Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman

Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2016

Kerangka<< >>

Ru"uJ5out,l"55u'o Ru"uJ5out,l"55u'o PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PEI{YELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan pasar 22, pasar 31, Pasal 50 ayat (3),^pasal 53 ayat (3), pasal SS ayat tO), pasaf SS ayat (4), ^pasal ,84_ayat (Z),_ pasal 85 "y"f 1S1,,b"".r SO, pasal e3, f-as$ ss_ ayat (o), pasal to4-, p""j,i lls, a.., Pasal 150 Undang_Undang. Nomo. 1 Tahun 20ll tentang Perumahan dan Kawasan permukiman, p.rt" ".ret"ptan peraturan pemerintah tentang penyelengglr""" p..""t m dan Kawasan permukjman; Mengingat Menetapkan : : 1. Pasal 5 .ayat (2) Undang_Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 194S; 2. Undang--Undang Nomor I Tahun 2OlL tentang Perumahan dan Kawasan permukiman (Lembaran weg".E Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 7, Tambaian Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5lgg); MEMUTUSKAN: PERATURAN PEMERINTAH PERUMAHAN DAN KAWASAN TENTANG PENYELENGGARAAN PERMUKIMAN. BAB I BAB I KETENTUAN UMUM Bagian Kesatu Pengertian Pasal I Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: l. Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan permukiman adalah kegiatan perencanaan, pembangunan, pemanfaatan, dan pengendalian, termasuk di dalamnya pengembangan kelembagaan, pendanaan dan sistern pembiayaan, serta peran masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu. 2. Perumahan dan Kawasan permukiman adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas pembinaan, penyelenggaraan Perumahan, penyelenggaraan kawasan P,ermukiman, pemeliharaan dan perbaikan, pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh, penyediaan tanah, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakit. 3. Kawasan Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa fawasan Perkotaan maupun perdesaan, yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau Lingkungan Hunian dan tempa! kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. 4. Lingkungan Hunian adalah bagian dari kawasan Permukiman yang terdiri atas lebih dari satu satuan Permukiman. 5. Permukiman adalah bagian dari Lingkungan Hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai Prasarana, Sarana, Utilitas Umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungSi lain di Kawasan Perkotaan atau Kawasan perdesaan. 6. Perumahan adalah kumpulan Rumah sebagai bagian dari Pcrmukiman, baik.perkotaan maupun perd.sa"rr, yang dilengkapi dengan ^prasarana, Sarana, dan Utilitas Umuri sebagai hasil upaya pemenuhan Rumah yang layak huni. 7. Rumah adalah_ bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang layak huni, Sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat penghuninya, serta aset bagi pemiliknya. 8. Hunian Berimbang adalah perumahan dan Kawasan Permukiman yang dibangun secara berimbang dengan komposisi tertentu dalam Rumah tunggal dan Rumah deret antara Rumah sederhana, Rumah menengah dan Rumah mewah, atau dalam Rumah susun antara Rumah susun umum dan Rumah susun komersial, atau dalam Rumah tapak dan Rumah susun umum. Prasarana adalah kelengkapan dasar fisik Lingkungan Hunian yang memenuhi standar tertentu untuk kebutuhan bertempat tinggal yang layak, sehat, aman, dan nyaman. Sarana adalah fasilitas dalam Lingkungan Hunian yang berfungsi untuk mendukung penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan sosial, budaya, dan ekonomi. Utilitas Umum adalah kelengkapan penunjang untuk pelayanan Lingkungan Hunian. Rencana Kawasan Permukiman yang selanjutnya disingkat RKP adalah dokumen rencana sebagai pedom"r, dalam memenuhi kebutuhan Lingkungan Hunian di perkotaan dan perdesaan serta tempat kegiatan pendukung yang dituangkan dalam rencana jangka pendek, jangka menengah, danjangka panjang. Rencana Pembangunan dan pbngembangan perumahan yang selanjutnya disingkat Rp3 adalah dokumen rencana sebagai pedoman dalam memenuhi kebutuhan penyediaan Perumahan beserta prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum Perumahan sebagai bagian dari perwujudan pemanfaatan tata ruang yang mengacu pada RKP. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota yang selanjutnya disingkat RTRW kabupaten/kota adalah rencana tata ruang yang bersifat umum dari wilayah kabupaten/kota, yang merupakan penjabaran dari RTRW provinsi, dan yang beribi tujuan, keb{jakan, strategi penataan ruang wilayah kabupaten/kota, rencana struktur .ruang wilayah kabupaten/ kota, rencana pola ruang . wilayah kabupaten/ kota, penetapan kawasan strategis _ ^kabupaten/kota, ^arahan ^pemanfaatan ^ruang wilayah kabupaten/kota, dan ketentuan pengendaliai pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/ kota. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. Rencana . 17. 18. 15. 16. 19. 20. 2r. 22. FRESIDEI.I REPU BLII( INDONESIA -4- Rencana Detail Tata Ruang Kabupaten/ Kota yang selanjutnya disingkat RDTR adalah rencana secara terperinci tentang tata ruang wilayah kabupaten/kota yang dilengkapi dengan peraturan Zonasi kabupaten/kota. Peraturan Zonasi adalah ketentuan yang mengatur tentang persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk setiap blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana rinci tata ruang. Perumahan Kumuh adalah perumahan yang mengalami penurunan kualitas fungsi sebagai tempat hunian. Per: mukiman Kumuh adalah permukiman yang tidak layak huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta Sarana dan Prasarana yang tidak memenuhi syarat. Kawasan Siap Bangun yang selanjutnya disebut Kasiba adalah sebidang tanah yang fisiknya serta prasarana, Sarana, dan Utilitas Umumnya telah dipersiapkan untuk pembangunan Lingkungan Hunian skala besar sesuai dengan rencana tata ruang. Lingkungan Siap Bangun yang selanjutnya disebut Lisiba adalah sebidang tanah yang fisiknya serta prasarana, Sarana, dan Utilitas Umumnya telah dipersiapkan untuk pembangunan Perumahan dengan batas-batas kaveling yang jelas dan merupakan bagian dari Kawasan Siaf Bangun sesuai dengan rencana rinci tata ruang. Konsolidasi Tanah adalah penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dalam usaha penyediaan tanah untuk kepentingan pembangunan Perumahan dan Permukiman gu.ra meningkatkan kualitas linglungan dan pemeliharain sumber daya alam dengan partisipasi aktif masyarakat. Kawasan Perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan-fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotain, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemlrintahan, pelayanan sosial, dankegiatan ekonomi. 23. Kawasan 23. Kawasan Perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian, termasuk pengeiolaan sumber daya alam dengan susunan furgsi kiwasan sebagai tempat Permukiman perdesaan, pelayanan jasa Pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiata-n ekonomi. Perencanaan Perumahan dan Kawasan permukiman adalah suatu .proses perencanaan Lingkungan Hunian perkoraan, , ^Lingkungan ^Hunian ^perdesaan, ^tempat pendukung kegiatan, permukiman, perumahan, Rumih,. dan Prasarana, Sarana dan Utilitas Umum untuk menghasilkan dokumen rencana kawasan permukiman. Pembangunan Perumahan dan Kawasan permukiman adalah suatu proses untuk mewujudkan perumahan dan Kawasan Permukiman sesuai dengan rencana kawasan Permukiman melalui pelaksanaan konstruksi. Pemanfaatan Perumahan dan Kawasan permukiman lddt! ^suatu ^proses ^untuk ^memanfaatkan ^perumahan dan Kawasan Permukiman sesuai dengan rencana yang ditetapkan, termasuk kegiatan pemelihiraan, perawatan, dan pemeriksaan secara berkala. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. Pengendalian perumahan dan adalah suatu proses untuk Penyelenggaraan ^perumahan dan yEing dilaksanakan pada pembangunan, dan pemanfaatan. Kawasan Permukiman mewujudkan tertib Kawasan Permukiman tahap perencanaan, S-etiap Orang adalah orang perseorangan atau Badan Hukum. Masyarakat adalah orang perseorangan yang kegiatannya di bidang ^perumahan dan xaiasan ?.-.riukim"n, termasuk masyarakat hukum adat dan masyarakat ahli, Iurg . ^berkepentingan ^dengan ^penlelenggaraan Perumahan dan Kawasan permukliman Badan Hukum adalah Badan Hukum yang didirikan oleh warga negara Indonesia yang kegiatannya di bidang Penyelenggaraan Perumahan dan Kalwasan ^"permukiman. Masyarakat Berpenghasilan Rendah yang selanjutnya disingkat MBR adalah ..masyarakat y.rf .prrry"i keterbatasan daya beli . sihingg" i"ri" mendapat dukungan Pemerintah untuk memli."t.t n.r-"t. 31. 32. Pemerintah . 32. Pemerintah pusat yang selanjutnya disebut pemerintah adalah Presiden Republik tndon-esia yang memegang kekuasaan ^pemerintahan negara nepuUtit< Indon"esii sebagaimana dimaksud dalam Undang_Undang Dasar Negara Repubtik Indonesia Tahun 1945. 33. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat dlaerah seUagl; i unsur penyelenggara pemerintahan daerah. 34. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan Pemerintahan di bidang perurnahan dan Kawasan Permukiman. Bagian Kedua Tujuan Pasal 2 Penyelenggaraan perumahan dan Kawasan permukiman bertujuan untuk: a. mewujudkan ketertiban dalam penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan permukiman; b. memberikan kepastian- hukum bagi seluruh pemangku kepentingan dalam melaksanakan ^-tugas dan wewening serta hak dan kewajibannya dalam penyelenggaraai Perumahan dan Kawasan permukiman; dan c. mewujudkan keadilarr bagi seluruh pemangku kepentingan terutama bagi MBiR dalam penyelirrggi* Perumahan dan Kawasan permukiman. Bagian Ketiga Lingkup Pasal 3 Lingkup Peraturan pemerintah ini meliputi: a. penyelenggaraanperumahan; b. penyelenggaraankawasan permukiman; c. keterpaduan prasarana, Sarana, Utilitas Umum Penrmahan dan Kawasan permukiman; d. pemeliharaan dan perbaikan; e. pencegahan dan peningkatan kualitas perumahan Kumuh dan ^permukiman fumuh; f. Konsolidasi Tanah; dan g. sanksiadministrasi. Pasal 4 (1) (2) (3) PIlES IDEI\ REF]UBLII( II!DONESIA -7 - Pasal 4 Penyelenggaraan ^perumahan dan Kawasan permukiman merupakan satu kesatuan sistem yang dilaksanakan secara terkoordinasi, terpadu dan berkelanjutan. Penyelenggaraan perumahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan prinsip penyelenggaraan kawasan permukiman sebagai- dasai penyelenggaraan Perumahan. Prinsip penyelenggaraan kawasan permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (21 merupakan perwujudan kegiatan pembangunan ^' peruntukan Perumahan di kawasan permukiman sebag.i*.na yang dituangkan di dalam rencana tata ruang yang mengutamakan keterpaduan prasarana, Sarana, - dan Utilitas umum kawasan sebagai pengendalian dan pengembangan Perumahan dan Kawasan permukiman. Pasal 5 Penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan permukiman dilaksanakan berdasarkan kebijakan dan strategi nasional di bidang perumahan dan Kawasan Permukiman. kebijakan dalam Kawasan (1) (2) Kebijakan Perumahan dan kawasan permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi: a. kemudahan masyarakat untuk memperoleh hunian yang layak dan terjangkau dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, teratur, terencanal t"rp.ar, a"i berkelanjutan; dan b. peningkatan koordinasi dan sinkronisasi antar pemangku kepentingan Penyelenggaraan perumahan din Permukiman. (3) strategi kemudahan masyarakat untuk memperoleh hunian yang layak dan ti4angkau dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, teratur, terencana, ierpadu, dan berkelanjutan sebagaimana dimaksud p.dr. ayat (zi huruf a meliputi: a. penyediaan kebutuhan pemenuhan perumahan dan Kawasan ^permukiman melalui perencanaan dan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang; dan b. keterjangkauan (4) (s) (1) (2t a. pelaksanaan keterpaduan kebijakan pembangunan Perumahan dan Kawasan permukiman antar pemangku lintas sektor, lintas wilayah, dan masyarakat; b. peningkatan kapasitas kelembagaan bidang Perumahan dan Kawasan Permukiman. Ketentuan lebih lanjut mengenai kebijakan dan strategi nasional bidang Perumahan dan Kawasan permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Presiden. (3) Rumah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibedakan menurut jenis dan bentuknya. (4) Jenis Rumah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibedakan berdasarkan pelaku pembangunan aari penghunian meliputi Rumah komersial, Rumah umum, Rumah swadaya, Rumah khusus, dan Rumah negara. BAB II PENYELENGGARAAN PERUMAHAN Bagian Kesatu Umum Pasal 6 Penyelenggaraan Perumahan meliputi: a. perencanaanPerumahan; b. pembangunanPerumahan; c. pemanfaatan Perumahan; dan d. pengendalianPerumahan. Perumahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup Rumah atau Perumahan beserta prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum. (5) Bentuk (s) (6) PRES IDEI\ REPU".'1; NDoNEStA Bentuk Rumah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dibedakan berdasarkan hubungan atau keterikatan antarbangunan meliputi Rumah tunggal, Rumah deret, dan Rumah susun. Ketentuan lebih lanjut mengenai Rumah negara sebagaimana dimaksud pada "y"t 1+1 dan Rumah susun sebagaimana dimaksud pada ayat (S) diatur dengan Peraturan Pemerintah tersendiri. Pasal 7 (1) Dalam hal penyelenggaraan perumahan bagi MBR, Pemerintah dan/atau pemerintah Daerah- dapai memberikan fasilitasi terhadap perencanaan, pembangunan, dan pemanfaatan perumahan. (2) Fasilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh lembaga atau badan yang dituiasi oleh Pemerintah dan/atau pemerintah naerah. (3) Penugasan lembaga atau badan sebagaimana dimaksud pada ayat (21 dilaksanakan sesuai ^-d.ng.r, ketentuan peraturan perundang_undangan. Bagian Kedua Perencanaan Perumahan Paragraf 1 Umum pasal 8 (1) Perencanaan perumahan menghasilkan dokumen rencana pembangunan dan pengembangan perumahan yang mengacu pada dokumen RKp. (2) Re-ncana pembangunan dan pengembangan perumahan sebagaimana dimaksud pada "y"1 1ty diietapkan daram rencana pembangunan jangka panjang, rencana pembangunan jangka menengih, dan ,""rr""rr^ tahunan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang_ undangan. (3) Dokumen R E F, rr JtT,? ^t,',$5|* u' o - 10- (3) Dokumen rencana pembangunan dan pengembangan Perumahan disusun untuk memenuhi kebutuhan Rumah serta keterpaduan ^prasarana, sarana, dan Utilitas Umum Perumahan. (4) Dokumen rencana pembangunan dan pengembangan Perumahan sebagaimana dimaksud piaa- ayat (1) ditetapkan oleh bupati/walikota, khusus DKI Jakarta ditetapkan oleh gubernur. (5) Dokumen rencana pembangunan dan pengembangan Perumahan sebagaimana dimaksud pada ayatll) ditinjau kembali paling sedikit 1 (satu) kali dalam sltimai tahun. Pasal 9 (1) Dokumen rencana pembangunan dan pengembangan Perumahan mencakup: a. kebijakan pembangunan dan pengembangan; b. rencana kebutuhan penyediaan Rumah; c. rencana keterpaduan prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum; dan d. program pembangunan dan pemanfaatan. (2) Rencana pembangunan dan pengembangan perumahan dilakukan dalam bentuk rencana: a. pembangunan dan pengembangan; b. pembangunan baru; atau c. pembangunan kembali. Pasal 10 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penJrusunan dokumen rencana pembangunan dan pengembangan Perumahan sebagaimana dimaksud dalam pasal g dan pasal 9 diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 1 1 (1) Perencanaan Perumahan terdiri atas: a. perencanaan dan perancangan Rumah; dan b. perencanaan ^prasarana, sarana, dan Utilitas umum Perumahan. (2) Perencanaan (2) (3) $tr$ -il9y4# Perencanaan Perumahan merupakan bagian dari perencanaan Permukiman yang terintegraJi dengan sistem Prasarana, Sarana, dan Utilitas Urium Kawasan Perkotaan atau Kawasan perdesaan. Perencanaan Perumahan mencakup Rumah sederhana, Rumah menegah, dan/atau Rumah mewah. paragraf 2 Perencanaan dan perancangan Rumah (r) pasal 12 Perencanaan dan perancangan dimaksud dalam pasal l l ayat untuk: a. menciptakan Rumah yang layak huni; b. mendukung upaya pemenuhan kebutuhan Rumah oleh masyarakat dan ^pemerintah; dan c. meningkatkan tata bangunan dan lingkungan yang terstruktur. (2) Perencanaan dan perancangan Rumah untuk menciptakan Rumah layak huni iebagaimana dimaksud pada . ayat (l) huruf a dilakukan dalam rangka mewujudkan Rumah yang sehat, aman, dan teratur. (3) Perencanaan dan perancangan mendukung upaya pemenuhan sebagaimana dimaksud pada dalam rangka memenuhi masyarakat. Rumah sebagaimana (l) huruf a dilakukan Rumah untuk kebutuhan Rumah ayat (1) huruf b dilakukan kebutuhan Rumah bagi (4) Perencanaan dan perancangan Rumah untuk meningkatkan tata bangunan dan lingkungan yang terstruktur sebagaimana dimaksud pada ayat 1f 1 nuruf I dilakukan dalam rangka mewujudkan lingkungan yang fungsional, dan sesuai dengan tata banguian b""gunai yang serasi dan selaras dengan lingkungan. Pasal 13 (l) Perencanaan dan perancangan Rumah dilakukan oleh setiap orang yang memiliki keahlian di bidang perencanaan dan perancangan Rumah. (2) Setiap. (2) (3) (4) Setiap orang sebagaimana dimaksud pada ayat (l) wajib memiliki sertifikat keahlian yang diterbitkan oleh lembaga sertifikasi. Sertifikat keahlian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memenuhi klasifikasi dan kualilikasi perencanaan dan perancangan Rumah. Sertilikat keahlian dan lembaga sertifikasi di bidang perencanaan dan perancangan Rumah sebagaimana dimaksud pada ayat (21 sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-perundangan. (1) Pasal 14 Hasil perencanaan dan perancangan Rumah harus memenuhi persyaratan: a. teknis; b. administratif; c. tata ruang; dan d. ekologis. Persyaratan teknis dalam perencanaan dart perancangan Rumah meliputi: a. tata bangunan dan lingkungan; dan b. keandalan bangunan. Persyaratan administratif dalam perencanaan dan perancangan Rumah meliputi: a. status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah; dan b. status kepemilikan bangunan. Persyaratan tata ruang dan ekologis dalam perencanaan dan perancangan Rumah sesuai dengan rencana detil tata ruang dan Peraturan Zonasi. Pemenuhan persyaratan teknis dan administratif dalam perencanaan dan perancangan Rumah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. (2t (3) (4) (s) Pasal 15 (1) pasal 15 P-erencanaan dan perancangan dimaksud dalam pasal ln pen]rusunan: a. prarencana; b. pengembanganrencana; paragraf 3 Perencanaan Prasarana, Sarana, Rumah sebagaimana dilaksanakan melalui dan Utilitas Umum (21 (3) c. gambar kerja; d. spesifikasi teknis; dan e. rencana anggaran biaya. Perencanaan dan perancangan Rumah sebagaimana dimaksud pada ayat (t) dilakukan untuk mengf,asilkan ooKumen rencana teknis sebagai lampiran dokumen permohonan izin mendirikan bangunan. - Dokumen rencana teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi: a. gambar rencana arsitektur, struktur, dan utilitas; b. spesifikasi teknis rencana arsitektur, struktur dan utilitas; dan c. perhitungan struktur untuk kompleksitas tertentu. Ketentuan lebih lanjut mengenai perencanaan dan perancangan Rumah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Menteri. (4) (1) pasal 16 Perencanaan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum Perumahan sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 lyat ^(1) ^huruf ^b ^mengacu ^pada ^rencana ^keterpaduan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum. Perencanaan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum Perumahan meliputi: a. rencana penyediaan kaveling tanah untuk Perumahan sebagai bagian dari permukiman; dan b. : : L9""" kelengkapan prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum ^perumahan. (21 (3) Rencana (3) (4) (l) (21 Rencana penyediaan kaveling tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a digunakan untuk: a. landasan perencanaan prasarana, Sarana dan Utilitas Umum; dan b. meningkatkan daya guna dan hasil guna tanah sesuai dengan rencana tapak (site ^- plan) atau rencana tata bangunan dan lingkungan. Rencana kelengkapan prasarana, Sarana, dan Utilitas U-mum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b digunakan untuk: a. mewu-judkan lingkungan perumahan yang layak huni; dan b. membangun Rumah. (3) Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud huruf b meliputi: a. gambar struktur yang dilengkapi dengan gambar detil teknis; b. jenis bangunan; dan c. cakupan layanan. l4l ^Persy.aratan - ^ekologis ^sebagaimana ^dimaksud ^pada ayat (1) huruf c meliputi: a. perencanaan ^prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum dengan penggunaan bahan bangunan yang ramah lingkungan; dan b. mengutamakan penggunaan energi non fosil untuk Utilitas Umum. pasal 17 Perencanaan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum harus memenuhi persyaratan: a. administratif; b, teknis; dan c. ekologis. Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi: a. status penguasaan kaveling tanah; dan b. kelengkapanperizinan. pada ayat (l) (5) Perencanaan (s) (6) ItrRESIDEI{ REPUBLIK INDONESIA 15- Perencanaan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum falus ^mempertimbangkan ^kelayakan ^hunian serta kebutuhan masyarakat yang mempunyai keterbatasan fisik. Persyaratan administratif, persyaratan teknis, dan persyaratan ekologis sebagaimana dimaksud pada ayat (l) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan. Pasal 18 Perencanaan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum yang telah memenuhi persyaratan wqiib mendapat pengesahan dari Pemerintah Daerah sesuai kewen.rrg.rrrryu. pasal 19 Perencanaan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum dilakukan oleh setiap orang yang memiliki keahlian di bidang perencanaan prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum. Setiagr.-o.rang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memiliki sertifikat keahlian yang diterbitk"., ol.h i"U"g" sertifikasi. Sertifikat keahlian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) memenuhi klasifikasi dan kualilikasi perencanaan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum. Sertifikat keahlian dan lembaga sertifikasi di bidang perencanaan prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum sebagaimana dimaksud pada ayat 121 sesuai dengan ketentuan peraturan perunda.rg-pe.rri".rg".r. ^-- (1) (2) (s) (41 Bagian Ketiga pembangunan perumahan Paragraf 1 Umum Pasal 20 (1) Pembangunan perumahan meliputi: a. pembangunan Rumah dan prasarana, Sarana, Utilitas Umum; dan/atau b. peningkatan kualitasperumahan. (2) Pembangunan (2) Pembangunan Perumahan dilakukan dengan mengembangkan teknologi dan rancang bangun yang ramah lingkungan serta mengembangkan industri bahan bangunan yang mengutamakan pemanfaatan sumber 9"y. ^dalam ^negeri ^dan ^kearifan ^lokal yang aman ^bagi kesehatan. Pembangunan Perumahan dilaksanakan melalui upaya penataan pola dan struktur ruang pembangunan Rumah beserta Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum yang terpadu dengan penataan lingkungan sekitar. Pembangunan Perumahan untuk peningkatan kualitas Perumahan dilaksanakan melalui upaya penanganan dan pencegahan terhadap perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh serta penurunan kualitas lingkungan. Pembangunan Perumahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan status penguasaan atau kepemilikan tanah dan perizinan berdasarkin ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 2 1 (1) Badan Hukum yang melakukan pembangunan Perumahan wqiib mewujudkan perumahan dingan Hunian Berimbang. (2) Pembangunan Perumahan skara besar yang dilakukan oleh Badan Hukum wajib mewujudkan Hunian Berimbang dalam satu hamparan. (3) Kewajiban sebagaimana dimaksud dikecualikan untuk Badan Hukum Perumahan yang seluruhnya pemenuhan Rumah umum. (4) Dalam hal pembangunan perumahan dengan Hunian Berimbang tidak dalam satu hamparan, p.r.rb.rrgrrr"r, Rumah umum harus dilaksanakan dalam satu daerah kabupaten/kota, khusus untuk DKI Jakarta dalam satu provinsi. (5) Badan Hukum yang melakukan pembangunan Perumahan dengan Hunian Berimbang tidak dalam satu hamparan wajib menyediakan akses dari Rumah umum yang dibangun menuju pusat pelayanan atau tempat kerja. (3) (4) (s) pada ayat (1) yang membangun ditujukan untuk (6) Ketentuan khusus untuk Daerah Khusus Ibukota Jaliarta diatui dengan Peraturan Daerah provinsi. (r) (2) (3) paragraf 2 Pembangunan Rumah pasal22 Pembangunan Rumah meliputi pembangunan Rumah tunggal, dan/atau Rumah deret. Pembangunan Rumah harus dilakukan sesuai dengan rencana tata ruang wilayah. Rumah tunggal dan/atau Rumah deret yang masih dalam .tahap proses pembangunan perumlhan dapat dipasarkan melalui sistem perjanjian pendahuluan jual beli sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Perjanjian pendahuluan jual beli sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan setelah memLnuhi persyaratan kepastian atas: a. status pemilikan tanah; b. hal yang diperjanjikan; c. kepemilikan izin mendirikan bangunan induk; d. ketersediaan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum; dan e. keterbangunan perumahan paling sedikit 2}vo (dv puluh persen). (5) Badan_ H,ukum yang melakukan pembangunan Rumah tunggal dan/atau Rumah deret, tidak bolih melakukan serah terima dan/atau menarik dana lebih dari 8O% (delapan puluh persen) dari pembeli, sebelum memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (4). (4) Paragraf 3 (l) (2t Paragraf 3 Pembangunan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum pasal 23 Pembangunan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum Perumahan yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah Daerah, dan/atau setiap orang wajib dilakukan sesuai dengan rencana, rancangan dan perizinan. Pembangunan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum Perumahan harus memenuhi persyaratan: a. kesesuaian antara kapasitas pelayanan dan jumlah Rumah; b. keterpaduan antara Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum dan Lingkungan Hunian; dan c. ketentuan teknis pembangunan prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum. Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum yang telah selesai dibangun -oleh setiap orang harus diserahkan kepada Pemerintah kabupaten/kota sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. P-enyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan setelah berakhirnya masa pemeliharaan dan perawatan Prasarana, Sarana dan Utilitas Umum. P.enyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan secara bertahap. Ketentuan lebih lanjut mengenai penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan peraturan menteri yang membidangi urusan Pemerintahan dalam negeri. (3) (4) (s) (6) (l) (2) Paragraf 4 Peningkatan Kualitas perumahan pasal 24 Peningkatan kualitas perumahan dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau setiap orang. Peningkatan kualitas perumahan sebagaimana aimarcua pada ayat (1) dilakukan terhadap penuru.ran kualitas Rumah serta Prasarana, Sarana, din Utilitas Umum. (3) Peningkatan PRESII)EN REIII-lBLII( INDONESIA 19 (3) Peningkatan kualitas perumahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh bupati/walikota, khusus DKI Jakarta ditetapkan oleh gubernur.' Bagian Keempat Pemanfaatan Perumahan Pasal 25 Pemanfaatan Perumahan meliputi: a. b. c. pemanfaatan Rumah; pemanfaatan Prasarana, dan Sarana perumahan; dan pelestarian Rumah, perumahan, serta prasarana dan Sarana Perumahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. pasal 26 Pemanfaatan Rumah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 huruf -a dapat digunakan sebagai kegiatan usaha secara terbatas tanpa membahayaka-n dan tidak mengganggu fungsi hunian. Pemanfaatan Rumah selain digunakan untuk fungsi hunian harus memastikan terpeliharanya perumahan dan Lingkungan Hunian. Ketentuan lebih lanjut mengenai pemanfaatan Rumah sebagaimana dimaksud pada ayai (l) diatur dengan Peraturan Daerah. (1) (2) (3) Pasal 27 Pemanfaatan Prasarana dan Sarana perumahan dimaksud dalam ^pasal 25 huruf b dilakukan : a. berdasarkan jenis prasarana dan Sarana sesuai dengan ketentuan peraturan undangan; dan b. tidak mengubah fungsi dan status kepemilikan. sebagaimana Perumahan perundang- Pasal 28 (r) (2) (3) (4) pasal 28 Setiap orang berhak untuk bertempat tinggal atau menghuni Rumah. Penghunian Rumah dapat berupa: a. hak milik sesuai dengan ketentuan peratur€rn perundang-undangan; b. cara sewa menyewa; atau c. cara bukan sewa menyewa. Penghunian Rumah dengan cara sewa menyewa atau dengan cara bukan sewa menyewa sebagaimana dimaksud. pada ayat (1) huruf b dan huruf c hanya sah apabila ada persetujuan atau izin pemilik Rumah. Penghunian Rumah dengan cara sewa menyewa atau dengan cara bukan sewa menyewa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c dilakukan berdasarkan perjanjian tertulis antara pemilik dan penyewa. Perjanjian- tertulis sebagaimana dimaksud pada. ayat (4) sekurang-kurangnya mencantumkan ketentuan mengenai hak dan kewajiban, jangka waktu sewa menyewa, dan besarnya harga sewa serta kondisi force maJeure, Tyu! ^yang ^sedang ^dalam ^sengketa ^tidak ^dapat disewakan. pasal 29 Harga sewa bagi Rumah sewa yang pembangunannya memperoleh kemudahan dari pemerinlah dan pimerintah Daerah ditetapkan oleh kepala daerah sesuai kewenangannya berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri. Dalam menetapkan harga sewa sebagaimana dimaksud pada,ayat (1), kepala daerah harus tetap memperhatikan spesifikasi Rumah dan lokasi Rumah yang disewakan serta kelangsungan usaha atau kegiatan seira menyewa Rumah. Pasal 30 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara mengenai penghunian Rumah dengan cara sewa menyewa atau cara bukan .sewa menyewa diatur lebih lanjut dengan peraturan Menteri. (s) (6) (l) (21 (1) (2t PRES IDEI{ REPUBLII( INDONESIA -21 - Bagian Kelima Pengendalian ^perumahan pasal 3l Pengendalian Perumahan mulai dilakukan pada tahap: a. perencanaan; b. pembangunan; dan c. pemanfaatan. Pengendalian Perumahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dalam bentuk: a. perizinan; b. penertiban;dan/atau c. penataan. Pasal 32 Pengendalian Perumahan oleh pemerintah dilakukan melalui penetapan-norma, standar, prosedur, dan kriteria. (1) (2t (t) pasal 33 Pemerintah. Daerah dapat membentuk atau menunjuk satuan kerja perangkat daerah untuk melaksanakan pengendalian Perumahan. Pembentukan atau penunjukan satuan kerja perangkat daerah sebagaimana dimaksud pada ayai 1iy sesuai dengan ketentuan peraturan peru.rdang-u.rdarrg"rr. pasal 34 Pengendalian Perumahan pada tahap perencanaan dalam bentuk perizinan dilakukan melalui plmberian izin yang efektif dan efisien. Pengendalian Perumahan pada tahap perencanaan dalam bentuk penertiban dilakukan ^- untuk menjamin kesesuaian perencanaan perumahan dengan rencana tata ruang wilayah dan ketentuan peraturan perundang_ undangan. (2t (3) Pengendalian . (3) Pengendalian Perumahan pada tahap perencanaan dalam bentuk penataan dilakukan untuk menjamin kesesuaian perencanaan Perumahan dengan tata bangunan dan lingkungan yang terstruktur. (1) (2t pasal 35 Pengendalian Perumahan pada tahap pembangunan dalam bentuk perizinan dilakukan melalui kesesuaian pembangunan dengan perizinan. Pengendalian Perumahan pada tahap pembangunan dalam bentuk penertiban dilakukan untuk menjamin kesesuaian pembangunan perumahan dengan rencana tata ruang wilayah, perencanaan perumahan, izin mendirikan bangunan, dan persyaratan lain sesuai peraturan perundang-undangan. Pengendalian Perumahan pada tahap pembangunan dalam bentuk penataan dilakukan untuk menJamin pembangunan Perumahan yang layak huni sehat, aman, serasi, dan teratur serta mencegah terjadinya penurunan kualitas Perumahan. pasal 36 Pengendalian Perumahan pada tahap pemanfataan dalam bentuk perizinan dilakukan melalui pemberian arahan penerbitan sertilikat laik fungsi. Penerbitan sertifikat laik fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk menjamin kesesuaian pemanfaatan Rumah dengan fungsinya. Pengendalian Perumahan pada tahap pemanfaatan dalam bentuk penertiban dilakukan untuk menjamin kesesuaian pemanfaatan perumahan dengan sertifikat laik fungsi. Pengendalian Perumahan pada tahap pemanfaatan dalam bentuk penataan dilakukan untuk menjamin kesesuaian pemanfaatan Perumahan dengan fungsi hunian. (3) (l) (21 (3) (4) Bagian. (1) (2) q,# Bagian Keenam Kemudahan dan/atau Bantuan pembangunan dan Perolehan Rumah Bagi MBR pasal 37 Pemerintah wajib memenuhi kebutuhan Rumah bagi MBR. Untuk memenuhi kebutuhan Rumah bagi MBR sebagaimana dimaksud pada ayat (l), pernerintah dan/atau Pemerintah Daerah wajib memberikan kemudahan pembangunan dan perolehan Rumah melalui program perencanaan pembangunan perumahan secara bertahap dan berkelanjutan. Kemudahan dan/atau bantuan pembangunan dan perole_han Rumah bagi MBR sebagaimana dirnaksud pada ayat (2) dapat berupa: a. subsidi perolehan Rumah; b. stimulan Rumah swadaya; c. insentif perpajakan sesuai dengan (3) peraturan perundang-undangan di perpajakan; perizinan; asuransi dan penjaminan; penyediaan tanah; sertifikasi tanah; dan/atau Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum. ketentuan bidang d. e. f. b. h. (1) pasal 38 Pemberian kemudahan dan/atau bantuan subsidi perolehan Rumah sebagai.mana dimaksud dalam pasal 37 ayat (3) huruf a dituangkan dalam akta perjanjian kredit atau pembiayaan. (2) (3) Kemudahan (s) (4t (s) Kemudahan/ bantuan insentif perpajakan dan asuransi dan penjaminan sebagaimana ahatsua dalam pasal 37 ayat (3) huruf c dan huruf e diberikan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Kemudahan perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (3) huruf d diberikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pemberian kemudahan penyediaan tanah sebagaimana dimaksud dalam pasal 3Z ^-ayat (3) huruf f dilakukan melalui: a. pemberian hak atas tanah terhadap tanah yang langsung dikuasai negara; b. Konsolidasi Tanah oleh pemilik tanah; c. peralihan atau pelepasan hak atas tanah oleh pemilik tanah; d. pe.manfaatan dan pemindah tanganan tanah barang milik negara atau milik daerah sesuai dengai ketentuan peraturan perundang_undangan; e. pendayagunaan tanah negara bekas tanah terlantar; dan/atau f, pengadaan tanah untuk pembangunan bagi kepentingan umum sesuai dengan" ketentuan peraturan perundang-undangan. Sertifikasi tanah sebagaimana dimaksud dalam pasal 37 ayat (3) huruf g dilakukan melalui fasilitasi sertilikasi hak atas tanah. Bantuan pembangunan berupa penyediaan prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum "ib.gaiarra dimaksud dalam. Pasal 37 ayat (3) huruf h dipat diberikan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah Daerlh. pasal 39 B,.antuan -pembangunan Rumah bagi MBR dapat diberikan dalam bentuk: a. dana; b. bahan bangunan Rumahl dan/atau c. Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum. (2) Bantuan pembangunan Rumah dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang_undangan. (6) 17t (l) Pasal 4O R E P u JrT,t ^t,',?5| u u, o -25- Pasal 40 Bantuan pembangunan Rumah bagi MBR dapat diperoreh dari Badan Hukum melalui tanggung jawab sosial dan lingkungan sesuai ketentuan peraturan perundang_undangan. Pasal 41 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan persyaratan kemudahan perolehan Rumah bagi MBR "ib.gliu..ru. dimaksud dalam Pasal 37 diatur dengaln peraturan uei-rteri. Pasal 42 orang perseorangan yang memiliki Rumah umum dengan kemudahan yang diberikan oleh pemerintah atau pemerintah Daerah hanya dapat menyewakan dan/atau mengarihkan kepemilikannya atas Rumatr- kepada pihak lain dalam hal: a. pewarisan; b. penghunian setelah jangka waktu paling sedikit 5 (lima) tahun; atau c' pM"! tempat tinggal karena tingkat sosial ekonomi yang lebih baik. Pasal 43 Pengalihan kepemilikan Rumah umum melalui sebagaimana dimaksud dalam pasal 42 huruf ketentuan peraturan perundang-undangan. pewansan a sesuai (1) Pasal 44 Pengalihan kepemilikan daram hal penghunian setelah jangka waktu paling sedikit S (lima) i"t i" "U.g.i.r dimaksud dalam pasal 42 huruf ^'b, dapat dil.k k.r, dengan berdasarkan bukti pembayaran pumah umum dan surat penyataan kepemilikan Rumah umum. Bukti pembayaran Rumah umum dan surat penyataan kepemilikan Rumah umum sebagaimana dimarisua pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan perundlng_ undangan. (2) Pasal 45 Pasal 45 (1) Pengalihan kepemilikan karena pindah tempat tinggal sebagaimana dimaksud dalam pasal 42 hurui- c dilakukan karena: a. pindah kota tempat tugas; atau b. memiliki Rumah baru. (2) Pengalihan kepemilikan karena pindah tempat tinggal sebagaimana dimaksud pada ayat (l) wajib melfror kepada 191baga yang ditunjuk dengan melampirkan paling sedikit: a. surat pindah dari pimpinan instansi atau pejabat yang berwenang; dan b. surat pernyataan mengembalikan Rumah umum. Pasal 46 D,alam hal.dilakukan pengalihan kepemilikan sebagaimana dimaksud dalam ^pasal 44 dan pasal 45, pengalihannla wajib dilaksanakan oleh lembaga yang ditunjuf "ti" dibeniuk oleh Pemerintah atau pemerintair Dairah dalam bidang Perumahan dan ^permukiman. BAB III PENYELENGGARAAN KAWASAN PERMUKIMAN Bagian Kesatu Arahan ^pengembangan Kawasan permukiman Pasal 47 (1) Arahan pengembangan kawasan permukiman meliputi: a. hubungan antar kawasan fungsional sebagai bagian lingkungan hidup di luar kawa-san lindung; b. keterkaitan Lingkungan. Hunian perkotaan dengan Lingkungan Hunian perdesaan; c. keterkaitan antara pengembangan Lingkungan Hunian perkotaan dan pengemba.rgan Kawasan Perkotaan; d. keterkaitan (21 e. keserasian tata kehidupan manusia dengan lingkungan hidup; f. keseimbangan antara kepentingan publik dan kepentingan setiap orang; dan g. lembaga yang mengoordinasikan pengembangan kawasan Permukiman. Arahan pengembangan kawasan permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi acuan dalam mewujudkan: a. hubungan antara pengembangan perumahan sebagai bagian dari kawasan permrlkiman; dan b. kemudahan penyediaan pembangunan perumahan sebagai bagian dari kawasan permukiman. paragraf 1 Hubungan Antarkawasan Fungsional Sebagai Bagian Lingkungan Hidup Di LuaiKawasan Liidung pasal 4g Hubungan antarkawasan, fungsional sebagai bagian lingkungan }idup di luar kawasln [ndung seLgaimana dimaksud dalam pasal 4Z ayat (l) hurui " aiUmUn untuk mewujudkan keterpaduan ^' dan sinergi fungsi antarkawasan yang saling mendukung ^-kegiatin budidaya. Hubungan antarkawasan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan intuk: a. mengendalikan Lingkungan Hunian dalam kawasan or ^r.dtclaya lainnya sesuai dengan peraturan Zonasi dalam rencana tata ruang agar tidak mengubah fungsi utama kawasan budidayl lainnya; b. mengembangkan kawasan permukiman sebagai pendukung kegiatan pemanfaatan sumber da]ra pada kawasan budidaya lain di sekitarnya; dan (1) (2) c. mengoptimalkan (3) (41 R EP LI B LII( II"IDONESIA -2A- c. mengoptimalkan hasil budidaya secara terpadu dan berkelanjutan sesuai daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup. Kawasan fungsional sebagai bagian lingkungan hidup di luar kawas-an lindung sebagaimana di; aks; d pada ayat (l) merupakan kawasan budidaya yang ditetaplian dalam rencana tata ruang wilayah. Hubungan antarkawasan fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui: a. pemanfaatan kawasan permukiman sebagai Lingkungan Hunian sesuai peraturan Zonasi dalam rencana tata ruangwilayah; b. pemenuhan standar pelayanan minimal Permukiman sesuai dengan ketentuan perundang-undangan; kawasan peraturan (l) (2) c. keterpaduan akses prasarana antara kawasan Permukiman dengan kawasan budidaya lainnya; dan d. penyediaan Sarana untuk Lingkungan Hunian dengan kapasitas pelayanan berdasarkin hubungan fungsional yang terbentuk. paragraf 2 Keterkaitan Lingkungan Hunian perkotaan Dengan Lingkungan Hunian perdesaan pasal 49 Keterkaitan Lingkungan, Hunian perkotaan dengan L.ingkungan Hunian perdesaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4Z ayat (1) huruf b dilakukan untuk mewujudkan keserasian dan keseimbangan antara LingJ<ungan Hunian perkotaan dan Lingkunian Hunian perdesaan yang saling mendukung. Keterkaitan Lingkungan_ Hunian perkotaan dengan Lingkungan Hunian perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk menjaga: a. hubungan fungsional antara peran perkotaan dengan perdesaan yang saling meniukungi b. keserasian dan keseimbangan kualitas pembangunan perkotaan dengan perdesaan; dan c. fungsi (3) (4) (s) c. fungsi Kawasan perdesaan dan Kawasan perkotaan yang sesuai dengan arahan rencana tata ruang wilayah. Lingkungan Hunian perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Lingkungan Hunian dalam Kawasan Perkotaan yang .rrendukung kegiatan utama yang bukan pertanian. Lingkungan Hunian perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (l) merupakan Lingkungan Hunian dalam Kawasan Perdesaan yang mendukung kegiatan utama pertanian, termasuk pengelolaan sumbir daya alam. Keterkaitan Lingkungan Hunian perkotaan dengan Lingkungan Hunian perdesaan dil"kukan melalui penyediaan konektivitas: a. Iisik, antara Lingkungan Hunian perkotaan dan Lingkungan Hunian perdesaan; b. fungsional antara Lingkungan Hunian perkotaan dan Lingkungan Hunian perdesaan; dan c. ekonomi antara Lingkungan Hunian perkotaan dan Lingkungan Hunian perdesaan. . paragraf3 Keterkaitan Antara Pengembangan Lingkungan Hunian Perkotaan Dan ^pengembangan Kawaian perkotaan pasal SO Keterkaitan antara pengembangan Lingkungan Hunian perkotaan dan pengembangan Kawisan- perkotaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 47 ayat (l) huruf c dilalukan untuk mewujudkan ^-pengembangan Lingkungan. .Hunian perkotain yang "..r"ui d".r!"., rencana, kebijakan dan strategi pengemba.rg"n Kawasan Perkotaan yang telah ditetapkan.- Keterkaitan antara pengembangan Lingkungan Hunian pe,rkotaan dan pengembangan Kawisan"perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk: a. mengendalikan Lingkungan Hunian dalam Kawasan Perkotaan sesuai dengan peraturan Zonasi dalam rencana tata ruang Kawasan perkotaan agar tidak mengubah fungsi kawasan lainnya; dan (1) (2) b. mengembangkan (3) (41 Pengembangan Kawasan perkotaan sebagaimana dimaksurd -pada ayat (l) merupakan upaya mengembangkan Kawasan perkotaan yang: a. menjadi bagian wilayah kabupaten; atau b. mencakup 2 (dua) kabupaten/kota pada provinsi. (5) Keterkaitan _ pengembangan Lingkungan Hunian perkotaan dengan pengembangan K"-rJ.r, perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayit (l) dilakukan dengan: a. perencanaan Lingkungan Hunian perkotaan yangsesuai dengan tujuan, kebijakan dan strategi dari rencana tata ruang Kawasan-perkotaan; b. perencanaan Lingkungan Hunian perkotaan yang mendukung sistem pusat kegiatan dan sisteri jaringan Prasarana Kawasan perkotaan; c. perencanaan Lingkungan Hunian perkotaan yang s-esuai dengan pola ruang kawasan budi daya d'i Kawasan ^perkotaan; d. pengembangan Lingkungan Hunian perkotaan yang sesuai dengan arahan pemanfaatan ruang Kawasan Perkotaan berupa indikasi program utama yang bersifat interdependen antarwilayah administiatifl dan e. pengendalian pengembangan Lingltungan Hunian perkotaan sesuai ketentuari pengendalian pemanfaatan ruang Kawasan perkotaan. atau lebih wilayah satu atau lebih wilayah Paragraf 4 REFr u #T,t t,',?55* = =, ^o -31 - Paragraf 4 Keterkaitan Antara ^pengembangan Lingkungan Hunian Perdesaan Dan ^pengembangan Kawasan pLrdesaan Pasal 51 (1) Keterkaitan antara pengembangan Lingkungan Hunian perdesaan dan pengembangan Kawasan perdesaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4T ayat (1) huruf d dilakukan untuk mewujudkan pengembangan Lingkungan_ -Hunian perdesaan yang "."rii denfan rencana, kebijakan dan strategi pengembangan Kawaian Perdesaan yang telah ditetapkan. (2) Keterkaitan antara pengembangan Lingkungan Hunian perdesaan dan pengembangan Kawasan perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan untuk: a. mengendalikan Lingkungan Hunian dalam Kawasan Perdesaan sesuai dengan peraturan zonasi dalam rencana tata ruang Kawasan perdesaan agar tidak mengubah fungsi kawasan lainnya melalui; dan b. mengembangkan Lingkungan Hunian dalam Kawasan ^perdesaan sebagai pendukung kegiatan pemanfaatan sumber daya pada kawasan bud'idaya lain secara efektif dan efisiin sesuai daya dukung dan daya tampung lingkungan. (3) Pengembangan. Lingkungan Hunian perdesaan sebagaimana-dimaksud pada ayat (1) -..rrp"kan upaya mengembangkan Lingkungan Hunian sebagai bagian'diri Kawasan Perdesaan yang mendukung kegiatai utama pertanian, termasuk pengelolaan sumber daya alam. (4) Pengembangan Kawasan perdesaan sebagaimana dimaksud -pada ayat (1) merupakan ,p"y" mengembangkan Kawasan perdesaan ya.rg, a. menjadi bagian wilayah kabupaten; atau b. mencakup _ 2 (dua) atau lebih wilayah kabupaten/kota pada satu atau lebih wilayah provinsi. (5) Keterkaitan _ pengembangan Lingkungan Hunian perdesaan dengan pengembangan r"-"""r, perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat 1t1 dilakukan dengan: a. perencanaan c. perencanaan Lingkungan , Hunian perdesaan yang sesuai dengan tqiuan, kebijakan dan strategi rencana tata ruang Kawasan Perdesaan; perencanaan Lingkungan Hunian perdesaan yang mendukung sistem pusat kegiatan dan sistem jaringan Prasarana Kawasan perdesaan; perencanaan Lingkungan Hunian perdesaan yang sesuai dengan pola ruang kawasan budi daya di Kawasan Perdesaan; pengembangan Lingkungan Hunian perdesaan yang sesuai dengan arahan pemanfaatan ruang Kawasan Perdesaan berupa indikasi program utama yang bersifat interdependen antardesa; dan pengendalian pengembangan Lingkungan Hunian perdesaan sesuai ketentuan pengendalian pemanfaatan ruang Kawasan Perdesaan. Paragraf 5 Keserasian Tata Kehidupan Manusia Dengan Lingkungan Hidup Pasal 52 Keserasian tata kehidupan manusia dengan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam pasal 47 ayat-(l) huruf e dilakukan untuk mewujudkan tata kehidupan manusia yang serasi dengan lingkungan hidup. Keserasian tata kehidupan manusia dengan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayai 1t1 bertujuan untuk menjaga berbagai kegiatan manusia dalam rangka mencapai keberlanjutan kehidupan manusia. Paragraf 6 Keseimbangan Antara Kepentingan publik Dan Kepentingan Setiap Orang Pasal 53 Keseimbangan antara kepentingan publik dan kepentingan setiap orang sebagaimana dirnaksud dalam Pasal 47 ayat (1) huruf f dilakukan untuk mewujudkan pembangunan yang berkeadilan antara pemenuhan kepentingan publik dengan kepentingan setiap orang. e. (l) (2) (1) (2) Keseimbangan a. pelibatan masyarakat dalam perencanaan, pembangunan, pemanfaatan dan pengendalian; b. pemberian informhsi rencana kawasan ^permukiman secara terbuka kepada masyarakat; c. pemberian hak ganti rugi bagi setiap orang yang terkena dampak Penyelenggaraan ^perumahan dan Kawasan Permukiman; dan/atau d. pemberian insentif kepada setiap orang yang dengan sukarela memberikan haknya untuk dimanfatkan bagr kepentingan umum. Paragraf 7 Lembaga Yang Mengoordinasikan Pengembangan Kawasan Permukiman Pasal 54 Lembaga yang mengoordinasikan pengembangan kawasan Permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (1) huruf g merupakan kelompok kerja pengembangan Perumahan dan Kawasan permukiman. Kelompok kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk berjenjang ditingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota. Ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan dan tugas kelompok kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (21 diatur dengan Peraturan Menteri. (r) (2) (3) Bagian Kedua Penyelenggaraan Paragraf I Umum Pasa.l 55 Penyelenggaraan kawasan permukiman wajib dilaksanakan sesuai dengan arahan pengembangan kawasan permukiman yang terpadu dan berkelanjutan. Pasal 56 (1) (2) pasal 56 Penyelenggaraan kawasan permukiman melalui tahapan: a. perencanaan; b. pembangunan; c. pemanfaatan; dan d. pengendalian. Penyelenggaraan kawasan permukiman dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam: a. pengembangan yang telah ada; b. pembangunan baru; atau c. pembangunankembali. dilaksanakan sebagaimana Paragral2 Perencanaan Pasal 57 Perencanaan kawasan ^permukiman harus dilakukan sesuai dengan rencana tata ruang wilayah. Pasal 58 (l) Perencanaan kawasan permukiman harus mencakup: a. peningkatan sumber daya perkotaan atau perdesaan; b. mitigasi bencana; dan c. penyediaan atau peningkatan prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum. (2) Perencanaan kawasan permukiman sebagaimana dimaksud-pada ayat (1) dapat dilakukan oleh pemirintah, Pemerintah Daerah, dan setiap orang. Perencanaan kawasan permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menghasilkan dokumen Rkp. (3) Pasal 59 (1) (2) pasal 59 Dokumen RKP sebagaimana dimaksud dalam pasal 5g ayat (3) untuk memenuhi kebutuhan Lingkungan Hunian dan.tempat kegiatan pendukung dahmlang[a pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. Dokumen RKP sebagaimana dimaksud pada ayat (l) terdiri atas: a. kebijakan dan strategi pengembangan dan pembangunan kawasan permukiman; b. rencana Lingkungan Hunian perkotaan dan perdesaan; c. rencana keterpaduan prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum; dan d. indikasi program pembangunan dan pemanfaatan kawasan Permukiman. Dokumen RKP sebagaimana dimaksud pada ayat (l) menjadi acuan pen]rusunan rencanu p"burg,rnan dan pengcmbangan perumahan serta rencina induk masing_ masing sektor. f.9ku1en ^RKP ^sebagaimana ^dimaksud ^pada ^ayat ^(21 ditetapkan oleh bupati/walikota, khusus DKI Jakarta ditetapkan oleh gubernur. D,.okumen- RKP sebagaimana dimaksud pada ayat (l) 9ililj"l ^kembali ^paling ^sedikit ^l(satui ^kali ^dalam 5 (lima) tahun. Pasal 60 Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman penJrusunan, penetapan, dan peninjauan kembali RKp diatur dalam Peraturan Menteri. Pasal 61 (1) Rencana - ^Lingkungan ^Hunian ^perkotaan ^sebagaimana dimaksud dalam pasal 59 ayaf (2) huruf b ailakukan melalui: a. perencanaan pengembangan Lingkungan Hunian perkotaan; (3) (4) (s) b. perencanaan b. perencanaan pembangunan Lingkungan Hunian baru perkotaan; dan/atau c. perencanaan pembangunan kembali Lingkungan Hunian perkotaan. (2) Penyusunan rencana Lingkungan Hunian perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan: a. menentukan sebaran Permukiman dan perumahan perkotaan berdasarkan RTRW kabupaten/kota, RDTR, dan/atau Peraturan Zonasi; dan b. merumuskan arahan pengembangan satuan Permukiman dan Perumahan perkotaan berdasarkan proyeksi pertumbuhan penduduk dan karakteristik kegiatan Kawasan ^perkotaan. Pasal 62 (1) Perencanaan pengembangan Lingkungan Hunian perkotaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 61 ayat (1) huruf a dimaksudkan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualitas dari Lingkungan Hunian perkotaan yang telah terbangun. (21 Perencanaan pengembangan Lingkungan Hunian perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (l) mencakup penyusunan rencana: a. peningkatan efisiensi potensi Lingkungan Hunian perkotaan dengan memperhatikan fungsi dan peranan perkotaan; b. peningkatan pelayanan Lingkungan Hunian perkotaan; c. peningkatan keterpaduan prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum Lingkungan Hunian perkotaan; d. pencegahan terhadap tumbuhnya perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh; dan e. pencegahan tumbuh dan berkembangnya Lingkungan Hunian yang tidak terencana aan tiaat teratur. (3) Penyusunan rencana peningkatan efisiensi potensi Lingkungan Hunian perkotaan dengan memperhatikan fungsi dan peranan perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilakukan melalui: a. kajian (41 a. kajian fungsi dan peranan perkotaan sesuai arahan rencana tata ruang Kawasan perkotaan; b. identifikasi potensi Lingkungan Hunian perkotaan yang meliputi potensi potensi sumber daya alam, potensi sumber daya manusia, potensi ekonomi, potensi sosial dan potensi budaya; c. kajian kebijakan peningkatan efisiensi potensi Lingkungan Hunian perkotaan dalam mendukung fungsi dan peranan perkotaan, yang memanfaatkan sumber daya dan kegiatan sosial ekonomi setempat; dan d. rumusan indikasi program elisiensi Lingkungan Hunian perkotaan. Rencana peningkatan pelayanan Lingkungan Hunian perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayai (2) huruf b berisi: a. identilikasi pelayanan Lingkungan Hunian perkotaan yang ada; b. identifikasi kebutuhan pelayanan Lingkungan Hunian perkotaan sesuai alokasi rencana tata ruing Kawasan Perkotaan dan standar teknis; c. arahan peningkatan pelayanan Lingkungan Hunian perkotaan yang ada; d. arahan penyediaan pelayanan Lingkungan Hunian perkotaan yang belum ada; e. indikasi program peningkatan pelayanan Lingkungan Hunian perkotaan yang ada berdasarkan arahan keterpaduar Sara.ra, Prasarana, dan Utilitas Umum; dan f. indikasi program peningkatan pelayanan Lingkungan Hunian perkotaan yang bilum ada berdasarkan arahan keterpaduan Sarana, Prasarana, dan Utilitas Umum. Rencana peningkatan keterpaduan prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum Lingkungan Hunian perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c beiisi: a. identifikasi kinerja kapasitas prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum Lingkungan Hunian perkotaan yang ada; b. ka.jian keterpaduan prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum Lingkungan Hunian perkotaan sesuai rencana tata ruang Kawasan perkotaan dan standar teknis; (s) c, arahan (6) FRES IDEN REPUBLII( INDONESIA -38- c. arahan peningkatan keterpaduan prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum Lingkungan Hunian perkotaan yang ada; dan d. indikasi program penyediaan prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum Lingkungan Hunian perkotaan yang belum ada secara terpadu. Rencana pencegahan terhadap tumbuhnya perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d berisi: a. arahan pencegahan tumbuh dan berkembangnya Perumahan Kumuh dan permukiman Kumuh pada lokasi tidak kumuh; b. indikasi program pengawasan dan pengendalian terhadap kesesuaian perizinan, standar teknis, dan kelaiakan fungsi; dan c. indikasi . program pendampingan dan pelayanan informasi. Rencana pencegahan tumbuh dan berkembangnya Lingkungan Hunian yang tidak terencana dan tidak tgratur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e dilakukan melalui pemberian arahan pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh. pasal 63 Perencanaan pembangunan Lingkungan Hunian baru perkotaan sebagaimana dimakiud tahm pasal 6l ayat (1) huruf b dimaksudkan untuk membangun Lingkungan Hunian baru perkotaan pada kawasan Permukiman sesuai RTRW kabupaten/ kota. Perencanaan pembangunan Lingkungan Hunian baru perkotaan sebagaimana dimalisud pada ayat (1) mencakup penJrusunan: a. rencana penyediaan lokasi permukiman; b. rencana penyediaan prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum Permukiman; dan c. rencana lokasi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ikonomi. (71 (l) (2) (3) Rencana (3) Rencana penyediaan lokasi permukiman. sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a mencakup: a. identifikasi lokasi permukiman baru perkotaan sesuai arahan rencana tata ruang Kawasan Perkotaan; b. identifikasi pemilikan, penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah pada lokasi permukiman baru perkotaan; c. arahan penyediaan tanah permukiman barrr perkotaan yang dilakukan oleh pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau setiap orang; dan d. indikasi program penyediaan tanah untuk Permukiman baru perkotaan sesuai rencana tata rlang. (41 Rencana penyediaan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum Permukiman sebagaimana dimalsud pada ayat (2) huruf b mencakup: a. identilikasi kondisi ^prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum Permukiman di sekitar lokasi permukiman baru perkotaan; b. identilikasi kebutuhan prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum ^permukiman pada lokasi Permukiman baru perkotaan sesuai arahan rencana tata ruang Kawasan ^perkotaan; c. rencana integerasi Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum Permukiman baru perkotaan dengan prasana, Sarana, dan Utilitas Umum yang telah ada; dan d. indikasi program penyediaan prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum ^permukiman pada lokasi Permukiman baru perkotaan oleh pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau setiap orang. (5) Rencana lokasi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan . sosial, dan kegiatan ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c mencakup: a. identifikasi rencana lokasi jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi pada lokasi Permukiman baru perkotaan sesuai arahan rencana tata ruang Kawasan ^perkotaan; dan b. indikasi program penyediaan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi pada lokasi Permukiman baru perkotaan. nip (l) (2) (3) (41 (1) Pasal 64 Perencanaan pembangunan t ingkungan Hunian baru perkotaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 63 ayat (1) meliputi perencanaan: a. Lingkungan Hunian baru skala besar dengan Kasiba; dan b. Lingkungan Hunian baru bukan skala besar dengan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum. Lingkungan Hunian baru skala besar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan Lingkungan Hunian yang direncanakan secara menyeluruh dan terpadu yang pelaksanaannya dilakukan secara bertahap. Lingkungan Hunian baru bukan skala besar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b Lingkungan Hunian yang direncanakan secara menyeluruh dan terpadu yang pelaksanaannya diselesaikan dengan jangka waktu tertentu. Ketentuan lebih lanjut mengenai Kasiba sebagaimana dimaksud pada ayat (l) huruf a diatur dengan peraturan Menteri. Pasal 65 Perencanaan pembangunan Lingkungan Hunian baru perkotaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 63 ayat (1) didahului dengan penetapan lokasi pembangunan Lingkungan Hunian baru yang dapat diusulkan oleh Badan Hukum bidang Perumahan dan Kawasan Permukiman atau Pemerintah Daerah. Lokasi pembangunan Lingkungan Hunian baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan bupati/walikota. Penetapan lokasi pembangunan Lingkungan Hunian baru sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan berdasarkan hasil studi kelayakan: a. rencana pembangunan perkotaan atau perdesaan; b. rencana penyediaan tanah; dan c. analisis mengenai dampak lalu lintas dan lingkungan. (2) (3) Pasal 66 (2) Pasal 66 (1) Perencanaan pembangunan kembali Lingkungan Hunian perkotaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 6l ayat (1) huruf c dimaksudkan untuk memulihkan fungsi Lingkungan Hunian perkotaan. Pcrencanaan pembangunan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara pen]rusunan: a. rencanarehabilitasi; b. rencana rekonstruksi; atau c. rencana peremajaan. Pasal 67 Rehabilitasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 66 ayat (21 huruf a merupakan pembangunan kembali Lingkungan Hunian perkotaan melalui perbaikan dan/atau pembangunan baru untuk memulihkan fungsi hunian secara wajar sampai tingkat yang memadai. Rencana rehabilitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (2) huruf a mencakup: a. identifikasi lokasi dari Lingkungan Hunian perkotaan yang membutuhkan rehabilitasi; b. identifikasi aspek-aspek dari Lingkungan Hunian perkotaan yang membutuhkan rehabilitasi; dan c. indikasi program pelaksanaan rehabilitasi Lingkungan Hunian perkotaan yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau setiap orang. Pasal 68 Rekonstruksi sebagaimana dimaksud dalam pasal 66 ayat (21 huruf b merupakan pembangunan kembali Lingkungan Hunian perkotaan melalui perbaikan dan/atau pembangunan baru dengan sa"".i.r, utama menumbuh kembangkan kegiatan perekonomian, sosial, dan budaya. Rencana rekonstruksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat(2) hurufb mencakup: (1) (2) (1) (2t a. identifikasi b. identilikasi lokasi dari Lingkungan Hunian perkotaan yang membutuhkan rekonstruksi; identifikasi aspek-aspek dari Lingkungan Hunian perkotaan yang membutuhkan rekonstruksi; dan indikasi program pelaksanaan rekonstruksi Lingkungan Hunian perkotaan yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau setiap orang. Pasal 69 Peremajaan sebagaimana dimaksud dalam ^pasal 66 ayat (21 huruf c merupakan pembangunan kembali Lingkungan Hunian perkotaan yang dilakukan melalui penataan secara menyeluruh. Rencana peremqjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat(21 hurufc mencakup: a. identilikasi lokasi dari Lingkungan Hunian perkotaan yang membutuhkan peremajaan; b. identifikasi aspek-aspek dari Lingkungan Hunian perkotaan yang membutuhkan peremajaan; dan c. indikasi program pelaksanaan peremajaan Lingkungan Hunian perkotaan yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau setiap orang. (1) (2) (1) Pasal 7O Perencanaan Lingkungan Hunian perdesaan sebagaimana dimaksud dalam ^pasal 59 ayat (2) huruf b dilakukan melalui: a. perencanaan pengembangan Lingkungan Hunian perdesaan; b. perencanaan pembangunan Lingkungan Hunian baru perdesaan; atau c. perencanaan pembangunan kembali Lingkungan Hunian perdesaan. Penyusunan rencana Lingkungan Hunian perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan: (2t a. menentukan b. merumuskan arahan pengembangan satuan Permukiman dan perumahan perdesaan berdasarkan proyeksi pertumbuhan penduduk dan karakteristik kegiatan Kawasan perdesaan. Pasal 71 (1) Perencanaan pengembangan Lingkungan Hunian perdesaan sebngaimana dimaksud dalam pasal 70 ayat (l) huruf a dimaksudkan mengembangkan dan meningkatkan kualitas dari Lingkungan Hunian perdesaan yang telah terbangun. (2) Perencanaan pengembangan Lingkungan Hunian perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup penJrusunan rencana: a. peningkatan efisiensi potensi Lingkungan Hunian perdesaan dengan memperhatikan fungsi dan peranan perdesaan; b. peningkatan pelayanan Lingkungan Hunian perdesaan; c. peningkatan keterpaduan prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum Lingkungan Hunian perdesaan; d. penetapan bagian Lingkungan Hunian perdesaan yang dibatasi dan yang didorong pengembingannya; dan e. peningkatan kelestarian alam dan potensi sumber daya perdesaan. (3) Rencana peningkatan efisiensi potensi Lingkungan Hunian perdesaan dengan mempeihatikan fuilsi fan peranan perdesaan sebagaimana dimalsud pada ayat (2) huruf a mencakup: a. identifikasi fungsi dan peranan perdesaan sesuai arahan rencana tata ruang Kawasan perdesaan; b. identifikasi potensi Lingkungan Hunian perdesaan yang meliputi potensi sumber daya alam, potensi sumber daya manusia, potensi ekonomi, potensi sosial dan potensi budaya; a. menentukan sebaran permukiman dan perumahan perdesaan berdasarkan rencana Peraturan Zonasi; dan tata ruang dan c. arahan (4) c. qah.an peningkatan elisiensi potensi Lingkungan Hunian perdesaan dalam mendukung fungsi dan peranan perdesaan, melalui efisiensi pemanfaatan sumber daya dan efisiensi kegiatan produktif; dan d. indikasi program peningkatan efisiensi pemanfaatan sumber daya dan efisiensi kegiatan produktif. Rencana peningkatan pelayanan Lingkungan Hunian perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b mencakup: a. identifikasi pelayanan Lingkungan Hunian perdesaan yang ada; b. identifikasi kebutuhan pelayanan Lingkungan Hunian perdesaan sesuai perhitungan dan proyeksi populasi rencana tata ruang Kawasan perdesaan dan standar teknis; c. arahan peningkatan pelayanan lingkungan perdesaan yang ada; d. arahan penyediaan pelayanan lingkungan perdesaan . yang belum ada; e. indikasi program peningkatan pelayaan lingkungan perdesaan yang ada sesuai arahan peningkatan keterpaduan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum; dan f. indikasi program penyediaan pelayanan lingkungan perdesaan yang belum ada sesuai arahan peningkatan keterpaduan prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum. Rencana peningkatan keterpaduan prasarana, Sarana,. dan Utilitas Umum Lingkungan Hunian perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c mencakup: a. identilikasi Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum Lingkungan Hunian perdesaan yang ada; b. identifikasi keterpaduan prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum Lingkungan Hunian perdesaan sesuai rencana tata ruang Kawasan perdesaan dan standar teknis; c. arahan peningkatan keterpaduan prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum Lingkungan Hunian perdesaan yang ada; dan d. arahan penyediaan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum Lingkungan Hunian perdesaan yang belum ada secara terpadu. (s) (6) Rencana {.w (6) Rencana penetapan bagian perdesaan yang dibatasi pengembangannya sebagaimana huruf d mencakup: Lingkungan Hunian dan yang didorong dimaksud pada ayat (2) a. identifikasi bagian lirrLrngan Hunian perdesaan yang dibatasi dan didorong pengembangannya sesuai arahan tata ruang Kawasan perdesaan; b. arahan pembatasan pengembangan bagian Lingkungan Hunian perdesaan berupa pembatasan intensitas dan pembatasan kegiatan tertentu melalui pengenaan disinsentif dan pengenaan sanksi; dan c. arahan pengembangan bagian Lingkungan Hunian perdesaan berupa peningkatan intensitas dan pengembangan kegiatan tertentu melalui pemberian insentif. (7) Rencana peningkatan kelestarian alam dan potensi sumber daya perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e mencakup: a. identifikasi kondisi alam yang dimiliki; b. identifikasi potensi sumber daya perdesaan yang dimiliki; c. arahan peningkatan kelestarian alam dan sumber daya perdesaan melalui pengendalian dampak lingkungan; dan d. indikasi program pengendalian dampak lingkungan. pasalZ2 Perencanaan pembangunan Lingkungan Hunian baru perdesaan sebagaimana dimaksud dalam pasal ZO ayat (1) huruf b dimaksudkan membangun Lingkungan Hunian baru perdesaan yang belum Grbangtrn paaa kawasan peruntukan Permukiman sesuai reniana tata ruang wilayah. Perencanaan pembangunan Lingkungan Hunian baru perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup penyusunan: a. rencana penyediaan lokasi permukiman; b. rencana penyediaan prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum Permukiman; dan (l) (2) c. rencana c. rencana penyediaan lokasi pelayanan jasa Pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. (3) Rencana penyediaan lokasi permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a mencakup: a. identifikasi lokasi ^permukiman baru perdesaan sesuai arahan rencana tata ruang Kawasan Perdesaan; b. identifikasi penguasaan tanah pada lokasi Permukiman baru perdesaan; c. arahan penyediaan tanah permukiman baru perdesaan oleh Pemerintah, pemerintah Daerah dan/atau setiap orang; dan d. indikasi program penyediaan tanah untuk Permukiman baru sesuai rencana tata ruang. (4) Rencana penyediaan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum Permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b mencakup: a. identilikasi kondisi ^prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum Permukiman di sekitar lokasi permukiman baru perdesaan; b. identilikasi kebutuhan prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum ^permukiman pada lokasi Permukiman baru perdesaan sesuai arahan rencana tata ruang Kawasan ^perdesaan; c. rencana integerasi ^prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum Permukiman baru perdesaan dengan prasana, Sarana, dan Utilitas Umum yang telah ada; dan d. indikasi program penyediaan prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum permukiman pada lokasi Permukiman baru perdesaan oleh pemerintah, Pemerintah Daerah dan/atau setiap orang. (5) Re-ncana penyediaan lokasi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c mencakup: a. identifikasi rencana lokasi jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi pada lokasi Permukiman baru perdesaan sesuai arahln rencana tata ruang Kawasan ^perdesaan; dan b. indikasi #ip (1) t2l b. indikasi program penyediaan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi pada lokasi Permukiman baru perdesaan. Pasal 73 Perencanaan pembangunan kembali Lingkungan Hunian perdesaan sebagaimana dimaksud dalam pasal ZO ayat (f ) huruf c dimaksudkan untuk memulihkan fungsi Lingkungan Hunian perdesaan. Perencanaan pembangunan kembali dilakukan dengan cara penrusunan: a. rencanarehabilitasi; b. rencana rekonstruksi; atau c. rencana perem4jaan. Rencana rehabilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a mencakup: a. identifikasi lokasi dari Lingkungan Hunian perdesaan yang membutuhkan rehabilitasi; b. identifikasi aspek-aspek dari Lingkungan Hunian perdesaan yang membutuhkan rehabilitasi; c. arahan pelaksanaan rehabilitasi Lingkungan Hunian perdesaan yang dilakukan oleh pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau setiap orang; dan d. indikasi program pelaksanaan rehabilitasi Lingkungan Hunian perdesaan. Rencana rekonstruksi sebagaimana dimaksud pada ayat 12) huruf b mencakup: a. identifikasi lokasi dari Lingkungan Hunian perdesaan yang membutuhkan rekonstruksi; b. identifikasi aspek-aspek dari Lingkungan Hunian perdesaan yang membutuhkan rekonstruksi; c. arahan pelaksanaan rdkonstruksi Lingkungan Hunian perdesaan yang dilakukan oleh pemlrintafr, Pemerintah Daerah, dan/atau setiap orang; dan d. indikasi program rekonstruksi Lingkungan Hunian perdesaan. (3) (41 (5) Rencana a. identifikasi lokasi dari Lingkungan Hunian perdesaan yang membutuhkan peremajaan; b. identifikasi aspek-aspek dari Lingkungan Hunian perdesaan yang membutuhkan peremajaan; c. arahan pelaksanaan peremajaan Lingkungan Hunian perdesaan yang dilakukan oleh pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau setiap orang; dan d. indikasi program peremajaan Lingkungan Hunian perdesaan. Paragraf 3 pembangunan Pasal T4 Pembangunan kawasan Permukiman dilakukan sesuai {9ngan ^indikasi ^program dalam ^dokumen ^RKp ^yang telah ditetapkan. Selain memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pembangunan kawasan permukiman harus mematuhi rencafla dan izin pembangunan Lingkungan Hunian dan kegiatan pendukung. Pembangunan kawasan permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dilakukan oleh pemirintah, Pemerintah Daerah, dan/atau Badan Hukum. Pembangunan kawasan permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan melalui sinkronisasi program dan anggaran pembangunan antara pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau Badan Hukum. Pasal 75 Pembangunan kawasan Permukiman terdiri atas: a. Lingkungan Hunian perkotaan termasuk tempat kegiatan pendukung perkotaan; dan b. Lingkungan Hunian perdesaan termasuk tempat kegiatan pendukung perdesaan. (1) (2) (3) (4) Pasal 76 (1) (2) (3) Pasal 76 Pembangunan Lingkungan Hunian perkotaan termasuk tempat kegiatan pendukung perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 huruf a dilakukan untuk mendukung penataan dan pengembangan wilayah serta penyebaran penduduk yang proporsional. Pembangunan Lingkungan Hunian perkotaan termasuk tempat kegiatan pendukung perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dilakukan melalui pelaksanaan: a. pengembanganLingkunganHunian; b. pembangunan Lingkungan Hunian baru; dan/atau c. pembangunan kembali Lingkungan Hunian. Pengembangan Lingkungan Hunian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a mencakup: a. peningkatan efisiensi potensi Lingkungan Hunian perkotaan; b. peningkatan pelayanan Lingkungan Hunian perkotaan; c. pengembangan Lingkungan Hunian perkotaan yang mendukung pengembangan kota layak huni, kota hijau, dan kota cerdas; d. peningkatan keterpaduan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum lingkunan hunian perkotaan; e. pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh; f. pengembangan Permukiman perkotaan yang berbasis pemberdayaan masyarakat; dan g. pengembangan tempat pelayanan jasa Pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Pembangunan Lingkungan Hunian baru perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b mencalup: a. penyediaan lokasi Permukiman perkotaan; b. penyediaan lokasi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi; c. pembangunan Lingkungan Hunian perkotaan yang mendukung pembangunan kota layak huni, koti hijau, dan kota cerdas; (4) d. pembangunan (s) d. pembangunan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum Permukiman yang terpadu dan berketahanan terhadap perubahan iklim dan bencana; dan e. Pembangunan Permukiman perkotaan yang berbasis pemberdayaan masyarakat Pembangunan kembali Lingkungan Hunian perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c mincakup: a. rehabilitasi Lingkungan Hunian perkotaan; b. rekonstruksi Lingkungan Hunian perkotaan; dan/atau c. peremqiaan Lingkungan Hunian perkotaan Pasal TT Pembangunan Lingkungan Hunian perdesaan termasuk tgmplt kegiatan pendukung perdesaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 huruf b dilakukan untuk: a. mendukung perwujudan Lingkungan Hunian perdesaan berkelanjutan yang memiliki ketahanan ekologi, sosial, dan ekonomi; dan b. meningkatkan konektivitas dan keterkaitan ekonomi Lingkungan Hunian perkotaan dengan Lingkungan Hunian perdesaan. Pembangunan Lingkungan Hunian perdesaan termasuk t9mp1t kegiatan pendukung perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui: a. pengembangan Lingkungan Hunian perdesaan; b. pembangunan Lingkungan Hunian baru perdesaan; atau c. pembangunan kembali Lingkungan Hunian perdesaan. Pengembangan Lingkungan Hunian perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a mencakup: a. peningkatan kelestarian alam dan efisiensi potensi sumber daya pada Lingkungan Hunian perdesaan; b. pembatasan pengembangan dan/atau mendorong pengernbangan bagian Lingkungan Hunian perdesaan; c. peningkatan pelayanan Lingkungan Hunian perdesaan; (r) (21 (3) d. peningkatan (4) d. peningkatan konektivitas Lingkungan Hunian perdesaan dengan Lingkungan Hunian perkotaan; e. peningkatan hubungan kegiatan ekonomi hulu di Lingkungan Hunian perdesaan dengan kegiatan ekonomi hilir di Lingkungan Hunian perkotaan; f. peningkatan kualitas dan kuantitas serta keterpaduan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum Lingkungan Hunian perdesaan; g. pengembangan Permukiman perdesaan yang berbasis pemberdayaan masyarakat; dan h. pengembangan tempat pelayanan jasa Pemerintahan, pelayanan sosial; d4n kegiatan ekonomi. Pembangunan Lingkungan Hunian baru perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b mencakup: a. penyediaan lokasi Permukiman perdesaan; b. penyediaan lokasi pelayanan jasa pemerintahan dan pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi; c. pembentukan konektivitas Lingkungan Hunian perdesaan dengan dengan Lingkungan Hunian perkotaan; d. pembangunan basis ekonomi hulu di permukiman perdesaan untuk mendukung kegiatan ekonomi hilir Lingkungan Hunian perkotaan; e. pembangunan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum perdesaan; dan f. pembangunan Permukiman perdesaan yang berbasis pemberdayaan masyarakat. Pembangunan kembali Lingkungan Hunian perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c mencakup: a. rehabilitasi Lingkungan Hunian perdesaan; b. rekonstruksi Lingkungan Hunian perdesaan; atau c. peremajaan pada Lingkungan Hunian perdesaan. Paragraf 4 Pemanfaatan Pasal 78 (l) Pemanfaatan kawasan Permukiman dilakukan untuk: (s) a. menjamin b. mewujudkan struktur ruang sesuai perencanaan kawasan Permukiman. (2) Pemanfaatan kawasan permukiman dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: sebagaimana a. pemanfaatan Lingkungan Hunian perkotaan termasuk tempat kegiatan pendukung perkotaan; b. pemanfaatan Lingkungan Hunian perdesaan termasuk tempat kegiatan pendukung perdesaan. Pasal 79 Pemanfaatan Lingkungan Hunian perkotaan termasuk tempat kegiatan pendukung perkotaan dan pemanfaatan Lingkungan Hunian perdesaan termasuk tempat kegiatan pendukung perdesaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 ayat (21 huruf a dan huruf b dilakukan melalui: a. pemanfaatan hasil pengembangan Lingkungan Hunian; b. pemanfaatan hasil pembangunan Lingkungan Hunian baru; atau c. pemanfaatan hasil pembangunan kembali Lingkungan Hunian. Pemanfaatan hasil pengembangan Lingkungan Hunian perkotaan dan perdesaan sebagaimana dimaksud pada ayat (l) huruf a berupa: a. peningkatan efisiensi potensi Lingkungan Hunian; b. peningkatan pelayanan Lingkungan Hunian; c. peningkatan keterpaduan perumahan dan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum; dan d. peningkatan kinerja produktivitas ekonomi dan pelayanan sosial di perkotaan dan perdesaan. Pemanfaatan hasil pembangunan Lingkungan Hunian baru perkotaan dan perdesaan serta pemanlaatan hasil pembangunan kembali Lingkungan Hunian perkotaan dan perdesaan sebagaimana dimaksud pada- ayat (1) huruf b dan huruf c berupa: a. kesesuaian dan kelayakan tempat tinggal; dengan RTRW dengan (1) (2) (3) b. keterpaduan keterpaduan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum untuk efisiensi dan efektivitas pelayanan; dan kesesuaian lokasi pelayanan jasa Pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Paragraf 5 Pengendalian Pasal 80 Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya bertanggung jawab dalam pengendalian dalam penyelenggzrraan kawasan Permukiman. Pengendalian dalam penyelenggaraan kawasan Permukiman dilakukan pada tahap: a. perencanaan; b. pembangunan; dan c. pemanfaatan. Pasal 81 (U Pengendalian pada tahap perencanaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (2) huruf a dilakukan untuk menjamin: a. pemenuhan kebutuhan Perumahan dan Kawasan Permukiman sesuai dengan proyeksi pertumbuhan penduduk, daya dukung dan daya tampung lingkungan, serta alokasi ruang yang ditetapkan dalam RTRW kabupaten/kota; b. kesesuaian peruntukan dan intensitas perumahan dan Kawasan Permukiman dengan rencana tata ruang dan Peraturan Zonasi; c. keterpaduan rencana penyediaan prasarana, Sarana dan Utilitas Umum berdasarkan hirarkinya sesuai dengan struktur ruang dan standar pelayanan minimal. (2) Pengendalian perencanaan kawasan permukiman dilakukan dengan: b. (1) (2) a. mengawasi (s) a. mengawasi rencana penyediaan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum sesuai dengan standar pelayanan minimal; dan b. memberikan batas zonasi Lingkungan Hunian dan tempat kegiatan pendukung. Pengendalian perencanaan kawasan permukiman dilakukan oleh Pemerintah Daerah dalam penyusunan RKP yang mengacu pada rencana tata ruang wilayah. Pasal 82 Pengendalian pada tahap pembangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (2) huruf b dilakukan dengan mengawasi pelaksanaan pembangunan kawasan Permukiman. Pcngendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui kegiatan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan. Pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk: a. menjamin kualitas fisik dan fungsional kawasan Permukiman; b. menjaga kesesuaian proses pembangunan kawasan Permukiman dengan RKP; dan c. menjaga kesesuaian proses pembangunan kawasan Permukiman dengan perizinan yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah. Pasal 83 Pengendalian pada tahap pembangunan yang dilakukan dengan mengawasi pelaksanaan pembangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat (l) meliputi kegiatan: a. pemantauan; b. evaluasi; dan c. pelaporan. (1) {2t (3) Pasal 84 (1) Pemantauan sebagaimana dimaksud dalam pasal g3 huruf a merupakan kegiatan pengamatan terhadap pembangunan kawasan permukiman yang dilakukan secara: a. langsung (2t (3) a. langsung; b. tidak langsung; dan/atau c. melalui laporan masyarakat. Pemantauan secara langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (l) huruf a dilakukan dengan memverifikasi kesesuaian antara pelaksanaan pembangunan kawasan Permukiman dengan perizinan yang diberikan. Pemantauan secara tidak langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (l) huruf b dilakukan dengan memverifikasi kesesuaian antara rencana pembangunan yang disusun oleh pelaku pembangunan dengan rencana pembangunan yang disahkan oleh pemerintah Daerah kabupaten/kota, khusus untuk DKI Jakarta oleh Pemerintah Daerah provinsi. Pemantauan melalui laporan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan sesuai dengan mekanisme peran masyaralat dalam penyelenggaraan Perumahan dan Kawasan Permukiman. Pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (l) merupakan tanggung jawab pemerintah Daerah kabupaten/kota, khusus untuk DKI Jakarta oleh Pemerintah Daerah provinsi. pasal 85 Pemantauan sebagaimana dimaksud dalam pasal g3 huruf a ditindaklanjuti melalui evaluasi untuk menilai tingkat pencapaian penyelenggaraan kawasan Permukiman secara terukur dan objektif. Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menilai hasil pemantauan. Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (l) menghasilkan rekomendasi yang dikeluarkan oleh s4tuan keda perangkat daerah atau instansi pemerintah yang membidangi Perumahan dan Kawasan permukiman. Pasal 86 Rekomendasi sebagaimana dimaksud dalam pasal gS ayat (3) disusun dalam bentuk pelaporan. (4) (s) (1) (2t (3) (l) (2) Pelaporan #,D (t) (21 Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota, Pemerintah Daerah provinsi, dan pemerintah secara berjenjang sesuai dengah kewenangannya. Pasal 87 Pengendalian pada tahap pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (2) huruf c dilakukan dengan: a. pemberian insentif untuk mendorong pengembangan kawasan Permukiman seSuai rencana tata ruang; b. pengenaan disinsentif untuk membatasi pengembangan kawasan Permukiman sesuai rencana tata ruang; dan - c. pengenaan sanksi terhadap setiap pelanggaran penyelenggaraan kawasan permukiman. Pasal 88 Pemberian insentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 huruf a berupa: a. insentif perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan; b. pemberiankompensasi; c. subsidi silang; d. pembangunan serta pengadaan prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum; dan/atau e. kemudahan prosedur perizinan. Pemberian insentif sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dilakukan oleh instansi yang betwenang sisuai .i..rg." ketentuan peraturan perundang-undangan. pasal 89 Pengenaan disinsentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 huruf b berupa: a. Pengenaan retribusi daerah; b. pembatasan penyediaan prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum; c. pengenaan kompensasi; dan/atau (2t (l) d. pengenaan (l) (2) (3) (41 BAB IV KETERPADUAN PRASARANA, SARANA, DAN UTILITAS UMUM PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN pasal 90 Keterpaduan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum Perumahan dan Kawasan permukiman dilakukan sebagai pengikat satu kesatuan sistem perumahan dan Kawasan Permukiman sesuai dengan hierarkinya berdasarkan RTRW. Keterpaduan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum Perumahan dan Kawasan permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dilakukan sesuai dengan rencana penyediaan tanah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Keterpaduan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum Perumahan dan Kawasan permukiman sebagaimana dimaksud Rada ayat (l) dilakukan dengan memperhitungkan kebutuhan pelayanan sesuai denlan standar teknis yang berlaku. Ketentuan mergenai pedoman keterpaduan prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum perumahan dan Kawasan Permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai hierarki Perumahan dan Kawasan Fermukiman diatur dalam Peraturan Menteri. Pasal 9l Pembangunan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum Perlrnahan dan Kawasan permukiman wajib dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah disahkan dan izir: yang telah diterbitkan oleh pemeiintah Daerah. (1) (2) Pembangunan (21 (3) Pembangunan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum Perumahan dan Kawasan permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pemirintah, Pemerintah Daerah, dan/atau setiap orang. Dalam pembangunan prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum Perumahan dan Kawasan permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan melalui kerja sama antara: a. Pemerintah dengan pemerintah Daerah; b. Pemerintah Daerah dengan pemerintah Daerah lainnya; c. Pemerintah dan/atau pemerintah Daerah dengan Badan Hukum; dan/atau d. Badan Hukum dengan Badan Hukum lainnya. {: .: ." ^sama ^sebagaimana ^dimaksud ^pada ^ayat ^(3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB V PEMELIHARAAN DAN PERBAIKAN Bagian Kesatu Umum pasal 92 Pemeliharaan dan perbaikan dimaksudkan untuk menjaqa fungsi Perumahan dan Kawasan permukiman yang. dapat berfungsi secara baik dan berkelanjutan untuk kepentingan kualitas hidup orang perorangan. Pemeliharaan dan perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dilakukan pada Rumah serta prasaraaa, Sarana, dan Utilitas Umum di perumahan, permukiman, Lingkungan Hunian dan kawasan permukiman. Pemeliharaan dan perbaikan dilaksanakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah dan/atau setiap orang. (41 (1) (2) (3) Bagian Kedua . (1) (21 Bagian Kedua Pemeliharaan Pasal 93 Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah melakukan penyusunan pedoman pemeliharaan Rumah serta Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum di perumahan, Permukiman, Lingkungan Hunian dan kawasan Permukiman. Pemeliharaan Rumah serta prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum dilakukan melalui perawatan dan pemeriksaan secara berkala. Pasal 94 Pemeliharaan Rumah wajib dilakukan oleh setiap orang. Pemeliharaan Rumah dilakukan terhadap Rumah yang telah selesai dibangun. Rumah sebelum diserahterimakan kepada pemilik, pemeliharaan Rumah menjadi tanggung jawab- pelaku pembangunan. T3'ngqrrrrg ^jawab ^pelaku ^pembangunan ^sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sekurang-kurangnya selama 3 (tiga) bulan. Pemeliharaan Rumah sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dilakukan sesuai ketentuan peraturan pirundang_ undangan. pasal 95 Pemeliharaan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum untuk Perumahan, dan permukiman wajib dilakukan oleh Pemerintah Daerah dan/atau setiap orang. Pemeliharaan Sarana dan Utilitas Umum untuk Lingkungan Hunian wajib dilakukan oleh pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau Badan Hukum. Pemeliharaan Prasarana untuk kawasan permukiman wajib dilakukan oleh pemerintah, pemerintah Daerah, dan/atau Badan Hukum. (l) (2t (3) (41 (s) (1) (2t (3) (4) Pemeliharaan (4) (s) Bagian Ketiga Perbaikan Pasal 96 Perbaikan Rumah dan prasarana, Sarana dan Utilitas Umum dilakukan melalui rehabilitasi atau pemugaran. Pemeliharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat .(.2.1,.-daq,aVat (3) dilakukan oleh setlap orang yang memiliki keahlian. Ketentuan lebih lanjut mengenai pemeliharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 97 Perbaikan lumah wajib dilakukan oleh setiap orang. Perbaikan Rumah sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dilakukan terhadap Rumah milik setiap orang. pasal 9g Perbaikan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum untuk Perumahan dan permukiman wajib dilakukan oleh Pemerintah Daerah. Perbaika.n Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap P.rasaranra, Sarana, dan Utilitas Umum yang tehL diserahkan kepada pemerintah Daerah. Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud pad,a ayat (2) da.pat menunjuk atau bekerjasama dengan Badan Hukum untuk melakukan perbaikan prasaralna, Sarana, dan Utilitas Umum sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam hal Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum yang belum, diserahkan kepada pemerintah Daerah maka perbaikan merupakan kewajiban penyelenggara pembangunan. (1) (2) (1) (2t (3) (41 Pasal 99 (1) (2) Pasal 99 Perbaikan Prasarana untuk Lingkungan Hunian dan kawasan Permukiman wajib dilakukan oleh pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah sesuai kewenangannya. Perbaikan Prasarana untuk kawasan Permukiman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui penunjukan atau bekerjasama dengan Badan Hukum sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan. Pasal 10O Ketentuan mengenai tata cara perbaikan Rumah dan Prasarana, Sarana dan Utilitas Umum untuk perumahan, Permukiman, Lingkungan Hunian, dan kawasan permukiman diatur dengan Peraturan Menteri. (r) (2) pasal 101 Perbaikan sebagaimana dimaksud dalam pasal 97 yang mengakibatkan beban tambahan terhadap konstruksi bangunan wajib memperoleh pertimbangan penilai ahli bidang konstruksi. Ketentuan lebih lanjut mengenai perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Menteri. BAB VI PENCEGAHAN DAN PENINGKATAN KUALITAS TERHADAP PERUMAHAN KUMUH DAN PERMUKIMAN KUMUH Bagian Kesatu Umum Pasal 102 Pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh dilakukan un[uk mencegah tumbuh dan berkembangnya perumahan Kumuh d"., Permukiman Kumuh baru serta untuk menjaga dan meningkatkan kualitas dan fungsi perumahan dan Permukiman. Bagian Kedua . (1) Bagian Kedua Pencegahan Terhadap Tumbuh dan Berkembangnya Perumahan Kumuh dan permukiman Kumuh Pasal 103 Pencegahan __ terhadap tumbuh dan berkembangnya Perumahan Kumuh dan permukiman Kumuh dilaksanikan melalui: a. pengawasan dan pengendalian; dan b. pemberdayaanmasyarakat. pasal 104 Pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 huruf a dilakukan atas kesesuaian terhadap: a. perizinan; b. standar teknis; dan c. kelaikan fungsi. Kesesuaian terhadap perizinan sebagaimana dimaksud pada. ayat (1) huruf a dilakukan terhadap pemenuhan perizinan sesuai dengan ketentuan peratur; n perundang_ undangan. Kesesuaian terhadap standar teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (i) huruf b dilakukan tirhadap pemenuhan standar teknis: a. bangunan gedung; b. jalan lingkungan; c. penyediaan air minum; d. drainaselingkungan; e. pengelolaan air limbah; f. pengelolaan persampahan; dan g. proteksi kebakaran. Kesesuaian terhadap kelaikan dimaksud pada ayat (l) huruf c pemenuhan: a. persyaratan administratif; dan b. persyaratan teknis. (21 (3) fungsi sebagaimana dilakukan terhadap (4) (5) Dalam (s) (1) (2) (3) Dalam. hal hasil pengawasan dan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (4) terdapat ketidaksesuaian, pemerintah, pemerintah Daerah, dan/atau Setiap Orang melakukan upaya penanganan sesuai dengan kewenangannya. pasal 105 Pemberdayaan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 103 huruf b dilakukan oleh pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah melalui: a. pendampingan; dan b. pelayananinformasi. Pendampingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a merupakan kegiatan pelayinan i<epada masyarakat dalam bentuk: a. penyuluhan; b. pembimbingan; dan c. bantuan teknis. Pelayanan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan untuk membuka akses informasi bagi masyarakat meliputi pemberian informasi mengenai: a. rencana tata ruang; b. penataan bangunan dan lingkungan; c. perizinan; dan d. standar teknis dalam bidang perumahan dan Kawasan Permukiman. Bagian Ketiga Peningkatan Kualitas Terhadap Perumahan Kumuh dan permukiman Kumuh pasal 106 Peningkatan kualitas terhadap perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh didahului dengan penetapan lokasi. Penetapan lokasi Perumahan Kumuh dan permukiman Kumuh sebagaimana dimaksud pada ayat (l) didahului proses pendataan yang dilakukan oleh ^' i?emerintah Daerah dengan melibatkan peran masyarakat. (l) (2) (3) Penetapan (3) l4l P.enetapan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (21 ditetapkan oleh bupati/walikota, khusus untuk DKI Jakarta oleh gubernur. l: l.Fp?" ^lokasi ^sebagaimana ^dimaksud ^pada ^ayat ^(2) ditindaklanjuti dengan perencanaan penanganan Perumahan Kumuh dan permukiman Kumuh ^-yang dilakukan oleh Pemerintah kabupaten/kota, khusus untuk DKI Jakarta oleh gubernur. (l) Pasal 107 (1) Proses pendataan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat(2) meliputi: a. identifikasi lokasi; dan b. penilaian lokasi. (2) Identifikasi lokasi dan penilaian lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dilakukan terhadap: a. kondisi kekumuhan; b. legalitas tanah; dan c. pertimbangan lain. pasal 109 Kondisi kekumuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107 ayat(2) hurufa dilakukan berdasarkan kriteria kekumuhan yang ditinjau dari: a. bangunan gedung; b. ^jalan lingkungan; c. penyediaan air minum; d. drainaselingkungan; e. pengelolaan air limbah; f. pengelolaanpersampahan; dan/atau g. proteksi kebakaran. Kriteria kekumuhan ditinjau dari bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hurul a m".r&kup,- a. ketidakteraturanbangunan; b. tingkat kepadatan bangunan tinggi yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang; aanTatiu ^- c. kualitas bangunan yang tidak memenuhi syarat. (2t (3) kriteria b. kualitas permukaan jalan lingkungan buruk. (4) Kriteria kekumuhan ditinjau daripenyediaan air minum sebagaimana dimaksud pada ayat if 1 truruf c mencakup: a. akses aman air minum tidak tersedia; dan/atau b. kebutuhan air minum minimal setiap individu tidak terpenuhi. (5) Kriteria kekumuhan ditinjau dari drainase lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meic"hlp, a. drainase lingkungan tidak tersedia; b. drainase lingkungan tidak mampu mengalirkan limpasan air hujan sehingga menimbulkan genangan; dan/atau c. kualitas konstruksi drainase lingkungan buruk. (6) Kriteria kekumuhan ditinjau dari pengelolaan air limbah sebagaimana dimaksud pada ayat [ty truruf e mencakup: a. sistem pengelolaan air limbah tidak memenuhi persyaratan teknis; dan/atau b. Prasarana pengelolaan air limbah tidak memenuhi persyaratan teknis. (71 Kriteria kekumuhan ditinjau dari pengelolaan persampahan sebagaimana dimaksud pada a5rat 1i) huruf f mencakup: a. Prasarana persampahan tidak memenuhi persyaratan teknis; dan/atau dengan b. sistem pengelolaan persampahan tidak memenuhi persyaratan teknis. (8) Kriteria kekumuhan ditinjau dari proteksi kebakaran sebagaimana dimaksud pada ayat (l) iruruf g mencalup: a. Prasarana proteksi kebakaran tidak tersedia; dan b. Sarana proteksi kebakaran tidak tersedia. Pasal 109 Penilaian lokasi berdasarkan aspek kondisi kekumuhan sebagaimana dimaksud.{a]am pasal lO7 ayat (2) huruf a mengklasifikasikan kondisi kekumuhan sebagi.i berikut: a. rlngan a. b. c. ringan; sedang; dan berat. Pasal 110 Identifikasi legalitas tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107 ayat (21 huruf b merupakan tahap identifikasi untuk menentukan status legalitas tanah pada setiap lokasi Perumahan Kumuh dan permukimLn Kumuh sebagai dasar penentuan bentuk penanganan. Identifikasi legalitas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. kejelasan status penguasaan tanah; dan b. kesesuaian dengan rencana tata ruang. (1) (2t (1) (2) (3) Penilaian lokasi berdasarkan aspek legalitas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menghasilkan klasifikasi: a. status tanah legal; dan b. status tanah tidak legal. Pasal 111 Identifikasi terhadap pertimbangan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal IOZ ayat (2) huruf c merupakan tahap identifikasi terhadap beberapa aspek lain yang bersifat non fisik untuk menentukan ikala priorital penanganan Perumahan Kumuh dan permukiman Kumuh. Identifikasi terhadap pertimbangan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (l) meliputi aspek: a. nilai strategis lokasi; b. kependudukan; dan c. kondisi sosial, ekonomi, dan budaya. Penilaian berdasarkan aspek pertimbangan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menghasilkan: a. pertimbangan lain kategori rendah; b. pertimbangan lain kategori sedang; dan c. pertimbangan lain kategori tinggi. (3) Pasal 112 Pasal 112 (1) Peningkatan kualitas terhadap perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh dilakukan dengan pola_pola penanganan: a. pemugaran; b. peremajaan; atau c. pemukiman kembali. (2) Pemugaran sebagaimana dimaksud pada ayat (l) huruf a dilakukan untuk perbaikan dan/atau pembangunan kembali Perumahan Kumuh dan permukiman Kumuh menjadi Perumahan dan ^permukiman yang layak huni. (3) Peremajaan dan pemukiman kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (l) huruf b dan huruf c dilakukan untuk mewujudkan kondisi Rumah, perumahan, dan Permukiman yang lebih baik guna melindungi keselamatan dan keamanan penghuni dan masyarakit sekitar. (41 Peremajaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan melalui pembongkaran dan penataan secara menyeluruh terhadap bangunan dan prasarana pendukungnya (5) Peremajaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus dilakukan dengan terlebih dahulu menyediakan tempat tinggal sementara b"gi masyarakat terdampak. (6) Pelaksanaan pemugaraan, pemukiman kembali dilakukan antara lain: a. hak keperdataan masyarakat terdampak; b. kondisi ekologis lokasi; dan c. kondisi sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat terdampak. (71 Peningkatan kualitas terhadap perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh sebagaimana dimakasud pada ayat (l) dilakukan oleh pemerintah dan pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya dengan melibatkan peran masyarakat. Pasal 113 Pola-pola penanganan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 112 ayat (f) diatur dengan ketentuan: peremajaan, dan/atau dengan memperhatikan a. dalam b. d. (1) dalam hal lokasi memiliki klasifikasi kekumuhan berat dan sedang dengan status tanah legal, maka pola penanganan yang dilakukan adalah peremajaan; dalam hal lokasi memiliki klasifikasi kekumuhan berat dan sedang dengan status tanah ilegal, maka pola penanganan yang dilakukan adalah pemukiman kembali; dalam hal lokasi memiliki klasifikasi kekumuhan ringan {: "9"1 ^status- ^tanah ^legal, ^maka ^pola ^penanganan yang dilakukan adalah pemugaran; dan dalam hal lokasi memiliki klasifikasi kekumuhan ringan {gnqan ^status tanah ^ilegal, ^maka pola ^penanganan yang dilakukan adalah pemukiman kembali. Pasal 114 Pemugaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 112 ayat (1) huruf a dilakukan melalui tahap: a. identifikasi permasalahan dan kajian kebutuhan pemugaran; b. sosialisasi dan rembuk warga pada masyarakat terdampak; c. pendataanmasyarakatterdampak; d. penyusunan rencana pemugaran; e. musyawarah untuk penyepakatan; f. proses pelaksanaan konstruksi; pemantauan dan evaluasi pelaksanaan konstruksi; pemanfaatan; dan pemeliharaan dan perbaikan. (21 Peremajaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 112 ayat (1) huruf b dilakukan melalui tahap: a. identilikasi permasalahan dan ka,iian kebutuhan peremajaan; b. penghunian sementara untuk masyarakat terdampak; c. sosialisasi dan rembuk warga pada masyarakat terdampak; d. pendataan masyarakatterdampak; e. penJrusunan rencana peremajaan; f. musyawarah dan diskusi penyepakatan; c, h. i. g. proses . o b. h.

  1. proses ganti rugi bagi masyarakat terdampak berdasarkan hasil kesepakatan; penghunian sementara masyarakat terdampak pada lokasi lain; proses pelaksanaan konstruksi peremajaan pada lokasi Permukiman eksisting; pemantauan dan evaluasi pelaksanaan konstruksi peremajaan; proses penghunian kembali masyarakat terdampak; pemanfaatan; dan pemeliharaan dan perbaikan. (3) Pemukiman kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal Ll2 ayat (1) huruf c dilakukan melalui tahap: kajian pemanfaatan ruang danlatau kajian legalitas tanah; penghunian sementara untuk masyarakat di Perrrmahan dan Permukiman Kumuh pada lokasi rawan bencana; sosialisasi dan rembuk warga pada masyarakat terdampak; pendataan masyarakat terdampak; penJrusunan rencana pemukiman baru, rencana pembongkaran pemukiman eksisting dan rencana pelaksanaan pemukiman kembali; musyawarah dan diskusi penyepakatan; proses ganti rugi bagi masyarakat terdampak berdasarkan hasil kesepakatan; proses legalisasi tanah pada lokasi pemukiman baru; proses pelaksanaan konstruksi pembangunan Perumahan dan Permukiman baru; pemantauan dan evaluasi pelaksanaan konstruksi pemukiman kembali; proses penghunian kembali masyarakat terdampak; proses pembongkaran pada lokasi pemukiman eksisting; pemanfaatan; dan pemeliharaan dan perbaikan. a. b. j. k. l. m. c. d. e. j. k.
    1. n.

    2. o b. h. i.

      Pasal 115
      (1)

      (21 (3)


      Pasal 115

      Pasca peningkatan kualitas terhadap perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh dilakukan pengelolaan untuk mempertahankan dan menjaga kualitas perumahan dan Permukiman secara berkelanjutan. Pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dilakukan oleh masyarakat secara swadaya. Pengelolaan dapat difasilitasi oleh pemerintah Daerah untuk meningkatkan keswadayaan masyarakat dalam pengelolaan Perumahan dan permukiman layak huni. Pasal 117 Pembentukan kelompok swadaya masyarakat sebagaimana dimaksud dalam pasal 116 huruf a merupakan upaya untuk mengoptimalkan peran masyarakat dalam mengelola pemmahan dan Permukiman layak huni dan berkelanjutan. Pembentukan kelompok swadaya masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat 1fl aihtukan pada tingkat komunitas sampai pada tingkat kota sebagai fasilitator pengelolaan perumahan dan permukiman tay-at< huni. Pembentukan kelompok swadaya masyarakat sebagaimana dimaksud pada uyit (21 dibentuk berdasarkan peraturan perundang-urrdarrg".r. Pasal 118 (1) Kelompok swadaya masyarakat dibiayai secara swadaya oleh masyarakat.


      Pasal 116

      Pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam pasal l15 ayat (l) terdiri atas:


    3. pembentukan kelompok swadaya masyarakat; dan

    4. pemeliharaan dan perbaikan. (l) (2t (3) (2) Pembiayaan (2t Pembiayaan kelompok swadaya masyarakat selain secara swadaya oleh masyarakat, dapat diperoleh melalui kontribusi setiap orang.

      Pasal 119

      Pembentukan kelompok swadaya masyarakat dapat difasilitasi oleh Pemerintah Daerah. Fasilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dilakukan dalam bentuk:


    5. penyediaan dan sosialisasi norma, standar, pedoman, dan kriteria;

    6. pemberian bimbingan, pelatihan/penyuluhan, supervisi, dan konsultasi; dan

    7. pemberian kemudahan dan/atau bantuan.

      Pasal 120

      Pemeliharaan dan perbaikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 116 huruf b merupakan upaya menjaga kondisi Perumahan dan Permukiman yang layak huni dan berkelanjutan. Pemeliharaan dan perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.


      Pasal 121

      I{etentuan ^lebih ^lanjut ^mengenai pencegahan ^dan peningkatan kualitas terhadap Perumahan Kumuh dan permukiman Kumuh diatur dengan Peraturan Menteri. BAB VII KONSOLIDASI TANAH


      Pasal 122

      Konsolidasi Tanah dilakukan untuk mencapai pemanfaatan tanah secara optimal, melalui peningkatan efisiensi dan produktifitas penggunaan tanah. (l) (2t (1) (2t


      Pasal 123
      (1)

      (21


      Pasal 123

      Dalam rangka peningkatan kualitas lingkungan dan sekaligus menyediakan tanah untuk pembangunan Prasarana dan fasilitas umum dilaksanakan pengaturan penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah dalam bentuk konsolidasi tanah di wilayah perkotaan dan di pedesaan. Kegiatan Konsolidasi Tanah meliputi penataan kembali bidang-bidang tanah termasuk hak atas tanah dan/atau penggunaan tanahnya dengan dilengkapi Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum dengan melibatkan partisipasi para pemilik tanah dan/atau penggarap tanah,


      Pasal 124

      Konsolidasi Tanah dilakukan dalam rangka penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah sesuai dengan RTRW kabupaten/kota, sebagai upaya penyediaan tanah untuk Pembangunan Perumahan dan Kawasan Permukiman. Konsolidasi Tanah seb"gaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilaksanakan bagi pembangunan Rumah tunggal, Rumah deret, atau Rumah susun.


      Pasal 125

      Penetapan lokasi Konsolidasi Tanah yang terletak pada satu kabupaten/kota dilakukan oleh bupati/walikota, khusus untuk DKI Jakarta, dilakukan oleh Gubernur. (21 Lokasi Konsolidasi Tanah yang sudah ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak memerlukan izin lokasi.


      Pasal 126

      Konsolidasi Tanah bagi Pembangunan perumahan dan Kawasan Permukirnan diutarnakan bogi :


    8. Perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh;

    9. Permukiman yang tumbuh pesat secara alami;

    10. Permukiman yang mulai tumbuh;

      (1)

      (21 (1) d. kawasan d.

    11. kawasan yang direncanakan menjadi Permukiman baru; kawasan yang relatif kosong di bagian pinggiran kota yang diperkirakan akan berkembang sebagai daerah Permukiman; dan/atau pembangunan kembali Perumahan dan Kawasan Permukiman yang terkena bencana alam, kebakaran, atau kerusuhan sosial. (1)

      Pasal 127

      Pelaksanaan Konsolidasi Tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 122, Pasal 123, Pasal 124, Pasal 125, dan Pasal 126 sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB VIII SANKSI ADMINISTRATIF Pasal 128 Setiap orang yang melakukan perencanaan dan perancangan Rumah tidak memiliki keahlian di bidang perencanaan dan perancangan Rumah sebagaimana. dimaksud dalam pasal 13 ayat (1) dikenai sanksi administratif berupa:


    12. peringatantertulis;

    13. pembatasan kegiatan usaha;

    14. pembekuan izin usaha; dan

    15. dendaadministratif. Tata cara dan mekanisme pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sebagai berikut: a, bagi orang perseorangan dikenai sanksi berupa denda administrasi paling sedikit Rp.50.0O0.O00,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.2OO.OOO.000,0O (dua ratus juta rupiah); dan

    16. bagi Badan Hukum, dikenakan sanksi administratif berupa denda administratif paling sedikit Rp.100.OOO.0O0,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.00O.000,00 (satu miliar rupiah). Tata cara penambahan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dilakukan sebagai berikut: (21 (3) a. Badan b. Badan Hukum sebagai pelaku pembangunan yang mengabaikan sanksi administratif dikenakan sanksi administratif berupa pembatasan kegiatan usaha paling lama I (satu) tahun; dan Badan, Hukum sebagai pelaku pembangunan yang mengabaikan pembekuan izin usaha dikenakan sanksi administratif berupa pembekuan izin usaha paling lama 2 (dua) tahun. pasal 129 Setiap orang yang melakukan perencanaan dan perancangan Rumah yang hasilnya tidak memenuhi persyaratan teknis, administratif, tata ruang, dan ekologis sebagaimana dimaksud dalam pasal la iyat (1) dikenai sanksi administratif berupa:

    17. peringatantertulis;

    18. pencabutan izin usaha;

    19. pencabutan insentif; dan

    20. dendaadministratif. Tata cara dan mekanisme pengenaan sanksi administratif yang dikenakan pada orang perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sebagai berikut:

    21. peringatan tertulis diberikan sebanyak 2 (dua) kali dengan jangka waktu setiap peringatan tertulis paling lama 5 (lima) hari kerja; dan

    22. orang. perseorangan yang mengabaikan peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a dikenakan sanksi administratif berupa denda administratif paling sedikit Rp.IO.O0O.OO0,OO (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). Dalam hal perencanaan dan perancangan Rumah dilakukan olah Badan Hukum, tata cara pengenaan sanksi administratif dilakukan sebagai berikut: - a. Badan Hukum sebagai pelaku pembangunan yang menqabaikan peringatan tertulis sebanyak 2 (duaJ kali dengan jangka waktu peringatan teitulis paling lama 5 (lima) hari kerja dikenakan sanksi adminis_tratif berupa pembekuan izin usaha paling lama 6 (enam) bulan;

      (1)

      (21 (3) b. Badan (r) b. Badan Hukum sebagai pelaku pembangunan yang meng-abaikan pembekuan izin usaha sibagaimani dimaksud pada huruf a dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan insentif; dan

    23. Badan Hukum sebagai pelaku pembangunan yang mengabaikan pencabutan insentif "eb"gai-ani dimaksud pada huruf b dikenakan sanksi administratif berupa denda administratif paling sedikit Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dai palilq.banyak Rp.500.00O.0OO,OO ilima ratus juta rupiah). pasal 130 Setiap orarrg yang melakukan perencanaan prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum yang tidak memenuhi persyaratan admistratif, teknis, dan ekologis sebagaimana dimaksud dalam pasal lZ ayat (1) diken'ai sanksi berupa:

    24. peringatantertulis;

    25. pencabutan izin usaha;

    26. pencabutan insentif; dan

    27. dendaadministratif. Tata cara dan mekanisme pengenaan sanksi administratif yang, dikenakan pada orang perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (t) dilakukan sebagli berikut:

    28. peringatan tertulis diberikan sebanyak 2 (dua) kali dengan jangka waktu setiap peiingatan tertulis paling lama 5 (lima) hari kerja; dan b orang. perseorangan yang mengabaikan peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a dikenakan sanksi administratif berupa denda administratif paling sedikit Rp.IO.OOO.OOO,OO (sepuluh juta rupiah) dan ialing banyak Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiahJ. Dalam hal perencanaan prasarana, Umum dilakukan olah Badan pengenaan sanksi administratif berikut:

      (4)

      (s) Sarana, dan Utilitas Hukum, tata cara dilakukan sebagai a. Badan Hukurn sebagai pelaku pembangunan yang mengabaikan peringatan tertulis sebanyak Z (duaI kali dengan jangka waktu peringatan teitulis paling lama 5 (lima) hari kerja ^-dikenakan sanksi administratif c. administratif .!.Tpu pembekuan izin usaha paling lama 6 (enam) bulan; Badan. H.rlkum sebagai pelaku pembangunan yang mengabaikan pembekuan izin usaha s-ebagaimana dimaksud pada huruf a dikenakan ^- santsi administratif berupa pencabutan insentif; dan Badan. H.ukum sebagai pelaku pembangunan yang menga.baikan pencabutan insLntif s-ebagaimana dimaksud pada huruf b dikenakan '"urrt"i adTjTirali! berupa denda administratif pating sedikit Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupia-h) dan paling. banyak Rp.S0O.00O; OO0,O (iima ratus' juta rupiah). pasal 131 Setiap orang yang melakukan perencanaan prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum tidak memiliki keafrUan di bidang perencanaan prasarana, Sarana, dan Utilitas U_Tr sebagaimana dimaksud dalam pasal t9 ayat (f; dikenai sanksi administratif berupa:

    29. peringatantertulis;

    30. pembatasan kegiatan usaha;

    31. pembekuan izin usaha; dan

    32. dendaadministratif. Tata cara dan mekanisme pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud piaa ayat (l) dilakukan sebagai berikut:

    33. bagi. oralg perseorangan dikenai sanksi berupa denda administrasi paling sedikit np.SOOOO.OOO,if O j|iry^ p-It"t juta..rupiah) dan ^'paling banyak Rp.200.000.000,00 (duaratus juta *pi"fr)i a"r, b. bagi Badan Hukum, dikenakan sanksi ajministratif berupa denda administratif pafing sedikit Rp. I 00. 000. 00O, 00 . ^(sera^tuls_ ^juta ^rupiah; ^?an ^paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu "iifi"l *pi"i,1. - Tata cara penambahan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dilakukan ".t.g"i il.iif,"t, a. Badan Hukum sebagai pelaku pembangunan yang mengabaikan sanksi administratif dikenikan sanksi admini,stratif berupa pembatasan kegiatan usaha paling lama 1 (satu) tahun; b.

      (4)

      (s) (6) b. Badan (1) ka; sanksi administratif berupa pembekuan izin usaha paling lama 2 (dua) tahun. pasal 132 Badan . Hukum yang melakukan pembangunan P-erumahan yang tidak mewujudkan perumahan dingan Hunian Berimbang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) atau Badan Hukum yang melakukan pembangunan Perumahan skala besar tidak-mewujudkan Hrrnian Berimbang dalam satu hamparan sebag; imana dimaksud dalam ^pasal 2I ayat (2) dikenai sanksi 6erupa:

    34. peringatantertulis;

    35. penghentian sementara atau tetap pada pekerjaan pelaksanaan pembangunan, dan/ aLu c. dendaadministratif. Tata cara dan mekanisme pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dilaksanakan sebagai berikut:

    36. peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diberikan sebanyak 2 (dua) kali dengan jangka waktu setiap peiingatan tertulis paling lama S (lima) hari kerja;

    37. Badan Hukum yang mengabaikan peringatan tertulis sebagaimaria al-.f.""j pJ"iu.ui a, aau- : .lgl.1 waktu 5 (lima) hari kerja dikenakan sanksi administratif berupa pengh; ntian tetap pada pekerjaan pelaksanaan pembangunan;

    38. Badan Hukum yang mengabaikan penghentian tetap p"9a pekerjaan. pelaksanaan- f,embangunan sebagaimana dimaksud pada huruf b dikenakan sanksi administratif berupa penguasaan sementara oleh Pemerintah dengan cira- disEgel paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja; dan

    39. Badan Hukum yang mengabaikan pembekuan izin usaha sebagaimana dimaksud pada huruf c, dalam l,Tqki, waktu. .paling lama S llima; hari kerja drkenakan sanksi administratif berupa pencabutan izin usaha; dan (2t e. Badan . PRES I DEN R EF' 1r " ^r_'I2il.? ^o ^r\t ^ES ^I ^A e. Badan Hukum yang mengabaikan pencabutan izin usaha sebagaimana dimaksud pada huruf f dikenakan sanksi administratif berupa denda administratif paling sedikit Rp.1.000.ooo.o0o,oo (satu mitiq _ rupiah) dan paling banyak Rp. 10.000.O00.000,0O (sepuluh miliar rr[i"n1. Pasal 133 (1) Badan Hukum yang melakukan pembangunan peumahan dengan Hunian Berimbang tidak dalani satu hamparan, pembangunan Rumah umum tidak dilaksanakan dalam satu daerah kabupatenf kota, khusus untuk DKI Jakarta dalam satu provinsi sebagaimana dimaksud dalam pasal 2l'ayat (4) atau Badan. Hukum yang melakukan pembangunan Perumahan dengan Hunian Berimbang tidak dalari satu hamparan tidak menyediakan akses dari Rumah umum rang ^dibangun menuju ^pusat ^pelayanan atau tempat tgrj" ^sebagaimana ^dimaksud ^aalam pasal 2r ayat ^(s) dikenai sanksi administratif berupa: peringatan tertulis; pembatasan kegiatan pembangunan; pembeku an izirr mendirikan bangunan; pencabutan izin mendirikan bangunan; dan pembongkaran bangunan.

        1. d.

    40. (2)

      Tata cara dan mekanisme pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sebagai berikut:

    41. peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diberikan sebanyak 2 (dua) kali dengan jangka waktu setiap peiingatan tertulis paling lama 5 (lima) hari kerjaf b. Badan Hukum yang mengabaikan peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada hurui a, d-alam ' jangka waktu 5 (rima) hari kerja dikenakan sanksi administratif berupa pembatasan kegiatan pembangunan;

    42. Badan Hukum yang mengabaikan pembatasan kegiatan pembangrrnan sebagaimana dimaksud pada huruf b dikenakan sanksi administratif berupa pembekuan izin mendirikan bangunan otltr Pemerintah Daerah dengan cara disegel paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja; (r) (2) d. Badan Hukum yang mengabaikan pembekuan izin mend-irikan bangunan sebagaimana dimaksud pada huruf c dikenakan sanksi administratif bempa pencabutan izin mendirikan bangunan;

    43. Badan.Hukum yang mengabaikan pencabutan izin mend-irikan bangunan sebagaimana dimaksud pada huruf f dikenakan sanksi administratif berupa pembongkaran ban€unan paling lambat 3 (tiga) bulan sejak perintah pembongkaran diberikan oi-eh Badan Hukum yang bersangkutan; dan

    44. Badan Hukum yang mengabaikan perintah pembongkaran bangunan sebagaimana dimaksud pada huruf e dikenakan sanksi administratif berupa denda administratif paling sedikit Rp. 1 . 000. 000. 000,0_0 -(satu miliai rupilahl dan paling banylk Rp.l0.000.00O.OOO,O0 (sepuiuh miliar rupiah). pasal 134 Setiap orang ye.ng melakukan pembangunan Rumah dan Perumahan tidak sesuai dengan ."i"u.rru tata ruang yihy"! sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 ayat (2\ dikenai sanksi administratif berupa:

    45. peringatantertulis;

    46. pembekuan izin mendirikan bangunan;

    47. pencabutan izin mendirikan bangunan; dan

    48. pembongkaranbangunan. Tata cara dan mekanisme pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (l) yang dikenakan pada orang perseorangan dilaksanakan' sebag"ai terikut:

    49. peringatan tertulis,. sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hurrf a diberikan sebanyak 2 (dua) kali dengan jangka waktu setiap peringatan tertulis paling lama 5 (lima) hari kerjaf b. orang. perseorangan yang mengabaikan. peringatan *Jtuli: ^sebagaimana ^dimaksud ^pada ^'huruf a, dikenakan sanksi administratif berupa pembekuan izin mendirikan bangunan oleh pemerin'tah Daerah dengan cara disegel paling lama 3O (tiga puluh) hari kerja;

      (3)

      qffi c. orang perseorangan yang mengabaikan pembekuan izin mendirikan bangunan sebagaimana dimaksud pada huruf c dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan izin mendirikan bangunan;

    50. orang perseorangan yang mengabaikan pencabutan izin mendirikan bangunan sebagaimana dimaksud pada huruf f dikenakan sanksi administratif berupa pembongkaran bangunan paling lambat 3 (tiga) bulan sejak perintah pembongkaran diberikan ^'ol,eh setiap orang yang bersangkutan; dan

    51. orang perseorangan yang mengabaikan perintah pembongkaran bangunan sebagaimana dimaksud pada huruf e dikenakan sanksi administratif berupa denda administratif paling sedikit Rp. 1O.OOO.OOO,OO (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2).huruf e yang dikenakan terhadap Badan Hukum dapat ditambah sanksi administratif berupa:

    52. Badan Hukum sebagai pelaku pembangunan yang mengabaikan perintah pembongkaran bangunan dikenakan sanksi administratif berupa pembekuan izin usaha paling lama 2 (dua) tahun;

    53. Badan Hukum sebagai pelaku pembangunan yang mengabaikan pembekuan izin usaha sebagaimana dimaksud pada huruf a dikenakan denda administratif paling sedikit Rp.100.000.000,O0 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiafr; . pasal 13S Badan _ ^Hukum yang ^melakukan ^pembangunan ^Rumah tunggal dan/atau Rumah deret, yang melakukan serah terima dan/atau menarik dana lebih-dari g0% (delapan puluh persen) dari pembeli, sebelum memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 ayat (5) dikenai sanksi berupa:

    54. peringatantertulis;

    55. pembekuan izin usaha;

    56. pencabutan insentif; dan

    57. dendaadministratif. (l) (2) Tata . (21 Tata cara pemberian sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dilakukan sebagai berikut:

    58. peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (l) diberikan sebanyak 2 (dua) kali dengan jangka waktu setiap peringatan tertulis paling lina 5 (lima) hari kerja;

    59. Badan Hukum sebagai pelaku pembangunan yang mengabaikan peringatan tertulis dikenakan sanksi administratif berupa pembekuan izin usaha paling lama I (satu) tahun;

    60. Badan Hukum sebagai pelaku pembangunan yang mengabaikan pembekuan izin usaha siUagaimani dimaksud pada huruf a dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan insentif; dan

    61. Badan Hukum sebaqai pelaku pembangunan yang mengabaikan pencabutan insentif sEbagaimani dimaksud pada huruf b dikenakan sanksi administratif berupa denda administratif paling sedikit Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiahl dai paling banyak Rp. l.000.O00.OOO,OO (satu miliar rupiah). pasal 136 Setiap orang yang melakukan pembangunan prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum perumafian tidak sesuai {9ngan ^rencana, rancangan ^dan ^perizinan ^sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (li atau tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam pasal 23 a-yat (2) atau tidak menyerahkan prasarana, Sarana, dan Utilitas !*rp _ ^yang ^telah ^selesai ^dibangun ^kepada P-emerintah kabupaten/kota sebagaimana- dimalsud dalam Pasal 23 ayat (3) dikenai Janksi administratif berupa:

    62. peringatantertulis;

    63. penghentian sementara pelaksanaan pembangunan; dan

    64. perintahpembongkaran. Tata cara dan mekanisme pengenaan sanksi administratif y.ang. dikenakan pada orang perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sebagii berikut:

    65. peringatan tertulis diberikan sebanyak 2 (dua) kati dengan jangka waktu setiap peringatan tertulis paling lama 5 (lima) hari kerjaf dan (r) (21 b. setiap (3) c. orang perseorangan yang mengabaikan penghentian sementara pelaksanaan pembangunan sebagaimana dimaksud pada huruf a dikenakan sanksi administratif berupa denda administratif paling sedikit Rp.10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). Dalam hal pembangunan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum Perumahan dilakukan olah Badan Hukum, tata cara pengenaan sanksi administratif dilakukan sebagai berikut:

    66. Badan Hukum sebagai pelaku pembangunan yang mengabaikan peringatan tertulis sebanyak 2 (dua) kali dengan jangka waktu peringatan tertulis paling lama 5 (lima) hari kerja dikenakan sanksi administratif berupa penghentian sementara pelaksanaan pembangunan paling lama 1 (satu) tahun;

    67. Badan Hukum sebagai pelaku pembangunan yang mengabaikan penghentian sementara pelaksanaan pembangunan sebagaimana dimaksud pada huruf a dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan insentif; dan

    68. Badan Hukum sebagai pelaku pembangunan yang mengabaikan pencabutan insentif sebagaimana dimaksud pada huruf b dikenakan sanksi administratif berupa denda administratif paling sedikit Rp.f 00.00O.O00,0O (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

      Pasal 137

      Setiap orang yang melakukan pemanfaatan Rumah selain digunakan untuk fungsi hunian yang tidak memastikan terpeliharanya Perumahan dan Lingkungan Hunian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) dikenai sanksi administratif berupa:


    69. peringatantertulis;

    70. pembekuan surat bukti kepemilikan Rumah;

      (1)
      1. denda d. pencabutan surat bukti kepemilikan Rumah. Tata cara dan mekanisme pengenaan sanksi administratif yang. dikenakan pada or.ang perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (l) dilakulan ""fugii t".iilrrt, a. peringatan tertulis diberikan sebanyak 2 (dua) kali dengan jangka waktu setiap peringatan tertulis paling lama 5 (lima) hari kerjaf dan b. orang. perseorangan yang mengabaikan peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a dikenakan sanksi administratif i"-p" denda administratif paling sedikit Rp.1O.OO0.OOO,OO $enu]uh ^juta ^rupiah) ^dan ialing banyak Rp.50.000.000,0O (tima puluh juta rupiahj. Tata cara dan mekanisme pemberian sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang dikenakan pada Badan Hukum dilakukan sebagai'beritrit:

    71. peringatan tertulis diberikan sebanyak 2 (dua) kali dengan jangka waktu setiap peringatan tertulis paling lama 5 (lima) hari kerjai b. Badan Hukum yang mengabaikan peringatan tertulis sebagaimana ^- dimaklud p.a" 'frrr,rf . dikenakan sanksi administratif berupa pembekuan surat bukti kepemilikan Rumah paling lama I (satu) tahun;

    72. Badan Hukum yang mengabaikan pembekuan izin usaha - sebagaimana dimaksud iada huruf b dikenakan sanksi administratif ^ berupa denda administratif paling sedikit Rp.1O.OOO.OOO,0O (sepuluh juta rupiah) dan ialing banyak Rp.10O.O00.O00,O0 (seratus juta rupiah); ian d. Badan Hukum mengabaikan denda ^'administratif sebagaimana dimaksud pada huruf c, aafam jangka waltu. paling lama 5 (lima) hari ke4.a Jik.nak"n sanksi administratif berupa pencabutair surat bukti kepemilikan Rumah. Pasal 138 (l) Setiap.orang yang melakukan penyelenggaraan kawasan Permukiman yang tidak metaiui ianaffi sebagaimana dimaksud dalam pasal 56 ayat (tf aikenai" sanksi administratif berupa: (2t (3) a. peringatan (21 b. pembekuan izin usaha;

    73. pencabutan insentif; dan

    74. dendaadministratif. Tata cara dan mekanisme pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada= ayat lf t Vang aitenal<an pada orang perseorangan dilakukan sitaiai frerikut:

    75. peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada lyat ^(l) ^diberikan ^sebanyak 2 ^(dua) kali dengan jangka waktu setiap peringatan tertulis paling lina 5 (lima) hari kerja; dan

    76. orang. perseorangan yang mengabaikan peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a dikenakan sanksi administratif berupa pembatalan izin paling lama I (satu) tahun. Tata cara penambahan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dilakukan sebagai berikut:

    77. Badan Hukum sebagai pelaku pembangunan yang mengabaikan sanksi adminisiratif sibagaimani dimaksud pada ayat (6) dikenakan sanksi administratif berupa pembekuan izin usaha paling lama I (satu) tahun;

    78. Badan Hukum sebagai pelaku pembangunan yang mengabaikan pembekuan izin usaha sEbagaimani dimaksud pada huruf a dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan insentif; dan

    79. Badan Hukum sebog3i pelaku pembangunan yang mengabaikan pencabutan inslntif s"ebagaimani dimaksud pada huruf b dikenakan sanksi administratif berupa denda administratif palin sedikit Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiatr) dafr paling. banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). pasal 139 Setiap. grang yang melakukan pembangunan kawasan Permukiman tidak mematuhi ..."".r" dan izin pembarrgunan Lingkungan Hunian dan kegiatan penduku-n-g sebagaimana dimaksud dalam pasal 74 ayat (2) dikenai sanksi administratif berupa:

    80. peringatantertulis;

      (3)

      (l) b. pembekuan (2t c. pencabutan insentif; dan/atau

    81. dendaadministratif. Tata cara dan mekanisme pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada= ayat tfl Va"g ditenakan pada orang perseorangan dilak"anrl"rr' ""Uug'.i ^t"ritrrt, a. peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada lyat ^(3) diberikan ^sebanyak 2 ^(dua) kali dengan jangka waktu setiap peringatan tertulis paling lima 5 (lima) hari kerja; dan

    82. orang. perseorangan yang mengabaikan peringatan tertulis sebagaimana dimaksud pada huruf a dikenakan sanksi administratif Uerupa pembatalan izin paling lama I (satu) tahun. Tata cara penambahan sanksi administratif sebagaimana dimaksud. pada ayat (1) yang dikenakan pala naaan nuKum dllaksanakan sebagai berikut:

    83. Badan Hukum sehegai pglaku pembangunan yang mengabaikan sanksi adminisiratif s-ebagaimani dimaksud pada ayat (6) dikenakan sanksi administratif berupa pembikuan izin usaha pating lama I (satu) tahun;

    84. Badan Hukum sebagai pelaku pembangunan yang mengabaikan pembekuan izin usaha s".bagaimani dimaksud pada huruf a dikenakan- sanksi administratif berupa pencabutan i"".rrUl L., c. Badan Hukum sebagai pelaku pembangunan yang meng-abaikan pencabutan insintif sEbagaimani dimaksud pada huruf b dikenakan sanksi administratif berupa denda administJf pahg sedikit Rp. 100.000.000-,00 (seratu" .yrrt.- rupiuny a.., paling. banyak Rp. l.ooo.do0.ooo,o0 lsall mifiar rupiah).

      (3)

      BAB IX KETENTUAN PERALIHAN Pasal 140 Dengan berlakunya peraturan pemerintah ini, perizinan terkait pembangunan perumahan d"" p; L; ; g.rnan kawasan Permukiman yang telah dikeluarkan .i"t ^-p.?ri"tah Daerah kabupaten/kota dan pemerintah D"; [ ^-p.lii""i khusus untuk DKI Jakarta dinyatakan tetap tertatu. ^--- BAB X BAB X KETENTUAN PENUTUP Pasal L4L Pada saat Peraturan pemerintah ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang merupakr, p...t r., pelaksanaan dari:

    85. Peraturan pemerintah Nomor Nomor 44 Tahun rgg4 tentang Penghunian Rumah oleh Bukan pemilik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun rgg4 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3576); dan

    86. Peraturan pemerintah Nomor g0 Tahun lggg tentang Kawasan S_hp Bangun dan Lingkungan Siap e"ngui Yang Berdiri sendiri (Lembaran ^-N"g.r. ^- Repu6ut Indonesia Tahun rggg Nomor 171, Tamrinan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3g921; dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti sesuai dengan ketEntuan dalam peraturan Pemerintah ini.

      Pasal 142

      Pada saat Peraturan pemerintah ini mulai berlaku:


    87. Peraturan pemerintah Nomor Nomor 44 Tahun lgg4 tentang Penghunian Rumah oleh Bukan pemilik (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun Lgg4 Nomor TS, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3576); dan

    b. Peraturan pemerintah Nomor go rahun rggg tentang Kawasan Shp Bangun dan Lingkungan Siap nangui Yang Berdiri Sendiri (Lemba[n fr.g..u Republik Indonesia Tahun r99g Nomor r71, Tambiran Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3gg2) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Peraturan Pemerintah diundangkan. Pasal 143 ini mulai berlaku pada tanggal Agar Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 25 Mei 2OL6 ttd. JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 27 Mei2016 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. YASONNA H. LAOLY PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN PERUMAHAN DAN KAWASAN PERMUKIMAN I. UMUM Sesuai amanat ^pasal 2g H Undang_Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945, negara e"".; ar"i" fia1. w"rla "AifJiilffi; ; il; ; k""g"" hidup yang baik dan^sehat..Dalam p""$iu.un Undang_Undang Nomor I Tahun 201-1 tentang perumahan au" r#""u., permukiman, amanat UUD 1945. tersebut dliabarkan lahwa Negara memajukan t""": "t t .""rrL_.r- melalui P-enyelenggaraan perumah.-r, du., Kawasan permukiman untuk mewujudkan pemenuhan hak warga negara atas tempat tinggal yang layak dalam lingkungan yang sehat, airan, serasi dan teratur serta menjamin kepastian bermukim. untuk mencapai tujuan tersebut, Undang-Undang Nomor l Tahun 2011 mengamanatkan ketentuan dalam Pasal 22, ^pasal 31, pasat.50 ayat (3), pas"iis ayat (3), nu"ui-Siuyut 1oy, Pasals8 ayat (4), pasal.84-ayat (zj,'iasat sa; ffis.); fi."lito]"#", s., Pasal 95 ayat (6), pasal 1.04, pas"i trs, dan pasal r50 Undang_Undang Nomor I Tahun 20r 1, perlu diatur dalam pl.rtu.r.r, pemerintah. Amanat_ amanat dimaksud diatur dalam satu peraturan pemerintah tentang Penyelenggaraan perumahan dan Kawasan permukiman. Penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman sesuai dengan ketentuan ^pasal l angka 1 UU Nomor i-i; i"" 20r. I menyatakan bahwa perumahan dan kawasan permukiman merupakan satu kesatuan sistem yang terdiri atas pembinaan, p.rryel.nggr.aa"--- **"n.", penyelenggaraan kawasan permukiman, pemeliharaan dan perbaikan, pencegahan dan peningkatan kualitas terfraaap p.rr*"h"r, d*ril a", permukiman kumuh, penyediaan tanah, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat. Berdasarkan ketentuan tei.Urrt, dalam.peraturan pemerintah ini diatur t"t. perumahan dan kawasan permukiman merupakan satu kesatuan sistem y""g -aiitJ" or"n infrastruktur sesuai hirarkinya. Sedangkan Sedangkan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman sesuai dengan ketentuan pasal 1 angka 6 UU No.l Tahun 2011 menyatakan bahwa penyelenggaraan perumahan dan Kawasan Permukiman adalah kegiatan perencanaan, pembangunan, pemanfaata.r, dan pengendalian, termasuk di dalamnya pengembingan Lelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan, ^'seria peran masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu, yang dijabarkan sibagai ""t, pro.." y".rg terpadu dan terkoordinasi. Dalam Peraturan Pemerintah ini, diatur mengenai penyelenggaraan perumahan, penyelenggaraan kawasan permukiman y".rg -ei.atup arahan pengembangan kawasan pirmukiman "".tI" tahapan penyelenggaraan kawasan permukiman, penyelenggaraan keterpadian prasarana, sarana dan. utilitas umum, pemeliharaan dan pertaikan, pencegahan dan peningkatan kualita; perumahan kumuh dan permukiman kumuh, konsolidasi tanah dan sa; ksi administratif. Dalam Peraturan Pemerintah ini juga diatur mengenai kebijakan dan strategi nasional di bidang perumahan dan kawasan permuklman yang menjadi acuan dalam pen{yly.nan kebijakan strategi tingkat pro"rin"i Taupul ^kabupaten/kota. ^Kebijakan ^dan ^Strategi ^N=asion"ar di'bidang Perumahan dan Kawasan permukiman merupakin arahan a"" y""g memuat kebijakan kemudahan masyarakat untuk memperoleh hrinLn yang layak dan terjangkau serta kebijakan yang berkaitan d; il; " peningkatan koordinasi dan sinkronisasi t<eti.laf.a-"n antar p"; ; ; ; k" kepentingan dalam penyelenggaraan perumahan dan ^' kawaEan permukiman. Kebijakan. dan strategi tersebut masih harus ai; "tarta" secara lebih operasional oleh berbagai pihak yang berkep.nti.rga., ai bidang penyelenggaraan perumahan dan kaas"., peimukiman, "Jhirrgg. tqluan. penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman da[Lt dicapai dengan baik. Di kabupaten/kota, kebiiakan tersebut diacu dai'am penyusunan Rencana Kawasan permukiman (RKp) dan Rencana Pengembangan dan Pembangunan perumahan (Rp3). Perencanaan Kawasan permukiman menghasikan dokumen Rencana Kawasan Permukiman (RKp) yang diacu ialam pen5rusunan dokumen re-ncana pembangunan dan pengembangan p.ruaha., (Rp3). Dokumen RKP merupakan instrumen yang wajib disusun oleh daerah dalam melaksanakan pembangunan kawasan permukiman "..tu t i.ipuJ.il" prasarana, sarana, dan utilitas umum (pSU). Dalam Rpp ini, pSU menjadi komponen penting untuk menjamin' pembangunan perumahan dan kawasan permukiman yang teratur dan sesuai dingan d"y"; ; d; ; ; ; " daya tampung lingkungan. Pembangunan perumahan maupun pembangunan kawasan permukiman dilaksanakan melalui kegiatan pengembangan, pembangjrnan baru, maupgn pembangunan kembali untuk mewujudkan kawasan permukiman, yang layak huni dan terpadu. pasla pembangunan, perumahan dan kawasan permukiman dimanfaatkan dan dikelola irelalui pemeliharaan. dan perbaikan, dan dijamin pemanfaatanya agar sesuai dengan fungsi sebagaimana telah ditetapkan. untuk mewujudkn tertib pelaksanaan perencanaan, pembangunan, dan pemanfaatai perumahan dan kawasan permukiman tersebut, maka dilakukan pengendalian perumahan _dan pengendalian kawasan permukiman. iren[endalian perumahan dan pengendalian kawasan permukiman menjadi iistrumen penting bagi Pemerintah dan pemerintah daerah agai implementasi perencanaan, pembangunan, dan pemanfaatan di lapangan, yang khususnya dilakukan oleh badan hukum dan setiap o.urrg duf,ut'"g^tu., dan terpadu dengan kebijakan dan rencana kawasari permukiman Taupu_n ^rencana ^pembangunan ^dan ^pengembangan ^perumahan ^yang ditetapkan oleh pemerintah. Peraturan Pemerintah ini juga mengatur pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman ku-muh ^-sesuai amanat pasal 95 ayat (6) dan pasal 104 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011. Pengaturan terkait kedua amanat paial tersJbut dibutuhkan mengingat kondisi Perumahan dan permukiman di beberapa daerah di Indonesia yang masih belum memenuhi persyaratan teknis dari segi Bangunan, Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum yang menyebabkan suatu perumahan dan permukiman menjadi kumuh. pencegahan terhadap tumbuh dan berkembangnya perumahan kumuh dan permukiman kumuh baru dilakukan untuk mempertahankan perumahan dan. permukimln yang telah dibangun agar tetap terjaga kualitasnya dan tidak menjadi kumuh. upaya pencegahan terseLut diliksanaka" .r.t"i pengawasan dan pengendalian serta pemberdayaan masyarakat. Pengawasan dan pengendalian dilakukan atas kesesuaian tlrhadap perizinan, standar teknis, dan kelaikan fungsi dari Bangunan, p.."".u"", Sarana, Dan Utilitas Umum. p.emerintah kabupaten/ko6 y".rg Uer...r".g mengeluarkan izin dan sertifikat laik fungsi terkait Feru-mahan dan P_ermukiman perlu cermat dan sistematis dalam melakukan p"rrga""r, dan pengendalian. Dukungan masyarakat dengan memberikan ^"lupor.r, diperlukan agar ketidaksesuaian terhadap peiiinan, standar teknis', aan kelaikan -fungsi dapat segera diketarrui dan ditindaklanjuti ^'oreh pemerintah daerah. Oleh karena itu, pendampingan dan p.taya.ran informasi dilakukan. kepada masyarakat untuk memberikan infoimasi, pengetahuan, petunjuk, keterampilan, dan/atau bantuan teknis guna meningkatkan kapasitas masyarakat dalam menjaga kualitas p"."-it." dan Permukiman. Sedangkan peningkatan kualitas terhadap perumahan Kumuh dan Permukiman Kumuh_ didahului dengan penetapan lokasi yang melalui proses pendataan. proses pendataan tersebui dilaksanakan" dengan identilikasi dan penilaian berdasarkan kriteria pe.umahan i<umuh dan permukiman kumuh yang komprehensif dan dilakukan secara obyektif. Kriteria perumahan_ -kumuh dan permukiman kumuh diperrukan untuk menyeragamkan indikator yang dipergunakan dalam menintukan kondisi kekumuhan suatu perumaha.r, d", permukiman. Kriteria yang dipergunakan untuk menilai kondisi kelumuhan dilihat dari aspek: bangunan gedung, jalan lingkungan, penyediaan air minum, drainase lingkungan, pengelolaan air limbah, pengelolaan p"r"up.t "rr,' ^d..r7"t., proteksi kebakaran. Di samping itu, perumahan Iiumuh ian permukiman Kumuh dapat diidentifikkasi berdasarkan aspek regalitas tanah. Aspek legalitas tanah meliputi status kepemilikan atau pemanfaatan tanah dan kesesuaian dengan rencana tata ruang. Identifikasi lokasi dan penilaian lokasi berdasarkan aspek tingkat kekumuhan dan aspek legalitas lahan dilakukan untuk menentukan pola penanganan perumahan kumuh dan permukiman kumuh, apakah akan ditangani melalui pemugaran, peremajaan, atau pemukiman kembali. pasca piningkatan kuaiitas, daram Peraturan Pemerinrah ini diatur mengenai pengelolaan sebagai'upaya untuk menjaga kualitas perumahan dan permukiiran agar tidai kembali J<u1uh. ^Dengan ^diberrakukannya ^peiaturan ^pemerintah ini,maka implementasi secara menyeruruh, konsisten, dan berkesinambungan diperlukan untuk mewujudkan perumahan dan kawasan p"rrt i*"r, yang terpadu, layak huni dan berkelanjutan sehingga penduduk Indonesia dapat hidup sehat, aman, tertib, produktif, dan ""; it tir.. II. PASAL DEMI PASAL Pasal I Cukup jelas. Pasal 2 Cukup jelas. Pasal 3 Cukup jelas. Pasal 4 Cukup jelas. Pasal 5 Cukup jelas. ffi Pasal 6 Cukup jelas. Pasal 7 Cukup jelas. Pasal 8 Cukup jelas. Pasal 9 Cukup jelas. Pasal l0 Cukup jelas. Pasal 11 Cukup jelas. Pasal 12 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Perencanaan dan _ ^perancangan ^rumah ^bagi ^Masyarakat Berpenghasilan Rendah dapat difasilitasi oleh peterintarr pusat melalui prototipe atau pembuatan model rumah. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 13 Cukup jelas. Pasal 14 Cukup jelas. Pasal 15 Cukup jelas. Pasal 16 Ayat (r) Yang dimaksud. prasarana paling sedikit meliputi jalan, penyediaan air minum, drainase, dan sanitasi. Yang Yang dimaksud sarana paling sedikit meliputi ruang terbuka hijau, sarana sosial dan/atau sarana pendidikan. Yang dimaksud utititas paling sedikit meriputi jaringan listrik dan ^jaringan telepon. Ayat (21 Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup ^jelas. Pasal 17 Cukup jelas. Pasal 18 Cukup jelas. Pasal 19 Cukup jelas. Pasal 2O Cukup jelas. Pasal 21 Cukup jelas. Pasal 22 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (s) Cukup jelas. Ayat (4) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Huruf d Cukup ^jelas. Huruf e Yang dimaksud dengan keterbangunan perumahan paling sedikit 2oo/o (dta puluh persen) adalah perhitungan 20% (dua puluh persen) rumah terbangun dari total jumlah rumah yang di rencanakan dan ketersediaan prasarana, sarana, dan utilitas umum yang direncanakan. Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 23 Cukup jelas. Pasal 24 Cukup jelas. Pasal 25 Cukup ^jelas. Pasal 26 Cukup jelas. Pasal 27 Cukup jelas. Pasal 28 Cukup ^jelas. Pasal 29 Cukup jelas. Pasal 30 Cukup ^jelas. Pasal 31 Cukup jelas. Pasal 32 Cukup jelas. Pasal 33 Cukup ^jelas. Pasal 34 Pasal 34 Cukup jelas. Pasal 35 Cukup jelas. Pasal 36 Cukup jelas. Pasal 37 Cukup jelas. Pasal 38 Cukup jelas. Pasal 39 Cukup jelas. Pasal 40 Cukup jelas. Pasal 41 Cukup jelas. Pasal 42 Cukup jelas. Pasal 43 Cukup jelas. Pasal 44 Ayat (1) Yang dimaksud bukti pembayaran sah pembayaran angsuran rumah pemilik rumah. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 45 Cukup jelas. Pasal 46 Cukup jelas. rumah umum adalah bukti umum yang dilakukan oleh Pasal 47 Pasal 47 Cukup jelas. Pasal 48 Ayat (1) Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian ringkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan. Ayat (21 Huruf a Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan. Kawasan budidaya terdiri atas:

  1. kawasan peruntukan hutan produksi; 2l kawasan peruntukan hutan ralryat;

  2. kawasan peruntukan pertanian;

  3. kawasan peruntukan perikanan;

  4. kawasanperuntukanpertambangan;

  5. kawasan peruntukan industri;

  6. kawasan peruntukan pariwisata;

  7. kawasan peruntukan permukiman; dan/atau

  1. kawasan peruntukan lainnya. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidrpu.rt manusia, makhluk hidup lain, dan keseimbargan antarkeduanya. Daya tampung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi, dan/atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (a) Cukup jelas. Pasal 49 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Ayat (2) Keterkaitan lingkungan hunian perkotaan dengan lingkungan hunian perdesaan bertuijuan agar fungsi kawisan ; "?; ; "" tetap terjaga dan tidak mengalami proses urbanisasi (pengkotaan). Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (s) Huruf a Konektivitas fisik antara lingkungan hunian perkotaan dan lingkungan hunian perdesaan diwujudkan dalam bentuk infrastruktur lisik, antara lain: jalan, trarr"po.tasi, penyediaan air minum, dan sebagainya. Huruf b Konektivitas fungsional antara lingkungan hunian perkotaan dan lingkungan hunian perdisaari diwujudkan dalam bentuk keterkaitan fungsi antara kawasan p"rtot"u. dengan kawasan perdesaan antara lain: ^'mobilitas penduduk, , interaksi sosial, teknologi, penyedia sumber daya alam dan pemanfaat sumber daya alam. Huruf c Konektivitas ekonomi antara ringkungan hunian perkotaan dan lingkungan hunian perdesaan diwujudkan da-lam bentuk keterkaitan antara lain: produsen a""g"" p"""., produk dengan konsumen, aliran moddl, dan sebigain; r; Pasal 50 Ayat (i) Cukup jelas. Ayat (21 Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Huruf b Sistem pusat kegiatan merupakan bagian dari rencana struktur ruang yang berupa rencana pengembangan keterkaitan an tara pusat kegiatan satu denlan pu-sat kegiatan yang lainnya, yang se-ara berjenjang bJrdasarkan skala dan kapasitas pusit kegiatan- terdii aari Rrsat Kegiatan Nasional/pKN yang ditentukan oleh pemerintah, dan oleh pemerintah daerah mencakup pusat Kegiaian Wilayah/pl{W, ^pusat Kegiatan Lokal/pKl, pusat peh}anan Kawasan / ^ppK, dan pusat pelayanan Lingkungan/ppl." Sistem jaringan prasarana kawasan perkotaan menrpakan keterkaitan antara sistem prasarana persampahan, sumber air minum kota, jalur evakuasi b"rr"..r., dan sistem jaringan prasarana kabupaten lainnya aifembangkan untuk mengintegrasikan wilayah perkotaan dan uituk melayani kegiatan yang memiliki calupan wilayah layanan prasarana perkotaan. Huruf c Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukar, .u"n! dala* suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruan[ untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk funisi budi daya. Huruf d Yang dimaksud dengan interdependen antarwilayah administratif adalah saring bergantung/ saling terkait urri".^ I (satu) wilayah administratif dan wilayafi administratif yang lain. Huruf e Cukup jelas. Pasal 5l Cukup jelas. Pasal 52 Cukup jelas. Pasal 53 Ayat (1) Keseimbangan antFra kepentingan publik dan kepentingan setiap orang) bertujuan untuli menjamin p"rry"f.rrgg"; i"" perumahan 1ll . k".-: 11 p"r-rki-arryu."g ^" .?""t"p kepentingan publik dapat dilakukin selaras aenga"n k"p"ilil; " setiap orang. Kepentingan =o,JrT,[t,'S5f; n.r,o 12 Kepentingan,publik merupakan kepentingan bangsa, negara, dan masyarakat yang harus diwujudkan oleh pemlrintah-dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran ra$at. Kepentingan setiap orang merupakan kepentingan setiap warga negara yang dilindungi oleh negara dan terikat dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 54 Ayat (l) Lembaga dapat berbentuk forum perumahan dan kawasan permukiman yang bersifat lintas sektoral dan lintas wilayah administrasi di tingkat pusat, provinsi, dan/atau kabupaten/kota. Ayat (21 Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 55 Cukup jelas. Pasal 56 Cukup jelas. Pasal 57 Cukup jelas. Pasal 58 Ayat (1) Huruf a Sumber daya adalah potensi ekonomi lokal termasuk kearifan lokal dan komoditas unggulan. Huruf b Cukup Jelas. Huruf c Cukup Jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (s) Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 59 Ayat (1) Yang dimaksud dengan kebutuhan lingkungan hunian adalah kebutuhan tentang alokasi ruang lingkungan hunian. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (s) Cukup jelas. Pasal 60 Cukup jelas. Pasal 6l Cukup jelas. Pasal 62 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a yang dimaksud dengan "efisiensi potensi lingkungan hunian perkotaan,, adalah upaya untuk meirr.im"tfan penggunaan. sumber daya untuk menciptakan kondisi lingkungan hunian perkotaan secara lebih "pti; .i-; ; ; ; meningkatkan pelayanan perkotaan. Huruf b Yang dimaksud dengan ^.,peningkatan pelayaaan,, adalah upaya yang harus dilakukan melalui penyediaan pru"".r", sarana, dan utilitas umum """rr.i dlrg"" [.4; ; ; ; ; sehingga fungsi lingkungan hunian p.".t"t""" -arilt memadai. Huruf c Huruf c Peningkatan keterpaduan prasarana, sarana, dan utilitas umum perkotaan dimaksudkan untuk menciptakan fungsi, baik lingkungan hunian yang telah ada maupun lingkunfan hunian yang baru sehingga lebih baik aan aalat mendukung perikehidupan dan penghidupan ""ti.p penghuni dalam lingkungan hunian yang sihat, ama.r, serasi, dan berkelanjutan Huruf d Yang dimaksud dengan "pencegahan tumbuhnya perumahan- kumuh dan permukiman kumuh,, adalah upaya penetapan fungsi sesuai dengan tata ruang. Huruf e Yang dimaksud dengan ^.,lingkungan hunian yang tidak terencana dan teratu/, adalah perumahan di lokasi yang tidak direncanakan untuk perumahan atau fungsi lain akibat perkembangan lingkungan hunian perkotain yang tidak sesuai dengan tata ruang. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas. Pasal 63 Cukup jelas. Pasal 64 Ayat (1) Huruf a Kawasan siap bangun yang selanjutnya disebut Kasiba adalah sebidang. tanah yang fisiknya serta prasarana, sarana, dan uti.ljtas umumnya telah dipersiapkan untuk pembangunan lingkungan hunian skita bisar sesuai dengan rencana tata ruang. Huruf b Cukup jelas. Ayat (21 Ayat (2) Pelaksanaan pembangunan lingkungan hunian baru yang dilakukan secara bertahap yaitu melalui beberapa peiioae pembangunan. Sebagai contoh: pembanguna., lirrgkungan hunian baru yang terdiri dari beberapa permukiman atau fi-ot<_ blok peruntukan pendukung fungsi peimukiman diselesaikan dalam tahap-tahap pembebasan lahan, pembangunan tahap I untuk hunian, kegiatan pendukung sosial dan ekonomi pada blok tertentu, pembangunan tahap II untuk hunian, kegiatan pendukung lainnya pada blok atau klaster yang lainnya, dan seterusnya. Ayat (s) Pelaksanaan pembangunan lingkungan hunian baru yang dilakukan dalam jangka waktu tertentu yaitu pelaksanaan pembangunan yang dapat dilakukan dalam satu kali periode pembangunan, yaitu dalam satu kali tahap pembangunan telah terbangun hunian beserta prasarana, sarana, dan utilitas umum permukimannya. Ayat (4) Cukup ^jelas. Pasal 65 Cukup jelas. Pasal 66 Cukup jelas. Pasal 67 Cukup jelas. Pasal 68 Cukup jelas. Pasal 69 Cukup jelas. Pasal 7O Cukup jelas. Pasal 71 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan "efisiensi hunian perdesaan, adalah upaya penggunaan sumber daya untuk perdesaan secara lebih optimal. Huruf b Cukup jelas. Humf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas. Pasal 72 Cukup jelas. Pasal 73 Cukup jelas. Pasal 74 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. potensi lingkungan untuk meminimalkan menciptakan kondisi Ayat (4) Ayat (4) Sinkronisasi program dan anggaran dalam pembangunan kawasan permukiman dimaksudkan untuk kebuiuhan pelayanan prasarana, sarana, dan utilitas umum yang ditujukan untuk kepentingan umum. Pasal 75 Cukup ^jelas. Pasal 76 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup ^jelas. Ayat (4) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup ^jelas. Huruf c Pembangunan lingkungan hunian baru perkotaan yang mendukung pembangunan kota layak huni dilaksanakan melalui kegiatan antara lain peningkatan sistem transportasi perkotaan yang terintegerasi, pengelolaan air bersih perkotaan, pengelolaan sanitasi dan sistem drainase perkotaan, dan pengelolaan sampah perkotaan. Pembangunan lingkungan hunian baru perkotaan yang mendukung pembangunan kota hijau dilaksanakan melalui kegiatan antara lain penyediaan ruang terbuka hijau, pembangunan bangunan hijau, pengembangan energi hijau (energi alternatif yang terbarukan), pengembangan infrastruktur yang berketahanan di kawasan permotaan yang rentan. Pembangunan lingkungan hunian baru perkotaan yang mendukung pembangunan kota cerdas dilaksanakan melalui kegiatan antara lainkegiatan antara lain penggunaan TIK dalam sistem transportasi, perijinan, dan perekonomian perkotaan. Huruf d Cukup ^jelas. Huruf e Huruf e Cukup jelas. Ayat (s) Cukup jelas. PasalTT Cukup jelas. Pasal 78 Cukup jelas. Pasal 79 Cukup jelas. Pasal 80 Cukup jelas. Pasal 81 Cukup jelas. Pasal 82 Cukup jelas. Pasal 83 Cukup jelas. Pasal 84 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan Rencana pembangunan yang disahkan dapat berupa Rencana Kawisan permukimai sebaeai penerjamahan atas Tata Ruang Wilayah. Dalam hal ; "; ; i; A; daerah belum mempunyai RKp, ik" ...r"".ra pembangunan dapat mengacu pada rencana tata ruang. Ayat (4) Mekanisme peral masyarakat dalam penyelenggaraan perumahan dan - ^kawasan permukiman dil; kui<an ^T; il; " memberikan masukan melalui forum pengembangan p"_"Eun dan kawasan permukiman sesuai ^-ketentu]an 'p"; ; i; ; ; ; perundang-undangan. Ayat (5) Ayat (5) Cukup jelas. Pasal 85 Cukup jelas. Pasal 86 Cukup jelas. Pasal 87 Huruf a Pemberian insentif dimaksudkan untuk mendorong setiap orang agar memanfaatkan kawasan permukiman seiuai dengan fungsinya. Huruf b Pengenaan disinsentif dimaksudkan untuk mencegah pemanfaatan kawasan permukiman yang tidak sebagaimina mestinya oleh setiap orang. Huruf c Pengenaan sanksi dimaksudkan untuk mencegah dan melakukan tindakan sebagai akibat dari pemanfaatan" kaw"s.., permukiman yang tidak sebagaimana mestinya oteh setiap orang. Pasal 88 Cukup jelas. Pasal 89 Cukup jelas. Pasal 90 Ayat (1) Prasarana sekurang_kurangnya antara lain mencakup:
    1. jaringan jalan;

    2. sistem penyediaan air minum;

    3. jaringan drainase;

    4. sistem pengelolaan air limbah;

    5. sistem pengelolaan persampahan; dan

    6. sistem proteksi kebakaran. Sarana sekurang-kurangnya antara lain mencakup:

    7. saranapemerintahan;

    8. sarana pendidikan;

    9. sarana kesehatan;

    10. sarana peribadatan;

    11. sarana perdagangan;

    12. sarana kebudayaan dan rekreasi; dan

    13. sarana ruang terbuka hijau. Utilitas umum sekurang_kurangnya antara lain mencakup:

    14. ^jaringan listrik;

    15. jaringan telekomunikasi; dan

    c. jaringan gas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (a) Cukup jelas. Pasal 91 Cukup jelas. Pasal 92 Cukup jelas. Pasal 93 Cukup jelas. Pasal 94 Cukup jelas. Pasal 95 Cukup jelas. Pasal 96 Cukup jelas. Pasal 97 Cukup jelas. Pasal 98 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (21 ; IYoNESTA Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Yang dimaksud dengan ^.,penyelenggara pembangunan,, adalah setiap orang yang memiliki dan/atau membangun prasarana, sarana, dan utilitas umum. Pasal 99 Cukup jelas. Pasal 100 Cukup jelas. Pasal 1O1 Cukup jelas. Pasal 102 Cukup jelas. Pasal 103 Cukup jelas. Pasal 104 Cukup ^jelas. Pasal 1O5 Cukup jelas. Pasal 106 Cukup jelas. Pasal 1O7 Cukup jelas. Pasal 108 Ayat (1) Cukup ^jelas. Ayat (21 Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (a) tt,q.) -*gya{ Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (s) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Huruf a Prasarana persampahan meliputi tempat penampungan sementara, tempat pengolahan sampah dengan prinsip 3R (reduce, -reuse, recycle), tempat pengolahan sampah terpadu, dan tempat pemrosesan akhii. Huruf b Sistem. pengelolaan sampah adalah upaya yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan dalam plngurangan dan penanganan sampah. Ayat (8) Cukup jelas. Pasal 109 Cukup jelas. Pasal l lO Ayat (l) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Status penguasaan tanah dapat diidentifikasi melalui status kepemilikan maupun izin pemanfaatan tanah dari pemilik tanah. Huruf b Kesesuaian dengan rencana tata ruang dapat diidentifkasi melalui izin mendirikan bangunan. Ayat (s) Cukup jelas. Pasal 1l I Cukup jelas. Pasal 112 Pasal 112 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (s) Cukup jelas. Ayat (6) Huruf a Yang dimaksud hak keperdataan rugi, penghunian sementara yang Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas. Pasal 113 Cukup jelas. Pasal 114 Cukup ^jelas. Pasal 115 Cukup jelas. Pasal 116 Cukup jelas. Pasal 117 Cukup jelas. Pasal 118 Cukup jelas. Pasal I 19 Cukup jelas. antara layak, lain hak atas ganti hak atas tanah. Pasal 120 Pasal 120 Cukup jelas. Pasal 121 Cukup jelas. Pasal 122 Konsolidasi ranah dimaksudkan untuk terwujudnya suatu tatanan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfiatan tanah yang tertib dan teratur. Pasal 123 Cukup jelas. Pasal 124 Cukup jelas. Pasal 125 Cukup jelas. Pasal 126 Cukup jelas. Pasal L27 Cukup jelas. Pasal 128 Cukup jelas. Pasal 129 Cukup jelas. Pasal 130 Cukup jelas. Pasal 131 Cukup jelas. Pasal 132 Cukup jelas. Pasal 133 Cukup jelas. Pasal 134 Pasal 134 Cukup ^jelas. Pasal 135 Cukup jelas Pasal 136 Cukup ^jelas. Pasal 137 Cukup jelas. Pasal 138 Cukup jelas. Pasal 139 Cukup ^jelas. Pasal 140 Cukup jelas. Pasal 141 Cukup ^jelas. Pasal 142 Cukup ^jelas. Pasal 143 Cukup jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5883

Webmentions

Anda dapat memberikan tanggapan atas peraturan ini dengan like, retweet/repost pada tweet yang mencantumkan tautan pada laman ini.

Tanggapan (0):