Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan dan Perjanjian Pengikatan Jual Beli atas Tanah dan/atau Bangunan Beserta Perubahannya

Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2016

Kerangka<< >>

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2016 TENTANG PAJAK PENGHASIL,AN ATAS PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN, DAN PER"IANJIAN PENGIKATAN JUAL ^BELI ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN BESERTA PERUBAHANNYA DENGAN RAHMATTUHAN YANG MAHA ESA Menimbang :

  1. bahwa dalam rangka ^percepatan pelaksanaan ^program pembangunan pemerintah untuk kepentingan umum, pemberian kemudahan dalam berusaha, serta ^pemberian perlindungan kepada masyarakat berpenghasilan rendah, perlu mengatur kembali kebijakan atas Pajak Penghasilan atas penghasilan ^yang diterima ^atau diperoleh orang pribadi atau badan dari ^pengalihan ^hak atas tanah dan/atau bangunan, dan ^perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya; bahwa dalam rangka pengaturan kebijakan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu mengganti ^Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 tentang ^Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan ^Hak atas Tanah dan/atau Bangunan sebagaimana ^telah beberapa kali diubah terakhir dengan ^Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2008 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun ^1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan; b.

  2. bahwa Mengingat :

  1. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 4 ayat (21 Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 ^tentang Perubahan Keempat Atas Undang Nomor 7 Tahun ^1983 tentang Pajak Penghasilan, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan dari Pengalihan Hak Atas Tanah dan/atau ^Bangunan, dan Perjanjian Pengikatan Jual Beli ^Atas ^Tanah ^dan/atau Bangunan Beserta Perubahannya; Pasal 5 ayat (21 Undang-Undang Dasar ^Negara ^Republik Indonesia Tahun 1945;

  1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang ^Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik ^Indonesia ^Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara ^Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah ^beberapa ^kali diubah terakhir dengan Undang-Undang ^Nomor ^36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat ^Atas ^Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak ^Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun ^2008 Nomor 133, Tambahan kmbaran Negara ^Republik Indonesia Nomor 4893); MEMUTUSKAN MenetapKAN : PERATURAN PEMERINTAH ^TENTANG PAJAK ^PENGHASII,AN ATAS PENGHASILAN DARI PENGALIHAN ^HAK ^ATAS ^TANAH DAN/ATAU BANGUNAN, DAN PERJANJIAN ^PENGIKATAN JUAL BELI ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN ^BESERTA PERUBAHANNYA. Pasal 1 (1) Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari: c.
    1. pengalihan (21 (3) a. pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan; atau

    2. perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya, terutang Pajak Penghasilan yang bersifat final. Penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh pihak yang mengalihkan hak atas tanah dan/atau bangunan melalui penjualan, tukar-menukar, pelepasan hak, penyerahan hak, lelang, hibah, waris, atau cara lain yang disepakati antara para pihak. Penghasilan dari perjanjian pengikatan ^jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah penghasilan dari:

    3. pihak penjual yang namanya tercantum dalam perjanjian pengikatan jual beli pada saat pertama kali ditandatangani; atau

    4. pihak pembeli yang namanya tercantum dalam perjanjian pengikatan jual beli sebelum terjadinya perubahan atau adendum perjanjian pengikatan jual beli, atas terjadinya perubahan pihak pembeli dalam perjanjian pengikatan jual beli tersebut.

      Pasal 2

      Besarnya Pajak Penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) huruf a adalah sebesar:


    5. 2,5o/o (dua koma lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan selain pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan berupa Rumah Sederhana atau Rumah Susun Sederhana yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan;

      (1)
      1. lo/o b. 1% (satu persen) dari ^jumlah bruto nilai ^pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan berupa Rumah Sederhana dan Rumah Susun Sederhana ^yang dilalukan oleh Wajib Pajak yang usaha ^pokoknya melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan; atau

    6. O% (nol persen) atas ^pengalihan hak atas ^tanah dan/atau bangunan kepada pemerintah, ^badan usaha milik negara yang mendapat Penugasan khusus dari Pemerintah, atau badan usaha ^milik daerah yang mendapat penugasan khusus ^dari kepala daerah, sebagaimana dimaksud ^dalam undang-undang yang mengatur ^mengenai pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. (21 Nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat ^(1) adalah:

    7. nilai berdasarkan keputusan ^pejabat ^yang berwenang, dalam hal pengalihan hak ^kepada pemerintah;

    8. nilai menurut risalah lelang, dalam hal ^pengalihan hak sesuai dengan peraturan lelang ^(Vendu Reglement Staatsblad Tahun 1908 Nomor i89 beserta perubahannya) ;

    9. nilai yang seharusnya diterima atau diperoleh, dalam hal pengalihan hak atas tanah dan/ ^atau bangunan dilakukan melalui ^jual beli ^yang dipengaruhi hubungan istimewa, selain ^pengalihan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b; #.) -fr$lr€ d. nilai yang sesungguhnya diterima atau diperoleh, dalam hal pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dilakukan melalui jual beli yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa, selain pengalihan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b; atau

    10. nilai yang seharusnya diterima atau diperoleh berdasarkan harga pasar, dalam hal pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dilakukan melalui tukar-menukar, pelepasan hat, penyerahan hak, hibah, waris, atau cara lain yang disepakati antara para pihak. (3) Besarnya Pajak Penghasilan atas penghasilan dari perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal I ayat (1) huruf b berdasarkan tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dari jumlah bruto, yaitu:

    11. nilai yang sesungguhnya diterima atau diperoleh, dalam hal pengalihan tanah dan/atau bangunan dilakukan melalui pengalihan yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa; atau

    12. nilai yang seharusnya diterima atau diperoleh, dalam hal pengalihan tanah dan/atau bangunan dilakukan melalui pengalihan yang dipengaruhi hubungan istimewa. (4) Kriteria Rumah Sederhana dan Rumah Susun Sederhana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b, sesuai dengan kriteria Rumah Sederhana dan Rumah Susun Sederhana yang mendapat fasilitas dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. (1)

      Pasal 3

      Orang pribadi atau badan ^yang ^menerima ^atau memperoleh penghasilan dari ^pengalihan ^hak ^atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana ^dimaksud dalam ^Pasal 1 ayat (1) huruf a, wajib menyetor ^sendiri ^Pajak Penghasilan yang terutang sebagaimana ^dimaksud ^dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a dan ^huruf ^b ^ke ^bank/pos persepsi sebelum akta, keputusan, ^kesepakatan, atau risalah lelang atas ^pengalihan hak ^atas ^tanah ^dan/ ^atau bangunan ditandatangani ^oleh pejabat ^yang ^berwenang. Bagi orang pribadi atau ^badan ^yang usaha ^pokoknya melakukan pengalihan hak atas ^tanah ^dan/ ^atau bangunan yang menerima ^atau ^memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah ^dan/ ^atau ^bangunan sebagaimana dimaksud ^dalam Pasal ^1 ayat ^(1) ^huruf ^a, Pajak Penghasilan sebagaimana ^dimaksud ^pada ^ayat ^(1) terutang ^pada saat ^diterimanya ^sebagian ^atau ^seluruh pembayaran atas pengalihan hak ^atas ^tanah ^dan/ ^atau bangunan. Pajak Penghasilan sebagaimana ^dimaksud ^pada ^ayat ^(2) dihitung berdasarkan ^jumlah ^setiap ^pembayaran termasuk uang muka, ^bunga, ^pungutan, ^dan pembayaran tambahan lainnya ^yang ^dipenuhi ^oleh pembeli, sehubungan dengan ^pengalihan ^hak ^atas tanah dan/atau bangunan tersebut. Pajak Penghasilan ^yang terutang ^sebagaimana ^dimaksud pada ayat (2) wajib dibayar oleh orang ^pribadi atau ^badan yang bersangkutan ke bank/pos ^persepsi ^paling ^lambat tanggal 15 ^(lima belas) bulan ^berikutnya ^setelah bulan diterimanya ^pembayaran. (2t (3) (4) (s) Pejabat yang berwenang hanya menandatangani akta, keputusan, kesepakatan, atau risalah lelang atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan apabila kepadanya dibuktikan oleh orang pribadi atau badan dimaksud bahwa kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah dipenuhi dengan menyerahkan fotokopi Surat Setoran Pajak atau hasil cetakan sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak yang bersangkutan yang telah dilakukan penelitian oleh Kantor Pelayanan Pajak. Pejabat yang berwenang menandatangani akta, keputusan, kesepakatan, atau risalah lelang wajib menyampaikan laporan bulanan mengenai penerbitan akta, keputusan, kesepakatan, atau risalah lelang atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Direktur Jenderal Pajak. Pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6) meliputi pejabat pembuat akta tanah, pejabat lelang, atau pejabat lain yang diberi wewenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 4 Orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan melalui jual beli atau tukar- menukar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (l) huruf a kepada pemerintah, dipungut Pajak Penghasilan oleh bendahara pemerintah atau pejabat yang melakukan pembayaran atau pejabat yang menyetujui tukar menukar.

      (6)

      (71 (1) (2) Bendahara Bendahara pemerintah atau ^pejabat ^sebagaimana dimaksud pada ayal (1) wajib ^menyetor ^Pajak Penghasilan ^yang telah dipungut ^ke ^bank/pos ^persepsi sebelum melakukan ^pembayaran kepada ^orang ^pribadi atau badan yang berhak ^menerimanya ^atau ^sebelum tukar menukar dilaksanakan. Penyetoran pajak sebagaimana ^dimaksud ^pada ^ayat ^(21 dilakukan dengan menggunakan ^Surat ^Setoran ^Pajak atau sarana administrasi lain ^yang ^disamakan ^dengan Surat Setoran Pajak atas nama ^orang ^pribadi ^atau ^badan yang menerima pembayaran atau ^yang ^melakukan ^tukar- menukar. Bendahara pemerintah atau ^pejabat ^sebagaimana dimaksud pada ayat ^(1) wajib ^menyampaikan ^laporan mengenai pengalihan hak ^atas ^tanah ^dan/ ^atau ^bangunan sebagaimana dimaksud ^pada ^ayat ^(1) kepada ^Direkttir Jenderal Pajak.


      Pasal 5

      Pelunasan Pajak Penghasilan ^yang ^terutang ^atas penghasilan dari perubahan perjanjian ^pengikatan ^jual beli atas tanah dan/atau bangunan ^sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat ^(1) ^huruf ^b ^dilakukan melalui penyetoran sendiri ^oleh orang ^pribadi atau ^badan yang merupakan pihak pembeli dan ^namanya tercantum dalam perjanjian ^pengikatan ^jual ^beli ^sebelum ^terjadinya perubahan atau adendum atas ^perjanjian ^pengikatan ^jual beli tersebut. -8- (21 (3) (4) (1) (2) Pihak (21 Pihak penjual hanya menandatangani ^perubahan ^atau adendum perjanjian pengikatan ^jual beli ^apabila kepadanya dibuktikan bahwa kewajiban ^sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah dipenuhi ^dengan menyerahkan fotokopi Surat Setoran Pajak atau ^hasil cetakan sarana administrasi lain ^yang disamakan ^dengan Surat Setoran Pajak yang bersangkutan, ^yang ^telah dilakukan penelitian oleh Kantor Pelayanan ^Pajak. Pihak penjual sebagaimana dimaksud ^pada ^ayat ^(2) harus menyampaikan laporan mengenai ^perubahan atau adendum perjanjian ^pengikatan ^jual beli ^atas ^pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan ^kepada ^Direktur Jenderal Pajak.


      Pasal 6

      Dikecualikan dari kewajiban ^pembayaran ^atau ^pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud ^dalam ^Pasal ^2 ^ayat (1) dan Pasal 2 ayat (3) adalah:


    13. orang pribadi yang mempunyai ^penghasilan ^di ^bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak ^yang ^melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dengan jumlah bruto pengalihannya kurang dari Rp60.O00.000,00 (enam puluh ^juta rupiah) ^dan ^bukan merupakan ^jumlah yang dipecah-pecah;

    14. orang pribadi yang melakukan ^pengalihan ^harta ^berupa tanah dan/atau bangunan dengan cara hibah ^kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus ^satu dera.lat, badan keagamaan, badan ^pendidikan, ^badan sosial termasuk yayasan, koperasi atau orang ^pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, ^yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan ^Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang hibah ^tersebut tidak ^ada hubungan dengan usaha, ^pekerjaan, ^kepemilikan, ^atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;

      (3)

      c. e. f.

    15. badan yang melakukan pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan dengan cara hibah kepada badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak- pihak yang bersangkutan; pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan karena waris; badan yang melakukan pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan dalam rangka penggabungan, peleburan, atau pemekaran usaha yang telah ditetapkan Menteri Keuangan untuk menggunakan nilai buku; orang pribadi atau badan yang melakukan pengalihan harta berupa bangunan dalam rangka melalsanakan perjanjian bangun guna serah, bangun serah guna, atau pemanfaatan barang milik negara berupa tanah dan/atau bangunan; atau orang pribadi atau badan yang tidak termasuk subjek pajak yang melakukan pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan.

      Pasal 7

      Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional hanya mengeluarkan surat keputusan pemberian hak, pengakuan hak, dan peralihan hak atas tanah, apabila permohonannya dilengkapi dengan Surat Setoran Pajak atau hasil cetak sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5) dan Pasal 4 ayat (3), kecuali permohonan sehubungan dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf c dan Pasal 6.

      (1)

      (21 Pasal 8 Pejabat yang berwenang menandatangani akta, keputusan, kesepakatan atau risalah lelang yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (5) dan/atau Pasal 3 ayat (6) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Pihak penjual sebaeaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (21 yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) dan/atau Pasal 5 ayat (3), dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


      Pasal 9

      Ketentuan lebih lanjut mengenai:


    16. tata cara penyetoran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 5;

    17. pengecualian dari pengenaan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6; dan

    c. pelaporan Pajak Penghasilan atas penghasilan dari pengalihan harta bempa tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (6), Pasal 4 ayat (4), dan Pasal 5 ayat (3), diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. Pasal 10 t2 Pasal 10 Pada saat Peraturan Perherintah ini mulai berlaku, ^semua peraturan perundang-undangan yang merupakan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah Nomor 48 ^Tahun 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan ^atas ^Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah ^dan/atau ^Bangunan (kmbaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 ^Nomor ^77, Tambahan Lembaran Negara Republik ^Indonesia Nomor ^358O) sebagaimana telah beberapa kali diubah ^terakhir ^dengan dengan Peraturan Pemerintah ^Nomor 71 ^Tahun ^2008 ^tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan ^Pemerintah ^Nomor ^48 Tahun 1994 tentang Pembayaran Pajak ^Penghasilan ^atas Penghasilan dari Pengalihan ^Hak ^atas ^Tanah ^dan/ ^atau Bangunan (Lembaran Negara ^Repubtik Indonesia ^Tahun ^20O8 Nomor 164, Tambahan l,embaran ^Negara ^Republik ^Indonesia Nomor 4914), dinyatakan masih ^tetap ^berlaku ^sepanjang ^tidak bertentangan dengan ketentuan ^dalam Peraturan ^Pemerintah ini. Pasal 11 Pada saat Peraturan Permerintah ^ini ^mulai ^berlaku, ^Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun ^1994 ^tentang ^Pembayaran ^Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari ^Pengalihan ^Hak ^atas ^Tanah dan/atau Bangunan ^(Lembaran Negara ^Republik ^Indonesia Tahun 1994 Nomor 77, Tambalrran ^Lembaran ^Negara ^Republik Indonesia Nomor 3580) sebagaimana ^telah ^beberapa kali diubah terakhir dengan dengan ^Peraturan ^Pemerintah ^Nomor 71 Tahun 2008 tentang ^Perubahan ^Ketiga ^Atas ^Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun ^1994 ^tentang ^Pembayaran ^Pajak Penghasilan atas Penghasilan ^dari ^Pengalihan Hak ^atas ^Tanah dan/atau Bangunan ^(t embaran ^Negara ^Republik ^Indonesia Tahun 2OO8 Nomor 164, Tambahan ^Lembaran ^Negara Republik Indonesia Nomor 4914), dicabut ^dan ^dinyatakan tidak berlaku. Pasal 12 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku ^setelah ^30 ^(tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. ttd. JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 8 Agustus 2016 MENTERI HUKUM DAN HAKASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. YASONNA H. LAOLY PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2016 TENTANG PAJAK PENGHASII,,AN ATAS PENGHASILAN DARI PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN, DAN PERJANJIAN PENGIKATAN JUAL BELI ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN BESERTA PERUBAHANI{YA I. UMUM Berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (Undang-Undang Pajak Penghasilan), penghasilan yang diterima atau diperoleh dari penjualan atau pengalihan harta merupakan objek Pajak Penghasilan. Dalam hal orang pribadi atau badan menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, maka penghasilan tersebut termasuk dalam pengertian penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf d Undang-Undang tersebut. Namun, ketentuan yang bersifat lebih khusus atas jenis penghasilan dimaksud diatur berdasarkan Pasal 4 ayat(2) Undang-Undang Pajak Penghasilan. Dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi diperlukan percepatan pembangunan infrastruktur oleh pemerintah untuk kepentingan umum, sehingga dalam Peraturan Pemerintah ini diatur mengenai kebijakan Pajak Penghasilan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan bagi pembangunan untuk kepentingan umum. Untuk Untuk lebih memberikan kemudahan dan kesederhanaan dalam menghitung Pajak Penghasilan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh sehubungan dengan perjanjian pengikatan jual beli dan perubahannya, pengenaan Pajak Penghasilan atas penghasilan dimaksud yang semula bersifat tidak final menjadi bersifat frnal bagi orang pribadi atau badan sebagai pihak pembeli yang namanya tercantum dalam perjanjian pengikatan jual beli sebelum terjadinya perubahan atau adendum perjanjian pengikatan jual beli. Dalam rangka memberikan kepastian hukum dan memberikan kenyamanan dalam pembayaran Pajak Penghasilan, orang pribadi atau badan yang usaha pokoknya melakukan pengalihan hal< atas tanah dan/atau bangunan yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan tanah dan/atau bangunan, Pajak Penghasilan terutang pada saat atas diterimanya sebagian atau seluruh pembayaran pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Ayat (1) Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, serta penghasilan yang timbul dari perjanjian pengikatan jual beli beserta perubahannya, baik dalam kegiatan usahanya maupun di luar usahanya, wajib dibayar atau dipungut Pajak Penghasilannya pada saat terjadinya transaksi dan pengenaan Pajak Penghasilan tersebut bersifat final. Ayat (2) Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dilakukan kepada Pemerintah atau kepada pihak lain selain Pemerintah. Ayat (3) Cukup ^jelas. Pasal 2 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup ^jelas. Huruf b Cukup ^jelas. Huruf c Cukup ^jelas. Huruf d Pada umumnya dalam penjualan harta berupa ^tanah dan/atau bangunan, nilai penjualan bagi ^pihak ^penjual adalah nilai yang sesungguhnya diterima atau ^nilai berdasarkan transaksi yang sebenarnya. Dalam hal penjualan harta berupa tanah ^dan/ ^atau bangunan dipengaruhi oleh hubungan istimewa, ^nilai penjualan bagi pihak penjual adalah nilai yang seharusnya diterima berdasarkan harga ^pasar ^yang ^wajar ^atau berdasarkan penilaian oleh penilai ^independen. ^Adanya hubungan istimewa antara ^pembeli dan ^penjual ^dapat menyebabkan harga ^penjualan menjadi lebih ^besar ^atau lebih kecil dibandingkan dengan ^jika ^penjualan ^tersebut tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa. Oleh *. ", JrTot t,''tSf; *, =, ^o Oleh karena itu dalam ketentuan ini diatur bahwa nilai penjualan harta berupa tanah dan/atau bangunan bagi penjual adalah jumlah yang seharusnya diterima. Yang dimaksud dengan hubungan istimewa adalah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ^yang mengatur mengenai Pajak Penghasilan. Huruf e Cukup ^jelas. Ayat (3) Nilai yang diterima atau diperoleh ^pihak ^pembeli ^yang ^namanya tercantum dalam perjanjian pengikatan ^jual beli ^atau ^perjanjian sejenis lainnya sebelum terjadinya ^perubahan atau ^adendum perjanjian pengikatan ^jual beli atau ^perjanjian sejenis ^lainnya adalah nilai yang sesungguhnya berdasarkan transaksi ^yang sebenarnya Dalam hal dipengaruhi oleh hubungan ^istimewa, ^nilai pengalihan adalah nilai yang seharusnya diterima ^berdasarkan harga pasar yang wajar atau berdasarkan ^penilaian ^oleh ^penilai independen. Adanya hubungan istimewa antara ^para ^pihak ^yang bertransaksi dapat menyebabkan harga menjadi ^lebih ^besar ^atau lebih kecil dibandingkan ^jika transaksi ^tersebut ^tidak dipengaruhi oleh hubungan istimewa. ^Oleh karena ^itu ^dalam ketentuan ini diatur bahwa nilai ^yang diterima ^atau ^diperoleh pihak pembeli yang namanya tercantum dalam ^perjanjian pengikatan juai beli atau perjanjian sejenis lainnya ^sebelum terjadinya perubahan atau adendum ^perjanjian ^pengikatan ^jual beli atau perjanjian sejenis lainnya adalah ^jumlah ^yang seharusnya diterima. Yang dimaksud dengan hubungan istimewa ^adalah ^sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ^yang mengatur ^mengenai Pajak Penghasilan. Ayat (4) Cukup ^jelas. Pasal 3

#T$ -*qy4# Pasal 3 Ayat (1) Pembayaran Pajak Penghasilan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang dilakukan kepada pihak lain selain pemerintah, wajib dilakukan sendiri oleh orang pribadi atau badan yang bersangkutan sebelum akta, keputusan, kesepakatan ditandatangani oleh pejabat yang berwenang. Sedangkan dalam hal penjualan lelang, Pajak Penghasilan yang terutang disetorkan oleh Pejabat Lelang atas nama orang pribadi atau badan yang hartanya dilelang. Ayat (2) Sebagai ilustrasi, PT Bangun Property menjual I (satu) unit apartemen seharga Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). T\ran Adi membayar uang muka sebesar Rp400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah) pada tanggal 25 Februari 2Ol7 dan sisanya diangsur selama 24 (dua puluh empat) bulan. Meskipun belum dilakukan penandatanganan akta ^jual beli antara PT Bangun Poperty dengan T: an Adi, atas transaksi tersebut telah terutang Pajak Penghasilan yaitu pada saat diterimanya uang muka sebesar Rp400.000.000,00 (empat ratus ^juta rupiah) dan saat diterimanya angsuran sebesar Rp25.O00.OOO,0O (dua puluh lima juta rupiah) setiap bulannya. Ayat (3) Dengan menggunakan ilustrasi pada ayat (2), dalam hal PI Bangun Property mengenakan tambahan biaya sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) sebagai kompensasi pembayaran melalui angsuran selain pokok angsuran setiap bulan yang sebesar Rp25.00O.000,00 (dua puluh lima ^juta rupiah) tersebut, maka dasar pengenaan Pajak Penghasilan setiap bulannya adalah sebesar Rp26.000.000,00 (dua puluh enam ^juta rupiah). #.) -ftqyr$ Ayat (4) Dengan menggunakan ilustrasi pada ayat (2), maka pT Bangun Propert5r wajib membayarkan pajak penghasilan yang terutang atas pembayaran uang muka, yaitu sebesar 2,So/o dari Rp400.OO0.OO0,O0 (empat ratus juta rupiah) atau sebesar Rp1O.OO0.OO0,O0 (sepuluh juta rupiah), paling lambat tanggal 15 (lima belas) bulan Maret 2017. Ayat (5) Yang dimaksud dengan Kantor pelayanan pajak adalah Kantor Pelayanan Pajak yang melakukan penelitian atas fotokopi Surat Setoran Pajak atau hasil cetakan sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran pajak dimana tanah dan/atau bangunan yang dialihkan tersebut berada. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas. Pasal 4 Ayat (1) Pemenuhan kewajiban ^pajak ^penghasilan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh yang pribadi atau badan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada pemerintah, dilakukan melalui pemungutan pajak penghasilan oleh bendahara pemerintah atau pejabat yang melakukan pembayaran atau yang menyetujui tukar menukar. Pemenuhan kewajiban pajak penghasilan tersebut dilakukan dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6. Ayat (2) Cukup jelas. $).) -ilpr4@ Ayat (3) Penyetoran Pajak Penghasilan yang dipungut dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atas nama orang pribadi atau badan yang menerima pembayaran atau yang melakukan tukar menukar, bukan atas nama bendahara pemerintah atau pejabat pemungut. Penyetoran Pajak Penghasilan melalui bank/pos persepsi dilakukan sebelum pembayaran kepada orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan dilaksanakan. Ayat (4) Cukup ^jelas. Pasal 5 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Untuk memberikan kepastian hukum kapan perubahan atau adendum perjanjian pengikatan jual beli atau perjanjian sejenis lainnya ditandatangani oleh pihak penjual, maka diatur mengenai ketentuan bahwa perubahan atau adendum perjanjian pengikatan jual beli atau perjanjian sejenis lainnya hanya ditandatangani apabila Pajak Penghasilan yang terutang telah disetor ke kas Negara. Yang dimaksud dengan pihak penjual adalah pihak yang namanya tercantum sebagai penjual dalam perjanjian pengikatan jual beli atau perjanjian sejenis lainnya. Yang dimaksud dengan Kantor Pelayanan Pajak adalah Kantor Pelayanan Pajak yang melakukan penelitian atas fotokopi Surat Setoran Pajak atau hasil cetakan sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak dimana tanah dan/atau bangunan yang dialihkan tersebut berada. Ayat (3) Cukup jelas. I]RES IDEN REPU BLII( INDONESIA Pasal 6 Mengingat Pengenaan Pajak Penghasilan dalam Peraturan Pemerintah ini dihitung berdasarkan nilai bruto ^pengalihan tanah dan/atau bangunan, maka untuk memberikan kepastian ^hukum, perlu diatur pengecualian dari kewqliban membayar Pajak Penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini atas transaksi pengalihan tanah dan/atau bangunan yang penghasilannya dikecualikan dari objek pajak atau tidak terdapat kewajiban ^Pajak Penghasilan berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan. Huruf a Cukup ^jelas. Huruf b Apabila orang pribadi melakukan pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan dengan cara hibah kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan kepada badan keagamaan, badan ^pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi atau orang ^pribadi ^yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak ^yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf d angka 4 Undang-Undang Pajak Penghasilan, maka keuntungan karena pengalihan tersebut bukan merupakan objek pajak dan tidak terutang Pajak Penghasilan. Termasuk dalam pengertian hibah adalah wakaf. Huruf c Apabila badan melakukan ^pengalihan ^harta ^berupa ^tanah dan/atau bangunan dengan cara ^hibah ^kepada ^badan keagamaan, badan ^pendidikan, ^badan ^sosial ^termasuk yayasan, koperasi atau orang pribadi ^yang ^menjalankan usaha mikro dan kecil, ^yang ^ketentuannya ^diatur ^lebih lanjut dengan Peraturan ^Menteri ^Keuangan, ^sepanjang tidak ada hubungan dengan ^usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara ^pihak-pihak yang ^bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam ^Pasal ^4 ^ayat (1) ^huruf ^d angka 4 Undang-Undang ^Pajak ^Penghasilan, ^maka keuntungan karena ^pengalihan ^tersebut ^bukan ^merupakan objek pajak dan tidak ^terutang ^Pajak ^Penghasilan' Termasuk dalam ^pengertian ^hibah ^adalah ^wakaf' Huruf d Pengalihan harta berupa ^tanah ^dan/ ^atau bangunan ^karena warisan sebagaimana dimaksud ^dalam ^Pasal ^4 ^ayat ^(3) huruf b Undang-Undang ^Pajak ^Penghasilan, ^bukan merupakan objek ^pajak. Pada prinsipnya yang dikenai ^Pajak ^Penghasilan ^sesuai dengan Peraturan Pemerintah ^ini ^adalah ^pihak ^yang melakukan pengalihan. ^Dalam ^hal ^waris, pihak ^yang melakukan pengalihan ^(pewaris) ^sudah ^meninggal dunia, sehingga dikecualikan dari ^pengenaan ^Pajak ^Penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah ^ini. ^Pengecualian tersebut diberikan ^karena kewajiban ^subjektif ^dari ^pewaris sudah beralhir sejak ^pewaris ^meninggal ^dunia' -9- Huruf e 10 Huruf e Pada dasarnya nilai perolehan atau ^pengalihan ^harta ^yang dialihkan dalam rangka ^penggabungan, ^peleburan, ^atau pemekaran usaha adalah ^jumlah yang ^seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan ^harga pasar, ^kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan ^sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat ^(3) Undang-Undang ^Pajak Penghasilan yaitu atas dasar nilai sisa ^buku Qtooling ^of interestl. Apabila badan melakukan ^pengalihan ^harta ^berupa ^tanah dan/atau bangunan dalam ^rangka ^penggabungan, peleburan, atau pemekaran usaha, sepanjang ^telah ditetapkan Menteri Keuangan untuk ^menggunakan ^nilai buku, maka pengalihan tersebut ^dikecualikan ^dari kewajiban pembayaran Pajak Penghasilan. Huruf f Perjanjian bangun ^guna serah, ^bangun serah guna, ^atau pemanfaatan barang milik negara berupa tanah ^dan/ ^atau bangunan adalah merupakan ^perjanjian ^pemanfaatan tanah, yaitu bentuk ^perjanjian ^yang ^menyatakan ^bahwa pemegang hak atas tanah memberikan ^hak ^kepada investor untuk mendirikan bangunan ^selama ^masa ^perjanjian ^dan investor akan mengalihkan bangunan ^tersebut ^kepada pemegang hak atas tanah setelah masa ^pemanfaatan berakhir. Perjanjian kerja sama dimaksud dapat ^dilakukan ^antara swasta dengan swasta atau swasta ^dengan ^Pemerintah. Termasuk swasta adalah badan usaha ^milik ^negara ^dan badan usaha milik daerah. Huruf g Orang pribadi atau badan yang tidak termasuk subjek pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan dan unit tertentu dari badan Pemerintah yang dikecualikan dari subjek pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf b Undang-Undang Pajak Penghasilan yang melakukan pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, dikecualikan dari kewajiban pembayaran Pajak Penghasilan. Pasal 7 Terhadap pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang dikecualikan dari pengenaan Pajak Penghasilan, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional tidak perlu meminta kelengkapan berupa Surat Setoran Pajak atau hasil cetak sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak. Namun demikian, untuk pengecualian atas pengenaErn Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional harus dibuktikan dengan adanya Surat Keterangan Bebas yang diterbitkan Direktorat Jenderal Pajak. Pasal 8 Cukup ^jelas. Pasal 9 Cukup ^jelas. Pasal l0 Cukup ^jelas. Pasal 11 E {} s Pasal 11 Cukup ^jelas. Pasal 12 Cukup ^jelas.

Webmentions

Anda dapat memberikan tanggapan atas peraturan ini dengan like, retweet/repost pada tweet yang mencantumkan tautan pada laman ini.

Tanggapan (0):