Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 Tentang Organisasi Kemasyarakatan

Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2016

Kerangka<< >>

PRES I DEN REPUELIK INDONESIA PRES I DEN REPUELIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : Bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 19, Pasal 40 ayat(71, Pasal 42 ayat (3), Pasal 50, Pasal 56, Pasal 57 ayat (3), dan Pasal 82 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2Ol3 tentang Organisasi Kemasyarakatan, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 20 13 tentang Organisasi Kemasyarakatan;

  1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

  2. Undang-Undang Nomor 17 lahun 2Ol3 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2Ol3 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5a30); Mengingat MEMUTUSKAN: McNetapKan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2OI3 TENTANG O RGANI SASI KEMASYARAKATAN. BAB I PRtrS IDEI\ RtrF'I,J L: ILI I( I I\ DON ESIA BAB I KETENTUAN UMUM

    Pasal 1

    Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:


  3. Organisasi Kemasyarakatan yang selanjutnya disebut Ormas adalah organisasi yang didirikan dan dibentuk oleh masyarakat secara sukarela berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan, kepentingan, kegiatan, dan tujuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila. 2. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil Presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 3. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. 4. Dewan Perwakilan Ralryat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 5. Surat Keterangan Terdaftar yang selanjutnya disingkat SKT adalah dokumen yang diterbitkan oleh Menteri yang menyatakan Ormas tidak berbadan hukum telah terdaftar pada administrasi pemerintahan. 6. Anggaran Dasar yang selanjutnya disingkat AD adalah peraturan dasar Ormas. 7. Anggaran Rumah Tangga yang selanjutnya disingkat ART adalah peraturan yang dibentuk sebagai penjabaran AD Ormas.

  4. Pemberdayaan 8.

  1. PITIS IDEI\ nl: : IrLi Elt-l l( I N Dot\l ESI/\ Pemberdayaan Ormas adalah upaya untuk meningkatkan kinerja dan menjaga keberlangsungan Ormas dengan menciptakan kondisi yang memungkinkan Ormas dapat tumbuh berkembang secara sehat, mandiri, akuntabel, dan profesional. Sistem Informasi Ormas adalah seperangkat tatanan yang meliputi data, informasi, sumber daya manusia, dan teknologi yang saling berkaitan dan dikelola secara terintegrasi yang berguna untuk mendukung manajemen pelayanan publik dan tertib administrasi. Pengawasan adalah salah satu fungsi manajemen untuk menjamin agar kinerja Ormas berjalan sesuai dengan tujuan dan fungsi Ormas sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa internal Ormas yang difasilitasi oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk memperoleh kesepakatan atas permintaan para pihak yang bersengketa. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri. 13. Hari adalah hari kerja. Pasal 2 Ormas didirikan oleh 3 (tiga) orang warga negara Indonesia atau lebih, kecuali Ormas yang berbadan hukum yayasan. Pasal 3 (1) Ormas dapat berbentuk:
    1. badan hukum; atau

    2. tidak berbadan hukum. (21 Ormas berbadan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat berbentuk perkumpulan atau yayasan.

      Pasal 4
      (1)

      PRES I DEN REPUISt-II( INDOI\ESIA


      Pasal 4

      Ormas tidak berbadan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b dapat memiliki struktur kepengurusan berj enjang atau tidak berj enj ang. Struktur kepengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam AD/ART Ormas. BAB II PENDAFTARAN Bagian Kesatu Umum


      Pasal 5

      Ormas berbadan hukum dinyatakan terdaftar setelah mendapatkan pengesahan badan hukum dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia. Pengesahan badan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundan g-undangan. Dalam hal Ormas telah mendapat pengesahan badan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak memerlukan SKT. Pasal 6 Ormas tidak berbadan hukum dinyatakan terdaftar setelah mendapatkan SKT.


      Pasal 7

      SKT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 diterbitkan oleh Menteri. (21 (1) (21 (3) PRES IDEI{ REItrU ELII(. IN DOI.JESIA (1) (21 Pasal 8 Pendaftaran Ormas ^yang memiliki ^struktur kepengurusan berjenjang ^sebagaimana ^dimaksud daiam Pasal 4 ayat(1) ^dilakukan ^oleh ^pengurus ^Ormas di tingkat ^pusat. Pengurus Ormas sebagaimana ^dimaksud ^pada ^ayat ^(1) melaporkan keberadaan ^kepengurusannya ^di ^daerah kepada Pemerintah Daerah ^setempat ^dengan melampirkan SKT ^dan kepengurusan ^di ^daerah'


      Pasal 9

      ormas yang telah ^mendapatkan ^pengesahan ^badan ^hukum sebagaimana d.imaksud ^dalam ^Pasal ^5 ^ayat ^(1), ^pengurus Ormls melaporkan ^keberadaan ^kepengurusannya ^di ^daerah kepada ^pemLrintah Daerah ^setempat dengan melampirkan suiat keputusan ^pengesahan ^status ^badan ^hukum ^dan susunan kepengurusan ^di ^daerah. Bagian Kedua Tata Cara Pendaftaran


      Pasal 10

      Ormas mengajukan ^permohonan pendaftaran ^secara tertulis kepada Menteri ^melalui ^unit ^layanan administrasi. Permohonan pendaftaran ^sebagaimana ^dimaksud pada ayat (1) dapat disampaikan ^melalui ^gubernur "t", ^bupati/walikota ^pada ^unit ^layanan administrasi di provinsi atau kabuPaten/kota' Permohonan pendaftaran ^sebagaimana ^dimaksud pada ayat (1) diajukan dan ditandatangani ^oleh ^pendiri dan pengurus Ormas. Dalam hal pendiri meninggal ^dunia ^atau ^berhalangan tetap, perrnohonan pendaftaran ^Ormas ^dapat ^diajukan dan ditandatangani oleh ^pengurus ^Ormas.

      (1)
      (2)
      (3)
      (4)

      Pasal 1 L Pasal 1 1 Permohonan pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 harus dilampiri:


    3. akta pendirian yang dikeluarkan oleh notaris yang memuat AD atau AD dan ART;

    4. program kerja;

    5. susunan pengums;

    6. surat keterangan domisili sekretariat Ormas;

    7. nomor pokok wajib pajak atas nama Ormas;

    8. surat pernyataan tidak dalam sengketa kepengurusan atau tidak dalam perkara di pengadilan; dan

    9. surat pernyataan kesanggupan melaporkan kegiatan.

      Pasal 12

      AD dan ART sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf a memuat paling sedikit:


    10. nama dan lambang;

    11. tempat kedudukan;

    12. asas, tujuan, dan fungsi;

    13. kepengurusan;

    14. hak dan kewajiban anggota;

    15. pengelolaan keuangan;

    16. mekanisme penyelesaian sengketa dan Pengawasan internal; dan

    17. pembubaran organisasi. Pasal 13 Susunan pengurus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 huruf c paling sedikit terdiri atas:

    18. ketua atau sebutan lain;

    19. sekretaris atau sebutan lain; dan

    20. bendahara atau sebutan lain.

      (1)

      (21 (1) (2) (1) {21 (3) (41 irRr_s illEI..l F..]EF]U ELI I( i NI DO I\I ESIA Seluruh pengurus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan anggota Ormas berkewarganegaraan Indonesia. Pasal 14 Petugas unit layanan administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) memeriksa kelengkapan permohonan pendaftaran. Dalam hal permohonan pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum memenuhi kelengkapan, berkas permohonan dikembalikan kepada pemohon. Pasal 15 Permohonan pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) yang telah memenuhi kelengkapan dicatat oleh petugas unit layanan administrasi dalam daftar registrasi permohonan. Dalam jangka waktu paling lama 15 (lima belas) hari sejak permohonan pendaftaran dicatat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri memberikan atau menolak penerbitan SKT. Dalam penerbitan atau penolakan SKT, Menteri dapat berkoordinasi dengan kementerian/lembaga terkait sesuai dengan bidang Ormas. Keputusan penerbitan SKT atau surat penolakan permohonan pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan oleh Menteri melalui petugas unit layanan administrasi kepada pemohon. Bagian Ketiga Perubahan SKT Pasal 16 Pengurus Ormas harrrs mengajukan perubahan SKT apabila terjadi perubahan nama, bidang kegiatan, nomor pokok wajib pajak, dan/atau alamat Ormas. Pasal 17

      (1)
      (2)

      PRES IDEI\ REPLIBLIl( INDOT{ESIA

      Pasal 17

      Permohonan perubahan SKT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 diajukan secara tertulis kepada Menteri melalui unit layanan administrasi. Permohonan perubahan SKT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat didelegasikan kepada gubernur dan/atau bupati/walikota. Permohonan perubahan SKT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditandatangani oleh pengurus Ormas dan dilengkapi bukti pendukung permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16. Pasal 18 Petugas unit layanan administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) memeriksa kelengkapan permohonan perubahan SKT. Dalam hal permohonan perubahan SKT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum memenuhi kelengkap&fl,' berkas permohonan perubahan SKT dikembalikan kepada pemohon. Pasal 19 Permohonan yang telah memenuhi kelengkapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dicatat dalam daftar registrasi permohonan perubahan SKT. Dalam jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari sejak permohonan perubahan SKT dicatat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Menteri menerbitkan atau menolak perubahan SKT. Dalam penerbitan atau penolakan perubahan SKT, Menteri dapat berkoordinasi dengan kementerian/lembaga terkait sesuai dengan bidang Ormas. Keputusan penerbitan atau penolakan perubahan SKT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan oleh Menteri melalui petugas unit layanan administrasi kepada pemohon.


      (3)
      (1)
      (2)
      (1)

      (21 (3) (41

      Pasal 20

      If I{E: S IDEN I?trPUBLIl( INDOT!ESIA Pasal 20 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan atau perubahan SKT, format, penomoran, dan pejabat penandatangan SKT, serta ketentuan pelaporan kegiatan Ormas diatur dalam Peraturan Menteri. BAB III PEMBERDAYAAN


      Pasal 21

      Pemberdayaan Ormas dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan, daya tahan, dan kemandirian Ormas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.


      Pasal 22

      Pemberdayaan Ormas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dilakukan oleh Ormas yang bersangkutan. Dalam melakukan pemberdayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Ormas dapat bekerja sama dengan:


    21. Ormas lainnya;

    22. masyarakat; dan/atau

    23. swasta.

      Pasal 23

      Pemberdayaan Orrnas yang dilakukan dengan cara bekerja sama dengan Ormas lainnya, masyarakat, atau swasta sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 ayat (21 dapat berupa pemberian penghargaan, program, bantuan, dan dukungan operasional organisasi. Pemberdayaan Ormas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan prinsip kemitraan, kesetaraan, kebersamaan, dan saling menguntungkan.

      (1)
      (2)
      (1)
      (2)

      (1)


      Pasal 24

      Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat melakukan Pemberdayaan Ormas melalui fasilitasi kebijakan, penguatan kapasitas kelembagaan, dan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Pemberdayaan Ormas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibiayai dari APBN dan/atau APBD. (2) Pasal 25 Pemberdayaan Ormas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 dilakukan kepada:


    24. Ormas yang berbadan hukum; dan

    25. Ormas yang terdaftar. Pasal 26 Pemberdayaan Ormas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 harus:

    26. selaras dengan program perencanaan pembangunan nasional dan/atau program perencanaan pembangunan daerah;

    27. menghormati dan mempertimbangkan aspek sejarah, rekam jejak, peran, dan integritas Ormas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Pasal 27 Pemberdayaan Ormas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB IV (1) (2) (3) (1) (21 (1) (21 PRES I DEN REPUE,LII( INDONESIA BAB IV SISTEM INFORMASI ORMAS Pasal 28 Pemerintah membentuk Sistem Informasi Ormas untuk meningkatkan pelayanan publik dan tertib administrasi. Pengelolaan Sistem Informasi Ormas memuat data dan informasi tentang keberadaan, kegiatan, dan informasi lain yang dibutuhkan. Sistem Informasi Ormas sebagaimana dimaksud pada ayat (21 diintegrasikan dan dikoordinasikan oleh Menteri. Pasal 29 Data dan informasi Ormas dikelola oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang dalam negeri, kementerian terkait sesuai dengan bidang Ormas, atau instansi terkait sesuai dengan lingkup tugas, fungsi dan kewenangannya. Kementerian atau instansi terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberikan data atau informasi yang diperlukan oleh Menteri secara berkala 6 (enam) bulan sekali. Pasal 30 Pengolahan data dan informasi Ormas dilakukan dengan menggunakan sistem komputerisasi yang memiliki kemampuan terhubung secara online sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam hal pengelolaan Sistem Informasi Ormas belum memiliki infrastruktur dengan sistem komputerisasi, pengolahan data dan informasi Orrnas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara manual. Pasal 31 . (21 (3) (1) -t2_ Pasal 31 Pengamanan informasi Ormas dilakukan untuk menjamin agar informasi Ormas:

    28. tetap tersedia dan terjaga keutuhannya; dan

    29. terjaga kerahasiaannya. Pengamanan informasi Ormas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan sesuai dengan standar pengamanan. Kerahasiaan informasi Ormas dan standar pengamanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 32 Sistem Informasi Ormas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dikembangkan oleh kementerian atau instansi terkait yang dikoordinasikan dan diintegrasikan oleh Menteri. Pasal 33 Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan Sistem Informasi Ormas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (21diatur dengan Peraturan Menteri. BAB V PERIZINAN, TIM PERIZINAN, DAN PENGESAHAN ORMAS YANG DIDIRIKAN OLEH WARGA NEGARA ASING (1)

      Pasal 34

      Ormas yang didirikan oleh warga negara asing dapat melakukan kegiatan di wilayah Indonesia. Ormas yang didirikan oleh warga negara asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:


    30. badan hukum yayasan asing atau sebutan lain;

      (2)
      1. badan (1) PIIES IDEN REPIJEILII( INDOI{ESIA b. badan hukum yayasan yang didirikan oleh warga negara asing atau warga negara asing bersama warga negara Indonesia; atau

    31. badan hukum yayasan yang didirikan oleh badan hukum asing. Pasal 35 Ormas badan hukum yayasan asing atau sebutan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) huruf a wajib memiliki izin prinsip dan izin operasional. lzin prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang luar negeri dan izin operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Pasal 36 Badan hukum yayasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2) huruf b dan huruf c disahkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia setelah mendapatkan pertimbangan tim perizinan. Pasal 37 Ketentuan lebih lanjut mengenai perizinan, tim perizinan, dan pengesahan ormas yang didirikan oleh warga negara asing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 sampai dengan Pasal 36 diatur dengan Peraturan Pemerintah tersendiri. (2) BAB VI (1) (2t (1) (2) PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA BAB VI PENGAWASAN Pasal 38 Untuk meningkatkan kinerja dan akuntabilitas serta menjamin terlaksananya fungsi dan tujuan Ormas atau ormas yang didirikan oleh warga negara asing dilakukan Pengawasan. Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara internal dan eksternal.

      Pasal 39

      Pengawasan internal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2) dilakukan oleh pengawas internal. Pengawasan internal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi menegakkan kode etik organisasi dan memutuskan pemberian sanksi dalam internal organisasi sesuai dengan AD/ART Ormas. Pasal 40 Pengawasan eksternal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2) dilakukan oleh masyarakat, Pemerintah, dan/atau Pemerintah Daerah. Pasal 4 1 (1) Bentuk Pengawasan oleh masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 berupa pengaduan. (2) Pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Menteri, menteri/pimpinan lembaga terkait, gubernur, dan/atau bupati/ walikota. (3) Pengaduan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disampaikan secara tertulis dan/atau tidak tertulis.

      (1)

      PRES I DEN REPUE}LII( INDONESIA


      Pasal 42

      Pengaduan masyarakat secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4l ayat (3) difasilitasi oleh unit pelayanan pengaduan masyarakat pada kementerian/lembaga danlatau Pemerintah Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Pengaduan masyarakat secara tidak tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4I ayat (3) dapat disampaikan melalui aparatur Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah setempat. (1)


      Pasal 43

      Pengaduan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (21 paling sedikit memuat informasi mengenai subjek, objek, dan materi pengaduan. Pengaduan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus objektif dan dapat dipertan ggun gj awabkan. Pasal 44 Kementerian/lembaga sesuai dengan lingkup tugas dan fungsinya menindaklanjuti pengaduan masyarakat secara terkoordinasi dengan kementerian / lembaga terkait. Gubernur dan bupati/walikota menindaklanjuti pengaduan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara terkoordinasi. Pasal 45 (1) Pengawasan eksternal oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 dilakukan sesuai dengan jenjang pemerintahan.

      (2)
      (2)
      (1)
      (2)
      (2)

      Pengawasan PRES Ii]EI..I RE: FUBLll( llrlDol\ESIA (2) Pengawasan eksternal oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikoordinasikan oleh:


    32. Menteri untuk Ormas berbadan hukum Indonesia dan tidak berbadan hukum; dan

    33. menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang luar negeri bagi ormas berbadan hukum yayasan asing atau sebutan lain. (3) Pengawasan eksternal oleh pemerintah provinsi dikoordinasikan oleh gubernur. (4) Pengawasan eksternal oleh pemerintah kabupaten/kota dikoordinasikan oleh bupati/walikota. Pasal 46 Pengawasan eksternal oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 dilakukan secara terencana dan sistematis, baik sebelum maupun sesudah terjadi pengaduan masyarakat. Pasal 47 Pelaksanaan Pengawasan eksternal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 dilaksanakan melalui monitoring dan evaluasi oleh tim terpadu. Tim terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang luar negeri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. BAB VII MEDIASI PENYELESAIAN SENGKETA ORMAS (1) (2) Pasal 48 (1) Dalam hal terjadi sengketa penyelesaiannya dilakukan sesuai diatur dalam AD atau AD dan bersangkutan. internal Ormas, mekanisme yang ART Ormas yang (2) (1) (2) Dalam hal penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai, Pemerintah dapat memfasilitasi Mediasi atas permintaan ^para pihak yang bersengketa.

      Pasal 49

      Permintaan para pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (2) untuk Ormas yang berbadan hukum disampaikan kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia. Permintaan para pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (2) untuk Ormas yang tidak berbadan hukum, disampaikan kepada Menteri melalui gubernur dan/atau bupati/walikota. Pasal 50 Menteri dapat mendelegasikan kepada gubernur atau bupati/walikota untuk memfasilitasi Mediasi penyelesaian sengketa Ormas. Pendelegasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan domisili terdaftarnya Ormas.


      Pasal 51

      Permintaan para pihak kepada Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (2) disampaikan secara tertulis dan ditandatangani oleh para pihak yang bersengketa. Permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melampirkan resume permasalahan yang dipersengketakan. Pasal 52 (1) Pemerintah sebagai mediator mempersiapkan jadwal pertemuan Mediasi dalam jangka waktu 5 (lima) hari sejak diterimanya surat permohonan.

      (1)

      (21 (1) (21 (2) Jadwal PRES I DEN RtrPUELII( INDOI!ESIA (2) Jadwal pertemuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disepakati oleh para pihak yang bersengketa. Pasal 53 (1) Pemerintah wajib mendorong para pihak untuk menyelesaikan sengketa dengan itikad baik secara musyawarah dan mufakat. Mediasi penyelesaian dimaksud dalam Pasal 48 lama 30 (tiga puluh) hari.


      Pasal 54

      menghasilkan kesepakatan perdamaian, dibantu oleh Pemerintah merumuskan perdamaian. perdamaian sebagaimana dimaksud (1) dituangkan dalam berita acara serta ditandatangani oleh para pihak dan (21 (1) (2t sengketa sebagaimana ayat (21 dilakukan paling Jika Mediasi para pihak kesepakatan Kesepakatan pada ayat kesepakatan Pemerintah.


      Pasal 55

      Kesepakatan perdamaian yang pihak sebagaimana dimaksud bersifat mengikat para pihak. telah ditandatangani para dalam Pasal 54 ayat (2) (1) Pasal 56 Jika Mediasi penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud dalam Pasa1 53 ayat 12) tidak tercapai kesepakatan, para pihak dapat menempuh penyelesaian sengketa melalui pengadilan negeri. Terhadap putusan pengadilan negeri terkait penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hanya dapat diajukan upaya hukum kasasi.

      (2)
      (1)

      PRES I DEN REPUBLII( INDONESI/\ Pasal 57 Dalam hal sengketa yang terjadi di internal Ormas yang berpotensi perseteruan dan/atau benturan fisik dengan kekerasan baik perorangan maupun kelompok yang dapat mengganggu ketenteraman dan ketertiban umum, Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah berkewajiban melakukan pencegahan agar tidak terjadi konflik tanpa permintaan yang bersengketa. BAB VIII SANKSI Pasal 58 Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah sesuai lingkup tugas dan kewenangannya menjatuhkan sanksi administratif kepada Ormas yang melanggar kewajiban dan larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2l dan Pasal 59 Undang-Undang. Sebelum menjatuhkan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah terlebih dahulu melakukan upaya persuasif Upaya persuasif sebagaimana dimaksud pada ayat (21 berupa:


    34. pemanggilan pengurus Ormas untuk dimintai klarifikasi;

    35. menyampaikan kepada Ormas bahwa pelanggaran yang dilakukan merupakan tindakan yang bertentangan dengan peraturan perundang- undangan;

    36. meminta kepada Ormas untuk tidak mengulangi pelanggaran;

    37. meminta pengurus Ormas untuk menjaga ketertiban umum serta persatuan dan kesatuan bangsa;

    38. meminta kepada Ormas untuk mematuhi peraturan perundan g-undangan.

      (2)

      (3) Pasal 59

      (1)

      (21 (3) (4) Pl{[: S lDEl{ t: {EtrLJ t-it-t t( I N Dot\ EStA

      Pasal 59

      Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (1) terdiri atas:


    39. peringatantertulis;

    40. penghentian bantuan dan/atau hibah;

    41. penghentian sementara kegiatan; dan/atau

    42. pencabutan SKT atau pencabutan status badan hukum. Pasal 60 Peringatan tertulis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 huruf a diberikan secara berjenjang sesuai dengan tempat kejadian pelanggaran. Pelanggaran yang terjadi di wilayah kabupaten/kota, peringatan tertulis diberikan oleh bupati/walikota. Pelanggaran yang terjadi di lebih dari satu kabupaten/kota dalam wilayah provinsi, peringatan tertulis diberikan oleh gubernur. Pelanggaran yang terjadi di lebih dari satu provinsi, peringatan tertulis diberikan oleh:

    43. Menteri untuk Ormas yang tidak berbadan hukum; atau

    44. menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia untuk Ormas yang berbadan hukum. Pasal 61 Setiap peringatan tertulis yang diberikan oleh Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (4) diberitahukan kepada gubernur yang menjadi tempat terjadinya pelanggaran dan/atau kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi rnanusia bagi Ormas yang berbadan hukum.

      (1)
      (2)

      Setiap PRES I DEN REPUEILIl( INDONESIA (21 Setiap peringatan tertulis yang diberikan oleh bupati/walikota dan gubernur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (2) dan ayat (3) dilaporkan kepada Menteri dan/atau kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia bagi Ormas ^yang berbadan hukum.

      Pasal 62

      Dalam hal Ormas telah mematuhi peringatan tertulis sebelum berakhirnya ^jangka waktu 30 ^(tiga ^puluh) hari, Pemerintah atau Pemerintah Daerah dapat mencabut peringatan tertulis dimaksud. Pencabutan peringatan tertulis yang diberikan oleh Menteri atau menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat ^(41 diberitahukan kepada gubernur atau bupati/walikota. Pencabutan peringatan tertulis yang diberikan oleh gubernur atau bupati/walikota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (2) atau ayat (3) dilaporkan kepada Menteri dan/atau kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia bagi Ormas yang berbadan hukum. Pasal 63 Dalam hal Ormas tidak mematuhi peringatan tertulis ketiga, Pemerintah atau Pemerintah Daerah menjatuhkan sanksi berupa:


    45. penghentian bantuan danf atau hibah; dan/atau

    46. penghentian sementara kegiatan. Penghentian bantuan dan/atau hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan di setiap jenjang pemerintahan yang diperoleh Ormas.

      (1)
      (2)
      (3)
      (1)
      1. Pasal 64

        (1)


        Pasal 64 Penghentian bantuan dan/atau hibah ^oleh ^gubernur dan/atau bupati/walikota dilaporkan ^kepada ^Menteri dan/atau kepada menteri ^yang ^menyelenggarakan ^urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia ^bagi Ormas yang berbadan hukum. Pasal 65 Dalam hal Ormas tidak memperoleh bantuan ^dan/atau hibah sebagaimana dimaksud dalam ^Pasal ^63 ^ayat ^(1) huruf a Pemerintah atau Pemerintah ^Daerah ^dapat menjatuhkan sanksi penghentian sementara ^kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal ^59 ^huruf ^c. Pasal 66 Penjatuhan sanksi penghentian sementara ^kegiatan Ormas oleh Pemerintah wajib meminta ^pertimbangan hukum dari Mahkamah Agung. Apabila dalam ^jangka waktu paling lama 14 ^(empat belas) hari Mahkamah Agung tidak ^memberikan pertimbangan hukum, Pemerintah berwenang memberikan sanksi penghentian sementara kegiatan. Penjatuhan sanksi penghentian sementara kegiatan Ormas oleh gubernur terlebih dahulu dimintakan pertimbangan pimpinan DPRD provinsi, kepala kejaksaan tinggi, dan kepala kepolisian daerah. Penjatuhan sanksi penghentian sementara kegiatan Ormas oleh bupati/walikota terlebih dahulu dimintakan pertimbangan pimpinan DPRD kabupatenf kota, kepala kejaksaan negeri, dan kepala kepolisian wilayah. Apabila dalam ^jangka waktu paling lama 14 (empat belas) hari pimpinan DPRD, kepala kejaksaan, dan kepala kepolisian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (41 tidak memberikan pertimbangan, gubernur dan bupati/walikota berwenang mernberikan sanksi penghentian sementara kegiatan. (21 (3) (41 (s) Pasal 67

      (2)
      (1)

      (21 PRES I DEN REPUBLIK INDONESIA (1) Pasal 67 Dalam hal Ormas tidak berbadan ^hukum ^tidak mematuhi sanksi penghentian sementara ^kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ^Menteri, gubernur, atau bupati/walikota dapat menjatuhkan sanksi pencabutan SKT. Pencabutan SKT sebagaimana dimaksud ^pada ayat ^(1) terlebih dahulu dimintakan ^pertimbangan hukum kepada Mahkamah Agung.

      Pasal 68

      Dalam hal Ormas berbadan hukum tidak ^mematuhi sanksi penghentian sementara kegiatan ^sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 menteri ^yang menyelenggarakan urusan ^pemerintahan di ^bidang hukum dan hak asasi manusia dapat menjatuhkan sanksi pencabutan status badan hukum. Sanksi pencabutan status badan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan setelah adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap mengenai pembubaran Ormas berbadan hukum. Pasal 69 Pencabutan status badan hukum Ormas, pembubaran Ormas berbadan hukum, dan proses hukum pembubaran Ormas dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 70 Dalam hal ormas berbadan hukum yayasan asing atau sebutan lainnya melanggar kewajiban dan larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 dan Pasal 52 Undang-Undang, Pemerintah atau Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya menjatuhkan sanksi:


    47. peringatan tertulis;

    48. penghentiankegiatan;

    49. pembekuan izin operasional;

    50. pencabutan izin operasional; {,ffi (1) e. pembekuan izin prinsip;

    51. pencabutanizinprinsip; dan/atau

    g. sanksi keimigrasian sesuai dengan ^ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 71 Ketentuan mengenai penjatuhan sanksi ^terhadap ^ormas berbadan hukum yayasan asing atau ^sebutan ^lain sebagaimana dimaksud dalam ^Pasal ^70 ^diatur ^dengan Peraturan Pemerintah tersendiri. BAB IX KETENTUAN LAIN-LAIN Pasal 72 Dalam hal terjadi perubahan kepengurusan ^Ormas, pengurus Ormas memberitahukan ^perubahan kepengurusan dimaksud kepada Menteri, ^gubernur, atau bupati/walikota. Pemberitahuan perubahan kepengurusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara tertulis paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak terjadinya perubahan kepengurusan. BAB X KETENTUAN PENUTUP Pasal 73 Sistem Informasi Ormas yang terhubung secara online sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) harus sudah dilaksanakan dalam ^jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak Peraturan Pemerintah ini diundangkan. Pasal 74 Peraturan Pemerintah diundangkan. mulai berlaku pada tanggal (21 Agar Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 2 Desember 2016 ttd. JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 6 Desember 2016 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. YASONNA H. LAOLY LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2016 NOMOR 261 I. PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2016 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN UMUM Undang-Undang Nomor t7 Tahun 2Ol3 tentang ^Organisasi Kemasyarakatan mendelegasikan pengaturan lebih lanjut Pasal 19 ^mengenai tata cara pendaftaran dan pendataan Ormas, Pasal 40 ayat ^(7) ^mengenai pemberdayaan Ormas, Pasal 42 ayat (3) mengenai Sistem Informasi Ormas, Pasal 50 mengenai perizinart, tim perizinan, dan pengesahan Ormas ^yang didirikan oleh warga negara asing, Pasal 56 mengenai ^pengawasan ^oleh masyarakat dan Pemerintah serta Pemerintah Daerah terhadap ^Ormas, Pasal 57 ayat (3) mengenai tata cara Mediasi, dan Pasal 82 mengenai penjatuhan sanksi bagi Ormas, ormas badan hukum yayasan asing atau sebutan lainnya, dan Ormas badan hukum yayasan ^yang didirikan ^warga negara asing atau warga negara asing bersama dengan warga ^negara Indonesia. Pendaftaran Ormas dalam Peraturan Pemerintah ini hanya mengatur Ormas yang tidak berbadan hukum dimaksudkan untuk ^pencatatan dalam administrasi pemerintahan dengan diberikan SKT oleh Pemerintah ^yang diselenggarakan oleh Menteri. Sedangkan materi muatan mengenai pendataan Ormas dalam Peraturan Pemerintah ini tidak diatur, karena berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 82lPUU-XI l2Ol3 dinyatakan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2Ol3 tentang Organisasi Kemasyarakatan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Pemberdayaan Ormas dimaksudkan untuk memberikan kemampuan dan daya tahan serta peningkatan kemandirian Ormas. Pemberdayaan tidak hanya dilakukan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah, tetapi dilakukan juga oleh Ormas, masyarakat, dan swasta. Dalam {iw Dalam rangka meningkatkan pelayanan publik dan tertib administrasi, Pemerintah membentuk Sistem Informasi Ormas. Sistem Informasi Ormas yang dibentuk oleh Pemerintah dikembangkan oleh kementerian atau instansi terkait yang dikoordinasikan dan diintegrasikan oleh Menteri. Pengawasan Ormas dilakukan secara internal dan eksternal. Pengawasan internal dilakukan oleh Ormas tersebut sesuai dengan AD/ART Ormas, sedangkan pengawasan eksternal dilakukan oleh masyarakat, Pemerintah, dan Pemerintah Daerah. Pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat berupa pengaduan yang disampaikan baik tertulis maupun tidak tertulis. Untuk meningkatkan dan mengefektifkan pengawasan, Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan monitoring dan evaluasi dalam rangka deteksi dini sebelum terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh ormas. Penyelesaian sengketa Ormas pada prinsipnya diselesaikan oleh Ormas itu sendiri. Pemerintah dapat memediasi apabila diminta oleh para pihak yang bersengketa. Permintaan para pihak untuk Ormas yang berbadan hukum diajukan kepada menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia, sedangkan yang tidak berbadan hukum diajukan kepada Menteri. Sanksi diberikan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah sesuai lingkup tugas dan kewenangannya kepada ormas yang melakukan pelanggaran. Sanksi dalam Peraturan Pemerintah ini adalah sanksi administratif. Pemerintah atau Pemerintah Daerah sebelum menjatuhkan sanksi administratif kepada ormas melakukan upaya persuasif. Adapun materi muatan mengenai perizinan, tim perizinan, dan pengesahan Ormas yang didirikan oleh warga negara asing serta tata cara pengenaan sanksi terhadap ormas berbadan hukum yayasan asing atau sebutan lain diatur dalam Peraturan Pemerintah tersendiri, tetapi implementasi Peraturan Pemerintah tersebut merupakan satu kesatuan dali Peraturan Pemerintah ini. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Cukup jelas. Pasal 3 PI{ES lDEt\ FtE[: ]t,l BLI ti I l'..l f)ot\l tasl/-\ -3- Pasal 3 Cukup ^jelas. Pasal 4 Cukup ^jelas. Pasal 5 Cukup ^jelas. Pasal 6 Cukup ^jelas. Pasal 7 Cukup ^jelas. Pasal 8 Cukup ^jelas. Pasal 9 Yang dimaksud dengan "kepengurusannya di daerah" kepengurusan di daerah provinsi dan/atau kabupaten/kota. Pasal 10 Cukup jelas. Pasal 1 1 Cukup jelas. Pasal 12 Cukup jelas. Pasal 13 Cukup jelas. Pasal 14 . Cukup jelas. Pasal 15 Cukup ^jelas. Pasal 16 Cukup ^jelas. Pasal 17 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "unit layanan administrasi" adalah unit layanan yang ditetapkan oleh kepala daerah. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Pasal 18 Cukup jelas. Pasal 19 Cukup ^jelas. Pasal 20 Cukup jelas. Pasal 2 1 Cukup ^jelas. Pasal 22 Cukup ^jelas. Pasal 23 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "prinsip kemitraan" adalah hubungan kerja sama saling membutuhkan, saling mendukung, dan saling menguntungkan dengan disertai pembinaan dan pengembangan untuk mencapai tujuan bersama. Yang Pasal 24 Ayat Ayat PRES I DEN IlEPIJBLI}(. II!DONESIA -5- Yang dimaksud dengan "prinsip kesetaraan" adalah persamaan hak dan kewajiban dalam melaksanakan kerja sama. Yang dimaksud dengan "prinsip kebersamaan" adalah kerja sama dilakukan secara bersama-sama untuk kepentingan bersama. Yang dimaksud dengan "prinsip saling menguntungkan" adalah kerja sama menguntungkan kedua belah pihak dan tidak ada yang dirrrgikan hak dan kepentingannya dalam melaksanakan kegiatan. (1) Pemberdayaan Ormas melalui fasilitasi kebijakan dimaksudkan untuk memberikan pemahaman dan meningkatkan peran serta Ormas dalam perumusan dan pelaksanaan peraturan perundang- undangan. Pemberdayaan Ormas melalui penguatan kapasitas kelembagaan dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan Ormas agar dapat menganalisa lingkungannya, mengidentifikasikan masalah, kebutuhan, dan peluang-peluang untuk kemandirian dan kesinambungan Ormas. Pemberdayaan Ormas melalui peningkatan kapasitas sumber daya manusia dimaksudkan untuk meningkatkan pengetahLr.an, keahlian, pengalaman, kompetensi, profesionalisme, etika, dan moralitas pengurus dan/atau anggota Ormas dalam menjalankan tugas dan fungsinya. (2) Cukup jelas. Pasal 25 Cukup ^jelas. Pasal 26 Pasal 26 Huruf a Cukup ^jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan "aspek sejarah" adalah peran serta Ormas di masa lalu dalam penentuan keadaan sekarang serta arah di masa depan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Yang dimaksud dengan "rekam jejak" adalah semua hal yang telah dilakukan oleh organisasi di masa lalu yang menunjukkan sikap perilaku dan perbuatan organisasi dalam berbangsa dan bernegara. Yang dimaksud dengan "peran" adalah keikutsertaan Ormas dalam kehidupan bermasyarakat atau bernegara. Yang dimaksud dengan "integritas" adalah potensi dan kemampuan Ormas yang memancarkan kewibawaan dan kejujuran. Pasal 27 Cukup ^je1as. Pasal 28 Cukup ^jelas. Pasal 29 Ayat (1) Yang dimaksud dengan yang menyelenggarakan bidang kegiatan Ormas. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 30 Cukup ^jelas. Pasal 31 Cukup jelas. Pasal 32 Cukup ^jelas. Pasal 33 Cukup jelas. "Kementerian terkait" adalah kementerian urusan pemerintahan yang terkait dengan Pasal 34 Pasal 34 Cukup ^jelas. Pasal 35 Cukup ^jelas. Pasal 36 Cukup jelas. Pasal 37 Cukup ^jelas. Pasal 38 Cukup ^jelas. Pasal 39 Cukup ^jelas. Pasal 4O Cukup jelas. Pasal 4 I Cukup ^jelas. Pasal 42 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "difasilitasi" meliputi penatausahaan, penerimaan, dan pemantauan tindak lanjut pengaduan. Ayat (2) Cukup ^jelas. Pasal 43 Cukup jelas. Pasal 44 Cukup jelas. Pasal 45 Cukup ^jelas. Pasal 46 Cukup ^jelas. Pasal 47 PRES I DEN IIEIfLJBLII( INDONESIA Pasal 47 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "monitoring dan evaluasi" adalah deteksi dini, peringatan dini, dan pencegahan dini. (21 Yang dimaksud dengan "tim terpadu tingkat pusat" adarah tim yang terdiri atas unsur kementerian/lembaga terkait. Yang dimaksud dengan "tim terpadu tingkat daerah" adalah tim yang terdiri dari unsur Pemerintah Daerah, kepolisian, kejaksaan, dan badan intelijen negara di daerah serta unsur terkait lainnya sesuai kebutuhan. Ayat Pasal 48 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "sengketa internal Ormas" adalah sengketa kepengurusan Ormas. Ayat (21 Cukup jelas. Pasal 49 Cukup jelas. Pasal 50 Cukup jelas. Pasal 51 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "resume permasalahan" adalah kronologi terjadinya sengketa di internal Ormas. Pasal 52 Cukup jelas. Pasal 53 Cukup jelas. Pasal 54 Cukup jelas. -8 Pasal 55 PRES IDEI{ REPUBLII( INDONESIA Pasal 55 Cukup jelas. Pasal 56 Cukup jelas. Pasal 57 Cukup jelas. Pasal 58 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "undang-Undang" adalah Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2073 tentang organisasi Kemasyarakatan. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 59 Cukup jelas. Pasal 60 Cukup jelas. Pasal 61 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "setiap peringatan tertulis" adalah peringatan tertulis pertama, kedua, dan ketiga. Ayat (2) Cukup ^jelas. Pasal 62 Cukup jelas. Pasal 63 Cukup jelas. Pasal 64 Cukup jelas. Pasal 65 Cukup jelas. Pasal 66 PRES IDEI\ REFJU EILII( INDONESI,T\ Pasal 66 Cukup jelas. Pasal 67 Cukup jelas. Pasal 68 Cukup jelas. Pasal 69 Cukup jelas. Pasal 70 Yang dimaksud dengan "Undang-Undang" adalah Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2ol3 tentang organisasi Kemasyarakatan. Pasal 71 Cukup jelas. Pasal 72 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "memberitahukan perubahan kepengurusan" adalah ormas memberitahukan perubahan kepengurusan kepada pejabat penandatangan SKT sesuai dengan tempat terdaftar Ormas dimaksud. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 73 Cukup je1as. Pasal 74 Cukup jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5958

Webmentions

Anda dapat memberikan tanggapan atas peraturan ini dengan like, retweet/repost pada tweet yang mencantumkan tautan pada laman ini.

Tanggapan (0):