Pengelolaan Keuangan Daerah

Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005

Kerangka<< >>

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan Pasal 182 dan Pasal 194 Undang- Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Pasal 69 dan Pasal 86 Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Mengingat :

  1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

  2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);

  3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);

  4. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389);

  5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437);

  1. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH. BAB I KETENTUAN UMUM Bagian Pertama Pengertian Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
    1. hak daerah untuk memungut pajak daerah dan retribusi daerah serta melakukan pinjaman;

    2. kewajiban daerah untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan daerah dan membayar tagihan pihak ketiga;

    3. penerimaan daerah;

    4. pengeluaran daerah;

    5. kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada perusahaan daerah;

    6. kekayaan pihak lain yang dikuasai oleh pemerintah daerah dalam rangka penyelenggaraan tugas pemerintahan daerah dan/atau kepentingan umum. Pasal 3 Pengelolaan keuangan daerah yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini meliputi:

    7. asas umum pengelolaan keuangan daerah;

    8. pejabat-pejabat yang mengelola keuangan daerah;

    9. penyusunan RKPD, KUA, PPAS, dan RKA-SKPD;

    10. penyusunan dan penetapan APBD;

    11. pelaksanaan dan perubahan APBD;

    12. penatausahaan keuangan daerah;

    13. pertanggungjawaban pelaksanaan APBD;

    14. pengendalian defisit dan penggunaan surplus APBD;

    15. pengelolaan kas umum daerah;

    16. pengelolaan piutang daerah;

    17. pengelolaan investasi daerah;

    18. pengelolaan barang milik daerah;

    19. pengelolaan dana cadangan;

    20. pengelolaan utang daerah;

    21. pembinaan dan pengawasan pengelolaan keuangan daerah;

    22. penyelesaian kerugian daerah;

    23. pengelolaan keuangan badan layanan umum daerah;

    24. pengaturan pengelolaan keuangan daerah. Bagian Ketiga Asas Umum Pengelolaan Keuangan Daerah a. menetapkan kebijakan tentang pelaksanaan APBD;

    25. menetapkan kebijakan tentang pengelolaan barang daerah;

    26. menetapkan kuasa pengguna anggaran/barang;

    27. menetapkan bendahara penerimaan dan/atau bendahara pengeluaran;

    28. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pemungutan penerimaan daerah;

    29. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan utang dan piutang daerah;

    30. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengelolaan barang milik daerah; dan

    31. menetapkan pejabat yang bertugas melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahkan pembayaran. (3) Kekuasaan pengelolaan keuangan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh:

    32. kepala satuan kerja pengelola keuangan daerah selaku PPKD; Koordinator Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 6 (1) Koordinator Pengelolaan Keuangan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) mempunyai tugas koordinasi di bidang:

    33. penyusunan dan pelaksanaan kebijakan pengelolaan APBD;

    34. penyusunan dan pelaksanaan kebijakan pengelolaan barang daerah;

    35. penyusunan rancangan APBD dan rancangan perubahan APBD;

    36. penyusunan Raperda APBD, Perubahan APBD, dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD;

    37. tugas-tugas pejabat perencana daerah, PPKD, dan pejabat pengawas keuangan daerah; dan

    38. penyusunan laporan keuangan daerah dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBD. (2) Selain tugas-tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) koordinator pengelolaan keuangan daerah juga mempunyai tugas:

    39. memimpin tim anggaran pemerintah daerah;

    40. menyiapkan pedoman pelaksanaan APBD;

    41. menyiapkan pedoman pengelolaan barang daerah;

    42. memberikan persetujuan pengesahan DPA-SKPD; dan Pejabat Pengelola Keuangan Daerah Pasal 7 (1) PPKD mempunyai tugas sebagai berikut:

    43. menyusun dan melaksanakan kebijakan pengelolaan keuangan daerah;

    44. menyusun rancangan APBD dan rancangan Perubahan APBD;

    45. melaksanakan pemungutan pendapatan daerah yang telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah;

    46. melaksanakan fungsi Bendahara Umum Daerah;

    47. menyusun laporan keuangan daerah dalam rangka pertanggungjawaban pelaksanaan APBD; dan

    48. melaksanakan tugas lainnya berdasarkan kuasa yang dilimpahkan oleh kepala daerah. (2) PPKD selaku BUD berwenang:

    49. menyusun kebijakan dan pedoman pelaksanaan APBD;

    50. mengesahkan DPA-SKPD;

    51. melakukan pengendalian pelaksanaan APBD;

    52. memberikan petunjuk teknis pelaksanaan sistem penerimaan dan pengeluaran kas daerah;

    53. melaksanakan pemungutan pajak daerah f. memantau pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran APBD oleh bank dan/atau lembaga keuangan lainnya yang telah ditunjuk;

    54. mengusahakan dan mengatur dana yang diperlukan dalam pelaksanaan APBD;

    55. menyimpan uang daerah;

    56. menetapkan SPD;

    57. melaksanakan penempatan uang daerah dan mengelola/menatausahakan investasi;

    58. melakukan pembayaran berdasarkan permintaan pejabat pengguna anggaran atas beban rekening kas umum daerah;

    59. melaksanakan pemberian pinjaman atas nama pemerintah daerah;

    60. melakukan pengelolaan utang dan piutang daerah;

    61. melakukan penagihan piutang daerah;

    62. melaksanakan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan daerah;

    63. menyajikan informasi keuangan daerah;

    64. melaksanakan kebijakan dan pedoman pengelolaan serta penghapusan barang milik daerah. Pasal 8 (1) PPKD selaku BUD menunjuk pejabat di lingkungan satuan kerja pengelola keuangan daerah selaku kuasa BUD. (2) Penunjukan kuasa BUD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan kepala daerah. (3) Kuasa BUD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), mempunyai tugas:

    65. menyiapkan anggaran kas;

    66. menyiapkan SPD;

    67. menerbitkan SP2D; dan

    68. menyimpan seluruh bukti asli kepemilikan kekayaan daerah; Pejabat Pengguna Anggaran/Pengguna Barang Daerah Pasal 10 Pejabat pengguna anggaran/pengguna barang daerah mempunyai tugas dan wewenang:

    69. menyusun RKA-SKPD;

    70. menyusun DPA-SKPD;

    71. melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran atas beban anggaran belanja;

    72. melaksanakan anggaran SKPD yang dipimpinnya;

    73. melakukan pengujian atas tagihan dan memerintahkan pembayaran;

    74. melaksanakan pemungutan penerimaan bukan pajak;

    75. mengadakan ikatan/perjanjian kerjasama dengan pihak lain dalam batas anggaran yang telah ditetapkan;

    76. mengelola utang dan piutang yang menjadi tanggung jawab SKPD yang dipimpinnya;

    77. mengelola barang milik daerah/kekayaan daerah yang menjadi tanggung jawab SKPD yang dipimpinnya;

    78. menyusun dan menyampaikan laporan keuangan SKPD yang dipimpinnya;

    79. mengawasi pelaksanaan anggaran SKPD yang dipimpinnya;

    80. melaksanakan tugas-tugas pengguna anggaran/pengguna barang lainnya berdasarkan kuasa yang dilimpahkan oleh kepala daerah; Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan SKPD Pasal 12 (1) Pejabat pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran dalam melaksanakan program dan kegiatan dapat menunjuk pejabat pada unit kerja SKPD selaku PPTK. (2) PPTK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas mencakup:

    81. mengendalikan pelaksanaan kegiatan;

    82. melaporkan perkembangan pelaksanaan kegiatan; Pejabat Penatausahaan Keuangan SKPD Pasal 14 (1) Dalam rangka melaksanakan wewenang atas penggunaan anggaran yang dimuat dalam DPA-SKPD, kepala SKPD menetapkan pejabat yang melaksanakan fungsi tata usaha keuangan pada SKPD sebagai pejabat penatausahaan keuangan SKPD. (2) Pejabat penatausahaan keuangan SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas:

    83. meneliti kelengkapan SPP-LS yang diajukan oleh PPTK;

    84. meneliti kelengkapan SPP-UP, SPP-GU dan SPP-TU yang diajukan oleh bendahara pengeluaran; c. __ menyiapkan SPM; dan __ d. menyiapkan laporan keuangan SKPD. __ (3) Pejabat penatausahaan keuangan SKPD tidak boleh merangkap sebagai pejabat yang bertugas melakukan pemungutan penerimaan negara/daerah, bendahara, dan/atau PPTK. Bagian Ketujuh Asas Umum APBD Struktur APBD Pasal 20 (1) APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri dari:

    85. pendapatan daerah;

    86. belanja daerah; dan Pendapatan Daerah Pasal 21 Pendapatan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf a terdiri atas:

    87. Pendapatan Asli Daerah (PAD);

    88. Dana Perimbangan; dan

    89. Lain-lain pendapatan daerah yang sah. Pasal 22 (1) Pendapatan asli daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf a terdiri atas:

    90. pajak daerah;

    91. retribusi daerah;

    92. hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan; dan

    93. lain-lain PAD yang sah. (2) Lain-lain PAD yang sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d mencakup:

    94. hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan;

    95. jasa giro;

    96. pendapatan bunga;

    97. tuntutan ganti rugi;

    98. keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing; dan

    99. komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah. Pasal 23 Pendapatan Dana Perimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf b meliputi :

    100. Dana Bagi Hasil;

    101. Dana Alokasi Umum; dan

    102. Dana Alokasi Khusus. Belanja Daerah Pasal 26 (1) Belanja daerah dipergunakan dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan provinsi atau kabupaten/kota yang terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan yang ditetapkan dengan ketentuan perundang-undangan. (2) Belanja penyelenggaraan urusan wajib sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diprioritaskan untuk melindungi dan meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dalam upaya memenuhi kewajiban daerah yang diwujudkan dalam bentuk peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak serta mengembangkan sistem jaminan sosial. (3) Peningkatan kualitas kehidupan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diwujudkan melalui prestasi kerja dalam pencapaian standar pelayanan minimal berdasarkan urusan wajib pemerintahan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pasal 27 (1) Belanja daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (3) diklasifikasikan menurut organisasi, fungsi, program dan kegiatan, serta jenis belanja. (2) Klasifikasi belanja menurut organisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan susunan organisasi pemerintahan daerah. (3) Klasifikasi belanja menurut fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:

    103. klasifikasi berdasarkan urusan pemerintahan; dan

    104. pelayanan umum;

    105. ketertiban dan keamanan;

    106. ekonomi;

    107. lingkungan hidup;

    108. perumahan dan fasilitas umum;

    109. kesehatan;

    110. pariwisata dan budaya;

    111. agama;

    112. pendidikan; serta j. perlindungan sosial. (6) Klasifikasi belanja menurut program dan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah. (7) Klasifikasi belanja menurut jenis belanja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:

    113. belanja pegawai;

    114. belanja barang dan jasa;

    115. belanja modal;

    116. bunga;

    117. subsidi;

    118. hibah;

    119. bantuan sosial;

    120. belanja bagi hasil dan bantuan keuangan; dan

    121. belanja tidak terduga. (8) Penganggaran dalam APBD untuk setiap jenis belanja sebagaimana dimaksud pada ayat (7), berdasarkan ketentuan perundang-undangan. Bagian Kelima Pembiayaan Daerah a. SiLPA tahun anggaran sebelumnya;

    122. pencairan dana cadangan;

    123. hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan;

    124. penerimaan pinjaman; dan

    125. penerimaan kembali pemberian pinjaman. (3) Pengeluaran pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup:

    126. pembentukan dana cadangan;

    127. penyertaan modal pemerintah daerah;

    128. pembayaran pokok utang; dan

    129. pemberian pinjaman. (4) Pembiayaan neto merupakan selisih lebih penerimaan pembiayaan terhadap pengeluaran pembiayaan. (5) Jumlah pembiayaan neto harus dapat menutup defisit anggaran. BAB IV PENYUSUNAN RANCANGAN APBD Bagian Pertama Kebijakan Umum APBD Pasal 34 (1) Kepala daerah berdasarkan RKPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1), menyusun rancangan kebijakan umum APBD. (2) Penyusunan rancangan kebijakan umum APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada pedoman penyusunan APBD yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri setiap tahun. (3) Kepala daerah menyampaikan rancangan kebijakan umum APBD tahun anggaran berikutnya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebagai landasan penyusunan RAPBD kepada DPRD selambat-lambatnya pertengahan bulan Juni tahun anggaran berjalan. (4) Rancangan kebijakan Umum APBD yang telah dibahas kepala daerah bersama DPRD dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) selanjutnya disepakati menjadi Kebijakan Umum APBD. Bagian Ketiga a. menentukan skala prioritas dalam urusan wajib dan urusan pilihan;

    130. menentukan urutan program dalam masing-masing urusan;

    131. menyusun plafon anggaran sementara untuk masing- masing program. (4) Kebijakan umum APBD dan prioritas dan plafon anggaran sementara yang telah dibahas dan disepakati bersama kepala daerah dan DPRD dituangkan dalam nota kesepakatan yang ditandatangani bersama oleh kepala daerah dan pimpinan DPRD. (5) Kepala daerah berdasarkan nota kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) menerbitkan pedoman penyusunan RKA-SKPD sebagai pedoman kepala SKPD menyusun RKA-SKPD. Bagian Keempat PENETAPAN APBD Bagian Pertama PELAKSANAAN APBD Bagian Pertama Asas Umum Pelaksanaan APBD Pasal 54 (1) SKPD dilarang melakukan pengeluaran atas beban anggaran belanja daerah untuk tujuan yang tidak tersedia anggarannya, dan/atau yang tidak cukup tersedia anggarannya dalam APBD. (2) Pelaksanaan belanja daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus didasarkan pada prinsip hemat, tidak mewah, efektif, efisien dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Kedua a. meneliti kelengkapan perintah pembayaran yang diterbitkan oleh pengguna anggaran;

    132. menguji ketersediaan dana yang bersangkutan;

    133. memerintahkan pencairan dana sebagai dasar pengeluaran daerah; dan

    134. menolak pencairan dana, apabila perintah pembayaran yang diterbitkan oleh pengguna anggaran tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Pasal 66 (1) Penerbitan SPM tidak boleh dilakukan sebelum barang dan/atau jasa diterima kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan. (2) Untuk kelancaran pelaksanaan tugas SKPD, kepada pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran dapat diberikan uang persediaan yang dikelola oleh bendahara pengeluaran. (3) Bendahara pengeluaran melaksanakan pembayaran dari uang persediaan yang dikelolanya setelah:

    135. meneliti kelengkapan perintah pembayaran yang diterbitkan oleh pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran;

    136. menguji kebenaran perhitungan tagihan yang tercantum dalam perintah pembayaran; dan

    137. meneliti kelengkapan perintah pembayaran/pemindah bukuan yang diterbitkan oleh PPKD;

    138. menguji kebenaran perhitungan pengeluaran pembiayaan yang tercantum dalam perintah pembayaran;

    139. menguji ketersediaan dana yang bersangkutan;

    140. menolak pencairan dana, apabila perintah pembayaran atas pengeluaran pembiayaan tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan. BAB VII LAPORAN REALISASI SEMESTER PERTAMA APBD DAN PERUBAHAN APBD Bagian Pertama Perubahan APBD Pasal 81 (1) Penyesuaian APBD dengan perkembangan dan/atau perubahan keadaan, dibahas bersama DPRD dengan pemerintah daerah dalam rangka penyusunan prakiraan perubahan atas APBD tahun anggaran yang bersangkutan, apabila terjadi:

    141. perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi kebijakan umum APBD;

    142. keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antarunit organisasi, antarkegiatan, dan antarjenis belanja;

    143. keadaan yang menyebabkan saldo anggaran lebih tahun sebelumnya harus digunakan untuk tahun berjalan;

    144. keadaan darurat; dan

    145. keadaan luar biasa. (2) Dalam keadaan darurat, pemerintah daerah dapat melakukan pengeluaran yang belum tersedia anggarannya, yang selanjutnya diusulkan dalam rancangan perubahan APBD, dan/atau disampaikan dalam laporan realisasi anggaran. (3) Keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d sekurang-kurangnya memenuhi kriteria sebagai berikut:

    146. bukan merupakan kegiatan normal dari aktivitas pemerintah daerah dan tidak dapat diprediksikan sebelumnya;

    147. tidak diharapkan terjadi secara berulang;

    148. berada di luar kendali dan pengaruh pemerintah daerah; dan Pelaksanaan Penatausahaan Keuangan Daerah Pasal 87 (1) Untuk pelaksanaan APBD, kepala daerah menetapkan:

    149. pejabat yang diberi wewenang menandatangani SPD;

    150. pejabat yang diberi wewenang menandatangani SPM;

    151. pejabat yang diberi wewenang mengesahkan surat pertanggungjawaban (SPJ);

    152. pejabat yang diberi wewenang menandatangani SP2D;

    153. bendahara penerimaan/pengeluaran; dan

    154. pengeluaran tersebut melampaui pagu; dan/atau

    155. tidak didukung oleh kelengkapan dokumen sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. (4) Dalam hal kuasa BUD menolak permintaan pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (3), SPM dikembalikan paling lama 1 (satu) hari kerja setelah diterima. Pasal 95 Tata cara penatausahaan bendahara pengeluaran diatur lebih lanjut dalam peraturan kepala daerah. Bagian Kelima Akuntansi Keuangan Daerah Pasal 96 (1) Pemerintah daerah menyusun sistem akuntansi pemerintah daerah yang mengacu kepada standar akuntansi pemerintahan. (2) Sistem akuntansi pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan peraturan kepala daerah mengacu pada peraturan daerah tentang pengelolaan keuangan daerah. Pasal 97 Kepala daerah berdasarkan standar akuntansi pemerintahan menetapkan peraturan kepala daerah tentang kebijakan akuntansi. Pasal 98 (1) Sistem akuntansi pemerintah daerah paling sedikit meliputi:

    156. prosedur akuntansi penerimaan kas;

    157. prosedur akuntansi pengeluaran kas;

    158. prosedur akuntansi aset; PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN APBD Pasal 99 (1) Kepala SKPD selaku pengguna anggaran menyelenggarakan akuntansi atas transaksi keuangan, aset, utang dan ekuitas dana, yang berada dalam tanggung jawabnya. (2) Penyelenggaraan akuntansi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pencatatan/penatausahaan atas transaksi keuangan di lingkungan SKPD dan menyiapkan laporan keuangan sehubungan dengan pelaksanaan anggaran dan barang yang dikelolanya. (3) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri dari laporan realisasi anggaran, neraca, dan catatan atas laporan keuangan yang disampaikan kepada kepala daerah melalui PPKD selambat-lambatnya 2 (dua) bulan setelah tahun anggaran berakhir. (4) Kepala SKPD selaku pengguna anggaran/pengguna barang memberikan pernyataan bahwa pengelolaan APBD yang menjadi tanggung jawabnya telah diselenggarakan berdasarkan sistem pengendalian intern yang memadai, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Pasal 100 (1) PPKD menyelenggarakan akuntansi atas transaksi keuangan, aset, utang, dan ekuitas dana, termasuk transaksi pembiayaan dan perhitungannya. (2) PPKD menyusun laporan keuangan pemerintah daerah terdiri dari:

    159. Laporan Realisasi Anggaran;

    160. Neraca;

    161. Laporan Arus Kas; dan

    162. sisa lebih perhitungan anggaran (SiLPA) daerah tahun sebelumnya;

    163. pencairan dana cadangan;

    164. hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan;

    165. penerimaan pinjaman; dan/atau

    166. penerimaan kembali pemberian pinjaman. Bagian Kedua Penggunaan Surplus APBD Pasal 108 Dalam hal APBD diperkirakan surplus, penggunaannya ditetapkan dalam peraturan daerah tentang APBD. Pasal 109 Penggunaan surplus APBD diutamakan untuk pengurangan utang, pembentukan dana cadangan, dan/atau pendanaan belanja peningkatan jaminan sosial. BAB XI KEKAYAAN DAN KEWAJIBAN Bagian Pertama Pengelolaan Piutang Daerah Pasal 114 (1) Setiap pejabat yang diberi kuasa untuk mengelola pendapatan, belanja, dan kekayaan daerah wajib mengusahakan agar setiap piutang daerah diselesaikan seluruhnya dengan tepat waktu. (2) Pemerintah daerah mempunyai hak mendahului atas piutang jenis tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (3) Piutang daerah yang tidak dapat diselesaikan seluruhnya dan tepat waktu, diselesaikan menurut peraturan perundang-undangan. (4) Penyelesaian piutang daerah sebagai akibat hubungan keperdataan dapat dilakukan melalui perdamaian, kecuali mengenai piutang daerah yang cara penyelesaiannya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Pasal 115 (1) Piutang daerah dapat dihapuskan secara mutlak atau bersyarat dari pembukuan sesuai dengan ketentuan mengenai penghapusan piutang negara dan daerah, kecuali mengenai piutang daerah yang cara penyelesaiannya dilakukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. (2) Penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sepanjang menyangkut piutang pemerintah daerah, ditetapkan oleh:

    167. kepala daerah untuk jumlah sampai dengan Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah);

    168. barang yang diperoleh dari hibah/sumbangan/atau yang sejenis;

    169. barang yang diperoleh dari kontrak kerja sama, kontrak bagi hasil, dan kerja sama pemanfaatan barang milik daerah;

    170. barang yang diperoleh berdasarkan penetapan karena peraturan perundang-undangan;

    171. barang yang diperoleh dari putusan pengadilan. Pasal 121 (1) Pengelolaan barang daerah meliputi rangkaian kegiatan dan tindakan terhadap barang daerah yang mencakup perencanaan kebutuhan, penganggaran, pengadaan, penggunaan, pemanfaatan, pemeliharaan, penatausahaan, penilaian, penghapusan, pemindahtanganan dan pengamanan. (2) Pengelolaan barang daerah ditetapkan dengan peraturan daerah dan berpedoman pada peraturan perundang- undangan. Bagian Kelima a. pemerintah;

    172. pemerintah daerah lain;

    173. lembaga keuangan bank;

    174. lembaga keuangan bukan bank; dan

    175. masyarakat. Pengendalian Intern Pasal 134 (1) Dalam rangka meningkatkan kinerja, transparansi, dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah, kepala daerah mengatur dan menyelenggarakan sistem pengendalian intern di lingkungan pemerintahan daerah yang dipimpinnya. (2) Pengaturan dan penyelenggaraan sistem pengendalian intern sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan. Bagian Ketiga a. menyediakan barang dan/atau jasa untuk layanan umum; PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2005 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH (2) Penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup dan tidak dibenarkan melaksanakan kegiatan yang belum tersedia atau tidak mencukupi kredit anggarannya dalam APBD/Perubahan APBD;

      (3)

      Semua penerimaan dan pengeluaran daerah dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus dimasukan dalam APBD dan dilakukan melalui rekening Kas Umum Daerah. Pendapatan daerah (langsung) pada hakikatnya diperoleh melalui mekanisme pajak dan retribusi atau pungutan lainnya yang dibebankan pada seluruh masyarakat. Keadilan atau kewajaran dalam perpajakan terkait dengan prinsip kewajaran “horisontal” dan kewajaran “vertikal”. Prinsip dari kewajaran horisontal menekankan pada persyaratan bahwa masyarakat dalam posisi yang sama harus diberlakukan sama, sedangkan prinsip kewajaran vertikal dilandasi pada konsep kemampuan wajib pajak/restribusi untuk membayar, artinya masyarakat yang mempunyai kemampuan untuk membayar tinggi diberikan beban pajak yang tinggi pula. Tentunya untuk menyeimbangkan kedua prinsip tersebut pemerintah daerah dapat melakukan diskriminasi tarif secara rasional untuk menghilangkan rasa ketidakadilan. Selain itu dalam konteks belanja, Pemerintah Daerah harus mengalokasikan belanja daerah secara adil dan merata agar relatif dapat dinikmati oleh seluruh kelompok masyarakat tanpa diskriminasi, khususnya dalam pemberian pelayanan umum. Oleh karena itu, untuk dapat mengendalikan tingkat efisiensi dan efektifitas anggaran, maka dalam perencanaan anggaran perlu diperhatikan (1) Penetapan secara jelas tujuan dan sasaran, hasil dan manfaat, serta indikator kinerja yang ingin dicapai;

      (2)

      fungsi utama anggaran adalah untuk mencapai keseimbangan ekonomi makro dalam perekonomian; Fungsi perencanaan mengandung arti bahwa anggaran daerah menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan. Fungsi pengawasan mengandung arti bahwa anggaran daerah menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan; Fungsi alokasi mengandung arti bahwa anggaran daerah harus diarahkan untuk menciptakan lapangan kerja / mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian; Fungsi distribusi mengandung arti bahwa kebijakan anggaran daerah harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan; gaji dan tunjangan, honorarium, lembur, kontribusi sosial, dan lain-lain sejenis. Huruf b Belanja barang dan jasa adalah digunakan untuk pembelian barang dan jasa yang habis pakai guna memproduksi barang dan jasa. Contoh: bunga utang kepada Pemerintah Pusat, bunga utang kepada Pemda lain, dan lembaga keuangan lainnya. Huruf e Subsidi adalah alokasi anggaran yang diberikan kepada perusahaan/lembaga tertentu yang bertujuan untuk membantu biaya produksi agar harga jual produksi/jasa yang dihasilkan dapat terjangkau oleh masyarakat banyak. Huruf f Hibah digunakan untuk menganggarkan pemberian uang/barang atau jasa kepada pemerintah atau pemerintah daerah lainnya, perusahaan daerah, masyarakat dan organisasi kemasyarakatan, yang secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya, bersifat tidak wajib dan tidak mengikat, serta tidak secara terus menerus. Huruf g Pemberian bantuan yang sifatnya tidak secara terus menerus dan selektif dalam bentuk uang/barang kepada masyarakat yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dalam bantuan sosial termasuk antara lain bantuan partai politik sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Huruf h Belanja bagi hasil merupakan bagi hasil atas pendapatan daerah yang ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan. Contoh: bagi hasil pajak provinsi untuk kabupaten/kota, bagi hasil pajak kabupaten/kota ke kabupaten/kota lainnya, bagi hasil pajak kabupaten/kota untuk pemerintahan desa, bagi hasil retribusi ke pemerintahan desa, dan bagi hasil lainnya. Belanja bantuan keuangan diberikan kepada daerah lain dalam rangka pemerataan dan/atau peningkatan kemampuan keuangan. Contoh:

    176. pokok-pokok kebijakan yang memuat sinkronisasi kebijakan pemerintah dengan pemerintah daerah;

    177. prinsip dan kebijakan penyusunan APBD tahun anggaran berikutnya;

    178. teknis penyusunan APBD; pendidikan dan kesehatan; dan/atau

    179. dokumen kontrak yang asli;

    180. kuitansi yang diisi dengan nilai pembayaran yang diminta;

    181. pengakuan pendapatan;

    182. pengakuan belanja;

    183. prinsip-prinsip penyusunan laporan;

    184. investasi;

    185. pengakuan dan penghentian/penghapusan aset berwujud dan tidak berwujud;

    186. kontrak-kontrak konstruksi;

    187. kebijakan kapitalisasi belanja;

    188. kemitraan dengan pihak ketiga;

    189. biaya penelitian dan pengembangan;

    190. persediaan, baik yang untuk dijual maupun untuk dipakai sendiri;

    191. dana cadangan;

    192. dapat segera diperjualbelikan/dicairkan;

    193. ditujukan dalam rangka manajemen kas; dan

    c. berisiko rendah. Investasi yang dapat digolongkan sebagai investasi jangka pendek antara lain deposito berjangka waktu 3 (tiga) sampai 12 (dua belas) bulan dan/atau yang dapat diperpanjang secara otomatis seperti pembelian SUN jangka pendek dan SBI. Ayat (2) Investasi yang dapat digolongkan sebagai investasi jangka panjang antara lain surat berharga yang dibeli pemerintah daerah dalam rangka mengendalikan suatu badan usaha, misalnya pembelian surat berharga untuk menambah kepemilikan modal saham pada suatu badan usaha; surat berharga yang dibeli pemerintah daerah untuk tujuan menjaga hubungan baik dalam dan luar negeri;

Webmentions

Anda dapat memberikan tanggapan atas peraturan ini dengan like, retweet/repost pada tweet yang mencantumkan tautan pada laman ini.

Tanggapan (0):