Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah

Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2017

Kerangka<< >>

Mcnimbang : Mcnimbang : Mcngingat : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PEMELENGGAMAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMATTUHAN YANG MAHA ESA bahwa untuk melaksanakan ketentuan pasal 353 dalam rangka mcmberi kcpastian hukum tcrhadap I'ata cara pcngenaan sanksi administratif. dalam pcnyclcnggara: rn Pcmerintahan Dacrah dan untuk melaksanakan kctentrran Pasal 383 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2Ol4 Lcnt-ang Pcmerintahan Daerah, perlu mcnetapkan peraturan Pcmerintah tcntang Pembinaan dan pcngawasan Pe nyclcn ggaraan Pemcrintahan Daerah; l. Pasal 5 ayat (21 Undang-Undang Dasar Ncgara Rcpublik lndonesiaTahun l94S; 2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2Ol4 tcntang Pcmcrintahan Daerah (Lembnran Ncgara Republik Indoncsia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lcmbaran Ncgara Rcpublik Indoncsia Nomor 5587), sc!^p,r.ir1sns tclah beberapa kali diubah tcrakhir dcngan Undang- Undang Nomor 9 Tahun 20IS tentang pcrubahan Kcdu.a Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2Ol4 tcntang Pemerintahan Daerah (kmbaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor Sg, Tambahan Lcmbaran Negara Rcpublik Indonesia Nomor .5679); MEMUTUSKAN: PERATURAN PEMERINTAH TEMTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH. Mcnctapkan : BAB I BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: l. Pembinaan Penyelenggaraan Pemerintahan Dacrah adalah usaha, tindakan, dan kegiatan yang ditujukan untuk mewujudkan tercapainya tujuan penyelenggaraan Pcmerintahan Daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. 2. Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah adalah usaha, tindakan, dan kegiatan yang ditujukan untuk menjamin penyelenggaraan Pcmerintahan Daerah berjalan sccara cfisicn dan efektif scsuai dcngan kctentuan peraturan perundang-undangan. 3. Aparat Pengawas Internal Pemerintah yang selanjutnya disingkat APIP adalah inspektorat jenderal kcmenterian, unit pengawasan lembaga pemerintah nonkementerian, inspektorat provinsi, dan inspektorat kabupaten/ kota. 4. Pcmcrintah Pusat adalah Fresiden Republik Indoncsia yang memegang kckuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presidcn dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 5. Pcmerintahan Daerah adalah penyclenggaraan urusan pcmcrintahan oleh Pcmerintah Dacrah dan Dewan Pcru,akilan Rakyat Daerah mcnurut asas otonomi dan tugas pcmbantuan dcngan prinsip otonomi seluas- luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kcsatuan Rcpublik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Rcpublik Indonesia Tahun 1945. 6. Pcmcrintah 6. 7. 8. 9. PRE S ID EN REPUBLIK INDONESIA -3- Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. Dewan Perwalilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah lembaga perwakilan ralqyat Daerah yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan Daerah. Perangkat Daerah adalah unsur pembantu kepala daerah dan DPRD dalam penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri. 10. Kementerian adalah kementerian yang menyelenggarakan urus€u1 pemerintahan dalam negeri. Pasal 2 (1) Pembinaan dan Pengawasan ^penyelenggaraan Pemerintahan Daerah secara nasional dikoordinasikan oleh Mcntcri. (2) Pembinaan dan Pengawasan ^penyelenggaraan Pemerintahan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dilakukan secara cfisien dan efektif untuk meningkatkan kapasitas daerah dalam rangka mendukung pelaksanaan urusan pemcrintahan konkuren sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB II BAB II PEMBINAAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH Bagian Kesatu Umum Pasal 3 (1) Pembinaan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah: a. provinsi, dilaksanakan oleh: I. Menteri, untuk pembinaan umum; dan 2. menteri teknis/kepala lembaga pemerintah nonkementerian, untuk pembinaan teknis; b. kabupaten/kota, dilaksanakan olch gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat untuk pembinaan umum dan teknis. (21 Pembinaan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (l) huruf a angka 1 dan huruf b meliputi: a. pembagian urusan pemerintahan; b. kelembagaan daerah; c. kepegawaian pada Perangkat Daerah; d. keuangan daerah; e. pcmbangunan daerah; f. pelayanan publik di daerah; g. kerja sama daerah; h. kebijakan daerah; i. kepala daerah dan DpRD; dan (s) (4) Dalam melakukan pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, gubemur sebagai wakil Pemerintah Pusat dibantu oleh perangkat gubernur sebagai wakil Pcmerintah Pusat sesuai dengan ketcntuan pcraturan perundang-undangan. Dalam hat melakukan pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), gubernur sebagai wakil Pcmerintah Pusat: a. bclum mampu melakukan pembinaan umum dan teknis, Mentcri dan menteri teknis/kepala lcmbaga pemerintah nonkementerian mclakukan Pcmbinaan Pcnyclenggaraan Pemerintahan Daerah kabupaten/ kota sesuai dengan kewenangan masing-masing dengan berkoordinasi kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat; atau b. tidak melakukan pembinaan umum dan teknis, Mcnteri dan menteri teknis/kcpala lembaga pemerintah nonkementerian melakukan Pcmbinaan Penyelenggaraan Pemerintahan Dacrah kabupatcn/ kota sesuai dengan kewenangan masing-masing. Dalam hal melaksanakan kcwenangan pembinaan umum terdapat kcterkaitan dengan kewenangan pembinaan tcknis, Mentcri mengadakan koordinasi dengan menteri tcknis/ kepala lcmbaga pemcrintah nonkcmcnterian. Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayaL (6) dilakukan dalam aspek perencanaan, pcnganggaran, pengorganisasian, pelaksanaan, pelaporan, dan evaluasi. Pembinaan umum dan tcknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (6) dilakukaa dalam bentuk fasilitasi, konsultasi, pendidikan dan pelatihan serta penelitian dan pcngembangan. (6) (71 (8) Bagian (1) (2) P RE S IDEN REPUBLIK INDONESIA -6- Bagian Kedua Bentuk Pembinaan Paragraf I Fasilitasi Pasal 4 Fasilitasi dilakukan secara efisien dan efektif untuk meningkatkan kapasitas daerah dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. Fasilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan pada tahapan perencanaan, penganggaran, pengorganisasian, pelaksanaan, pelaporan, evaluasi, dan pertanggungiawaban penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. (3) Fasilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi kegiatan: a. pemberdayaanPemerintahanDaerah; b. penguatan kapasitas Pemerintahan Dacrah; dan c. bimbingan teknis kepada Pemerintahan Daerah. Fasilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dalam bentuk penycdiaan sarana dan prasarana pemerintahan dan/atau pendampingan. Patagraf 2 Konsultasi Pasal 5 Konsultasi dilakukan untuk mendapatkan petunjuk, pertimbangan, dan/atau pendapat terhadap permasa-lahan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang sifatnya mendesak dan/atau menyangkut kcpentingan masyarakat luas yang belum diatur sccara tegas dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. Konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung. (4) (l) (2t (3) Dalam . (3) (4) m PRE S ID EN REPUBLIK INDONESIA -7 - Dalam hal konsultasi dilakukan secara langsung, hasil konsultasi dituangkan secara tertulis dalam berita acara hasil konsultasi. Dalam hal konsultasi dilakukan secara tidak langsung, hasil konsultasi dituangkan secara tertrrlis dalam surat jawaban. Konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayaL (2) yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah provinsi disclcnggarakan oleh Menteri dan menteri teknis/kepala lcmbaga pemerintah nonkementerian sesuai dengan kcwenangan masing-masing dan mcmperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (6) dan ayat (7). Konsultasi sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dan ayat (21 yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah kabupatcn/kota diselenggarakan oleh gubernur sebagai wakil Pemcrintah Pusat. (7) Hasil konsultasi harus ditindaklanjuti olch Pemerintah Dacrah melalui pcnycmpurnaan dan/atau pcnyelarasan kebijakan daerah sesuai dengan ketentuan pcraturan perundang-undangan. (s) (6) (1) Paragraf 3 Pendidikan dan Pelatihan Pasal 6 Pendidikan dan pelatihan diselenggarakan dalam rangka pcngcmbangan kompetensi penyelenggara pemerintahan Daerah. Pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. pendidikan dan pelatihan teknis dan fungsional substantif pemerintahan dalam negeri; (2) b. pendidikan. (3) (4) PRE S IO EN REPUBLIK INDONESIA -8- b. pendidikan dan pelatihan kepemimpinan pemerintahan dalam negeri; c. pendidikan dan pelatihan kepamongprajaan; d. pendidikan dan pelatihan teknis dan fungsional substantif kementerian/ lembaga pemerintah nonkementerian; dan/atau e. pendidikan dan pelatihan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketcntuan pcraturan perundang-undangan. Pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (21 huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf c diselenggarakan oleh Kcmenterian scsuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d dan huruf e diselenggarakan oleh kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian sesuai dengan kewenangannya dan dikoordinasikan kepada Menteri. Pendidikan dan pelatihan dapat dilaksanakan melalui kerja salna antarkementerian/lembaga pemcrintah nonkcmenterian, antar-Pemerintah Daerah, dan/atau dengan perguruan tinggi serta lembaga pendidikan dan pelatihan lainnya. Pasal 7 Menteri menetapkan standardisasi dan sertifikasi program pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (41. (s) (6) (1) (2) Menteri . ffi (21 Menteri telnris/kepala lembaga (1) (2t (3) pemerintah nonkementerian menetapkan standardisasi dan sertilikasi program pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (5) sesuai dengan kewenangannya dan dikoordinasikan kepada Menteri. Paragraf 4 Penelitian dan Pengembangan Pasal 8 Pcnelitian dan pengembangan dilakukan dalam rangka meningkatkan kualitas kebijakan dan program penyelcnggaraan Pemerintahan Daerah. Penelitian dan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk pengkajian, penerapan, perekayasaan, dan pengoperasian. Penelitian dan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui kerja sama antarkementerian/ lembaga pemerintah nonkcmentcrian, antar-Pemcrintah Daerah, dan/atau dengan pcrguruan tinggi serta lembaga penelitian dan pcngembangan lainnya. Hasil penelitian dan pengembangan dijadikan dasar perumusan kebijakan penyelenggaraan Pemcrintahan Daerah. Pasal 9 Mentcri menetapkan standardisasi program penelitian dan pengcmbangan untuk pembinaan umum. Menteri teknis/kepala lembaga pemerintah nonkementerian menetapkan standardisasi program pcnelitian dan pengembangan untuk pembinaan tcknis scsuai dengan kewenangannya. (4) (i) (2t BAB III (l) BAB III PENGAWASAN PEI{YELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH Pasal 10 Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah: a. provinsi, dilaksanakan oleh:

  1. Menteri, untuk pengawasan umum; dan

  2. mcnteri tcknis/kepala lembaga pemerintah nonkementerian, untuk pengawasan tcknis;

    1. kabupaten/kota, dilaksanakan oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat untuk pengawasan umum dan teknis. Pengawasan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (l) huruf a angka 1 dan huruf b meliputi:

    2. pemba#an urusan pemerintahan;

    3. kelembagaan daerah;

    4. kepegawaian pada Perangkat Daerah;

    5. keuangan daerah;

    6. pembangunan daerah;

    7. pelayanan publik di daerah;

    8. kerja sama daerah;

    9. kebijakan daerah;

    10. kepala daerah dan DPRD; dan

    11. bentuk pengawasan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pengawasan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (l) huruf a ar: g)<a 2 dilakukan terhadap teknis pelaksanaan substansi urusan pemerintahan yang diserahkan ke daerah provinsi dan pengawasan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan terhadap teknis pelaksanaan substansi urusan pemcrintahan yang diserahkan ke daerah kabupatcn/ kota.

      (2)
      (3)
      (4)

      Pcngau'asan (41 PRE S ID EN REPUBLIK INDONESIA _ ll _ Pengawasan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi:

    12. capaian standar pelayanan minimal atas pelayanan dasar;

    13. ketaatan terhadap ketentuan peraturan perundang- undangan termasuk ketaatan pelalsanaan norna, standar, prosedur, dan kriteria, yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dalam pelaksanaan urusan pemerintahan konkuren;

    14. dampak pelaksanaan urusan pemerintahan konkuren yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah; dan

    15. akuntabilitas pengelolaan anggaran pendapatan dan belanja negara dalam pelaksanaan urusan pemerintahan konkuren di daerah. Selain melakukan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah provinsi, Menteri dan menteri teknis/kepala lembaga pemcrintah nonkemcnterian sesuai dengan kewenangan masing-masing melakukan pengawasan atas pelaksanaan pengawasan yang menjadi tugas gubernrrl sslagai wakil Pemerintah Pusat. Dalam melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (l) huruf b, gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat dibantu oleh perangkat gubernur 5c!ag,ai wakil Pemerintah Pusat sesuai dengan ketentuan pcraturan perundang-undangan. (71 Dalam hal melakukan pengawasan scbagaimana dimaksud pada ayat (l), gubernur sebagai wakil Pemcrintah Pusat: (s) (6) a. belum . #p a. belum mampu melakukan pengawasan umum dan teknis, Menteri dan menteri teknis/kepala lembaga pemerintah nonkementerian berdasarkan permintaan bantuan dari gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat melalukan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kabupaten/ kota sesuai dengan kewenangan masing-masing; atau

    16. tidak melakukan pengawasan umum dan teknis, Menteri dan menteri teknis/ kepala lembaga pemerintah nonkementerian berdasarkan telaahan hasil pembinaan dan pengawasan melakukan Pcngawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kabupaten/ kota sesuai dengan kewenangan masing- masing. (8) Mentcri teknis dan kepala lembaga pemcrintah nonkementerian dalam melakukan pengawasan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ar,gka 2, ayat (5), dan ayat (7) sesuai dengan kewenangan masing- masing berkoordinasi dengan Menteri. (9) Dalam hal melaksanakan kewenangan pengawasan umum terdapat keterkaitan dengan kewenangan pengawasan teknis, Menteri mengadakan koordinasi dengan menteri teknis/kepala lembaga pcmerintah nonkementerian. (lO) Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dan ayat (9) dilakukan dalam aspck perencanaan, penganggaran, pengorganisasian, pclaksanaan, pelaporan, dan cvaluasi. (11) Pengawasan umum dan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (71 dilakukan dalam bentuk reviu, monitoring, evaluasi, pemeriksaan, dan bentuk pengawasan lainnya.

      (12)

      Pengawasan BAB IV TATA CARA PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH Bagian Kesatu Koordinasi Pembinaan dan Pengawasan (12) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (11) dilaksanakan oleh APIP sesuai dengan fungsi dan kewenangannya. Pasal 1l Menteri mengoordinasikan Pembinaan dan Pcngawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah secara nasional. Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (l ) dilakukan terhadap aspek perencanaan, penganggaran, pengorganisasian, pelaksanaErn, pelaporan, dan evaluasi. Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan melibatkan seluruh kcmenterian teknis, lembaga pemerintah nonkemcnterian, dan Pemerintah Daerah. Hasil koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (l), ayat (21, dan ayat (3) dilaksanakan oleh Menteri, kementerian teknis, lembaga pemerintah nonkementerian, dan Pemerintah Dacrah. Bagian Kedua Perencanaan Pembinaan dan Pengawasan Pasal 12 (1) Menteri mengoordinasikan perencanaan pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan pemerintahan Daerah dalam bentuk perencanaan:

    17. Pembinaan dan Pengawasan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah S (Iima) tahunan; dan (l) (2) (3) (4t b. Pembinaan PR E S IDEN REPUBLIK INOONESIA -L4- b. Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah tahunan. (2) Perencanaan Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 5 (lirna) tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi:

    18. prioritas Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah; dan

    19. sasaran dan target Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. (3) Perencanaan Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah tahunan 5slagaimana dimaksud pada ayat (l) huruf b, meliputi:

    20. fokus Pembinaan dan Pcngawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang disusun bcrbasis prioritas dan risiko;

    21. sasaran Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Dacrah; dan

    22. jadwal pelaksanaan Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah. (4) Pcrencanaan Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 5 (lima) tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Menteri dengan mengacu pada rencana pembangunan jangka menengah nasional. (5) Perencanaan Pembinaan dan Pengawasan Penyclenggaraan Pemerintahan Daerah tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan paling lambat akhir bulan April setiap tahun oleh Menteri berdasarkan masukan dari menteri teknis/kepala lembaga pemerintah nonkementerian dan kepala daerah.

      (6)

      Perencanaan (6)

      Pasal 13

      Menteri dan menteri teknis/ kepala lembaga pcmerintah nonkementerian melakukan koordinasi untuk harmonisasi jadwal pelaksanaan Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Dacrah provinsi dan disampaikan kepada gubernur. Gubernur sebagai wakil Pemcrintah Pusat mclakukan koordinasi untuk harmonisasi jadwal pelaksanaan Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pcmcrintahan Daerah kabupaten/kota dan disampaikan kcpada bupati/walikota. Harmonisasi jadwal pelaksanaan Pembinaan dan Pengawasan Pcnyelenggaraan Pcmcrintahan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayal l2l dilakukan berdasarkan prinsip keserasian dan ketcrpaduan serta berdasarkan prinsip efisiensi dan cfcktivitas dalam penggunaan sumber daya yang tcrsedia.


      Pasal 14

      Menteri dan menteri teknis/kepala lcmbaga pcmerintah nonkcmcnterian wajib mencantumkan program Pembinaan dan Pengawasan ^penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dalam dokumen percncanaan dan penganggaran kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian sesuai dengan kcwcnangan masing- masing berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan.


      (1)

      (21 (3) (1) (2) Pemerintah Daerah wajib mencantumkan program Pembinaan dan Pcngawasan Pcnyelenggaraan Pemcrintahan Daerah sesuai dengan kewenangannya dalam dokumen perencanaan dan penganggaran daerah serta mengalokasikan anggaran Pcmbinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dalam anggaran pendapatan dan belanja dacrah. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai perencanaan dan penganggaran Pembinaan dan Pcngawasan Penyclcnggaraan Pemerintahan Daerah yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja dacrah diatur dalam Pcraturan Menteri. Bagian Ketiga Pclaksanaan Pembinaan dan Pengawasan Paragraf 1 Umum Pasal 15 (1) Pcmbinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dilaksanakan dengan kctcntuan:

    23. untuk pembinaan umum, Menteri mcnugaskan unit kerja di lingkungan Kementerian scsuai dcngan fungsi dan kewenangannya dan dilaksanakan secara cfisicn dan efektif serta koordinatif;

    24. untuk pengawasan umum, Menteri menugaskan APIP di lingkungan Kemcntcrian scsuai dengan fungsi dan kewenangannya dan dilaksanakan sccara cfisicn dan cfcktif serta koordinatif;

    25. untuk pembinaan teknis, menteri teknis/ kepala Iembaga pemerintah nonkementcrian menugaskan unit kcrja di lingkungan kementerian/lembaga pemerintah nonkcmenterian masing-masing sesuai dcngan fungsi dan kewenangannya dan dilaksanakan secara efisien dan efektif serta koordinatif; dan

    26. untuk d. untuk pengawasan teknis, menteri teknis menugaskan APIP di lingkungan kementerian teknis masing-masing sesuai dengan fungsi dan kewenangannya dan kepala lembaga pemerintah nonkementerian menugaskan APIP di lingkungan unit pengawasan lembaga pemerintah nonkementerian masing-masing sesuai dengan fungsi dan kewenangannya dan dilaksanakan secara elisien dan efektif serta koordinatif. (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembinaan dan pengawasan umum diatur dengan Peraturan Mentcri. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembinaan dan pengawasan teknis diatur dengan peraturan mentcri teknis atau peraturan kepala lembaga pemerintah nonkementerian sesuai dengan kewenangannya setelah berkoordinasi dengan Kementerian dan kementerian/ lemb"ga pemerintah nonkementerian tcrkait. Paragral 2 Pengawasan oleh APIP

      Pasal 16

      Pcngawasan Pcnyelenggaraan Pemerintahan Dacrah yang dilaksanakan oleh APIP harus berdasarkan kompetensi yang dimitiki terkait dengan pelaksanaan pengawasan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah sesuai fungsi dan kewenangannya serta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang dilaksanakan oleh APIP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan prinsip:


    27. profcsional;

      (1)

      (21 b. independen . PRE S IO EN REPUBLIK INDONESIA -18- b. independen;

    28. objcktif;

    29. tidak tumpang tindih antar-APIP; dan

    30. berorientasi pada perbaikan dan peringatan dini. (3) Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yang dilaksanakan oleh APIP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan pada tahapan kegiatan:

    31. penJrusunan dokumen perencanaan dan penganggaran daerah;

    32. pelaksanaan Pembinaan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah;

    33. pelaksanaan program strategis nasional di daerah;

    34. berakhirnya masa jabatan kepala daerah untuk mengevaluasi capaian rencana pcmbangunan jangka mcnengah daerah; dan

    35. pengawasan dalam rangka tu.iuan tertentu sesuai dengan ketentuan peraturErn perundang-undangan. Paragraf 3 Pembinaan dan Pengawasan oleh Kepala Daerah

      Pasal 17

      Pembinaan dan pengawasan kepala daerah terhadap Perangkat Daerah dilaksanakan oleh gubernur untuk daerah provinsi dan bupati/walikota untuk daerah kabupaten/kota. Pembinaan dan pcngawasan kcpala daerah terhadap Perangkat Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibantu oleh inspektorat daerah. Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimalsud pada ayat (l) dan ayat (2) dilaksanakan dalam bentuk audit, reviu, monitoring, evaluasi, pemantauan, dan bimbingan teknis serta bentuk pembinaan dan pengawasan lainnya. (l) (2t (3) (4) Pembinaan (41 Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (l), ayat (21, dan ayat (3) ditaksanakan sejak tahap perencanaan, penganggaran, pengorganisasian, pelaksanaan, pelaporan, evaluasi, dan pertanggungjawaban penyelenggaraan Pemcrintahan Daerah. (5) Pembinaan dan pengawasan yang dilaksanakan oleh inspektorat daerah provinsi dapat dibantu oleh inspektorat jenderal Kementerian dan/atau kemcnterian / lembaga terkait. Pasal 18 (1) Pcmbinaan dan pengawasan kepala daerah terhadap Perangkat Daerah meliputi:


    36. pelaksanaan urusan pcmerintahan yang menjadi kewenangan daerah;

    37. pelaksanaan tugas pembantuan yang bcrsumber dari anggaran pendapatan dan belanja daerah; ' c. ketaatan terhadap ketentuan peraturan perundang- undangan termasuk ketaatan pelaksanaan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dalam tahap perencanaan, penganggaran, pengorganisasian, pclaksanaan, pclaporan, evaluasi, dan pertanggungjawaban atas pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah; dan

    38. akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja daerah. (21 Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan bcrdasarkan prinsip sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) dan meliputi:

    39. pemeriksaan b. c.

    40. pemeriksaan dan penilaian atas manfaat dan keberhasilan kebijakan serta pelaksanaan program dan kegiatan; pemeriksaan secara berkala atau sewaktu-waktu maupun pemeriksaan terpadu; reviu terhadap dokumen atau laporan secara bcrkala atau sewaktu-waktu dari Perangkat Daerah; pengusutan atas kebenaran laporan mengenai adanya indikasi terjadinya penyimpangan, korupsi, kolusi, dan nepotisme; dan monitoring dan evaluasi terhadap program dan kegiatan Perangkat Daerah. Pasal 19 Selain melakukan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1), bupati/walikota melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap desa. Dalam melakukan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bupati/walikota dibantu oleh camat atau sebutan lain dan inspektorat kabupaten/kota. Pembinaan dan pcngawasan oleh camat atau sebutan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (21 dilaksanalan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan dan hasil pembinaan dan pengawasan terscbut disampaikan kepada bupati/walikota. Berdasarkan hasil pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), bupati/walikota menugaskan Perangkat Daerah terkait melaksanakan tindak lanjut hasil pembinaan dan pengawasan scrta untuk selanjutnya dilakukan pcmantauan oleh inspcktorat kabupatcn/ kota.

      (1)
      (2)
      (3)
      (4)
      (5)

      Pcmbinaan (s) (6) Pembinaan dan pengawasan oleh inspcktorat kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan untuk menjaga akuntabilitas pcngclolaan keuangan desa. Pembinaan dan pengawasan yang dilaksanakan untuk mcnjaga akuntabilitas pengelolaan kcuangan dcsa sebagaimana dimaksud pada ayat (5) meliputi:

    41. laporan pertanggungiawaban pengelolaan kcuangan desa;

    42. cfisicnsi dan efcktivitas pcngclolaan kcuangan desa; dan

    43. pelaksanaern tugas lain scsuai dengan ketcntuan peraturan perundang-undangan. (7) Inspektorat kabupaten/kota dalam melakukan pembinaan dan pcngawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (a) dan ayat (5) harus berkoordinasi dengan camat atau sebutan lain dan hasil pcmbinaan dan pcngawasan tcrsebut disampaikan kcpada bupati/ walikota. Paragral 4 Pengawasan oleh DPRD Pasal 20 (1) Pcngawasan oleh DPRD bcrsifat kcbijakan. (2) Pengawasan oleh DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mcliputi:

    44. pelaksanaan peraturan daerah dan peraturan kcpala dacrah;

    45. pelaksanaan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pcnyclenggaraan pcrncrintahan Daerah; dan

    46. pclaksanaan tindak lanjut hasil pcmcriksaan Iaporan keuangan oleh Badan Pcmcriksa Keuangan.

      (3)
      1. mendapatkan laporan hasil pemcriksaan Badan Pemeriksa Keuangan;

    47. melakukan pembahasan terhadap laporan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan;

    48. mcminta klarifikasi atas tcmuan laporan hasil pemeriksaan kepada Badan Pemeriksa Keuangan; dan

    49. meminta kepada Badan Pemeriksa Keuangan untuk melakukan pemeriksaan lanjutan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pembahasan dan klarifikasi terhadap laporan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya dilakukan tcrhadap laporan keuangan Pemerintah Dacrah yang tidak mcmpcroleh opini wajar tanpa pengecualian. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengawasan oleh DPRD dilaksanakan sesuai dengan kctentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mcngcnai tata tertib DPRD. Paragraf 5 Pengawasan oleh Masyarakat

      Pasal 21

      Pengawasan oleh masyarakat mcrupakan salah satu bentuk partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan Pcmcrintahan Daerah. Pengawasan oleh masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dapat dilakukan secara perorangan, perwakilan kelompok pengguna pelayanan, perwakilan kelompok pemerhati, atau perwakilan badan hukum yang mempunyai kepedulian terhadap penyelenggaraan Pcmcrintahan Daerah.

      (4)

      (s) (1) l2t


      Pasal 22

      m PRE S ID EN REPUBLIK INDONESIA -23- PasaL22 (l) Masyarakat dapat menyampaikan laporan atau pengaduan atas dugaan penyimpangan yang dilakukan oleh kepala daerah, wakil kepala dacrah, anggota DPRD, dan/atau aparatur sipil negara di instansi daerah dan perangkat desa kepada APIP dan/atau aparat penegak hukum. (2) Laporan atau pengaduan dugaan penyimpangan scbagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan secara tertulis yang memuat paling sedikit:


    50. nama dan alamat pihak yang melaporkan;

    51. nama, jabatan, dan alamat lengkap pihak yang dilaporkan;

    52. pcrbuatan yang diduga melanggar kctentuan peraturan perundang-undangan; dan

    53. keterangan yang memuat fakta, data, atau petunjuk terjadinya pelanggaran. Bagian Kelima Pclaporan Hasil Pembinaan dan Pengawasan Pasal 23 (1) Hasil pengawasan oleh APIP dituangkan dalam bentuk laporan hasil pengawasan dan disampaikan kepada pimpinan instansi masing-masing sesuai dengan ketentuan peraturan pcrundang-undangan. (21 Laporan hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (l) bersifat rahasia, tidak bolch dibuka kepada publik, dan tidak boleh diberikan kepada publik kecuali ditentukan lain sesuai dcngan ketentuan peraturan pcrundang-undangan. Pasal 24.

      (1)

      (2t P RE S IDEN REPUBLIK INDONESIA -24-

      Pasal 24

      Bupati/walikota menyampaikan laporan hasil pembinaan dan pengawasan terhadap Perangkat Daerah kabupaten/ kota dan pembinaan dan pengawasan terhadap desa serta ^'pembinaan dan pengawasan lain yang terkait dcngan penyelenggaraan Pemcrintahan Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat. Gubernur menyampaikan laporan hasil pcmbinaan dan pengawasan terhadap Pcrangkat Daerah provinsi dan Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kabupatcn/ kota serta pembinaan dan pengawasan lain yang tcrkait dengan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah sesuai dcngan ketentuan pcraturan perundang-undangan kepada Menteri. (3) Mcnteri teknis/kepala lembaga pemerintah nonkementcrian menyampaikan laporan hasil Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah sesuai dengan kewenangan masing-masing kepada Presiden melalui Menteri. Menteri menyampaikan laporan hasil Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah sesuai dengan kewenangannya kepada Presidcn. Selain menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (41, Menteri menJrusun ikhtisar hasil Pembinaan dan Pengawasan Penyeleng3araan Pemerintahan Daerah secara nasional berdasarkan laporan 5sfagaimana dimaksud dalam pasal 23 dan laporan sebagaimana dimalsud pada ayat (l) sampai dcngan ayat (41.


      (4)

      (s) (6) Dalam .

      (6)

      Dalam menyusun ikhtisar hasil Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Menteri melibatkan menteri teknis/kepala lembaga pemerintah nonkementerian terkait dan kepala daerah. (71 Menteri menyampaikan ikhtisar hasil Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (5) kepada Presiden. Bagian Keenam Tindak Lanjut Hasil Pembinaan dan Pengawasan Pasal 25 (1) APIP wajib melakukan pemeriksaan atas dugaan penyimpangan yang dilaporkan atau diadukan oleh masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22. (21 Dalam melakukan pemeriksaan atas dugaan penyimpangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) APIP melakukan koordinasi dengan aparat penegak hukum. (3) Aparat penegak hukum melakukan pemcriksaan atas laporan atau pengaduan yang disampaikan oleh masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 scsuai tata cara penanganan laporan atau pengaduan berdasarkan kcterituan pcraturan perundang-undangan setelah terlcbih dahulu berkoordinasi dengan APIP. (4) Pemeriksaan oleh APIP dan aparat penegak hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) dilakukan setelah terpenuhi semua unsur laporan atau pengaduan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (21. (5) APIP dan aparat penegak hukum melakukan koordinasi dalam pcnanganan laporan atau pengaduan setelah tcrlcbih dahulu melakukan pengumpulan dan verifrkasi data awal.

      (6)

      Koordinasi (6) Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (21, ayat (3), dan ayat (5) dilakukan dalam bentuk:

    54. pemberianinformasi;

    55. verifikasi;

    56. pengumpulan data dan keterangan;

    57. pemaparan hasil pemeriks€ran penanganan laporan atau pengaduan masyarakat dimaksud; dan/atau

    58. bentuk koordinasi lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (71 Koordinasi antara APIP dan aparat pcncgak hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (21, ayaL (3), dan ayat (5) dilaksanakan sesuai dengan fungsi dan kewenangan masing-masing antara:

    59. inspektorat jenderal Kementerian, inspektorat jenderal kementerian terkait, unit pengawasan lembaga pemerintah nonkementerian, inspektorat provinsi, dan/atau inspektorat kabupatcn/kota; dan

    60. kcpolisian dan/atau kejaksaan. (8) Hasil koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dituangkan dalam berita acara. (9) Jika berdasarkan hasil koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (71 ditemukan bukti adanya penyimpangan yang bersifat administratif, proses lebih lanjut diserahkan kepada APIP untuk ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai administrasi pemerintahan. (10) Jika berdasarkan hasil koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) ditemukan bukti permulaan adanya penyimpangan yang bersifat pidana, proses lebih lanjut diserahkan kepada aparat penegak hukum untuk ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

      Pasal 26
      Pasal 26

      Bentuk dan hasil koordinasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 bersifat rahasia, tidak boleh dibuka kepada publik, dan tidak boleh diberikan kepada publik kecuali ditentukan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Pasal 2T (l) Kepala daerah, wakil kepala dacrah, dan kepala Perangkat Daerah wajib melaksanakan tindak lanjut hasil pembinaan dan pengawasan. (21 Untuk membantu kepala daerah dalam melaksanakan tindak lanjut hasil pembinaan dan pengawasan, wakil kepala daerah mengoordinasikan pelaksanaan tindak lanjut hasil pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (3) Dalam mengoordinasikan pelaksanaan tindak lanjut hasil pembinaan dan pcngawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (21, wakil kepala daerah dibantu oleh inspektorat. (41 Tindak lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), untuk hasil pembinaan dan pcngawasan yang terkait dengan tuntutan pcrbendaharaan dan/atau tuntutan ganti rugi wajib dilakukan proses tuntutan perbcndaharaan dan/atau tuntutan ganti rugi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (5) Tindak lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (l), ayat (2), dan ayat (3), untuk hasil pembinaan dan pengawasan yang tidak terkait dcngan tuntutan perbcndaharaan dan/atau tuntutan ganti rugi dilaksanakan paling lama 60 (enam puluh) hari kerja setelah hasil pembinaan dan pengawasan diterima. (6) Selama masa tindak lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5), hasil pembinaan dan pengawasan tidak dapat dipidanakan kecuali ditentukan lain sesuai dengan ketentuan pcraturan perundang-undangan.



      Pasal 28
      (1)

      (21


      Pasal 28

      APIP wajib memantau dan melakukan pemutakhiran data tindak lanjut hasil Pembinaan dan Pengawasan Penyclenggaraan Pemerintahan Daerah. Pelaksanaan pemutakhiran data tindak lanjut hasil Pembinaan dan Pengawasan Penyclcnggaraan Pemerintahan Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dilaksanakan paling sedikit 2 (dua) kali dalam 1 (satu) tahun. Hasil pemutakhiran data scbagaimana dimaksud pada ayat (1)dan ayat (2) secara nasional dikoordinasikan oleh Mentcri. Bagian Ketujuh Evaluasi pasal 29 (l) Mentcri, menteri teknis/kepala lembaga pemcrintah nonkementerian terkait, dan kcpala dacrah mclakukan evaluasi secara berkala terhadap pelaksanaan Pembinaan dan Pengawasan Penyeleng; araan Pemerintahan Daerah. (21 Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dilaksanakan scsuai dengan kctentuan peraturan pcrundang-undangan. BAB V PENGHARGAAN DAN FASILITASI KHUSUS Bag'an Kesatu Umum Pasal 30 Selain bentuk pembinaan scbagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (8), pembinaan juga dapat bcrupa pemberian penghargaan dan fasilitasi khusus.

      (3)

      Bagian.

      (1)

      (2t (3) (4) Bagian Kedua Penghargaan


      Pasal 31

      Presiden memberikan penghargaan kepada Pemerintah Daerah yang mencapai peringkat kinerja tertinggi ^secara nasional dalam penyelenggaraan Pemcrintahan Daerah. Penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat ^(1) dibcrikan berdasarkan hasil evaluasi terhadap ^indeks dan peringkat kinerja ^penyclenggaraan ^Pemcrintahan Daerah. Indeks dan peringkat kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun setiap tahun oleh Menteri. Pcmberian pcnghargaan kepada Pemerintah ^Daerah dilaksanakan scsuai dengan ketentuan Peraturan pcrundang-undangan. Bagian Ketiga Fasilitasi Khusus Pasal 32 Jika hasil evaluasi pcnyelcnggaraan Pemerintahan Daerah mcmbuktikan daerah berkinerja rendah:


    61. Menteri dan menteri teknis/kepala lembaga pemerintah nonkementerian sesuai dengan kewenangan masing-masing melakukan pembinaan secara berkoordinasi terhadap pcnyelenggaraan urusan pemerintahan tertentu yang menjadi kewenangan daerah provinsi; dan

    62. gubernur sebagai wakil Pcmerintah Pusat melakukan pembinaan tcrhadap pcnyelenggaraan urusan pemerintahan tertentu yang menjadi kewenangan daerah kabupaten/kota.

      (1)
      (2)

      Jika .

      (2)

      Jika pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat ^(1) telah dilakukan dan daerah tidak menunjukkan perbaikan kinerja serta penyelenggaraan urusan pcmcrintahan tcrtcntu yang telah dibina tersebut tidal< bcrpotcnsi merugikan kepentingan umum secara ^meluas atau tidak berpotensi merugikan sebagian ^besar masyarakat di daerah yang bersangkutan:

    63. Menteri melakukan fasilitasi khusus terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Daerah ^provinsi, setelah berkoordinasi dengan menteri ^teknis/kepala lembaga pcmcrintah nonkemcnterian terkait; ^atau b. gubernur sebagai wakil Pemerintah ^Pusat melakukan fasilitasi khusus terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kabupaten/ kota, setelah meminta pertimbangan ^Menteri. (3) Fasilitasi khusus sebagaimana dimaksud pada ayal ^(21 dilakukan untuk pcrbaikan atau ^pcnyempurnaan pcnyelenggaraan Pemcrintahan Daerah, berupa:

    64. ketcrlibatan secara langsung dalam ^perumusan dan pcngarahan pelaksanaan kebijakan;

    65. advokasi dan pengkajian urusEln ^pemerintahan tertentu yang menjadi kewenangan daerah;

    66. analisis kemungkinan dampak urusan pemerintahan tertentu yang menjadi kcwcnangan daerah;

    67. pilihan tindakan pengurangan risiko urusan pemerintahan tertentu yang menjadi kewenangan daerah;

    68. alokasi aparatur sipil negara yang tersedia untuk melaksanakan urusan pemerintahan tertentu yang menjadi kewenangan daerah; dan

    69. bcntuk fasilitasi khusus lainnya sesuai dengan kctentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 33 . (1)

      Pasal 33

      Dalam hal daerah yang sudah dibina dan ^dilakukan fasilitasi khusus sebagaimana dimaksud dalam ^Pasal 32 tetap tidak menunjukkan perbaikan kinerja ^dan berpotensi merugikan kepentingan umum sccara meluas atau berpotensi merugikan sebagian besar masyarakat ^di daerah yang bersangkutan, Mentcri ^melakukan pengambilalihan pelaksanaan urusan pcmcrintahan tertentu yang menjadi kewcnangan daerah ^provinsi ^dan kabupaten/kota, setelah berkoordinasi dengan ^menteri teknis/kepala lembaga pemerintah nonkementerian tcrkait. Pelaksanaan urusan pemerintahan tcrtentu ^yang ^diambil alih sebagaimana dimaksud pada ayat ^(1) ^dibiayai anggaran pendapatan dan belanja dacrah ^yang bersangkutan. Pclaksanaan urusan pemerintahan tertcntu ^yang diambil alih sebagaimana dimaksud pada ayat (l) meliputi:


    70. pengkajian secara cepat dan tepat ^tcrhadap kewenangan daerah yang diambil alih;

    71. pcmenuhan kebutuhan dasar masyarakat ^yang terkena dampak;

    72. pemenuhan dengan segera tcrhadap ^prasarana dan sarana;

    73. pemulihan dengan segera pelayanan ^dan/atau pcnyelenggaraan urusan pada masyarakat ^yang terkcna dampak; dan

    74. bcntuk pelaksanaan lainnya sesuai dengan kctcntuan peraturan perundang-undangan. (2t (s) (1)

      Pasal 34

      Mentcri dan menteri teknis/kepala lembaga ^pemerintah nonkementerian terkait melakukan evaluasi secara berkala terhadap kemampuan Pemerintah Daerah dalam melaksanakan urusan pemerintahan tertentu ^yang diambil alih. Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat ^(1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan ^peraturan perundang-undangan. Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud ^pada ayat ^(l) ^dan ayat (2\disampaikan oleh Menteri kepada Presiden. Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud ^pada ayat (3), dalam hal Presiden menetapkan Pemerintah Daerah dinyatakan mampu melaksanakan urusan pemerintahan tertentu yang diambil alih, Mentcri menyerahkan kembali pelaksanaan urusan pemcrintahan tertentu kepada Pemerintah Daerah. (5) Berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dalam hal Presiden menetapkan Pemerintah Dacrah dinyatakan belum mampu melaksanakan urusan pemerintahan tertentu yang diambil alih, Menteri dan menteri teknis/kepala lembaga pemerintah nonkementerian terkait tetap melaksanakan urusan pemerintahan tertentu yang diambil alih sampai dengan Pemerintah Daerah dinyatakan mampu melaksanakan urusan pemcrintahan tertentu yang diambil alih. Pasal 35 (1) Ketentuan lebih Ianjut mengenai tata cara fasilitasi khusus dan tata cara pengambilalihan pelaksanaan urusan pemerintahan tertentu yang menjadi kewenangan daerah provinsi dan kabupaten / kota diatur dalam Peraturan Menteri. (2t (3) (4) (2t Penyusunan Peraturan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (l) harus melibatkan menteri teknis/ kepala lembaga pemerintah nonkementerian terkait. BAB VI SANKSI ADMINISTRATIF Bagian Kesatu Umum


      Pasal 36

      Kepala daerah, wakil kepala daerah, anggota DPRD, dan daerah yang melakukan pelanggaran administratif dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dijatuhi sanksi administratif. Pelanggaran administratif sebagaimana dimaksud ^pada ayat (1) terdiri atas:


    75. kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah tidak melaksanakan program strategis nasional;

    76. kepala daerah tidak menyampaikan laporan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dan ringkasan laporan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah dalam waktu I (satu) kali dalam I (satu) tahun paling lambat 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran berakhir kepada:

  3. Presiden melalui Menteri, untuk daerah provinsi; atau

  4. Mcnteri melalui gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat, untuk daerah kabupaten/kota. c. kcpala daerah tidak menyampaikan laporan keterangan pertanggungiawaban kcpada DPRD dalam waktu I (satu) kali dalam I (satu) tahun paling lambat 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran berakhir; (l) (2t d. kepala .

    1. kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah menjadi pengurus suatu ^perusahaan, baik ^milik swasta maupun milik negara/ daerah atau ^pengurus yayasan bidang apa pun; kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah melakukan perjalanan ke luar negeri tanpa izin dari Menteri; kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah meninggalkan tugas dan wilayah kcrja lebih dari 7 (tujuh) hari kerja berturut-turut atau tidak berturut-turut dalam waktu I (satu) bulan tanpa izin dari Menteri untuk gubernur dan wakil gubernur serta tanpa izin dari gubernur untuk bupati dan wakil bupati atau walikota dan wal<il walikota, kecuali jika dilakukan untuk kepentingan pengobatan yang bersifat mendesak; kepala daerah tidak menyampaikan pcraturan daerah dan peraturan kepala daerah kepada Menteri/gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah ditetapkan; kepala daerah dan anggota DPRD serta daerah masih memberlakukan peraturan daerah yang telah dibatalkan oleh Menteri atau oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat; daerah masih memberlakukan peraturan daerah mengenai pajak daerah dan/atau retribusi daerah yang dibatalkan oleh Menteri atau dibatalkan oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat; kepala daerah tidak menyebarluaskan peraturan daerah dan peraturan kcpala dacrah yang telah diundangkan; kcpala daerah dan anggota DPRD tidak menetapkan peraturan daerah tentang rcncana pembangunan jangka panjang daerah dan rencana pembangunan jangka menengah daerah; o h. J. l l. kcpala . o. p.

    2. kepala daerah tidak menetapkan peraturan kepala daerah tentang rencana kerja Pemerintah Daerah; kepala daerah melakukan pungutan atau dengan sebutan lain di luar yang diatur dalam undang- undang; kepala daerah tidak mengajukan rancangan peraturan daerah tentang anggaran pendapatan dan belanja daerah kepada DPRD sesuai dengan waktu yang ditentukan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan; kepala daerah dan anggota DPRD tidak mcnyctujui bersama rancangan pcraturan daerah tentang anggaran pendapatan dan belanja daerah scbelum dimulainya tahun anggaran setiap tahun; kepala daerah tidak mengumumkan informasi tentang pelayanan publik kepada masyarakat melalui media dan tempat yang dapat diakses oleh masyarakat luas; kcpala daerah tidak memberikan pelayanan perizinan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

    3. kepala daerah tidak melaksanakan rekomendasi Ombudsman sebagai tindak lanjut pengaduan masyarakat atas:

  5. penyelenggara Pcmcrintahan Daerah yang tidak melaksanakan kewajiban dan/atau mclanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pelayanan publik; dan

  6. pelaksana yang memberi pelayanan yang tidak sesuai dengan standar pelayanan sebagaimana dimaksud dalam ketcntuan pcraturan pcrundang-undangan mengenai pelayanan publik;

    (1)
    1. kepala daerah tidak mengumumkan informasi pembangunan daerah dan informasi keuangan daerah kepada masyarakat serta tidak menyampaikan informasi keuangan daerah kepada Menteri dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

      Pasal 37

      Kepala daerah, wakil kepala daerah, anggota DPRD, dan daerah yang melakukan pelanggaran administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat ^(2) dijatuhi sanksi administratif oleh Presiden, Menteri, dan gubemur sebagai wakil Pemerintah Pusat sesuai dengan kewcnangannya setelah dilakukan verilikasi dan/atau pemeriksaan secara teliti, objektif, dan didukung dengan data, informasi, dan/atau dokumen lainnya yang berkaitan dengan dugaan pelanggaran dimaksud. Data, informasi, dan/atau dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berasal dari:


    2. informasi tertulis dari kepala daerah dan pimpinan DPRD;

    3. informasi tertulis dari pimpinan lembaga negara;

    4. laporan hasil pemeriksaan Badan Pcmeriksa Keuangan;

    5. laporan hasil pembinaan dan pengawasan kementerian/ lembaga pemerintah nonkementerian;

    6. Iaporan atau pengaduan masyarakat; dan/atau

    7. bentuk lainnya sesuai dengan ketentuan pcraturan perundang-undangan. Sanksi administratif yang dijatuhkan merupakan tindak lanjut hasil Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Dacrah dan sebagai bagian dari Pembinaan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.

    (2)
    (3)

    (41 Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (l) terdiri atas:

    1. teguran tertulis;

    2. tidak dibayarkan hak keuangan selama 3 ^(tiga) bulan;

    3. tidak dibayarkan hak keuangan selama 6 (enam) bulan;

    4. penundaan evaluasi rancangan peraturan daerah;

    5. pengambilalihankewenanganperizinan;

    6. penundaan atau pemotongan dana alokasi umum dan/atau dana bagi hasil;

    7. mengikuti program pembinaan khusus pendalaman bidang pemerintahan;

    8. pemberhentian sementara selama 3 (tiga) bulan; dan/atau

    9. pemberhentian. Bagian Kedua Tata Cara Penjatuhan Sanksi Administratif Pasal 38 (l) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang melakukan pelanggaran administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2) huruf a dijatuhi sanksi administratif secara bertahap bcrupa:

    10. teguran tertulis;

    11. teguran tertulis kedua;

    12. pemberhentian sementara selama 3 (tiga) bulan; dan/atau

    13. pemberhentian.

    (2)

    Sanksi (2t (3) Sanksi teguran tertulis dan teguran tertulis kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b dijatuhkan oleh Menteri kcpada gubernur dan/atau wakil gubernur serta oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat kepada bupati/walikota dan/atau wakil bupati/wakil walikota. Penjatuhan sanksi teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a didasarkan atas hasil vcrilikasi secara tcliti, objcktif, dan didukung dengan data, informasi, dan/atau dokumen lainnya yang berkaitan dengan dugaan pelanggaran. Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang dijatuhi sanksi teguran tertulis wajib menindaklanjuti sanksi yang dijatuhkan. Kepala daerah dan/atau wakil kepala dacrah yang tetap tidak menjalankan program strategis nasional setelah paling cepat 14 (empat belas) hari dan paling lambat 21 (dua puluh satu) hari sejak penjatuhan teguran tertulis dijatuhi sanksi berupa teguran tertulis kcdua. Penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) didasarkan atas hasil verilikasi secara teliti, objektif, dan didukung dengan data, informasi, dan/atau dokumcn lainnya yang berkaitan dengan tidak ditaatinya sanksi tcguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4). Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang dijatuhi sanksi teguran tertulis kcdua wajib menindaklanjuti sanksi yang dijatuhkan. Kepala daerah dan/atau wakil kepala dacrah yang tctap tidak menjalankan program strategis nasional setelah paling cepat 14 (empat belas) hari dan paling larnbat 21 (dua puluh satu) hari sejak penjatuhan teguran tcrtulis kedua dijatuhi sanksi berupa pcmberhentian scmentara selama 3 (tiga) bulan.

    (4)

    (s) (6) (71 (8) (9) Sanksi .

    (9)

    Sanksi pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dijatuhkan oleh Presiden kepada gubernur dan/atau wakil gubernur atas usulan Menteri serta oleh Menteri kepada bupati/walikota dan/atau wakil bupati/wakil walikota.

    (10)

    Usulan pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (9) ditindaklanjuti paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak usulan diterima.

    (11)

    Penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat ^(8) didasarkan atas hasil pemeriksaan sccara teliti, objektit dan didukung dengan data, informasi, dan/atau dokumen lainnya yang berkaitan dengan tidak ditaatinya sanksi teguran tertulis kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (7).

    (12)

    Selama diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (8), kepala daerah dan/atau wakil kepala dacrah tidak mendapatkan hak protokoler serta hanya diberikan hak keuangan bcrupa gaji pokok, tunjangan anak, dan tunjangan istri/ suami. (13) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang tctap tidak menjalankan program strategis nasional setelah selesai menjalani pemberhentian scmentara selama 3 (tiga) bulan dijatuhi sanksi berupa pemberhentian.

    (14)

    Sanksi pcmberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (13) dijatuhkan oleh Presiden kepada gubernur dan/atau wakil gubernur atas usulan Menteri serta oleh Mentcri kepada bupati/walikota dan/atau wakil bupati/ wakil walikota.

    (15)

    Usulan pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (14) ditindaklanjuti paling lambat 30 (tiga puluh) hari scjak usulan diterima.

    (16)

    Penjatuhan .

    (16)

    Penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (13) didasarkan atas hasil pemeriksaan secara teliti, ^objektif, dan didukung dengan data, informasi, dan/atau dokumen lainnya yang berkaitan dengan tidak ditaatinya sanksi pemberhentian sementara selama 3 ^(tiga) ^bulan sebagaimana dimaksud pada ayat ^(8).

    (17)

    Menteri atau gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat sesuai dcngan kewenangannya menugaskan APIP untuk melakukan pemcriksaan dugaan pelanggaran administratif yang dilaporkan atau diadukan.

    (18)

    Proses administratif dan verifikasi penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan ayat ^(5) serta proses administratif sebagaimana dimaksud ^pada ayat (8) dan ayat (13) dilakukan olch:

    1. inspektorat ^jenderal Kementerian, untuk ^sanksi yang dijatuhkan oleh Presidcn atau Menteri; dan . b. perangkat gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat, untuk sanksi yang dijatuhkan oleh ^gubernur sebagai wakil Pcmerintah Pusat.

    (19)

    Pemeriksaan oleh APIP sebagaimana dimaksud pada ayat (17) dilakukan dengan kctentuan:

    1. APIP Kementerian melakukan pemeriksaan terhadap gubernur dan/atau wakil gubernur dan mcnyampaikan hasil pemeriksaannya kepada Menteri;

    2. perangkat gu.bcrnur sebagai wakil Pemcrintah Pusat melakukan pemeriksaan terhadap bupati/walikota dan/atau wakil bupati / wakil walikota dan menyampaikan hasil pemeriksaannya kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat; dan

    3. pemeriksaan dilakukan paling lama 45 (empat puluh lima) hari kerja. (2O)APrP. (2O) APIP sebagaimana dimaksud pada ayat (19) berwenang:

    4. melakukan klarifikasi dan validasi terhadap laporan atau pengaduan;

    5. mengumpulkan fakta, data, dan/atau keterangan yang diperlukan;

    6. memeriksa kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang diduga melakukan pelanggaran administratif serta pihak terkait lainnya;

    7. meminta keterangan lebih lanjut dari pihak yang melaporkan atau mengadukan; dan

    8. memberikan rekomendasi terkait tindak lanjut hasil pemeriksaan. (2f ) Dalam pelaksanaan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (20) huruf e, APIP dapat berkoordinasi dengan kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian terkait dan dapat dibantu oleh pakar atau tenaga ahli sesuai dengan kompetensi yang dibutuhkan. Pasal 39 (1) Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang melakukan pelanggaran administratif scbagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2) huruf b, huruf c, huruf f, huruf j, huruf p, dan huruf s dijatuhi sanksi administratif secara bertahap berupa:

    9. teguran tertulis;

    10. teguran tertulis kedua; dan/atau

    11. mengikuti program pembinaan khusus pendalaman bidang pemerintahan. (21 Sanksi teguran tertulis dan teguran tertulis kedua terhadap pelanggaran administratif sebagaimana dimaksud dalam:

    (3)

    PR€SIOEN REPUBLIK INOONESIA -42- a. Pasal 36 ayat (21 huruf b, huruf c, hurufj, huruf p, dan huruf s dijatuhkan oleh Menteri kepada gubemur dan/atau wakil gubernur serta oleh gubemur sebagai wakil Pemerintah Fusat kepada bupati/walikota dan/atau wakil bupati/wakil walikota; dan

    1. Pasal 36 ayat (21 huruf f dijatuhkan oleh Presiden kepada gubernur dan/atau wakil gubernur serta oleh Menteri kepada bupati/walikota dan/atau wakil bupati/walikota. Sanksi mengikuti program pembinaan khusus pendalaman bidang pemerintahan terhadap pelanggaran administratif sebagaimana dimaksud dalam:

    2. Pasal 36 ayat (21 huruf b, huruf c, huruf ^j, huruf ^p, dan huruf s dijatuhkan oleh Menteri kepada gubernur serta oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat kepada bupati/walikota; dan

    3. Pasal 36 ayat l2l huruf f dijatuhkan oleh Presiden untuk gubernur dan/atau wakil gubernur serta oleh Menteri untuk bupati dan/atau wakil bupati atau walikota dan/atau wakil walikota. Ketentuan mengenai verifikasi dan penjatuhan sanksi teguran tertulis dan teguran tertulis kedua sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (3) sampai dengan ayat ^(71 berlaku secara mutatis mutandis terhadap vcrifikasi dan penjatuhan sanksi teguran tcrtulis dan teguran tertulis kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b. Kepala daerah yang tetap melakukan pelanggaran administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (21 huruf b, huruf c, huruf f, huruf j, huruf p, dan huruf s setelah paling cepat 14 (empat belas) hari dan paling lambat 2l (dua puluh satu) hari sejak penjatuhan teguran tertulis kedua dijatuhi sanksi berupa mengikuti program pembinaan khusus pendalaman bidang pemerintahan (4) (s) (6) Penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) didasarkan atas hasil pemeriksaan sccara teliti, objektif, dan didukung dengan data, informasi, dan/atau dokumen lainnya yang berkaitan dengan tidak ditaatinya sanksi teguran tertulis kedua. (71 Walil kepala daerah yang tetap melakukan pelanggaran administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayaL (21 huruf f setelah paling cepat 14 (empat belas) hari dan paling lambat 21 (dua puluh satu) hari sejak penjatuhan teguran tertulis kedua dijatuhi sanksi berupa mengikuti program pembinaan khusus pendalaman bidang pemerintahan. (8) Penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) didasarkan atas hasil pemeriksaan secara teliti, objektif, dan didukung dengan data, informasi, dan/atau dokumcn lainnya yang berkaitan dengan tidak ditaatinya sanksi teguran tertrrlis kedua. (9) Menteri atau gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat sesuai dengan kewenangannya menugaskan APIP untuk melakukan pemeriksaan dugaan pelanggaran administratif yang dilaporkan atau diadukan.

    (10)

    Proses administratif dan verifikasi penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b serta proses administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (7) dilakukan oleh:

    1. inspektorat jenderal Kementerian, untuk sanksi yang dijatuhkan oleh Presiden atau Menteri; dan

    2. perangkat gubernur scbagai wakil Pemerintah Pusat, untuk sanksi yang dijatuhkan oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat.

    (11)

    Ketentuan mengenai pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (19) sampai dengan ayat (2L) berlaku secara mutatis mutandis terhadap pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (9).

    (12)

    Program pembinaan khusus pendalaman bidang pemcrintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (7) dilaksanakan dalam bentuk: a.. orientasi pendalaman bidang tugas terhadap kegiatan yang sejenis;

    1. pembelqjaran dari keberhasilan bidang yang sama di tempat lain; dan/atau

    2. melaksanakan kegiatan program pembinaan khusus lainnya sesuai dengan ketentuan pcraturan perundang-undangan.

    (13)

    Program pembinaan khusus pendalaman bidang pemerintahan dilaksanakan paling singkat I (satu) bulan dan paling lama 3 (tiga) bulan. (14) Selama kepala daerah mengikuti program pembinaan khusus pendalaman bidang pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (12), tugas dan kewenangannya dilaksanakan oleh wakil kepala daerah atau pejabat yang ditunjuk.

    (15)

    Kepala daerah dan/atau wakil kepala dacrah yang mengikuti program pembinaan khusus pcndalaman bidang pcmerintahan tetap dibcrikan hak keuangannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. (16) Ketentuan lebih lanjut mcngenai pelaksanaan program pembinaan khusus pendalaman bidang pemerintahan diatur dalam Peraturan Menteri. Pasal 40 .

    (1)

    (2t (3)

    Pasal 40

    Kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah yang melakukan pelanggaran administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2) huruf d dan huruf e dijatuhi sanksi administratif berupa pemberhentian sementara selama 3 (tiga) bulan. Sanksi pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijatuhkan oleh Presiden kepada gubcrnur dan/atau wakil gubernur atas usulan Menteri serta oleh Menteri kepada bupati/walikota dan/atau wakil bupati/ wakil walikota. Penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayaL (21 didasarkan atas hasil pemeriksaan secara teliti, objektif, dan didukung dengan data, informasi, dan/atau dokumen lainnya yang berkaitan dengan dugaan pelanggaran. Menteri menugaskan APIP untuk melakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3). Proses administratif penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan oleh inspektorat jenderal Kementerian. Ketentuan mengenai pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (19) sampai dengan ayat (21) berlaku secara mutatis mutandis terhadap pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4). Pasal 4 1 Kepala daerah yang melakukan pelanggaran administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2) huruf g dijatuhi sanksi administratif berupa teguran tertulis. (4t (s) (6) (1) (2) Sanksi . (2t (3) (1) (21 (3) Sanksi teguran tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijatuhkan oleh Menteri kepada gubernur dan/atau wakil gubernur serta oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat kepada bupati/walikota dan/atau wakil bupati/wakil walikota. Ketentuan mengenai verifikasi dan pcnjatuhan sanksi teguran tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3u ayat (3) dan ayat (4) berlaku secara mutatis mutandis tcrhadap verifikasi dan penjatuhan sanksi teguran tertulis 5sfagairn6ns dimaksud pada ayat (2).


    Pasal 42

    Kcpala daerah dan/atau anggota DPRD yang melakukan pelanggaran administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (21 huruf h, huruf k, dan huruf I dijatuhi sanksi administratif berupa tidak dibayarkan hak kcuangan selama 3 (tiga) bulan. Hak keuangan yang tidak dibayarkan sclama 3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi scluruh hak keuangan sesuai dengan kctentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai hak keuangan kepala daerah dan anggota DPRD. Sanksi tidak dibayarkan hak keuangan selama 3 (tiga) bulan scbagaimana dimaksud pada ayat (l) dan ayat ^(2) dijatuhkan oleh Menteri kepada gubernur dan/atau anggota DPRD provinsi serta oleh gubernur scbagai wakil Pemerintah Pusat kepada bupati/walikota dan/atau anggota DPRD kabupaten/kota. Penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) didasarkan atas hasil pemeriksaan sccara tcliti, objektif, dan didukung dengan data, informasi, dan/atau dokumcn lainnya yang berkaitan dengan dugaan pclanggaran.


    (4)
    (5)

    Khusus (s) (6) (7t (8) (e) Khusus untuk pelanggaran administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2) huruf h, selain sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dijatuhi sanksi berupa penundaan evaluasi rancangan peraturan daerah kepada daerah. Menteri atau gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat sesuai dengan kewenangannya menugaskan APIP untuk melakukan pemeriksaan dugaan pelang; aran administratif yang dilaporkan atau diadukan. Prose s administratif penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (5) dilakukan oleh:

    1. inspektorat jenderal Kementerian, untuk sanksi yang dijatuhkan oleh Menteri; dan

    2. perangkat gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat, untuk sanksi yang dijatuhkan oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat. Ketentuan mengenai pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (19) sampai dengan ayat (21) berlaku secara mutatis mutandis terhadap pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (6). Hasil pelaksanaan terhadap penjatuhan sanksi tiderk dibayarkan hak keuangan sclama 3 (tiga) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaporkan oleh:

    3. sekretaris daerah provinsi kepada Menteri melalui inspektorat jenderal Kementerian, untuk sanksi yang dijatuhkan kepada gubernur dan/atau anggota DPRD provinsi; dan

    4. sekretaris daerah kabupaten/kota kepada gubernur scbagai wakil Pemerintah Pusat melalui perangkat gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat, untuk sanksi yang dijatuhkan kepada bupati/walikota dan/atau anggota DPRD kabupatcn / kota.

    (10)

    Sanksi (2) (lO) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dan ayat (5) tidak diterapkan pada saat kepala daerah dan/atau anggota DPRD yang dijatuhi sanksi masih mengajukan kebcratan kepada Presiden untuk peraturan daerah provinsi dan kepada Menteri untuk peraturan daerah kabupaten/kota. . Pasal 43 (1) Dacrah yang melakukan pelanggaran administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2) huruf i dijatuhi sanksi administratif berupa pcnundaan atau pcmotongan dana a-lokasi umum dan/atau dana bagi hasil. Sanksi penundaan atau pemotongan dana alokasi umum dan/atau dana bagi hasil scbagaimana dimaksud pada ayat (l) ditetapkan oleh Mentcri untuk daerah provinsi serta oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat untuk daerah kabupaten/kota setelah dilakukan pcmcriksaan secara teliti, objektit dan didukung dcngan data, informasi, dan/atau dokumen lainnya yang bcrkaitan dengan dugaan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) serta berkoordinasi dengan kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang keuangan. Mcnteri atau gubcrnur scbagai wakil Pcmerintah Pusat sesuai dengan kewenangannya menugaskan APIP untuk melakukan pemeriksaan dugaan pelanggaran administratif yang dilaporkan atau diadukan. Proses administratif penetapan sanksi olch Mentcri scbagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan olch inspektorat ^jenderal Kementerian. Proscs administratif penctapan sanksi oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan olch pcrangkat gubernur sebagai wakil Pcmerintah Pusat.

    (3)
    (4)

    (s) (6) Ketentuan .

    (6)

    t7l Penetapan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai dengan kewenangan masing-masing disampaikan kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang keuangan disertai dengan permintaan untuk melaksanakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

    Pasal 44

    Kepala daerah dan/atau anggota DPRD yang melakukan pelanggaran administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (21 huruf m, huruf n, dan huruf o dijatuhi sanksi administratif berupa tidak dibayarkan hak keuangan selama 6 (enam) bulan. Hak keuangan yang tidak dibayarkan selama 6 (enam) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (l) meliputi seluruh hak keuangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai hak keuangan kepala daerah dan serta anggota DPRD. Sanksi tidak dibayarkan hak keuangan selama 6 (enam) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dijatuhkan oleh Mcnteri kepada gubernur dan/atau anggota DPRD provinsi serta oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat kepada bupati/walikota dan/atau anggota DPRD kabupaten/ kota. Penjatuhan sanksi scbagaimana dimaksud pada ayat (3) didasarkan atas hasil pemeriksaan secara teliti, objektif, dan didukung dengan data, informasi, dan/atau dokumen lainnya yang berkaitan dengan dugaan pelanggaraa. Menteri atau gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat sesuai dengan kewenangannya menugaskan APIP untuk melakukan pemeriksaan dugaan pelanggaran administratif yang dilaporkan atau diadukan.


    (1)

    (21 (3) 14t (s) (6) Proses administratif penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan oleh:

    1. inspektorat jenderal Kementcrian, untuk sanksi yang dijatuhkan oleh Menteri; dan

    2. perangkat gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat, untuk sanksi yang dijatuhkan oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat. Ketentuan mengenai pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (19) sampai dengan ayat (21) berlaku secara mutatis mutandis terhadap pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5). Hasil pelaksanaan terhadap penjatuhan sanksi tidak dibayarkan hak keuangan selama 6 (enam) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaporkan oleh:

    3. sekretaris daerah provinsi kepada Mcnteri melalui inspektorat jenderal Kementerian, untuk sanksi yang dijatuhkan kepada gubernur dan/atau anggota DPRD provinsi; dan

    4. sekretaris daerah kabupaten/kota kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat melalui perangkat gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat, untuk sanksi yang dijatuhkan kepada bupati/walikota dan/atau anggota DPRD kabupaten/ kota. Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak dapat dijatuhkan kepada anggota DPRD apabila keterlambatan penetapan anggaran pendapatan dan belanja daerah disebabkan oleh kepala daerah terlambat menyampaikan rancangan peraturan daerah tcntang anggaran pendapatan dan belanja dacrah kepada DPRD dari jadwal yang telah ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. (7t (8) (e) Pasal 45

    (1)

    l2t (3) (41 Pasal 45 Kepala daerah yang melakukan pelanggaran administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (21 huruf q dijatuhi sanksi administratif secara bertahap berupa:

    1. teguran tertulis;

    2. teguran tertulis kedua; dan/atau

    3. pengambilalihan kewenangan perizinan. Sanksi teguran tertulis dan teguran tertulis kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b dijatuhkan oleh Menteri kepada gubernur dan/atau wakil gubernur serta oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat kepada bupati/walikota dan/atau wakil bupati/wakil walikota. Sanksi pengambilalihan kewenangan perbinarr sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijatuhkan oleh Menteri kepada gubernur serta oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat kepada bupati/ walikota. Ketentuan mengenai verifikasi dan penjatuhan sanksi teguran tertulis dan teguran tcrtulis kedua sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (3) sampai dengan ayat ^(71 berlaku secara mutatis mutandis terhadap verifikasi dan penjatuhan sanksi teguran tertulis dan teguran tertulis kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b. (5) Kcpala daerah yang tetap tidak memberikan pelayanan perizinan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan setelah paling cepat 14 (empat belas) hari dan paling lambat 21 (dua puluh satu) hari sejak penjatuhan teguran tertulis kedua dijatuhi sanksi berupa pengambilalihan kewenangan perizinan. (6) Penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) didasarkan atas hasil pemeriksaan secara teliti, objektif, dan didukung dengan data, informasi, dan/atau dokumen lainnya yang berkaitan dengan dugaan pelanggaran.

    (7)

    Menteri .

    1. inspektorat jenderal Kementerian, untuk sanksi yang dijatuhkan oleh Menteri; dan

    2. perangkat gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat, untuk sanksi yang dijatuhkan oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat. (9) Ketentuan mengenai pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (19) sampai dengan ayat (2ll berlaku secara mutatis mutandis terhadap pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5). (1O) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengambilalihan kewenangan perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Menteri. Pasal 46 (1) Kcpala daerah yang melakukan pelang; aran administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (21 huruf r dijatuhi sanksi administratif berupa mengikuti program pembinaan khusus pendalaman bidang pemerintahan. (2) Sanksi berupa mengikuti program pembinaan khusus pendalaman bidang pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijatuhkan oleh Mcnteri kepada gubernur serta oleh gubernur sebagai wakil Pcmerintah Pusat kepada bupati/ walikota. (3) Penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (21 didasarkan atas hasil pemeriksaan secara teliti, objektif, dan didukung dengan data, informasi, dan/atau dokumen lainnya yang berkaitan dengan dugaan pelangggaran dimaksud.

    (4)

    Mentcri .

    (4)

    Menteri atau gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat sesuai dengan kewenangannya menugaskan APIP untuk melakukan pemeriksaan dugaan pelanggaran administratif yang dilaporkan atau diadukan. (5) Proses administratif penjatuhan sanksi scbagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh:

    1. inspektorat jenderal Kementerian, untuk sanksi yang dijatuhkan oleh Menteri; dan

    2. perangkat gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat, untuk sanksi yang dijatuhkan oleh gubernur sebagai wakil Pemcrintah Pusat. (6) Ketentuan mengenai pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal ayat (19) sampai dengan ayat (2ll berlaku secara mutatis mutandis terhadap pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4). l7l ^Ketentuaa ^mengenai ^program ^pembinaan ^khusus pendalaman bidang pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (12) sampai dengan ayat (15) berlaku secara mutatis mutandis terhadap program pembinaan khusus pendalaman bidang pemerintahan dalam penjatuhan sanksi atas pelanggaran administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

      Pasal 47

      Dalam hal gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat sesuai dcngan kewenangannya tidak menjatuhkan sanksi administratif, penjatuhan sanksi administratif diambil alih oleh Menteri.


      Pasal 48

      Pasal 48 (1) Ketcntuan mengenai tata cara pcnjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 sampai dengan Pasal 47 berlaku secara mutatis mutandis terhadap tata cara penjatuhan sanksi kepada wakil kepala daerah yang melaksanakan tugas sebagai kepala daerah. (2) Dalam hal pejabat yang ditunjuk melaksanakan tugas kepala daerah berasal dari pegawai negeri sipil melakukan pelanggaran administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (2) diberhentikan secara langsung dari jabatan pelaksana tugas kepala daerah dan dikembalikan ke unit kerja asalnya. BAB VII PENDANAAN


      Pasal 49

      Pcndanaan Pembinaan dan Pengawasan Penyclenggaraan Pcmerintahan Daerah yang menjadi kewenangan Pemcrintah Pusat bersumber dari anggaran dan pcndapatan belanja negara dan yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah bersumber dari anggaran dan pendapatan belanja daerah sesuai dcngan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB VIII KETENTUAN PERALIHAN


      Pasal 50

      Dalam hal pcrangkat gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat belum terbentuk, Pembinaan dan Pcngawasan Penyclcnggeraan Pemerintahan Daerah di kabupaten/ kota dilaksanakan oleh Perangkat Daerah provinsi yang mempunyai tugas membantu kepala daerah membina dan mengawasi pelaksanaan urusan pcmerintahan yang menjadi kewenangan Daerah. BAB IX KETENTUAN PENUTUP


      Pasal 51

      Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku:


  1. Semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan secara langsung dengan Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah wajib mendasarkan pengaturannya pada Peraturan Pemerintah ini. 2. Semua peraturan pcrundang-undangan yang mengatur mengenai Pembinaan dan Pengawasan Pcnyelenggaraan Pemerintahan Daerah dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang belum diganti dan tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini atau tidak diatur secara khusus dalam Peraturan Pemerintah ini. 3. Scmua peraturan perundang-undangan yang mengatur mengcnai tata cara penjatuhan sanksi administratif dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kepada kepala daerah, wakil kepala daerah, anglgota DPRD, dan daerah dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang belum diganti dan tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini atau tidak diatur secara khusus dalam Peraturan Pemerintah ini. 4. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2O05 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyclenggaraan Pcmcrintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan kmbaran Ncgara Rcpublik Indonesia Nomor 4593) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pasal 52 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar . Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundarigan Peraturan Pemerintah ini .dengan penempatannya dalam kmbaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tansgal 5 April 2017 ttd. JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 7 April2OLT MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA ttd. YASONNA H. LAOLY LEMBARAN NEGAM REPUBLIK INDONESIATAHUN 2017 NOMOR 73 PENJEI"ASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR12 TAHUN 2017 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGAWASAN PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH I. UMUM Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang ^Pemerintahan Daerah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan ^Undang- Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan ^Kedua ^Atas ^Undang- Undang Nomor 23 Tahun 2Ol4 tentang Pemerintahan ^Daerah mcndclegasikan pengaturan lebih lanjut mengenai tata cara ^penjatuhan sanksi administratif dan program ^pembinaan ^khusus ^bidang pcmerintahan sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 353 ^serta pengaturan lebih lanjut mengenai pembinaan dan ^pengawasan penyeleng; araan Pemerintahan Daerah sebagaimana diamanatkan ^dalam Pasal 383. Kedua materi muatan yang didelegasikan terscbut ^tcrsebut sangat bcrkaitan, yakni pengaturan mengenai sanksi administratif ^dan program pcmbinaan khusus bidang pemerintahan tersebut merupakan tindak lanjut hasil Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan ^Daerah dan scbagai bagian dari Pembinaan Penyelenggaraan ^Pemerintahan Daerah. Pcngaturan mengenai mekanisme pembinaan dan Pengawasan Penyelcnggaraan Pemerintahan Daerah serta sanksi ^yang ^jelas dan ^tegas kepada penyelenggara Pemerintahan Daerah dan daerah dimaksudkan untuk mempcrkuat pelaksanaan otonomi daerah sesuai dcngan amanat dan tuj uan otonomi daerah. R.",J.T*tt'*oo1"r.,o -2- Pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Daerah terdiri atas pembinaan dan pengawasan umum scrta pcmbinaan dan pengawasan teknis penyelenggaraan Pemerintahan Dacrah karena esensi penyelenggaraan Pemerintahan Daerah merupakan penccrminan pclaksanaan urusan pemerintahan oleh daerah. Pembinaan dan pengawasan umum dilakukan oleh Menteri guna mendukung pelaksanaan urusan pemerintahan oleh daerah agar dapat berjalan ef,rsien dan efektif sedangkan pembinaan dan pengawasan teknis oleh kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian dilakukan dalam rangka pclaksanaan urusan pemerintahan konkuren daerah agar sesuai dcngan norrna, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan ^olch Pemcrintah Pusat. Pembinaan dan pengawasan kcpada Pemerintah Dacrah kabupaten/ kota dilakukan oleh gubernur sebagai ^wakil Pemcrintah Pusat, gubernur bertindak atas nama Pemerintah Pusat melaksanakan pembinaan dan pengawasan kepada Pemerintah ^Daerah kabupaten/kota karena adanya pelimpahan kewenangan dari Presiden. Agar proses pembinaan dan pengawasan berjalan secara efektif ^dan chsien diperlukan adanya kejelasan tugas dan sinergi ^pembinaan ^dan pengawasan melalui mekanisme koordinasi antara Pemerintah Pusat dan gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat serta Pemcrintah Daerah kabupaten/kota. Menteri selaku koordinator pembinaan dan ^pengawasan penyclenggaraan Pemerintahan Dacrah secara nasional senantiasa melakukan koordinasi yang bertujuan agar tidak terjadi ^pembinaan dan pengawasan yang melebihi kewenangannya dan tumpang tindih. Peraturan Pemerintah ini ^juga memperjelas mekanisme koordinasi antara APIP dengan Aparat Penegak Hukum dalam penanganan pengaduan masyarakat. Di samping itu, Peraturan Pemerintah ini ^juga memperjelas pembinaan dan pengawasan terhadap pemerintahan desa sebagai penyelcnggara urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat dcsa dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang menerima dan mengelola sumber daya negara. PRESIO€N REPUBLIK INOONESIA -3- Sccara umum materi muatan dalam Peraturan Pemerintah ini mengatur mengenai Pembinaan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, tata cara Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, penghargaan dan fasilitasi khusus, pendanaan, dan sanksi administratif termasuk tata cara penjatuhan sanksi administratif dan sanksi program ^pembinaan khusus bidang pemerintahan bagi penyelenggara Pemerintahan Daerah dan dacrah yang mclanggar ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. II. PASAL DEMI PASAL Pasal I Cukup ^jelas.
    Pasal 2

    Cukup ^jelas.


    Pasal 3

    Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup ^jelas. Huruf b Cukup ^jelas. Huruf c Cukup ^jelas. Huruf d Huruf d Cukup ^jelas. Huruf e Cukup ^jelas. Huruf f Cukup ^jelas. Huruf g Cukup ^jelas. Huruf h Yang dimaksud dengan "kebijakan daerah" tcrmasuk didalamnya pelaksanaan peraturan dacrah, ^peraturan kepala daerah, dan keputusan kepala daerah. Huruf i Cukup ^jelas. Huruf j Cukup ^jelas. Ayat (3) Pembinaan teknis yang dilakukan oleh mcnteri teknis/kepala lembaga pemerintah nonkementerian dan gubernur sebagai wakil Pcmcrintah Pusat, misalnya di bidang pendidikan antara lain pelatihan guru, penelitian dan pengembangan kurikulum lokal dan konsultasi akrcditasi guru. Ayat (4) Cukup ^jelas. Ayat ^(5) "ri.Ttt',355*..,o -5- Ayat (5) Huruf a Yang dimaksud dengan "belum mampu melalcukan pembinaan umum dan teknis' dibuktikan dengan surat gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat kepada Menteri dan/atau berdasarkan telaahan hasil pemantauan dan/atau evaluasi dari Kementerian. Huruf b Yang dimaksud dengan "tidak melakukan ^pembinaan umum dan teknis' dibuktikan dengan laporan hasil pemantauan dan/atau evaluasi dari Kementerian. Ayat (6) Cukup ^jelas. Ayat (7) Cukup ^jclas. Ayat (8) Cukup ^jclas.


    Pasal 4

    Ayat (l) Cukup ^jclas. Ayat (2) Cukup jclas. Ayat (3) Huruf a Cukup ^jclas. R.r,i.Ttl"?5|..,o -6- Huruf b Yang dimaksud dengan ^upenguatan kapasitas Pemerintahan Daerah" adalah termasuk didalamnya dukungan pembiayaan dan personil serta pendampingan implementasi kebijakan dan program sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Huruf c Cukup ^jelas. Ayat (4) Cukup ^jclas.


    Pasal 5

    Ayat (1) Cukup ^jelas Ayat (2) Yang dimaksud dengan "secara langsung" adalah konsultasi dilakukan melalui pertemuan dan tatap muka secara langsung dan yang dimaksud dengan "tidak langsung'adalah konsultasi dilakukan melalui surat cetak, surat elektronik, dan/atau media teleconferen@ t: ,: r.pe. melalui pertemuan dan tatap muka secara langsung. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup ^jelas. Ayat (s) Cukup jclas. .",i.Ttt',?55*..,o -7 - Ayat (6) Cukup ^jclas. Ayat (7) Cukup ^jelas.


    Pasal 6

    Ayat (1) Yang dimaksud dengan "penyelenggara Pemerintahan Dacrah" termasuk didalamnya penyelenggara pemerintahan desa yaitu kepala desa, perangkat desa dan anggota badan permusyawzrratan desa atau sebutan lain. Ayat (21 Huruf a Yang dimaksud dengan 'pendidikan dan pelatihan teknis dan fungsional substantif pemcrintahan dalam negcri" antara lain jabatan fungsional Pengawas Penyelenggara Urusan Pemerintahan Daerah (P2UPD), Pelatih Masyarakat, Pemadam Kebakaran, dan Polisi Pamong Praja. Huruf b Yang dimaksud dengan "pendidikan dan pelatihan kepemimpinan pemerintahan dalam negcri" adalah pelatihan, kursus atau penataran kepemimpinan bagi pegawai negeri sipil yang menduduki jabatan kcpala perangkat daerah, jabatan administrator dan jabatan pengawas antara lain terkait dengan kebijakan desentralisasi, wawasan nusantara, nasionalisme yang berlandaskan pada Bhinneka Tunggal lka, hubungan Pemerintah Pusat dengan daerah, pcmcrintahan umum, pengelolaan keuangan daerah, Urusan Pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, hubungan Pemerintah Daerah dengan DPRD dan etika pemerintahan. w Huruf c Yang dimaksud dengan "pendidikan dan pelatihan kepamongprajaan' adalah pendidikan tinggi yang dilakukan oleh Institut Pemerintahan Dalam Negeri dengan menerapkan metode kombinasi antara pengajaran, pengasuhan dan peiatihan. Pendidikan dan pelatihan kepamongprajaan juga mencakup pendidikan dan pelatihan dalam rangka pengembangan kompetensi kepamongprajaan yang dilaksanakan oleh lembaga yang mempunyai tugas bidang pengembangan sumber daya manusia pemerintahan dalam negeri. Huruf d Yang dimaksud dengan "pcndidikan dan ^pelatihan teknis dan fungsional substantif kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian" adalah terkait substansi pelaksanaan urusan Pemerintahan Daerah. Huruf e Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (4) Cukup ^jelas. Ayat (5) Cukup ^jclas. Ayat (6) Yang dimaksud dengan "lembaga pendidikan dan pelatihan lainnya" adalah lembaga pendidikan dan pelatihan nonpemerintah yang bergerak dalam bidang pengembangan sumber daya manusia dan telah mendapatkan sertilikasi nasional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.


    Pasal 7
    Pasal 7

    Cukup ^jelas.



    Pasal 8

    Ayat (1) Yang dimaksud dengan "penelitian" adalah kegiatan yang dilakukan menurut kaidah dan metode ilmiah secara sistcmatis untuk memperoleh informasi, data, dan keterangan yang berkaitan dengan pemahaman dan pembuktian kebenaran atau ketidakbenaran suatu asumsi dan/atau hipotesis di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan dalam negeri dan menarik kesimpulan ilmiah bagi keperluan kemajuan kebij akan pemerintahan. Yang dimaksud dengan "pcngcmbangan" adalah kegiatan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bertujuan mcmanfaatkan kaidah dan teori ilmu pengetahuan yang terbukti kcbenarannya untuk meningkatkan fungsi, manfaat, dan aplikasi ilmu pengetahuan yang telah ada, atau ' menghasilkan teknologi baru yang terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan dalam negeri. Ayat (21 Yang dimaksud dengan "pengkajian" adalah penelitian tcrapan yang bertujuan memecahkan permasalahan yang sedang berkembang yang dilakukan untuk mencapai tujuan jangka menengah dan jangka panjang lembaga yang terkait dcngan penyelenggaraan pemerintahan dalam negcri. Yang dimaksud dengan "penerapan" adalah pemanfaatan hasil penelitian, pengembangan, dan/atau ilmu pengctahuan dan teknologi yang telah ada ke dalam kegiatan perekayasaan, inovasi serta difusi teknologi yang tcrkait dengan pcnyelenggarazr.n pemerintahan dalam ncgcri. Yang dimaksud dengan ^operekayasaan" adalah kegiatan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi dan/atau inovasi dalam bentuk desain dan rancang bangun untuk mcnghasilkan nilai, produk dan/atau proses produksi dengan mcmpertimbangkan keterpaduan sudut pandang dan/atau konteks teknikal, fungsional, bisnis, sosial budaya dan estetika, dalam suatu kelompok kerja fungsional ^yang terkait dengan penyelenggaraan pemerintahan dalam negeri. Yang dimaksud dengan "pengoperasian" adalah kegiatan ^yang meliputi uji pelaksanaan rekomendasi, cvaluasi, diseminasi untuk efektilitas dan elisiensi suatu alternatif kebijakan dan/atau program yang terkait dengan ^penyelenggaraan pcmerintahan dalam negeri. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (4) Cukup ^jelas.


    Pasal 9

    Cukup ^jelas. Pasal 1O Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup ^jelas. Huruf b Cukup ^jelas. Huruf c ru PRESIO€N REPUBLIK INOONESIA - 11 - Huruf c Cukup ^jelas. Huruf d Cukup ^jelas. Huruf e Cukup ^jelas. Huruf f Cukup ^jelas. Huruf g Cukup ^jelas. Huruf h Yang dimaksud dengan "kebijakan daerah" termasuk didalamnya pelaksanaan peraturan daerah, peraturan kepala daerah, dan keputusan kepala daerah. Huruf i Cukup ^jelas. Hurufj Cukup ^jelas. Ayat (s) Pengawasan teknis yang dilakukan oleh mcntcri teknis/kepala lembaga pemerintah nonkementerian dan gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat, misalnya di bidang pendidikan antara lain pelaLihan guru, penelitian dan pengembangan kurikulum lokal, dan konsultasi akreditasi guru. Ayat (4) Cukup ^jclas. Ayat (5) Cukup ^jelas. Ayat (6) Cukup ^jelas. Ayat (7) Yang dimaksud dengan "belum mampu melakukan pcngawasan umum dan teknis" dibuktikan dengan surat gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat kepada Menteri. Yang dimaksud dengan "tidak melakukan pengawasan umum dan teknis" dibuktikan dengan laporan hasil pemantauan dan/atau evaluasi dari Kementerian. Ayat (8) Cukup ^jelas. Ayat (9) Cukup ^jelas. Ayat (10) Cukup ^jelas. Ayat (l l) Yang dimaksud dengan ^ureviu" adalah penelaahan ulang buktibukti suatu kegiatan untuk memastikan bahwa kegiatan tersebut telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan, standar, rencana, atau norma yang telah ditetapkan. Yang dimaksud dengan "monitorint' adalah proses penilaian kcmajuan suatu program atau kegiatan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Yang. "riTtt'oot5.r,o -13- Yang dimaksud dengan 'evaluasi' adatah rangkaian kegiatan membandingkan hasil atau prestasi suatu kegiatan dengan standar, rencana, atau norma yang telah ditetapkan, dan menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan suatu kegiatan dalam mcncapai tujuan. Yang dimaksud dengan "pemeriksaan" adalah proscs identifrkasi masalah, analisis, dan evaluasi bukti yang dilakukan secara independen, obyektif dan profesional berdasarkan standar audit, untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, efektivitas, efisiensi, dan kcandalan informasi pelaksanaan tugas dan fungsi Instansi Pemerintah. Ayat (12) APIP dalam ketentuan ini termasuk aparatur pengawas yzrng berasal dari inspektorat jenderal Kementerian dan inspektorat ^jenderal kementerian teknis/lembaga pemerintah nonkemcnterian yang melakukan pengawasan umum dan tcknis pada perangkat gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat.


    Pasal 11

    Cukup ^jelas.


    Pasal 12

    Ayat (l) Huruf a Kebijakan pembinaan dan pengawasan 5 (lima) tahunan dimasukkan dan menjadi bagian tidak tcrpisahkan dari dokumen rencana pembangunan jangka menengah daerah. Huruf b Kcbijakan pembinaan dan pcngawasan tahunan disusun khususnya tcrhadap pendidikan dan pelatihan serta pcnelitian dan pengembangan. Ayat (2) ".ruJ.T*ttlooT".r,o -t4- Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (4) Cukup ^jelas. Ayat (5) Cukup ^jelas. Ayat (6) Cukup ^jelas.


    Pasal 13

    Cukup ^jelas.


    Pasal 14

    Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "mengalokasikan anggaran Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah" adalah besaran anggaran pendapatan dan belanja daerah yang mencerminkan jumlah program dan kegiatan urusan Pemerintahan Daerah yang akan diawasi oleh APIP; jumlah Perangkat Daerah mencerminkan jumlah waktu yang dibutuhkan dalam pelaksanaan pengawasan; jumlah pengawas mencerminkan bcban kcrja yang akan dipikul oleh setiap pengawas dan kebutuhan sarana dan prasarana pengawasan; peningkatan kompetensi dan tambahan penghasilan APIP; dan luas wilayah mencerminkan cakupan area pengawasan, tingkat kesulitan geografis serta kemahalan. Ayat (3) Ayat (3) Cukup ^jclas. Pasal 1.5 Cukup ^jclas.


    Pasal 16

    Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan "profesional" adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu scrta mcmerlukan pendidikan profesi. Huruf b Yang dimaksud dengan "independen" adalah sikap tidak memihak serta tidak dibawah pengaruh atau tekanan pihak tertentu dalam mengambil kcputusan dan tindakan dalam melaksanakan pengawasan. Huruf c Yang dimaksud dengan "objektil" adalah memiliki sikap yang netral dan tidak bias serta menghindari konflik kepentingan dalam merencanakan, melaksanakan, dan melaporkan pekerjaan yang dilakukannya. Huruf d Huruf d Yang dimaksud dengan "tidak tumpang tindih" adalah dengan melakukan pengawasan yang terkoordinasi dengan baik dan sesuai dengan jadwal pengawasan yang telah ditetapkan bersama. Huruf e Cukup ^jelas. Ayat (3) Huruf a Cukup ^jelas. Huruf b Cukup ^jelas. Huruf c Cukup ^jelas. Huruf d Rcncana pembangunan jangka menengah daerah memuat visi, misi dan program kcpala daerah. Pemcriksaan terhadap rencana pembangunan jangka mcnengah daerah berpedoman pada rencana pembangunan jangka panjang daerah dan memperhatikan rencana pembangunan jangka menengah nasional, kondisi lingkungan strategis di dacrah serta hasil evaluasi terhadap pelaksanaan rencana pcmbangunan jangka menengah dacrah periode scbelumnya. **,J,-T,[t'o55..,o -17- Pemeriksaan terhadap rencana kerja pemerintah daerah mcmuat rancangan kerangka ekonomi daerah, program prioritas pembangunan daerah, rencana kerja dan pendanaannya serta prakiraan maju dengan mempertimbangkan kerangka pendanaan dan pagu indikatif, baik yang bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja daerah maupun sumber- sumber lain yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat. Pcnetapan program prioritas berorientasi pada pemenuhan hak-hak dasar . masyarakat dan pcncapaian keadilan yang berkesinambungan dan berkelanjutan. Huruf e Cukup ^jelas.


    Pasal 17

    Ayat (1) Cukup ^jclas. Ayat l2l Yang dimaksud dengan "dibantu oleh inspektorat daerah" adalah inspektorat daerah berperan dalam melakukan identilikasi pcnyclenggaraan urllsan dacrah dan untuk kebijakan lebih lanjut diserahkan kcpada kepala dacrah. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (a) Cukup jclas. Ayat (5) Cukup jclas. Pasal l[J r"ri.TtllooT*r'o -18-


    Pasal 18

    Cukup jelas.


    Pasal 19

    Cukup ^jelas.


    Pasal 20

    Ayat (1) Yang dimaksud dengan "pengawasan oleh DPRD bersifat kebijakan" adalah pengawasan yang dilaksanakan oleh DPRD terhadap kebijakan pemerintahan daerah bersifat terbatas pada pencapaian tujuan kebijakan dan tidak termasuk pada teknis operasional pelaksanaan kcbijakan. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Huruf a Yang dimaksud dengan "laporan hasil pemcriksaan Badan Pemeriksa Kcuangan" meliputi laporan pemeriksaan keuangan, laporan pemeriksaan kinerja, dan laporan pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Huruf b Cukup ^jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup ^jelas. Ayat (4) Cukup ^jclas. .rrJ.Ttlloot5*..,o -19- Ayat (5) Cukup ^jclas.


    Pasal 21

    Cukup jelas.


    Pasal 22

    Cukup jelas.


    Pasal 23

    Cukup ^jclas.


    Pasal 24

    Ayat (1) Yang dimaksud dengan "laporan hasil pembinaan dan pcngawasan" adalah pengawasan terhadap Perangkat Daerah kabupatcn/kota dan pembinaan dan pengawasan terhadap desa serta pembinaan dan pengawasan lain yang terkait dengan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah termasuk meliputi capaian atas pelaksanaan prioritas Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah tahunan. Ayat (21 Yang dimaksud dengan "laporan hasil pembinaan dan pcngawasan" adalah pengawasan terhadap Perangkat Daerah provinsi dan Pembinaan dan Pengawasan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah kabupaten/kota serta pembinaan dan pengawasan lain yang terkait dengan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah termasuk meliputi capaian atas pclaksanaan prioritas Pembinaan dan pengawasan Pcnyelenggaraan Pemerintahan Daerah tahunan. w ..r,i.T,il'"oT..,o -20- Ayat (3) Yang dimaksud dengan "laporan hasil pembinaan dan pengawasan" adalah pengawasan termasuk meliputi capaian atas pelaksanaan prioritas Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah tahunan. Ayat (4) Cukup ^jelas. Ayat (5) Cukup ^jclas. Ayat (6) Cukup ^jelas. Ayat (7) Cukup ^jelas.


    Pasal 25

    Cukup ^jelas.


    Pasal 26

    Cukup ^jelas.


    Pasal 27

    Cukup ^jclas.


    Pasal 28

    Cukup jelas.


    Pasal 29

    Cukup jelas.


    Pasal 30

    Cukup ^jelas. Pasal


    Pasal 33

    Cukup ^jelas.


    Pasal 34

    Cukup ^jelas. 32 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "berpotensi merugikan kepentingan umum secara meluas" adalah apabila kerugian yang ditimbulkan, dialami oleh sebagian besar masyarakat di daerah tersebut. Ayat (3) Cukup ^jclas. Cukup ^jelas. 35 Cukup ^jelas. 36 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan "program strategis nasional" adalah program yang ditetapkan Presiden sebagai program yang memiliki sifat strategis secara nasional dalam upaya meningkatkan pertumbuhan dan pemerataan pembangunan serta menjaga pertahanan dan kearnanan dalarn rangka meningkatkan kesej ahteraan masyarakat. Yang. Yang dimaksud dengan "tidak melaksanakan program strategis nasional' adalah tidak melaksanakan kewajiban daerah untuk melalsanakan program strategis nasional yang ditetapkan oleh Pemcrintah Pusat atau ketentuan peraturan peraturan perundang- undangan. Huruf b Cukup ^jelas. Huruf c Cukup ^jclas. Huruf d Cukup ^jelas. Huruf e Cukup ^jelas. Huruf f Cukup ^jelas. Huruf g Cukup ^jelas. Huruf h Cukup ^jclas. Huruf i Cukup ^jelas. Hurufj Cukup ^jclas. Huruf k Cukup ^jelAs. "..,i.Tt1',?55..,o 23 Huruf I Cukup ^jelas. Huruf m Cukup ^jelas. Huruf n Cukup ^jelas. Huruf o Cukup ^jelas. Huruf p Cukup ^jelas. Huruf q Cukup ^jelas. Huruf r Cukup ^jelas. Huruf s Cukup ^jelas.


    Pasal 37

    Cukup ^jelas.


    Pasal 38

    Cukup ^jelas.


    Pasal 39

    Cukup ^jelas. Pasal 4O Cukup ^jelas. Pasal 4 I Cukup jelas.


    Pasal 42

    Cukup jclas.


    Pasal 43

    Cukup ^jelas.


    Pasal 44

    Cukup ^jelas.


    Pasal 45

    Cukup ^jclas.


    Pasal 46

    Cukup ^jelas.


    Pasal 47

    Cukup ^jelas.


    Pasal 48

    Cukup jelas.


    Pasal 49

    Cukup ^jelas.


    Pasal 50

    Cukup jclas.


    Pasal 51

    Cukup jelas.


    Pasal 52 Cukup jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5041

Webmentions

Anda dapat memberikan tanggapan atas peraturan ini dengan like, retweet/repost pada tweet yang mencantumkan tautan pada laman ini.

Tanggapan (0):