Kecamatan

Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2018

Kerangka<< >>

Menimbang : Menimbang : Mengingat : PRtrS IDEN REPUEILIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK ^INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2018 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN ^YANG ^MAHA ^ESA bahwa untuk melaksanakan ketentuan ^Pasal ^228 ^dan Pasal 230 Undang-Undang Nomor ^23 ^Tahun 2014 ^tentang Pemerintahan Daerah, perlu menetapkan ^Peraturan Pemerintah tentang Kecamatan;

  1. Pasal 5 ayat {21 Undang-Undang ^Dasar ^Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

  2. Undang-Undang Nomor 23 ^Tahun ^2Ol4 ^tentang Pemerintahan Daerah ^(Lembaran ^Negara ^Republik Indonesia Tahun 2Ol4 Nomor 244, ^Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia ^Nomor ^5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah ^terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 ^Tahun 2015 ^tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang ^Nomor ^23 Tahun 2OL4 tentang Pemerintahan Daerah ^(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 ^Nomor ^58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 56791; MEMUTUSKAN: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG KECAMATAN. Menetapkan : BAB I BAB I KETENTUAN UMUM

    Pasal 1

    Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:


  3. Kecamatan atau yang disebut dengan nama lain adalah bagian wilayah dari daerah kabupaten/kota yang dipimpin oleh camat. 2. Kelurahan adalah bagian wilayah dari Kecamatan sebagai perangkat Kecamatan. 3. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri. BAB II KECAMATAN Bagian Kesatu Penataan Kecamatan

    Pasal 2

    Penataan Kecamatan meliputi:

    1. pembentukan Kecamatan;

    2. penggabungan Kecamatan; dan

    3. penyesuaian Kecamatan. Bagian Kedua Pembentukan Kecamatan Paragraf 1 Umum Pasal 3 (1) Pembentukan Kecamatan dilakukan melalui:

    4. pemekaran (21 (3) Kecamatan atau lebih; atau

    5. penggabungan bagian Kecamatan dari Kecamatan yang bersandingan dalam satu daerah kabupaten/ kota menjadi Kecamatan baru. Pembentukan Kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan dasar, persyaratan teknis, dan persyaratan administratif. Kecamatan dibentuk dengan Peraturan Daerah kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Paragraf 2 Persyaratan Dasar


    Pasal 4

    Persyaratan dasar pembentukan Kecamatan sebagaimana dimaksud daiam Pasal 3 ayat ^(2) meliputi:

    1. ^jumlah penduduk minimal;

    2. luas wilayah minimal;

    3. usia minimal Kecamatan; dan

    4. jumlah minimal desa/ Kelurahan yang menj adi cakupan. l2l ^Persyaratan ^dasar ^pembentukan ^Kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini.

      (1)

      Paragraf 3 $,# (i) (2) (3) (41 Paragraf 3 Persyaratan Teknis Pasal 5 Persyaratan teknis pembentukan Kecamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (21 meliputi:

    5. kemampuan keuangan daerah;

    6. sarana dan prasarana pemerintahan; dan

    7. persyaratan teknis lainnya. Kemampuan keuangan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupalan rasio belanja pegawai terhadap anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten/kota tiiak lebih dari 5O% (lima puluh persen). Sarana dan prasarana pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling sedikit sudah memiliki lahan untuk kantor camat dan lahan untuk sarana dan prasarana pendukung pelayanan publik lainnya. Persyaratan teknis lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:

    8. kejeiasan batas wilayah Kecamatan dengan menggunakan titik koordinat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

    9. nama Kecamatan yang akan dibentuk;

    10. lokasi calon ibu kota Kecamatan yang akan dibentuk; dan

    11. kesesuaian dengan rencana tata ruang wilayah. Paragraf 4 .#"i.ry Paragraf 4 Persyaratan Administratif Pasal 6 (1) Persyaratan administratif pembentukan Kecamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat ^(21 merupakan kesepakatan musyawarah desa dan/atau keputusan forum komunikasi Kelurahan atau ^yang disebut dengan nama lain di Kecamatan induk dan Kecamatan yang akan dibentuk. 12) ^Musyawarah ^desa ^sebagaimana ^dimaksud ^pada ayat (1) harus dihadiri oleh seluruh desa atau ^yang disebut dengan nama lain. (3) Keputusan forum komunikasi Kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disepakati secara musyawarah yang harus dihadiri oleh seluruh Kelurahan. Paragraf 5 Pembentukan Kecamatan Dalam Rangka Kepentingan Strategis Nasional Pasai 7 (1) Untuk kepentingan strategis nasional, Pemerintah Pusat dapat menugaskan kepada Pemerintah Daerah kabupaten/kota tertentu melalui gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat untuk membentuk Kecamatan. (21 Pembentukan Kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

    12. Kecamatan di kepulauan terpencil dan terluar;

    13. Kecamatan b. Kecamatan di kawasan ^perbatasan negara ^di wilayah darat; dan

    14. Kecamatan dalam rangka kepentingan ^strategis nasional lainnya sesuai dengan ^ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penugasan, persyaratan, dan tata cara pembentukan Kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat ^(1) diatur ^dengan Peraturan Presiden. Bagian Ketiga Penggabungan Kecamatan


    Pasal 8

    Penggabungan Kecamatan dapat dilakukan ^berupa penggabungan 2 (dua) Kecamatan atau lebih ^yang bersanding dalam 1 (satu) daerah kabupatenlkota. Penggabungan Kecamatan sebagaimana ^dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan apabila:

    1. terjadi bencana yang mengakibatkan ^fungsi penyelenggaraan pemerintahan tidak ^dapat dilaksanakan;

    2. terdapat kepentingan strategis ^nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal ^7; dan latau c. tercapai kesepakatan antara kepala daerah ^dan Dewan Perwakilan Ralryat Daerah ^kabupaten/ kota berdasarkan hasil kesepakatan ^antara seluruh desa/Kelurahan ^yang akan ^bergabung. Kecamatan yang digabung sebagaimana ^dimaksud pada ayat (21 dapat menggunakan narna salah satu Kecamatan yang bergabung atau menggunakan ^nama baru.

      (1)

      (21 (3) (4) Persyaratan (4) Persyaratan pembentukan Kecamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat ^(2) tidak ^berlaku ^untuk penggabungan Kecamatan. (5) Penggabungan Kecamatan sebagaimana ^dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan ^Daerah kabupaten/kota sesuai dengan ^ketentuan ^peraturan perundang-undangan. Bagian KeemPat Penyesuaian Kecamatan Pasal 9 (1) Penyesuaian Kecamatan beruPa:

    3. perubahan batas wilayah Kecamatan;

    4. perubahan nama Kecamatan;

    5. pemindahan ibu kota Kecamatan; ^dan d. perubahan nama ibu kota ^Kecamatan. (21 Penyesuaian Kecamatan sebagaimana dimaksud ^pada ayat (1) dilakukan berdasarkan ^kesepakatan musyawarah desa dan/atau keputusan ^forum komunikasi Kelurahan atau ^yang disebut ^dengan nama lain. (3) Musyawarah desa sebagaimana dimaksud ^pada ayat (21 harus dihadiri oleh seluruh ^desa ^atau ^yang disebut dengan nama lain. (4) Keputusan forum komunikasi Kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat ^(2\disepakati secara ^musyawarah yang harus dihadiri oleh seluruh Kelurahan. (5) Penyesuaian Kecamatan sebagaimana dimaksud ^pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan ^Daerah kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan ^peraturan perundang-undangan. : r Bagian Kelima T\rgas Camat


    Pasal 10

    Camat dalam memimpin Kecamatan bertugas:

    1. menyelenggarakan urusan pemerintahan umum di tingkat Kecamatan sesuai dengan ketentuan peraturan penrndang-undangan yang mengatur pelaksanaan urusan pemerintahan umum;

    2. mengoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat, meliputi:


  4. partisipasi masyarakat dalam forum musyawarah perencanaan pembangunan di desa/Kelurahan dan Kecamatan; 2, sinkronisasi program kerja dan kegiatan pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh Pemerintah dan swasta di wilayah kerja Kecamatan;

  5. efektivitas kegiatan pemberdayaan masyarakat di wilayah Kecamatan; dan

  6. pelaporan pelaksanaan tugas pemberdayaan masyarakat di wilayah kerja Kecamatan kepada bupati/wali kota;

    1. mengoordinasikan upaya penyelenggaraan ketenteraman dan ketertiban umum, meliputi:

    2. sinergitas dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia, Tentara Nasional Indonesia, dan instansi vertikal di wilayah Kecamatan;

  7. harmonisasi hubungan dengan tokoh agama dan tokoh masyarakat; dan

  8. peiaporan q,# d. mengoordinasikan penerapan dan penegakan Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah, meliputi:

  9. sinergitas dengan perangkat daerah yang tugas dan fungsinya di bidang penegakan peraturan perundang-undangan dan/atau Kepolisian Negara Republik Indonesia; dan

  10. pelaporan pelaksanaan penerapan dan penegakan peraturan perundang-undangan di wilayah Kecamatan kepada bupati/wali kota; mengoordinasikan pemeliharaan prasarana dan sarana pelayanan umum, meliputi:

  11. sinergitas dengan perangkat daerah dan/atau instansi vertikal yang terkait;

  12. pelaksanaan pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum yang melibatkan ^pihak swasta; dan

  13. pelaporan pelaksanaan pemeliharaan ^prasarana dan fasilitas pelayanan umum di wilayah Kecamatan kepada bupati/wali kota; mengoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di tingkat Kecamatan, meliputi:

  14. sinergitas perencanaan dan pelaksanaan dengan perangkat daerah dan instansi terkait;

  15. efektivitas penyelenggaraan pemerintahan di tingkat Kecamatan; dan kegiatan vertikal kegiatan 3. pelaporan h. membina dan mengawasi penyelenggaraan pemerintahan desa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur desa; melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah kabupaten/kota yang tidak dilaksanakan oleh unit kerja perangkat daerah kabupaten/kota yang ada di Kecamatan, meliputi:

  16. perencanaan kegiatan pelayanan kepada masyarakat di Kecamatan;

  17. fasilitasi percepatan pencapaian standar pelayanan minimal di wilayahnya;

  18. efektivitas pelaksanaan pelayanan kepada masyarakat di wilayah Kecamatan; dan

  19. pelaporan pelaksanaan kegiatan pelayanan kepada masyarakat di wilayah Kecamatan kepada bupati/wali kota melalui sekretaris daerah; dan melaksanakan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

  1. Pasal 11 (1) Selain melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, camat mendapatkan pelimpahan sebagian kewenangan bupati/ wali kota:
    1. untuk . (2t (3) b. untuk melaksanakan tugas pembantuan. Sebagian urusan ^pemerintahan ^yang dilimpahkan sebagaimana dimaksud pada ayat ^(1) huruf a ^terdiri atas pelayanan perizinan dan nonperizinan. Pelayanan perizinan sebagaimana dimaksud ^pada ayat l2l dilaksanakan dengan kriteria: a, proses sederhana;

    2. objek perizinan berskala kecil;

    3. tidak memerlukan kqiian teknis ^yang ^kompleks; dan d. tidak memerlukan teknologi tinggi. Pelayanan perizinan sebagaimana dimaksud ^pada ayat (3) dilakukan melalui pelayanan terpadu. Pelaksanaan pelayanan perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikembangkan sebagai ^inovasi pelayanan publik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pelayanan nonperizinan sebagaimana dimaksud ^pada ayat (21 dilakukan dengan kriteria:

    4. berkaitan dengan pengawasan terhadap objek perizinan;

    5. kegiatan berskala kecil; dan

    6. pelayanan langsung pada masyarakat yang bersifat rutin. (41 (s) (6) (7) Pelimpahan PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA (71 Pelimpahan sebagian (8) (e) (1) (2t urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (21 sampai dengan ayat (6) dilakukan berdasarkan pemetaan pelayanan publik sesuai dengan karakteristik Kecamatan dan/atau kebutuhan masyarakat setempat. Ttrgas pembantuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan oleh camat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ketentuan lebih ianjut mengenai tata cara pelimpahan sebagian kewenangan bupati/wali kota kepada camat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

      Pasal 12

      Camat di kawasan perbatasan negara yang wilayahnya di luar pos lintas batas negara dapat membantu pengawasan di bidang keimigrasian, kepabeanan, dan perkarantinaan yang ditugaskan kementerian/ lembaga pemerintah nonkementerian terkait kepada bupati/wali kota. Camat di kawasan perbatasan negara dapat diberikan kewenangan tertentu sesuai penugasan dari Pemerintah Pusat secara berjenjang dalam pengelolaan dan pemanfaatan kawasan perbatasan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian (1) (2t Bagian Keenam Persyaratan Camat


      Pasal 13

      Persyaratan dan pengangkatan camat dilaksanakan sesuai dengan ketentuan ^peraturan ^perundang- undangan. Pelaksanaan pengangkatan camat ^dilaksanakan melalui mekanisme seleksi sesuai dengan ^ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Ketujuh Klasifikasi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kecamatan


      Pasal 14

      Klasilikasi, susunan organisasi, dan tata ^kerja ^Kecamatan ditetapkan sesuai dengan ketentuan ^perundang-undangan. Bagian Kedelapan Forum Koordinasi Pimpinan di Kecamatan Pasal 15 (1) Untuk menunjang kelancaran pelaksanaan urusan pemerintahan umum, dibentuk forum koordinasi pimpinan di Kecamatan. l2l ^Forum ^koordinasi ^pimpinan ^di Kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diketuai ^oleh camat.

      (3)

      Anggota m (3) PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA Anggota forum koordinasi pimpinan di Kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas pimpinan Kepolisian Negara Republik Indonesia, pimpinan kewilayahan Tentara Nasional Indonesia, dan pimpinan instansi vertikal lainnya di Kecamatan. Forum koordinasi pimpinan di Kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengundang pimpinan instansi vertikal sesuai dengan masalah yang dibahas. Forum koordinasi pimpinan di Kecamatan ditetapkan dengan keputusan camat. Pasal 16 Forum koordinasi pimpinan di Kecamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 bertugas untuk menunjang kelancaran pelaksanaan urusan pemerintahan umum di Kecamatan. Pelaksanaan tugas forum koordinasi pimpinan di Kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:


    7. identifikasi permasalahan urusan pemerintahan umum di Kecamatan; deteksi dini potensi gangguan keamanan dan ketertiban umum; pengoordinasian strategi penyelesaian permasalahan keamanan dan ketertiban umum;

    8. penyelesaian secara bersama permasalahan keamanan dan ketertiban umum; dan

      (4)

      (s) (1) (2t b. c.

    9. pengoordinasian (1) pengoordinasian seluruh kegiatan yang dilaksanakan oleh instansi vertikal di wilayahnya. Bagian Kesembilan Perencanaan Kecamatan

      Pasal 17

      Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan di Kecamatan, disusun perencanaan pembangunan Kecamatan sebagai kelanjutan dari hasil musyawarah perencanaan pembangunan desa/Kelurahan. Perencanaan pembangunan Kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian dari perencanaan pembangunan kabupaten/ kota. Perencanaan pembangunan Kecamatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

      (2)

      (3) BAB III KELURAHAN Bagian Kesatu Penataan Kelurahan


      Pasal 18

      Penataan Kelurahan meliputi: a.


    10. pembentukan Kelurahan ; penggabungan Kelurahan; dan penyesuaian Kelurahan. Bagian PRES I DEN REPUtsLIK iNDONESIA Bagian Kedua Pembentukan Kelurahan Paragraf 1 Umum Pasal 19 (1) Pembentukan Kelurahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf a dilakukan melalui:

    11. pemekaran 1 (satu) Kelurahan menjadi 2 ^(dua) Kelurahan atau lebih;

    12. penggabungan bagian Kelurahan dari Kelurahan yang bersandingan dalam 1 (satu) wilayah Kecamatan menjadi Kelurahan baru; atau

    13. penggabungan bagian Kelurahan dari Kelurahan yang bersandingan dari 2 (dua) atau lebih wilayah Kecamatan menjadi Kelurahan baru. (2) Pembentukan Kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan dasar, persyaratan teknis, dan persyaratan administratif. (3) Kelurahan dibentuk dengan Peraturan Daerah kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Paragraf 2 Persyaratan Dasar Pasal 20 (1) Persyaratan dasar pembentukan Kelurahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat {2) meiiputi:

      (2)
      1. luas wilayah minimal; dan

    14. usia minimal Kelurahan. Persyaratan dasar pembentukan Kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini. Paragraf 3 Persyaratan Teknis Pasal 2 1 Persyaratan teknis pembentukan Kelurahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal L9 ayat ^(2) meliputi:

    15. kemampuan keuangan daerah;

    16. sarana dan prasarana pemerintahan; dan

    17. persyaratan teknis lainnya. Kemampuan keuangan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan rasio belanja pegawai terhadap anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten/kota tidak lebih dari 50% (lima puluh persen). Sarana dan prasarana pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling sedikit sudah memiliki lahan untuk kantor lurah dan lahan untuk sarana dan prasarana pendukung pelayanan publik lainnya. Persyaratan teknis lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:

      (1)

      {2) (3) (4t a. kejelasan b. kejelasan batas wilayah Kelurahan dengan menggunakan titik koordinat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan nama Kelurahan yang akan dibentuk. Paragraf 4 Persyaratan Administratif

      Pasal 22

      Persyaratan administratif pembentukan Kelurahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat l2l merupakan keputusan forum komunikasi Kelurahan atau yang disebut dengan nama lain. Keputusan forum komunikasi Kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disepakati secara musyawarah yang harus dihadiri oleh seluruh anggota forum komunikasi Kelurahan atau yang disebut dengan nama lain. Bagian Ketiga Penggabungan Kelurahan


      Pasal 23

      Penggabungan Kelurahan dapat dilakukan berupa penggabungan 2 (dua) Kelurahan atau lebih yang bersanding dalam 1 (satu) wilayah Kecamatan atau dalam wilayah Kecamatan yang bersandingan. Penggabungan Kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan apabila:


    18. terjadi bencana yang mengakibatkan fungsi penyelenggaraan pemerintahan tidak dapat dilaksanakan;

      (1)

      {21 (1) (2t b. terdapat (s) b. terdapat kepentingan strategis nasional ^sesuai dengan ketentuan peraturan ^perundang- undangan; dan/atau

    19. tercapai kesepakatan antara kepala daerah ^dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/ kota berdasarkan hasil kesepakatan antara seluruh Kelurahan yang akan bergabung. Kelurahan yang digabung sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat menggunakan nama salah satu Kelurahan yang bergabung atau menggunakan ^narna baru. Persyaratan pembentukan Kelurahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat ^(2) tidak berlaku untuk penggabungan Kelurahan. Penggabungan Kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Daerah kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan ^peraturan perundang-undangan. Bagran Keempat Penyesuaian Kelurahan

      Pasal 24

      Penyesuaian Kelurahan berupa:


    20. perubahan batas wilayah Kelurahan;

    21. perubahan nama Kelurahan; dan

    22. perubahan status desa menjadi Kelurahan. Penyesuaian Kelurahan sebagaimana dimaksud ^pada ayat (1) huruf a dan huruf b dilakukan berdasarkan keputusan forum komunikasi Kelurahan atau ^yang disebut dengan nama lain.

      (4)

      (s) (1) (21 (3) Penyesuaian (3) (4) PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA Penyesuaian Kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur desa. Keputusan forum komunikasi Kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disepakati secara musyawarah yang harus dihadiri oleh seluruh anggota forum komunikasi Kelurahan atau yang disebut dengan nama lain. (5) Penyesuaian Kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Daerah kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Kelima Kedudukan Kelurahan dan T\rgas Lurah

      Pasal 25

      Kelurahan sebagai perangkat Kecamatan yang mempunyai tugas dan fungsi melaksanakan penyelenggaraan pemerintahan di wilayah Kelurahan yang dipimpin lurah. Selain melaksanakan tugas dan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), lurah dibantu oleh perangkat Kelurahan untuk melaksanakan tugas yang diberikan oleh camat. T\rgas lurah meliputi:


    23. pelaksanaan kegiatan pemerintahan Kelurahan;

    24. pelaksanaan pemberdayaan masyarakat;

    25. pelaksanaanpelayananmasyarakat;

    26. pemeiiharaan ketenteraman dan ketertiban umum;

    27. pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum;

      (1)

      (21 (3) f. pelaksanaan n PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -2t- pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh camat; dan pelaksanaan tugas lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Keenam Persyaratan Lurah Pasal 26 (1) Persyaratan dan pengangkatan lurah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Lurah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berasal dari pegawai negeri sipil yang memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (2l,, pegawai negeri sipil harls mempunyai kemampuan teknis dibidang administrasi pemerintahan dan memahami sosial budaya masyarakat setempat. Bagian Ketujuh Pemberdayaan, Pendampingan Masyarakat Kelurahan, dan Lembaga Kemasyarakatan Pasal 27 (1) Pemberdayaan dan pendampingan masyarakat Kelurahan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. o b' (2) (3) (2t PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA L,embaga kemasyarakatan Kelurahan dibentuk ^oleh masyarakat sesuai dengan kebutuhan dan merupakan mitra lurah yang membantu pelaksanaan tugas ^dalam penyelenggaraan pemerintahan Kelurahan. Ketentuan lebih lanjut mengenai ^lembaga kemasyarakatan Kelurahan diatur dengan ^Peraturan Menteri. BAB IV PENDANAAN Bagian Kesatu Pendanaan Kecamatan

      Pasal 28

      Pendanaan penyelenggaraan urusan ^pemerintahan umum sebagaimana dimaksud ^dalam Pasal ^10 ^huruf ^a sesuai dengan ketentuan ^peraturan ^perundang- undangan. Pendanaan sebagaimana dimaksud ^pada ^ayat ^(1) termasuk pendanaan untuk forum ^koordinasi pimpinan di Kecamatan dalam melaksanakan ^tugas untuk menunjang kelancaran ^pelaksanaan ^urusan pemerintahan umum di Kecamatan. Pendanaan penyelenggaraan urusan ^pemerintahan daerah provinsi yang dilimpahkan ^dan/atau ditugaskan kepada bupati/wali ^kota ^yang dilaksanakan oleh camat sesuai ^dengan ^ketentuan peraturan perundang-undangan.


      (3)
      (1)

      (2t (3) Pasal 29

      (1)

      (21

      Pasal 29

      Pendanaan pelaksanaan dimaksud dalam Pasal 10 yang menugaskan. tugas lain sebagaimana huruf i dibebankan kepada Pendanaan pelaksanaan tugas sebagaimana ^dimaksud dalam Pasal 11 dibebankan ^pada ^anggaran pendapatan dan belanja daerah kabupaten/ ^kota' Bagian Kedua Pendanaan Kelurahan


      Pasal 30

      Pemerintah Daerah kabupaten/kota ^mengalokasikan anggaran dalam anggaran ^pendapatan ^dan ^belanja daerah kabupaten/kota untuk ^pembangunan ^sarana dan prasarana Kelurahan dan ^pemberdayaan masyarakat di Kelurahan. Alokasi anggaran sebagaimana ^dimaksud ^pada ayat ^(1) dimasukkan ^ke ^dalam anggaran ^Kecamatan pada bagian anggaran Kelurahan untuk ^dimanfaatkan sesuai dengan ketentuan ^peraturan ^perundang- undangan. Dalam rangka pelaksanaan anggaran ^untuk pembangunan sarana dan prasarana Kelurahan ^dan pemberdayaan masyarakat di Keiurahan, ^lurah berkedudukan sebagai kuasa ^pengguna anggaran.


      (1)
      (2)
      (3)
      (4)

      Lurah (4) PRES I DEN REPUELIK INDONESIA Lurah dalam melaksanakan anggaran untuk pembangunan sarana dan prasarana serta pemberdayaan masyarakat di Kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menunjuk ^pejabat penatausahaan keuangan kegiatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penentuan kegiatan pembangunan ^sarana ^dan prasarana Kelurahan dan pemberdayaan masyarakat di Kelurahan sebagaimana dimaksud ^pada ^ayat ^(U dilakukan melalui musyawarah ^pembangunan Kelurahan. Pelaksanaan anggaran untuk ^pembangunan ^sarana dan prasarana lokal Kelurahan dan ^pemberdayaan masyarakat di Kelurahan melibatkan ^kelompok masyarakat dan/atau organisasi kemasyarakatan. Untuk daerah kota ^yang tidak memiliki ^desa, alokasi anggaran sebagaimana dimaksud ^pada ayat ^(1) ^paling sedikit 5% (lima persen) dari anggaran ^pendapatan dan belanja daerah setelah dikurangi dana ^alokasi khusus. Untuk daerah kabupaten yang memiliki ^Kelurahan dan kota yang memiliki desa, alokasi ^anggaran Kelurahan sebagaimana dimaksud ^pada ayat ^(1) ^paling sedikit sebesar dana desa terendah ^yang ^diterima ^oleh desa di kabupaten/kota. Ketentuan lebih lanjut mengenai penentuan kegiatan pembangunan sarana dan prasarana Kelurahan dan pemberdayaan masyarakat di Kelurahan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6) diatur dengan Peraturan Menteri. (s) (6) (7) (8) (e) BAB V BAB V PAKAIAN DINAS Pasal 31 (1) Pakaian dinas camat dan lurah terdiri atas:

    28. pakaian dinas harian;

    29. pakaian dinas upacara; dan

    30. palaian dinas lapangan. (21 Ketentuan lebih lanjut mengenai pakaian dinas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri. BAB VI PEMBINAAN DAN PENGAWASAN Bagian Kesatu Pembinaan dan Pengawasan Kecamatan dan Kelurahan

      Pasal 32

      Pembinaan dan pengawasan Kecamatan dan Kelurahan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Kedua Evaluasi Kecamatan dan Kelurahan Pasal 33 (1) Setiap tahun Pemerintah Daerah kabupaten/kota melakukan evaluasi terhadap kinerja Kecamatan dan Kelurahan yang mencakup:


    31. penyelenggaraan (2t (3) PRES IOEN REPUBLIK INDONESIA 26 a. penyelenggaraan sebagian wewenang bupati/wali kota yang dilimpahkan untuk melaksanakan sebagian urusan pemerintahan daerah dalam rangka otonomi daerah;

    32. penyelenggaraan urusan pemerintahan umum;

    33. penyelenggaraan pelayanan terpadu; dan

    d. penyelenggaraan tugas lainnya yang ditugaskan kepada camat. Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh bupati/wali kota kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat dengan tembusan kepada Menteri. Ketentuan lebih lanjut mengenai peiaksanaan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat ^(21 diatur dalam Peraturan Menteri. BAB VII KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 34 Ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini berlaku ^juga bagi Provinsi Daerah Istimewa Yoryakarta, Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Provinsi Aceh, Provinsi Papua, dan Provinsi Papua Barat, sepanjang tidak diatur secara khusus dalam peraturan perundang-undangan ^yang mengatur mengenai keistimewaan dan kekhususan daerah tersebut. BAB VIII BAB VIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 35 Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, ^semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan ^(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 ^Nomor ^40, Tambahan Lembaran Negara Republik ^Indonesia Nomor 48261 dan Peraturan Pemerintah ^Nomor ^73 Tahun 2005 tentang Kelurahan ^(Lembaran Negara ^Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor ^159, Tambahan ^Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor ^4588) ^dinyatakan ^masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan ^dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ^ini. Pasal 36 Pada saat Peraturan Pemerintah ini ^mulai ^berlaku, Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun ^2008 ^tentang Kecamatan (Lembaran Negara Republik ^Indonesia Tahun 2008 Nomor 40, Tambahan Lembaran ^Negara Republik Indonesia Nomor 48261 dan ^Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2005 tentang Kelurahan ^(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 ^Nomor ^159' Tambahan Lembaran Negara Republik ^Indonesia Nomor 4588) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 37 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku ^pada ^tanggal diundangkan. Agar. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 3 Mei 2018 ttd. JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 8 Mei 2018 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI REPUBLIK INDONESIA, ttd. YASONNA H. LAOLY LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA ^TAHUN 2078 ^NOMOR 73 PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2018 TENTANG KECAMATAN I. UMUM Dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan di Negara Kesatuan Republik Indonesia posisi Kecamatan berkedudukan sebagai perangkat daerah kabupaten/kota sekaligus penyelenggara urlrsan pemerintahan umum. Sebagai pelaksana perangkat daerah kabupaten/kota, camat melaksanakan sebagian kewenangan bupati/wali kota yang dilimpahkan dan sebagai penyelenggara urusan pemerintahan umum, camat secara berjenjang melaksanakan tugas Pemerintah Pusat di wilayah Kecamatan. Dengan kedudukannya tersebut, Kecamatan mempunyai peran yang sangat strategis di kabupaten/kota, baik dari tugas dan fungsi, organisasi, sumber daya manusia, dan sumber pembiayaannya sehingga perlu pengaturan tersendiri yang mengatur penyelenggaraan pemerintahan di Kecamatan dengan Peraturan Pemerintah. Pelimpahan sebagian kewenangan bupati/wali kota kepada camat dilaksanakan untuk mengefektifkan penyelenggaraan pemerintahan daerah di Kecamatan dan mengoptimalkan pelayanan publik di Kecamatan sebagai perangkat daerah yang berhadapan langsung dengan masyarakat. Penyelenggaraan pelimpahan sebagian kewenangan bupati/wali kota kepada camat dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kelurahan €*D Kelurahan menjadi bagian dari pengaturan dalam Peraturan Pemerintah ini dikarenakan berdasarkan kedudukannya dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2Ol4 tentang Pemerintahan Daerah, Kelurahan bukan lagi merupakan perangkat daerah, namun Kelurahan merupakan perangkat Kecamatan. Dalam rangka pembangunan sarana dan prasarana Kelurahan dan pemberdayaan masyarakat di Kelurahan, dialokasikan arggaran untuk Kelurahan di daerah kota yang tidak ada desanya paling sedikit 5% (lima persen) dari anggaran pendapatan dan belanja daerah setelah dikurangi dana alokasi khusus. Sedangkan untuk daerah kabupaten yang memiliki Kelurahan dan kota yang memiliki desa, alokasi anggarannya paling sedikit sebesar alokasi dana desa terendah yang diterima oleh desa di kabupaten/kota. Peraturan Pemerintah ini disusun untuk menggantikan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 tentang Kecamatan dan Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2OO5 tentang Kelurahan. Peraturan Pemerintah ini mengatur mengenai penataan Kecamatan dan Kelurahan, yang meliputi pembentukan, penggabungan, dan penyesuaian, pembentukan Kecamatan dalam rangka kepentingan strategis nasional, tugas camat dan tugas lurah, termasuk tugas camat di kawasan perbatasan negara, persyaratan camat, klasifikasi, susunan organisasi, dan tata kerja Kecamatan, forum koordinasi pimpinan di Kecamatan, perencanaan Kecamatan, kedudukan Kelurahan, persyaratan lurah, pemberdayaan, pendampingan masyarakat Kelurahan, lembaga kemasyarakatan Kelurahan, pendanaan Kecamatan dan Kelurahan, dan pakaian dinas serta pembinaan dan pengawasan Kecamatan dan Kelurahan. II. PASAL. Pasal 1 Cukup ^jelas. Pasal 2 Cukup ^jelas. Pasal 3 Cukup ^jelas. Pasal 4 Ayat (1) Huruf a Cukup ^jelas. Huruf b Cukup ^jelas. Huruf c Yang dimaksud dengan ^uusia minimal Kecamatan" adalah usia penyelenggaraan pemerintahan terhitung sejak diberikan kode dan data wiiayah oleh Menteri. Huruf d Cukup ^jelas. Ayat (2) Cukup ^jelas. Pasal 5 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (21 Cukup jelas. Ayat (3) PRES I DEN REPUtsLIK INDONESIA Ayat (3) Yang dimaksud dengan "sarana dan prasarana pendukung pelayanan publik lainnya" adalah rumah dinas camat, fasilitas kesehatan, fasilitas pendidikan, instansi vertikal, pendukung aktivitas perekonomian, dan pendukung aktivitas sosial. Ayat (a) Cukup ^jelas. Pasal 6 Cukup jelas. Pasal 7 Cukup ^jelas. Pasal 8 Cukup ^jelas. Pasal 9 Ayat (1) Huruf a Yang dimaksud dengan "perubahan batas wilayah Kecamatan" adalah penambahan atau pengurangan cakupan wilayah suatu Kecamatan yang tidak mengakibatkan hapusnya suatu Kecamatan. Huruf b Cukup ^jelas. Huruf c Cukup ^jelas. Huruf d Cukup jelas. Ayat (2) REFUBLiK INDONESiA Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (a) Cukup ^jelas. Ayat (5) Cukup ^jelas. Pasal 10 Cukup ^jelas. Pasal 1 1 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (4) Yang dimaksud dengan "pelayanan terpadu" ^adalah pelayanan publik yang ada di Kecamatan dan ^bukan pelayanan terpadu satu pintu yang berada di dinas. Ayat (5) Cukup ^jeIas. Ayat (6) Cukup ^jelas. Ayat (7) Cukup ^jelas. #.ry PRESIDEN Ayat (9) Cukup ^jelas. Pasal 12 Ayat (l) Yang dimaksud dengan "membantu ^pengawasan ^bidang keimigrasian" antara lain membantu ^pengawasan ^orang asing di wilayah Kecamatan di kawasan ^perbatasan ^negara. Yang dimaksud dengan ^"membantu ^pengawasan ^di ^bidang perkarantinaan" antara lain membantu ^pengawasan pemasukan dan pengeluaran media ^pembawa ilegal. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "secara berjenjang" ^adalah penugasan dari Pemerintah Pusat meialui ^gubernur ^sebagai wakil Pemerintah Pusat dan bupati/waii ^kota ^kepada camat. Pasal 13 Cukup ^jelas. Pasal 14 Cukup ^jelas. Pasal 15 Cukup ^jelas. Pasal 16 Cukup ^jelas. Pasal 17 Cukup ^jelas. Pasal 18 Cukup jelas. Pasal 19 Pasal 19 Cukup ^jelas. Pasal 20 Ayat (1) Huruf a Cukup ^jelas. Huruf b Cukup ^jelas. Huruf c Yang dimaksud dengan "usia minimal Kelurahan" adalah usia penyelenggaraan pemerintahan terhitung sejak diberikan kode dan data wilayah oleh Menteri. Ayat (2) Cukup ^jelas. Pasal 2 1 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Cukup ^je1as. Ayat (3) Yang dimaksud dengan "sarana dan prasarana pendukung pelayanan publik lainnya" adalah fasilitas kesehatan, fasilitas pendidikan, pendukung aktivitas perekonomian, dan pendukung aktivitas sosial. Ayat (a) Cukup ^jelas. Pasal 22 Pasal 22 Cukup ^jelas. Pasal 23 Cukup ^jelas. Pasal 24 Ayat (1) Huruf a Yang dimaksud dengan "perubahan batas wilayah Kelurahan" adalah penambahan atau ^pengurangan cakupan wilayah suatu Kelurahan yang tidak mengakibatkan hapusnya suatu Kelurahan. Huruf b Cukup ^jelas. Huruf c Cukup ^jelas. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (4) Cukup ^jelas. Ayat (5) Cukup ^jelas. Pasal 25 Cukup ^jelas. Pasal 26 Pasal 26 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "peraturan perundang-undangan" adalah peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai aparatur sipil negara. Ayat l2l Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 27 Cukup ^jelas. 'Pasa1 28 Ayat (l) Yang dimaksud dengan "peraturan perundang-undangan" adalah peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pelaksanaan urusan pemerintahan umum. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Pasal 29 Cukup ^jelas. Pasal 30 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (21 Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (4) Cukup ^jelas. Ayat (5) Cukup ^jelas. Ayat (6) Cukup ^jelas. Ayat (7) Besaran alokasi anggaran paling sedikit 5% ^(lima ^persen) dihitung dari pendapatan yang tercantum dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah setelah dikurangi dana alokasi khusus. Ayat (8) Cukup ^jelas. Ayat (9) Cukup ^jelas. Pasal 31 Cukup ^jelas. Pasal 32 Cukup ^jelas. Pasal 33 Cukup ^jeias. Pasal 34 Pasal 34 Cukup ^jelas. Pasai 35 Cukup ^jelas. Pasal 36 Cukup ^jelas. Pasal 37 Cukup ^jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK ^INDONESIA ^NOMOR ^6206 #try PllLl,lDEt.t REPUBI IK INDONESIA LAMPIRAN I PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2018 TENTANG KECAMATAN PERSYARATAN DASAR PEMBENTUKAN KECAMATAN NO. WILAYAH JUMLAH PENDUDUK/KEPALA KELUARGA (KK) LUAS WILAYAH CAKUPAN WILAYAH USIA KECAMATAN 1. Provinsi di Pulau Jawa Minimal setiap desa 6000 (enam ribu) ^jiwa atau 72OO (seribu dua ratus) KK dan minimal setiap Kelurahan 8000 (delapan ribu) jiwa atau 1600 (seribu enam ratus) KK Minimal 7,5 km2 Minimal 10 (sepuluh) desa/Kelurahan untuk kabupaten atau minimal 5 (lima) desa/Kelurahan untuk kota Minimal 5 (lima) tahun 2. Provinsi Bali Minimal setiap desa 5000 (lima ribu) ^jiwa atau 1000 (seribu) KK dan minimal setiap Kelurahan 8000 (delapan ribu) jiwa atau 1600 (seribu enam ratus) KK Minimal 7,5 km2 Minimal 10 (sepuluh) desa/Kelurahan untuk kabupaten atau minimal 5 (lima) desa/Kelurahan untuk kota Minimal 5 (lima) tahun NO. WILAYAH JUMLAH PENDUDUK/KEPALA KELUARGA (KK) LUAS WILAYAH CAKUPAN WILAYAH USIA KECAMATAN 3. Provinsi di Pulau Sumatera Minimal setiap desa 4000 (empat ribu) ^jiwa atau 8OO (delapan ratus) KK dan minimal setiap Kelurahan 50OO (lima ribu) jiwa atau 1000 (seribu) KK Minimal 10 km2 Minimal 10 (sepuluh) desa/Kelurahan untuk kabupaten atau minimal 5 (lima) desa/Kelurahan untuk kota Minimal (lima) tahun 4. Provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara Minimal setiap desa 3000 (tiga ribu) ^jiwa atau 600 (enam ratus) KK dan minimal setiap Kelurahan 4000 (empat ribu) jiwa atau 8OO (delapan ratus) KK Minimal 10 km2 Minimal 10 (sepuluh) desa/Kelurahan untuk kabupaten atau minimal 5 (lima) desa/Kelurahan untuk kota Minimal 5 (lima) tahun 5. Provinsi Nusa Tenggara Barat Minimal setiap desa 2500 (dua ribu lima ratus) ^jiwa atau 500 (lima ratus) KK dan minimal setiap Kelurahan 3500 (tiga ribu lima ratus) ^jiwa atau 700 (tujuh ratus) KK Minimal 12,5 km2 Minimal 10 (sepuluh) desa/Kelurahan untuk kabupaten atau minimal 5 (lima) desa/Kelurahan untuk kota Minimal 5 (lima) tahun PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA NO. WILAYAH JUMLAH PENDUDUK/KEPALA KELUARGA (KK) LUAS WILAYAH CAKUPAN WILAYAH USIA KECAMATAN 6. Provinsi Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Gorontalo dan Kalimantan Selatan Minimal setiap desa 2000 (dua ribu) jiwa atau 400 (empat ratus) KK dan minimal setiap Kelurahan 2750 (dua ribu tujuh ratus lima puluh) jiwa atau 550 (lima ratus lima puluh) KK Minimal L2,5 kmz Minimal 10 (sepuluh) desa/Kelurahan untuk kabupaten atau minimal 5 (lima) desa/Kelurahan untuk kota Minimal (lima) tahun 7. Provinsi Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Utara Minimal setiap desa 1500 (seribu lima ratus) jiwa atau 300 (tiga ratus) KK dan minimal setiap Kelurahan 2000 (dua ribu) jiwa atau 400 (empat ratus) KK Minimal 12,5 kmz Minimal 10 (sepuluh) desa/Kelurahan untuk kabupaten atau minimal 5 (lima) desa/Kelurahan untuk kota Minimal (lima) tahun NO. WILAYAH JUMLAH PENDUDUK/KEPALA KELUARGA (KK) LUAS WILAYAH CAKUPAN WILAYAH USIA KECAMATAN 8. Provinsi Nusa Tenggara Timur, Maluku, dan Maluku Utara Minimal setiap desa 1000 (seribu) jiwa atau 2OO (dua ratus) KK dan minimal setiap Kelurahan 1500 (seribu iima ratus) jiwa atau 300 (tiga ratus) KK Minimal 12,5 km2 Minimal 10 (sepuluh) desa/Kelurahan untuk kabupaten atau minimal 5 (lima) desa/Kelurahan untuk kota Minimal (lima) tahun 9. Provinsi Papua dan Papua Barat Minimal setiap desa 500 (lima ratus) ^jiwa atau 100 (seratus) KK dan minimal setiap Kelurahan 1000 (seribu) jiwa atau 200 (dua ratus) KK Minimal 12,5 km2 Minimal 10 (sepuluh) desa/Kelurahan untuk kabupaten atau minimal 5 (lima) desa/Kelurahan untuk kota Minimal (lima) tahun PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. JOKO WIDODO Salinan sesuai dengan aslinya KEMENTERIAN SEKRETARIAT NEGARA REPUBLIK INDONESIA [Bidang ^Pemerintahan Dalam ^Negeri aerah, Deputi Bidang Hukum -undangan, Trihastuti Sukardi F11[,; tt)t N REPUEI II( INDOI!ESIA LAMPIRAN II PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2OI8 TENTANG KECAMATAN PERSYARATAN DASAR PEMBENTUKAN KELURAHAN NO. WILAYAH JUMLAH PENDUDUK/ KEPALA KELUARGA (KK) LUAS WILAYAH USIA KELURAHAN 1. Provinsi di Pulau Jawa dan Bali Minimal setiap Kelurahan 8000 (delapan ribu) ^jiwa atau 1600 (seribu enam ratus) KK Minimal 3 km2 Minimal 5 (lima) tahun 2. Provinsi di Pulau Sumatera Minimal setiap Kelurahan 5000 (lima ribu) ^jiwa atau 1OO0 (seribu) KK Minimal 5 km2 Minimal 5 (lima) tahun 3. Provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara Minimal setiap Kelurahan 4000 (empat ribu) ^jiwa atau 800 (delapan ratus) KK Minimal 5 kmz Minimal 5 (lima) tahun 4. Provinsi Nusa Tenggara Barat Minimal setiap Kelurahan 3500 (tiga ribu lima ratus)jiwa atau 700 (tujuh ratus) KK Minimal 7 kmz Minimal 5 (lima) tahun 5. Provinsi Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, dan Kalimantan Selatan Minimal setiap Kelurahan 2750 (dua ribu tujuh ratus lima puluh) jiwa atau 550 (lima ratus lima puluh) KK Minimal 7 km2 Minimal 5 (lima) tahun NO. WILAYAH JUMLAH PENDUDUK/ KEPALA KELUARGA (KK) LUAS WILAYAH USIA KELURAHAN 6. Provinsi Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Utara Minimal setiap Kelurahan 2000 (dua ribu) jiwa atau 400 (empat ratus) KK Minimal 7 km2 Minimal (lima) tahun 7. Provinsi Nusa Tenggara Timur, Maluku, dan Maluku Utara Minimal setiap Kelurahan 1500 (seribu lima ratus) jiwa atau 3OO (tiga ratus) KK Minimal 7 km2 Minimal (lima) tahun 8. Provinsi Papua dan Papua Barat Minimal setiap Kelurahan 10OO (seribu) jiwa atau 2OO (dua ratus) KK Minimai 7 km2 Minimal (lima) tahun PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. JOKO WIDODO

Webmentions

Anda dapat memberikan tanggapan atas peraturan ini dengan like, retweet/repost pada tweet yang mencantumkan tautan pada laman ini.

Tanggapan (0):