Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2018

Kerangka<< >>

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2018 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 45 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN Menimbang Mengingat DAN BELANJA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa untuk mendukung percepatan dan modernisasi pelaksanaan anggaran secara lebih profesional, terbuka, efektif, efisien, dan bertanggung jawab dengan tetap memperhatikan prinsip pengelolaan keuangan negara yang baik, perlu dilakukan perubahan terhadap tata cara pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 20 13 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;

  1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

  2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355 ); Menetapkan PRES I DEN 3. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 103, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5423); MEMUTUSKAN: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 45 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA. Pasal I Beberapa ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 103, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5423) diubah sebagai berikut:

  3. Setelah Paragraf 3 Bagian Kesatu BAB II ditambahkan 1 (satu) paragraf, yakni Paragraf 4 dan diantara Pasal 16 dan Pasal 17 disisipkan 1 (satu) pasal, yakni Pasal 1 6A sehingga berbunyi sebagai berikut: Paragraf 4 Pembinaan dan Pengembangan Kompetensi KPA, PPK, dan PPSPM Pasal 1 6A (1) Menteri Keuangan melakukan pembinaan dan pengembangan kompetensi KPA, PPK, dan PPSPM. PRES I DEN (2) Pembinaan dan pengembangan kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri atas:

    1. standar kompetensi; dan

    2. penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan.

      (3)

      Ketentuan mengenai standar kompetensi dan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

  4. Ketentuan ayat (1), ayat (2) , dan ayat (3) Pasal 29 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut:

    Pasal 29
    (1)

    Setelah Undang-Undang mengenai APBN disahkan, rincian APBN ditetapkan dengan Peraturan Presiden.

    (2)

    Sebelum rincian APBN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan, Menteri Keuangan dapat memberitahukan kepada seluruh Menteri/Pimpinan Lembaga untuk menyusun DIPA masing-masing Kementerian Negara/Lembaga.

    (3)

    Menteri/Pimpinan Lembaga menyusun DIPA untuk Kementerian Negara/Lembaga yang dipimpinnya berdasarkan rincian APBN sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

    (4)

    Menteri/Pimpinan Lembaga menyampaikan DIPA sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada Menteri Keuangan selaku BUN paling lambat pada minggu pertama bulan Desember, guna memperoleh pengesahan.

    (5)

    Penyampaian DIPA sebagaimana dimaksud pada ayat (4) oleh Kementerian Negara/Lembaga yang memiliki Badan Layanan Umum dilampiri rencana kerja dan anggaran Badan Layanan Umum. PRES I DEN


  5. Pasal 30 ayat (2) dihapus sehingga Pasal 30 berbunyi sebagai berikut:

    Pasal 30
    (1)

    DIPA disusun berdasarkan anggaran berbasis kinerja.

    (2)

    Dihapus.


  6. Ketentuan huruf c dan huruf d Pasal 31 diubah, diantara huruf c dan huruf d disisipkan 1 (satu) huruf yakni huruf cl, sehingga Pasal 31 berbunyi sebagai berikut:

    Pasal 31

    DIPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) paling sedikit memuat:

    1. sasaran yang hendak dicapai;

    2. pagu anggaran yang dialokasikan;

    3. fungsi, program, Kegiatan, dan keluaran (output); c 1. jenis belanja;

    4. lokasi;

    5. kantor bayar;

    6. rencana penarikan dana; dan

    7. rencana penerimaan dana.


  7. Ketentuan ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) Pasal 38 diubah, Pasal 38 ayat (5) dihapus, dan Penjelasan Pasal 38 diubah, sehingga Pasal 38 berbunyi sebagai berikut:

    Pasal 38
    (1)

    DIPA dapat direvisi karena:

    1. alasan administratif;

    2. alasan alokatif;

    3. perubahan rencana penarikan dana; dan / a tau d. perubahan rencana penerimaan dana. PRES I DEN (2) Revisi DIPA karena alasan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:

    4. perubahan sebagai akibat dari kesalahan administrasi; dan/atau

    5. perubahan rumusan yang tidak terkait dengan anggaran.

    (3)

    Revisi DIPA karena alasan alokatif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:

    1. penambahan/pengurangan alokasi pagu anggaran; dan/atau

    2. perubahan atau pergeseran nncian pagu anggaran.

    (4)

    Revisi karena alasan alokatif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan sepanjang tidak mengakibatkan pagu minus.

    (5)

    Dihapus.

    (6)

    Revisi DIPA karena perubahan rencana penarikan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan untuk menyesuaikan dengan realisasi belanja dan perubahan rencana Kegiatan.

    (7)

    Revisi DIPA karena perubahan rencana penerimaan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dilakukan untuk menyesuaikan dengan realisasi Penerimaan Negara dan peru bahan target Penerimaan Negara.


  8. Ketentuan ayat (2) Pasal 59 diubah, diantara ayat (2) dan ayat (3) Pasal 59 disisipkan 1 (satu) ayat yakni, ayat (2a) dan Penjelasan ayat (1) Pasal 59 diubah, sehingga Pasal 59 berbunyi sebagai berikut:

    Pasal 59
    (1)

    Proses pengadaan sebelum adanya penandatanganan perjanjian dapat dilakukan sebelum tahun anggaran dimulai setelah rencana kerja dan anggaran disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. PRES I DEN (2) Penandatanganan perjanjian dapat dilakukan sebelum tahun anggaran dimulai setelah DIPA disahkan. (2a) Perjanjian yang ditandatangani sebelum tahun anggaran dimulai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) , mulai berlaku dan dilaksanakan setelah DIPA berlaku efektif.

    (3)

    Untuk keperluan proses sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PA memberitahukan kepada KPA rincian Kegiatan dan jumlah alokasi pagu setiap Satuan Kerja dalam lingkungan Kementerian Negara/Lembaga.

    (4)

    Pendanaan untuk proses sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dibebankan pada tahun anggaran berjalan sepanjang dananya dialokasikan dalam DIPA.


  9. Penjelasan ayat (3) huruf d Pasal 62 diubah sebagaimana tercantum dalam Penjelasan Pasal 62.

  10. Diantara ayat (2) dan ayat (3) Pasal 66 disisipkan 1 (satu) ayat yakni ayat (2a) , dan ditambahkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (5) , sehingga Pasal 66 berbunyi sebagai berikut:

    Pasal 66
    (1)

    Dalam hal pembayaran secara langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (2) dan ayat (3) tidak dapat dilaksanakan, pembayaran atas tagihan kepada negara dilakukan melalui mekanisme Uang Persediaan.

    (2)

    Uang Persediaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikelola oleh Bendahara Pengeluaran dan digunakan un tuk kelancaran pelaksanaan tu gas Kementerian Negara/Lembaga. (2a) Uang Persediaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui tunai, internet banking, kartu debit, cek/bilyet giro, dan/atau kartu kredit. PRES I DEN (3) Bendahara Pengeluaran melaksanakan pembayaran dari Uang Persediaan yang dikelolanya setelah melakukan:

    1. meneliti kelengkapan perintah pembayaran yang diterbitkan oleh KPA;

    2. pemeriksaan kebenaran atas hak tagih, paling sedikit meliputi:


  11. pihak yang ditunjuk untuk menenma pembayaran;

  12. nilai tagihan yang harus dibayar; dan

  13. jadwal waktu pembayaran;

    1. menguji ketersediaan dana yang bersangkutan;

    2. pemeriksaan kesesuaian pencapaian keluaran antara spesifikasi teknis yang disebutkan dalam dokumen penenmaan barang/ jasa dan spesifikasi teknis yang disebutkan dalam dokumen perjanjian; dan

    3. pemeriksaan dan pengujian ketepatan penggunaan klasifikasi anggaran.

      (4)

      Bendahara Pengeluaran wajib menolak perintah bayar dari KPA apabila persyaratan pada ayat (3) tidak dipenuhi. (5). Ketentuan mengenai tata cara pembayaran dan penggunaan kartu kredit sebagaimana dimaksud pada ayat (2a) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

  14. Ketentuan Pasal 67 ditambahkan 1 (satu) ayat, yakni ayat ( 1 1) sehingga Pasal 67 berbunyi sebagai berikut:

    Pasal 67
    (1)

    Berdasarkan tagihan kepada negara, PPK menerbitkan dan menandatangani SPP.

    (2)

    SPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan bukti hak tagih kepada negara. PRES I DEN (3) Bukti hak tagih kepada negara yang berupa bukti pembelian/ pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 harus disahkan oleh PPK.

    (4)

    SPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada PPSPM untuk diuji.

    (5)

    Pengujian SPP yang dilakukan oleh PPSPM sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi: . .. _ a. pemeriksaan secara rinci kelengkapan dokumen pendukung SPP;

    1. penelitian ketersediaan pagu anggaran dalam DIPA;

    2. pemeriksaan kesesuaian keluaran antara yang tercantum dalam dokumen perjanjian dengan keluaran yang tercantum dalam DIPA;

    3. pemeriksaan kebenaran atas hak tagih, paling sedikit meliputi:


  15. pihak yang ditunjuk untuk menenma pembayaran;

  16. nilai tagihan yang harus dibayar; dan

  17. jadwal waktu pembayaran.

    1. pemeriksaan kesesuaian pencapaian keluaran antara spesifikasi teknis yang disebutkan dalam dokumen penenmaan barang/ jasa dan spesifikasi teknis yang disebutkan dalam dokumen perjanjian; dan

    2. pemeriksaan dan pengujian ketepatan penggunaan klasifikasi anggaran.

      (6)

      Pagu anggaran dalam DIPA sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b ^m erupakan jumlah pagu anggaran dikurangi dengan:

    3. jumlah dana yang telah direalisasikan;

    4. jumlah dana yang telah dibuatkan perjanjian untuk aktivitas di luar pencairan dana; dan PRES I DEN c. U ang Persediaan dipertanggungjawabkan Pengeluaran. yang belum oleh Bendahara (7) PPSPM menerbitkan SPM atas SPP yang telah memenuhi persyaratan berdasarkan hasil pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) .

      (8)

      SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (7) , dilengkapi:

    5. pernyataan kebenaran perhitungan dan tagihan; dan/atau

    6. data perjanjian.

      (9)

      KPA menyampaikan SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (8) kepada Kuasa BUN.

      (10)

      Dalam hal hasil pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak memenuhi persyaratan PPSPM wajib menolak menerbitkan SPM.

      (11)

      Ketentuan mengenai tata cara penyampaian SPM diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

  18. Ketentuan Bagian Kelima BAB V diubah, ditambahkan 2 (dua) paragraf, yakni Paragraf 1 dan Paragraf 2, diantara Pasal 76 dan Pasal 77 disisipkan 3 (tiga) pasal, yakni Pasal 76A, Pasal 76B, dan Pasal 76C, sehingga berbunyi sebagai berikut: Bagian Kelima Waktu Penyelesaian Hak Tagihan Kepada Negara dan Kedaluwarsa Paragraf 1 Waktu Penyelesaian Hak Tagihan Kepada Negara PRES I DEN

    Pasal 75
    (1)

    Hak tagihan kepada negara diselesaikan dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender sejak bukti tagihan diterima secara lengkap.

    (2)

    Ketentuan mengenai waktu penyelesaian hak tagihan kepada negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.


    Pasal 76
    (1)

    Keterlambatan pembayaran atas tagihan yang berkaitan dengan pelaksanaan belanja dapat mengakibatkan pengenaan denda kepada negara.

    (2)

    Pengenaan denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku terhadap keterlambatan pembayaran yang diakibatkan oleh keadaan kahar.

    (3)

    Ketentuan lebih lanjut mengenai pengenaan denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. Paragraf 2 Kedaluwarsa Pasal 76A

    (1)

    Hak tagih mengenai tagihan atas be ban negara kedaluwarsa setelah 5 (lima) tahun sejak timbulnya hak tagih, kecuali ditetapkan lain oleh undang­ undang. (2) Hak tagih mengenai tagihan atas beban negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) timbul pada saat telah terpenuhinya syarat penagihan kepada negara baik secara formal maupun material sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

    (3)

    Kedaluwarsaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terjadi dalam hal tagihan atas beban negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak diajukan kepada negara sampai melampaui masa kedaluwarsa.

    (4)

    Kedaluwarsaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tertunda dalam hal pihak yang berpiutang mengajukan tagihan kepada negara sebelum berakhirnya masa kedaluwarsa.

    (5)

    Kedaluwarsaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dihitung sejak tanggal 1 Januari tahun berikutnya. Pasal 76B

    (1)

    Kedaluwarsaan hak tagih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76A ayat (1) berlaku untuk seluruh tagihan atas beban negara.

    (2)

    Kedaluwarsaan hak tagih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk:

    1. pembayaran kewajiban bunga dan pokok pinjaman negara; dan

    2. pembayaran jaminan pensiun yang dibebankan pada APBN. Pasal 76C Ketentuan lebih lanjut mengenai kedaluwarsa hak tagih mengenai tagihan atas beban negara diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. 1 l. Ketentuan ayat (3) Pasal 80 diubah dan Penjelasan ayat (4) Pasal 80 diubah, sehingga Pasal 80 berbunyi sebagai berikut:


    Pasal 80
    (1)

    Kompensasi kepada pejabat/pegawai yang bertugas di dalam negeri atau di luar negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 ayat (1) huruf a berupa gaji dan/ a tau tunjangan a tau dalam bentuk lainnya. PRES ID EN (2) Pembayaran kompensasi berupa gaji dan/ a tau tunjangan atau dalam bentuk lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan setiap bulan berdasarkan surat keputusan kepegawaian dan/atau berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan di bidang kepegawaian.

    (3)

    Pelaksanaan pembayaran kompensasi berupa pembayaran gaji dan/atau tunjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan pada hari pertama atau hari kerja pertama setiap bulan.

    (4)

    Dalam kondisi tertentu pelaksanaan pembayaran kompensasi berupa pembayaran gaji dan/ a tau tunjangan dapat dikecualikan dari pengaturan pada ayat (3) .

    (5)

    Ketentuan mengenai tata cara pembayaran gaji dan/ a tau tunjangan dalam kondisi tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.


  19. Ketentuan ayat (1) Pasal 99 diubah, sehingga berbunyi sebagai berikut: · Pasal 99 (1) Sebagai upaya untuk melindungi masyarakat miskin atau tidak mampu dari kemungkinan terjadinya risiko sosial, meningkatkan kemampuan ekonomi dan/ a tau kesejahteraan masyarakat, dalam APBN disediakan alokasi belanja bantuan sosial.

    (2)

    Pembayaran belanja bantuan sosial dapat dilakukan dalam ben tuk:

    1. bantuan sosial yang bersifat konsumtif;

    2. bantuan sosial yang bersifat produktif; dan

    3. bantuan sosial melalui lembaga pendidikan, kesehatan, dan lembaga tertentu.

    (3)

    Belanja bantuan sosial yang bersifat konsumtif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a ditujukan untuk memenuhi kebutuhan hidup mm1mum masyarakat sebagai Janng pengaman sosial. PRES I DEN (4) Belanja bantuan sosial yang bersifat produktif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b ditujukan untuk membantu permodalan masyarakat ekonomi lemah.

    (5)

    Belanja bantuan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c merupakan transfer uang, transfer barang, dan/ a tau transfer jasa dari Pemerintah kepada lembaga pendidikan, lembaga kesehatan, dan lembaga tertentu guna membantu mengurangi beban masyarakat.

  20. Ketentuan Pasal 105 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

    Pasal 105

    Pelaksanaan pembayaran belanja hibah dilakukan secara langsung dari rekening Kas Negara ke rekening penerima yang menjadi tujuan pemberian hibah atau rekening lain yang disepakati dalam naskah perjanjian hi bah.


  21. Di antara ayat (1) dan ayat (2) Pasal 124 disisipkan 2 (dua) ayat, yakni ayat (la) , dan ayat (1 b) , ketentuan ayat (2) Pasal 124 diubah, dan Penjelasan ayat (1) Pasal 124 diubah, sehingga Pasal 124 berbunyi sebagai berikut:

    Pasal 124
    (1)

    Pembayaran pengembalian atas keterlanjuran setoran/kelebihan Penerimaan Negara Bukan Pajak dilakukan dengan ketentuan:

    1. Wajib bayar menyampaikan permintaan pengembalian kepada PA/KPA.

    2. PA/KPA menerbitkan surat ketetapan keterlanjuran setoran/kelebihan Penerimaan Negara Bukan Pajak setelah dilakukan pengujian atas keabsahan surat bukti setoran dan kebenaran perhitungan jumlah pengembalian yang dia jukan.

    3. Surat ketetapan keterlanjuran setoran/kelebihan Penerimaan Negara Bukan Pajak menjadi dasar penerbitan SPM pengembalian pendapatan. (la) Pembayaran pengembalian atas keterlanjuran setoran/kelebihan Penerimaan Negara Bukan Pajak tahun anggaran berjalan dibebankan sebagai pengurang Penerimaan Negara Bukan Pajak yang sama pada tahun anggaran berjalan. ( 1 b) Pembayaran pengembalian atas keterlanjuran setoran/kelebihan Penerimaan Negara Bukan Pajak tahun anggaran yang lalu dibebankan sebagai pengurang Penerimaan Negara Bukan Pajak yang sama pada tahun anggaran berjalan.

    (2)

    Dalam kondisi tertentu, pembayaran pengembalian atas keterlanjuran setoran/ kelebihan Penerimaan Negara Bukan Pajak tahun anggaran yang lalu sebagaimana dimaksud pada ayat (lb) dapat membebani Saldo Anggaran Lebih.


  22. Ketentuan ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) Pasal 13 1 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 13 1 (1) Menteri Keuangan selaku BUN dan Menteri/Pimpinan Lcmbaga selaku PA melakukan monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan anggaran belanja Kementerian Negara/ Lembaga untuk menjamin efektivitas pelaksanaan anggaran, efisiensi penggunaan anggaran, dan kepatuhan terhadap regulasi pelaksanaan anggaran.

    (2)

    Menteri Keuangan selaku BUN menggunakan hasil monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan anggaran belanja oleh Menteri Keuangan selaku BUN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk:

    1. evaluasi kinerja pelaksanaan anggaran;

    2. pengendalian belanja negara; dan

    3. peningkatan efisiensi anggaran belanja.

    (3)

    Menteri/Pimpinan Lembaga selaku PA menggunakan hasil monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan anggaran belanja oleh Menteri Keuangan selaku BUN dan hasil monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan anggaran belanja oleh Menteri/ Pimpinan Lembaga selaku PA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk:

    1. peningkatan efektivitas pencapaian kinerja;

    2. perbaikan tata kelola penggunaan anggaran; dan

    3. penilaian kinerja pelaksanaan anggaran pada Satuan Kerja di lingkungan Kementerian Negara/ Lembaga.

    (4)

    Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara monitoring dan evaluasi atas pelaksanaan anggaran belanja diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

  23. Ketentuan ayat (1) Pasal 135 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

    Pasal 135
    (1)

    Pembayaran a tau pencairan dana atas pelaksanaan pembiayaan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 ayat (1) huruf f untuk pembangunan proyek infrastruktur melalui penerbitan Surat Berharga Syariah Negara atau Surat Utang Negara dan Kegiatan prioritas yang dibiayai melalui pmJaman, dilakukan melalui pembiayaan pendahuluan atau rekening khusus.

    (2)

    Ketentuan mengenai tata cara pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.


  24. Ketentuan ayat (3) Pasal 137 diubah dan diantara ayat (3) dan ayat (4) Pasal 137 disisipkan 2 (dua) ayat, yakni ayat (3a) dan ayat (3b), sehingga Pasal 137 berbunyi sebagai berikut:

    Pasal 137
    (1)

    Dalam pelaksanaan belanja untuk memenuhi pembiayaan APBN melalui utang, PPK melakukan perjanjian dengan pihak ketiga sesuai batas anggaran yang telah ditetapkan dalam DIPA.

    (2)

    Proses pengadaan barang/jasa sebelum adanya penandatanganan perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan sebelum tahun anggaran dimulai. (3) Penandatanganan perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah DIPA disahkan. (3a) Dalam hal diperlukan untuk menjamin ketersediaan anggaran pada awal tahun anggaran melalui penerbitan Surat Berharga Negara pada triwulan keempat tahun anggaran sebelumnya sesuai dengan Undang-Undang mengenai APBN, PPK dapat melakukan penandatanganan perjanjian dengan pihak ketiga setelah Undang-Undang mengenai APBN diundangkan. (3b) Pemenuhan kewajiban pembayaran kepada pihak ketiga atas perjanjian yang ditandatangani oleh PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (3a) dilakukan setelah DIPA berlaku efektif. (4) Pendanaan untuk proses pengadaan barang/jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dibebankan pada tahun anggaran berjalan sepanjang dananya dialokasikan dalam DIPA. (5) Ketentuan mengenai proses pengadaan barang/jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. 1 8. Penjelasan Pasal 161 diubah sebagaimana tercantum dalam Penjelasan Pasal 161.


  25. Ketentuan ayat (2) Pasal 162 diubah dan Penjelasan Pasal 162 diubah, sehingga Pasal 162 berbunyi sebagai berikut:

    Pasal 162
    (1)

    Sisa pagu DIPA yang tidak terealisasi sampai akhir tahun anggaran berakhir tidak dapat digunakan pada periode tahun anggaran berikutnya. (2) Sisa pagu DIPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat digunakan pada tahun anggaran berikutnya dalam hal untuk membiayai: PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA - 1 7 - a. =Kegiatan yang sumber pendanaannya berasal dari Pinjaman/Hibah Luar Negeri, Pinjaman/Hibah Dalam Negeri, Surat Berharga Syariah Negara, dan/atau Surat Utang Negara; a tau b. =Kegiatan tertentu lainnya yang merupakan Kegiatan prioritas nasional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


  1. Ketentuan Pasal 163 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 163 Terhadap sisa pekerjaan dari kontrak tertentu yang tidak terselesaikan sampai dengan akhir tahun anggaran, berlaku ketentuan sebagai berikut:
    1. sisa nilai pekerjaan dari kontrak tahunan yang dibiayai dari rupiah murni tidak dapat diluncurkan ke tahun anggaran berikutnya.

    b. sisa nilai pekerjaan dari kontrak tahun jamak yang dibiayai dari rupiah murni:

  1. sebelum tahun terakhir masa kontrak dapat diluncurkan ke tahun anggaran berikutnya, tetapi tidak menambah pagu anggaran tahun berikutnya.

  1. pada tahun terakhir masa kontrak tidak dapat diluncurkan ke tahun anggaran berikutnya.
    1. sisa nilai pekerjaan dari kontrak tahunan atau kontrak tahun jamak yang dibiayai dari Pinjaman/Hibah Luar Negeri, Pinjaman/Hibah Dalam Negeri, Surat Berharga Syariah Negara, dan/atau Surat Utang Negara dapat diluncurkan ke tahun anggaran berikutnya sepanjang sumber pendanaannya masih tersedia. Pasal II Peraturan Pemerintah m1 mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah im dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 7 Desember 2018 Diundangkan di Jakarta pada tanggal 10 Desember 2018 MENTER! HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. YASONNA H. LAOLY ttd. JOKO WIDODO LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2018 NOMOR 229 PRES I DEN PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2018 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 45 TAHUN 2013 TENTANG TATA CARA PELAKSANMN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA I. UMUM Dalam melaksanakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara secara lebih profesional, terbuka, dan bertanggung jawab, telah ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Peraturan Pemerintah tersebut merupakan dasar dalam pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Perubahan terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dimaksudkan untuk menyempurnakan beberapa ketentuan dalam Peraturan Pemerintah tersebut sehingga dapat mendukung percepatan dan modernisasi pelaksanaan anggaran secara lebih profesional, terbuka, efektif, efisien, dan bertanggung jawab dengan tetap memperhatikan prinsip pengelolaan keuangan negara yang baik. Percepatan pelaksanaan anggaran dibutuhkan untuk mendukung program pembangunan nasional yang berkelanjutan dengan optimalisasi peran pendapatan dan belanja negara, khususnya pendapatan dan belanja Kementerian Negara/Lembaga terhadap pertumbuhan ekonomi setiap tahunnya. Penandatanganan perjanjian pengadaan barang/jasa dapat dilakukan sebelum tahun anggaran dimulai setelah DIPA disahkan diharapkan pelaksanaan pekerjaan dapat segera dilakukan sejak DIPA berlaku efektif yakni tanggal 1 Januari. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA - 2 - Modernisasi pelaksanaan anggaran dilakukan melalui pembayaran dengan kartu kredit dalam rangka penggunaan uang persediaan untuk mendukung program nontunai dan penyampaian SPM secara elektronik dalam rangka mendukung program go green/ paperless dengan memanfaatkan teknologi sesuai Undang-Undang mengenai informasi dan transaksi elektronik. Perubahan Peraturan Pemerintah m1 juga untuk menjawab pengaturan mengenai kedaluwarsaan tagihan kepada negara yang saat ini dirasakan masih sangat sumir, multi tafsir, dan hanya diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara yang tidak operasional. Perbaikan tata kelola pelaksanaan anggaran antara lain dengan pembinaan dan pengembangan kompetensi KPA, PPK, dan PPSPM oleh Menteri Keuangan berupa penetapan standar kompetensi dan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan. Standar kompetensi bagi KPA, PPK, dan PPSPM bukan sebagai persyaratan pengangkatan KPA. Berdasarkan hal tersebut, perlu melakukan perubahan terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 20 13 tentang Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. II. PASAL DEMI PASAL Pasall Angka 1 Pasal 16A Cukup jelas. Angka 2

      Pasal 29

      Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA - 3 - DIPA yang disampaikan merupakan DIPA Kementerian Negara/Lembaga dan DIPA anggaran yang menurut sifatnya tidak bisa dikelompokkan dalam bagian anggaran Kernen terian Negara/ Lem baga terten tu. Ayat (5) Cukup jelas. Angka 3


      Pasal 30

      Ayat (1) Angka 4 Cukup jelas. Ayat (2) Dihapus.


      Pasal 31

      Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf cl Cukup jelas. Huruf d Yang dimaksud dengan "lokasi" kabupaten/kota, tempat kedudukan pelaksanaan kegiatan. Huruf e Cukup jelas. adalah provms1, Satuan Kerja atau Angka 5 Huruf f PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA - 4 - Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Pasal 3 8 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Perubahan sebagai akibat dari kesalahan administrasi an tara lain :


    2. perubahan jenis belanja sebagai akibat kesalahan penggunaan akun, sepanjang dalam peruntukan dan sasaran yang sama;

    3. ralat karena kesalahan aplikasi berupa tidak berfungsinya sebagian atau seluruh fungsi matematis aplikasi Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga DIPA (RKA-K/L DIPA) ; dan/atau

    4. perubahan lainnya akibat kekeliruan pencantuman dalam DIPA. Huruf b · Perubahan rumusan yang tidak terkait dengan anggaran, antara lain:

    5. perubahan rumusan sasaran kinerja dalam database RKA-K/L DIPA;

    6. perubahan pejabat penandatangan DIPA;

    7. perubahan pejabat perbendaharaan;

    8. perubahan/ penambahan nomor PHLN/SBSN/SUN; register Ayat (3) PRES I DEN e. perubahan/penambahan cara penarikan PHLN/ PHDN/ Surat Berharga Syariah Negara/ Surat Utang Negara, termasuk pemberian pinjaman;

    9. perubahan kantor bayar sepanjang DIPA belum direalisasikan; dan / a tau g. perubahan rumusan lainnya dalam DIPA sepanjang tidak berkaitan dengan anggaran. Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Dihapus. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Angka 6

      Pasal 59

      Cukup jelas. Ayat (1) Yang dimaksud dengan "proses pengadaan" adalah tahapan yang dimulai dari persiapan pengadaan sampai dengan pemilihan penyedia. Yang dimaksud dengan "rencana kerja dan anggaran disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat" adalah disetujuinya APBN dalam rapat panpurna Dewan Perwakilan Rakyat. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (2a) Cukup jelas. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Angka 7 Pasal 6 2 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d -6 - Yang dimaksud dengan "rupiah murni" adalah rupiah murni pendamping. Yang dimaksud dengan "rupiah murni pendamping" adalah dana rupiah murni yang harus disediakan Pemerintah untuk mendampingi pinjaman dan/atau hibah luar negeri. Huruf e Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -7 - Cukup jelas. Ayat (7) Angka 8


      Pasal 66

      Cukup jelas. Ayat (1) Yang dimaksud dengan "pembayaran yang tidak dapat dilaksanakan secara langsung" adalah pembayaran yang menurut sifatnya tidak dapat direncanakan dan jumlah pengeluarannya relatif kecil, misalnya pembelian bahan bakar minyak dan belanja lainnya untuk keperluan sehari­ hari perkantoran, atau pembayaran lainnya yang berdasarkan pertimbangan efektifitas dan efisiensi harus dilakukan melalui Uang Persediaan. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (2a) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Angka 9


      Pasal 67

      Cukup jelas. Cukup jelas. Angka 10


      Pasal 75

      Cukup jelas.


      Pasal 76

      Ayat (l) PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA - 8 - Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "keadaan kahar" adalah suatu keadaan yang terjadi di luar kehendak para pihak dan tidak dapat diperkirakan sebelumnya serta diketahui secara luas sehingga terjadi kelambatan pembayaran. Keadaan tersebut antara lain berupa bencana alam, bencana non alam, bencana sosial, pemogokan, kebakaran, dan/atau gangguan industri lainnya sebagaimana dinyatakan melalui keputusan bersama Menteri Keuangan dan menteri teknis terkait. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 76A Ayat (1) Masa kedaluwarsaan hak tagih kepada negara yang ditetapkan dengan undang-undang tersendiri berlaku sesuai ketentuan dalam undang-undang tersebut. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "syarat penagihan kepada negara" adalah dokumen persyaratan yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang dan terpenuhinya waktu pengajuan tagihan kepada negara. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas.


      Pasal 768

      Ayat (1) Hak tagih atas beban negara antara lain disebabkan oleh komitmen/perikatan yang dibuat oleh negara, kelebihan/ kesalahan setoran penerimaan negara, atau kewajiban negara yang bernilai uang. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 76C Cukup jelas. Angka 11


      Pasal 80

      Ayat (1) Gaji dan/ a tau tunjangan termasuk gaji dan/ a tau tunjangan yang diberikan kepada pegawai negeri, pejabat negara dan/ a tau pejabat lainnya yang ditempatkan pada perwakilan Republik Indonesia di luar negeri. Gaji yang diberikan kepada pejabat negara atau pejabat lainnya termasuk penghasilan tetap teratur setiap bulan dengan nama dan bentuk apapun, seperti: uang kehormatan, honorarium tetap, uang representasi, dan penghasilan tetap teratur setiap bulan lainnya. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Yang dimaksud dengan "kondisi tertentu" adalah suatu kondisi yang menyebabkan pembayaran gaji dan/ a tau tunjangan tidak dapat dilakukan pada hari pertama atau hari kerja pertama pada suatu bulan tertentu. Ayat (5) Cukup jelas. Angka 12


      Pasal 99

      Ayat (1) PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA - 10 - Yang dimaksud dengan "risiko sosial" adalah kejadian atau peristiwa yang dapat mempengaruhi kesejahteraan masyarakat sebagai dampak krisis sosial, krisis ekonomi, krisis politik, fenomena alam dan bencana alam. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Angka 13


      Pasal 105

      Cukup jelas. Angka 14


      Pasal 124

      Ayat (1) Pengembalian atas kelebihan Penerimaan Negara Bukan Pajak termasuk pengembalian atas kelebihan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang dihitung sendiri oleh wajib bayar (self assessment) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ayat (la) Cukup jelas. Ayat (lb) Cukup jelas. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA - 11 - Ayat (2) Angka 15 Yang dimaksud dengan "kondisi tertentu" adalah kondisi tidak adanya penerimaan sejenis di tahun anggaran berjalan yang dapat dijadikan pengurang. Yang dimaksud dengan "membebani Saldo Anggaran Lebih" adalah mengoreksi jumlah/nilai Saldo Anggaran Lebih.


      Pasal 131

      Cukup jelas. Angka 16


      Pasal 135

      Cukup jelas. Angka 1 7 Pasal 13 7 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "pihak ketiga" adalah penyedia barang/ jasa untuk mendukung pelaksanaan penerbitan dan pengelolaan utang antara lain agen penjual, lead managers, dan konsultan hukum. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "sebelum tahun anggaran dimulai" adalah bulan Januari sampai dengan bulan Desember tahun berjalan. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (3a) Cukup jelas. Ayat (3b) Cukup jelas. Ayat (4) PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA - 12 - Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Angka 18


      Pasal 161

      Ayat (1) Yang dimaksud dengan "jaminan bank" meliputi:


    10. jaminan yang diterbitkan oleh bank umum sesuai dengan peraturan perundang-undangan mengenai perbankan; dan

    b. jaminan yang diterbitkan oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (Indonesia E.ximbank). Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Angka 19 Pasal 162 Ayat (l) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Kegiatan yang pendanaannya penerbitan Surat Utang Negara pem bangunan infrastruktur. Huruf b Cukup jelas. be rs urn ber dari an tara lain un tuk PRES I DEN Angka 20 Pasal II Pasal 163 Huruf a Cukup jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan "kontrak tahun jamak" adalah perjanjian atas pengadaan barang/jasa yang membebani lebih dari 1 (satu) tahun anggaran. Huruf c Cukup jelas. Cukup jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6267

Webmentions

Anda dapat memberikan tanggapan atas peraturan ini dengan like, retweet/repost pada tweet yang mencantumkan tautan pada laman ini.

Tanggapan (0):