Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja

Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018

Kerangka<< >>

SRTINRN SRTINRN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2018 TENTANG MANAJEMEN PEGAWAI PEMERINTAH DENGAN PERJANJIAN KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 107 Undang- Undang Nomor 5 Tahun 2Ol4 tentang Aparatur Sipil Negara, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan perjanjian Keda; Mengingat 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2Ol4 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2Ol4 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5a9a\ 3. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2OLZ tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2OLZ Nomor 63, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 603Zl; MEMUTUSI(AN: MenetapKan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG MANAJEMEN PEGAWAI PEMERINTAH DENGAN PERJANJIAN KERJA. BABI. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

  1. Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Keda adalah pengelolaan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja untuk menghasilkan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang profesional, memiliki nilai dasar, etika profesi, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktek korupsi, kolusi dan nepotisme. 2. Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disingkat ASN adalah profesi bagi Pegawai Negeri Sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja yang bekeda pada instansi pemerintah. 3. Pegawai Aparatur Sipil Negara yang selanjutnya disebut Pegawai ASN adalah Pegawai Negeri Sipil dan pegawai pemerintah dengan perjanjian keda yang diangkat oleh pejabat pembina kepegawaian dan diserahi tugas dalam suatu jabatan pemerintahan atau diserahi tugas negara lainnya dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan. 4. Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja yang selanjutnya disingkat PPPK adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu, yang diangkat berdasarkan perjanjian kerja untuk jangka waktu tertentu dalam rangka melaksanakan tugas pemerintahan. 5. Jabatan adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggungjawab, wewenang, dan hak seseorang pegawai ASN dalam suatu satuan organisasi. 6. Jabatan Pimpinan Tinggi yang selanjutnya disingkat JPT adalah sekelompok jabatan tinggi pada instansi pemerintah.

  2. Pejabat Pimpinan Tinggi adalah Pegawai ASN yang menduduki JPT. 8. Jabatan Fungsional yang selanjutnya disingkat JF adalah sekelompok ^jabatan yang berisi fungsi dan tugas berkaitan dengan pelayanan fungsional yang berdasarkan pada keahlian dan keterampilan tertentu. 9. Pejabat Fungsional adalah Pegawai ASN yang menduduki Jabatan Fungsional pada instansi pemerintah.

  3. Kompetensi Manajerial adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur, dikembangkan untuk memimpin dan/atau mengelola unit organisasi.

  4. Kompetensi Teknis adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur, dikembangkan yang spesifik berkaitan dengan bidang teknis jabatan.

  5. Kompetensi Sosial Kultural adalah pengetahLtan, keterampilan, dan sikap/perilaku yang dapat diamati, diukur, dikembangkan terkait dengan pengalaman berinteraksi dengan masyarakat majemuk dalam hal agama, suku dan budaya, perilaku, wawasan kebangsaan, etika, nilai-nilai, moral, emosi dan prinsip, yang harus dipenuhi oleh setiap pemeg€rng jabatan untuk memperoleh hasil kerja sesuai dengan peran, fungsi dan jabatan.

  6. Pejabat Yang Berwenang yang selanjutnya disingkat $rB ^adalah ^pejabat ^yang ^mempunyai ^kewenangan melaksanakan proses pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai ASN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -4- 14. Pejabat Pembina Kepegawaian yang selanjutnya disingkat PPK adalah pejabat yang mempunyai kewenangan menetapkan pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian Pegawai ASN dan pembinaan manajemen ASN di instansi pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

  7. Instansi Pemerintah adalah instansi pusat dan instansi daerah.

  8. lnstansi Pusat adalah kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, kesekretariatan lembaga negara, dan kesekretariatan lembaga nonstruktural.

  9. Instansi Daerah adalah perangkat daerah provinsi dan perangkat daerah kabupaten/kota yang meliputi sekretariat daerah, sekretariat dewan perwakilan rakyat daerah, dinas daerah, dan lembaga teknis daerah.

  10. Pemutusan Hubungan Perjanjian Kerja sebagai PPPK adalah pemberhentian yang mengakibatkan seseorang kehilangan statusnya sebagai PPPK.

  11. Cuti PPPK selanjutnya disebut dengan Cuti, adalah keadaan tidak masuk kerja yang diizinkan dalam jangka waktu tertentu. 20. Sistem Informasi ASN adalah rangkaian informasi dan data mengenai pegawai ASN yang disusun secara sistematis, menyeluruh, dan terintegrasi dengan berbasis teknologi. 21. Komisi ASN yang selanjutnya disingkat I(ASN adalah lembaga nonstruktural yang mandiri dan bebas dari intervensi politik.

  1. Badan Kepegawaian Negara yang selanjutnya disingkat BKN adalah lembaga pemerintah nonkementerian yang diberi kewenangan melakukan pembinaan dan menyelenggarakan manajemen ASN secara nasional sebagaimana diatur dalam undang- undang. 23. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendayagunaan aparatur negara.
    Pasal 2
    (1)

    Jabatan ASN yang dapat diisi oleh pppK meliputi:

    1. JF; dan

    2. JPT. (2) Selain Jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri dapat menetapkan Jabatan lain yang dapat diisi oleh PPPK. (3) Jabatan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bukan merupakan Jabatan struktural tetapi menjalankan fungsi manajemen pada Instansi Pemerintah. pasal 3 Manajemen PPPK meliputi:

    3. penetapan kebutuhan;

    4. pengadaan;

    5. penilaian kinerja;

    6. penggajian dan tunjangan;

    7. pengembangan kompetensi;

    8. pemberian penghargaan;

    9. disiplin;

    10. pemutusan hubungan perjanjian kerja; dan

    11. perlindungan. BAB II BAB II PENETAPAN KEBUTUHAN


    Pasal 4
    (1)

    Setiap Instansi Pemerintah wajib men5rusun kebutuhan jumlah dan jenis jabatan PPPK berdasarkan analisis jabatan dan analisis beban keda. (2) Penyusunan kebutuhan jumlah PPPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun yang diperinci per 1 (satu) tahun berdasarkan prioritas kebutuhan. (3) Penyusunan kebutuhan jumlah PPPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan satu kesatuan dengan penyusunan kebutuhan PNS. (4) Kebutuhan jumlah dan jenis jabatan PPPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Menteri. (5) Kebutuhan PPPK yang beke4ja pada instansi pemerintah secara nasional ditetapkan oleh Menteri pada setiap tahun, setelah memperhatikan pendapat menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan dan pertimbangan teknis Kepala BKN.


    Pasal 5
    (1)

    Selain pen5rusunan kebutuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (21, PPK dapat mengusulkan kepada Presiden melalui Menteri kebutuhan JPT utama tertentu atau JpT madya tertentu yang dapat diisi oleh PPPK. (21 Usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (l) disertai dengan kompetensi, kualifikasi, kebutuhan Instansi Pemerintah, dan persyaratan lain yang dibutuhkan dalam jabatan.

    (3)

    JPT utama tertentu atau JPT madya tertentu sebagaimana dimaksud ^pada ayat ^(1) telah ditetapkan nomenklatur ^jabatan dan ^pangkatnya oleh ^Presiden. BAB III PENGADAAN Bagian Kesatu Umum


    Pasal 6

    Setiap warga negara Indonesia mempunyai kesempatan yang sama untuk melamar menjadi calon PPPK setelah memenuhi persyaratan.


    Pasal 7
    (1)

    Pengadaan calon PPPK merupakan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan pada Instansi Pemerintah. (21 Pengadaan PPPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui tahapan:

    1. Perencanaan;

    2. pengumumanlowongan;

    3. pelamaran;

    4. seleksi;

    5. pengumuman hasil seleksi; dan

    6. pengangkatan menjadi PPPK.


    Pasal 8
    (1)

    Pengadaan calon PPPK dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah melalui penilaian secara objektif berdasarkan kompetensi, kualifikasi, kebutuhan Instansi Pemerintah, dan persyaratan lain yang dibutuhkan dalam ^jabatan. (21 Pengadaan calon PPPK oleh Instansi Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh:

    1. Panitia seleksi nasional pengadaan PPPK;

    2. Panitia seleksi instansi pengadaan PPPK; dan/atau

    3. Instansi pembina JF.


    Pasal 9

    Pelaksanaan pengadaan calon PPPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) mempertimbangkan kriteria:

    1. jumlah dan jenis jabatan;

    2. waktu pelaksanaan;

    3. jumlah Instansi Pemerintah yang membutuhkan; dan

    4. wilayah persebaran. Pasal 1O

      (1)

      Pengadaan PPPK dilakukan secara nasional berdasarkan perencanaan kebutuhan jumlah pppK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3). (21 Dalam menjamin objektivitas, Menteri menetapkan kebijakan pengadaan PPPK. (3) Dalam melaksanakan kebijakan pengadaan pppK sebagaimana dimaksud pada ayat (21, Menteri dapat membentuk panitia seleksi nasional pengadaan pppK. (41 Panitia seleksi nasional pengadaan pppK sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mempunyai tugas mengoordinasikan dan mengawasi pelaksanaan pengadaan PPPK oleh instansi pembinaJF dan panitia seleksi instansi pengadaan PPPK. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -9 -


    Pasal 11
    (1)

    Pengadaan PPPK untuk mengisi JPT utama tertentu dan JPT madya tertentu yang lowong dilakukan setelah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5. (21 Pengadaan PPPK untuk mengisi JPT utama tertentu dan JPT madya tertentu yang lowong sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan mengenai tata cara pengisian JPI dalam peraturan perundang-undangan. (3) Pengadaan PPPK untuk mengisi JPT utama tertentu dan JPT madya tertentu yang lowong sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) berkoordinasi dengan KASN.


    Pasal 12
    (1)

    Pengadaan PPPK untuk mengisi JF dapat dilakukan secara nasional atau tingkat instansi. (21 Pengadaan PPPK secara nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh panitia seleksi nasional pengadaan PPPK, panitia seleksi instansi pengadaan PPPK, dan instansi pembina JF. (3) Pengadaan PPPK tingkat instansi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh panitia seleksi instansi pengadaan PPPK dan instansi pembina JF dengan melibatkan unsur dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendayagunaan aparatur negara dan BKN.


    Pasal 13

    Ketentuan lebih lanjut mengenai kebijaka.n pengadaan PPPK dan pembentukan panitia seleksi nasional pengadaan PPPK diatur dalam Peraturan Menteri. Bagian PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA - 10- Bagian Kedua Perencanaan


    Pasal 14
    (1)

    Perencanaan pengadaan PPPK dilakukan dengan menJrusun dan menetapkan perencanaan pengadaan PPPK. (21 Perencanaan pengadaan PPPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi:

    1. jadwal pengadaan PPPK; dan

    2. prasarana dan sarana pengadaan PPPK. Bagian Ketiga Pengumuman Lowongan Pasal 15 (U Pengumuman lowongan pengadaan PPPK dilakukan secara terbuka kepada masyarakat. (21 Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan paling singkat 15 (lima belas) hari kalender. (3) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (l), paling sedikit memuat:

    3. nama Jabatan;

    4. ^jumlah lowongan Jabatan;

    5. unit kerja penempatan/Instansi yang membutuhkan;

    6. kualifikasi pendidikan atau sertifikasi profesi;

    7. alamat dan tempat lamaran ditujukan;

    8. jadwal tahapan seleksi; dan

    9. syarat yang harus dipenuhi oleh setiap pelamar. Bagian Bagian Keempat Pelamaran


    Pasal 16

    Setiap warga negara Indonesia mempunyai kesempatan yang sama untuk melamar menjadi PPPK untuk JF dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut:

    1. usia paling rendah 20 (dua puluh) tahun dan paling tinggi 1 (satu) tahun sebelum batas usia tertentu pada jabatan yang akan dilamar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan ;

    2. tidak pernah dipidana dengan pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang sudah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana dengan pidana penjara 2 (dua) tahun atau lebih;

    3. tidak pernah diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau tidak dengan hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil, PPPK, Prajurit Tentara Nasional Indonesia, Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, atau diberhentikan tidak dengan hormat sebagai pegawai swasta;

    4. tidak menjadi anggota atau pengurus partai politik atau terlibat politik praktis;

    5. memiliki kualifikasi pendidikan sesuai dengan persyaratan jabatan;

    6. memiliki kompetensi yang dibuktikan dengan sertifikasi keahlian tertentu yang masih berlaku dari lembaga profesi yang berwenang untuk jabatan yang mempersyaratkan;

    7. sehat jasmani dan rohani sesuai dengan persyaratan jabatan yang dilamar; dan

    8. persyaratan lain sesuai kebutuhan jabatan yang ditetapkan oleh PPK. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -12-


    Pasal 17
    (1)

    Setiap pelamar harus memenuhi dan menyampaikan semua persyaratan pelamaran yang tercantum dalam pengumuman. (21 Setiap pelamar berhak untuk memperoleh informasi tentang seleksi PPPK dari Instansi Pemerintah yang akan dilamar.


    Pasal 18

    Penyampaian semua persyaratan pelamaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 diterima paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sebelum pelaksanaan seleksi. Bagian Kelima Seleksi


    Pasal 19

    Seleksi pengadaan PPPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf d terdiri atas 2 (dua) tahap:

    1. seleksi administrasi; dan

    2. seleksi kompetensi.


    Pasal 20

    Seleksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 huruf a dilakukan untuk mencocokkan persyaratan administrasi dan kualifikasi dengan dokumen pelamaran. Pasal 2 1 Seleksi kompetensi sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 huruf b dilakukan untuk menilai kesesuaian kompetensi manajerial, kompetensi teknis, dan kompetensi sosial kultural yang dimiliki oleh pelamar dengan standar kompetensi jabatan.


    Pasal 22
    (1)

    Seleksi kompetensi teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 terdiri atas:

    1. Seleksi kompetensi untuk jabatan yang mensyaratkan sertifikasi profesi; dan

    2. Seleksi kompetensi untuk jabatan yang belum mensyaratkan sertifikasi profesi. (21 Seleksi kompetensi teknis untuk jabatan yang mensyaratkan sertifikasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan dengan uji kompetensi untuk menentukan peringkat. (3) Seleksi kompetensi teknis untuk jabatan yang belum mensyaratkan sertifikasi profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dengan uji kompetensi untuk menentukan ambang batas kelulusan dan peringkat.


    Pasal 23
    (1)

    Panitia seleksi instansi pengadaan PPPK melaksanakan seleksi administrasi terhadap seluruh dokumen pelamaran yang diterima. (21 Panitia seleksi instansi pengadaan PPPK harus mengumumkan hasil seleksi administrasi secara terbuka. (3) Dalam hal dokumen pelamaran tidak memenuhi persyaratan administrasi, pelamar dinyatakan tidak lulus seleksi administrasi.


    Pasal 24
    (1)

    Pelamar yang lulus seleksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, mengikuti seleksi kompetensi. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -t4- l2l Pelamar dinyatakan lulus seleksi kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila memenuhi peringkat yang ditentukan sesuai kebutuhan jumlah dan jenis jabatan.


    Pasal 25
    (1)

    Seleksi pengadaan PPPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dilakukan dengan mempertimbangkan integritas dan moralitas. {2) Pelamar yang telah dinyatakan lulus seleksi pengadaan PPPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengikuti wawancara untuk menilai integritas dan moralitas sebagai bahan penetapan hasil seleksi. (3) Pelamar JPT utama tertentu dan JPT madya tertentu yang telah lulus seleksi pengadaan PPPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) selain mengikuti wawancara untuk menilai integritas dan moralitas sebagaimana dimaksud pada ayat (21 juga mempertimbangkan masukan masyarakat sebagai bahan penetapan hasil seleksi. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai wawancara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan masukan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.


    Pasal 26
    (1)

    Dalam hal diperlukan, panitia seleksi instansi pengadaan PPPK dapat melakukan uji persyaratan fisik, psikologis, dan/atau kesehatan jiwa dalam pelaksanaan seleksi kompetensi sesuai dengan persyaratan jabatan pada Instansi Pemerintah. (21 Ketentuan lebih lanjut mengenai uji persyaratan fisik, psikologis, dan/atau kesehatan jiwa dalam pelaksanaan seleksi kompetensi sesuai dengan persyaratan jabatan pada Instansi Pemerintah diatur dalam Peraturan BKN. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA - 15- Pasal 27 (1) Hasil seleksi kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (3) dan hasil wawancara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (21 disampaikan oleh panitia seleksi instansi pengadaan PPPK kepada Menteri dan Kepala BKN. (21 Hasil seleksi kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh PPK. Bagian Keenam Pengumuman Hasil Seleksi


    Pasal 28

    PPK mengumumkan pelamar yang dinyatakan lulus seleksi pengadaan PPPK secara terbuka, berdasarkan penetapan hasil seleksi kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27. Bagian Ketujuh Pengangkatan PPPK Pasal 29 (1) Pelamar yang dinyatakan lulus seleksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 diangkat sebagai Calon PPPK. (21 Calon PPPK yang akan diangkat ss[agaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berkedudukan sebagai calon Pegawai Negeri Sipil, Pegawai Negeri Sipil, Prajurit Tentara Nasional Indonesia, Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia atau PPPK sejak yang bersangkutan ditetapkan sebagai calon PPPK. (3) Pengangkatan calon PPPK ss[agaimanadimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan PPK. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -16- (4) Keputusan PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada Kepala BKN untuk mendapatkan nomor induk PPPK. (5) Penerbitan nomor induk PPPK sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diterima oleh PPK paling lama 25 (dua puluh lima) hari kerja sejak waktu penyampaian. Pasal 30 (1) Pelamar PPPK yang dinyatakan lulus seleksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 wajib menyerahkan kelengkapan administrasi kepada ryB untuk ditetapkan pengangkatannya sebagai PPPK. (21 B/B menyampaikan kelengkapan administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Kepala BKN untuk dimasukkan dalam sistem informasi ASN. Pasal 31 (1) PPPK yang telah mendapatkan nomor induk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (4) melaksanakan tugas jabatan berdasarkan penetapan pengangkatan oleh PPK. (21 PPK dapat memberikan kuasa kepada pejabat yang ditunjuk di lingkungannya untuk menetapkan pengangkatan sebagai pelaksana tugas jabatan. (3) Keputusan pengangkatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan setelah penandatanganan perjanjian kerja oleh Calon pppK. (4) Keputusan pengangkatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijadikan sebagai dasar dimulainya hubungan perjanjian kerja pppK dengan Instansi pemerintah. (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian kuasa pengangkatan sebagaimana dimaksud pada ayat (21diatur dengan Peraturan Menteri.


    Pasal 32

    PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -17-


    Pasal 32
    (1)

    Dalam hal pengangkatan PPPK dalam JPT utama tertentu atau JPT madya tertentu dari kalangan non- PNS ditetapkan oleh Presiden dengan berstatus sebagai PPPK. (21 BKN menerbitkan nomor induk bagi pppK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak ditetapkan oleh Presiden. (3) PPPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dalam JPT utama tertentu atau JPT madya tertentu terhitung sejak pelantikan. (4) PPPK yang diangkat dalam JPT utama tertentu atau JPT madya tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib menandatangani pedanjian kerja pada saat pelantikan.


    Pasal 33

    Perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam pasal 32 ayat (4) paling kurang memuat:

    1. T\rgas;

    2. Target kinerja;

    3. Masa pedanjian kerja;

    4. Hak dan kewajiban;

    5. Larangan; dan

    6. Sanksi.


    Pasal 34

    Ketentuan lebih lanjut mengenai petunjuk teknis pengadaan PPPK diatur dengan peraturan BKN. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -18- BAB IV PENILATAN KINERJA Bagian Kesatu Penilaian Kinerja PPPK


    Pasal 35
    (1)

    Penilaian kinerja PPPK bertujuan menjamin objektivitas prestasi kerja yang sudah disepakati berdasarkan perjanjian kerja antara ppK dengan pegawai yang bersangkutan. (2) Penilaian kinerja PPPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan perjanjian keda di tingkat individu dan tingkat unit atau organisasi dengan memperhatikan target, sasaran, hasil, manfaat yang dicapai, dan perilaku pegawai. (3) Penilaian kineda PPPK dilakukan secara objektif, terukur, akuntabel, partisipatif, dan transparan. (4) Penilaian kinerja PPpK berada di bawah kewenangan $B ^pada ^Instansi ^Pemerintah masing-masing. (5) Penilaian kinerja PPPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didelegasikan secara berjenjang kepada atasan langsung dari PPPK. (6) Penilaian kinerja PPPK sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dapat mempertimbangkan pendapat rekan kerja setingkat dan bawahannya. (7) Hasil penilaian kinerja pppK disampaikan kepada tim penilai kinerja PPPK. (8) Hasil penilaian kinerja pppK dimanfaatkan untuk menjamin objektivitas perpanjangan perjanjian kerja, pemberian tunjangan, dan pengembangan kompetensi. (9) PPPK yang dinilai oleh atasan dan tim penilai kinerja PPPK tidak mencapai target kinerja yang telah disepakati dalam perjanjian kerja diberhentikan dari PPPK. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA 19


    Pasal 36

    Penilaian kinerja PPPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri. Bagian Kedua Masa Pedanjian Keda


    Pasal 37
    (1)

    Masa Hubungan Perjanjian Kerja bagi PPPK paling singkat 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang sesuai kebutuhan dan berdasarkan penilaian kinerja. (2) Perpanjangan Hubungan Pedanjian Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada pencapaian kinerja, kesesuaian kompetensi, dan kebutuhan instansi setelah mendapat persetujuan PPK. (3) Perpanjangan Hubungan Keda sebagaimana dimaksud pada ayat (21 bagi JPT yang berasal dari kalangan Non-PNS mendapat persetujuan ppK dan berkoordinasi dengan I(ASN. (4) Dalam hal perjanjian kerja PPPK diperpanjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ppK wajib menyampaikan tembusan surat keputusan perpanjangan perjanjian kerja kepada Kepala BKN. (5) Perpanjangan Hubungan Perjanjian Kerja bagi pppK yang menduduki JPT utama dan JpT madya tertentu paling lama 5 (lima) tahun. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai masa hubungan perjanjian keda bagi PPPK diatur dengan peraturan Menteri. BAB V PENGGAJIAN DAN TUNJANGAN


    Pasal 38
    (1)

    PPPK diberikan gaji dan tunjangan. (2) Gaji dan tunjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi Pegawai Negeri Sipil. BAB VI PENGEM BANGAN KO M PE-TENSI


    Pasal 39
    (1)

    Dalam rangka pengembangan kompetensi untuk mendukung pelaksanaan tugas, PPPK diberikan kesempatan untuk pengayaan pengetahuan. (21 Setiap PPPK memiliki kesempatan yang sama untuk diikutsertakan dalam pengembangan kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Pengembangan kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan perencanaan pengembangan kompetensi pada Instansi Pemerintah. (4) Dalam hal terdapat keterbatasan kesempatan pengembangan kompetensi, prioritas diberikan dengan memperhatikan hasil penilaian kinerja pppK yang bersangkutan.


    Pasal 40
    (1)

    Pelaksanaan pengembangan kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) dilakukan paling lama 24 (dua puluh empat) jam pelajaran dalam 1 (satu) tahun masa perjanjian kerja. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -21 - 12) ^Pelaksanaan pengembangan ^kompetensi ^sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan bagi PPPK yang melaksanakan tugas sebagai JPT Utama tertentu dan JPT Madya tertentu. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pengembangan kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (21 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Lembaga Administrasi Negara. Pasal 4 1 Pelaksanaan pengembangan kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) dicatat oleh fuB dalam sistem informasi pelatihan yang terintegrasi dengan Sistem lnformasi ASN.


    Pasal 42
    (1)

    Pengemb€rngan kompetensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) harus dievaluasi oleh $B dan dipergunakan sebagai salah satu pertimbangan untuk perjanjian kerj a selanj utnya. (2) Hasil evaluasi pengembangan kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipublikasikan dalam sistem informasi pelatihan yang terintegrasi dengan Sistem Informasi ASN.


    Pasal 43

    Perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pengembangan kompetensi PPPK dilaksanakan oleh grB.


    Pasal 44

    Perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi pengembangan kompetensi PPPK sebagaimana dimaksud dalam pasal 43 dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang- undangan. BAB VII PEMBERIAN PENGHARGAAN


    Pasal 45

    PPPK yang telah menunjukkan kesetiaan, pengabdian, kecakapan, kejujuran, kedisiplinan, dan prestasi keda dalam melaksanakan tugasnya dapat diberikan penghargaan.


    Pasal 46

    Penghargaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45, dapat berupa pemberian:

    1. tanda kehormatan;

    2. kesempatan prioritas untuk pengembangan kompetensi; dan/atau

    3. kesempatan menghadiri acara resmi dan/atau acara kenegaraan.


    Pasal 47

    Pemberian penghargaan berupa tanda kehormatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 huruf a, diberikan kepada PPPK sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


    Pasal 48

    Pemberian penghargaan berupa kesempatan prioritas untuk pengembangan kompetensi sebagaim€rna dimaksud dalam Pasal 46 huruf b, diberikan kepada pppK yang mempunyai hasil penilaian kinerja yang paling baik.


    Pasal 49

    Penghargaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 46 huruf c diberikan oleh B/B setelah mendapat pertimbangan tim penilai kineda PppK. Pasa] 50 Tata cara pemberian penghargaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB VIII DISIPLIN


    Pasal 51
    (1)

    Untuk menjamin terpeliharanya tata tertib dalam kelancaran pelaksanaan tugas, PPPK wajib mematuhi disiplin PPPK. (2) Instansi Pemerintah wajib melaksanakan penegakan disiplin terhadap PPPK serta melaksanakan berbagai upaya peningkatan disiplin. (3) PPPK yang melakukan pelanggaran disiplin dijatuhi hukuman disiplin.


    Pasal 52
    (1)

    Berdasarkan ketentuan disiplin yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini, PPK pada setiap instansi menetapkan disiplin PPPK. (21 Disiplin PPPK sebagaimana dimaksud pada ayat (t) ditetapkan berdasarkan karakteristik pada setiap instansi. (3) Tata cara pengenaan sanksi disiptin bagi pppK PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -24' BAB IX PEMUTUSAN HUBUNGAN PERJANJIAN KERJA Bagian Kesatu Umum


    Pasal 53
    (1)

    Pemutusan hubungan perjanjian kerja PPPKdilakukan dengan hormat karena:

    1. jangka waktu perjanjian kerja berakhir;

    2. meninggal dunia;

    3. atas permintaan sendiri;

    4. perampingan organisasi atau kebijakan pemerintah yang mengakibatkan pengurangan PPPK; atau

    5. tidak cakap jasmani dan/atau rohani sehingga tidak dapat menjalankan tugas dan kewajiban sesuai perjanjian kerja yang disepakati. (21 Pemutusan hubungan perjanjian kerja pppKdilakukan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri karena:

    6. dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan tindak pidana tersebut dilakukan dengan tidak berencana;

    7. melakukan pelanggaran disiplin pppK tingkat berat; atau

    8. tidak memenuhi target kinerja yang telah disepakati sesuai dengan perjanjian kerja. (3) Pemutusan hubungan perjanjian kerja pppK dilakukan tidak dengan hormat karena:

    9. melakukan penyelewengan terhadap pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -25- b. dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan dan/atau pidana umum;

    10. menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik; atau

    11. dihukum penjara berdasarkan puhrsan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun atau lebih dan tindak pidana tersebut dilakukan dengan berencana. Bagian Kedua Pemutusan Hubungan Perjanjian Kerja karena Jangka Waktu Perjanjian Kerja Berakhir


    Pasal 54
    (1)

    Pemutusan hubungan perjanjian kerja PPPK karena jangka waktu pedanjian kerja berakhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (l) huruf a yaitu termasuk telah mencapai batas usia tertentu dalam Jabatan yang diduduki. (2) Batas usia tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu:

    1. 58 (lima puluh delapan) tahun bagi pejabat fungsional ahli muda, pejabat fungsional ahli pertama, dan pejabat fungsional kategori keterampilan;

    2. 60 (enam puluh) tahun bagi pejabat pimpinan tinggi dan pejabat fungsional madya; dan

    3. 65 (enam puluh lima) tahun bagi PPPK yang memangku jabatan fungsional ahli utama. (3) Batas usia tertentu bagi PPPK yang menduduki JF yang ditentukan dalam undang-undang, berlaku ketentuan sesuai dengan batas usia tertentu yang ditetapkan dalam undang-undang yang bersangkutan. Bagian Ketiga Pemutusan Hubungan Perjanjian Kerja Karena Meninggal Dunia


    Pasal 55

    Pemutusan hubungan perjanjian kerja PPPK karena meninggal dunia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) huruf b diberikan hak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Keempat Pemutusan Hubungan Perjanjian Kerja Karena atas Permintaan Sendiri


    Pasal 56
    (1)

    PPPK yang mengajukan permintaan pemutusan hubungan perjanjian kerja diputus hubungan perjanjian kerjanya dengan hormat sebagai PPPK. (2) Permintaan pemutusan hubungan perjanjian kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dapat disetujui atau ditunda sampai dengan jangka waktu perj anjian kerja berakhir. (3) Permintaan pemuhrsan hubungan perjanjian kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, apabila: PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -27 - a. telah memenuhi masa perjanjian kerja paling kurang 90% (sembilan puluh per seratus); dan

    1. telah memenuhi target kinerja paling kurang 90% (sembilan puluh per seratus). (a) Permintaan pemutusan hubungan pedanjian kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihrnda, apabila tidak memenuhi ketentuan sslagaimana dimaksud pada ayat (3). (5) Apabilayangbersangkutan tidakmematuhi penundaan sebagai dimaksud pada ayat (4) PPPK dikenakan pemutusan hubungan perjanjian keda dengan hormat tidak atas permintaan sendiri. (6) PPPK yang dikenakan pemuhrsan hubungan perjanjian kerja dengan hormat atas permintaan sendiri diberikan hak sesuai dengan ketenhran peraturan perundang- undangan dan masih dapat melamar sebagai PPPK. (7) PPPK yang dikenakan pemutusan hubungan pedanjian kerja dengan hormat tidak atas permintaan sendiri diberikan hak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan tidak dapat melamar sebagai PPPK. Bagian Kelima Pemutusan Hubungan Perjanjian Kerja karena Perampingan organisasi atau Kebijakan pemerintah yang Mengakibatkan Pengurangan pppK


    Pasal 57
    (1)

    Dalam hal terjadi perampingan organisasi atau kebijakan pemerintah yang mengakibatkan pengurangan PPPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) huruf d maka dilakukan pemutusan hubungan perjanjian kerja dengan hormat sebagai PPPK. (2) PPPK yang dikenakan pemutusan hubungan perjanjian kerja akibat perampingan organisasi diberikan hak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan masih dapat melamar sebagai PPPK. FR trSID E N REPUBLIK II{DONESIA Bagian Keenam Pemutusan Hubungan Perjanjian Kerja Karena Tidak Cakap Jasmani dan/atau Rohani


    Pasal 58
    (1)

    PPPK yang tidak cakap jasmani dan/atau rohani karena:

    1. kecelakaan kerja yang mengakibatkan terjadinya pemutusan hubungan perjanjian kerja; atau

    2. sakit terus menerus selama 30 (tiga puluh) hari berturut-turut, diberikan haknya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (2) Ketidakcakapan jasmani dan/atau rohani sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan berdasarkan hasil pemeriksaan tim penguji kesehatan. (3) Tim penguji kesehatan sbbagaimana dimaksud pada ay at (21 dibentuk ole h menteri yang me nyelen ggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan. (a) Tim penguji kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) beranggotakan dokter pemerintah. (5) PPPK yang diputus hubungan perjanjian kerjanya dengan hormat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mendapat hak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Ketujuh Pemutusan Hubungan Perjanjian Kerja karena Pelanggaran Disiplin


    Pasal 59
    (1)

    Pemutusan hubungErn perjanjian kerja PPPK karena melakukan pelanggaran disiplin PPPK tingkat berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2) huruf b apabila tidak mematuhi kewajiban atau melanggar ' larangan sebagaimana yang diatur dalam perjanjian kerja PPPK. FR trSIDEN R EPUBLIK II{DONESIA (21 PPPK yang dikenakan pemutusan hubungan perjanjian kerja dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan hak sesuai dengan ketentuan peraturan perulndang- undangan dan masih dapat melamar sebagai PPPK. Bagian Kedelapan Pemutusan Hubungan Perjanjian Kerja karena Tidak Memenuhi Target Kinerja


    Pasal 60
    (1)

    PPPK yang tidak memenuhi target kinerja dilakukan pemutusan hubungan perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2) huruf c berdasarkan hasil penilaian kinerja. (21 PPPK yang dikenakan pemutusan ^. hubungan perjanjian kerja dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan hak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan dan masih dapat melamar sebagai PPPK. Bagian Kesembilan Pemutusan Hubungan Perjanjian Kerja karena Melakukan Penyelewengan Terhadap Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik lndonesia Tahun 1945


    Pasal 61
    (1)

    PPPK yang melakukan penyelewengan terhadap Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (3) huruf a dilakukan pemutusan hubungan perjanjian kerja tidak dengan . hormat. Bagian Kesebelas Pemutusan Hubungan Perjanjian Kerja karena Menjadi Anggota dan/atau Pengurus Partai Politik (2) PPPK yang dikenakan pemutusan hubungan perjanjian kerja tidak dengan hormat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan hak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, tidak dapat melamar sebagai PPPK, dan dikenakan sanksi berupa membayar ganti rugi. Bagian Kesepuluh Pemutusan Hubungan Perjanjian Kerja karena Melakukan Tindak Pidana/ Penyelewengan


    Pasal 62
    (1)

    Pemutusan hubungan perjanjian kerja PPPK karena dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejatratan yang ada hubungannya dengan jabatan dan/atau pidana umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (3) huruf b diberhentikan tidak dengan hormat;

    (2)

    PPPK yang dikenakan pemutusan hubungan perjanjian kerja tidak dengan hormat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan hak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, tidak dapat melamar sebagai PPPK, dan dikenakan sanksi berupa membayar ganti rugi.


    Pasal 63
    (1)

    Pemutusan hubungan perjanjian kerja PPPK karena menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (3) huruf ' c diberhentikan tidak dengan hormat;

    (2)

    PPPK (2) PPPK yang dikenakan pemutusan hubungan perjanjian kerja tidak dengan hormat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan hak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, tidak dapat melamar sebagai PPPK, dan dikenakan sanksi berupa membayar ganti rugi. Bagian Keduabelas Pemutusan Hubungan Perjanjian Kerja karena Melakukan Tindak Pidana Berencana


    Pasal 64
    (1)

    Pemutusan hubungan perjanjian kerja PPPK karena dihukum penjara berdasarkan putusa.n pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun atau lebih dan tindak pidana tersebut dilakukan dengan berencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (3) huruf d diberhentikan tidak dengan hormat. (2) PPPK yang dikenakan pemutusan hubungan perjanjian kerja tidak dengan hormat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan hak sesuai dengan dengan peraturan perundang-undangan, tidak dapat melamar sebagai PPPK, dan dikenakan sanksi berupa membayar ganti rugi. Bagian Ketigabelas Tata Cara Pemutusan Hubungan Perjanjian Keda Paragraf I Tata Cara Pemutusan Hubungan Perjanjian Kerja karena Jangka Waktu Perjanjian Keda Berakhir


    Pasal 65
    (1)

    Pemutusan hubungan perjanjian kerja sebagai pppK karena jangka waktu perjanjian kerja berakhir diusulkan oleh:

    1. PPK kepada Presiden bagi PPPK yang menduduki JPT utama tertentu, JPT madya tertentu, dan JF ahli utama;

    2. Pimpinan lembaga kepada Presiden bagi PPPK yang menduduki JPT madya tertentu di lembaga negara dan lembaga nonstruktural; atau

    3. $lB kepada PPK bagi PPPK yang menduduki JPT selain JPT sebagaimana dimaksud pada huruf a dan JF selain JF ahli utama.

    (2)

    Presiden atau PPK menetapkan keputusan pemuhrsan hubungan perjanjian kerja sebagai PPPK.

    (3)

    Keputusan pemutusan hubungan perjanjian kerja sebagaimana dimaksud pada ay at (21 ditetapkan paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah usul pemutusan hubungan perjanjian kerja diterima.

    (4)

    Keputusan pemutusan hubungan perjanjian kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mulai berlaku pada saat berakhirnya perjanjian kerja. Paragraf 2 Tata Cara Pemutusan Hubungan Perjanjian Kerja karena Meninggal Dunia


    Pasal 66
    (1)

    Pemutusan hubungan perjanjian kerja pppK yang meninggal dunia, diusulkan oleh:

    1. PPK kepada Presiden bagi PppK yang menduduki JPT utama tertentu, JPT madya tertentu, dan JF ahli utama;

    2. Pimpinan lembaga kepada Presiden bagi pppK yang menduduki JPT madya tertentu di lembaga negara dan lembaga nonstruktural; atau

    3. grB kepada PPK bagi PppK yang menduduki JpT selain JPT sebagaimana dimaksud pada huruf a dan JF selain JF ahli utama. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -33- (2) Presiden atau PPK menetapkan keputusan pemutusan hubungan perjanjian kerja sebagai PPPK. (3) Keputusan pemutusan hubungan perjanjian kerja sebagaimana dimaksud pada ay at (21 ditetapkan paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah usul pemutusan hubungan perjanjian kerja diterima. (4) Keputusan pemutusan hubungan perjanjian kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mulai berlaku sejak yang bersangkutan dinyatakan meninggal dunia. Paragraf 3 Tata Cara Pemutusan Hubungan Perjanjian Kerja atas Permintaan Sendiri


    Pasal 67
    (1)

    Permohonan pemutusan hubungan pedanjian kerja sebagai PPPK diajukan secara tertulis kepada:

    1. PPK kepada Presiden bagi PPPK yang menduduki JPT utama tertentu, JPT madya tertentu, dan JF ahli utama;

    2. Pimpinan lembaga kepada Presiden bagi pppK yang menduduki JPT madya tertentu di lembaga negara dan lembaga nonstruktural; atau

    3. grB kepada PPK bagi PPPK yang menduduki JpT selain JPT sebagaimana dimaksud pada huruf a dan JF selain JF ahli utama. (2) Permohonan pemutusan hubungan perjanjian keda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diterima atau dapat ditunda sampai dengan perjanjian kerja berakhir. (3) Dalam hal permohonan pemutusan perjanjian kerja diterima, Presiden atau PPK menetapkan keputusan pemutusan hubungan perjanjian kerja sebagai pppK.

    (4)

    Keputusan Paragraf 4 Tata Cara Pemberhentian karena Perampingan Organisasi Pemerintah atau Kebijakan Pemerintah yang Mengakibatkan Pengurangan PPPK (4) Keputusan pemutusan hubungan perjanjian kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah usul pemutusan hubungan perjanjian kerja diterima. (5) Keputusan pemutusan hubungan perjanjian kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (4) mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.


    Pasal 68
    (1)

    Apabila terjadi perampingan organisasi pemerintah, PPPK yang kompetensinya masih dibutuhkan dan kontrak keda yang bersangkutan belum berakhir maka akan dipindahkan di unit yang membutuhkan sesuai dengan kompetensinya. (2) Dalam hal tedadi kelebihan PPPK dari lowongan yang ada, maka dilakukan evaluasi kinerja sejak penandatanganan hubungan pedanjian kerja dan mempertimbangkan masa kerja yang bersangkutan. (3) Kelebihan PPPK sebagaimana dimaksud pada ayat (21, dilakukan pemutusan hubungan perjanjian kerja dengan hormat dan mendapatkan uang pesangon. (4) Pemutusan hubungan perjanjian kerja pppK karena perampingan organisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diusulkan oleh:

    1. PPK kepada Presiden bagi PppK yang menduduki JPT utama tertentu, JPT madya tertentu, dan JF ahli utama;

    2. Pimpinan lembaga kepada Presiden bagi pppK yang menduduki JPT madya tertentu di lembaga negara dan lembaga nonstruktural; atau PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -35- c. PyB kepada PPK bagi PPPK yang menduduki JPT selain JPT sebagaimana dimaksud pada huruf a dan JF selain JF ahli utama. (5) Presiden atau PPK menetapkan keputusan pemutusan hubungan perjanjian kerja sebagai PPPK. (6) Keputusan pemutusan hubungan pedanjian kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditetapkan paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah usul pemutusan hubungan perjanjian kerja diterima. (7) Keputusan pemutusan hubungan perjanjian kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (6) mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. (8) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemutusan hubungan perjanjian kerja dengan hormat dan pemberian uang pesangon sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri. Paragraf 5 Tata Cara Pemutusan Hubungan Perjanjian Kerja karena Tidak Cakap Jasmani dan/atau Rohani


    Pasal 69
    (1)

    Pemutusan hubungan perjanjian kerja sebagai pppK yang tidak cakap jasmani dan/atau rohani diajukan oleh:

    1. PPK kepada Presiden bagi PPPK yang menduduki JPT utama tertentu, JPT madya tertentu, dan JF ahli utama;

    2. Pimpinan lembaga kepada Presiden bagi pppK yang menduduki JPT madya tertentu di lembaga negara dan lembaga nonstruktural; atau

    3. lyB kepada PPK bagi PPPK yang menduduki JpT selain JPT sebagaimana dimaksud pada huruf a dan JF selain JF ahli utama. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -36- l2l Presiden atau PPK menetapkan keputusan pemutusan hubungan perjanjian kerja sebagai PPPK. (3) Keputusan pemutusan hubungan perl'anjian kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (21 ditetapkan paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah diterimanya hasil pemeriksaan kesehatan PPPK oleh tim penguji kesehatan. (4) Keputusan pemutusan hubungan perjanjian kerja sebagaimana dimaksud pada ayat {21 berlaku ketentuan sebagai berikut:

    4. apabila tidak cakap jasmani/rohani karena kecelakaan kerja, keputusan tersebut mulai berlaku pada tanggal ditetapkan pada akhir bulan masa berakhirnya hubungan perjanjian kerja; atau

    5. apabila tidak cakap jasmani/rohani karena sakit terus menerus, keputusan tersebut mulai berlaku pada hari ke-31 (tiga puluh satu) yang bersangkutan tidak masuk berturut-turut. Paragraf 6 Tata Cara Pemutusan Hubungan Perjanjian Kerja karena Tidak Memenuhi Target Kinerja Pasal 7O

    (1)

    PPPK yang tidak memenuhi target kinerja diusulkan pemutusan hubungan perjanjian kerja oleh:

    1. PPK kepada Presiden bagi PPPK yang menduduki JPT utama tertentu, JPT madya tertentu, dan JF ahli utama berdasarkan pertimbangan tim penilai akhir;

    2. Pimpinan lembaga kepada Presiden bagr pppK yang menduduki JPT madya tertentu di lembaga negara dan lembaga nonstruktural berdasarkan pertimbangan tim penilai akhir; atau

    3. $rB kepada PPK bagi PPPK yang menduduki JPT selain JPT sebagaimana dimaksud pada huruf a dan JF selain JF ahli utama berdasarkan pertimbangan tim penilai. (21 Presiden atau PPK menetapkan keputusan pemutusan hubungan perjanjian kerja sebagai PPPK. (3) Keputusan pemutusan hubungan perjanjian keda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah usul pemutusan hubungan perjanjian kerja diterima. (41 Keputusan pemutusan hubungan perjanjian kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mulai berlaku pada tanggal hasil evaluasi penilaian kinerja ditetapkan oleh tim penilai kinerja. Paragraf 7 Tata Cara Pemutusan Hubungan Perjanjian Kerja karena Pelanggaran Disiplin


    Pasal 71
    (1)

    Pemutusan hubungan perjanjian keda yang melakukan pelanggaran disiplin diusulkan oleh:

    1. PPK kepada Presiden bagi PPPK yang menduduki JPT utama tertentu, JPT madya tertentu, dan JF ahli utama;

    2. Pimpinan lembaga kepada Presiden bagi PPPK yang menduduki JPT madya tertentu di lembaga negara dan lembaga nonstruktural; atau

    3. lyB kepada PPK bagi PPPK yang menduduki JpT selain JPT sebagaimana dimaksud pada hunrf a dan JF selain JF ahli utama. (21 Presiden atau PPK menetapkan keputusan pemutusan hubungan pedanjian kerja sebagai PPPK. Paragraf 8 Tata Cara Pemutusan Hubungan Perl'anjian Kerja Karena Melakukan Penyelewengan Terhadap Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PasalT2 (3) Keputusan pemutusan hubungan perjanjian keda sebagaimana dimaksud pada ayat (21 ditetapkan paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah usul pemutusan hubungan perjanjian kerja diterima. (4) Keputusan pemutusan hubungan pedanjian kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mulai berlaku terhitung mulai tanggal yang bersangkutan dinyatakan bersalah oleh tim pemeriksa pelanggaran disiplin PPPK.

    (1)

    PPPK yang terbukti melakukan penyelewengan terhadap Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 diusulkan pemutusan hubungan perjanjian kerja oleh:

    1. PPK kepada Presiden bagi PPPK yang menduduki JPT utama tertentu, JPT madya tertentu, dan JF ahli utama;

    2. Pimpinan lembaga kepada Presiden bagi pppK yang menduduki JPT madya tertentu di lembaga neg€rra dan lembaga nonstruktural; atau

    3. $B kepada PPK bagi PPPK yang menduduki JpT selain JPT sebagaimana dimaksud pada huruf a dan JF selain JF ahli utama. (21 Presiden atau PPK menetapkan keputtrsan pemutusan hubungan perjanjian kerja sebagai pppK. (3) Keputusan pemutusan hubungan perjanjian keda sebagaimana dimaksud pada ayat (21 ditetapkan paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah usul pemberhentian diterima.

    (4)

    Keputusan pemutusan hubungan perjanjian kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mulai berlaku terhitung mulai tanggal yang bersangkutan ditetapkan sebagai tersangka sesuai dengan perjanjian kerja. Paragraf 9 Tata Cara Pemutusan Hubungan Perjanjian Kerja karena Melakukan Tindak Pidana/ Penyelewengan Pasal 73 (l) PPPK yang ditetapkan sebagai tersangka diusulkan pemutusan hubungan perjanjian kerja oleh:

    1. PPK kepada Presiden bagi PPPK yang menduduki JPT utama tertentu, JPT madya tertentu, dan JF ahli utama;

    2. Pimpinan lembaga kepada Presiden bagi PPPK yang menduduki JPT madya tertentu di lembaga negara dan lembaga nonstruktural; atau

    3. SB kepada PPK bagi PPPK yang menduduki JPT selain JPT sebagaimana dimaksud pada huruf a dan JF selain JF ahli utama. (21 Presiden atau PPK menetapkan keputusan pemutusan hubungan perjanjian kerja sebagai PPPK. (3) Keputusan pemutusan hubungan perjanjian kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (21 ditetapkan paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah usul pemberhentian diterima. (41 Keputusan pemutusan hubungan perjanjian kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mulai berlaku terhitung mulai tanggal yang bersangkutan ditetapkan sebagai tersangka sesuai dengan perjanjian kerja. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -40- Paragraf 10 Tata Cara Pemutusan Hubungan Perjanjian Kerja karena Menjadi Anggota dan/atau Pengurus Partai Politik Pasal 74 (1) Pemutusan hubungan perjanjian kerja PPPK yang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik diusulkan oleh:

    4. PPK kepada Presiden bagi PPPK yang menduduki JPT utama tertentu, JPT madya tertentu, dan JF ahli utama;

    5. Pimpinan lembaga kepada Presiden bagi PPPK yang menduduki JPT madya tertentu di lembaga negara dan lembaga nonstruktural; atau

    6. $rB kepada PPK bagi PPPK yang menduduki JPT selain JPT sebagaimana dimaksud pada hunrf a dan JF selain JF ahli utama. (21 Presiden atau PPK menetapkan keputusan pemutusan hubungan perjanjian kerja tidak dengan hormat sebagai PPPK. (3) Keputusan pemutusan hubungan perjanjian kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (21 ditetapkan paling lama 14 (empat belas) hari kerja setelah PPPK yang bersangkutan terbukti menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik. (4) Keputusan pemutusan hubungan perjanjian kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mulai berlaku terhitung mulai tanggal yang bersangkutan terbukti menjadi anggota dan/atau pengurLls partai politik. BAB X PERLTNDUNGAN Pasal 75 (1) Pemerintah wajib memberikan perlindungan berupa:

    7. jaminan hari tua;

    8. jaminan kesehatan;

    9. jaminan kecelakaan kerja;

    10. jaminan kematian; dan

    11. bantuan hukum. (21 Perlindungan berupa jaminan hari tua, jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan keda, dan jaminan kematian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d dilaksanakan sesuai dengan sistem jaminan sosial nasional. (3) Bantuan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, berupa pemberian bantuan hukum dalam perkara yang dihadapi di pengadilan terkait pelaksanaan tugasnya. BAB XI CUTI Bagian Kesatu Umum


    Pasal 76
    (1)

    Setiap PPPK berhak mendapatkan cuti. (21 Cuti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh PPK. (3) PPK sebagaimana dimaksud pada ayat (21 dapat mendelegasikan sebagian wewenangnya kepada pejabat di lingkungannya. Bagian Kedua Jenis Cuti PasalTT Cuti sebagaimana dimaksud pada Pasal 76 ayat (1) terdiri atas:

    1. Cuti tahunan;

    2. Cuti sakit;

    3. Cuti melahirkan; dan

    4. Cuti bersama. Bagian Ketiga Cuti Tahunan Pasal 78 (1) PPPK yang telah bekerja paling sedikit 1 (satu) tahun secara terus menerus berhak atas cuti tahunan. (21 Lamanya hak atas cuti tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah 12 (dua belas) hari kerja. (3) Untuk menggunakan hak atas cuti tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (21, PPPK yang bersangkutan mengajukan permintaan seca.ra tertulis kepada PPK atau pejabat yang menerima delegasi wewenang untuk memberikan hak atas cuti tahunan. (41 Hak atas cuti tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan secara tertulis oleh PPK atau pejabat yang menerima delegasi wewenang untuk memberikan hak atas cuti tahunan.


    Pasal 79

    Dalam hal hak atas cuti tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (2) akan digunakan di tempat yang sulit perhubungannya, jangka waktu cuti tahunan dapat ditambah untuk paling lama 6 (enam) hari kalender. Pasal 80 (1) PPPK berhak atas cuti tahunan dengan mengecualikan ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pasal 78 ayat (1) dalam hal:

    1. Ibu, bapak, istri/suami, anak, dan/atau mertua sakit keras atau meninggal dunia; PR trSIDE N REPUBLIK II{DONESIA b. Salah seorang anggota sebagaimana dimaksud dalam huruf a meninggal dunia dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan yang bersangkutan harus. mengurus hak-hak dari anggota keluarganya yang meninggal; atau

    2. Melangsungkanperkawinan pertama. (2) Lamanya hak atas cuti tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 6 (enam) hari kerja. (3) Dalam ha1 PPPK telah bekerja paling sedikit 1 (satu) tahun secara terus menerus dan telah mengambil cuti tahunan karena alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), cuti dimaksud mengurangi hak cuti tahunan yang bersangkutan.


    Pasal 81

    PPPK yang menduduki Jabatan guru pada sekolah dan Jabatan dosen pada perguruan tinggi yang mendapat liburan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan, disamakan dengan PPPK yang telah menggunakan hak cuti tahunan. Bagian Keempat Cuti Sakit Pasal 82 Setiap PPPK yang sakit berhak atas cuti sakit. Pasal 83 (1) PPPKyang sakit lebih dari 1 (satu) hari sampai dengan 14 (empat belas) hari berhak atas cuti sakit, dengan ketentuan PPPK yang bersangkutan harus mengajukan permintaan secara tertulis kepada PPK atau pejabat yang menerima delegasi wewenang untuk memberikan hak atas cuti sakit dengan melampirkan surat keterangan dokter. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -44- (21 PPPK yang menderita sakit lebih dari 14 (empat belas) hari berhak atas cuti sakit, dengan ketentuan PPPK yang bersangkutan harus mengajukan permintaan secara tertulis kepada PPK atau pejabat yang menerima delegasi wewenang untuk memberikan hak atas cuti sakit dengan melampirkan surat keterangan dokter pemerintah. (3) Surat keterangan dokter sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayatl2l paling sedikit memuat pernyataan tentang perlunya diberikan cuti, lamanya cuti, dan keterangan lain yang diperlukan. (4) Hak atas cuti sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan untuk waktu paling lama 1 (satu) bulan. (5) PPPK yang tidak sembuh dari penyakitnya dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (41 dilakukan pemutusan hubungan perjanj ian kerja.


    Pasal 84
    (1)

    PPPK yang mengalami gugur kandungan berhak atas cuti sakit paling lama I I 12 (satu setengah) bulan. (2) Untuk mendapatkan hak atas cuti sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PPPK yang bersangkutan mengajukan permintaan secara tertulis kepada PPK atau pejabatyang menerima delegasi wewenang untuk memberikan hak atas cuti sakit dengan melampirkan surat keterangan dokter atau bidan.


    Pasal 85

    PPPK yang mengalami kecelakaan kerja sehingga yang bersangkutan perlu mendapat perawatan berhak atas cuti sakit sampai dengan berakhirnya masa hubungan perjanjian keda.


    Pasal 86

    PPPK yang menjalankan cuti sakit tetap menerima penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


    Pasal 87
    (1)

    Cuti sakit diberikan secara tertulis oleh PPK atau pejabat yang menerima delegasi wewenang untuk memberikan hak atas cuti sakit. (2) Cuti sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatat oleh pejabat yang membidangi kepegawaian. Bagian Kelima Cuti Melahirkan


    Pasal 88
    (1)

    Untuk kelahiran anak pertama sampai dengan kelahiran anak ketiga pada saat menjadi PPPK, PppK berhak atas cuti melahirkan. (2) Lamanya cuti melahirkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan paling lama 3 (tiga) bulan.


    Pasal 89
    (1)

    PPPK dapat menggunakan hak atas cuti melahirkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88, dengan mengajukan permintaan secara tertulis kepada ppK atau pejabat yang menerima delegasi wewenarrg untuk memberikan hak atas cuti melahirkan. (2) Hak cuti melahirkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan secara tertulis oleh PPK atau pejabatyang menerima delegasi wewenang untuk memberikan hak atas cuti melahirkan.


    Pasal 90

    PPPK yang menggunakan hak cuti melahirkan, tetap menerima penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Bagian Keenam Cuti Bersama Pasal 9 I (1) Cuti Bersama bagi PPPK mengikuti ketentuan Cuti Bersama bagi PNS. (2) PPPK yang karena Jabatannya tidak diberikan hak atas cuti bersama, hak cuti tahunannya ditambah sesuai dengan jumlah cuti bersama yang tidak diberikan. (3) Cuti bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Bagian Ketujuh Panggilan Kembali Kerja


    Pasal 92
    (1)

    PPPK yang sedang menggunakan hak atas cuti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 huruf a dan huruf d, dapat dipanggil kembali bekerja apabila kepentingan dinas mendesak. (2) Dalam hal PPPK dipanggil kembali bekerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1), jangka waktu cuti yang belum dijalankan tetap menjadi hak PPPK yang bersangkutan.


    Pasal 93

    Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian cuti diatur dengan Peraturan BKN. BAB XII PENGAWASAN DAN EVALUASI


    Pasal 94

    KASN berfungsi mengawasi pelaksanaan norrna dasar, kode etik dan kode perilaku ASN, serta penerapan Sistem Merit dalam kebijakan dan Manajemen ASN pada Instansi Pemerintah. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -47-


    Pasal 95
    (1)

    Menteri melaksanakan evaluasi pelaksanaan kebijakan manajemen PPPK; l2l Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai dasar penetapan kebijakan di bidang pendayagunaan PPPK. BAB XIII LARANGAN Pasal 96 (1) PPK dilarang mengangkat pegawai non-PNS dan/atau non-PPPK untuk mengisi jabatan ASN. (21 Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga bagi pejabat lain di lingkungan instansi pemerintah yang melakukan pengangkatan pegawai non-PNS dan/atau non-PPPK. (3) PPK dan pejabat lain yang meng€rngkat pegawai non- PNS dan/atau non-PPPK untuk mengisi jabatan ASN dikenakan sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB xIV KETENTUAN PERALIHAN


    Pasal 97
    (1)

    Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Pejabat Pimpinan Tinggr Utama tertentu dan Pejabat Pimpinan Tinggi Madya tertentu yang berasal dari non- PNS yang belum mencapai Batas Usia Jabatan tetap dapat melaksanakan tugas sampai bulan Desember tahun berjalan dan dapat diperpanjang sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -48- (21 Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Pejabat Pimpinan Tinggi Utama tertentu dan Pejabat Pimpinan Tinggi Madya tertentu yang berasal dari non- PNS yang telah mencapai Batas Usia Jabatan dilakukan pemutusan hubungan perjanjian kerja sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini. (3) Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Pejabat Pimpinan Tinggi Utama dan Pejabat Pimpinan Tinggi Madya yang berasal dari non-PNS pada jabatan dan/atau instansi yang tidak dapat diisi oleh PPPK dilakukan pemutusan hubungan perjanjian kerja pada akhir bulan Desember tahun berjalan.


    Pasal 98

    Seleksi kompetensi teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 bagi JF yang wajib mensyaratkan sertifikasi dilaksanakan paling lambat 5 (lima) tahun sejak ditetapkan Peraturan Pemerintah ini.


    Pasal 99
    (1)

    Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Pegawai non-PNS yang bertugas pada instansi pemerintah termasuk pegawai yang bertugas pada lembaga non struktural, instansi pemerintah yang menerapkan pola pengelolaan keuangan badan layanan umum/badan layanan umum daerah, lembaga penyiaran publik, dan perguruan tinggi negeri baru berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2016 tentang Dosen dan Tenaga Kependidikan pada Perguruan Tinggi Negeri Baru sebelum diundangkannya Peraturan Pemerintah ini, masih tetap melaksanakan tugas paling lama 5 (lima) tahun. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -49- (2) Pegawai Non-PNS dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diangkat menjadi PPPK apabila memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini. (3) Pegawai Non-PNS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan perlindungan berupa manfaat jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, dan jaminan kematian sebagaimana berlaku bagi PPPK. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan peraturan Menteri setelah mendapat pertimbangan teknis dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan. Pasal 10O Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, apabila ketentuan mengenai Gaji dan T\rnjangan belum ditetapkan, PPPK diberikan gaji dan tunjangan sesuai dengan ketentuan gaji dan tunjangan pNS yang besarannya diatur dengan Peraturan Presiden. BAB XV KETENTUAN PENUTUP


    Pasal 101

    Peraturan pelaksanaan dari Peraturan pemerintah ini harus ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun sejak Peraturan Pemerintah ini diundangkan.


    Pasal 102

    Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar PR trSIDEhI REPUBLII( II{DONESIA Agar setiap orang mengetatruinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 22 November 2018 JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 28 November 2018 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, YASONNA H. LAOLY PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2OL8 TENTANG MANAJEMEN PEGAWAI PEMERINTAH DENGAN PERJANJIAN KERJA I. UMUM Untuk mewujudkan tujuan nasional, dibutuhkan Pegawai ASN. Pegawai ASN diserahi tugas untuk melaksanakan tugas pelayanan publik, tugas pemerintahan, dan tugas pembangunan tertentu. T\rgas pelayanan publik dilakukan dengan memberikan pelayanan atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan Pegawai ASN. Pegawai ASN terdiri atas PNS dan PPPK. PPPK adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu yang diangkat berdasarkan perjanjian kerja dalam jangka waktu tertentu dalam rangka melaksanakan tugas pemerintah. Untuk dapat menjalankan tugas pelayanan publik, tugas pemerintahan, dan tugas pembangunan tertentu, PPPK harus memiliki profesi dan Manajemen PPPK yang berdasarkan pada Sistem Merit atau perbandingan antara kualifikasi, kompetensi, dan kinerja yang dibutuhkan oleh jabatan dengan kualifikasi, kompetensi, dan kinerja yang dimiliki oleh calon dalam rekrutmen, pengangkatan, dan penempatan sejalan dengan tata kelola pemerintahan yang baik. Manajemen PPPK perlu diatur secara menyeluruh dengan menerapkan norrna, standar, prosedur, dan kriteria. Manajemen pppK meliputi penetapan kebutuhan, pengadaan, penilaian kineda, hak dan kewajiban, gaji dan tunjangan, pengembangan kompetensi, pemberian penghargaan, disiplin, pemutusan hubungan perjanjian kerja, dan perlindungan. Ruang Ruang lingkup peraturan pemerintah ini meliputi kriteria dan jabatan PPPK, penetapan kebutuhan, pengadaan, penilaian kineda, penggajian dan tunjangan, pengembangan kompetensi, pemberian penghargaan, disiplin, hak dan kewajiban, pemutusan hubungan perjanjian kerja, dan perlindungan. II. PASAL DEMI PASAL


    Pasal 1

    Cukup jelas.


    Pasal 2

    Cukup jelas.


    Pasal 3

    Cukup jelas.


    Pasal 4

    Cukup jelas.


    Pasal 5

    Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud persyaratan lain adalah persyaratan khusus yang dibutuhkan oleh jabatan. contoh : memiliki jiwa kewirausahaan yang tinggi serta telah terbukti dan diakui secara nasional dan internasional dalam bidang ekonomi kreatif untuk jabatan Kepala Badan Ekonomi Kreatif. Ayat (3) ' Cukup jelas.


    Pasal 6

    Cukup jelas.


    Pasal 7

    Cukup jelas.


    Pasal 8

    Cukup jelas.


    Pasal 9

    Cukup jelas. Pasal 1O Cukup jelas. Pasal 1 1 Cukup jelas.


    Pasal 12

    Cukup jelas.


    Pasal 13

    Cukup jelas.


    Pasal 14

    Cukup jelas.


    Pasal 15

    Cukup jelas.


    Pasal 16

    Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Culmp jelas. Huruf f Yang dimaksud dengan lembaga profesi yang berwenang adalah lembaga profesi yang diakui oleh instansi pembina JF dan/atau organisasi profesi. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Yang dimaksud persyaratan lain adalah persyaratan khusus yang dibutuhkan oleh jabatan. Contoh : tidak buta wElrna bagi apoteker.


    Pasal 17

    Cukup jelas.


    Pasal 18

    Cukup jelas.


    Pasal 19

    Cukup jelas.


    Pasal 20

    Cukup jelas.


    Pasal 21

    Pasal 2 1 Cukup jelas.


    Pasal 22

    Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Uji kompetensi dilakukan dengan menggunakan tes kompetensi bidang/ TKB. Ayat (3) Uji kompetensi dilakukan dengan menggunakan tes kompetensi bidang/TKB.


    Pasal 23

    Cukup jelas.


    Pasal 24

    Cukup jelas.


    Pasal 25

    Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Wawancara dilakukan terhadap pelamar yang dinyatakan lulus sesuai kebutuhan. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA


    Pasal 26

    Ayat (1) Ketentuan mengenai uji persyaratan fisik, psikologis, dan/atau kesehatan jiwa diperuntukan bagi jabatan PPPK yang tidak mempersyaratkan sertifikat dalam pengisiannya. Ayat (2) Cukup jelas.


    Pasal 27

    Cukup jelas.


    Pasal 28

    Cukup jelas.


    Pasal 29

    Cukup jelas. Pasal 3O Cukup jelas. Pasal 3 1 Cukup jelas.


    Pasal 32

    Cukup jelas.


    Pasal 33

    Cukup jelas.


    Pasal 34

    Cukup jelas.


    Pasal 35

    Cukup jelas.


    Pasal 36

    Cukup jelas.


    Pasal 37

    Cukup jelas.


    Pasal 38

    Cukup jelas.


    Pasal 39

    Cukup jelas.


    Pasal 40

    Cukup jelas. Pasal 4 I Cukup jelas.


    Pasal 42

    Cukup jelas.


    Pasal 43

    Cukup jelas.


    Pasal 44
    Pasal 45

    Cukup jelas. Yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan dalam hal ini yaitu peraturan pemerintah yang mengatur mengenai manajemen PNS. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA



    Pasal 46

    Cukup jelas.


    Pasal 47

    Cukup jelas.


    Pasal 48

    Cukup jelas.


    Pasal 49

    Cukup jelas.


    Pasal 50

    Yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan dalam hal ini yaitu peraturan pemerintah yang mengatur mengenai manajemen PNS.


    Pasal 51

    Cukup jelas.


    Pasal 52

    Cukup jelas.


    Pasal 53

    Cukup jelas.


    Pasal 54

    Cukup jelas.


    Pasal 55

    Yang dimaksud dengan peraturan perundang-undangan dalam hal ini yaitu peraturan pemerintah yang mengatur mengenai jaminan kecelakaan kerja dan jaminan kematian bagi ASN.


    Pasal 56
    Pasal 56

    Cukup ^jelas.



    Pasal 57

    Cukup ^jelas.


    Pasal 58

    Cukup ^jelas.


    Pasal 59

    Cukup ^jelas. Pasal 6O Cukup ^jelas.


    Pasal 61

    Cukup ^jelas.


    Pasal 62

    Cukup jelas.


    Pasal 63

    Cukup ^jelas.


    Pasal 64

    Cukup jelas.


    Pasal 65

    Cukup jelas.


    Pasal 66

    10


    Pasal 66

    Ayat (1) Yang dimaksud meninggal dunia adalah meninggal dalam menjalankan tugas kewajibannya termasuk ^juga meninggal dunia yang langsung diakibatkan oleh luka atau cacat mental atau cacat fisik yang didapat dalam menj alankan tugas kewaj ibannya. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (4) Cukup ^jelas.


    Pasal 67

    Cukup ^jelas.


    Pasal 68

    Cu1mp ^jelas.


    Pasal 69

    Cukup ^jelas. Pasal 7O Cukup ^jelas.


    Pasal 71

    Cukup ^jelas. PasalT2 Cukup jelas.


    Pasal 73

    Cukup ^jelas.


    Pasal 74

    Cukup ^jelas.


    Pasal 75

    Cukup ^jelas.


    Pasal 76

    Cukup ^jelas. PasalTT Cukup ^jelas.


    Pasal 78

    Cukup ^jelas.


    Pasal 79

    Yang dimaksud dengan "sulit perhubungannya" adalah alat transportasi sangat terbatas dan lokasi sulit dijangkau. Pasal 8O Cukup ^jelas.


    Pasal 81

    Cukup ^jelas.


    Pasal 82

    Cukup ^jelas.


    Pasal 83

    Cukup ^jelas.


    Pasal 84

    Cukup ^jelas.


    Pasal 85

    Cukup ^jelas.


    Pasal 86

    Cukup ^jelas.


    Pasal 87

    Cukup ^jelas.


    Pasal 88

    Ayat (1) Anak yang lahir sebelum berstatus sebagai PPPK tidak menjadi perhitungan. Ayat (2) Cukup ^jelas.


    Pasal 89

    Cukup ^jelas.


    Pasal 90

    Cukup ^jelas. Pasal 9 1 Cukup ^jelas. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA


    Pasal 92

    Cukup ^jelas.


    Pasal 93

    Cukup ^jelas.


    Pasal 94

    Cukup ^jelas.


    Pasal 95

    Cukup ^jelas.


    Pasal 96
    Pasal 97

    Cukup ^jelas.



    Pasal 98

    Cukup ^jelas. Ayat (1) Yang dimaksud pegawai non-PNS dan non-PPPK antara lain: pegawai yang saat ini dikenal dengan sebutan tenaga honorer atau sebutan lain. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan pejabat lain di lingkungan instansi pemerintah merupakan pejabat selain PPK yang melakukan pengangkatan pegawai non-PNS dan non- PPPK. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA


    Pasal 99

    Cukup ^jelas. Pasal 1O0 Cukup ^jelas.


    Pasal 101

    Cukup ^jelas.


    Pasal 102 Cukup ^jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6264

Webmentions

Anda dapat memberikan tanggapan atas peraturan ini dengan like, retweet/repost pada tweet yang mencantumkan tautan pada laman ini.

Tanggapan (0):