Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2017

Kerangka<< >>

Menimbang : Menimbang : Mengingat : Menetapkan : PERATUMN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2017 TENTANG KESELAMATAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JAI,AN DENGAN RAHMATTUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, bahwa untuk melalsanaan ketentuan Pasal 205 dan Pasal 2O7 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan;

  1. Pasal 5 ayat (21 Undang-Undang Dasar Negara Republik IndonesiaTahun 1945;

  2. Undang-Undang Nomor 22 Tahurt 2009 tentang Ialu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2OO9 Nomor 96 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5025); MEMUTUSKAN: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG KESEI.A.MA'TAN I.,ALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN. BAB I KETENTUAN UMUM

    Pasal 1

    Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:


  3. Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang selanjutnya disingkat LLA"I adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas Lelu Lintas, Angkutan Jalan, Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Prasarana lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Kendaraan, Pengemudi, Pengguna Jalan, serta pengelolaannya.

  4. 7, Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang selanjutnya disingkat KLLA"I adalah suatu keadaan terhindarnya setiap orang dari risiko kecelakaan selama berlalu lintas yang disebabkan oleh manusia, kendaraan, jalan, dan/atau lingkungan. Perencanaan Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang selanjutnya disebut Perencanaan KLLAJ adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan yang tepat untuk mewujudkan keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan yang ditetapkan sebagai sasaran, melalui urutan pilihaa, dengan memperhitungkan sumber daya yang tersedia. 4. Rencana Umum Nasional Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang selanjutnya disingkat RUNK LI,A"I adalah dokumen perencanaan keselamatan Pemerintah untuk periode 20 (dua puluh) tahun. 5. Rencana Aksi Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kementeian/ l-embaga yang selanjutnya disebut RAK LL J Kementerian/lembaga adalah dokumen perencanaafl keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan kementerian/lembaga untuk periode 5 (lima) tahun. 6. Rencana Aksi Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Provinsi/Kabupaten/Kota yang selanjutnya disebut RAK LLAJ Provinsi/Kabupaten/Kota adalah dokumen perencanaan keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Provinsi/Kabupaten/Kota untuk periode 5 (lima) tahun. Program Nasional Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang selanjutnya disebut Program Nasional KLLA", adalah instrumen kebiiakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang dilaksanakan oleh instansi p emerintah/ lembaga untuk mencapai sasaran dan tqiuan serta memperoleh alokasi anggaran, atau kegiatan masyarakat yang dikoordinasikan oleh instansi pemerintah. Manajemen Keselamatan lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang selanjutnya disebut Manajemen KLLAJ adalah seluruh usaha pemangku kepentingan yang terorganisir dan terintegrasi untuk mewujudkan keselamatan lalu Iintas dan angkutan jalan yang ditetapkan dalam Rencana Umum Nasional Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

  5. Sistem Manajemen Keselamatan Perusahaan Angkutan Umum adalah bagran dari manajemen perusahaan angkutan umum berrrpa tata kelola keselamatan yang dilakukan oleh perusahaan angkutan umum secara komprehensif dan terkoordinasi dalam rangka mewujudkan keselamatan dan mengelola risiko kecelalaan. Audit Bidang Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang selanjutnya disebut Audit Bidang KLLA"I adalah pemeriksaan formal terhadap obyek tertentu sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing pembina lalu lintas dan angkutan jalan. Inspeksi Bidang Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang selanjutnya disebut Inspeksi Bidang KLLAJ adalah pengamatan langsung obyek tertentu sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing pembina lalu lintas dan angkutan jalan yang dilaksanakan oleh inspektor masing-masing untuk mengetahui keadaan dan kineq'a obyek yang diinspeksi. Pengamatan dan Pemantauan Bidang Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang selanjutnya disebut Pengamatan dan Pemantauan Bidang KLLA"I adalah kegiatan mengamati dan mengikuti perkembangan obyek tertentu di bidang keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan melalui laporan yang disampaikan sesuai dengan tugas, fungsi, dan wewenang masing-masing pemangku kepentingan. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom.

    Pasal 2

    Peraturan Pemerintah ini mengatur mengenai:

    1. Perencanaan KLLA"I;

    2. pelaksanaan dan pengendalian KLL,A"I;

    3. Sistem Manajemen KeselanataIr Perusahaan Angkutan Umum;

    4. alat pemberi informasi Kecelakaan Lalu Lintas; dan e, pengawasan KLLAJ.

      1. t2.

  1. PRE 9IDEI\ [?EPURI-II( INDONESIA BAB II PERENCANAAN KESELAMATAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JAI.AN Bagran Kesatu Rencana Umum Nasional Keselamatan Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan
    Pasal 3
    (1)

    Pemerintah bertanggung jawab atas terjaminnya KLLAJ. Untuk menjamin KLLAJ sebagaimana dimaksud ^pada ayat (1), ditetapkan RUNK LLAJ. RUNK LLAJ sebagaimana dimaksud pada ayat ^(21, memuat:

    1. visi dan misi;

    2. sasaran;

    3. kebijakan;

    4. strategi; dan

    5. Program Nasional KLI,AJ. Pen5rursunan RUNK LLAJ sebagaimana dimaksud pada ayat l2l dikoordinasikan oleh kementerian ^yang menyelenggarakan urusan pemerintatran di bidang perencanaan pembangunan nasional.


    Pasal 4
    (1)

    Program Nasional KLLA.J sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf e, terdiri atas 5 (lima) pilar keselamatan yang meliputi:

    1. pilar 1 (satu) yaitu sistem yang berkeselamatan;

    2. pilar 2 (dua) yaitu ^jalan yang berkeselamatan;

    3. pilar 3 (tiga) yaitu kendaraan yang berkeselamatan;

    4. pilar 4 (empat) yaitu pengguna jalan yang berkeselamatan; dan

    5. pilar 5 (lima) yaitu penanganan korban kecelakaan. (21 Pen5rusunan pilar 1 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dikoordinasikan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional. (21 (3) (4) (3) Penyusunan pilar 2 sebagaimana dimaksud pada ayat {1) huruf b, dikoordinasikan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ^jalan. (4) Penyusunan pilar 3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, dikoordinasikan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan ^jalan. (5) Penyusunan pilar 4 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, dikoordinasikan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia. (6) Penyusunan pilar 5 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, dikoordinasikan oleh kementerian ^yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan. (71 Penyusunan pilar 1 sampai dengan pilar 5 melibatkan kementerian/lembaga terkait dan dapat melibatkan pemangku kepentingan.


    Pasal 5

    Penyusunan Program Nasional KLL.A,"I sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1), dengan memperhatikan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN). Pasa1 6 RUNK LLA.I sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, ditetapkan dengan Peraturan Presiden. RUNK LLA.I sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berlaku selama 20 (dua puluh) tahun. RUNK LLA", sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat dievaluasi setiap 5 (lima) tahun atau sewaktu-waktu bila diperlukan. Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dilakukan oleh masing-masing penanggung jawab pilar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4. Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4), disampaikan kepada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencanaan pembangunan nasional untuk dimintakan persetqiuan kepada Presiden. (U (21 (3) (4) (s)


    Pasal 7
    (1)

    Untuk melaksanakan RUNK LLA", sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, perlu disusun dan dilaksanakan RAK LI,AJ oleh:

    1. Kementeri an /l*mbaga sesuai dengan kewenangannya;

    2. Pemerintah Provinsi; dan c, Pemerintah Kabupaten/Kota. Badan usaha dan masyarakat dapat berpartisipasi dalam penJrusunan dan pelaksanaan RAK LL,{I. Ketentuan mengenai tata cara penyusunan RAK LLA"I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang perencEulaan pembangunan nasional.


    Pasal 8

    RUNK LLAJ sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3), dijabarkan dalam Program Nasional KLLAJ. Program Nasional KLLA.I sebagaimana dimaksud pada ayat (l), paling sedikit meliputi:

    1. Penyediaan dan pemeliharaan fasilitas dan perlengkapan KLLAJ;

    2. Pengkajian masalah KLLA"I; dan

    3. Manajemen KLLAJ. Bagian Kedua Penyusunan dan Penetapan Rencana Aksi Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kementerian/lrembaga


    Pasal 9
    (1)

    RAK LLA"I Kementerian/Lembaga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a, memuat:

    1. Sasaran Kementerian/ Lrmbaga;

    2. Arah kebljakan strategis berdasarkan RUNK LLA"I;

    3. Kebutuhan regulasi dan tatanan kelembagaan kementerian/lembaga yang diperlukan;

    4. Rencana aksi dan target kjneg'a; dan (2t (3) (1) {21 m *. r u J.Tnt ^t,',?S)r. r, o (21 RAK LLA.J Kementerian/Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disusun berdasarkan:

    5. Rencana Pembangunan Jangka Panjang dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah; dan

    6. RUNK LLA"I. (3) RAK LI"A"I Kementerian/Lembaga ditetapkan dengan Peraturan Menteri/Kepala Lembaga sesuai wewenang dan tanggung ^jawabnya masing-masing. (4) RAK LLA"I Kementerian/Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (2), berlaku paling lama 5 (lima) tahun dan dilalrukan evaluasi secara berkala setiap tahun. Bagian Ketiga Penyusunan dan Penetapan Rencana Aksi Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Provinsi Pasal lO (1) RAK LLA"I Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b, memuat:

    7. sasar.rn Pemerintah Provinsi;

    8. arah kebijakan strategis berdasarkan RUNK LL,4"I dan RAK LLAJ Kementerian / Lembaga;

    9. kebutuhan regulasi daerah dan tatanan kelembagaan Pemerintah Provinsi;

    10. Rencana aksi dan target kinerja; dan

    11. rencana pendanaan. 12l. ^RAK ^LLAJ Provinsi ^sebagaimana ^dimaksud ^pada ^ayat ^(1), disusun berdasarkan:

    12. RUNKLLAJ;

    13. RAK LLAJ Kementerian/Lembaga; dan

    14. Rencana Pembangunan Jangka Panjang dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Provinsi. (3) RAK LLAJ Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Gubernur. (4) RAK LL,AJ Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), berlaku selama 5 (lima) tahun dan dilakukan evaluasi secara berkala setiap tahun.

    15. r, J,-Tnt ^t,',?5|* = ^r, ^o -8- Bagran Keempat Penyusunan dan Penetapan Rencana Aksi Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Kabupaten / Kota


    Pasal 11

    RAK LLA", Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf c, memuat:

    1. sasaran Pemerintah Kabupaten/Kota;

    2. arah kebijakan strategis berdasarkan RUNK LLA"I, RAK LLAJ Kementerian/Lembaga, dan RAK LLA"I Provinsi;

    3. kebutuhan regul,asi daerah dan tatanan kelembagaan Pemerintah Ihbupaten/ Kota;

    4. rencana aksi dan target kine{a; dan

    5. rencana pendanaan. RAK LIA"I Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disusun berdasarkan: RUNK LLAJ; RAK LLA"I Kementerian/ lembaga; RAK LLA", Provinsi; dan Rencana pembangunan ^jangka panjang dan rencana pembangunan jangka menengah Kabupaten/Kota. RAK LLAJ Kabupaten/Kota ditetapkan dengan Peraturan Bupati/Walikota. RAK LLA.I Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (21, berlaku selama 5 (lima) tahun dan dilakukan evaluasi secara berkala setiap tahun. BAB III PELAKSANAAN DAN PENGENDALIAN Bagan Kesatu Umum Pasal 12 (1) Pelaksanaan dan pengendalian RUNK LI"A"I, RAK LLA"I Kementerian/kmbaga, RAK LLA"I Provinsi, dan RAK LLA.I Kabup aten / Kota dilakukan secara terkoordinasi oleh penanggung jawab pilar keselamatan dengan menggunakan Manajemen KLLAJ.

      (1)

      (21 a. b. c. d.

      (3)

      t4t (3) (41 (u t2t l2l ^Manajemen ^KLLAJ ^sebagaimana ^dimaksud pada ^ayat ^(1) meliputi:

    6. pencapaian sasaran atau hasil yang diinginkan;

    7. pelaksanaan tindakan langsung secara sinergi; dan

    8. pemberian dukungan fungsi. Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan melalui Forum LLAJ sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pelaksanaan RUNK Ll,l.l, RAK LLAJ Kementerian/kmbaga, RAK LLA"I Provinsi, dan RAK LLA"I Ihbupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan evaluasi secara berkala setiap 3 (tiga) bulan. Pasal 13 Pencapaian sasaran atau hasil yang diinginkan sebagaim4la dimaksud dalam Pasal L2 ayat (2) huruf a berupa penurunan tingkat fatalitas akibat kecelakaan dan biaya sosial sebagai dampak kecelakaan lalu lintas. Penurunan fatalitas akibat kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dilakukan dengan melaksanakan tindakan langsung secara sinergi melalui:

    9. pemenuhan persyaratan laik fungsi ^jalan;

    10. pemenuhan persyaratan keselamatan kendaraan bermotor;

    11. pemenuhan persyaratan penyelenggaraan kompetensi pengemudi kendaraan bermotor;

    12. penegakan hukum ketentuan keselamatan berlalu lintas; dan

    13. penanganan korban kecelakaan. Dalam melaksanakan tindakan langsung secara sinergi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus didukung fungsi:

    14. koordinasi;

    15. regulasi;

    16. pendanaan;

    17. promosi/sosialisasi;

    18. kerja sama dalam rangka pertukaran ilmu pengetahuan dan teknologi Keselamatan Lalu Lintas; dan/atau

    19. penelitian dan pengembangan KLLAJ, (3) Bagran Kedua . Bag'an Kedua Pelaksanaan dan Pengendalian Rencana Umum Nasional Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan Rencana Aksi Keselamatan LaIu Lintas dan Angkutan Jalan Kementerian/Lembaga Pasal 14 (U Pemenuhan persyaratan laik fungsi ^jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf a ^paling sedikit dilakukan dengan cara:

    20. melaksanakan pembangunan ^jalan sesuai dengan persyaratan keselamatan;

    21. melaksanalan manajemen dan rekayasa lalu lintas di jalan;

    22. melakukan uji laik fungsi ^jalan;

    23. melalsanakan pemantauan dan ^penilaian ^kondisi jalan;

    24. melakukan inspeksi ^jalan; dan

    25. melakukan audit ^jalan. Pemenuhan persyaratan keselamatan kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat ^(2) huruf b paling sedikit melalui:

    26. pelaksanaan uji tipe kendaraan bermotor;

    27. penerbitan sertilikat qii tipe kendaraan bermotor;

    28. penerbitan surat registrasi uji tipe kendaraan bermotor;

    29. pelaksanaan akreditasi unit pengujian kendaraan bermotor;

    30. pelaksanaan kalibrasi peralatan uji;

    31. pelaksanaan sertifikasi kompetensi ^penguji kendaraan bermotor; dan

    32. pelaksanaan inspeksi, audit, dan pemantauan unit pelaksana uji berkala kendaraan bermotor, unit pelaksana penimbangan kendaraan bermotor dan terminal. Pemenuhan persyaratan penyelenggaraan kompetensi pengemudi kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf c paling sedikit melalui pelaksanaan:

    33. akreditasi satuan penyelenggara administrasi penerbit surat izin mengemudi;

    34. norma, standar, prosedur, dan kriteria untuk pendidikan dan pelatihan pengemudi; (2t (3) c. sertifikasi . $*D d. pengujian surat izin mengemudi;

    35. penerbitan surat izin mengemudi;

    36. pencabutan dan pemblokiran surat izin mengemudi; dan

    37. inspeksi, audit, dan pemantauan. (4) Penegakan hukum ketentuan persyaratan keselamatan berlalu lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (21 huruf d paling sedikit ditakukan terhadap pelanggaran:

    38. persyaratan keselamatan ^jalan;

    39. tata cara berlalu lintas;

    40. persyaratan mengemudi;

    41. persyaratan teknis dan laik ^jalan;

    42. tata cara muat; dan

    43. pelaksanaan uji kendaraan bermotor. (5) Penanganan korban kecelakaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (2) huruf e paling sedikit memuat:

    44. pemberian pertolongan pertama pada korban kecelalaan di lokasi kejadian;

    45. evakuasi korban dari lokasi kejadian ke pusat kesehatan masyarakat atau rumah sakit terdekat;

    46. pengobatan korban;

    47. perawatan korban;

    48. rehabilitasi korban; dan

    49. sistem pembiayaan dan/atau penjaminan penanganan korban. (6) Pelaksanaan tindakan langsung secara bersinergi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (5) dilaksanakan berdasarkan kewenangan di bidang jalan, bidang sarana prasarana, bidang registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor dan pengemudi serta bidang kesehatan. Bagian Ketiga Pelaksanaan dan Pengendalian Rencana Aksi Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Provinsi dan Kabupaten/Kota. Pasal l.5 (1) Pemenuhan persyaratan laik fungsi jalan provinsi, kabupaten/kota paling sedikit dilakukan dengan cara: (2t (3) (4) a. melaksanakan pembangunan ^jalan;

    50. melaksanakan manajemen dan rekayasa lalu lintas di jalan;

    51. melakukan uji laik fungsi ^jalan;

    52. melaksanakan pemantauan dan penilaian kondisi jalan;

    53. mela-kukan inspeksi ^jalan; dan

    54. melakukan audit ^jalan. Pemenuhan persyaratan keselamatan kendaraan bermotor provinsi, kabupaten/kota paling sedikit melalui:

    55. pelaksanaan uji berkala kendaraan bermotor;

    56. penerbitan kartu uji kendaraan bermotor;

    57. penerbitan tanda uji kendaraan bermotor; dan

    58. pelaksanaan alreditasi unit pengujian kendaraan bermotor. Pemenuhan persyaratan penyelenggaraan kompetensi pengemudi kendaraan bermotor provinsi, kabupaten/kota paling sedikit melalui pelaksanaan:

    59. pengujian surat izin mengemudi;

    60. pelaksanaan penerbitan surat izin mengemudi;

    61. pelaksanaan pencabutan dan pemblokiran surat izin mengemudi; dan

    62. pelaksanaan inspeksi, audit, dan pemantauan. Penegakan hukum ketentuan persyaratan keselamatan berlalu lintas provinsi, kabupaten/kota paling sedikit dilakukan terhadap pelanggaran:

    63. persyaratan keselamatan ^jalan;

    64. tata cara berlalu lintas;

    65. persyaratan mengemudi;

    66. persyaratan teknis dan laik ^jalan;

    67. tata cara muat; dan

    68. pelaksanaan uji kendaraan bermotor. Penanganan korban kecelakaan provinsi, kabupaten/ kota paling sedikit memuat:

    69. pemberian petolongan pertama pada korban kecelakaan di lokasi kejadian;

    70. evakuasi korban dari lokasi kejadian ke pusat kesehatan masyarakat atau rumah sakit terdekat;

    71. pengobatan korbarr;

      (5)
      1. perawatan.

    72. perawatan korban;

    73. rehabilitasi korban; dan

    74. penjaminan biaya penanganan korban. (6) Pelaksanaan tindakan langsung secara bersinergi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (5) dilaksanakan berdasarkan kewenangan pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota. BAB IV KEWAJIBAN PERUSAHAAN ANGKUTAN UMUM Bagran Kesatu Sistem Manajemen Keselamatan Perusahaan Angkutan Umum Pasal 16 (l) Sistem Manajemen Keselamatan Perusahaan Angkutan Umum meliputi:

    75. komitmen dan kebijakan;

    76. pengorganisasian;

    77. manajemen bahaya dan risiko;

    78. fasilitas pemeliharan dan perbaikan kendaraan bermotor;

    79. dokumentasi dan data;

    80. peningkatan kompetensi dan pelatihan;

    81. tanggap darurat;

    82. pelaporan kecelakaan internal;

    83. monitoring dan evaluasi; dan

    84. pengukuran kinerja. (21 Sistem Manajemen Keselamatan Perusahaan Angkutan Umum sslagaiman6 dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh petugas atau unit yang bertanggung ^jawab di bidang sistem manajemen keselamatan angkutan umum.


    Pasal 17

    Komitmen dan kebiiakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf a dinyatakan dalam visi, misi, kebljakan, dan sasar€rn perusahaan yang ingrn dicapai untuk meningkatkan kine{a keselamatan dalam pelayanan angkutan umum. Pasal 18.


    Pasal 18

    Pengorganisasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal ^16 ^ayat (1) huruf b berisi struktur organisasi, tugas dan fungsi unit organisasi perusahaan angkutan umum.


    Pasal 19

    Manajemen bahaya Pasal 16 ayat (1) operasi untuk:

    1. menetapkan prosedur analisa risiko;

    2. melakukan analisa risiko setiap kegiatan;

    3. mendokumentasikan semua hasil analisa ^risiko; ^dan d. melakuka.n pengendalian risiko.


    Pasal 20

    Fasilitas pemeliharan dan perbaikan kendaraan ^bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat ^(1) ^huruf ^d berupa tersedianya fasilitas ^penyimpanan suku cadang ^serta pemeliharaan dan perbaikan kendaraan bermotor ^yang digunakan untuk mendukung kegiatan perusahaan. Pasal 2 1 Dokumentasi dan data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf e berupa tersedianya dokumentasi dan data terkait dengan penyelanggaraan kegiatan operasional perusahaan dalam mendukrrng pencapaian kinerja keselamatan.


    Pasal 22

    Peningkatan kompetensi dan pelatihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf f berupa:

    1. terpenuhinya persyaratan kompetensi sesuai dengan ketentuan peraturan pemndang-undangan; dan

    2. adanya program pelatihan bagi tenaga ke{a sesuai dengan kebutuhan terutama bidang pekerjaan yang mengandung risiko tinggi secara berkala. dan risiko sebagaimana dimaksud dalam huruf c merupakan standar Prosedur


    Pasal 23

    Tanggap darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (U huruf g berupa standar prosedur operasi untuk menghadapi setiap keadaan darurat yang meliputi:

    1. pengembangan dan penerapan manajemen tanggap darurat;

    2. identilikasi semua potensi keadaan darurat ^yang mungkin timbul dalam kegiatan operasi; dan

    3. sistem manajemen krisis dan tanggap darurat.


    Pasal 24

    Pelaporan kecelakaan internal sebagaimana dimaksud ^dalam Pasal 16 ayat (1) huruf h merupakan laporan ^setiap kecelakaan lalu lintas yang memuat:

    1. lokasi kejadian kecelakaan;

    2. kondisi lingkungan sekitar tempat kejadian ^kecelakaan,' dan c. identifikasi faktor penyebab kecelakaan.


    Pasal 25

    Monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam ^Pasal 16 ayat (1) hurr.f i merupakan kegiatan tinjau ulang ^yang dilakukan secara berkala dalam waktu 3 ^(tiga) bulan ^untuk mengetahui kelemahan dan kelebihan ^pelaksanaan keselamatan dalam perusahaan.


    Pasal 26

    Pengukuran kinerja sebagaimana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) huruf j merupakan kegiatan berkala untuk mengetahui tingkat keselamatan pelayanan angkutan yang dinyatakan dengan:

    1. Ratio antara jumlah kejadian kecelakaan dengan kendaraan kilometer; darr b. Ratio antara korban kecelakaan dengan kejadian kecelakaan. Perusahaan harus membuat, mengembangkan, dan melaksanakan standar prosedur operasi pemantauan dan pengukuran kinerja keselamatan secara berkala dan mendokumentasikan hasilnya.

      (1)

      (2t (U (2t


    Pasal 27

    Perusahaan Angkutan Umum wajib membuat, melaksanakan, dan menyempurnakan Sistem Manajemen Keselamatan Perusahaan Angkutan Umum dengan berpedoman ^pada RUNK LLA"I,


    Pasal 28

    Pembuatan Sistem Manajemen Keselamatan Perusahaan Angkutan Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dilakukan dalam ^jangka waktu paling lama 3 ^(tiga) bulan sejak izin penyelenggaraan angkutan umum diberikan. Sistem Manajemen Keselamatan Perusahaan Angkutan Umum yang telah dibuat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan kepada pemberi izin penyelenggaraan angkutan umum sesuai dengan kewenangannya. Pasal 29 Dalam pelaksanaan Sistem Manajemen Keselamatan Perusahaan Angkutan Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasa127 dilakukan: penilaian oleh Pemerintah; pemberian bimbingan teknis dan bantuan teknis; dan pengawasan terhadap pelaksanaan Sistem Manajemen Keselamatan Perusahaan Angkutan Umum. Pasal 30 Penyempurnaan Sistem Manqjemen Keselamatan Perusahaan Angkutan Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dapatdilakukan dalam hal:

    1. perubahan RUNK LLAJ yang berpengaruh pada perusahaan angkutan;

    2. perubahan teknologi; dan

    3. perubahan manajemen perusahaan angkutan; Penyempurnaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan kembali kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan.

      1. c, (U t2t


    Pasal 31
    (1)

    (21 (1) (21 (3) (4) (1) (2t PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA -t7-


    Pasal 31

    Perusahaan Angkutan Umum yang melanggar ketentuart sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dikenai sanksi administratif bempa:

    1. peringatan tertulis;

    2. pembekuan izin; dan

    3. pencabutan inn. Sanksi administratif sebagaimana dimaksud ^pada ayat ^(1) diberikan oleh menteri yang menyelenggarakan ^urusan pemerintatran di bidang sarana dan prasarana lalu lintas dan anglmtan ^jalan, gubernur, dan bupati/walikota ^sesuai kewenangan. Pasal 32 Sanksi administratif berupa peringatan ^tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat ^(1) ^dikenai paling banyak 2 (dua) kali dengan ^jangka waktu masing- masing 30 (tiga puluh) hari. Dalam hal pemegang izin tetap tidak melaksanakart kewajiban setelah berakhirnya ^jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikenai pembekuan izirt berupa pembekuan kartu pengawasan. Dalam ^jangka waktu 60 (enam puluh) hari sejak ^pemegang izin tetap tidak melaksanakan kewajiban setelah beraktrirnya ^jangka waktu sebagaimana dimaksud ^pada ayat {21, dikenai pembekuan izin berupa pembekuan kartu pengawasan. Ketentuan mengenai pembekuan izin dan pencabutan izin dilaksanakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan.

      (3)

      Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat ^(1) meliputi:

    4. pelaksanaan penilaian Sistem Manajemen Keselamatan Perusahaan Angkutan Umum;

    5. pemberian bimbingan teknis dan bantuan teknis; dan

    6. pengawasan terhadap pelaksanaan Sistem Manajemen Keselamatan Perusahaan ^Angkutan Umum melalui audit, inspeksi, dan ^pengamatan dan pemantauan.


    Pasal 34

    Ketentuan lebih lanjut mengenai ^pedoman Sistem ^Manajemen Keselamatan Perusahaan Angkutan Umum dan ^tata ^cara pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat ^(2) diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sara.na dan ^prasarana lalu lintas dan angkutan ^jalan. Bagian Kedua Alat Pemberi Informasi Kecelakaan Lalu lintas Pasal 35 (1) Kendaraan bermotor umum hanrs dilengkapi dengan alat pemberi informasi terjadinya kecelakaan lalu lintas ke pusat kendali sistem keselamatan LLAJ. (21 Alat pemberi informasi kecelakaan lalu lintas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perangkat elektronik yang berfungsi untuk menyampaikan informasi dan melakukan komunikasi dengan menggunakan isyarat, gelombang radio, dan/atau gelombang satelit untuk memberikan informasi dan komunikasi terjadinya kecelakaan lalu lintas. Pasal 36 Alat Pemberi Informasi Kecelakaan Lalu Lintas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 hanrs memenuhi persyaratan:

    1. gelombang harrs dapat diterima tanpa terputus-putus dalam segala cuaca;

    2. sec€rra otomatis dapat mengirimkan sinyal ke pusat kendali;

    3. dapat menyimpan data yang setiap saat dapat digunakan sebagai bahan analisa;

    4. tetap d. tetap berfungsi dalam kondisi terendam air dan terbakar; dan

    5. didukung oleh ^jaringan penyelenggara telekomunikasi. BAB V PENGAWASAN KESELAMATAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JAI,AN Bagian Kesatu Umum


    Pasal 37

    Pengawasan terhadap pelaksanaan program KLLAJ meliputi:

    1. Audit Bidang KLL{J;

    2. Inspeksi Bidang KLLAJ; dan

    3. Pengamatan dan Pemantauan Bidang KLLAJ. Lingkup pengawasErn terhadap pelaksanaan ^program KLLAJ meliputi bidang:

    4. ^jalan;

    5. sara.na dan prasarana; dan

    6. pengemudi kendaraan bermotor. Pengawasan terhadap pelaksanaan program KLLAJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh masing-masing instansi pembina LLAJ dan dikoordinasikan dalam forum LLAJ.


    Pasal 38
    (1)

    Hasil pengawasan melalui Audit Bidang KLL,AJ sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) huruf a berupa rekomendasi dalam rangka peningkatan KLLA.J. l2l ^Hasil ^pengawas€ur ^melalui ^Inspeksi ^Bidang ^KLI"AJ sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) huruf b berupa laporan keadaan dan kinerja obyek yang diinspeksi dalam rangka peningkatan KLLAJ. (3) Hasil pengawasan melalui Pengamatan dan Pemantauan Bidang KLLAJ sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) hur-uf c berupa laporan perkembangan situasi dan kondisi KLLAJ.

    (1)

    (2t (3)


    Pasal 39
    Pasal 39

    Hasil pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 harus ditindaklanjuti dengan tindakan korektif dan/atau penegakan hukum. Tindakan korektif sebagaimana dimaksud pada ayat ^(1) berupa:

    1. perbaikan kinerja terhadap obyek audit dan inspeksi; dan

    2. perubahan kebijakan dan/atau regulasi KLI,AJ; Penegakan hukum sebagaimana dimaksud ^pada ayat (l) berupa pengenaan sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sagian Kedua Audit Bidang Keselamatan LaIu Lintas dan Angkutan Jalan Paragraf 1 Umum Pasal 4O Audit Bidang KLI"AJ sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) huruf a dilakukan oleh auditor independen yang ditentukan oleh pembina LLA"I. Auditor independen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan auditor yang tidak terlibat langsung dengan kegiatan yang diaudit serta memiliki kompetensi.



    Pasal 41

    Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Audit Bidang KLLA"I serta standar kompetensi auditor diatur dengan Peraturan Menteri/Kepala Lembaga masing-masing pembina LI"A..I.

    (1)

    (2t (3) (1) t2l PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA Paragraf 2 Audit di Bidang Jalan


    Pasal 42
    (1)

    Audit di bidang jalan dilakukan pada:

    1. ^jalan baru dan/atau ^jalan yang ditingkatkan; dan

    2. ^jalan yang sudah beroperasi. (21 Audit jalan baru dan/atau jalan yang ditingkatkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan pada tahap:

    3. perencana,an;

    4. desain awal;

    5. desain rinci;

    6. konstruksi; dan

    7. sebelum operasi.

    (3)

    Audit terhadap jalan yang sudah beroperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan sesuai kebutuhan.


    Pasal 43
    (1)

    Audit di bidang jalan dilalrukan oleh auditor independen yang ditentukan oleh pembina jalan. (21 Pembina jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:

    1. menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang jdan, untuk jatan nasional;

    2. gubernur, untuk jalan provinsi; dan

    3. bupati/walikota, untuk jalan kabupaten/kota. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan audit bidang j.hrt dan persyaratan auditor independen diatur dengan Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang jalan. Paragraf 3 l {D PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA Paragraf 3 Audit di Bidang Sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 44 (1) Audit di bidang sarana dan prasara.na LLAJ meliputi audit terhadap:

    4. perlengkapan jalan dan fasilitas pendulmng untuk jalan barr. dan/atau jalan yang ditingkatkan;

    5. terminal;

    6. unit pengujian kendaraan bermotor;

    7. unit pelaksana penimbangan kendaraan bermotor; dan

    8. perusahaan angkutan umum. (21 Audit terhadap perlengkapan jalan dan fasilitas pendukung untuk jalan baru dan/atau jalan yang ditingkatkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan oleh:

    9. menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sErr€rna dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan, untuk perlengkapan jalan dan fasilitas pendukung yang berada di jalan nasional;

    10. gubernur, untuk perlengkapan jalan dan fasilitas pendukung yang berada di jalan provinsi; dan

    11. bupati/walikota, untuk perlengkapan jalan dan fasilitas pendukung yang berada di jalan kabupaten/kota. (3) Audit terhadap terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan oleh:

    12. menteri yang menyelenggarakan urus€rn pemerintahan di bidang sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan, untuk terminal tipe A;

    13. gubernur, untuk terminal tipe B; dan

    14. bupati/walikota, untuk terminal tipe C. (41 Audit terhadap unit pengujian kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hurrf c dilaksanakan oleh Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan. (5) Audit terhadap unit pelaksana penimbangan kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dilaksanakan oleh menteri yang menyelenggarakan urusa.n pemerintahan di bidang sar€rna dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan.

    (6)

    Audit terhadap perusahaan angkutan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (U huruf e dilaksanalan oleh pejabat yang menerbitkan iitn. Paragraf 4 Audit di Bidang Pengemudi Kendaraan Bermotor


    Pasal 45
    (1)

    Audit di bidang pengemudi kendaraan bermotor dilakukan terhadap satuan penyelenggara administrasi surat izin mengemudi. l2l ^Audit ^di ^bidang ^pengemudi ^kendaraan ^bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia. Bagian Ketiga Inspeksi Bidang Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Paragraf 1 Umum


    Pasal 46
    (1)

    Inspeksi Bidang KLLAJ sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) huruf b dilalsanalan oleh inspektur atau petugas yang ditunjuk oleh instansi/kepala masing- masing pembina LLAJ. l2l ^Inspektur ^atau ^petugas ^yang ^ditunjuk ^oleh instansi/kepala masing-masing pembina LLA,J sebagaimana dimaksud pada ayat (f) harus memiliki kompetensi sesuai dengan bidangnya.


    Pasal 47

    Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Inspeksi Bidang KLl,A"l serta standar kompetensi inspektur diatur dengan peraturan menteri/kepala lembaga masing-masing pembina LLAJ. Paragral 2 PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA Patagral2 Inspeksi Bidang Jalan Pasal 48 (1) Inspeksi Bidang KLLAJ yang dilaksanahan di bidang jalan dilakukan terhadap jalan yang sudah beroperasi. (21 Inspeksi Bidang KLLAJ yang dilaksanakan di bidang jafan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan tanggung ^jawab pembina yang bertanggung ^jawab di bidang ^ja1an. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan inspeksi bidang ^jalan diatur dengan Peraturan ^Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang jalan. Paragraf 3 Inspeksi Bidang Sarana dan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasa1 49 (1) Inspeksi bidang sarana dan prasarana LI"A"I meliputi inspeksi:

    1. perlengkapan ^jalan dan fasilitas ^pendukung untuk jalan yang sudah dioperasikan;

    2. terminal;

    3. unit pengujian kendaraan bermotor;

    4. unit pelaksana penimbangan kendaraan bermotor; dan

    5. perusatraan angkutan umum. l2l ^Inspeksi ^terhadap ^perlengkapan ^jalan ^dan ^fasilitas pendukung untuk jalan yang sudah dioperasikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan oleh:

    6. menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan, untuk perlengkapan ^jalan dan fasilitas pendukung yang berada di ^jalan nasional;

    7. gubernur, untuk perlengkapan jalan dan fasilitas pendukung yang berada di jalan provinsi; dan

    8. bupati/walikota, untuk perlengkapan jatan dan fasilitas pendulnrng yang berada di jalan kabupaten/kota. (3) Inspeksi terhadap terminal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan oleh:

    9. menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sarana dan prasarana lalu Iintas dan angkutan ^jalan, untuk terminal tipe A;

    10. gubernur, untuk terminal tipe B; dan

    11. bupati/walikota, untuk terminal tipe C. Inspeksi terhadap unit pengujian kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilaksanakan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam bidang sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan. Inspeksi terhadap unit pelaksana penimbangan kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud ^pada ayat (1) huruf d dilaksanakan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan ^jalan. Paragraf 4 Inspeksi Bidang Pengemudi Kendaraan Bermotor Pasal 50 (U Inspeksi di bidang pengemudi kendaraan bermotor dilakukan terhadap Satuan Penyelenggara Adminitrasi Surat lzin Mengemudi. (21 Inspeksi bidang pengemudi kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia. Bagran Keempat Pengamatan dan Pemantauan Bidang Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 51 (1) Pengamatan dan Pemantauan Bidang KLLA", sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) huruf c meliputi kegiatan:

    12. pencatatan kondisi faktual dan permasalahan masing-masing bidang;

    13. evaluasi dan penilaian terhadap perkembangan KLLA^I sesuai dengan bidangnya masing-masing; dan

    14. pelaporan secara berkala perkembangan KLLAJ sesuai dengan bidangnya masing-masing. (41 (s) (2) Pengamatan l2l ^Pengamatan ^dan ^Pemantauan Bidang ^KLLAJ sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secEra berkelanjutan oleh masing-masing pembina LLAJ sesuai dengan tugas, fungsi, dan kewenangannya.


    Pasal 52 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Pengamatan dan Pemantauan Bidang KLLA"I sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 diatur dengan: a. Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang jalan untuk pengamatan dan pemantauan di bidang jalan. b. Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sarana dan prasarana lalu lintas dan angkutan ^jalan, untuk pengamatan dan pemantauan:

  1. perlengkapan jalan dan fasilitas pendukung untuk jalan yang sudah dioperasikan;

  2. terminal;

  3. unit pengujian kendaraan bermotor;

  4. unit pelaksana penimbangan kendaraan bermotor; dan

  1. perusahaan angkutan umum. c. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk pengamatan dan pemantauan di bidang pengemudi. BAB VI KETENTUAN PEMLIHAN
    Pasal 53

    Perusahaan angkutan umum yang telah memperoleh izin angkutan sebelum Peraturan Pemerintah ini ditetapkan, wajib membuat, melaksanakan, dan menyempurnakan Sistem Manajemen Keselamatan Perusahaan Angkutan Umum dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak Peraturan Pemerintah ini berlaku. BAE} VII KETENTUAN PENUTUP Pasal 54 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. $-,D PRES IOEN REPUBLIK INDONESIA Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan diJakarta pada tangqd 14 September 2017 ttd. JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 15 September 2017 MENTERI HUKUM DAN HAKASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. YASONNA H. I,AOLY LEMBARAN NEGAM REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2017 NOMOR ^205 q,D I. PENJELASAN ATAS PEMTURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2017 TENTANG KESEI,AMATAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JAI,AN UMUM Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas ^dan Angkutan Jalan mengatur ketentuall mengenai Keamanan ^dan Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan ^yang ^memerlukan peraturan lebih lanjut dalam pelaksanaannya. Keamanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah suatu ^keadaan terbebasnya setiap orang, barang, dan/atau kendaraan dari ^gangguan perbuatan melawan hukum, dan/atau rasa takut ddam berlalu lintas. Keadaan keamanan Lalu lintas dan Angkutan Jalan tersebut ^tidak ^dapat dipisahkan dengan keamanan secara umum sehingga ^pengaturan ^dalam menangani masalah keamanan lalu lintas dan angkutan ^jalan tidak ^dapat dipisahkan dengan pengaturan dalam menangani ^masalah ^keamanan umum. Dengan pertimbangan tersebut maka peraturan ^pelaksanaan mengenai kearnanan lalu lintas dan angkutan ^jalan yang merupakan kewenangan dari Kepolisian Negara Republik Indonesia diatur tersendiri. Dengan demikian maka Peraturan Pemerintah ini hanya mengatur mengenai keselamatan lalu lintas dan angkutan ^jalan. Ruang lingkup dalam Peraturan Pemerintah ini mengatur mengenai Rencana Umum Nasional Keselamatan LaIu lintas dan Angkutan Jalan (RUNK LL,AJ), pelaksanaan dan pengendalian pelalsanaan RUNK LLAJ yang dilaksanakan terkordinasi dalam wadah Forum Lalu lintas dan Angkutan Jalan dengan menggunalan Manajemen Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, kewajiban perusahaan angkutan umum yang terdiri dari sistem manajemen keselamatan perusahaan angkatan umum dan alat pemberi informasi kecelakaan lalu lintas, dan pengawasan keselamatan lalu lintas dan angkutan ^jalan. Pengaturar RUNK LLA.I dimaksudkan agar terdapat dokumen perencanaan yang digunakan sebagai acuan bersama semua pemangku kepentingan agar program keselamatan lalu lintas dan angkutan ^jalan saling mengisi dan sinergi. q,D Agar pelaksanaan RUNK LLAJ tersebut dapat dilaksanakan sec€ua terkoordinasi dan memastikan terlaksananya program keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan maka diselenggarakan manajemen keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan yang unsurnya terdiri atas pencapaian sasar€u-I dan hasil yang diinginkan yang telatr ditetapkan dalam RUNK LLAJ, tindakan langsung untuk mewujudkan keselarnatan, serta dukungan fungsi yang dibutuhkan untuk melakukan tindakan langsung dalam upaya pencapaian sasaran. Dalam pelaksanaan manajemen keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan dilakukan pengawasan keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan melalui audit, inspeksi, serta pengamatan dan pemantauan. U. PASAL DEMI PASAL Pasd 1 Culimp ^jelas. Pasal 2 Cukup ^jelas. Pasal 3 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (21 Cukup ^jelas Ayat (3) Huruf a Yang dimaksud dengan "Visi" adalah rumusan umu.m mengenai keadaan keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan yang diinginkan pada akhir periode perencanaan. Yang dimaksud dengan "Misi" adalah rumusan umum mengenai upaya-upaya yang akan dilaksanakan untuk mewujudkan visi. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Yang dimaksud dengan "Kebijakan" adalah arah/tindakan yang diambil oleh Pemerintah Rrsat/Daeratr untuk mencapai tujuan. Hurrf d q,D *, ", JrT,i t,',3otf; r r' o -3- Hurufd Yang dimaksud dengan 'Strategi" adalah langkah-langkah berisikan program-program indikatif untuk mewujudkan visi dan misi. Huruf e Cukup jelas. Ayat (4) Cukup ^jelas Pasal 4 Cukup ^jelas. Pasal 5 Cukup ^jelas. Pasal 6 Cukup ^jelas. Pasal 7 Cukup ^jelas. Pasal 8 Cukup ^jelas. Pasal 9 Cukup ^jelas. Pasal 10 Cukup ^jelas. Pasal 11 Cukup ^jelas. Pasal 12 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Hurufa Cukup ^jelas, Huruf b Yang dimaksud dengan 'Tindakari langsung secara sinergil dalam teknis keselamatan lalu fntas dan angkutan jalan dikenal dengan istilah intervensi. Huruf c Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (a) Cukup ^jelas. Pasal 13 Cukup jelas. Pasal 14 Cukup Jelas. Pasal 15 Cukup ^jelas. Pasal 16 Cukup Jelas. Pasal 17 Cukup ^jelas. Pasal 18 Cukup jelas. Pasal 19 Cukup ^jelas. Pasal 2O Cukup ^jelas. Pasal 2 1 Cukup jelas. Pasal 22 Cukup Jelas. Pasal 23 Cukup ^jelas. Pasal 24 Cukup ^jelas. Pasal 25 Cukup ^jelas. Pasal 26 Cukup ^jelas. Pasal 27 Cukup ^jelas. Pasal 28 Cukup ^jelas. *. ", J.Tot t,',?otf; r . r, o -5- Pasal 29 Cukup jelas. Pasal 3O Cukup ^jelas. Pasal 31 Cukup ^jelas. Pasal 32 Cukup ^jelas. Pasal 33 Cukup ^jelas. Pasal 34 Cukup ^jelas. Pasal 35 Ayat (1) Yang dimalsud dengan "pusat kendali sistem keselamatan LLA.I' merupakan bagian tidak terpisahkan dari pusat kendali Sistem Informasi dan Komunikasi LLA"I. Ayat (21 Cukupjelas. Pasal 36 Cukup ^jelas. Pasal 37 Cukup ^jelas. Pasal 38 Cukup ^jelas. Pasal 39 Cukup ^jelas. Pasal 40 Cukup ^jelas. Pasal 41 Cukup ^je1as. Pasal 42 Cukup ^jelas. Pasal 43 Cukup ^jelas.


    Pasal 44 Pasal 44 Cukup ^jelas. Pasal 45 Cukup ^jelas. Pasal 46 Cukup ^jelas. Pasal 47 Cukup ^jelas. Pasal 48 Cukup ^jelas. Pasal 49 Cukup ^jelas. Pasal 50 Cukup ^jelas. Pasal 5l Ayat (1) Cukupjelas. Pasal 52 Cukup ^jelas. Pasal 53 Cukup ^jelas. Pasal 54 Cukup ^jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6122

Webmentions

Anda dapat memberikan tanggapan atas peraturan ini dengan like, retweet/repost pada tweet yang mencantumkan tautan pada laman ini.

Tanggapan (0):