntansi pada SKPD; dan

    14. menJrusun laporan keuangan SKPD.

      (3)

      PPK SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak merangkap sebagai pejabat dan pegawai yang bertugas melakukan pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah, Bendahara Penerimaan, Bendahara Pengeluaran, dan/atau PPTK. Bagian Kedelapan PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA Bagian Kedelapan Pejabat Penatausahaan Keuangan Unit SKPD Pasa-l 15 (1) Dalam hal PA melimpahkan sebagian kewenangannya kepada KPA karena pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2), PA menetapkan PPK Unit SKPD untuk melaksanakan fungsi tata usaha keuangan pada Unit SKPD.

      (2)

      PPK Unit SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas:

    15. melakukan verifikasi SPP-TU dan SPP-LS beserta bukti kelengkapannya yang diajukan oleh Bendahara Pengeluaran pembantu;

    16. menyiapkan SPM-TU dan SPM-LS, berdasarkan SPP- TU dan SPP-LS yang diajukan oleh Bendahara Pengeluaran pembantu; dan

    17. melakukan verifikasi laporan pertanggungiawaban Bendahara Penerimaan pembantu dan Bendahara Pengeluaran pembantu. Bagian Kesembilan Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran

      Pasal 16
      (1)

      Kepala Daerah menetapkan Bendahara Penerimaan untuk melaksanakan tugas kebendaharaar: dalam rangka pelaksanaan anggaran pendapatan pada SKPD atas usul PPKD selaku BUD. (21 Bendahara PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -25- (2) Bendahara Penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki tugas dan wewenang menerima, menyimpan, menyetor ke Rekening Kas Umum Daerah, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan Pendapatan Daerah yang diterimanya.


      Pasal 17
      (1)

      Dalam hal PA melimpahkan sebagian kewenangannya kepada KPA, Kepala Daerah dapat menetapkan Bendahara Penerimaan pembantu pada unit kerja SKPD yang bersangkutan.

      (2)

      Bendahara Penerimaan pembantu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki tugas dan wewenang sesuai dengan lingkup penugasan yang ditetapkan Kepala Daerah.


      Pasal 18
      (1)

      Kepala SKPD atas usul Bendahara Penerimaan dapat menetapkan pegawai yang bertugas membantu Bendahara Penerimaan untuk meningkatkan efektifitas pengelolaan Pendapatan Daerah.

      (2)

      Pegawai yang bertugas membantu Bendahara Penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melaksanakan tugas dan wewenang sesuai dengan lingkup penugasan yang ditetapkan kepala SKPD. Pasa1 19 (1) Kepala Daerah atas usul PPKD menetapkan Bendahara Pengeluaran untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan anggaran belanja pada SKPD. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA (2) Bendahara Pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki tugas dan wewenang:


    18. mengajukan permintaan pembayaran menggunakan SPP UP, SPP GU, SPP TU, dan SPP LS;

    19. menerima dan menyimpan UP, GU, dan TU;

    20. melaksanakan pembayaran dari UP, GU, dan TU yang dikelolanya;

    21. menolak perintah bayar dari PA yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

    22. meneliti kelengkapan dokumen pembayaran;

    23. membuat laporan pertanggungjawaban secara administratif kepada PA dan laporan pertanggungjawaban secara fungsional kepada BUD secara periodik; dan

    24. memungut dan menyetorkan pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

      (3)

      Dalam hal PA melimpahkan kewenangannya kepada KPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dan ayat (2), Kepala Daerah atas usul PPKD menetapkan Bendahara Pengeluaran pembantu.

      (4)

      Bendahara Pengeluaran pembantu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memiliki tugas dan wewenang:

    25. mengajukan permintaan pembayaran menggunakan SPP TU dan SPP LS;

    26. menerima dan menyimpan pelimpahan UP dari Bendahara Pengeluaran;

    27. menerima dan menyimpan TU dari BUD;

    28. melaksanakan pembayaran atas pelimpahan UP dan TU yang dikelolanya;

    29. menolak PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA e. menolak perintah bayar dari KPA yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

    30. meneliti kelengkapan dokumen pembayaran;

    31. memungut dan menyetorkan pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perulndang-undangan; dan

    32. membuat laporan pertanggungjawaban secara administratif kepada KPA dan laporan pertanggungjawaban secara fungsional kepada Bendahara Pengeluaran secara periodik.

      Pasal 20
      (1)

      Kepala SKPD atas usul Bendahara Pengeluaran dapat menetapkan pegawai yang bertugas membantu Bendahara Pengeluaran untuk meningkatkan efektifitas pengelolaan Belanja Daerah.

      (2)

      Pegawai yang bertugas membantu Bendahara Pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melaksanakan tugas dan wewenang sesuai dengan lingkup penugasan yang ditetapkan kepala SKPD. Pasal 2 1 Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran dilarang:


    33. melakukan kegiatan perdagangan, pekerjaan pemborongan, dan penjualan jasa;

    34. bertindak sebagai penjamin atas kegiatan, pekerjaan, dan/atau penjualan jasa; dan

    35. menyimpan uang pada suatu bank atau lembaga keuangan lainnya atas nama pribadi baik secara langsung maupun tidak langsung. Bagian Kesepuluh . PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA Bagian Kesepuluh TAPD

      Pasal 22
      (1)

      Da1am proses penJrusunan APBD, Kepala Daerah dibantu oleh TAPD yang dipimpin oleh sekretaris daerah.

      (2)

      TAPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas Pejabat Perencana Daerah, PPKD, dan pejabat lain sesuai dengan kebutuhan. (3) TAPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas:


    36. membahas kebijakan Pengelolaan Keuangan Daerah;

    37. menJrusun dan membahas rancangan KUA dan rancangan perubahan KUA;

    38. menJrusun dan membahas rancangan PPAS dan rancangan perubahan PPAS;

    39. melakukan verifikasi RKA SKPD;

    40. membahas rancangan APBD, rancangan perubahan APBD, dan rancangan pertanggungjawaban APBD;

    41. membahas hasil evaluasi APBD, perubahan APBD, dan Pertanggungjawaban APBD ;

    42. melakukan verifikasi rancangan DPA SKPD dan rancangan perubahan DPA SKPD;

    43. menyiapkan surat edaran Kepala Daerah tentang pedoman pen)rusunan RKA; dan

    44. melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

      (4)

      Dalam melaksanakan tugas TAPD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat melibatkan instansi sesuai dengan kebutuhan. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA BAB III ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH Bagian Kesatu Umum Pasal 23

      (1)

      APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan Urusan Pemerintahan daerah yang menjadi kewenangan Daerah dan kemampuan Pendapatan Daerah. (21 APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dengan mempedomani KUA PPAS yang didasarkan pada RKPD.

      (3)

      APBD mempunyai fungsi otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilisasi. {41 ^APBD, ^perubahan ^APBD, ^dan ^pertanggungjawaban pelaksanaan APBD setiap tahun ditetapkan dengan Perda sesuai dengan ketentuan peraturan perutndang-undangan. Pasal 24

      (1)

      Semua Penerimaan Daerah dan Pengeluaran Daerah dalam bentuk uang dianggarkan dalam APBD. (21 Penerimaan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

    45. Pendapatan Daerah; dan

    46. penerimaan Pembiayaan daerah.

      (3)

      Pengeluaran Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:

    47. Belanja Daerah; dan

    48. pengeluaran Pembiayaan daerah.

      (4)

      Penerimaan PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -30- (4) Penerimaan Daerah yang dianggarkan dalam APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan rencana Penerimaan Daerah yang terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber Penerimaan Daerah dan berdasarkan pada ketentuan peraturan perLrndang- undangan.

      (5)

      Pengeluaran Daerah yang dianggarkan dalam APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan rencana Pengeluaran Daerah sesuai dengan kepastian tersedianya dana atas Penerimaan Daerah dalam jumlah yang cukup.

      (6)

      Setiap Pengeluaran Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus memiliki dasar hukum yang melandasinya.

      (7)

      Seluruh Penerimaan Daerah dan Pengeluaran Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggarkan secara bruto dalam APBD.

      Pasal 25

      Satuan hitung dalam APBD adalah mata uang rupiah.


      Pasal 26

      APBD merupakan dasar Pengelolaan Keuangan Daerah dalam masa 1 (satu) tahun anggaran sesuai dengan undang-undang mengenai keuangan negara. Bagian Kedua Struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah


      Pasal 27

      (1)

      APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri atas:

    49. Pendapatan Daerah;

    50. Belanja Daerah; dan

    51. Pembiayaan daerah.

      (2)

      APBD PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA (2) APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diklasifikasikan menurut Urusan Pemerintahan daerah dan organisasi yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

      (3)

      Klasifikasi APBD menurut Urusan Pemerintahan daerah dan organisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disesuaikan dengan kebutuhan daerah berdasarkan ketentuan peraturan perLlndang-undangan. Pasal 28

      (1)

      Pendapatan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) huruf a meliputi semua penerimaan uang melalui Rekening Kas Umum Daerah yang tidak perlu dibayar kembali oleh Daerah dan penerimaan lainnya yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan diakui sebagai penambah ekuitas yang merupakan hak daerah dalam 1 (satu) tahun anggaran.

      (2)

      Belanja Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) huruf b meliputi semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Daerah yang tidak perlu diterima kembali oleh Daerah dan pengeluaran lainnya yang sesuai dengan ketentuan peraturan perLtndang-undangan diakui sebagai pengurang ekuitas yang merupakan kewajiban daerah dalam 1 (satu) tahun anggaran.

      (3)

      Pembiayaan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) huruf c meliputi semua penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran berkenaan maupun pada tahun anggaran berikutnya. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA Bagian Ketiga Pendapatan Daerah

      Pasal 29

      Pendapatan Daerah dirinci menurut Urusan Pemerintahan daerah, organisasi, jenis, obyek, dan rincian obyek Pendapatan Daerah.


      Pasal 30

      Pendapatan Daerah terdiri atas:


    52. pendapatan asli daerah;

    53. pendapatan transfer; dan

    54. lain-lain Pendapatan Daerah yang sah

      Pasal 31
      (1)

      Pendapatan asli Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf a meliputi:


    55. pajak daerah;

    56. retribusi daerah;

    57. hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan

    58. lain-lain pendapatan asli daerah yang sah.

      (2)

      Pendapatan pajak daerah dan retribusi daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b meliputi pendapatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pajak daerah dan retribusi daerah.

      (3)

      Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan Penerimaan Daerah atas hasil penyertaan modal daerah. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA (a) Lain-lain pendapatan asli Daerah yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d terdiri atas:

    59. hasil penjualan BMD yang tidak dipisahkan;

    60. hasil pemanfaatan BMD yang tidak dipisahkan;

    61. hasil kerja sama daerah;

    62. jasa giro;

    63. hasil pengelolaan dana bergulir;

    64. pendapatan bunga;

    65. penerimaan atas tuntutan ganti kerugian Keuangan Daerah;

    66. penerimaan komisi, potongan, atau bentuk lain sebagai akibat penjualan, tukar-menukar, hibah, asuransi, dan/atau pengadaan barang dan jasa termasuk penerimaan atau penerimaan lain sebagai akibat penyimpanan uang pada bank, penerimaan dari hasil pemanfaatan barang daerah atau dari kegiatan lainnya merupakan Pendapatan Daerah;

    67. penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing;

    68. pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan;

    69. pendapatan denda pajak daerah;

  69. pendapatan denda retribusi daerah;

    1. pendapatan hasil eksekusi atas jaminan;

    2. pendapatan dari pengembalian;

    3. pendapatan dari BLUD; dan

    4. pendapatan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

      Pasal 32

      PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA


      Pasal 32

      Pemerintah Daerah dilarang:


    5. melakukan pungutan atau yang disebut nama lainnya yang dipersamakan dengan pungutan di luar yang diatur dalam undang-undang; dan

    6. melakukan pungutan yang menyebabkan ekonomi biaya tinggi, menghambat mobilitas penduduk, lalu lintas barang dan jasa antar daerah, dan kegiatan ekspor/impor yang merupakan program strategis nasional.

      Pasal 33
      (1)

      Kepala Daerah yang melakukan pungutan atau yang disebut nama lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasa1 32 huruf a dikenai sanksi administratif tidak dibayarkan hak-hak keuangannya yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan selama 6 (enam) bulan.

      (2)

      Kepala Daerah yang melakukan pungutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 huruf b dikenai sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

      (3)

      Hasil pungutan atau yang disebut nama lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disetorkan seluruhnya ke kas negara. Pasal 34 (1) Pendapatan transfer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf b meliputi:


    7. transfer Pemerintah Pusat; dan

    8. transfer antar-daerah.

      (2)

      Transfer . PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA (2) Transfer Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:

    9. dana perimbangan;

    10. dana insentif daerah;

    11. dana otonomi khusus;

    12. dana keistimewaan; dan

    13. dana desa.

      (3)

      Transfer antar-daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas:

    14. pendapatan bagi hasil; dan

    15. bantuan keuangan.

      Pasal 35
      (1)

      Dana perimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) huruf a terdiri atas:


    16. Dana Transfer Umum; dan

    17. Dana Transfer Khusus.

      (2)

      Dana Transfer Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:

    18. DBH; dan

    19. DAU.

      (3)

      Dana Transfer Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas:

    20. DAK Fisik; dan

    21. DAK Non Fisik. Pasal 36 (1) DBH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (2) huruf a bersumber dari:

    22. pajak; dan

    23. sumber daya alam.

      (2)

      DBH yang bersumber dari pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:

    24. pajak bumi dan bangunan sektor perkebunan, pertambangan, dan perhutanan;

    25. pajak penghasilan Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan Pajak Penghasilan Pasal 2l; dan

    26. cukai hasil tembakau; sesuai dengan ketentuan peraturan perLrndang-undangan.

      (3)

      DBH yang bersumber dari sumber daya alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berasal dari:

    27. penerimaan kehutanan yang berasal dari iuran Uin usaha pemanfaatan hutan, provisi sumber daya hutan, dan dana reboisasi yang dihasilkan dari wilayah Daerah y arrg bers angkutan ;

    28. penerimaan pertambangan mineral dan batubara yang berasal dari penerimaan iuran tetap dan penerimaan iuran eksplorasi dan iuran eksploitasi yang dihasilkan dari wilayah Daerah yang bersangkutan;

    29. penerimaan negara dari sumber daya alam pertambangan minyak bumi yang dihasilkan dari wilayah Daerah yang bersangkutan;

    30. penerimaan negara dari sumber daya alam pertambangan gas bumi yang dihasilkan dari wilayah Daerah yang bersangkutan;

    31. penerimaan dari panas bumi yang berasal dari penerimaan setoran bagian Pemerintah Pusat, iuran tetap, dan iuran produksi yang dihasilkan dari wilayah Daerah yang bersangkutan; dan

    32. penerimaan perikanan yang berasal dari pungutan pengusaha perikanan dan pungutan hasil perikanan yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan.

      Pasal 37

      DAU bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


      Pasal 38

      PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA Pasa-l 38 Dana Transfer Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1) huruf b bersumber dari APBN yang dialokasikan pada Daerah untuk mendanai Kegiatan khusus yang merupakan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


      Pasal 39

      Dana insentif daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (21 huruf b bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada Daerah tertentu berdasarkan kriteria tertentu dengan tujuan untuk memberikan penghargaan atas perbaikan dan/atau pencapaian Kinerja tertentu.


      Pasal 40

      Dana otonomi khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) huruf c dialokasikan kepada Daerah yang memiliki otonomi khusus sesuai dengan ketentuan peraturan undang- undangan.


      Pasal 41

      Dana keistimewaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) huruf d dialokasikan kepada Daerah istimewa sesuai dengan ketentuan peraturan undang-undangan.


      Pasal 42

      PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA


      Pasal 42
      (1)

      Dana desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) huruf e bersumber dari APBN yang diperuntukkan bagi Desa yang ditransfer melalui APBD kabupaten/kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat. (21 Dana desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perLlndang-undangan.


      Pasal 43

      Pengalokasian transfer Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1) huruf a dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


      Pasal 44

      Pendapatan bagi hasil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (3) huruf a merupakan dana yang bersumber dari Pendapatan Daerah yang dialokasikan kepada Daerah lain berdasarkan angka persentase tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


      Pasal 45
      (1)

      Bantuan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayal (3) huruf b merupakan dana yang diterima dari Daerah lainnya baik dalam rangka kerja sama daerah, pemerataan peningkatan kemampuan keuangan, dan/atau tujuan tertentu lainnya.

      (2)

      Bantuan PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA (2) Bantuan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:


    33. bantuan keuangan dari Daerah provinsi; dan

    34. bantuan keuangan dari Daerah kabupaten/kota. Pasal 46 Lain-lain Pendapatan Daerah yang sah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf c meliputi:

    35. hibah;

    36. dana darurat; dan/atau

    37. lain-lain pendapatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

      Pasal 47

      Hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 huruf a merupakan bantuan berupa uang, barang, dan/atau jasa yang berasal dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah lain, masyarakat, dan badan usaha dalam negeri atau luar negeri yang tidak mengikat untuk menunjang peningkatan penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasa-l 48 Dana darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 huruf b merupakan dana yang berasal dari APBN yang diberikan kepada Daerah pada tahap pasca bencana untuk mendanai keperluan mendesak yang diakibatkan oleh bencana yang tidak mampu ditanggulangi oleh Daerah dengan menggunakan sumber APBD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Keempat PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA Bagian Keempat Belanja Daerah


      Pasal 49
      (1)

      Belanja Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) huruf b untuk mendanai pelaksanaan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah. (2) Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas Urusan Pemerintahan Wajib dan Urusan Pemerintahan Pilihan sesuai dengan ketentuan peraturan perLrndang-undangan. (3) Urusan Pemerintahan Wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas Urusan Pemerintahan Wajib yang terkait Pelayanan Dasar dan Urusan Pemerintahan Wajib yang tidak terkait Pelayanan Dasar. (4) Urusan Pemerintahan Pilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai dengan potensi yang dimiliki Daerah. (5) Belanja Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dialokasikan dengan memprioritaskan pendanaan Urusan Pemerintahan Wajib terkait Pelayanan Dasar dalam rangka pemenuhan Standar Pelayanan Minimal. (6) Belanja Daerah untuk pendanaan Urusan Pemerintahan Wajib yang tidak terkait dengan Pelayanan Dasar dialokasikan sesuai dengan kebutuhan daerah. (7) Belanja Daerah untuk pendanaan Urusan Pemerintahan Pilihan dialokasikan sesuai dengan prioritas daerah dan potensi yang dimiliki Daerah.


      Pasal 50
      (1)

      Daerah wajib mengalokasikan belanja untuk mendanai Urusan Pemerintahan daerah yang besarannya telah ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

      (2)

      Dalam PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -4t- (2) Dalam hal Daerah tidak memenuhi alokasi belanja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan melakukan penundaan dan/atau pemotongan penyaluran Dana Transfer Umum, setelah berkoordinasi dengan Menteri dan menteri teknis terkait. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penundaan dan/atau pemotongan penyaluran Dana Transfer Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (21 diatur dalam peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.


      Pasal 51
      (1)

      Belanja Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (5) berpedoman pada standar harga satuan regional, analisis standar belanja, dan/atau standar teknis sesuai dengan ketentuan peraturan perurndang-undangan.

      (2)

      Belanja Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (6) dan ayat (7) berpedoman pada standar harga satuan regional, analisis standar belanja, dan/atau standar teknis sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Standar harga satuan regional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan Peraturan Presiden. (4) Standar harga satuan regional sebagaimana dimaksud pada ayat (3) digunakan sebagai pedoman dalam men)rusun standar harga satuan pada masing-masing Daerah.

      (5)

      Analisis standar belanja dan standar teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dan standar harga satuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan dengan Perkada. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA (6) Analisis standar belanja, standar harga satuan, dan/atau standar teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (5) digunakan untuk menJrusun rencana kerja dan anggaran dalam pen5rusunan rancangan Perda tentang APBD. (7) Belanja Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (21 dirinci menurut Urusan Pemerintahan daerah, organisasi, Program, Kegiatan, jenis, obyek, dan rincian obyek Belanja Daerah.


      Pasal 52

      Urusan Pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (7) diselaraskan dan dipadukan dengan belanja negara yang diklasifikasikan menurut fungsi yang antara lain terdiri atas:


    38. pelayanan umum;

    39. ketertiban dan keamanan;

    40. ekonomi;

    41. perlindungan lingkungan hidup;

    42. perumahan dan fasilitas umum;

    43. kesehatan;

    44. pariwisata;

    45. pendidikan; dan

    46. perlindungansosial.

      Pasal 53

      Belanja Daerah menurut organisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (7) disesuaikan dengan susunan organisasi yang ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -43-


      Pasal 54
      (1)

      Belanja Daerah menurut Program dan Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (7) disesuaikan dengan Urusan Pemerintahan provinsi dan kabupaten/kota berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

      (2)

      Program dan Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) rinciannya paling sedikit mencakup:


    47. target dan Sasaran;

    48. indikator capaian Keluaran; dan

    49. indikator capaian Hasil.

      (3)

      Nomenklatur Program dalam Belanja Daerah serta indikator capaian Hasil dan indikator capaian Keluaran yang didasarkan pada prioritas nasional disusun berdasarkan nomenklatur Program dan pedoman penentuan indikator Hasil dan indikator Keluaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 55

      (1)

      Klasifikasi Belanja Daerah terdiri atas:

    50. belanja operasi;

    51. belanja modal;

    52. belanja tidak terduga; dan

    53. belanja transfer.

      (2)

      Belanja operasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan pengeluaran anggaran untuk Kegiatan sehari-hari Pemerintah Daerah yang memberi manfaat jangka pendek.

      (3)

      Belanja PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA (3) Belanja modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari 1 (satu) periode akuntansi.

      (4)

      Belanja tidak terduga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan pengeluaran anggaran atas Beban APBD untuk keperluan darurat termasuk keperluan mendesak yang tidak dapat diprediksi sebelumnya.

      (5)

      Belanja transfer sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d merupakan pengeluaran uang dari Pemerintah Daerah kepada Pemerintah Daerah lainnya dan/atau dari Pemerintah Daerah kepada pemerintah desa. Pasa-l 56 (1) Belanja operasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) huruf a dirinci atas jenis:

    54. belanja pegawai;

    55. belanja barang dan jasa;

    56. belanja bunga;

    57. belanja subsidi;

    58. belanja hibah; dan

    59. belanja bantuan sosial.

      (2)

      Belanja modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) huruf b dirinci atas jenis belanja modal.

      (3)

      Belanja tidak terduga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) huruf c dirinci atas jenis belanja tidak terduga.

      (4)

      Belanja PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -45- (4) Belanja transfer sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) huruf d dirinci atas jenis:

    60. belanja bagi hasil; dan

    61. belanja bantuan keuangan.

      Pasal 57
      (1)

      Belanja pegawai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1) huruf a digunakan untuk menganggarkan kompensasi yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

      (2)

      Kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada Kepala Daerah/wakil Kepala Daerah, pimpinan / anggota DPRD, dan Pegawai ASN.

      (3)

      Belanja Pegawai ASN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggarkan pada belanja SKPD bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perLlndang-undangan.


      Pasal 58
      (1)

      Pemerintah Daerah dapat memberikan tambahan penghasilan kepada Pegawai ASN dengan memperhatikan kemampuan Keuangan Daerah dan memperoleh persetujuan DPRD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

      (2)

      Tambahan penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan berdasarkan pertimbangan beban kerja, tempat bertugas, kondisi kerja, kelangkaan profesi, prestasi kerja, dan/atau pertimbangan objektif lainnya.

      (3)

      Pemberian tambahan penghasilan kepada Pegawai ASN daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan Perkada dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah. (a) Dalam PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -46- (4) Dalam hal belum adanya Peraturan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kepala Daerah dapat memberikan tambahan penghasilan bagi Pegawai ASN setelah mendapat persetujuan Menteri.

      (5)

      Persetujuan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan setelah memperoleh pertimbangan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.

      (6)

      Dalam hal Kepala Daerah menetapkan pemberian tambahan penghasilan bagi Pegawai ASN tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan (5), menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan melakukan penundaan dan/atau pemotongan Dana Transfer Umum atas usulan Menteri.


      Pasal 59
      (1)

      Belanja barang dan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1) huruf b digunakan untuk menganggarkan pengadaan barang/jasa yang nilai manfaatnya kurang dari 12 (dua belas) bulan, termasuk barang/jasa yang akan diserahkan atau dijual kepada masyarakat/pihak ketiga.

      (2)

      Pengadaan barangljasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam rangka melaksanakan Program dan Kegiatan Pemerintahan Daerah.


      Pasal 60

      Belanja bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1) huruf c digunakan untuk menganggarkan pembayaran bunga Utang yang dihitung atas kewajiban pokok Utang berdasarkan perjanjian pinjaman. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -+7-


      Pasal 61
      (1)

      Belanja subsidi sebagaimana dimaksud dalam pasal 56 ayat (1) huruf d digunakan agar harga jual produksi atau jasa yang dihasilkan oleh badan usaha milik negara, BUMD dan/atau badan usaha mitik swasta, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sehingga dapat terjangkau oleh masyarakat.

      (2)

      Badan usaha milik negara, BUMD dan/atau badan usaha milik swasta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan badan yang menghasilkan produk atau jasa Pelayanan Dasar masyarakat.

      (3)

      Badan usaha milik negara, BUMD, badan usaha milik swasta, dan/atau badan hukum lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang akan diberikan subsidi terlebih dahulu dilakukan audit keuangan oleh kantor akuntan publik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (a) Hasil audit sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan bahan pertimbangan untuk memberikan subsidi.

      (5)

      Dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, penerima subsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban penggunaan dana subsidi kepada Kepala Daerah.

      (6)

      Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian dan pertanggungjawaban subsidi diatur dalam perkada sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


      Pasal 62

      PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -48-


      Pasal 62
      (1)

      Belanja hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1) huruf e diberikan kepada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah lainnya, badan usaha milik negara, BUMD, dan/atau badan dan lembaga, serta organisasi kemasyarakatan yang berbadan hukum Indonesia, yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara terus menerus setiap tahun anggaran, kecuali ditentukan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

      (2)

      Pemberian hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan untuk menunjang pencapaian Sasaran Program dan Kegiatan Pemerintah Daerah sesuai kepentingan Daerah dalam mendukung terselenggaranya fungsi pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan dengan memperhatikan asas keadilan, kepatutan, rasionalitas, dan manfaat untuk masyarakat.

      (3)

      Belanja hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggarkan dalam APBD sesuai dengan kemampuan Keuangan Daerah setelah memprioritaskan pemenuhan belanja Urusan Pemerintahan Wajib dan Urusan Pemerintahan Pilihan, kecuali ditentukan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


      Pasal 63
      (1)

      Belanja bantuan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (1) huruf f digunakan untuk menganggarkan pemberian bantuan berupa uang dan/atau barang kepada individu, keluarga, kelompok dan/atau masyarakat yang sifatnya tidak secara terus menerus dan selektif yang bertujuan untuk melindungi dari kemungkinan terjadinya resiko sosial, kecuali dalam keadaan tertentu dapat berkelanjutan.

      (2)

      Keadaan PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -49- (2) Keadaan tertentu dapat berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diartikan bahwa bantuan sosial dapat diberikan setiap tahun arlggaran sampai penerima bantuan telah lepas dari resiko sosial.

      (3)

      Belanja bantuan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggarkan dalam APBD sesuai dengan kemampuan Keuangan Daerah setelah memprioritaskan pemenuhan belanja Urusan Pemerintahan Wajib dan Urusan Pemerintahan Pilihan, kecuali ditentukan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perulndang-undangan.


      Pasal 64
      (1)

      Belanja modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (2) digunakan untuk menganggarkan pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pengadaan aset tetap dan aset lainnya.

      (2)

      Pengadaan aset tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memenuhi kriteria:


    62. mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan;

    63. digunakan dalam Kegiatan Pemerintahan Daerah; dan

    64. batas minimal kapitalisasi aset.

      (3)

      Batas minimal kapitalisasi aset sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c diatur dalam Perkada.

      (4)

      Aset tetap sebagaimana dimaksud pada ayat (21 dianggarkan dalam belanja modal sebesar harga beli atau bangun aset ditambah seluruh belanja yang terkait dengan pengadaan/pembangunan aset sampai aset siap digunakan.

      Pasal 65
      Pasal 65

      Belanja modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (21 meliputi:



    65. belanja tanah, digunakan untuk menganggarkan tanah yang diperoleh dengan maksud untuk dipakai dalam kegiatan operasional Pemerintah Daerah dan dalam kondisi siap dipakai;

    66. belanja peralatan dan mesin, digunakan untuk menganggarkan peralatan dan mesin mencakup mesin dan kendaraan bermotor, alat elektronik, inventaris kantor, dan peralatan lainnya yang nilainya signifikan dan masa manfaatnya lebih dari 12 (dua belas) bulan dan dalam kondisi siap pakai;

    67. belanja bangunan dan gedung, digunakan untuk menganggarkan gedung dan bangunan mencakup seluruh gedung dan bangunan yang diperoleh dengan maksud untuk dipakai dalam kegiatan operasional Pemerintah Daerah dan dalam kondisi siap dipakai;

    68. belanja jalan, irigasi, dan jaringan, digunakan untuk menganggarkan jalan, irigasi, dan jaringan mencakup jalan, irigasi, dan jaringan yang dibangun oleh Pemerintah Daerah serta dimiliki dan/atau dikuasai oleh Pemerintah Daerah dan dalam kondisi siap dipakai;

    69. belanja aset tetap lainnya, digunakan untuk menganggarkan aset tetap lainnya mencakup aset tetap yang tidak dapat dikelompokkan ke dalam kelompok aset tetap sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf d, yang diperoleh dan dimanfaatkan untuk kegiatan operasional Pemerintah Daerah dan da_lam kondisi siap dipakai; dan

    70. belanja aset lainnya, digunakan untuk menganggarkan aset tetap yang tidak digunakan untuk keperluan operasional Pemerintah Daerah, tidak memenuhi definisi aset tetap, dan harus disajikan di pos aset lainnya sesuai dengan nilai tercatatnya.

      Pasal 66

      PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA


      Pasal 66

      Belanja bagi hasil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (4) huruf a dianggarkan dalam APBD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


      Pasal 67
      (1)

      Belanja bantuan keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (a) huruf b diberikan kepada Daerah lain dalam rangka kerja sama daerah, pemerataan peningkatan kemampuan keuangan, dan f atau tujuan tertentu lainnya.

      (2)

      Bantuan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dianggarkan sesuai kemampuan Keuangan Daerah setelah memprioritaskan pemenuhan belanja Urusan Pemerintahan Wajib dan Urusan Pemerintahan Pilihan serta alokasi belanja yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan, kecuali ditentukan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perLrndang-undangan.

      (3)

      Bantuan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:


    71. bantuan keuangan antar-Daerah provinsi;

    72. bantuan keuangan antar-Daerah kabupaten/kota;

    73. bantuan Keuangan Daerah provinsi ke Daerah kabupatenlkola di wilayahnya dan/atau Daerah kabupaten/ kota di luar wilayahnya;

    74. bantuan Keuangan Daerah kabupaten/kota ke Daerah provinsinya danf atau Daerah provinsi lainnya; dan/atau

    75. bantuan Keuangan Daerah provinsi atau kabupate n / kota kepada desa. (4) Bantuan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bersifat umum atau khusus.

      (5)

      Peruntukan PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -52- (5) Peruntukan dan pengelolaan bantuan keuangan yang bersifat umum sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diserahkan kepada Pemerintah Daerah penerima bantuan.

      (6)

      Peruntukan bantuan keuangan yang bersifat khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan oleh Pemerintah Daerah pemberi bantuan dan pengelolaannya diserahkan kepada penerima bantuan.

      (7)

      Pemberi bantuan keuangan bersifat khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dapat mensyaratkan penyediaan dana pendamping dalam APBD atau anggaran pendapatan dan belanja desa penerima bantuan. Pasal 68

      (1)

      Belanja tidak terduga sebagaimana dimaksud dalam pasal 56 ayat (3) merupakan pengeluaran anggaran atas Beban APBD untuk keadaan darurat termasuk keperluan mendesak serta pengembalian atas kelebihan pembayaran atas Penerimaan Daerah tahun-tahun sebelumnya.

      (2)

      Dalam hal belanja tidak terduga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mencukupi, menggunakan:

    76. dana dari hasil penjadwalan ulang capaian Program dan Kegiatan lainnya serta pengeluaran Pembiayaan dalam tahun anggaran berjalan; dan/atau

    77. memanfaatkan kas yang tersedia.

      (3)

      Penjadwalan ulang capaian Program dan Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (21 huruf a diformulasikan terlebih dahulu dalam Perubahan DpA SKPD. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA Pasal 69

      (1)

      Keadaan darurat sebagaimana dimaksud dalam pasal 68 ayat (1) meliputi:

    78. bencana alam, bencana non-alam, bencana sosial dan/atau kejadian luar biasa;

    79. pelaksanaan operasi pencarian dan pertolongan; dan/atau

    80. kerusakan sarana/prasarana yang dapat mengganggu kegiatan pelayanan publik.

      (2)

      Keperluan mendesak sebagaimana dimaksud dalam pasal 68 ayat (1) meliputi:

    81. kebutuhan daerah dalam rangka Pelayanan Dasar masyarakat yang anggarannya belum tersedia dalam tahun anggaran berjalan;

    82. Belanja Daerah yang bersifat mengikat dan belanja yang bersifat wajib;

    83. Pengeluaran Daerah yang berada diluar kendali Pemerintah Daerah dan tidak dapat diprediksikan sebelumnya, serta amanat peraturan perundang- undangan; dan/atau

    84. Pengeluaran Daerah lainnya yang apabila ditunda akan menimbulkan kerugian yang lebih besar bagi Pemerintah Daerah danl atau masyarakat.

      (3)

      Kriteria keadaan darurat dan keperluan mendesak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dalam Perda tentang APBD tahun berkenaan.

      (4)

      Pengeluaran untuk mendanai keadaan darurat yang belum tersedia anggarannya, diformulasikan terlebih dahulu dalam RKA SKPD, kecuali untuk kebutuhan tanggap darurat bencana, konflik sosial, dan/atau kejadian luar biasa. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -5+- (5) Belanja untuk kebutuhan tanggap darurat bencana, konflik sosial, dan/atau kejadian luar biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) digunakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

      (6)

      Pengeluaran untuk mendanai keperluan mendesak yang belum tersedia anggarannya dan/atau tidak cukup tersedia anggarannya, diformulasikan terlebih dahulu dalam RKA SKPD dan/atau Perubahan DPA SKPD. Bagian Kelima Pembiayaan Daerah Paragraf 1 Umum Pasal 70

      (1)

      Pembiayaan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) huruf c terdiri atas:

    85. penerimaan Pembiayaan; dan

    86. pengeluaran Pembiayaan. (2) Pembiayaan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dirinci menurut Urusan Pemerintahan daerah, organisasi, jenis, obyek, dan rincian obyek Pembiayaan daerah. (3) Penerimaan Pembiayaan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a bersumber dari:

    87. SiLPA;

    88. pencairan Dana Cadangan;

    89. hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan;

    90. penerimaan Pinjaman Daerah;

    91. penerimaan kembali Pemberian Pinjaman Daerah; dan/atau

    92. penerimaan Pembiayaan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perutndang-undangan.

      (4)

      Pengeluaran PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -55- (4) Pengeluaran Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat digunakan untuk Pembiayaan:

    93. pembayaran cicilan pokok Utang yang jatuh tempo;

    94. penyertaan modal daerah;

    95. pembentukan Dana Cadangan;

    96. Pemberian Pinjaman Daerah; dan/atau

    97. pengeluaran Pembiayaan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perurndang-undangan.

      (5)

      Pembiayaan neto merupakan selisih penerimaan Pembiayaan terhadap pengeluaran Pembiayaan.

      (6)

      Pembiayaan neto sebagaimana dimaksud pada ayat (S) digunakan untuk menutup defisit anggaran. Paragral 2 Penerimaan Pembiayaan

      Pasal 71

      SiLPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 avat (3) huruf a bersumber dari:


    98. pelampauan penerimaan PAD;

    99. pelampauan penerimaan pendapatan transfer;

    100. pelampauan penerimaan lain-lain Pendapatan Daerah yang sah;

    101. pelampauan penerimaan Pembiayaan;

    102. penghematan belanja;

    103. kewajiban kepada pihak ketiga sampai dengan akhir tahun belum terselesaikan; dan/atau

    104. sisa dana akibat tidak tercapainya capaian target Kinerja dan sisa dana pengeluaran Pembiayaan.

      Pasal 72

      PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -56-


      Pasal 72
      (1)

      Pencairan Dana Cadangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (3) huruf b digunakan untuk menganggarkan pencairan Dana Cadangan dari rekening Dana Cadangan ke Rekening Kas Umum Daerah dalam tahun anggaran berkenaan.

      (2)

      Jumlah Dana Cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan jumlah yang telah ditetapkan dengan Perda tentang pembentukan Dana Cadangan bersangkutan.

      (3)

      Pencairan Dana Cadangan dalam 1 (satu) tahun anggaran menjadi penerimaan Pembiayaan APBD dalam tahun anggaran berkenaan.

      (4)

      Dalam hal Dana Cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum digunakan sesuai dengan peruntukannya, dana tersebut dapat ditempatkan dalam portofolio yang memberikan hasil tetap dengan risiko rendah.

      (5)

      Posisi Dana Cadangan dilaporkan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari laporan pertanggungjawaban APBD.

      (6)

      Penggunaan atas Dana Cadangan yang dicairkan dari rekening Dana Cadangan ke Rekening Kas Umum Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggarkan dalam SKPD pengguna Dana Cadangan bersangkutan, kecuali ditentukan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


      Pasal 73
      (1)

      Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (3) huruf c dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perLtndang- undangan.

      (2)

      Penerimaan PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -57- (2) Penerimaan atas hasil penjualan kekayaan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatat berdasarkan bukti penerimaan yang sah.


      Pasal 74
      (1)

      Penerimaan Pinjaman Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (3) huruf d didasarkan pada jumlah pinjaman yang akan diterima dalam tahun anggaran berkenaan sesuai dengan yang ditetapkan dalam perjanjian pinjaman bersangkutan.

      (2)

      Penerimaan Pinjaman Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bersumber dari:


    105. Pemerintah Pusat;

    106. Pemerintah Daerah lain;

    107. lembaga keuangan bank;

    108. lembaga keuangan bukan bank; dan/atau

    109. masyarakat.

      (3)

      Penerimaan Pinjaman Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasa] 75 Penerimaan kembali Pemberian Pinjaman Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (3) huruf e digunakan untuk menganggarkan penerimaan kembati pinjaman yang diberikan kepada pihak penerima pinjaman sesuai dengan ketentuan peraturan perurndang-undangan.

      Pasal 76

      Penerimaan Pembiayaan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (3) huruf f digunakan untuk menganggarkan penerimaan Pembiayaan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perutndang-undangan. Paragraf 3 Pengeluaran Pembiayaan


      Pasal 77

      Pembayaran cicilan pokok Utang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (4) huruf a digunakan untuk menganggarkan pembayaran pokok Utang yang didasarkan pada jumlah yang harus dibayarkan sesuai dengan perjanjian pinjaman dan pelaksanaannya merupakan prioritas utama dari seluruh kewajiban Pemerintah Daerah yang harus diselesaikan dalam tahun anggaran berkenaan berdasarkan perjanjian pinjaman. Pasa] 78 (1) Daerah dapat melakukan penyertaan modal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (4) huruf b pada BUMD dan/atau badan usaha milik negara.


      (2)

      Penyertaan modal Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan apabila jumlah yang akan disertakan dalam tahun anggaran berkenaan telah ditetapkan dalam Perda mengenai penyertaan modal daerah bersangkutan. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -59- (3) Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan sebelum persetujuan bersama antara Kepala Daerah dan DPRD atas rancangan Perda tentang APBD.

      (4)

      Penyertaan modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 79

      (1)

      Pemenuhan penyertaan modal pada tahun sebelumnya tidak diterbitkan Perda tersendiri sepanjang jumlah anggaran penyertaan modal tersebut tidak melebihi jumlah penyertaan modal yang telah ditetapkan dengan Perda mengenai penyertaan modal bersangkutan.

      (2)

      Dalam hal Pemerintah Daerah akan menambah jumlah penyertaan modal melebihi jumlah penyertaan modal yang telah ditetapkan dengan Perda mengenai penyertaan modal, Pemerintah Daerah melakukan perubahan perda mengenai penyertaan modal yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 80

      (1)

      Dana Cadangan sebagaimana dimaksud dalam pasal 70 ayat (4) huruf c, penggunaannya diprioritaskan untuk mendanai kebutuhan pembangunan prasarana dan sarana daerah yang tidak dapat dibebankan dalam 1 (satu) tahun anggaran.

      (2)

      Dana Cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat digunakan untuk mendanai kebutuhan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

      (3)

      Dana . PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -60- (3) Dana Cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersumber dari penyisihan atas Penerimaan Daerah kecuali dari:

    110. DAK;

    111. Pinjaman Daerah; dan

    112. penerimaan lain yang penggunaannya dibatasi untuk pengeluaran tertentu berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

      (4)

      Dana Cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditempatkan dalam rekening tersendiri dalam Rekening Kas Umum Daerah.

      (5)

      Pembentukan Dana Cadangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dalam Perda tentang pembentukan Dana Cadangan.

      (6)

      Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditetapkan sebelum persetujuan bersama antara Kepala Daerah dan DPRD atas rancangan Perda tentang APBD. Pasa-l 81 (1) Pemberian Pinjaman Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (41 huruf d digunakan untuk menganggarkan Pemberian Pinjaman Daerah yang diberikan kepada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah lainnya, BUMD, badan usaha milik negara, koperasi, danf atau masyarakat.

      (2)

      Pemberian Pinjaman Daerah dilaksanakan setelah mendapat persetujuan DPRD.

      (3)

      Persetujuan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi bagian yang disepakati dalam KUA dan PPAS.

      (4)

      Ketentuan . PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -6t- (4) Ketentuan mengenai tata cara Pemberian Pinjaman Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (3) diatur dalam Perkada sesuai dengan ketentuan peraturan perulndang-undangan.

      Pasal 82

      Pengeluaran Pembiayaan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (4) huruf e digunakan untuk menganggarkan pengeluaran Pembiayaan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perLlndang-undangan. Bagian Keenam Surplus dan Defisit Paragraf 1 Umum Pasal 83 (1) Selisih antara anggaran Pendapatan Daerah dengan anggaran Belanja Daerah mengakibatkan terjadinya surplus atau defisit APBD.


      (2)

      Dalam hal APBD diperkirakan surplus, APBD dapat digunakan untuk pengeluaran Pembiayaan Daerah yang ditetapkan dalam Perda tentang APBD yang pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

      (3)

      Dalam hal APBD diperkirakan defisit, APBD dapat didanai dari penerimaan Pembiayaan Daerah yang ditetapkan dalam Perda tentang APBD yang pelaksanaannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Paragraf 2 Paragraf 2 Surplus

      Pasal 84

      Penggunaan surplus APBD diutamakan untuk:


    113. pembayaran cicilan pokok Utang yang jatuh tempo;

    114. penyertaan modal Daerah;

    115. pembentukan Dana Cadangan;

    116. Pemberian Pinjaman Daerah; dan/atau

    117. pengeluaran Pembiayaan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

      Pasal 85

      Pemerintah Daerah wajib melaporkan posisi surplus APBD kepada Menteri dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan setiap semester dalam tahun anggaran berkenaan. Paragraf 3 Defisit


      Pasal 86
      (1)

      Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan menetapkan batas maksimal jumlah kumulatif defisit APBD dan batas maksimal defrsit APBD masing-masing Daerah yang dibiayai dari Pinjaman Daerah setiap tahun anggaran.

      (2)

      Penetapan batas maksimal jumlah kumulatif defisit APBD dan batas maksimal defisit APBD masing-masing daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lambat bulan Agustus untuk tahun anggaran berikutnya.

      (3)

      Pemerintah .

      (3)

      Pemerintah Daerah wajib melaporkan posisi defisit APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Menteri dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan setiap semester dalam tahun anggaran berkenaan.

      (4)

      Pemerintah Daerah yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dikenai sanksi penundaan penyaluran Dana Transfer Umum.


      Pasal 87
      (1)

      Menteri melakukan pengendalian defisit APBD provinsi berdasarkan batas maksimal jumlah kumulatif defisit APBD dan batas maksimal defisit APBD masing-masing Daerah yang dibiayai Pinjaman Daerah yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.

      (2)

      Gubernur selaku wakil Pemerintah Pusat melakukan pengendalian defisit APBD kabupatenlkota berdasarkan batas maksimal jumlah kumulatif defisit APBD dan batas maksimal defisit APBD masing-masing Daerah yang dibiayai Pinjaman Daerah yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.

      (3)

      Pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan pada saat evaluasi terhadap rancangan Perda tentang APBD.


      Pasal 88
      (1)

      Defisit APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 86 ayat (1) harus dapat ditutup dari Pembiayaan neto. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -64- (2) Pembiayaan neto sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan selisih antara penerimaan Pembiayaan dengan pengeluaran Pembiayaan. BAB IV PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH Bagian Kesatu Kebijakan Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara Pasa] 89 (1) Kepala Daerah menJrusun rancangan KUA dan rancangan PPAS berdasarkan RKPD dengan mengacu pada pedoman pen5rusunan APBD.

      (2)

      Pedoman penyusunan APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri setelah berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.

      (3)

      Rancangan KUA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat:


    118. kondisi ekonomi makro daerah;

    119. asumsi penJrusunan APBD;

    120. kebijakan Pendapatan Daerah;

    121. kebijakan Belanja Daerah;

    122. kebijakan Pembiayaan Daerah; dan

    123. strategipencapaian.

      (4)

      Rancangan PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -65- (4) Rancangan PPAS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dengan tahapan:

    124. menentukan skala prioritas pembangunan daerah;

    125. menentukan prioritas Program dan Kegiatan untuk masing-masing urusan yang disinkronkan dengan prioritas dan program nasional yang tercantum dalam rencana kerja Pemerintah Pusat setiap tahun; dan

    126. men5rusun capaian Kinerja, Sasaran, dan plafon anggaran sementara untuk masing-masing Program dan Kegiatan.

      Pasal 90
      (1)

      Kepala Daerah menyampaikan rancangan KUA dan rancangan PPAS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 pada ayat (1) kepada DPRD paling lambat minggu kedua bulan Juli untuk dibahas dan disepakati bersama antara Kepala Daerah dan DPRD.

      (2)

      Kesepakatan terhadap rancangan KUA dan rancangan PPAS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh Kepala Daerah dan pimpinan DPRD paling lambat minggu kedua bulan Agustus.

      (3)

      KUA dan PPAS yang telah disepakati Kepala Daerah bersama DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi pedoman bagi perangkat daerah dalam men5rusun RKA SKPD.

      (4)

      Tata cara pembahasan rancangan KUA dan rancangan PPAS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (21 dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perLrndang- undangan. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -66-


      Pasal 91

      Dalam hal Kepala Daerah dan DPRD tidak menyepakati bersama rancangan KUA dan rancangan PPAS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 ayat (1), paling lama 6 (enam) minggu sejak rancangan KUA dan rancangan PPAS disampaikan kepada DPRD, Kepala Daerah menyampaikan Rancangan Perda tentang APBD kepada DPRD berdasarkan RKPD, rancangan KUA, dan rancangan PPAS yang disusun Kepala Daerah, untuk dibahas dan disetujui bersama antara Kepala Daerah dengan DPRD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


      Pasal 92
      (1)

      Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (4) huruf b dapat dianggarkan:


    127. untuk 1 (satu) tahun anggaran; atau

    128. lebih dari 1 (satu) tahun anggaran dalam bentuk Kegiatan Tahun Jamak.

      (2)

      Kegiatan Tahun Jamak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b harus memenuhi kriteria paling sedikit:

    129. pekerjaan konstruksi atas pelaksanaan Kegiatan yang secara teknis merupakan satu kesatuan untuk menghasilkan 1 (satu) Keluaran yang memerlukan waktu penyelesaian lebih dari 12 (dua belas) bulan; atau

    130. pekerjaan atas pelaksanaan Kegiatan yang menurut sifatnya harus tetap berlangsung pada pergantian tahun anggaran.

      (3)

      Penganggaran Kegiatan Tahun Jamak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berdasarkan atas persetujuan bersama antara Kepala Daerah dan DPRD.

      (4)

      Persetujuan bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditandatangani bersamaan dengan penandatanganan KUA dan PPAS.

      (5)

      Persetujuan PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -67- (5) Persetujuan bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling sedikit memuat:

    131. nama Kegiatan;

    132. jangka waktu pelaksanaan Kegiatan;

    133. jumlah anggaran; dan

    134. alokasi anggaran per tahun.

      (6)

      Jangka waktu penganggaran pelaksanaan Kegiatan Tahun Jamak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak melampaui akhir tahun masa jabatan Kepala Daerah berakhir, kecuali Kegiatan Tahun Jamak dimaksud merupakan prioritas nasional dan/atau kepentingan strategis nasional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Kedua Rencana Kerja dan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah Pasal 93

      (1)

      Kepala SKPD menJrusun RKA SKPD berdasarkan KUA dan PPAS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 ayat (2) dan ayat (3).

      (2)

      RKA SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dengan menggunakan pendekatan:

    135. Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah Daerah;

    136. penganggaran terpadu; dan

    137. penganggaran berdasarkan Kinerja.

      (3)

      RKA SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada PPKD sebagai bahan penJrusunan rancangan Perda tentang APBD sesuai dengan jadwal dan tahapan yang diatur dalam Peraturan Menteri tentang pedoman pen)rusunan APBD yang ditetapkan setiap tahun. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -68-

      Pasal 94

      Dalam hal terdapat penambahan kebutuhan pengeluaran akibat keadaan darurat termasuk betanja untuk keperluan mendesak, kepala SKPD dapat men5rusun RKA SKPD diluar KUA dan PPAS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9O ayat (2) dan ayat (3).


      Pasal 95

      (1)

      Pendekatan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (2) huruf a dilaksanakan dengan men5rusun prakiraan maju.

      (2)

      Prakiraan maju sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi perkiraan kebutuhan anggaran untuk Program dan Kegiatan yang direncanakan dalam tahun anggaran berikutnya dari tahun anggaran yang direncanakan.

      (3)

      Pendekatan penganggaran terpadu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (2) huruf b dilakukan dengan memadukan seluruh proses perencanaan dan penganggaran di lingkungan SKPD untuk menghasilkan dokumen rencana kerja dan anggaran.

      (4)

      Pendekatan penganggaran berdasarkan Kinerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (2) huruf c dilakukan dengan memperhatikan:

    138. keterkaitan antara pendanaan dengan Keluaran yang diharapkan dari Kegiatan;

    139. Hasil dan manfaat yang diharapkan; dan

    140. efisiensi dalam pencapaian Hasil dan Keluaran. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -69- Pasa] 96 (1) Untuk terlaksananya penJrusunan RKA SKPD berdasarkan pendekatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (2) dan terciptanya kesinambungan RKA SKPD, kepala SKPD mengevaluasi hasil pelaksanaan Program dan Kegiatan 2 (dua) tahun anggaran sebelumnya sampai dengan semester pertama tahun anggaran berjalan.

      (2)

      Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk menilai Program dan Kegiatan yang belum dapat dilaksanakan atau belum diselesaikan tahun sebelumnya untuk dilaksanakan atau diselesaikan pada tahun yang direncanakan atau 1 (satu) tahun berikutnya dari tahun yang direncanakan.

      (3)

      Dalam hal Program dan Kegiatan merupakan tahun terakhir untuk pencapaian prestasi kerja yang ditetapkan, kebutuhan dananya harus dianggarkan pada tahun yang direncanakan. Pasal 97

      (1)

      Penyusunan RKA SKPD dengan menggunakan pendekatan penganggaran berdasarkan Kinerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (2) huruf c berpedoman pada:

    141. indikator Kinerja;

    142. tolok ukur dan Sasaran Kinerja sesuai analisis standar belanja;

    143. standar harga satuan;

    144. rencana kebutuhan BMD; dan

    145. Standar Pelayanan Minimal.

      (2)

      Indikator Kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan ukuran keberhasilan yang akan dicapai dari Program dan Kegiatan yang direncanakan meliputi masukan, Keluaran, dan Hasil. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -70- (3) Tolok ukur Kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan ukuran prestasi kerja yang akan dicapai dari keadaan semula dengan mempertimbangkan faktor kualitas, kuantitas, efisiensi, dan efektivitas pelaksanaan dari setiap Program dan Kegiatan.

      (4)

      Sasaran Kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan Hasil yang diharapkan dari suatu Program atau Keluaran yang diharapkan dari suatu Kegiatan yang akan atau telah dicapai sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas yang terukur.

      (5)

      Analisis standar belanja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan penilaian kewajaran atas beban kerja dan biaya yang digunakan untuk melaksanakan suatu Kegiatan.

      (6)

      Standar harga satuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan harga satuan barang dan jasa yang ditetapkan dengan keputusan Kepala Daerah dengan mempertimbangkan standar harga satuan regional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (4).

      (7)

      Standar Pelayanan Minimal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e merupakan tolok ukur Kinerja dalam menentukan capaian jenis dan mutu Pelayanan Dasar yang merupakan Urusan Pemerintahan Wajib yang berhak diperoleh setiap warga negara secara minimal. Pasal 98

      (1)

      RKA SKPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 ayat (1) memuat rencana pendapatan, belanja, dan Pembiayaan untuk tahun yang direncanakan serta prakiraan maju untuk tahun berikutnya.

      (2)

      Rencana pendapatan, belanja, dan Pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dirinci sampai dengan rincian obyek. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -7r- (3) RKA SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga memuat informasi mengenai Urusan Pemerintahan daerah, organisasi, standar harga satuan, dan Kinerja yang akan dicapai dari Program dan Kegiatan. Pasa-l 99 (1) Rencana pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (1) memuat Urusan Pemerintahan daerah, organisasi, kelompok, jenis, obyek, dan rincian obyek Pendapatan Daerah.

      (2)

      Rencana pendapatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima oleh SKPD sesuai dengan tugas dan fungsinya serta ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

      (3)

      Rencana belanja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (1) dirinci atas Urusan Pemerintahan daerah, organisasi, Program, Kegiatan, kelompok belanja yang masing-masing diuraikan menurut jenis, obyek, dan rincian obyek belanja.

      (4)

      Rencana Pembiayaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (1) memuat kelompok:

    146. penerimaan Pembiayaan yang dapat digunakan untuk menutup defisit APBD; dan

    147. pengeluaran Pembiayaan yang dapat digunakan untuk memanfaatkan surplus APBD, yang masing-masing diuraikan menurut jenis, obyek, dan rincian obyek Pembiayaan.

      (5)

      Urusan Pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (3) memuat Urusan Pemerintahan daerah yang dikelola sesuai dengan tugas dan fungsi SKPD.

      (6)

      Organisasi PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA (6) Organisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (3) memuat nama SKPD selaku PA. (7) Kinerja yang hendak dicapai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (3) terdiri dari indikator Kinerja, tolok ukur Kinerja, dan Sasaran Kinerja. (8) Program sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (3) memuat nama Program yang akan dilaksanakan SKPD dalam tahun anggaran berkenaan. (9) Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 98 ayat (3) memuat nama Kegiatan yang akan dilaksanakan SKPD dalam tahun anggaran berkenaan.

      Pasal 100

      Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pen5rusunan RKA SKPD diatur dalam Perda mengenai Pengelolaan Keuangan Daerah yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Ketiga Penyiapan Rancangan Peraturan Daerah Tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (1) RKA SKPD sebagaimana disampaikan diverifikasi. Pasal 101 yang telah disusun oleh dimaksud dalam Pasal kepada TAPD melalui kepala SKPD 93 ayat (1) PPKD untuk (2) Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh TAPD untuk menelaah kesesuaian antara RKA SKPD dengan:


    148. KUA dan PPAS;

    149. Prakiraan maju yang telah disetujui tahun anggaran sebelumnya;

    150. dokumen PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -73- c. dokumen perencanaan lainnya;

    151. capaian Kinerja;

    152. indikator Kinerja;

    153. analisis standar belanja;

    154. standar harga satuan;

    155. perencanaan kebutuhan BMD;

    156. Standar Pelayanan Minimal;

    157. proyeksi perkiraan maju untuk tahun anggaran berikutnya; dan

    158. Program dan Kegiatan antar RKA SKPD.

      (3)

      Dalam hal hasil verifikasi TAPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdapat ketidaksesuaian, kepala SKPD melakukan penyempurnaan. Pasal 102

      (1)

      PPKD menJrusun rancangan Perda tentang APBD dan dokumen pendukung berdasarkan RKA SKPD yang telah disempurnakan oleh kepala SKPD.

      (2)

      Rancangan Perda tentang APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat lampiran paling sedikit terdiri atas:

    159. ringkasan APBD yang diklasifikasi menurut kelompok dan jenis pendapatan, belanja, dan Pembiayaan;

    160. ringkasan APBD menurut Urusan Pemerintahan daerah dan organisasi;

    161. rincian APBD menurut Urusan Pemerintahan daerah, organisasi, Program, Kegiatan, kelompok, jenis pendapatan, belanja, dan Pembiayaan;

    162. rekapitulasi belanja dan kesesuaian menurut Urusan Pemerintahan daerah, organisasi, Program, dan Kegiatan;

    163. rekapitulasi Belanja Daerah untuk keselarasan dan keterpaduan Urusan Pemerintahan daerah dan fungsi dalam kerangka pengelolaan keuangan negara;

    164. daftar PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA f. daftar jumlah pegawai per golongan dan per jabatan;

    165. daftar Piutang Daerah;

    166. daftar penyertaan modal daerah dan investasi daerah lainnya;

    167. daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset tetap daerah;

    168. daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset lain-lain;

    169. daftar Kegiatan tahun anggaran sebelumnya yang belum diselesaikan dan dianggarkan kemba-li dalam tahun anggaran yang direncanakan;

  70. daftar Dana Cadangan; dan

    1. daftar Pinjaman Daerah.

      (3)

      Dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas nota keuangan dan rancangan Perkada tentang penjabaran APBD.

      (4)

      Rancangan Perkada tentang penjabaran APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memuat lampiran paling sedikit terdiri atas:

    2. ringkasan penjabaran APBD yang diklasilikasi menurut kelompok, jenis, obyek, dan rincian obyek Pendapatan, Belanja, dan Pembiayaan;

    3. penjabaran APBD menurut Urusan Pemerintahan daerah, organisasi, Program, Kegiatan, kelompok, jenis, obyek, rincian obyek pendapatan, belanja, dan Pembiayaan;

    4. daftar nama penerima, alamat penerima, dan besaran hibah; dan

    5. daftar nama penerima, alamat penerima, dan besaran bantuan sosial.

      Pasal 103

      Rancangan Perda tentang APBD yang telah disusun oleh PPKD disampaikan kepada Kepala Daerah. BABV. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -75- BAB V PENETAPAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH Bagian Kesatu Penyampaian dan Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah


      Pasal 104
      (1)

      Kepala Daerah wajib mengajukan rancangan Perda tentang APBD disertai penjelasan dan dokumen pendukung kepada DPRD paling lambat 60 (enam puluh) hari sebelum 1 (satu) bulan tahun anggaran berakhir untuk memperoleh persetujuan bersama antara Kepala Daerah dan DPRD.

      (2)

      Kepala Daerah yang tidak mengajukan rancangan Perda tentang APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


      Pasal 105
      (1)

      Pembahasan rancangan Perda tentang APBD dilaksanakan oleh Kepala Daerah dan DPRD setelah Kepala Daerah menyampaikan rancangan Perda tentang APBD beserta penjelasan dan dokumen pendukung sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

      (2)

      Pembahasan rancangan Perda tentang APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada RKPD, KUA, dan PPAS. Bagian Kedua PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA Bagian Kedua Persetujuan Rancangan Peraturan Daerah tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah


      Pasal 106
      (1)

      Kepala Daerah dan DPRD wajib menyetujui bersama rancangan Perda tentang APBD paling lambat 1 (satu) bulan sebelum dimulainya tahun anggaran setiap tahun.

      (2)

      Berdasarkan persetujuan bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Daerah menyiapkan rancangan Perkada tentang penjabaran APBD.

      (3)

      DPRD dan Kepala Daerah yang tidak menyetujui bersama rancangan Perda tentang APBD dalam 1 (satu) bulan sebelum dimulainya tahun anggaran setiap tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

      (4)

      Dalam hal keterlambatan penetapan APBD karena Kepala Daerah terlambat menyampaikan rancangan Perda tentang APBD kepada DPRD dari jadwal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1O4 ayat (1), sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dapat dikenakan kepada anggota DPRD. Pasa] 107 (1) Dalam hal Kepala Daerah dan DPRD tidak mengambil persetujuan bersama dalam waktu 60 (enam puluh) hari sejak disampaikan rancangan Perda tentang APBD oleh Kepala Daerah kepada DPRD, Kepala Daerah menJrusun rancangan Perkada tentang APBD paling tinggi sebesar angka APBD tahun anggaran sebelumnya.

      (2)

      Rancangan PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA (2) Rancangan Perkada tentang APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diprioritaskan untuk belanja yang bersifat mengikat dan belanja yang bersifat wajib.

      (3)

      Angka APBD tahun anggaran sebelumnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilampaui apabila terdapat:


    6. kebijakan Pemerintah Pusat yang mengakibatkan tambahan pembebanan pada APBD; dan/atau

    7. keadaan darurat termasuk keperluan mendesak sesuai dengan ketentuan peraturan perLlndang-undangan.

      Pasal 108

      Rancangan Perkada tentang APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal lO7 ayat (2) memuat lampiran yang terdiri atas:


    8. ringkasan APBD;

    9. ringkasan penjabaran APBD sampai dengan rincian obyek;

    10. ringkasan APBD menurut Urusan Pemerintahan daerah dan organisasi;

    11. rincian APBD menurut Urusan Pemerintahan daerah, organisasi, Program, Kegiatan, kelompok, jenis, obyek, rincian obyek pendapatan, belanja, dan Pembiayaan;

    12. rekapitulasi dan kesesuaian belanja menurut Urusan Pemerintahan daerah, organisasi, Program, dan Kegiatan;

    13. rekapitulasi Belanja Daerah untuk keselarasan dan keterpaduan Urusan Pemerintahan daerah dan fungsi dalam kerangka pengelolaan keuangan negara;

    14. daftar jumlah pegawai per golongan dan per jabatan;

    15. daftar Piutang Daerah;

    16. daftar penyertaan modal daerah dan investasi daerah lainnya;

    17. daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset tetap daerah;

    18. daftar PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -78- k. daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset lain- lain;

  71. daftar Kegiatan tahun anggaran sebelumnya yang belum diselesaikan dan dianggarkan kembali dalam tahun anggaran ini;

    1. daftar Dana Cadangan;

    2. daftar Pinjaman Daerah;

    3. daftar nama penerima, alamat penerima, dan besaran hibah; dan

    4. daftar nama penerima, alamat penerima, dan besaran bantuan sosial.

      Pasal 109
      (1)

      Rancangan Perkada sebagaimana dimaksud dalam Pasal lO7 ayat (2) dapat ditetapkan menjadi Perkada setelah memperoleh pengesahan dari Menteri bagi Daerah provinsi dan dari gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat bagi Daerah kabupaten/ kota.

      (2)

      Untuk memperoleh pengesahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), rancangan Perkada tentang APBD beserta lampirannya disampaikan paling lambat 15 (lima belas) hari terhitung sejak DPRD tidak mengambil keputusan bersama dengan Kepala Daerah terhadap rancangan Perda tentang APBD.

      (3)

      Apabila dalam batas waktu 30 (tiga puluh) hari Menteri atau gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat tidak mengesahkan rancangan Perkada sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Daerah menetapkan rancangan Perkada menjadi Perkada. Pasal 1 10 PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -79- Pasa] 1 10 (1) Dalam hal penetapan APBD mengalami keterlambatan, Kepala Daerah melaksanakan pengeluaran setiap bulan paling tinggi sebesar seperduabelas jumlah pengeluaran APBD tahun anggaran sebelumnya.

      (2)

      Pengeluaran setiap bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibatasi hanya untuk mendanai keperluan mendesak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Bagian Ketiga Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran Rancangan Anggaran dan Pendapatan Belanja Daerah Pasal 1 1 1 (1) Rancangan Perda provinsi tentang APBD yang telah disetujui bersama antara Kepala Daerah dan DPRD dan rancangan Perkada tentang penjabaran APBD disampaikan kepada Menteri paling lambat 3 (tiga) hari sejak tanggal persetujuan rancangan Perda provinsi tentang APBD untuk dievaluasi sebelum ditetapkan oleh gubernur.

      (2)

      Rancangan Perda provinsi tentang APBD dan Perkada tentang penjabaran APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan RKPD, KUA, dan PPAS yang disepakati antara Kepala Daerah dan DPRD.

      (3)

      Dalam melakukan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -80- (4) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk menguji kesesuaian rancangan Perda provinsi tentang APBD dan rancangan Perkada provinsi tentang penjabaran APBD dengan:


    5. ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi;

    6. kepentingan umum;

    7. RKPD, KUA, dan PPAS; dan

    8. RPJMD.

      (5)

      Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan dengan keputusan Menteri.

      (6)

      Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disampaikan kepada gubernur paling lambat 15 (lima belas) hari terhitung sejak rancangan Perda provinsi tentang APBD dan rancangan Perkada tentang Penjabaran APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dimaksud diterima.

      (7)

      Dalam hal Menteri, setelah berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan, menyatakan hasil evaluasi rancangan Perda provinsi tentang APBD dan rancangan Perkada tentang penjabaran APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (5) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum, RKPD, KUA, PPAS, dan RPJMD, gubernur menetapkan rancangan Perda provinsi tentang APBD menjadi Perda dan rancangan Perkada tentang penjabaran APBD menjadi Perkada sesuai dengan ketentuan peraturan perurndang-undangan.

      (8)

      Dalam PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA (8) Dalam hal Menteri, setelah berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan, menyatakan hasil evaluasi rancangan Perda provinsi tentang APBD dan rancangan Perkada tentang penjabaran APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum, RKPD, KUA, PPAS, dan RPJMD, gubernur bersama DPRD melakukan penyempurnaan paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak hasil evaluasi diterima.

      (9)

      Dalam hal hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (8) tidak ditindaklanjuti oleh gubernur dan DPRD, dan gubernur menetapkan rancangan Perda provinsi tentang APBD menjadi Perda dan rancangan Perkada tentang penjabaran APBD menjadi Perkada, Menteri mengusulkan kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan untuk melakukan penundaan danf atau pemotongan Dana Transfer Umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 1 12 (1) Rancangan Perda kabupaten/kota tentang APBD yang telah disetujui bersama dan rancangan Perkada tentang penjabaran APBD disampaikan kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat paling lambat 3 (tiga) hari sejak tanggal persetujuan rancangan Perda kabupaten/kota tentang APBD untuk dievaluasi sebelum ditetapkan oleh bupati/wali kota.

      (2)

      Rancangan Perda kabupatenlkota tentang APBD dan rancangan Perkada tentang penjabaran APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan RKPD, KUA, dan PPAS yang disepakati antara Kepala Daerah dan DPRD. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -82- (3) Dalam melakukan evaluasi rancangan Perda kabupatenlkola tentang APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat berkonsultasi dengan Menteri dan selanjutnya Menteri berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.

      (4)

      Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk menguji kesesuaian rancangan Perda kabupaten/kota tentang APBD dan rancangan Perkada tentang penjabaran APBD dengan:

    9. ketentuan peraturan perulndang-undangan yang lebih tinggi;

    10. kepentingan umum;

    11. RKPD, KUA, dan PPAS; dan

    12. RPJMD.

      (5)

      Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan dengan keputusan gubernur.

      (6)

      Keputusan gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disampaikan oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat kepada bupati/wali kota paling lambat 15 (lima belas) hari terhitung sejak rancangan Perda kabupaten/kota tentang APBD dan rancangan Perkada tentang penjabaran APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima.

      (7)

      Dalam hal gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat menyatakan hasil evaluasi rancangan Perda kabupaten/kota tentang APBD dan rancangan Perkada tentang penjabaran APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (5) sesuai dengan ketentuan peraturan perLlndang- undangan, kepentingan umum, RKPD, KUA, PPAS, dan RPJMD, bupati/wali kota menetapkan rancangan Perda kabupaten/kota tentang APBD menjadi Perda dan rancangan Perkada tentang penjabaran APBD menjadi Perkada sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -83- (8) Dalam hal gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat menyatakan hasil evaluasi rancangan Perda kabupaten/kota tentang APBD dan rancangan Perkada tentang penjabaran APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, kepentingan umum, RKPD, KUA, PPAS, dan RPJMD, bupati/wali kota bersama DPRD melakukan penyempurnaan paling lama 7 (tujuh) hari sejak hasil evaluasi diterima.

      (9)

      Dalam hal hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (8) tidak ditindaklanjuti oleh bupati/wali kota dan DPRD, dan bupati/wali kota menetapkan rancangan Perda kabupaten/kota tentang APBD menjadi Perda dan rancangan Perkada tentang penjabaran APBD menjadi Perkada, gubernur mengusulkan kepada Menteri, selanjutnya Menteri mengusulkan kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan untuk melakukan penundaan dan/atau pemotongan Dana Transfer Umum sesuai dengan ketentuan peraturan perurndang-undangan. Pasal 1 13 (1) Dalam hal gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat tidak melaksanakan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112, Menteri mengambil alih pelaksanaan evaluasi sesuai dengan ketentuan peraturan perLrndang-undangan.

      (2)

      Dalam rangka melaksanakan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan. Pasal 1 14 PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -84- Pasal 1 14 Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat menyampaikan hasil evaluasi rancangan Perda kabupaten/kota tentang APBD dan Perkada tentang penjabaran APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal ll2 ayat (5) kepada Menteri dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan paling lambat 3 (tiga) hari sejak ditetapkannya keputusan gubernur tentang hasil evaluasi rancangan Perda kabupaten/kota tentang APBD dan Perkada tentang penjabaran APBD. Pasal 1 15 (1) Penyempurnaan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111 ayat (8) dan Pasal LL2 ayat (8) dilakukan Kepala Daerah melalui TAPD bersama dengan DPRD melalui badan anggaran.

      (2)

      Hasil penyempurnaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan pimpinan DPRD.

      (3)

      Keputusan pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dijadikan dasar penetapan Perda tentang APBD.

      (4)

      Keputusan pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaporkan pada sidang paripurna berikutnya.

      (5)

      Keputusan pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Menteri untuk APBD provinsi dan kepada gubernur untuk APBD kabupaten/kota paling lambat 3 (tiga) hari setelah keputusan tersebut ditetapkan. Pasal 1 16 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara evaluasi rancangan Perda tentang APBD dan perkada tentang penjabaran APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 111 dan Pasal 112 diatur dengan Peraturan Menteri. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -85- Bagian Keempat Penetapan Peraturan Daerah tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Pasal 1 17 (1) Rancangan Perda tentang APBD dan rancangan Perkada tentang penjabaran APBD yang telah dievaluasi ditetapkan oleh Kepala Daerah menjadi Perda tentang APBD dan Perkada tentang penjabaran APBD. (2) Penetapan rancangan Perda tentang APBD dan rancangan Perkada tentang penjabaran APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lambat tanggal 31 Desember tahun sebelumnya. (3) Kepala Daerah menyampaikan Perda tentang APBD dan Perkada tentang penjabaran APBD kepada Menteri bagi Daerah provinsi dan gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat bagi Daerah kabupaten/kota paling lambat 7 (tujuh) hari setelah Perda dan Perkada ditetapkan. (4) Dalam hal Kepala Daerah berhalangan, pejabat yang berwenang menetapkan Perda tentang APBD dan Perkada tentang penjabaran APBD. Bagian Kelima Pen5rusunan dan Penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Bagi Daerah yang Belum Memiliki Dewan Perwakilan Ralryat Daerah Pasal 1 18 (1) Datam hal Daerah belum memiliki DPRD, Kepala Daerah menJrusun rancangan KUA dan rancangan PPAS berdasarkan RKPD untuk menjaga kelangsungan penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan daerah, dan pelayanan masyarakat. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA (2) Rancangan KUA dan rancangan PPAS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 89 ayat (3) dan ayat (4).

      (3)

      Rancangan KUA dan rancangan PPAS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikonsultasikan kepada Menteri bagi Daerah provinsi dan gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat bagi Daerah kabupaten/kota.

      (4)

      Rancangan KUA dan rancangan PPAS yang telah dikonsultasikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dijadikan pedoman pen5rusunan RKA SKPD.

      (5)

      Ketentuan mengenai penyiapan rancangan Perda tentang APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal lO4 sampai dengan Pasal 105 berlaku secara mutatis mutandis terhadap penyiapan rancangan Perkada tentang APBD.

      (6)

      Rancangan Perkada tentang APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disampaikan kepada Menteri bagi Daerah provinsi dan gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat bagi Daerah kabupaten/kota paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak rancangan KUA dan rancangan PPAS dikonsultasikan kepada Menteri bagi Daerah provinsi dan gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat bagr Daerah kabupaten/kota.

      (7)

      Rancangan Perkada tentang APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditetapkan menjadi Perkada oleh Kepala Daerah setelah memperoleh pengesahan dari Menteri bagi Daerah provinsi dan gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat bagi Daerah kabupaten/kota.

      (8)

      Ketentuan mengenai pengesahan rancangan Perkada tentang APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 109 berlaku secara mutatis mutandis terhadap pengesahan rancangan Perkada tentang APBD bagi Daerah yang belum memiliki DPRD. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA Bagian Keenam Penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Bagi Daerah Persiapan Pasal 1 19 Pendanaan penyelenggaraan pemerintahan pada Daerah persiapan ditetapkan dalam APBD daerah induk. BAB VI PELAKSANAAN DAN PENATAUSAHAAN Bagian Kesatu Umum Pasal 120

      (1)

      Semua Penerimaan dan Pengeluaran Daerah dianggarkan dalam APBD dan dilakukan melalui Rekening Kas Umum Daerah yang dikelola oleh BUD.

      (2)

      Dalam hat Penerimaan dan Pengeluaran Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak dilakukan melalui Rekening Kas Umum Daerah, BUD melakukan pencatatan dan pengesahan Penerimaan dan Pengeluaran Daerah tersebut. Pasal 121

      (1)

      PA/KPA, Bendahara Penerimaan/Bendahara Pengeluaran, dan orang atau badan yang menerima atau menguasai uang/kekayaan daerah wajib menyelenggarakan penatausahaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

      (2)

      Pejabat PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA (2) Pejabat yang menandatangani dan/atau mengesahkan dokumen yang berkaitan dengan surat bukti yang menjadi dasar penerimaan atau pengeluaran atas pelaksanaan APBD bertanggung jawab terhadap kebenaran material dan akibat yang timbul dari penggunaan surat bukti dimaksud.

      (3)

      Kebenaran material sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan kebenaran atas penggunaan anggaran dan Hasil yang dicapai atas Beban APBD sesuai dengan kewenangan pejabat yang bersangkutan.

      Pasal 122

      Kepala Daerah dan perangkat daerah dilarang melakukan pungutan selain dari yang diatur dalam Perda, kecuali ditentukan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


      Pasal 123

      Penerimaan perangkat daerah yang merupakan Penerimaan Daerah tidak dapat dipergunakan langsung untuk pengeluaran, kecuali ditentukan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


      Pasal 124

      (1)

      Setiap pejabat dilarang melakukan tindakan yang berakibat pengeluaran atas Beban APBD apabila anggaran untuk membiayai pengeluaran tersebut tidak tersedia atau tidak cukup tersedia.

      (2)

      Setiap pengeluaran atas Beban APBD didasarkan atas DPA dan SPD atau dokumen lain yang dipersamakan dengan SPD. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA (3) Kepala Daerah dan perangkat daerah dilarang melakukan pengeluaran atas Beban APBD untuk tujuan lain dari yang telah ditetapkan dalam APBD. Pasal 125

      (1)

      Untuk pelaksanaan APBD, Kepala Daerah menetapkan:

    13. pejabat yang diberi wewenang menandatangani SPD;

    14. pejabat yang diberi wewenang menandatangani SPM;

    15. pejabat yang diberi wewenang mengesahkan surat pertanggungiawaban;

    16. pejabat yang diberi wewenang menandatangani SP2D;

    17. Bendahara Penerimaan dan Bendahara Pengeluaran;

    18. Bendahara Penerimaan pembantu dan Bendahara Pengeluaran pembantu; dan

    19. Pejabat lainnya dalam rangka pelaksanaan APBD.

      (2)

      Keputusan Kepala Daerah tentang penetapan pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sebelum dimulainya tahun anggaran berkenaan. Bagian Kedua Pelaksanaan dan Penatausahaan Kas Umum Daerah Pasal 126

      (1)

      Dalam rangka pengelolaan uang daerah, PPKD selaku BUD membuka Rekening Kas Umum Daerah pada bank umum yang sehat.

      (2)

      Bank PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA (2) Bank umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Kepala Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

      (3)

      Penetapan bank umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dimuat dalam perjanjian antara BUD dengan bank umum yang bersangkutan. Pasal 127

      (1)

      Dalam pelaksanaan operasional Penerimaan Daerah dan Pengeluaran Daerah, BUD dapat membuka rekening penerimaan dan rekening pengeluaran pada bank yang ditetapkan oleh Kepa1a Daerah.

      (2)

      Rekening penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk menampung Penerimaan Daerah setiap hari.

      (3)

      Rekening penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dioperasikan sebagai rekening bersaldo nihil yang seluruh penerimaannya dipindahbukukan ke Rekening Kas Umum Daerah sekurang-kurangnya sekali sehari pada akhir hari.

      (4)

      Dalam hal kewajiban pemindahbukuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) secara teknis belum dapat dilakukan setiap hari, pemindahbukuan dapat dilakukan secara berkala yang ditetapkan dalam Perkada.

      (5)

      Rekening pengeluaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dioperasikan sebagai rekening yang menampung pagu dana untuk membiayai Kegiatan Pemerintah Daerah sesuai rencana pengeluaran, yang besarannya ditetapkan dengan Perkada.

      (6)

      Pemindahbukuan dana dari rekening penerimaan dan/atau rekening pengeluaran pada bank umum ke Rekening Kas Umum Daerah dilakukan atas perintah BUD.

      Pasal 128

      PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -9L-


      Pasal 128

      (1)

      Kepala Daerah dapat memberi izin kepada kepala SKPD untuk membuka rekening penerimaan melalui BUD yang ditetapkan oleh Kepala Daerah pada bank umum.

      (2)

      Kepala Daerah dapat memberikan izin kepada kepala SKPD untuk membuka rekening pengeluaran melalui BUD yang ditetapkan oleh Kepala Daerah pada bank umum untuk menampung UP.

      Pasal 129

      Pemerintah Daerah berhak memperoleh bunga, jasa giro, dan/atau imbalan lainnya atas dana yang disimpan pada bank berdasarkan tingkat suku bunga dan/atau jasa giro yang berlaku sesuai dengan ketentuan peraturan perLrndang- undangan. Pasal 130 Biaya yang timbul sehubungan dengan pelayanan yang diberikan oleh bank didasarkan pada ketentuan yang berlaku pada bank yang bersangkutan dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


      Pasal 131

      (1)

      Dalam rangka manajemen kas, Pemerintah Daerah dapat mendepositokan dan/atau melakukan investasi jangka pendek atas uang milik Daerah yang sementara belum digunakan sepanjang tidak mengganggu likuiditas Keuangan Daerah, tugas daerah, dan kualitas pelayanan publik.

      (2)

      Deposito dan/atau investasi jangka pendek sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disetor ke Rekening Kas Umum Daerah paling lambat per 31 Desember. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -92- Bagian Ketiga Penyiapan Dokumen Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah Pasal 132

      (1)

      PPKD memberitahukan kepada kepala SKPD agar menJrusun dan menyampaikan rancangan DPA SKPD paling lambat 3 (tiga) hari setelah Perkada tentang penjabaran APBD ditetapkan.

      (2)

      Rancangan DPA SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat Sasaran yang hendak dicapai, fungsi, Program, Kegiatan, anggaran yang disediakan untuk mencapai Sasaran, rencana penerimaan dana, dan rencana penarikan dana setiap satuan kerja serta pendapatan yang diperkirakan.

      (3)

      Kepala SKPD menyerahkan rancangan DPA SKPD yang telah disusun kepada PPKD paling lambat 6 (enam) hari setelah pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan. Pasal 133

      (1)

      TAPD melakukan verifikasi rancangan DPA SKPD bersama dengan kepala SKPD yang bersangkutan.

      (2)

      Verifikasi atas rancangan DPA SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselesaikan paling lambat 15 (lima belas) hari sejak ditetapkannya Perkada tentang penjabaran APBD.

      (3)

      Berdasarkan hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PPKD mengesahkan rancangan DPA SKPD setelah mendapatkan persetujuan sekretaris daerah. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA (4) Dalam hal hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak sesuai dengan Perkada tentang penjabaran APBD, SKPD melakukan penyempurnaan rancangan DPA SKPD untuk disahkan oleh PPKD dengan persetujuan sekretaris daerah.

      (5)

      DPA SKPD yang telah disahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) disampaikan kepala SKPD yang bersangkutan kepada satuan kerja yang secara fungsional melakukan pengawasan daerah paling lambat 7 (tujuh) hari sejak tanggal disahkan.

      (6)

      DPA SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (a) digunakan sebagai dasar pelaksanaan anggaran oleh kepala SKPD selaku PA. Bagian Keempat Anggaran Kas dan SPD Pasa] 134 (1) PPKD selaku BUD men5rusun Anggaran Kas Pemerintah Daerah untuk mengatur ketersediaan dana dalam mendanai pengeluaran sesuai dengan rencana penarikan dana yang tercantum dalam DPA SKPD.

      (2)

      Anggaran Kas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat perkiraan arus kas masuk yang bersumber dari penerimaan dan perkiraan arus kas keluar yang digunakan untuk mendanai Pengeluaran Daerah dalam setiap periode. Pasal 135

      (1)

      Dalam rangka manajemen kas, PPKD menerbitkan SPD dengan mempertimbangkan:

    20. Anggaran Kas Pemerintah Daerah;

    21. ketersediaan dana di Kas Umum Daerah; dan c penjadwalan. c penjadwalan pembayaran pelaksanaan anggaran yang tercantum dalam DPA SKPD.

      (2)

      SPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disiapkan oleh Kuasa BUD untuk ditandatangani oleh PPKD.

      Pasal 136

      Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pen5rusunan Anggaran Kas dan SPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 dan Pasal 135 diatur dalam Perkada berpedoman pada Peraturan Menteri. Bagian Kelima Pelaksanaan dan Penatausahaan Pendapatan Daerah


      Pasal 137

      (1)

      Bendahara Penerimaan wajib menyetor seluruh penerimaannya ke Rekening Kas Umum Daerah paling lambat dalam waktu 1 (satu) hari.

      (2)

      Dalam hal kondisi geografis Daerah sulit dijangkau dengan komunikasi, transportasi, dan keterbatasan pelayanan jasa keuangan, serta kondisi objektif lainnya, penyetoran penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melebihi 1 (satu) hari yang diatur dalam Perkada.

      (3)

      Setiap penerimaan harus didukung oleh bukti yang lengkap dan sah atas setoran. (a) Bukti sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat meliputi dokumen elektronik.

      (5)

      Penyetoran penerimaan pendapatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan surat tanda setoran. Pasal 138 . PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA Pasal 138

      (1)

      Penyetoran penerimaan pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 137 ayat (5) dilakukan secara tunai dan/atau nontunai.

      (2)

      Penyetoran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dianggap sah setelah Kuasa BUD menerima nota kredit atau dokumen lain yang dipersamakan.

      (3)

      Bendahara Penerimaan dilarang menyimpan uang, cek, atau surat berharga yang dalam penguasaannya:

    22. lebih dari 1 (satu) hari, kecuali terdapat keadaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal L37 ayat (2lr; dan/atau

    23. atas nama pribadi.

      Pasal 139
      (1)

      Bendahara Penerimaan pada SKPD wajib menyelenggarakan pembukuan terhadap seluruh penerimaan dan penyetoran atas penerimaan yang menj adi tanggung ^j awabnya.

      (2)

      Bendahara Penerimaan pada SKPD wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban penerimaan kepada PA melalui PPK SKPD paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.

      (3)

      Bendahara Penerimaan pada SKPD wajib menyampaikan laporan pertanggungiawaban penerimaan kepada PPKD paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.

      (4)

      PPKD melakukan verifikasi, evaluasi, dan analisis atas laporan pertanggungjawaban penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam rangka rekonsiliasi penerimaan. Pasal l+O . PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -96- Pasa] 140 (1) Pengembalian atas kelebihan Penerimaan Daerah yang sifatnya berulang dan terjadi pada tahun yang sama maupun tahun sebelumnya dilakukan dengan membebankan pada rekening penerimaan yang bersangkutan. (2) Pengembalian atas kelebihan Penerimaan Daerah yang sifatnya tidak berulang yang terjadi dalam tahun yang sama dilakukan dengan membebankan pada rekening penerimaan yang bersangkutan. (3) Pengembalian atas kelebihan Penerimaan Daerah yang sifatnya tidak berulang yang terjadi pada tahun sebelumnya dilakukan dengan membebankan pada rekening belanja tidak terduga. Bagian Keenam Pelaksanaan dan Penatausahaan Belanja Daerah


      Pasal 141
      (1)

      Setiap pengeluaran harus didukung bukti yang lengkap dan sah mengenai hak yang diperoleh oleh pihak yang menagih. (2) Pengeluaran kas yang mengakibatkan Beban APBD tidak dapat dilakukan sebelum rancangan Perda tentang APBD ditetapkan dan diundangkan dalam lembaran daerah. (3) Pengeluaran kas sebagaimana dimaksud pada ayat (21 tidak termasuk pengeluaran keadaan darurat dan/atau keperluan mendesak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 142 (1) Bendahara Pengeluaran mengajukan SPP kepada PA melalui PPK SKPD berdasarkan SPD atau dokumen lain yang dipersamakan dengan SPD.

      (2)

      Pengajuan PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA (2) Pengajuan SPP kepada KPA berdasarkan pertimbangan besaran SKPD dan lokasi, disampaikan Bendahara Pengeluaran pembantu melalui PPK Unit SKPD berdasarkan SPD atau dokumen lain yang dipersamakan dengan SPD.

      (3)

      Pengajuan SPP kepada KPA berdasarkan pertimbangan besaran anggaran Kegiatan SKPD, disampaikan Bendaha^ a Pengeluaran pembantu melalui PPK SKPD berdasarkan SPD atau dokumen lain yang dipersamakan dengan SPD.

      (4)

      SPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:


    24. SPP UP;

    25. SPP GU;

    26. SPP TU; dan

    27. SPP LS.

      (5)

      SPP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) terdiri atas:

    28. SPP TU; dan

    29. SPP LS.

      Pasal 143
      (1)

      Penerbitan dan pengajuan dokumen SPP UP dilakukan oleh Bendahara Pengeluaran dalam rangka pengisian UP.

      (2)

      Penerbitan dan pengajuan dokumen SPP GU dilakukan oleh Bendahara Pengeluaran dalam rangka mengganti UP.

      (3)

      Ketentuan lebih lanjut mengenai besaran UP dan GU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (21 ditetapkan dengan keputusan Kepala Daerah.

      (4)

      Pengajuan SPP UP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan dengan melampirkan keputusan Kepala Daerah tentang besaran UP sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

      (5)

      Pengajuan . PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA (5) Pengajuan SPP GU sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilampiri dengan dokumen asli pertanggungjawaban penggunaan UP.


      Pasal 144
      (1)

      Bendahara Pengeluaran atau Bendahara Pengeluaran pembantu mengajukan SPP TU untuk melaksanakan Kegiatan yang bersifat mendesak dan tidak dapat menggunakan SPP LS dan/atau SPP UP/GU. (2) Batas jumlah pengajuan SPP TU harus mendapat persetujuan dari PPKD dengan memperhatikan rincian kebutuhan dan waktu penggunaannya ditetapkan dengan Perkada. (3) Dalam hal sisa TU tidak habis digunakan dalam 1 (satu) bulan, sisa TU disetor ke Rekening Kas Umum Daerah. (4) Ketentuan batas waktu penyetoran sisa TU sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikecualikan untuk:


    30. Kegiatan yang pelaksanaannya melebihi 1 (satu) bulan; dan/atau

    31. Kegiatan yang mengalami perubahan jadwal dari yang telah ditetapkan sebelumnya akibat peristiwa di luar kendali PA/KPA. (5) Pengajuan SPP TU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan daftar rincian rencana penggunaan dana.

      Pasal 145
      (1)

      Penerbitan dan pengajuan dokumen SPP LS dilakukan oleh Bendahara Pengeluaran untuk pembayaran:


    32. gaji dan tunjangan;

    33. kepada pihak ketiga atas pengadaan barang dan jasa; dan

    34. kepada pihak ketiga lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -99- (2) Pengajuan dokumen SPP LS untuk pembayaran pengadaan barang dan jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat juga dilakukan oleh Bendahara Pengeluaran pembantu dalam hal PA melimpahkan sebagian kewenangannya kepada KPA.

      Pasal 146
      (1)

      Pengajuan dokumen SPP LS untuk pembayaran pengadaan barang dan jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 145 ayat (1) huruf b oleh Bendahara Pengeluaran/Bendahara Pengeluaran pembantu, dilakukan paling lambat 3 (tiga) hari sejak diterimanya tagihan dari pihak ketiga melalui PPTK.

      (2)

      Pengajuan SPP LS dilampiri dengan kelengkapan persyaratan yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasa] 147 (1) Berdasarkan pengajuan SPP UP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 143 ayat (1), PA mengajukan permintaan UP kepada Kuasa BUD dengan menerbitkan SPM UP.

      (2)

      Berdasarkan pengajuan SPP GU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 143 ayat (2), PA mengajukan penggantian UP yang telah digunakan kepada Kuasa BUD dengan menerbitkan SPM GU.

      (3)

      Berdasarkan pengajuan SPP TU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 144 ayat (1), PA/KPA mengajukan permintaan TU kepada Kuasa BUD dengan menerbitkan SPM TU. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA


      Pasal 148
      (1)

      Berdasarkan SPP LS yang diajukan oleh Bendahara Pengeluaran/Bendahara Pengeluaran pembantu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 145 ayat (1), PPK SKPD/PPK Unit SKPD melakukan verifikasi atas:


    35. kebenaran material surat bukti mengenai hak pihak penagih;

    36. kelengkapan dokumen yang menjadi persyaratan/ sehubungan dengan ikatan/perjanjian pengadaan barangljasa; dan

    37. ketersediaan dana yang bersangkutan. (2) Berdasarkan hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PA/KPA memerintahkan pembayaran atas Beban APBD mela-lui penerbitan SPM LS kepada Kuasa BUD. (3) Dalam hal hasil verifikasi tidak memenuhi syarat, PA/KPA tidak menerbitkan SPM LS. (4) PAIKPA mengembalikan dokumen SPP LS dalam hal hasil verifikasi tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling lambat 1 (satu) hari terhitung sejak diterimanya SPP.

      Pasal 149
      (1)

      Kuasa BUD menerbitkan SP2D berdasarkan SPM yang diterima dari PA/KPA yang ditujukan kepada bank operasional mitra kerjanya.

      (2)

      Penerbitan SP2D sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 2 (dua) hari sejak SPM diterima. (3) Dalam rangka penerbitan SP2D sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kuasa BUD berkewajiban untuk:


    38. meneliti kelengkapan SPM yang diterbitkan oleh PA/KPA berupa Surat Pernyataan Tanggung Jawab PA/KPA; PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA b. menguji kebenaran perhitungan tagihan atas Beban APBD yang tercantum dalam perintah pembayaran;

    39. menguji ketersediaan dana Kegiatan yang bersangkutan; dan

    40. memerintahkan pencairan dana sebagai dasar Pengeluaran Daerah.

      (4)

      Kuasa BUD tidak menerbitkan SP2D yang diajukan PA/KPA apabila:

    41. tidak dilengkapi Surat Pernyataan Tanggung Jawab PA/KPA; dan/atau

    42. pengeluaran tersebut melampaui pagu.

      (5)

      Kuasa BUD mengembalikan dokumen SPM dalam hat ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) paling lambat 1 (satu) hari terhitung sejak diterimanya SPM. Pasa-l 150 (1) Bendahara Pengeluaran/Bendahara Pengeluaran pembantu melaksanakan pembayaran setelah:

    43. meneliti kelengkapan dokumen pembayaran yang diterbitkan oleh PA/KPA beserta bukti transaksinya;

    44. menguji kebenaran perhitungan tagihan yang tercantum dalam dokumen pembayaran; dan

    45. menguji ketersediaan dana yang bersangkutan.

      (2)

      Bendahara Pengeluaran/Bendahara Pengeluaran pembantu wajib menolak melakukan pembayaran dari PA/KPA apabila persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dipenuhi.

      (3)

      Bendahara Pengeluaran/Bendahara Pengeluaran pembantu bertanggung jawab secara pribadi atas pembayaran yang dilaksanakannya.

      Pasal 151

      PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -to2-


      Pasal 151

      Bendahara Pengeluaran/Bendahara Pengeluaran pembantu sebagai wajib pungut Pajak Penghasilan (PPh) dan pajak lainnya wajib menyetorkan seluruh penerimaan potongan dan pajak yang dipungutnya ke Rekening Kas Umum Negara.


      Pasal 152

      PA/KPA dilarang menerbitkan SPM yang membebani tahun anggaran berkenaan setelah tahun anggaran berakhir.


      Pasal 153

      (1)

      Bendahara Pengeluaran secara administratif wajib mempertanggungjawabkan penggunaan UPIGU ITU/LS kepada PA mela-lui PPK SKPD paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya. (2) Bendahara Pengeluaran/Bendahara Pengeluaran pembantu pada SKPD wajib mempertanggungiawabkan secara fungsional atas pengelolaan uang yang menjadi tanggung jawabnya dengan menyampaikan laporan pertanggungjawaban pengeluaran kepada PPKD selaku BUD paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya. (3) Ketentuan batas waktu penerbitan surat pengesahan laporan pertanggungjawaban pengeluaran dan sanksi keterlambatan penyampaian laporan pertanggungjawaban ditetapkan dalam Perkada. (4) Penyampaian pertanggungjawaban Bendahara Pengeluaran/Bendahara Pengeluaran pembantu secara fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan setelah diterbitkan surat pengesahan pertanggungiawaban pengeluaran oleh PA/ KPA. (5) Untuk tertib laporan pertanggungjawaban pada akhir tahun anggaran, pertanggungjawaban pengeluaran dana bulan Desember disampaikan paling lambat tanggal 31 Desember. Bagian Ketujuh Bagian Ketujuh Pelaksanaan dan Penatausahaan Pembiayaan Daerah Pasal 154

      (1)

      Pelaksanaan dan penatausahaan penerimaan dan pengeluaraan Pembiayaan Daerah dilakukan oleh kepala SKPKD. (2) Penerimaan dan pengeluaraan Pembiayaan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui Rekening Kas Umum Daerah. (3) Dalam hal penerimaan dan pengeluaran Pembiayaan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak dilakukan melalui Rekening Kas Umum Daerah, BUD melakukan pencatatan dan pengesahan penerimaan dan pengeluaran Pembiayaan Daerah tersebut.

      Pasal 155

      Keadaan yang menyebabkan SiLPA tahun sebelumnya digunakan dalam tahun anggaran berjalan untuk:


    46. menutupi defisit anggaran;

    47. mendanai kewajiban Pemerintah Daerah yang belum tersedia anggarannya;

    48. membayar bunga dan pokok Utang dan/atau obligasi daerah yang melampaui anggaran yang tersedia mendahului perubahan APBD;

    49. melunasi kewajiban bunga dan pokok Utang;

    50. mendanai kenaikan gaji dan tunjangan Pegawai ASN akibat adanya kebijakan Pemerintah;

    51. mendanai Program dan Kegiatan yang belum tersedia anggarannya; dan/atau

    52. mendanai PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -ro4- g. mendanai Kegiatan yang capaian Sasaran Kinerjanya ditingkatkan dari yang telah ditetapkan dalam DPA SKPD tahun anggaran berjalan, yang dapat diselesaikan sampai dengan batas akhir penyelesaian pembayaran dalam tahun anggaran berjalan.

      Pasal 156
      (1)

      Pemindahbukuan dari rekening Dana Cadangan ke Rekening Kas Umum Daerah dilakukan berdasarkan rencana penggunaan Dana Cadangan sesuai peruntukannya.

      (2)

      Pemindahbukuan dari rekening Dana Cadangan ke Rekening Kas Umum Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah jumlah Dana Cadangan yang ditetapkan berdasarkan Perda tentang pembentukan Dana Cadangan yang bersangkutan mencukupi.

      (3)

      Pemindahbukuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling tinggi sejumlah pagu Dana Cadangan yang akan digunakan sesuai peruntukannya pada tahun anggaran berkenaan sesuai dengan yang ditetapkan dengan Perda tentang pembentukan Dana Cadangan.

      (4)

      Pemindahbukuan dari rekening Dana Cadangan ke Rekening Kas Umum Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan surat perintah pemindahbukuan oleh Kuasa BUD atas persetujuan PPKD.


      Pasal 157
      (1)

      Pengalokasian anggaran untuk pembentukan Dana Cadangan dalam tahun anggaran berkenaan sesuai dengan jumlah yang ditetapkan dalam Perda tentang pembentukan Dana Cadangan. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA (2) Alokasi anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipindahbukukan dari Rekening Kas Umum Daerah ke rekening Dana Cadangan.

      (3)

      Pemindahbukuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan surat perintah Kuasa BUD atas persetujuan PPKD.


      Pasal 158

      Dalam rangka pelaksanaan pengeluaran Pembiayaan, Kuasa BUD berkewajiban untuk:


    53. meneliti kelengkapan perintah pembayaran yang diterbitkan oleh kepala SKPKD;

    54. menguji kebenaran perhitungan pengeluaran Pembiayaan yang tercantum dalam perintah pembayaran;

    55. menguji ketersediaan dana yang bersangkutan; dan

    56. menolak pencairan dana, apabila perintah pembayaran atas pengeluaran Pembiayaan tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Bagian Kedelapan Pengelolaan Barang Milik Daerah

      Pasal 159
      (1)

      Pengelolaan BMD adalah keseluruhan Kegiatan yang meliputi perencanaan kebutuhan dan penganggaran, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, pengamanan dan pemeliharaan, penilaian, pemindahtanganan, pemusnahan, penghapusan, penatausahaan dan pembinaan, pengawasan dan pengendalian.

      (2)

      Pengelolaan BMD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA BAB VII LAPORAN REALISASI SEMESTER PERTAMA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH DAN PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH Bagian Kesatu Laporan Realisasi Semester Pertama Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah


      Pasal 160
      (1)

      Pemerintah Daerah men5rusun laporan realisasi semester pertama APBD dan prognosis untuk 6 (enam) bulan berikutnya. (2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada DPRD paling lambat pada akhir bulan Juli tahun anggaran berkenaan. Bagian Kedua Dasar Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah


      Pasal 161
      (1)

      Laporan realisasi semester pertama APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 160 menjadi dasar perubahan APBD. (2) Perubahan APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan apabila terjadi:


    57. perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi KUA;

    58. keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antar organisasi, antar unit organisasi, antar Program, antar Kegiatan, dan antar jenis belanja;

    59. keadaan yang menyebabkan SiLPA tahun anggaran sebelumnya harus digunakan dalam tahun anggaran berjalan;

    60. keadaan PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -to7- d. keadaan darurat; dan/atau

    61. keadaan luar biasa. Bagian Ketiga Perubahan Kebdakan Umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan Perubahan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara

      Pasal 162
      (1)

      Perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi KUA sebagaimana dimaksud dalam Pasal l6L ayat (2) huruf a dapat berupa terjadinya:


    62. pelampauan atau tidak tercapainya proyeksi Pendapatan Daerah;

    63. pelampauan atau tidak terealisasinya alokasi Belanja Daerah; dan/atau

    64. perubahan sumber dan penggunaan Pembiayaan daerah.

      (2)

      Kepala Daerah memformulasikan perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi KUA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ke dalam rancangan perubahan KUA serta perubahan PPAS berdasarkan perubahan RKPD.

      (3)

      Dalam rancangan perubahan KUA sebagaimana dimaksud pada ayat (21 disertai penjelasan mengenai perbedaan asumsi dengan KUA yang ditetapkan sebelumnya.

      (4)

      Dalam rancangan perubahan PPAS sebagaimana dimaksud pada ayat (21disertai penjelasan:

    65. Program dan Kegiatan yang dapat diusulkan untuk ditampung dalam perubahan APBD dengan mempertimbangkan sisa waktu pelaksanaan APBD tahun anggaran berjalan; PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA b. capaian Sasaran Kinerja Program dan Kegiatan yang harus dikurangi dalam perubahan APBD apabila asumsi KUA tidak tercapai; dan

    66. capaian Sasaran Kinerja Program dan Kegiatan yang harus ditingkatkan dalam perubahan APBD apabila melampaui asumsi KUA. Bagian Keempat Pergeseran Anggaran

      Pasal 163

      Pergeseran anggaran dapat dilakukan antar organisasi, antar unit organisasi, antar Program, antar Kegiatan, dan antar jenis belanja, antar obyek belanja, dan/atau antar rincian obyek belanja.


      Pasal 164
      (1)

      Pergeseran anggaran antar organisasi, antar unit organisasi, antar Program, antar Kegiatan, dan antar jenis belanja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 163 dilakukan melalui perubahan Perda tentang APBD.

      (2)

      Pergeseran anggaran antar obyek belanja dan/atau antar rincian obyek belanja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 163 dilakukan melalui perubahan Perkada tentang Penjabaran APBD.

      (3)

      Pergeseran anggaran antar obyek belanja dalam jenis belanja dan antar rincian obyek belanja dalam obyek belanja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Kepala Daerah. (4) Pergeseran anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diformulasikan dalam Perubahan DPA SKPD.

      (5)

      Perubahan PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA (5) Perubahan Perkada tentang penjabaran APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) selanjutnya dituangkan dalam rancangan Perda tentang perubahan APBD atau ditampung dalam laporan realisasi anggaran. (6) Perubahan Perkada tentang penjabaran APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditampung dalam laporan realisasi anggaran apabila:


    67. tidak melakukan perubahan APBD; atau

    68. pergeseran dilakukan setelah ditetapkannya Perda tentang perubahan APBD. (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pergeseran anggaran diatur dalam Perkada sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Kelima Penggunaan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Sebelumnya Da1am Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Pasa] 165 Penggunaan SiLPA tahun sebelumnya untuk pendanaan pengeluaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16l ayat (21 huruf c diformulasikan terlebih dahulu dalam Perubahan DPA SKPD danf atau RKA SKPD. Bagian Keenam Pendanaan Keadaan Darurat Pasa-l 166 (1) Pemerintah Daerah mengusulkan pengeluaran untuk mendanai keadaan darurat yang belum tersedia anggarannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 ayat (1) dalam rancangan perubahan APBD.

      (2)

      Dalam PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA (2) Dalam hal pengeluaran untuk mendanai keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah perubahan APBD atau dalam hal Pemerintah Daerah tidak melakukan perubahan APBD maka pengeluaran tersebut disampaikan dalam laporan realisasi anggaran. Bagian Ketujuh Pendanaan Keadaan Luar Biasa Pasal 167

      (1)

      Perubahan APBD hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun anggaran, kecuali dalam keadaan luar biasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 161 ayat (2) huruf e.

      (2)

      Keadaan luar biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan keadaan yang menyebabkan estimasi penerimaan dan/atau pengeluaran dalam APBD mengalami kenaikan atau penurunan lebih besar dari 50% (lima puluh persen).

      (3)

      Ketentuan mengenai perubahan APBD akibat keadaan luar biasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Perkada sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Pasal 168

      (1)

      Dalam hal keadaan luar biasa yang menyebabkan estimasi penerimaan dalam APBD mengalami kenaikan lebih dari 5Oo/o (lima puluh persen) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 167 ayat (2) dapat dilakukan penambahan Kegiatan baru dan/atau peningkatan capaian Sasaran Kinerja Program dan Kegiatan dalam tahun anggaran berkenaan. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA (2) Dalam hal keadaan luar biasa yang menyebabkan estimasi penerimaan dalam APBD mengalami penurunan lebih dari 5Oo/o (lima puluh persen) sebagaimana dimaksud dalam Pasal L67 ayat (21 dapat dilakukan penjadwalan ulang dan/atau pengurangan capaian Sasaran Kinerja Program dan Kegiatan lainnya dalam tahun anggaran berkenaan. Bagian Kedelapan Pen5rusunan Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Pasal 169

      (1)

      Rancangan perubahan KUA dan rancangan perubahan PPAS sebagaimana dimaksud dalam Pasal L62 ayat (2) disampaikan kepada DPRD paling lambat minggu pertama bulan Agustus dalam tahun anggaran berkenaan.

      (2)

      Rancangan perubahan KUA dan rancangan perubahan PPAS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibahas bersama dan disepakati menjadi perubahan KUA dan perubahan PPAS paling lambat minggu kedua bulan Agustus dalam tahun anggaran berkenaan. Pasal 170

      (1)

      Perubahan KUA dan perubahan PPAS yang telah disepakati Kepala Daerah bersama DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 162 ayat (2) menjadi pedoman perangkat daerah dalam menJrusun RKA SKPD.

      (2)

      Perubahan KUA dan perubahan PPAS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada perangkat daerah disertai dengan:

    69. Program dan Kegiatan baru;

    70. kriteria DPA SKPD yang dapat diubah;

    71. batas PRES I DEN REPIJBLIK INDONESIA -Lr2- c. batas waktu penyampaian RKA SKPD kepada PPKD; dan/atau

    72. dokumen sebagai lampiran meliputi kode rekening perubahan APBD, format RKA SKPD, analisis standar belanja, standar harga satuan dan perencanaan kebutuhan BMD serta dokumen lain yang dibutuhkan.

      (3)

      Penyampaian sebagaimana dimaksud pada ayat (21 dilakukan paling lambat minggu ketiga bulan Agustus tahun anggaran berkenaan. Pasal 171

      (1)

      Kepala SKPD menJrusun RKA SKPD berdasarkan perubahan KUA dan perubahan PPAS sebagaimana dimaksud dalam Pasal L62 ayat (2).

      (2)

      RKA SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada PPKD sebagai bahan penJrusunan rancangan Perda tentang perubahan APBD.

      Pasal 172

      Ketentuan mengenai tata cara penJrusunan RKA SKPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 93 sampai dengan Pasa1 1O0 berlaku secara mutatis mutandis terhadap penJrusunan RKA SKPD pada perubahan APBD.


      Pasal 173

      (1)

      DPA SKPD yang dapat diubah sebagaimana dimaksud dalam Pasa1 l7O ayat (2) huruf b berupa peningkatan atau pengurangan capaian Sasaran Kinerja Program dan Kegiatan dari yang telah ditetapkan semula. (2) Peningkatan atau pengurangan capaian Sasaran Kinerja Program dan Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diformulasikan dalam perubahan DPA SKPD.

      (3)

      Perubahan PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA (3) Perubahan DPA SKPD memuat capaian Sasaran Kinerja, kelompok, jenis, obyek, rincian obyek pendapatan, belanja, dan Pembiayaan baik sebelum dilakukan perubahan maupun setelah perubahan. Pasal 174

      (1)

      RKA SKPD yang memuat Program dan Kegiatan baru dan perubahan DPA SKPD yang akan dianggarkan dalam perubahan APBD yang telah disusun oleh SKPD disampaikan kepada TAPD melalui PPKD untuk diverifikasi.

      (2)

      Verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh TAPD untuk menelaah kesesuaian antara RKA SKPD dan perubahan DPA SKPD dengan:

    73. perubahan KUA dan perubahan PPAS;

    74. prakiraan maju yang telah disetujui;

    75. dokumen perencanaan Iainnya;

    76. capaian Kinerja;

    77. indikator Kinerja;

    78. analisis standar belanja;

    79. standar harga satuan;

    80. perencanaan kebutuhan BMD;

    81. Standar Pelayanan Minimal; dan

    82. Program dan Kegiatan antar RKA SKPD dan perubahan DPA SKPD.

      (3)

      Dalam hal hasil verifikasi TAPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdapat ketidaksesuaian, kepala SKPD melakukan penyempurnaan. Pasal 175

      (1)

      PPKD men5rusun rancangan Perda tentang perubahan APBD dan dokumen pendukung berdasarkan RKA SKPD dan perubahan DPA SKPD yang telah disempurnakan oleh kepala SKPD. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -tt4- (2) Rancangan Perda tentang perubahan APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat lampiran paling sedikit terdiri atas:

    83. ringkasan APBD yang diklasifikasi menurut kelompok dan jenis pendapatan, belanja, dan Pembiayaan;

    84. ringkasan APBD menurut Urusan Pemerintahan daerah dan organisasi;

    85. rincian APBD menurut Urusan Pemerintahan daerah, organisasi, Program, Kegiatan, kelompok, jenis pendapatan, belanja, dan Pembiayaan;

    86. rekapitulasi Belanja Daerah dan kesesuaian menurut Urusan Pemerintahan daerah, organisasi, Program, dan Kegiatan;

    87. rekapitulasi Belanja Daerah untuk keselarasan dan keterpaduan Urusan Pemerintahan daerah dan fungsi dalam kerangka pengelolaan keuangan negara;

    88. daftar jumlah pegawai per golongan dan per jabatan;

    89. daftar Piutang Daerah;

    90. daftar penyertaan modal daerah dan investasi daerah lainnya;

    91. daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset tetap daerah;

    92. daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset lain-lain;

    93. daftar Kegiatan tahun anggaran sebelumnya yang belum diselesaikan dan dianggarkan kembali dalam tahun anggaran berkenaan;

  1. daftar Dana Cadangan daerah; dan
    1. daftar Pinjaman Daerah.

      (3)

      Dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas nota keuangan dan rancangan Perkada tentang penjabaran perubahan APBD. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA (4) Rancangan Perkada tentang penjabaran perubahan APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memuat lampiran paling sedikit terdiri atas:

    2. ringkasan penjabaran perubahan APBD yang diklasifrkasi menurut jenis, obyek, dan rincian obyek pendapatan, belanja, dan Pembiayaan;

    3. penjabaran perubahan APBD menurut Urusan Pemerintahan daerah, organisasi, Program, Kegiatan, jenis, obyek, rincian obyek pendapatan, belanja, dan Pembiayaan;

    4. daftar nama penerima, alamat penerima, dan besaran hibah; dan

    5. daftar nama penerima, alamat penerima, dan besaran bantuan sosial.

      Pasal 176

      Rancangan Perda tentang perubahan APBD yang telah disusun oleh PPKD disampaikan kepada Kepala Daerah. Bagian Kesembilan Penetapan Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Pasal L77 Kepala Daerah wajib menyampaikan rancangan Perda tentang perubahan APBD kepada DPRD disertai penjelasan dan dokumen pendukung untuk dibahas dalam rangka memperoleh persetujuan bersama paling lambat minggu kedua bulan September tahun anggaran berkenaan. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA Pasa] 178 (1) Pembahasan rancangan Perda tentang perubahan APBD dilaksanakan oleh Kepala Daerah dan DPRD setelah Kepala Daerah menyampaikan rancangan Perda tentang perubahan APBD beserta penjelasan dan dokumen pendukung sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

      (2)

      Pembahasan rancangan Perda tentang perubahan APBD berpedoman pada perubahan RKPD, perubahan KUA, dan perubahan PPAS. Bagian Kesepuluh Persetujuan Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah


      Pasal 179
      (1)

      Pengambilan keputusan mengenai rancangan Perda tentang perubahan APBD dilakukan oleh DPRD bersama Kepala Daerah paling lambat 3 (tiga) bulan sebelum tahun anggaran berkenaan berakhir.

      (2)

      Dalam hal DPRD sampai batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mengambil keputusan bersama dengan Kepala Daerah terhadap rancangan Perda tentang perubahan APBD, Kepala Daerah melaksanakan pengeluaran yang telah dianggarkan dalam APBD tahun anggaran berkenaan.

      (3)

      Penetapan rancangan Perda tentang perubahan APBD dilakukan setelah ditetapkannya Perda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD tahun sebelumnya. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -tL7- Bagian Kesebelas Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan Rancangan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran Perubahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah


      Pasal 180
      (1)

      Rancangan Perda provinsi tentang perubahan APBD yang telah disetujui bersama antara Kepala Daerah dan DPRD dan rancangan Perkada tentang penjabaran perubahan APBD disampaikan kepada Menteri paling lambat 3 (tiga) hari terhitung sejak tanggal persetujuan rancangan Perda provinsi tentang perubahan APBD untuk dievaluasi sebelum ditetapkan oleh gubernur. (2) Rancangan Perda provinsi tentang perubahan APBD dan rancangan Perkada tentang penjabaran perubahan APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan perubahan RKPD, perubahan KUA, dan perubahan PPAS yang disepakati antara Kepala Daerah dan DPRD. (3) Dalam melakukan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan. (4) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk menguji kesesuaian rancangan Perda provinsi tentang perubahan APBD dan rancangan Perkada provinsi tentang penjabaran perubahan APBD dengan:


    6. ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi;

    7. kepentingan umum;

    8. perubahan RKPD, perubahan KUA, dan perubahan PPAS; dan

    9. RPJMD.

      (5)

      Hasil PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA (5) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (41 ditetapkan dengan keputusan Menteri.

      (6)

      Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disampaikan kepada gubernur paling lambat 15 (lima belas) hari terhitung sejak rancangan Perda provinsi tentang perubahan APBD dan rancangan Perkada tentang penjabaran perubahan APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima. (71 Dalam hal Menteri, setelah berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan, menyatakan hasil evaluasi rancangan Perda provinsi tentang perubahan APBD dan rancangan Perkada tentang penjabaran perubahan APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (5) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum, perubahan RKPD, perubahan KUA dan perubahan PPAS, dan RPJMD, gubernur menetapkan rancangan tersebut menjadi Perda dan Perkada sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

      (8)

      Dalam hal Menteri, setelah berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan, menyatakan hasil evaluasi rancangan Perda provinsi tentang perubahan APBD dan rancangan Perkada tentang penjabaran perubahan APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum, perubahan RKPD, perubahan KUA dan perubahan PPAS, dan RPJMD, gubernur bersama DPRD melakukan penyempurnaan paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak hasil evaluasi diterima. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA (9) Dalam hal hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (8) tidak ditindaklanjuti oleh gubernur dan DPRD dan gubernur menetapkan rancangan Perda provinsi tentang perubahan APBD menjadi Perda dan rancangan Perkada tentang penjabaran perubahan APBD menjadi Perkada, Menteri mengusulkan kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan untuk melakukan penundaan dan/atau pemotongan Dana Transfer Umum sesuai dengan ketentuan peraturan perurndang-undangan. Pasa] 181 (1) Rancangan Perda kabupatenlkota tentang perubahan APBD yang telah disetujui bersama dan rancangan Perkada tentang penjabaran perubahan APBD disampaikan kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat paling lambat 3 (tiga) hari sejak tanggal persetujuan Rancangan Perda kabupatenlkota tentang perubahan APBD untuk dievaluasi sebelum ditetapkan oleh bupati/wali kota. (21 Rancangan Perda kabupaten/kota tentang perubahan APBD dan rancangan Perkada tentang penjabaran perubahan APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan perubahan RKPD, perubahan KUA, dan perubahan PPAS yang disepakati antara Kepala Daerah dan DPRD.

      (3)

      Dalam melakukan evaluasi Rancangan Perda kabupaten/kota tentang perubahan APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat berkonsultasi dengan Menteri dan selanjutnya Menteri berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.

      (4)

      Evaluasi PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -t20- (4) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk menguji kesesuaian rancangan Perda kabupatenlkota tentang perubahan APBD dan rancangan Perkada tentang penjabaran perubahan APBD dengan:

    10. ketentuan peraturan perLrndang-undangan yang lebih tinggi;

    11. kepentingan umum;

    12. perubahan RKPD, perubahan KUA, dan perubahan PPAS; dan

    13. RPJMD.

      (5)

      Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan dengan keputusan gubernur.

      (6)

      Keputusan gubernur sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disampaikan oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat kepada bupati/wali kota paling lambat 15 (lima belas) hari terhitung sejak rancangan Perda kabupatenlkota tentang perubahan APBD dan rancangan Perkada tentang penjabaran Perubahan APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterima.

      (7)

      Dalam hal gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat menyatakan hasil evaluasi rancangan Perda kabupaten/kota tentang perubahan APBD dan rancangan Perkada tentang penjabaran perubahan APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (5) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum, perubahan RKPD, perubahan KUA, perubahan PPAS, dan RPJMD, bupati/wali kota menetapkan rancangan tersebut menjadi Perda dan Perkada sesuai dengan ketentuan peraturan perLrndang- undangan.

      (8)

      Dalam PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -t2t- (8) Dalam hal gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat menyatakan hasil evaluasi rancangan Perda kabupaten/kota tentang perubahan APBD dan rancangan Perkada tentang penjabaran perubahan APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum, perubahan RKPD, perubahan KUA, perubahan PPAS, dan RPJMD, bupati/wali kota bersama DPRD melakukan penyempurnaan paling lama 7 (tujuh) hari sejak hasil evaluasi diterima.

      (9)

      Dalam hal hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (8) tidak ditindaklanjuti oleh bupati/wali kota dan DPRD dan bupati/wali kota menetapkan rancangan Perda kabupaten/kota tentang Perubahan APBD menjadi Perda dan rancangan Perkada tentang penjabaran Perubahan APBD menjadi Perkada, gubernur mengusulkan kepada Menteri, selanjutnya Menteri mengusulkan kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan untuk melakukan penundaan dan/atau pemotongan Dana Transfer Umum sesuai dengan ketentuan peraturan perLrndang-undangan. Pasal 182

      (1)

      Dalam hal gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat tidak melaksanakan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1I2 ayat (1) dan Pasal 181 ayat (1), Menteri mengambil alih pelaksanaan evaluasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Dalam rangka melaksanakan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -r22- Pasa] 183 Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat menyampaikan hasil evaluasi rancangan Perda kabupaten/kota tentang perubahan APBD dan rancangan Perkada tentang penjabaran perubahan APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 181 ayat (6) kepada Menteri paling lambat 3 (tiga) hari sejak ditetapkannya keputusan gubernur tentang hasil evaluasi rancangan Perda kabupaten/kota tentang perubahan APBD dan rancangan Perkada tentang penjabaran perubahan APBD. Pasal 184

      (1)

      Penyempurnaan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 180 ayat (8) dan Pasal 181 ayat (8) dilakukan Kepala Daerah melalui TAPD bersama dengan DPRD melalui badan anggaran.

      (2)

      Hasil penyempurnaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan pimpinan DPRD.

      (3)

      Keputusan pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (21 dijadikan dasar penetapan Perda tentang perubahan APBD.

      (4)

      Keputusan pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (21dilaporkan pada sidang paripurna berikutnya.

      (5)

      Keputusan pimpinan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (21 disampaikan kepada Menteri untuk perubahan APBD provinsi dan kepada gubernur untuk perubahan APBD kabupaten/kota paling lambat 3 (tiga) hari setelah keputusan tersebut ditetapkan. BAB VIII PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -t23- BAB VIII AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH Bagian Kesatu Akuntansi Pemerintah Daerah Pasal 185

      (1)

      Akuntansi Pemerintah Daerah dilaksanakan berdasarkan:

    14. Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah;

    15. SAPD; dan

    16. BAS untuk Daerah, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

      (2)

      Akuntansi Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh entitas akuntansi dan entitas pelaporan. Pasal 186

      (1)

      Kebijakan Akuntansi Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 185 ayat (1) huruf a, meliputi kebijakan akuntansi pelaporan keuangan dan kebijakan akuntansi akun.

      (2)

      Kebijakan akuntansi pelaporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat penjelasan atas unsur- unsur laporan keuangan yang berfungsi sebagai panduan dalam penyajian pelaporan keuangan.

      (3)

      Kebijakan akuntansi akun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengatur definisi, pengakuan, pengukuran, penilaian, danf atau pengungkapan transaksi atau peristiwa sesuai dengan SAP.

      Pasal 187

      PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -t24-


      Pasal 187

      (1)

      SAPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 185 ayat (1) huruf b, memuat pilihan prosedur dan teknik akuntansi dalam melakukan identifikasi transaksi, pencatatan pada jurnal, posting kedalam buku besar, pen5rusunan neraca saldo, dan penyajian laporan keuangan.

      (2)

      Penyajian laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi:

    17. laporan realisasi anggaran;

    18. laporan perubahan saldo anggaran lebih;

    19. neraca;

    20. laporan operasional;

    21. laporan arus kas;

    22. laporan perubahan ekuitas; dan

    23. catatan atas laporan keuangan.

      (3)

      SAPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi sistem akuntansi SKPKD dan sistem akuntansi SKPD. Pasal 188

      (1)

      BAS untuk Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 185 ayat (1) huruf c merupakan pedoman bagi Pemerintah Daerah dalam melakukan kodefikasi akun yang menggambarkan struktur APBD dan laporan keuangan secara lengkap.

      (2)

      BAS untuk Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk mewujudkan statistik keuangan dan laporan keuangan secara nasional yang selaras dan terkonsolidasi antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah, yang meliputi penganggaran, pelaksanaan anggaran dan laporan keuangan. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -t25- (3) BAS untuk Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diselaraskan dengan bagan akun standar Pemerintah Pusat, yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Bagian Kedua Pelaporan Keuangan Pemerintah Daerah Pasal 189

      (1)

      Pelaporan keuangan Pemerintah Daerah merupakan proses penJrusunan dan penyajian laporan keuangan Pemerintah Daerah oleh entitas pelaporan sebagai hasil konsolidasi atas laporan keuangan SKPD selaku entitas akuntansi.

      (2)

      Laporan keuangan SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dan disajikan oleh kepala SKPD selaku PA sebagai entitas akuntansi paling sedikit meliputi:

    24. laporan realisasi anggaran;

    25. neraca;

    26. laporan operasional;

    27. laporan perubahan ekuitas; dan

    28. catatan atas laporan keuangan.

      (3)

      Laporan keuangan SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Kepala Daerah melalui PPKD paling lambat 2 (dua) bulan setelah tahun anggaran berakhir sesuai dengan ketentuan peraturan perurndang- undangan.

      Pasal 190

      PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA


      Pasal 190

      (1)

      Laporan keuangan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada Pasal 189 ayat (1) disusun dan disajikan oleh kepala SKPKD selaku PPKD sebagai entitas pelaporan untuk disampaikan kepada Kepala Daerah dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.

      (2)

      Laporan keuangan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi:

    29. laporan realisasi anggaran;

    30. laporan pembahan saldo anggaran lebih;

    31. neraca;

    32. laporan operasional;

    33. laporan arus kas;

    34. laporan perubahan ekuitas; dan

    35. catatan atas laporan keuangan.

      (3)

      Laporan keuangan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Kepa1a Daerah melalui sekretaris daerah paling lambat 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran berakhir sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 191

      (1)

      Laporan keuangan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 189 ayat (1) dilakukan reviu oleh aparat pengawas internal pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sebelum disampaikan kepada Badan Pemeriksa Keuangan untuk dilakukan pemeriksaan. (21 Laporan.

      (2)

      Laporan keuangan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Badan Pemeriksa Keuangan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran berakhir.

      (3)

      Pemeriksaan laporan keuangan oleh Badan Pemeriksa Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diselesaikan selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah menerima laporan keuangan dari Pemerintah Daerah. (4) Dalam hal Badan Pemeriksa Keuangan belum menyampaikan laporan hasil pemeriksaan palin g la; : ,r},at 2 (dua) bulan setelah menerima laporan keuangan dari Pemerintah Daerah, rancangan Perda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD diajukan kepada DPRD.

      Pasal 192

      Kepala Daerah memberikan tanggapan dan melakukan penyesuaian terhadap laporan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan atas laporan keuangan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 191 ayat (3).


      Pasal 193

      (1)

      Dalam rangka memenuhi kewajiban penyampaian informasi keuangan daerah, PA men5rusun dan menyajikan laporan keuangan SKPD bulanan dan semesteran untuk disampaikan kepada Kepala Daerah melalui PPKD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

      (2)

      Dalam rangka memenuhi kewajiban penyampaian informasi keuangan daerah, PPKD menJrusun dan menyajikan laporan keuangan bulanan dan semesteran untuk disampaikan kepada Menteri dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perurndang- undangan. BAB IX PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -r28- BAB IX PENYUSUNAN RANCANGAN PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH Pasal 194

      (1)

      Kepala Daerah menyampaikan rancangan Perda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD dengan dilampiri laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan serta ikhtisar laporan kinerja dan laporan keuangan BUMD paling lambat 6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir. (2) Rancangan Perda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibahas Kepala Daerah bersama DPRD untuk mendapat persetujuan bersama. (3) Persetujuan bersama rancangan Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan paling lambat 7 (tujuh) bulan setelah tahun anggaran berakhir. (4) Atas dasar persetujuan bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kepala Daerah menyiapkan rancangan Perkada tentang penjabaran pertanggungjawaban pelaksanaan APBD. Pasal 195

      (1)

      Rancangan Perda provinsi tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD yang telah disetujui bersama DPRD dan rancangan Perkada provinsi tentang penjabaran pertanggungjawaban pelaksanaan APBD disampaikan kepada Menteri paling lambat 3 (tiga) hari terhitung sejak tanggal persetujuan rancangan Perda Provinsi tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD untuk dievaluasi sebelum ditetapkan oleh gubernur.

      (2)

      Menteri PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -r29- (2) Menteri melakukan evaluasi terhadap rancangan Perda provinsi tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD dan rancangan Perkada provinsi tentang penjabaran pertanggungjawaban pelaksanaan APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk menguji kesesuaian dengan Perda provinsi tentang APBD, Perda provinsi tentang perubahan APBD, Perkada provinsi tentang penjabaran APBD, Perkada provinsi tentang penjabaran perubahan APBD, dan/atau temuan laporan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan. (3) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan oleh Menteri kepada gubernur paling lambat 15 (lima belas) hari terhitung sejak rancangan Perda provinsi dan rancangan Perkada provinsi diterima. (4) Dalam hal Menteri menyatakan hasil evaluasi rancangan Perda provinsi tentang pertanggungiawaban pelaksanaan APBD dan rancangan Perkada provinsi tentang penjabaran pertanggungjawaban pelaksanaan APBD sudah sesuai dengan Perda provinsi tentang APBD, Perda provinsi tentang perubahan APBD, Perkada provinsi tentang penjabaran APBD, Perkada provinsi tentang penjabaran perubahan APBD, dan telah menindaklanjuti temuan laporan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan, gubernur menetapkan rancangan Perda provinsi menjadi Perda provinsi dan rancangan Perkada provinsi menjadi Perkada provinsi. (5) Dalam hal Menteri menyatakan hasil evaluasi rancangan Perda provinsi tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD dan rancangan Perkada provinsi tentang penjabaran pertanggungjawaban pelaksanaan APBD bertentangan dengan Perda provinsi tentang APBD, Perda provinsi tentang perubahan APBD, Perkada provinsi tentang penjabaran APBD, Perkada provinsi tentang penjabaran perubahan APBD, dan/atau tidak menindaklanjuti temuan laporan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan, gubernur bersama DPRD melakukan penyempurnaan paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak hasil evaluasi diterima. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA (6) Dalam hal hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak ditindaklanjuti oleh gubernur dan DPRD, dan gubernur menetapkan rancangan Perda provinsi tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD menjadi Perda provinsi dan rancangan Perkada provinsi tentang penjabaran pertanggungiawaban pelaksanaan APBD menjadi Perkada provinsi, Menteri mengusulkan kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan untuk melakukan penundaan danfatau pemotongan Dana Transfer Umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 196

      (1)

      Rancangan Perda kabupaten/kota tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD yang telah disetujui bersama dan rancangan Perkada kabupaten/kota tentang penjabaran pertanggungjawaban pelaksanaan APBD disampaikan kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat paling lambat 3 (tiga) hari terhitung sejak tanggal persetujuan rancangan Perda kabupaten/ kota tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD untuk dievaluasi sebelum ditetapkan oleh bupati/wali kota.

      (2)

      Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat melakukan evaluasi terhadap rancangan Perda kabupaten/kota tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD dan rancangan Perkada kabupatenlkota tentang penjabaran pertanggungjawaban pelaksanaan APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk menguji kesesuaian dengan Perda kabupaten/kota tentang APBD, Perda kabupaten/kota tentang perubahan APBD, Perkada kabupaten/kota tentang penjabaran APBD, Perkada kabupaten/kota tentang penjabaran perubahan APBD, dan/atau temuan laporan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan.

      (3)

      Hasil PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA (3) Hasil evaluasi disampaikan oleh gubernur sebagai wakit Pemerintah Pusat kepada bupati/wa-li kota paling lambat 15 (lima belas) hari terhitung sejak diterimanya rancangan Perda kabupaten/kota tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD dan rancangan Perkada kabupaten I kota tentang penjabaran pertanggungjawaban pelaksanaan APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (a) Dalam hal gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat menyatakan hasil evaluasi rancangan Perda kabupaten/ kota tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD dan rancangan Perkada kabupaten/kota tentang penjabaran pertanggungjawaban pelaksanaan APBD sudah sesuai dengan Perda kabupaten/kota tentang APBD, Perda kabupaten/kota tentang perubahan APBD, Perkada kabupaten/kota tentang penjabaran APBD, Perkada kabupatenlkota tentang penjabaran perubahan APBD, dan telah menindaklanjuti temuan laporan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan, bupati/wali kota menetapkan rancangan Perda kabupaten/kota menjadi Perda kabupaten/kota dan rancangan Perkada kabupate n / kota menjadi Perkada kabupaten/ kota.

      (5)

      Dalam hal gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat menyatakan hasil evaluasi rancangan Perda kabupate n I kota tentang pertanggungiawaban pelaksanaan APBD dan rancangan Perkada kabupaten/kota tentang penjabaran pertanggungjawaban pelaksanaan APBD bertentangan dengan Perda kabupaten/kota tentang APBD, Perda kabupaten/kota tentang perubahan APBD, Perkada kabupaten/kota tentang penjabaran APBD, Perkada kabupaten/kota tentang penjabaran perubahan APBD, dan/atau tidak menindaklanjuti temuan laporan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan, bupati/ wali kota bersama DPRD melakukan penyempurnaan paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak hasil evaluasi diterima.

      (6)

      Dalam PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -t32- (6) Dalam hal hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak ditindaklanjuti oleh bupati/wali kota dan DPRD dan bupati/wali kota menetapkan rancangan Perda kabupaten/ kota tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD menjadi Perda kabupaten/kota dan rancangan Perkada kabupatenlkota tentang penjabaran pertanggungjawaban pelaksanaan APBD menjadi Perkada kabupaten/kota, gubernur mengusulkan kepada Menteri, selanjutnya Menteri mengusulkan kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan untuk melakukan penundaan danf atatt pemotongan Dana Transfer Umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 197

      (1)

      Dalam hal dalam waktu 1 (satu) bulan sejak diterimanya rancangan Perda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD dari Kepala Daerah, DPRD tidak mengambil keputusan bersama dengan Kepala Daerah terhadap rancangan Perda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD, Kepala Daerah menJrusun dan menetapkan Perkada tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD. (2) Rancangan Perkada sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan setelah memperoleh pengesahan dari Menteri bagi Daerah provinsi dan gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat bagi Daerah kabupaten/kota. (3) Untuk memperoleh pengesahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)', rancangan Perkada tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD beserta lampirannya disampaikan paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak DPRD tidak mengambil keputusan bersama dengan Kepala Daerah terhadap rancangan Perda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA (4) Dalam hal dalam batas waktu 15 (lima belas) hari Menteri atau gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat tidak mengesahkan rancangan Perkada sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Kepala Daerah menetapkan rancangan Perkada tersebut menjadi Perkada. BAB X KEKAYAAN DAERAH DAN UTANG DAERAH Bagian Kesatu Pengelolaan Piutang Daerah Pasal 198

      (1)

      Setiap pejabat yang diberi kuasa untuk mengelola pendapatan, belanja, dan kekayaan daerah wajib mengusahakan agar setiap Piutang Daerah diselesaikan seluruhnya dengan tepat waktu.

      (2)

      Pemerintah Daerah mempunyai hak mendahului atas piutang jenis tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

      (3)

      Piutang Daerah yang tidak dapat diselesaikan seluruhnya dan tepat waktu, diselesaikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

      (4)

      Penyelesaian Piutang Daerah yang mengakibatkan masalah perdata dapat dilakukan melalui perdamaian, kecuali mengenai Piutang Daerah yang cara penyelesaiannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA

      Pasal 199

      Piutang Daerah dapat dihapuskan secara mutlak atau bersyarat dari pembukuan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penghapusan piutang negara dan Daerah, kecuali mengenai Piutang Daerah yang cara penyelesaiannya dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perurndang-undangan.


      Pasal 200

      Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelesaian Piutang Daerah yang mengakibatkan masalah perdata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 198 ayat (4) dan penghapusan Piutang Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 199, diatur dalam Perda sesuai dengan ketentuan peraturan perurndang-undangan. Bagian Kedua Pengelolaan Investasi Daerah


      Pasal 201

      Pemerintah Daerah dapat melakukan investasi dalam rangka memperoleh manfaat ekonomi, sosial, danf atau manfaat lainnya. Pasal 2O2 Ketentuan lebih lanjut mengenai investasi Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasa1 2Ol diatur dalam Peraturan Menteri setelah berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA Bagian Ketiga Pengelolaan Barang Milik Daerah


      Pasal 203

      Pengelolaan BMD meliputi rangkaian Kegiatan pengelolaan BMD sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Bagian Keempat Pengelolaan Utang Daerah dan Pinjaman Daerah Pasal 2O4 (1) Kepala Daerah dapat melakukan pengelolaan Utang sesuai dengan ketentuan peraturan perLlndang-undangan.


      (2)

      Kepala Daerah dapat melakukan pinjaman sesuai dengan ketentuan peraturan perulndang-undangan.

      (3)

      Biaya yang timbul akibat pengelolaan Utang dan Pinjaman Daerah dibebankan pada anggaran Belanja Daerah. BAB XI BADAN LAYANAN UMUM DAERAH Pasal 205

      (1)

      Pemerintah Daerah dapat membentuk BLUD dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan ketentuan peraturan perLrndang-undangan. (2) Dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Daerah menetapkan kebijakan fleksibilitas BLUD dalam Perkada yang dilaksanakan oleh pejabat pengelola BLUD.

      (3)

      Pejabat PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA (3) Pejabat pengelola BLUD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bertanggung jawab atas pelaksanaan kebijakan fleksibilitas BLUD dalam pemberian Kegiatan pelayanan umum terutama pada aspek manfaat dan pelayanan yang dihasilkan.

      Pasal 206

      Pelayanan kepada masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2OS ayat (1) meliputi:


    36. penyediaan barang dan/atau jasa layanan umum;

    37. pengelolaan dana khusus untuk meningkatkan ekonomi dan/atau layanan kepada masyarakat; dan/atau

    38. pengelolaan wilayah/kawasan tertentu untuk tujuan meningkatkan perekonomian masyarakat atau layanan umum. Pasal 2OT (1) BLUD merupakan bagian dari Pengelolaan Keuangan Daerah.

      (2)

      BLUD merupakan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan yang dikelola untuk menyelenggarakan Kegiatan BLUD yang bersangkutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

      (3)

      BLUD menJrusun rencana bisnis dan anggaran.

      (4)

      Laporan keuangan BLUD disusun berdasarkan SAP.

      Pasal 208

      Pembinaan keuangan BLUD dilakukan oleh PPKD dan pembinaan teknis BLUD ditakukan oleh kepala SKPD yang bertanggungjawab atas Urusan Pemerintahan yang bersangkutan. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -t37- Pasal 209 (1) Seluruh pendapatan BLUD dapat digunakan langsung untuk membiayai belanja BLUD yang bersangkutan.


      (2)

      Pendapatan BLUD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pendapatan yang diperoleh dari aktivitas peningkatan kualitas pelayanan BLUD sesuai kebutuhan.

      Pasal 210

      Rencana bisnis dan anggaran serta laporan keuangan dan Kinerja BLUD disusun dan disajikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari rencana kerja dan anggaran, APBD serta laporan keuangan dan Kinerja Pemerintah Daerah. Pasal 21 1 Ketentuan lebih lanjut mengenai BLUD diatur dalam Peraturan Menteri setelah memperoleh pertimbangan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan. BAB XII PENYELESAIAN KERUGIAN KEUANGAN DAERAH


      Pasal 212

      Setiap kerugian Keuangan Daerah yang disebabkan oleh tindakan melanggar hukum atau kelalaian seseorang wajib segera diselesaikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA


      Pasal 213

      (1)

      Setiap bendahara, Pegawai ASN bukan bendahara, atau pejabat lain yang karena perbuatannya melanggar hukum atau melalaikan kewajibannya, baik langsung atau tidak langsung merugikan Daerah wajib mengganti kerugian dimaksud. (2) Ketentuan mengenai penyelesaian kerugian daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 212 berlaku secara mutatis mutandis terhadap penggantian kerugian. (3) Tata cara penggantian kerugian daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB XIII INFORMASI KEUANGAN DAERAH Pasal 2 14 (1) Pemerintah Daerah wajib menyediakan informasi keuangan daerah dan diumumkan kepada masyarakat. (2) Informasi keuangan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat informasi penganggaran, pelaksanaan anggaran, dan laporan keuangan. (3) Informasi keuangan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk:

    39. membantu Kepala Daerah dalam menJrusun anggaran daerah dan laporan Pengelolaan Keuangan Daerah;

    40. membantu Kepala Daerah dalam merumuskan kebijakan Keuangan Daerah;

    41. membantu Kepala Daerah dalam melakukan evaluasi Kinerja Keuangan Daerah;

    42. menyediakan statistik keuangan Pemerintah Daerah;

    43. mendukung keterbukaan informasi kepada masyarakat; PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA f. mendukung penyelenggaraan sistem informasi keuangan daerah; dan

    44. melakukan evaluasi Pengelolaan Keuangan Daerah.

      (4)

      Informasi keuangan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus mudah diakses oleh masyarakat dan wajib disampaikan kepada Menteri dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan. Pasal 2 15 (1) Kepala Daerah yang tidak mengumumkan informasi keuangan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 214 dikenai sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

      (2)

      Dalam rangka menyediakan statistik keuangan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2L4 ayat (3) huruf d, Pemerintah Daerah provinsi melakukan konsolidasi laporan keuangan Pemerintah Daerah kabupatenlkota di lingkup Daerah provinsi.

      (3)

      Laporan konsolidasi sebagaimana dimaksud pada ayat {2) disusun dan disajikan sesuai dengan Peraturan Menteri yang ditetapkan setelah berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan. BAB XIV PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Bagian Kesatu Umum Pasal 216

      (1)

      Pembinaan dan pengawasan Pengelolaan Keuangan Daerah secara nasional dikoordinasikan oleh Menteri.

      (2)

      Pembinaan PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA (2) Pembinaan dan pengawasan Pengelolaan Keuangan Daerah dilaksanakan oleh:

    45. Menteri bagi Pemerintah Daerah provinsi;

    46. gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat bagi Pemerintah Daerah kabupaten/kota; dan

    47. Kepala Daerah bagi perangkat daerah. Pasal 217 (1) Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 216 dilakukan dalam bentuk fasilitasi, konsultansi, pendidikan dan pelatihan, serta penelitian dan pengembangan. (2) Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 216 dilakukan dalam bentuk audit, reviu, evaluasi, pemantauan, bimbingan teknis, dan bentuk pengawasan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Pasal 218 Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 216 dan Pasal 217 dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 2 19 (1) Untuk mencapai Pengelolaan Keuangan Daerah yang ekonomis, efektif, efisien, transparan, dan akuntabel, Kepala Daerah wajib menyelenggarakan sistem pengendalian internal atas pelaksanaan Kegiatan Pemerintahan Daerah. (2) Penyelenggaraan sistem pengendalian internal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 22O (1) Pembinaan dan pengawasan terhadap penggunaan DBH, DAU, dan DAK dalam APBD dilakukan dengan cara supervisi, pemantauan, dan pengevaluasian. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -t4t- (2) Supervisi, pemantauan dan pengevaluasian penggunaan DBH, DAU, dan DAK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk:

    48. memastikan bahwa DBH sudah dimanfaatkan secara optimal untuk membiayai Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah dan sesuai dengan prioritas daerah termasuk Urusan Pemerintahan tertentu yang diatur dalam peraturan perundang- undangan;

    49. memastikan bahwa DAU sudah dimanfaatkan secara optimal untuk membiayai Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah terutama untuk penyediaan pelayanan publik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

    50. memastikan bahwa DAK sudah dimanfaatkan secara optimal untuk membiayai Urusan Pemerintahan pada Kegiatan khusus yang menjadi kewenangan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional pada tahun anggaran berkenaan. (3) Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan supervisi, pemantalran, dan pengevaluasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri setelah memperoleh pertimbangan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan.

      Pasal 221
      (1)

      Dalam rangka pelaksanan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan Pengelolaan Keuangan Daerah, Menteri menetapkan pedoman teknis Pengelolaan Keuangan Daerah.

      (2)

      Pedoman teknis Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan setelah berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan. Pasal 222 . PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -t42-


      Pasal 222
      (1)

      Pemerintah Daerah menerapkan sistem pemerintahan berbasis elektronik dalam Pengelolaan Keuangan Daerah. (2) Penerapan sistem pemerintahan berbasis elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara bertahap disesuaikan dengan kondisi dan/atau kapasitas Pemerintah Daerah paling lambat 3 (tiga) tahun setelah ditetapkan Peraturan Pemerintah ini. (3) Pemerintah Daerah wajib menerapkan sistem pemerintahan berbasis elektronik di bidang Pengelolaan Keuangan Daerah secara terintegrasi paling sedikit meliputi:


    51. penJrusunan Program dan Kegiatan dari rencana kerja Pemerintah Daerah;

    52. penyusunan rencana kerja SKPD;

    53. penJrusunan anggaran;

    54. pengelolaan Pendapatan Daerah;

    55. pelaksanaan dan penatausahaan Keuangan Daerah;

    56. akuntansi dan pelaporan; dan

    57. pengadaan barang danjasa. (4) Dalam hal Pemerintah Daerah tidak menerapkan sistem pemerintahan berbasis elektronik di bidang Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3), menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan melakukan penundaan dan/atau pemotongan Dana Transfer Umum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan atas usulan Menteri. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman pelaksanaan penerapan sistem pemerintahan berbasis elektronik di bidang Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayal (2) diatur dengan Peraturan Menteri setelah berkoordinasi dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan. BAB XV PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -t43- BAB XV KETENTUAN PENUTUP

      Pasal 223

      Pada saat peraturan pemerintah ini mulai berlaku, Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor l4O, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4578) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.


      Pasal 224
      (1)

      Peraturan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2OO5 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor L4O, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor +578) dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.

      (2)

      Peraturan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah ini harus ditetapkan paling lambat 2 (dua) tahun terhitung sejak Peraturan Pemerintah ini diundangkan.


      Pasal 225

      Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar PR ESID E N REPUBLIK INDONESIA -t44- Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 6 Maret 2Ol9 JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 12 Maret 2OL9 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, YASONNA H. LAOLY PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2019 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH I. UMUM Terbitnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2Ol4 tentang Pemerintahan Daerah yang menggantikan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2OO4 tentang Pemerintahan Daerah merupakan dinamika dalam perkembangan Pemerintahan Daerah dalam rangka menjawab permasalahan yang terjadi pada Pemerintahan Daerah. Perubahan kebijakan Pemerintahan Daerah yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2Ol4 tentang Pemerintahan Daerah telah memberikan dampak yang cukup besar bagi berbagai peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Pemerintahan Daerah, termasuk pengaturan mengenai Pengelolaan Keuangan Daerah. Selain mendasarkan pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, pengaturan mengenai Pengelolaan Keuangan Daerah juga mengacu pada ketentuan peraturan perundang- undangan lainnya, yaitu Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2OO3 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2OO4 tentang Perbendaharaan Negara, Undang-Undang Nomor 15 tahun 2OO4 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2OO4 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Oleh karena itu, Peraturan Pemerintah ini disusun untuk menyempurnakan pengaturan Pengelolaan Keuangan Daerah yang sebelumnya diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2OO5 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, berdasarkan identifikasi masalah dalam Pengelolaan Keuangan Daerah yang terjadi dalam pelaksanaannya selama ini. Penyempurnaan pengaturan tersebut juga dilakukan untuk menjaga 3 (tiga) pilar tata Pengelolaan Keuangan Daerah yang baik, yaitu transparansi, akuntabilitas, dan partisipatif. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -2- Berdasarkan uraian penjelasan di atas maka Peraturan Pemerintah ini mencakup pengaturan mengenai perencanaan dan penganggaran, pelaksanaan dan penatausahaan, dan pertanggungjawaban keuangan Daerah, dengan penjelasan sebagai berikut: a Perencanaan dan Penganggaran Proses perencanaan dan penganggaran dalam Pemerintahan Daerah menggunakan pendekatan Kinerja. Pendekatan ini lebih menggeser penekanan penganggaran dari yang berfokus kepada pos belanja/pengeluaran pada Kinerja terukur dari aktivitas dan Program kerja. Terdapatnya tolak ukur dalam pendekatan ini akan mempermudah Pemerintah Daerah dalam melakukan pengukuran Kinerja dalam pencapaian tujuan dan Sasaran pelayanan publik. Karakteristik dari pendekatan ini adalah proses untuk mengklarifikasikan anggaran berdasarkan Kegiatan dan juga berdasarkan unit organisasi. Anggaran yang telah terkelompokkan dalam Kegiatan akan memudahkan pihak yang berkepentingan untuk melakukan pengukuran Kinerja dengan cara terlebih dahulu membuat indikator yang relevan. Peraturan Pemerintah ini menentukan proses pen5rusunan APBD, dimulai dari pembuatan KUA dan PPAS, kemudian dilanjutkan pembuatan RKA SKPD oleh masing-masing SKPD. RKA SKPD ini kemudian dijadikan dasar untuk membuat rancangan Perda tentang APBD dan rancangan Perkada tentang penjabaran APBD. Rancangan Perda dan rancangan Perkada yang telah disusun oleh Kepala Daerah kemudian diajukan kepada DPRD untuk dibahas sehingga tercapai kesepakatan bersama. Rancangan Perda dan rancangan Perkada tersebut kemudian diajukan kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat untuk kabupaten/kota atau Menteri untuk provinsi guna dievaluasi. Hasil evaluasi yang menyatakan rancangan Perda dan rancangan Perkada sudah sesuai dengan dokumen yang mendukung, dijadikan dasar oleh Kepala Daerah untuk menetapkan rancangan Perda menjadi Perda tentang APBD dan rancangan Perkada menjadi Perkada tentang penjabaran APBD. b PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -3- Indikator Kinerja dalam APBD sudah dimasukkan dalam format RKA, namun dalam proses pembahasan anggaran yang terjadi selama ini di Pemerintahan Daerah lebih fokus pada jumlah uang yang dikeluarkan dibandingkan Keluaran (outpufl dan Hasil (outcome) yang akan dicapai. Sebagaimana telah dijelaskan di atas bahwa penganggaran pendekatan Kinerja lebih fokus pada Keluaran (output) dan Hasil (outcome) dari Kegiatan. Hal ini terjadi akibat kurangnya informasi tentang Keluaran (outpuQ dan Hasil (outcome) dalam dokumen penganggaran yang ada. Oleh karena itu, Peraturan Pemerintah ini menyempurnakan pengaturan mengenai dokumen penganggaran, yaitu adanya unsur Kinerja dalam setiap dokumen penganggaran yang diharapkan mampu meningkatkan kualitas penganggaran berbasis Kinerja serta mewujudkan sinkronisasi antara perencanaan dan penganggaran yang selama ini masih belum tercapai. Pelaksanaan dan Penatausahaan Proses pelaksanaan anggaran merupakan proses yang terikat dengan banyak peraturan perundang-undangan yang juga sudah banyak mengalami perubahan, maka Peraturan Pemerintah ini disusun dalam rangka melakukan penyesuaian dengan perkembangan yang terjadi. Proses pelaksanaan dan penatausahaan dalam praktiknya juga harus memperhitungkan Kinerja yang sudah ditetapkan dalam APBD. Proses ini harus sejalan dengan indikator Kinerja yang sudah disepakati dalam dokumen APBD. Dengan demikian, anggaran yang direncanakan bisa sejalan sebagaimana mestinya dan jumtah kesalahan dalam proses pelaksanaan dan penatausahaan bisa diminimalisir. Peraturan Pemerintah ini juga mempertegas fungsi verifikasi dalam SKPD, sehingga pelimpahan kewenangan penerbitan SPM kepada SKPD atau Unit SKPD yang merupakan wujud dari pelimpahan tanggung jawab pelaksanaan anggaran belanja dapat sesuai dengan tujuan awal yaitu penyederhanaan proses pembayaran di SKPKD. Peraturan PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -4- c Peraturan Pemerintah ini juga mengembalikan tugas dan wewenang bendahara sebagai pemegang kas dan juru bayar yang sebagian fungsinya banyak beralih kepada Pejabat Pengelola Teknis Kegiatan (PPTK). Pemisahan tugas antara pihak yang melakukan otorisasi, pihak yang menyimpan uang, dan pihak yang melakukan pencatatan juga menjadi fokus Peraturan Pemerintah ini. Pemisahan ini dilakukan untuk mencegah terjadinya kecurangan selama Pengelolaan Keuangan Daerah serta meningkatkan kontrol internal Pemerintah Daerah. Proses pelaksanaan dan penatausahaan ini harus meningkatkan koordinasi antar berbagai pihak dalam penJrusunan laporan keuangan berbasis akrual. Dokumen pelaksanaan dan penatausahaan juga harus mengalir sehingga bisa mendukung pencatatan berbasis akrual. Basis akrual ini merupakan basis yang baru untuk Pemerintah Daerah sehingga dukungan dan kerja sama dari berbagai pihak di Pemerintahan Daerah diperlukan untuk menciptakan kesuksesan penerapan basis akuntasi akrual. Pertanggungiawaban Keuangan Daerah Pertanggungiawaban Keuangan Daerah diwujudkan dalam bentuk laporan keuangan. Laporan keuangan tersebut merupakan wujud dari penguatan transparansi dan akuntabilitas. Terkait dengan pertanggungiawaban Keuangan Daerah, setidaknya ada 7 (tujuh) laporan keuangan yang harus dibuat oleh Pemerintah Daerah yaitu, neraca, laporan realisasi anggaran, laporan operasional, laporan perubahan saldo anggaran lebih, laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan. Penambahan jumlah laporan keuangan yang harus dibuat oleh Pemerintah Daerah merupakan dampak dari penggunaan akuntansi berbasis akrual. Pemberlakuan akuntansi berbasis akrual ini merupakan tantangan tersendiri bagi setiap Pemerintah Daerah karena akan ada banyak hal yang dipersiapkan oleh Pemerintah Daerah salah satunya yaitu sumber daya manusia. Selain PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -5- Selain berbentuk laporan keuangan, pertanggungjawaban Keuangan Daerah juga berupa laporan realisasi Kinerja. Melalui laporan ini, masyarakat bisa melihat sejauh mana Kinerja Pemerintah Daerahnya. Selain itu, laporan ini juga sebagai alat untuk menjaga sinkronisasi dari proses perencanaan hingga pertanggungjawaban yang dilakukan Pemerintah Daerah. Melalui laporan ini Pemerintah Daerah bisa melihat hal yang harus diperbaiki untuk kepentingan proses penganggararl dan perencanaan di tahun berikutnya. Selanjutnya, berdasarkan prinsip, asas, dan landasan umum pen)rusunan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pengawasan dan pertanggungiawaban Keuangan Daerah yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini, Pemerintah Daerah diharapkan mampu menciptakan sistem Pengelolaan Keuangan Daerah yang sesuai dengan keadaan dan kebutuhan setempat dengan tetap menaati peraturan perundang- undangan yang lebih tinggi serta meninjau sistem tersebut secara terus menerus dengan tujuan mewujudkan Pengelolaan Keuangan Daerah yang efektif, efisien, dan transparan.


    58. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Cukup jelas. Pasal 3 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "tertib" adalah Keuangan Daerah dikelola secara tepat waktu dan tepat guna yang didukung dengan bukti administrasi yang dapat dipertanggungjawabkan. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -6- Yang dimaksud dengan "efisien" adalah pencapaian Keluaran yang maksimum dengan masukan tertentu atau penggunaan masukan terendah untuk mencapai Keluaran tertentu. Yang dimaksud dengan "ekonomis" adalah perolehan masukan dengan kualitas dan kuantitas tertentu pada tingkat harga yang terendah. Yang dimaksud dengan "efektif' adalah pencapaian Hasil Program dengan Sasaran yang telah ditetapkan, yaitu dengan cara membandingkan Keluaran dengan Hasil. Yang dimaksud dengan "transparan" adalah prinsip keterbukaan yang memungkinkan masyarakat untuk mengetahui dan mendapatkan akses informasi seluas-luasnya tentang Keuangan Daerah. Yang dimaksud dengan "bertanggung jawab" adalah perwujudan kewajiban seseorang atau satuan kerja untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan dan pengendalian sumber daya dan pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepadanya dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Yang dimaksud dengan "keadilan" adalah keseimbangan distribusi kewenangan dan pendanaannya. Yang dimaksud dengan "kepatutan" adalah tindakan atau suatu sikap yang dilakukan dengan wajar dan proporsional. Yang dimaksud dengan "manfaat untuk masyarakat" adalah Keuangan Daerah diutamakan untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat. Yang dimaksud dengan "taat pada ketentuan peraturan perundang-undangan" ada-lah Pengelolaan Keuangan Daerah harus sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal Pasal Pasal Pasal Ayat (3) Cukup jelas. 4 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (a) Huruf a Yang dimaksud dengan "koordinator" adalah terkait dengan peran dan fungsi sekretaris daerah membantu Kepala Daerah dalam menJrusun kebijakan dan mengoordinasikan penyelenggaraan Urusan Pemerintahan daerah termasuk Pengelolaan Keuangan Daerah. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Ayat (5) Cukup ^je1as. Ayat (6) Cukup jelas. 5 Cukup jelas. 6 Cukup jelas. 7 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (21 Huruf a Cukup jelas. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -8- Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Kewenangan pemungutan pajak daerah dipisahkan dari kewenangan SKPKD sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Huruf f Cukup je1as. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Cukup jelas. Huruf i Cukup jelas. Huruf j Cukup jelas. Pasal 8 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. dapat dengan PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -9- Huruf e Cukup ^jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup ^jelas. Huruf h Cukup jelas. Huruf i Yang dimaksud dengan "melaksanakan Pemberian Pinjaman Daerah atas nama Pemerintah Daerah" adalah hanya terkait eksekusi Pemberian Pinjaman Daerah bukan kebijakan Pemberian Pinjaman Daerah. Huruf j Cukup jelas. Huruf k Cukup jelas. Ayat (a) Cukup ^jelas. Pasal 9 Cukup jelas. Pasal 10 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup ^jelas. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -10- Huruf g Cukup ^je1as. Huruf h Cukup jelas. Huruf i Yang dimaksud dengan "mengelola Utang dan Piutang Daerah yang menjadi tanggung jawab SKPD yang dipimpinnya" adalah sebagai akibat yang ditimbulkan dari pelaksanaan DPA SKPD. Huruf j Cukup jelas. Huruf k Cukup jelas. Huruf I Cukup jelas. Huruf m Cukup jelas. Huruf n Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 1 1 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "Unit SKPD" termasuk unit pelaksana teknis daerah. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup ^je1as. Ayat (a) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas.

      Pasal 12

      PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA - 11- Pasal 12 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "PA/KPA dalam melaksanakan Kegiatan menetapkan pejabat pada SKPD/Unit SKPD selaku PPTK" adalah PA/KPA menetapkan PPTK melalui usulan atasan langsung pejabat yang bersangkutan. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "membantu tugas" adalah tugas yang ditentukan oleh PA/KPA dalam rangka melaksanakan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas Beban anggaran belanja yang melaksanakan anggaran SKPD yang dipimpinnya, yaitu:


    59. mengendalikan pelaksanaan Kegiatan;

    60. melaporkan perkembangan pelaksanaan Kegiatan;

    61. menyiapkan dokumen dalam rangka pelaksanaan anggaran atas Beban pengeluaran pelaksanaan Kegiatan; dan

    62. melaksanakan kegiatan pengadaan barang/jasa sesuai dengan ketentuan peraturan perulndang-undangan yang mengatur pengadaan barang/jasa. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 13 Cukup jelas. Pasal 14 Cukup jelas. Pasal 15 Cukup jelas. Pasal 16 Cukup jelas. Pasal 17 Cukup jelas. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -12- Pasal 18 Cukup jelas. Pasal 19 Cukup jelas. Pasal 2O Cukup jelas. Pasal 2 1 Cukup jelas. Pasal 22 Cukup jelas. Pasal 23 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan "fungsi otorisasi" adalah anggarall daerah menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun berkenaan. Yang dimaksud dengan "fungsi perencanaarr" adalah anggaran daerah menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan Kegiatan pada tahun berkenaan. Yang dimaksud dengan "fungsi pengawasan" adalah anggaran daerah menjadi pedoman untuk menilai apakah Kegiatan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Yang dimaksud dengan "fungsi alokasi" adalah anggaran daerah harus diarahkan untuk menciptakan lapangan kerja/mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian. Yang PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -13- Yang dimaksud dengan "fungsi distribusi" adalah kebijakan anggaran daerah harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan. Yang dimaksud dengan "fungsi stabilisasi" adalah anggaran Pemerintah Daerah menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian Daerah. Ayat (a) Cukup jelas. Pasal 24 Ayat Ayat Ayat Ayat Ayat Ayat Ayat Pasal 25 Cukup jelas Pasal 26 Cukup jelas (1) Cukup jelas.

      (2)

      Cukup ^je1as.

      (3)

      Cukup jelas.

      (4)

      Cukup jelas. (s) Cukup ^je1as.

      (6)

      Cukup jelas.

      (7)

      Yang dimaksud dengan "dianggarkan secara bruto" adalah jumlah Pendapatan Daerah yang dianggarkan tidak boleh dikurangi dengan belanja yang digunakan dalam rangka menghasilkan pendapatan tersebut dan/atau dikurangi dengan bagian Pemerintah Pusat lDaerah lain dalam rangka bagi hasil.

      Pasal 27

      PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -t4- Pasal 27 Cukup jelas.


      Pasal 28

      Ayat (1) Yang dimaksud dengan "ekuitas" adalah selisih antara aset lancar dengan kewajiban jangka pendek. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup ^je1as.


      Pasal 29

      Cukup jelas.


      Pasal 30

      Cukup jelas.


      Pasal 31

      Cukup jelas.


      Pasal 32

      Cukup jelas.


      Pasal 33

      Cukup jelas.


      Pasal 34

      Cukup jelas.


      Pasal 35

      Cukup ^jelas.


      Pasal 36

      Ayat (1) Cukup jelas. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -15- Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan "pajak bumi dan bangunan" adalah pajak yang dikenakan atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan di kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha, antara lain perkebunan, perhutanan, dan pertambangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 37 Cukup jelas. Pasal 38 Cukup jelas. Pasal 39 Cukup jelas. Pasal 40 Cukup jelas. Pasal 41 Cukup jelas. Pasal 42 Cukup jelas. Pasal 43 Cukup jelas.


      Pasal 44

      PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -t6- Pasal 44 Pendapatan bagi hasil merupakan bagi hasil pajak kendaraan bermotor yang dibagikan oleh Daerah provinsi kepada Daerah kabupaten/ kota di wilayahnya.


      Pasal 45

      Cukup jelas. Pasal 46 Huruf a Hibah baik dalam bentuk devisa, rupiah, barang, dan/atau jasa, termasuk tenaga ahli dan pelatihan yang tidak perlu dibayar kembali. Huruf b Cukup ^jelas. Huruf c Cukup jelas. Pasal 47 Hibah termasuk sumbangan dari pihak ketiga/sejenis yang tidak mengikat, tidak berdasarkan perhitungan tertentu, dan tidak mempunyai konsekuensi pengeluaran atau pengurangan kewajiban kepada penerima maupun pemberi serta tidak menyebabkan ekonomi biaya tinggi.


      Pasal 48

      Cukup jelas.


      Pasal 49

      Cukup jelas.


      Pasal 50

      Ayat (1) Yang dimaksud dengan "alokasi belanja" sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan antara lain besaran alokasi belanja untuk fungsi pendidikan, anggaran kesehatan, dan insfrastruktur. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -t7- Ayat (2) Cukup Jelas. Ayat (3) Cukup Jelas. Pasal 51 Ayat (1) Cukup Jelas. Ayat (2) Cukup Jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan "standar harga satuan regional" adalah harga satuan barang dan jasa yang ditetapkan dengan mempertimbangkan tingkat kemahalan regional. Penetapan harga satuan regional dilakukan dengan memperhatikan tingkat kemahalan regional yang berlaku di suatu Daerah. Ayat (a) Standar harga satuan pada masing-masing Daerah dapat memperhatikan tingkat kemahalan yang berlaku di suatu Daerah. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas. Pasal 52 Cukup jelas.


      Pasal 53

      Cukup jelas.


      Pasal 54

      Cukup jelas. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -18- Pasal 55 Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan "belanja modal" antara lain berupa belanja modal tanah, belanja modal peralatan dan mesin, belanja modal gedung dan bangunan, belanja modal jalan, irigasi dan jaringan, dan aset tetap lainnya. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (a) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 56 Ayat (1) Huruf a Yang dimaksud dengan "belanja pegawai" antara lain berupa gaji dan tunjangan, tambahan penghasilan Pegawai ASN, belanja penerimaan lainnya pimpinan dan anggota DPRD serta Kepala Daerah/wakil Kepala Daerah, insentif pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah, dan honorarium. Huruf b Cukup jelas Huruf c Cukup jelas PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -19- Huruf d Cukup jelas Huruf e Cukup jelas Huruf f Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (a) Cukup jelas. Pasal 57 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "Pegawai ASN" adalah profesi bagi pegawai negeri sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekerja pada instansi pemerintah. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 58 Ayat (1) Persetujuan DPRD dilakukan bersamaan dengan pembahasan KUA. Ayat (2) Tambahan penghasilan berdasarkan beban kerja diberikan kepada Pegawai ASN yang dibebani pekerjaan untuk menyelesaikan tugas yang dinilai melampaui beban kerja normal. Tambahan penghasilan berdasarkan tempat bertugas diberikan kepada Pegawai ASN yang dalam melaksanakan tugasnya berada di Daerah memiliki tingkat kesulitan tinggi dan Daerah terpencil. Tambahan . PRES I DEN REPUELIK INDONESIA -20- Tambahan penghasilan berdasarkan kondisi kerja diberikan kepada Pegawai ASN yang dalam melaksanakan tugasnya berada pada lingkungan kerja yang memiliki resiko tinggi. Tambahan penghasilan berdasarkan kelangkaan profesi diberikan kepada Pegawai ASN yang dalam mengemban tugas memiliki keterampilan khusus dan langka. Tambahan penghasilan berdasarkan prestasi kerja diberikan kepada Pegawai ASN yang memiliki prestasi kerja yang tinggi dan/atau inovasi. Tambahan penghasilan berdasarkan pertimbangan objektif lainnya diberikan kepada Pegawai ASN sepanjang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (a) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas Pasal 59 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "belanja barang dan jasa" antara lain berupa belanja barang pakai habis, bahan/material, jasa kantor, jasa asuransi, perawatan kendaraan bermotor, cetak/penggandaan, sewa rumah/gedung/gudang/parkir, sewa sarana mobilitas, sewa alat berat, sewa perlengkapan dan pera-latan kantor, makanan dan minuman, pakaian dinas dan atributnya, pakaian kerja, pakaian khusus dan hari-hari tertentu, perjalanan dinas, perjalanan dinas pindah tugas, pemulangan pegawai, pemeliharaan, jasa konsultansi, jasa ketersediaan pelayanan (auailability pagmenQ, lain-lain pengadaan barang/jasa, belanja lainnya yang sejenis, belanja PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -2t- barang dan/atau jasa yang diserahkan kepada masyarakat/pihak ketiga, belanja barang dan/atau jasa yang dijuat kepada masyarakat atau pihak ketiga, belanja beasiswa pendidikan PNS, belanja kursus, pelatihan, sosialisasi dan bimbingan teknis PNS, dan belanja pemberian uang yang diberikan kepada pihak ketiga/ masyarakat. Yang dimaksud dengan "barangfjasa yang akan diserahkan atau dijual kepada masyarakat/pihak ketiga" adalah barang/jasa yang terkait dengan pencapaian Sasaran prioritas Daerah yang tercantum dalam RPJMD. Ayat (2) Cukup ^je1as.


      Pasal 60

      Yang dimaksud dengan "belanja bunga" antara lain berupa belanja bunga utang pinjaman dan belanja bunga utang obligasi.


      Pasal 61

      Cukup jelas.


      Pasal 62

      Ayat (1) Pemberian hibah didasarkan atas usulan tertulis yang disampaikan kepada Kepala Daerah. Pemberian hibah juga berupa pemberian bantuan keuangan kepada partai politik yang mendapatkan kursi di DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas.


      Pasal 63

      Cukup Jelas. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -22- Pasal 64 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "belanja modal" antara lain berupa belanja modal tanah, belanja modal peralatan dan mesin, belanja modal gedung dan bangunan, belanja modal jalan, irigasi dan jaringan, dan aset tetap lainnya. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (a) Cukup jelas. Pasal 65 Cukup jelas. Pasal 66 Cukup jelas. Pasal 67 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "tujuan tertentu lainnya" adalah dalam rangka memberikan manfaat bagi pemberi dan/atau penerima bantuan keuangan. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (a) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -23- PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -24- Pasal 79 Cukup jeIas. Pasal 80 Cukup jelas. Pasal 81 Cukup jelas. Pasa] 82 Cukup jelas. Pasal 83 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "surplus APBD" adalah selisih lebih antara Pendapatan Daerah dan Belanja Daerah. Yang dimaksud dengan "defisit APBD" adalah selisih kurang antara Pendapatan Daerah dan Belanja Daerah. Ayat (2) Cukup Jelas. Ayat (3) Cukup Jelas. Pasal 84 Huruf a Yang dimaksud dengan "pembayaran cicilan pokok Utang yang jatuh tempo" adalah pembayaran pokok Utang yang belum cukup tersedia anggaran dalam pengeluaran Pembiayaan sesuai dengan perjanjian. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Pasal 85 Cukup ^jelas. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -25- Pasal 86 Cukup jelas. Pasal 87 Cukup ^je1as. Pasal 88 Cukup jelas. Pasal 89 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Pedoman pen5rusunan APBD antara lain memuat:


    63. kebijakan penJrusunan APBD;

    64. teknik penJrusunan APBD; dan

    c. hal khusus lainnya. Ayat (3) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup ^je1as. Huruf c Cukup ^jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Strategi pencapaian memuat langkah konkret dalam mencapai target. Ayat (a) Cukup jelas. Pasal 90 Cukup jelas. Pasal 91 PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -26- PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -27 - Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 94 Cukup jelas. Pasal 95 Ayat (1) Pen5rusunan RKA SKPD dengan pendekatan Kerangka Pengeluaran Jangka Menengah dilakukan secara bertahap disesuaikan dengan kebutuhan. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup ^je1as. Ayat (a) Cukup jelas. Pasal 96 Cukup jelas. Pasal 97 Cukup jelas. Pasal 98 Cukup jelas. Pasal 99 Cukup jelas. Pasal 1OO Cukup jelas. Pasal 101 Cukup jelas. Pasal 102 Pasal Pasal Pasal Pasal PasaI Pasal PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -28- to2 Ayat (1) Rancangan Perda tentang APBD memuat informasi Kinerja berdasarkan Sasaran capaian Kinerja dan indikator Kinerja masing-masing Program dan Kegiatan. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (a) Cukup jelas. 103 Cukup jelas. t04 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "penjelasan dan dokumen pendukung" antara lain nota keuangan, RKPD, KUA dan PPAS. Ayat (2) Cukup jelas. 105 Cukup jelas. 106 Cukup jelas. L07 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "angka APBD tahun anggaran sebelumnya" adalah pagu jumlah pengeluaran APBD yang ditetapkan dalam perubahan APBD tahun sebelumnya. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "belanja yang bersifat mengikat" adalah belanja yang dibutuhkan secara terus menerus dan harus dialokasikan oleh Pemerintah Daerah dengan jumlah yang cukup untuk keperluan setiap bulan dalam tahun anggaran berkenaan, seperti belanja pegawai, dan belanja barang dan jasa. Yang Pasal Pasal PasaI Pasal PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -29- Yang dimaksud dengan "belanja yang bersifat wajib" adalah belanja untuk terjaminnya kelangsungan pemenuhan pendanaan Pelayanan Dasar masyarakat antara lain pendidikan, kesehatan, melaksanakan kewajiban kepada pihak ketiga, kewajiban pembayaran pokok pinjaman, bunga pinjaman yang telah jatuh tempo, dan kewajiban lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ayat (3) Cukup jelas. 108 Cukup jelas. 109 Cukup jelas. 110 Cukup jelas. 111 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (21 Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas Ayat (a) Yang dimaksud dengan "menguji kesesuaian" adalah untuk menilai kesesuaian Program dalam rancangan Perda tentang APBD dengan Perda tentang RPJMD dan menilai pertimbangan yang digunakan dalam menentukan Kegiatan yang ada dalam RKPD, KUA dan PPAS, serta menilai konsistensi antara rancangan Perda tentang APBD dengan KUA dan PPAS. Ayat (s) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -31 - Pasal I 15 Cukup jelas. Pasal 1 16 Cukup jelas. Pasal 117 Cukup jelas. Pasal 1 18 Cukup jelas. Pasal 1 19 Cukup jelas. Pasal 120 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Contoh Penerimaan dan Pengeluaran Daerah yang tidak dilakukan melalui Rekening Kas Umum Daerah, antara lain sumber penerimaan yang berasal dari Pembiayaan pinjaman dan/atau hibah luar negeri tidak harus dilakukan melalui Rekening Kas Umum Daerah namun tetap harus dibukukan dalam Rekening Kas Umum Daerah. Pasal 121 Cukup jelas. Pasal 122 Cukup jelas. Pasal 123 Cukup jelas. Pasal 124 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "dokumen lain yang dipersamakan dengan SPD" antara lain keputusan tentang pengangkatan pegawai. Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal Ayat (3) Cukup jelas. r25 Cukup jelas. L26 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "bank umum yang sehat" adalah bank umum di Indonesia yang aman/sehat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai perbankan. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. r27 Cukup jelas. r28 Cukup jelas. t29 Cukup jelas. 130 Cukup jelas. 131 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "mendepositokan" adalah penempatan deposito dilakukan pada bank umum di Indonesia yang aman/sehat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai perbankan dan tidak melampaui tahun anggaran berkenaan. Ayat (2) Cukup jelas. r32 Ayat (1) Cukup jelas. Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -33- Ayat (2) Rencana penerimaan dana hanya diberlakukan bagi SKPD yang memiliki tugas dan fungsi pendapatan. Ayat (3) Cukup jelas. 133 Cukup jelas. t34 Cukup jelas. 135 Cukup je1as. 136 Cukup jelas. r37 Cukup jelas. 138 Cukup jelas. Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -34- r42 Cukup jelas. t43 Cukup jelas. t44 Cukup jelas. L45 Cukup Jelas. t46 Cukup jelas. t47 Cukup jelas. t48 Cukup jelas. t49 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Huruf a Cukup ^jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan "perintah pembayaran" adalah perintah membayarkan dari PA/KPA. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Ayat (a) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal PasaI PasaI Pasal Pasal Pasal PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -35- 150 Cukup jelas. 151 Cukup jelas. t52 Cukup jelas. 153 Cukup jelas. 154 Cukup jelas. 155 Cukup jelas. 156 Cukup jelas. t57 Cukup jelas. 158 Cukup jelas. 159 Cukup jelas. 160 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "prognosis" adalah prakiraan dan penjelasannya yang akan direalisir dalam 6 (enam) bulan berikutnya berdasarkan realisasi. Ayat (2) Cukup jelas. 161 Cukup jelas. t62 Cukup ^jelas. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -36- Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal 165 Cukup jelas. t66 Cukup jelas. t67 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "lebih besar dari 50% (lima puluh persen)" adalah batas persentase minimal selisih (gap) kenaikan antara pendapatan dan belanja dalam APBD. Ayat (3) Cukup jelas. 168 Cukup jelas. r69 Cukup jelas. L70 Cukup ^je1as. t7l Cukup jelas. 172 Cukup jelas. 173 Cukup jelas. L74 Cukup jelas. t75 Cukup jelas. L76 Cukup jelas. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -37 - Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal L78 Cukup jelas. t79 Cukup jelas. 180 Cukup ^jelas. 181 Cukup jelas. L82 Cukup jelas. 183 Cukup jelas. r84 Cukup jelas. 185 Cukup jelas. 186 Cukup jelas. L87 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (21 Huruf a Yang dimaksud dengan "laporan realisasi artggararr" adalah laporan yang menggambarkan perbandingan antara anggaran dengan realisasinya dalam 1 (satu) periode pelaporan sesuai struktur APBD yang diklasifikasikan ke dalam kelompok, jenis, obyek dan rincian obyek pendapatan, belanja dan Pembiayaan. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -38- Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal Pasal Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. 188 Cukup jelas. 189 Cukup jelas. 190 Cukup jelas. 191 Cukup jelas. t92 Cukup jelas. 193 Cukup jelas. L9+ Cukup jelas. 195 Cukup jelas. t96 Cukup jelas. L97 Cukup ^jelas. 198 Cukup jelas. t99 Cukup jelas. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -39- Pasal 200 Cukup jelas. Pasal 201 Investasi dilakukan sepanjang memberi manfaat bagi peningkatan Pendapatan Daerah, peningkatan kesejahteraan masyarakat, peningkatan pelayanan masyarakat, dan/atau tidak mengganggu likuiditas Keuangan Daerah. Pasal 2O2 Cukup jelas. Pasal 203 Cukup jelas. Pasal 204 Cukup jelas. Pasal 205 Cukup jelas. Pasal 206 Huruf a Yang dimaksud dengan "penyediaan barang danlatau jasa layanan umum" antara lain rumah sakit daerah, penyelenggaraan pendidikan, pelayanan lisensi dan dokumen, penyelenggaraan jasa penyiaran publik, dan pelayanan jasa penelitian dan pengujian. Huruf b Yang dimaksud dengan "dana khusus untuk meningkatkan ekonomi dan/atau layanan kepada masyarakat" antara lain dana bergulir, usaha mikro, kecil, menengah, dan tabungan perumahan. Huruf c Cukup jelas. Pasal 2O7 Cukup jelas. Pasal 208 Cukup jelas. Pasal 209 PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -40- Pasal 209 Cukup jelas. Pasal 2 1O Cukup jelas. Pasal 21 1 Cukup jelas. Pasal 2l2 Cukup jelas. Pasal 2 13 Cukup jelas. Pasal 2l4 Cukup jelas. Pasal 215 Cukup jelas. Pasal 216 Cukup jelas. Pasal 217 Cukup jelas. Pasal 2 18 Cukup jelas. Pasal 2 19 Cukup jelas. Pasal 220 Cukup jelas. Pasal 22l Cukup jelas. Pasal 222 Cukup jelas. Pasal 223 Cukup jelas. Pasal 224 Cukup jelas. Pasa] 225 Cukup jelas.

Webmentions

Anda dapat memberikan tanggapan atas peraturan ini dengan like, retweet/repost pada tweet yang mencantumkan tautan pada laman ini.

Tanggapan (0):