Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional Tahun 2015-2035

Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2015

Kerangka<< >>

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN INDUSTRI NASIONAL TAHUN 2015-2035 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 9 ayat (5) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional Tahun 2015-2035; Mengingat :

  1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

  2. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 4, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5492); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN INDUSTRI NASIONAL TAHUN 2015-2035.

    Pasal 1
    (1)

    Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional Tahun 2015-2035 yang selanjutnya disebut RIPIN 2015-2035 ditetapkan untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun.

    (2)

    RIPIN 2015-2035 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat:

    1. visi, misi, dan strategi pembangunan industri;

    2. sasaran dan tahapan capaian pembangunan industri;

    3. bangun industri nasional;

    4. pembangunan sumber daya industri;

    5. pembangunan sarana dan prasarana industri;

    6. pemberdayaan industri;

    7. perwilayahan industri; dan

    8. kebijakan afirmatif industri kecil dan industri menengah.

    (3)

    RIPIN 2015-2035 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tercantum dalam lampiran dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini.


    Pasal 2

    RIPIN 2015-2035 sejalan dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional dan merupakan pedoman bagi Pemerintah dan pelaku industri dalam perencanaan dan pembangunan industri.


    Pasal 3
    (1)

    RIPIN 2015-2035 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dilaksanakan melalui Kebijakan Industri Nasional yang selanjutnya disebut KIN.

    (2)

    KIN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang industri.

    (3)

    Dalam penyusunan KIN sebagaimana dimaksud pada ayat (2), menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang industri berkoordinasi dengan menteri dan kepala lembaga pemerintah nonkementerian terkait serta mempertimbangkan masukan dari pemangku kepentingan.

    (4)

    KIN sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh Presiden.

    (5)

    KIN sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berlaku untuk jangka waktu 5 (lima) tahun.


    Pasal 4

    RIPIN 2015-2035 dan KIN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dijadikan acuan bagi:

    1. menteri dan kepala lembaga pemerintah nonkementerian dalam menetapkan kebijakan sektoral yang terkait dengan bidang perindustrian yang dituangkan dalam dokumen rencana strategis di bidang tugas masing–masing sebagai bagian dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional;

    2. gubernur dalam penyusunan rencana pembangunan industri provinsi; dan

    3. bupati/walikota dalam penyusunan rencana pembangunan industri kabupaten/kota.


    Pasal 5

    Rencana pembangunan industri provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b sejalan dengan rencana pembangunan jangka menengah daerah provinsi.


    Pasal 6

    Rencana pembangunan industri kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf c sejalan dengan rencana pembangunan jangka menengah daerah kabupaten/kota.


    Pasal 7

    Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang industri melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan RIPIN 2015-2035 dan KIN.


    Pasal 8

    RIPIN 2015-2035 dapat ditinjau kembali setiap 5 (lima) tahun.


    Pasal 9

    Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 6 Maret 2015 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd JOKO WIDODO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 6 Maret 2015 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd YASONNA H. LAOLY LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR 46 PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2015 2014 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN INDUSTRI NASIONAL TAHUN 2015-2035 I. UMUM Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian telah meletakkan industri sebagai salah satu pilar ekonomi dan memberikan peran yang cukup besar kepada pemerintah untuk mendorong kemajuan industri nasional secara terencana. Peran tersebut diperlukan dalam mengarahkan perekonomian nasional untuk tumbuh lebih cepat dan mengejar ketertinggalan dari negara lain yang lebih dahulu maju. Untuk memperkuat dan memperjelas peran pemerintah dalam pembangunan industri nasional, perlu disusun perencanaan pembangunan industri nasional yang sistematis, komprehensif, dan futuristik dalam wujud Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional 2015-2035 yang selanjutnya disebut RIPIN 2015-2035. Penyusunan RIPIN 2015-2035 selain dimaksudkan untuk melaksanakan amanat ketentuan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian juga dimaksudkan untuk mempertegas keseriusan pemerintah dalam mewujudkan tujuan penyelenggaraan perindustrian, yaitu:


  3. mewujudkan industri nasional sebagai pilar dan penggerak perekonomian nasional;

  4. mewujudkan kedalaman dan kekuatan struktur industri;

  5. mewujudkan industri yang mandiri, berdaya saing, dan maju, serta Industri Hijau;

  6. mewujudkan kepastian berusaha, persaingan yang sehat, serta mencegah pemusatan atau penguasaan industri oleh satu kelompok atau perseorangan yang merugikan masyarakat;

  7. membuka kesempatan berusaha dan perluasan kesempatan kerja;

  8. mewujudkan pemerataan pembangunan industri ke seluruh wilayah Indonesia guna memperkuat dan memperkukuh ketahanan nasional; dan

  9. meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat secara berkeadilan. RIPIN 2015-2035 disusun dengan memperhatikan beberapa aspek yang memiliki karakteristik dan relevansi yang cukup kuat dengan pembangunan industri nasional, diantaranya:

  10. Dinamika Terkait Sektor lndustri a. Peningkatan jumlah, perubahan komposisi, dan peningkatan kesejahteraan penduduk Besarnya jumlah penduduk merupakan pasar potensial bagi industri barang konsumsi dan industri pendukungnya, termasuk industri komponen. Selain itu, komposisi struktur demografi penduduk berusia produktif yang lebih besar merupakan peluang bagi peningkatan produktivitas industri nasional. Peningkatan potensi pasar dan produktivitas ini akan berpengaruh pada peningkatan kesejahteraan melalui peningkatan pendapatan per kapita.

    1. Kearifan lokal yang tumbuh di masyarakat Kearifan lokal merupakan kekayaan budaya yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, serta merupakan perilaku positif manusia dalam berhubungan dengan alam dan lingkungan sekitarnya yang bersumber dari nilai-nilai agama, adat istiadat atau budaya setempat, yang terbangun secara alamiah dalam suatu komunitas masyarakat untuk beradaptasi dengan lingkungan di sekitarnya. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian menyebutkan bahwa, Industri yang memiliki keunikan dan merupakan warisan budaya adalah industri yang memiliki berbagai jenis motif, desain produk, teknik pembuatan, keterampilan, dan/atau bahan baku yang berbasis pada kearifan lokal, misalnya batik (pakaian tradisional), ukir-ukiran kayu dari Jepara dan Yogyakarta, kerajinan perak, dan patung Asmat. Pemerintah bertanggungjawab mengembangkan, memanfaatkan, dan mempromosikan warisan budaya yang berbasis kearifan lokal serta memberikan perlindungan hak-hak masyarakat lokal mereka, baik dari kepunahan maupun dari pengambilan secara tanpa hak oleh pihak-pihak luar. Perlindungan warisan budaya yang berbasis kearifan lokal terkait erat dengan identitas sosial budaya dari pemangku kepentingan yang disusun berlandaskan semangat memberikan pelindungan, ketentraman, dan nilai–nilai penghormatan hak asasi manusia setiap warga negara secara proporsional, dengan tujuan memberikan kesempatan dalam berusaha dan bekerja berdasarkan prinsip persaingan usaha yang sehat dan mencegah pemusatan atau penguasaan industri oleh perseorangan atau kelompok yang merugikan masyarakat. Perwujudan warisan budaya yang berbasis kearifan lokal diharapkan dapat memperkuat dan memperkukuh ketahanan nasional serta mewujudkan pemerataan pembangunan industri ke seluruh wilayah Indonesia dengan memperhatikan kenyataan keberagaman penyebaran dan pemerataan pembangunan industri ke seluruh wilayah Indonesia berdasarkan pendayagunaan potensi sumber daya wilayah serta memperhatikan nilai keseimbangan, keserasian, dan keselarasan antara kepentingan individu, masyarakat dan kepentingan bangsa dan negara.

    2. Perkembangan teknologi Perkembangan teknologi di masa depan akan difokuskan pada nanotechnology , biotechnology , information technology dan cognitive science , dengan fokus aplikasi pada bidang energi, pangan, kesehatan, dan lingkungan. Perkembangan tersebut akan berpengaruh pada perkembangan sektor industri nasional sehingga perlu disiapkan sistem serta strategi alih teknologi dan inovasi teknologi yang sesuai, diantaranya peningkatan pembiayaan penelitian dan pengembangan (R&D), termasuk sinergi antara pemerintah, pengusaha dan akademisi.

    3. Globalisasi proses produksi Globalisasi berdampak pada pelibatan industri nasional dalam rantai pasok global dimana penciptaan nilai tambah melalui proses produksi tersebar di banyak negara. Perdagangan komponen diprediksi akan semakin mendominasi struktur perdagangan antar negara. Keterlibatan industri nasional dalam rantai pasok global juga berpotensi pada kerentanan terhadap gejolak perekonomian dunia. Oleh karena itu, kebijakan kemandirian dan ketahanan industri nasional menjadi sangat penting di masa depan.

    4. Kelangkaan energi Kelangkaan energi telah mulai dirasakan dan untuk menjamin keberlangsungan pembangunan industri diperlukan kebijakan penghematan dan diversifikasi energi serta perhatian yang lebih besar terhadap pengembangan sumber energi terbarukan dan energi nuklir yang murah dan aman.

    5. Kelangkaan Bahan Baku Tidak Terbarukan Kelangkaan minyak bumi sebagai bahan baku industri petrokimia telah mengakibatkan industri tersebut tidak dapat beroperasi lagi atau beroperasi dengan biaya yang tinggi sehingga tidak kompetitif. Kondisi ini harus diantisipasi lebih jauh oleh industri hulu lainnya seperti industri berbasis mineral, dengan cara memperkuat R&D agar bisa menggunakan bahan baku yang lain, termasuk menggunakan proses recovery .

    6. Peningkatan kepedulian terhadap lingkungan hidup Untuk menjamin keberlanjutan sektor industri di masa depan, pembangunan industri hijau ( green industry ) perlu lebih diprioritaskan, antara lain melalui regulasi eco product , pemakaian energi terbarukan dan ramah lingkungan, serta bahan-bahan berbahaya.

    7. Peningkatan kebutuhan pangan Kebutuhan pangan akan meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk, serta daya beli dan tingkat pendidikan konsumen. Kebutuhan ini tidak hanya dari sisi kuantitas, tetapi juga dari sisi kualitas, penyajian yang menarik, cepat dan praktis, serta standar higienisme yang lebih tinggi dan harga yang kompetitif dan terjangkau. Kebutuhan akan produk pangan yang sehat, aman, dan halal juga semakin tinggi.

    8. Paradigma manufaktur Perubahan paradigma manufaktur mengakibatkan perubahan sistem manufaktur dari mass production menjadi mass customization, dimana perhatian pertama diberikan pada perancangan untuk menghasilkan kualitas produk sesuai dengan kebutuhan pelanggan, dilanjutkan dengan pertimbangan pasar untuk menetapkan harga, dan aspek investasi untuk menetapkan biaya produksi. Dengan demikian, perhatian diberikan pada tahap perencanaan agar dapat memenuhi market acceptability .

    9. Alih daya produksi dan kolaborasi Proses alih daya (outsourcing) merupakan suatu alternatif yang berkembang, bahkan banyak industri di negara maju yang melaksanakan seluruh proses produksinya di negara berkembang, atau dikenal sebagai relokasi industri, artinya outsourcing tidak hanya pada seluruh proses tetapi juga termasuk penggunaan sumberdaya manusia ( people outsourcing ).

    10. Ketersediaan tenaga kerja kompeten Pasar bebas tenaga kerja akan diberlakukan di regional ASEAN pada akhir tahun 2015 dengan terbentuknya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Untuk itu, pembangunan tenaga kerja industri kompeten menjadi kebutuhan mendesak yang dilakukan melalui pendidikan vokasi, pendidikan dan pelatihan, pemagangan, serta didukung dengan pemberlakukan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI).

  11. Perjanjian Kerjasama Internasional Beberapa perjanjian kerjasama internasional yang melibatkan Indonesia antara lain:

    1. Perjanjian Multilateral 1) Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) yang telah disahkan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994.

      1. Preferential Trade Agreement Among D-8 Member States (Persetujuan Preferensi Perdagangan antara Negara–Negara Anggota D-8) yang telah disahkan dengan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2011.

    2. Perjanjian Regional 1) Charter of the Association of Southeast Asian Nations (Piagam Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara) yang telah disahkan dengan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2008.

      1. Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation Between the Association of Southeast Asian Nations and the People’s Republic of China (Persetujuan Kerangka Kerja mengenai Kerjasama Ekonomi Menyeluruh antara Negara- negara Anggota Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara dan Republik Rakyat China) yang telah disahkan dengan Keputusan Presiden Nomor 48 Tahun 2004.

      2. Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation Between the Association of Southeast Asian Nations and the Republic of India (Persetujuan Kerangka Kerja mengenai Kerjasama Ekonomi Menyeluruh antara Negara-negara Anggota Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara dan Republik India) yang telah disahkan dengan Keputusan Presiden Nomor 69 Tahun 2004.

      3. Framework Agreement on Comprehensive Economic Cooperation among the Government of the Member Countries of the Association of Southeast Asian Nation and the Republic of Korea (Persetujuan Kerangka Kerja mengenai Kerjasama Ekonomi Menyeluruh antara Pemerintah Negara-negara Anggota Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara dan Republik Korea) yang telah disahkan dengan Peraturan Presiden Nomor 11 Tahun 2007.

      4. Agreement of Comprehensive Economic Partnership among Member States of the Association of Southeast Asian Nations and Japan (Persetujuan Kemitraan Ekonomi Menyeluruh antara Negara-negara Anggota Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara dan Jepang) yang telah disahkan dengan Peraturan Presiden Nomor 50 Tahun 2007.

      5. Agreement Establishing the ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area (Persetujuan Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN- Australia-Selandia Baru) yang telah disahkan dengan Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2011.

    3. Perjanjian Bilateral 1) Agreement Between the Republic of Indonesia and Japan for an Economic Partnership (Persetujuan Antara Republik Indonesia dan Jepang Mengenai Suatu Kemitraan Ekonomi) yang telah disahkan dengan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2008.

      1. Persetujuan Kerangka Kerja Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Islam Pakistan tentang Kemitraan Ekonomi Komprehensif ( Framework Agreement Between the Government of the Republic of Indonesia and the Government of the Islamic Republic of Pakistan on Comprehensive Economic Partnership ) yang telah disahkan dengan Peraturan Presiden Nomor 58 Tahun 2008.

      2. Persetujuan Kerangka Kerja Mengenai Kemitraan dan Kerjasama Menyeluruh antara Republik Indonesia di Satu Pihak, dan Komunitas Eropa Peserta Negara-negara Anggotanya di Pihak Lainnya ( Framework Agreement on Comprehensive Partnership and Cooperation Between the Republic of Indonesia of the One Part, and the European Community and the Member States of the Other Part ) yang telah disahkan dengan Peraturan Presiden Nomor 21 Tahun 2012.

      3. Persetujuan Kerangka Kerja mengenai Kemitraan bidang Ekonomi dan Perdagangan secara Komprehensif antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Islam Iran ( Framework Agreement on Comprehensive Trade and Economic Partnership between the Government of the Republic of Indonesia and the Government of the Islamic Republic of Iran ) yang telah disahkan dengan Peraturan Presiden Nomor 102 Tahun 2006. Adanya perjanjian kerjasama internasional tersebut berdampak pada beberapa hal berikut:

    4. semakin meningkatnya Foreign Direct Investment (FDI) karena daya tarik potensi pasar Indonesia atau karena daya tarik potensi sumber daya alam atau bahan baku yang dimiliki Indonesia;

    5. semakin meningkatnya transaksi perdagangan global oleh Trans National Corporation (TNC) yang menjadikan industri di Indonesia sebagai bagian dari Rantai Nilai Global ( Global Value Chains – GVCs).

    6. semakin berkurangnya instrumen perlindungan, baik yang bersifat tarif maupun non-tarif, bagi pengembangan, ketahanan maupun daya saing industri di dalam negeri;

    7. semakin derasnya arus impor produk barang dan jasa yang berpotensi mengancam kondisi neraca perdagangan dan neraca pembayaran; dan

    8. semakin ketatnya persaingan antara pekerja asing dan pekerja domestik sebagai akibat pergerakan pekerja terampil secara lebih bebas.

  12. Kebijakan Otonomi Daerah Pelaksanaan otonomi daerah atau desentralisasi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah. Dalam kaitannya dengan sektor industri, adanya pembagian urusan pemerintahan memberi banyak peluang yang dapat dimanfaatkan oleh daerah provinsi, kabupaten dan kota untuk mempercepat pertumbuhan dan pengembangan industri di daerah serta meminimalkan ketidakmerataan penyebaran industri di wilayah Indonesia. Dalam upaya mengejawantahkan RIPIN 2015-2035, disusun Kebijakan Industri Nasional (KIN) untuk masa berlaku selama 5 (lima) tahun dan operasionalisasinya dilaksanakan melalui Rencana Kerja Pembangunan Industri yang disusun untuk masa berlaku selama 1 (satu) tahun. RIPIN 2015-2035 dan KIN dijadikan acuan oleh menteri dan kepala lembaga pemerintah nonkementerian dalam menetapkan kebijakan sektoral yang terkait dengan bidang perindustrian yang dituangkan dalam dokumen rencana strategis di bidang tugas masing-masing sebagai bagian dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional. Di samping itu RIPIN 2015-2035 dan KIN juga dijadikan acuan bagi gubernur dan bupati/walikota dalam penyusunan rencana pembangunan industri daerah baik dalam skala provinsi maupun dalam skala kabupaten/kota. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Cukup jelas. Pasal 3 Cukup jelas. Pasal 4 Cukup jelas. Pasal 5 Cukup jelas. Pasal 6 Cukup jelas. Pasal 7 Cukup jelas. Pasal 8 Cukup jelas. Pasal 9 Cukup jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5671 LAMPIRAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA INDUK PEMBANGUNAN INDUSTRI NASIONAL TAHUN 2015-2035 RENCANA INDUK PEMBANGUNAN INDUSTRI NASIONAL TAHUN 2015-2035 I. VISI, MISI, DAN STRATEGI PEMBANGUNAN INDUSTRI Visi Pembangunan Industri Nasional adalah Indonesia Menjadi Negara Industri Tangguh. Industri Tangguh bercirikan:

  13. struktur industri nasional yang kuat, dalam, sehat, dan berkeadilan;

  14. industri yang berdaya saing tinggi di tingkat global; dan

  15. industri yang berbasis inovasi dan teknologi. Dalam rangka mewujudkan visi tersebut, pembangunan industri nasional mengemban misi sebagai berikut:

  16. meningkatkan peran industri nasional sebagai pilar dan penggerak perekonomian nasional;

  17. memperkuat dan memperdalam struktur industri nasional;

  18. meningkatkan industri yang mandiri, berdaya saing, dan maju, serta Industri Hijau;

  19. menjamin kepastian berusaha, persaingan yang sehat, serta mencegah pemusatan atau penguasaan industri oleh satu kelompok atau perseorangan yang merugikan masyarakat;

  20. membuka kesempatan berusaha dan perluasan kesempatan kerja;

  21. meningkatkan persebaran pembangunan industri ke seluruh wilayah Indonesia guna memperkuat dan memperkukuh ketahanan nasional; dan

  22. meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat secara berkeadilan. Strategi yang ditempuh untuk mencapai visi dan misi pembangunan industri nasional adalah sebagai berikut:

  23. mengembangkan industri hulu dan industri antara berbasis sumber daya alam;

  24. melakukan pengendalian ekspor bahan mentah dan sumber energi;

  25. meningkatkan penguasaan teknologi dan kualitas sumber daya manusia (SDM) industri;

  26. menetapkan Wilayah Pengembangan Industri (WPI);

  27. mengembangkan Wilayah Pusat Pertumbuhan Industri (WPPI), Kawasan Peruntukan Industri, Kawasan Industri, dan Sentra Industri kecil dan industri menengah;

  28. menyediakan langkah-langkah afirmatif berupa perumusan kebijakan, penguatan kapasitas kelembagaan dan pemberian fasilitas kepada industri kecil dan industri menengah;

  29. melakukan pembangunan sarana dan prasarana Industri;

  30. melakukan pembangunan industri hijau;

  31. melakukan pembangunan industri strategis;

  32. melakukan peningkatan penggunaan produk dalam negeri; dan

  33. meningkatkan kerjasama internasional bidang industri. II. SASARAN DAN TAHAPAN CAPAIAN PEMBANGUNAN INDUSTRI A. Sasaran Pembangunan Industri Sasaran Pembangunan Industri Nasional adalah sebagai berikut:

  34. meningkatnya pertumbuhan industri yang diharapkan dapat mencapai pertumbuhan 2 (dua) digit pada tahun 2035 sehingga kontribusi __ industri dalam Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 30% (tiga puluh persen);

  35. meningkatnya penguasaan pasar dalam dan luar negeri dengan mengurangi ketergantungan terhadap impor bahan baku, bahan penolong, dan barang modal, serta meningkatkan ekspor produk industri;

  36. tercapainya percepatan penyebaran dan pemerataan industri ke seluruh wilayah Indonesia;

  37. meningkatnya kontribusi industri kecil terhadap pertumbuhan industri nasional;

  38. meningkatnya pengembangan inovasi dan penguasaan teknologi;

  39. meningkatnya penyerapan tenaga kerja yang kompeten di sektor industri; dan

  40. menguatnya struktur industri dengan tumbuhnya industri hulu dan industri antara yang berbasis sumber daya alam. Sasaran pembangunan sektor industri yang dicapai pada tahun 2015 sampai dengan tahun 2035 seperti terlihat pada tabel berikut. Tabel 2.1 Sasaran Pembangunan Industri Tahun 2015 s.d. 2035 (persen) NO ^Indikator Pembangunan Industri Satuan 2015 2020 2025 2035 1 ^Pertumbuhan sektor industri nonmigas % 6,8 8,5 9,1 10,5 2 ^Kontribusi industri nonmigas terhadap PDB % 21,2 24,9 27,4 30,0 3 Kontribusi ekspor produk industri terhadap total ekspor % 67,3 69,8 73,5 78,4 4 ^Jumlah tenaga kerja di sektor industri juta orang 15,5 18,5 21,7 29,2 5 Persentase tenaga kerja di sektor industri terhadap total pekerja % 14,1 15,7 17,6 22,0 6 Rasio impor bahan baku sektor industri terhadap PDB sektor industri nonmigas % 43,1 26,9 23,0 20,0 7 ^Nilai Investasi sektor industri Rp triliun 270 618 1.000 4.150 8 Persentase nilai tambah sektor industri yang diciptakan di luar Pulau Jawa % 27,7 29,9 33,9 40,0 Sasaran kuantitatif di atas ditentukan berdasarkan asumsi yang didukung oleh komitmen pemerintah untuk tercapainya kondisi sebagai berikut:

  41. stabilitas politik dan ekonomi yang mendukung peningkatan pertumbuhan ekonomi nasional antara 6% (enam persen) sampai dengan 9% (sembilan persen) per tahun;

  42. perkembangan ekonomi global yang dapat mendukung pertumbuhan ekspor nasional khususnya produk industri;

  43. iklim investasi dan pembiayaan yang mendorong peningkatan investasi di sektor industri;

  44. ketersediaan infrastruktur yang __ dapat mendukung peningkatan produksi dan kelancaran distribusi;

  45. kualitas dan kompetensi SDM industri berkembang dan mendukung peningkatan penggunaan teknologi dan inovasi di sektor industri;

  46. kebijakan terkait sumber daya alam yang mendukung pelaksanaan program hilirisasi industri secara optimal; dan

  47. koordinasi antarkementerian/lembaga dan peran aktif pemerintah daerah dalam pembangunan industri. B. Penahapan Capaian Pembangunan Industri Penahapan capaian pembangunan industri prioritas dilakukan untuk jangka menengah dan jangka panjang. Sejalan dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN), tahapan dan arah rencana pembangunan industri nasional diuraikan sebagai berikut:

  48. Tahap I (2015-2019) Arah rencana pembangunan industri nasional pada tahap ini dimaksudkan untuk meningkatkan nilai tambah sumber daya alam pada industri hulu berbasis agro, mineral dan migas, yang diikuti dengan pembangunan industri pendukung dan andalan secara selektif melalui penyiapan SDM yang ahli dan kompeten di bidang industri, serta meningkatkan penguasaan teknologi.

  49. Tahap II (2020-2024) Arah rencana pembangunan industri nasional pada tahap ini dimaksudkan untuk mencapai keunggulan kompetitif dan berwawasan lingkungan melalui penguatan struktur industri dan penguasaan teknologi, serta didukung oleh SDM yang berkualitas.

  50. Tahap III (2025-2035) Arah rencana pembangunan industri nasional pada tahap ini dimaksudkan untuk menjadikan Indonesia sebagai Negara Industri Tangguh yang bercirikan struktur industri nasional yang kuat dan dalam, berdaya saing tinggi di tingkat global, serta berbasis inovasi dan teknologi. Tahapan pembangunan industri secara ringkas dapat digambarkan sebagai berikut: __ Gambar 2.1 Tahapan Pembangunan Industri Nasional III. BANGUN INDUSTRI NASIONAL Bangun industri nasional berisikan industri andalan masa depan, industri pendukung, dan industri hulu, dimana ketiga kelompok industri tersebut memerlukan modal dasar berupa sumber daya alam, sumber daya manusia, serta teknologi, inovasi, dan kreativitas. Pembangunan industri di masa depan tersebut juga memerlukan prasyarat berupa ketersediaan infrastruktur dan pembiayaan yang memadai, serta didukung oleh kebijakan dan regulasi yang efektif. A. Karakteristik Industri Nasional Tahun 2035 Industri nasional tahun 2035 memiliki karakteristik sebagai berikut:

  51. Industri manufaktur kelas dunia (world class manufacturing), yang memiliki basis industri yang kuat dengan kondisi:

    1. tumbuh dan berkembangnya industri manufaktur dengan berbasis sumber daya nasional;

    2. terbangunnya modal dasar dan prasyarat pembangunan industri; dan c. terbentuknya daya saing yang kuat di pasar internasional.

  52. Struktur industri yang kuat sebagai motor penggerak utama ( prime mover ) perekonomian dengan ciri sebagai berikut:

    1. mempunyai kaitan ( linkage ) yang kuat dan sinergis antarsubsektor industri dan dengan berbagai sektor ekonomi lainnya;

    2. memiliki kandungan lokal yang tinggi;

    3. menguasai pasar domestik;

    4. memiliki produk unggulan industri masa depan;

    5. dapat tumbuh secara berkelanjutan; dan

    6. mempunyai daya tahan ( resilience ) yang tinggi terhadap gejolak perekonomian dunia.

  53. Sinergitas yang kuat antara industri kecil, menengah, dan besar yang menjalankan perannya sebagai sebuah rantai pasok ( supply chain ). Sinergitas tersebut harus dibangun melalui hubungan yang saling menguntungkan dan saling membutuhkan antarskala usaha sektor industri secara nasional.

  54. Peran dan kontribusi industri manufaktur yang semakin penting dalam ekonomi nasional sebagai tumpuan bagi penciptaan lapangan kerja, penciptaan nilai tambah, penguasaan pasar domestik, pendukung pembangunan berkelanjutan, dan menghasilkan devisa. B. Kerangka Pikir Bangun Industri Nasional Kerangka Pikir Bangun Industri Nasional tahun 2035 mencakup:

  55. Industri Andalan, yaitu industri prioritas yang berperan besar sebagai penggerak utama ( prime mover ) perekonomian di masa yang akan datang. Selain memperhatikan potensi sumber daya alam sebagai sumber keunggulan komparatif, industri andalan tersebut memiliki keunggulan kompetitif yang mengandalkan sumber daya manusia yang berpengetahuan dan terampil, serta ilmu pengetahuan dan teknologi.

  56. Industri Pendukung, yaitu industri prioritas yang berperan sebagai faktor pemungkin ( enabler ) bagi pengembangan industri andalan secara efektif, efisien, integratif dan komprehensif.

  57. Industri Hulu, yaitu industri prioritas yang bersifat sebagai basis industri manufaktur yang menghasilkan bahan baku yang dapat disertai perbaikan spesifikasi tertentu yang digunakan untuk industri hilirnya.

  58. Modal Dasar, yaitu faktor sumber daya yang digunakan dalam kegiatan industri untuk menghasilkan barang dan jasa serta dalam penciptaan nilai tambah atau manfaat yang tinggi. Modal dasar yang diperlukan dan digunakan dalam kegiatan industri adalah:

    1. sumber daya alam yang diolah dan dimanfaatkan secara efisien, ramah lingkungan, dan berkelanjutan, sebagai bahan baku maupun sumber energi bagi kegiatan industri;

    2. sumber daya manusia yang memiliki kompetensi kerja (pengetahuan, keterampilan, dan sikap) yang sesuai di bidang industri; dan

    3. pengembangan, penguasaan, dan pemanfaatan teknologi industri, kreativitas serta inovasi untuk meningkatkan efisiensi, produktivitas, nilai tambah, daya saing, dan kemandirian sektor industri nasional.

  59. Prasyarat, yaitu kondisi ideal yang dibutuhkan agar tujuan pembangunan industri dapat tercapai. Prasyarat yang dibutuhkan untuk mewujudkan industri andalan, pendukung dan hulu, serta dalam pemanfaatan sumber daya di masa yang akan datang adalah:

    1. penyediaan infrastruktur industri di dalam dan di luar kawasan industri dan/atau di dalam kawasan peruntukan Industri;

    2. penetapan kebijakan dan regulasi yang mendukung iklim usaha yang kondusif bagi sektor industri; dan

    3. penyediaan alokasi dan kemudahan pembiayaan yang kompetitif untuk pembangunan industri nasional. C. Penetapan Industri Prioritas Penetapan industri prioritas dilakukan dengan mempertimbangkan:

  60. Kepentingan nasional sebagai tujuan pembangunan industri diantaranya adalah:

    1. peningkatan kemandirian ekonomi dan mengurangi ketergantungan ekonomi dari negara lain;

    2. keamanan, kesatuan, dan konektivitas wilayah Indonesia secara strategis; dan

    3. persebaran kegiatan ekonomi dan industri secara lebih merata ke seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

  61. Permasalahan terkait pertumbuhan ekonomi yang dihadapi diantaranya adalah:

    1. penyerapan tenaga kerja dan peningkatan kesejahteraan pekerja melalui penciptaan lapangan kerja produktif; dan

    2. struktur industri yang lemah yang ditandai dengan kurangnya keterkaitan antara satu sektor industri dengan industri lainnya, tingginya kandungan impor bahan baku dan komponen, dan lemahnya daya saing di pasar global.

  62. Keinginan untuk mengejar ketertinggalan dari negara maju dilakukan melalui peningkatan produktivitas yang dapat dicapai melalui pemanfaatan teknologi yang sesuai. Berdasarkan pertimbangan di atas, maka dirumuskan kriteria penentuan industri prioritas sebagai berikut :

  63. Kriteria secara kuantitatif terdiri dari :

    1. memenuhi kebutuhan dalam negeri dan substitusi impor, atau memiliki potensi pasar yang tumbuh pesat di dalam negeri;

    2. meningkatkan kuantitas dan kualitas penyerapan tenaga kerja, atau berpotensi dan/atau mampu menciptakan lapangan kerja produktif;

    3. memiliki daya saing internasional, atau memiliki potensi untuk tumbuh dan bersaing di pasar global;

    4. memberikan nilai tambah yang tumbuh progresif di dalam negeri, atau memiliki potensi untuk tumbuh pesat dalam kemandirian;

    5. memperkuat, memperdalam, dan menyehatkan struktur industri; dan

    6. memiliki keunggulan komparatif, penguasaan bahan baku, dan teknologi.

  64. Kriteria secara kualitatif terdiri dari:

    1. memperkokoh konektivitas ekonomi nasional;

    2. menopang ketahanan pangan, kesehatan dan energi; dan

    3. mendorong penyebaran dan pemerataan industri. Indikator untuk kriteria kuantitatif tersaji pada Tabel 3.1. Tabel 3.1 Indikator Kriteria Pemilihan Industri Prioritas No. Kriteria Indikator Kuantitatif 1 Memenuhi kebutuhan dalam negeri dan substitusi impor 1. Pertumbuhan nilai impor 2. Pertumbuhan volume impor 3. Rasio impor terhadap total perdagangan 4. Pertumbuhan output 5. Proporsi bahan baku impor 2 Meningkatkan kuantitas dan kualitas penyerapan tenaga kerja 1. Tenaga kerja per perusahaan 2. Peran dalam penyerapan tenaga kerja 3. Intensitas penggunaan tenaga kerja 4. Output per tenaga kerja 5. Nilai tambah per tenaga kerja 6. Balas jasa tenaga kerja 3 Memiliki daya saing internasional 1. Pertumbuhan ekspor 2. Revealed Comparative Advantage (RCA) 3. Acceleration ratio (AR) 4. Kontribusi ekspor terhadap total ekspor dunia 4 Memiliki nilai tambah yang tumbuh progresif di dalam negeri 1. Pertumbuhan nilai tambah 2. Pertumbuhan pasar dunia (pertumbuhan total impor dunia) 3. Persentase nilai tambah dari penanaman modal asing 4. Tingkat penggunaan bahan baku impor 5 Memperkuat, memperdalam, dan menyehatkan struktur industri 1. Keterkaitan ke depan (forward linkage) 2. Keterkaitan ke belakang __ (backward linkage) 3. Nilai tambah per output No. Kriteria Indikator Kuantitatif 4. Persentase skala industri besar 5. Rasio konsentrasi 4 (empat) perusahaan besar (Concentration Ratio 4 - CR4) 6. Proporsi bahan baku impor 7. Rata-rata nilai tambah per perusahaan 6 Memiliki keunggulan komparatif, penguasaan bahan baku, dan teknologi - Berdasarkan kriteria kualitatif dan kuantatif tersebut, ditentukan 10 (sepuluh) industri prioritas yang dikelompokkan ke dalam industri andalan, industri pendukung, dan industri hulu sebagai berikut :

  65. Industri Pangan Industri Andalan 2. Industri Farmasi, Kosmetik, dan Alat Kesehatan 3. Industri Tekstil, Kulit, Alas Kaki, dan Aneka 4. Industri Alat Transportasi 5. Industri Elektronika dan Telematika/ICT 6. Industri Pembangkit Energi 7. Industri Barang Modal, Komponen, Bahan Penolong, dan Jasa Industri Industri Pendukung 8. Industri Hulu Agro 9. Industri Logam Dasar dan Bahan Galian Bukan Logam Industri Hulu 10. Industri Kimia Dasar Berbasis Migas dan Batubara __ __ __ __ __ Gambar 3.1 Bangun Industri Nasional D. Penahapan Pembangunan Industri Prioritas Berdasarkan pentahapan pembangunan industri dan penetapan industri prioritas ditetapkan tahapan pembangunan industri prioritas seperti ditunjukkan pada Tabel 3.2. Tabel ... Industri Logam Dasar dan Bahan Galian Bukan Logam Industri Kimia Dasar Berbasis Migas dan Batubara Industri Barang Modal, Komponen, Bahan Penolong, dan Jasa Industri Industri Farmasi, Kosmetik, dan Alat Kesehatan Industri Alat Transportasi Industri Elektronika dan Telematika/ICT Prasyarat Industri Pendukung Industri Andalan Modal Dasar Industri Tekstil, Kulit, Alas Kaki, dan Aneka VISI dan MISI PEMBANGUNAN INDUSTRI NASIONAL Industri Pangan Industri Pangan Pembiayaan Infrastruktur Kebijakan dan Regulasi Teknologi, Inovasi dan Kreativitas Sumber Daya Alam Sumber Daya Manusia Industri Pembangkit Energi Industri Hulu Industri Hulu Agro Tabel 3.2 Jenis industri dalam tahapan pembangunan industri prioritas. No Industri Prioritas Jenis Industri 1. INDUSTRI PANGAN Industri Pengolahan Ikan 1. Ikan awet (beku, kering, dan asap) dan fillet 2. Aneka olahan ikan, rumput laut dan hasil laut lainnya (termasuk carrageenan , minyak ikan, suplemen dan pangan fungsional lainnya) Industri Pengolahan Susu 1. Susu untuk kesehatan (susu cair, bubuk dan condensed ) 2. Probiotic dan pangan fungsional lainnya berbasis susu 1. Susu untuk kesehatan (susu cair, bubuk dan condensed ) 2. Probiotic dan pangan fungsional lainnya berbasis susu Industri Bahan Penyegar 1. Bubuk coklat 2. Lemak coklat 3. Makanan dan minuman dari coklat 4. Suplemen dan pangan fungsional berbasis kakao 1. Kopi dekafeinasi 2. Aneka pangan olahan berbasis kopi organik 3. Suplemen dan pangan fungsional berbasis kopi 4. High value tea 5. Suplemen berbasis teh 1. High value tea 2. Suplemen berbasis teh No Industri Prioritas Jenis Industri Industri Pengolahan Minyak Nabati 1. Fortified cooking oil (natural dan non-natural) 2. Pangan fungsional berbasis minyak nabati Industri Pengolahan Buah-Buahan dan Sayuran 1. Buah/sayuran dalam kaleng 2. Fruit/vegetable layer 3. Suplemen dan pangan fungsional berbasis limbah industri pengolahan buah Industri Tepung 1. Pati dari biomassa limbah pertanian 2. Pangan darurat 1. Tepung gandum tropika 2. Pati dari biomassa limbah pertanian 3. Pangan darurat 4. Granulated composit flour Industri Gula Berbasis Tebu 1. Gula pasir 2. Gula cair dan asam organik dari limbah industri gula Gula pasir* Ket : * khusus di luar Jawa No Industri Prioritas Jenis Industri 2. 2 INDUSTRI FARMASI, KOSMETIK DAN ALAT KESEHATAN Industri Farmasi dan Kosmetik 1. Sediaan herbal 2. Garam farmasi 3. Golongan Cefalosporin 4. Amlodipine 5. Glucose Pharmaceutical Grade (for infusion ) __ 6. Amoxicillin 7. Glimepiride/ Metformine 8. Parasetamol 9. Produk Biologik 10. Vaksin 11. Produk Herbal/Natural 12. Produk Kosmetik 13. Bahan baku tambahan pembuatan obat ( excipient ) 1. Lanzoprazole 2. Vitamin C 3. Atorvastatin 4. Beta-caroten 5. Stevioside 6. Simvastatine __ 7. Produk Biologik 8. Vaksin 9. Produk Herbal/Natural 10. Produk Kosmetik 11. Bahan baku tambahan pembuatan obat ( excipient ) Peningkatan kapasitas berorientasi ekspor:

  66. Sediaan herbal 2. Garam industri dan farmasi, 3. Golongan Cefalosporin (tercampur) 4. Amlodipine 5. Glucose Pharmaceutical Grade (for infusion) 6. Amoxicillin 7. Glimepiride/ Metformine 8. Parasetamol 9. Lanzoprazole 10. Vitamin C 11. Atorvastatin 12. Beta-caroten 13. Stevioside 14. Produk Biologik 15. Vaksin 16. Produk Herbal/Natural __ 17. Talk Osmanthus 18. Produk Kosmetik 19. Bahan baku tambahan pembuatan obat ( excipient ) No Industri Prioritas Jenis Industri Industri Alat Kesehatan 1. Produk disposable and consumables 2. Hospital Furniture 3. Implan Ortopedi 4. Electromedical devices 5. Diagnostic instrument 6. PACS (Picture Archiving and Communication System) 7. Software and IT 8. Diagnostics reagents 1. Produk __ disposable and consumables 2. Hospital Furniture 3. Implan Ortopedi 4. Electromedical devices 5. Diagnostic instrument 6. PACS (Picture Archiving and Communication System) 7. Software and IT 8. Diagnostics reagents 9. POCT (Point of Care Testing) 10. Radiologi 1. Produk __ disposable and consumables 2. Hospital Furniture 3. Implan Ortopedi 4. Electromedical devices 5. Diagnostic instrument 6. PACS (Picture Archiving and Communication System) 7. Software and IT 8. Diagnostics reagents 9. POCT (Point of Care Testing) 10. Radiologi 3. INDUSTRI TEKSTIL, KULIT, ALAS KAKI, DAN ANEKA Industri Tekstil 1. Serat tekstil 2. Rajut 3. Garmen __ fesyen __ 4. Tekstil Khusus __ 1. Serat tekstil mikro 2. Dissolving pulp rayon 3. PET recycle 4. Garment functional and smart apparel 5. Rajut 6. Tekstil Khusus __ __ 1. Serat tekstil nano 2. Smart apparel 3. Rajut 4. Tekstil Khusus No Industri Prioritas Jenis Industri Industri Kulit dan Alas Kaki 1. Alas kaki 2. Produk kulit khusus ( advanced material ) 3. Kulit sintetis 4. Bahan kulit non- konvensional 1. Alas kaki 2. Produk kulit khusus ( advanced material ) 3. Kulit sintetis 4. Bahan kulit non- konvensional 1. Produk kulit khusus ( advanced material ) 2. Kulit sintetis 3. Bahan kulit non- konvensional Industri Furnitur dan Barang Lainnya dari Kayu 1. Kerajinan, ukir- ukiran dari kayu 2. Furnitur kayu dan rotan 1. High tech furnitur kayu dan rotan bersertifikat industri hijau 2. Kerajinan dengan bahan baku limbah industri pengolahan kayu High value kerajinan dan furnitur Industri Plastik, Pengolahan Karet, dan barang dari karet 1. Plastik untuk keperluan umum 2. Plastik untuk keperluan khusus (antara lain untuk kesehatan, otomotif, dan elektronik) 3. Karet untuk keperluan umum 4. Karet untuk keperluan khusus (antara lain untuk kesehatan, otomotif, dan elektronik) 1. Plastik untuk keperluan umum 2. Plastik untuk keperluan khusus (antara lain untuk kesehatan, otomotif, dan elektronik) 3. Karet untuk keperluan umum 4. Karet untuk keperluan khusus (antara lain untuk kesehatan, otomotif, dan elektronik) 1. Plastik untuk keperluan umum 2. Plastik untuk keperluan khusus (antara lain untuk kesehatan, otomotif, dan elektronik) 3. Karet untuk keperluan umum 4. Karet untuk keperluan khusus (antara lain untuk kesehatan, otomotif, dan elektronik) No Industri Prioritas Jenis Industri 4. INDUSTRI ALAT TRANSPORTASI Industri Kendaraan Bermotor 1. Komponen otomotif 2. Penggerak mula ( engine ) BBM, gas dan Listrik 3. Perangkat transmisi ( power train ) 4. Alat berat 1. Penggerak mula ( engine ) listrik dan fuel cell 2. Perangkat transmisi ( power train ) __ Penggerak mula ( engine ) listrik dan fuel cell Industri Kereta Api Kereta diesel dan listrik 1. Kereta listrik 2. Magnetic levitation ( maglev) 1. Kereta listrik 2. Magnetic levitation (maglev) Industri Perkapalan 1. Kapal laut 2. Komponen kapal (mekanikal dan elektronik) 3. Perawatan kapal 1. Kapal laut 2. Kapal selam (eksploitasi bawah laut) 1. Kapal laut 2. Kapal selam (eksploitasi bawah laut) Industri Kedirgantaraan 1. Pesawat terbang propeler 2. Komponen pesawat 3. Perawatan pesawat 1. Pesawat terbang propeler 2. Komponen pesawat 3. Perawatan pesawat 1. Pesawat terbang propeler 2. Komponen pesawat 3. Perawatan pesawat 5. INDUSTRI ELEKTRONIKA DAN TELEMATIKA/ ICT Industri Elektronika 1. Smart home appliances 2. Komponen elektronika (tanpa komponen fabrikasi/ fabless ) 1. Smart home appliances 2. Komponen elektronika (tanpa komponen fabrikasi/ fabless ) 1. Komponen elektronika 2. Fabrikasi ( foundry ) semiconductor volume kecil No Industri Prioritas Jenis Industri Industri Komputer Komputer Komputer high speed Komputer high speed Industri Peralatan Komunikasi 1. Transmisi telekomunikasi 2. Smart mobile phone 1. Transmisi telekomunikasi (radar dan satelit) 2. Smart mobile phone Transmisi telekomunikasi (satelit) 6. INDUSTRI PEMBANGKIT ENERGI Industri Alat Kelistrikan 1. Motor/generator listrik 2. Baterai 3. Solar cell 1. Motor/ generator listrik 2. Baterai 3. Solar cell 4. Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir 1. Motor/ generator listrik 2. Baterai 3. Solar cell 4. Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir 7. INDUSTRI BARANG MODAL, KOMPONEN, BAHAN PENOLONG, DAN JASA INDUSTRI Industri Mesin dan Perlengkapan 1. Mesin Computer Numerical Control (CNC) 2. Industrial tools 3. Otomasi proses produksi untuk elektronika dan pengolahan pangan 1. Industrial tools 2. CNC controller 3. Flexible Machining center 4. Otomasi proses produksi untuk elektronika dan pengolahan pangan 1. CNC controller 2. Flexible Machining center 3. Otomasi proses produksi untuk elektronika dan pengolahan pangan Industri Komponen 1. Kemasan ( packaging) (basis karton dan plastik) 1. Kemasan berkualitas tinggi __ (packaging high quality) (basis karton dan plastik) 1. Kemasan berkualitas tinggi __ (packaging high quality) (basis karton dan plastik) No Industri Prioritas Jenis Industri 2. Pengolahan karet dan barang dari karet (antara lain ban pnumatic , ban luar, dan ban dalam) 3. Ban vulkanisir ukuran besar ( giant vulcanised tyre ) (untuk pesawat dan offroad ) 4. Barang karet untuk keperluan industri dan komponen otomotif 5. Zat aditif 6. Zat pewarna tekstil ( dye stuff ), plastik dan karet ( pigment ) 7. Bahan kimia anorganik (antara lain yodium dan mineral laut) 2. Barang-barang karet dan plastik engineering 3. Ban vulkanisir ukuran besar __ (giant vulcanised tyre ) (untuk pesawat dan offroad ) 4. Zat aditif 5. Zat pewarna tekstil ( dye stuff ), plastik dan karet ( pigment ) 6. Bahan kimia anorganik (antara lain yodium dan mineral laut) 2. __ Produk plastik dan karet untuk kesehatan, elektrik, elektronik dan permesinan __ 3. __ Produk plastik dan karet advance material 4. Zat aditif 5. Zat pewarna tekstil ( dye stuff ), plastik dan karet ( pigment ) 6. Bahan kimia anorganik (antara lain yodium dan mineral laut) Industri Bahan Penolong 1. Katalis 2. Pelarut (solvent) __ 1. Katalis 2. Pelarut (solvent) 1. Katalis 2. Pelarut (solvent) __ No Industri Prioritas Jenis Industri Jasa Industri 1. Perancangan pabrik 2. Jasa proses industri 3. Pemeliharaan mesin/ peralatan industri 1. Perancangan pabrik 2. Jasa proses industri (presisi dan bernilai tambah tinggi) 3. Pemeliharaan mesin/peralatan industri 1. Perancangan pabrik 2. Jasa proses industri (presisi dan bernilai tambah tinggi) 3. Pemeliharaan mesin/peralatan industri 8. 1 INDUSTRI HULU AGRO Industri Oleofood 1. Olein 2. Stearin 3. Gliserol 4. Palm Fatty Acid Distillate (PFAD) 5. Coco butter substitute 6. Margarin 7. Shortening 8. Other specialty fats 1. Specialty fats ( coco butter substitute ) 2. Tocopherol 3. Betacaroten 4. Asam organik dan alkohol dari limbah industri sawit Specialty fats bahan tambahan pangan Industri Oleokimia 1. Asam lemak nabati __ 2. Fatty alcohols 3. Fatty amine 4. Methyl ester sulfonat ( biosurfactant ) 5. Biolubricant ( rolling oils ) 1. Methyl esters 2. Plastik bio berbasis limbah industri sawit 3. Minyak atsiri 1. Methyl esters 2. Polimer turunan minyak sawit 3. Minyak atsiri No Industri Prioritas Jenis Industri 6. Gliserin yang berbasis kimia __ (glycerine based chemicals) 7. Minyak atsiri 8. Isopropil palmitat (IPP) dan __ Isopropil Miristat (IPM) 9. Asam stearat (stearic acid) Industri Kemurgi 1. Biodiesel ( Fatty Acid Methyl Ester / FAME ) 2. Bioavtur ( Bio jet fuel ).

  67. Biodiesel 2. Bioetanol 3. Bioavtur ( Bio jet fuel ) 4. Biogas dari palm oil mill effluent (POME) 5. Biomaterial untuk peralatan medis, aromatic building blocks berbasis lignin untuk sintesis obat/farmasi 6. Bioetanol berbahan baku lignoselulosa dan limbah biomassa 1. Biodiesel ( Fatty Acid Methyl Ester/FAME ) 2. Bioavtur ( Bio jet fuel ) 3. Nano cellulose derivatives 4. Bio-based fiber and polymers (carbon fiber, vicous) 5. New generation of biobased compos it 6. Secondary biofuel (bioetanol), Bioetanol (berbahan baku lignoselulosa), secondary biofuel ( biomass pyrolysis- gasification ) __ __ No Industri Prioritas Jenis Industri Industri Pakan Ransum dan suplemen pakan ternak dan aquaculture Suplemen pakan ternak dan aquaculture Industri Barang dari Kayu Komponen berbasis kayu ( wood working, laminated and finger joint ) 1. Serat bambu untuk tekstil 2. aneka produk berbasis limbah industri kayu Wood moulding products Industri Pulp dan Kertas 1. Long fiber 2. Dissolving pulp Pulp dan aneka barang kertas diproduksi secara ramah lingkungan Microbial cellulose fiber 9. INDUSTRI LOGAM DASAR DAN BAHAN GALIAN BUKAN LOGAM Industri Pengolahan dan Pemurnian Besi dan Baja Dasar __ 1. Iron ore pellet 2. Lumps 3. Fines 4. Sponge iron 5. Pig iron dan besi cor 6. Nickel Pig Iron 7. Ferronickel 8. Paduan besi ( ferro alloy ) 9. Baja untuk keperluan khusus (antara lain untuk kesehatan, pertahanan, otomotif) 1. Slab, Billet, Bloom 2. Hot Rolled Coils (HRC), Hot Rolled Plate (HRP), Cold Rolled Coils (CRC), Wire rod 3. Profile, bar, wire 4. Paduan besi ( ferro alloy ) 5. Baja tahan karat ( stainless steel long and flat products ) 6. Baja untuk keperluan khusus (antara lain untuk kesehatan, pertahanan, otomotif) 1. Seamless pipe 2. Paduan besi ( ferro alloy ) 3. Baja tahan karat dekoratif 4. Baja untuk keperluan khusus (antara lain: untuk kesehatan, pertahanan, otomotif) No Industri Prioritas Jenis Industri Industri Pengolahan dan Pemurnian Logam Dasar Bukan Besi 1. Alumina SGA (Smelter Grade Alumina) dan Alumina CGA ( Chemical Grade Alumina) 2. Alumunium, Alumunium alloy, billet, dan slab 3. Nickel matte 4. Tembaga katoda 5. Copper/Brass Sheet 6. Nickel Hydroxide 7. Fe Ni Sponge, Luppen Fe Ni, dan Nugget Fe Ni __ __ 1. Alumunium dan alumunium alloy 2. Mixed Hydroxide Precipitate (MHP ), Mixed Sulfide Precipitate (MSP), Nickel Metal 3. Paduan tembaga ( copper allo y) 4. __ Copper/Brass Sheet 1. Alumunium dan advanced alumunium alloy 2. Nickel Electrolytic, Nickel Sulfate, Nickel Chloride 3. Kawat tembaga dan komponen elektronik Industri Logam Mulia, Tanah Jarang ( Rare Earth ), dan Bahan Bakar Nuklir 1. Logam mulia 2. Konsentrat logam tanah jarang 1. Logam mulia untuk dekorasi dan perhiasan 2. Logam tanah jarang 1. Logam mulia untuk komponen elektronik 2. Logam tanah jarang untuk komponen elektronik 3. Logam tanah Bahan bakar nuklir No Industri Prioritas Jenis Industri Industri bahan galian non logam 1. Semen 2. Keramik 3. Kaca/gelas 4. Kaca/gelas Pharmaceutical Grade 5. __ Refractory 6. Zirkonia, zirkon silikat, bahan kimia zirkon 7. Zirkon Opacifier 1. Keramik 2. Kaca/Gelas 3. __ Refractory 1. Keramik maju ( advanced ceramic ) 2. Kaca/gelas dekorasi/ kualitas tinggi 10. INDUSTRI KIMIA DASAR BERBASIS MIGAS DAN BATUBARA Industri Petrokimia Hulu 1. Etilena 2. Propilena 3. Butadiene 4. P-xylena 5. Metanol 6. Ammonia 1. Asam formiat 2. O-Xylena 3. Benzena 4. Toluena 1. Etilena 2. Propilena 3. Butadiene 4. P-Xylena 5. Metanol 6. Ammonia 7. Benzena 8. Toluena 9. Asam formiat 10. __ Parafin Liquid Industri Kimia Organik 1. Carbon black 2. Asam Tereftalat 3. Asam Asetat 4. Akrilonitril 5. Bis Fenol A 1. Kaprolaktam 2. Cumene 3. Propilen Glikol 4. Etilen Glikol 5. Fenol 6. Asam Fumarat 7. Ptalic Anhidrat 1. Kaprolaktam 2. Metil Metakrilat 3. Asam Asetat No Industri Prioritas Jenis Industri Industri Pupuk 1. Pupuk tunggal (basis nitrogen) 2. Pupuk majemuk 1. Pupuk tunggal (basis fosfat dan kalium) 2. Pupuk majemuk 1. Pupuk tunggal (basis nitrogen, fosfat, dan kalium) 2. Pupuk majemuk Industri Resin Sintetik dan Bahan Plastik 1. Low-density polyethylene (LDPE) 2. High-density polyethylene (HDPE) 3. Polypropylene (PP) 4. Nilon 5. Polyethylene terephthalate (PET ) 6. Akrilik 7. __ Polyvinyl Chloride (PVC) 1. __ Metil Metakrilat 2. __ Polikarbonat 3. Polivinil Alkohol 1. LDPE 2. HDPE 3. PP 4. Nilon 5. PET 6. Akrilik Industri Karet Alam dan Sintetik 1. Butadiene Rubber (BR) 2. Styrene Butadiene Rubber (SBR) 3. Engineering natural rubber compound 1. Isoprene Rubber (IR) 2. Acrylonitrile Butadiene Rubber (ABR) 3. Chloroprene Rubber (CR) 4. Ethylene Propylene Diene Monomer (EPDM) 5. Engineering natural rubber compound 1. __ BR 2. __ SBR 3. __ IR 4. __ ABR 5. __ CR 6. EPDM 7. Engineering natural rubber compound No Industri Prioritas Jenis Industri 6. Acrylonitrile Butadiene Styrene (ABS) Industri Barang Kimia Lainnya Propelan 1. Propelan 2. Bahan peledak 1. Propelan 2. Bahan peledak E. Program Pengembangan Industri Prioritas Untuk mencapai sasaran pembangunan industri nasional dilakukan program pengembangan industri prioritas yang dilaksanakan bersama oleh Pemerintah, Badan Usaha Milik Negara, dan swasta. Program pengembangan industri prioritas disusun untuk periode 2015-2019 dan periode 2020-2035 sebagai berikut:

  68. Industri Pangan Periode 2015-2019 Periode 2020-2035 1. Menjamin ketersediaan bahan baku (kualitas, kuantitas dan kontinuitas) melalui koordinasi dengan instansi terkait dan kemitraan serta integrasi antara sisi hulu dan sisi hilir didukung oleh infrastruktur yang memadai;

  69. Menyiapkan SDM yang ahli dan berkompeten di bidang industri pangan melalui pendidikan dan pelatihan industri dan pendampingan;

  70. Meningkatkan kemampuan penguasaan dan pengembangan inovasi teknologi industri pangan melalui penelitian dan pengembangan yang terintegrasi;

  71. Memantapkan zonasi/ kawasan industri industri pangan;

  72. Meningkatkan kualifikasi, kapasitas dan kemampuan laboratorium uji mutu produk pangan;

  73. Meningkatkan kemampuan inovasi dan penguasaan teknologi proses/rekayasa produk industri pangan melalui sinergi kegiatan penelitian dan pengembangan serta pendidikan dan pelatihan industri pangan;

  74. Memantapkan kebijakan terkait infrastruktur dan pembiayaan industri meliputi akses lahan, sarana logistik, ketersediaan utilitas dan energi untuk meningkatkan daya saing industri pangan nasional; Periode 2015-2019 Periode 2020-2035 4. Meningkatkan efisiensi proses pengolahan dan penjaminan mutu produk melalui penerapan Good Hygiene Practices (GHP ), Good Manufacturing Practices (GMP) dan Hazard Analysis and Critical Control Points (HACCP) , sertifikasi Standar Nasional Indonesia (SNI) dan halal, sertifikasi mutu lainnya, serta bantuan mesin/peralatan pengolahan produk pangan dan peningkatan kapasitas laboratorium uji mutu;

  75. Mengkoordinasikan pengembangan sistem logistik untuk meningkatkan efisiensi produksi dan distribusi produk pangan;

  76. Memfasilitasi pembebasan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas proses pengolahan pangan dengan nilai tambah kecil;

  77. Memfasilitasi akses terhadap pembiayaan yang kompetitif bagi industri pangan skala kecil dan menengah;

  78. Meningkatkan kerjasama industri internasional untuk alih teknologi, peningkatan investasi dan penguasaan pasar ekspor;

  79. Promosi dan perluasan pasar produk industri pangan di dalam dan luar negeri.

  80. Meningkatkan nilai tambah limbah industri pangan dan penerapan sistem produksi bersih (reduce, reuse, recycle ) berbasis inovasi dan teknologi ramah lingkungan.

  81. Industri Farmasi, Kosmetik dan Alat Kesehatan Periode 2015-2019 Periode 2020-2035 Industri Farmasi dan Kosmetik 1. Meningkatkan penguasaan teknologi proses dan rekayasa produk industri farmasi dan kosmetik melalui penelitian dan pengembangan yang terintegrasi;

  82. Memfasilitasi pengembangan dan pembangunan industri bahan baku farmasi dan kosmetik untuk substitusi impor;

  83. Mendorong peningkatan penggunaan produk dalam negeri, termasuk meningkatkan keterkaitan antara industri besar dan industri kecil dan industri menengah;

  84. Memperkuat infrastruktur dalam rangka penerapan Standar Farmakope Indonesia bagi industri farmasi dan kosmetik;

  85. Mengembangkan sektor petrokimia hulu untuk mengurangi ketergantungan bahan baku;

  86. Mengembangkan riset dan manufaktur produk bioteknologi dan herbal yang terstandar dan terintegrasi;

  87. Membangun kompetensi dan kapabilitas riset farmasi untuk produk bioteknologi dan herbal;

  88. Melakukan penguasaan teknologi dan membangun kemampuan manufaktur berstandar internasional;

  89. Meningkatkan kemampuan uji klinik. Industri Farmasi dan Kosmetik 1. Mengembangkan teknologi nasional untuk memproduksi bahan dasar farmasi dan kosmetik;

  90. Memfasilitasi pengembangan dan pembangunan Industri farmasi dan kosmetik skala besar dengan orientasi ekspor;

  91. Membangun laboratorium uji terakreditasi;

  92. Meningkatkan penguasaan alih teknologi terkini untuk setiap jenis sediaan farmasi dan bahan baku obat. Periode 2015-2019 Periode 2020-2035 Industri Alat Kesehatan 1. Mengembangkan kebijakan yang mengaitkan industri alat kesehatan masal dengan pembiayaan layanan kesehatan sebagai bentuk subsidi silang;

  93. Mengembangkan kebijakan penggunaan produk alat kesehatan produk dalam negeri pada fasilitas dan layanan kesehatan yang didanai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN);

  94. Memfasilitasi promosi penggunaan alat kesehatan buatan dalam negeri termasuk pelatihan dan jaminan suku cadang/pemeliharaan;

  95. Mengembangkan road map industri alat kesehatan dan teknologi terkait secara terintegrasi termasuk komponen, bahan baku, dan bahan penolong;

  96. Mendirikan center of excellent yang mencakup penelitian dan pengembangan dan produksi alat kesehatan dasar masal untuk keperluan dalam negeri;

  97. Mengembangkan SDM dengan kompetensi tinggi pada design engineering produk alat kesehatan, termasuk pengukuran dan pengujian;

  98. Memfasilitasi pembiyaan untuk peningkatan kapasitas industri alat kesehatan dasar masal melalui revitalisasi permesinan dan alat pengukuran; Industri Alat Kesehatan 1. Mengembangkan lanjut untuk penguatan kemampuan, kualitas, dan efisiensi industri alat kesehatan;

  99. Mengembangkan teknologi dan SDM untuk perancangan aplikasi produk alat kesehatan dan bionik (organ buatan) yang menggabungkan aspek kesehatan, biologi, material, kognitif, dan mikro/nano elektronika;

  100. Mengembangkan center of excellent yang mencakup penelitian dan pengembangan dan produksi alat kesehatan dasar masal untuk keperluan dalam negeri;

  101. Mengembangkan lanjut untuk standardisasi dan dukungan hak kekayaan intelektual atas produk alat kesehatan di dalam negeri;

  102. Mengembangkan lanjut untuk penguatan industri kecil dan industri menengah modern penghasil komponen alat kesehatan. Periode 2015-2019 Periode 2020-2035 8. Mengembangkan standardisasi dan dukungan hak kekayaan intelektual atas produk alat kesehatan di dalam negeri;

  103. Mengembangkan dan penguatan Industri kecil dan industri menengah modern penghasil komponen alat kesehatan melalui bantuan teknis dan peralatan uji.

  104. Industri Tekstil, Kulit, Alas Kaki, dan Aneka Periode 2015-2019 Periode 2020-2035 Industri Tekstil 1. Memfasilitasi pendirian pabrik serat sintetik yang berorientasi pasar domestik dan ekspor (dengan pengutamaan kebutuhan domestik);

  105. Mengembangkan industri pewarna tekstil dan aksesoris;

  106. Merumuskan kebijakan Pemerintah untuk industri garmen agar dipersyaratkan menggunakan kain dalam negeri secara bertahap;

  107. Mengembangkan kompetensi kerja SDM industri tekstil sesuai Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI);

  108. Memfasilitasi penguatan tempat uji kompetensi (TUK) dan lembaga sertifikasi SDM industri tekstil;

  109. Meningkatkan kemampuan, kualitas dan efisiensi industri TPT termasuk industri kecil dan industri menengah melalui pelatihan desain dan teknologi proses termasuk untuk mewujudkan industri hijau; Industri Tekstil 1. Melanjutkan pemberian insentif bagi investor industri tekstil khusus berteknologi tinggi;

  110. Meningkatkan kualitas produk serat sintetik dari sumber bahan baku terbarukan untuk mendukung industri tekstil khusus;

  111. Meningkatkan kualitas produk industri pewarna tekstil dan aksesoris berbasis bahan baku dalam negeri;

  112. Mempersiapkan sektor industri pulp kayu agar dapat memproduksi dissolving pulp untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri rayon (substitusi impor);

  113. Mengembangkan produk serat khusus (antara lain high tenacity dan micro fiber ); Periode 2015-2019 Periode 2020-2035 7. Memfasilitasi pendirian pusat desain dan pusat inovasi teknologi untuk meningkatkan daya saing industri tekstil;

  114. Melanjutkan program restrukturisasi mesin/ peralatan ITPT untuk meningkatkan kualitas dan efisiensi;

  115. Memberikan insentif bagi investor industri tekstil khusus berteknologi tinggi;

  116. Melaksanakan harmonisasi sistem perpajakan antara pajak keluaran dan pajak masukan dikaitkan dengan jangka waktu restitusi;

  117. Mengembangkan kebijakan sistem agunan mesin tekstil untuk pembiayaan industri;

  118. Mengembangkan kebijakan pengamanan industri dalam negeri melalui safeguards dan tindakan pengamanan lainnya;

  119. Mengembangkan standardisasi dan perlindungan terhadap hak kekayaan intelektual design produk tekstil;

  120. Meningkatkan peran asosiasi untuk memperkuat kolaborasi antar pelaku industri sepanjang rantai pasok industri tekstil dan produk tekstil.

  121. Melakukan diversifikasi produk benang untuk benang-benang khusus;

  122. Memfasilitasi pengembangan lanjut pusat desain dan pusat inovasi teknologi untuk meningkatkan daya saing industri tekstil;

  123. Memfasilitasi pengembangan lanjut standardisasi dan perlindungan terhadap hak kekayaan intelektual design produk tekstil;

  124. Meningkatkan kemampuan, kualitas dan efisiensi industri TPT termasuk industri kecil dan industri menengah melalui pelatihan desain dan teknologi proses termasuk untuk mewujudkan industri hijau; Periode 2015-2019 Periode 2020-2035 Industri Kulit dan Alas Kaki 1. Memfasilitasi pengembangan industri bahan baku kulit sintetis dalam negeri;

  125. Standardisasi bahan baku untuk industri kulit dan alas kaki untuk mencegah barang impor berkualitas rendah;

  126. Melakukan pemetaan potensi industri kulit dan alas kaki nasional;

  127. Menguatkan sentra IKM melalui penguatan kelembagaan dan teknologi;

  128. Meningkatkan kemampuan (terutama ergonomical design ) industri alas kaki yang telah memiliki pangsa pasar tinggi untuk bersaing secara global;

  129. Memfasilitasi perlindungan hak kekayaan intelektual design produk alas kaki yang dihasilkan di dalam negeri;

  130. Meningkatkan promosi industri alas kaki customized secara ekslusif pada forum resmi nasional dan internasional untuk memunculkan industri kelas dunia;

  131. Peninjauan kebijakan ekspor bahan baku kulit mentah ( wet blue );

  132. Koordinasi dengan sektor peternakan untuk mengatasi hambatan kualitas bahan baku terkait persyaratan kesehatan hewan;

  133. Memfasilitasi pengembangan teknologi pengolahan limbah penyamakan kulit; Industri Kulit dan Alas Kaki 1. Memfasilitasi pengembangan kemampuan industri alas kaki dalam negeri agar menjadi merek kelas dunia;

  134. Memfasilitasi pengembangan bahan baku dari alam dan sintetis yang berkualitas tinggi;

  135. Meningkatkan kemampuan produksi industri kulit khusus untuk penggunaan di industri;

  136. Melaksanakan standardisasi bahan baku untuk industri kulit dan alas kaki untuk mencegah barang impor berkualitas rendah;

  137. Memfasilitasi penguatan sentra IKM melalui penguatan kelembagaan dan teknologi;

  138. Meningkatkan kemampuan (terutama ergonomical design ) industri alas kaki untuk perluasan pasar global;

  139. Memfasilitasi perlindungan hak kekayaan intelektual design produk alas kaki yang dihasilkan di dalam negeri;

  140. Memfasilitasi pengembangan lanjut teknologi pengolahan limbah penyamakan kulit;

  141. Memfasilitasi pengembangan lanjut pusat desain dan pusat inovasi teknologi untuk meningkatkan daya saing industri kulit dan alas kaki. Periode 2015-2019 Periode 2020-2035 11. Melaksanakan penyebaran industri kulit dan alas kaki dengan memperhatikan potensi sumber daya wilayah termasuk kewajiban pemenuhan UMR;

  142. Memfasilitasi pendirian pusat desain dan pusat inovasi teknologi untuk meningkatkan daya saing industri kulit dan alas kaki;

  143. Melanjutkan program restrukturisasi mesin/ peralatan IAK dan IPK untuk meningkatkan kualitas dan efisiensi;

  144. Melaksanakan harmonisasi sistem perpajakan antara pajak keluaran dan pajak masukan dikaitkan dengan jangka waktu restitusi;

  145. Meningkatkan kemampuan penelitian dan pengembangan industri kulit khusus untuk penggunaan di sektor industri lainnya. Industri Furnitur dan Barang Lainnya dari Kayu 1. Melakukan pendampingan dan mentoring terhadap industri kecil dan industri menengah dalam rangka mendapatkan sertifikat legalitas kayu (SVLK);

  146. Menjamin ketersediaan bahan baku (kualitas, kuantitas dan kontinuitas) melalui koordinasi dengan instansi terkait dan kemitraan serta integrasi antara sisi hulu dan sisi hilir;

  147. Meningkatkan kemampuan SDM dalam penguasaan teknik produksi dan desain untuk meningkatkan daya saing dan kualitas produk; Industri Furnitur dan Barang Lainnya dari Kayu 1. Menjamin ketersediaan pasokan bahan baku (kayu dan rotan) melalui pengembangan sistem rantai pasok yang ramah lingkungan, didukung dengan infrastruktur (transportasi dan pelabuhan) yang memadai;

  148. Meningkatkan kegiatan penelitian dan pengembangan disain produk furnitur, didukung dengan advokasi dan regulasi terkait perlindungan hak kekayaan intelektual; Periode 2015-2019 Periode 2020-2035 4. Memfasilitasi pembangunan pendidikan kejuruan dan vokasi bidang pengolahan kayu, rotan, dan furnitur;

  149. Menerapkan teknologi pemanfaatan bahan baku alternatif antara lain dari kayu sawit dan kayu karet;

  150. Memfasilitasi akses terhadap sumber pembiayaan yang kompetitif untuk meningkatkan kinerja ekspor furnitur;

  151. Meningkatkan promosi dan perluasan pasar guna mendorong tumbuhnya industri furnitur rotan dalam negeri.

  152. Meningkatkan ketrampilan dan kreatifitas SDM dalam memproduksi kerajinan kayu/rotan;

  153. Mengembangkan standardisasi kualitas produk dan fasilitasi untuk peningkatan daya saing industri furnitur. Industri Plastik, Pengolahan Karet dan barang dari karet 1. Memfasilitasi pengembangan industri plastik, pengolahan karet dan barang dari karet untuk produk keperluan umum;

  154. Memfasilitasi penelitian dan pengembangan terintegrasi sebagai upaya penguasaan teknologi proses dan rekayasa produk industri plastik, pengolahan karet dan barang dari karet;

  155. Memperkuat kemampuan nasional untuk memproduksi mesin dan peralatan produksi dari industri plastik dan karet hilir;

  156. Mendorong peningkatan penggunaan produk dalam negeri, termasuk meningkatkan keterkaitan antara industri besar dan industri kecil dan industri menengah; Industri Plastik, Pengolahan Karet dan barang dari karet 1. Mendorong pengembangan teknologi nasional untuk memproduksi bahan dasar plastik dan karet;

  157. Memperkuat industri pembuat kompon plastik dan karet;

  158. Memperkuat kemampuan nasional untuk memproduksi mesin dan peralatan produksi dari industri plastik dan karet hilir;

  159. Memfasilitasi pengembangan dan pembangunan industri plastik, pengolahan karet dan barang dari karet skala besar dengan orientasi ekspor. Periode 2015-2019 Periode 2020-2035 5. Memperkuat infrastruktur dalam rangka pemberlakuan SNI wajib;

  160. Memfasilitasi pengembangan sektor plastik hulu untuk mengurangi ketergantungan bahan baku;

  161. Meningkatkan kompetensi SDM.

  162. Industri Alat Transportasi Periode 2015-2019 Periode 2020-2035 1. Melaksanakan pengembangan road map industri alat transportasi secara komprehensif yang bersifat antar moda dengan memperhatikan kapasitas, kualitas, teknologi, dan karakteristik kebutuhan transportasi/konektivitas di dalam negeri, serta kaitannya dengan jaringan transportasi global yang memperhatikan posisi geostrategis Indonesia;

  163. Menguatkan subsektor industri pemesinan melalui revitalisasi mesin dan peralatan presisi pada industri perkapalan, kereta api dan pesawat terbang;

  164. Menyediakan bahan baja dan non baja serta paduannya, dan bahan pendukung (komposit, keramik plastik dan karet) yang memenuhi kebutuhan spesifik bagi industri alat transportasi;

  165. Mengembangkan regulasi melalui koordinasi dengan instansi terkait tentang izin transportasi darat, laut, dan udara;

  166. Menguatkan sub sektor industri pemesinan melalui modernisasi mesin dan peralatan presisi pada industri perkapalan, kereta api, pesawat terbang, dan roket peluncur;

  167. Memfasilitasi penelitian dan pengembangan material maju (komposit, keramik, plastik, karet dan propelan) dengan spesifikasi yang sesuai bagi industri alat transportasi;

  168. Memfasilitasi pengembangan pasar domestik melalui pengembangan infrastruktur prasarana transportasi yang terintegrasi dengan pengembangan perwilayahan industri;

  169. Memfasilitasi penelitian dan pengembangan teknologi bagi industri alat transportasi masal modern. Periode 2015-2019 Periode 2020-2035 5. Mengembangkan kebijakan penggunaan produk dalam negeri yang memiliki daya saing melalui perjanjian secara bertahap dengan pihak principal ;

  170. Mengembangkan sistem untuk status legal kepemilikan mesin yang diperlukan bagi penjaminan pinjaman;

  171. Mengembangkan kebijakan tahapan penguasaan teknologi pada bahan bakar (fosil dan non fosil) untuk penggerak mula;

  172. Mengembangkan standardisasi produk, proses, manajemen (ISO9000, ISO14000, dan ISO26000), dan industri hijau, serta spesifikasi teknis, dan pedoman tata cara di industri transportasi;

  173. Mengembangkan pasar domestik melalui pengembangan infrastruktur transportasi yang terintegrasi dengan pengembangan perwilayahan industri (penyebaran dan konektivitas);

  174. Mengembangkan kawasan industri dan sentra IKM khusus industri alat transportasi;

  175. Menguatkan sentra IKM modern (logam, karet, plastik, kulit) pendukung industri transportasi secara umum yang dilengkapi dengan UPT proses dan pengukuran presisi;

  176. Mengembangkan kapasitas industri pemesinan melalui upaya efisiensi produksi termasuk penghematan penggunaan energi; Periode 2015-2019 Periode 2020-2035 13. Mengembangkan komponen logam terstandar untuk efisiensi industri alat transportasi;

  177. Menyediakan dan meningkatkan kemampuan SDM dengan kompetensi pada design engineering , proses presisi, pengukuran presisi, dan mekatronika/robotika melalui pelatihan, dan bimbingan teknis;

  178. Mengembangkan regulasi alih daya yang memadai untuk pembentukan iklim usaha agar dapat memberikan jaminan pasokan melalui kegiatan alih daya ( outsourcing ) proses, produk, dan SDM;

  179. Mengembangkan jumlah dan kompetensi konsultan IKM pada sentra khusus IKM industri alat transportasi;

  180. Memfasilitasi penguasaan teknologi sistem manufaktur bagi industri alat transportasi yang efisien;

  181. Memfasilitasi penguatan balai melalui kerjasama penelitian tentang paduan logam bernilai tambah tinggi, serta kolaborasi penelitian dan pengembangan teknologi dan aplikasinya, termasuk untuk alat transportasi hemat energi, serta pengembangan infrastruktur lab uji kendaraan bermotor;

  182. Mengembangkan design center industri alat transportasi.

  183. Industri Elektronika dan Telematika/ICT Periode 2015-2019 Periode 2020-2035 1. Membangun sistem monitoring secara kritis perkembangan kebutuhan dan teknologi terkait dengan kegiatan competitive intelligence di negara maju;

  184. Mengembangkan program penyediaan bahan baku logam, paduan logam, plastik dan komposit untuk industri komponen ICT;

  185. Mengembangkan standardisasi produk ICT untuk mengurangi variasi sehingga diperoleh volume total yang semakin besar dan efisien;

  186. Mengembangkan riset untuk perancangan produk ICT yang efisien, tepat guna (sesuai user ), cerdas ( smart ) dan yang mengintegrasikan berbagai fungsi kehidupan;

  187. Memfasilitasi pengembangan center of excellent industri ICT milik Pemerintah termasuk untuk kebutuhan pertahanan dan keamanan;

  188. Mengembangkan riset material untuk baterai ukuran kecil dan berdaya tinggi;

  189. Memfasilitasi alih teknologi industri baterai untuk keperluan elektronika melalui akuisisi industri baterai yang memiliki teknologi maju;

  190. Mengoordinasikan penelitian dan pengembangan sistem (konten) elektronika dan telematika untuk keperluan komersial dan pertahanan;

  191. Mengembangkan desain dan industri produk dan komponen nano-bio elektronika untuk berbagai aplikasi kehidupan, kesehatan, dan pertahanan dan keamanan;

  192. Memfasilitasi pendirian pabrik foundry penghasil material semiconductor dengan volume kecil untuk keperluan khusus;

  193. Memfasilitasi pengembangan center of excellent industri ICT (nano-bio-cogno-info) milik Pemerintah dan swasta (perusahaan dan kawasan);

  194. Memfasilitasi penguasaan teknologi dan produksi melalui akuisisi industri alat uji dan pengukuran maju;

  195. Memfasilitasi pengembangan rare earth material yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi material unggul pada nano- bio ICT. Periode 2015-2019 Periode 2020-2035 9. Mengembangkan industri radar dan satelit, termasuk stasiun relay;

  196. Memfasilitasi pendirian pabrik komponen mikro-nano elektronika (tidak termasuk foundry );

  197. Memfasilitasi pengembangan kawasan industri dan/atau sentra khusus ( techno-park ) mikro-elektronika dan telematika yang diisi oleh industri ICT;

  198. Meningkatkan kemampuan dan peran industri kecil dan industri menengah penghasil komponen untuk industri elektronika melalui pengembangan sentra khusus dengan UPT yang dilengkapi alat ukur dan alat uji mekanis dan kelistrikan yang presisi;

  199. Memfasilitasi untuk penguasaan teknologi dan produksi melalui akuisisi industri alat uji dan pengukuran maju;

  200. Melaksanakan pemetaan dan pengembangan potensi rare earth material yang berpotensi untuk dikembangkan menjadi material nano-bio ICT;

  201. Mengembangkan industri permesinan mikro ( micro machining ).

  202. Industri Pembangkit Energi Periode 2015-2019 Periode 2020-2035 1. Mengembangkan kebijakan pemetaan kebutuhan dan penggunaan sumber energi dari migas dan batubara ( energy balance );

  203. Memetakan proses dan teknologi industri yang lahap energi untuk implementasi manajemen energi dan penyusunan kebijakan industri yang hemat energi;

  204. Mengembangkan roadmap secara komprehensif melalui analisis keekonomian sumber energi terbarukan serta penyusunan jadwal konversi energi secara terencana dalam jangka panjang;

  205. Mengembangkan kebijakan energi terbarukan termasuk insentif, penyediaan infrastruktur dan pelestarian/keseimbangan sumber;

  206. Memfasilitasi penelitian dan pengembangan potensi rare earth elements (REE) sebagai bahan paduan dan bahan baku nuklir;

  207. Memfasilitasi pendirian pabrik/pusat pengolahan bahan baku pembuat magnet;

  208. Memfasilitasi pendirian pabrik yang mengolah material menjadi komponen pembangkit listrik tenaga surya;

  209. Memfasilitasi alih teknologi industri sel surya melalui pendirian atau akuisisi;

  210. Mendorong penerapan manajemen energi yang efisien, serta penggunaan energi melalui penerapan teknologi penghemat listrik;

  211. Mengembangkan produksi hidrodgen secara masal untuk pembangkit fuel cell ;

  212. Memfasilitasi pendirian pabrik/pusat pengolahan lanjut REE produk bahan baku nuklir sebagai bahan bakar pembangkit listrik atau bahan penolong beradiasi di industri;

  213. Memfasilitasi pendirian pabrik material untuk solar cell ;

  214. Memfasilitasi penelitian dan pengembangan lanjut energi terbarukan untuk implementasi di industri dan masyarakat;

  215. Mengembangkan fasilitas pembangkit listrik tenaga nuklir efisien dengan teknologi keselamatan yang tinggi. Periode 2015-2019 Periode 2020-2035 9. Memfasilitasi penelitian dan pengembangan produk solar cell untuk implementasi di industri dan masyarakat;

  216. Mengembangkan kebijakan pemanfaatan listrik perumahan dari solar cell untuk menambah kapasitas daya listrik nasional;

  217. Memfasilitasi pendirian pabrik/pusat pengolahan lanjut REE produk bahan baku nuklir sebagai bahan bakar pembangkit listrik atau bahan penolong beradiasi di industri;

  218. Mengembangkan rancang bangun fasilitas pembangkit listrik tenaga nuklir efisien dengan tingkat keselamatan yang tinggi;

  219. Mengembangkan riset manajemen energi dan pengembangan metoda atau komponen untuk penghematan energi;

  220. Mengembangkan riset kabel konduktor khusus dan logam magnet berdaya tinggi untuk menghasilkan motor/ generator listrik yang efisien;

  221. Memfasilitasi pengembangan dan penguasaan teknologi design dan engineering untuk pembangkit listrik yang efisien termasuk penguasaan hak kekayaan intelektual dan penjaminan resiko teknologi;

  222. Memfasilitasi penguasaan teknologi dan produksi melalui akuisisi industri alat uji dan pengukuran yang sudah maju; Periode 2015-2019 Periode 2020-2035 17. Memfasilitasi pengembangan teknologi produksi hidrogen dan fuel cell untuk penggerak mula di produk alat transportasi.

  223. Industri Barang Modal, Komponen, Bahan Penolong dan Jasa Industri Periode 2015-2019 Periode 2020-2035 Industri Mesin dan Perlengkapan 1. Melakukan kajian menyeluruh ( integrated supply chain mulai dari bahan baku sampai penguasaan teknologi) terhadap industri pemesinan sebagai industri yang berperan vital dan menjadi tulang punggung pembangunan industri pada banyak sektor;

  224. Menguatkan sub sektor industri pembuat mesin, komponen pendukung dan bahan baku (baja dan paduan) bagi industri pemesinan melalui revitalisasi mesin dan peralatan presisi, termasuk pada sentra IKM logam secara terintegrasi;

  225. Mengembangkan kapasitas industri pemesinan melalui upaya efisiensi produksi termasuk penghematan penggunaan energi; Industri Mesin dan Perlengkapan 1. Mengembangkan kawasan khusus (sub kawasan) industri pemesinan di wilayah pusat pertumbuhan industri yang difokuskan pada industri manufaktur presisi (alat transportasi, elektronika, kelistrikan, energi, dan alat kesehatan);

  226. Mengembangkan sentra IKM modern khusus memproduksi komponen presisi terstandardisasi untuk menunjang kawasan industri khusus pemesinan;

  227. Mengembangkan teknologi dan kapasitas industri pemesinan melalui upaya efisiensi produksi termasuk penghematan penggunaan energi;

  228. Mengembangkan teknologi dan penyediaan bahan baja dan non baja serta paduannya yang memenuhi kebutuhan spesifik bagi industri pemesinan; Periode 2015-2019 Periode 2020-2035 4. Memfasilitasi penyediaan bahan baja dan non baja serta paduannya yang memenuhi kebutuhan spesifik bagi industri pemesinan;

  229. Memfasilitasi pengembangan dan penyediaan bahan pendukung (komposit dan keramik) dengan spesifikasi yang sesuai bagi industri tools ;

  230. Memfasilitasi penyediaan dan peningkatan kemampuan SDM dengan kompetensi pada design engineering , proses presisi, pengukuran presisi, dan mekatronika/ robotika;

  231. Meningkatkan peran industri kecil dan industri menengah dalam rantai pasok komponen industri pemesinan melalui pengembangan sentra industri pembuatan tools dan komponen presisi yang dilengkapi dengan UPT proses dan pengukuran presisi;

  232. Mengembangkan komponen logam dan bukan logam terstandar untuk efisiensi industri pemesinan dan industri lainnya;

  233. Mengembangkan sistem untuk status legal kepemilikan mesin yang diperlukan bagi penjaminan pinjaman dan/atau pemberian leasing .

  234. Mengembangkan teknologi dan penyediaan bahan pendukung (komposit, keramik) dengan spesifikasi yang sesuai bagi industri pemesinan;

  235. Meningkatkan penguasaan teknologi proses dan rekayasa produk industri penunjang industri unggulan melalui penelitian dan pengembangan yang terintegrasi;

  236. Mendorong penggunaan teknologi dan produk dalam negeri serta pengurangan impor. Periode 2015-2019 Periode 2020-2035 Industri Komponen dan Bahan Penolong 1. Memfasilitasi R&D untuk pembuatan produk plastik dan karet engineering , katalis, zat aditif, pewarna tekstil ( dyes ) dan pewarna plastik dan karet ( pigment ), serta bahan kimia anorganik;

  237. Meningkatkan kerjasama penelitian dan pengembangan antara balai, perguruan tinggi, dan industri untuk pengembangan produk plastik dan karet engineering , katalis, zat aditif dan pewarna ( dyes & pigment ), serta bahan kimia anorganik;

  238. Memfasilitasi pengembangan dan pendirian industri packaging (berbasis karton dan plastik), plastik dan karet engineering , zat aditif, dye stuff , pigment, katalis dan solvent , serta bahan kimia anorganik;

  239. Memfasilitasi pengembangan dan pendirian industri bahan kimia anorganik (asam sulfat, asam fospat, copper sulfat, Kalium hidroksida, sodium bisulfit, grade chemical alumina, zinc oksida, zinc khlorida, kalsium karbonat, natrium karbonat, dan natrium khlorida);

  240. Menyiapkan SDM lokal yang berkompeten di bidang industri komponen dan bahan penolong Industri Komponen dan Bahan Penolong 1. Meningkatkan penguasaan teknologi proses dan rekayasa produk industri plastik dan karet engineering , katalis, zat aditif, pigment dan dyes , serta bahan kimia anorganik melalui penelitian dan pengembangan yang terintegrasi;

  241. Mendorong pemakaian teknologi dan produk dalam negeri serta pengurangan impor;

  242. Mendorong tumbuhnya industri komponen plastik dan karet untuk meningkatkan keterkaitan dengan industri kecil dan industri menengah;

  243. Memfasilitasi pengembangan dan penerapan standardisasi serta penguatan infrastruktur standardisasi;

  244. Mendorong industri plastik dan karet engineering , katalis, zat aditif, pigment dan dyes , serta bahan kimia anorganik untuk dapat mengekspor produknya;

  245. Memfasilitasi pengembangan dan pendirian industri bahan kimia anorganik (aluminium hidroksida, titanium oksida, dan turunan alumina).

  246. Industri Hulu Agro Periode 2015-2019 Periode 2020-2035 1. Menjamin ketersediaan bahan baku (kualitas, kuantitas dan kontinuitas) melalui koordinasi dengan instansi terkait didukung oleh infrastruktur yang memadai;

  247. Menyiapkan SDM yang ahli dan berkompeten di bidang industri hulu agro melalui pendidikan dan pelatihan industri;

  248. Meningkatkan kemampuan penguasaan dan pengembangan inovasi teknologi industri hulu agro melalui penelitian dan pengembangan yang terintegrasi;

  249. Pembangunan pendidikan kejuruan dan vokasi bidang pengolahan kayu, rotan, dan furnitur, serta perlindungan hak kekayaan intelektual;

  250. Meningkatkan efisiensi proses pengolahan dan penjaminan mutu produk melalui penerapan GHP, GMP, sertifikasi SNI dan industri hijau dan peningkatan kapasitas laboratorium uji mutu;

  251. Mengoordinasikan pengembangan sistem logistik untuk meningkatkan efisiensi produksi dan distribusi produk;

  252. Memfasilitasi penerapan harga keekonomian produk bioenergi;

  253. Memberikan insentif khusus untuk industri bioenergi;

  254. Menjamin ketersediaan bahan baku dengan menerapkan sistem rantai pasok yang efisien;

  255. Meningkatkan efektivitas kegiatan penelitian dan pengembangan untuk optimasi sistem produksi biorefinery yang efisien ( low cost technology ) melalui inovasi teknologi dan manajemen, serta implementasinya dalam skala besar;

  256. Meningkatkan kegiatan penelitian dan pengembangan disain produk furnitur, didukung dengan advokasi dan regulasi terkait perlindungan hak kekayaan intelektual;

  257. Mengembangkan kerangka kebijakan untuk meningkatkan pemasaran produk oleofood, oleokima dan kemurgi;

  258. Mengembangkan kawasan terintegrasi didukung dengan infrastruktur yang memadai;

  259. Memfasilitasi peningkatan investasi industri biodiesel dan bioetanol yang lebih ramah lingkungan;

  260. Menerapan standar produk biodiesel;

  261. Memfasilitasi advokasi untuk memasukkan industri kelapa sawit ke dalam green industry melalui penerapan Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO); Periode 2015-2019 Periode 2020-2035 9. Memfasilitasi promosi dan perluasan pasar produk industri hulu agro berwawasan lingkungan di dalam dan luar negeri;

  262. Meningkatkan kapasitas produksi pengolahan POME ( Palm Oil Mill Effluent ) terintegrasi dengan pabrik kelapa sawit untuk mengurangi emisi GRK (Gas Rumah Kaca), dan mendorong penerapan industri hijau pada industri pulp dan kertas.

  263. Meningkatkan efektifitas kegiatan penelitian dan pengembangan untuk menghasilkan inovasi teknologi dan formulasi produk pakan berbasis sumberdaya lokal, dan suplemen pakan;

  264. Memberikan fasilitas pembangunan industri bioenergi berbasis pirolisis- gasifikasi biomassa (termasuk limbah industri), dan biokonversi bahan lignoselulosa, serta biomaterial ( building block ) dari lignin.

  265. Industri Logam Dasar dan Bahan Galian Bukan Logam Periode 2015-2019 Periode 2020-2035 1. Memfasilitasi pembangunan pabrik iron ore pellet ;

  266. Meningkatkan kapasitas produksi (termasuk pembuatan pabrik baru) kapur bakar dan cooking coal serta briket semi kokas;

  267. Meningkatkan jumlah atau kapasitas _blast furnace; _ 4. Meningkatkan kapasitas produksi bijih/pasir besi dalam negeri sebagai bahan baku direct reduction furnace dan _blast furnace; _ 5. Revitalisasi industri baja untuk efisiensi konsumsi energi dan ramah lingkungan;

  268. Memfasilitasi pembangunan pabrik baja untuk keperluan khusus;

  269. Memfasilitasi pembangunan pabrik stainless steel ;

  270. Memfasilitasi pembangunan smelter aluminium tambahan dari yang sudah ada;

  271. Memfasilitasi pembangunan pabrik _stainless steel; _ 5. Memfasilitasi pembangunan smelter tembaga tambahan dari yang sudah ada;

  272. Memfasilitasi pembangunan pabrik logam untuk mendukung industri pangan fungsional; Periode 2015-2019 Periode 2020-2035 6. Memfasilitasi pembangunan smelter pengolahan bauksit menjadi alumina;

  273. Memfasilitasi pembangunan pabrik pengolahan bijih nikel menjadi nikel pig iron, ferronikel atau _nikel matte; _ 8. Memfasilitasi peningkatan kapasitas produksi smelter tembaga dan smelter aluminium;

  274. Memfasilitasi pembangunan smelter tembaga tambahan dari yang sudah ada;

  275. Meningkatkan kapasitas produksi semen atau mendirikan pabrik baru dengan memanfaatkan terak tembaga yang dihasilkan smelter tembaga;

  276. Meningkatkan kapasitas produksi industri steel making ( slab, billet , HRC, CRC, besi beton, wire rod ) 12. Meningkatkan kapasitas produksi pengecoran ( casting ), ekstrusi ( extrusion ), penempaan ( forging ), penarikan ( wire drawing ), penggilingan ( rolling ) besi dan paduannya serta bukan besi dan paduannya;

  277. Memfasilitasi pembangunan industri baja untuk keperluan khusus ( special steel ) termasuk baja paduan untuk industri permesinan, otomotif dan alat berat 14. Memfasilitasi pembangunan pabrik besi/baja dan bukan besi/baja untuk mendukung agro industri;

  278. Memfasilitasi pembangunan pabrik logam untuk mendukung industri bioenergi dan kemurgi;

  279. Memfasilitasi pembangunan pabrik logam untuk mendukung industri magnet;

  280. Memfasilitasi pembangunan pabrik logam untuk mendukung industri komponen otomotif dan telekomunikasi;

  281. Memfasilitasi peningkatkan kapasitas pabrik konsentrasi logam tanah jarang;

  282. Memfasilitasi peningkatan kapasitas pabrik penghasil logam mulia dari lumpur anoda maupun bahan baku lainnya;

  283. Memfasilitasi pembangunan pabrik bahan bakar nuklir dari uranium atau unsur lainnya;

  284. Memfasilitasi pembangunan pabrik dan meningkatkan kapasitas pabrik keramik, kaca dan semen;

  285. Memfasilitasi pembangunan pabrik keramik maju ( advanced ceramics ). Periode 2015-2019 Periode 2020-2035 15. Memfasilitasi pembangunan pabrik besi/baja dan bukan besi/baja untuk mendukung industri petrokimia;

  286. Meningkatkan penerapan dan pengawasan SNI wajib, serta penguatan infrastruktur standardisasi;

  287. Memfasilitasi penerapan industri hijau;

  288. Melaksanakan peningkatan penggunaan produksi dalam negeri;

  289. Memfasilitasi penguatan balai melalui kerjasama penelitian tentang paduan logam bernilai tambah tinggi;

  290. Memfasilitasi pembangunan pabrik konsentrasi logam tanah jarang;

  291. Memfasilitasi pembangunan pabrik penghasil logam mulia dari lumpur anoda maupun bahan baku lainnya;

  292. Memfasilitasi penyediaan lahan dan konsesi penambangan untuk investasi baru, khususnya di luar Pulau Jawa;

  293. Menjamin pasokan batubara dan mendorong produsen semen untuk melakukan efisiensi dan diversifikasi energi;

  294. Menyiapkan SDM lokal yang kompeten;

  295. Menyusun SKKNI bidang industri logam dan industri semen;

  296. Industri Kimia Dasar Berbasis Migas dan Batubara Periode 2015-2019 Periode 2020-2035 1. Memfasilitasi pendirian pabrik petrokimia hulu dengan bahan baku gas di Teluk Bintuni, bahan baku CBM di Sumatra Selatan dan Kalimantan Selatan, bahan baku shale gas di Sumatera Utara, dan bahan baku batubara di Kalimantan Timur dan Sumatera Selatan;

  297. Memfasilitasi pengembangan produk aromatik di Tuban dan Cilacap;

  298. Mendorong produsen petrokimia hulu untuk melakukan efisiensi dan diversifikasi energi;

  299. Melakukan revitalisasi industri petrokimia eksisting yang mengalami permasalahan pasokan bahan baku dan/atau administrasi;

  300. Memfasilitasi calon investor dalam mendapatkan dukungan dari Pemerintah Daerah dan masyarakat dalam pendirian pabrik petrokimia hulu (antara lain penyediaan lahan, jaminan bahan baku, perizinan, infrastruktur, dan analisis mengenai dampak lingkungan hidup);

  301. Menyiapkan SDM lokal yang kompeten;

  302. Meningkatkan kemampuan penguasaan teknologi proses dan rekayasa produk industri petrokimia melalui penelitian dan pengembangan yang terintegrasi;

  303. Mendorong pengembangan teknologi nasional untuk memproduksi bahan petrokimia hulu;

  304. Membangun industri petrokimia hulu skala besar dengan orientasi ekspor;

  305. Meningkatkan keterkaitan antara industri hulu, industri antara dan industri hilir;

  306. Mendorong pengembangan teknologi nasional untuk memproduksi bahan kimia organik;

  307. Memfasilitasi pembangunan industri petrokimia antara skala besar dengan orientasi ekspor;

  308. Mendorong pengembangan teknologi nasional untuk memproduksi pupuk;

  309. Memfasilitasi pembangunan industri pupuk skala besar dengan orientasi ekspor;

  310. Mendorong pengembangan teknologi nasional untuk memproduksi resin plastik;

  311. Memfasilitasi pembangunan industri resin sintetik dan bahan plastik skala besar dengan orientasi ekspor;

  312. Mendorong pengembangan teknologi nasional untuk memproduksi karet sintetik;

  313. Memfasilitasi pembangunan industri karet sintetik skala besar dengan orientasi ekspor; Periode 2015-2019 Periode 2020-2035 8. Memfasilitasi kerjasama teknologi untuk pengembangan bahan baku alternatif industri petrokimia (teknologi gasifikasi batubara, methanol to olefin );

  314. Mengoptimalisasikan penggunaan kondensat untuk bahan baku industri petrokimia nasional;

  315. Mendorong hilirisasi industri petrokimia hulu melalui kerjasama dengan industri petrokimia antara dan hilir dalam rangka penguatan dan pendalaman struktur industri petrokimia;

  316. Memfasilitasi pendirian pabrik industri kimia organik;

  317. Memfasilitasi ketersediaan bahan baku dan pasar bagi pendirian pabrik industri kimia organik melalui kerjasama hulu-hilir;

  318. Mendorong adanya revitalisasi pabrik pupuk urea untuk menurunkan konsumsi gas bumi sebagai bahan baku;

  319. Mendorong pengembangan industri intermediate untuk bahan baku industri pupuk ( asam phosphate );

  320. Memfasilitasi kerjasama teknologi untuk pengembangan bahan baku alternatif industri pupuk (teknologi gasifikasi batubara);

  321. Memfasilitasi pengembangan lanjut teknologi propelan dan bahan peledak yang ramah lingkungan. Periode 2015-2019 Periode 2020-2035 16. Memfasilitasi pendirian industri resin sintetik dan bahan plastik;

  322. Memfasilitasi terbukanya pasar industri resin sintetik dan bahan plastik melalui kerjasama hulu-hilir (petrokimia hulu dan industri barang plastik);

  323. Memfasilitasi pendirian pabrik industri BR, SBR, IR, ABS, dan EPDM di Cilegon, Banten;

  324. Memfasilitasi terbukanya pasar industri karet sintetik melalui kerjasama hulu-hilir;

  325. Memfasilitasi pembangunan industri propelan kapasitas 800 ton/tahun di Energetic Material Centre , Subang, Jawa Barat;

  326. Memastikan terjadinya transfer teknologi dan adanya jaminan kesinambungan suplai bahan baku industri propelan;

  327. Mendorong pemakaian teknologi dan produk dalam negeri dalam pembangunan dan pengembangan industri propelan. IV. PEMBANGUNAN SUMBER DAYA INDUSTRI Sumber daya industri adalah sumber daya yang digunakan untuk melakukan pembangunan industri yang meliputi: (a) pembangunan sumber daya manusia; (b) pemanfaatan sumber daya alam; (c) pengembangan dan pemanfaatan Teknologi Industri; (d) pengembangan dan pemanfaatan kreativitas dan inovasi; dan (e) penyediaan sumber pembiayaan. A. Pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) Industri 1. Tujuan, Ruang Lingkup, dan Sasaran Sumber Daya Manusia Industri meliputi: (a) wirausaha industri (pelaku usaha industri), (b) tenaga kerja industri (tenaga kerja profesional di bidang industri), (c) pembina industri (aparatur yang memiliki kompetensi bidang industri di pusat dan di daerah), dan (d) konsultan Industri (perorangan atau perusahaan yang memberikan layanan konsultasi, advokasi dan pemecahan masalah bagi industri). Kegiatan pembangunan SDM industri difokuskan pada rencana pembangunan tenaga kerja industri. Pembangunan tenaga kerja industri bertujuan untuk menyiapkan tenaga kerja Industri kompeten yang siap kerja sesuai dengan kebutuhan perusahaan industri dan/atau perusahaan kawasan industri, meningkatkan produktivitas tenaga kerja Industri, meningkatkan penyerapan tenaga kerja di sektor Industri serta memberikan perlindungan dan kesejahteraan bagi tenaga kerja Industri. Sasaran pembangunan tenaga kerja industri adalah meningkatnya penyerapan tenaga kerja industri rata-rata sebesar 3,2 persen per tahun selama periode 2015-2035 dengan komposisi tenaga kerja manajerial sebesar 12% (dua belas persen) dan tenaga kerja teknis sebesar 88% (delapan puluh delapan persen). Untuk mewujudkan tenaga kerja industri yang berbasis kompetensi, maka sasaran yang akan dicapai adalah terbangunnya infrastruktur kompetensi yang meliputi tersedianya Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) bidang industri, tersedianya asesor kompetensi dan asesor lisensi, terbangunnya Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) dan Tempat Uji Kompetensi (TUK), serta terbangunnya lembaga pendidikan atau akademi komunitas bidang industri berbasis kompetensi.

  328. Program Pengembangan Dalam rangka memenuhi kebutuhan tenaga kerja industri yang memiliki kompetensi di bidang teknis dan manajerial perlu dilakukan berbagai program pengembangan baik dalam jangka menengah maupun jangka panjang yang meliputi:

    1. Pembangunan infrastruktur tenaga kerja industri berbasis kompetensi meliputi :

      1. penyusunan dan penetapan SKKNI;

      2. pembentukan asesor kompetensi dan asesor lisensi;

      3. pembentukan LSP dan TUK;

      4. pembangunan sistem sertifikasi kompetensi; dan

      5. pembangunan lembaga pendidikan/akademi komunitas berbasis kompetensi.

    2. Pembangunan tenaga kerja berbasis kompetensi diselenggarakan dengan bekerjasama antara Pemerintah, asosiasi industri, asosiasi profesi, Kamar Dagang dan Industri (KADIN), dan perusahaan industri, melalui:

      1. pendidikan vokasi industri berbasis kompetensi;

      2. pendidikan dan pelatihan industri berbasis kompetensi; dan

      3. pemagangan Industri.

    3. Penyediaan sarana dan prasarana pendidikan dan pelatihan untuk melengkapi unit pendidikan dan balai pendidikan dan pelatihan melalui penyediaan laboratorium, teaching factory, dan workshop .

    4. Fasilitasi penyelenggaraan sertifikasi kompetensi bagi calon tenaga kerja dan tenaga kerja sektor industri serta penempatan kerja bagi lulusan pendidikan vokasi industri dan pendidikan dan pelatihan industri berbasis kompetensi. B. Pemanfaatan, Penyediaan dan Penyaluran Sumber Daya Alam 1. Tujuan dan Proyeksi Kebutuhan Sumber Daya Alam Pemanfaatan, penyediaan dan penyaluran sumber daya alam untuk perusahaan industri dan perusahaan kawasan industri diselenggarakan melalui prinsip tata kelola yang baik dengan tujuan untuk menjamin penyediaan dan penyaluran sumber daya alam yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan bahan baku, bahan penolong, energi dan air baku bagi Industri agar dapat diolah dan dimanfaatkan secara efisien, ramah lingkungan dan berkelanjutan guna menghasilkan produk yang berdaya saing serta mewujudkan pendalaman dan penguatan struktur industri. Kebutuhan sumber daya alam diproyeksikan berdasarkan kapasitas produksi yang ditargetkan untuk industri berbasis mineral tambang, migas dan batubara, serta agro. Proyeksi kebutuhan sumber daya alam untuk industri tersebut sebagaimana tabel berikut: Tabel 4.1 Proyeksi Kebutuhan Sumber Daya Alam Industri NO KELOMPOK / JENIS INDUSTRI KEBUTUHAN SUMBER DAYA ALAM KAPASITAS PRODUKSI (juta ton per tahun) KEBUTUHAN BAHAN BAKU (juta ton per tahun) 2015-2019 2020-2024 2025-2035 2015-2019 2020-2024 2025-2035 (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) I INDUSTRI BERBASIS MINERAL TAMBANG 1 Besi Baja Dasar 12 17 25 20 28 40 2 Nikel 0,20 0,25 0,30 11 14 17 3 Tembaga 0,50 0,75 1 2 3 4 4 Aluminium 0,30 0,60 1 0,60 1,20 2 II INDUSTRI BERBASIS MIGAS DAN BATUBARA 1 Industri Petrokimia Hulu (olefin) 15,70 20,50 30 Gas : 7,30 Batubara : 12,40 Gas : 13,50 Batubara : 23 Gas : 19,70 Batubara : 33,50 2 Industri Petrokimia Hulu (aromatik) 3,50 4,20 5,60 Minyak bumi : 71 Minyak bumi : 82,30 Minyak bumi : 105 III INDUSTRI BERBASIS AGRO 1 Industri Bahan Penyegar (kakao) 0,80 1,05 1,37 0,90 1,42 1,85 2 Industri Oleofood, Oleokimia dan Kemurgi (kelapa sawit) 42,90 59,50 75 25,30 37,40 47,50 3 Industri Furniture, Industri Barang dari Kayu, dan Industri Pulp dan Kertas (Kayu) 13,30 13,90 14,53 48,10 50,50 56,20 Sumber : diolah Kementerian Perindustrian dari berbagai sumber 2. Program Pengembangan Dalam rangka menjamin ketersediaan sumber daya alam bagi pengembangan industri terutama industri yang berbasis mineral tambang dan batubara, migas, serta agro, maka pemerintah melakukan program sebagai berikut:

    5. Pemanfaatan sumber daya alam secara efisien, ramah lingkungan dan berkelanjutan melalui penerapan tata kelola yang baik antara lain meliputi:

      1. penyusunan rencana pemanfaatan sumber daya alam;

      2. manajemen pengolahan sumber daya alam;

      3. implementasi pemanfaatan sumber daya yang efisien paling sedikit melalui penghematan, penggunaan teknologi yang efisien dan optimasi kinerja proses produksi;

      4. implementasi pemanfaatan sumber daya yang ramah lingkungan dan berkelanjutan dengan prinsip pengurangan limbah ( reduce ), penggunaan kembali ( reuse ), pengolahan kembali ( recycle ); dan pemulihan ( recovery ); dan

      5. audit tata kelola pemanfaatan sumber daya alam.

    6. Pelarangan atau pembatasan ekspor sumber daya alam Pelarangan atau pembatasan ekspor sumber daya alam ditujukan untuk memenuhi rencana pemanfaatan dan kebutuhan perusahaan industri dan perusahaan kawasan industri, antara lain meliputi:

      1. penetapan bea keluar;

      2. penetapan kuota ekspor;

      3. penetapan kewajiban pasokan dalam negeri; dan

      4. penetapan batasan minimal kandungan sumber daya alam.

    7. Jaminan Penyediaan dan Penyaluran Sumber Daya Alam Jaminan penyediaan dan penyaluran sumber daya alam diutamakan untuk mendukung pemenuhan kebutuhan bahan baku, bahan penolong dan energi serta air baku industri dalam negeri yang mencakup:

  329. penyusunan rencana penyediaan dan penyaluran sumber daya alam berupa paling sedikit neraca ketersediaan sumber daya alam;

  330. penyusunan rekomendasi dalam rangka penetapan jaminan penyediaan dan penyaluran sumber daya alam;

  331. pemetaan jumlah, jenis, dan spesifikasi sumber daya alam, serta lokasi cadangan sumber daya alam;

  332. pengembangan industri berbasis sumber daya alam secara terpadu;

  333. diversifikasi pemanfaatan sumber daya alam secara efisien dan ramah lingkungan di perusahaan industri dan perusahaan kawasan industri;

  334. pengembangan potensi sumber daya alam secara optimal dan mempunyai efek berganda terhadap perekonomian suatu wilayah;

  335. pengembangan pemanfaatan sumber daya alam melalui penelitian dan pengembangan;

  336. pengembangan jaringan infrastruktur penyaluran sumber daya alam untuk meningkatkan daya saing perusahaan industri dan perusahaan kawasan industri;

  337. fasilitasi akses kerjasama dengan negara lain dalam hal pengadaan sumber daya alam;

  338. penetapan kebijakan impor untuk sumber daya alam tertentu dalam rangka penyediaan dan penyaluran sumber daya alam untuk perusahaan industri dan perusahaan kawasan industri;

  339. pengembangan investasi pengusahaan sumber daya alam tertentu di luar negeri;

  340. pemetaan dan penetapan wilayah penyediaan sumber daya alam terbarukan;

  341. konservasi sumber daya alam terbarukan;

  342. penanganan budi daya dan pasca panen sumber daya alam terbarukan;

  343. renegosiasi kontrak eksploitasi pertambangan sumber daya alam tertentu;

  344. menerapkan kebijakan secara kontinu atas efisiensi pemanfaatan sumber daya alam; dan

  345. penerapan kebijakan diversifikasi energi untuk industri. C. Pengembangan dan Pemanfaatan Teknologi Industri 1. Tujuan dan Kebutuhan Pengembangan Teknologi Pengembangan, penguasaan dan pemanfaatan teknologi industri bertujuan untuk meningkatkan efisiensi, produktivitas, nilai tambah, daya saing dan kemandirian industri nasional. Penguasaan teknologi dilakukan secara bertahap sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan kebutuhan industri dalam negeri agar dapat bersaing di pasar dalam negeri dan pasar global. Pengembangan dan pemanfaatan teknologi untuk masing-masing kelompok industri prioritas diuraikan sebagaimana tabel berikut: Tabel 4.2 Kebutuhan Teknologi Industri Prioritas NO INDUSTRI PRIORITAS KEBUTUHAN TEKNOLOGI YANG DIKEMBANGKAN (1) (2) (3) (4) (5) 1. INDUSTRI PANGAN 1. Teknologi ekstraksi, isolasi purifikasi, dan kristalisasi 2. Teknologi konversi (kimia/fisik) dan biokonversi (fermentasi) 3. Teknologi preservasi (pembekuan, pengeringan, pengawetan dengan gula/garam) 4. Teknologi formulasi, mixing / blending , ekstrusi 5. Teknologi kemasan 6. Fabrikasi peralatan industri berbasis teknologi dan sumberdaya lokal 1. Teknologi ekstraksi, isolasi dan purifikasi senyawa/ komponen bioaktif untuk nutrisi, suplemen, dan pangan kesehatan 2. Teknologi formulasi dan produksi pangan khusus/ pangan fungsional 3. Teknologi konversi dan biokonversi untuk pengolahan/ pemanfaatan limbah industri agro 4. Efisiensi produksi dengan berbasis teknologi bersih dan hemat energi 1. Teknologi bioteknologi dan nano teknologi untuk ekstraksi, isolasi, purifikasi dan konversi senyawa/ komponen bioaktif untuk nutrisi dan suplemen 2. Teknologi formulasi dan produksi pangan khusus/ pangan fungsional 2. INDUSTRI FARMASI, KOSMETIK DAN ALAT KESEHATAN Industri Farmasi dan Kosmetik 1. Teknologi produksi bahan baku farmasi (sintesa kimia) 2. Teknologi produksi produk biologik (sediaan tertentu) 1. Teknologi produksi bahan baku farmasi (sintesa kimia) 2. Teknologi produksi produk biologik (sediaan tertentu) 1. Teknologi produksi bahan baku farmasi dan kosmetik (sintesa kimia) 2. Teknologi produksi produk biologik (sediaan tertentu) NO INDUSTRI PRIORITAS KEBUTUHAN TEKNOLOGI YANG DIKEMBANGKAN (1) (2) (3) (4) (5) 3. Teknologi ekstraksi minyak atsiri dan bahan alam lainnya Industri Alat Kesehatan 1. Perancangan produk 2. Pengukuran skala mikro 3. __ Electromagnetics 4. Mikroelektronika 5. Teknologi biomedis 6. Otomasi dan robotika 1. Perancangan Produk 2. Pengukuran skala mikro dan nano 3. __ Electromagnetics 4. Mikro-nano-bio elektronika 5. Teknologi biomedis 6. Otomasi dan robotika 7. Mikro-nano-bio material 8. Pneumatic 9. Nuklir 1. Perancangan Produk 2. Pengukuran skala mikro dan nano 3. __ Electromagnetics 4. Mikro-nano-bio elektronika 5. Teknologi biomedis 6. Otomasi dan robotika 7. Mikro-nano-bio material 8. Pneumatic 9. Nuklir 3. INDUSTRI TEKSTIL, KULIT, ALAS KAKI DAN ANEKA Industri Tekstil, Kulit, dan Alas Kaki 1. Material bahan baku dan bahan pewarna 2. __ Efficient cutting and sewing 3. Pengolahan kulit secara sehat dan ramah lingkungan 4. Bahan pewarna ramah lingkungan 1. Bahan serat sintetis mikro ringan, kuat dan __ bio-degradable 2. Bahan pewarna ramah lingkungan 3. Perlakuan ( treatment ) kain hemat energi 1. Bahan serat sintetis nano ringan, kuat dan __ bio-degradable 2. Bahan pewarna ramah lingkungan 3. Perancangan produk dan CAD/CAM customization NO INDUSTRI PRIORITAS KEBUTUHAN TEKNOLOGI YANG DIKEMBANGKAN (1) (2) (3) (4) (5) 5. Perlakuan ( treatment ) kain hemat energi 6. Perancangan produk customize dan CAD/CAM 7. __ High speed efficient cutting, trimming and sewing 8. Pengolahan kulit secara sehat dan ramah lingkungan 4. Perancangan produk customize dan CAD/CAM 5. High speed efficient cutting, trimming and sewing 6. Pengolahan kulit secara sehat dan ramah lingkungan 7. Advanced spinning and knitting (serat mikro) 8. Recycle technology for fiber 4. High speed efficient cutting, trimming and sewing 5. Pengolahan kulit secara sehat dan ramah lingkungan 6. Advanced spinning and knitting (serat nano) Industri Furnitur dan Barang Lainnya dari Kayu 1. Teknologi finishing produk kayu 2. Desain produk kayu CAD/CAM ( computer-aided design/ computer-aided manufacturing ) 1. Desain produk kayu ramah lingkungan 1. Desain produk kayu ramah lingkungan Industri Plastik, Pengolahan Karet, dan Barang dari Karet 1. Teknologi fabrikasi barang plastik dan karet __ untuk keperluan umum __ 2. Teknologi daur ulang 1. Teknologi produksi barang plastik dan karet untuk keperluan umum 2. Teknologi daur ulang 1. Teknologi Produksi barang plastik dan karet untuk keperluan umum 2. Teknologi daur ulang NO INDUSTRI PRIORITAS KEBUTUHAN TEKNOLOGI YANG DIKEMBANGKAN (1) (2) (3) (4) (5) 4. INDUSTRI ALAT TRANSPORTASI 1. Mesin ( engine ) KBM dan kereta berbasis BBM, gas dan listrik 2. Power train (transmisi) presisi dan efisien 3. Mesin ( engine ) kapal propilsi yang efisien 4. Pengendalian keselamatan pada alat transportasi 5. __ Drive/fly by wire 6. Pemurnian air laut untuk kapal 7. Komunikasi GPS via satelit 8. Perancangan produk dan CAD/CAM 9. Otomasi dan robotika pada proses produksi 10. Pengukuran presisi 11. Material coating tahan air laut untuk kapal 12. Material komposit keramik yang ringan dan kuat 1. Mesin ( engine ) hibrid untuk KBM dan kereta (BBM, gas dan listrik) 2. Power train (transmisi) presisi dan efisien 3. Magnetic levitation ( maglev ) untuk kereta api 4. Mesin KBM berbahan bakar hidrogen ( fuel cell ) 5. Mesin kapal water jet dan penggerak kapal bertenaga nuklir 6. Pengendalian keselamatan pada alat transportasi secara cerdas ( smart ) 7. Mesin pesawat untuk jarak jauh 8. Drive/fly by wire 9. Sistem sonar untuk kapal selam 10. Komunikasi GPS via satelit 1. Mesin ( engine ) hibrid untuk KBM dan kereta (BBM, gas, listrik dan fuel cell ) 2. Magnetic levitation (maglev) untuk kereta api 3. Mesin kapal water jet efisien dan penggerak kapal dan kapal selam bertenaga nuklir 4. __ Long distance jet engine 5. Pengendalian keselamatan pada alat transportasi secara cerdas dengan kendali pikiran ( mind control ) 6. Mesin pesawat untuk jarak jauh 7. Sistem sonar untuk kapal selam 8. Komunikasi GPS via satelit 9. __ Intelligent production 10. Pengukuran presisi NO INDUSTRI PRIORITAS KEBUTUHAN TEKNOLOGI YANG DIKEMBANGKAN (1) (2) (3) (4) (5) 11. Pemurnian air laut kapasitas besar untuk kapal 12. Perancangan produk dan CAD/CAM 13. Production automation and robotics 14. Pengukuran presisi 15. Material ringan, kuat, tahan air laut dan tahan temperatur tinggi 11. Material bahan bakar maju 12. Material ringan, kuat, tahan air laut, dan tahan temperatur tinggi 5. INDUSTRI ELEKTRONIKA DAN TELEMATIKA/ ICT 1. Aplikasi cerdas pada perangkat telepon genggam 2. Aplikasi cerdas pada perangkat rumah tangga dan perkantoran 3. __ Komponen mikro elektronika fast processing 4. Komunikasi nirkabel dan optikal 5. __ Creative design 6. __ Rapid prototyping 7. Pengukuran presisi 8. __ Cloud storage 9. Real time control 1. Integrasi peralaan komputasi dan telekomunikasi 2. Komponen elektronika micro-nano-bio- cogno 3. Aplikasi cerdas pada perangkat rumah tangga dan perkantoran dengan kendali pikiran ( mind control ) 4. Komunikasi nir kabel dan optical berkapasitas besar 5. __ Creative design 1. Integrasi peralaan komputasi dan telekomunikasi 2. __ Komponen elektronika nano-bio-cogno 3. Aplikasi cerdas pada perangkat rumah tangga dan perkantoran dengan kendali pikiran ( mind control ) 4. Komunikasi nir kabel dan optical berkapasitas besar 5. __ Creative design 6. __ Rapid prototyping NO INDUSTRI PRIORITAS KEBUTUHAN TEKNOLOGI YANG DIKEMBANGKAN (1) (2) (3) (4) (5) 6. __ Rapid prototyping 7. Pengukuran presisi 8. __ Cloud storage 9. Real time control 7. Pengukuran presisi 8. __ Cloud storage 9. Real time control 6. INDUSTRI PEMBANGKIT ENERGI 1. Pengukuran presisi 2. Bahan baku konduktor dengan ketahanan tinggi 3. Pengolahan ( treatment ) bahan baku konduktor 4. __ Bahan baku (kimia) baterai kimia dan solar cell 5. Sistem untuk PLTS 6. Paduan tembaga 7. Rekayasa nuklir ( fission ) 1. Pengukuran presisi 2. Bahan baku konduktor dengan ketahanan tinggi dan daya hantar listrik tinggi ( super conductivity ) 3. Bahan baku (kimia-bio-nano) baterai kimia dan solar cell 4. Pengendali konsumsi daya listrik cerdas dan efisien 5. Daya hantar listrik nir kabel 6. Rekayasa nuklir ( fission ) 1. Pengukuran presisi 2. Bahan baku konduktor dengan ketahanan tinggi dan daya hantar listrik tinggi ( super conductivity ) 3. Material (bio- nano) baterai kimia dan solar cell 4. Pengendali konsumsi daya listrik cerdas dan efisien 5. Daya hantar listrik nir kabel 6. Rekayasa nuklir ( fission fusion ) 7. INDUSTRI BARANG MODAL, KOMPONEN, DAN BAHAN PENOLONG Industri Mesin dan Perlengkapannya 1. Retrofitting mesin perkakas konvensional untuk peningkatan kemampuan operasi 1. Numerical controlled (NC) process 2. Flexible manufacturing system __ 1. Flexible manufacturing system 2. Machining center yang terintegrasi dengan AGV dan ASRS NO INDUSTRI PRIORITAS KEBUTUHAN TEKNOLOGI YANG DIKEMBANGKAN (1) (2) (3) (4) (5) 2. __ Numerical controlled (NC) process 3. __ Flexible manufacturing system 4. Machining center yang terintegrasi dengan automated guided vehicle (AGV) dan automated strorage and retrieval system (ASRS) 5. Pengukuran dan pemesinan presisi 6. Heating, cooling, dan pressuring yang efisien 7. Sensor dan __ actuator yang sensitive 8. Bahan baku berkemampuan tinggi ( durable ) 9. Hidrolika dan pneumatic yang efisien 10. Sistem penyimpanan dan pengambilan terotomasi/ ASRS 11. AGV 3. Machining center yang terintegrasi dengan AGV dan ASRS 4. Pengukuran dan pemesinan presisi 5. Bahan baku berkemampuan tinggi ( durable ) dan ramah lingkungan 6. Efficient heating, cooling and pressuring 7. Sensor dan actuator yang sensitif untuk inspeksi terotomasi 8. Hidrolika dan pneumatic yang efisien 9. Multiple injection and coloring 10. Modular design 11. Perancangan untuk tujuan spesifik ( design for X, DFX ) 12. Special treatment 13. Material konduktor listrik yang efisien 3. Pengukuran dan pemesinan presisi 4. Bahan baku berkemampuan tinggi ( durable ) dan ramah lingkungan 5. Efficient heating, cooling and pressuring 6. Sensor dan actuator yang sensitif untuk inspeksi terotomasi 7. ASRS dan AGV 8. Hidrolika dan pneumatic yang efisien 9. Multiple injection and coloring 10. Modular design 11. Perancangan untuk tujuan spesifik ( design for X, DFX ) 12. Special treatment 13. Material konduktor listrik dan panas yang efisien NO INDUSTRI PRIORITAS KEBUTUHAN TEKNOLOGI YANG DIKEMBANGKAN (1) (2) (3) (4) (5) 12. Perlakuan ( treatment ) logam khusus 13. __ Modular design Industri Komponen dan Bahan Penolong 1. Teknologi komponding engineering plastic and rubber 2. Desain mold untuk engineering plastic and rubber 3. Teknologi pembuatan additive , dye stuff , dan pigment 4. Teknologi pembuatan katalis untuk industri petrokimia dan lainnya 1. Teknologi komponding engineering plastic and rubber 2. Desain mold untuk engineering plastic and rubber 3. Teknologi pembuatan additive , dye stuff , dan pigment 4. Teknologi pembuatan katalis petrokimia dan lainnya 1. Teknologi komponding engineering plastic and rubber 2. Desain mold untuk engineering plastic and rubber 3. Teknologi pembuatan additive , dye stuff , dan pigment 4. Teknologi pembuatan katalis petrokimia dan lainnya 8. INDUSTRI HULU AGRO Industri Oleofood, Oleokimia, dan Kemurgi 1. Teknologi produksi (ekstraksi, purifikasi, mixing/blending , hidrogenasi, esterifikasi, formulasi) oleofood skala mini dan medium 1. Teknologi produksi speciality fats 2. Teknologi ekstraksi bahan/ komponen aktif dari kelapa sawit untuk produksi vitamin (antara lain betacaroten dan tocoferol ) 1. Teknologi produksi biomaterial (bioplastik , nano- cellulose derivatives, biobased fibers, polymers and composit , aromatic building block ) NO INDUSTRI PRIORITAS KEBUTUHAN TEKNOLOGI YANG DIKEMBANGKAN (1) (2) (3) (4) (5) 2. Teknologi pemisahan (hidrolisis, splitting ), isolasi, hidrogenasi, esterifikasi dan pemurnian specialty fats 3. Teknologi konversi dan pemurnian ( refinery ) oleo kimia yang efisien untuk produksi biodiesel, jet fuel, biolube dan biosurfaktan 3. Teknologi konversi dan biokonversi untuk produksi asam organik dan bioplastik dari limbah pabrik kelapa sawit.

  346. Teknologi konversi dan pemurnian ( refinery ) oleo kimia yang efisien untuk produksi biodiesel, jet fuel, biolube dan biosurfaktan 5. Teknologi termokimia (pirolisis dan gasifikasi) biomasa menghasilkan bahan baku untuk diesel dan kerosen ( biomass to liquid /BTL) atau synthetic natural gas (SNG) 6. Teknologi hidrolisis dan biokonversi (enzimatik dan fermentasi) untuk produksi bioetanol dengan bahan baku lignoselulosa 2. Teknologi termokimia dan biokonversi untuk produksi secondary biofuel berbasis biomasa dan bahan lignoselulosa NO INDUSTRI PRIORITAS KEBUTUHAN TEKNOLOGI YANG DIKEMBANGKAN (1) (2) (3) (4) (5) 7. Teknologi ekstraksi lignin untuk produksi aromatic building block 8. Teknologi ekstraksi nano- cellulosa 9. Efisiensi produksi oleofood, oleokimia, dan kemurgi berbasis teknologi bersih dan hemat energi Industri Pakan 1. Logistik dan teknologi penyimpanan bahan baku pakan 2. Teknologi formulasi dan granulasi pakan 3. Teknologi kemasan 1. Teknologi konversi (fisik/ kimia/ biologis) limbah biomassa untuk pakan 2. Efisiensi produksi berbasis teknologi bersih dan hemat energi 1. Teknologi ekstraksi, isolasi, dan purifikasi komponen biokatif dari biomassa untuk suplemen pakan Industri Barang dari Kayu, Pulp, dan Kertas 1. Teknik disain furnitur 2. Teknologi moulding dan finishing komponen berbasis kayu 1. Teknologi produksi serat alami 2. Efisensi produksi berbasis teknologi bersih, hemat bahan baku dan energi 1. Teknologi ramah lingkungan untuk produksi komponen, serat, pulp dan kertas NO INDUSTRI PRIORITAS KEBUTUHAN TEKNOLOGI YANG DIKEMBANGKAN (1) (2) (3) (4) (5) 3. Teknologi biopulping dan biobleaching dalam produksi pulp dan kertas untuk diterapkan dalam skala pilot plant 9. INDUSTRI LOGAM DASAR DAN BAHAN GALIAN BUKAN LOGAM Industri Pengolahan dan Pemurnian Besi dan Baja Dasar 1. Ironmaking Coal Based : Blast Furnace untuk pig iron dan nickel pig iron 2. Rotary Hearth Furnace (RHF) 3. Gas based direct reduction, coal based direct reduction 4. Grate Kiln untuk pellet 5. Shaft Furnace untuk pellet 6. Traveling Grate untuk pellet 7. Rotary Kiln untuk sponge iron 8. Memulai pengembangan teknologi lokal ( lab-pilot scale ) 1. Ironmaking Coal Based: Coal Gasification Process 2. _Direct Smelting : _ Gas based direct reduction untuk sponge iron dan RHF untuk iron nugget 3. SL-RN Extra ( Rotary Kiln with Waste Heat Recovery ) untuk sponge iron 4. Memulai pengembangan teknologi lokal ( pilot-demo scale ) 1. Coal based : Coal Gasification 2. _Direct Smelting : _ Gas based direct reduction untuk sponge iron dan RHF untuk iron nugget 3. Memulai pengembangan teknologi lokal ( demo- commercial scale ) 1. Steelmaking 2. Electric Arc Furnace (EAF) dan Basic Oxygen Furnace (BOF) 1. Steelmaking 2. Efisiensi EAF dan BOF 1. Steelmaking 2. Efisiensi energi dan mengurangi polusi EAF dan BOF NO INDUSTRI PRIORITAS KEBUTUHAN TEKNOLOGI YANG DIKEMBANGKAN (1) (2) (3) (4) (5) 1. Rolling, Forging, Drawing, Extrusion 1. Rolling, Forging, Drawing, Extrusion 2. Heat Treatment 1. Rolling, Forging, Drawing, Extrusion 2. Heat Treatment 1. Industri Pengecoran Logam Besi Baja 2. Induction Furnace 1. Induction Furnace 1. __ Induction Furnace 1. Vacuum Oxygen Decarburizer (VOD) dan Argon Oxygen Decarburizer (AOD): Stainless Steel 1. VOD dan AOD 1. VOD dan AOD 1. Special steel 2. Vacum Induction furnace , Electro Slag Remelting 3. RH dan Vacuum Decarburizer 1. RH dan Vacuum Decarburizer 2. Difusi gas, sentrifuge , eksitasi laser, electromagnetic isotope separation 1. RH dan Vacuum Decarburizer 2. Difusi gas, sentrifuge , eksitasi laser, electromagnetic isotope separation Industri Pengolahan dan Pemurnian Logam Dasar Bukan Besi 1. RK-EF untuk Ferronickel, Nickel Matte 2. Stainless Steel 3. Hydro Metalurgi 1. Atmosfiric Leaching (AL) 2. Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) 3. Mixed Sulfide Precipitate (MSP) 1. MCLE ( Matte Chlorine Leach Electrowinning ) untuk Nickel Electrolytic 2. Nickel Sulfate 3. __ Nickel Chloride NO INDUSTRI PRIORITAS KEBUTUHAN TEKNOLOGI YANG DIKEMBANGKAN (1) (2) (3) (4) (5) 1. Continous - Furnace 2. Submerged Furnace 3. Top Blown Rotary Converting (TBRC) Process ( Precious Metal ) 4. Hydro Metalurgi 1. Electric Furnace untuk copper alloy 2. TBRC Process ( Precious Metal ) 1. Rolling Mill untuk kawat tembaga 2. Electric Furnace untuk paduan tembaga 3. TBRC Process ( Precious Metal ) 1. Alumina: Bayer (CGA) 2. Alumina: Bayer (SGA) 1. Alumina: Bayer (CGA) 2. Alumina: Bayer (SGA) 3. Alumunium: Hall-Heroult 4. Preback Point Feed (PBF) Hall- Heroult 1. Alumunium : Preback Point Feed (PBF) Hall- Heroult Inert Anode 2. Electric Furnace untuk paduan alumunium 1. Industri Pengecoran Logam Non Besi Baja 2. Induction Furnace Induction Furnace Induction Furnace Industri Logam Mulia, Tanah Jarang ( Rare Earth ), dan Bahan Bakar Nuklir Technology physical _separation: _ cominution, magnetic separation, floatasi, specific gravity, jigging . _Hydrometalurgy: _ technology solvent exchange method Technology Solid Phase Extraction NO INDUSTRI PRIORITAS KEBUTUHAN TEKNOLOGI YANG DIKEMBANGKAN (1) (2) (3) (4) (5) Industri bahan galian non logam 1. Tunnel kiln : keramik 1. Efisiensi pembakaran di Tunnel kiln 2. Alternatif bahan bakar 3. Advanced ceramics 1. __ Advanced ceramics 1. Produksi silika murni 1. Produksi silika murni untuk semikonduktor 1. Produksi silika murni untuk semikonduktor 1. Efisiensi energi dan konservasi lingkungan Rotary Kiln di industri semen 1. Efisiensi energi dan konservasi lingkungan Rotary Kiln 1. Efisiensi energi dan konservasi lingkungan Rotary Kiln 10. INDUSTRI KIMIA DASAR BERBASIS MIGAS DAN BATUBARA Industri Petrokimia Hulu 1. Teknologi konversi gas ke olefin – Methanol to Olefin (MTO) / Methanol to Propilene (MTP) 2. Teknologi konversi Methanol to Gasoline (MTG) 3. Teknologi konversi dari batubara ke olefin dan amoniak 4. Teknologi konversi dari batubara/ biomassa ke clean/green energy 1. Teknologi konversi gas ke olefin – Methanol to Olefin (MTO) / Methanol to Propilene (MTP) 2. Teknologi konversi Methanol to Gasoline (MTG) 3. Teknologi produksi metanol dan amoniak dari batubara 4. Teknologi gasifikasi batubara/ biomass ke clean/green energy 1. Teknologi konversi gas ke olefin – Methanol to Olefin (MTO)/ Methanol to Propilene (MTP) 2. Teknologi konversi Methanol to Gasoline (MTG) 3. Teknologi gasifikasi batubara untuk produksi metanol dan amoniak 4. Teknologi gasifikasi batubara/ biomass untuk clean energy NO INDUSTRI PRIORITAS KEBUTUHAN TEKNOLOGI YANG DIKEMBANGKAN (1) (2) (3) (4) (5) 5. Teknologi konversi dari CPO dan biomass ke produk petrokimia 5. Teknologi produksi petrokimia dari CPO dan biomass 5. Teknologi produksi petrokimia dari CPO dan biomass. Industri Kimia Organik 1. Teknologi produksi kimia organik 2. Teknologi produksi Biobased PET, biobased Ethylene glycol (EG), Biobased PTA, Purified Terphtalate Acid , dan isobuthanol 1. Teknologi produksi kimia organik 2. Teknologi produksi biobased polymer 3. Teknologi peningkatan efisiensi 1. Teknologi nasional skala besar untuk industri kimia organik Industri Pupuk 1. Teknologi produksi pupuk majemuk (lisensi dan reverse engineering ) 2. Teknologi peningkatan efisiensi pabrik pupuk eksisting 3. Teknologi slow release fertilizer 1. Pilot plant teknologi nasional untuk pupuk majemuk 2. Teknologi peningkatan efisiensi pabrik pupuk eksisting 1. Teknologi nasional skala besar untuk Industri pupuk majemuk. NO INDUSTRI PRIORITAS KEBUTUHAN TEKNOLOGI YANG DIKEMBANGKAN (1) (2) (3) (4) (5) Industri Resin Sintetik dan Bahan Plastik 1. Teknologi resin sintetik dan bahan plastik (lisensi dan reverse engineering ) 1. Pilot plant teknologi nasional produksi resin plastik 2. Teknologi peningkatan efisiensi pabrik eksisting 1. Teknologi nasional skala besar untuk industri resin sintetik dan bahan plastik Industri Karet Alam dan Sintetik 1. Teknologi compounding dan rubber engineering 2. __ Natural rubber product development and derivation 3. Teknologi produksi karet sintetik dan karet alam 4. Teknologi Produksi tepung karet alam dari lateks 1. Teknologi compounding dan rubber engineering 2. __ Natural rubber product development and derivation 3. Synthesis rubber dari turunan minyak dan batubara 4. Teknologi produksi karet sintetik dan karet alam 1. Teknologi compounding dan rubber engineering 2. __ Natural rubber product development and derivation 3. Synthesis rubber dari turunan minyak dan batubara 4. Teknologi produksi karet sintetik dan karet alam Industri Barang Kimia Lainnya 1. Teknologi produksi propelan 1. Teknologi produksi propelan 2. Teknologi produksi bahan peledak 1. Teknologi produksi propelan 2. Teknologi produksi bahan peledak.

  347. Program Pengembangan Program pengembangan teknologi dilakukan melalui:

    1. peningkatan sinergi program kerjasama penelitian dan pengembangan antara balai-balai industri dengan lembaga riset pemerintah, lembaga riset swasta, perguruan tinggi, dunia usaha dan lembaga riset untuk menghasilkan produk penelitian dan pengembangan yang aplikatif dan terintegrasi;

    2. implementasi pengembangan teknologi baru melalui pilot plant atau yang sejenis;

    3. pemberian jaminan risiko terhadap pemanfaatan teknologi yang dikembangkan berdasarkan hasil penelitian dan pengembangan dalam negeri;

    4. pemberian insentif bagi industri yang melaksanakan kegiatan R&D dalam pengembangan industri dalam negeri;

    5. pemberian insentif dalam bentuk royalti kepada unit R&D dan peneliti yang hasil temuannya dimanfaatkan secara komersial di industri;

    6. peningkatan transfer teknologi melalui proyek putar kunci ( turn key project ) apabila belum tersedia teknologi yang diperlukan di dalam negeri;

    7. mendorong relokasi unit R&D milik perusahaan industri penanaman modal asing melalui skema insentif pajak ( double tax deductable ) terutama bagi industri yang berorientasi ekspor dan sifat siklus umur teknologinya singkat atau berubah cepat;

    8. meningkatkan kontribusi hasil kekayaan intelektual berupa desain, paten dan merek dalam produk industri untuk meningkatkan nilai tambah;

    9. melakukan audit teknologi terhadap teknologi yang dinilai tidak layak untuk industri antara lain boros energi, berisiko pada keselamatan dan keamanan, serta berdampak negatif pada lingkungan;

    10. mendorong tumbuhnya pusat-pusat inovasi ( center of excellence ) pada wilayah pusat pertumbuhan industri;

    11. mendorong terjadinya transfer teknologi dari perusahaan atau tenaga kerja asing yang beroperasi di dalam negeri; dan

    12. pemberian penghargaan bagi rintisan, pengembangan, dan penerapan teknologi industri. D. Pengembangan dan Pemanfaatan Kreativitas dan Inovasi 1. Tujuan dan Ruang lingkup Pengembangan dan pemanfaatan kreativitas dan inovasi dimaksudkan untuk memberdayakan budaya Industri dan/atau kearifan lokal yang tumbuh di masyarakat terutama dalam rangka pengembangan industri kreatif. Untuk mengembangkan dan memanfaatkan kreativitas dan inovasi, maka perlu dilakukan:

    13. penyediaan ruang dan wilayah untuk masyarakat dalam berkreativitas dan berinovasi;

    14. pengembangan sentra industri kreatif;

    15. pelatihan teknologi dan desain;

    16. konsultasi, bimbingan, advokasi, dan fasilitasi perlindungan hak kekayaan intelektual khususnya bagi industri kecil; dan

    17. fasilitasi promosi dan pemasaran produk industri kreatif di dalam dan luar negeri.

  348. Program Pengembangan Pengembangan dan pemanfaatan kreativitas dan inovasi dilakukan melalui:

    1. Penyediaan ruang dan wilayah untuk masyarakat dalam berkreativitas dan berinovasi, antara lain berupa:

      1. pembangunan techno park ;

      2. pembangunan pusat animasi; dan

      3. pembangunan pusat inovasi.

    2. Pengembangan sentra Industri kreatif, antara lain;

      1. bantuan mesin peralatan dan bahan baku/penolong;

      2. pembangunan UPT;

      3. bantuan desain dan tenaga ahli ; dan

      4. fasilitasi pembiayaan c. Pelatihan teknologi dan desain, antara lain:

      5. pelatihan desain dan teknologi; dan

      6. bantuan tenaga ahli.

    3. Fasilitasi perlindungan hak kekayaan intelektual, antara lain:

      1. konsultasi, bimbingan, advokasi hak kekayaan intelektual; dan

      2. fasilitasi pendaftaran merek, paten, hak cipta dan desain industri.

    4. Fasilitasi promosi dan pemasaran produk Industri kreatif, yaitu:

      1. promosi dan pameran di dalam negeri;

      2. promosi dan pameran di luar negeri; dan

      3. penyediaan fasilitas trading house di luar negeri. E. Penyediaan Sumber Pembiayaan Dalam rangka pencapaian sasaran pengembangan industri nasional dibutuhkan pembiayaan investasi di sektor industri yang bersumber dari penanaman modal dalam negeri dan penanaman modal asing, serta penanaman modal Pemerintah khususnya untuk pengembangan industri strategis. Pembiayaan industri dapat diperoleh melalui investasi langsung maupun melalui kredit perbankan. Semakin terbatasnya pemanfaatan kredit perbankan di sektor industri antara lain disebabkan oleh relatif tingginya suku bunga perbankan karena dibiayai oleh dana masyarakat berjangka pendek. Kondisi ini memerlukan dibentuknya suatu lembaga keuangan yang dapat menjamin tersedianya pembiayaan investasi dengan suku bunga kompetitif. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian menyatakan secara tegas bahwa Pemerintah memfasilitasi ketersediaan pembiayaan yang kompetitif untuk pembangunan industri. Berdasarkan Undang-Undang tersebut dapat dibentuk lembaga pembiayaan pembangunan industri yang berfungsi sebagai lembaga pembiayaan investasi di bidang industri yang diatur dengan Undang-Undang. Untuk mencapai sasaran pembangunan industri 20 (dua puluh) tahun ke depan diproyeksikan kebutuhan pembiayaan untuk investasi di sektor industri rata-rata tumbuh sebesar 15% (lima belas persen) per tahun dengan komposisi antara Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) yang berimbang. V. PEMBANGUNAN SARANA DAN PRASARANA INDUSTRI Pembangunan industri nasional yang berdaya saing perlu didukung dengan penyediaan sarana dan prasarana industri meliputi : A. Standardisasi Industri 1. Tujuan, Ruang lingkup dan Sasaran Standardisasi industri bertujuan untuk meningkatkan daya saing industri dalam rangka penguasaan pasar dalam negeri maupun ekspor. Standardisasi industri juga dapat dimanfaatkan untuk melindungi keamanan, kesehatan, dan keselamatan manusia, hewan, dan tumbuhan, pelestarian fungsi lingkungan hidup, pengembangan produk industri hijau serta mewujudkan persaingan usaha yang sehat. Pengembangan standardisasi industri meliputi perencanaan, pembinaan, pengembangan dan pengawasan untuk Standar Nasional Indonesia (SNI), Spesifikasi Teknis (ST) dan Pedoman Tata Cara (PTC). Sasaran pengembangan standardisasi industri adalah :

    5. terlaksananya penyusunan dan pemberlakuan SNI, ST dan/atau PTC sesuai kebutuhan industri prioritas; dan

    6. tersedianya infrastruktur standardisasi meliputi pembentukan lembaga sertifikasi produk, penyediaan laboratorium penguji, lembaga inspeksi, laboratorium kalibrasi, auditor/asesor, petugas penguji, petugas inspeksi, dan petugas kalibrasi untuk pelaksanaan penilaian kesesuaian, serta penyediaan petugas pengawas standar industri (PPSI) dan penyidik pegawai negeri sipil industri (PPNS-I) untuk pelaksanaan pengawasan penerapan SNI, ST dan/atau PTC.

  349. Program Pengembangan Program pengembangan standardisasi industri dilakukan melalui:

    1. Pengembangan standardisasi industri dalam rangka peningkatan kemampuan daya saing industri melalui:

      1. perumusan standar;

      2. penerapan standar;

      3. pengembangan standar;

      4. pemberlakuan standar; dan

      5. pemberian fasilitas bagi perusahaan industri kecil dan industri menengah baik fiskal maupun non fiskal.

    2. Pengembangan infrastruktur untuk menjamin kesesuaian mutu produk industri dengan kebutuhan dan permintaan pasar meliputi :

      1. pengembangan lembaga penilai kesesuaian;

      2. pengembangan pengawasan standar;

      3. penyediaan dan pengembangan laboratorium pengujian standar industri di wilayah pusat pertumbuhan industri;

      4. peningkatan kompetensi komite teknis, auditor/asesor, petugas penguji, petugas inspeksi, petugas kalibrasi, PPSI dan PPNS-I; dan

      5. peningkatan kerjasama antarnegara dalam rangka saling pengakuan terhadap hasil pengujian laboratorium dan sertifikasi produk. B. Infrastruktur Industri Infrastruktur yang diperlukan oleh industri, baik yang berada di dalam dan/atau di luar kawasan peruntukan industri, meliputi energi dan lahan kawasan industri.

  350. Energi Untuk mendukung pertumbuhan industri nasional yang ditargetkan, diperlukan penyediaan energi baik yang bersumber dari listrik, gas maupun batubara. Proyeksi kebutuhan energi berdasarkan jenis energi yang dibutuhkan oleh industri ditunjukkan pada Tabel 5.1. Tabel 5.1 Proyeksi Kebutuhan Energi untuk Industri Tahun 2014-2035 No Jenis Energi Tahun 2014 2015 2020 2025 2035 1 Listrik (GWh) 70.777 76.187 123.554 178.845 446.993 2 Gas (Milyar MBTu) 482.937 505.141 621.712 782.691 1.559.831 3 Batubara (ribu ton) 33.571 35.238 45.238 58.571 83.095 Sumber : diolah Kementerian Perindustrian dari berbagai sumber Program penyediaan kebutuhan energi untuk industri sebagai komitmen Pemerintah meliputi:

    1. koordinasi antar kementerian/lembaga terkait dalam penyusunan rencana penyediaan energi untuk mendukung pembangunan industri;

    2. pembangunan pembangkit listrik untuk mendukung pembangunan industri;

    3. pembangunan dan pengembangan jaringan transmisi dan distribusi;

    4. pengembangan sumber energi yang terbarukan;

    5. diversifikasi dan konservasi energi; dan

    6. pengembangan industri pendukung pembangkit energi.

  351. Lahan Industri Penyediaan lahan industri dilakukan melalui pengembangan kawasan peruntukan industri dan pembangunan kawasan industri. Tujuan pembangunan dan pengusahaan kawasan industri adalah (i) memberikan kemudahan dalam memperoleh lahan industri yang siap pakai dan/atau siap bangun, (ii) jaminan hak atas tanah yang dapat diperoleh dengan mudah, (iii) tersedianya sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh investor, dan/atau (iv) kemudahan dalam mendapatkan perizinan. Dalam kurun waktu 2015-2035 diproyeksikan total kebutuhan lahan industri berupa lahan kawasan industri dan lahan non- kawasan industri di dalam kawasan peruntukan industri seperti diperlihatkan pada Tabel 5.2. Tabel 5.2 Proyeksi Kebutuhan Lahan Industri dan Jumlah Kawasan Industri Baru Tahun 2015-2035 Uraian Tahun 2015-2019 2020-2024 2025-2035 Kebutuhan lahan kawasan industri (Ha) 6.000 9.000 35.000 Kebutuhan lahan non-kawasan industri di dalam kawasan peruntukan industri (Ha) 4.000 6.000 25.000 Total Kebutuhan Lahan Industri (Ha) 10.000 15.000 60.000 Jumlah kawasan industri yang akan dibangun (unit) 4 6 26 Program penyediaan lahan kawasan industri dan/atau kawasan peruntukan industri meliputi:

    1. koordinasi antar kementerian/lembaga terkait dalam penyelesaian aspek-aspek yang terkait pertanahan;

    2. penyusunan rencana pembangunan kawasan industri, termasuk analisis kelayakan dan penyusunan rencana induk ( masterplan );

    3. pembentukan kelembagaan dan regulasi bank tanah ( land bank ) untuk pembangunan kawasan industri;

    4. koordinasi antar pemerintah provinsi/kabupaten/kota dengan kementerian/lembaga terkait untuk penetapan kawasan peruntukan industri dalam RTRW kabupaten /kota;

    5. melakukan review terhadap pengembangan kawasan peruntukan industri;

    6. penyediaan lahan melalui pembangunan kawasan industri didukung dengan infrastruktur baik di dalam kawasan maupun di luar kawasan industri; dan

    7. penyediaan lahan melalui pengembangan kawasan peruntukan industri yang didukung dengan infrastruktur baik di dalam kawasan maupun di luar kawasan peruntukan industri. C. Sistem Informasi Industri Nasional 1. Tujuan dan Sasaran Pembangunan Sistem Informasi Industri Nasional (SIINAS) bertujuan untuk:

    8. menjamin ketersediaan, kualitas, kerahasiaan, dan akses terhadap data dan/atau informasi;

    9. mempercepat pengumpulan, penyampaian/pengadaan, pengolahan/pemrosesan, analisis, penyimpanan, dan penyajian, termasuk penyebarluasan data dan/atau informasi yang akurat, lengkap, dan tepat waktu; dan

    10. mewujudkan penyelenggaraan SIINAS yang meningkatkan efisiensi dan efektivitas, inovasi, dan pelayanan publik dalam mendukung pembangunan industri nasional. Sasaran penyelenggaraan SIINAS meliputi:

    11. terlaksananya penyampaian data industri dan data kawasan industri secara online ;

    12. tersedianya data perkembangan dan peluang pasar, serta data perkembangan teknologi industri;

    13. tersedianya sistem informasi yang sesuai dengan kebutuhan stakeholders ;

    14. tersedianya infrastruktur teknologi informasi dan tata kelola yang handal;

    15. terkoneksinya SIINAS dengan sistem informasi yang dikembangkan oleh kementerian atau lembaga pemerintah nonkementerian, pemerintah daerah provinsi, pemerintah daerah kabupaten/kota, dan asosiasi serta KADIN dan kamar dan industri daerah (KADINDA) dalam rangka pertukaran data;

    16. tersedianya model sistem industri sebagai dasar dalam penyusunan kebijakan nasional;

    17. tersosialisasikannya SIINAS kepada seluruh stakeholders ;

    18. terpublikasikannya laporan hasil analisis data industri secara berkala. Pembangunan SIINAS dilakukan secara bertahap, dimulai dari penyusunan rencana induk, penyiapan infrastruktur teknologi informasi, standardisasi format data, pengembangan sistem informasi, sosialisasi kepada seluruh stakeholders , serta kerjasama interkoneksi dengan sistem informasi yang dikembangkan oleh instansi eksternal. Data yang terdapat pada SIINAS paling sedikit terdiri dari data industri, data kawasan industri, data perkembangan dan peluang pasar, serta data perkembangan teknologi industri. Sumber data berasal dari perusahaan industri, perusahaan kawasan industri, kementerian/lembaga, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, Kantor Perwakilan RI di luar negeri, atau perusahaan penyedia data. SIINAS dapat terkoneksi dengan sistem informasi yang dikembangkan oleh berbagai institusi lain. Institusi-institusi pemilik sistem informasi yang terhubung dengan SIINAS secara garis besar terdiri atas:

    19. Kementerian atau lembaga pemerintah non kementerian.

    20. Pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota, termasuk Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) di daerah, dan insitusi yang membidangi perindustrian.

    21. Asosiasi, Kamar Dagang dan Industri (KADIN) dan kamar dan industri daerah (KADINDA).

    22. Institusi di negara lain atau organisasi internasional.

  352. Program Pengembangan Program pengembangan SIINAS dilakukan dalam beberapa tahapan yang dilaksanakan secara paralel dengan rincian sebagai berikut:

    1. Tahap Perencanaan (2015-2016), yang terdiri dari:

      1. Penyusunan Rencana Induk ( Master Plan ) Pengembangan SIINAS;

      2. Penetapan standard mengenai jenis data dan struktur database industri nasional;

      3. Menyiapkan data dasar pada database industri nasional;

      4. Penyusunan peraturan menteri yang terkait dengan petunjuk pelaksanaan teknis SIINAS.

    2. Tahap Pengembangan Sistem (2015-2018), yang terdiri dari:

      1. Penyiapan pusat data;

      2. Penyiapan perangkat keras;

      3. Pengembangan perangkat lunak;

      4. Penyelenggaraan sosialisasi kepada seluruh stakeholder SIINAS (perusahaan industri dan perusahaan kawasan industri, kementerian/lembaga, pemerintah provinsi/kabupaten/ kota, dan masyarakat);

      5. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan peningkatan kompetensi SDM pengelola SIINAS.

    3. Tahap Pengolahan Data dan Penyebarluasan Informasi (2015- 2019), yang terdiri dari:

      1. Pengembangan model sistem industry;

      2. Pengembangan decision support system , expert system , business intelligence , dan knowledge management industri nasional;

      3. Penyusunan laporan hasil analisis industri secara periodik;

      4. Publikasi laporan hasil analisis industri.

    4. Tahap Pengembangan Interkoneksi (2016-2020), yang terdiri dari:

      1. Kerjasama interkoneksi dengan kementerian/lembaga;

      2. Kerjasama interkoneksi dengan pemerintah provinsi/kabupaten/kota;

      3. Kerjasama interkoneksi dengan lembaga internasional.

    5. Tahap Pemantapan Pengembangan SIINAS (2020-2035), yang terdiri dari:

      1. Pemantapan pengembangan sistem informasi;

      2. Pemantapan pengolahan data dan informasi;

      3. Pemantapan pengelolaan sistem informasi. VI. PEMBERDAYAAN INDUSTRI Pemberdayaan Industri meliputi Industri Kecil dan Industri Menengah (IKM), Industri Hijau, Industri Strategis, Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN), dan kerjasama internasional di bidang industri. Mengingat pengembangan IKM membutuhkan kebijakan afirmatif, maka IKM diuraikan pada Bab IX. A. Industri Hijau 1. Tujuan, Ruang lingkup dan Strategi Pembangunan Industri Hijau bertujuan untuk mewujudkan Industri yang berkelanjutan dalam rangka efisiensi dan efektivitas penggunaan sumber daya alam secara berkelanjutan sehingga mampu menyelaraskan pembangunan industri dengan kelangsungan dan kelestarian fungsi lingkungan hidup dan memberikan manfaat bagi masyarakat. Lingkup pembangunan industri hijau meliputi standardisasi industri hijau dan pemberian fasilitas untuk industri hijau. Penerapan industri hijau dilaksanakan dengan pemenuhan terhadap standar industri hijau (SIH) yang secara bertahap dapat diberlakukan secara wajib. Pemenuhan terhadap Standar Industri Hijau oleh perusahaan industri dibuktikan dengan diterbitkannya sertifikat industri hijau yang sertifikasinya dilakukan melalui suatu rangkaian proses pemeriksaan dan pengujian oleh lembaga sertifikasi industri hijau (LSIH) yang terakreditasi. Proses pemeriksaan dan pengujian dalam rangka pemberian sertifikat industri hijau dilaksanakan oleh auditor industri hijau yang wajib memiliki sertifikasi kompetensi auditor industri hijau. Untuk mendorong percepatan terwujudnya Industri Hijau, pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dapat memberikan fasilitas kepada perusahaan industri baik fiskal maupun non fiskal. Strategi pengembangan Industri Hijau akan dilakukan yaitu:

    6. mengembangkan industri yang sudah ada menuju industri hijau; dan

    7. membangun industri baru dengan menerapkan prinsip-prinsip industri hijau. Untuk mewujudkan pengembangan Industri Hijau, maka perlu dilakukan penyusunan standar industri hijau, pengembangan lembaga sertifikasi industri hijau dan auditor industri hijau, pembinaan kepada industri khususnya IKM dalam pemenuhan standar industri hijau, serta fasilitasi untuk industri hijau.

  353. Program Pengembangan Program yang dilakukan dalam rangka mewujudkan industri hijau sebagaimana target tersebut adalah sebagai berikut:

    1. Penetapan standar industri hijau, meliputi antara lain: __ 1) melakukan benchmarking standar industri hijau di beberapa negara;

      1. menetapkan panduan umum penyusunan standar industri hijau dengan memperhatikan sistem standardisasi nasional dan/atau sistem standar lain yang berlaku;

      2. melakukan penyusunan standar industri hijau berdasarkan kelompok industri sesuai klasifikasi baku lapangan usaha indonesia;

      3. menetapkan standar industri hijau;

      4. memberlakukan standar industri hijau secara wajib yang dilakukan secara bertahap;

      5. melakukan pengawasan terhadap perusahaan industri yang standar industri hijaunya diberlakukan secara wajib;

      6. menetapkan peraturan menteri mengenai pengawasan terhadap perusahaan industri yang standar industri hijaunya diberlakukan secara wajib; dan

      7. melakukan mutual recognition agreement (MRA) dengan negara yang telah menerapkan standar industri hijau atau standar lainnya yang sejenis.

    2. Pembangunan dan pengembangan lembaga sertifikasi industri hijau yang terakreditasi serta peningkatan kompetensi auditor industri hijau, antara lain:

      1. menyusun pedoman umum pembentukan lembaga sertifikasi;

      2. menyusun standar kompetensi auditor industri hijau;

      3. menyusun standard operating procedure (sop) sertifikasi industri hijau;

      4. menyusun modul pelatihan industri hijau;

      5. menunjuk lembaga sertifikasi industri hijau yang terakreditasi;

      6. menetapkan pedoman akreditasi terhadap lembaga sertifikasi industri hijau;

      7. melakukan pengawasan terhadap lembaga sertifikasi industri hijau; dan

      8. melakukan pelatihan auditor industri hijau.

    3. Pemberian fasilitas untuk Industri Hijau, meliputi:

      1. Fasilitas fiskal yang diberikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

      2. Fasilitas non-fiskal berupa:

    4. pelatihan peningkatan pengetahuan dan keterampilan sumber daya manusia industri;

    5. sertifikasi kompetensi profesi bagi sumber daya manusia perusahaan industri; iii. bantuan pembangunan prasarana fisik bagi perusahaan IKM; dan

    6. penyediaan bantuan promosi hasil produksi bagi perusahaan industri; B. Industri Strategis 1. Tujuan, Ruang lingkup dan Strategi Industri strategis adalah Industri prioritas yang memenuhi kebutuhan yang penting bagi kesejahteraan rakyat atau menguasai hajat hidup orang banyak, meningkatkan atau menghasilkan nilai tambah sumber daya alam strategis, atau mempunyai kaitan dengan kepentingan pertahanan serta keamanan negara. Pengusulan jenis Industri Strategis sebagaimana dimaksud di atas dilakukan berdasarkan kriteria:

    7. memperkuat ketahanan pangan;

    8. memiliki potensi sebagai sumber daya alam yang terbarukan dan yang tidak terbarukan, yang digunakan sebagai energi dan bahan baku;

    9. meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat;

    10. berbasis teknologi tinggi ( high technological based industries ) dengan investasi penelitian dan pengembangan yang besar; dan/atau

    11. terkait dengan pertahanan keamanan dan keutuhan NKRI. Meskipun disadari pentingnya keberadaan industri strategis dalam pembangunan industri nasional, namun dalam kenyataannya industri strategis belum berperan secara berarti. Hal ini disebabkan beberapa faktor, antara lain nilai investasi yang relatif besar, resiko usaha yang tinggi, margin keuntungan yang relatif kecil, dan memerlukan teknologi yang tinggi. Oleh karena itu, pengembangan industri strategis tidak dapat sepenuhnya mengharapkan peran swasta mengingat faktor-faktor tersebut diatas sehingga memerlukan keterlibatan dan penguasaan Pemerintah untuk mempercepat pembangunan industri strategis. Penguasaan Pemerintah dalam pembangunan industri strategis dilakukan melalui pengaturan kepemilikan, penetapan kebijakan, pengaturan perizinan, pengaturan produksi, distribusi, dan harga, serta pengawasan. Strategi yang ditempuh untuk mendukung pembangunan industri strategis adalah sebagai berikut:

    12. mengembangkan industri hulu dan antara dalam rangka meningkatkan nilai tambah sumber daya alam strategis, mengurangi ketergantungan pada impor bahan baku, dan sekaligus memperkuat struktur industri nasional;

    13. mengembangkan industri yang dapat meningkatkan ketersediaan energi dan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil;

    14. mengembangkan teknologi tinggi untuk meningkatkan efisiensi, mutu dan daya saing produk hasil industri yang memiliki keunggulan kompetitif;

    15. mengembangkan industri yang dapat meningkatkan ketahanan pangan dan meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat; dan

    16. mengembangkan industri yang dapat meningkatkan pertahanan dan keamanan.

  354. Program Pengembangan Program pembangunan industri strategis yang dilakukan meliputi:

    1. Pengkajian potensi industri strategis yang perlu dikembangkan.

    2. Penyertaan modal seluruhnya oleh pemerintah pada industri strategis tertentu dengan alokasi pembiayaan melalui APBN.

    3. Pembentukan usaha patungan antara pemerintah melalui APBN dan swasta dalam pembangunan industri strategis.

    4. Pemberian fasilitas kepada industri strategis yang melakukan:

    5. pendalaman struktur;

    6. penelitian dan pengembangan teknologi; iii. pengujian dan sertifikasi; atau

    7. restrukturisasi mesin dan peralatan. C. Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN) 1. Tujuan dan Sasaran P3DN merupakan suatu kebijakan pemberdayaan industri yang bertujuan untuk:

    8. meningkatkan penggunaan produk dalam negeri oleh pemerintah, badan usaha, dan masyarakat;

    9. memberdayakan industri dalam negeri melalui pengamanan pasar domestik, mengurangi ketergantungan kepada produk impor, dan meningkatkan nilai tambah di dalam negeri; dan

    10. memperkuat struktur industri dengan meningkatkan penggunaan barang modal, bahan baku, komponen, teknologi dan SDM dari dalam negeri. Sasaran P3DN meliputi:

    11. peningkatan penggunaan produk dalam negeri oleh kementerian/lembaga negara, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, badan usaha swasta maupun masyarakat;

    12. peningkatan capaian nilai tingkat komponen dalam negeri (TKDN);

    13. peningkatan jumlah produk yang tersertifikasi TKDN; dan

    14. peningkatan kecintaan dan kebanggaan masyarakat akan produk dalam negeri. Penggunaan belanja modal pemerintah untuk pengadaan barang/jasa produksi dalam negeri ditargetkan meningkat secara bertahap mencapai 40% (empat puluh persen) pada tahun 2035.

  355. Program Pengembangan Program P3DN yang akan dilaksanakan adalah sebagai berikut:

    1. Sosialisasi kebijakan dan promosi P3DN melalui media elektronik, media cetak, pameran dan talk show .

    2. Pemberian insentif sertifikasi TKDN.

    3. Program membangun kecintaan, kebanggaan, dan kegemaran penggunaan produk dalam negeri melalui pendidikan.

    4. Pemberian insentif kepada badan usaha swasta yang konsisten menggunakan produk dalam negeri.

    5. Audit kepatuhan pelaksanaan kewajiban peningkatan penggunaan produk dalam negeri.

    6. Mendorong produk/barang yang ada dalam Daftar Inventarisasi Barang/Jasa Produksi Dalam Negeri masuk ke dalam e-Catalog pengadaan pemerintah.

    7. Pemberian penghargaan Cinta Karya Bangsa.

    8. Monitoring dan evaluasi dampak kebijakan P3DN bagi peningkatan daya saing dan penguatan struktur industri. D. Kerjasama Internasional di Bidang Industri 1. Tujuan, Ruang lingkup dan Sasaran Kerjasama internasional bidang industri bertujuan untuk :

    9. melindungi dan meningkatkan akses pasar produk industri dalam negeri;

    10. membuka akses sumber daya industri yang mendukung peningkatan produktivitas dan daya saing industri dalam negeri;

    11. meningkatkan integrasi industri dalam negeri ke dalam jaringan rantai suplai global; dan

    12. meningkatkan investasi untuk mendukung pengembangan industri di dalam negeri. Lingkup kerja sama internasional di bidang industri meliputi:

    13. pemanfaatan akses pasar produk industri;

    14. peningkatan kapasitas sumber daya industri;

    15. pemanfaatan rantai suplai global;

    16. peningkatan investasi industri; dan

    17. pengolahan data dari kegiatan industrial intelligence di negara akreditasi. Sasaran pengembangan kerjasama internasional di bidang industri adalah:

    18. bertambahnya jumlah negara sebagai pasar utama produk industri;

    19. meningkatnya akses industri nasional untuk memanfaatkan sumber daya teknologi industri melalui kerjasama teknik;

    20. meningkatnya pemanfaatan jaringan rantai suplai global; dan

    21. meningkatnya penyelenggaraan forum investasi industri di luar negeri.

  356. Program Pengembangan Program yang dilaksanakan dalam rangka pencapaian sasaran pengembangan kerjasama internasional di bidang industri antara lain:

    1. perlindungan dan peningkatan akses pasar internasional produk industri melalui :

      1. penetapan posisi runding berdasarkan rencana induk pembangunan industri nasional dan mengupayakan kerja sama yang saling menguntungkan;

      2. upaya penghapusan hambatan atas kebijakan negara mitra/organisasi internasional yang menghambat akses pasar produk industri;

      3. pengembangan jejaring kerja dengan mitra di luar negeri; dan/atau

      4. promosi produk industri nasional di luar negeri.

    2. Peningkatan akses sumber daya industri yang dibutuhkan dalam mendukung peningkatan produktivitas Industri Dalam Negeri melalui:

      1. Analisa dan penyediaan informasi kebutuhan sumber daya industri di dalam negeri dan penyediaan informasi sumber daya industri di negara mitra;

      2. Forum koordinasi dalam meningkatkan akses sumber daya industri antara stakeholder Indonesia dan negara mitra;

      3. Kerja sama internasional dalam bidang:

    3. peningkatan kemampuan SDM industri;

    4. pembangunan infrastruktur teknologi; iii. peningkatan riset dan pengembangan;

    5. peningkatan sumber pembiayaan proyek Industri;

    6. pengembangan standar kualitas sumber daya Industri; dan

    7. pengembangan dan pemanfaatan teknologi.

    8. Pengembangan jaringan rantai suplai global melalui:

      1. membangun jejaring kerja dengan negara dan mitra industri;

      2. forum koordinasi dalam meningkatan pemanfaatan rantai suplai global bagi industri dalam negeri; dan

      3. menyesuaikan standar kualitas produk dan kompetensi jasa (industri nasional/dalam negeri) dengan standar negara mitra.

    9. Peningkatan kerja sama investasi di sektor industri melalui:

      1. Penyusunan perencanaan kebutuhan investasi Industri melibatkan instansi pemerintah, asosiasi, dan dunia usaha terkait;

      2. Koordinasi implementasi rencana investasi di sektor industri dengan instansi terkait; dan/atau

      3. Promosi investasi Industri. VII. PERWILAYAHAN INDUSTRI A. Tujuan dan Sasaran Perwilayahan Industri Pengembangan perwilayahan industri dilaksanakan dalam rangka percepatan penyebaran dan pemerataan industri ke seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sasaran pengembangan perwilayahan industri pada tahun 2035 sebagai berikut:

  357. Peningkatan kontribusi sektor industri pengolahan non-migas luar Jawa dibanding Jawa dari 27,22% : 72,78 % pada tahun 2013 menjadi 40% : 60% pada tahun 2035;

  358. Peningkatan kontribusi investasi sektor industri pengolahan non- migas di luar Jawa terhadap total investasi sektor industri pengolahan non migas nasional;

  359. Penumbuhan kawasan industri sebanyak 36 kawasan yang memerlukan ketersediaan lahan sekitar 50.000 Ha yang diprioritaskan berada di luar Jawa sampai dengan tahun 2035; dan

  360. Pembangunan Sentra IKM baru, sehingga setiap kabupaten/kota mempunyai minimal satu Sentra IKM. B. Lingkup Perwilayahan Industri Tabel 7.1. Pembagian Wilayah Indonesia dalam 10 (Sepuluh) Wilayah Pengembangan Industri (WPI) No. Wilayah Pengembangan Industri No Provinsi 1 Papua 1 Papua 2 Papua Barat 2 Papua Barat 3 Sulawesi Bagian Utara dan Maluku 3 Sulawesi Utara 4 Gorontalo 5 Sulawesi Tengah 6 Sulawesi Tenggara 7 Maluku 8 Maluku Utara 4 Sulawesi Bagian Selatan 9 Sulawesi Barat 10 Sulawesi Selatan 5 Kalimantan Bagian Timur 11 Kalimantan Utara 12 Kalimantan Timur 6 Kalimantan Bagian Barat 13 Kalimantan Barat 14 Kalimantan Tengah 15 Kalimantan Selatan 7 Bali dan Nusa Tenggara 16 Bali 17 Nusa Tenggara Barat 18 Nusa Tenggara Timur 8 Sumatera Bagian Utara 19 Nanggroe Aceh Darussalam 20 Sumatera Utara 21 Sumatera Barat 22 Riau 23 Kep. Riau 9 Sumatera Bagian Selatan 24 Jambi 25 Bengkulu 26 Bangka Belitung 27 Sumatera Selatan 28 Lampung 10 Jawa 29 Banten No. Wilayah Pengembangan Industri No Provinsi 30 Jawa Barat 31 DKI Jakarta 32 DI Jogjakarta 33 Jawa Tengah 34 Jawa Timur Sesuai dengan amanat Pasal 14 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian, maka selanjutnya perwilayahan industri dilakukan melalui pengembangan Wilayah Pusat Pertumbuhan Industri, pengembangan Kawasan Peruntukan Industri, pembangunan Kawasan Industri dan pengembangan Sentra Industri Kecil dan Industri Menengah.

  361. Pengembangan Wilayah Pusat Pertumbuhan Industri Wilayah Pusat Pertumbuhan Industri (WPPI) berperan sebagai penggerak utama ( prime mover ) ekonomi dalam WPI. WPPI disusun berdasarkan kriteria sebagai berikut:

    1. potensi sumber daya alam (agro, mineral, migas);

    2. ketersediaan infrastruktur transportasi;

    3. kebijakan affirmatif untuk pengembangan industri ke luar Pulau Jawa;

    4. penguatan dan pendalaman rantai nilai;

    5. kualitas dan kuantitas SDM;

    6. memiliki potensi energi berbasis sumber daya alam (batubara, panas bumi, air);

    7. memiliki potensi sumber daya air industri;

    8. memiliki potensi dalam perwujudan industri hijau; dan

    9. kesiapan jaringan pemanfaatan teknologi dan inovasi. Tabel 7.2 Daerah-daerah yang Ditetapkan sebagai WPPI No Lokasi Kabupaten/Kota Provinsi 1 Mimika Papua 2 Teluk Bintuni Papua Barat 3 Halmahera Timur-Halmahera Tengah - Pulau Morotai Maluku Utara 4 Bitung-Manado-Tomohon-Minahasa- Minahasa Utara (termasuk KAPET MANADO BITUNG) Sulawesi Utara 5 Palu-Donggala-Parigi Mountong-Sigi (termasuk KAPET PALAPAS) Sulawesi Tengah 6 Kendari-Konawe-Konawe Utara-Konawe Selatan-Kolaka-Morowali (termasuk KAPET BANK SEJAHTERA SULTRA) Sulawesi Tenggara 7 Makassar-Maros-Gowa - Takalar- Jeneponto-Bantaeng Sulawesi Selatan 8 Pontianak-Landak-Sanggau-Ketapang – Sambas-Bengkayang (sebagian KAPET Khatulistiwa) Kalimantan Barat 9 Tanah Bumbu-Kotabaru (termasuk KAPET BATULICIN) Kalimantan Selatan 10 Samarinda, Balikpapan, dan Kutai Kertanegara -Bontang-Kutai Timur (termasuk KAPET SASAMBA) Kalimantan Timur 11 Tarakan -Nunukan Kalimantan Utara 12 Banda Aceh, Aceh Besar dan Pidie -Bireun- Lhokseumawe (termasuk KAPET BANDAR ACEH DARUSSALAM) Nanggroe Aceh Darussalam 13 Medan-Binjai-Deli Serdang-Serdang Bedagai - Karo-Simalungun-Batubara Sumatera Utara 14 Dumai-Bengkalis-Siak Riau 15 Batam-Bintan Kep. Riau 16 Banyuasin -Muara Enim Sumatera Selatan 17 Lampung Barat-Lampung Timur-Lampung Tengah-Tanggamus-Lampung Selatan Lampung 18 Kendal-Semarang-Demak Jawa Tengah 19 Tuban-Lamongan-Gresik-Surabaya- Sidoarjo-Mojokerto-Bangkalan Jawa Timur 20 Cilegon-Serang-Tangerang Banten 21 Cirebon-Indramayu-Majalengka Jawa Barat 22 Bogor-Bekasi-Purwakarta-Subang- Karawang Jawa Barat Dalam perkembangan berikutnya, daerah lain yang punya potensi, dapat ditetapkan sebagai WPPI yang mekanismenya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai perwilayahan industri.

  362. Pengembangan Kawasan Peruntukan Industri Kawasan Peruntukan Indutri (KPI) adalah bentangan lahan yang diperuntukkan bagi kegiatan industri berdasarkan rencana tata ruang wilayah yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Lokasi KPI ditetapkan dalam RTRW masing- masing kabupaten/kota. KPI merupakan lokasi kawasan industri, dan lokasi industri di daerah yang belum/tidak memiliki kawasan industri, atau telah memiliki kawasan industri tetapi kavlingnya sudah habis.

  363. Pembangunan Kawasan Industri Pembangunan kawasan industri diprioritaskan pada daerah- daerah yang berada dalam WPPI. Daerah-daerah di luar WPPI yang mempunyai potensi, juga dapat dibangun kawasan industri yang diharapkan menjalin sinergi dengan WPPI yang sesuai. Dalam rangka percepatan penyebaran industri keluar Pulau Jawa, pemerintah membangun kawasan-kawasan industri sebagai infrastruktur industri di Wilayah Pusat Pertumbuhan Industri. Pembangunan kawasan industri sebagai perusahaan kawasan industri yang lebih bersifat komersial didorong untuk dilakukan oleh pihak swasta.

  364. Pengembangan Sentra Industri Kecil dan Industri Menengah Pengembangan Sentra Industri Kecil dan Industri Menengah (Sentra IKM) dilakukan pada setiap wilayah Kabupaten/Kota (minimal sebanyak satu sentra IKM, terutama di luar Pulau Jawa) yang dapat berada di dalam atau di luar kawasan industri. Bagi kabupaten/kota yang tidak memungkinkan dibangun kawasan industri karena tidak layak secara teknis dan ekonomis, maka pembangunan industri dilakukan melalui pengembangan Sentra IKM yang perlu diarahkan baik untuk mendukung industri besar sehingga perlu dikaitkan dengan pengembangan WPPI, maupun sentra IKM yang mandiri yang menghasilkan nilai tambah serta menyerap tenaga kerja. Perwilayahan industri yang meliputi WPPI, Kawasan Peruntukan Industri, Kawasan Industri dan Sentra Industri Kecil dan Industri Menengah sebagaimana telah diuraikan di atas, selanjutnya ditampilkan pada setiap WPI sebagaimana disajikan pada Gambar 7.1 sampai dengan Gambar 7.10. __ Gambar 7.1 Perwilayahan Industri pada WPI Papua Gambar 7.2 Perwilayahan Industri pada WPI Papua Barat Gambar 7.3. Perwilayahan Industri pada WPI Sulawesi Bagian Utara dan Maluku Gambar 7.4 Perwilayahan Industri pada WPI Sulawesi Bagian Selatan Gambar 7.5 Perwilayahan Industri pada WPI Kalimantan Bagian Timur Gambar 7.6. Perwilayahan Industri pada WPI Kalimantan Bagian Barat __ Gambar 7.7. Perwilayahan Industri pada WPI Bali dan Nusa Tenggara Gambar 7.8. Perwilayahan Industri pada WPI Sumatera Bagian Utara Gambar 7.9 Perwilayahan Industri pada WPI Sumatera Bagian Selatan Gambar 7.10 Perwilayahan Industri pada WPI Jawa C. Program Pengembangan Perwilayahan Industri Program pengembangan perwilayahan industri untuk pengembangan WPPI, pembangunan kawasan industri dan pengembangan sentra IKM tercantum pada Tabel 7.3 sampai dengan Tabel 7.6. Tabel 7.3 Program Pengembangan WPPI Tahun 2015-2035 Periode 2015-2019 Periode 2020-2035 1. Penetapan WPPI sebagai Kawasan Strategis Nasional (KSN) 2. Survey dan pemetaan potensi pengembangan sumber daya industri dalam WPPI 3. Koordinasi antar pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota yang daerahnya masuk dalam WPPI dengan kementerian/ lembaga terkait dalam penyusunan rencana pembangunan industri provinsi/kabupaten/ kota 4. Penyusunan master plan pengembangan WPPI 5. Penyusunan rencana aksi pengembangan WPPI 6. Koordinasi antar kementerian/lembaga terkait dalam penyusunan rencana pembangunan infrastruktur untuk mendukung WPPI 7. Koordinasi antar kementerian/lembaga terkait dalam penyelesaian aspek- aspek yang terkait pertanahan 8. Koordinasi antar kementerian/lembaga terkait dalam penyusunan rencana penyediaan energi untuk mendukung WPPI 1. Pembangunan infrastruktur untuk mendukung WPPI (jalan, kereta api, pelabuhan, bandara) 2. Pembangunan infrastruktur energi untuk mendukung WPPI 3. Pembangunan sarana dan prasarana pengembangan SDM 4. Pembangunan sarana dan prasarana pengembangan riset dan teknologi 5. Penguatan kerjasama antar WPPI 6. Promosi investasi industri untuk masuk dalam WPPI 7. Pemberian insentif bagi investasi bidang industri yang masuk dalam WPPI, terutama di luar Pulau Jawa 8. Penguatan konektivitas antar WPPI Periode 2015-2019 Periode 2020-2035 9. Koordinasi antar kementerian/lembaga terkait dalam penyusunan rencana penyediaan SDM dan teknologi untuk mendukung WPPI 10. Koordinasi antar kementerian/lembaga terkait dalam penyediaan bahan baku industri 11. Koordinasi antar pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota dalam penyusunan kelembagaan 12. Koordinasi antar kementerian/lembaga terkait dalam perumusan pemberian insentif fiskal dalam mendukung WPPI 13. Pembangunan infrastruktur untuk mendukung WPPI (jalan, kereta api, pelabuhan, bandara) 14. Pembangunan infrastruktur energi untuk mendukung WPPI 15. Pembangunan sarana dan prasarana pengembangan SDM 16. Pembangunan sarana dan prasarana pengembangan riset dan teknologi 17. Penguatan kerjasama antar WPPI 18. Promosi investasi industri untuk masuk dalam WPPI 19. Pemberian insentif bagi investasi bidang industri yang masuk dalam WPPI, terutama di luar Pulau Jawa Periode 2015-2019 Periode 2020-2035 20. Penguatan konektivitas antar WPPI Tabel 7.4 Program Pengembangan Kawasan Peruntukan Industri Tahun 2015-2035 Jangka Menengah (2015-2019) Jangka Panjang (2020-2035) 1. Koordinasi antar pemerintah provinsi/kabupaten/kota dengan kementerian/lembaga terkait untuk penetapan kawasan peruntukan industri dalam RTRW Kabupaten /Kota 2. Melakukan review terhadap pengembangan kawasan peruntukan industri 3. Pembangunan infrastruktur, penyediaan energi, sarana dan prasarana dalam mendukung pengembangan kawasan peruntukan industri 1. Melakukan review terhadap pengembangan KPI 2. Pembangunan infrastruktur, penyediaan energi, sarana dan prasarana dalam mendukung pengembangan kawasan peruntukan industri Tabel 7.5 Program Pembangunan Kawasan Industri Tahun 2015-2035 Jangka Menengah (2015-2019) Jangka Panjang (2020-2035) 1. Penyusunan rencana pembangunan kawasan industri 2. Koordinasi antar kementerian/lembaga terkait dalam penyusunan rencana pembangunan infrastruktur untuk mendukung kawasan industri 3. Koordinasi antar kementerian/lembaga terkait dalam penyelesaian aspek- aspek yang terkait pertanahan 1. Pembangunan kawasan industri 2. Pengoperasian bank tanah ( land bank ) untuk pembangunan kawasan industri 3. Pembangunan infrastruktur untuk mendukung kawasan industri (jalan, kereta api, pelabuhan, bandara) 4. Pembangunan infrastruktur energi untuk mendukung kawasan industri Jangka Menengah (2015-2019) Jangka Panjang (2020-2035) 4. Koordinasi antar kementerian/ lembaga terkait dalam penyusunan rencana penyediaan energi untuk mendukung kawasan industri 5. Koordinasi antar kementerian/ lembaga terkait dalam penyusunan rencana penyediaan SDM dan teknologi untuk mendukung kawasan industri 6. Pembangunan kawasan industri 7. Pengoperasian bank tanah ( land bank ) untuk pembangunan kawasan industri 8. Pembangunan infrastruktur untuk mendukung kawasan industri (jalan, kereta api, pelabuhan, bandara) 9. Pembangunan infrastruktur energi untuk mendukung kawasan industri 10. Pembangunan sarana dan prasarana pengembangan SDM 11. Pembangunan sarana dan prasarana pengembangan Riset, Teknologi dan Inovasi (RISTEKIN) 12. Revitalisasi kawasan industri yang sudah beroperasi, khususnya yang berada di luar Pulau Jawa 13. Pembentukan kelembagaan pengelolaan kawasan industri (Pemerintah melakukan investasi langsung) 5. Pembangunan sarana dan prasarana pengembangan SDM 6. Pembangunan sarana dan prasarana pengembangan Riset, Teknologi dan Inovasi (RISTEKIN) 7. Revitalisasi kawasan industri yang sudah beroperasi, khususnya yang berada di luar Pulau Jawa Tabel 7.6 Program Pengembangan Sentra IKM Tahun 2015-2035 Jangka Menengah (2015-2019) Jangka Panjang (2020-2035) 1. Survey dan pemetaan potensi pembangunan sentra IKM 2. Penyusunan rencana pembangunan sentra IKM 3. Pembentukan kelembagaan sentra IKM oleh pemerintah kabupaten/kota 4. Pengadaan tanah oleh pemerintah kabupaten/kota untuk pembangunan sentra IKM 5. Pembangunan infrastrastruktur untuk mendukung sentra IKM 6. Pembangunan sentra IKM 7. Pembinaan dan pengembangan sentra IKM 1. Pengadaan tanah oleh pemerintah kabupaten/kota untuk pembangunan sentra IKM 2. Pembangunan infrastrastruktur untuk mendukung sentra IKM 3. Pembangunan sentra IKM 4. Pembinaan dan pengembangan sentra IKM VIII. KEBIJAKAN AFIRMATIF INDUSTRI KECIL DAN INDUSTRI MENENGAH (IKM) IKM memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional. Hal tersebut dapat dilihat dari jumlah unit usaha yang berjumlah 3,4 juta unit pada tahun 2013 dan merupakan lebih dari 90 persen dari unit usaha industri nasional. Peran tersebut juga tercermin dari penyerapan tenaga kerja IKM yang menyerap lebih dari 9,7 juta orang pada tahun 2013 dan merupakan 65,4 persen dari total penyerapan tenaga kerja sektor industri non migas. Disamping itu, IKM juga memiliki ragam produk yang sangat banyak, mampu mengisi wilayah pasar yang luas, dan menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat luas serta memiliki ketahanan terhadap berbagai krisis yang terjadi. Dengan karakteristik tersebut, maka tumbuh dan berkembangnya IKM akan memberikan andil yang sangat besar dalam mewujudkan ekonomi nasional yang tangguh, dan maju yang berciri kerakyatan. Industri kecil ditetapkan berdasarkan jumlah tenaga kerja dan nilai investasi, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Industri menengah ditetapkan berdasarkan jumlah tenaga kerja dan/atau nilai investasi. Besaran jumlah tenaga kerja dan nilai investasi untuk industri kecil dan industri menengah ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang industri. Dalam rangka meningkatkan pengamanan terhadap pengusaha industri kecil dan industri menengah dalam negeri ditetapkan bahwa industri kecil hanya dapat dimiliki oleh warga negara Indonesia, dan industri menengah tertentu dicadangkan untuk dimiliki oleh warga negara Indonesia. Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah diharapkan melakukan pembangunan dan pemberdayaan industri kecil dan industri menengah untuk mewujudkan industri kecil dan industri menengah yang berdaya saing, berperan signifikan dalam penguatan struktur industri nasional, ikut berperan dalam pengentasan kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja, serta menghasilkan barang dan/atau jasa Industri untuk diekspor. Dalam upaya meningkatkan pembangunan dan pemberdayaan industri kecil dan industri menengah, Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah perlu melakukan perumusan kebijakan, penguatan kapasitas kelembagaan, dan pemberian fasilitas. Dalam rangka merumuskan kebijakan, ditetapkan prioritas pengembangan industri kecil dan industri menengah dengan mengacu paling sedikit kepada sumber daya Industri daerah, penguatan dan pendalaman struktur industri nasional, serta perkembangan ekonomi nasional dan global. A. Sasaran Pengembangan IKM Pengembangan IKM diharapkan akan meningkatkan jumlah unit usaha IKM rata-rata sebesar 1% (satu persen) per tahun atau sekitar 30 ribu unit usaha IKM per tahun dan peningkatan penyerapan tenaga kerja rata-rata sebesar 3% (tiga persen) per tahun. Untuk mendukung pengembangan IKM ditetapkan sasaran penguatan kelembagaan yang disertai dengan pemberian fasilitas sebagai berikut: Tabel 8.1 Sasaran Penguatan Kelembagaan dan Pemberian Fasilitas IKM No Sasaran Periode I PENGUATAN KELEMBAGAAN 1 Penguatan Sentra IKM (sentra) 1.090 1.305 2285 2 Revitalisasi dan pembangunan Unit Pelayanan Teknis (UPT) 110 260 685 3 Penyediaan tenaga penyuluh lapangan (orang) 1.000 1.200 2.100 4 Penyediaan konsultan industri kecil dan industri menengah (orang) 590 649 1282 II PEMBERIAN FASILITAS 1 Peningkatan kompetensi SDM (orang) 545 760 1415 2 Pemberian bantuan dan bimbingan teknis (unit IKM) 8805 14290 39350 3 Pemberian bantuan serta fasilitasi bahan baku dan bahan penolong (unit IKM) 600 975 2300 4 Pemberian bantuan mesin atau peralatan (unit IKM) 815 1165 2665 5 Pengembangan produk (unit IKM) 2065 2650 6390 6 Pemberian bantuan pencegahan pencemaran lingkungan hidup (unit IKM) 85 135 365 7 Pemberian bantuan informasi pasar, promosi, dan pemasaran (unit IKM) 1150 1500 2200 8 Fasilitasi akses pembiayaan (unit IKM) 5200 6300 12600 9 Penyediaan Kawasan Industri untuk IKM yang berpotensi mencemari lingkungan (Kawasan) 10 10 15 10 Fasilitasi kemitraan antara industri kecil, menengah dan besar (unit IKM) 145 280 790 11 Fasilitasi hak kekayaan intelektual terhadap IKM (unit IKM) 1250 1500 3250 12 Fasilitasi penerapan standar mutu produk bagi IKM (unit IKM) 2500 3000 6000 B. Kebijakan Pengembangan IKM Kebijakan yang berpihak kepada IKM tidak hanya ditujukan kepada industri prioritas, tetapi juga ditujukan pada industri-industri seperti IKM kerajinan dan barang seni, gerabah/keramik hias, batu mulia dan perhiasan, serta tenun/kain tradisional. Untuk meningkatkan peran IKM, selain langkah-langkah strategis untuk mendorong pertumbuhan sektor industri secara keseluruhan, juga akan diberlakukan berbagai langkah kebijakan yang berpihak kepada IKM, yang antara lain meliputi:

  365. dalam rangka keberpihakan terhadap IKM dalam negeri ditetapkan bahwa industri kecil hanya dapat dimiliki oleh warga negara indonesia, industri yang memiliki keunikan dan merupakan warisan budaya bangsa hanya dapat dimiliki oleh warga negara indonesia, dan industri menengah tertentu dicadangkan untuk dimiliki oleh warga negara indonesia;

  366. dalam rangka penguatan struktur industri nasional, peran IKM perlu ditingkatkan secara signifikan dalam rantai suplai industri prioritas; dan

  367. dalam upaya meningkatkan pembangunan dan pemberdayaan IKM, Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah melakukan perumusan kebijakan, penguatan kapasitas kelembagaan, dan pemberian fasilitas bagi IKM. C. Strategi Pengembangan IKM Dalam rangka mewujudkan tujuan pembangunan industri nasional, upaya pengembangan IKM perlu terus dilakukan melalui strategi pembangunan berikut:

  368. Pemanfaatan potensi bahan baku Indonesia memiliki sumber bahan baku nasional yang sangat potensial, namun secara alamiah berada pada lokasi yang tersebar. Pemanfaatan sumber daya tersebut akan efisien jika dilakukan pada skala ekonomi tertentu (umumnya skala menengah dan besar) yang seringkali memerlukan sarana dan prasarana yang memadai. Seiring dengan pembangunan sarana dan prasarana yang diperlukan, sesuai dengan skala operasinya, IKM dapat berperan signifikan sebagai pionir dengan melakukan pengolahan yang memberikan nilai tambah pada bahan baku tersebut.

  369. Penyerapan tenaga kerja Dibalik keterbatasan IKM dalam permodalan, IKM memiliki potensi penyerapan tenaga kerja pada industri padat karya. Melalui dukungan sederhana pada sentra IKM, penyiapan operasi IKM baru dan pengembangan IKM yang ada dapat dilakukan relatif lebih mudah dibanding industri besar sehingga berpotensi membuka lapangan kerja yang lebih luas dalam waktu yang relatif singkat. Namun, upaya ini perlu diikuti dengan peningkatan kompetensi tenaga kerja IKM secara langsung melalui berlatih sambil bekerja ( on the job training ), baik dalam aspek manajerial maupun aspek teknis, yang akan berpengaruh terhadap peningkatan daya saing IKM.

  370. Pemanfaatan teknologi, inovasi, dan kreativitas Teknologi dikembangkan dalam berbagai tingkatan, dari yang sederhana sampai yang canggih. Berbagai teknologi sederhana, terbukti mampu memberikan manfaat yang besar pada aplikasi di industri yang memiliki sumber daya (bahan baku, pemodalan, dan tenaga kerja) yang terbatas namun memiliki tingkat inovasi dan kreativitas yang tinggi. Pemanfaatan teknologi yang disertai inovasi dan kreativitas sesuai dengan karakteristik IKM yang memiliki tingkat fleksibilitas yang tinggi. Dengan cara tersebut, IKM mampu menghasillkan produk dengan biaya yang relatif rendah namun dengan kualitas yang memadai sehingga dapat memperluas pasarnya. Gambar 8.1 Tahapan pengembangan IKM D. Program Pengembangan IKM Program yang dilakukan dalam rangka mencapai sasaran tersebut diatas meliputi:

  371. pemberian insentif kepada industri besar yang melibatkan IKM dalam rantai nilai industrinya;

  372. meningkatkan akses IKM terhadap pembiayaan, termasuk fasilitasi pembentukan pembiayaan bersama (modal ventura) IKM;

  373. mendorong tumbuhnya kekuatan bersama sehingga terbentuk kekuatan kolektif untuk menciptakan skala ekonomis melalui standardisasi, procurement dan pemasaran bersama;

  374. perlindungan dan fasilitasi terhadap inovasi baru dengan mempermudah pengurusan hak kekayaan intelektual bagi kreasi baru yang diciptakan IKM;

  375. diseminasi informasi dan fasilitasi promosi dan pemasaran di pasar domestik dan ekspor;

  376. menghilangkan bias kebijakan yang menghambat dan mengurangi daya saing industri kecil;

  377. peningkatan kemampuan kelembagaan sentra IKM dan sentra industri kreatif, serta UPT, TPL, dan konsultan IKM;

  378. kerjasama kelembagaan dengan lembaga pendidikan dan lembaga penelitian dan pengembangan;

  379. kerjasama kelembagaan dengan Kamar Dagang dan Industri (KADIN) dan/atau asosiasi industri, serta asosiasi profesi; dan

  1. pemberian fasilitas bagi IKM yang mencakup:
    1. peningkatan kompetensi sumber daya manusia dan sertifikasi kompetensi;

    2. bantuan dan bimbingan teknis;

    3. bantuan bahan baku dan bahan penolong, serta mesin atau peralatan;

    4. pengembangan produk;

    5. bantuan pencegahan pencemaran lingkungan hidup untuk mewujudkan industri hijau;

    6. bantuan informasi pasar, promosi, dan pemasaran;

    7. penyediaan kawasan industri untuk IKM yang berpotensi mencemari lingkungan; dan/atau

    h. pengembangan dan penguatan keterkaitan dan hubungan kemitraan. ttd. JOKO WIDODO

Webmentions

Anda dapat memberikan tanggapan atas peraturan ini dengan like, retweet/repost pada tweet yang mencantumkan tautan pada laman ini.

Tanggapan (0):