Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2018

Kerangka<< >>

PEMTURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PEMTURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2018 TENTANG PELAYANAN PERIZINAN BERUSAHA TERINTEGRASI SECARA ELEKTRONIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang :

  1. bahwa dalam rangka percepatan dan peningkatan penanaman modal dan berusaha, perlu menerapkan pelayanan Perizinan Berusaha terintegrasi secara elektronik; bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 25 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal serta Pasal 6 dan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2074 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik; Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Repubiik Indonesia Tahun 1945; Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2OO7 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2OO7 Nomor 67, Tambahan Lernbaran Negara Republik Indoncsia Nomor 47241; Mengingat :

  1. b.
  2. Undang-undang Menetapkan : PERATURAN PERIZINAN ELEKTRONIK.
  3. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2Ol4 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kaii diubah terakhir dengan Undang- Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); MEMUTUSIGN: PEMERINTAH TENTANG PELAYANAN BERUSAHA TERINTEGRASI SECAM BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1 . Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh trVakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Repubiik Indonesia Tahun 1945. 2. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan dewan perwakilan ralryat daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas- luasnya dalarn sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 3. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan Lrrusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.
  4. Perizinan 4.
  5. Perizinan Berusaha adalah pendaftaran yang diberikan kepada Pelaku Usaha untuk memulai dan menjalankan usaha dan/atau kegiatan dan diberikan dalam bentuk persetujuan yang dituangkan dalam bentuk surat/keputusan atau pemenuhan persyaratan dan/atau Komitmen. Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik atau Online Single Submission yang selanjutnya disingkat OSS adalah Perizir,an Berusaha yang diterbitkan oleh l,embaga OSS untuk dan atas nama menteri, pimpinan lembaga, gubernur, atau bupati/wali kota kepada Pelaku Usaha melalui sistem elektronik yang terintegrasi. Pelaku Usaha adalah perseorangan atau non perseorangan yang melakukan usaha dan/atau kegiatan pada bidang tertentu. 7. Pendaftaran adalah pendaftaran usaha dan/atau kegiatan oieh Pelaku Usaha melalui OSS. Izin Usaha adalah izin yang diterbitkan oleh Lembaga OSS untuk dan atas nama menteri, pimpinan lembaga, gubernur, atau bupati/wali kota setelah Pelaku Usaha melakukan Pendaftaran dan untuk memulai usaha dan/atau kegiatan sampai sebelum pelaksanaan komersial atau operasional dengan memenuhi persyaratan dan/atau Komitmen. Izin Komersial atau Operasional adalah izin yang diterbitkan oleh Lembaga OSS untuk dan atas nama menteri, pimpinan lembaga, gubernur, atau bupati/wali kota setelah Pelaku Usaha mendapatkan Izin Usaha dan untuk melakukan kegiatan komersial atau operasional dengan memenuhi persyaratan dan/atau Komitmen. Komitmen adalah pernyataan Pelaku Usaha untuk memenuhi persyaratan lzin Usaha dan/atau lzin Komersial atau Operasional. kmbaga Pengelola dan Penyelenggara OSS yang selanjutnya disebut Lembaga OSS adalah lembaga pemerintah non kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang koordinasi penanaman modal.
  6. Nomor 12.
  7. Nomor Induk Berusaha yang selanjutnya disingkat NIB adalah identitas Pelaku Usaha yang diterbitkan oleh Lembaga OSS setelah Pelaku Usaha melakukan Pendaftaran. Nomor Pokok Wajib Pajak yang selanjutnya disingkat NPWP adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksarrakan hak dan kewajiban perpajakannya. Tanda Daftar Perusahaan yang selanjutnya disingkat TDP adalah surat tanda pengesahan yang diberikan oleh Lembaga OSS kepada Pelaku Usaha yang telah melakukan Pendajtaran. Angka Pengenal Importir yang selanjutnya disingkat API adalah tanda pengenal sebagai importir. Nomor Induk Kependudukan yang selanjutnya disingkat NIK adalah nomor identitas penduduk yang bersifat unik atau khas, tunggal, dan melekat pada seseorang yang terdaftar sebagai penduduk Indonesia. Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing yang selanjutnya disingkat RPIKA adalah rencana penggunaan tenaga kerja asing pada jabatan tertentu yang dibuat oleh pemberi kerja tenaga kerja asing untuk jangka waktu tertentu yang disahkan oleh menteri yarlg menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan atau pejabat yang ditunjuk. Izin Lokasi adalah izin yang diberikan kepada Pelaku Usaha untuk memperoleh tanah yang diperlukan untuk usaha dan/atau kegiatannya dan berlaku pula sebagai izin pemindahan hak dan untuk menggunakan tanah tersebut untuk usaha dan/atau kegiatannya. Izin Lokasi Perairan adalah izin lokasi sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan dibidang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil. 20. Rencana Detail Tata Ruang yang selanjutnya disingkat RDTR adalah rencana rinci untuk rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota.
  8. lzin 23.
  9. lzin Lingkungan adalah izin yang diberikan kepada Pelaku Usaha yang melakukan usaha dan/atau kegiatan yang wajib Amdal atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan. 22. Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup yang selanjutnya disebut UKL-UPL adalah pengelolaan dan pemantauan terhadap usaha dan/atau kegiatan yang tidak berdampak ^penting terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi ^proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup ^yang selanjutnya disebut Amdal adalah kaj ian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan ^yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. Analisis Dampak Lingkungan Hidup yang selanjutnya disebut Andal adalah telaahan secara cermat dan mendalam tentang dampak penting suatu rencana usaha dan/atau kegiatan. Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup yang selanjutnya disebut RKL adalah upaya penanganan dampak terhadap lingkungan hidup yang ditimbulkan akibat dari rencana usaha dan/atau kegiatan. Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup ^yang selanjutnya disebut RPL adalah upaya pemantauan komponen lingkungan hidup yang terkena dampak akibat dari rencana usaha dan/atau kegiatan. Izin Mendirikan Bangunan Gedung yang selanjutnya disebut IMB adalah perizinan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota kepada pemilik bangunan gedung untuk membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau merawat bangunan gedung sesuai dengan persyaratan administratif dan persyaratan teknis yang berlaku.
  10. Pelayanan 28. Pelayanan Terpadu Satu Pintu yang selanjutnya disingkat PTSP adalah pelayanan secara terintegrasi dalam satu kesatuan proses dimulai dari tahap permohonan sampai dengan tahap penyelesaian produk ^pelayanan ^melalui satu pintu. Dokumen Elektronik adalah setiap informasi ^elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, ^atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, ^yang dapat dilihat, ^ditampilkan, dan/atau didengar melaiui komputer atau ^sistem elektronik, termasuk tetapi tidak ^terbatas ^pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, ^foto ^atau ^sejenisnya, huruf, tanda, angka, kode akses, ^simbol ^atau ^perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami ^oleh orang yang mampu memahaminya. Tanda Tangan Elektronik adalah tanda tangan ^yang terdiri atas Informasi Elektronik ^yang ^dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan Informasi ^Elektronik lainnya yang digunakan sebagai alat ^verifikasi ^dan autentikasi. Hari adalah hari kerja sesuai ^yang ditetapkan ^oleh Pemerintah Pusat. Pasal 2 Presiden Republik Indonesia memegang ^kekuasaan pemerintahan sesuai dengan Undang-Undang ^Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kekuasaan pemerintahan sebagaimana dimaksud ^pada ayat (1) diuraikan dalam berbagai urusan ^pemerintahan yang pelaksanaannya dilakukan oleh kementerian ^negara dan penyelenggara Pemerintahan Daerah. Urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud ^pada ^ayat (21 mencakup kewenangan pemberian Perizinarr Berusaha, fasilitas, dan/atau kemudahan untuk pelaksanaan berusaha. Pemerintah Pasal 3 Pusat menetapkan kebijakan penyelenggaraan kewenangan pemberian ^Perizinan Berusaha sebagaimana diatur dalam ^Peraturan Pemerintah ini dan peraturan ^perundang-undangan lainnya yang terkait.
  11. (1)

    (21 (3) (1) (2) Peraturan Peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan peraturan perundang-undangan yang mengatur kewenangan sektor atau kewenangan daerah dalam Perizinan Berusaha sepanjang tidak diatur dalam undang-undang dan tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini. Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat ^(1) termasuk pemberian fasilitas dan/atau kemudahan untuk pelaksanaan berusaha. Pemerintah Pusat melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan kewenangan pemberian Perizinan Berusaha.

    Pasal 4

    Peraturan Pemerintah ini mengatur mengenai:

    1. ^jenis, pemohon, dan penerbit Perizinan Berusaha;

    2. pelaksanaanPerizinanBerusaha;

    3. reformasi Perizinan Berusaha sektor;

    4. sistem OSS;

    5. tembaga OSS;

    6. pendanaan OSS;

    7. insentif atau disinsentif pelaksanaan Perizinan Berusaha melalui OSS;

    8. penyelesaian permasalahan dan hambatan Perizinan Berusaha melalui OSS; dan

    9. sanksi. BAB II JENIS, PEMOHON, DAN PENERBIT PERIZINAN BERUSAHA Bagian Kesatu Jenis Perizinan Berusaha


    Pasal 5

    Jenis Perizinan Berusaha terdiri atas:

    1. Izin Usaha; dan (2\ (3) (4) b. lzirr b. Izin Komersial atau Operasional. Bagian Kedua Pemohon Perizinan Berusaha


    Pasal 6

    Pemohon Perizinan Berusaha terdiri atas:

    1. Pelaku Usaha perseorangan; dan

    2. Pelaku Usaha non perseorangan. Pelaku Usaha perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan orang perorangan penduduk Indonesia yang cakap untuk bertindak dan melakukan perbuatan hukum. Pelaku Usaha non perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (l) huruf b terdiri atas:

    3. perseroan terbatas;

    4. perusahaan umum;

    5. perusahaan umum daerah;

    6. badan hukum lainnya yang dimiliki oleh negara;

    7. badan layanan umum;

    8. lembaga penyiaran; C. ^badan usaha ^yang ^didirikan ^oleh ^yayasan;

    9. koperasi;

    10. persekutuan komanditer (commanditaire uennootschap);

    11. persekutuan lirma (uenootschap onderfirmal; dan

    12. persekutuanperdata. (l) (2\ (3)


    Pasal 7
    Pasal 7

    Perseroan terbatas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf a merupakan perseroan terbatas sebagaimana dimaksud dalam undang-undang tentang perseroan terbatas, yang telah disahkan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum.



    Pasal 8

    Perusahaan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf b merupakan perusahaan umum sebagaimana dimaksud dalam undang-undang tentang badan usaha milik negara.


    Pasal 9

    Perusahaan umum daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf c merupakan perusahaan umum milik daerah sebagaimana dimaksud dalam undang-undang tentang pemerintahan daerah.


    Pasal 10

    Badan hukum lainnya yang dimiliki oleh negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf d merupakan badan hukum yang didirikan oleh negara dengan undang-undang.


    Pasal 11

    Badan layanan umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf e merupakan satuan kerja Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang menyelenggarakan usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud dalam undang- undang tentang perbendaharaan negara.


    Pasal 12

    Lembaga penyiaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf f merupakan lembaga penyiaran sebagaimana dimaksud dalam undang-undang tentang penyiaran.


    Pasal 13

    {iD (1) {21 10


    Pasal 13

    Badan usaha yang didirikan oleh yayasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf g merupakan badan usaha yang didirikan oleh yayasan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang tentang yayasan yang telah disahkan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum. Dalam hal Perizinan Berusaha diterbitkan kepada yayasan, yayasan dimaksud harus dimaknai sebagai badan usaha.


    Pasal 14

    Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf h merupakan koperasi sebagaimana dimaksud dalam undang-undang tentang perkoperasian yang teiah disahkan oleh Pemerintah Pusat. Pengesahan koperasi oleh Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pengesahan akta pendirian koperasi, perubahan anggaran dasar koperasi, serta pembubaran koperasi oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum. Ketentuan mengenai pengesahan koperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum. Pasal 15 (1) Persekutuan komanditer (commanditaire uennootschapl sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf i merupakan persekutuan komanditer (commanditaire uennootschap\ yang telah didaftarkan kepada Pemerintah Pusat.


    (1)

    (2t (3) (2) Pendaftaran (2t Pendaftaran persekutuan komanditer (commanditaire uennootschap) kepada Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pendaftaran akta pendirian persekutuan komanditer (ommanditaire uennootschap), perubahan anggaran dasar persekutuan komanditer (commanditaire uennootschapl serta pembubaran persekutuan komanditer (commanditaire uennootschap) oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum. Ketentuan lebih lanjut mengenai pendaftaran persekutuan komanditer (commanditaire uennootschap) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum. Pasal 16

    (1)

    Persekutuan firma (uenootschap onder firma)sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf ^j merupakan persekutuan firma (uenootschap onder firma) yang telah didaftarkan kepada Pemerintah Pusat. (2) Pendaftaran persekutuan firma (uenootschap onder firma) kepada Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pendaftaran akta pendirian persekutuan firma (uenootschap onder firma), perubahan anggaran dasar persekutuan firma (uenootschap onder firma) serta pembubaran persekutuan firma (uenootschap onder firma) oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pendaftaran persekutuan fi rma (u enoots chap onder firma) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum. Pasal 17

    (1)

    Persekutuan perdata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf k merupakan persekutuan perdata yang telah didaftarkan kepada Pemerintah Pusat.

    (3)
    (2)

    Pendaftaran (2) (3) Pendaftaran persekutuan perdata kepada Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pendaftaran akta pendirian persekutuan perdata, perubahan anggaran dasar persekutuan perdata, serta pembubaran persekutuan perdata oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum. Ketentuan lebih lanjut mengenai pendaftaran persekutuan perdata sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum. Bagian Ketiga Penerbit Perizinan Berusaha

    Pasal 18

    Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 diterbitkan oleh menteri, pimpinan lembaga, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai kewenangannya. Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk Perizinan Berusaha yang kewenangan penerbitannya telah dilimpahkan atau didelegasikan kepada pejabat lainnya.


    Pasal 19

    Pelaksanaan kewenangan penerbitan Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 termasuk penerbitan dokumen lain yang berkaitan dengan Perizinan Berusaha wajib dilakukan melalui Lembaga oss. Lembaga OSS berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini untuk dan atas nama menteri, pimpinan lembaga, gubernur, atau bupati/wali kota menerbitkan Per2inan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Penerbitan Perizinan Berusaha oleh Lembaga OSS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam bentuk Dokumen Elektronik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang informasi dan transaksi elektronik.


    (1)

    (2\ (1) (21 (3) (4) Dokumen (4) (s) Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disertai dengan Tanda Tangan Elektronik. Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (3), berlaku sah dan mengikat berdasarkan hukum serta merupakan alat bukti yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang informasi dan transaksi elektronik. Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud ^pada ayat (3) dapat dicetak @int outl. BAB III PELAKSANAAN PERIZINAN BERUSAHA Bagian Kesatu Umum

    Pasal 20

    Pelaksanaan Perizinan Berusaha meliputi:

    1. Pendaftaran;

    2. penerbitan Izin Usaha dan penerbitan Izin Komersial ^atau Operasional berdasarkan Komitmen;

    3. pemenuhan Komitmen lzin Usaha dan ^pemenuhan Komitmen Izin Komersial atau Operasional;

    4. pembayaran biaya;

    5. fasilitasi;

    6. masa berlaku; dan

    7. pengawasan. Bagian Kedua PendaJtaran Pasal 2 1 (1) Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 melakukan Pendaftaran untuk kegiatan berusaha dengan cara mengakses laman OSS.


    (6)

    (21 Cara .

    (2)

    Cara mengakses laman OSS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara memasukkan:

    1. NIK dalam hal Pelaku Usaha merupakan perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a;

    2. nomor pengesahan akta pendirian atau nomor pendaftaran perseroan terbatas, yayasan/badan usaha yang didirikan oleh yayasan, koperasi, persekutuan komanditer (commanditaire uennootschap), persekutuan lirma (uenootschap onder ftrma, atau persekutuan perdata;

    3. dasar hukum pembentukan perusahaan umum, perusahaan umum daerah, badan hukum lainnya yang dimiliki oleh negara, lembaga penyiaran publik, atau badan layanan umum.

      Pasal 22

      Pelaku Usaha perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2L ayat (2) huruf a yang telah mendapatkan akses dalam laman OSS, melakukan Pendaftaran dengan mengisi data paling sedikit:


    4. nama dan NIK;

    5. alamat tempat tinggal;

    6. bidang usaha;

    7. lokasi penanaman modal;

    8. besaran rencana penanaman modal;

    9. rencana penggunaan tenaga kerja;

    10. nomor kontak usaha dan/atau kegiatan;

    11. rencana permintaan fasilitas fiskal, kepabeanan, dan/atau fasilitas lainnya; dan

    12. NPWP Pelaku Usaha perseorangan. Pelaku Usaha non perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2l ayat (2) huruf b dan huruf c yang telah mendapatkan akses dalam laman OSS, melakukan Pendaftaran dengan mengisi data paiing sedikit:

    (1)

    (2t a. nama .

    1. nama dan/atau nomor ^pengesahan akta ^pendirian atau nomor pendaftaran;

    2. bidang usaha;

    3. ^jenis penanaman modal;

    4. negara asal ^penanaman ^modal, dalam ^hal ^terdapat penanaman modal asing;

    5. lokasi penanaman modal;

    6. besaran rencana ^penanaman modal; C. ^rencana ^penggunaan tenaga ^kerja;

    7. nomor kontak badan usaha;

    8. rencana permintaan fasilitas ^perpajakan, kepabeanan, dan/atau fasilitas ^lainnya;

    9. NPWP Pelaku Usaha non ^perseorangan; ^dan k. NIK penanggung ^jawab usaha ^dan/ ^atau ^kegiatan' NIK sebagaimana dimaksud ^pada ^ayat ^(1) ^huruf a ^dan ayat (2) huruf k menjadi ^syarat ^pendaftaran ^peserta jaminan sosial kesehatan dan ^jaminan ^sosial ketenagakerjaan. Jenis penanaman modal sebagaimana ^dimaksud ^pada ayat (21 huruf c, harus diisi ^sesuai dengan ^ketentuan mengenai daftar bidang usaha ^yang ^tertutup ^dan ^bidang usaha yang terbuka dengan ^persyaratan ^di ^bidang penanaman modal.

      Pasal 23

      Dalam hal Pelaku Usaha ^yang ^melakukan ^Pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam ^Pasal ^22 ^belum ^memiliki ^NPWP, OSS memproses pemberian ^NPWP. Pasal 24 (l) Lembaga OSS menerbitkan NIB setelah ^Pelaku ^Usaha melakukan Pendaftaran melalui ^pengisian ^data sebagaimana dimaksud dalam ^Pasal ^22 ^secara lengkap dan mendapatkan NPWP sebagaimana ^dimaksud ^dalam Pasal 23.


    (3)
    (4)

    (2)NIB (2) (r) NIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbentuk 13 (tiga belas) digit angka acak yang diberi pengaman dan disertai dengan Tanda Tangan Elektronik.

    Pasal 25

    NIB sebagaimana dimaksud daiam Pasal 24 merupakan identitas berusaha dan digunakan oleh Pelaku Usaha untuk mendapatkan Izin Usaha dan Izin Komersial atau Operasional termasuk untuk pemenuhan persyaratan Izin Usaha dan Izin Komersial atau Operasional. NIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku selama Pelaku Usaha menjalankan usaha dan/atau kegiatannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. NIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku oleh Lembaga OSS dalam hal:

    1. Pelaku Usaha melakukan usaha dan/atau kegiatan yang tidak sesuai dengan NIB; dan/atau

    2. dinyatakan batal atau tidak sah berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.


    Pasal 26

    NIB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 berlaku ^juga sebagai:

    1. TDP sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang- undangan di bidang tanda daftar penrsahaan;

    2. API sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang- undangan di bidang perdagangan; dan

    3. hak akses kepabeanan sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan.


    Pasal 27

    TDP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 huruf a, berlaku ketentuan sebagai berikut:

    1. NIB merupakan pengesahan TDP; (21 (3) b. c.

    2. NIB sebagai TDP berlaku selama ^jangka waktu keberlakuan NIB; Lembaga OSS merupakan kantor tempat pendaftaran perusahaan; dan basis data (data basel perusahaan pada NIB merupakan data dan akta yang sah untuk pemenuhan persyaratan pendaftaran perusahaan.


    Pasal 28

    Pelaku Usaha yang telah mendapatkan NIB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 sekaligus terdaftar sebagai ^peserta jaminan sosial kesehatan dan jaminan sosial ketenagakerjaan.


    Pasal 29

    Dalam hal Pelaku Usaha akan mempekerjakan tenaga kerja asing, Pelaku Usaha mengajukan pengesahan RPTKA. Pelaku Usaha dalam rangka pengajuan pengesahan RPTKA sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mengisi data pada laman OSS berupa:

    1. alasan penggunaan tenaga kerja asing;

    2. jabatan dan/atau kedudukan tenaga kerja asing dalam struktur organisasi perusahaan ^yang bersangkutan;

    3. ^jangka waktu penggunaan tenaga kerja asing;

    4. penunjukan tenaga kerja Indonesia sebagai pendamping tenaga kerja asing yang dipekerjakan; dan

    5. ^jumlah tenaga kerja asing. Berdasarkan data pengajuan RPTKA sebagaimana dimaksud pada ayat (2]l, sistem OSS memproses pengesahan RPTKA sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pengesahan RPTKA sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan izin mempekerjakan tenaga kerja asing.


    (1)

    l2l (3) (4)

    Pasal 30

    Pasal 30 (1) Lembaga OSS setelah menerbitkan NIB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, sekaligus memberikan informasi mengenai fasilitas fiskal yang akan didapat oleh Pelaku Usaha sesuai bidang usaha dan besaran rencana penanaman modal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (21 Pelaksanaan pemberian fasilitas fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Ketiga Penerbitan Izin Usaha dan Penerbitan Izin Komersial atau Operasional Berdasarkan Komitmen Pasal 3 I Izin Usaha wqiib dimiliki oleh Pelaku Usaha yang telah mendapatkan NIB. Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat ^(1) terdiri atas:

    1. Pelaku Usaha yang tidak memerlukan prasarana untuk menjalankan usaha dan/atau kegiatan; atau

    2. Pelaku Usaha yang memerlukan prasarana untuk menjalankan usaha dan/atau kegiatan. Pelaku Usaha yang memerlukan prasarana untuk menjalankan usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b terdiri atas:

    3. Pelaku Usaha yang telah memiliki atau menguasai prasarana; atau

    4. Pelaku Usaha yang belum memiliki atau menguasai prasarana. Pasal 32 (1) Lembaga OSS menerbitkan Izin Usaha berdasarkan Komitmen kepada:

    5. Pelaku Usaha yang tidak memerlukan prasarana untuk menjalankan usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (2) huruf a; dan


    (1)
    (2)
    (3)
    1. Pelaku (2\ b. Pelaku Usaha yang memerlukan prasarana untuk menjalankan usaha dan/atau kegiatan dan telah memiiiki atau menguasai prasarana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (3) huruf a. Lembaga OSS menerbitkan Izin Usaha berdasarkan Komitmen kepada Peiaku Usaha yang memerlukan prasarana untuk menjalankan usaha dan/atau kegiatan tapi belum memiliki atau menguasai ^prasarana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (3) huruf b, setelah Lembaga OSS menerbitkan:

    2. lzinlokasi;

    3. lzin Lokasi Perairan;

    4. Izin Lingkungan; dan/atau

    5. IMB, berdasarkan Komitmen.

      Pasal 33

      Izin Lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (21 huruf a diterbitkan oleh Lembaga OSS tanpa Komitmen dalam hal:


    6. tanah lokasi usaha dan/atau kegiatan terletak di lokasi yang telah sesuai peruntukannya menurut RDTR dan/atau rencana umum tata ruang kawasan perkotaan;

    7. tanah lokasi usaha dan/atau kegiatan terletak di lokasi kawasan ekonomi khusus, kawasan industri, serta kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas;

    8. tanah lokasi usaha dan/atau kegiatan merupakan tanah yang sudah dikuasai oleh Pelaku Usaha lain yang telah mendapatkan Izin Lokasi dan akan digunakan oleh Pelaku Usaha;

    (1) d. tanah . (21 d. tanah lokasi usaha dan/atau kegiatan berasai dari otorita atau badan penyelenggara ^pengembangan suatu kawasan sesuai dengan rencana tata ^ruang kawasan pengembangan tersebut; e. tanah lokasi usaha dan/atau kegiatan ^diperlukan untuk perluasan usaha yang sudah berjalan ^dan letak tanahnya berbatasan dengan lokasi ^usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan; f. tanah lokasi usaha dan/atau kegiatan ^yang diperlukan untuk melaksanakan ^rencana ^Perizinan Berusaha tidak lebih dari: l) 25 ha (dua puluh lima hektare) untuk ^usaha dan/atau kegiatan Pertanian;

  1. 5 ha (lima hektare) untuk ^pembangunan rrmah bagi masyarakat berpenghasilan ^rendah; atau

  1. t ha (satu hektare) untuk usaha ^dan/atau kegiatan bukan pertanian; atau
    1. tanah lokasi usaha dan/atau kegiatan ^yang ^akan dipergunakan untuk ^proyek strategis ^nasional. Dalam hal Pelaku Usaha ^yang telah mendapatkan ^Izin Lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat ^(1) ^akan menggunakan atau memanfaatkan tanah, ^Pelaku ^Usaha mengajukan pertimbangan teknis ^pertanahan ^kePada kantor pertanahan tempat lokasi usaha ^dan/atau kegiatan melalui sistem OSS. Kantor pertanahan sebagaimana dimaksud ^pada ^ayat ^(2) melakukan pemeriksaan dan/atau inventarisasi ^atas lokasi yang telah diberikan Izin Lokasi. Berdasarkan pemeriksaan dan/atau ^inventarisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), kantor ^pertanahan menyampaikan pertimbangan teknis kepada ^Pelaku Usaha paling lama 10 ^(sepuluh) Hari terhitung ^sejak pengajuan pertimbangan teknis diterima dari sistem OSS. Dalam hal kantor pertanahan tidak menyampaikan pertimbangan teknis dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4), kantor ^pertanahan dimaksud dianggap telah memberikan persetujuan ^pertimbangan teknis.

      (3)
      (4)

      (s)

      Pasal 34
      Pasal 34

      Izin Lokasi Perairan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (21 huruf b diterbitkan oleh Lembaga OSS tanpa Komitmen dalam hal:



    2. lokasi usaha dan/atau kegiatan terletak di lokasi kawasan ekonomi khusus, kawasan industri, serta kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas;

    3. lokasi usaha dan/atau kegiatan merupakan lokasi yang sudah dikuasai oleh Pelaku Usaha lain yang telah mendapatkan Izin Lokasi Perairan dan akan digunakan oleh Pelaku Usaha;

    4. lokasi usaha dan/atau kegiatan berasal dari otorita atau badan penyelenggara pengembangan suatu kawasan sesuai dengan rencana tata ruang ^kawasan pengembangan tersebut;

    5. lokasi usaha dan/atau kegiatan yang dipergunakan oleh usaha mikro dan usaha kecil; dan/atau

    6. lokasi usaha dan/atau kegiatan yang akan dipergunakan untuk proyek strategis nasional.

      Pasal 35

      Izin Lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal ^32 ayat (2) huruf c tidak dipersyaratkan untuk ^penerbitan Izin Usaha dalam ha.l:


    7. lokasi usaha dan/atau kegiatan berada ^dalam kawasan ekonomi khusus, kawasan industri, ^atau kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas; atau

    8. usaha dan/atau kegiatan merupakan usaha mikro dan kecil, usaha dan/atau kegiatan ^yang tidak ^wajib memiliki Amdal, atau usaha dan/atau kegiatan ^yang tidak wajib memiliki UKL-UPL. Pelaku Usaha yang lokasi usaha dan/atau kegiatan berada dalam kawasan ekonomi khusus, kawasan industri, atau kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas sebagaimana dimaksud pada ayat ^(1) huruf a menyusun RKL-RPL rinci berdasarkan RKL-RPL kawasan.

      (1)

      (2\ (3) RKL-RPL.

      (3)

      {4) (s) RKL-RPL rinci sebagaimana dimaksud pada ayat (21 disetujui oleh pengelola kawasan. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pengawasan atas RKL-RPL rinci diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Usaha dan/atau kegiatan yang merupakan usaha mikro dan kecil dan usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki UKL-UPL ditetapkan oleh gubernur atau bupati/wali kota berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

      Pasal 36

      IMB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (21 huruf d tidak dipersyaratkan untuk penerbitan Izin Usaha dalam ^hal bangunan gedung:


    9. berada dalam kawasan ekonomi khusus, ^kawasan industri, atau kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas, sepanjang pengelola kawasan telah menetapkan pedoman bangunan (estate regulation). b. merupakan proyek pemerintah atau proyek strategis nasional sepanjang telah ditetapkan badan usaha pemenang lelang atau badan usaha yang ditugaskan untuk melaksanakan proyek pemerintah atau ^proyek strategis nasional. Pasal 37 (1) Izin Usaha berlaku untuk seluruh wilayah Indonesia. {2) ^Pelaku Usaha yang ^telah ^mendapatkan ^Izin ^Usaha ^dan akan mengembangkan usaha dan/atau kegiatan di wilayah lain, harus tetap memenuhi persyaratan lzirr Lokasi, Izin Lokasi Perairan, Izin Lingkungan, dan IMB di masing-masing wilayah tersebut.

      (3)

      Pelaku.

      (3)

      Pelaku Usaha wajib memperbaharui informasi pengembangan usaha dan/atau kegiatan pada sistem oss. Pasal 38 (1) Pelaku Usaha yang telah mendapatkan Izin Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 dapat melakukan kegiatan:

    10. pengadaan tanah;

    11. perubahan luas lahan;

    12. pembangunan bangu.nan ^gedung ^dan pengoperasiannya;

    13. pengadaan peralatan atau sarana;

    14. pengadaan sumber daYa manusia;

    15. penyelesaian sertihkasi atau kelaikan;

    16. pelaksanaan uji coba produksi (commisioning); dan/atau

    17. pelaksanaanproduksi. (2\ Pelaku Usaha yang telah mendapatkan Izin Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 namun belum menyelesaikan:

    18. Amdal; dan/atau

    19. rencana teknis bangunan gedung, belum dapat melakukan kegiatan ^pembangunan bangunan gedung sebagaimana dimaksud ^pada ayat ^(1) huruf c.

      Pasal 39

      Lembaga OSS menerbitkan Izin Komersial atau Operasional berdasarkan Komitmen untuk memenuhi:


    20. standar, sertifikat, dan/atau lisensi; dan/atau

    21. pendaftaranbarang/jasa, sesuai dengan jenis produk dan/atau jasa yang dikomersialkan oleh Pelaku Usaha melalui sistem OSS.

      Pasal 40
      Pasal 40

      Lembaga OSS membatalkan lzin Usaha ^yang ^sudah diterbitkan dalam hal Pelaku Usaha tidak ^menyelesaikan pemenuhan Komitmen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 dan/atau lzir, Komersial atau Operasional ^sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39. Pasa1 41 Izin Usaha dan/atau Izin Komersial atau ^Operasional berlaku efektif setelah Pelaku Usaha menyelesaikan ^Komitmen ^dan melakukan pembayaran biaya Perizinan Berusaha ^sesuai dengan ketentuan ^peraturan ^perundang-udangan. Bagian Keempat Pemenuhan Komitmen Izin Lokasi, ^Izin ^Lokasi Perairan, ^Izin ^Lingkungan, dan/atau Izin Mendirikan Bangunan Paragraf 1 Pemenuhan Komitmen Izin Lokasi



      Pasal 42

      Pelaku Usaha wajib menyampaikan ^permohonan pemenuhan Komitmen lzin Lokasi paling lama ^10 (sepuluh) Hari sejak Lembaga OSS menerbitkan ^Izin Lokasi sebagaimana dimaksud dalam ^Pasal 32 ^ayat ^(21 huruf a. Pemenuhan Komitmen sebagaimana dimaksud ^pada ayat (1) dilakukan oleh Pelaku Usaha melalui Lembaga ^OSS dengan menyanpaikan persyaratan ^pertimbangan teknis pertanahan kepada kantor pertanahan tempat lokasi usaha dan/atau kegiatan. Pertimbangan teknis sebagaimana dimaksud ^pada ^ayat (2) diberikan kantor pertanahan tempat lokasi usaha dan/atau kegiatan dalam ^jangka waktu ^paling ^lama ^1O (sepuluh) Hari untuk selanjutnya disampaikan ^kepada Pemerintah Daerah kabupaten/kota tempat ^lokasi ^usaha dan/atau kegiatan.

      (1)

      (21 (3) (4) Dalam (4) (s) Dalam hal kantor pertanahan tempat lokasi usaha tidak memberikan pertimbangan teknis dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pertimbangan teknis dianggap telah diberikan sesuai permohonan Pelaku Usaha. Pemerintah Daerah kabupaten/ kota tempat lokasi usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam ^jangka waktu 2 (dua) Hari menyetujui pemenuhan Komitmen Izin lokasi, dalam hal kantor pertanahan:


    22. memberikan persetujuan dalarn pertimbangan teknis; atau

    23. lebih dari 10 (sepuluh) Hari tidak memberikan pertimbangan teknis. (6) Pemerintah Daerah kabupaten/kota tempat lokasi usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dalam jangka waktu 2 (dua) Hari menolak pemenuhan Komitmen lzin Lokasi dalam hal kantor pertanahan memberikan penolakan dalam pertimbangan teknis. Dalam hal kantor pertanahan dan/atau Pemerintah Daerah kabupaten/ kota tempat lokasi usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat ^(6) memberikan penolakan, Izin Lokasi dinyatakan batal. Dalam hal Pemerintah Daerah kabupaten/kota tidak memberikan persetujuan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Izin Lokasi yang diterbitkan oleh Lembaga OSS efektif berlaku.

      Pasal 43

      Ketentuan lebih lanjut mengenai lzin Lokasi dan pertimbangan teknis pertanahan diatur dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agraria. Peraturan menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan paling lama 15 (lima belas) Hari sejak Peraturan Pemerintah ini diundangkan. (7\ (8) (1) (2\


      Pasal 44
      (1)

      (2t


      Pasal 44

      Pemerintah Daerah kabupaten/kota yang belum memiliki RDTR, dalam ^jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak Peraturan Pemerintah ini diundangkan wajib menetapkan RDTR untuk Kawasan Industri atau kawasan usaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam rangka penetapan RDTR sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang penataan ruang memberikan bantuan teknis. Pasal 45 (1) Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang penataan ruang menyampaikan rencana tata ruang kabupaten/kota danlatau RDTR kabupaten/kota dalam bentuk digital ke Lembaga ^OSS. Lembaga OSS memuat rencana tata ^ruang kabupaten/kota dan/atau RDTR kabupaten/kota sebagaimana dimaksud ^pada ayat ^(1) dalam ^sistem ^OSS. Rencana tata ruang kabupaten/kota dan/atau ^RDTR kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat ^(21 menjadi dasar penetapan tempat lokasi usaha dan/atau kegiatan dalam penerbitan Izin Lokasi.


      Pasal 46

      Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 ^tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang yang mengatur mengenai Izin Lokasi dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini atau tidak diatur secara khusus dalam Peraturan Pemerintah ini. (2t (3) Paragraf 2 Paragraf 2 Pemenuhan Komitmen Izin Lokasi Perairan Pasai 47 Izin Lokasi Perairan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (21 huruf b diberikan kepada Pelaku Usaha yang melakukan kegiatan di sebagian perairan di wilayah pesisir dan/atau pulau-pulau kecil sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai pengelolaan wilayah pesisir dan puiau-pulau kecil. Pasal 48 (1) Pelaku Usaha wajib menyampaikan permohonan pemenuhan Komitmen Izin Lokasi Perairan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil paling lama 10 (sepuluh) Hari sejak Lembaga OSS menerbitkan lzirt Lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat ^(2) huruf ^b. (21 Pemenuhan Komitmen sebagaimana dimaksud ^pada ayat (1) dilakukan oleh Pelaku Usaha melalui Lembaga OSS dengan menyampaikan persyaratan Izin Lokasi ^Perairan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil kepada ^menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan dan perikanan atau Pemerintah Daerah ^sesuai kewenangan masing-masing. (3) Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan dan perikanan atau Pemerintah ^Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat ^(2) dalam ^jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) Hari menyetujui atau menolak pemenuhan Komitmen Izin Lokasi Perairan. (4) Dalam hal menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan dan perikanan atau Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud ^pada ayat ^(3) memberikan penolakan, Izin Lokasi Perairan dinyatakan batal. (5) Dalam hal menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan dan perikanan atau Pemerintah Daerah tidak memberikan persetujuan atau penolakan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Izin Lokasi perairan yang diterbitkan oleh Lembaga OSS efektif berlaku.


      Pasal 49
      (1)

      PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA 28-


      Pasal 49

      Dalam rangka penyelesaian Komitmen lzin Lokasi Perairan, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan dan perikanan atau Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 menggunakan data rencana tata ruang laut nasional, rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, rencana zonasi kawasan strategis nasional, rencana zonasi kawasan strategis nasional tertentu, rencana zonasi kawasan antar wilayah, dan/atau data kebijakan satu peta Penggunaan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui penggunaan data secara bersama (datct sharing) dan terintegrasi secara elektronik (online). Paragraf 3 Pemenuhan Komitm en lzin Lingkungan


      Pasal 50

      Pelaku Usaha wajib memenuhi Komitmen lzin Lingkungan yang telah diterbitkan oleh Lembaga OSS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) huruf c dengan melengkapi:


    24. UKL-UPL; atau

    25. dokumen Amdal. Pasal 51 (1) Pelaku Usaha wajib melengkapi UKL-UpL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5O huruf a sesuai formulir UKL- UPL. (2) Formulir UKL-UPL sebagaimana dirnaksud pada ayat (1) memuat:

    26. deskripsi rinci rencana usaha dan/atau kegiatan;

    27. dampak lingkungan yang akan terjadi; dan

    28. program pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup. (21 (r) (3) Formulir UKL-UPL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup untuk masing-masing sektor bidang usaha dan/atau kegiatan seteiah mendapat pertimbangan dari menteri atau pimpinan lembaga pembina sektor bidang usaha dan/atau kegiatan terkait. Pasal 52 Dalam rangka pemenuhan Komitmen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 huruf a Pelaku Usaha melalui Lembaga OSS mengajukan UKL-UPL kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai kewenangannya paling lama 10 (sepuluh) Hari sejak Lembaga OSS menerbitkan Izin Lingkungan. Pengajuan UKL-UPL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diumumkan di sistem OSS.

      Pasal 53

      Menteri yang menyelenggarakan urllsan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, gubernur, atau bupati/wali kota melakukan pemeriksaan atas UKL-UPL sebagaimana dimaksud pada Pasal 51 ayat (1) paling lama 5 (lima) Hari sejak disampaikan oleh Pelaku Usaha. Dalam ha1 hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak terdapat perbaikan UKL-UPL, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, gubernur, dan bupati/wali kota menetapkan persetujuan rekomendasi UKL-UPL dan menyampaikannya kepada Pelaku Usaha melalui sistem OSS. Dalam hal hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdapat perbaikan UKL-UPL, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, gubernur, dan bupati/wali kota menyampaikan hasil pemeriksaan kepada Pelaku Usaha melalui sistem OSS.

      (2)
      (1)
      (2)
      (3)
      (4)

      Pelaku (4) (s) Pelaku Usaha wajib melakukan perbaikan UKL-UPL dan menyampaikan kepada menteri yang menyelenggaralan urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, gu.bernur, dan bupati/wali kota melalui sistem OSS paling lama 5 (lima) Hari sejak diterimanya hasil pemeriksaan. Berdasarkan perbaikan UKL-UPL yang disampaikan oleh Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (4), menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, gubernur, dan bupati/wali kota menetapkan persetujuan rekomendasi UKL-UPL dan menyampaikannya kepada Pelaku Usaha melalui OSS. Penetapan persetqluan rekomendasi UKL-UPL sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau ayat (5) merupakan pemenuhan Komitmen Izin Lingkungan. Dalam hal menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, gubernur, dan bupati/wali kota tidak menetapkan persetujuan rekomendasi UKL-UPL dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) persetujuan rekomendasi UKL-UPL dan Komitmen lzin Lingkungan dianggap telah dipenuhi.


      Pasal 54

      Pelaku Usaha wajib melengkapi dokumen Amdai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5O huruf b. Penyusunan dokumen Amdal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mulai dilakukan paling lama 30 (tiga puluh) Hari sejak l,embaga OSS menerbitkan lzin Lingkungan. Dokumen Amdal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui kegiatan:


    29. penyusunan Andal dan RKL-RPL;

    30. penilaian Amdal dan RKL-RPL; dan

    31. keputusankelayakan.

      (6)

      (7\ (1) (21 (3)

      Pasal 55

      (r) (21 (3) (41 (s) pasal 55 Pelaku Usaha dalam pen5rusunan dokumen Amdal sebagaimana dimaksud dalam pasal 54, mengikutsertakan masyarakat yang terkena dampak. Pelaku Usaha selain mengikutsertakan masyarakat yang terkena dampak, dapat pula melibatkan pe-eihati lingkungan hidup. Pengikutsertaan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau pemerhati lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaliukan melalui:


    32. pengumuman rencana usaha dan/atau kegiatan; dan

    33. konsultasi publik. Pengumuman rencana usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dilakukan melalui laman OSS, media massa, dan/atau pada lokasi usaha dan/atau kegiatan. Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam jangka waktu 5 (lima) Hari terhitung sejak pengumuman rencaha usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), berhak mengajukan saran, pendapat, dan tanggapan terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan. Saran, pendapat, dan tanggapan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disampaikan secara tertulis atau melalui Lembaga OSS kepada Pelaku Usaha dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di biiang perlindungan _dan pengelolaan lingkungan hidup, guberriur, atau bupati/waii kota. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengikutsertaan masyarakat dalam penyusunan Amdal diatur dalam peraturan menteri yang minye lenggarakan urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

      (6)
      (7)

      Pasal 56 Pelaku Usaha menyusun Andal berdasarkan formulir kerangka acuan. dan RKL-RPL (1) (2) Formulir (2) q,D Formulir kerangka ^acuan ^sebagaimana ^dimaksud ^pada .y.t (t) ^ditetalpkan ^dengan ^peraturan menteri ^yang ,i"rry.i".rgg"rukitt ^uru"at ^pemerintahan..di ^bidang fertinauri{an ^dan ^pengelolaan lingkungan- ^hidup ^untuk t."i.tg-i"i"g ^sektor-bidang ^usaha ^setelah ^mendapat f.iiii""g."- ^a.ti ^menteri ^atau ^pimpinan ^lembaga pembina sektor ^bidang usaha ^terkait'

      Pasal 57

      Andal dan ^RKL-RPL ^yang telah disusun ^sebagaimana dimaksud dalam ^Pasal ^56 ^diajukan ^kepada:


    34. menteri ^yang ^menyelenggarakan ^urusan p.*".l"t.fr.i-, di ^bidang ^perlindungan {11 i."g"fof""" ^lingkungan ^hidup ^melalui ^Komisi Penilai Amdal Pusat, ^,-,t ^tuf ^kerangka ^acuan yang ^dinilai oleh Komisi ^Penilai ^Amdal ^Pusat;

      (1)

      t2) (1) b. gubernur ^melalui Komisi ^Penilai .lldll-'-pfl,": l untuk kerangka ^acuan Yang Penilai Amdal Provinsi; ^atau dinilai oleh ^Komisi c. bupati/walikota ^melalui Komisi ^Penilai ^Amdal - t.Urputen/kota, ^untuk ^kerangka ^acuan yang ^dinilai oleh Komisi ^Penilai ^Amdal ^kabupaten/kota' Komisi Penilai ^Amdal ^melakukan penilaian Andal ^dan RKL-RPL sesuai ^dengan ^kewenangannya' . Pasal 58 Komisi Penilai ^Amdal ^sebagaimana ^dimaksud ^dalam ^Pasal i?-**"vu*paikan ^rekomendasi ^hasil penilaian ^Andal dan RKL-RPL kepada ^menteri yang menyelenggarakan ^urusan ; ; ; "; i; ,; ; ; di bidang ^-petlit'dttt'gat' . ^dan - pengelolaan iit gf.""ga" rria"p, ^g,rl"it'", ^atau ^bupati/wali ^kota sesuai kewenangannya. Rekomendasi ^hasil ^penilaian ^Andal ^dan ^RKL-RPL sebagaimana dimaksud ^pada ^ayat ^(1) ^dapat berupa:

    35. rekomendasi ^kelayakan ^lingkungan; atau

    36. rekomendasi ^ketidaklayakan ^lingkungan ^' (21 (3) Dalam (3) PRES IOEN REPUBLIK INDONESIA -33- Dalam hal rapat Komisi Penilai Amdal menyatakan bahwa dokumen Andal dan RKL-RPL perlu diperbaiki, Komisi Penilai Amdal mengembalikan dokumen Andal dan RKL- RPL kepada Pelaku Usaha selaku pemrakarsa untuk diperbaiki.

      Pasal 59

      Pemrakarsa menyampaikan kembali perbaikan dokumen Andal dan RKL-RPL sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (1). Berdasarkan dokumen Andal dan RKL-RPL yang telah diperbaiki sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Komisi Penilai Amdal melakukan penilaian akhir terhadap dokumen Andal dan RKL-RPL. Komisi Penilai Amdal menyampaikan hasil penilaian akhir berupa rekomendasi hasil penilaian akhir kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan iingkungan hidup, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai kewenangannya. Pasal 6O Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, gubernur, atau bupati/wali kota berdasarkan rekomendasi hasil penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) atau rekomendasi hasil penilaian akhir dari Komisi Penilai Amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (3), menetapkan keputusan kelayakan lingkungan hidup atau ketidaklayakan lingkungan hidup. Penetapan keputusan keiayakan Iingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pemenuhan dokumen Amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 huruf b.

      (1)

      (21 (3) (1) (2t (3) Penetapan (3) Penetapan keputusan ketidaklayakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kegagalan pemenuhan dokumen Amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 huruf b dan Izin Lingkungan yang telah diterbitkan oleh kmbaga OSS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) huruf c dinyatakan batal.


      Pasal 61

      Jangka waktu penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57, penyampaian rekomendasi hasil penilaian Andai dan RKL- RPL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58, penilaian akhir serta penyampaian hasil penilaian akhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59, dan penetapan keputusan kelayakan atau ketidaklayakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 diatur dalam peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.


      Pasal 62

      Dalam hal Pelaku Usaha dalam usaha dan/atau kegiatannya akan membangun pusat kegiatan, permukiman, dan infrastruktur yang akan menimbulkan gangguan keamanan, keselamatan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas dan angkutan jalan, penyusunan dokumen Amdal atau UKL-UPL sekaligus dilakukan dengan pen)rusunan analisis dampak lalu lintas sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang lalu lintas dan angkutan jalan. Hasil analisis dampak lalu lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dimuat dalam Amdal atau UKL-UPL merupakan hasil analisis dampak lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam undang-undang di bidang lalu lintas dan angkutan jalan.

      (1)

      (2t Pasal 63 . pasal 63 Dalam hal Pelaku Usaha memerlukan izrn di bidang pengelolaan lingkungan hidup untuk kegiatan:


    37. menghasilkan, mengangkut, mengedarkan, menyimpan, memanfaatkan, membuang, mengolah, dan/atau menimbun bahan berbahaya dan beracun dan pen)rusunan dokumen Amdal dilakukan termasuk pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun;

    38. pembuangan air limbah ke laut;

    39. pembuangan air limbah ke sumber air; dan/atau

    40. memanfaatkan air limbah untuk aplikasi ke tanah, izin di bidang pengelolaan lingkungan hidup tersebut diintegrasikan ke dalam Izin Lingkungan.

      Pasal 64

      Pengintegrasian izin di bidang pengelolaan lingkungan hidup tersebut ke dalam Izin Lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 dilakukan melalui:


    41. mekanisme penyusunan dan penilaian Amdal atau UKL- UPL pada tahap perencanaan usaha dan/atau kegiatan; atau

    42. perubahan Izin Lingkungan.

      Pasal 65

      Lembaga OSS mengumumkan Izin Lingkungan yang telah diterbitkan di sistem OSS dan dalam hal dipandang perlu dapat pula dimuat dalam media lainnya sesuai kebutuhan. Pasal 66 (1) Pelaku Usaha wajib mengajukan permohonan perubahan Izin Lingkungan, apabila usaha dan/atau kegiatan yang telah memperoleh Izin Lingkungan direncanakan untuk dilakukan perubahan. (21 Perubahan usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:


    43. perubahan kepemilikan usaha dan/atau kegiatan;

    44. perubahan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup;

    c. perubahan . (3) c. perubahan yang berpengaruh terhadap lingkungan hidup yang memenuhi kriteria:

  1. perubahan dalam penggunaan alat-alat produksi yang berpengaruh terhadap Iingkungan hidup;

  2. penambahan kapasitas produksi;

  3. perubahan spesilikasi teknik yang memengaruhi lingkungan;

  4. perubahan sarana usaha dan/atau kegiatan;

  5. perluasan lahan dan bangunan usaha dan/atau kegiatan;

  6. perubahan waktu atau durasi operasi usaha dan/atau kegiatan;

  7. usaha dan/atau kegiatan di dalam kawasan yang belum tercakup di dalam Izin Lingkungan;

  8. terjadinya perubahan kebijakan pemerintah yang ditujukan dalam rangka peningkatan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup; dan/atau

  9. terjadi perubahan lingkungan hidup yang sangat mendasar akibat peristiwa alam atau karena akibat lain, sebelum dan pada waktu usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan dilaksanakan;

    1. terdapat perubahan dampak dan/atau risiko terhadap lingkungan hidup berdasarkan hasil kajian analisis risiko lingkungan hidup dan/atau audit lingkungan hidup yang diwajibkan; dan/atau

    2. tidak dilaksanakannya rencana usaha dan/atau kegiatan dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak diterbitkannya Izin Lingkungan. Pengajuan permohonan perubahan lzin Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, huruf d, dan huruf e, disampaikan kepada Lembaga OSS. l,embaga OSS menerbitkan perubah an lzio Lingkungan kepada Pelaku Usaha berdasarkan Komitmen.

      (4)
      (5)

      Pelaku (s) (6) (1) (2) Pelaku Usaha wajib memenuhi Komitmen lzirt Lingkungan yang telah diterbitkan oleh Lembaga OSS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c melalui:

    3. penJrusunan dan penilaian dokumen Amdal baru; atau

    4. penyampaian dan penilaian terhadap adendum Andal dan RKL-RPL. Ketentuan mengenai penyusunan dokumen Amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 sampai dengan Pasal 65 berlaku secara mutatis mutandis terhadap dokumen Amdal baru atau adendum Andal dan RKL-RPL. (7) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria perubahan usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan tata cara perubahan keputusan kelayakan lingkungan hidup, perubahan Rekomendasi UKL-UPL, dan penerbitan perubahan Izin Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) diatur dalam peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

      Pasal 67

      Dalam hal terjadi perubahan kepemilikan usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (2) huruf a, Lembaga OSS atas nama menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai kewenangannya menerbitkan perubahan lzin Lingkungan. Dalam hal terjadi perubahan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (2) huruf b, penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan menyampaikan laporan perubahan kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, gubernur, atau bupati/wali kota melalui sistem OSS.

      (3)

      Berdasarkan .

      (3)

      Berdasarkan laporan penrbahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Lembaga OSS atas nama menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai kewenangannya menerbitkan perubahan Izin Lingkungan.


      Pasal 68

      Proses permohonan dan penerbitan lzin Lingkungan, pen1rusunan dokumen Amdal, serta UKL-UPL, dilakukan melalui sistem OSS. Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup membangun dan mengembangkan sistem untuk mendukung pelaksanaan sistem OSS sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Sistem sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup juga profesi yang bersertilikasi atau badan usaha yang berkaitan dengan pen5rusunan dokumen Amdal dan UKL- UPL.


      Pasal 69

      Terhadap usaha dan/atau kegiatan yang merupakan usaha mikro dan kecil dan usaha dan/atau kegiatan yang tidak wajib memiliki UKL-UPL, Pelaku Usaha membuat surat pernyataan kesanggupan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup. Usaha dan/atau kegiatan yang merupakan usaha mikro dan kecil dan usaha dan/atau kegiatan yang tidak wajib memiliki UKL-UPL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh gubernur atau bupati/wali kota berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusar pemerintahan di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

      (1)

      (2t (3) (1) (21 Pasal 7O


      Pasal 70

      Pemrakarsa sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2Ol2 terrtalrrg Izin Lingkungan, harus dimaknai sebagai Pelaku Usaha.


      Pasal 71

      Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tal: un 2Ol2 tentang lzin Lingkungan yang mengatur mengenai pen1rusunan dokumen Amdal dan UKL-UPL, penilaian Amdal ^dan pemeriksaan UKL-UPL, serta permohonan dan penerbitan Izin Lingkungan dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang ^tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan ^Pemerintah ini atau tidak diatur secara khusus dalam Peraturan Pemerintah ini. Paragraf 4 Pemenuhan Komitmen Izin Mendirikan Bangunan Gedung Pasat72 (l) Dalam rangka pemenuhan Komitmen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) huruf d, Pelaku Usaha melalui Lembaga OSS mengajukan penyelesaian IMB kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang bangunan gedung, gubernur, atau bupati/wali kota sesuai kewenangannya ^paling lama 30 (tiga puluh) Hari sejak Lembaga OSS menerbitkan IMB. (21 Dalam hal IMB memerlukan penyelesaian dokumen Amdal, Pelaku Usaha mengajukan penyelesaian IMB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 30 ^(tiga puluh) Hari sejak Komitmen Amdal dipenuhi. (3) Pemenuhan Komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pelaku Usaha dengan melengkapi:


    5. tanda bukti status kepemilikan hak atas tanah atau tanda bukti perjanjian pemanfaatan tanah;

    6. data . (41 (s) 40 b. data pemilik bangunan gedung; dan

    7. rencana teknis bangunan gedung, Dalam hal IMB memerlukan persyaratan Amdal, pemenuhan Komitmen sebagaimana dimaksud pada ayat (l) disesuaikan dengan penyelesaian dokumen Amdal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Rencana teknis bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c harus mendapatkan pertimbangan teknis dari:

    8. tim ahli bangunan gedung atau profesi ahli bangunan gedung dalam hal IMB memerlukan persyaratan Amdal, bangunan gedung merupakan bangunan tidak sederhana untuk kepentingan umum, dan bangunan gedung khusus;

    9. profesi ahli bangunan gedung dalam hal IMB tidak memerlukan persyaratan Amdal. Pertimbangan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a termasuk pertimbangan teknis sektor sesuai dengan fungsi bangunan gedung.

      Pasal 73

      Pemerintah Daerah kabupaten/kota menyampaikan surat keterangan rencana kabupaten/kota dalam bentuk digital ke Lembaga OSS. Lembaga OSS memuat surat keterangan rencana kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam sistem OSS. Surat keterangan rencana kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menjadi dasar penyusunan rencana teknis bangunan gedung untuk kegiatan berusaha.

      (6)

      (l) (21 (3)


      Pasal 74
      (1)

      (21 PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA 4t-


      Pasal 74

      Tim ahli bangunan gedung sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2OO2 tentang Bangunan Gedung, harus dimaknai sebagai tim ahli bangunan gedung atau profesi ahli bangunan gedung bersertifikat. Profesi ahli bangunan gedung bersertifikat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang bangunan gedung. Pasal 75 (1) Dalam rangka pengoperasian bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) huruf c pemilik bangunan gedung wajib memiliki sertifikat laik fungsi. (21 Sertifikat laik fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh Lembaga OSS berdasarkan hasil pemeriksaan kelaikan fungsi bangunan gedung oleh profesi ahli bangunan gedung bersertifikat paling lama 3 (tiga) Hari.


      Pasal 76

      Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2OO2 tentang Bangunan Gedung yang mengatur mengenai IMB dan sertifikat laik fungsi dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini atau tidak diatur secara khusus dalam Peraturan Pemerintah ini. Bagian Kelima .

      (1)

      42 Bagran Kelima Pembayaran Biaya Perizinan Berusaha Pasal TT Segala biaya Perizinan Berusaha yang merupakan:


    10. penerimaan negara bukan pajak;

    11. bea masuk dan/atau bea keluar;

    12. cukai; dan/atau

    13. pajak daerah atau retribusi daerah, wajib dibayar oleh Pelaku Usaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibayarkan oleh Pelaku Usaha sebagai bagian dari pemenuhan Komitmen. Peiaku Usaha yang telah meiakukan pembayaran biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengunggah bukti pembayaran ke dalam sistem OSS. Pelaksanaan pembayaran biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat difasilitasi melalui sistem OSS. Pelaku Usaha yang tidak melakukan kewajiban pembayaran biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Izin Usaha dan Izin Komersial atau Operasional yang telah diberikan dinyatakan batal. Bagian Keenam Fasilitasi Perizinan Berusaha

      Pasal 78

      Lembaga OSS, kementerian, Iembaga, dan Pemerintah Daerah memberikan fasilitasi Perizinan Berusaha kepada Pelaku Usaha terutama usaha mikro, kecil, dan menengah. Fasilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:


    14. pelayanan informasi yang berkaitan dengan Perizinan Berusaha; dan (21 (3) (41 (s) (1) (21 b. bantuan .

    15. bantuan untuk mengakses laman OSS datam rangka mendapatkan Perizinan Berusaha. Dalam rangka memberikan fasilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Lembaga OSS, kementerian, lembaga, dan Pemerintah Daerah menyediakan tempat pelayanan dan petugas. Fasilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dikenakan biaya. Bagian Ketujuh Masa Berlaku Perizinan Berusaha

      Pasal 79

      Izin Usaha berlaku selama Pelaku Usaha menjalankan usaha dan/atau kegiatannya, kecuali diatur lain dalam undang-undang. Izin Komersial atau Operasional berlaku sesuai dengan j angka waktu yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur masing-masing izin. Pasal 80 Pelaku Usaha yang telah memiliki Perizinan Bemsaha, dapat mengembalikannya kepada menteri, pimpinan lembaga, gubernur, atau bupati/wali kota sebelum jangka waktu Perizinan Berusaha berakhir. Pengembalian Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menghilangkan kewajiban Pelaku Usaha yang melekat dalam Perizinan Benrsaha tersebut. Bagian Kedelapan Pengawasan atas Peiaksanaan Perizinan Berusaha Pasal 81 (l) Kementerian, lembaga, dan/atau Pemerintah Daerah wajib melakukan pengawasan atas:


    16. pemenuhan Komitmen;

      (3)
      (4)
      (1)

      (21 (1) (2t b. pemenuhan PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA b. pemenuhan standar, sertifikasi, lisensi dan/atau pendaftaran; dan/atau

    17. usaha dan/atau kegiatan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. l2l ^Dalam ^hal ^hasil ^pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditemukan ketidaksesuaian atau penyimpangan, kementerian, lembaga, dan/atau Pemerintah Daerah mengambil tindakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa:

    18. peringatan;

    19. penghentian sementara kegiatan berrrsaha;

    20. pengenaan denda administratif; dan/atau

    21. pencabutan Perizinan Berusaha, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan melalui sistem OSS oleh kementerian, lembaga, dan/atau Pemerintah Daerah kepada Lembaga OSS. Lembaga OSS berdasarkan penyampaian kementerian, lembaga, dan/atau Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) melakukan penghentian sementara atau pencabutan Perizinan Berusaha.

      Pasal 82

      Kementerian, lembaga, dan/atau Pemerintah Daerah dalam melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 ayat (1) dapat bekerja sama dengan profesi sesuai dengan bidang pengawasan yang dilakukan oleh kementerian, lembaga, dan/atau Pemerintah Daerah. Profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memiliki sertifikat keahlian sesuai dengan bidang yang diperlukan.

      (4)

      (s) (1) (21


      Pasal 83

      (l) (2t 45


      Pasal 83

      Menteri, pimpinan lembaga, gubernur dan/atau bupati/wali kota wajib melakukan pengawasan terhadap aparatur sipil negara dalam pelaksanaan Perizinan Berusaha sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Aparatur sipil negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang tidak melaksanakan tugas dan fungsinya dalam pelaksanaan Perizinan Berusaha, dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang aparatur sipil negara. BAB IV REFORMASI PERIZINAN BERUSAHA SEKTOR (1) (21


      Pasal 84

      Dalam rangka percepatan pelayanan berusaha melalui sistem OSS dilakukan reformasi peraturan Perizinan Berusaha. Reformasi peraturan Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:


    22. pengaturan kembali jenis perizinan, pendaftaran, rekomendasi, persetujuan, penetapan, standar, sertilikasi, atau lisensi;

    23. penahapan untuk memperoleh perizinan; dan

    24. pemberlakuan Komitmen pemenuhan persyaratan. Pengaturan kembali jenis perizinan, pendaftaran, rekomendasi, persetujuan, penetapan, standar, sertifikasi, atau lisensi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilakukan melalui:

    25. pengklasifikasian;

    26. penghapusan;

    27. penggabungan;

    28. perubahan nomenklatur; atau

    29. penyesuaian persyaratan.

      (3)
      (4)

      Penahapan (4) (s) Penahapan untuk memperoleh perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b terdiri atas:

    30. Pendaftaran;

    31. pemberian Izin Usaha; dan

    32. pemberian lzin Komersial atau Operasional. Pemberlakuan Komitmen pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dilakukan untuk melakukan usaha dan/atau kegiatan sesuai dengan Izin Usaha atau lzin Komersial atau Operasional yang telah diterbitkan.

      Pasal 85

      Pelaksanaan reformasi peraturan Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84 terdiri atas Perizinan Berusaha pada:


    33. sektor ketenagalistrikan;

    34. sektor pertanian;

    35. sektor lingkungan hidup dan kehutanan;

    36. sektor pekerjaan umum dan perumahan ralqrat; sektor kelautan dan perikanan; sektor kesehatan; sektor obat dan makanan; sektor perindustrian; sektor perdagangan; sektor perhubungan; sektor komunikasi dan informatika; sektor keuangan; sektor pariwisata; sektor pendidikan dan kebudayaan; sektor pendidikan tinggi; sektor agama dan keagamaan; sektor ketenagakerjaan; sektor kepolisian; sektor perkoperasian dan usaha mikro, kecil, menengah; dan p.

    37. r. s.

    38. sektor .

      (1)

      (21 R E P u JtTnt t,',?o=f; * . r, o t. sektor ketenaganukliran, yang tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini.

      Pasal 86

      Pelaksanaan Perizinan Berusaha yang tidak termasuk dalam Pasal 85 dilaksanakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan sektor bersangkutan. Menteri koordinator yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perekonomian melakukan evaluasi dan reformasi atas peraturan Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling lama 6 (enam) bulan sejak Peraturan Pemerintah ini diundangkan.


      Pasal 87

      Ketentuan Perizinan Berusaha pada sektor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 yang telah ada sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini diatur dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini.


      Pasal 88

      Dalam rangka pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini, menteri dan pimpinan lembaga men5rusun dan menetapkan standar Perizinan Berusaha di sektornya masing-masing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Standar Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup norma, standar, prosedur, dan kriteria Perizinan Berusaha. Menteri dan pimpinan lembaga dalam men5rusun standar Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berkoordinasi dengan menteri dan pimpinan lembaga lain. Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) difasilitasi oleh menteri koordinator yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perekonomian.


      (1)
      (2)
      (3)
      (4)
      (5)

      Standar (s) (1) l2l Standar Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (l) ditetapkan paling lama 15 (lima belas) Hari sejak diundangkannya Peraturan Pemerintah ini.

      Pasal 89

      Dalam rangka peiaksanaan standar Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88, menteri, pimpinan lembaga, gubernur, dan bupati/wali kota mencabut dan menyatakan tidak berlaku seluruh peraturan dan/atau keputusan yang mengatur mengenai norma, standar, prosedur, dan kriteria Perizinan Berusaha yang menjadi kewenangannya, yang tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah ini. Pencabutan peraturan dan/atau keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan paling lama 15 (lima belas) Hari sejak diundangkannya Peraturan Pemerintah ini. BAB V O N L I N E SI]VG'E SUBMISSIO/V Bagian Kesatu Sistem Online Single Submission


      Pasal 90

      Pemerintah Pusat membangun, mengembangkan, dan mengoperasionalkan sistem OSS. Sistem OSS terintegrasi dan menjadi gerbang (gatewagl dari sistem pelayanan pemerintahan yang telah ada pada kementerian/lembaga dan Pemerintah Daerah. Sistem OSS menjadi acuan utama (single reference) dalam pelaksanaan P eizinan Berusaha. Dalam hal kementerian, lembaga, Pemerintah Daerah provinsi, atau Pemerintah Daerah kabupaten/kota memiliki lebih dari 1 (satu) sistem perizinan elektronik, maka sistem OSS melakukan integrasi pada 1 (satu) pintu sistem perizinan elektronik yang ditentukan oleh kementerian, lembaga, Pemerintah Daerah provinsi, atau Pemerintah Daerah kabupaten/ kota.


      (1)

      (2t (3) (4) Pasal 91

      (1)

      (21 (3) Pasal 9l Kementerian/lembaga, Pemerintah Daerah provinsi, dan Pemerintah Daerah kabupaten/kota menggunakan sistem OSS dalam rangka pemberian Perizinan Berusaha yang menjadi kewenangannya masing-masing. Penggunaan sistem OSS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengikuti standar integrasi sistem OSS. Standar integrasi sistem OSS sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencakup paling sedikit:

    39. standar otentikasi dan pengaturan hak akses dari dan ke sistem OSS;

    40. standar elemen data perizinan antar sistem Perizinan Berusaha dengan sistem OSS;

    41. standar model integrasi antar sistem Perizinan Berusaha dengan sistem OSS;

    42. standar keamanan bersama dan tanda tangan digital antar sistem Perizinan Berusaha dengan sistem OSS; dan

    43. standar seruice leuel agreement antar sistem Perizitan Berusaha dengan sistem OSS. Penetapan kelayakan standardisasi integrasi sistem OSS dilakukan melalui proses uji kelayakan integrasi, yang meliputi proses penelaahan teknis dan operasi atas aspek yang mencakup:

    44. kelayakan spesifikasi standar teknis aplikasi dan data;

    45. kelayakan standar prosedur operasi dan bisnis proses; kelayakan standar infrastruktur sistem perizinan; dan

    46. kelayakan standar dukungan layanan. Kelayakan standardisasi integrasi sistem OSS dituangkan dalam bentuk sertifikasi uji laik integrasi. Sertifrkat uji iaik integrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditetapkan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informatika.

      (4)
      1. (s) (6)

        Pasal 92

        (u


        Pasal 92

        Perangkat sistem OSS meliputi:


    47. perangkat keras;

    48. perangkat lunak;

    49. ^jaringan; dan

    50. perangkatpendukung. Perangkat sistem OSS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beroperasi secara penuh selama 24 (dta puluh empat) jam. Perangkat sistem OSS sebagaimana dimaksud pada ayat (l) harus memiliki cadangan perangkat yang beroperasi secara berkesinambungan untuk menjaga kelangsungan operasional sistem OSS. Perangkat sistem OSS sebagaimana dimaksud pada ayat (l) disediakan oleh Lembaga OSS, kementerian, Iembaga, Pemerintah Daerah provinsi, atau Pemerintah Daerah kabupaten/ kota secara mandiri. Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang komunikasi dan informatika menetapkan standar perangkat sistem OSS. Bagian Kedua Lembaga Online Single Submrlssion

      Pasal 93

      Sistem OSS dikelola oleh Lembaga OSS. Pasal 94 (1) Lembaga OSS berdasarkan Peraturan Pemerintah ini, berwenang untuk:


    51. menerbitkan Perizinan Berusaha melalui sistem OSS;

    52. menetapkan kebijakan pelaksanaan ^peitzinan Berusaha melalui sistem OSS; (2t (3) (4) (s) c. menetapkan .

    53. menetapkan petunjuk pelaksanaan penerbitan Perizinan Berusaha pada sistem OSS;

    54. mengelola dan mengembangkan sistem OSS; dan

    55. bekerja sama dengan pihak lain dalam pelaksanaan, pengelolaan, dan pengembangan sistem OSS. (21 Pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan berkoordinasi dengan menteri, pimpinan lembaga, gubernur, dan/atau bupati/wali kota. (3) Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (21 difasilitasi oleh menteri koordinator yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perekonomian. Bagian Ketiga Pendanaan Sistem Online Single Sr.rbmission Pasal 95 (l) Pendanaan pembangunan dan pengembangan sistem OSS dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. (21 Pendanaan pelaksanaan Perizinan Berusaha melalui sistem OSS pada kementerian/lembaga dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. (3) Pendanaan pelaksanaan Perizinan Berusaha melalui sistem OSS pada Pemerintah Daerah provinsi dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah provinsi. (4) Pendanaan pelaksanaan Perizinan Berusaha melalui sistem OSS pada Pemerintah Daerah kabupaten/kota dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota.

      Pasal 96

      Pendanaan pelaksanaan Perizinan Berusaha melalui sistem OSS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 mencakup:


    56. penyediaan peralatan untuk pelaksanaan sistem OSS;

    57. jaringan sistem OSS; dan

    58. sumber daya manusia untuk pelaksanaan sistem OSS. BAB VI BAB VI INSENTIF ATAU DISINSENTIF PELAKSANAAN PERIZINAN BERUSAHA MEI.ALUI ONLINE SINGLE SUBMISffOIV

      Pasal 97

      Pemerintah Pusat dapat menetapkan insentif atau mengenakan disinsentif bagi kementerian/lembaga, Pemerintah Daerah provinsi, atau Pemerintah Daerah kabupaten/kota yang melaksanakan Perizinan Berusaha melalui sistem OSS. Insentif bagi kementerian/ lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa tambahan anggaran dan/atau bentuk lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Insentif bagi pemerintah daerah provinsi atau Pemerintah Daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa Dana Insentif Daerah berdasarkan penilaian atas kinerja pelayanan pelaksanaan berusaha. Pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan kemampuan keuangan negara. Disinsentif bagi kementerian/lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengurangan anggaran dan/atau bentuk lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Disinsentif bagi Pemerintah Daerah provinsi atau Pemerintah Daerah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa penundaan Dana Alokasi Umum dan/atau Dana Bagi Hasil yang menjadi hak daerah bersangkutan dan bentuk lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penundaan Dana Alokasi Umum dan/atau Dana Bagi Hasil sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilakukan setelah mempertimbangkan besaran penyaluran Dana Alokasi Umum dan/atau Dana Bagi Hasil, sanksi pemotongan dan/atau penundaan lainnya, serta kapasitas fiskal daerah yang bersangkutan.

      (1)
      (2)
      (3)
      (4)

      (s) (6) (7) (8) Ketentuan m (8) Ketentuan pelaksanaan insentif dan disinsentif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan. BAB VII PEI{YELESAIAN PERMASALAHAN DAN HAMBATAN PERIZINAN BERUSAHA MELALUI ONLINE SINGLE SUBMISSIOff Pasal 98 (l) Menteri, pimpinan lembaga, gubernur, dan bupati/wali kota wajib menyelesaikan hambatan dan permasalahan dibidangnya dalam pelaksanaan Perizinan Berusaha melalui sistem OSS sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (21 Dalam hal peraturan perundang-undangan belum mengatur atau tidak jelas mengatur kewenangan untuk penyelesaian hambatan dan permasalahan dalam pelaksanaan sistem OSS, menteri, pimpinan lembaga, gubernur, dan bupati/wali kota berwenang untuk menetapkan keputusan dan/atau melakukan tindakan yang diperlukan dalam rangka penyelesaian hambatan dan permasalahan dimaksud sepanjang sesuai dengan Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik. pasal 99 (1) Dalam hal terdapat laporan dan/atau pengaduan dari masyarakat kepada menteri, pimpinan lembaga, gubemur, atau bupati/wali kota sebagai pelaksana sistem OSS atau kepada Kejaksaan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia mengenai penyimpangan atau penyalahgunaan tvewenang dalam pelaksanaan sistem OSS, penyelesaian dilakukan dengan mendahulukan proses administrasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di pemerintahan. bidang administrasi (2) Dalam (3) (21 Dalam hal laporan dan/atau pengaduan dari masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Kejaksaan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia meneruskan/ menyampaikan laporan masyarakat tersebut kepada menteri, pimpinan lembaga, gubernur, atau bupati/wali kota untuk dilakukan pemeriksaan. Menteri, pimpinan lembaga, gubernur, atau bupati/wali kota memeriksa laporan dan/atau pengaduan dari masyarakat, baik yang diterima oleh kementerian, lembaga, atau Pemerintah Daerah bersangkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maupun yang diteruskan oleh Kejaksaan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (21, dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) Hari terhitung sejak laporan masyarakat diterima. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditemukan indikasi penyalahgunaan wewenang, menteri, pimpinan lembaga, gubernur, atau bupati/wali kota meminta Aparat Pengawasan Intern Pemerintah untuk melakukan pemeriksaan/ audit lebih lanjut dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) Hari. Hasil pemeriksaan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat berupa:


    59. kesalahan administrasi yang tidak menimbulkan kerugian negara;

    60. kesalahan administrasi yang menimbulkan kerugian negara; atau

    61. tindak pidana yang bukan bersifat administratif. Dalam hal hasil pemeriksaan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah berupa kesalahan administrasi yang tidak menimbuikan kerugian negara sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a, penyelesaian dilakukan melalui penyempurnaan administrasi paling lambat 10 (sepuluh) Hari terhitung sejak hasil pemeriksaan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah disampaikan. l4l (s) (6) (7) Dalam . (7t (8) (e) Dalam hal hasil pemeriksaan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah berupa kesalahan administrasi yang menimbulkan kerugian negara sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b, penyelesaian dilakukan melalui penyempurnaan administrasi dan pengembalian kerugian negara paling lambat 10 (sepuluh) Hari terhitung sejak hasil pemeriksaan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah . disampaikan. Penyelesaian hasil pemeriksaan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dan ayat {71 disampaikan oleh menteri, pimpinan lembaga, gubernur, atau bupati/wali kota kepada Kejaksaan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lambat 5 (lima) Hari terhitung sejak hasil pemeriksaan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah disampaikan. Dalam hal hasil pemeriksaan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah berupa tindak pidana yang bukan bersifat administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf c, menteri, pimpinan lembaga, gubernur, atau bupati/wali kota dalam jangka waktu paling lambat 5 (lima) Hari terhitung sejak hasil pemeriksaan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah disampaikan, menyampaikan kepada Kejaksaan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (2), untuk ditindak lanjuti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB VIII SANKSI Pasal 100 (1) Gubernur dan bupati/wali kota yang tidak memberikan pelayanan pemenuhan Komitmen Izin Usaha dan/atau Izin Komersial atau Operasional sesuai OSS kepada Pelaku Usaha yang telah memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah ini dan peraturan perundang-undangan terkait dikenai sanksi.

      (2)

      Sanksi .

      (2)
      (3)

      Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa teguran tertulis kepada:

    62. gubernur oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri; dan

    63. bupati/wali kota oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat. Teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan sebanyak 2 (dua) kali dengan jangka waktu masing-masing paiing lama 2 (dua) Hari. (4) Dalam hal gubernur dan bupati/wali kota tidak memberikan pelayanan pemenuhan Komitmen Izin Usaha dan/atau Izin Komersial atau Operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah disampaikan 2 (dua) kali bertunrt-turut:

    64. menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri mengambil alih penyelesaian pemenuhan Komitmen lzin Usaha dan/atau Izin Komersial atau Operasional menjadi kewenangan gubernur melimpahkannya kepada Lembaga OSS; atau

    65. gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat mengambil alih penyelesaian pemenuhan Komitmen Izin Usaha dan/atau Izin Komersial atau Operasional ^yang menjadi kewenangan bupati/wali kota dan meiimpahkannya kepada lembaga OSS.

      Pasal 101

      Menteri, pimpinan lembaga, gubemur, dan/atau bupati/ wali kota mengenakan sanksi kepada pejabat yang tidak memberikan pelayanan OSS sesuai standar OSS. Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang aparatur sipil negara. yang dan (1) (2t BAB IX BAB IX KETENTUAN LAIN-LAIN


      Pasal 102

      Penggunaan data OSS antarkementerian, lembaga, dan/atau Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian Perizinan Berusaha melalui sistem OSS, tidak dikenakan biaya. BAB X KETENTUAN PERALIHAN


      Pasal 103

      Perizinan Berusaha yang telah diajukan oleh Pelaku Usaha sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini dan belum diterbitkan Perizinan Berusahanya, diproses melalui sistem OSS sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini. Pasal 104 Pelaku Usaha yang telah mendapatkan Izin Usaha dan/atau lzin Komersial atau Operasional sebelum Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku dan memerlukan lzin Usaha dan/atau Izin Komersial atau Operasional yang baru untuk pengembangan usaha, diatur ketentuan sebagai berikut:


    66. pengajuan dan penerbitan Perizinan Berusaha untuk pengembangan usaha dan/atau kegiatan atau komersial atau operasional dilakukan melalui sistem OSS dengan melengkapi data, Komitmen, dan/atau pemenuhan Komitmen sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini;

    67. lzin Usaha dan/atau lzin Komersial atau Operasional yang telah diperoleh dan masih berlaku sesuai bidang usaha dan/atau kegiatan tetap berlaku dan didaftarkan ke sistem OSS;

    68. Pelaku Usaha diberikan NIB sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini. BAB xI (l) (21 BAB XI KE"TENTUAN PENUTUP

      Pasal 105

      Dalam hal Lembaga OSS belum dapat melaksanakan pelayanan Perizinan Berusaha dan pengelolaan sistem OSS sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah ini, pelayanan Perizinan Berusaha dan pengelolaan sistem OSS dimaksud dilaksanakan oleh kementerian koordinator yang menyelenggarakan urusarl pemerintahan di bidang perekonomian. Pelayanan Perizinan Berusaha dan pengelolaan sistem OSS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sampai dengan ditetapkannya pengalihan pengelolaan sistem OSS kepada lembaga pemerintah non kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang koordinasi penanaman modal berdasarkan keputusan menteri koordinator yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perekonomian.


      Pasal 106

      Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, semua ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pelayanan Perizinan Berusaha dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini atau tidak diatur secara khusus dalam Peraturan Pemerintah ini.


      Pasal 107

      Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar . Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 21 Juni 2018 ttd JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 21 Juni 2018 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd YASONNA H. LAOLY LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2018 NOMOR 90 PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24TAHUN 2018 TENTANG PELAYANAN PERIZINAN BERUSAHA TERINTEGRASI SECARA ELEKTRONIK I. UMUM Dalam rangka percepatan dan peningkatan penanaman modal dan berusaha, Perizinan Berusaha yang diterbitkan oleh kementerian / lembaga dan Pemerintah Daerah untuk memulai, melaksanakan, dan mengembangkan usaha dan/atau kegiatan, perlu ditata kembali agar menjadi pendukung dan bukan sebaliknya menjadi hambatan perkembangan usaha dan/atau kegiatan. Penataan kembali dilakukan pada sistem pelayanan, dan regulasi sesuai dengan tuntutan dunia usaha, perkembangan teknologi, dan persaingan global. Penataan kembali sistem pelayanan dilakukan terutama pada Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP). Hal ini mengingat berdasarkan Pasal 25 ayat (4) undang-Undang Nomor 2s rahun 2oor tentang Penanaman Modal, perusahaan penanaman modal yang akan melakukan usaha dan/atau kegiatan wajib memperoleh izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dari instansi yang memiliki kewenangan, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang. Selanjutnya pada ayat (5) diatur bahwa pelayanan terhadap izin untuk melakukan usaha dan/atau kegiatan tersebut dilakukan melalui PTSP. Pelayanan PTSP pada Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah disempurnakan menjadi lebih elisien, melayani, dan modern. Salah satunya yang paling signifikan adalah penyediaan sistem Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik (Online Single Submission OSS). Melalui OSS tersebut, Pelaku Usaha melakukan Pendaftaran dan mengurus penerbitan Izin Usaha dan penerbitan Izin Komersial dan/atau Operasional secara terintegrasi. Melalui OSS itu pula, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menerbitkan Perizinan Berusaha yang diajukan oleh Pelaku Usaha. Penataan Penataan kembali regulasi penanaman modal dan berusaha perlu dilakukan dalam rangka memberikan dasar hukum bagr penerbitan Perizinan Berusaha yang ditakukan secara terintegrasi dan elektronik, serta penataan kembali perizinan dan/atau persyaratan lainnya bagi Pelaku Usaha yang tersebar dalam berbagai peraturan perundang- undangan. Penyempurnaan regulasi ini dilakukan berdasarkan:


  10. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengatur bahwa Presiden memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar. 2. Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengatur bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai Pemerintahan Daerah, yang diatur dengan undang-undang. Selanjutnya pada ayat (21 diatur bahwa Pemerintahan Daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. 3. Pasal 18A ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengatur bahwa hubungan wewenang antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah provinsi, kabupaten, dan kota atau antara provinsi dan kabupaten dan kota yang pelaksanaannya diatur dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah. 4. Sebagai pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan di daerah, telah ditetapkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2Ol4 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 20L4 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2OL4 diatur beberapa prinsip dasar antara lain:

    1. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Pasal 1 angka 2);

    2. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urLrsan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom (Pasal I angka 3);

    3. Urusan c. Urusan Pemerintahan adalah kekuasaan pemerintahan yang menjadi kewenangan Presiden yang pelaksanaannya dilakukan oleh kementerian negara dan penyelenggara ^pemerintahan Daerah untuk melindungi, melayani, memberdayakan, dan menyejahterakan masyarakat (Pasal 1 angka 5);

    4. Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan kekuasaan pemerintahan tersebut diuraikan dalam berbagai urusan pemerintahan (Pasal 5);

    5. Pemerintah Pusat menetapkan kebijakan sebagai dasar dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan (pasal 6);

    6. Pemerintah Pusat melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh daerah dan Presiden memegang tanggung jawab akhir atas penyelenggaraan urusan pemerintahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat dan daerah (Pasal 7);

    7. Dalam penyelenggaraan urLlsan Pemerintahan Daerah, kepala daerah wajib memberikan pelayanan perizinan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan apabila kepala daerah tidak memberikan pelayanan perizinan dikenai sanksi administratif (Pasal 350). Penyempurnaan regulasi dituangan dalam bentuk penyusunan Peraturan Pemerintah tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik yang mengatur ketentuan mengenai:

  11. ^jenis, pemohon, dan penerbit Perizinan Berusaha;

  12. pelaksanaan Perizinan Berusaha;

  13. reformasi Perizinan Berusaha sektor;

  14. sistem OSS;

  15. Lembaga OSS;

  16. pendanaan OSS;

  17. insentif atau disinsentif pelaksanaan perizinan Berusaha melalui OSS; 8' penyelesaian permasalahan dan hambatan perizinan Berusaha melalui OSS; dan

  1. sanksi. Berdasarkan pertimbangan di atas, perlu ditetapkan peraturan Pemerintah tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi secara Elektronik. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas.
    Pasal 2

    PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -4- Pasal 2 Cukup jelas. Pasal 3 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait" adalah peraturan perundang-undangan yang mengatur Perizinan Berusaha yang menjadi kewenangan menteri, pimpinan lembaga, gubernur, dan/atau bupati/wali kota sepanjang belum diganti dan tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 4 Cukup jelas. Pasal 5 lzin pada sektor dengan nomenklatur lain yang ditujukan untuk memulai kegiatan usaha sampai sebelum pelaksanaan komersial atau operasional dengan memenuhi persyaratan dan/atau Komitmen harus dimaknai dengan nomenklatur lzin Usaha sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah ini. lzin pada sektor dengan nomenklatur lain yang ditujukan untuk melakukan kegiatan komersial atau operasional harus dimaknai dengan nomenklatur Izin Komersial atau Operasional sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah ini. Untuk kegiatan tertentu lzin Usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini sekaligus menjadi Izin Komersial atau operasional. Contoh Izin Usaha Perdagangan yang merupakan lzin Usaha sekaligus merupakan rzin Komersial atau operasional untuk kegiatan perdagangan. Pasal 6 Cukup jelas. Pasal 7 Cukup jelas.


    Pasal 8

    Pasal 8 Cukup ^jelas. Pasal 9 Cukup ^jelas. Pasal 1O Contoh Badan hukum lainnya yang dimiliki oleh negara antara lain: Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan, dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan. Pasal 11 Cukup ^jelas. Pasal 12 kmbaga penyiaran terdiri atas: lembaga penyiaran publik, lembaga penyiaran swasta, lembaga penyiaran komunitas, dan lembaga penyiaran berlangganan. Pasal 13 Cukup ^jelas. Pasal 14 Cukup ^jelas. Pasal 15 Cukup ^jelas. Pasal 16 Cukup ^jelas. Pasal 17 Cukup ^jelas. Pasal 18 Cukup ^jelas. Pasal 19 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "dokumen lain yang berkaitan dengan Perizinan Berusaha" adalah sertifikat, rekomendasi, lisensi, hasil pengujian, dan lainnya yang diperlukan untuk mendapatkan Perizinan Berusaha. Ayat (21 Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (4) Cukup ^jelas. Ayat (5) Cukup ^jelas. Ayat (6) Cukup ^jelas. Pasal 20 Cukup ^jelas. Pasal 21 Cukup ^jelas. Pasal 22 Ayat (1) Huruf a Yang dimaksud dengan "NIK adalah nomor induk kependudukan yang diberikan oleh Pemerintah Pusat kepada setiap penduduk sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang administrasi kependudukan. Huruf b Cukup ^jelas. Humf c Yang dimaksud dengan 'bidang usaha" yaitu bidang usaha yang diatur dalam Klasihkasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLr). Huruf d Cukup ^jelas. Huruf e *r,u J.Tntt,loot5^ r'o -7 - Huruf e Yang dimaksud dengan "modal" yaitu aset dalam bentuk uang atau bentuk lain bukan uang yang dimiliki oleh penanam modal yang mempunyai nilai ekonomis. Huruf f Yang dimaksud dengan "rencana penggunaan tenaga kerja" yaitu jumlah, jenis, dan sumber tenaga kerja. Sumber tenaga kerja termasuk penggunaan tenaga kerja asing dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan. Huruf g Yang dimaksud dengan ^unomor kontak" yaitu alamat surat men)rurat, nomor telepon, email, website, dan/atau kotak pos. Huruf h Yang dimaksud dengan "fasilitas kepabeanan" yaitu fasilitas yang berkaitan dengan pemasukan dan pengeluaran barang dari dan/atau ke wilayah pabean. Huruf i NPWP yang dimasukkan merupakan NPWP yang telah diadministrasikan pada Direktorat Jenderal Pajak. Ayat (21 Huruf a Cukup ^jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan "bidang usaha' yaitu bidang usaha yang diatur dalam Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLr). Huruf c Yang dimaksud dengan 'jenis penanaman modal' yaitu penanaman modal dalam negeri atau penanaman modal asing sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Huruf d Cukup ^jelas. Huruf e Cukup ^jelas. Huruf f . PR ES IDEN REPUBLIK INDONESIA -8- Huruf f Yang dimaksud dengan "modal" yaitu aset dalam bentuk uang atau bentuk lain bukan uang yang dimiliki oleh penanam modal yang mempunyai nilai ekonomis, yang dapat terdiri dari modal asing dan/atau modal dalam negeri. Modal asing adalah modal yang dimiliki oleh negara asing, perseorangan warga negara asing, badan usaha asing, badan hukum asing, dan/atau badan hukum Indonesia yang sebagian atau seluruh modalnya dimiliki oleh pihak asing. Modal dalam negeri adalah modal yang dimiliki oleh negara Republik Indonesia, perseorangan warga negara Indonesia, badan hukum atau tidak berbadan hukum. Huruf g Yang dimaksud dengan ^urencana penggunaan tenaga kerja" yaitu jumlah, jenis, dan sumber tenaga kerja. Sumber tenaga kerja termasuk penggunaan tenaga kerja asing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan. Huruf h Yang dimaksud dengan ^unomor kontald yaitu alamat surat menyurat, nomor telepon, email, website, dan/atau kotak pos. Huruf i Yang dimaksud dengan "fasilitas kepabeanan" yaitu fasilitas yang berkaitan dengan pemasukan dan pengeluaran barang dari dan/atau ke wilayah pabean. Hurufj Cukup ^jelas. Huruf k Cukup ^jelas. Ayat (s) Cukup ^jelas. Ayat (4) Cukup ^jelas.


    Pasal 23

    Pasal 23 Dalam hal pelaku usaha yang mendaftar belum memiliki NPWP, OSS yang terintegrasi dengan sistem di Direktorat Jenderal Pajak memproses pemberian NPWP. Pasal 24 Cukup ^jelas. Pasal 25 Cukup ^jelas. Pasal 26 Huruf a Cukup ^jelas. Huruf b API terdiri atas angka pengenal importir umum (API-U) dan angka pengenal importir produsen (API-P). API-U diberikan kepada Pelaku Usaha yang melakukan pendaftaran di bidang usaha perdagangan dan dipergunakan oleh Pelaku Usaha untuk meiakukan kegiatan impor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. API-P diberikan kepada Pelaku Usaha yang melakukan pendaftaran di bidang usaha selain perdagangan dan dipergunakan oleh Pelaku Usaha untuk melakukan kegiatan impor sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam hal Pelaku Usaha melakukan usaha lebih dari 1 (satu) bidang usaha dan salah satunya bidang usaha perdagangan maka Pelaku Usaha diberikan pilihan menentukan ^jenis API. Huruf c Hak akses kepabeanan diberikan kepada Pelaku Usaha yang melaksanakan kegiatan usaha sebagai pengusaha barang kena cukai dan/atau menggunakan fasilitas kepabeanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 27 Cukup ^jelas. Pasal 28 Cukup ^jelas. Pasal 29 Cukup ^jelas. Pasal 30 . Pasal 30 Cukup ^jelas. Pasal 31 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "prasarana' adalah segala sesuatu yang merupakan penunjang utama terselenggaranya suatu usaha dan/atau kegiatan. Contoh: gedung, pabrik, unit pengolahan limbah dan lahan. Ayat (3) Yang dimaksud dengan ^umenguasai" termasuk sewa, ^pinjam meminjam, atau bentuk lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 32 Cukup ^jelas. Pasal 33 Ayat (1) Huruf a Cukup ^jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan 'kawasan ekonomi khusus" adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu. Yang dimaksud dengan "kawasan industri' adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh perusahaan kawasan industri. Yang dimaksud dengan "kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas" adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari daerah pabean sehingga bebas dari pengenaan bea masuk, pajak pertambahan nilai, pajak penjualan atas barang mewah, dan cukai. Dalam Dalam rangka penerbitan Izin Lokasi di kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas, Badan pengusahaan Kawaian Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas menyusun zonasi wilayah untuk usaha dan/atau kegiatan. Huruf c Cukup ^jelas. Huruf d Cukup ^jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Yang dimaksud dengan "proyek strategis nasional" adalah proyek yang dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan/atau badan usaha yang memiliki sifat strategis untuk peningkatan pertumbuhan dan pemerataan pembangunan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pembangunan daerah. Daftar proyek strategis nasional ditetapkan dengan Peraturan Presiden. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^je1as. Ayat (4) Cukup ^jelas. Ayat (5) Cukup ^jelas. Pasal 34 Cukup ^jelas. Pasal 35 Cukup ^jelas. Pasal 36 Cukup ^jelas.


    Pasal 37

    Pasal 37 Cukup ^jelas. Pasal 38 Cukup ^jelas. Pasal 39 Yang dimaksud dengan ^oKomitmen' antara lain berupa pemenuhan standar obat dan makanan yang dibuktikan dengan pemeriksaan terhadap sarana produksi dalam rangka pemenuhan "Good Manufactuing Practice (GMP)" oleh lembaga yang berwenang. Yang dimaksud dengan "standar, sertifikat, dan/atau lisensi" antara lain berupa sertifikat kelayakan pengolahan (SKP), sertifikat produksi alat kesehatan dan sertifikat hggiene dan sanitasi, dan/atau lisensi personel bandar udara. Yang dimaksud dengan 'pendaftaran barang/jasa' antara lain berupa izin ed,ar obat, izin edar alat kesehatan, pendaftaran barang kesehatan, keselamatan, dan keamanan lingkungan (K3L). Pasal 40 Cukup ^jelas. Pasai 4 1 Cukup ^jelas. Pasal 42 Cukup ^jelas. Pasal 43 Cukup ^jelas. Pasal 44 Cukup ^jelas. Pasai 45 Cukup ^jelas. Pasal 46 Cukup ^jelas.


    Pasal 47

    m Pasal 47 Cukup ^jelas. Pasal 48 Cukup ^jelas. Pasal 49 Cukup ^jelas. Pasal 50 Cukup ^jelas. Pasal 5l Cukup ^jelas. Pasal 52 Cukup ^jelas. Pasal 53 Cukup ^jelas. Pasal 54 Cukup ^jelas. Pasal 55 Cukup ^jelas. Pasal 56 Cukup ^jelas. Pasal 57 Cukup ^jelas. Pasal 58 Cukup ^jelas. Pasal 59 Cukup ^jelas. Pasal 60 Cukup ^jelas. Pasal 61 Cukup ^jelas. Pasal 62 Cukup ^jelas. Pasal 63 Yang dimaksud dengan "bahan berbahaya dan beracun" yaitu zat, energi, dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lain. Pasal 64 Cukup ^jelas. Pasal 65 Cukup ^jeias. Pasal 66 Cukup ^jelas. Pasal 67 Cukup ^jelas. Pasal 68 Cukup ^jelas. Pasal 69 Cukup ^jelas. Pasal 70 Cukup ^jelas. Pasal 7 I Cukup ^jelas. Pasa|72 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (a) Ayat (4) Cukup ^jelas. Ayat (5) Cukup ^jelas. Ayat (6) Pertimbangan teknis sektor diperlukan untuk fungsi bangunan gedung tertentu antara lain seperti bangunan gedung rumah sakit. Pasal 73 Cukup ^jelas. Pasal 74 Cukup ^jelas. Pasal 75 Cukup ^jelas. Pasal 76 Cukup ^jelas. Pasal 77 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (4) Fasilitasi pembayaran biaya melalui sistem OSS tergantung kesiapan sistem dan mekanisme penerimaan negara bukan pajak, bea masuk dan/atau bea keluar, cukai, dan/atau pajak daerah atau retribusi daerah. Pelaksanaan pembayaran biaya untuk daerah dapat bekerjasama dengan pihak perbankan. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 78 Cukup ^jelas.


    Pasal 79 PRES I OEN REPUBLIK INDONESIA - 16- Pasal 79 Cukup ^jelas. Pasal 80 Cukup jelas. Pasal 81 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Pengawasan oleh kementerian, lembaga, dan/atau Pemerintah Daerah meliputi pengecekan: a. kesesuaian usaha dan/atau kegiatan; b. keabsahan dokumen; dan/atau c. kesesuaian standar, sertifikat, lisensi dan/atau pendaftaran. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (a) Cukup ^jelas. Ayat (5) Cukup ^jelas. Pasal 82 Cukup ^jelas. Pasal 83 Cukup jelas. Pasal 84 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Reformasi jenis penzinan yang menyangkut penghapusan atau penggabungan dilakukan terhadap perizinan yang tidak diperintahkan oleh Undang-Undang atau perizinan tersebut dinilai sudah tidak diperlukan atau tidak efektif apabila dilakukan. Perizinan Perizinan Berusaha yang berdasarkan peraturan pemerintah ini dilakukan penghapusan, penggabungan, atau perubahan nomenklatur Perizinan Berusaha namun sebelumnya telah ditetapkan sebagai penerimaan negara bukan pajak, pajak daerah atau retribusi daerah, Pelaku Usaha tetap melakukan pembayaran atas penerimaan negara bukan pajak, pajak daerah, atau retiibusi daerah berdasarkan ketentuan sebelum berlakunya peraturan Pemerintah ini. Ayat (4) Cukup ^jelas. Ayat (5) Cukup ^jelas. Pasal 85 Perizinan Berusaha pada sektor keuangan berupa perizinan Berusaha untuk perbankan dan non perbankan dilakukan di luar OSS oleh Otoritas Jasa Keuangan atau Bank Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Selain itu, Perizinan Berusaha pada sektor pertambangan, minyak dan gas bumi dilakukan di luar OSS oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertambangan, minyak, dan gas bumi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Pasal 86 Cukup jelas. Pasal 87 Cukup ^jelas. Pasal 88 Cukup jelas. Pasal 89 Cukup jelas. Pasal 9O Cukup ^jelas. Pasai 91 Cukup ^jelas. m Pasal 92 Cukup ^jelas. Pasal 93 Cukup ^jelas. Pasal 94 Cukup ^jelas. Pasal 95 Cukup ^jelas. Pasal 96 Cukup ^jelas Pasal 97 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "bentuk lain sesuai ^dengan ^ketentuan peraturan perundang-undangan" dapat berupa: a. peningkatan tunjangan kinerja; b. peningkatan kapasitas SDM; dan/atau c. peningkatan sarana dan prasarana ^yang ^terkait ^dengan peningkatan pelayanan Perizinan Berusaha. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (a) Cukup ^jelas. Ayat (5) Yang dimaksud dengan "bentuk lain sesuai dengan ^ketentuan peraturan perundang-undangan" dapat berupa: a. pengurangan anggaran; b. pengurangan atau penundaan tunjangan kinerja; dan/atau c. penajarnan f refocusing anggaran. Ayat (6) Cukup ^jelas. Ayat (7) Cukup ^jelas. Ayat (8) Cukup ^jelas. Pasal 98 Cukup ^jelas. Pasal 99 Cukup ^jelas. Pasal 100 Cukup jelas. Pasal 101 Cukup ^jelas. Pasal 102 Cukup ^jelas. Pasal 103 Cukup ^jelas. Pasal 104 Cukup ^jelas. Pasal 105 Cukup jelas. Pasal 106 Cukup ^jelas. Pasal 107 Cukup ^jelas. TAMBAHAN LEMBAMN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6215

Webmentions

Anda dapat memberikan tanggapan atas peraturan ini dengan like, retweet/repost pada tweet yang mencantumkan tautan pada laman ini.

Tanggapan (0):