Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran

Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2017

Kerangka<< >>

PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2017 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG ^NOMOR ^20 ^TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KEDOKTERAN Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN ^YANG ^MAHA ^ESA bahwa untuk melaksanakan ^ketentuan ^Pasal ^6 ^ayat ^(6), Pasal 7 ayat (9), Pasal 2l ^ayat ^(4), ^Pasal ^37 ^ayat ^(2), dan pasal 45 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2Ol3 tentang Pendidikan Kedokteran, ^perlu ^menetapkan ^Peraturan Pemerintah tentang Peraturan ^Pelaksanaan ^Undang- undang Nomor 20 ^Tahun ^2ol3 ^tentang ^Pendidikan Kedokteran; Mengingat 2.

  1. Pasal 5 ayat (21 Undang-Undang ^Dasar ^Negara Republik Indonesia Tahun ^1945; Undang-Undang Nomor 20 ^Tahun ^2OL3 ^tentang Pendidikan Kedokteran ^(Lembaran Negara ^Republik Indonesia Tahun 2Ol3 Nomor ^132, ^Tambahan Lembaran Negara Republik ^Indonesia ^Nomor 5a3al; MEMUTUSKAN: PERATURAN PEMERINTAH ^TENTANG ^PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG ^NOMOR ^20 ^TAHUN 2OI3 TENTANG PENDIDIKAN ^KEDOKTERAN. Menetapkan ^: BAB I BAB I KETENTUAN UMUM

    Pasal 1

    Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:


  2. Fakultas Kedokteran adalah himpunan sumber daya pendukung perguruan tinggi yang menyelenggarakan dan mengelola pendidikan dokter. 2. Fakultas Kedokteran Gigi adalah himpunan ^sumber daya pendukung perguruan tinggi ^yang menyelenggarakan dan mengelola pendidikan dokter gigi. 3. Rumah Sakit Pendidikan adalah rumah sakit ^yang mempunyai fungsi sebagai tempat ^pendidikan, penelitian, dan pelayanan kesehatan secara terpadu dalam bidang Pendidikan Kedokteran, ^pendidikan berkelanjutan, dan pendidikan kesehatan ^lainnya secara multiprofesi. 4. Wahana Pendidikan Kedokteran adalah ^fasilitas selain Rumah Sakit Pendidikan yang digunakan sebagai tempat penyelenggaraan Pendidikan Kedokteran. 5. Dosen Kedokteran yang selanjutnya disebut ^Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan dan teknologi, humaniora kesehatan, dan/atau keterampilan klinis melalui pendidikan, ^penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. 6. Internsip adalah proses pemantapan mutu dan profesi dokter dan dokter gigi untuk menerapkan kompentensi yang diperoleh selama pendidikan, secara terintegrasi, komprehensif, mandiri, dan menggunakan pendekatan kedokteran keluarga, dalam rangka kemahiran dan penyelarasan antara hasil pendidikan dengan praktik di lapangan.

  1. Dokter 7. PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA 3- Dokter Layanan Primer yang selanjutnya disingkat DLP adalah dokter yang mendapatkan pendidikan setara spesialis yang menerapkan prinsip ilmu kedokteran keluarga, ditunjang dengan ilmu kedokteran komunitas, dan ilmu kesehatan masyarakat, serta mampu memimpin dan menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat primer yang berkualitas. Organisasi Profesi adalah organisasi yang memiliki kompetensi di bidang kedokteran atau kedokteran gigi yang diakui oleh Pemerintah. Surat Tanda Registrasi yang selanjutnya disingkat STR adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Konsil Kedokteran Indonesia kepada dokter dan dokter gigi yang telah diregistrasi. Surat lzin Praktik yang selanjutnya disingkat SIP adalah bukti tertulis yang diberikan pemerintah kepada dokter dan dokter gigi yang akan menjalankan praktik kedokteran setelah memenuhi persyaratan. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan tinggi. 12. Kementerian adalah kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan tinggi.
  2. Pasal 2

    Ruang lingkup Peraturan Pemerintah ini mengenai:

    1. pembentukan Fakultas Kedokteran, Kedokteran Gigi, dan penambahan program program Internsip; program DLP; b.

    2. mengatur Fakultas studi;

    3. Dosen d.

    4. etika profesi dan sumpah Dokter atau Dokter Gigi; dan kerja sama Fakultas Kedokteran dan/atau Fakultas Kedokteran Gigi dengan Rumah Sakit Pendidikan, Wahana Pendidikan Kedokteran atau lembaga lain.


    Pasal 3

    Perguruan tinggi yang akan membuka program studi kedokteran wajib membentuk Fakultas Kedokteran. Perguruan tinggi yang akan membuka program studi kedokteran gigi wajib membentuk Fakultas Kedokteran Gigi. Fakultas Kedokteran dapat membuka program studi kedokteran gigi. Fakultas Kedokteran Gigi tidak dapat membuka program studi kedokteran. Perguruan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) wajib mengajukan permohonan pembukaan program studi kedokteran dan/atau kedokteran gigi kepada Menteri. Pasal 4 (1) Pembentukan Fakultas Kedokteran atau Fakultas Kedokteran Gigi sebagaimana dimaksud dalam ^pasal 3 ayat (1) dan ayat (21paling sedikit harus memiliki:

    1. studi kelayakan dan naskah akademik;

    2. rencana strategis, termasuk rencana induk penelitian, dan pengabdian masyarakat;

    3. BAB II PEMBENTUKAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI (1) (2) (3) (4t (s) c. rancangan c. h. d. e. j.

    4. Dosen yang memenuhi jumlah, jenis keilmuan, dan kualilikasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; tenaga kependidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; lahan dengan status hak milik/hak pakai/hak guna bangunan atas nama badan penyelenggara perguruan tinggi; gedung untuk penyelenggaraan pendidikan yang memenuhi standar kualitas sesuai aturan tentang keselamatan dan kesehatan kerja; laboratorium biomedis, laboratorium kedokteran klinis, laboratorium bioetika/ humaniora kesehatan, serta laboratorium kedokteran komunitas dan kesehatan masyarakat, yang digunakan untuk kegiatan pendidikan, penelitian, dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknoiogi kedokteran; perencanaan siste m seleksi dan jumlah penerimaan calon mahasiswa dengan jumlah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan; Rumah Sakit Pendidikan atau memiliki rumah sakit yang bekerja sama dengan Rumah Sakit Pendidikan dan Wahana Pendidikan Kedokteran yang dibuktikan dengan dokumen perjanjian kerja sama sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; sumber pendanaan dan perencanaan anggaran untuk penyelenggaraan Tlidharma Perguruan Tinggi dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran dan kedokteran gigi; sistem penjaminan mutu internai; l.

    5. hasil #iB (2) PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -6- m. hasil evaluasi tim independen yang dibentuk oleh Menteri; dan

    6. rekomendasi dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan. Selain persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pembentukan Fakultas Kedokteran atau Fakultas Kedokteran Gigi oleh perguruan tinggi swasta, harus memiliki:

    7. pengesahan badan penyelenggara yang berbadan hukum nirlaba;

    8. bank garansi atas nama badan penyelenggara; dan

    9. laporan keuangan badan penyelenggara yang telah diaudit oleh kantor akuntan publik. Menteri dapat menugaskan Fakultas Kedokteran dan/atau Fakultas Kedokteran Gigi yang memiliki program studi kedokteran dan/atau kedokteran gigi dengan akreditasi kategori tertinggi untuk menjadi pembina Fakultas Kedokteran atau Fakultas Kedokteran Gigi yang akan dibentuk. Organisasi dan tata kerja Fakultas Kedokteran atau Fakultas Kedokteran Gigi harus memenuhi unsur pelaksana pendidikan profesi di Rumah Sakit Pendidikan dan Wahana Pendidikan Kedokteran sesuai dengan statuta perguruan tinggi.


    Pasal 5

    Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembentukan Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan pasal 4 diatur dengan Peraturan Menteri.

    (3)
    (4)

    Pasal 6 . Pasal 6 (1) Fakultas Kedokteran atau Fakultas Kedokteran Gigi yang memenuhi persyaratan dapat menambah program studi di bidang kesehatan. (21 Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi:

    1. studi kelayakan;

    2. memiliki program studi kedokteran dan/atau kedoteran Cigi pada Fakultas Kedokteran dan/atau Fakultas Kedokteran Gigi terakreditasi dengan peringkat akreditasi tertinggi;

    3. memiliki lulusan;

    4. memiliki Dosen dan tenaga kependidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan; dan

    5. memiliki sarana prasarana untuk penyelenggaraan pendidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penambahan program studi pada Fakultas Kedokteran dan f ^a+"au ^Fakultas ^Kedokteran ^Gigi sebagaimana dimaksud pada ayat (i) diatur dengan Peraturan Menteri. BAB iII PROGRAM INTERNSIP Bagian Kesatu Umum


    Pasal 7

    Program Internsip secara nasional, dikoordinasikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan.


    Pasal 8
    (1)
    (2)
    (3)
    (1)
    (2)

    PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -8-


    Pasal 8

    Program Internsip dokter dilakukan dalam rangka pemahiran dan pemandirian dokter. Program Internsip dokter gigi dilakukan dalam rangka penyesuaian dalam pemantapan kompetensi di wahana yang berbeda-beda dan/atau hubungan antar profesi. Jangka waktu program Internsip diperhitungkan sebagai masa kerja.


    Pasal 9

    Setiap dokter atau dokter gigi warga negara Indonesia yang lulus program profesi dokter atau dokter gigi dalam negeri dan luar negeri wajib mengikuti program Internsip. Syarat untuk mengikuti program Internsip meliputi:

    1. lulus Uji Kompetensi Mahasiswa Program Profesi Dokter atau Dokter Gigi;

    2. telah disumpah sebagai dokter atau dokter ^gigi; dan c. memiliki STR untuk kewenangan Internsip dan SIP Internsip. Syarat untuk mengikuti program Internsip bagi dokter atau dokter gigi warga negara Indonesia lulusan luar negeri meliputi:

    3. lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh kolegium; dan

    4. memiliki STR untuk kewenangan Internsip dan SIP Internsip. Pasal 1O (1) Peserta program Internsip wajib didampingi oleh Dokter atau Dokter Gigi pendamping Internsip.

      (3)
      (2)

      Fakultas PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -9 - (2) Fakultas Kedokteran atau Fakultas Kedokteran Gigi bertugas memberikan peningkatan pemahaman dan kemampuan mengenai tugas dan fungsi Dokter atau Dokter Gigi pendamping Internsip. Bagian Kedua Komite Internsip Pasal 1 1 Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan dalam rangka menyelenggarakan program Internsip dapat membentuk komite Internsip. Komite Internsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bersifat ex-officio dan berkedudukan di bawah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan. Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk, tugas, dan fungsi komite Internsip diatur oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan. Bagian Ketiga Pelaksanaan Program Internsip


    Pasal 12

    Program Internsip dilaksanakan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan. Fasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi rumah sakit dan pusat kesehatan masyarakat.

    (3)
    (1)
    (2)
    (1)
    (2)
    (3)

    Program PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -10- (3) Program Internsip dokter dan dokter gigi dilaksanakan paling lama 1 (satu) tahun. Pasal 13 Dokter atau dokter gigi yang program Internsip memperoleh program Internsip yang diterbitkan telah menyelesaikan surat tanda selesai oleh komite Internsip. Bagian Keempat Kewajiban dan Hak Peserta Internsip


    Pasal 14

    Dokter atau dokter gigi yang mengikuti program Internsip wajib:

    1. bersedia ditempatkan di seluruh wilayah Indonesia;

    2. bekerja sesuai dengan standar kompetensi, standar pelayanan, dan standar profesi;

    3. mengintegrasikan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang diperoleh selama pendidikan dan mengaplikasikannya dalam pelayanan kesehatan;

    4. mengembangkan keterampilan praktik kedokteran pelayanan kesehatan primer yang menekankan pada upaya promotif dan preventif;

    5. bekerja dalam batas kewenangan klinis, mematuhi peraturan internal fasilitas pelayanan kesehatan, serta ketentuan hukum dan etika; dan

    6. berperan aktif dalam tim pelayanan kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan;


    Pasal 15

    Dokter atau dokter gigi yang mengikuti program Internsip berhak:

    1. mendapat bantuan biaya hidup dasar, transportasi, dan/atau tunjangan; -Brns {t b. mendapat Dokter atau Dokter Gigi pendamping; dan mendapat fasilitas tempat tinggal. Bagian Kelima Pendanaan Pasal 16 (1) Biaya penyelenggaraan program Internsip dibebankan pada anggaran pendapatan dan belanja negara. (21 Pemerintah Daerah memberikan fasilitas dalam penyelenggaraan program Internsip. Bagian Keenam Pembinaan dan Pengawasan (3) Menteri Pasal 17 yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan bersama Menteri dengan mengikutsertakan Konsil Kedokteran Indonesia melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan program Internsip dokter atau dokter gigi. (41 Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan untuk meningkatkan mutu program Internsip secara berkelanjutan dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. c. d.


    Pasal 18
    (1)

    PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -t2-


    Pasal 18

    Dalam hal dokter atau dokter gigi yang mengikuti program Internsip melanggar kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal L4, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan dapat menjatuhkan sanksi administratif. Sanksi administratif sebagaimana dimaksud ^pada ayat (1) dapat berupa:

    1. teguran lisan;

    2. teguran tertulis; dan

    3. rekomendasi penundaan penerbitan ^STR definitif.


    Pasal 19

    Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan ^program Internsip diatur dengan peraturan menteri ^yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di ^bidang kesehatan. BAB IV PROGRAM DOKTER LAYANAN PRIMER Bagian Kesatu Umum


    Pasal 20
    (1)

    Program DLP merupakan kelanjutan dari program profesi dokter dan program Internsip yang setara dengan dokter spesialis.

    (2)

    Program DLP sebagaimana dimaksud pada ayat ^(1) bersifat pilihan pendidikan profesi kedokteran.

    (3)

    Program DLP setara dengan program dokter spesialis dalam hal standar pendidikan, pengakuan, dan penghargaan terhadap lulusan. (21 Pasal 2 1 Pasal 2 1 DLP memiliki fungsi:

    1. memberikan pelayanan kesehatan di pelayanan primer yang berpusat pada individu, berfokus pada keluarga, dan berorientasi pada komunitas yang sesuai dengan latar belakang budaya;

    2. menyediakan pelayanan holistik yang mengintegrasikan faktor biologis, psikologis, sosial, budaya, dan spiritual dengan membina hubungan dokter-pasien yang erat dan setara;

    3. menyediakan pelayanan komprehensif meliputi promosi kesehatan, pencegahan penyakit, pengobatan, rehabilitasi dan pelayanan paliatif, yang berkeianjutan pada semua kelompok usia dan penyakit; dan

    4. memberikan pelayanan sesuai etik dan bertanggung jawab secara profesional berbasis bukti ilmiah. DLP bersama dokter spesialis-subspesialis, dokter gigi spesialis-subspesialis, dokter, dokter gigi, dan tenaga kesehatan lain berpartisipasi aktif melaksanakan program jaminan kesehatan nasional dan program nasional lain pada pelayanan kesehatan. (3) DLP memiliki kompetensi sesuai dengan standar kompetensi DLP. Bagian Kedua Penyelenggaraan Program Dokter Lay anan Primer Pasal 22 (1) Program DLP hanya dapat diselenggarakan oleh Fakultas Kedokteran yang memiliki program studi kedokteran dengan peringkat akreditasi tertinggi.

    (1)
    (2)
    (2)

    Fakultas (21 (3) (41 (i) (2) PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -14- Fakultas Kedokteran dalam menyelenggarakan program DLP berkoordinasi dengan Organisasi Profesi. Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan dalam bentuk penjaminan mutu uji kompetensi. Dalam hal mempercepat terpenuhinya kebutuhan DLP, Fakultas Kedokteran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat bekerja sama dengan Fakultas Kedokteran yang memiliki program studi kedokteran dengan kategori akreditasi setingkat lebih rendah dalam menjalankan program DLP.


    Pasal 23

    Program DLP dapat dilakukan melalui rekognisi pembelajaran lampau. Rekognisi pembelajaran lampau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui pengakuan atas capaian pembelajaran dari pendidikan formal, nonformal, informal, dan/atau pengalaman kerja ke dalam pendidikan formal. Rekognisi pembelajaran lampau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 24 (1) Program DLP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dilaksanakan pada:

    1. wahana pendidikan DLP; dan/atau

    2. Rumah Sakit Pendidikan.

      (3)
      (2)

      Ketentuan (2\ (3) negeri. Pasal 25 (l) Program DLP dilaksanakan sesuai dengan standar pendidikan dan standar kompetensi DLP. Standar pendidikan dan standar kompetensi ^DLP mengacu pada Standar Nasional Pendidikan Kedokteran. Standar pendidikan dan standar kompetensi DLP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun bersama oleh Kementerian, kementerian ^yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan, Organisasi Profesi, asosiasi institusi pendidikan kedokteran, dan disahkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia. Sistem penjaminan mutu program ^pendidikan DLP dilaksanakan sesuai dengan ketentuan ^peraturan perundang-undangan.


    Pasal 26

    Ketentuan lebih lanjut menge nai ^penyelenggaraan program DLP diatur dengan Peraturan Menteri. (4) BAB V DOSEN DI BAB V RUMAH SAKIT PENDIDIKAN DAN KEDOKTERAN WAHANA PENDIDIKAN Bagian Kesatu Umum


    Pasal 27

    Dosen di Rumah Sakit ^Pendidikan ^dan ^Wahana Pendidikan Kedokteran melakukan ^pendidikan, penelitian, pengabdian kepada masyarakat, ^dan pelayanan kesehatan. Dosen sebagaimana dimaksud ^pada ^ayat ^(1) ^memiliki kesetaraan, pengakuan, dan ^angka ^kredit ^yang memperhitungkan kegiatan ^pelayanan ^kesehatan. Dosen sebagaimana dimaksud ^pada ^ayat ^(1) ^harus memenuhi kualifikasi ^sesuai ^dengan ^Standar Nasional Pendidikan ^Kedokteran. Bagian Kedua Pengakuan dan Kesetaraan


    Pasal 28

    pelayanan di Rumah sakit Pendidikan dan/atau wahana Pendidikan Kedokteran ^yang mengikutsertakan ^peserta didik diakui sebagai kegiatan ^pendidikan.


    Pasal 29

    Kegiatan Dosen di Rumah Sakit ^Pendidikan dan/atau Wahana Pendidikan ^Kedokteran disetarakan dengan kegiatan dosen ^di ^perguruan tinggi. Penyetaraan sebagaimana dimaksud ^pada ^ayat ^(1) dilakukan melalui penilaian angka ^kredit.

    (1)
    (2)
    (3)
    (1)

    (21 Bagian Ketiga (1) (2) Bagian Ketiga Angka Kredit Dosen


    Pasal 30

    Penilaian angka kredit Dosen dilakukan ^berdasarkan unsur kegiatan sesuai ^dengan ^ketentuan ^peraturan perundang-undangan. Unsur utama penilaian ^angka ^kredit ^yang ^bersifat khusus untuk Dosen meliputi ^pelaksanaan pelayanan profesi dan pelayanan ^spesialistik- subspesialistik, Ketentuan lebih lanjut ^mengenai ^penilaian ^angka kredit Dosen diatur dalam ^peraturan menteri ^yang menyelenggarakan urusan ^pemerintahan ^di ^bidang aparatur negara setelah ^berkoordinasi ^dengan Menteri dan menteri ^yang menyelenggarakan ^urusan pemerintahan di bidang kesehatan. Pasal 31 (1) Jenjang ^jabatan akademik ^Dosen ^terdiri ^atas ^asisten ahli, lektor, lektor kepala, ^dan ^profesor. (2) Dosen dapat diusulkan ke ^jenjang ^jabatan ^akademik profesor dengan memenuhi ^persyaratan ^paling sedikit:

    1. memiliki pengalaman ^kerja ^10 ^(sepuluh) tahun sebagai Dosen;

    2. berpendidikan doktor atau ^dokter ^spesialis- subspesialis yang setara dengan ^jenjang ^tertinggi dalam Kerangka Kualifikasi ^Nasional Indonesia;

    3. memiliki publikasi ilmiah ^inovatif ^yang diterbitkan dalam peer ^reuieued ^journal; ^dan (3) Bagian Keempat Jenjang Jabatan, ^Pengangkatan, ^Alih Jabatan, ^dan Inpassing PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA - 18- d. mendapatkan pengakuan dari kelompok ^ahli sebidang (peer group expertsl.


    Pasal 32

    Seseorang yang diangkat untuk ^pertama ^kali ^dalam jabatan Dosen harus memenuhi Standar Nasional Pendidikan Kedokteran.


    Pasal 33

    Pengangkatan Pegawai ^Negeri ^Sipil dari jabatan ^lain ^ke dalam ^jabatan Dosen dapat ^dipertimbangkan ^dengan ketentuan paling sedikit:

    1. memenuhi syarat ^sebagai ^Dosen sesuai ^Standar Nasional Pendidikan Kedokteran;

    2. usia paling tinggi 55 ^(lima ^puluh ^lima) ^tahun;

    3. memiliki penilaian ^prestasi ^kerja ^pegawai ^bernilai baik dalam 1 (satu) tahun ^terakhir;

    4. mendapat rekomendasi ^dari ^direktur ^rumah ^sakit dan dekan Fakultas ^Kedokteran ^atau ^Fakultas Kedokteran Gigi; dan

    5. mendapat ^persetujuan ^dari ^Kementerian.


    Pasal 34

    Pegawai Negeri Sipil ^yang pada saat penetapan Peraturan Pemerintah ini telah dan ^masih ^melaksanakan ^tugas pelayanan kesehatan dan ^pendidikan dokter ^berdasarkan keputusan pejabat ^yang ^berwenang, ^dapat ^disesuaikan dalam ^jabatan dan angka ^kredit ^Dosen ^dengan ketentuan paling sedikit:

    1. memiliki sertifikat ^profesi DLP, ^dokter ^spesialis, atau dokter gigi spesialis; dan

    2. pengalaman kerja paling singkat 2 ^(dua) ^tahun ^di bidang Pendidikan Kedokteran.


    Pasal 35

    R EP u J.T,f t,',?Sf; *. r, o 19


    Pasal 35
    (1)

    Pembiayaan tunjangan jabatan fungsional Dosen dan tunjangan kehormatan jabatan profesor dibebankan pada anggaran instansi asal.

    (2)

    Pembiayaan proses sertifikasi Dosen dibebankan pada Dosen yang bersangkutan.


    Pasal 36

    Ketentuan lebih lanjut mengenai pengangkatan, alih jabatan, dan inpassing dalam jabatan dan angka kredit Dosen diatur dengan Peraturan Menteri setelah mendapat persetujuan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang aparatur negara dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan. BAB VI ETIKA PROFESI, SUMPAH DOKTER DAN DOKTER GIGI Bagian Kesatu Etika Profesi Pasal 37 Etika profesi kedokteran dan kedokteran gigi merupakan sistem norma, nilai, dan aturan profesional yang berlaku dalam profesi kedokteran dan kedokteran gigi. Etika profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit terdiri atas:

    1. kewajiban umum;

    2. kewajiban terhadap pasien;

    3. kewajiban terhadap rekan sejawat; dan

    4. kewajiban terhadap diri sendiri.

      (1)
      (2)
      (3)

      Etika PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -20- (3) Etika profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Organisasi Profesi, Bagian Kedua Sumpah Dokter dan Dokter Gigi


    Pasal 38

    Mahasiswa yang telah lulus Uji Kompetensi Mahasiswa Program Profesi Dokter dan Dokter Gigi wajib mengangkat sumpah Dokter atau Dokter Gigi sebagai pertanggungjawaban moral kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam melaksanakan tugas keprofesiannya.


    Pasal 39

    Lafal sumpah disesuaikan dengan musyawarah kerja etik, yang berbunyi "Saya bersumpahlberjanji bahwa:

    1. saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan perikemanusiaan ;

    2. saya akan menjalankan tugas saya dengan cara yang berhormat dan bersusila, sesuai dengan martabat pekerjaan saya;

    3. saya akan memelihara dengan sekuat tenaga martabat dan tradisi luhur jabatan kedokteran;

    4. saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena pekerjaan saya dan karena keilmuan saya sebagai dokter;

    5. kesehatan penderita senantiasa akan saya utamakan;

    6. dalam menunaikan kewajiban terhadap penderita saya akan berikhtiar dengan sungguh-sungguh supaya saya tidak terpengaruh oleh pertimbangan keagamaan, kebangsaan, kesukuan, politik kepartaian atau kedudukan sosial;

    7. saya h. teman sejawat saya akan saya perlakukan sebagai saudara kandung;

    8. saya akan menghormati setiap hidup insani mulai dari saat pembuahan;

    9. sekalipun diancam, saya tidak akan mempergunakan pengetahuan kedokteran saya untuk sesuatu yang bertentangan dengan hukum perikemanusiaan; Saya ikrarkan sumpah ini dengan sungguh-sungguh dan dengan mempertaruhkan kehormatan diri saya".


    Pasal 40

    Ketentuan lebih lanjut mengenai etika profesi, sumpah Dokter atau Dokter Gigi diatur oleh Organisasi Profesi. BAB VII KERJA SAMA FAKULTAS KEDOKTERAN ATAU FAKULTAS KEDOKTEMN GIGI DENGAN RUMAH SAKIT PENDIDIKAN, WAHANA PENDIDIKAN KEDOKTERAN, DAN/ATAU LEMBAGA LAIN Pasal 4 1 (1) Fakultas Kedokteran atau Fakultas Kedokteran Gigi atas nama perguruan tinggi bekerja sama dengan Rumah Sakit Pendidikan, Wahana Pendidikan Kedokteran, dan/atau lembaga lain, serta berkoordinasi dengan Organisasi Profesi. (21 Kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk:

    1. meningkatkan (3) b. memberikan kontribusi nyata untuk bidang pendidikan, penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam pembangunan bidang kesehatan di wilayahnya untuk meningkatkan daya saing bangsa; dan

    2. meningkatkan sinkronisasi dan harmonisasi pelayanan, pendidikan, dan penelitian bidang kesehatan. Bentuk kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupai a. kerja sama antara Fakultas Kedokteran dengan Rumah Sakit Pendidikan, Wahana Pendidikan Kedokteran, dan/atau lembaga lain dalam suatu sistem kesehatan akademik;

    3. kerja sama antara Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi dengan Rumah Sakit Pendidikan Utama dalam integrasi fungsional di bidang manajemen dan/atau integrasi struktural; dan

    4. kerja sama antara Fakultas Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi dengan Rumah Sakit Pendidikan milik Kementerian dalam integrasi struktural. Dalam melakukan kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, Fakultas Kedokteran Gigi harus bekerja sama dengan Fakultas Kedokteran. (4)


    Pasal 42
    (3)
    (1)

    (21 (1) (21 PRES IOEN REPUBLIK INDONESIA -23-


    Pasal 42

    Kerja sama antara Fakultas Kedokteran atau Fakultas Kedokteran Gigi dengan Rumah Sakit Pendidikan, Wahana Pendidikan Kedokteran, dan/atau lembaga lain meliputi kerja sama akademik dan kerja sama nonakademik. Kerja sama akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kerja sama bidang pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat secara terintegrasi. Kerja sama nonakademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kerja sama bidang sumber daya manusia, sarana prasarana, dan/atau pendanaan.


    Pasal 43

    Kerja sama antara Fakultas Kedokteran atau Fakultas Kedokteran Gigi dengan Rumah Sakit Pendidikan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


    Pasal 44

    Perjanjian kerja sama antara Fakultas Kedokteran atau Fakultas Kedokteran Gigi dengan Wahana Pendidikan dan/atau Lembaga lain ditandatangani oleh pihak yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam hal salah satu pihak merupakan pihak asing, perjanjian kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuat dalam Bahasa Indonesia dan bahasa asing.

    (3)

    Perjanjian (3) a. waktu penandatanganan;

    1. identitas para pihak;

    2. tujuan dan luaran;

    3. ruang lingkup;

    4. tanggung ^jawab bersama;

    5. hak dan kewajiban masing-masing pihak secara timbal balik;

    6. ketentuan pelaksanaan;

    7. pendanaan;

    8. ^jangka waktu;

    9. keadaan kahar;

    10. penyelesaian sengketa para pihak; dan

    11. sanksi atas pelanggaran. BAB VIII SISTEM PENJAMINAN MUTU


    Pasal 45

    Fakultas Kedokteran atau Fakultas Kedokteran Gigi wajib memenuhi Standar Nasional Pendidikan Kedokteran. Fakultas Kedokteran atau Fakultas Kedokteran Gigi wajib mengembangkan sistem penjaminan mutu yang dilaksanakan secara internal dan eksternal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

    (1)
    (2)

    PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -25- Pasal 46 (1) Pengawasan dan pembinaan Pendidikan Kedokteran pada Fakultas Kedokteran atau Fakultas Kedokteran Gigi dilakukan oleh Menteri bekerja sama dengan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan, Konsil Kedokteran Indonesia, Organisasi Profesi, asosiasi institusi pendidikan kedokteran, asosiasi Rumah Sakit Pendidikan, dan Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi. (21 Pengawasan dan pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan:

    1. hasil akreditasi program studi;

    2. hasil Uji Kompetensi Mahasiswa Program Profesi Dokter atau Dokter Gigi;

    3. Pangkalan Data Pendidikan Tinggi; dan

    4. laporan masyarakat. BAB IX PENDANAAN


    Pasal 47

    Pendanaan Pendidikan Kedokteran menjadi tanggung jawab bersama antara Pemerintah, Pemerintah Daerah, Fakultas Kedokteran, Fakultas Kedokteran Gigi, Rumah Sakit Pendidikan, dan masyarakat. Pendanaan Pendidikan Kedokteran yang menjadi tanggung jawab Fakultas Kedokteran, Fakultas Kedokteran Gigi, dan Rumah Sakit Pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diperoleh dari kerja sama pendidikan, penelitian, dan pelayanan kepada masyarakat.

    (1)
    (2)
    (3)

    Dana PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -26- (3) Dana Pendidikan Kedokteran diutamakan untuk pengembangan Pendidikan Kedokteran. BAB X KETENTUAN PERALIHAN


    Pasal 48

    Pegawai Negeri Sipil yang pada saat mulai berlakunya Peraturan Pemerintah ini telah dan masih melaksanakan jabatan fungsional dokter pendidik klinis dapat melaksanakan tugas sampai terbentuknya ^jabatan Dosen. BAB XI KETENTUAN PENUTUP


    Pasal 49

    Jabatan Dosen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 harus sudah terbentuk paling lama 1 (satu) tahun sejak mulai berlakunya Peraturan Pemerintah ini.


    Pasal 50

    Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 27 Desember 2077 ttd. JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 28 Desember 2Ol7 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. YASONNA H. LAOLY PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 20t7 TENTANG PERATURAN PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG ^NOMOR ^20 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KEDOKTERAN I. UMUM undang-Undang Nomor 20 Tahun 2Ol3 tentang ^Pendidikan Kedokteran memuat berbagai ^pembaruan di bidang ^Pendidikan Kedokteran, antara lain penguatan kelembagaan ^Fakultas ^Kedokteran dan Fakultas Kedokteran Gigi, ^penyelenggaraan ^Internsip, ^dan keberadaan DLP. Dalam hal penguatan kelembagaan, terdapat ^syarat ^tertentu bagi pembentukan Fakultas Kedokteran atau ^Fakultas ^Kedokteran Gigi. T\rjuannya untuk menjamin terselenggaranya ^program Pendidikan Kedokteran yang bermutu sehingga dapat ^menghasilkan dokter, dokter gigi, DLP, dokter spesialis-subspesialis, dan dokter ^gigi spesialis-subspesialis yang berbudi luhur, bermartabat, ^bermutu, berkompeten, berbudaya menolong, beretika, berdedikasi ^tinggi, profesional, berorientasi pada keselamatan pasien, bertanggung ^jawab, bermoral, humanis, sesuai dengan kebutuhan masyarakat, ^mampu beradaptasi dengan lingkungan sosial, dan berjiwa sosial tinggi. Di sisi lain penguatan kelembagaan ^juga bertujuan untuk meningkatkan posisi tawar Fakultas Kedokteran atau Fakultas Kedokteran Gigi dalam melaksanakan kerja sama dengan Wahana Pendidikan Kedokteran, Rumah Sakit Pendidikan, dan lembaga lain. Pengaturan . berkelanjutan pada semua kelompok usia dan memberikan ^pelayanan sesuai dengan etik dan bertanggung ^jawab ^secara ^profesional ^berbasis bukti ilmiah. Program DLP merupakan salah satu pilihan karir ^dokter, ^yang setara dokter spesialis. Kesetaraan dimaksud dalam ^hal ^standar pendidikan, pengakuan, dan penghargaan terhadap lulusan. ^Dengan demikian terwujud kepastian hukum, bahwa ^DLP ^tidak ^bertujuan untuk mengganti peran dokter umum atau ^dokter ^keluarga. Sebaliknya dokter umum atau dokter keluarga dapat ^memilih ^DLP sebagai pilihan peningkatan karir. Peraturan Pemerintah ini mengatur mengenai:

    1. pembentukan Fakultas Kedokteran, Fakultas Kedokteran ^Gigi, ^dan penambahan program studi; program Internsip; program DLP; Dosen di Rumah Sakit Pendidikan dan Wahana ^Pendidikan Kedokteran;

    2. etika profesi dan sumpah Dokter atau Dokter Gigi;

    3. C.

    4. dengan Rumah Sakit Pendidikan, ^Wahana Pendidikan ^Kedokteran, atau lembaga lain; dan

    5. sistem penjaminan mutu; dan

    6. pendanaan. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup ^jelas. Pasal 2 Cukup ^jelas. Pasal 3 Cukup ^jelas. Pasal 4 Ayat (1) Huruf a Cukup ^jelas. Huruf b Cukup ^jelas. Huruf c Cukup ^jelas. Huruf d Cukup ^jelas. Huruf e Cukup ^jelas. Huruf f Cukup ^jelas. Huruf g Cukup ^jelas. Huruf h Cukup ^jelas. Huruf i *., u J.T[ t,',3otf; *. r, o -4- Huruf i Cukup ^jelas. Huruf j Cukup ^jelas. Huruf k Sumber pendanaan dan perencanaan anggaran sesuai masa studi berdasarkan Standar Nasional Pendidikan Kedokteran. Huruf I Cukup ^jelas. Huruf m Yang dimaksud dengan "independen' adalah tim dalam melaksanakan tugas sesuai dengan keahlian dan bebas dari pengaruh atau intervensi dari pihak lain. Huruf n Cukup ^jelas. Ayat (21 Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (4) Cukup ^jelas. Pasal 5 Cukup ^jelas. Pasal 6 Cukup ^jelas. Pasal 7 Cukup ^jelas. Pasal 8 Cukup ^jelas.


    Pasal 9

    PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA 5- Pasal 9 Cukup ^jelas. Pasal 10 Cukup jelas. Pasal 11 Cukup jelas. Pasal 12 Cukup ^jelas. Pasal 13 Cukup ^jelas. Pasal 14 Cukup ^jelas. Pasal 15 Cukup ^jelas. Pasal 16 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "fasilitas" antara lain tempat tinggal selama melaksanakan program Internsip, sarana transportasi, dan honorarium dengan memperhatikan asas kepatutan, kewajaran, dan rasionalitas dalam pencapaian sasaran program dan kegiatan sesuai dengan kebutuhan dan waktu pelaksanaan kegiatan dalam rangka mencapai target kinerja. Pasal 17 Cukup jelas.


    Pasal 18

    Pasal 18 Cukup ^jelas. Pasal 19 Cukup ^jelas. Pasal 20 Cukup ^jelas. Pasal 21 Cukup ^jelas. Pasal 22 Cukup ^jelas. Pasal 23 Cukup ^jelas. Pasal 24 Cukup ^jelas. Pasal 25 Cukup ^jelas. Pasal 26 Cukup ^jelas. Pasal 27 Cukup ^jelas. Pasai 28 Cukup ^jelas. Pasal 29 Cukup ^jelas. Pasal 30 Cukup ^jelas. Pasal 3 1 Cukup ^jelas. Pasal 32 Cukup ^jelas. Pasal 33 Cukup ^jelas. Pasal 34 Cukup ^jelas. Pasal 35 Cukup ^jelas. Pasal 36 Cukup ^jelas. Pasal 37 Cukup ^jelas. Pasal 38 Cukup ^jelas. Pasal 39 Cukup ^jelas. Pasai 40 Cukup ^jelas. Pasal 41 Ayat lain" adalah iembaga yang usaha, dan pemerintahan Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Huruf a Yang dimaksud dengan "sistem kesehatan akademik" adalah integrasi antara Fakultas Kedokteran atau Fakultas Kedokteran Gigi dengan Rumah Sakit Pendidikan, Rumah Sakit Pendidikan milik Kementerian, Wahana Pendidikan Kedokteran dalam bidang pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Yang dimaksud dengan "lembaga lain' adalah lembaga yang mewakili unsur akademis, dunia usaha, dan pemerintahan di dalam dan luar negeri. Huruf b Cukup ^je1as. Huruf c Cukup ^jelas. Ayat (4) Cukup ^jelas. Pasal 42 Cukup ^jelas. Pasal 43 Cukup ^jelas. Pasal 44 Ayat (1) Cukup ^jeias. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA -8- (1) Yang dimaksud dengan "lembaga mewakili unsur akademis, dunia di dalam dan luar negeri. Ayat (21 Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Huruf a Cukup ^jelas. Huruf b Cukup ^jelas. Huruf c Cukup ^jelas. Huruf d Cukup ^jelas. Huruf e Tanggung ^jawab bersama memuat ^pengaturan Dosen, proses pendidikan, dan ^jumlah ^mahasiswa pada setiap jenjang dan program yang dapat melakukan pendidikan, penelitian, dan ^pelayanan bidang kedokteran, kedokteran ^gigi, dan ^kesehatan lain. Huruf f Hak antara lain memuat tentang ^kesempatan menggunakan fasilitas ^peralatan pendidikan ^bidang kedokteran, kedokteran gigi, dan ^kesehatan ^lain sesuai dengan perkembangan teknologi ^kedokteran, kedokteran gigi, dan/atau kesehatan ^lain berdasarkan Standar Nasional ^Pendidikan Kedokteran dan kebutuhan masyarakat; ^dan dukungan untuk penelitian bidang ^kedokteran, kedokteran gigi, dan/atau kesehatan ^lain ^di ^Rumah Sakit Pendidikan. Kewajiban antara lain memuat ^tentang ^pengiriman mahasiswa untuk melakukan ^pendidikan, penelitian, dan pelayanan bidang kedokteran, kedokteran gigi, dan kesehatan lain di ^Wahana Pendidikan Kedokteran sesuai dengan ^daya ^dukung * r r u JrTnt t,',355 *. r, o -10- dan daya tampung Wahana Pendidikan Kedokteran; dan pemberian kontribusi dana pendidikan dari institusi pendidikan. Huruf g Cukup ^jelas. Huruf h Cukup ^jelas. Huruf i Cukup ^jelas. Huruf j Cukup ^jelas. Huruf k Cukup ^jelas. Huruf I Cukup ^jelas. Pasal 45 Cukup ^jelas. Pasal 46 Cukup ^jelas. Pasal 47 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan "diutamakan" adalah terjaminnya pendanaan pengembangan Pendidikan Kedokteran. Pasal 48 Cukup ^jelas.


    Pasal 49 Pasal 49 Cukup ^jelas. Pasal 50 Cukup ^jelas.

Webmentions

Anda dapat memberikan tanggapan atas peraturan ini dengan like, retweet/repost pada tweet yang mencantumkan tautan pada laman ini.

Tanggapan (0):