Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016

Kerangka<< >>

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATUMN PEMERINTAH ^NOMOR ^37 ^TAHUN ^1998 TENTANG PERATURAN JABATAN PF^IABAT ^PEMBUAT ^AKTA ^TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ^MAHA ESA Menimbang :

  1. batrwa untuk ^meningkatkan peranan ^Pejabat ^Pembuat - Akta Tanah serta untuk meningkatkan ^pelayanan kepada masyarakat atas ^pendaftaran tanah, ^perlu ^melakukan perubahan terhadap beberapa ketentuan ^dalam Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun ^1998 ^tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat ^Akta Tanah; . b. bahwa berdasarkan ^pertimbangan ^sebagaimana dimaksud dalam huruf a, ^perlu ^menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Perubahan Atas ^Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun ^1998 ^tentang ^Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat ^Akta Tanah; Mengrnga.t :

    1. Pasal 5 ayat ^(2) Undang-Undang ^Dasar ^Negara ^Republik Indonesia Tahun 1945;

    2. Undang-Undang Nomor 5 ^Tatrun ^1960 ^tentang ^Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria ^(kmbaran ^Negara ^Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor ^104, ^Tambahan ^kmbaran Negara Republik Indonesia Nomor ^2043);

    3. Peraturan Pemerintah Nomor 24 ^Tahun ^1997 ^tentang Pendaftaran Tanah ^(Lembaran Negara ^Republik ^Indonesia Tahun 1997 Nomor 59, Tambahan Iembaran ^Negara Republik Indonesia Nomor 3696);

    4. Peraturan Pemerintah Nomor 37 ^Tahun Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat (kmbaran Negara Republik Indonesia Nomor 52, Tambahan Lembaran ^Negara Indonesia Nomor 3746); 1998 tentang Akta Tanah Tahun 1998 Republik MEMUTUSKAN: MEMUTUSKAN: MenetapKan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 37 TAHUN 1998 TENTANG PERATURAN JABATAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH, Pasal I Beberapa ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor ^37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat ^Akta Tanah (lembaran Negara Republik Indonesia Tahun ^1998 Nomor 52, Tambahan Lembaran Negara Republik ^Indonesia Nomor 3746) diubah sebagai berikut:

    5. Ketentuan Pasal I angka 7 dihapus dan angka ^9 diubah sehingga Pasal I berbunyi sebagai berikut:

      Pasal 1

      Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:


    6. Pejabat Pembuat Akta Tanah, selanjutnya disebut PPAT, adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun. PPAT Sementara adalah Pejabat Pemerintah ^yang ditunjuk karena ^jabatannya untuk melaksanakan tugas PPAT dengan membuat d<ta PPAT di ^daerah yang belum cukup terdapat PPAT. PPAT Khusus adalah pejabat Badan Pertanahan Nasional yang ditunjuk karena ^jabatannya untuk melaksanakan tugas PPAT dengan membuat akta PPAT tertentu khusus dalam rangka pelaksanaan program atau tugas Pemerintah tertentu. Akta PPAT adalah akta yang dibuat oleh PPAT sebagai but<ti telah dilaksanakannya ^perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun.

      1. .,.rlSt ^a..r'" q*iu *rtqutl{:
    7. Warkah adalah dokumen yang dijadikan dasar pembuatan akta PPAT. 7. Dihapus. 8. Daerah kerja PPAT adalah suatu wilayah ^yang menunjukkan kewenangan seonang PPAT untuk membuat akta mengenai hak atas tanah dan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang terletak di dalamnya. 9. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agraria/pertanahan. 2. Ketentuan Pasal 6 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 6 (1) Syarat untuk dapat diangkat menjadi PPAT adalah:

  2. Warga Negara Indonesia;

  3. berusia paling rendah 22 (dua ^puluh dua) tahun;

  4. berkelakuan baik yang dinyatakan dengan surat keterangan yang dibuat oleh Instansi Kepolisian setempat;

  5. tidak pemah d{atuhi pidana ^penjara berdasarkan putusan penga.dilan ^yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak ^pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih;

  6. sehat ^jasmani dan rohani;

  7. beriiazah sarjana hukum dan lulusan ^jenjang strata dua kenotariatan atau lulusan ^pnogram pendidikan khusus PPAT yang diselenggarakan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan agraria/pertanahan; di bidang ,rj$?. ^ri.},t,. ff*# -a>g trRESll-JEl.l REFI.IBLIK II{DONESIA h. telah menjalani magang atau nyata-nyata telah bekeda sebagai karyawan pada kantor PPAT paling sedikit 1 (satul tahun, setelah lulus pendidikan kenotariatan. (2) Ketentuan lebih la4jut mengenai tata cara ujian, magmg, dan pengangkatan PPAT diatur dengan Peraturan Menteri. 3. Ketentuan Pasal 7 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 7 (1) PPAT dapat merangkap jabatan sebagai Notaris di tempat kedudukan Notaris. (21 PPAT dilarang merangkap ^jabatart atau profesi:

  8. advokat, konsultan atau penasehat hukum;

  9. pegawai negeri, pegawai badan usaha milik negara, pegawai badan usaha milik daerah, pegawai swasta;

  10. pejabat negara atau Pegawai Pemerintah dengan Peq'anjian Keda ^(PPPK) ; pimpinan pada sekolah, perguruan tinggi negeri, atau perguruan tings swasta; surveyor berlisensi; penilai tanah; mediator; dan/atau jabatan lainnya yang dilarang oleh peraturan perundang-undangan. 4. Ketentuan Pasal 8 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 8 (1) PPAT berhenti menjabat sebaCai PPAT karena:

  11. meninggal dunia;

  12. teLah mencapai usia 65 (enam puluh lima) tahun; atau

  13. diberhentikan oleh Menteri sesuai ketentuan d*lem Peraturan Pemerintah ini.

      1. h.

        (2)

        Ketentuan rrRESlDEl.l REPI lElLll( I I'lDol'll: lilA (21 Ketentuan usia sebagaimana dimaksud pada ayat (l) huruf b dapat diperpanjang paling lama 2 (dua) tahun sampai dengan usia 67 (enam puluh tujuh) tahun dengan mempertimbang!<an kesehatan yang bersangkutan. (3) PPAT Sementara dan PPAT Khusus berhenti melaksanakan tugas PPAT apabila tidak lagi memegang jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) huruf a dan b, atau diberhentikan oleh Menteri. (4) Ketentuan lebih lar{ut mengenai perpanjangan masa jabatan dan penganglatan kembali PPAT sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri. 5. Ketentuan Pasal 9 diubah sehingga Pasal 9 berbunyi sebagai berikut: Pasal 9

        (1)

        PPAT yang merangkap jabatan sebagai Notaris di kabupaten/kota selain pada tempat kedudukan sebagai PPAT wajib mengqiukan pindah tempat kedudukan PPAT pada tempat kedudukan Notaris atau berhenti sebagai Notaris pada tempat kedudukan yang berbeda tersebut. (21 Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara perpindahan PPAT diatur dengan Peraturan Menteri. 6. Ketentuan Pasal 1O diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 1O (1) PPAT yang diberhentikan oleh Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf c, terdiri atas:

  14. diberhentikan dengan hormat;

  15. diberhentikan dengan tidak hormat; dan

  16. diberhentikan sementara. ffi #t>,,# (21 PPAT diberhentikan dengan hormat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, karena:

  17. permintaan sendiri;

  18. tidak lagi mampu menjalankan tugasnya karena keadaan kesehatan badan atau kesehatan jiwanya, setelatr dinyatakan oleh tim pemeriksa kesehatan ytrLg berwenang atas permintaan Menteri/Kepala atau pejabat yang ditunfuk;

  19. merangkap jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (21;

  20. dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum bt"p; dan/atau

  21. berada di bawah pengampuan secara terus menerus lebih dari 3 (tiga) tahun. PPAT diberhentikan dengan tidak hormat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, karena:

  22. melakukan pelanggaran berat terhadap larangan atau kewajiban sebagai PPAT; dan/atau

  23. ditjatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telatr memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 [ima) tahun atau lebih. PPAT diberhentikan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, karena:

  24. sedang dalam pemeriksaan pengadilan sebagai terdakrva suatu perbuatan pidana yang diancam dengan hukuman kurungan atau penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun atau lebih berat;

  25. tidak melaksanakan jabatan PPAT secara nyata untuk jangka waktu 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal pengambilan sumpah;

  26. melakukan pelanggaran ringan terhadap larangan atau kewajiban sebagai PPAT;

  27. diangkat dan mengangkat sumpatr jabatan atau melaksanakan tugas sebagai Notaris dengan tempat kedudukan di kabupaten/kota yang lain daripada tempat kedudukan sebagai PPAT;

    (3)
    (4)

    ffi 7.

  28. dalam proses pailit atau penundaan kewajiban pembayaran utang;

  29. berada di bawah pengampuan; dan/atau

  30. melakukan perbuatan tercela. (5) PPAT yang diberhentikan sementaxa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a, berlaku sampai ada putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum terap.

    (6)

    Pemberhentian PPAT karena alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) dilakukan setelah PPAT yang bersangkutan diberi kesempatan untuk mengajukan pembelaan diri kepada Menteri. (71 PPAT yang berhenti atas permintaan sendiri dapat diangkat kembali menjadi PPAT.

    (8)

    Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberhentian PPAT diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal ll dihapus. Ketentuan ayat (1) Pasal 12 diubah dan ditambah I (satu) ayat yakni ayat (3) sehingga Pasal 12 berbunyi sebagai berikut:

    Pasal 12

    Daerah kerja PPAT adalah satu wilayah provinsi. Daerah ke{a PPAT Sementara dan PPAT Khusus meliputi wilayah kerjanya sebagai Pejabat Pemerintah yang menjadi dasar penunjukannya. Ketentuan lebih lanjut mengenai daerah kerja PPAT diatur dengan Peraturan Menteri.


    (1)

    (2t (3) 9. Di antara ffi Pasal 12A PPAT mempunyai tempat kedudukan di kabupaten/kota di provinsi yang menjadi bagran dari daerah keg'a. Pasal 12B (1) PPAT dapat berpindah tempat kedudukan dan daerah kerja. (21 Dalam hal PPAT akan berpindah alamat kantor yang masih dalam kabupaten/kota tempat kedudukan PPAT, wajib melaporkan kepada Kepala Kantor Pertanahan kabupaten/kota tempat kedudukan PPAT. (3) Dalam hd PPAT akan berpindah tempat kedudukan ke kabupaten/kota pada daerah kerja yang sama atau berpindah daerah kerja, wajib mengajukan permohonan perpindahan tempat kedudukan atau daerah kerja kepada Menteri.

    1. Ketentuan Pasa1 13 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 13 (l) Dalam hal teq'adi pemekaran kabupaten/kota yang mengakibatkan teg'adinya perubahan tempat kedudukan PPAT, maka tempat kedudukan ^ppAT tetap sesuai dengan tempat kedudukan yang tercantum datram keputusan pengangkatan PPAT atau PPAT yang bersangkutan mengajukan permohonan pindah tempat kedudukan yang sesuai. (21 Dalam hal terjadi pemekaran provinsi yang mengakibatkan te{adinya perubahan daerah keg'a PPAT, maka daerah kerja PPAT tetap sesuai dengan daerah ke4'a yang tercantum dalam keputusan pengangkatan PPAT atau PPAT yang bersangkutan mengajukan permohonan pindah daerah kerja.

    (3)

    PPAT. ,.,r&?. ^+ii; . {: *i+ -*9,4'# 11. 12, (3) PPAT yang bersangkutan wajib mengajukan permohonan secara tertulis kepada Menteri mengenai perubahan tempat kedudukan PPAT atau daerah keq'a PPAT karena alasan selagaimana dimaksud pada ayat (l) dan ayat (21 dalam jangka wa-ktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari terhitung sejak tanggaf Undang-Undang mengenai pemekaran wilayah diundangkan.

    (4)

    Dalam masa peralihan selama 90 (sembilan puluh) hari sebagaimana dimaksud pada ayat (3), PPAT yang bersangkutan berwenang membuat alda mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang terletak di tempat kedudukan yang baru uraupun yang lama. (5) Ketentuan lebih lar{ut mengenai syarat dan tata cara permohonan perpindahan tempat kedudukan atau daerah keqia diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 14 dihapus. Ketentuan ayat (1) dan ayat (3) Pasal 15 diubah sehingga berbunyi sebn gai berikut: Pasal 15

    (1)

    PPAT dan PPAT Sementara sebelum menjalankan jabatannya wqiib mengangkat sumpah jabatan PPAT di hadapan Menteri atau pejabat yang ditunjuk. l2l ^PPAT ^Khusus selegeirnnns dimaksud dalam ^Pasal ^5 ayat (3) huruf b tidak perlu menganglat sumpah jabatan PPAT. (3) PPAT yang tempat kedudulcan/daerah kerjanya disesuaikan karena pemekaran wilayah kabupaten/kota atau provinsi sebagaimana dirnaksud dalarn Pasal 13 ayat (1) dan ayat (2) tidak perlu mengangkat sumpah jabatan PPAT untuk melaksanakan tugasnya di tempat kedudukan/daerah kerjanya yang baru. 13, Ketentuan . ,, ffi -*ay-a,#

    1. Ketentuan Pasal 19 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 19

    (1)

    Dalarn waktu 60 (enam puluh) hari setelah pengambilan sumpah jabatan sebaga.imana dimaksud dalam Pasal 15, PPAT wajib:

  31. menyampaikan alamat kantornya, contoh tanda tangan, contoh paraf, dan teraan cap/stempel jabatannya kepada Kepata IGntor Wilayah Badan Pertanahan Nasional, Bupati/Walikota, Ketua Pengadilan Negeri, dan Kepala Kantor Pertanahan yang wilayahnya meliputi daerah kerl'a PPATyang bersanglutan; dan

  32. melaksanakan ^jabatannya secara nyata. l2l ^Ketentuan ^sebagaimana ^dimaksud ^pada ayat ^(1) huruf a dikecualikan bagi PPAT Khusus.

    1. Ketentuan ayat (1) Pasal 20 diubah dan di antara ayat (1) dan ayat (2) disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (1a) sehingga Pasal 2O berbunyi sebagai berikut: Pasal 20 (1) PPAT wajib mempunyai hanya satu kantor, yaitu di tempat kedudukannya. (la) PPAT yang merangkap jabatan sebagai Notaris, harus berkantor yang sanna dengan tempat kedudukan Notaris. (21 PPAT wajib memasang papan nama dan menggunakan stempel yang bentuk dan ukurannya ditetapkan oleh Menteri.

    2. Ketentuan . PR ES ID Et! REPUBLI K INDOI!ESI/-..

    3. Ketentuan ayat (1) Pasat 27 diubah sehingga berbunyi sebqgai berikut: Pasal 27 (1) PPAT yang berhenti menjabat karena alasan sebagaimana dimaksud dal,am Pasal 8 ayat (1) huruf b dan huruf c, diwajibkan menyerahkan protokol PPAT kepada PPAT di daerah keq'anya. (21 PPAT Sementara yang berhenti sebagai PPAT Sementara menyerahkan protokol PPAT kepa.da PPAT Sementara yang menggantinya. (3) PPAT Khusus yang berhenti sebagai PPAT Khusus menyerahkan protokol PPAT kepada PPAT Khusus yang menggantinya, (4) Apabila tidak ada PPAT penerima protokol gelagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), protokol PPAT diserahkan kepada Kepala Kantor Pertanahan setempat.

    4. Ketentuan ayat (1) dan ayat (3f Pasaf 31 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: Pasal 3l Selama PPAT diberhentikan untuk sementara sebagaimana dimalsud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf c atau menjalani cuti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, tugas dan kewenangan PPAT dapat dilaksanakan oleh PPAT pengganti atas permohonan PPAT yang bersangkutan. PPAT pengganti sebagaimana dimalsud pada ayat (l) diusulkan oleh PPAT yang bersangkutan dan diangkat oleh pejabat yang berwenang menetapkan pemberhentian sementa.ra atau persetujuan cuti di dalam keputusan mengenai pemberhentian sementara atau keputusan persetujuan cuti yang bersangkutan serta diambil sumpahnya oleh Kepala Kantor Pertanahan setempat.

      (1)

      t2) ,; *t? ir,... {tp -*c>1,#'' FRESIDEI.I REI]UELII( INDOI{ESI/\ t2 (3) Persyaratan untuk menjadi PPAT pengganti terdiri atas:

  33. telah lulus pnogram pendidikan kenotariatan dan telah menjadi pega.wai kantor PPAT paling sedikit selama I (satu) tahun; atau

  34. telah lulus program pendidikan }ihusus PPAT yang diselenggarakan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agraria/ pertanahan.

    1. Ketentuan Pasal 32 ditambah 2 (dua) ayat, yalni ayat (5) dan ayat (6) sehingga berbunyi sebagai berikut:

      Pasal 32
      (1)

      Uang jasa (honorarium) PPAT dan PPAT Sementara, termasuk uang ^jasa (honorarium) saksi tidak boleh melebihi 17o (satu persen) dari harga transaksi ^yang tercantum di dalam akta. (21 PPAT dan PPAT Sementara wajib memberikan ^jasa tanpa memungut biaya kepada seseorang ^yang tidak mampu.

      (3)

      Di dalam melaksanakan tugasnya, PPAT dan PPAT Sementara dilarang melakukan pungutan di luar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

      (4)

      PPAT Khusus melaksanalan tugasnya tanpa memungut biaya. (5) Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat ^(4) dikenakan sanksi arl ^m ^i nisg'asi. (6) Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administrasi diatur dengan Peraturan Menteri.


    2. Ketentuan Pasal 33 ditambah 1 (satu) ayat, yakni ayat(2) sehingga berbunyi sebagai berikut:

      Pasal 33
      (1)

      Menteri melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas PPAT. l.


    3. ffi -rlp4€ l2l ^Tata ^cara pembinaan ^dan ^pengawasan ^sebagaimana dimaksud pada ayat (l) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri. Pasal II PPAT yang merangkap jabatan sebagai konsultan atau penasehat hukum wajib memilih jabatan sebagai PPAT atau konsultan/penasehat hukum dalam ^jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, dengan ketentuan apabila dalam ^jangka waktu tersebut pilihan tidak dilakukan maka diberhentikan dari jabatannya sebagai PPAT sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini. Pemberhentian PPAT sebagaimana dimaksud pada angla I dilakukan dengan Keputusan Menteri. PPAT wajib melakukan penyesuaian tempat kedudukan dan daerah ke{a PPAT dafam ^jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak berlakunya Peraturan Pemerintah ini. Semua frasa kabupaten/ko sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, harus dimaknai dengan kabupaten/kota. Semua ketentuan mengenai formasi sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah dan peraturan pelaksanaannya, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku; Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. 6. ,i,,: '(? *],, qtlr rpr4@ PIlESIDEITI REPUElLtt( ll.tDO htF: S tA Aggr setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Irembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 22 Juni20t6 ttd. JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 27 Juni20l6 MENTERI HUKt'M DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. YASONNA H, LAOLY LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2016 NOMOR 120 ffi -$gyrq# PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 37 TAHUN 1998 TENTANG PERATURAN JABATAN PE.IABAT PEMBUAT AKTA TANAH I. UMUM Dalam rangfu mendukung prograrn kebljal<an deregulasi bidang agraria/pertanahan ddam rangka percepatan pelaksanaan Paket Kebljakan Ekonomi Pemerintah perlu diadakan perubahan terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Ruang lingkup Perubahan terhadap Peraturan Pemerintah tersebut meliputi:

    4. Persyaratan untuk dapat diangkat PPAT antara lain:

  35. usia calon PPAT; dan

b. kewajiban msgang sebelum cdon PPAT di angkat. 2. Penambahan masa kerja PPAT semula 65 (enam puluh lima) tahun dapat diperpanjang menjadi 67 (enam puluh tujuh) tahun. 3. Penambahan ^jenis pemberhentian terhadap PPAT. 4. Perluasan daerah keq'a semula 1 (satu) wilayah ke4'a kabupaten/kota menjadi I (satu) wilayah kerja provinsi. 5. Penambahan larangan ranglap ^jabatan. il. PASALDEMIPASAL Pasal I Angka 1 Pasal 1 Cukup jelas. Angka 2 Pasal 6 Cukup ^jelas. ,Q *. ,'!'i')!'-1"1i: '!\ $.*ii -$p4# Angka 3 Pasal 7 Cukup ^jelas. Angka 4 Pasal 8 Ayat (1) Keadaan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b menyebabkan yang bersangkutan berhenti dengan sendirinya sebagai PPAT dan untuk itu tidak diperlukan keputusan pemberhentian. Yang bersangkutan tidak berhak lagi membuat akta. Ayat (2) Perpanjangan ^.liajukan sesuai syarat dan tata cara perpanjangan masa ^jabatan PPAT. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (a) Cukup ^jelas. Angka 5 Pasal 9 Cukup ^jelas. Angka 6 Pasal 10 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Cukup ^jelas, Ayat (3) Huruf a Yang dimaksud dengan pelanggaran berat antara lain:

  1. membantu melakukan permuliakatan ^jahat yang mengakibatkan sengketa atau konflik pertanahan;

  2. melakukan pembuatan akta sebagai permufakatan jahat yang mengakibatkan sengleta atau konflik pertanahan;

  3. melakukan pembuatan akta di luar wilayah kedanya kecuali karena pemekaran kabupaten/kota, pemekaran provinsi, atau membuat akta tukar menukar, akta pemasukan ke dalam perusahaan, atau akta pembagian bersama mengenai beberapa hak atas tanah/Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang tidak semuanya terletak dalam wilayah ke4'anya;

  4. memberikan keterangan yang tidak benar di dalam akta yang mengakibatkan sengketa atau konflik pertanahan;

  5. membuka kantor cabang atau perwakilan atau bentuk lainnya di dalam dan/atau di luar wilayah kerjanya;

  6. melanggar sumpah ^jabatan sebagai PPAT;

  7. membuat akta PPAT tanpa dihadiri oleh para pihak;

  8. membuat akta mengenai hak atas tanah/Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang obyeknya masih sengketa;

  9. PPAT tidak membacakan akta yang dibuatnya di hadapan para para pihak; IO.PPAT membuat akta di hadapan para pihak yang berwenang melakukan perbuatan hukum sesuai akta yang dibuatnya; dan/atau ll.PPAT membuat akta dalam masa dikenakan sanksi pemberhentian dengan hormat, pemberhentian sementara, atau dalam keadaan cuti. Hurufb Cukup ^jeLas. Ayat (4) Huruf a Cukup ^jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan tidak melaksanakan jabatan PPAT secara nyata untukjangka waktu 60 (enam puluh) hari adalah dihitung secara kumulatif selama I (satu) tahun. Huruf c Yang dimaksud dengan pelanggaran ringan antara lain:

  10. memungut uang jasa melebihi ketentuan peraturan perundang-undangan;

  11. dalam waktu 2 (dua) bulan setelah berakhirnya cuti tidak melaksanakan tugasnya kembali;

  12. tidak menyampaikan laporan bulanan mengenai akta yang dibuatnya; dan/atau

  1. merangftapjabatan. Huruf d Cukup ^jelas. Huruf e Cukup ^jelas. Huruf f Cukup ^jelas. Huruf g Cukup ^jelas. Ayat (5) Cukup ^jelas. Ayat (6) Cukup ^jelas. Ayat (7) . Ayat (7) Cukup ^jelas. Ayat (8) Cukup ^jelas. Angka 7 Cukup ^jelas. Angka 8 Pasal 12 Cukup ^jelas. AnCka 9 Pasal 12A Cukup ^jelas. Pasal 12B Cukup Jelas. Angka 1O Pasal 13 Cukup ^jeLas. Angka 11 Cukup ^jelas. Angka 12 Pasal 15 Cukupjelas. Angka 13 Pasal 19 Ayat (1) Huruf a Maksud dari penyerahan contoh tanda tangan, contoh paraf, dan teraan cap/stempel ^jabatan PPAT adalah agar pada Kantor Pertanahan setempat tersedia pembanding ^jika te{adi perbdaan tanda tangan, paraf, atau teraan cap/stempel, apabila terjadi ^perkara mengenai keabsahan akta PPAT yang bersangkutan. Hurufb Cukup ^jelas. Ayat (2) Ayat (2) Cukup ^jeLas. Angka 14 Pasal 20 CukupjeLas. Angka 15 Pa.sal2T Cukup ^jelas. Angka 16 Pasal 31 Cukup ^jelas. Angka 17 Pasal 32 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Cukup ^jelas. Ayat (3) Cukupjelas. Ayat (4) PPAT Khusus melaksanakan tugas ^pembuatan akta PPAT sebagai bagian dari tugasnya di bidang pendaftaran tanah, maka pembuatan akta tersebut dilakukan dengan cuma-curna. Ayat (5) Cukup ^jelas. Ayat (6) Cukup ^jelas. Angka l8 Pasal 33 Cukup ^jelas. Pasal II Cukup ^jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA ^NOMOR ^5893

Webmentions

Anda dapat memberikan tanggapan atas peraturan ini dengan like, retweet/repost pada tweet yang mencantumkan tautan pada laman ini.

Tanggapan (0):