Fasilitas Pelayanan Kesehatan

Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2016

Kerangka<< >>

Menimbang ^: Menimbang ^: Mengingat MEMUTUSI(AN: Menetapkan : PERATURAN ^PEMERINTAH PELAYANAN KESEHATAN. PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK ^INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2016 TENTANG FASILITAS PELAYANAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN ^YANG ^MAHA ^ESA PRESIDEN REPUBLIK ^INDONESIA, bahwa untuk melaksanakan ^ketentuan ^Pasal ^35 ^ayat ^(5) Undang-Undang Nomor 36 ^Tahun ^2OO9 ^tentang Kesehatan, ^perlu menetapkan ^Peraturan ^Pemerintah tentang Fasilitas ^Pelayanan Kesehatan;

  1. Pasal 5 ayat ^(2) ^Undang-Undang ^Dasar ^Negara Republik Indonesia Tahun ^1945;

  2. Undang-Undang Nomor ^36 ^Tahun 2009 ^tentang Kesehatan ^(Lembaran Negara ^Republik ^Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, ^Tambahan Lembaran ^Negara Republik Indonesia Nomor ^5063); TENTANG FASILITAS BAB I FRESIDEI.,I r-lEPUEr_r l( lllDoNEStA -2- BAB I KETENTUAN UMUM Pasal I Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:

  1. Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat. 2. Tenaga Kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. 3. Pemerintah Pusat adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia yang dibantu oleh Wakil ^presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 4. Pemerintah Daerah adalah kepala daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah otonom. 5. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan. BAB II ,B+to^ =']'i ffi Jr l-il: 'i Il-ll: 'I I T iri: -,l.tl: I_lr: ll.t [).) | lta i l/1 -3- BAB II KETERSEDIAAN FASILITAS PEIAYANAN KESEHATAN Bagran Kesatu Umum
    Pasal 2

    Fasilitas Pelayanan Kesehatan didirikan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan baik promotif, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif. Bagian Kedua Jenis dan Tingkatan Fasilitas Pelayanan Kesehatan


    Pasal 3

    Fasilitas Pelayanan Kesehatan menyelenggarakan pelayanan kesehatan berupa:

    1. pelayanan kesehatan perseorangan; dan/atau

    2. pelayanan kesehatan masyarakat.


    Pasal 4
    (1)

    Jenis Fasilitas Pelayanan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 terdiri atas:

    1. tempat praktik mandiri Tenaga Kesehatan;

    2. pusat kesehatan masyarakat;

    3. klinik;

    4. rumah sakit;

    5. apotek;

    6. unit transfusi darah;

    7. Iaboratorium kesehatan;

    8. optikal;

    9. fasilitas.

    (1)
    1. fasilitas pelayanan kedokteran untuk kepentingan hukum; dan

    2. Fasilitas Pelayanan Kesehatan tradisional. (2) Dafam hal tertentu untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan, Menteri dapat menetapkan jenis Fasilitas Pelayanan Kesehatan selain ^jenis fasilitas sebagaimana dimaksud ^pada ayat (1).


    Pasal 5

    Fasilitas Pelayanan Kesehatan sebagaimana dimaksud da-lam Pasal 3 dapat memiliki tingkatan pelayanan yang terdiri atas:

    1. Fasilitas Pelayanan Kesehatan tingkat pertama;

    2. Fasilitas Pelayanan Kesehatan tingkat kedua; dan

    3. Fasilitas Pelayanan Kesehatan tingkat ketiga. Fasilitas Pelayanan Kesehatan tingkat pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a memberikan pelayanan kesehatan dasar. Fasilitas Pelayanan Kesehatan tingkat kedua sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b memberikan pelayanan kesehatan spesialistik. Fasilitas Pelayanan Kesehatan tingkat ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c memberikan pelayanan kesehatan subspesialistik. Fasilitas Pelayanan Kesehatan tingkat kedua dan tingkat ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat ^(3) dan ayat (4) dapat memberikan pelayanan yang diberikan oleh Fasilitas Pelayanan Kesehatan tingkat dibawahnya. (2t (3) (4) (s) Bagian *."rJin=t,',?Sf; *.r,o -5- Bagian Ketiga Penentuan Jumlah dan Jenis Fasilitas Pelayanan Kesehatan Paragraf 1 Umum


    Pasal 6

    Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab atas ketersediaan Fasilitas Pelayanan Kesehatan dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan ^yang setinggi-tingginya.


    Pasal 7

    Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal ^6 bertanggung ^jawab menyediakan Fasilitas Pelayanan Kesehatan sesuai dengan ketentuan ^peraturan perundang-undangan.


    Pasal 8

    Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dapat menentukan ^jumlah dan ^jenis Fasilitas Pelayanan Kesehatan serta pemberian izin beroperasi di daerahnya. Kewenangan Pemerintah Daerah dalam menentukan jumlah dan jenis Fasilitas Pelayanan Kesehatan didasarkan pada kebutuhan dan tanggung ^jawab daerah masing-masing sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penentuan ^jumlah dan ^jenis Fasilitas Pelayanan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat ^(1) dilakukan oleh Pemerintah Daerah dengan mempertimbangkan unsur-unsur sebagai berikut:

    (1)

    (21 (3) (4) (s) a. luas wilayah;

    1. kebutuhan kesehatan;

    2. ^jumlah dan persebaran penduduk;

    3. pola penyakit;

    4. pemanfaatannya;

    5. fungsi sosial; dan

    6. kemampuan dalam memanfaatkan teknologi. Bobot unsur-unsur sebagaimana dimaksud ^pada ayat (3) disesuaikan untuk setiap ^jenis Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Ketentuan mengenai jumlah dan ^jenis Fasilitas Pelayanan Kesehatan serta pemberian izin beroperasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku ^juga untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan ^yang diselenggarakan melalui kegiatan ^penanaman modal asing. Ketentuan mengenai ^jumlah dan ^jenis Fasilitas Pelayanan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak berlaku untuk ^jenis rumah sakit khusus karantina, penelitian, dan asilum. Ketentuan mengenai penentuan ^jumlah dan ^jenis rumah sakit khusus karantina, penelitian, dan asilum, sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diatur dengan Peraturan Menteri.


    Pasal 9
    (1)

    Pertimbangan penentuan jumlah dan jenis Fasilitas Pelayanan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) tidak berlaku b"gi Fasilitas Pelayanan Kesehatan di daerah terpencil, sangat terpencil, perbatasan, dan kepulauan.

    (6)
    (7)
    (2)

    Ketentuan (2) Ketentuan mengenai Fasilitas Pelayanan Kesehatan di daerah terpencil, sangat terpencil, perbatasan, dan kepulauan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Paragraf 2 Tempat Praktik Mandiri Tenaga Kesehatan


    Pasal 10

    Pemerintah Daerah menentukan jumlah tempat praktik mandiri Tenaga Kesehatan berdasarkan kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan pada 1 (satu) wilayah. Penentuan kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui penetapan rasio antara jumlah Tenaga Kesehatan dibanding dengan jumlah penduduk. Penetapan rasio sebagaimana dimaksud pada ayat ^(21 dilakukan dengan pertimbangan sebagai berikut:

    1. kondisi geogralis dan aksesibilitas masyarakat;

    2. tingkat utilitas; dan

    3. ^jam kerja pelayanan. Dalam hal penetapan rasio sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak sesuai dengan ketersediaan jumlah Tenaga Kesehatan di wilayah tersebut, Pemerintah Daerah wajib menetapkan kebljakan untuk memenuhi jumlah praktik mandiri masing- masing Tenaga Kesehatan.

      (1)

      (21 (3) (4) Paragraf 3 (1) t2t Paragraf 3 Pusat Kesehatan Masyarakat


    Pasal 11

    Pemerintah Daerah kabupaten/kota wajib menyediakan paling sedikit 1 (satu) pusat kesehatan masyarakat pada setiap kecamatan. Pendirian lebih dari 1 (satu) pusat kesehatan masyarakat didasarkan pada pertimbangan kebutuhan pelayanan, jumlah penduduk, dan aksesibilitas. Penentuan jumlah pusat kesehatan masyarakat berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Paragraf 4 Klinik


    Pasal 12

    Pemerintah Daerah kabupaten/kota menentukan jumlah klinik berdasarkan kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan pada I (satu) wilayah. Penentuan kebutuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui penetapan rasio antara jumlah klinik dibanding dengan jumlah penduduk. Rasio sebagaimana dimaksud pada ayat (21 ditetapkan dengan pertimbangan sebagai berikut:

    1. kondisi geografis dan aksesibilitas masyarakat;

    2. tingkat utilitas;

    3. ^jam kerja pelayanan; dan

      (3)
      (1)

      (2t (3) d. jumlah .

    4. ^jumlah praktik mandiri dokter/dokter gigi atau dokter spesialis/dokter gigi spesialis di wilayah tersebut. (4) Dalam hal penetapan rasio sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak sesuai dengan ketersediaan jumlah klinik, Pemerintah Daerah menetapkan kebljakan untuk memenuhi ^jumlah klinik. Paragraf 5 Rumah Sakit


    Pasal 13
    (1)

    Pemerintah Daerah bertanggung ^jawab menyediakan rumah sakit sesuai kebutuhan masyarakat:

    1. paling sedikit 1 (satu) rumah sakit dengan klasifikasi paling rendah kelas D untuk setiap kabupaten/ kota; dan

    2. paling sedikit 1 (satu) rumah sakit dengan klasifikasi paling rendah kelas B untuk setiap provinsi. (2) Pemerintah Daerah bertanggung ^jawab dalam melakukan pemenuhan sebaran rumah sakit secara merata di setiap wilayah kabupaten/kota berdasarkan pemetaan daerah dengan memperhatikan ^jumlah dan persebaran ^penduduk, rasio ^jumlah tempat tidur, dan akses masyarakat. (3) Selain Pemerintah Daerah bertanggung ^jawab dalam menyediakan rumah sakit sebagaimana dimaksud pada ayat (l), swasta dapat mendirikan rumah sakit sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

    (1)

    (21 Paragraf 6 Apotek


    Pasal 14

    Pemerintah Daerah kabupaten/kota bertanggung jawab menyediakan apotek sesuai kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan kefarmasian. Penyediaan apotek sebagaimana dimaksud pada ayat (l) berdasarkan pemetaan daerah dengan mempertimbangkan jumlah Fasilitas Pelayanan Kesehatan berupa tempat praktik mandiri Tenaga Kesehatan, klinik, pusat kesehatan masyarakat, dan rumah sakit. Pxagraf 7 Unit Transfusi Darah


    Pasal 15

    Pemerintah Daerah kabupaten/kota wajib menyediakan paling sedikit I (satu) unit transfusi darah pada setiap kabupaten/kota. Dalam kondisi tertentu Pemerintah Daerah kabupaten/kota dapat mendirikan lebih dari 1 (satu) unit transfusi darah berdasarkan pertimbangan:

    1. kecukupan pemenuhan kebutuhan darah; dan/atau

    2. waktu tempuh rumah sakit dengan unit transfusi darah.

      (1)
      (2)

      Paragraf 8 (1) (21 Paragraf 8 Laboratorium Kesehatan


    Pasal 16

    Pemerintah Daerah bertanggung ^jawab menyediakan laboratorium kesehatan sesuai ^kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan. Penyediaan laboratorium kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan pemetaan daerah dengan mempertimbangkan ^jumlah Fasilitas Pelayanan Kesehatan berupa tempat ^praktik mandiri Tenaga Kesehatan, klinik, pusat ^kesehatan masyarakat, dan rumah sakit. Paragraf 9 Optikal


    Pasal 17

    Pemerintah Daerah bertanggung ^jawab menyediakan optikat sesuai kebutuhan masyarakat ^terhadap pelayanan kesehatan. Penyediaan optikal sebagaimana dimaksud ^pada ayat (1) dilakukan berdasarkan ^pemetaan daerah dengan mempertimbangkan ^jumlah ^Fasilitas Pelayanan Kesehatan berupa tempat ^praktik mandiri Tenaga Kesehatan, klinik, pusat kesehatan masyarakat, dan rumah sakit.

    (1)

    (2t Paragraf 1O Paragraf 10 Fasilitas Pelayanan Kedokteran Untuk ^Kepentingan ^Hukum (1) t2l


    Pasal 18

    Pemerintah Daerah bertanggung ^jawab ^menyediakan fasilitas pelayanan kedokteran untuk ^kepentingan hukum yang dilaksanakan oleh rumah ^sakit ^atau institusi lain paling sedikit 1 ^(satu) setiap ^provinsi. Fasilitas pelayanan kedokteran untuk ^kepentingan hukum sebagaimana dimaksud ^pada ^ayat ^(1) harus memenuhi syarat dan standar ^yang ditetapkan ^oleh Menteri. Paragraf 11 Fasilitas Pelayanan Kesehatan ^Tradisional


    Pasal 19

    Pemerintah Daerah kabupaten/kota ^bertanggung jawab menyediakan Fasilitas Pelayanan Kesehatan tradisional sesuai kebutuhan ^pelayanan. Pemerintah Daerah kabupaten/kota ^bertanggung jawab dalam melakukan sebaran Fasilitas Pelayanan Kesehatan tradisional secara merata di ^setiap ^wilayah kabupaten/ kota berdasarkan ^pemetaan ^daerah ^sesuai kebutuhan pelayanan. BAB III PERIZINAN Pasal 2O

    (1)

    Setiap penyelenggara Fasilitas Pelayanan ^Kesehatan wajib memiliki izin yang diberikan setelah ^memenuhi persyaratan sesuai jenis Fasilitas Pelayanan Kesehatan.

    (1)

    (21 (21 tzin (2t (3) (4) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh gubernur dan bupati/walikota sesuai kewenangannya. Untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan tertentu, izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Menteri. Fasilitas Pelayanan Kesehatan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berupa:

    1. rumah sakit kelas A;

    2. Fasilitas Pelayanan Kesehatan ^yang diselenggarakan melalui kegiatan ^penanaman modal asing;

    3. Fasilitas Pelayanan Kesehatan ^yang memberikan pelayanan yang bersifat kompleks; dan

    4. Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang bersifat nasional atau merupakan rujukan nasional. Pemberian izin sebagaimana dimaksud ^pada ayat ^(21 dan ayat (3) harus mempertimbangkan ketentuan mengenai penentuan ^jumlah dan ^jenis Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Ketentuan lebih lanjut mengenai izin ^penyelenggaraan Fasilitas Pelayanan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a sampai dengan huruf h dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ketentuan lebih lanjut mengenai izin penyelenggaraan Fasilitas Pelayanan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf i dan huruf ^j diatur dengan Peraturan Menteri. (s) (6) (7t BAB IV.

    (1)

    (21 FRr: SlDEI.l R EPrJ E t_ ^( ll.lD O t..tE S tA -t4- BAB IV PENYELENGGARAAN


    Pasal 21

    Setiap Fasilitas Pelayanan Kesehatan wajib memiliki sistem tata kelola manajemen dan tata kelola pelayanan kesehatan atau klinis yang baik.


    Pasal 22

    Penanggung jawab Fasilitas Pelayanan Kesehatan wajib memasang papan nama Fasilitas Pelayanan Kesehatan sesuai dengan jenisnya. Papan nama sebagaimana dimaksud pada ayat (l), paling sedikit memuat:

    1. jenis dan nama Fasilitas Pelayanan Kesehatan; dan

    2. nomor izin dan masa berlakunya. Untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan berupa praktik mandiri Tenaga Kesehatan, papan nama harus memuat nama lengkap, gelar dan/atau jenis Tenaga Kesehatan, waktu praktik, dan nomor izin praktik. Papan nama sebagaimana dimaksud pada ayat (l), harus dipasang pada tempat yang mudah dilihat.


    Pasal 23

    Setiap Fasilitas Pelayanan Kesehatan wajib melaksanakan sistem rujukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

    (3)

    (4)


    Pasal 24
    Pasal 24

    Fasilitas Pelayanan Kesehatan dapat dimanfaatkan sebagai tempat atau wahana pendidikan bagi Tenaga Kesehatan, serta tempat penelitian dan pengembangan di bidang kesehatan yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.



    Pasal 25

    Fasilitas Pelayanan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a sampai dengan huruf h, menyelenggarakan ^pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan ^peraturan perundang-undangan. Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan Fasilitas Pelayanan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf i dan huruf ^j diatur dengan Peraturan Menteri. BAB V PEMBINAAN DAN PENGAWASAN


    Pasal 26

    Menteri, gubernur, dan bupati/walikota melakukan pembinaan terhadap Fasilitas Pelayanan Kesehatan sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan masing- masing. Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan untuk:

    1. memenuhi kebutuhan setiap orang dalam memperoleh akses atas Fasilitas Pelayanan Kesehatan;

      (1)
      (2)
      (1)
      (2)
      1. meningkatkan . ffi PF E S IDEI.I nEnunL[i ti.lDor tEStA -16- b. meningkatkan mutu penyelenggaraan Fasilitas Pelayanan Kesehatan; dan

    2. mengembangkan sistem rujukan pelayanan kesehatan yang efisien dan efektif. Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui:

    3. komunikasi, informasi, edukasi, dan pemberdayaan masyarakat;

    4. advokasi dan sosialisasi; dan

    5. monitoring dan evaluasi. Menteri dalam melaksanakan pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mendelegasikan kepada kepala dinas di provinsi dan kabupaten/kota yang tugas pokok dan fungsinya di bidang kesehatan. Menteri, gubernur, dan bupati/walikota dalam melaksanakan pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dapat mengikutsertakan asosiasi Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan organisasi profesi Tenaga Kesehatan.


    Pasal 27
    (1)

    Menteri, gubernur, dan bupati/walikota melakukan pengawasan terhadap Fasilitas Pelayanan Kesehatan sesuai kewenangan masing-masing.

    (3)
    (4)

    (s) (2) Menteri dalam melaksanakan sebagaimana dimaksud pada ayat mendelegasikan kepada kepala dinas di kabupaten/kota yang tugas pokok dan bidang kesehatan. pengawasan (1) dapat provinsi dan fungsinya di (3) Ketentuan (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengawasan terhadap Fasilitas Pelayanan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri. BAB VI KETENTUAN PERALIHAN


    Pasal 28

    Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan wajib menyesuaikan dengan Peraturan Pemerintah ini paling lambat 2 ^(dua) tahun terhitung sejak Peraturan Pemerintah ini diundangkan. BAB VII KETENTUAN PENUTUP


    Pasal 29

    Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan ^yang ^mengatur tentang Fasilitas Pelayanan Kesehatan dinyatakan ^masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.


    Pasal 30

    Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 31 Oktober 2016 ttd. JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 31 Oktober 2016 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA ttd. YASONNA H. LAOLY LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2016 ^NOMOR 229 PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR ^47 tagUW ^2016 TENTANG FASI LITAS PELAYANAN KESEHATAN I. UMUM Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu alat ^dan/ ^atau tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan ^upaya ^pelayanan kesehatan, baik promotif, ^preventif, kuratif, ^maupun ^rehabilitatif ^yang ditakukan oleh Pemerintah Pusat, ^Pemerintah ^Daerah ^dan/atau masyarakat. Untuk mencapai derajat kesehatan ^masyarakat ^yang ^baik, diperlukan Fasilitas Pelayanan Kesehatan ^yang dapat ^menyediakan pelayanan kesehatan yang terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat dalam rangka peningkatan kesehatan, ^pemeliharaan kesehatan, pengobatan penyakit, dan ^pemulihan kesehatan. Penyediaan Fasilitas Pelayanan Kesehatan merupakan ^tanggung jawab Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2O09 tentang ^Kesehatan ^yang menyatakan bahwa Pemerintah bertanggung ^jawab atas ^ketersediaan Fasilitas Pelayanan Kesehatan bagi masyarakat untuk ^mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Selanjutnya Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 menyatakan bahwa Pemerintah Daerah dapat menentukan ^jumlah dan ^jenis Fasilitas Pelayanan Kesehatan serta pemberian izin beroperasi di daerahnya dengan mempertimbangkan luas wilayah, kebutuhan kesehatan, ^jumlah dan persebaran penduduk, pola ^penyakit, pemanfaatannya, fungsi sosial, dan kemampuan dalam memanfaatkan teknologi. Dalam Dalam rangka memberikan kepastian hukum dan menjamin akses masyarakat terhadap kebutuhan pelayanan kesehatan ^yang diselenggarakan oleh Fasilitas Pelayanan Kesehatan, maka ^perlu mengatur Fasilitas Pelayanan Kesehatan termasuk upaya ^persebaran jenis-jenis Fasilitas Pelayanan Kesehatan dalam suatu Peraturan Pemerintah. Materi muatan Peraturan Pemerintah tentang Fasilitas Pelayanan Kesehatan sebagai berikut:

    1. ^jenis dan tingkatan Fasilitas Pelayanan Kesehatan;

    2. penentuan ^jenis dan ^jumlah Fasilitas Pelayanan Kesehatan;

    3. perizinan Fasilitas Pelayanan Kesehatan;

    4. penyelenggaraan Fasilitas Pelayanan Kesehatan; dan

    5. pembinaan dan pengawasan. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup ^jelas. Pasal 2 Cukup ^jelas. Pasal 3 Cukup ^jelas. Pasal 4 Ayat (1) Huruf a Yang dimaksud dengan "tempat praktik mandiri tenaga kesehatan" adalah Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang diselenggarakan oleh Tenaga Kesehatan yang memiliki kewenangan untuk memberikan pelayanan langsung kepada pasien/klien. Huruf b Hurufb Yang dimaksud dengan ^upusat kesehatan masyarakat' adalah Fasilitas Pelayanan Kesehatan ^yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat ^pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat ^yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya. Huruf c Yang dimaksud dengan 'klinik" adalah ^Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang menyelenggarakan ^pelayanan kesehatan perorangan yang menyediakan ^pelayanan medis dasar dan/atau spesialistik. Huruf d Yang dimaksud dengan "rumah sakit' adalah ^institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan ^pelayanan kesehatan perorangan secara ^paripurna ^yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat ^jalan, ^dan gawat darurat. Humf e Yang dimaksud dengan "apoteld adalah sarzrna pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian. Huruf f Yang dimaksud dengan "unit transfusi darah" adalah Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang menyelenggarakan donor darah, penyediaan darah, dan ^pendistribusian darah. Huruf g Yang dimaksud dengan "laboratorium kesehatan" adalah Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang melalsanakan pengukuran, penetapan, dan pengujian terhadap bahan yang berasal dari manusia dan/atau bahan bukan berasal dari manusia untuk penentuan ^jenis penyakit, penyebab penyakit, kondisi kesehatan atau faktor risiko yang dapat berpengaruh pada kesehatan perseorangan dan f atau masyarakat. {,w rJ.Tott,',?Sf; *=r,o -4- Huruf h Yang dimaksud dengan "optikal" adalah Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan efraksi, pelayanan optisi, dan/atau pelayanan lensa kontak. Huruf i Yang dimaksud dengan "fasilitas pelayanan kedokteran untuk kepentingan hukum" adalah Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang memberikan pelayanan kedokteran untuk kepentingan hukum yang meliputi ^pelayanan kedokteran forensik klinik, patologi forensik, laboratorium forensik, dan dukungan penegakan hukum. Hurufj Yang dimaksud dengan "Fasilitas Pelayanan Kesehatan tradisional" adalah Fasilitas Pelayanan Kesehatan ^yang menyelenggarakan pengobatan/perawatan pelayanan kesehatan tradisional komplementer. Fasilitas Pelayanan Kesehatan tradisional didirikan secara mandiri maupun berkelompok yang dimiliki oleh perseorangan atau badan hukum. Ayat (2) Cukup ^jelas. Pasal 5 Ayat (1) Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang memiliki tingkatan pelayanan antara lain berupa klinik dan rumah sakit. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (4) Cukup ^jelas. Ayat (s) Cukup ^jelas. Pasal 6 . -$",D Pasal 6 Cukup ^jelas. Pasal 7 Yang dimaksud dengan "Fasilitas Pelayanan Kesehatan" antara ^lain Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat nasional atau merupakan ^rujukan nasional. Pasal 8 Cukup ^jelas. Pasal 9 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "daerah terpencil" adalah daerah ^yang sutit dljangkau karena berbagai sebab seperti ^keadaan geograli (kepulauan, pegunungan, daratan, hutan dan rawa), transportasi, sosial, dan ekonomi. Yang dimaksud dengan "daerah sangat terpencil' ^adalah daerah yang sangat sulit dijangkau karena ^berbagai ^sebab seperti keadaan ^geografi (kepulauan, pegunungan, ^daratan, hutan dan rawa), transportasi, sosial, dan ekonomi. Yang dimaksud dengan "daerah ^perbatasan" adalah bagian dari wilayah negara ^yang terletak ^pada sisi dalam ^sepanjang batas wilayah Indonesia dengan negara lain, dalam hal ^batas wilayah negara di darat, kawasan ^perbatasan berada ^di kecamatan. Yang dimaksud dengan "daerah kepulauan" adalah daerah yang memiliki karakteristik secara geografis dengan wilayah lautan lebih luas dari daratan yang di dalamnya terdapat pulau-pulau yang membentuk gugusan pulau sehingga menjadi satu kesatuan geografis dan sosial budaya. Ayat (2) Cukup ^je1as.


    Pasal 10

    Pasal 10 Ayat (l) Cukup ^jelas. Ayat (21 Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (4) Kebijakan untuk memenuhi ^jumlah praktik mandiri masing- masing Tenaga Kesehatan antara lain berupa ^pemberian insentif, kepastian pendapatan (guaranteed income), atau kemudahan dalam perizinan, yang bertujuan memberikan daya tarik bagi Tenaga Kesehatan untuk berpraktik di wilayah tersebut dengan tetap memperhatikan ketentuan ^peraturan perundang-undangan lainnya. Pasal 12 Ayat (l) Cukup ^jelas. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (s) Cukup ^jelas. Ayat (4) Kebijakan untuk memenuhi ^jumlah klinik antara lain berupa kemudahan perizinan klinik dan sebagainya.


    Pasal 13 Pasal 13 Ayat (1) Huruf a Yang dimaksud kabupaten/kota kelas C. Huruf b Cukup ^jelas. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (s) Cukup ^jelas. Pasal 14 Cukup ^jelas. Pasal 15 Cukup ^jelas. Pasal 16 Cukup ^jelas. Pasal 17 Cukup ^jelas. Pasal 18 Cukup ^jelas. Pasal 19 Cukup ^jelas. Pasal 2O Cukup ^jelas. dengan'paling rendah kelas D" adalah dapat juga menyediakan rumah salit Pasal 21

#*fr} Pasal 21 Cukup ^jelas. Pasal 22 Cukup ^jelas. Pasal 23 Cukup ^jelas. Pasal 24 Jenis Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang dapat dimanfaatkan sebagai tempat atau wahana pendidikan bagi Tenaga Kesehatan berupa rumah sakit dan pusat kesehatan masyarakat. Pasal 25 Cukup ^jelas. Pasal 26 Cukup ^jelas. Pasal 27 Cukup ^jelas. Pasal 28 Cukup ^jelas. Pasal 29 Cukup ^jelas. Pasal 30 Cukup ^jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5942

Webmentions

Anda dapat memberikan tanggapan atas peraturan ini dengan like, retweet/repost pada tweet yang mencantumkan tautan pada laman ini.

Tanggapan (0):