Kepelabuhan

Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009

Kerangka<< >>

pelayaran... pelayaran... PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 78, Pasal 89, Pasal 95, Pasal 99, Pasal 108, Pasal 112 ayat (2), Pasal 113, dan Pasal 210 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Kepelabuhanan; Mengingat :

  1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

  2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4849); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG KEPELABUHANAN. BAB I KETENTUAN UMUM

    Pasal 1

    Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:


  3. Pelabuhan adalah tempat yang terdiri atas daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan pengusahaan yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, naik turun penumpang, dan/atau bongkar muat barang, berupa terminal dan tempat berlabuh kapal yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan 8. Pelabuhan... pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra-dan antarmoda transportasi.

  4. Kepelabuhanan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan pelaksanaan fungsi pelabuhan untuk menunjang kelancaran, keamanan, dan ketertiban arus lalu lintas kapal, penumpang dan/atau barang, keselamatan dan keamanan berlayar, tempat perpindahan intra-dan/atau antarmoda serta mendorong perekonomian nasional dan daerah dengan tetap memperhatikan tata ruang wilayah.

  5. Tatanan Kepelabuhanan Nasional adalah suatu sistem kepelabuhanan yang memuat peran, fungsi, jenis, hierarki pelabuhan, Rencana Induk Pelabuhan Nasional, dan lokasi pelabuhan serta keterpaduan intra-dan antarmoda serta keterpaduan dengan sektor lainnya.

  6. Pelabuhan Utama adalah pelabuhan yang fungsi pokoknya melayani kegiatan angkutan laut dalam negeri dan internasional, alih muat angkutan laut dalam negeri dan internasional dalam jumlah besar, dan sebagai tempat asal tujuan penumpang dan/atau barang, serta angkutan penyeberangan dengan jangkauan pelayanan antarprovinsi.

  7. Pelabuhan Pengumpul adalah pelabuhan yang fungsi pokoknya melayani kegiatan angkutan laut dalam negeri, alih muat angkutan laut dalam negeri dalam jumlah menengah, dan sebagai tempat asal tujuan penumpang dan/atau barang, serta angkutan penyeberangan dengan jangkauan pelayanan antarprovinsi.

  8. Pelabuhan Pengumpan adalah pelabuhan yang fungsi pokoknya melayani kegiatan angkutan laut dalam negeri, alih muat angkutan laut dalam negeri dalam jumlah terbatas, merupakan pengumpan bagi pelabuhan utama dan pelabuhan pengumpul, dan sebagai tempat asal tujuan penumpang dan/atau barang, serta angkutan penyeberangan dengan jangkauan pelayanan dalam provinsi.

  9. Pelabuhan Laut adalah pelabuhan yang dapat digunakan untuk melayani kegiatan angkutan laut dan/atau angkutan penyeberangan yang terletak di laut atau di sungai.

  10. Daerah...

  11. Pelabuhan Sungai dan Danau adalah pelabuhan yang digunakan untuk melayani angkutan sungai dan danau yang terletak di sungai dan danau.

  12. Penyelenggara Pelabuhan adalah otoritas pelabuhan atau unit penyelenggara pelabuhan.

  13. Otoritas Pelabuhan ( Port Authority ) adalah lembaga pemerintah di pelabuhan sebagai otoritas yang melaksanakan fungsi pengaturan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan kepelabuhanan yang diusahakan secara komersial.

  14. Unit Penyelenggara Pelabuhan adalah lembaga pemerintah di pelabuhan sebagai otoritas yang melaksanakan fungsi pengaturan, pengendalian, pengawasan kegiatan kepelabuhanan, dan pemberian pelayanan jasa kepelabuhanan untuk pelabuhan yang belum diusahakan secara komersial.

  15. Angkutan Laut adalah kegiatan angkutan yang menurut kegiatannya melayani kegiatan angkutan laut.

  16. Angkutan Penyeberangan adalah angkutan yang berfungsi sebagai jembatan yang menghubungkan jaringan jalan dan/atau jaringan jalur kereta api yang dipisahkan oleh perairan untuk mengangkut penumpang dan kendaraan beserta muatannya.

  17. Angkutan Sungai dan Danau adalah kegiatan angkutan dengan menggunakan kapal yang dilakukan di sungai, danau, waduk, rawa, banjir kanal, dan terusan untuk mengangkut penumpang dan/atau barang yang diselenggarakan oleh perusahaan angkutan sungai dan danau.

  18. Rencana Induk Pelabuhan Nasional adalah pengaturan ruang kepelabuhanan nasional yang memuat tentang kebijakan pelabuhan, rencana lokasi dan hierarki pelabuhan secara nasional yang merupakan pedoman dalam penetapan lokasi, pembangunan, pengoperasian, dan pengembangan pelabuhan.

  19. Rencana Induk Pelabuhan adalah pengaturan ruang pelabuhan berupa peruntukan rencana tata guna tanah dan perairan di Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan.

  20. Hak...

  21. Daerah Lingkungan Kerja adalah wilayah perairan dan daratan pada pelabuhan atau terminal khusus yang digunakan secara langsung untuk kegiatan pelabuhan.

  22. Daerah Lingkungan Kepentingan adalah perairan di sekeliling Daerah Lingkungan Kerja perairan pelabuhan yang dipergunakan untuk menjamin keselamatan pelayaran.

  23. Terminal adalah fasilitas pelabuhan yang terdiri atas kolam sandar dan tempat kapal bersandar atau tambat, tempat penumpukan, tempat menunggu dan naik turun penumpang, dan/atau tempat bongkar muat barang.

  24. Terminal Khusus adalah terminal yang terletak di luar Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan yang merupakan bagian dari pelabuhan terdekat untuk melayani kepentingan sendiri sesuai dengan usaha pokoknya.

  25. Terminal untuk Kepentingan Sendiri adalah terminal yang terletak di dalam Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan yang merupakan bagian dari pelabuhan untuk melayani kepentingan sendiri sesuai dengan usaha pokoknya.

  26. Pengelola Terminal Khusus adalah badan usaha tertentu sesuai dengan usaha pokoknya.

  27. Kolam Sandar adalah perairan yang merupakan bagian dari kolam pelabuhan yang digunakan untuk kepentingan operasional menyandarkan/menambatkan kapal di dermaga.

  28. Kolam Pelabuhan adalah perairan di depan dermaga yang digunakan untuk kepentingan operasional sandar dan olah gerak kapal.

  29. Tata Ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.

  30. Penataan Ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. BAB II...

  31. Hak Pengelolaan Atas Tanah adalah hak yang diberikan kepada Pemerintah, pemerintah daerah, atau badan usaha milik negara yang dapat digunakan untuk kepentingan pihak lain.

  32. Syahbandar adalah pejabat Pemerintah di pelabuhan yang diangkat oleh Menteri dan memiliki kewenangan tertinggi untuk menjalankan dan melakukan pengawasan terhadap dipenuhinya ketentuan peraturan perundang-undangan untuk menjamin keselamatan dan keamanan pelayaran.

  33. Badan Usaha Pelabuhan adalah badan usaha yang kegiatan usahanya khusus di bidang pengusahaan terminal dan fasilitas pelabuhan lainnya.

  34. Konsesi adalah pemberian hak oleh penyelenggara pelabuhan kepada Badan Usaha Pelabuhan untuk melakukan kegiatan penyediaan dan/atau pelayanan jasa kepelabuhanan tertentu dalam jangka waktu tertentu dan kompensasi tertentu.

  35. Setiap Orang adalah orang perseorangan atau korporasi.

  36. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

  37. Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati/walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

  38. Menteri adalah menteri yang membidangi urusan pelayaran.

    Pasal 2

    Peraturan Pemerintah ini mengatur mengenai Tatanan Kepelabuhanan Nasional, Rencana Induk Pelabuhan serta Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan, penyelenggaraan kegiatan di pelabuhan, pembangunan dan pengoperasian pelabuhan, terminal khusus dan terminal untuk kepentingan sendiri, penarifan, pelabuhan dan terminal khusus yang terbuka bagi perdagangan luar negeri, dan sistem informasi pelabuhan. Pasal 5... BAB II TATANAN KEPELABUHANAN NASIONAL Bagian Kesatu Umum


    Pasal 3
    (1)

    Tatanan Kepelabuhanan Nasional diwujudkan dalam rangka penyelenggaraan pelabuhan yang andal dan berkemampuan tinggi, menjamin efisiensi, dan mempunyai daya saing global untuk menunjang pembangunan nasional dan daerah yang ber-Wawasan Nusantara.

    (2)

    Tatanan Kepelabuhanan Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan sistem kepelabuhanan secara nasional yang menggambarkan perencanaan kepelabuhanan berdasarkan kawasan ekonomi, geografi, dan keunggulan komparatif wilayah, serta kondisi alam.

    (3)

    Tatanan Kepelabuhanan Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat:

    1. peran, fungsi, jenis, dan hierarki pelabuhan;

    2. Rencana Induk Pelabuhan Nasional; dan

    3. lokasi pelabuhan. Bagian Kedua Peran, Fungsi, Jenis dan Hierarki Pelabuhan


    Pasal 4

    Pelabuhan memiliki peran sebagai:

    1. simpul dalam jaringan transportasi sesuai dengan hierarkinya;

    2. pintu gerbang kegiatan perekonomian;

    3. tempat kegiatan alih moda transportasi;

    4. penunjang kegiatan industri dan/atau perdagangan;

    5. tempat distribusi, produksi, dan konsolidasi muatan atau barang; dan

    6. mewujudkan Wawasan Nusantara dan kedaulatan negara. Pasal 8...


    Pasal 5

    Pelabuhan berfungsi sebagai tempat kegiatan:

    1. pemerintahan; dan

    2. pengusahaan.


    Pasal 6
    (1)

    Jenis pelabuhan terdiri atas:

    1. pelabuhan laut; dan

    2. pelabuhan sungai dan danau.

    (2)

    Pelabuhan laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a digunakan untuk melayani:

    1. angkutan laut; dan/atau

    2. angkutan penyeberangan.

    (3)

    Pelabuhan laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a secara hierarki terdiri atas:

    1. pelabuhan utama;

    2. pelabuhan pengumpul; dan

    3. pelabuhan pengumpan. Bagian Ketiga Rencana Induk Pelabuhan Nasional Paragraf 1 Umum


    Pasal 7
    (1)

    Rencana Induk Pelabuhan Nasional yang merupakan perwujudan dari Tatanan Kepelabuhanan Nasional digunakan sebagai pedoman dalam penetapan lokasi, pembangunan, pengoperasian, pengembangan pelabuhan, dan penyusunan Rencana Induk Pelabuhan.

    (2)

    Rencana Induk Pelabuhan Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kebijakan pengembangan pelabuhan secara nasional untuk jangka panjang.

    (2)

    Rencana...


    Pasal 8
    (1)

    Rencana Induk Pelabuhan Nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) memuat:

    1. kebijakan pelabuhan nasional; dan

    2. rencana lokasi dan hierarki pelabuhan.

    (2)

    Menteri menetapkan Rencana Induk Pelabuhan Nasional untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun.

    (3)

    Dalam menetapkan Rencana Induk Pelabuhan Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Menteri terlebih dahulu berkoordinasi dengan menteri yang terkait dengan kepelabuhanan.

    (4)

    Rencana Induk Pelabuhan Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.

    (5)

    Dalam hal terjadi perubahan kondisi lingkungan strategis akibat bencana yang ditetapkan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, Rencana Induk Pelabuhan Nasional dapat ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun. Paragraf 2 Kebijakan Pelabuhan Nasional


    Pasal 9

    Kebijakan pelabuhan nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf a memuat arah pengembangan pelabuhan, baik pelabuhan yang sudah ada maupun arah pembangunan pelabuhan yang baru, agar penyelenggaraan pelabuhan dapat saling bersinergi dan saling menunjang antara satu dan lainnya. Paragraf 3 Rencana Lokasi dan Hierarki Pelabuhan


    Pasal 10
    (1)

    Rencana lokasi pelabuhan yang akan dibangun disusun dengan berpedoman pada kebijakan pelabuhan nasional.

    1. kebijakan...

    (2)

    Rencana lokasi pelabuhan yang akan dibangun harus sesuai dengan:

    1. rencana tata ruang wilayah nasional, rencana tata ruang wilayah provinsi, dan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota;

    2. potensi dan perkembangan sosial ekonomi wilayah;

    3. potensi sumber daya alam; dan

    4. perkembangan lingkungan strategis, baik nasional maupun internasional.


    Pasal 11
    (1)

    Dalam penetapan rencana lokasi pelabuhan untuk pelabuhan utama yang digunakan untuk melayani angkutan laut selain harus sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) juga harus berpedoman pada:

    1. kedekatan secara geografis dengan tujuan pasar internasional;

    2. kedekatan dengan jalur pelayaran internasional;

    3. memiliki jarak tertentu dengan pelabuhan utama lainnya;

    4. memiliki luas daratan dan perairan tertentu serta terlindung dari gelombang;

    5. mampu melayani kapal dengan kapasitas tertentu;

    6. berperan sebagai tempat alih muat penumpang dan barang internasional; dan

    7. volume kegiatan bongkar muat dengan jumlah tertentu.

    (2)

    Dalam penetapan rencana lokasi pelabuhan untuk pelabuhan utama yang digunakan untuk melayani angkutan penyeberangan selain harus sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) juga harus berpedoman pada:

    1. jaringan jalan nasional; dan/atau

    2. jaringan jalur kereta api nasional.


    Pasal 12
    (1)

    Dalam penetapan rencana lokasi pelabuhan untuk pelabuhan pengumpul yang digunakan untuk melayani angkutan laut selain harus sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) juga harus berpedoman pada:

    (2)

    Dalam...

    1. kebijakan Pemerintah yang meliputi pemerataan pembangunan nasional dan meningkatkan pertumbuhan wilayah;

    2. mempunyai jarak tertentu dengan pelabuhan pengumpul lainnya;

    3. mempunyai jarak tertentu terhadap jalur/rute angkutan laut dalam negeri;

    4. memiliki luas daratan dan perairan tertentu serta terlindung dari gelombang;

    5. berdekatan dengan pusat pertumbuhan wilayah ibukota provinsi dan kawasan pertumbuhan nasional;

    6. mampu melayani kapal dengan kapasitas tertentu; dan g. volume kegiatan bongkar muat dengan jumlah tertentu.

    (2)

    Dalam penetapan rencana lokasi pelabuhan untuk pelabuhan pengumpul yang digunakan untuk melayani angkutan penyeberangan antarprovinsi dan/atau antarnegara selain harus sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) juga harus berpedoman pada:

    1. jaringan jalan nasional; dan/atau

    2. jaringan jalur kereta api nasional.


    Pasal 13
    (1)

    Dalam penetapan rencana lokasi pelabuhan untuk pelabuhan pengumpan regional yang digunakan untuk melayani angkutan laut selain harus sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) juga harus berpedoman pada:

    1. tata ruang wilayah provinsi dan pemerataan pembangunan antarprovinsi;

    2. tata ruang wilayah kabupaten/kota serta pemerataan dan peningkatan pembangunan kabupaten/kota;

    3. pusat pertumbuhan ekonomi daerah;

    4. jarak dengan pelabuhan pengumpan lainnya;

    5. luas daratan dan perairan;

    6. pelayanan penumpang dan barang antarkabupaten/kota dan/atau antarkecamatan dalam 1 (satu) kabupaten/kota; dan

    7. kemampuan pelabuhan dalam melayani kapal.


  39. antarkabupaten/kota...

    (2)

    Dalam penetapan rencana lokasi pelabuhan untuk pelabuhan pengumpan regional yang digunakan untuk melayani angkutan penyeberangan antarkabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi selain harus sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) juga harus berpedoman pada:

    1. jaringan jalan provinsi; dan/atau

    2. jaringan jalur kereta api provinsi. Pasal 14

    (1)

    Dalam penetapan rencana lokasi pelabuhan untuk pelabuhan pengumpan lokal yang digunakan untuk melayani angkutan laut selain harus sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) juga harus berpedoman pada:

    1. tata ruang wilayah kabupaten/kota dan pemerataan serta peningkatan pembangunan kabupaten/kota;

    2. pusat pertumbuhan ekonomi daerah;

    3. jarak dengan pelabuhan pengumpan lainnya;

    4. luas daratan dan perairan;

    5. pelayanan penumpang dan barang antarkabupaten/kota dan/atau antarkecamatan dalam 1 (satu) kabupaten/kota; dan

    6. kemampuan pelabuhan dalam melayani kapal.

    (2)

    Dalam penetapan rencana lokasi pelabuhan untuk pelabuhan pengumpan lokal yang digunakan untuk melayani angkutan penyeberangan dalam 1 (satu) kabupaten/kota selain harus sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) juga harus berpedoman pada:

    1. jaringan jalan kabupaten/kota; dan/atau

    2. jaringan jalur kereta api kabupaten/kota.

      Pasal 15

      Rencana lokasi pelabuhan sungai dan danau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b secara hierarki pelayanan angkutan sungai dan danau terdiri atas:


    3. pelabuhan sungai dan danau yang digunakan untuk melayani angkutan sungai dan danau; dan/atau

    4. pelabuhan sungai dan danau yang melayani angkutan penyeberangan:

  40. antarprovinsi dan/atau antarnegara; Pasal 18...

  41. antarkabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi; dan/atau 3. dalam 1 (satu) kabupaten/kota.

    Pasal 16

    Rencana lokasi pelabuhan sungai dan danau yang digunakan untuk melayani angkutan sungai dan danau dan/atau penyeberangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 disusun dengan berpedoman pada:

    1. kedekatan secara geografis dengan tujuan pasar nasional dan/atau internasional;

    2. memiliki jarak tertentu dengan pelabuhan lainnya;

    3. memiliki luas daratan dan perairan tertentu serta terlindung dari gelombang;

    4. mampu melayani kapal dengan kapasitas tertentu;

    5. berperan sebagai tempat alih muat penumpang dan barang internasional;

    6. volume kegiatan bongkar muat dengan jumlah tertentu;

    7. jaringan jalan yang dihubungkan; dan/atau

    8. jaringan jalur kereta api yang dihubungkan. Bagian Keempat Lokasi Pelabuhan


    Pasal 17
    (1)

    Penggunaan wilayah daratan dan perairan tertentu sebagai lokasi pelabuhan ditetapkan oleh Menteri sesuai dengan Rencana Induk Pelabuhan Nasional.

    (2)

    Lokasi pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan Rencana Induk Pelabuhan serta Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan.

    (3)

    Dalam penetapan oleh Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:

    1. titik koordinat geografis lokasi pelabuhan;

    2. nama lokasi pelabuhan; dan

    3. letak wilayah administratif.

    (2)

    Rencana...


    Pasal 18
    (1)

    Lokasi pelabuhan ditetapkan oleh Menteri berdasarkan permohonan dari Pemerintah atau pemerintah daerah.

    (2)

    Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilengkapi persyaratan yang terdiri atas:

    1. Rencana Induk Pelabuhan Nasional;

    2. rencana tata ruang wilayah provinsi;

    3. rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota;

    4. rencana Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan;

    5. hasil studi kelayakan mengenai:


  42. kelayakan teknis;

  43. kelayakan ekonomi;

  44. kelayakan lingkungan;

  45. pertumbuhan ekonomi dan perkembangan sosial daerah setempat;

  46. keterpaduan intra-dan antarmoda;

  47. adanya aksesibilitas terhadap hinterland ;

  48. keamanan dan keselamatan pelayaran; dan

  49. pertahanan dan keamanan.

    1. rekomendasi dari gubernur dan bupati/walikota.

      (3)

      Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri melakukan penelitian terhadap persyaratan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterimanya permohonan.

      (4)

      Dalam hal permohonan tidak memenuhi persyaratan, Menteri menyampaikan penolakan secara tertulis disertai dengan alasan penolakan.

      Pasal 19

      Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan lokasi pelabuhan diatur dengan Peraturan Menteri. BAB III RENCANA INDUK PELABUHAN, DAERAH LINGKUNGAN KERJA, DAN DAERAH LINGKUNGAN KEPENTINGAN PELABUHAN Bagian Kesatu Rencana Induk Pelabuhan


      Pasal 20

      (1)

      Setiap pelabuhan wajib memiliki Rencana Induk Pelabuhan.

      (2)

      Fasilitas...

      (2)

      Rencana Induk Pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun oleh penyelenggara pelabuhan dengan berpedoman pada:

    2. Rencana Induk Pelabuhan Nasional;

    3. rencana tata ruang wilayah provinsi;

    4. rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota;

    5. keserasian dan keseimbangan dengan kegiatan lain terkait di lokasi pelabuhan;

    6. kelayakan teknis, ekonomis, dan lingkungan; dan

    7. keamanan dan keselamatan lalu lintas kapal.

      (3)

      Jangka waktu perencanaan di dalam Rencana Induk Pelabuhan meliputi:

    8. jangka panjang yaitu di atas 15 (lima belas) tahun sampai dengan 20 (dua puluh) tahun;

    9. jangka menengah yaitu di atas 10 (sepuluh) tahun sampai dengan 15 (lima belas) tahun; dan

    10. jangka pendek yaitu 5 (lima) tahun sampai dengan 10 (sepuluh) tahun.

      Pasal 21
      (1)

      Rencana Induk Pelabuhan laut dan Rencana Induk Pelabuhan sungai dan danau meliputi rencana peruntukan wilayah daratan dan perairan.

      (2)

      Rencana peruntukan wilayah daratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan kriteria kebutuhan:


    11. fasilitas pokok; dan

    12. fasilitas penunjang.

      (3)

      Rencana peruntukan wilayah perairan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan kriteria kebutuhan:

    13. fasilitas pokok; dan

    14. fasilitas penunjang.

      Pasal 22
      (1)

      Rencana peruntukan wilayah daratan untuk Rencana Induk Pelabuhan laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) disusun berdasarkan kriteria kebutuhan:


    15. fasilitas pokok; dan

    16. fasilitas penunjang.

    17. perairan...

      (2)

      Fasilitas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:

    18. dermaga;

    19. gudang lini 1;

    20. lapangan penumpukan lini 1;

    21. terminal penumpang;

    22. terminal peti kemas;

    23. terminal ro-ro;

    24. fasilitas penampungan dan pengolahan limbah;

    25. fasilitas bunker ;

    26. fasilitas pemadam kebakaran;

    27. fasilitas gudang untuk Bahan/Barang Berbahaya dan Beracun (B3); dan

    28. fasilitas pemeliharaan dan perbaikan peralatan dan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran (SBNP).

      (3)

      Fasilitas penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:

    29. kawasan perkantoran;

    30. fasilitas pos dan telekomunikasi;

    31. fasilitas pariwisata dan perhotelan;

    32. instalasi air bersih, listrik, dan telekomunikasi;

    33. jaringan jalan dan rel kereta api;

    34. jaringan air limbah, drainase, dan sampah;

    35. areal pengembangan pelabuhan;

    36. tempat tunggu kendaraan bermotor;

    37. kawasan perdagangan;

    38. kawasan industri; dan

    39. fasilitas umum lainnya.

      Pasal 23
      (1)

      Rencana peruntukan wilayah perairan untuk Rencana Induk Pelabuhan laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) disusun berdasarkan kriteria kebutuhan:


    40. fasilitas pokok; dan

    41. fasilitas penunjang.

      (2)

      Fasilitas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:

    42. alur-pelayaran;

    43. perairan tempat labuh;

    44. kolam pelabuhan untuk kebutuhan sandar dan olah gerak kapal;

    45. instalasi...

    46. perairan tempat alih muat kapal;

    47. perairan untuk kapal yang mengangkut Bahan/Barang Berbahaya dan Beracun (B3);

    48. perairan untuk kegiatan karantina;

    49. perairan alur penghubung intrapelabuhan;

    50. perairan pandu; dan

    51. perairan untuk kapal pemerintah.

      (3)

      Fasilitas penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:

    52. perairan untuk pengembangan pelabuhan jangka panjang;

    53. perairan untuk fasilitas pembangunan dan pemeliharaan kapal;

    54. perairan tempat uji coba kapal (percobaan berlayar);

    55. perairan tempat kapal mati;

    56. perairan untuk keperluan darurat; dan

    57. perairan untuk kegiatan kepariwisataan dan perhotelan.

      Pasal 24
      (1)

      Rencana peruntukan wilayah daratan untuk Rencana Induk Pelabuhan sungai dan danau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) disusun berdasarkan kriteria kebutuhan:


    58. fasilitas pokok; dan

    59. fasilitas penunjang.

      (2)

      Fasilitas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:

    60. dermaga;

    61. lapangan penumpukan;

    62. terminal penumpang;

    63. fasilitas penampungan dan pengolahan limbah;

    64. fasilitas bunker ;

    65. fasilitas pemadam kebakaran; dan

    66. fasilitas penanganan Bahan/Barang Berbahaya dan Beracun (B3).

      (3)

      Fasilitas penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:

    67. perkantoran;

    68. fasilitas pos dan telekomunikasi;

    69. fasilitas pariwisata;

      (2)

      Fasilitas...

    70. instalasi air bersih, listrik, dan telekomunikasi;

    71. jaringan jalan dan rel kereta api;

    72. jaringan air limbah, drainase, dan sampah;

    73. areal pengembangan pelabuhan;

    74. tempat tunggu kendaraan bermotor;

    75. kawasan perdagangan;

    76. kawasan industri; dan

    77. fasilitas umum lainnya.

      Pasal 25
      (1)

      Rencana peruntukan wilayah perairan untuk Rencana Induk Pelabuhan sungai dan danau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) disusun berdasarkan kriteria kebutuhan:


    78. fasilitas pokok; dan

    79. fasilitas penunjang.

      (2)

      Fasilitas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:

    80. alur-pelayaran;

    81. areal tempat labuh;

    82. areal untuk kebutuhan sandar dan olah gerak kapal;

    83. areal untuk kapal yang mengangkut Bahan/Barang Berbahaya dan Beracun (B3); dan

    84. areal untuk kapal pemerintah.

      (3)

      Fasilitas penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:

    85. areal untuk pengembangan pelabuhan jangka panjang;

    86. areal untuk fasilitas pembangunan dan pemeliharaan kapal; dan

    87. areal untuk keperluan darurat.

      Pasal 26
      (1)

      Rencana peruntukan wilayah daratan untuk Rencana Induk Pelabuhan laut serta Rencana Induk Pelabuhan sungai dan danau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) yang digunakan untuk melayani angkutan penyeberangan disusun berdasarkan kriteria kebutuhan:


    88. fasilitas pokok; dan

    89. fasilitas penunjang.

      (3)

      Fasilitas...

      (2)

      Fasilitas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:

    90. terminal penumpang;

    91. penimbangan kendaraan bermuatan (angkutan barang);

    92. jalan penumpang keluar/masuk kapal ( gang way );

    93. perkantoran untuk kegiatan pemerintahan dan pelayanan jasa;

    94. fasilitas bunker ;

    95. instalasi air bersih, listrik, dan telekomunikasi;

    96. akses jalan dan/atau jalur kereta api;

    97. fasilitas pemadam kebakaran; dan

    98. tempat tunggu (lapangan parkir) kendaraan bermotor sebelum naik ke kapal.

      (3)

      Fasilitas penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:

    99. kawasan perkantoran untuk menunjang kelancaran pelayanan jasa kepelabuhanan;

    100. tempat penampungan limbah;

    101. fasilitas usaha yang menunjang kegiatan pelabuhan penyeberangan;

    102. areal pengembangan pelabuhan; dan

    103. fasilitas umum lainnya.

      Pasal 27
      (1)

      Rencana peruntukan wilayah perairan untuk Rencana Induk Pelabuhan laut serta Rencana Induk Pelabuhan sungai dan danau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) disusun berdasarkan kriteria kebutuhan:


    104. fasilitas pokok;

    105. fasilitas penunjang.

      (2)

      Fasilitas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:

    106. alur-pelayaran;

    107. fasilitas sandar kapal;

    108. perairan tempat labuh; dan

    109. kolam pelabuhan untuk kebutuhan sandar dan olah gerak kapal.

      (2)

      Wilayah...

      (3)

      Fasilitas penunjang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:

    110. perairan untuk pengembangan pelabuhan jangka panjang;

    111. perairan untuk fasilitas pembangunan dan pemeliharaan kapal;

    112. perairan tempat uji coba kapal (percobaan berlayar);

    113. perairan untuk keperluan darurat; dan

    114. perairan untuk kapal pemerintah.

      Pasal 28
      (1)

      Rencana Induk Pelabuhan ditetapkan oleh:


    115. Menteri untuk pelabuhan utama dan pelabuhan pengumpul;

    116. gubernur untuk pelabuhan pengumpan regional; atau

    117. bupati/walikota untuk pelabuhan pengumpan lokal serta pelabuhan sungai dan danau.

      (2)

      Menteri dalam menetapkan Rencana Induk Pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus terlebih dahulu mendapat rekomendasi dari gubernur dan bupati/walikota mengenai kesesuaian dengan tata ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota.

      (3)

      Gubernur dalam menetapkan Rencana Induk Pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b harus terlebih dahulu mendapat rekomendasi dari bupati/walikota mengenai kesesuaian dengan tata ruang wilayah kabupaten/kota.

      Pasal 29

      Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan dan penilaian Rencana Induk Pelabuhan diatur dengan Peraturan Menteri. Bagian Kedua Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan


      Pasal 30

      (1)

      Daerah Lingkungan Kerja pelabuhan terdiri atas:

    118. wilayah daratan;

    119. wilayah perairan.

      (3)

      Gubernur...

      (2)

      Wilayah daratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a digunakan untuk kegiatan fasilitas pokok dan fasilitas penunjang.

      (3)

      Wilayah perairan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b digunakan untuk kegiatan alur-pelayaran, tempat labuh, tempat alih muat antarkapal, kolam pelabuhan untuk kebutuhan sandar dan olah gerak kapal, kegiatan pemanduan, tempat perbaikan kapal, dan kegiatan lain sesuai dengan kebutuhan. Pasal 31

      (1)

      Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan merupakan perairan pelabuhan di luar Daerah Lingkungan Kerja perairan.

      (2)

      Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk:

    120. alur-pelayaran dari dan ke pelabuhan;

    121. keperluan keadaan darurat;

    122. penempatan kapal mati;

    123. percobaan berlayar;

    124. kegiatan pemanduan kapal;

    125. fasilitas pembangunan dan pemeliharaan kapal; dan

    126. pengembangan pelabuhan jangka panjang.

      Pasal 32
      (1)

      Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan ditetapkan oleh:


    127. Menteri untuk pelabuhan utama dan pelabuhan pengumpul;

    128. gubernur untuk pelabuhan pengumpan regional; atau

    129. bupati/walikota untuk pelabuhan pengumpan lokal serta pelabuhan sungai dan danau.

      (2)

      Menteri dalam menetapkan Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus terlebih dahulu mendapat rekomendasi dari gubernur dan bupati/walikota mengenai kesesuaian dengan tata ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota.

    130. melaksanakan...

      (3)

      Gubernur dalam menetapkan Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b harus terlebih dahulu mendapat rekomendasi dari bupati/walikota mengenai kesesuaian dengan tata ruang wilayah kabupaten/kota.

      Pasal 33

      Dalam penetapan batas Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) paling sedikit memuat:


    131. luas lahan daratan yang digunakan sebagai Daerah Lingkungan Kerja;

    132. luas perairan yang digunakan sebagai Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan;

    133. titik koordinat geografis sebagai batas Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan.

      Pasal 34
      (1)

      Daratan dan/atau perairan yang ditetapkan sebagai Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) dikuasai oleh negara dan diatur oleh penyelenggara pelabuhan.

      (2)

      Pada Daerah Lingkungan Kerja pelabuhan yang telah ditetapkan, diberikan hak pengelolaan atas tanah dan/atau penggunaan atau pemanfaatan perairan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


      Pasal 35
      (1)

      Berdasarkan penetapan Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1), pada Daerah Lingkungan Kerja pelabuhan, penyelenggara pelabuhan mempunyai kewajiban:


    134. memasang tanda batas sesuai dengan batas Daerah Lingkungan Kerja daratan yang telah ditetapkan;

    135. memasang papan pengumuman yang memuat informasi mengenai batas Daerah Lingkungan Kerja daratan pelabuhan; BAB IV...

    136. melaksanakan pengamanan terhadap aset yang dimiliki;

    137. menyelesaikan sertifikat hak pengelolaan atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

    138. memasang tanda batas sesuai dengan batas Daerah Lingkungan Kerja perairan yang telah ditetapkan;

    139. menginformasikan mengenai batas Daerah Lingkungan Kerja perairan pelabuhan kepada pelaku kegiatan kepelabuhanan;

    140. menyediakan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran;

    141. menyediakan dan memelihara kolam pelabuhan dan alur-pelayaran;

    142. menjamin dan memelihara kelestarian lingkungan; dan

    143. melaksanakan pengamanan terhadap aset yang dimiliki berupa fasilitas pelabuhan di perairan.

      (2)

      Berdasarkan penetapan Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1), pada Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan, penyelenggara pelabuhan mempunyai kewajiban:

    144. menjaga keamanan dan ketertiban;

    145. menyediakan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran;

    146. menyediakan dan memelihara alur-pelayaran;

    147. memelihara kelestarian lingkungan; dan

    148. melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap penggunaan daerah pantai.

      Pasal 36

      Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan dan penilaian Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 39... BAB IV PENYELENGGARAAN KEGIATAN DI PELABUHAN Bagian Kesatu Kegiatan Pemerintahan di Pelabuhan Paragraf 1 Umum


      Pasal 37
      (1)

      Kegiatan pemerintahan di pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a paling sedikit meliputi fungsi:


    149. pengaturan dan pembinaan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan kepelabuhanan; dan

    150. keselamatan dan keamanan pelayaran.

      (2)

      Selain kegiatan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada pelabuhan dapat dilakukan fungsi:

    151. kepabeanan;

    152. keimigrasian;

    153. kekarantinaan; dan/atau

    154. kegiatan pemerintahan lainnya yang bersifat tidak tetap.

      Pasal 38
      (1)

      Fungsi pengaturan dan pembinaan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan kepelabuhanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) huruf a dilaksanakan oleh penyelenggara pelabuhan.

      (2)

      Penyelenggara pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:


    155. Otoritas Pelabuhan pada pelabuhan yang diusahakan secara komersial; dan

    156. Unit Penyelenggara Pelabuhan pada pelabuhan yang belum diusahakan secara komersial.

      (3)

      Otoritas Pelabuhan dan Unit Penyelenggara Pelabuhan dapat membawahi 1 (satu) atau beberapa pelabuhan. Paragraf 2... Pasal 39

      (1)

      Fungsi keselamatan dan keamanan pelayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) huruf b dilaksanakan oleh Syahbandar.

      (2)

      Syahbandar dalam melaksanakan fungsi keselamatan dan keamanan pelayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pelaksanaan, pengawasan, dan penegakan hukum di bidang angkutan di perairan, kepelabuhanan, dan perlindungan lingkungan maritim di pelabuhan.

      (3)

      Selain melaksanakan fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Syahbandar membantu pelaksanaan pencarian dan penyelamatan di pelabuhan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 40

      (1)

      Untuk melaksanakan fungsi keselamatan dan keamanan pelayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) dan ayat (3) dibentuk kelembagaan Syahbandar.

      (2)

      Kelembagaan Syahbandar terdiri atas:

    157. Kepala Syahbandar;

    158. unsur kelaiklautan kapal;

    159. unsur kepelautan dan laik layar; dan

    160. unsur ketertiban dan patroli.

      (3)

      Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan organisasi dan tata kerja kelembagaan Syahbandar diatur oleh Menteri setelah berkoordinasi dengan Kementerian Negara yang membidangi urusan pendayagunaan aparatur negara.

      Pasal 41

      Fungsi kepabeanan, keimigrasian, kekarantinaan, dan/atau kegiatan pemerintahan lainnya yang bersifat tidak tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pasal 43... Paragraf 2 Otoritas Pelabuhan


      Pasal 42

      (1)

      Otoritas Pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2) huruf a dibentuk pada pelabuhan yang diusahakan secara komersial.

      (2)

      Otoritas Pelabuhan mempunyai tugas dan tanggung jawab:

    161. menyediakan lahan di daratan dan di perairan pelabuhan;

    162. menyediakan dan memelihara penahan gelombang, kolam pelabuhan, alur-pelayaran, dan jaringan jalan;

    163. menyediakan dan memelihara Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran;

    164. menjamin keamanan dan ketertiban di pelabuhan;

    165. menjamin dan memelihara kelestarian lingkungan di pelabuhan;

    166. menyusun Rencana Induk Pelabuhan serta Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan;

    167. mengusulkan tarif untuk ditetapkan Menteri, atas penggunaan perairan dan/atau daratan, dan fasilitas pelabuhan yang disediakan oleh Pemerintah serta jasa kepelabuhanan yang diselenggarakan oleh Otoritas Pelabuhan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

    168. menjamin kelancaran arus barang.

      (3)

      Selain tugas dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Otoritas Pelabuhan melaksanakan kegiatan penyediaan dan/atau pelayanan jasa kepelabuhanan yang diperlukan oleh pengguna jasa yang belum disediakan oleh Badan Usaha Pelabuhan.

      (4)

      Dalam kondisi tertentu pemeliharan penahan gelombang, kolam pelabuhan, alur-pelayaran, dan jaringan jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dapat dilaksanakan oleh Badan Usaha Pelabuhan atau pengelola terminal untuk kepentingan sendiri yang dituangkan dalam perjanjian konsesi. Pasal 45...

      Pasal 43

      Otoritas Pelabuhan membiayai kegiatan operasional pelabuhan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Paragraf 3 Unit Penyelenggara Pelabuhan


      Pasal 44

      (1)

      Unit Penyelenggara Pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2) huruf b dibentuk pada pelabuhan yang belum diusahakan secara komersial.

      (2)

      Unit Penyelenggara Pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk oleh dan bertanggung jawab kepada:

    169. Menteri untuk Unit Penyelenggara Pelabuhan Pemerintah; dan

    170. gubernur atau bupati/walikota untuk Unit Penyelenggara Pelabuhan pemerintah daerah.

      (3)

      Unit Penyelenggara Pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam melaksanakan fungsi pengaturan dan pembinaan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan kepelabuhanan, mempunyai tugas dan tanggung jawab:

    171. menyediakan dan memelihara penahan gelombang, kolam pelabuhan, dan alur-pelayaran;

    172. menyediakan dan memelihara Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran;

    173. menjamin keamanan dan ketertiban di pelabuhan;

    174. menjamin dan memelihara kelestarian lingkungan di pelabuhan;

    175. menyusun Rencana Induk Pelabuhan serta Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan;

    176. menjamin kelancaran arus barang; dan

    177. menyediakan fasilitas pelabuhan.

      (4)

      Dalam kondisi tertentu pemeliharaan penahan gelombang, kolam pelabuhan, dan alur-pelayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a dapat dilaksanakan oleh pengelola terminal untuk kepentingan sendiri yang dituangkan dalam perjanjian konsesi.

      (4)

      Kemampuan... Pasal 45

      (1)

      Kegiatan penyediaan dan/atau pelayanan jasa kepelabuhanan pada pelabuhan yang belum diusahakan secara komersial dilaksanakan oleh Unit Penyelenggara Pelabuhan.

      (2)

      Kegiatan penyediaan dan/atau pelayanan jasa kepelabuhanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat juga dilaksanakan oleh Badan Usaha Pelabuhan setelah mendapat konsesi dari Unit Penyelenggara Pelabuhan. Paragraf 4 Aparat Penyelenggara Pelabuhan

      Pasal 46

      Aparat penyelenggara pelabuhan terdiri atas:


    178. aparat Otoritas Pelabuhan; dan

    179. aparat Unit Penyelenggara Pelabuhan.

      Pasal 47
      (1)

      Aparat Otoritas Pelabuhan dan aparat Unit Penyelenggara Pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 merupakan Pegawai Negeri Sipil.

      (2)

      Aparat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memiliki kualifikasi dan kompetensi di bidang kepelabuhanan sesuai dengan kriteria yang ditetapkan.

      (3)

      Kemampuan dan kompetensi di bidang kepelabuhanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas:


    180. manajemen kepelabuhanan di bidang:

  50. perencanaan kepelabuhanan;

  51. operasional pelabuhan; dan/atau

  52. pemanduan.

    1. manajemen angkutan laut di bidang:

  53. bongkar muat;

  54. trayek kapal; dan/atau

  1. operasional kapal.
    1. pengetahuan kontraktual/perjanjian. Paragraf 6...

      (4)

      Kemampuan dan kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib dibuktikan dengan sertifikat keahlian yang diperoleh melalui pendidikan dan/atau pelatihan kepelabuhanan. Paragraf 5 Organisasi dan Tata Kerja Penyelenggara Pelabuhan Pasal 48

      (1)

      Otoritas Pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1) dipimpin oleh seorang kepala yang membawahi paling sedikit 3 (tiga) unsur, yaitu:

    2. unsur perencanaan dan pembangunan;

    3. unsur usaha kepelabuhanan; dan

    4. unsur operasi dan pengawasan.

      (2)

      Otoritas Pelabuhan dibentuk untuk 1 (satu) atau beberapa pelabuhan. Pasal 49

      (1)

      Unit Penyelenggara Pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) dipimpin oleh seorang kepala yang membawahi paling sedikit 3 (tiga) unsur, yaitu:

    5. unsur perencanaan dan pembangunan;

    6. unsur usaha kepelabuhanan; dan

    7. unsur operasi dan pengawasan.

      (2)

      Unit Penyelenggara Pelabuhan dibentuk untuk 1 (satu) atau beberapa pelabuhan.

      Pasal 50

      Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan organisasi dan tata kerja Otoritas Pelabuhan dan Unit Penyelenggara Pelabuhan diatur oleh Menteri setelah berkoordinasi dengan Kementerian Negara yang membidangi urusan pendayagunaan aparatur negara. Paragraf 6 Pasal 54... Tugas dan Tanggung Jawab Penyelenggara Pelabuhan


      Pasal 51

      (1)

      Penyediaan lahan di daratan dan di perairan dalam pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf a dilakukan oleh Otoritas Pelabuhan.

      (2)

      Lahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikuasai oleh negara.

      (3)

      Dalam hal di atas lahan yang diperlukan untuk pelabuhan terdapat hak atas tanah, penyediaannya dilakukan dengan cara pengadaan tanah.

      (4)

      Pengadaan tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

      Pasal 52

      Penyediaan lahan di perairan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf a dilakukan sesuai kebutuhan operasional pelabuhan dan untuk menjamin keselamatan pelayaran.


      Pasal 53

      (1)

      Penyediaan dan pemeliharaan penahan gelombang yang dilakukan oleh Otoritas Pelabuhan dan Unit Penyelenggara Pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf b dan Pasal 44 ayat (3) huruf a dilakukan agar arus dan ketinggian gelombang tidak mengganggu kegiatan di pelabuhan.

      (2)

      Penyediaan penahan gelombang dilakukan sesuai dengan kondisi perairan.

      (3)

      Pemeliharaan penahan gelombang dilakukan secara berkala agar tetap berfungsi. Pasal 57... Pasal 54

      (1)

      Penyediaan dan pemeliharaan kolam pelabuhan yang dilakukan oleh Otoritas Pelabuhan dan Unit Penyelenggara Pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf b dan Pasal 44 ayat (3) huruf a dilakukan untuk kelancaran operasional atau olah gerak kapal.

      (2)

      Penyediaan kolam pelabuhan dilakukan melalui pembangunan kolam pelabuhan.

      (3)

      Pemeliharaan kolam pelabuhan dilakukan secara berkala agar tetap berfungsi. Pasal 55

      (1)

      Penyediaan dan pemeliharaan alur-pelayaran yang dilakukan oleh Otoritas Pelabuhan dan Unit Penyelenggara Pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf b dan Pasal 44 ayat (3) huruf a dilakukan agar perjalanan kapal keluar dari atau masuk ke pelabuhan berlangsung dengan lancar.

      (2)

      Penyediaan alur-pelayaran di pelabuhan dilakukan melalui pembangunan alur-pelayaran.

      (3)

      Pemeliharaan alur-pelayaran di pelabuhan dilakukan secara berkala agar tetap berfungsi. Pasal 56

      (1)

      Selain menyediakan penahan gelombang, kolam pelabuhan, dan alur-pelayaran, Otoritas Pelabuhan wajib menyediakan dan memelihara jaringan jalan di dalam pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf b.

      (2)

      Penyediaan dan pemeliharaan jaringan jalan di dalam pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

      (2)

      Pengusulan...

      Pasal 57

      Penyediaan dan pemeliharaan Sarana Bantu Navigasi- Pelayaran yang dilaksanakan oleh Otoritas Pelabuhan dan Unit Penyelenggara Pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf c dan Pasal 44 ayat (3) huruf b diatur dalam Peraturan Pemerintah tersendiri.


      Pasal 58

      (1)

      Otoritas Pelabuhan dan Unit Penyelenggara Pelabuhan bertanggung jawab menjamin terwujudnya keamanan dan ketertiban di pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf d dan Pasal 44 ayat (3) huruf c.

      (2)

      Otoritas Pelabuhan dan Unit Penyelenggara Pelabuhan dapat membentuk unit keamanan dan ketertiban di pelabuhan.

      Pasal 59

      Untuk menjamin dan memelihara kelestarian lingkungan di pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf e dan Pasal 44 ayat (3) huruf d, Otoritas Pelabuhan dan Unit Penyelenggara Pelabuhan dalam setiap penyelenggaraan kegiatan di pelabuhan harus melakukan pencegahan dan penanggulangan pencemaran lingkungan.


      Pasal 60

      Penyusunan Rencana Induk Pelabuhan serta Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf f dan Pasal 44 ayat (3) huruf e dilakukan oleh Otoritas Pelabuhan dan Unit Penyelenggara Pelabuhan untuk setiap lokasi pelabuhan yang menjadi tanggung jawabnya.


      Pasal 61

      (1)

      Pengusulan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf g dilakukan oleh Otoritas Pelabuhan kepada Menteri untuk setiap pelayanan jasa kepelabuhanan yang diselenggarakannya. Pasal 64...

      (2)

      Pengusulan tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

      Pasal 62

      Untuk menjamin kelancaran arus barang di pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf h dan Pasal 44 ayat (3) huruf f, Otoritas Pelabuhan dan Unit Penyelenggara Pelabuhan diwajibkan:


    8. menyusun sistem dan prosedur pelayanan jasa kepelabuhanan berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri;

    9. memelihara kelancaran dan ketertiban pelayanan kapal dan barang serta kegiatan pihak lain sesuai dengan sistem dan prosedur pelayanan jasa kepelabuhanan yang telah ditetapkan;

    10. melakukan pengawasan terhadap kegiatan bongkar muat barang;

    11. menerapkan teknologi sistem informasi dan komunikasi terpadu untuk kelancaran arus barang; dan

    12. melakukan koordinasi dengan pihak terkait untuk kelancaran arus barang.

      Pasal 63
      (1)

      Penyediaan fasilitas pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (3) huruf g pada pelabuhan yang belum diusahakan secara komersial dilakukan oleh Unit Penyelenggara Pelabuhan.

      (2)

      Penyediaan dan pemeliharaan fasilitas pelabuhan dilakukan sesuai dengan Rencana Induk Pelabuhan.

      (3)

      Dalam penyediaan dan pemeliharaan fasilitas pelabuhan, penerapannya didasarkan pada rencana desain konstruksi untuk fasilitas pokok dan fasilitas penunjang.

      (4)

      Fasilitas pelabuhan dirancang sesuai dengan kapasitas kemampuan pelayanan sandar dan tambat di pelabuhan termasuk penggunaan jenis peralatan yang akan digunakan di pelabuhan.

      (2)

      Penetapan...


      Pasal 64
      (1)

      Selain tugas dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2), Otoritas Pelabuhan melaksanakan kegiatan penyediaan dan/atau pelayanan jasa kepelabuhanan yang diperlukan oleh pengguna jasa yang belum disediakan oleh Badan Usaha Pelabuhan.

      (2)

      Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pelayanan kapal angkutan laut pelayaran-rakyat, pelayaran-perintis, fasilitas umum, dan fasilitas sosial.


      Pasal 65
      (1)

      Otoritas Pelabuhan dan Unit Penyelenggara Pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2) berperan sebagai wakil Pemerintah untuk memberikan konsesi atau bentuk lainnya kepada Badan Usaha Pelabuhan untuk melakukan kegiatan pengusahaan di pelabuhan yang dituangkan dalam perjanjian.

      (2)

      Hasil konsesi yang diperoleh Otoritas Pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pendapatan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

      (3)

      Otoritas Pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam melaksanakan kegiatannya harus berkoordinasi dengan pemerintah daerah.


      Pasal 66
      (1)

      Untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2), Otoritas Pelabuhan mempunyai wewenang:


    13. mengatur dan mengawasi penggunaan lahan daratan dan perairan pelabuhan;

    14. mengawasi penggunaan Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan;

    15. mengatur lalu lintas kapal ke luar masuk pelabuhan melalui pemanduan kapal; dan

    16. menetapkan standar kinerja operasional pelayanan jasa kepelabuhanan.

    17. penyediaan...

      (2)

      Penetapan standar kinerja operasional pelayanan jasa kepelabuhanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dievaluasi setiap tahun.

      Pasal 67

      Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyediaan, pemeliharaan, standar, dan spesifikasi teknis penahan gelombang, kolam pelabuhan, alur-pelayaran, jaringan jalan, dan tata cara penyelenggaraan keamanan dan ketertiban di pelabuhan diatur dengan Peraturan Menteri. Bagian Kedua Kegiatan Pengusahaan di Pelabuhan Paragraf 1 Umum


      Pasal 68

      Kegiatan pengusahaan di pelabuhan terdiri atas:


    18. penyediaan dan/atau pelayanan jasa kapal, penumpang, dan barang; dan

    19. jasa terkait dengan kepelabuhanan. Paragraf 2 Penyediaan Pelayanan Jasa Kapal, Penumpang, dan Barang

      Pasal 69
      (1)

      Penyediaan dan/atau pelayanan jasa kapal, penumpang, dan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 huruf a terdiri atas:


    20. penyediaan dan/atau pelayanan jasa dermaga untuk bertambat;

    21. penyediaan dan/atau pelayanan pengisian bahan bakar dan pelayanan air bersih;

    22. penyediaan dan/atau pelayanan fasilitas naik turun penumpang dan/atau kendaraan;

    23. penyediaan dan/atau pelayanan jasa dermaga untuk pelaksanaan kegiatan bongkar muat barang dan peti kemas;

      (2)

      Kegiatan...

    24. penyediaan dan/atau pelayanan jasa gudang dan tempat penimbunan barang, alat bongkar muat, serta peralatan pelabuhan;

    25. penyediaan dan/atau pelayanan jasa terminal peti kemas, curah cair, curah kering, dan ro-ro;

    26. penyediaan dan/atau pelayanan jasa bongkar muat barang;

    27. penyediaan dan/atau pelayanan pusat distribusi dan konsolidasi barang; dan/atau

    28. penyediaan dan/atau pelayanan jasa penundaan kapal.

      (2)

      Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Badan Usaha Pelabuhan. Paragraf 3 Kegiatan Jasa Terkait Dengan Kepelabuhanan Pasal 70

      (1)

      Penyediaan dan/atau pelayanan jasa terkait dengan kepelabuhanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 huruf b meliputi:

    29. penyediaan fasilitas penampungan limbah;

    30. penyediaan depo peti kemas;

    31. penyediaan pergudangan;

    32. jasa pembersihan dan pemeliharaan gedung kantor;

    33. instalasi air bersih dan listrik;

    34. pelayanan pengisian air tawar dan minyak;

    35. penyediaan perkantoran untuk kepentingan pengguna jasa pelabuhan;

    36. penyediaan fasilitas gudang pendingin;

    37. perawatan dan perbaikan kapal _; _ j. pengemasan dan pelabelan;

    38. fumigasi dan pembersihan/perbaikan kontainer;

    39. angkutan umum dari dan ke pelabuhan;

    40. tempat tunggu kendaraan bermotor;

    41. kegiatan industri tertentu;

    42. kegiatan perdagangan;

    43. kegiatan penyediaan tempat bermain dan rekreasi;

    44. jasa periklanan; dan/atau

    45. perhotelan, restoran, pariwisata, pos dan telekomunikasi. Pasal 73...

      (2)

      Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh orang perseorangan warga negara Indonesia dan/atau badan usaha. Paragraf 4 Badan Usaha Pelabuhan Pasal 71

      (1)

      Badan Usaha Pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (2) dapat melakukan kegiatan pengusahaan pada 1 (satu) atau beberapa terminal dalam 1 (satu) pelabuhan.

      (2)

      Badan Usaha Pelabuhan dalam melakukan kegiatan usahanya wajib memiliki izin usaha yang diberikan oleh:

    46. Menteri untuk Badan Usaha Pelabuhan di pelabuhan utama dan pelabuhan pengumpul;

    47. gubernur untuk Badan Usaha Pelabuhan di pelabuhan pengumpan regional; dan

    48. bupati/walikota untuk Badan Usaha Pelabuhan di pelabuhan pengumpan lokal.

      (3)

      Izin usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan setelah memenuhi persyaratan:

    49. memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak;

    50. berbentuk badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, atau perseroan terbatas yang khusus didirikan di bidang kepelabuhanan;

    51. memiliki akte pendirian perusahaan; dan

    52. memiliki keterangan domisili perusahaan.

      Pasal 72

      Penetapan Badan Usaha Pelabuhan yang ditunjuk untuk melakukan kegiatan pengusahaan di pelabuhan pada pelabuhan yang berubah statusnya dari pelabuhan yang belum diusahakan secara komersial menjadi pelabuhan yang diusahakan secara komersial dilakukan melalui pemberian konsesi dari Otoritas Pelabuhan.


    53. hak...

      Pasal 73

      Dalam melakukan kegiatan pengusahaan di pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat (1) Badan Usaha Pelabuhan wajib:


    54. menyediakan dan memelihara kelayakan fasilitas pelabuhan;

    55. memberikan pelayanan kepada pengguna jasa pelabuhan sesuai dengan standar pelayanan yang ditetapkan oleh Pemerintah;

    56. menjaga keamanan, keselamatan, dan ketertiban pada terminal dan fasilitas pelabuhan yang dioperasikan;

    57. ikut menjaga keselamatan, keamanan, dan ketertiban yang menyangkut angkutan di perairan;

    58. memelihara kelestarian lingkungan;

    59. memenuhi kewajiban sesuai dengan konsesi dalam perjanjian; dan

    60. mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan, baik secara nasional maupun internasional. Paragraf 5 Konsesi atau Bentuk Lainnya

      Pasal 74
      (1)

      Konsesi diberikan kepada Badan Usaha Pelabuhan untuk kegiatan penyediaan dan/atau pelayanan jasa kapal, penumpang, dan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (1) yang dituangkan dalam bentuk perjanjian.

      (2)

      Pemberian konsesi kepada Badan Usaha Pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui mekanisme pelelangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

      (3)

      Jangka waktu konsesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan pengembalian dana investasi dan keuntungan yang wajar.

      (4)

      Perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:


    61. lingkup pengusahaan;

    62. masa konsesi pengusahaan;

    63. tarif awal dan formula penyesuaian tarif;

      (2)

      Kerjasama...

    64. hak dan kewajiban para pihak, termasuk resiko yang dipikul para pihak dimana alokasi resiko harus didasarkan pada prinsip pengalokasian resiko secara efisien dan seimbang;

    65. standar kinerja pelayanan serta prosedur penanganan keluhan masyarakat;

    66. sanksi dalam hal para pihak tidak memenuhi perjanjian pengusahaan;

    67. penyelesaian sengketa;

    68. pemutusan atau pengakhiran perjanjian pengusahaan;

    69. sistem hukum yang berlaku terhadap perjanjian pengusahaan adalah hukum Indonesia;

    70. keadaan kahar; dan

    71. perubahan-perubahan.

      Pasal 75
      (1)

      Dalam hal masa konsesi telah berakhir, fasilitas pelabuhan hasil konsesi beralih atau diserahkan kembali kepada penyelenggara pelabuhan.

      (2)

      Fasilitas pelabuhan yang sudah beralih kepada penyelenggara pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pengelolaannya diberikan kepada Badan Usaha Pelabuhan untuk kegiatan penyediaan dan/atau pelayanan jasa kapal, penumpang, dan barang berdasarkan kerjasama pemanfaatan melalui mekanisme pelelangan.

      (3)

      Badan Usaha Pelabuhan yang telah ditetapkan melalui mekanisme pelelangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam melaksanakan kegiatan pengusahaannya di pelabuhan harus dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

      (4)

      Kerjasama pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) tahun sejak perjanjian kerjasama pemanfaatan ditandatangani.


      Pasal 76
      (1)

      Dalam kegiatan penyediaan dan/atau pelayanan jasa terkait dengan kepelabuhanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (1) penyelenggara pelabuhan dapat melakukan kerjasama dengan orang perseorangan warga negara Indonesia dan/atau badan usaha.


    72. gubernur...

      (2)

      Kerjasama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dalam bentuk:

    73. penyewaan lahan;

    74. penyewaan gudang; dan/atau

    75. penyewaan penumpukan.

      (3)

      Penyewaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

      Pasal 77

      Pendapatan konsesi dan kompensasi yang diterima oleh Otoritas Pelabuhan merupakan penerimaan negara yang penggunaannya dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


      Pasal 78

      Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan tata cara pemberian dan pencabutan konsesi serta kerjasama diatur dengan Peraturan Menteri. BAB V PEMBANGUNAN DAN PENGOPERASIAN PELABUHAN Bagian Kesatu Izin Pembangunan Pelabuhan


      Pasal 79

      Pembangunan pelabuhan hanya dapat dilakukan berdasarkan Rencana Induk Pelabuhan Nasional dan Rencana Induk Pelabuhan.


      Pasal 80

      (1)

      Pembangunan pelabuhan laut oleh penyelenggara pelabuhan dilakukan setelah diperolehnya izin.

      (2)

      Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh penyelenggara pelabuhan kepada:

    76. Menteri untuk pelabuhan utama dan pelabuhan pengumpul; Pasal 83...

    77. gubernur untuk pelabuhan pengumpan regional; dan

    78. bupati/walikota untuk pelabuhan pengumpan lokal.

      (3)

      Pengajuan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memenuhi persyaratan teknis kepelabuhanan dan kelestarian lingkungan. Pasal 81

      (1)

      Pembangunan pelabuhan sungai dan danau oleh penyelenggara pelabuhan dilakukan setelah diperolehnya izin.

      (2)

      Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh penyelenggara pelabuhan kepada bupati/walikota.

      (3)

      Pengajuan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memenuhi persyaratan teknis kepelabuhanan dan kelestarian lingkungan. Pasal 82

      (1)

      Persyaratan teknis kepelabuhanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (3) dan Pasal 81 ayat (3) meliputi:

    79. studi kelayakan; dan

    80. desain teknis.

      (2)

      Studi kelayakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a paling sedikit memuat:

    81. kelayakan teknis; dan

    82. kelayakan ekonomis dan finansial.

      (3)

      Desain teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling sedikit memuat mengenai:

    83. kondisi tanah;

    84. konstruksi;

    85. kondisi hidrooceanografi;

    86. topografi; dan

    87. penempatan dan konstruksi Sarana Bantu Navigasi- Pelayaran, alur-pelayaran, dan kolam pelabuhan serta tata letak dan kapasitas peralatan di pelabuhan. Pasal 86...

      Pasal 83

      Persyaratan kelestarian lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (3) dan Pasal 81 ayat (3) berupa studi lingkungan yang dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup.


      Pasal 84

      Dalam mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (3) dan Pasal 81 ayat (3) harus disertai dokumen yang terdiri atas:


    88. Rencana Induk Pelabuhan;

    89. dokumen kelayakan;

    90. dokumen desain teknis; dan

    91. dokumen lingkungan.

      Pasal 85
      (1)

      Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (2) dan Pasal 81 ayat (2), Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya melakukan penelitian atas persyaratan permohonan pembangunan pelabuhan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterima permohonan secara lengkap.

      (2)

      Dalam hal berdasarkan hasil penelitian persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 dan Pasal 83 belum terpenuhi, Menteri, gubernur, atau bupati/walikota mengembalikan permohonan kepada penyelenggara pelabuhan untuk melengkapi persyaratan.

      (3)

      Permohonan yang dikembalikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diajukan kembali kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.

      (4)

      Dalam hal berdasarkan hasil penelitian persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) telah terpenuhi, Menteri, gubernur, atau bupati/walikota menetapkan izin pembangunan pelabuhan.

      (2)

      Pembangunan...


      Pasal 86

      Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian izin pembangunan pelabuhan diatur dengan Peraturan Menteri. Bagian Kedua Pelaksanaan Pembangunan Pelabuhan


      Pasal 87
      (1)

      Pembangunan pelabuhan dilakukan oleh:


    92. Otoritas Pelabuhan untuk pelabuhan yang diusahakan secara komersial; dan

    93. Unit Penyelenggara Pelabuhan untuk pelabuhan yang belum diusahakan secara komersial.

      (2)

      Pembangunan pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dapat dilakukan oleh Badan Usaha Pelabuhan berdasarkan konsesi atau bentuk lainnya dari Otoritas Pelabuhan.

      (3)

      Otoritas Pelabuhan dan Unit Penyelenggara Pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) serta Badan Usaha Pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dalam membangun pelabuhan wajib:

    94. melaksanakan pekerjaan pembangunan pelabuhan paling lama 2 (dua) tahun sejak tanggal berlakunya izin pembangunan;

    95. melaksanakan pekerjaan pembangunan pelabuhan sesuai dengan Rencana Induk Pelabuhan yang telah ditetapkan;

    96. melaporkan pelaksanaan kegiatan pembangunan pelabuhan secara berkala kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya; dan

    97. bertanggung jawab terhadap dampak yang timbul selama pelaksanaan pembangunan pelabuhan yang bersangkutan.

      Pasal 88
      (1)

      Pembangunan fasilitas di sisi darat pelabuhan yang dilakukan berdasarkan Rencana Induk Pelabuhan dapat dilakukan setelah memperoleh Izin Mendirikan Bangunan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

      (2)

      Dalam...

      (2)

      Pembangunan fasilitas di sisi perairan yang dilakukan berdasarkan Rencana Induk Pelabuhan dapat dilakukan setelah memperoleh izin pembangunan dari Menteri. Bagian Ketiga Pengembangan Pelabuhan


      Pasal 89

      Pengembangan pelabuhan hanya dapat dilakukan berdasarkan Rencana Induk Pelabuhan Nasional dan Rencana Induk Pelabuhan.


      Pasal 90
      (1)

      Pengembangan pelabuhan oleh penyelenggara pelabuhan dilakukan setelah diperolehnya izin.

      (2)

      Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh penyelenggara pelabuhan kepada:


    98. Menteri untuk pelabuhan utama dan pelabuhan pengumpul;

    99. gubernur untuk pelabuhan pengumpan regional; dan

    100. bupati/walikota untuk pelabuhan pengumpan lokal serta pelabuhan sungai dan danau.

      Pasal 91
      (1)

      Izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 90 ayat (2) diberikan berdasarkan permohonan dari penyelenggara pelabuhan.

      (2)

      Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 84.


      Pasal 92
      (1)

      Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 91, Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya melakukan penelitian atas persyaratan permohonan pengembangan pelabuhan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterima permohonan secara lengkap.


    101. memiliki...

      (2)

      Dalam hal berdasarkan hasil penelitian persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 dan Pasal 83 belum terpenuhi, Menteri, gubernur, atau bupati/walikota mengembalikan permohonan kepada penyelenggara pelabuhan untuk melengkapi persyaratan.

      (3)

      Permohonan yang dikembalikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diajukan kembali kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.

      (4)

      Dalam hal berdasarkan hasil penelitian persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) telah terpenuhi, Menteri, gubernur, atau bupati/walikota menetapkan izin pengembangan pelabuhan.

      Pasal 93

      Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian izin pengembangan pelabuhan diatur dengan Peraturan Menteri. Bagian Keempat Pengoperasian Pelabuhan


      Pasal 94

      (1)

      Pengoperasian pelabuhan oleh penyelenggara pelabuhan dilakukan setelah diperolehnya izin.

      (2)

      Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh penyelenggara pelabuhan kepada:

    102. Menteri untuk pelabuhan utama dan pengumpul;

    103. gubernur untuk pelabuhan pengumpan regional; dan

    104. bupati/walikota untuk pelabuhan pengumpan lokal dan pelabuhan sungai dan danau.

      (3)

      Pengajuan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memenuhi persyaratan:

    105. pembangunan pelabuhan atau terminal telah selesai dilaksanakan sesuai dengan izin pembangunan pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 ayat (4);

    106. keselamatan dan keamanan pelayaran;

    107. tersedianya fasilitas untuk menjamin kelancaran arus penumpang dan barang; Pasal 97...

    108. memiliki sistem pengelolaan lingkungan;

    109. tersedianya pelaksana kegiatan kepelabuhanan;

    110. memiliki sistem dan prosedur pelayanan; dan

    111. tersedianya sumber daya manusia di bidang teknis pengoperasian pelabuhan yang memiliki kualifikasi dan kompetensi yang dibuktikan dengan sertifikat.

      Pasal 95
      (1)

      Izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 diberikan berdasarkan permohonan yang diajukan oleh penyelenggara pelabuhan.

      (2)

      Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan kelengkapan dokumen pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 ayat (3).


      Pasal 96
      (1)

      Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 95 ayat (2), Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya melakukan penelitian atas persyaratan permohonan pengoperasian pelabuhan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterima permohonan secara lengkap.

      (2)

      Dalam hal berdasarkan hasil penelitian persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 94 ayat (3) belum terpenuhi, Menteri, gubernur, atau bupati/walikota mengembalikan permohonan kepada penyelenggara pelabuhan untuk melengkapi persyaratan.

      (3)

      Permohonan yang dikembalikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diajukan kembali kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.

      (4)

      Dalam hal berdasarkan hasil penelitian persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) telah terpenuhi, Menteri, gubernur, atau bupati/walikota menetapkan izin pengoperasian pelabuhan. Pasal 99...


      Pasal 97
      (1)

      Pengoperasian pelabuhan dilakukan sesuai dengan frekuensi kunjungan kapal, bongkar muat barang, dan naik turun penumpang.

      (2)

      Pengoperasian pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat ditingkatkan secara terus menerus selama 24 (dua puluh empat) jam dalam 1 (satu) hari atau selama waktu tertentu sesuai kebutuhan.

      (3)

      Pengoperasian pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan ketentuan:


    112. adanya peningkatan frekuensi kunjungan kapal, bongkar muat barang, dan naik turun penumpang; dan

    113. tersedianya fasilitas keselamatan pelayaran, kepelabuhanan, dan lalu lintas angkutan laut.

      Pasal 98
      (1)

      Pengoperasian pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 97 ayat (2) dilakukan setelah mendapat izin.

      (2)

      Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh penyelenggara pelabuhan kepada:


    114. Menteri untuk pelabuhan utama dan pengumpul;

    115. gubernur untuk pelabuhan pengumpan regional; dan

    116. bupati/walikota untuk pelabuhan pengumpan lokal dan pelabuhan sungai dan danau.

      (3)

      Pengajuan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memenuhi persyaratan:

    117. kesiapan kondisi alur;

    118. kesiapan pelayanan pemanduan bagi perairan pelabuhan yang sudah ditetapkan sebagai perairan wajib pandu;

    119. kesiapan fasilitas pelabuhan;

    120. kesiapan gudang dan/atau fasilitas lain di luar pelabuhan;

    121. kesiapan keamanan dan ketertiban;

    122. kesiapan sumber daya manusia operasional sesuai kebutuhan;

    123. kesiapan tenaga kerja bongkar muat dan naik turun penumpang atau kendaraan;

    124. kesiapan sarana transportasi darat; dan

    125. rekomendasi dari Syahbandar pada pelabuhan setempat. Pasal 101...

      Pasal 99

      Pelabuhan laut dapat ditingkatkan kemampuan pengoperasian fasilitas pelabuhan dari fasilitas untuk melayani barang umum (general cargo) menjadi untuk melayani angkutan peti kemas dan/atau angkutan curah cair atau curah kering.


      Pasal 100
      (1)

      Penetapan peningkatan kemampuan pengoperasian fasilitas pelabuhan untuk melayani peti kemas dan/atau angkutan curah atau curah kering sebagaimana dimaksud dalam Pasal 99 ditetapkan oleh Menteri setelah memenuhi persyaratan.

      (2)

      Persyaratan untuk melayani angkutan peti kemas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:


    126. memiliki sistem dan prosedur pelayanan;

    127. memiliki sumber daya manusia dengan jumlah dan kualitas yang memadai;

    128. kesiapan fasilitas tambat permanen untuk kapal generasi pertama;

    129. tersedianya peralatan penanganan bongkar muat peti kemas yang terpasang dan yang bergerak (container crane) ;

    130. lapangan penumpukan (container yard) dan gudang container freight station sesuai kebutuhan;

    131. keandalan sistem operasi menggunakan jaringan informasi on line baik internal maupun eksternal; dan g. volume cargo yang memadai.

      (3)

      Persyaratan untuk melayani angkutan curah cair dan/atau curah kering sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

    132. memiliki sistem dan prosedur pelayanan b. memiliki sumber daya manusia dengan jumlah dan kualitas yang memadai;

    133. kesiapan fasilitas tambat permanen sesuai dengan jenis kapal;

    134. tersedianya peralatan penanganan bongkar muat curah;

    135. kedalaman perairan yang memadai; dan

    136. keandalan sistem operasi menggunakan jaringan informasi on line baik internal maupun eksternal;

    137. menaati...

      Pasal 101
      (1)

      Penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 ayat (1) diberikan berdasarkan permohonan yang diajukan oleh penyelenggara pelabuhan.

      (2)

      Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilengkapi dengan dokumen pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 ayat (2) dan ayat (3).


      Pasal 102
      (1)

      Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 ayat (2), Menteri melakukan penelitian atas persyaratan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterima permohonan secara lengkap.

      (2)

      Dalam hal berdasarkan hasil penelitian persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100 ayat (2) dan ayat (3) belum terpenuhi, Menteri mengembalikan permohonan kepada penyelenggara pelabuhan untuk melengkapi persyaratan.

      (3)

      Permohonan yang dikembalikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diajukan kembali kepada Menteri setelah persyaratan dilengkapi.

      (4)

      Dalam hal berdasarkan hasil penelitian persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) telah terpenuhi, Menteri menetapkan peningkatan kemampuan pengoperasian fasilitas pelabuhan.


      Pasal 103

      Penyelenggara pelabuhan yang telah mendapatkan izin pengoperasian pelabuhan wajib:


    138. bertanggung jawab sepenuhnya atas pengoperasian pelabuhan atau terminal yang bersangkutan;

    139. melaporkan kegiatan operasional setiap bulan kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya;

    140. menaati ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pelayaran serta kelestarian lingkungan; dan

      (3)

      Dalam...

    141. menaati ketentuan peraturan perundang-undangan dari instansi Pemerintah lainnya yang berkaitan dengan usaha pokoknya.

      Pasal 104

      Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan, tata cara pemberian izin pengoperasian, penetapan peningkatan pengoperasian pelabuhan, dan peningkatan kemampuan pengoperasian fasilitas pelabuhan diatur dengan Peraturan Menteri. Bagian Kelima Penetapan Lokasi, Pembangunan dan Pengoperasian Wilayah Tertentu di Daratan Yang Berfungsi Sebagai Pelabuhan


      Pasal 105
      (1)

      Suatu wilayah tertentu di daratan dapat ditetapkan sebagai lokasi yang berfungsi sebagai pelabuhan berdasarkan permohonan.

      (2)

      Permohonan penetapan wilayah tertentu di daratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh penyelenggara pelabuhan utama yang akan menjadi pelabuhan induknya kepada Menteri.


      Pasal 106
      (1)

      Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 105 ayat (2), Menteri dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterima permohonan melakukan penelitian terhadap:


    142. ketersediaan jalur yang menghubungkan ke pelabuhan laut yang terbuka untuk perdagangan luar negeri;

    143. potensi wilayah di bidang produksi dan perdagangan yang telah dikembangkan; dan

    144. kesesuaian dengan rencana tata ruang wilayah provinsi dan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota.

      (2)

      Dalam hal berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak terpenuhi, Menteri menyampaikan penolakan secara tertulis kepada pemohon disertai dengan alasan penolakan. Pasal 108...

      (3)

      Dalam hal berdasarkan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terpenuhi, Menteri menetapkan wilayah tertentu di daratan sebagai lokasi yang berfungsi sebagai pelabuhan. Pasal 107

      (1)

      Pembangunan wilayah tertentu di daratan yang telah ditetapkan sebagai lokasi yang berfungsi sebagai pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (3) dapat dilakukan setelah mendapat izin.

      (2)

      Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh penyelenggara pelabuhan utama yang menjadi pelabuhan induknya kepada Menteri.

      (3)

      Pengajuan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memenuhi persyaratan:

    145. memiliki izin penetapan wilayah tertentu di daratan sebagai lokasi yang berfungsi sebagai pelabuhan dari Menteri;

    146. menguasai tanah dengan luas tertentu sebagai Daerah Lingkungan Kerja; dan

    147. memiliki prasarana dan sarana sehingga dapat berfungsi sebagai pelabuhan yang berlokasi di daratan.

      (4)

      Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri melakukan penelitian atas persyaratan permohonan pembangunan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak diterima permohonan secara lengkap.

      (5)

      Dalam hal berdasarkan hasil penelitian persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) belum terpenuhi, Menteri mengembalikan permohonan kepada penyelenggara pelabuhan untuk melengkapi persyaratan.

      (6)

      Permohonan yang dikembalikan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat diajukan kembali kepada Menteri setelah persyaratan dilengkapi.

      (7)

      Dalam hal berdasarkan hasil penelitian persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (6) telah terpenuhi, Menteri memberikan izin kepada penyelenggara pelabuhan utama yang menjadi pelabuhan induknya untuk melaksanakan pembangunan wilayah tertentu di daratan yang berfungsi sebagai pelabuhan. BAB VI... Pasal 108

      (1)

      Pengoperasian pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107 ayat (7) dilakukan setelah diperolehnya izin.

      (2)

      Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh penyelenggara pelabuhan utama yang menjadi pelabuhan induknya kepada Menteri.

      (3)

      Pengajuan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus memenuhi persyaratan:

    148. pembangunan pelabuhan telah selesai dilaksanakan sesuai dengan izin pembangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107 ayat (7);

    149. keamanan, ketertiban, dan keselamatan pelayaran;

    150. tersedianya pelaksana kegiatan kepelabuhanan;

    151. memiliki sistem dan prosedur pelayanan; dan

    152. tersedianya sumber daya manusia di bidang teknis pengoperasian pelabuhan yang memiliki kualifikasi dan kompetensi yang dibuktikan dengan sertifikat.

      (4)

      Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri melakukan penelitian atas persyaratan permohonan pengoperasian dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak diterima permohonan secara lengkap.

      (5)

      Dalam hal berdasarkan hasil penelitian persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) belum terpenuhi, Menteri mengembalikan permohonan kepada penyelenggara pelabuhan untuk melengkapi persyaratan.

      (6)

      Permohonan yang dikembalikan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat diajukan kembali kepada Menteri setelah persyaratan dilengkapi.

      (7)

      Dalam hal berdasarkan hasil penelitian persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (6) telah terpenuhi, Menteri menetapkan pengoperasian wilayah tertentu di daratan yang berfungsi sebagai pelabuhan.

      Pasal 109

      Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan lokasi, pemberian izin pembangunan dan pemberian izin operasi wilayah tertentu yang berfungsi sebagai pelabuhan diatur dengan Peraturan Menteri. Pasal 114... BAB VI TERMINAL KHUSUS DAN TERMINAL UNTUK KEPENTINGAN SENDIRI Bagian Kesatu Terminal Khusus


      Pasal 110

      (1)

      Untuk menunjang kegiatan tertentu di luar Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan laut serta pelabuhan sungai dan danau dapat dibangun terminal khusus untuk kepentingan sendiri guna menunjang kegiatan usaha pokoknya.

      (2)

      Terminal khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1):

    153. ditetapkan menjadi bagian dari pelabuhan terdekat;

    154. wajib memiliki Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan tertentu; dan

    155. ditempatkan instansi Pemerintah yang melaksanakan fungsi keselamatan dan keamanan pelayaran, serta instansi yang melaksanakan fungsi pemerintahan sesuai dengan kebutuhan.

      Pasal 111

      Terminal khusus hanya dapat dibangun dan dioperasikan apabila:


    156. pelabuhan terdekat tidak dapat menampung kegiatan pokok instansi pemerintah atau badan usaha; dan

    157. berdasarkan pertimbangan ekonomis dan teknis operasional akan lebih efektif dan efisien serta lebih menjamin keselamatan dan keamanan pelayaran.

      Pasal 112

      Lokasi terminal khusus yang akan di bangun ditetapkan oleh Menteri sesuai dengan rencana tata ruang wilayah provinsi dan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota.


      Pasal 113

      Pengelolaan terminal khusus dapat dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, atau badan usaha sebagai pengelola terminal khusus.


    158. Nomor...

      Pasal 114

      Pengelolaan terminal khusus dikenai jasa di bidang kepelabuhanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


      Pasal 115
      (1)

      Terminal khusus wajib memiliki Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan tertentu.

      (2)

      Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan untuk:


    159. lapangan penumpukan;

    160. tempat kegiatan bongkar muat;

    161. alur-pelayaran dan perlintasan kapal;

    162. olah gerak kapal;

    163. keperluan darurat; dan

    164. tempat labuh kapal.

      Pasal 116

      Pengelola terminal khusus wajib menyediakan dan memelihara Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran, kolam pelabuhan, alur-pelayaran, fasilitas tambat dan fasilitas pelabuhan lainnya serta fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan pemerintahan di terminal khusus.


      Pasal 117
      (1)

      Pembangunan terminal khusus dilakukan oleh pengelola terminal khusus berdasarkan izin dari Menteri.

      (2)

      Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan berdasarkan permohonan yang harus dilengkapi dengan persyaratan:


    165. administrasi;

    166. teknis kepelabuhanan;

    167. keselamatan dan keamanan pelayaran; dan

    168. kelestarian lingkungan.

      (3)

      Persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi:

    169. akte pendirian perusahaan;

    170. izin usaha pokok dari instansi terkait;

      (2)

      Dalam...

    171. Nomor Pokok Wajib Pajak;

    172. bukti penguasaan tanah;

    173. bukti kemampuan finansial;

    174. proposal rencana tahapan kegiatan pembangunan jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang; dan

    175. rekomendasi dari Syahbandar pada pelabuhan terdekat.

      (4)

      Persyaratan teknis kepelabuhanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi:

    176. gambar hidrografi, topografi, dan ringkasan laporan hasil survei mengenai pasang surut dan arus;

    177. tata letak dermaga;

    178. perhitungan dan gambar konstruksi bangunan pokok;

    179. hasil survei kondisi tanah;

    180. hasil kajian keselamatan pelayaran termasuk alur- pelayaran dan kolam pelabuhan;

    181. batas-batas rencana wilayah daratan dan perairan dilengkapi titik koordinat geografis serta rencana induk terminal khusus yang akan ditetapkan sebagai Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan tertentu; dan

    182. kajian lingkungan.

      (5)

      Persyaratan keselamatan dan keamanan pelayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, meliputi:

    183. alur-pelayaran;

    184. kolam pelabuhan;

    185. rencana penempatan Sarana Bantu Navigasi- Pelayaran;

    186. rencana arus kunjungan kapal.

      (6)

      Persyaratan kelestarian lingkungan sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf d berupa studi lingkungan yang dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup. Pasal 118

      (1)

      Berdasarkan permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 117 ayat (2), Menteri melakukan penelitian atas persyaratan permohonan pembangunan Terminal Khusus dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterima permohonan secara lengkap.

    187. tersedianya...

      (2)

      Dalam hal berdasarkan hasil penelitian persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum terpenuhi, Menteri mengembalikan permohonan kepada pengelola terminal khusus untuk melengkapi persyaratan.

      (3)

      Permohonan yang dikembalikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diajukan kembali kepada Menteri setelah persyaratan dilengkapi.

      (4)

      Dalam hal berdasarkan hasil penelitian persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) telah terpenuhi, Menteri menetapkan izin pembangunan terminal khusus.

      Pasal 119

      Dalam melaksanakan pembangunan terminal khusus, pengelola terminal khusus wajib:


    188. melaksanakan pekerjaan pembangunan terminal khusus sesuai dengan jadwal yang ditetapkan;

    189. bertanggung jawab terhadap dampak yang timbul selama pelaksanaan pembangunan terminal khusus yang bersangkutan;

    190. melaksanakan pekerjaan pembangunan paling lama 1 (satu) tahun sejak izin pembangunan diterbitkan;

    191. melaporkan kegiatan pembangunan terminal khusus secara berkala kepada penyelenggara pelabuhan terdekat; dan

    192. menaati ketentuan peraturan perundang-undangan.

      Pasal 120
      (1)

      Pengoperasian terminal khusus dilakukan setelah diperolehnya izin dari Menteri.

      (2)

      Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan berdasarkan permohonan dari pengelola terminal khusus setelah memenuhi persyaratan:


    193. pembangunan terminal khusus telah selesai dilaksanakan sesuai dengan izin pembangunan yang diberikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 117 ayat (1);

    194. keamanan, ketertiban, dan keselamatan pelayaran;

    195. laporan pelaksanaan kajian lingkungan;

    196. memiliki sistem dan prosedur pelayanan; dan

    197. tersedianya sumber daya manusia di bidang teknis Pasal 123... pengoperasian pelabuhan yang memiliki kualifikasi dan kompetensi yang dibuktikan dengan sertifikat.

      Pasal 121
      (1)

      Berdasarkan permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 120 ayat (2), Menteri melakukan penelitian atas persyaratan permohonan pengoperasian terminal khusus dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterima permohonan secara lengkap.

      (2)

      Dalam hal berdasarkan hasil penelitian persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum terpenuhi, Menteri mengembalikan permohonan kepada pengelola terminal khusus untuk melengkapi persyaratan.

      (3)

      Permohonan yang dikembalikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diajukan kembali kepada Menteri setelah persyaratan dilengkapi.

      (4)

      Dalam hal berdasarkan hasil penelitian persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) telah terpenuhi, Menteri menetapkan izin pengoperasian terminal khusus.


      Pasal 122
      (1)

      Izin pengoperasian terminal khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 120 ayat (1) diberikan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 110 dan Pasal 111.

      (2)

      Permohonan perpanjangan izin pengoperasian terminal khusus diajukan oleh pengelola terminal khusus kepada Menteri dengan melampirkan bukti pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

      (3)

      Menteri dapat memberikan atau menolak permohonan perpanjangan izin pengoperasian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak permohonan diterima secara lengkap. Pasal 125...


      Pasal 123

      Pengelola terminal khusus yang telah mendapatkan izin pengoperasian wajib:


    198. bertanggung jawab sepenuhnya atas pengoperasian terminal khusus yang bersangkutan;

    199. melaporkan kegiatan operasional setiap bulan kepada pemberi izin;

    200. menaati ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pelayaran serta kelestarian lingkungan; dan

    201. menaati ketentuan peraturan perundang-undangan dari instansi Pemerintah lainnya yang berkaitan dengan usaha pokoknya.

      Pasal 124
      (1)

      Penggunaan terminal khusus untuk kepentingan umum tidak dapat dilakukan kecuali dalam keadaan darurat dengan izin Menteri.

      (2)

      Keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:


    202. terjadi bencana alam atau peristiwa alam lainnya sehingga mengakibatkan tidak berfungsinya pelabuhan; atau

    203. pada daerah yang bersangkutan tidak terdapat pelabuhan dan belum tersedia moda transportasi lain yang memadai atau pelabuhan terdekat tidak dapat melayani permintaan jasa kepelabuhanan oleh karena keterbatasan kemampuan fasilitas yang tersedia sehingga menghambat kelancaran arus barang.

      (3)

      Izin penggunaan terminal khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diberikan apabila fasilitas yang terdapat di terminal khusus tersebut dapat menjamin keselamatan pelayaran dan pelaksanaan pelayanan jasa kepelabuhanan.

      (4)

      Penggunaan terminal khusus untuk kepentingan umum hanya bersifat sementara, dan apabila pelabuhan telah dapat berfungsi untuk melayani kepentingan umum, izin penggunaan terminal khusus untuk kepentingan umum dicabut.

      (5)

      Penggunaan terminal khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilakukan berdasarkan kerjasama antara penyelenggara pelabuhan dengan pengelola terminal khusus. Pasal 127... Pasal 125

      (1)

      Pengoperasian terminal khusus dilakukan sesuai dengan frekuensi kunjungan kapal, bongkar muat barang, dan naik turun penumpang.

      (2)

      Pengoperasian terminal khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat ditingkatkan secara terus menerus selama 24 (dua puluh empat) jam dalam 1(satu) hari atau selama waktu tertentu sesuai kebutuhan.

      (3)

      Peningkatan pengoperasian terminal khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan ketentuan:

    204. adanya peningkatan frekuensi kunjungan kapal, bongkar muat barang, dan naik turun penumpang; dan

    205. tersedianya fasilitas keselamatan pelayaran, kepelabuhanan, dan lalu lintas angkutan laut.

      Pasal 126
      (1)

      Menteri dapat menetapkan peningkatan pelayanan operasional terminal khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 125 ayat (2) berdasarkan permohonan dari pengelola terminal khusus.

      (2)

      Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah memenuhi persyaratan:


    206. kesiapan kondisi alur;

    207. kesiapan pelayanan pemanduan bagi perairan terminal khusus yang sudah ditetapkan sebagai perairan wajib pandu;

    208. kesiapan fasilitas terminal khusus;

    209. kesiapan gudang dan/atau fasilitas lain di luar terminal khusus;

    210. kesiapan keamanan dan ketertiban;

    211. kesiapan sumber daya manusia operasional sesuai kebutuhan;

    212. kesiapan tenaga kerja bongkar muat dan naik turun penumpang atau kendaraan;

    213. kesiapan sarana transportasi darat; dan

    214. rekomendasi dari Syahbandar pada pelabuhan terdekat.

      (3)

      Pemberian...

      Pasal 127

      Terminal khusus yang sudah tidak dioperasikan sesuai dengan izin yang telah diberikan:


    215. dapat diserahkan kepada Pemerintah, pemerintah provinsi, atau pemerintah kabupaten/kota;

    216. dikembalikan seperti keadaan semula;

    217. diusulkan untuk perubahan status menjadi terminal khusus untuk menunjang usaha pokok yang lain; atau

    218. dijadikan pelabuhan.

      Pasal 128
      (1)

      Izin operasi terminal khusus hanya dapat dialihkan apabila usaha pokoknya dialihkan kepada pihak lain.

      (2)

      Pengalihan izin operasi terminal khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilaporkan kepada Menteri.

      (3)

      Dalam hal terjadi perubahan data pada izin operasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengelola terminal khusus paling lama 3 (tiga) bulan setelah terjadinya perubahan wajib melaporkan kepada Menteri untuk dilakukan penyesuaian.


      Pasal 129
      (1)

      Terminal khusus yang diserahkan kepada Pemerintah, pemerintah provinsi, atau pemerintah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 127 huruf a dapat berubah statusnya menjadi pelabuhan setelah memenuhi persyaratan:


    219. sesuai dengan Rencana Induk Pelabuhan Nasional;

    220. layak secara ekonomis dan teknis operasional;

    221. membentuk atau mendirikan Badan Usaha Pelabuhan;

    222. mendapat konsesi dari Otoritas Pelabuhan;

    223. keamanan, ketertiban, dan keselamatan pelayaran; dan

    224. kelestarian lingkungan.

      (2)

      Dalam hal terminal khusus berubah status menjadi pelabuhan yang diusahakan secara komersial, tanah daratan dan/atau perairan, fasilitas penahan gelombang, kolam pelabuhan, alur-pelayaran, dan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran yang dikuasai dan dimiliki oleh pengelola terminal khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikuasai oleh negara dan diatur oleh Otoritas Pelabuhan. Pasal 133...

      (3)

      Pemberian konsesi dan penyerahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan berdasarkan kesepakatan antara Otoritas Pelabuhan dan pengelola terminal khusus.

      Pasal 130

      Terminal khusus yang diserahkan kepada Pemerintah, pemerintah provinsi, atau pemerintah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 127 huruf a penyelenggaraannya dilaksanakan oleh Unit Penyelenggara Pelabuhan.


      Pasal 131

      (1)

      Izin pengoperasian terminal khusus dapat dicabut apabila pemegang izin:

    225. melanggar kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 123; atau

    226. menggunakan terminal khusus untuk melayani kepentingan umum tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 124 ayat (1).

      (2)

      Pencabutan izin pengoperasian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui proses peringatan tertulis sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 1 (satu) bulan.

      (3)

      Apabila telah dilakukan peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pemegang izin terminal khusus tidak melakukan usaha perbaikan atas peringatan yang telah diberikan, izin pengoperasian terminal khusus dicabut.

      Pasal 132

      Izin pengoperasian terminal khusus dicabut tanpa melalui proses peringatan, apabila pengelola terminal khusus yang bersangkutan:


    227. melakukan kegiatan yang membahayakan keamanan negara; atau

    228. memperoleh izin pengoperasian terminal khusus dengan cara tidak sah.

    229. bupati/walikota...

      Pasal 133
      (1)

      Pembinaan, pengendalian, dan pengawasan operasional terminal khusus dilaksanakan oleh Syahbandar pada pelabuhan terdekat.

      (2)

      Fungsi keselamatan di terminal khusus dilaksanakan oleh Syahbandar pada pelabuhan terdekat.


      Pasal 134

      Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan, tata cara penetapan lokasi, pemberian izin pembangunan dan izin operasi, penggunaan terminal khusus untuk kepentingan umum, peningkatan kemampuan pengoperasian, perubahan status menjadi pelabuhan, prosedur pencabutan izin terminal khusus, penyerahan terminal khusus diatur dengan Peraturan Menteri. Bagian Kedua Terminal Untuk Kepentingan Sendiri


      Pasal 135
      (1)

      Untuk menunjang kegiatan tertentu di dalam Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan dapat dibangun terminal untuk kepentingan sendiri.

      (2)

      Pengelolaan terminal untuk kepentingan sendiri dilakukan sebagai satu kesatuan dalam penyelenggaraan pelabuhan.


      Pasal 136
      (1)

      Pengelolaan terminal untuk kepentingan sendiri hanya dapat dilakukan setelah memperoleh persetujuan pengelolaan dari:


    230. Menteri bagi terminal untuk kepentingan sendiri yang berlokasi di dalam Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan utama dan pengumpul;

    231. gubernur bagi terminal untuk kepentingan sendiri yang berlokasi di dalam Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan pengumpan regional; dan Pasal 139...

    232. bupati/walikota bagi terminal untuk kepentingan sendiri yang berlokasi di dalam Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan pengumpan lokal.

      (2)

      Persetujuan pengelolaan terminal untuk kepentingan sendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan setelah memenuhi persyaratan:

    233. data perusahaan yang meliputi akte perusahaan, Nomor Pokok Wajib Pajak, dan izin usaha pokok;

    234. bukti kerjasama dengan penyelenggara pelabuhan;

    235. gambar tata letak lokasi terminal untuk kepentingan sendiri dengan skala yang memadai, gambar konstruksi dermaga, dan koordinat geografis letak dermaga untuk kepentingan sendiri;

    236. bukti penguasaan tanah;

    237. proposal terminal untuk kepentingan sendiri;

    238. rekomendasi dari Syahbandar pada pelabuhan setempat;

    239. berita acara hasil peninjauan lokasi oleh tim teknis terpadu; dan

    240. studi lingkungan yang telah disahkan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

      Pasal 137
      (1)

      Untuk mendapatkan persetujuan pengelolaan terminal untuk kepentingan sendiri, pemohon mengajukan permohonan kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.

      (2)

      Persetujuan atau penolakan permohonan pengelolaan terminal untuk kepentingan sendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Menteri, gubenur, atau bupati/walikota paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterima permohonan secara lengkap.

      (3)

      Penolakan pemberian izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus disertai alasan penolakan.


      Pasal 138

      Pengelola terminal untuk kepentingan sendiri wajib menyediakan ruangan dan sarana kerja yang memadai untuk kelancaran kegiatan pemerintahan.


    241. hak...

      Pasal 139
      (1)

      Terminal untuk kepentingan sendiri hanya dapat dioperasikan untuk kegiatan:


    242. lalu lintas kapal atau naik turun penumpang atau bongkar muat barang berupa bahan baku, hasil produksi, dan peralatan penunjang produksi untuk kepentingan sendiri; dan

    243. pemerintahan, penelitian, pendidikan dan pelatihan, dan sosial.

      (2)

      Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a harus dibuktikan dengan dokumen penumpang dan/atau dokumen muatan barang. Pasal 140

      (1)

      Penggunaan terminal untuk kepentingan sendiri selain untuk melayani kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 139 ayat (1) dapat dilakukan kegiatan untuk kepentingan umum setelah mendapat konsesi dari penyelenggara pelabuhan.

      (2)

      Konsesi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setelah memenuhi persyaratan:

    244. kemampuan dermaga dan fasilitas lainnya yang ada untuk memenuhi permintaan jasa kepelabuhanan;

    245. rencana kegiatan yang dinilai dari segi keamanan, ketertiban dan keselamatan pelayaran dengan rekomendasi dari Syahbandar pada pelabuhan setempat;

    246. upaya peningkatan pelayanan kepada pengguna jasa kepelabuhanan;

    247. pungutan tarif jasa kepelabuhan dilakukan oleh penyelenggara pelabuhan yang bersangkutan; dan

    248. memberlakukan ketentuan sistem dan prosedur pelayanan jasa kepelabuhanan pada pelabuhan yang bersangkutan.

      Pasal 141

      Dalam hal terjadi bencana alam atau peristiwa lainnya yang mengakibatkan tidak berfungsinya terminal, pengelola terminal untuk kepentingan sendiri wajib memberikan pelayanan jasa kepelabuhanan untuk kepentingan umum dengan ketentuan:


    249. pengoperasian dilakukan oleh penyelenggara pelabuhan; Pasal 144...

    250. hak dan kewajiban pengelola terminal untuk kepentingan sendiri harus terlindungi;

    251. pelayanan jasa kepelabuhanan diberlakukan ketentuan pelayanan jasa kepelabuhanan untuk pelabuhan; dan

    252. pungutan tarif jasa kepelabuhanan diberlakukan oleh penyelenggara pelabuhan.

      Pasal 142

      Pengelola terminal untuk kepentingan sendiri dalam melaksanakan pengelolaan dermaga wajib:


    253. bertanggung jawab sepenuhnya atas dampak yang ditimbulkan selama pembangunan dan pengoperasian terminal untuk kepentingan sendiri yang bersangkutan;

    254. melaporkan kegiatan operasional terminal untuk kepentingan sendiri kepada penyelenggara pelabuhan laut secara berkala; dan

    255. menaati ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepelabuhanan, lalu lintas angkutan di perairan, keselamatan pelayaran, pengerukan dan reklamasi, serta pengelolaan lingkungan; dan

    256. menaati ketentuan peraturan perundang-undangan dari instansi pemerintah lainnya yang berkaitan dengan usaha pokoknya.

      Pasal 143
      (1)

      Persetujuan pengelolaan terminal untuk kepentingan sendiri dicabut apabila pengelola:


    257. melanggar kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 142;

    258. menggunakan terminal untuk kepentingan sendiri untuk melayani kepentingan umum tanpa konsesi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 140 ayat (2).

      (2)

      Pencabutan persetujuan pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui proses peringatan tertulis sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 1 (satu) bulan.

      (3)

      Apabila telah dilakukan peringatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pengelola terminal untuk kepentingan sendiri tidak melakukan usaha perbaikan atas peringatan yang telah diberikan, persetujuan pengelolaan terminal untuk kepentingan sendiri dicabut.

      (4)

      Tarif...

      Pasal 144

      Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemberian persetujuan pengelolaan terminal untuk kepentingan sendiri diatur dengan Peraturan Menteri. BAB VII PENARIFAN


      Pasal 145

      Setiap pelayanan jasa kepelabuhanan dikenakan tarif sesuai dengan jasa yang diberikan.


      Pasal 146

      Besaran tarif pelayanan jasa kepelabuhanan ditetapkan berdasarkan:


    259. kepentingan pelayanan umum;

    260. peningkatan mutu pelayanan jasa kepelabuhanan;

    261. kepentingan pengguna jasa;

    262. peningkatan kelancaran pelayanan jasa;

    263. pengembalian biaya; dan

    264. pengembangan usaha.

      Pasal 147
      (1)

      Tarif penggunaan perairan dan/atau daratan serta jasa kepelabuhanan yang diselenggarakan oleh Otoritas Pelabuhan ditetapkan oleh Otoritas Pelabuhan setelah dikonsultasikan dengan Menteri.

      (2)

      Tarif jasa kepelabuhanan yang diusahakan oleh Badan Usaha Pelabuhan ditetapkan oleh Badan Usaha Pelabuhan berdasarkan jenis, struktur, dan golongan tarif yang ditetapkan oleh Menteri dan merupakan pendapatan Badan Usaha Pelabuhan.

      (3)

      Tarif jasa kepelabuhanan bagi pelabuhan yang diusahakan secara tidak komersial oleh Pemerintah ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah dan merupakan Penerimaan Negara Bukan Pajak.


    265. aspek...

      (4)

      Tarif jasa kepelabuhanan bagi pelabuhan yang diusahakan oleh pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota ditetapkan dengan peraturan daerah dan merupakan penerimaan daerah.

      Pasal 148

      Ketentuan lebih lanjut mengenai jenis, struktur, dan golongan tarif jasa kepelabuhanan, mekanisme penetapan tarif yang terkait dengan penggunaan perairan dan/atau daratan dan jasa kepelabuhanan serta tarif jasa kepelabuhanan yang diusahakan oleh Badan Usaha Pelabuhan diatur dengan Peraturan Menteri. BAB VIII PELABUHAN DAN TERMINAL KHUSUS YANG TERBUKA BAGI PERDAGANGAN LUAR NEGERI


      Pasal 149

      (1)

      Untuk menunjang kelancaran perdagangan luar negeri pelabuhan utama dan terminal khusus tertentu dapat ditetapkan sebagai pelabuhan yang terbuka bagi perdagangan luar negeri.

      (2)

      Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas pertimbangan:

    266. pertumbuhan dan pengembangan ekonomi nasional;

    267. kepentingan perdagangan internasional;

    268. kepentingan pengembangan kemampuan angkutan laut nasional;

    269. posisi geografis yang terletak pada lintasan pelayaran internasional;

    270. Tatanan Kepelabuhanan Nasional yang diwujudkan dalam Rencana Induk Pelabuhan Nasional;

    271. fasilitas pelabuhan;

    272. keamanan dan kedaulatan negara; dan

    273. kepentingan nasional lainnya.

      Pasal 150
      (1)

      Pelabuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 149 ayat (1) ditetapkan oleh Menteri atas permohonan penyelenggara pelabuhan utama setelah memenuhi persyaratan.

      (2)

      Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi:

      (4)

      Dalam...


    274. aspek ekonomi;

    275. aspek keselamatan dan keamanan pelayaran;

    276. aspek teknis fasilitas kepelabuhanan;

    277. fasilitas kantor dan peralatan penunjang bagi instansi pemegang fungsi keselamatan dan keamanan pelayaran, instansi bea cukai, imigrasi, dan karantina; dan

    278. jenis komoditas khusus.

      Pasal 151
      (1)

      Terminal khusus tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 149 ayat (1) ditetapkan oleh Menteri atas permohonan penyelenggara pengelola terminal khusus setelah memenuhi persyaratan.

      (2)

      Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi:


    279. aspek administrasi;

    280. aspek ekonomi;

    281. aspek keselamatan dan keamanan pelayaran;

    282. aspek teknis fasilitas kepelabuhanan;

    283. fasilitas kantor dan peralatan penunjang bagi instansi pemegang fungsi keselamatan dan keamanan pelayaran, instansi bea cukai, imigrasi, dan karantina; dan

    284. jenis komoditas khusus.

      Pasal 152
      (1)

      Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 150 dan Pasal 151, Menteri melakukan penelitian atas persyaratan permohonan penetapan pelabuhan dan terminal khusus tertentu yang terbuka bagi perdagangan luar negeri dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diterima permohonan secara lengkap.

      (2)

      Dalam hal berdasarkan hasil penelitian persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum terpenuhi, Menteri mengembalikan permohonan kepada penyelenggara pelabuhan dan pengelola terminal khusus untuk melengkapi persyaratan.

      (3)

      Permohonan yang dikembalikan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diajukan kembali kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.


    285. operator...

      (4)

      Dalam hal berdasarkan hasil penelitian persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) telah terpenuhi, Menteri menetapkan pelabuhan dan terminal khusus tertentu yang terbuka bagi perdagangan luar negeri.

      Pasal 153

      Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penetapan pelabuhan dan terminal khusus tertentu yang terbuka bagi perdagangan luar negeri diatur dengan Peraturan Menteri. BAB IX SISTEM INFORMASI PELABUHAN


      Pasal 154

      (1)

      Sistem informasi pelabuhan mencakup pengumpulan, pengelolaan, penganalisaan, penyimpanan, penyajian, serta penyebaran data dan informasi pelabuhan untuk:

    286. mendukung operasional pelabuhan;

    287. meningkatkan pelayanan kepada masyarakat atau publik; dan

    288. mendukung perumusan kebijakan di bidang kepelabuhanan.

      (2)

      Sistem informasi pelabuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan oleh:

    289. Menteri untuk sistem informasi pelabuhan pada tingkat nasional;

    290. gubernur untuk sistem informasi pelabuhan pada tingkat provinsi; dan

    291. bupati/walikota untuk sistem informasi pelabuhan pada tingkat kabupaten/kota.

      (3)

      Pemerintah daerah menyelenggarakan sistem informasi pelabuhan sesuai dengan kewenangannya berdasarkan pedoman dan standar yang ditetapkan oleh Menteri.

      Pasal 155

      Sistem informasi pelabuhan paling sedikit memuat:


    292. kedalaman alur dan kolam pelabuhan;

    293. kapasitas dan kondisi fasilitas pelabuhan;

    294. arus peti kemas, barang, dan penumpang di pelabuhan;

    295. arus lalu lintas kapal di pelabuhan;

    296. kinerja pelabuhan; Pasal 161...

    297. operator terminal di pelabuhan;

    298. tarif jasa kepelabuhanan; dan

    299. Rencana Induk Pelabuhan dan/atau rencana pembangunan pelabuhan.

      Pasal 156

      Badan Usaha Pelabuhan menyampaikan laporan bulanan kegiatan terminal kepada Otoritas Pelabuhan setiap bulan paling lambat pada tanggal 5 (lima) bulan berikutnya.


      Pasal 157

      Laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 meliputi:


    300. arus kunjungan kapal;

    301. arus bongkar muat peti kemas dan barang;

    302. arus penumpang;

    303. kinerja operasional; dan

    304. kinerja peralatan dan fasilitas.

      Pasal 158

      Otoritas Pelabuhan mengevaluasi laporan bulanan yang disampaikan oleh Badan Usaha Pelabuhan untuk dijadikan sebagai bahan penyusunan sistem informasi pelabuhan dan disampaikan kepada Menteri dengan tembusan kepada gubernur.


      Pasal 159

      Unit Penyelenggara Pelabuhan wajib menyampaikan informasi kepada Menteri yang memuat paling sedikit mengenai:


    305. kedalaman kolam pelabuhan;

    306. arus kunjungan kapal;

    307. arus bongkar muat peti kemas dan barang;

    308. arus penumpang;

    309. kinerja operasional;

    310. kinerja peralatan dan fasilitas;

    311. kedalaman alur; dan

    312. perkembangan jumlah Badan Usaha Pelabuhan yang mengoperasikan terminal.

      Pasal 160

      Menteri berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 157 mengolah data dan informasi untuk dijadikan sebagai bahan informasi pelabuhan kepada masyarakat. BAB XI...


      Pasal 161

      Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengolahan dan laporan serta penyusunan sistem informasi pelabuhan diatur dengan Peraturan Menteri. BAB X KETENTUAN LAIN-LAIN


      Pasal 162

      Pengelola kawasan industri yang memerlukan fasilitas pelabuhan wajib menyediakan lahan yang dialokasikan untuk kegiatan kepelabuhanan.


      Pasal 163
      (1)

      Penyelenggaraan pelabuhan laut serta pelabuhan sungai dan danau yang digunakan untuk melayani angkutan penyeberangan yang diusahakan secara komersial harus memenuhi ketentuan:


    313. kegiatan pengaturan dan pembinaan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan kepelabuhanan dilaksanakan oleh Otoritas Pelabuhan yang digunakan untuk melayani angkutan penyeberangan;

    314. kegiatan pemerintahan di bidang keselamatan dan keamanan pelayaran dilaksanakan oleh Syahbandar; dan

    315. kegiatan pengusahaan dilaksanakan oleh Badan Usaha Pelabuhan yang mengusahakan pelabuhan laut untuk melayani angkutan penyeberangan.

      (2)

      Penyelenggara pelabuhan laut serta pelabuhan sungai dan danau yang digunakan untuk melayani angkutan penyeberangan yang belum diusahakan secara komersial dilakukan oleh Unit Pelaksana Teknis Pemerintah, Unit Pelaksana Teknis pemerintah provinsi, atau Unit Pelaksana Teknis pemerintah kabupaten/kota.

      Pasal 164

      Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan pelabuhan laut serta pelabuhan sungai dan danau yang digunakan untuk melayani angkutan penyeberangan diatur dengan Peraturan Menteri. Agar... BAB XI KETENTUAN PERALIHAN


      Pasal 165

      (1)

      Pada saat Peraturan Pemerintah ini berlaku, Pemerintah, pemerintah daerah, dan Badan Usaha Milik Negara yang menyelenggarakan pelabuhan tetap menyelenggarakan kegiatan pengusahaan di pelabuhan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.

      (2)

      Dalam waktu paling lama 3 (tiga) tahun sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, kegiatan usaha pelabuhan yang dilaksanakan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dan Badan Usaha Milik Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disesuaikan dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini.

      (3)

      Kegiatan pengusahaan di pelabuhan yang telah diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara tetap diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara dimaksud . BAB XII KETENTUAN PENUTUP

      Pasal 166

      Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, semua peraturan perundang-undangan yang lebih rendah dari Peraturan Pemerintah ini yang mengatur mengenai kepelabuhanan dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.


      Pasal 167

      Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4145) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.


      Pasal 168

      Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. ttd DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 22 Oktober 2009 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd PATRIALIS AKBAR LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR 151 Untuk... P E N J E L A S A N A T A S PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2009 TENTANG KEPELABUHANAN I. UMUM Pelabuhan sebagai salah satu unsur dalam penyelenggaraan pelayaran memiliki peranan yang sangat penting dan strategis sehingga penyelenggaraannya dikuasasi oleh negara dan pembinaannya dilakukan oleh Pemerintah dalam rangka menunjang, menggerakkan, dan mendorong pencapaian tujuan nasional, dan memperkukuh ketahanan nasional. Pembinaan pelabuhan yang dilakukan oleh Pemerintah meliputi aspek pengaturan, pengendalian, dan pengawasan. Aspek pengaturan mencakup perumusan dan penentuan kebijakan umum maupun teknis operasional. Aspek pengendalian mencakup pemberian pengarahan bimbingan dalam pembangunan dan pengoperasian pelabuhan. Sedangkan aspek pengawasan dilakukan terhadap penyelenggaraan kepelabuhanan. Pembinaan kepelabuhanan dilakukan dalam satu kesatuan Tatanan Kepelabuhanan Nasional yang ditujukan untuk mewujudkan kelancaran, ketertiban, keamanan dan keselamatan pelayaran dalam pelayanan jasa kepelabuhanan, menjamin kepastian hukum dan kepastian usaha, mendorong profesionalisme pelaku ekonomi di pelabuhan, mengakomodasi teknologi angkutan, serta meningkatkan mutu pelayanan dan daya saing dengan tetap mengutamakan pelayanan kepentingan umum. Dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, pengaturan untuk bidang kepelabuhanan memuat ketentuan mengenai penghapusan monopoli dalam penyelenggaran pelabuhan, pemisahan antara fungsi regulator dan operator serta memberikan peran serta pemerintah daerah dan swasta secara proporsional di dalam penyelenggaraan kepelabuhanan. Ayat (3)... Untuk kepentingan tersebut di atas maka dalam Peraturan Pemerintah ini diatur mengenai Rencana Induk Pelabuhan Nasional, penetapan lokasi, rencana induk pelabuhan serta Daerah Lingkungan Kerja dan Daerah Lingkungan Kepentingan pelabuhan, penyelenggaran kegiatan di pelabuhan, perizinan pembangunan dan pengoperasian pelabuhan atau terminal, terminal khusus dan terminal untuk kepentingan sendiri, penarifan, pelabuhan dan terminal khusus yang terbuka bagi perdagangan luar negeri dan sistem informasi pelabuhan. II. PASAL DEMI PASAL


      Pasal 1

      Cukup jelas.


      Pasal 2

      Cukup jelas.


      Pasal 3

      Cukup jelas.


      Pasal 4

      Cukup jelas.


      Pasal 5

      Cukup jelas.


      Pasal 6

      Cukup jelas.


      Pasal 7

      Cukup jelas.


      Pasal 8

      Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Dalam Rencana Induk Pelabuhan Nasional memuat lokasi pelabuhan yang sudah ada maupun lokasi pelabuhan yang direncanakan akan dibangun. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3)... Ayat (3) Menteri yang terkait dengan kepelabuhanan antara lain, menteri yang membidangi urusan lingkungan hidup, perikanan, perindustrian, pertambangan, dan perdagangan. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Perubahan kondisi lingkungan strategis akibat bencana adalah berubahnya perencanaan pemanfaatan kawasan yang memerlukan fasilitas pelabuhan akibat bencana.


      Pasal 9

      Cukup jelas.


      Pasal 10

      Cukup jelas.


      Pasal 11

      Cukup jelas.


      Pasal 12

      Cukup jelas.


      Pasal 13

      Cukup jelas.


      Pasal 14

      Cukup jelas.


      Pasal 15

      Cukup jelas.


      Pasal 16

      Cukup jelas.


      Pasal 17

      Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Huruf f... Ayat (3) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Letak wilayah administratif memuat nama desa/kelurahan atau sebutan lain, kecamatan, kabupaten/kota, dan provinsi.


      Pasal 18

      Cukup jelas.


      Pasal 19

      Cukup jelas.


      Pasal 20

      Cukup jelas.


      Pasal 21

      Cukup jelas.


      Pasal 22

      Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Pasal 31... Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Cukup jelas. Huruf i Cukup jelas. Huruf j Kawasan Industri adalah kawasan tempat pemusatan kegiatan industri manufaktur yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh perusahaan kawasan industri yang telah memiliki Izin Usaha Industri. Huruf k Fasilitas umum lainnya antara lain tempat peribadatan, tempat rekreasi, olah raga, jalur hijau, dan kesehatan.


      Pasal 23

      Cukup jelas.


      Pasal 24

      Cukup jelas.


      Pasal 25

      Cukup jelas.


      Pasal 26

      Cukup jelas.


      Pasal 27

      Cukup jelas.


      Pasal 28

      Cukup jelas .


      Pasal 29

      Cukup jelas.


      Pasal 30

      Cukup jelas. Ayat (2)...


      Pasal 31

      Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Keadaan darurat antara lain kapal terbakar. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas.


      Pasal 32

      Cukup jelas.


      Pasal 33

      Cukup jelas.


      Pasal 34

      Cukup jelas.


      Pasal 35

      Cukup jelas.


      Pasal 36

      Cukup jelas.


      Pasal 37

      Ayat (1) Cukup jelas. Kegiatan... Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Kegiatan pemerintahan lainnya yang bersifat tidak tetap antara lain kegiatan kehutanan dan pertambangan yang diselenggarakan oleh instansi yang berwenang dalam rangka mencegah pembalakan liar ( illegal logging ) dan penambangan liar ( illegal minning ) yang ke luar masuk melalui pelabuhan.


      Pasal 38

      Ayat (1) Kegiatan pengaturan meliputi penetapan kebijakan di bidang kepelabuhanan. Kebijakan di bidang kepelabuhanan merupakan kebijakan umum dan teknis kepelabuhanan yang meliputi penentuan norma, standar, pedoman, kriteria, perencanaan, dan prosedur serta perizinan di bidang kepelabuhanan. Kegiatan pembinaan dilakukan dengan memperhatikan seluruh aspek pengaturan, pengendalian, dan pengawasan terhadap kegiatan pembangunan, pengoperasian, dan pengembangan pelabuhan guna mewujudkan tatanan kepelabuhanan nasional yang diarahkan untuk:


    316. memperlancar perpindahan orang dan/atau barang secara massal dengan selamat, aman, cepat, lancar, tertib dan teratur, dan nyaman;

    317. meningkatkan penyelenggaraan kegiatan kepelabuhanan;

    318. mengembangkan kemampuan dan peranan kepelabuhanan serta keselamatan dan keamanan pelayaran dengan menjamin tersedianya alur-pelayaran, kolam pelabuhan, dan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran yang memadai;

    319. mencegah dan menanggulangi pencemaran yang bersumber dari kegiatan kepelabuhanan. Huruf d... Kegiatan pengendalian meliputi pemberian arahan, bimbingan dan penyuluhan kepada masyarakat pengguna jasa kepelabuhanan, pendidikan dan pelatihan serta sertifikasi, dan perizinan di bidang kepelabuhanan serta petunjuk dalam melaksanakan pembangunan, operasional dan pengembangan pelabuhan. Kegiatan pengawasan meliputi:

    320. pemantauan dan penilaian terhadap kegiatan pembangunan, pengoperasian, dan pengembangan pelabuhan; dan

    321. tindakan korektif terhadap pelaksanaan kegiatan pembangunan, pengoperasian, dan pengembangan pelabuhan. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas.

      Pasal 39

      Cukup jelas.


      Pasal 40

      Cukup jelas.


      Pasal 41

      Cukup jelas.


      Pasal 42

      Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Jaringan jalan adalah jalan akses (acces road) ke terminal. Huruf c Cukup jelas. Ayat (4)... Huruf d Keamanan dan ketertiban secara umum di pelabuhan dijamin oleh Otoritas Pelabuhan yang dilakukan secara terpadu dan untuk itu dapat dibentuk satuan pengaman oleh Otoritas Pelabuhan, namun untuk masing-masing terminal menjadi tanggung jawab Badan Usaha Pelabuhan. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Kondisi tertentu adalah terjadinya sesuatu yang dapat menghambat pemberian pelayanan jasa kepelabuhanan yang harus segera dilakukan pemulihan dan tidak dapat menunggu pembiayaan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sehingga diperlukan tindakan yang dilakukan oleh Badan Usaha Pelabuhan atau pengelola Terminal Untuk Kepentingan Sendiri seizin Otoritas Pelabuhan.


      Pasal 43

      Cukup jelas.


      Pasal 44

      Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 58... Ayat (4) Kondisi tertentu adalah anggaran pemerintah pada tahun anggaran berjalan tidak tersedia untuk pemeliharaan penahan gelombang, kolam pelabuhan, alur-pelayaran, dan jaringan jalan.


      Pasal 45

      Cukup jelas.


      Pasal 46

      Cukup jelas.


      Pasal 47

      Cukup jelas.


      Pasal 48

      Cukup jelas.


      Pasal 49

      Cukup jelas.


      Pasal 50

      Cukup jelas.


      Pasal 51

      Cukup jelas.


      Pasal 52

      Cukup jelas.


      Pasal 53

      Cukup jelas.


      Pasal 54

      Cukup jelas.


      Pasal 55

      Cukup jelas.


      Pasal 56

      Cukup jelas.


      Pasal 57

      Peraturan pemerintah tersendiri adalah peraturan pemerintah yang mengatur mengenai kenavigasian. Pasal 70...


      Pasal 58

      Cukup jelas.


      Pasal 59

      Cukup jelas.


      Pasal 60

      Cukup jelas.


      Pasal 61

      Cukup jelas.


      Pasal 62

      Cukup jelas.


      Pasal 63

      Cukup jelas.


      Pasal 64

      Cukup jelas.


      Pasal 65

      Cukup jelas.


      Pasal 66

      Cukup jelas.


      Pasal 67

      Cukup jelas.


      Pasal 68

      Huruf a Cukup jelas. Huruf b Jasa terkait dengan kepelabuhanan adalah kegiatan yang menunjang kelancaran operasional dan memberikan nilai tambah bagi pelabuhan antara lain perkantoran, fasilitas pariwisata dan perhotelan, instalasi air bersih, listrik dan telekomunikasi, jaringan air limbah dan sampah, pelayanan bunker, dan tempat tunggu kendaraan bermotor.


      Pasal 69

      Cukup jelas. Huruf b...


      Pasal 70

      Cukup jelas.


      Pasal 71

      Cukup jelas.


      Pasal 72

      Cukup jelas.


      Pasal 73

      Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Keikutsertaan Badan Usaha Pelabuhan menjaga keselamatan, keamanan, dan ketertiban yang menyangkut angkutan di perairan adalah hanya terbatas di tambatan. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas.


      Pasal 74

      Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Huruf a Cukup jelas. Pasal 76... Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Sanksi adalah pengakhiran perjanjian dalam hal Badan Usaha Pelabuhan tidak melaksanakan kewajibannya termasuk kewajiban memberikan pelayanan jasa kepelabuhanan sesuai standar kinerja pelayanan yang ditetapkan oleh Otoritas Pelabuhan. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Cukup jelas. Huruf i Cukup jelas. Huruf j Cukup jelas. Huruf k Cukup jelas.


      Pasal 75

      Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Kerjasama pemanfaatan adalah pengoperasian fasilitas pokok dan fasilitas penunjang pelabuhan oleh Badan Usaha Pelabuhan dalam jangka waktu tertentu dalam rangka peningkatan penerimaan negara bukan pajak dan sumber pembiayaan lainnya. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 88...


      Pasal 76

      Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Penyewaan lahan, penyewaan gudang, dan/atau penyewaan penumpukan adalah pemanfaatan lahan tanah pelabuhan, fasilitas gudang dan fasilitas penumpukan oleh Badan Usaha Pelabuhan, badan usaha lainnya, atau orang perseorangan warga negara Indonesia dalam jangka waktu tertentu dan menerima imbalan uang tunai. Ayat (3) Cukup jelas.


      Pasal 77

      Cukup jelas.


      Pasal 78

      Cukup jelas.


      Pasal 79

      Cukup jelas.


      Pasal 80

      Cukup jelas.


      Pasal 81

      Cukup jelas.


      Pasal 82

      Cukup jelas.


      Pasal 83

      Cukup jelas.


      Pasal 84

      Cukup jelas.


      Pasal 85

      Cukup jelas.


      Pasal 86

      Cukup jelas.


      Pasal 87

      Cukup jelas. Pasal 98...


      Pasal 88

      Ayat (1) Sisi darat antara lain berupa gudang, gedung, dan lapangan penumpukan. Ayat (2) Sisi perairan antara lain berupa dermaga, fasilitas tambat, reklamasi, dan talud.


      Pasal 89

      Cukup jelas.


      Pasal 90

      Cukup jelas.


      Pasal 91

      Cukup jelas.


      Pasal 92

      Cukup jelas.


      Pasal 93

      Cukup jelas.


      Pasal 94

      Cukup jelas.


      Pasal 95

      Cukup jelas.


      Pasal 96

      Cukup jelas.


      Pasal 97

      Ayat (1) Pengoperasian pelabuhan dilakukan dengan mempertimbangkan kesiapan fasilitas dan sumber daya manusia operasional sesuai dengan frekuensi kunjungan kapal, bongkar muat barang, dan naik turun penumpang. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 101...


      Pasal 98

      Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Huruf a Kondisi alur antara lain kedalaman, pasang surut, dan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran . Huruf b Cukup jelas. Huruf c Fasilitas pelabuhan antara lain lampu penerangan, dermaga, gudang, dan lapangan penumpukan. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Sumber daya manusia operasional sesuai kebutuhan yaitu petugas instansi pemerintah pemegang fungsi keselamatan dan keamanan pelayaran, kekarantinaan, kepabeanan dan keimigrasian. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Cukup jelas. Huruf i Cukup jelas.


      Pasal 99

      Cukup jelas.


      Pasal 100

      Cukup jelas. Ayat (2)...


      Pasal 101

      Cukup jelas.


      Pasal 102

      Cukup jelas.


      Pasal 103

      Huruf a Cukup jelas. Huruf b Melaporkan kegiatan operasional dapat dilaksanakan dengan memanfaatkan teknologi informasi . Huruf c Cukup jelas. Huruf d Ketentuan peraturan perundang-undangan dari instansi Pemerintah lainnya antara lain ketentuan di bidang perpajakan serta bea dan cukai.


      Pasal 104

      Cukup jelas.


      Pasal 105

      Cukup jelas.


      Pasal 106

      Cukup jelas.


      Pasal 107

      Cukup jelas.


      Pasal 108

      Cukup jelas.


      Pasal 109

      Cukup jelas.


      Pasal 110

      Ayat (1) Kegiatan tertentu adalah kegiatan untuk menunjang kegiatan usaha pokok yang tidak terlayani oleh pelabuhan terdekat dengan kegiatan usahanya karena sifat barang atau kegiatannya memerlukan pelayanan khusus atau karena lokasinya jauh dari pelabuhan. Pasal 117... Ayat (2) Huruf a Ditetapkan menjadi bagian dari pelabuhan terdekat yaitu bahwa pengaturan dan pembinaan, pengendalian, dan pengawasan kegiatan pengoperasian terminal khusus dilakukan oleh penyelenggara pelabuhan terdekat dan pengawasan serta pelaksanaan fungsi keselamatan dan keamanan pelayaran dilaksanakan oleh Syahbandar pada pelabuhan terdekat. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas.


      Pasal 111

      Huruf a Badan usaha adalah badan hukum Indonesia yang didirikan berdasarkan ketentuan hukum Republik Indonesia, termasuk anak perusahaan sesuai dengan usaha pokok yang sejenis dan pemasok bahan baku dan peralatan penunjang produksi untuk keperluan badan usaha yang bersangkutan. Kegiatan usaha pokok antara lain pertambangan, energi, kehutanan, pertanian, perikanan, industri, pariwisata, dok dan galangan kapal, penelitian, pendidikan dan pelatihan, serta sosial. Huruf b Cukup jelas.


      Pasal 112

      Cukup jelas.


      Pasal 113

      Cukup jelas.


      Pasal 114

      Cukup jelas.


      Pasal 115

      Cukup jelas.


      Pasal 116

      Cukup jelas. Huruf b...


      Pasal 117

      Cukup jelas.


      Pasal 118

      Cukup jelas.


      Pasal 119

      Cukup jelas.


      Pasal 120

      Cukup jelas.


      Pasal 121

      Cukup jelas.


      Pasal 122

      Cukup jelas.


      Pasal 123

      Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Ketentuan peraturan perundang-undangan dari instansi Pemerintah lainnya antara lain ketentuan di bidang pertambangan, energi, kehutanan, pertanian, perikanan, industri, pariwisata, dok dan galangan kapal, penelitian, pendidikan dan pelatihan, sosial, perpajakan, serta bea dan cukai.


      Pasal 124

      Cukup jelas.


      Pasal 125

      Cukup jelas.


      Pasal 126

      Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Kondisi alur antara lain kedalaman perairan, pasang surut, dan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran. Pasal 133... Huruf b Cukup jelas. Huruf c Fasilitas terminal khusus antara lain lampu penerangan, dermaga, gudang, dan lapangan penumpukan. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Sumber daya manusia operasional sesuai kebutuhan yaitu petugas instansi pemerintah pemegang fungsi keselamatan dan keamanan pelayaran, kekarantinaan, kepabeanan dan keimigrasian. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Cukup jelas. Huruf i Cukup jelas.


      Pasal 127

      Cukup jelas.


      Pasal 128

      Cukup jelas.


      Pasal 129

      Cukup jelas.


      Pasal 130

      Cukup jelas.


      Pasal 131

      Cukup jelas.


      Pasal 132

      Cukup jelas. Huruf f...


      Pasal 133

      Ayat (1) Pembinaan, pengendalian, dan pengawasan operasional terminal khusus dilaksanakan oleh Syahbandar pada pelabuhan terdekat dalam kaitan terhadap kegiatan yang dilakukan oleh pengelola terminal khusus antara lain menyangkut penggunaan perairan, pelayanan pandu, pelayanan jasa kepelabuhanan yang dilakukan untuk melayani pihak ketiga karena kegiatan- kegiatan tersebut merupakan kewenangan dari Pemerintah. Ayat (2) Cukup jelas.


      Pasal 134

      Cukup jelas.


      Pasal 135

      Ayat (1) Kegiatan tertentu meliputi pertambangan, energi, kehutanan, pertanian, perikanan, industri, pariwisata, dok dan galangan kapal, penelitian, pendidikan dan pelatihan, serta sosial. Ayat (2) Cukup jelas.


      Pasal 136

      Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Bukti kerjasama dapat berupa kerjasama pengelolaan terminal untuk kepentingan sendiri. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Peristiwa... Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Cukup jelas.


      Pasal 137

      Cukup jelas.


      Pasal 138

      Cukup jelas.


      Pasal 139

      Cukup jelas.


      Pasal 140

      Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Fasilitas lainnya antara lain peralatan bongkar muat, gudang, akses jalan masuk, dan sumber daya manusia yang menangani. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas.


      Pasal 141

      Bencana alam antara lain gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. Pasal 149... Peristiwa lainnya dapat berupa bencana non-alam antara lain gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit serta berupa bencana sosial yang antara lain konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat dan teror.


      Pasal 142

      Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Ketentuan peraturan perundang-undangan dari instansi Pemerintah lainnya antara lain ketentuan di bidang pertambangan, energi, kehutanan, pertanian, perikanan, industri, pariwisata, dok dan galangan kapal, penelitian, pendidikan dan pelatihan, sosial, perpajakan, serta bea dan cukai.


      Pasal 143

      Cukup jelas.


      Pasal 144

      Cukup jelas.


      Pasal 145

      Cukup jelas.


      Pasal 146

      Cukup jelas.


      Pasal 147

      Cukup jelas.


      Pasal 148

      Cukup jelas. Pasal 162...


      Pasal 149

      Ayat (1) Terminal khusus tertentu adalah terminal khusus yang dibangun dan dioperasikan untuk menunjang kegiatan usaha yang hasil produksinya untuk diekspor. Ayat (2) Cukup jelas.


      Pasal 150

      Cukup jelas.


      Pasal 151

      Cukup jelas.


      Pasal 152

      Cukup jelas.


      Pasal 153

      Cukup jelas.


      Pasal 154

      Cukup jelas.


      Pasal 155

      Cukup jelas.


      Pasal 156

      Dalam menyampaikan laporan, Badan Usaha Pelabuhan dapat menggunakan teknologi informasi yang tersedia ( e-portnet ).


      Pasal 157

      Cukup jelas.


      Pasal 158

      Cukup jelas.


      Pasal 159

      Cukup jelas.


      Pasal 160

      Cukup jelas.


      Pasal 161

      Cukup jelas. Pasal 166...


      Pasal 162

      Cukup jelas.


      Pasal 163

      Cukup jelas.


      Pasal 164

      Cukup jelas.


      Pasal 165

      Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Penentuan waktu 3 (tiga) tahun dalam ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan waktu yang cukup bagi Pemerintah merencanakan pengembangan pelabuhan dan Badan Usaha Milik Negara. Untuk keperluan pengembangan tersebut atas perintah Menteri dilakukan:


    322. evaluasi aset Badan Usaha Milik Negara yang menyelenggarakan usaha pelabuhan; dan

    323. audit secara menyeluruh terhadap aset Badan Usaha Milik Negara yang menyelenggarakan usaha pelabuhan. Ayat (3) Yang dimaksud dengan “tetap diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara” adalah Badan Usaha Milik Negara yang didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 1991, Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 1991, Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 1991, dan Peraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 1991, tetap menyelenggarakan kegiatan usaha di pelabuhan yang meliputi:

    324. kegiatan yang diatur dalam Pasal 90 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran;

    325. penyediaan kolam pelabuhan sesuai dengan peruntukannya berdasarkan pelimpahan dari Pemerintah dan ketentuan peraturan perundang-undangan;

    326. pelayanan jasa pemanduan berdasarkan pelimpahan dari Pemerintah dan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

    d. penyediaan dan pengusahaan tanah sesuai kebutuhan berdasarkan pelimpahan dari Pemerintah dan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan. Pasal 166 Cukup jelas. Pasal 167 Cukup jelas. Pasal 168 Cukup jelas.

Webmentions

Anda dapat memberikan tanggapan atas peraturan ini dengan like, retweet/repost pada tweet yang mencantumkan tautan pada laman ini.

Tanggapan (0):