Keikutsertaan Perancang Peraturan Perundang-undangan dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan Pembinaannya

Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 2015

Kerangka<< >>

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2015 TENTANG KEIKUTSERTAAN PERANCANG PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DAN PEMBINAANNYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 98 ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Keikutsertaan Perancang Peraturan Perundang-undangan dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan Pembinaannya; Mengingat :

  1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

  2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG KEIKUTSERTAAN PERANCANG PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DAN PEMBINAANNYA. BAB I KETENTUAN UMUM

    Pasal 1

    Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:


  3. Perancang Peraturan Perundang-undangan yang selanjutnya disebut Perancang adalah Pegawai Negeri Sipil yang telah diangkat dalam jabatan fungsional Perancang __ yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang untuk melakukan kegiatan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan penyusunan instrumen hukum lainnya.

  4. Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang- undangan.

  5. Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah pembuatan Peraturan Perundang-undangan yang mencakup tahapan perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan.

  6. Instansi Pembina Jabatan Fungsional Perancang yang selanjutnya disebut Instansi Pembina adalah kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum.

  7. Program Legislasi Nasional yang selanjutnya disebut Prolegnas adalah instrumen perencanaan program pembentukan Undang-Undang yang disusun secara terencana, terpadu, dan sistematis.

  8. Program Legislasi Daerah yang selanjutnya disebut Prolegda adalah instrumen perencanaan program pembentukan Peraturan Daerah Provinsi atau Peraturan Daerah Kabupaten/Kota yang disusun secara terencana, terpadu, dan sistematis.

  9. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum. BAB II KEDUDUKAN DAN TUGAS PERANCANG

    Pasal 2
    (1)

    Perancang berkedudukan sebagai pelaksana teknis fungsional Perancang pada unit kerja yang mempunyai tugas dalam Pembentukan Peraturan Perundang- undangan dan penyusunan instrumen hukum lainnya.

    (2)

    Unit kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berada di lingkungan lembaga negara, kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, lembaga nonstruktural, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota.


    Pasal 3
    (1)

    Perancang mempunyai tugas menyiapkan, mengolah, dan merumuskan Rancangan Peraturan Perundang- undangan serta instrumen hukum lainnya.

    (2)

    Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Perancang harus melakukan pengharmonisasian.


    Pasal 4

    Perancang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 wajib bersikap profesional sesuai dengan disiplin ilmu hukum, ilmu perundang-undangan, dan disiplin ilmu lain yang dibutuhkan. BAB III KEIKUTSERTAAN PERANCANG Bagian Kesatu Umum


    Pasal 5
    (1)

    Lembaga negara, kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, lembaga nonstruktural, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota mengikutsertakan Perancang dalam setiap tahap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

    (2)

    Keikutsertaan Perancang dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan pada tahap:

    1. perencanaan;

    2. penyusunan;

    3. pembahasan;

    4. pengesahan atau penetapan; dan

    5. pengundangan.


    Pasal 6

    Keikutsertaan Perancang pada tahap perencanaan Peraturan Perundang-undangan dilaksanakan dalam rangka kegiatan penyusunan:

    1. Naskah Akademik atau keterangan dan/atau penjelasan;

    2. Prolegnas atau Prolegda;

    3. program perencanaan Rancangan Peraturan Pemerintah dan Rancangan Peraturan Presiden; dan/atau

    4. program perencanaan Rancangan Peraturan Perundang- undangan lainnya.


    Pasal 7

    Keikutsertaan Perancang pada tahap penyusunan Rancangan Peraturan Perundang-undangan, dilaksanakan dalam rangka kegiatan penyusunan:

    1. pokok-pokok pikiran materi muatan;

    2. kerangka dasar atau sistematika;

    3. rumusan naskah awal;

    4. Rancangan Undang-Undang;

    5. Rancangan Peraturan Perundang-undangan di bawah Undang-Undang di tingkat pusat;

    6. Rancangan Peraturan Daerah; dan/atau

    7. Rancangan Peraturan Perundang-undangan dibawah Peraturan Daerah.


    Pasal 8
    (1)

    Keikutsertaan Perancang pada tahap pembahasan Rancangan Undang-Undang di Dewan Perwakilan Rakyat atau Rancangan Peraturan Daerah di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dilaksanakan dalam rangka kegiatan pada pembahasan:

    1. Pembicaraan Tingkat I; dan

    2. Pembicaraan Tingkat II.

    (2)

    Keikutsertaan Perancang pada tahap Pembicaraan Tingkat I di Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi kegiatan dalam rapat:

    1. kerja;

    2. panitia kerja;

    3. tim perumus/tim kecil; dan/atau

    4. tim sinkronisasi.

    (3)

    Keikutsertaan Perancang pada tahap Pembicaraan Tingkat I di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi kegiatan dalam rapat:

    1. komisi;

    2. gabungan komisi;

    3. badan legislasi daerah; dan/atau

    4. panitia khusus.

    (4)

    Keikutsertaan Perancang pada tahap Pembicaraan Tingkat II sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi kegiatan dalam pengambilan keputusan dalam rapat paripurna.


    Pasal 9

    Keikutsertaan Perancang pada tahap pengesahan atau penetapan dilaksanakan dalam rangka kegiatan penyiapan naskah Peraturan Perundang-undangan yang akan disahkan atau ditetapkan.


    Pasal 10

    Keikutsertaan Perancang pada tahap pengundangan dilaksanakan dalam rangka kegiatan penyiapan naskah Peraturan Perundang-undangan yang akan diundangkan.


    Pasal 11

    Selain Keikutsertaan Perancang pada setiap tahap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, Perancang juga dapat diikutsertakan dalam rangka kegiatan:

    1. penyebarluasan naskah Rancangan Peraturan Perundang-undangan;

    2. penyebarluasan naskah Peraturan Perundang-undangan; dan/atau c. penyusunan instrumen hukum lainnya.


    Pasal 12

    Kegiatan Perancang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 sampai dengan Pasal 11 dilaksanakan dengan berpedoman pada ketentuan Peraturan Perundang-undangan mengenai jabatan fungsional Perancang.


    Pasal 13
    (1)

    Dalam hal di lingkungan lembaga negara, kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, lembaga nonstruktural, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota belum mempunyai Perancang maka Pembentukan Peraturan Perundang- undangan pada lembaga, kementerian, atau Pemerintah Daerah tersebut dilaksanakan dengan mengikutsertakan Perancang dari lembaga, kementerian, atau Pemerintah Daerah lain.

    (2)

    Pengikutsertaan Perancang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara mengajukan permintaan tertulis kepada pimpinan lembaga, kementerian, atau Pemerintah Daerah yang mempunyai Perancang.

    (3)

    Dalam hal permintaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dapat dipenuhi maka keikutsertaan Perancang pada lembaga, kementerian, atau Pemerintah Daerah yang belum mempunyai Perancang dilaksanakan oleh pejabat di lingkungan unit kerja yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang hukum atau di bidang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

    (4)

    Pelaksanaan tugas oleh pejabat di lingkungan unit kerja yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang hukum atau di bidang Pembentukan Peraturan Perundang- undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal Peraturan Pemerintah ini diundangkan.


    Pasal 14
    (1)

    Untuk memenuhi ketentuan tentang keikutsertaan Perancang dalam Pembentukan Peraturan Perundang- undangan, lembaga negara atau lembaga nonstruktural yang tidak mempunyai Pegawai Negeri Sipil mengikutsertakan Perancang dari lembaga atau kementerian yang mempunyai Perancang.

    (2)

    Pengikutsertaan Perancang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara mengajukan permintaan tertulis kepada pimpinan lembaga atau kementerian yang mempunyai Perancang. BAB IV PEMBINAAN PERANCANG


    Pasal 15
    (1)

    Menteri melaksanakan pembinaan terhadap jabatan fungsional Perancang.

    (2)

    Dalam melaksanakan tugas pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri menugaskan kepada pejabat Pimpinan Tinggi Madya yang membidangi Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.


    Pasal 16

    Pembinaan jabatan fungsional Perancang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan mengenai jabatan fungsional Perancang.


    Pasal 17
    (1)

    Pembinaan jabatan fungsional Perancang mencakup aspek:

    1. perumusan kebijakan teknis pembinaan Perancangan;

    2. pembinaan kompetensi dan fasilitasi pengembangan karier Perancang;

    3. pengawasan terhadap penerapan etika profesi Perancang;

    4. pemantauan dan evaluasi pengelolaan jabatan fungsional Perancang; dan

    5. pemantauan dan evaluasi pengelolaan Perancang.

    (2)

    Ketentuan lebih lanjut mengenai pembinaan jabatan fungsional Perancang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.


    Pasal 18

    Pembinaan karier Perancang yang berada di lembaga negara, kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, lembaga nonstruktural, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dilakukan oleh pimpinan lembaga negara, kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, lembaga nonstruktural, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota masing-masing. BAB V KETENTUAN PERALIHAN


    Pasal 19
    (1)

    Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, lembaga negara, kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, lembaga nonstruktural, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota yang belum mempunyai Perancang atau belum cukup mempunyai Perancang sesuai dengan rencana kebutuhan jabatan, pimpinan lembaga, kementerian, atau Pemerintah Daerah tersebut dapat mengangkat pejabat Pimpinan Tingi atau pejabat Administrasi yang melaksanakan tugas di bidang hukum atau di bidang Pembentukan Peraturan Perundang- undangan di lingkungannya ke dalam jabatan fungsional Perancang melalui penyesuaian dalam jabatan.

    (2)

    Pejabat Pimpinan Tingi atau pejabat Administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan paling sedikit:

    1. berijazah paling rendah Sarjana Hukum atau Sarjana lain di bidang hukum;

    2. telah menduduki jabatan di bidang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan; dan

    3. mempunyai pengalaman melakukan kegiatan perancangan Peraturan Perundang-undangan paling singkat 2 (dua) tahun berturut-turut; dan

    4. memiliki pangkat terendah sesuai dengan syarat jabatannya.

    (3)

    Penyesuaian dalam jabatan fungsional Perancang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan paling lambat 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal Peraturan Pemerintah ini diundangkan.

    (4)

    Ketentuan lebih lanjut mengenai pengangkatan pejabat Pimpinan Tingi atau pejabat Administrasi untuk menduduki jabatan fungsional Perancang melalui penyesuaian dalam jabatan diatur dalam peraturan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pendayagunaan aparatur negara.


    Pasal 20
    (1)

    Dalam hal penyesuaian dalam jabatan fungsional Perancang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3) tidak dilaksanakan maka lembaga negara, kementerian, lembaga pemerintah nonkementerian, dan lembaga nonstruktural yang belum mempunyai Perancang, wajib mengangkat Perancang dalam waktu paling lambat 4 (empat) tahun terhitung sejak tanggal Peraturan Pemerintah ini diundangkan.

    (2)

    Dalam hal penyesuaian dalam jabatan fungsional Perancang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (3) tidak dilaksanakan maka Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota yang belum mempunyai Perancang, wajib mengangkat Perancang dalam waktu paling lambat 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal Peraturan Pemerintah ini diundangkan.

    (3)

    Pengangkatan Perancang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. BAB VI KETENTUAN PENUTUP


    Pasal 21

    Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 10 Agustus 2015 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 10 Agustus 2015 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. YASONNA HAMONANGAN LAOLY LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR 186 PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2015 TENTANG KEIKUTSERTAAN PERANCANG PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DAN PEMBINAANNYA __ I. UMUM Pasal 98 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menentukan bahwa setiap tahapan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan mengikutsertakan Perancang Peraturan Perundang-undangan. Selanjutnya dalam ketentuan Pasal 98 ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- undangan ditentukan bahwa mengenai keikutsertaan dan pembinaan Perancang Peraturan Perundang-undangan dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, diatur dengan Peraturan Pemerintah. Untuk melaksanakan ketentuan Pasal 98 ayat (2) tersebut, perlu ditetapkan Peraturan Pemerintah tentang Keikutsertaan Perancang Peraturan Perundang-undangan dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan Pembinaannya. Peraturan Pemerintah ini ditetapkan dengan tujuan untuk:

    1. meningkatkan kualitas Peraturan Perundang-undangan;

    2. meningkatkan peran Perancang dalam setiap tahapan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan; dan

    3. mewujudkan sumber daya manusia yang profesional dan memiliki kompetensi di bidang Peraturan Perundang-undangan. Dalam Peraturan Pemerintah ini diatur mengenai:

    4. ketentuan umum;

    5. kedudukan dan tugas Perancang;

    6. keikutsertaan Perancang pada setiap tahap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan;

    7. pembinaan Perancang;

    8. ketentuan peralihan; dan

    9. ketentuan penutup. II. PASAL DEMI PASAL


    Pasal 1

    Cukup jelas.


    Pasal 2

    Cukup jelas.


    Pasal 3

    Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan “pengharmonisasian” antara lain pengharmonisasian dengan sila-sila dalam Pancasila, pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan Peraturan Perundang- undangan yang lebih tinggi atau yang setingkat.


    Pasal 4

    Yang dimaksud dengan “bersikap profesional” adalah bahwa Perancang dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan keahlian, keterampilan, dan kompetensi yang dimiliki serta mempunyai integritas.


    Pasal 5

    Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas.


    Pasal 6

    Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Yang dimaksud dengan “Rancangan Peraturan Perundang- undangan lainnya” antara lain Rancangan Peraturan Menteri, Rancangan Peraturan Badan atau Komisi serta Rancangan Peraturan Gubernur atau Rancangan Peraturan Bupati/Walikota.


    Pasal 7

    Penyusunan Rancangan Peraturan Perundang-undangan dalam ketentuan ini termasuk juga melakukan pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi Rancangan Peraturan Perundang-undangan dengan sila-sila dalam Pancasila, pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi atau yang setingkat. Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Rancangan Undang-Undang dalam ketentuan ini yaitu Rancangan Undang-Undang yang berasal dari Pemerintah, Dewan Perwakilan Rakyat, atau Dewan Perwakilan Daerah. Huruf e Rancangan Peraturan Perundang-undangan di bawah Undang-Undang di tingkat pusat yaitu Rancangan Peraturan Pemerintah, Rancangan Peraturan Presiden, dan Rancangan Peraturan Menteri. Huruf f Rancangan Peraturan Daerah dalam ketentuan ini yaitu Rancangan Peraturan Daerah yang berasal dari Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota. Huruf g Rancangan Peraturan Perundang-undangan di bawah Peraturan Daerah dalam ketentuan ini antara lain Rancangan Peraturan Gubernur atau Rancangan Peraturan Bupati/Walikota.


    Pasal 8

    Ayat (1) Yang dimaksud dengan “Rancangan Undang-Undang” termasuk Rancangan Undang-Undang mengenai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang menjadi Undang- Undang, pencabutan Undang-Undang, dan pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang. Huruf a Kegiatan pada pembahasan Pembicaraan Tingkat I antara lain menyusun konsep dalam rangka pengantar musyawarah pembahasan Rancangan Undang- Undang, konsep penjelasan atau pemandangan umum Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau Kepala Daerah, konsep daftar inventarisasi masalah Rancangan Undang-Undang atau Rancangan Peraturan Daerah, konsep pendapat mini serta mengikuti siding pembahasan di Dewan Perwakilan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Huruf b Kegiatan pada pembahasan Pembicaraan Tingkat II antara lain menyusun konsep laporan hasil Pembicaraan Tingkat II, konsep pernyataan persetujuan atau penolakan Rancangan Undang- Undang atau penolakan Rancangan Undang-Undang atau Rancangan Peraturan Daerah, dan/atau konsep pendapat akhir. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas.


    Pasal 9

    Cukup jelas.


    Pasal 10

    Yang dimaksud dengan “kegiatan penyiapan naskah Peraturan Perundang-undangan yang akan diundangkan” antara lain penelitian kembali naskah Peraturan Perundang-undangan yang akan diundangkan, penyiapan penomoran pada naskah Peraturan Perundang-undangan, dan penyiapan naskah Peraturan Perundang-undangan sesuai dengan format dalam rangka penerbitan Peraturan Perundang-undangan dalam bentuk Lembaran Negara, Tambahan Lembaran Negara, Berita Negara, Tambahan Berita Negara, Lembaran Daerah, atau Tambahan Lembaran Daerah baik melalui media elektronik maupun media cetak.


    Pasal 11

    Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Yang dimaksud dengan “instrumen hukum lainnya” antara lain keputusan, surat edaran, instruksi, pengumuman, perjanjian, kontrak, gugatan dan jawaban gugatan, pendapat hukum, kajian hukum atau analisis permasalahan hukum.


    Pasal 12

    Cukup jelas.


    Pasal 13

    Cukup jelas.


    Pasal 14

    Cukup jelas.


    Pasal 15

    Cukup jelas.


    Pasal 16

    Cukup jelas.


    Pasal 17

    Ayat (1) Huruf a Yang dimaksud dengan “pimbinaan Perancang” adalah upaya penjaminan kualitas Perancang antara lain melalui kurikulum, penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan, penyelenggaraan uji kompetensi Perancang, dan peningkatan kompetensi lainnya. Huruf b Yang dimaksud dengan ”pembinaan kompetensi” meliputi pelatihan penjenjangan, pelatihan teknis, dan uji kompetensi. Yang dimaksud dengan ”fasilitasi pengembangan karier” meliputi konsultasi dan advokasi. Huruf c Cukup jelas Huruf d Cukup jelas Huruf e Cukup jelas


    Pasal 18

    Cukup jelas.


    Pasal 19

    Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “memiliki syarat terendah sesuai dengan syarat jabatannya” contohnya adalah:


  10. untuk Jabatan Pimpinan Tinggi Pratama syarat kepangkatan yang harus dimiliki paling rendah golongan ruang IV/b; dan

  1. untuk jabatan Pengawas syarat kepangkatan yang harus dimiliki paling rendah golongan ruang III/b. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas.
    Pasal 20

    Cukup jelas.


    Pasal 21 Cukup jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5729

Webmentions

Anda dapat memberikan tanggapan atas peraturan ini dengan like, retweet/repost pada tweet yang mencantumkan tautan pada laman ini.

Tanggapan (0):