Pengelolaan Barang Milik Negara / Daerah

Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2014

Kerangka<< >>

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

  1. bahwa pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah yang semakin berkembang dan kompleks perlu dikelola secara optimal;

  2. bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah sudah tidak sesuai dengan perkembangan pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, sehingga perlu diganti;

  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 49 ayat (6) Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah; Mengingat :

  1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

  2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); MEMUTUSKAN: SALINAN MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH. BAB I KETENTUAN UMUM

    Pasal 1

    Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:


  3. Barang Milik Negara adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.

  4. Barang Milik Daerah adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau berasal dari perolehan lainnya yang sah.

  5. Pengelola Barang adalah pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab menetapkan kebijakan dan pedoman serta melakukan pengelolaan Barang Milik Negara/ Daerah.

  6. Pengguna Barang adalah pejabat pemegang kewenangan Penggunaan Barang Milik Negara/Daerah.

  7. Kuasa Pengguna Barang adalah kepala satuan kerja atau pejabat yang ditunjuk oleh Pengguna Barang untuk menggunakan barang yang berada dalam penguasaannya dengan sebaik-baiknya.

  8. Penilai adalah pihak yang melakukan penilaian secara independen berdasarkan kompetensi yang dimilikinya.

  9. Penilaian adalah proses kegiatan untuk memberikan suatu opini nilai atas suatu objek penilaian berupa Barang Milik Negara/Daerah pada saat tertentu.

  10. Perencanaan Kebutuhan adalah kegiatan merumuskan rincian kebutuhan Barang Milik Negara/Daerah untuk menghubungkan pengadaan barang yang telah lalu dengan keadaan yang sedang berjalan sebagai dasar dalam melakukan tindakan yang akan datang.

  11. Penggunaan...

  12. Penggunaan adalah kegiatan yang dilakukan oleh Pengguna Barang dalam mengelola dan menatausahakan Barang Milik Negara/Daerah yang sesuai dengan tugas dan fungsi instansi yang bersangkutan.

  13. Pemanfaatan adalah pendayagunaan Barang Milik Negara/Daerah yang tidak digunakan untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi Kementerian/ Lembaga/satuan kerja perangkat daerah dan/atau optimalisasi Barang Milik Negara/Daerah dengan tidak mengubah status kepemilikan.

  14. Sewa adalah Pemanfaatan Barang Milik Negara/Daerah oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dan menerima imbalan uang tunai.

  15. Pinjam Pakai adalah penyerahan Penggunaan barang antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah atau antar Pemerintah Daerah dalam jangka waktu tertentu tanpa menerima imbalan dan setelah jangka waktu tersebut berakhir diserahkan kembali kepada Pengelola Barang.

  16. Kerja Sama Pemanfaatan adalah pendayagunaan Barang Milik Negara/Daerah oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dalam rangka peningkatan penerimaan negara bukan pajak/pendapatan daerah dan sumber pembiayaan lainnya.

  17. Bangun Guna Serah adalah Pemanfaatan Barang Milik Negara/Daerah berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati, untuk selanjutnya diserahkan kembali tanah beserta bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya setelah berakhirnya jangka waktu.

  18. Bangun Serah Guna adalah Pemanfaatan Barang Milik Negara/Daerah berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, dan setelah selesai pembangunannya diserahkan untuk didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang disepakati.

  19. Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur adalah kerja sama antara Pemerintah dan Badan Usaha untuk kegiatan penyediaan infrastruktur sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

  20. Pemindahtanganan adalah pengalihan kepemilikan Barang Milik Negara/Daerah.

  21. Penjualan adalah pengalihan kepemilikan Barang Milik Negara/Daerah kepada pihak lain dengan menerima penggantian dalam bentuk uang.

  22. Tukar Menukar adalah pengalihan kepemilikan Barang Milik Negara/Daerah yang dilakukan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah, antar Pemerintah Daerah, atau antara Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah dengan pihak lain, dengan menerima penggantian utama dalam bentuk barang, paling sedikit dengan nilai seimbang.

  23. Hibah adalah pengalihan kepemilikan barang dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah, dari Pemerintah Daerah kepada Pemerintah Pusat, antar Pemerintah Daerah, atau dari Pemerintah Pusat/ Pemerintah Daerah kepada Pihak Lain, tanpa memperoleh penggantian.

  24. Penyertaan Modal Pemerintah Pusat/Daerah adalah pengalihan kepemilikan Barang Milik Negara/Daerah yang semula merupakan kekayaan yang tidak dipisahkan menjadi kekayaan yang dipisahkan untuk diperhitungkan sebagai modal/saham negara atau daerah pada badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau badan hukum lainnya yang dimiliki negara.

  25. Pemusnahan adalah tindakan memusnahkan fisik dan/atau kegunaan Barang Milik Negara/Daerah.

  26. Penghapusan adalah tindakan menghapus Barang Milik Negara/Daerah dari daftar barang dengan menerbitkan keputusan dari pejabat yang berwenang untuk membebaskan Pengelola Barang, Pengguna Barang, dan/atau Kuasa Pengguna Barang dari tanggung jawab administrasi dan fisik atas barang yang berada dalam penguasaannya.

  27. Penatausahaan adalah rangkaian kegiatan yang meliputi pembukuan, inventarisasi, dan pelaporan Barang Milik Negara/Daerah sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

  28. Inventarisasi adalah kegiatan untuk melakukan pendataan, pencatatan, dan pelaporan hasil pendataan Barang Milik Negara/Daerah.

  29. Daftar Barang Pengguna adalah daftar yang memuat data barang yang digunakan oleh masing-masing Pengguna Barang.

  30. Daftar Barang Kuasa Pengguna adalah daftar yang memuat data barang yang dimiliki oleh masing-masing Kuasa Pengguna Barang.

  31. Kementerian Negara, yang selanjutnya disebut Kementerian, adalah perangkat Pemerintah yang membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.

  32. Lembaga adalah organisasi non Kementerian Negara dan instansi lain pengguna anggaran yang dibentuk untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau Peraturan Perundang-undangan lainnya.

  33. Menteri/Pimpinan Lembaga adalah pejabat yang bertanggung jawab atas Penggunaan Barang Milik Negara pada Kementerian/Lembaga yang bersangkutan.

  34. Pihak Lain adalah pihak-pihak selain Kementerian/ Lembaga dan Pemerintah Daerah.

    Pasal 2
    (1)

    Barang Milik Negara/Daerah meliputi:

    1. barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah; dan

    2. barang yang berasal dari perolehan lainnya yang sah.

    (2)

    Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:

    1. barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan atau yang sejenis;

    2. barang yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak;

    3. barang yang diperoleh sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; atau

    4. barang yang diperoleh berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.


    Pasal 3
    (1)

    Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah dilaksanakan berdasarkan asas fungsional, kepastian hukum, transparansi, efisiensi, akuntabilitas, dan kepastian nilai.

    (2)

    Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah meliputi:

    1. Perencanaan Kebutuhan dan penganggaran;

    2. pengadaan;

    3. Penggunaan;

    4. Pemanfaatan;

    5. pengamanan dan pemeliharaan;

    6. Penilaian;

    7. Pemindahtanganan;

    8. Pemusnahan;

    9. Penghapusan;

    10. Penatausahaan; dan

    11. pembinaan, pengawasan dan pengendalian. BAB II PEJABAT PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH Bagian Kesatu Pengelola Barang


    Pasal 4
    (1)

    Menteri Keuangan selaku bendahara umum negara adalah Pengelola Barang Milik Negara.

    (2)

    Pengelola Barang Milik Negara berwenang dan bertanggung jawab:

    1. merumuskan kebijakan, mengatur, dan menetapkan pedoman pengelolaan Barang Milik Negara;

    2. meneliti dan menyetujui rencana kebutuhan Barang Milik Negara;

    3. menetapkan status penguasaan dan Penggunaan Barang Milik Negara;

    4. mengajukan usul Pemindahtanganan Barang Milik Negara berupa tanah dan/atau bangunan yang memerlukan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat;

    5. memberikan keputusan atas usul Pemindahtanganan Barang Milik Negara yang berada pada Pengelola Barang yang tidak memerlukan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat sepanjang dalam batas kewenangan Menteri Keuangan;

    6. memberikan pertimbangan dan meneruskan usul Pemindahtanganan Barang Milik Negara yang tidak memerlukan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat kepada Presiden;

    7. memberikan persetujuan atas usul Pemindahtanganan Barang Milik Negara yang berada pada Pengguna Barang yang tidak memerlukan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat sepanjang dalam batas kewenangan Menteri Keuangan;

    8. menetapkan Penggunaan, Pemanfaatan, atau Pemindahtanganan Barang Milik Negara yang berada pada Pengelola Barang;

    9. memberikan persetujuan atas usul Pemanfaatan Barang Milik Negara yang berada pada Pengguna Barang;

    10. memberikan persetujuan atas usul Pemusnahan dan Penghapusan Barang Milik Negara;

    11. melakukan koordinasi dalam pelaksanaan Inventarisasi Barang Milik Negara dan menghimpun hasil Inventarisasi;

    12. menyusun laporan Barang Milik Negara;

    13. melakukan pembinaan, pengawasan dan pengendalian atas pengelolaan Barang Milik Negara; dan

    14. menyusun dan mempersiapkan laporan rekapitulasi Barang Milik Negara/Daerah kepada Presiden, jika diperlukan.

    (3)

    Pengelola Barang Milik Negara dapat mendelegasikan kewenangan dan tanggung jawab tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang.

    (4)

    Kewenangan dan tanggung jawab tertentu yang dapat didelegasikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan tata cara pendelegasiannya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.


    Pasal 5
    (1)

    Gubernur/Bupati/Walikota adalah pemegang kekuasaan pengelolaan Barang Milik Daerah.

    (2)

    Pemegang kekuasaan pengelolaan Barang Milik Daerah berwenang dan bertanggung jawab:

    1. menetapkan kebijakan pengelolaan Barang Milik Daerah;

    2. menetapkan Penggunaan, Pemanfaatan, atau Pemindahtanganan Barang Milik Daerah berupa tanah dan/atau bangunan;

    3. menetapkan kebijakan pengamanan dan pemeliharaan Barang Milik Daerah;

    4. menetapkan pejabat yang mengurus dan menyimpan Barang Milik Daerah;

    5. mengajukan usul Pemindahtanganan Barang Milik Daerah yang memerlukan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;

    6. menyetujui usul Pemindahtanganan, Pemusnahan, dan Penghapusan Barang Milik Daerah sesuai batas kewenangannya;

    7. menyetujui usul Pemanfaatan Barang Milik Daerah berupa sebagian tanah dan/atau bangunan dan selain tanah dan/atau bangunan; dan

    8. menyetujui usul Pemanfaatan Barang Milik Daerah dalam bentuk Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur.

    (3)

    Sekretaris Daerah adalah Pengelola Barang Milik Daerah.

    (4)

    Pengelola Barang Milik Daerah berwenang dan bertanggung jawab:

    1. meneliti dan menyetujui rencana kebutuhan Barang Milik Daerah;

    2. meneliti dan menyetujui rencana kebutuhan pemeliharaan/perawatan Barang Milik Daerah;

    3. mengajukan usul Pemanfaatan dan Pemindahtanganan Barang Milik Daerah yang memerlukan persetujuan Gubernur/Bupati/Walikota;

    4. mengatur pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Pemusnahan, dan Penghapusan Barang Milik Daerah;

    5. mengatur pelaksanaan Pemindahtanganan Barang Milik Daerah yang telah disetujui oleh Gubernur/ Bupati/Walikota atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;

    6. melakukan koordinasi dalam pelaksanaan Inventarisasi Barang Milik Daerah; dan

    7. melakukan pengawasan dan pengendalian atas pengelolaan Barang Milik Daerah. Bagian Kedua Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang


    Pasal 6
    (1)

    Menteri/Pimpinan Lembaga selaku pimpinan Kementerian/Lembaga adalah Pengguna Barang Milik Negara.

    (2)

    Pengguna Barang Milik Negara berwenang dan bertanggung jawab:

    1. menetapkan Kuasa Pengguna Barang dan menunjuk pejabat yang mengurus dan menyimpan Barang Milik Negara;

    2. mengajukan rencana kebutuhan dan penganggaran Barang Milik Negara untuk Kementerian/Lembaga yang dipimpinnya;

    3. melaksanakan pengadaan Barang Milik Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

    4. mengajukan permohonan penetapan status Penggunaan Barang Milik Negara yang berada dalam penguasaannya kepada Pengelola Barang;

    5. menggunakan Barang Milik Negara yang berada dalam penguasaannya untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga;

    6. mengamankan dan memelihara Barang Milik Negara yang berada dalam penguasaannya;

    7. mengajukan usul Pemanfaatan Barang Milik Negara yang berada dalam penguasaannya kepada Pengelola Barang;

    8. mengajukan usul Pemindahtanganan Barang Milik Negara yang berada dalam penguasaannya kepada Pengelola Barang;

    9. menyerahkan Barang Milik Negara yang tidak digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga yang dipimpinnya dan tidak dimanfaatkan oleh Pihak Lain kepada Pengelola Barang;

    10. mengajukan usul Pemusnahan dan Penghapusan Barang Milik Negara yang berada dalam penguasaannya kepada Pengelola Barang;

    11. melakukan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian atas Penggunaan Barang Milik Negara yang berada dalam penguasaannya;

    12. melakukan pencatatan dan Inventarisasi Barang Milik Negara yang berada dalam penguasaannya; dan

    13. menyusun dan menyampaikan laporan barang pengguna semesteran dan laporan barang pengguna tahunan yang berada dalam penguasaannya kepada Pengelola Barang.

    (3)

    Pengguna Barang Milik Negara dapat mendelegasikan kewenangan dan tanggung jawab tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Kuasa Pengguna Barang.

    (4)

    Kewenangan dan tanggung jawab tertentu yang dapat didelegasikan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan tata cara pendelegasiannya diatur oleh Pengguna Barang dengan berpedoman pada peraturan perundang- undangan di bidang pengelolaan Barang Milik Negara.


    Pasal 7
    (1)

    Kepala kantor dalam lingkungan Kementerian/Lembaga adalah Kuasa Pengguna Barang Milik Negara dalam lingkungan kantor yang dipimpinnya.

    (2)

    Kuasa Pengguna Barang Milik Negara berwenang dan bertanggung jawab:

    1. mengajukan rencana kebutuhan Barang Milik Negara untuk lingkungan kantor yang dipimpinnya kepada Pengguna Barang;

    2. mengajukan permohonan penetapan status Penggunaan Barang Milik Negara yang berada dalam penguasaannya kepada Pengguna Barang;

    3. melakukan pencatatan dan Inventarisasi Barang Milik Negara yang berada dalam penguasaannya;

    4. menggunakan Barang Milik Negara yang berada dalam penguasaannya untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi kantor yang dipimpinnya;

    5. mengamankan dan memelihara Barang Milik Negara yang berada dalam penguasaannya;

    6. mengajukan usul Pemanfaatan dan Pemindahtanganan Barang Milik Negara yang berada dalam penguasaannya kepada Pengguna Barang;

    7. menyerahkan Barang Milik Negara yang tidak digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi kantor yang dipimpinnya dan sedang tidak dimanfaatkan Pihak Lain, kepada Pengguna Barang;

    8. mengajukan usul Pemusnahan dan Penghapusan Barang Milik Negara yang berada dalam penguasaannya kepada Pengguna Barang;

    9. melakukan pengawasan dan pengendalian atas Penggunaan Barang Milik Negara yang berada dalam penguasaannya; dan

    10. menyusun dan menyampaikan laporan barang kuasa pengguna semesteran dan laporan barang kuasa pengguna tahunan yang berada dalam penguasaannya kepada Pengguna Barang.


    Pasal 8
    (1)

    Kepala satuan kerja perangkat daerah adalah Pengguna Barang Milik Daerah.

    (2)

    Pengguna Barang Milik Daerah berwenang dan bertanggung jawab:

    1. mengajukan rencana kebutuhan dan penganggaran Barang Milik Daerah bagi satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya;

    2. mengajukan permohonan penetapan status Penggunaan Barang Milik Daerah yang diperoleh dari beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan perolehan lainnya yang sah;

    3. melakukan pencatatan dan Inventarisasi Barang Milik Daerah yang berada dalam penguasaannya;

    4. menggunakan Barang Milik Daerah yang berada dalam penguasaannya untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya;

    5. mengamankan dan memelihara Barang Milik Daerah yang berada dalam penguasaannya;

    6. mengajukan usul Pemanfaatan dan Pemindahtanganan Barang Milik Daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak memerlukan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Barang Milik Daerah selain tanah dan/atau bangunan;

    7. menyerahkan Barang Milik Daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi satuan kerja perangkat daerah yang dipimpinnya dan sedang tidak dimanfaatkan Pihak Lain, kepada Gubernur/ Bupati/Walikota melalui Pengelola Barang;

    8. mengajukan usul Pemusnahan dan Penghapusan Barang Milik Daerah;

    9. melakukan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian atas Penggunaan Barang Milik Daerah yang berada dalam penguasaannya; dan

    10. menyusun dan menyampaikan laporan barang pengguna semesteran dan laporan barang pengguna tahunan yang berada dalam penguasaannya kepada Pengelola Barang. BAB III PERENCANAAN KEBUTUHAN DAN PENGANGGARAN


    Pasal 9
    (1)

    Perencanaan Kebutuhan Barang Milik Negara/Daerah disusun dengan memperhatikan kebutuhan pelaksanaan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga/satuan kerja perangkat daerah serta ketersediaan Barang Milik Negara/Daerah yang ada.

    (2)

    Perencanaan Kebutuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi perencanaan pengadaan, pemeliharaan, Pemanfaatan, Pemindahtanganan, dan Penghapusan Barang Milik Negara/Daerah.

    (3)

    Perencanaan Kebutuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan salah satu dasar bagi Kementerian/ Lembaga/satuan kerja perangkat daerah dalam pengusulan penyediaan anggaran untuk kebutuhan baru ( new initiative ) dan angka dasar ( baseline ) serta penyusunan rencana kerja dan anggaran.

    (4)

    Perencanaan Kebutuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kecuali untuk Penghapusan, berpedoman pada:

    1. standar barang;

    2. standar kebutuhan; dan/atau

    3. standar harga.

    (5)

    Standar barang dan standar kebutuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a dan huruf b ditetapkan oleh:

    1. Pengelola Barang, untuk Barang Milik Negara setelah berkoordinasi dengan instansi terkait; atau

    2. Gubernur/Bupati/Walikota, untuk Barang Milik Daerah setelah berkoordinasi dengan dinas teknis terkait.

    (6)

    Penetapan standar kebutuhan oleh Gubernur/Bupati/ Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b dilakukan berdasarkan pedoman yang ditetapkan Menteri Dalam Negeri.

    (7)

    Standar harga sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


    Pasal 10
    (1)

    Pengguna Barang menghimpun usul rencana kebutuhan barang yang diajukan oleh Kuasa Pengguna Barang yang berada di lingkungan kantor yang dipimpinnya.

    (2)

    Pengguna Barang menyampaikan usul rencana kebutuhan Barang Milik Negara/Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Pengelola Barang.

    (3)

    Pengelola Barang melakukan penelaahan atas usul rencana kebutuhan Barang Milik Negara/Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bersama Pengguna Barang dengan memperhatikan data barang pada Pengguna Barang dan/atau Pengelola Barang dan menetapkannya sebagai rencana kebutuhan Barang Milik Negara/Daerah.


    Pasal 11

    Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan Perencanaan Kebutuhan dan penganggaran Barang Milik Negara diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. BAB IV PENGADAAN


    Pasal 12

    Pengadaan Barang Milik Negara/Daerah dilaksanakan berdasarkan prinsip efisien, efektif, transparan dan terbuka, bersaing, adil, dan akuntabel.


    Pasal 13

    Pelaksanaan pengadaan Barang Milik Negara/Daerah dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan, kecuali ditentukan lain dalam Peraturan Pemerintah ini. BAB V PENGGUNAAN


    Pasal 14

    Status Penggunaan Barang Milik Negara/Daerah ditetapkan oleh:

    1. Pengelola Barang, untuk Barang Milik Negara; atau

    2. Gubernur/Bupati/Walikota, untuk Barang Milik Daerah.


    Pasal 15

    Penetapan status Penggunaan tidak dilakukan terhadap:

    1. Barang Milik Negara/Daerah berupa:


  35. barang persediaan;

  36. konstruksi dalam pengerjaan; atau

  37. barang yang dari awal pengadaannya direncanakan untuk dihibahkan.

    1. Barang Milik Negara yang berasal dari dana dekonsentrasi dan dana penunjang tugas pembantuan, yang direncanakan untuk diserahkan;

    2. Barang Milik Negara lainnya yang ditetapkan lebih lanjut oleh Pengelola Barang; atau

    3. Barang Milik Daerah lainnya yang ditetapkan lebih lanjut oleh Gubernur/Bupati/Walikota.

      Pasal 16
      (1)

      Pengelola Barang dapat mendelegasikan penetapan status Penggunaan atas Barang Milik Negara selain tanah dan/atau bangunan dengan kondisi tertentu kepada Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang.

      (2)

      Gubernur/Bupati/Walikota dapat mendelegasikan penetapan status Penggunaan atas Barang Milik Daerah selain tanah dan/atau bangunan dengan kondisi tertentu kepada Pengelola Barang Milik Daerah.


      Pasal 17
      (1)

      Penetapan status Penggunaan Barang Milik Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf a dilakukan dengan tata cara sebagai berikut:


    4. Pengguna Barang melaporkan Barang Milik Negara yang diterimanya kepada Pengelola Barang disertai dengan usul Penggunaan; dan

    5. Pengelola Barang meneliti laporan dari Pengguna Barang sebagaimana dimaksud pada huruf a dan menetapkan status penggunaannya.

      (2)

      Penetapan status Penggunaan Barang Milik Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 huruf b dilakukan dengan tata cara sebagai berikut:

    6. Pengguna Barang melaporkan Barang Milik Daerah yang diterimanya kepada Pengelola Barang disertai dengan usul Penggunaan; dan

    7. Pengelola Barang meneliti laporan dari Pengguna Barang sebagaimana dimaksud pada huruf a dan mengajukan usul Penggunaan kepada Gubernur/Bupati/Walikota untuk ditetapkan status penggunaannya.

      (3)

      Dalam kondisi tertentu, Pengelola Barang dapat menetapkan status Penggunaan Barang Milik Negara pada Pengguna Barang tanpa didahului usulan dari Pengguna Barang.

      Pasal 18

      Barang Milik Negara/Daerah dapat ditetapkan status penggunaannya untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga/satuan kerja perangkat daerah, guna dioperasikan oleh Pihak Lain dalam rangka menjalankan pelayanan umum sesuai tugas dan fungsi Kementerian/ Lembaga/satuan kerja perangkat daerah yang bersangkutan.


      Pasal 19

      (1)

      Barang Milik Negara yang telah ditetapkan status penggunaannya pada Pengguna Barang dapat digunakan sementara oleh Pengguna Barang lainnya dalam jangka waktu tertentu tanpa harus mengubah status Penggunaan Barang Milik Negara tersebut setelah terlebih dahulu mendapatkan persetujuan Pengelola Barang.

      (2)

      Barang Milik Daerah yang telah ditetapkan status penggunaannya pada Pengguna Barang dapat digunakan sementara oleh Pengguna Barang lainnya dalam jangka waktu tertentu tanpa harus mengubah status Penggunaan Barang Milik Daerah tersebut setelah terlebih dahulu mendapatkan persetujuan Gubernur/ Bupati/Walikota. Pasal 20

      (1)

      Barang Milik Negara dapat dialihkan status penggunaannya dari Pengguna Barang kepada Pengguna Barang lainnya untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi berdasarkan persetujuan Pengelola Barang.

      (2)

      Pengalihan status Penggunaan Barang Milik Negara dapat pula dilakukan berdasarkan inisiatif dari Pengelola Barang dengan terlebih dahulu memberitahukan maksudnya tersebut kepada Pengguna Barang. Pasal 21

      (1)

      Barang Milik Daerah dapat dialihkan status penggunaannya dari Pengguna Barang kepada Pengguna Barang lainnya untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi berdasarkan persetujuan Gubernur/Bupati/Walikota.

      (2)

      Pengalihan status Penggunaan Barang Milik Daerah dapat pula dilakukan berdasarkan inisiatif dari Gubernur/Bupati/Walikota, dengan terlebih dahulu memberitahukan maksudnya tersebut kepada Pengguna Barang. Pasal 22

      (1)

      Penetapan status Penggunaan Barang Milik Negara/ Daerah berupa tanah dan/atau bangunan dilakukan dengan ketentuan bahwa tanah dan/atau bangunan tersebut diperlukan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi Pengguna Barang dan/atau Kuasa Pengguna Barang yang bersangkutan.

      (2)

      Pengguna Barang wajib menyerahkan Barang Milik Negara/Daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak digunakan dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi Pengguna Barang, kepada:

    8. Pengelola Barang, untuk Barang Milik Negara; atau

    9. Gubernur/Bupati/Walikota melalui Pengelola Barang Milik Daerah, untuk Barang Milik Daerah.

      (3)

      Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), apabila tanah dan/atau bangunan tersebut telah direncanakan untuk digunakan atau dimanfaatkan dalam jangka waktu tertentu yang ditetapkan oleh:

    10. Pengguna Barang, untuk Barang Milik Negara; atau

    11. Gubernur/Bupati/Walikota, untuk Barang Milik Daerah.

      Pasal 23
      (1)

      Pengguna Barang yang tidak menyerahkan Barang Milik Negara berupa tanah dan/atau bangunan yang telah ditetapkan sebagai Barang Milik Negara yang tidak digunakan dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi Pengguna Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2), dikenakan sanksi berupa:


    12. pembekuan dana pemeliharaan Barang Milik Negara berupa tanah dan/atau bangunan tersebut; dan/atau

    13. penundaan penyelesaian atas usulan Pemanfaatan, Pemindahtanganan, atau Penghapusan Barang Milik Negara.

      (2)

      Pengguna Barang yang tidak menyerahkan Barang Milik Daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi Pengguna Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) kepada Gubernur/Bupati/ Walikota, dikenakan sanksi berupa pembekuan dana pemeliharaan Barang Milik Daerah berupa tanah dan/atau bangunan tersebut.

      (3)

      Tanah dan/atau bangunan yang tidak digunakan atau tidak dimanfaatkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dicabut penetapan status penggunaannya oleh:

    14. Pengelola Barang, untuk Barang Milik Negara; atau

    15. Gubernur/Bupati/Walikota, untuk Barang Milik Daerah.

      (4)

      Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi kepada Pengguna Barang yang tidak menyerahkan Barang Milik Negara diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. Pasal 24

      (1)

      Pengelola Barang menetapkan Barang Milik Negara yang harus diserahkan oleh Pengguna Barang karena tidak digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi Pengguna Barang dan/atau Kuasa Pengguna Barang dan tidak dimanfaatkan oleh Pihak Lain.

      (2)

      Gubernur/Bupati/Walikota menetapkan Barang Milik Daerah yang harus diserahkan oleh Pengguna Barang karena tidak digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi Pengguna Barang dan/atau Kuasa Pengguna Barang dan tidak dimanfaatkan oleh Pihak Lain.

      (3)

      Dalam menetapkan penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Pengelola Barang Milik Negara atau Gubernur/Bupati/Walikota memperhatikan:

    16. standar kebutuhan tanah dan/atau bangunan untuk menyelenggarakan dan menunjang tugas dan fungsi instansi bersangkutan;

    17. hasil audit atas Penggunaan tanah dan/atau bangunan; dan/atau

    18. laporan, data, dan informasi yang diperoleh dari sumber lain.

      (4)

      Tindak lanjut pengelolaan atas penyerahan Barang Milik Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau Barang Milik Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:

    19. penetapan status Penggunaan;

    20. Pemanfaatan; atau

    21. Pemindahtanganan.

      Pasal 25

      Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan Penggunaan Barang Milik Negara diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. BAB VI PEMANFAATAN Bagian Kesatu Kriteria Pemanfaatan


      Pasal 26
      (1)

      Pemanfaatan Barang Milik Negara/Daerah dilaksanakan oleh:


    22. Pengelola Barang, untuk Barang Milik Negara yang berada dalam penguasaannya;

    23. Pengelola Barang dengan persetujuan Gubernur/ Bupati/Walikota, untuk Barang Milik Daerah yang berada dalam penguasaan Pengelola Barang;

    24. Pengguna Barang dengan persetujuan Pengelola Barang, untuk Barang Milik Negara yang berada dalam penguasaan Pengguna Barang; atau

    25. Pengguna Barang dengan persetujuan Pengelola Barang, untuk Barang Milik Daerah berupa sebagian tanah dan/atau bangunan yang masih digunakan oleh Pengguna Barang, dan selain tanah dan/atau bangunan.

      (2)

      Pemanfaatan Barang Milik Negara/Daerah dilaksanakan berdasarkan pertimbangan teknis dengan memperhatikan kepentingan negara/daerah dan kepentingan umum. Bagian Kedua Bentuk Pemanfaatan

      Pasal 27

      Bentuk Pemanfaatan Barang Milik Negara/Daerah berupa:


    26. Sewa;

    27. Pinjam Pakai;

    28. Kerja Sama Pemanfaatan;

    29. Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna; atau

    30. Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur. Bagian Ketiga Sewa

      Pasal 28
      (1)

      Sewa Barang Milik Negara/Daerah dilaksanakan terhadap:


    31. Barang Milik Negara yang berada pada Pengelola Barang;

    32. Barang Milik Daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang sudah diserahkan oleh Pengguna Barang kepada Gubernur/Bupati/Walikota;

    33. Barang Milik Negara yang berada pada Pengguna Barang;

    34. Barang Milik Daerah berupa sebagian tanah dan/atau bangunan yang masih digunakan oleh Pengguna Barang; atau

    35. Barang Milik Daerah selain tanah dan/atau bangunan.

      (2)

      Sewa Barang Milik Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan oleh Pengelola Barang.

      (3)

      Sewa Barang Milik Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan oleh Pengelola Barang setelah mendapat persetujuan Gubernur/Bupati/ Walikota.

      (4)

      Sewa Barang Milik Negara/Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, huruf d, dan huruf e dilaksanakan oleh Pengguna Barang setelah mendapat persetujuan dari Pengelola Barang. Pasal 29

      (1)

      Barang Milik Negara/Daerah dapat disewakan kepada Pihak Lain.

      (2)

      Jangka waktu Sewa Barang Milik Negara/Daerah paling lama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang.

      (3)

      Jangka waktu Sewa Barang Milik Negara/Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat lebih dari 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk:

    36. kerja sama infrastruktur;

    37. kegiatan dengan karakteristik usaha yang memerlukan waktu sewa lebih dari 5 (lima) tahun; atau

    38. ditentukan lain dalam Undang-Undang.

      (4)

      Formula tarif/besaran Sewa Barang Milik Negara/Daerah berupa tanah dan/atau bangunan ditetapkan oleh:

    39. Pengelola Barang, untuk Barang Milik Negara; atau

    40. Gubernur/Bupati/Walikota, untuk Barang Milik Daerah.

      (5)

      Besaran Sewa atas Barang Milik Negara/Daerah untuk kerja sama infrastruktur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a atau untuk kegiatan dengan karakteristik usaha yang memerlukan waktu sewa lebih dari 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b dapat mempertimbangkan nilai keekonomian dari masing-masing jenis infrastruktur.

      (6)

      Formula tarif/besaran Sewa Barang Milik Negara/Daerah selain tanah dan/atau bangunan ditetapkan oleh:

    41. Pengguna Barang dengan persetujuan Pengelola Barang, untuk Barang Milik Negara; atau

    42. Gubernur/Bupati/Walikota dengan berpedoman pada kebijakan pengelolaan Barang Milik Daerah, untuk Barang Milik Daerah.

      (7)

      Sewa Barang Milik Negara/Daerah dilaksanakan berdasarkan perjanjian, yang sekurang-kurangnya memuat:

    43. para pihak yang terikat dalam perjanjian;

    44. jenis, luas atau jumlah barang, besaran Sewa, dan jangka waktu;

    45. tanggung jawab penyewa atas biaya operasional dan pemeliharaan selama jangka waktu Sewa; dan

    46. hak dan kewajiban para pihak.

      (8)

      Hasil Sewa Barang Milik Negara/Daerah merupakan penerimaan negara dan seluruhnya wajib disetorkan ke rekening Kas Umum Negara/Daerah.

      (9)

      Penyetoran uang Sewa harus dilakukan sekaligus secara tunai paling lambat 2 (dua) hari kerja sebelum ditandatanganinya perjanjian Sewa Barang Milik Negara/Daerah.

      (10)

      Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (9), penyetoran uang Sewa Barang Milik Negara/Daerah untuk kerja sama infrastruktur dapat dilakukan secara bertahap dengan persetujuan Pengelola Barang. Bagian Keempat Pinjam Pakai Pasal 30

      (1)

      Pinjam Pakai Barang Milik Negara/Daerah dilaksanakan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah atau antar Pemerintah Daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan.

      (2)

      Jangka waktu Pinjam Pakai Barang Milik Negara/Daerah paling lama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang 1 (satu) kali.

      (3)

      Pinjam Pakai dilaksanakan berdasarkan perjanjian yang sekurang-kurangnya memuat:

    47. para pihak yang terikat dalam perjanjian;

    48. jenis, luas atau jumlah barang yang dipinjamkan, dan jangka waktu;

    49. tanggung jawab peminjam atas biaya operasional dan pemeliharaan selama jangka waktu peminjaman; dan

    50. hak dan kewajiban para pihak. Bagian Kelima Kerja Sama Pemanfaatan

      Pasal 31

      Kerja Sama Pemanfaatan Barang Milik Negara/Daerah dengan Pihak Lain dilaksanakan dalam rangka:


    51. mengoptimalkan daya guna dan hasil guna Barang Milik Negara/Daerah; dan/atau

    52. meningkatkan penerimaan negara/pendapatan daerah.

      Pasal 32
      (1)

      Kerja Sama Pemanfaatan Barang Milik Negara/Daerah dilaksanakan terhadap:


    53. Barang Milik Negara yang berada pada Pengelola Barang;

    54. Barang Milik Daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang sudah diserahkan oleh Pengguna Barang kepada Gubernur/Bupati/Walikota;

    55. Barang Milik Negara yang berada pada Pengguna Barang;

    56. Barang Milik Daerah berupa sebagian tanah dan/atau bangunan yang masih digunakan oleh Pengguna Barang; atau

    57. Barang Milik Daerah selain tanah dan/atau bangunan.

      (2)

      Kerja Sama Pemanfaatan atas Barang Milik Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan oleh Pengelola Barang.

      (3)

      Kerja Sama Pemanfaatan atas Barang Milik Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan oleh Pengelola Barang setelah mendapat persetujuan Gubernur/Bupati/Walikota.

      (4)

      Kerja Sama Pemanfaatan atas Barang Milik Negara/ Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, huruf d, dan huruf e dilaksanakan oleh Pengguna Barang setelah mendapat persetujuan Pengelola Barang. Pasal 33

      (1)

      Kerja Sama Pemanfaatan atas Barang Milik Negara/ Daerah dilaksanakan dengan ketentuan:

    58. tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dana dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah untuk memenuhi biaya operasional, pemeliharaan, dan/atau perbaikan yang diperlukan terhadap Barang Milik Negara/Daerah tersebut;

    59. mitra Kerja Sama Pemanfaatan ditetapkan melalui tender, kecuali untuk Barang Milik Negara/Daerah yang bersifat khusus dapat dilakukan penunjukan langsung;

    60. Penunjukan langsung mitra Kerja Sama Pemanfaatan atas Barang Milik Negara/Daerah yang bersifat khusus sebagaimana dimaksud pada huruf b dilakukan oleh Pengguna Barang terhadap Badan Usaha Milik Negara/Daerah yang memiliki bidang dan/atau wilayah kerja tertentu sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan;

    61. mitra Kerja Sama Pemanfaatan harus membayar kontribusi tetap setiap tahun selama jangka waktu pengoperasian yang telah ditetapkan dan pembagian keuntungan hasil Kerja Sama Pemanfaatan ke rekening Kas Umum Negara/Daerah;

    62. besaran pembayaran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan hasil Kerja Sama Pemanfaatan ditetapkan dari hasil perhitungan tim yang dibentuk oleh:

  38. Pengelola Barang, untuk Barang Milik Negara pada Pengelola Barang dan Barang Milik Negara berupa tanah dan/atau bangunan serta sebagian tanah dan/atau bangunan yang berada pada Pengguna Barang;

  39. Gubernur/Bupati/Walikota, untuk Barang Milik Daerah berupa tanah dan/atau bangunan;

  40. Pengguna Barang dan dapat melibatkan Pengelola Barang, untuk Barang Milik Negara selain tanah dan/atau bangunan yang berada pada Pengguna Barang; atau

  41. Pengelola Barang Milik Daerah, untuk Barang Milik Daerah selain tanah dan/atau bangunan.

    1. besaran pembayaran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan hasil Kerja Sama Pemanfaatan harus mendapat persetujuan Pengelola Barang;

    2. dalam Kerja Sama Pemanfaatan Barang Milik Negara/Daerah berupa tanah dan/atau bangunan, sebagian kontribusi tetap dan pembagian keuntungannya dapat berupa bangunan beserta fasilitasnya yang dibangun dalam satu kesatuan perencanaan tetapi tidak termasuk sebagai objek Kerja Sama Pemanfaatan;

    3. besaran nilai bangunan beserta fasilitasnya sebagai bagian dari kontribusi tetap dan kontribusi pembagian keuntungan sebagaimana dimaksud pada huruf g paling banyak 10% (sepuluh persen) dari total penerimaan kontribusi tetap dan pembagian keuntungan selama masa Kerja Sama Pemanfaatan;

    4. bangunan yang dibangun dengan biaya sebagian kontribusi tetap dan pembagian keuntungan dari awal pengadaannya merupakan Barang Milik Negara/Daerah;

    5. selama jangka waktu pengoperasian, mitra Kerja Sama Pemanfaatan dilarang menjaminkan atau menggadaikan Barang Milik Negara/Daerah yang menjadi objek Kerja Sama Pemanfaatan; dan

    6. jangka waktu Kerja Sama Pemanfaatan paling lama 30 (tiga puluh) tahun sejak perjanjian ditandatangani dan dapat diperpanjang.

      (2)

      Semua biaya persiapan Kerja Sama Pemanfaatan yang terjadi setelah ditetapkannya mitra Kerja Sama Pemanfaatan dan biaya pelaksanaan Kerja Sama Pemanfaatan menjadi beban mitra Kerja Sama Pemanfaatan.

      (3)

      Ketentuan mengenai jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf k tidak berlaku dalam hal Kerja Sama Pemanfaatan atas Barang Milik Negara/ Daerah untuk penyediaan infrastruktur berupa:

    7. infrastruktur transportasi meliputi pelabuhan laut, sungai dan/atau danau, bandar udara, terminal, dan/atau jaringan rel dan/atau stasiun kereta api;

    8. infrastruktur jalan meliputi jalan jalur khusus, jalan tol, dan/atau jembatan tol;

    9. infrastruktur sumber daya air meliputi saluran pembawa air baku dan/atau waduk/bendungan;

    10. infrastruktur air minum meliputi bangunan pengambilan air baku, jaringan transmisi, jaringan distribusi, dan/atau instalasi pengolahan air minum;

    11. infrastruktur air limbah meliputi instalasi pengolah air limbah, jaringan pengumpul dan/atau jaringan utama, dan/atau sarana persampahan yang meliputi pengangkut dan/atau tempat pembuangan;

    12. infrastruktur telekomunikasi meliputi jaringan telekomunikasi;

    13. infrastruktur ketenagalistrikan meliputi pembangkit, transmisi, distribusi dan/atau instalasi tenaga listrik; dan/atau

    14. infrastruktur minyak dan/atau gas bumi meliputi instalasi pengolahan, penyimpanan, pengangkutan, transmisi, dan/atau distribusi minyak dan/atau gas bumi.

      (4)

      Jangka waktu Kerja Sama Pemanfaatan atas Barang Milik Negara/Daerah untuk penyediaan infrastruktur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) paling lama 50 (lima puluh) tahun sejak perjanjian ditandatangani dan dapat diperpanjang.

      (5)

      Dalam hal mitra Kerja Sama Pemanfaatan atas Barang Milik Negara/Daerah untuk penyediaan infrastruktur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berbentuk Badan Usaha Milik Negara/Daerah, kontribusi tetap dan pembagian keuntungan dapat ditetapkan paling tinggi sebesar 70% (tujuh puluh persen) dari hasil perhitungan tim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e.

      (6)

      Besaran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditetapkan oleh Menteri Keuangan atau pejabat yang ditunjuk Menteri Keuangan. Bagian Keenam Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna Pasal 34

      (1)

      Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna Barang Milik Negara/Daerah dilaksanakan dengan pertimbangan:

    15. Pengguna Barang memerlukan bangunan dan fasilitas bagi penyelenggaraan pemerintahan negara/daerah untuk kepentingan pelayanan umum dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi; dan

    16. tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dana dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah untuk penyediaan bangunan dan fasilitas tersebut.

      (2)

      Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna Barang Milik Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pengelola Barang.

      (3)

      Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna Barang Milik Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pengelola Barang Milik Daerah setelah mendapat persetujuan Gubernur/Bupati/Walikota.

      (4)

      Barang Milik Negara/Daerah berupa tanah yang status penggunaannya ada pada Pengguna Barang dan telah direncanakan untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi Pengguna Barang yang bersangkutan, dapat dilakukan Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna setelah terlebih dahulu diserahkan kepada:

    17. Pengelola Barang, untuk Barang Milik Negara; atau

    18. Gubernur/Bupati/Walikota, untuk Barang Milik Daerah.

      (5)

      Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilaksanakan oleh Pengelola Barang dengan mengikutsertakan Pengguna Barang sesuai tugas dan fungsinya.

      Pasal 35

      Penetapan status Penggunaan Barang Milik Negara/Daerah sebagai hasil dari pelaksanaan Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna dilaksanakan oleh:


    19. Pengelola Barang untuk Barang Milik Negara, dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi Kementerian/ Lembaga terkait; atau

    20. Gubernur/Bupati/Walikota untuk Barang Milik Daerah, dalam rangka penyelenggaraan tugas dan fungsi satuan kerja perangkat daerah terkait.

      Pasal 36
      (1)

      Jangka waktu Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna paling lama 30 (tiga puluh) tahun sejak perjanjian ditandatangani.

      (2)

      Penetapan mitra Bangun Guna Serah atau mitra Bangun Serah Guna dilaksanakan melalui tender.

      (3)

      Mitra Bangun Guna Serah atau mitra Bangun Serah Guna yang telah ditetapkan, selama jangka waktu pengoperasian:


    21. wajib membayar kontribusi ke rekening Kas Umum Negara/Daerah setiap tahun, yang besarannya ditetapkan berdasarkan hasil perhitungan tim yang dibentuk oleh pejabat yang berwenang;

    22. wajib memelihara objek Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna; dan

    23. dilarang menjaminkan, menggadaikan, atau memindahtangankan:

  42. tanah yang menjadi objek Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna;

  43. hasil Bangun Guna Serah yang digunakan langsung untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi Pemerintah Pusat/Daerah; dan/atau

  44. hasil Bangun Serah Guna.

    (4)

    Dalam jangka waktu pengoperasian, hasil Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna harus digunakan langsung untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi Pemerintah Pusat/Daerah paling sedikit 10% (sepuluh persen).

    (5)

    Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna dilaksanakan berdasarkan perjanjian yang sekurang- kurangnya memuat:

    1. para pihak yang terikat dalam perjanjian;

    2. objek Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna;

    3. jangka waktu Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna; dan

    4. hak dan kewajiban para pihak yang terikat dalam perjanjian.

    (6)

    Izin mendirikan bangunan dalam rangka Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna harus diatasnamakan:

    1. Pemerintah Republik Indonesia, untuk Barang Milik Negara; atau

    2. Pemerintah Daerah, untuk Barang Milik Daerah.

    (7)

    Semua biaya persiapan Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna yang terjadi setelah ditetapkannya mitra Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna dan biaya pelaksanaan Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna menjadi beban mitra yang bersangkutan.

    (8)

    Mitra Bangun Guna Serah Barang Milik Negara harus menyerahkan objek Bangun Guna Serah kepada Pengelola Barang pada akhir jangka waktu pengoperasian, setelah dilakukan audit oleh aparat pengawasan intern Pemerintah.

    (9)

    Mitra Bangun Guna Serah Barang Milik Daerah harus menyerahkan objek Bangun Guna Serah kepada Gubernur/Bupati/Walikota pada akhir jangka waktu pengoperasian, setelah dilakukan audit oleh aparat pengawasan intern Pemerintah. Pasal 37

    (1)

    Bangun Serah Guna Barang Milik Negara dilaksanakan dengan tata cara:

    1. mitra Bangun Serah Guna harus menyerahkan objek Bangun Serah Guna kepada Pengelola Barang setelah selesainya pembangunan;

    2. hasil Bangun Serah Guna yang diserahkan kepada Pengelola Barang ditetapkan sebagai Barang Milik Negara;

    3. mitra Bangun Serah Guna dapat mendayagunakan Barang Milik Negara sebagaimana dimaksud pada huruf b sesuai jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian; dan

    4. setelah jangka waktu pendayagunaan berakhir, objek Bangun Serah Guna terlebih dahulu diaudit oleh aparat pengawasan intern Pemerintah sebelum penggunaannya ditetapkan oleh Pengelola Barang.

    (2)

    Bangun Serah Guna Barang Milik Daerah dilaksanakan dengan tata cara:

    1. mitra Bangun Serah Guna harus menyerahkan objek Bangun Serah Guna kepada Gubernur/Bupati/ Walikota setelah selesainya pembangunan;

    2. hasil Bangun Serah Guna yang diserahkan kepada Gubernur/Bupati/Walikota ditetapkan sebagai Barang Milik Daerah;

    3. mitra Bangun Serah Guna dapat mendayagunakan Barang Milik Daerah sebagaimana dimaksud pada huruf b sesuai jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian; dan

    4. setelah jangka waktu pendayagunaan berakhir, objek Bangun Serah Guna terlebih dahulu diaudit oleh aparat pengawasan intern Pemerintah sebelum penggunaannya ditetapkan oleh Gubernur/Bupati/ Walikota. Bagian Ketujuh Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur Pasal 38

    (1)

    Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur atas Barang Milik Negara/Daerah dilaksanakan terhadap:

    1. Barang Milik Negara/Daerah berupa tanah dan/atau bangunan pada Pengelola Barang/Pengguna Barang;

    2. Barang Milik Negara/Daerah berupa sebagian tanah dan/atau bangunan yang masih digunakan oleh Pengguna Barang; atau

    3. Barang Milik Negara/Daerah selain tanah dan/atau bangunan.

    (2)

    Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur atas Barang Milik Negara/Daerah pada Pengelola Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan oleh:

    1. Pengelola Barang, untuk Barang Milik Negara; atau

    2. Pengelola Barang dengan persetujuan Gubernur/ Bupati/Walikota, untuk Barang Milik Daerah.

    (3)

    Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur atas Barang Milik Negara/Daerah pada Pengguna Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c dilaksanakan oleh:

    1. Pengguna Barang dengan persetujuan Pengelola Barang, untuk Barang Milik Negara; atau

    2. Pengguna Barang dengan persetujuan Gubernur/ Bupati/Walikota, untuk Barang Milik Daerah. Pasal 39

    (1)

    Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur atas Barang Milik Negara/Daerah dilakukan antara Pemerintah dan Badan Usaha.

    (2)

    Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah badan usaha yang berbentuk:

    1. perseroan terbatas;

    2. Badan Usaha Milik Negara;

    3. Badan Usaha Milik Daerah; dan/atau

    4. koperasi.

    (3)

    Jangka waktu Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur paling lama 50 (lima puluh) tahun dan dapat diperpanjang.

    (4)

    Penetapan mitra Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang- undangan.

    (5)

    Mitra Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur yang telah ditetapkan, selama jangka waktu Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur:

    1. dilarang menjaminkan, menggadaikan, atau memindahtangankan Barang Milik Negara/Daerah yang menjadi objek Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur;

    2. wajib memelihara objek Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur dan barang hasil Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur; dan

    3. dapat dibebankan pembagian kelebihan keuntungan sepanjang terdapat kelebihan keuntungan yang diperoleh dari yang ditentukan pada saat perjanjian dimulai ( clawback ).

    (6)

    Pembagian kelebihan keuntungan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf c disetorkan ke Kas Umum Negara/Daerah.

    (7)

    Formula dan/atau besaran pembagian kelebihan keuntungan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf c ditetapkan oleh:

    1. Pengelola Barang, untuk Barang Milik Negara; atau

    2. Gubernur/Bupati/Walikota, untuk Barang Milik Daerah.

    (8)

    Mitra Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur harus menyerahkan objek Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur dan barang hasil Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur kepada Pemerintah pada saat berakhirnya jangka waktu Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur sesuai perjanjian.

    (9)

    Barang hasil Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur menjadi Barang Milik Negara/Daerah sejak diserahkan kepada Pemerintah sesuai perjanjian . Bagian Kedelapan Tender

    Pasal 40

    Tender sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf b dan Pasal 36 ayat (2) dilakukan dengan tata cara:

    1. rencana tender diumumkan di media massa nasional;

    2. tender dapat dilanjutkan pelaksanaannya sepanjang terdapat paling sedikit 3 (tiga) peserta calon mitra yang memasukkan penawaran;

    3. dalam hal calon mitra yang memasukkan penawaran kurang dari 3 (tiga) peserta, dilakukan pengumuman ulang di media massa nasional; dan

    4. dalam hal setelah pengumuman ulang:


  45. terdapat paling sedikit 3 (tiga) peserta calon mitra, proses dilanjutkan dengan mekanisme tender;

  46. terdapat 2 (dua) peserta calon mitra, tender dinyatakan gagal dan proses selanjutnya dilakukan dengan mekanisme seleksi langsung; atau

  47. terdapat 1 (satu) peserta calon mitra, tender dinyatakan gagal dan proses selanjutnya dilakukan dengan mekanisme penunjukan langsung.

    Pasal 41

    Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan Pemanfaatan Barang Milik Negara diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. BAB VII PENGAMANAN DAN PEMELIHARAAN Bagian Kesatu Pengamanan


    Pasal 42
    (1)

    Pengelola Barang, Pengguna Barang dan/atau Kuasa Pengguna Barang wajib melakukan pengamanan Barang Milik Negara/Daerah yang berada dalam penguasaannya.

    (2)

    Pengamanan Barang Milik Negara/Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pengamanan administrasi, pengamanan fisik, dan pengamanan hukum.


    Pasal 43
    (1)

    Barang Milik Negara/Daerah berupa tanah harus disertipikatkan atas nama Pemerintah Republik Indonesia/Pemerintah Daerah yang bersangkutan.

    (2)

    Barang Milik Negara/Daerah berupa bangunan harus dilengkapi dengan bukti kepemilikan atas nama Pemerintah Republik Indonesia/Pemerintah Daerah yang bersangkutan.

    (3)

    Barang Milik Negara selain tanah dan/atau bangunan harus dilengkapi dengan bukti kepemilikan atas nama Pengguna Barang.

    (4)

    Barang Milik Daerah selain tanah dan/atau bangunan harus dilengkapi dengan bukti kepemilikan atas nama Pemerintah Daerah yang bersangkutan.


    Pasal 44
    (1)

    Bukti kepemilikan Barang Milik Negara/Daerah wajib disimpan dengan tertib dan aman.

    (2)

    Penyimpanan bukti kepemilikan Barang Milik Negara berupa tanah dan/atau bangunan dilakukan oleh Pengelola Barang.

    (3)

    Penyimpanan bukti kepemilikan Barang Milik Negara selain tanah dan/atau bangunan dilakukan oleh Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang.

    (4)

    Penyimpanan bukti kepemilikan Barang Milik Daerah dilakukan oleh Pengelola Barang.

    (5)

    Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyimpanan dokumen kepemilikan Barang Milik Negara diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

    (6)

    Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyimpanan dokumen kepemilikan Barang Milik Daerah diatur dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri.


    Pasal 45
    (1)

    Pengelola Barang dapat menetapkan kebijakan asuransi atau pertanggungan dalam rangka pengamanan Barang Milik Negara tertentu dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan negara.

    (2)

    Gubernur/Bupati/Walikota dapat menetapkan kebijakan asuransi atau pertanggungan dalam rangka pengamanan Barang Milik Daerah tertentu dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah.

    (3)

    Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara asuransi Barang Milik Negara diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. Bagian Kedua Pemeliharaan


    Pasal 46
    (1)

    Pengelola Barang, Pengguna Barang, atau Kuasa Pengguna Barang bertanggung jawab atas pemeliharaan Barang Milik Negara/Daerah yang berada di bawah penguasaannya.

    (2)

    Pemeliharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada Daftar Kebutuhan Pemeliharaan Barang.

    (3)

    Biaya pemeliharaan Barang Milik Negara/Daerah dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah.

    (4)

    Dalam hal Barang Milik Negara/Daerah dilakukan Pemanfaatan dengan Pihak Lain, biaya pemeliharaan menjadi tanggung jawab sepenuhnya dari penyewa, peminjam, mitra Kerja Sama Pemanfaatan, mitra Bangun Guna Serah/Bangun Serah Guna, atau mitra Kerja Sama Penyediaan Infrastruktur.


    Pasal 47
    (1)

    Kuasa Pengguna Barang wajib membuat Daftar Hasil Pemeliharaan Barang yang berada dalam kewenangannya dan melaporkan secara tertulis Daftar Hasil Pemeliharaan Barang tersebut kepada Pengguna Barang secara berkala.

    (2)

    Pengguna Barang atau pejabat yang ditunjuk meneliti laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan menyusun daftar hasil pemeliharaan barang yang dilakukan dalam 1 (satu) Tahun Anggaran sebagai bahan untuk melakukan evaluasi mengenai efisiensi pemeliharaan Barang Milik Negara/Daerah. BAB VIII PENILAIAN


    Pasal 48

    Penilaian Barang Milik Negara/Daerah dilakukan dalam rangka penyusunan neraca Pemerintah Pusat/Daerah, Pemanfaatan, atau Pemindahtanganan, kecuali dalam hal untuk:

    1. Pemanfaatan dalam bentuk Pinjam Pakai; atau

    2. Pemindahtanganan dalam bentuk Hibah.


    Pasal 49

    Penetapan nilai Barang Milik Negara/Daerah dalam rangka penyusunan neraca Pemerintah Pusat/Daerah dilakukan dengan berpedoman pada Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP).


    Pasal 50
    (1)

    Penilaian Barang Milik Negara berupa tanah dan/atau bangunan dalam rangka Pemanfaatan atau Pemindahtanganan dilakukan oleh:

    1. Penilai Pemerintah; atau

    2. Penilai Publik yang ditetapkan oleh Pengelola Barang.

    (2)

    Penilaian Barang Milik Daerah berupa tanah dan/atau bangunan dalam rangka Pemanfaatan atau Pemindahtanganan dilakukan oleh:

    1. Penilai Pemerintah; atau

    2. Penilai Publik yang ditetapkan oleh Gubernur/ Bupati/Walikota.

    (3)

    Penilaian Barang Milik Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan Penilaian Barang Milik Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan untuk mendapatkan nilai wajar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

    (4)

    Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bagi Penjualan Barang Milik Negara berupa tanah yang diperlukan untuk pembangunan rumah susun sederhana.

    (5)

    Nilai jual Barang Milik Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan oleh Menteri Keuangan berdasarkan perhitungan yang ditetapkan oleh Menteri Pekerjaan Umum.


    Pasal 51
    (1)

    Penilaian Barang Milik Negara selain tanah dan/atau bangunan dalam rangka Pemanfaatan atau Pemindahtanganan dilakukan oleh tim yang ditetapkan oleh Pengguna Barang, dan dapat melibatkan Penilai yang ditetapkan oleh Pengguna Barang.

    (2)

    Penilaian Barang Milik Daerah selain tanah dan/atau bangunan dalam rangka Pemanfaatan atau Pemindahtanganan dilakukan oleh tim yang ditetapkan oleh Gubernur/Bupati/Walikota, dan dapat melibatkan Penilai yang ditetapkan Gubernur/Bupati/Walikota.

    (3)

    Penilaian Barang Milik Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan Penilaian Barang Milik Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan untuk mendapatkan nilai wajar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

    (4)

    Dalam hal Penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan oleh Pengguna Barang tanpa melibatkan Penilai, maka hasil Penilaian Barang Milik Negara/Daerah hanya merupakan nilai taksiran.

    (5)

    Hasil Penilaian Barang Milik Negara/Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh:

    1. Pengguna Barang, untuk Barang Milik Negara; atau

    2. Gubernur/Bupati/Walikota, untuk Barang Milik Daerah.


    Pasal 52
    (1)

    Dalam kondisi tertentu, Pengelola Barang dapat melakukan Penilaian kembali atas nilai Barang Milik Negara/Daerah yang telah ditetapkan dalam neraca Pemerintah Pusat/Daerah.

    (2)

    Keputusan mengenai Penilaian kembali atas nilai Barang Milik Negara dilaksanakan berdasarkan ketentuan Pemerintah yang berlaku secara nasional.

    (3)

    Keputusan mengenai Penilaian kembali atas nilai Barang Milik Daerah dilaksanakan berdasarkan kebijakan yang ditetapkan oleh Gubernur/Bupati/Walikota dengan berpedoman pada ketentuan Pemerintah yang berlaku secara nasional.


    Pasal 53
    (1)

    Ketentuan lebih lanjut mengenai Penilaian Barang Milik Negara diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

    (2)

    Ketentuan lebih lanjut mengenai Penilaian Barang Milik Daerah diatur dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). BAB IX PEMINDAHTANGANAN Bagian Kesatu Umum


    Pasal 54
    (1)

    Barang Milik Negara/Daerah yang tidak diperlukan bagi penyelenggaraan tugas pemerintahan negara/daerah dapat dipindahtangankan.

    (2)

    Pemindahtanganan Barang Milik Negara/Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara:

    1. Penjualan;

    2. Tukar Menukar;

    3. Hibah; atau

    4. Penyertaan Modal Pemerintah Pusat/Daerah. Bagian Kedua Persetujuan Pemindahtanganan


    Pasal 55
    (1)

    Pemindahtanganan Barang Milik Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 untuk:

    1. tanah dan/atau bangunan; atau

    2. selain tanah dan/atau bangunan yang bernilai lebih dari Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah); dilakukan setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

    (2)

    Pemindahtanganan Barang Milik Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 untuk:

    1. tanah dan/atau bangunan; atau

    2. selain tanah dan/atau bangunan yang bernilai lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dilakukan setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

    (3)

    Pemindahtanganan Barang Milik Negara/Daerah berupa tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan ayat (2) huruf a tidak memerlukan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat/Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, apabila:

    1. sudah tidak sesuai dengan tata ruang wilayah atau penataan kota;

    2. harus dihapuskan karena anggaran untuk bangunan pengganti sudah disediakan dalam dokumen penganggaran;

    3. diperuntukkan bagi pegawai negeri;

    4. diperuntukkan bagi kepentingan umum; atau

    5. dikuasai negara berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dan/atau berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan, yang jika status kepemilikannya dipertahankan tidak layak secara ekonomis.


    Pasal 56
    (1)

    Usul untuk memperoleh persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) diajukan oleh Pengelola Barang.

    (2)

    Usul untuk memperoleh persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (2) diajukan oleh Gubernur/Bupati/Walikota.


    Pasal 57
    (1)

    Pemindahtanganan Barang Milik Negara berupa tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (3) dilaksanakan dengan ketentuan:

    1. untuk tanah dan/atau bangunan yang berada pada Pengelola Barang dengan nilai lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dilakukan oleh Pengelola Barang setelah mendapat persetujuan Presiden;

    2. untuk tanah dan/atau bangunan yang berada pada Pengguna Barang dengan nilai lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dilakukan oleh Pengguna Barang setelah mendapat persetujuan Presiden;

    3. untuk tanah dan/atau bangunan yang berada pada Pengelola Barang dengan nilai sampai dengan Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dilakukan oleh Pengelola Barang; atau

    4. untuk tanah dan/atau bangunan yang berada pada Pengguna Barang dengan nilai sampai dengan Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dilakukan oleh Pengguna Barang setelah mendapat persetujuan Pengelola Barang.

    (2)

    Pemindahtanganan Barang Milik Daerah berupa tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (3) dilakukan oleh Pengelola Barang setelah mendapat persetujuan Gubernur/Bupati/Walikota.

    (3)

    Usul untuk memperoleh persetujuan Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diajukan oleh Pengelola Barang.


    Pasal 58
    (1)

    Pemindahtanganan Barang Milik Negara selain tanah dan/atau bangunan dilaksanakan dengan ketentuan:

    1. untuk Barang Milik Negara yang berada pada Pengelola Barang dengan nilai lebih dari Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) dilakukan oleh Pengelola Barang setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat;

    2. untuk Barang Milik Negara yang berada pada Pengguna Barang dengan nilai lebih dari Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) dilakukan oleh Pengguna Barang setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat;

    3. untuk Barang Milik Negara yang berada pada Pengelola Barang dengan nilai lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) sampai dengan Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) dilakukan oleh Pengelola Barang setelah mendapat persetujuan Presiden;

    4. untuk Barang Milik Negara yang berada pada Pengguna Barang dengan nilai lebih dari Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) sampai dengan Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah) dilakukan oleh Pengguna Barang setelah mendapat persetujuan Presiden;

    5. untuk Barang Milik Negara yang berada pada Pengelola Barang dengan nilai sampai dengan Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dilakukan oleh Pengelola Barang; atau

    6. untuk Barang Milik Negara yang berada pada Pengguna Barang dengan nilai sampai dengan Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dilakukan oleh Pengguna Barang setelah mendapat persetujuan Pengelola Barang.

    (2)

    Usul untuk memperoleh persetujuan Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan huruf d diajukan oleh Pengelola Barang.


    Pasal 59
    (1)

    Pemindahtanganan Barang Milik Daerah selain tanah dan/atau bangunan yang bernilai sampai dengan Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dilakukan oleh Pengelola Barang setelah mendapat persetujuan Gubernur/Bupati/Walikota.

    (2)

    Pemindahtanganan Barang Milik Daerah selain tanah dan/atau bangunan yang bernilai lebih dari Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 56 ayat (2) huruf b dilakukan oleh Pengelola Barang setelah mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

    (3)

    Usul untuk memperoleh persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diajukan oleh Gubernur/Bupati/Walikota sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri. Bagian Ketiga Penjualan


    Pasal 60

    Penjualan Barang Milik Negara/Daerah dilaksanakan dengan pertimbangan:

    1. untuk optimalisasi Barang Milik Negara/Daerah yang berlebih atau tidak digunakan/dimanfaatkan;

    2. secara ekonomis lebih menguntungkan bagi negara/ daerah apabila dijual; dan/atau

    3. sebagai pelaksanaan ketentuan peraturan perundang- undangan.


    Pasal 61
    (1)

    Penjualan Barang Milik Negara/Daerah dilakukan secara lelang, kecuali dalam hal tertentu.

    (2)

    Pengecualian dalam hal tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

    1. Barang Milik Negara/Daerah yang bersifat khusus;

    2. Barang Milik Negara lainnya yang ditetapkan lebih lanjut oleh Pengelola Barang; atau

    3. Barang Milik Daerah lainnya yang ditetapkan lebih lanjut oleh Gubernur/Bupati/Walikota.

    (3)

    Penentuan nilai dalam rangka Penjualan Barang Milik Negara/Daerah secara lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhitungkan faktor penyesuaian.

    (4)

    Nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan batasan terendah yang disampaikan kepada:

    1. Pengelola Barang/Pengguna Barang, untuk Barang Milik Negara; atau

    2. Gubernur/Bupati/Walikota, untuk Barang Milik Daerah, sebagai dasar penetapan nilai limit.

    (5)

    Ketentuan mengenai tata cara Penjualan Barang Milik Negara yang bersifat khusus diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

    (6)

    Penjualan Barang Milik Daerah lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dilakukan melalui tata cara sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri.


    Pasal 62

    Penjualan Barang Milik Negara/Daerah dilaksanakan oleh:

    1. Pengelola Barang, untuk Barang Milik Negara yang berada pada Pengelola Barang;

    2. Pengguna Barang, untuk Barang Milik Negara yang berada pada Pengguna Barang; atau

    3. Pengelola Barang setelah mendapat persetujuan Gubernur/Bupati/Walikota, untuk Barang Milik Daerah.


    Pasal 63
    (1)

    Penjualan Barang Milik Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 huruf b dilakukan dengan tata cara:

    1. Kuasa Pengguna Barang mengajukan usul Penjualan Barang Milik Negara kepada Pengguna Barang untuk diteliti dan dikaji;

    2. Pengguna Barang mengajukan usul Penjualan Barang Milik Negara kepada Pengelola Barang disertai pertimbangan aspek teknis, ekonomis, dan yuridis;

    3. Pengelola Barang meneliti dan mengkaji usul Penjualan Barang Milik Negara yang diajukan oleh Pengguna Barang dari aspek teknis, ekonomis, dan yuridis;

    4. apabila memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, Pengelola Barang dapat menyetujui usul Penjualan Barang Milik Negara yang diajukan oleh Pengguna Barang sesuai batas kewenangannya;

    5. untuk Penjualan yang memerlukan persetujuan Presiden atau Dewan Perwakilan Rakyat, Pengelola Barang mengajukan usul Penjualan Barang Milik Negara disertai dengan pertimbangan atas usulan tersebut; dan

    6. penerbitan persetujuan pelaksanaan oleh Pengelola Barang untuk Penjualan sebagaimana dimaksud pada huruf e dilakukan setelah mendapat persetujuan Presiden atau Dewan Perwakilan Rakyat.

    (2)

    Penjualan Barang Milik Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 huruf c dilakukan dengan tata cara:

    1. Pengguna Barang melalui Pengelola Barang mengajukan usul Penjualan Barang Milik Daerah selain tanah dan/atau bangunan kepada Gubernur/ Bupati/Walikota disertai pertimbangan aspek teknis, ekonomis, dan yuridis;

    2. Gubernur/Bupati/Walikota meneliti dan mengkaji pertimbangan perlunya Penjualan Barang Milik Daerah selain tanah dan/atau bangunan dari aspek teknis, ekonomis, dan yuridis;

    3. apabila memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, Gubernur/Bupati/ Walikota dapat menyetujui dan menetapkan Barang Milik Daerah selain tanah dan/atau bangunan yang akan dijual sesuai batas kewenangannya; dan

    4. untuk Penjualan yang memerlukan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, Gubernur/Bupati/ Walikota mengajukan usul Penjualan disertai dengan pertimbangan atas usulan tersebut.

    (3)

    Hasil Penjualan Barang Milik Negara wajib disetor seluruhnya ke rekening Kas Umum Negara sebagai penerimaan negara.

    (4)

    Hasil penjualan Barang Milik Daerah wajib disetor seluruhnya ke rekening Kas Umum Daerah sebagai penerimaan daerah. Bagian Keempat Tukar Menukar


    Pasal 64
    (1)

    Tukar Menukar Barang Milik Negara/Daerah dilaksanakan dengan pertimbangan:

    1. untuk memenuhi kebutuhan operasional penyelenggaraan pemerintahan;

    2. untuk optimalisasi Barang Milik Negara/Daerah; dan

    3. tidak tersedia dana dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah.

    (2)

    Tukar Menukar Barang Milik Negara dapat dilakukan dengan pihak:

    1. Pemerintah Daerah;

    2. Badan Usaha Milik Negara/Daerah atau badan hukum lainnya yang dimiliki Negara;

    3. swasta; atau

    4. Pemerintah Negara lain.

    (3)

    Tukar Menukar Barang Milik Daerah dapat dilakukan dengan pihak:

    1. Pemerintah Pusat;

    2. Pemerintah Daerah lainnya;

    3. Badan Usaha Milik Negara/Daerah atau badan hukum lainnya yang dimiliki negara; atau

    4. swasta.


    Pasal 65
    (1)

    Tukar Menukar dapat berupa:

    1. tanah dan/atau bangunan:


  48. yang berada pada Pengelola Barang, untuk Barang Milik Negara; atau

  49. yang telah diserahkan kepada Gubernur/Bupati/ Walikota, untuk Barang Milik Daerah;

    1. tanah dan/atau bangunan yang berada pada Pengguna Barang; atau

    2. selain tanah dan/atau bangunan.

      (2)

      Penetapan Barang Milik Negara/Daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang akan dipertukarkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan oleh:

    3. Pengelola Barang, untuk Barang Milik Negara; atau

    4. Gubernur/Bupati/Walikota, untuk Barang Milik Daerah, sesuai batas kewenangannya.

      (3)

      Tukar Menukar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan oleh:

    5. Pengelola Barang, untuk Barang Milik Negara; atau

    6. Pengelola Barang setelah mendapat persetujuan Gubernur/Bupati/Walikota, untuk Barang Milik Daerah.

      (4)

      Tukar Menukar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan oleh:

    7. Pengguna Barang setelah mendapat persetujuan Pengelola Barang, untuk Barang Milik Negara; atau

    8. Pengelola Barang setelah mendapat persetujuan Gubernur/Bupati/Walikota, untuk Barang Milik Daerah.

      (5)

      Tukar Menukar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilaksanakan oleh:

    9. Pengelola Barang, untuk Barang Milik Negara yang berada pada Pengelola Barang.

    10. Pengguna Barang setelah mendapat persetujuan Pengelola Barang, untuk Barang Milik Negara yang berada pada Pengguna Barang; atau

    11. Pengelola Barang setelah mendapat persetujuan Gubernur/Bupati/Walikota, untuk Barang Milik Daerah.

      Pasal 66
      (1)

      Tukar Menukar Barang Milik Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) huruf a dan ayat (5) huruf a dilaksanakan dengan tata cara:


    12. Pengelola Barang mengkaji perlunya Tukar Menukar Barang Milik Negara dari aspek teknis, ekonomis, dan yuridis;

    13. apabila memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, Pengelola Barang dapat menetapkan Barang Milik Negara yang akan dipertukarkan sesuai batas kewenangannya;

    14. Tukar Menukar Barang Milik Negara dilaksanakan melalui proses persetujuan dengan berpedoman pada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1), Pasal 55 ayat (3), Pasal 57 ayat (1), dan Pasal 58 ayat (1); dan

    15. pelaksanaan serah terima barang yang dilepas dan barang pengganti harus dituangkan dalam berita acara serah terima barang.

      (2)

      Tukar Menukar Barang Milik Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) huruf b dan ayat (5) huruf b dilaksanakan dengan tata cara:

    16. Pengguna Barang mengajukan usul Tukar Menukar Barang Milik Negara kepada Pengelola Barang disertai pertimbangan, kelengkapan data, dan hasil pengkajian tim intern instansi Pengguna Barang;

    17. Pengelola Barang meneliti dan mengkaji pertimbangan perlunya Tukar Menukar Barang Milik Negara tersebut dari aspek teknis, ekonomis, dan yuridis;

    18. apabila memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, Pengelola Barang dapat menyetujui usul Tukar Menukar Barang Milik Negara yang diajukan oleh Pengguna Barang sesuai batas kewenangannya;

    19. Pengguna Barang melaksanakan Tukar Menukar dengan berpedoman pada persetujuan Pengelola Barang; dan

    20. pelaksanaan serah terima barang yang dilepas dan barang pengganti harus dituangkan dalam berita acara serah terima barang.

      Pasal 67
      (1)

      Tukar Menukar Barang Milik Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) huruf a dan huruf b dilaksanakan dengan tata cara:


    21. Pengguna Barang melalui Pengelola Barang mengajukan usul Tukar Menukar Barang Milik Daerah berupa tanah dan/atau bangunan kepada Gubernur/Bupati/Walikota disertai pertimbangan dan kelengkapan data;

    22. Gubernur/Bupati/Walikota meneliti dan mengkaji pertimbangan perlunya Tukar Menukar Barang Milik Daerah berupa tanah dan/atau bangunan dari aspek teknis, ekonomis, dan yuridis;

    23. apabila memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, Gubernur/Bupati/ Walikota dapat menyetujui dan menetapkan Barang Milik Daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang akan dipertukarkan;

    24. proses persetujuan Tukar Menukar Barang Milik Daerah berupa tanah dan/atau bangunan dilaksanakan dengan berpedoman pada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (2), Pasal 55 ayat (3), dan Pasal 57 ayat (2);

    25. Pengelola Barang melaksanakan Tukar Menukar dengan berpedoman pada persetujuan Gubernur/ Bupati/Walikota; dan

    26. pelaksanaan serah terima barang yang dilepas dan barang pengganti harus dituangkan dalam berita acara serah terima barang.

      (2)

      Tukar Menukar Barang Milik Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) huruf c dilaksanakan dengan tata cara:

    27. Pengguna Barang mengajukan usul Tukar Menukar Barang Milik Daerah selain tanah dan/atau bangunan kepada Pengelola Barang disertai pertimbangan, kelengkapan data, dan hasil pengkajian tim intern instansi Pengguna Barang;

    28. Pengelola Barang meneliti dan mengkaji pertimbangan tersebut dari aspek teknis, ekonomis, dan yuridis;

    29. apabila memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, Pengelola Barang dapat menyetujui usul Tukar Menukar Barang Milik Daerah selain tanah dan/atau bangunan sesuai batas kewenangannya;

    30. proses persetujuan Tukar Menukar Barang Milik Daerah selain tanah dan/atau bangunan dilaksanakan dengan berpedoman pada ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59;

    31. Pengguna Barang melaksanakan Tukar Menukar dengan berpedoman pada persetujuan Pengelola Barang; dan

    32. pelaksanaan serah terima barang yang dilepas dan barang pengganti harus dituangkan dalam berita acara serah terima barang. Bagian Kelima Hibah

      Pasal 68
      (1)

      Hibah Barang Milik Negara/Daerah dilakukan dengan pertimbangan untuk kepentingan sosial, budaya, keagamaan, kemanusiaan, pendidikan yang bersifat non komersial, dan penyelenggaraan pemerintahan negara/ daerah.

      (2)

      Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi syarat:


    33. bukan merupakan barang rahasia negara;

    34. bukan merupakan barang yang menguasai hajat hidup orang banyak; dan

    35. tidak diperlukan dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi dan penyelenggaraan pemerintahan negara/daerah.

      (3)

      Ketentuan mengenai kriteria kepentingan sosial, budaya, keagamaan, kemanusiaan, pendidikan yang bersifat non komersial, dan penyelenggaraan pemerintahan negara/ daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. Pasal 69

      (1)

      Hibah dapat berupa:

    36. tanah dan/atau bangunan:

  50. yang berada pada Pengelola Barang, untuk Barang Milik Negara;

  51. yang telah diserahkan kepada Gubernur/Bupati/ Walikota, untuk Barang Milik Daerah;

    1. tanah dan/atau bangunan yang berada pada Pengguna Barang; atau

    2. selain tanah dan/atau bangunan.

      (2)

      Penetapan Barang Milik Negara/Daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang akan dihibahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan oleh:

    3. Pengelola Barang, untuk Barang Milik Negara; atau

    4. Gubernur/Bupati/Walikota, untuk Barang Milik Daerah, sesuai batas kewenangannya.

      (3)

      Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan oleh:

    5. Pengelola Barang, untuk Barang Milik Negara; atau

    6. Pengelola Barang setelah mendapat persetujuan Gubernur/Bupati/Walikota, untuk Barang Milik Daerah.

      (4)

      Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan oleh:

    7. Pengguna Barang setelah mendapat persetujuan Pengelola Barang, untuk Barang Milik Negara; atau

    8. Pengelola Barang setelah mendapat persetujuan Gubernur/Bupati/Walikota, untuk Barang Milik Daerah.

      (5)

      Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilaksanakan oleh:

    9. Pengelola Barang, untuk Barang Milik Negara yang berada pada Pengelola Barang;

    10. Pengguna Barang setelah mendapat persetujuan Pengelola Barang, untuk Barang Milik Negara yang berada pada Pengguna Barang; atau

    11. Pengguna Barang setelah mendapat persetujuan Gubernur/Bupati/Walikota, untuk Barang Milik Daerah.

      Pasal 70
      (1)

      Hibah Barang Milik Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf a dan ayat (5) huruf a dilaksanakan dengan tata cara:


    12. Pengelola Barang mengkaji perlunya Hibah Barang Milik Negara berdasarkan pertimbangan dan syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68;

    13. apabila memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, Pengelola Barang menetapkan Barang Milik Negara berupa tanah dan/atau bangunan yang akan dihibahkan sesuai batas kewenangannya;

    14. proses persetujuan Hibah dilaksanakan dengan berpedoman pada ketentuan Pasal 55 ayat (1), Pasal 55 ayat (3), Pasal 57 ayat (1), dan Pasal 58 ayat (1); dan

    15. pelaksanaan serah terima barang yang dihibahkan harus dituangkan dalam berita acara serah terima barang.

      (2)

      Hibah Barang Milik Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf b dan ayat (5) huruf b dilaksanakan dengan tata cara:

    16. Pengguna Barang mengajukan usul Hibah kepada Pengelola Barang disertai dengan pertimbangan, kelengkapan data, dan hasil pengkajian tim intern instansi Pengguna Barang;

    17. Pengelola Barang meneliti dan mengkaji usul Hibah Barang Milik Negara berdasarkan pertimbangan dan syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68;

    18. apabila memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, Pengelola Barang dapat mempertimbangkan untuk menyetujui usul Hibah yang diajukan oleh Pengguna Barang sesuai batas kewenangannya;

    19. Pengguna Barang melaksanakan Hibah dengan berpedoman pada persetujuan Pengelola Barang; dan

    20. pelaksanaan serah terima barang yang dihibahkan harus dituangkan dalam berita acara serah terima barang.

      Pasal 71
      (1)

      Hibah Barang Milik Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf a dan huruf b dilaksanakan dengan tata cara:


    21. Pengguna Barang melalui Pengelola Barang mengajukan usul Hibah Barang Milik Daerah berupa tanah dan/atau bangunan kepada Gubernur/Bupati/ Walikota disertai dengan pertimbangan dan kelengkapan data;

    22. Gubernur/Bupati/Walikota meneliti dan mengkaji usul Hibah Barang Milik Daerah berdasarkan pertimbangan dan syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68;

    23. apabila memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, Gubernur/Bupati/ Walikota dapat menyetujui dan/atau menetapkan Barang Milik Daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang akan dihibahkan;

    24. proses persetujuan Hibah dilaksanakan dengan berpedoman pada ketentuan Pasal 55 ayat (2), Pasal 55 ayat (3), dan Pasal 57 ayat (2);

    25. Pengelola Barang melaksanakan Hibah dengan berpedoman pada persetujuan Gubernur/Bupati/ Walikota; dan

    26. pelaksanaan serah terima barang yang dihibahkan harus dituangkan dalam berita acara serah terima barang.

      (2)

      Hibah Barang Milik Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) huruf c dilaksanakan dengan tata cara:

    27. Pengguna Barang mengajukan usul Hibah Barang Milik Daerah selain tanah dan/atau bangunan kepada Pengelola Barang disertai pertimbangan, kelengkapan data, dan hasil pengkajian tim intern instansi Pengguna Barang;

    28. Pengelola Barang meneliti dan mengkaji usul Hibah Barang Milik Daerah berdasarkan pertimbangan dan syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68;

    29. apabila memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, Pengelola Barang dapat menyetujui usul Hibah Barang Milik Daerah selain tanah dan/atau bangunan sesuai batas kewenangannya;

    30. Pengguna Barang melaksanakan Hibah dengan berpedoman pada persetujuan Pengelola Barang; dan

    31. pelaksanaan serah terima barang yang dihibahkan harus dituangkan dalam berita acara serah terima barang. Bagian Keenam Penyertaan Modal Pemerintah Pusat/Daerah

      Pasal 72
      (1)

      Penyertaan Modal Pemerintah Pusat/Daerah atas Barang Milik Negara/Daerah dilakukan dalam rangka pendirian, memperbaiki struktur permodalan dan/atau meningkatkan kapasitas usaha Badan Usaha Milik Negara/Daerah atau badan hukum lainnya yang dimiliki negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.

      (2)

      Penyertaan Modal Pemerintah Pusat/Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan pertimbangan:


    32. Barang Milik Negara/Daerah yang dari awal pengadaannya sesuai dokumen penganggaran diperuntukkan bagi Badan Usaha Milik Negara/ Daerah atau badan hukum lainnya yang dimiliki negara dalam rangka penugasan pemerintah; atau

    33. Barang Milik Negara/Daerah lebih optimal apabila dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara/Daerah atau badan hukum lainnya yang dimiliki negara, baik yang sudah ada maupun yang akan dibentuk.

      Pasal 73
      (1)

      Penyertaan Modal Pemerintah Pusat/Daerah atas Barang Milik Negara/Daerah dapat berupa:


    34. tanah dan/atau bangunan yang telah diserahkan kepada Pengelola Barang untuk Barang Milik Negara dan Gubernur/Bupati/Walikota untuk Barang Milik Daerah;

    35. tanah dan/atau bangunan pada Pengguna Barang; atau c. Barang Milik Negara/Daerah selain tanah dan/atau bangunan.

      (2)

      Penetapan Barang Milik Negara/Daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang akan disertakan sebagai modal Pemerintah Pusat/Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan oleh:

    36. Pengelola Barang, untuk Barang Milik Negara; atau

    37. Gubernur/Bupati/Walikota, untuk Barang Milik Daerah, sesuai batas kewenangannya.

      (3)

      Penyertaan Modal Pemerintah Pusat/Daerah atas Barang Milik Negara/Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan oleh:

    38. Pengelola Barang, untuk Barang Milik Negara; atau

    39. Pengelola Barang setelah mendapat persetujuan Gubernur/Bupati/Walikota, untuk Barang Milik Daerah.

      (4)

      Penyertaan Modal Pemerintah Pusat/Daerah atas Barang Milik Negara/Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan oleh:

    40. Pengguna Barang setelah mendapat persetujuan Pengelola Barang, untuk Barang Milik Negara; atau

    41. Pengelola Barang setelah mendapat persetujuan Gubernur/Bupati/Walikota, untuk Barang Milik Daerah.

      (5)

      Penyertaan Modal Pemerintah Pusat/Daerah atas Barang Milik Negara/Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilaksanakan oleh:

    42. Pengelola Barang, untuk Barang Milik Negara yang berada pada Pengelola Barang;

    43. Pengguna Barang setelah mendapat persetujuan Pengelola Barang, untuk Barang Milik Negara yang berada pada Pengguna Barang; atau

    44. Pengelola Barang setelah mendapat persetujuan Gubernur/Bupati/Walikota, untuk Barang Milik Daerah.

      Pasal 74
      (1)

      Penyertaan Modal Pemerintah Pusat atas Barang Milik Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (1) huruf a dan ayat (5) huruf a dilaksanakan dengan tata cara:


    45. Pengelola Barang mengkaji perlunya Penyertaan Modal Pemerintah Pusat berdasarkan pertimbangan dan syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72;

    46. Pengelola Barang menetapkan Barang Milik Negara berupa tanah dan/atau bangunan yang akan disertakan sebagai modal Pemerintah Pusat sesuai batas kewenangannya;

    47. proses persetujuan Penyertaan Modal Pemerintah Pusat dilaksanakan dengan berpedoman pada ketentuan Pasal 55 ayat (1), Pasal 55 ayat (3), Pasal 57 ayat (1), dan Pasal 58 ayat (1);

    48. Pengelola Barang menyiapkan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Penyertaan Modal Pemerintah Pusat dengan melibatkan instansi terkait;

    49. Pengelola Barang menyampaikan Rancangan Peraturan Pemerintah kepada Presiden untuk ditetapkan; dan

    50. Pengelola Barang melakukan serah terima barang kepada Badan Usaha Milik Negara/Daerah atau badan hukum lainnya yang dimiliki negara yang dituangkan dalam berita acara serah terima barang setelah Peraturan Pemerintah ditetapkan.

      (2)

      Penyertaan Modal Pemerintah Pusat atas Barang Milik Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (1) huruf b dan ayat (5) huruf b dilaksanakan dengan tata cara:

    51. Pengguna Barang mengajukan usul Penyertaan Modal Pemerintah Pusat kepada Pengelola Barang disertai dengan pertimbangan, kelengkapan data, dan hasil pengkajian tim intern instansi Pengguna Barang;

    52. Pengelola Barang meneliti dan mengkaji usul Penyertaan Modal Pemerintah Pusat yang diajukan oleh Pengguna Barang berdasarkan pertimbangan dan syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72;

    53. apabila memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, Pengelola Barang dapat menyetujui usul Penyertaan Modal Pemerintah Pusat yang diajukan oleh Pengguna Barang sesuai batas kewenangannya;

    54. Pengelola Barang menyiapkan Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Penyertaan Modal Pemerintah Pusat dengan melibatkan instansi terkait;

    55. Pengelola Barang menyampaikan Rancangan Peraturan Pemerintah kepada Presiden untuk ditetapkan; dan

    56. Pengguna Barang melakukan serah terima barang kepada Badan Usaha Milik Negara/Daerah atau badan hukum lainnya yang dimiliki negara yang dituangkan dalam berita acara serah terima barang setelah Peraturan Pemerintah ditetapkan.

      Pasal 75
      (1)

      Penyertaan Modal Pemerintah Daerah atas Barang Milik Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (1) huruf a dan huruf b dilaksanakan dengan tata cara:


    57. Pengguna Barang melalui Pengelola Barang mengajukan usul Penyertaan Modal Pemerintah Daerah atas Barang Milik Daerah berupa tanah dan/atau bangunan kepada Gubernur/Bupati/Walikota disertai dengan pertimbangan dan kelengkapan data;

    58. Gubernur/Bupati/Walikota meneliti dan mengkaji usul Penyertaan Modal Pemerintah Daerah yang diajukan oleh Pengguna Barang berdasarkan pertimbangan dan syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72;

    59. apabila memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, Gubernur/Bupati/ Walikota dapat menyetujui dan/atau menetapkan Barang Milik Daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang akan disertakan sebagai modal Pemerintah Daerah;

    60. proses persetujuan Penyertaan Modal Pemerintah Daerah dilaksanakan dengan berpedoman pada ketentuan Pasal 55 ayat (2), Pasal 55 ayat (3), Pasal 57 ayat (2) dan Pasal 59;

    61. Pengelola Barang melaksanakan Penyertaan Modal Pemerintah Daerah dengan berpedoman pada persetujuan Gubernur/Bupati/Walikota;

    62. Pengelola Barang menyiapkan Rancangan Peraturan Daerah tentang Penyertaan Modal Pemerintah Daerah dengan melibatkan instansi terkait;

    63. Pengelola Barang menyampaikan Rancangan Peraturan Daerah kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah untuk ditetapkan; dan

    64. Pengelola Barang melakukan serah terima barang kepada Badan Usaha Milik Negara/Daerah atau badan hukum lainnya yang dimiliki negara yang dituangkan dalam berita acara serah terima barang setelah Peraturan Daerah ditetapkan.

      (2)

      Penyertaan Modal Pemerintah Daerah atas Barang Milik Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 73 ayat (1) huruf c dilaksanakan dengan tata cara:

    65. Pengguna Barang mengajukan usul Penyertaan Modal Pemerintah Daerah selain tanah dan/atau bangunan kepada Pengelola Barang disertai pertimbangan, kelengkapan data, dan hasil pengkajian tim intern instansi Pengguna Barang;

    66. Pengelola Barang meneliti dan mengkaji usul Penyertaan Modal Pemerintah Daerah yang diajukan oleh Pengguna Barang berdasarkan pertimbangan dan syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 72;

    67. apabila memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, Pengelola Barang dapat menyetujui usul Penyertaan Modal Pemerintah Daerah selain tanah dan/atau bangunan yang diajukan oleh Pengguna Barang sesuai batas kewenangannya;

    68. Pengelola Barang menyiapkan Rancangan Peraturan Daerah tentang Penyertaan Modal Pemerintah Daerah dengan melibatkan instansi terkait;

    69. Pengelola Barang menyampaikan Rancangan Peraturan Daerah kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah untuk ditetapkan; dan

    70. Pengguna Barang melakukan serah terima barang kepada Badan Usaha Milik Negara/Daerah atau badan hukum lainnya yang dimiliki negara yang dituangkan dalam berita acara serah terima barang setelah Peraturan Daerah ditetapkan.

      Pasal 76

      Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan Pemindahtanganan Barang Milik Negara diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. BAB X PEMUSNAHAN


      Pasal 77

      Pemusnahan Barang Milik Negara/Daerah dilakukan dalam hal:


    71. Barang Milik Negara/Daerah tidak dapat digunakan, tidak dapat dimanfaatkan, dan/atau tidak dapat dipindahtangankan; atau

    72. terdapat alasan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

      Pasal 78
      (1)

      Pemusnahan dilaksanakan oleh:


    73. Pengguna Barang setelah mendapat persetujuan Pengelola Barang, untuk Barang Milik Negara; atau

    74. Pengguna Barang setelah mendapat persetujuan Gubernur/Bupati/Walikota, untuk Barang Milik Daerah.

      (2)

      Pelaksanaan Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam berita acara dan dilaporkan kepada:

    75. Pengelola Barang, untuk Barang Milik Negara; atau

    76. Gubernur/Bupati/Walikota, untuk Barang Milik Daerah.

      Pasal 79

      Pemusnahan dilakukan dengan cara dibakar, dihancurkan, ditimbun, ditenggelamkan atau cara lain sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.


      Pasal 80

      Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan Pemusnahan Barang Milik Negara diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. BAB XI PENGHAPUSAN


      Pasal 81

      Penghapusan meliputi:


    77. Penghapusan dari Daftar Barang Pengguna dan/atau Daftar Barang Kuasa Pengguna; dan

    78. Penghapusan dari Daftar Barang Milik Negara/Daerah.

      Pasal 82
      (1)

      Penghapusan dari Daftar Barang Pengguna dan/atau Daftar Barang Kuasa Pengguna sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 huruf a, dilakukan dalam hal Barang Milik Negara/Daerah sudah tidak berada dalam penguasaan Pengguna Barang dan/atau Kuasa Pengguna Barang.

      (2)

      Penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menerbitkan keputusan Penghapusan dari:


    79. Pengguna Barang setelah mendapat persetujuan dari Pengelola Barang, untuk Barang Milik Negara; atau

    80. Pengelola Barang setelah mendapat persetujuan Gubernur/Bupati/Walikota, untuk Barang Milik Daerah.

      (3)

      Dikecualikan dari ketentuan mendapat persetujuan Penghapusan dari Pengelola Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan Gubernur/ Bupati/Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, untuk Barang Milik Negara/Daerah yang dihapuskan karena:

    81. Pengalihan Status Penggunaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21;

    82. Pemindahtanganan; atau

    83. Pemusnahan.

      (4)

      Gubernur/Bupati/Walikota dapat mendelegasikan persetujuan Penghapusan Barang Milik Daerah berupa barang persediaan kepada Pengelola Barang.

      (5)

      Pelaksanaan Penghapusan Barang Milik Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan ayat (3) dilaporkan kepada Pengelola Barang.

      (6)

      Pelaksanaan Penghapusan Barang Milik Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan ayat (4) dilaporkan kepada Gubernur/Bupati/Walikota. Pasal 83

      (1)

      Penghapusan dari Daftar Barang Milik Negara/Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 81 huruf b dilakukan dalam hal Barang Milik Negara/Daerah tersebut sudah beralih kepemilikannya, terjadi Pemusnahan, atau karena sebab lain.

      (2)

      Penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan:

    84. berdasarkan keputusan dan/atau laporan Penghapusan dari Pengguna Barang, untuk Barang Milik Negara/Daerah yang berada pada Pengguna Barang;

    85. berdasarkan keputusan Pengelola Barang, untuk Barang Milik Negara yang berada pada Pengelola Barang; atau

    86. berdasarkan keputusan Gubernur/Bupati/Walikota, untuk Barang Milik Daerah yang berada pada Pengelola Barang. BAB XII PENATAUSAHAAN Bagian Kesatu Pembukuan

      Pasal 84
      (1)

      Pengelola Barang harus melakukan pendaftaran dan pencatatan Barang Milik Negara/Daerah yang berada di bawah penguasaannya ke dalam Daftar Barang Pengelola menurut penggolongan dan kodefikasi barang.

      (2)

      Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang harus melakukan pendaftaran dan pencatatan Barang Milik Negara/Daerah yang status penggunaannya berada pada Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang ke dalam Daftar Barang Pengguna/Daftar Barang Kuasa Pengguna menurut penggolongan dan kodefikasi barang.

      (3)

      Pengelola Barang menghimpun Daftar Barang Pengguna/ Daftar Barang Kuasa Pengguna sebagaimana dimaksud pada ayat (2).

      (4)

      Pengelola Barang menyusun Daftar Barang Milik Negara/Daerah berdasarkan himpunan Daftar Barang Pengguna/Daftar Barang Kuasa Pengguna sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan Daftar Barang Pengelola menurut penggolongan dan kodefikasi barang.

      (5)

      Penggolongan dan kodefikasi Barang Milik Negara ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

      (6)

      Penggolongan dan kodefikasi Barang Milik Daerah ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri setelah mendapat pertimbangan Menteri Keuangan. Bagian Kedua Inventarisasi


      Pasal 85
      (1)

      Pengguna Barang melakukan Inventarisasi Barang Milik Negara/Daerah paling sedikit 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.

      (2)

      Dalam hal Barang Milik Negara/Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa persediaan dan konstruksi dalam pengerjaan, Inventarisasi dilakukan oleh Pengguna Barang setiap tahun.

      (3)

      Pengguna Barang menyampaikan laporan hasil Inventarisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) kepada Pengelola Barang paling lama 3 (tiga) bulan setelah selesainya Inventarisasi.


      Pasal 86

      Pengelola Barang melakukan Inventarisasi Barang Milik Negara/Daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang berada dalam penguasaannya paling sedikit 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun. Bagian Ketiga Pelaporan


      Pasal 87
      (1)

      Kuasa Pengguna Barang harus menyusun Laporan Barang Kuasa Pengguna Semesteran dan Tahunan sebagai bahan untuk menyusun neraca satuan kerja untuk disampaikan kepada Pengguna Barang.

      (2)

      Pengguna Barang menghimpun Laporan Barang Kuasa Pengguna Semesteran dan Tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai bahan penyusunan Laporan Barang Pengguna Semesteran dan Tahunan.

      (3)

      Laporan Barang Pengguna sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan sebagai bahan untuk menyusun neraca Kementerian/Lembaga/satuan kerja perangkat daerah untuk disampaikan kepada Pengelola Barang.


      Pasal 88
      (1)

      Pengelola Barang harus menyusun Laporan Barang Pengelola Semesteran dan Tahunan.

      (2)

      Pengelola Barang harus menghimpun Laporan Barang Pengguna Semesteran dan Tahunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 87 ayat (2) serta Laporan Barang Pengelola sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai bahan penyusunan Laporan Barang Milik Negara/Daerah.

      (3)

      Laporan Barang Milik Negara/Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan sebagai bahan untuk menyusun neraca Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah.


      Pasal 89
      (1)

      Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan pembukuan, Inventarisasi, dan pelaporan Barang Milik Negara diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

      (2)

      Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan pembukuan, Inventarisasi, dan pelaporan Barang Milik Daerah diatur dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri. BAB XIII PEMBINAAN, PENGAWASAN, DAN PENGENDALIAN Bagian Kesatu Pembinaan


      Pasal 90
      (1)

      Menteri Keuangan melakukan pembinaan pengelolaan Barang Milik Negara dan menetapkan kebijakan pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah.

      (2)

      Kebijakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas kebijakan umum Barang Milik Negara/Daerah dan/atau kebijakan teknis Barang Milik Negara.

      (3)

      Menteri Dalam Negeri melakukan pembinaan pengelolaan Barang Milik Daerah dan menetapkan kebijakan sesuai dengan kebijakan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2). Bagian Kedua Pengawasan dan Pengendalian


      Pasal 91

      Pengawasan dan Pengendalian Barang Milik Negara/Daerah dilakukan oleh:


    87. Pengguna Barang melalui pemantauan dan penertiban; dan/atau b. Pengelola Barang melalui pemantauan dan investigasi.

      Pasal 92
      (1)

      Pengguna Barang melakukan pemantauan dan penertiban terhadap Penggunaan, Pemanfaatan, Pemindahtanganan, Penatausahaan, pemeliharaan, dan pengamanan Barang Milik Negara/Daerah yang berada di dalam penguasaannya.

      (2)

      Pelaksanaan pemantauan dan penertiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk kantor/satuan kerja dilaksanakan oleh Kuasa Pengguna Barang.

      (3)

      Pengguna Barang dan Kuasa Pengguna Barang dapat meminta aparat pengawasan intern Pemerintah untuk melakukan audit tindak lanjut hasil pemantauan dan penertiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2).

      (4)

      Pengguna Barang dan Kuasa Pengguna Barang menindaklanjuti hasil audit sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan.


      Pasal 93

      Pengguna Barang menetapkan indikator kinerja di bidang pengelolaan Barang Milik Negara pada unit yang membidangi pengelolaan Barang Milik Negara.


      Pasal 94
      (1)

      Pengelola Barang melakukan pemantauan dan investigasi atas pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, dan Pemindahtanganan Barang Milik Negara/Daerah, dalam rangka penertiban Penggunaan, Pemanfaatan, dan Pemindahtanganan Barang Milik Negara/Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

      (2)

      Pemantauan dan investigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditindaklanjuti oleh Pengelola Barang dengan meminta aparat pengawasan intern Pemerintah untuk melakukan audit atas pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, dan Pemindahtanganan Barang Milik Negara/Daerah.

      (3)

      Hasil audit sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Pengelola Barang untuk ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


      Pasal 95
      (1)

      Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan pengawasan dan pengendalian atas Barang Milik Negara diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

      (2)

      Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaksanaan pengawasan dan pengendalian atas Barang Milik Daerah diatur dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri. BAB XIV PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA OLEH BADAN LAYANAN UMUM


      Pasal 96
      (1)

      Barang Milik Negara/Daerah yang digunakan oleh Badan Layanan Umum/Badan Layanan Umum Daerah merupakan kekayaan negara/daerah yang tidak dipisahkan untuk menyelenggarakan kegiatan Badan Layanan Umum/Badan Layanan Umum Daerah yang bersangkutan.

      (2)

      Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengikuti ketentuan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini dan peraturan pelaksanaannya, kecuali terhadap barang yang dikelola dan/atau dimanfaatkan sepenuhnya untuk menyelenggarakan kegiatan pelayanan umum sesuai dengan tugas dan fungsi Badan Layanan Umum/Badan Layanan Umum Daerah, diatur tersendiri dalam Peraturan Pemerintah tentang Badan Layanan Umum dan peraturan pelaksanaannya.


      Pasal 97

      Pengelola Barang dapat membentuk Badan Layanan Umum dan/atau menggunakan jasa Pihak Lain dalam pelaksanaan Pemanfaatan dan Pemindahtanganan Barang Milik Negara. BAB XV BARANG MILIK NEGARA/DAERAH BERUPA RUMAH NEGARA


      Pasal 98
      (1)

      Rumah Negara merupakan Barang Milik Negara/Daerah yang diperuntukkan sebagai tempat tinggal atau hunian dan sarana pembinaan serta menunjang pelaksanaan tugas pejabat negara dan/atau pegawai negeri.

      (2)

      Pengelolaan Barang Milik Negara berupa Rumah Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pengelola Barang, Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang, atau Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang rumah negara golongan III dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai Rumah Negara.

      (3)

      Pengelolaan Barang Milik Daerah berupa Rumah Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Gubernur/Bupati/Walikota dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai Rumah Negara.

      (4)

      Ketentuan mengenai tata cara Penggunaan, Pemindahtanganan, Penghapusan, Penatausahaan, pengawasan dan pengendalian Barang Milik Negara berupa Rumah Negara diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

      (5)

      Ketentuan mengenai tata cara Penggunaan, Pemindahtanganan, Penghapusan, Penatausahaan, pengawasan dan pengendalian Barang Milik Daerah berupa Rumah Negara diatur dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri. BAB XVI GANTI RUGI DAN SANKSI


      Pasal 99
      (1)

      Setiap kerugian Negara/daerah akibat kelalaian, penyalahgunaan atau pelanggaran hukum atas pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah diselesaikan melalui tuntutan ganti rugi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

      (2)

      Setiap pihak yang mengakibatkan kerugian Negara/ daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikenakan sanksi administratif dan/atau sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. BAB XVII KETENTUAN LAIN-LAIN


      Pasal 100
      (1)

      Pejabat atau pegawai yang melaksanakan pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah yang menghasilkan penerimaan Negara/Daerah dapat diberikan insentif.

      (2)

      Pejabat atau pegawai selaku pengurus barang dalam melaksanakan tugas rutinnya dapat diberikan tunjangan yang besarannya disesuaikan dengan kemampuan keuangan Negara/Daerah.

      (3)

      Pemberian insentif dan/atau tunjangan kepada pejabat atau pegawai yang melaksanakan pengelolaan Barang Milik Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

      (4)

      Pemberian insentif dan/atau tunjangan kepada pejabat atau pegawai yang melaksanakan pengelolaan Barang Milik Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Kepala Daerah sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri.


      Pasal 101
      (1)

      Pengelola Barang dapat mengenakan beban pengelolaan ( capital charge ) terhadap Barang Milik Negara pada Pengguna Barang.

      (2)

      Gubernur/Bupati/Walikota dapat mengenakan beban pengelolaan ( capital charge ) terhadap Barang Milik Daerah pada Pengguna Barang.

      (3)

      Ketentuan lebih lanjut mengenai beban pengelolaan ( capital charge ) terhadap Barang Milik Negara diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.


      Pasal 102

      Menteri Keuangan dapat memberikan alternatif bentuk lain pengelolaan Barang Milik Negara atas permohonan persetujuan Penggunaan, Pemanfaatan, dan Pemindahtanganan dari Pengguna Barang.


      Pasal 103

      Pengelolaan Barang Milik Negara yang berasal dari badan khusus yang dibentuk dalam rangka penyehatan perbankan, diatur tersendiri dengan Peraturan Menteri Keuangan.


      Pasal 104

      Pengelolaan kekayaan Negara tertentu yang berasal dari perolehan lainnya yang sah diatur tersendiri dengan Peraturan Menteri Keuangan.


      Pasal 105

      Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan Barang Milik Daerah diatur dengan Peraturan Daerah berpedoman pada kebijakan pengelolaan Barang Milik Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 ayat (3). BAB XVIII KETENTUAN PERALIHAN


      Pasal 106
      (1)

      Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku:


    88. Pemanfaatan Barang Milik Negara yang telah terjadi dan belum mendapat persetujuan dari pejabat yang berwenang, Pengelola Barang dapat menerbitkan persetujuan terhadap kelanjutan Pemanfaatan Barang Milik Negara dengan ketentuan Pengguna Barang menyampaikan permohonan persetujuan untuk sisa waktu Pemanfaatan sesuai dengan perjanjian kepada Pengelola Barang, dengan melampirkan:

  52. usulan kontribusi dari Pemanfaatan Barang Milik Negara; dan

  53. laporan hasil audit aparat pengawasan intern Pemerintah.

    1. Pemanfaatan Barang Milik Daerah yang telah terjadi dan belum mendapat persetujuan dari pejabat yang berwenang, Gubernur/Bupati/Walikota dapat menerbitkan persetujuan terhadap kelanjutan Pemanfaatan Barang Milik Daerah dengan ketentuan Pengelola Barang menyampaikan permohonan persetujuan untuk sisa waktu Pemanfaatan sesuai dengan perjanjian kepada Gubernur/Bupati/Walikota, dengan melampirkan:

  54. usulan kontribusi dari Pemanfaatan Barang Milik Daerah; dan

  55. laporan hasil audit aparat pengawasan intern Pemerintah.

    1. Tukar Menukar Barang Milik Negara yang telah dilaksanakan tanpa persetujuan pejabat berwenang dan barang pengganti telah tersedia seluruhnya, dilanjutkan dengan serah terima Barang Milik Negara dengan aset pengganti antara Pengguna Barang dengan mitra Tukar Menukar dengan ketentuan:

  56. Pengguna Barang memastikan nilai barang pengganti sekurang-kurangnya sama dengan nilai Barang Milik Negara yang dipertukarkan; dan

  57. Pengguna Barang membuat pernyataan bertanggung jawab penuh atas pelaksanaan Tukar Menukar tersebut.

    1. Tukar Menukar Barang Milik Daerah yang telah dilaksanakan tanpa persetujuan pejabat berwenang dan barang pengganti telah tersedia seluruhnya, dilanjutkan dengan serah terima Barang Milik Daerah dengan aset pengganti antara Pengelola Barang dengan mitra Tukar Menukar dengan ketentuan:

  58. Pengelola Barang memastikan nilai barang pengganti sekurang-kurangnya sama dengan nilai Barang Milik Daerah yang dipertukarkan; dan

  59. Pengelola Barang membuat pernyataan bertanggung jawab penuh atas pelaksanaan Tukar Menukar tersebut.

    (2)

    Menteri Keuangan dapat menerbitkan persetujuan Penghapusan atas Barang Milik Negara yang telah diserahterimakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c berdasarkan permohonan dari Pengguna Barang.

    (3)

    Gubernur/Bupati/Walikota dapat menerbitkan persetujuan Penghapusan atas Barang Milik Daerah yang telah diserahterimakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d berdasarkan permohonan dari Pengelola Barang.

    (4)

    Segala akibat hukum yang menyertai pelaksanaan Pemanfaatan sebelum diberikannya persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b serta pelaksanaan Tukar Menukar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan huruf d sepenuhnya menjadi tanggung jawab para pihak dalam Pemanfaatan atau Tukar Menukar tersebut.

    Pasal 107

    Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku:

    1. seluruh kegiatan Perencanaan Kebutuhan dan penganggaran, pengadaan, Penggunaan, Pemanfaatan, pengamanan dan pemeliharaan, Penilaian, Penghapusan, Pemindahtanganan, Penatausahaan, dan pembinaan, pengawasan dan pengendalian Barang Milik Negara/Daerah yang telah mendapatkan persetujuan dan/atau penetapan dari pejabat berwenang, dinyatakan tetap berlaku dan proses penyelesaiannya dilaksanakan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan sebelum Peraturan Pemerintah ini berlaku;

    2. seluruh kegiatan Perencanaan Kebutuhan dan penganggaran, pengadaan, Penggunaan, Pemanfaatan, pengamanan dan pemeliharaan, Penilaian, Penghapusan, Pemindahtanganan, Penatausahaan, dan pembinaan, pengawasan dan pengendalian Barang Milik Negara/Daerah yang belum mendapat persetujuan dan/atau penetapan dari pejabat berwenang, proses penyelesaiannya dilaksanakan berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah ini;

    3. ketentuan mengenai Pemanfaatan Barang Milik Negara yang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai jenis dan tarif atas jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kementerian/Lembaga, harus menyesuaikan dengan pelaksanaan Pemanfaatan Barang Milik Negara sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini dalam waktu paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak Peraturan Pemerintah ini diundangkan;

    4. penetapan nilai atas Barang Milik Negara yang berasal dari Daftar Isian Kegiatan, Daftar Isian Proyek, atau Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Kementerian/Lembaga yang telah dipergunakan dan/atau dioperasikan oleh Badan Usaha Milik Negara dan telah tercatat pada Neraca Badan Usaha Milik Negara sebagai bantuan Pemerintah yang belum ditetapkan statusnya atau akun yang sejenis sebelum Peraturan Pemerintah ini berlaku, yang ditetapkan untuk dijadikan Penyertaan Modal Pemerintah pada Badan Usaha Milik Negara tersebut, menggunakan:


  60. nilai wajar yang didasarkan pada hasil Penilaian oleh Penilai, untuk Barang Milik Negara berupa tanah; atau

  61. nilai hasil review oleh aparat pengawasan intern Pemerintah, untuk Barang Milik Negara selain tanah.

    Pasal 108
    (1)

    Dalam hal Peraturan Pemerintah tentang Badan Layanan Umum dan/atau peraturan pelaksanaannya belum mengatur pengelolaan dan/atau Pemanfaatan Barang Milik Negara/Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 96 ayat (2), pengelolaan dan pemanfaatannya berpedoman pada ketentuan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini.

    (2)

    Perjanjian Kerja Sama Pemanfaatan Barang Milik Negara/Daerah yang telah dilaksanakan oleh Badan Layanan Umum/Daerah sebelum Peraturan Pemerintah ini berlaku, dinyatakan berlaku dengan ketentuan wajib disesuaikan dengan Peraturan Pemerintah ini paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak Peraturan Pemerintah ini diundangkan. BAB XIX KETENTUAN PENUTUP


    Pasal 109

    Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4609) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4855), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.


    Pasal 110
    (1)

    Peraturan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/ Daerah dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan peraturan yang baru berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.

    (2)

    Peraturan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah harus disesuaikan paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak Peraturan Pemerintah ini diundangkan.


    Pasal 111

    Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 24 April 2014 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. AMIR SYAMSUDIN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2014 NOMOR 92 PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA/DAERAH I. UMUM 1. Dasar Pemikiran Penyelenggaraan pemerintahan negara dan pemerintahan daerah yang efektif dan efisien sangat membutuhkan tersedianya sarana dan prasarana yang memadai yang terkelola dengan baik dan efisien, sejalan dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, bahwa Menteri Keuangan sebagai pembantu Presiden dalam bidang Keuangan Negara bertindak sebagai Chief Financial Officer (CFO) Pemerintah Republik Indonesia yang berwenang dan bertanggungjawab atas pengelolaan aset dan kewajiban negara secara nasional. Kewenangan dan tanggung jawab Menteri Keuangan dalam pengelolaan aset negara, dituangkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah mengatur mengenai Perencanaan Kebutuhan dan penganggaran, pengadaan, Penggunaan, Pemanfaatan, pengamanan dan pemeliharaan, Penilaian, Penghapusan, Pemindahtanganan, Penatausahaan, pembinaan, pengawasan dan pengendalian. Lingkup pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah tersebut merupakan siklus logistik yang lebih terinci sebagai penjabaran dari siklus logistik sebagaimana yang diamanatkan dalam penjelasan Pasal 49 ayat (6) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Dalam pelaksanaannya, pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah semakin berkembang dan kompleks, belum dapat dilaksanakan secara optimal karena adanya beberapa permasalahan yang muncul serta adanya praktik pengelolaan yang penanganannya belum dapat dilaksanakan dengan Peraturan Pemerintah tersebut. Berkenaan dengan hal tersebut di atas, maka Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah perlu dilakukan penggantian untuk menjawab permasalahan dan praktik yang belum tertampung dalam Peraturan Pemerintah tersebut.


  1. Gambaran Umum a. Ruang Lingkup Ruang lingkup Barang Milik Negara/Daerah dalam Peraturan Pemerintah ini mengacu pada pengertian Barang Milik Negara/ Daerah berdasarkan rumusan dalam Pasal 1 angka 10 dan angka 11 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Pengaturan mengenai lingkup Barang Milik Negara/Daerah dalam Peraturan Pemerintah ini dibatasi pada pengertian Barang Milik Negara/Daerah yang bersifat berwujud, namun sepanjang belum diatur lain, Peraturan Pemerintah ini juga melingkupi Barang Milik Negara/Daerah yang bersifat tak berwujud sebagai kelompok Barang Milik Negara/Daerah selain tanah dan/atau bangunan. Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah meliputi Perencanaan Kebutuhan dan penganggaran, pengadaan, Penggunaan, Pemanfaatan, pengamanan dan pemeliharaan, Penilaian, Pemindahtanganan, Pemusnahan, Penghapusan, Penatausahaan, dan pembinaan, pengawasan dan pengendalian. Lingkup pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah tersebut merupakan siklus logistik yang lebih terinci sebagai penjabaran dari siklus logistik sebagaimana yang diamanatkan dalam penjelasan Pasal 49 ayat (6) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara yang disesuaikan dengan siklus perbendaharaan.
    1. Pejabat Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah Pada dasarnya pengadaan Barang Milik Negara/Daerah dimaksudkan untuk digunakan dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, sehingga apabila terdapat Barang Milik Negara/Daerah yang tidak digunakan dalam penyelenggaraan tugas dan fungsi Pengguna Barang wajib diserahkan kepada Pengelola Barang. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 mengatur bahwa Pengguna Barang wajib menyerahkan Barang Milik Negara/Daerah yang tidak digunakan untuk menyelenggarakan tugas dan fungsi Pengguna Barang ( idle ) kepada Pengelola Barang. Dalam ketentuan ini, Pengelola Barang bersifat pasif dan dalam pelaksanaan tanggung jawab ini harus didahului dengan pelaksanaan Inventarisasi dan audit. Ketentuan ini dalam pelaksanaannya kurang mampu meminimalkan Barang Milik Negara/Daerah idle . Untuk mengembalikan maksud awal dari pengadaan Barang Milik Negara, maka Menteri Keuangan selaku Pengelola Barang perlu secara proaktif melakukan langkah-langkah penataan Barang Milik Negara yang tidak digunakan untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi pemerintahan, dan dalam pelaksanaannya dapat mendelegasikan sebagian dari kewenangan yang dimiliki tersebut. Hal dimaksud berlaku pula bagi Gubernur/Bupati/Walikota dalam pengelolaan Barang Milik Daerah.

    2. Perencanaan Kebutuhan, Penganggaran, dan Pengadaan Barang Milik Negara/Daerah Perencanaan Barang Milik Negara/Daerah merupakan kegiatan yang dilaksanakan untuk menghubungkan antara ketersediaan Barang Milik Negara/Daerah sebagai hasil pengadaan yang telah lalu dengan keadaan yang sedang berjalan dalam rangka meningkatkan efisiensi pengelolaan keuangan negara. Perencanaan Barang Milik Negara/Daerah harus dapat mencerminkan kebutuhan riil Barang Milik Negara/Daerah pada Kementerian/Lembaga/satuan kerja perangkat daerah, sehingga dapat dijadikan dasar dalam penyusunan rencana kebutuhan Barang Milik Negara/Daerah pada rencana kerja dan anggaran Kementerian/Lembaga/satuan kerja perangkat daerah. Perencanaan Barang Milik Negara/Daerah selanjutnya akan menjadi dasar dalam Perencanaan Kebutuhan, penganggaran, dan pengadaan Barang Milik Negara/Daerah. Rencana kebutuhan Barang Milik Negara/Daerah disusun dengan mempertimbangkan pemenuhan kebutuhan dengan mekanisme pembelian (solusi aset), Pinjam Pakai, Sewa, sewa beli (solusi non aset) atau mekanisme lainnya yang dianggap lebih efektif dan efisien sesuai kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan Negara/Daerah.

    3. Penggunaan Barang Milik Negara/Daerah Barang Milik Negara/Daerah yang sedang digunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan tidak dapat dipindahtangankan. Barang Milik Negara/Daerah harus ditetapkan status penggunaannya pada Pengguna Barang. Barang Milik Negara/Daerah yang telah ditetapkan status penggunaannya pada Pengguna Barang dapat dialihkan status penggunaannya kepada Pengguna Barang lainnya atau digunakan sementara oleh Pengguna Barang lainnya.

    4. Penatausahaan Barang Milik Negara/Daerah Penatausahaan Barang Milik Negara/Daerah meliputi kegiatan pembukuan, Inventarisasi, dan pelaporan. Tertibnya Penatausahaan Barang Milik Negara/Daerah dapat sekaligus mewujudkan pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah yang tertib, efektif, dan optimal. Penatausahaan Barang Milik Negara/Daerah dilaksanakan dengan berpedoman pada kebijakan umum Penatausahan Barang Milik Negara/Daerah yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Hasil Penatausahaan Barang Milik Negara/Daerah digunakan dalam rangka penyusunan neraca Pemerintah Pusat/Daerah, Perencanaan Kebutuhan, pengadaan dan pemeliharaan Barang Milik Negara/Daerah yang secara langsung akan menjadi bahan dalam penyusunan rencana kerja dan anggaran Kementerian/Lembaga/ satuan kerja perangkat daerah dan perencanaan Barang Milik Negara/Daerah. Pelaporan Barang Milik Negara/Daerah disusun menurut perkiraan neraca yang terdiri dari aset lancar, aset tetap dan aset lainnya. Aset lancar berupa persediaan, aset tetap berupa tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan irigasi dan jaringan, aset tetap lainnya dan konstruksi dalam pengerjaan. Aset lainnya terdiri dari aset tak berwujud, aset kemitraan dengan pihak ketiga dan aset tetap yang dihentikan dari penggunaan operasional pemerintahan.

    5. Pengamanan dan Pemeliharaan Barang Milik Negara/Daerah Pengamanan dan Pemeliharaan Barang Milik Negara/Daerah dilaksanakan secara bersama-sama oleh Pengelola Barang/Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang sesuai dengan kewenangan masing- masing. Pengamanan Barang Milik Negara/Daerah dilaksanakan untuk terciptanya tertib administrasi, tertib fisik dan tertib hukum dalam pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah.

    6. Penilaian Barang Milik Negara/Daerah Penilaian Barang Milik Negara/Daerah dilaksanakan dalam rangka mendapatkan nilai wajar. Penilaian Barang Milik Negara/Daerah dilakukan dalam rangka penyusunan neraca pemerintah, Pemanfaatan dan Pemindahtanganan Barang Milik Negara/Daerah. Dalam kondisi tertentu, Barang Milik Negara/Daerah yang telah ditetapkan nilainya dalam neraca Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah, dapat dilakukan Penilaian kembali.

    7. Pemanfaatan dan Pemindahtanganan Barang Milik Negara/Daerah Barang Milik Negara/Daerah berupa tanah dan/atau bangunan yang tidak digunakan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan tidak sedang dimanfaatkan wajib diserahkan kepada Pengelola Barang. Pemanfaatan dan Pemindahtanganan Barang Milik Negara/Daerah dilakukan dalam rangka optimalisasi pendayagunaan Barang Milik Negara/Daerah dan untuk mendukung pengelolaan keuangan Negara/Daerah.

    8. Pemusnahan Barang Milik Negara/Daerah Pemusnahan Barang Milik Negara/Daerah dilakukan dalam hal Barang Milik Negara/Daerah sudah tidak dapat digunakan, tidak dapat dimanfaatkan, atau alasan lainnya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Pemusnahan Barang Milik Negara/Daerah harus mempertimbangkan tidak adanya unsur kerugian bagi Negara/Daerah dan kesejahteraan masyarakat.

    9. Penghapusan Barang Milik Negara/Daerah Penghapusan Barang Milik Negara/Daerah merupakan kegiatan akhir dari pelaksanaan pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, sebagai upaya untuk membersihkan pembukuan dan laporan Barang Milik Negara/Daerah dari catatan atas Barang Milik Negara/Daerah yang sudah tidak berada dalam penguasaan Pengelola Barang/Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang dengan selalu memperhatikan asas-asas dalam pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. II. PASAL DEMI PASAL

      Pasal 1

      Cukup jelas.


      Pasal 2

      Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Termasuk dalam ketentuan ini meliputi hibah/sumbangan atau yang sejenis dari negara/lembaga internasional dalam kerangka penanganan bencana. Huruf b Termasuk dalam ketentuan ini antara lain barang yang diperoleh dari kontrak karya, kontrak bagi hasil, kontrak kerja sama dan perjanjian dengan negara lain/lembaga internasional serta kerja sama Pemerintah dengan badan usaha dalam penyediaan infrastruktur. Huruf c Termasuk dalam ketentuan ini antara lain Barang Milik Negara yang diperoleh dari aset asing/cina, benda berharga asal muatan kapal yang tenggelam, barang rampasan, dan barang tegahan kepabeanan. Huruf d Cukup jelas.


      Pasal 3

      Cukup jelas.


      Pasal 4

      Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan “kewenangan dan tanggung jawab tertentu” antara lain mengenai penetapan status Penggunaan Barang Milik Negara selain tanah dan/atau bangunan yang tidak mempunyai dokumen kepemilikan atau dengan nilai tertentu, dan Pemindahtanganan Barang Milik Negara tertentu. Ayat (4) Cukup jelas.


      Pasal 5

      Cukup jelas.


      Pasal 6

      Cukup jelas.


      Pasal 7

      Ayat (1) Yang dimaksud dengan “kepala kantor” adalah pemimpin dari unit yang mempunyai anggaran/Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) dalam lingkungan Kementerian/Lembaga. Termasuk kepala kantor antara lain Sekretaris Jenderal, Inspektur Jenderal, Direktur Jenderal, Kepala Kantor Wilayah, dan Kepala Kantor Satuan Kerja. Ayat (2) Cukup jelas.


      Pasal 8

      Cukup jelas.


      Pasal 9

      Ayat (1) Yang dimaksud dengan “ketersediaan Barang Milik Negara/Daerah yang ada” adalah Barang Milik Negara/Daerah, baik yang ada di Pengelola Barang maupun Pengguna Barang. Ayat (2) Perencanaan pengadaan dibuat dengan mempertimbangkan pengadaan barang melalui mekanisme pembelian, Pinjam Pakai, Sewa, sewa beli ( leasing ), atau mekanisme lainnya yang lebih efektif dan efisien sesuai kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan Negara/Daerah. Perencanaan pemeliharaan, Pemanfaatan, Pemindahtanganan, dan Penghapusan Barang Milik Negara/Daerah dapat dilakukan untuk periode 1 (satu) tahun dan 3 (tiga) tahun. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas.


      Pasal 10

      Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Termasuk data barang pada Pengguna Barang dan/atau Pengelola Barang adalah laporan Pengguna Barang semesteran, laporan Pengguna Barang tahunan, laporan Pengelola Barang semesteran, laporan Pengelola Barang tahunan, dan sensus barang serta laporan Barang Milik Negara/Daerah semesteran dan tahunan.


      Pasal 11

      Cukup jelas.


      Pasal 12

      Cukup jelas.


      Pasal 13

      Cukup jelas.


      Pasal 14

      Cukup jelas.


      Pasal 15

      Cukup jelas.


      Pasal 16

      Ayat (1) Yang dimaksud dengan Barang Milik Negara selain tanah dan/atau bangunan dengan kondisi tertentu antara lain Barang Milik Negara yang tidak mempunyai bukti kepemilikan atau dengan nilai tertentu. Ayat (2) Yang dimaksud dengan Barang Milik Daerah selain tanah dan/atau bangunan dengan kondisi tertentu antara lain Barang Milik Daerah yang tidak mempunyai bukti kepemilikan atau dengan nilai tertentu.


      Pasal 17

      Ayat (1) Huruf a Usul Penggunaan meliputi Barang Milik Negara yang digunakan oleh Pengguna Barang untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi. Huruf b Penetapan status Penggunaan Barang Milik Negara oleh Pengelola Barang disertai dengan pencatatan Barang Milik Negara tersebut dalam Daftar Barang Pengguna oleh Pengguna Barang. Ayat (2) Huruf a Usul Penggunaan meliputi Barang Milik Daerah yang digunakan oleh Pengguna Barang untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi. Huruf b Penetapan status Penggunaan Barang Milik Daerah oleh Gubernur/Bupati/Walikota disertai dengan pencatatan Barang Milik Daerah tersebut dalam Daftar Barang Pengguna oleh Pengguna Barang. Ayat (3) Yang dimaksud “kondisi tertentu” antara lain atas permohonan instansi lain seperti Pengadilan dan Badan Pertanahan Nasional, dan penetapan Barang Milik Negara yang berasal dari perolehan lainnya yang sah.


      Pasal 18

      Cukup jelas.


      Pasal 19

      Ayat (1) Persetujuan Pengelola Barang sekurang-kurangnya memuat mengenai wewenang dan tanggung jawab Pengguna Barang dan Pengguna Barang sementara. Ayat (2) Persetujuan Gubernur/Bupati/Walikota sekurang-kurangnya memuat mengenai wewenang dan tanggung jawab Pengguna Barang dan Pengguna Barang sementara.


      Pasal 20

      Cukup jelas.


      Pasal 21

      Cukup jelas.


      Pasal 22

      Cukup jelas.


      Pasal 23

      Cukup jelas.


      Pasal 24

      Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Termasuk dalam pengertian “sumber lain” antara lain hasil pelaksanaan pengawasan dan pengendalian yang dilakukan oleh Pengelola Barang atau Gubernur/Bupati/Walikota dan laporan dari masyarakat. Ayat (4) Cukup jelas.


      Pasal 25

      Cukup jelas.


      Pasal 26

      Ayat (1) Huruf a Barang Milik Negara yang berada dalam penguasaan Pengelola Barang dapat berupa tanah dan/atau bangunan, sebagian tanah dan/atau bangunan, dan selain tanah dan/atau bangunan. Huruf b Barang Milik Daerah yang berada dalam penguasaan Pengelola Barang antara lain tanah dan/atau bangunan yang diserahkan kepada Pengelola Barang. Huruf c Barang Milik Negara yang berada dalam penguasaan Pengguna Barang dapat berupa tanah dan/atau bangunan, sebagian tanah dan/atau bangunan, dan selain tanah dan/atau bangunan. Huruf d Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan ”pertimbangan teknis” antara lain berkenaan dengan kondisi atau keadaan Barang Milik Negara/Daerah dan rencana Penggunaan.


      Pasal 27

      Cukup jelas.


      Pasal 28

      Ayat (1) Huruf a Barang Milik Negara yang berada pada Pengelola Barang dapat berupa tanah dan/atau bangunan, sebagian tanah dan/atau bangunan, dan selain tanah dan/atau bangunan. Huruf b Barang Milik Daerah yang berada pada Pengelola Barang antara lain tanah dan/atau bangunan yang diserahkan kepada Pengelola Barang. Huruf c Barang Milik Negara yang berada pada Pengguna Barang dapat berupa tanah dan/atau bangunan, sebagian tanah dan/atau bangunan, dan selain tanah dan/atau bangunan. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas.


      Pasal 29

      Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Huruf a Yang dimaksud dengan “kerja sama infrastruktur” adalah penyediaan infrastruktur sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Yang dimaksud dengan “ditentukan lain dalam Undang-Undang” seperti jangka waktu Sewa rumah susun. Ayat (4) Yang dimaksud dengan “formula tarif Sewa” adalah perhitungan nilai Sewa dengan cara mengalikan suatu indeks tertentu dengan nilai Barang Milik Negara/Daerah. Yang dimaksud dengan “besaran Sewa” adalah besaran nilai nominal Sewa Barang Milik Negara/Daerah yang ditentukan. Ayat (5) Yang dimaksud dengan “mempertimbangkan nilai keekonomian” antara lain dengan mempertimbangkan daya beli/kemampuan membayar ( ability to pay ) masyarakat dan/atau kemauan membayar ( willingness to pay ) masyarakat. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas. Ayat (8) Cukup jelas. Ayat (9) Cukup jelas. Ayat (10) Yang dimaksud dengan “kerja sama infrastruktur” adalah penyediaan infrastruktur sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang- undangan.


      Pasal 30

      Ayat (1) Tidak termasuk dalam pengertian Pinjam Pakai adalah pengalihan Penggunaan barang antar Pengguna Barang Milik Negara atau antar Pengguna Barang Milik Daerah. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas.


      Pasal 31

      Cukup jelas.


      Pasal 32

      Ayat (1) Huruf a Barang Milik Negara yang berada pada Pengelola Barang dapat berupa tanah dan/atau bangunan, sebagian tanah dan/atau bangunan, dan selain tanah dan/atau bangunan. Huruf b Barang Milik Daerah yang berada pada Pengelola Barang antara lain tanah dan/atau bangunan yang diserahkan kepada Pengelola Barang. Huruf c Barang Milik Negara yang berada pada Pengguna Barang dapat berupa tanah dan/atau bangunan, sebagian tanah dan/atau bangunan, dan selain tanah dan/atau bangunan. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas.


      Pasal 33

      Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Yang termasuk “Barang Milik Negara/Daerah yang bersifat khusus” antara lain:


    10. barang yang mempunyai spesifikasi tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

    11. barang yang memiliki tingkat kompleksitas khusus seperti bandar udara, pelabuhan laut, kilang, instalasi tenaga listrik, dan bendungan/waduk;

    12. barang yang dikerjasamakan dalam investasi yang berdasarkan perjanjian hubungan bilateral antar negara; atau

    13. barang lain yang ditetapkan oleh Pengelola Barang Milik Negara atau Gubernur/Bupati/Walikota. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Perhitungan besaran konstribusi pembagian keuntungan yang merupakan bagian Pemerintah Pusat/Daerah harus memperhatikan perbandingan nilai Barang Milik Negara/Daerah yang dijadikan objek Kerja Sama Pemanfaatan dan manfaat lain yang diterima Pemerintah Pusat/Daerah dengan nilai investasi mitra dalam Kerja Sama Pemanfaatan. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Cukup jelas. Huruf i Cukup jelas. Huruf j Cukup jelas. Huruf k Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Penetapan besaran kontribusi tetap dan pembagian keuntungan dilakukan dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan Badan Usaha Milik Negara/Daerah.

      Pasal 34

      Ayat (1) Huruf a Spesifikasi bangunan dan fasilitas pada pelaksanaan Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna disesuaikan dengan kebutuhan penyelenggaraan tugas dan fungsi pemerintahan pusat/daerah. Huruf b Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Keikutsertaan Pengguna Barang dalam pelaksanaan Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna dimulai dari tahap persiapan pembangunan, pelaksanaan pembangunan sampai dengan penyerahan hasil Bangun Guna Serah atau Bangun Serah Guna.


      Pasal 35

      Yang dimaksud dengan ”hasil” adalah bangunan beserta fasilitas yang telah diserahkan oleh mitra setelah berakhirnya jangka waktu yang diperjanjikan untuk Bangun Guna Serah atau setelah selesainya pembangunan untuk Bangun Serah Guna.


      Pasal 36

      Cukup jelas.


      Pasal 37

      Cukup jelas.


      Pasal 38

      Cukup jelas.


      Pasal 39

      Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Perpanjangan jangka waktu kerja sama hanya dapat dilakukan apabila terjadi government force majeure , seperti dampak kebijakan pemerintah yang disebabkan oleh terjadinya krisis ekonomi, politik, sosial, dan keamanan. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas. Ayat (8) Cukup jelas. Ayat (9) Cukup jelas.


      Pasal 40

      Pemilihan mitra yang dilakukan melalui seleksi langsung didasarkan pada pertimbangan kemanfaatan bagi negara/daerah.


      Pasal 41

      Cukup jelas.


      Pasal 42

      Cukup jelas.


      Pasal 43

      Cukup jelas.


      Pasal 44

      Cukup jelas.


      Pasal 45

      Cukup jelas.


      Pasal 46

      Ayat (1) Yang dimaksud dengan ”pemeliharaan” adalah suatu rangkaian kegiatan untuk menjaga kondisi dan memperbaiki semua Barang Milik Negara/Daerah agar selalu dalam keadaan baik dan layak serta siap digunakan secara berdaya guna dan berhasil guna. Ayat (2) Daftar Kebutuhan Pemeliharaan Barang merupakan bagian dari Daftar Kebutuhan Barang Milik Negara/Daerah. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas.


      Pasal 47

      Ayat (1) Yang dimaksud dengan ”secara berkala” adalah setiap enam bulan/per semester. Ayat (2) Cukup jelas.


      Pasal 48

      Cukup jelas.


      Pasal 49

      Cukup jelas.


      Pasal 50

      Ayat (1) Yang dimaksud dengan “Penilai Pemerintah” adalah Penilai Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Pemerintah yang diangkat oleh kuasa Menteri Keuangan serta diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk melakukan Penilaian, termasuk atas hasil penilaiannya secara independen. Yang dimaksud dengan “Penilai Publik” adalah Penilai selain Penilai Pemerintah yang mempunyai izin praktik Penilaian dan menjadi anggota asosiasi Penilai yang diakui oleh Pemerintah. Ayat (2) Yang dimaksud dengan “Penilai Pemerintah” adalah Penilai Pegawai Negeri Sipil di lingkungan pemerintah yang diangkat oleh kuasa Menteri Keuangan serta diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk melakukan Penilaian, termasuk atas hasil penilaiannya secara independen. Yang dimaksud dengan “Penilai Publik” adalah Penilai selain Penilai Pemerintah yang mempunyai izin praktik Penilaian dan menjadi anggota asosiasi Penilai yang diakui oleh Pemerintah. Ayat (3) Yang dimaksud dengan “nilai wajar” adalah estimasi harga yang akan diterima dari penjualan aset atau dibayarkan untuk penyelesaian kewajiban antara pelaku pasar yang memahami dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar pada tanggal Penilaian. Nilai wajar yang diperoleh dari hasil Penilaian menjadi tanggung jawab Penilai. Yang dimaksud dengan “ketentuan peraturan perundang-undangan” diantaranya ketentuan yang mengatur mengenai standar Penilaian. Ayat (4) Pengecualian Penjualan Barang Milik Negara dari ayat (3) dimaksudkan agar tujuan pembangunan rumah susun sederhana dapat tercapai namun kewajaran harga/nilai Barang Milik Negara tersebut masih diperhatikan. Ayat (5) Cukup jelas.


      Pasal 51

      Ayat (1) Yang dimaksud dengan ”tim” adalah panitia penaksir harga yang unsurnya terdiri dari instansi terkait. Yang dimaksud dengan ”Penilai” adalah Penilai Pemerintah atau Penilai Publik. Ayat (2) Yang dimaksud dengan ”tim” adalah panitia penaksir harga yang unsurnya terdiri dari instansi terkait. Yang dimaksud dengan ”Penilai” adalah Penilai Pemerintah atau Penilai Publik. Ayat (3) Yang dimaksud dengan “ketentuan peraturan perundang-undangan” diantaranya ketentuan yang mengatur mengenai standar Penilaian. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas.


      Pasal 52

      Ayat (1) Yang dimaksud dengan “Penilaian kembali” adalah proses revaluasi sesuai Standar Akuntansi Pemerintahan yang metode penilaiannya dilaksanakan sesuai standar Penilaian. Ayat (2) Yang dimaksud dengan “ketentuan Pemerintah yang berlaku secara nasional” adalah kebijakan yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk seluruh entitas Pemerintah Pusat. Ayat (3) Yang dimaksud dengan “ketentuan Pemerintah yang berlaku secara nasional” adalah kebijakan yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk seluruh entitas Pemerintah Daerah.


      Pasal 53

      Cukup jelas.


      Pasal 54

      Cukup jelas.


      Pasal 55

      Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Huruf a Tidak sesuai dengan tata ruang wilayah artinya pada lokasi Barang Milik Negara/Daerah berupa tanah dan/atau bangunan dimaksud terjadi perubahan peruntukan dan/atau fungsi kawasan wilayah, misalnya dari peruntukan wilayah perkantoran menjadi wilayah perdagangan. Tidak sesuai dengan penataan kota artinya atas Barang Milik Negara/Daerah berupa tanah dan/atau bangunan dimaksud perlu dilakukan penyesuaian, yang berakibat pada perubahan luas tanah dan/atau bangunan tersebut. Huruf b Yang dihapuskan adalah bangunan yang berdiri di atas tanah tersebut untuk dirobohkan yang selanjutnya didirikan bangunan baru di atas tanah yang sama (rekonstruksi) sesuai dengan alokasi anggaran yang telah disediakan dalam dokumen penganggaran. Huruf c Yang dimaksud dengan “tanah dan/atau bangunan diperuntukkan bagi pegawai negeri” adalah: - tanah dan/atau bangunan yang merupakan kategori Rumah Negara/daerah golongan III. - tanah, yang merupakan tanah kavling yang menurut perencanaan awalnya untuk pembangunan perumahan pegawai negeri. Huruf d Yang dimaksudkan dengan “kepentingan umum” adalah kegiatan yang menyangkut kepentingan bangsa dan negara, masyarakat luas, rakyat banyak/bersama, dan/atau kepentingan pembangunan, termasuk diantaranya kegiatan Pemerintah Pusat/Daerah dalam lingkup hubungan persahabatan antara negara/daerah dengan negara lain atau masyarakat/lembaga internasional. Kategori bidang kegiatan yang termasuk untuk kepentingan umum antara lain: - jalan umum termasuk akses jalan sesuai peraturan perundangan, jalan tol, dan rel kereta api; - saluran air minum/air bersih dan/atau saluran pembuangan air; - waduk, bendungan dan bangunan pengairan lainnya, termasuk saluran irigasi; - rumah sakit umum dan pusat kesehatan masyarakat; - pelabuhan, bandar udara, stasiun kereta api, atau terminal; - tempat ibadah; - sekolah atau lembaga pendidikan non komersial; - pasar umum; - fasilitas pemakaman umum; - fasilitas keselamatan umum, antara lain tanggul penanggulangan bahaya banjir, lahar dan lain-lain bencana; - sarana dan prasarana pos dan telekomunikasi; - sarana dan prasarana olahraga untuk umum; - stasiun penyiaran radio dan televisi beserta sarana pendukungnya untuk lembaga penyiaran publik; - kantor pemerintah, pemerintah daerah, perwakilan negara asing, Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan lembaga internasional di bawah naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa; - fasilitas Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan tugas dan fungsinya; - rumah susun sederhana; - tempat pembuangan sampah untuk umum; - cagar alam dan cagar budaya; - promosi budaya nasional; - pertamanan untuk umum; - panti sosial; - lembaga pemasyarakatan; dan - pembangkit, turbin, transmisi, dan distribusi tenaga listrik termasuk instalasi pendukungnya yang merupakan satu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan. Huruf e Cukup jelas.


      Pasal 56

      Cukup jelas.


      Pasal 57

      Cukup jelas.


      Pasal 58

      Cukup jelas.


      Pasal 59

      Cukup jelas.


      Pasal 60

      Yang dimaksud dengan “tidak digunakan/dimanfaatkan” adalah Barang Milik Negara/Daerah tidak digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan tugas dan fungsi Kementerian/Lembaga/satuan kerja perangkat daerah atau tidak dimanfaatkan oleh pihak lain.


      Pasal 61

      Ayat (1) Yang dimaksud dengan ”lelang” adalah Penjualan Barang Milik Negara/Daerah yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi, yang didahului dengan pengumuman lelang dan harus dilakukan di hadapan pejabat lelang. Ayat (2) Huruf a Yang termasuk ”Barang Milik Negara/Daerah yang bersifat khusus” adalah barang-barang yang diatur secara khusus sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundangan, misalnya Rumah Negara golongan III yang dijual kepada penghuni. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Yang dimaksud dengan “nilai limit” adalah harga minimal barang yang akan dilelang dan ditetapkan oleh Pengelola Barang/Pengguna Barang selaku penjual. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas.


      Pasal 62

      Cukup jelas.


      Pasal 63

      Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Yang dimaksud dengan “sesuai batas kewenangan” adalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55, Pasal 57, dan Pasal 58 Peraturan Pemerintah ini. Huruf f Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Yang dimaksud dengan “sesuai batas kewenangan” adalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 dan Pasal 59 Peraturan Pemerintah ini. Huruf d Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas.


      Pasal 64

      Ayat (1) Tukar Menukar ditempuh apabila pemerintah tidak dapat menyediakan tanah dan/atau bangunan pengganti. Ayat (2) Yang dimaksud dengan “swasta” adalah pihak swasta, baik yang berbentuk badan hukum maupun perorangan. Ayat (3) Yang dimaksud dengan “swasta” adalah pihak swasta, baik yang berbentuk badan hukum maupun perorangan.


      Pasal 65

      Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Tanah dan/atau bangunan yang berada di Pengguna Barang antara lain tanah dan/atau bangunan yang masih dipergunakan untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi Pengguna Barang tetapi tidak sesuai dengan tata ruang wilayah atau penataan kota. Huruf c Cukup jelas Ayat (2) Yang dimaksud dengan “sesuai batas kewenangan” adalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 dan Pasal 57 Peraturan Pemerintah ini. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas.


      Pasal 66

      Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan “sesuai batas kewenangan” adalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55, Pasal 57, dan Pasal 58 Peraturan Pemerintah ini. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas.


      Pasal 67

      Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Yang dimaksud dengan “sesuai batas kewenangan” adalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 dan Pasal 59 Peraturan Pemerintah ini. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas.


      Pasal 68

      Ayat (1) Yang dimaksud dengan “penyelenggaraan pemerintahan negara/daerah” adalah termasuk hubungan antar negara, hubungan antar daerah, hubungan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah, hubungan antara Pemerintah Pusat/Pemerintah Daerah dengan masyarakat/lembaga internasional, dan pelaksanaan kegiatan yang menunjang penyelenggaraan tugas dan fungsi Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas.


      Pasal 69

      Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Tanah dan/atau bangunan yang berada pada Pengguna Barang antara lain tanah dan/atau bangunan yang dari awal pengadaannya direncanakan untuk dihibahkan sesuai yang tercantum dalam dokumen penganggaran. Yang dimaksud dengan “dokumen penganggaran” meliputi antara lain Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/ Lembaga (RKA-KL) atau Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA). Huruf c Yang dimaksud dengan “Barang Milik Negara/Daerah selain tanah dan/atau bangunan” meliputi:


    14. Barang Milik Negara/Daerah selain tanah dan/atau bangunan yang dari awal pengadaannya untuk dihibahkan;

    15. Barang Milik Negara/Daerah selain tanah dan/atau bangunan yang lebih optimal apabila dihibahkan. Ayat (2) Yang dimaksud dengan “sesuai batas kewenangan” adalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 dan Pasal 57 Peraturan Pemerintah ini. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas.

      Pasal 70

      Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan ”sesuai batas kewenangan” adalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55, Pasal 57, dan Pasal 58 Peraturan Pemerintah ini. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Yang dimaksud dengan ”sesuai batas kewenangan” adalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55, Pasal 57, dan Pasal 58 Peraturan Pemerintah ini. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas.


      Pasal 71

      Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Yang dimaksud dengan ”sesuai batas kewenangan” adalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 dan Pasal 59 Peraturan Pemerintah ini. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas.


      Pasal 72

      Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan “dokumen anggaran” meliputi antara lain Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-KL) atau Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA). Huruf b Cukup jelas.


      Pasal 73

      Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Tanah dan/atau bangunan yang berada pada Pengguna Barang antara lain tanah dan/atau bangunan yang dari awal pengadaannya direncanakan untuk disertakan sebagai modal Pemerintah Pusat/Daerah sesuai yang tercantum dalam dokumen penganggaran. Yang dimaksud dengan “dokumen penganggaran” meliputi antara lain Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-KL) atau Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA). Huruf c Barang Milik Negara/Daerah selain tanah dan/atau bangunan yang dimaksud pada ayat ini meliputi:


    16. Barang Milik Negara/Daerah selain tanah dan/atau bangunan yang dari awal pengadaannya untuk disertakan sebagai modal Pemerintah Pusat/Daerah;

    17. Barang Milik Negara/Daerah selain tanah dan/atau bangunan yang lebih optimal untuk disertakan sebagai modal Pemerintah Pusat/Daerah. Ayat (2) Yang dimaksud dengan “sesuai batas kewenangan” adalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 dan Pasal 57 Peraturan Pemerintah ini. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas.

      Pasal 74

      Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan “sesuai batas kewenangan” adalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55, Pasal 57, dan Pasal 58 Peraturan Pemerintah ini. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Yang dimaksud dengan “sesuai batas kewenangan” adalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55, Pasal 57, dan Pasal 59 Peraturan Pemerintah ini. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas.


      Pasal 75

      Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Yang dimaksud dengan ”sesuai batas kewenangan” adalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 dan Pasal 59 Peraturan Pemerintah ini. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas.


      Pasal 76

      Cukup jelas.


      Pasal 77

      Cukup jelas.


      Pasal 78

      Cukup jelas.


      Pasal 79

      Cukup jelas.


      Pasal 80

      Cukup jelas.


      Pasal 81

      Cukup jelas.


      Pasal 82

      Ayat (1) Barang Milik Negara/Daerah sudah tidak berada dalam penguasaan Pengguna Barang dan/atau Kuasa Pengguna Barang disebabkan karena:


    18. penyerahan kepada Pengelola Barang;

    19. pengalihan status Penggunaan Barang Milik Negara/Daerah selain tanah dan/atau bangunan kepada Pengguna Barang lain;

    20. Pemindahtanganan atas Barang Milik Negara/Daerah selain tanah dan/atau bangunan kepada Pihak Lain;

    21. putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dan sudah tidak ada upaya hukum lainnya;

    22. menjalankan ketentuan undang-undang;

    23. Pemusnahan; atau

    g. sebab lain antara lain karena hilang, kecurian, terbakar, susut, menguap, dan mencair. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan “Barang Milik Negara tertentu” antara lain berupa barang persediaan dan alat utama sistem persenjataan. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Pasal 83 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “beralihnya kepemilikan” antara lain karena atas Barang Milik Negara/Daerah dimaksud telah terjadi Pemindahtanganan atau dalam rangka menjalankan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan sudah tidak ada upaya hukum lainnya. Yang dimaksud dengan “karena sebab lain” antara lain karena hilang, kecurian, terbakar, susut, menguap, dan mencair. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 84 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Dalam Daftar Barang Milik Negara/Daerah termasuk Barang Milik Negara/Daerah yang dimanfaatkan oleh Pihak Lain. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Pasal 85 Cukup jelas. Pasal 86 Cukup jelas. Pasal 87 Cukup jelas Pasal 88 Cukup jelas. Pasal 89 Cukup jelas. Pasal 90 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “kebijakan” adalah kebijakan yang dikeluarkan oleh Menteri Keuangan secara tertulis, baik dalam bentuk Peraturan/Keputusan Menteri Keuangan maupun surat Menteri Keuangan, yang memuat prinsip pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 91 Cukup jelas. Pasal 92 Cukup jelas. Pasal 93 Cukup jelas. Pasal 94 Cukup jelas. Pasal 95 Cukup jelas. Pasal 96 Ayat (1) Yang dimaksud dengan “Badan Layanan Umum” adalah instansi di lingkungan Pemerintah Pusat/Daerah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan “sepenuhnya untuk menyelenggarakan kegiatan pelayanan umum sesuai dengan tugas dan fungsi” adalah bahwa layanan yang dilaksanakan oleh Badan Layanan Umum/Badan Layanan Umum Daerah harus sesuai dengan dan tidak bergeser dari tugas dan fungsi Badan Layanan Umum/Badan Layanan Umum Daerah yang bersangkutan. Seluruh penerimaan dari pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah selain yang dikelola dan/atau dimanfaatkan sepenuhnya untuk menyelenggarakan tugas dan fungsi kegiatan Badan Layanan Umum/Badan Layanan Umum Daerah yang bersangkutan wajib disetorkan ke Kas Umum Negara/Daerah sebagai penerimaan negara/daerah. Pasal 97 Pembentukan Badan Layanan Umum dan/atau penggunaan jasa Pihak Lain dimaksudkan agar pelaksanaan Pemanfaatan dan Pemindahtanganan dapat dilaksanakan secara lebih profesional. Pasal 98 Cukup jelas. Pasal 99 Cukup jelas. Pasal 100 Cukup jelas. Pasal 101 Cukup jelas. Pasal 102 Cukup jelas. Pasal 103 Cukup jelas. Pasal 104 Yang dimaksud dengan “kekayaan negara tertentu” antara lain aset bekas milik asing/cina, aset yang berasal dari kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi, mineral dan batubara, dan panas bumi, barang tegahan kepabeanan dan cukai, barang yang berasal dari benda berharga asal muatan kapal yang tenggelam, barang yang diperoleh/dirampas berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, barang gratifikasi yang diserahkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi, barang eks Bank Dalam Likuidasi, Bank Beku Operasi dan Bank Beku Kegiatan Usaha, dan barang Hibah dalam rangka penanggulangan bencana. Pasal 105 Cukup jelas. Pasal 106 Cukup jelas. Pasal 107 Cukup jelas. Pasal 108 Cukup jelas. Pasal 109 Cukup jelas. Pasal 110 Cukup jelas. Pasal 111 Cukup jelas.

Webmentions

Anda dapat memberikan tanggapan atas peraturan ini dengan like, retweet/repost pada tweet yang mencantumkan tautan pada laman ini.

Tanggapan (0):