Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 1963 Tentang Hubungan Sewa-Menyewa Perumahan

Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 1981

Kerangka<< >>

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 1981 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 49 TAHUN 1963 TENTANG HUBUNGAN SEWA-MENYEWA PERUMAHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

  1. bahwa masalah hubungan sewa-menyewa perumahan berdasarkan penjelasan Pasal 7 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1964 tentang Pokok-pokok Perumahan harus diatur dengan Undang-undang;

  2. bahwa selama Undang-undang sebagaimana dimaksud dalam huruf a belum ada, untuk mengisi kekosongan hukum berdasarkan penjelasan Pasal 7 tersebut berlakulah Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 1963 tentang Hubungan Sewa-Menyewa Perumahan;

  3. bahwa dalam rangka menyesuaikan ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 1963 dengan Undang- undang Nomor 1 Tahun 1964 tentang Pokok-pokok Perumahan, Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman serta kenyataan-kenyataan yang ada dalam masyarakat dipandang perlu untuk mengubah ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 1963 tersebut khususnya mengenai penyelesaian sengketa hubungan sewa-menyewa perumahan dengan mengalihkannya ke badan peradilan umum; Mengingat :

  1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;

  2. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1964 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 6 Tahun 1962 tentang Pokok-pokok Perumahan (Lembaran Negara Tahun 1962 Nomor 40) menjadi Undang-undang (Lembaran Negara Tahun 1964 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2611);

  3. Undang-… 3. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman (Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2951);

  4. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3037);

  5. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1974 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3039);

  6. Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 1963 tentang Hubungan Sewa- Menyewa Perumahan (Lembaran Negara Tahun 1963 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2586); MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 49 TAHUN 1963 TENTANG HUBUNGAN SEWA-MENYEWA PERUMAHAN. Pasal I Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 1963 tentang Hubungan Sewa- Menyewa Perumahan (Lembaran Negara Tahun 1963 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2586) diubah sebagai berikut : A. Pasal 3 ayat (2), diubah sehingga berbunyi sebagai berikut : "Pasal 3 (2) Panitia Perumahan memberikan pertimbangan dalam hubungan dengan penetapan harga sewa yang akan diputuskan oleh Kepala KUP". B. Pasal 4… B. Pasal 4 ayat (2), diubah sehingga berbunyi sebagai berikut : "Pasal 4 (2) Hubungan sewa-menyewa perumahan ditimbulkanoleh :

    1. adanya persetujuan antara pemilik dan penyewa;

    2. adanya Surat Izin Perumahan (SIP) mengenai penggunaan perumahan yang masih dikuasai oleh Kepala Daerah". C. Pasal 8, diubah sehingga berbunyi sebagai berikut : "Pasal 8 (1) Dalam hal tidak ada kesepakatan mengenai harga sewa, pihak pemilik atau penyewa dapat mengajukan penetapan harga sewa kepada Kepala KUP.

      (2)

      Kepala KUP menetapkan besarnya harga sewa dengan memperhatikan ketentuan Pasal 3 dan Pasal 7.

      (3)

      Terhadap setiap permohonan penetapan harga sewa, dikenakan biaya administrasi, berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri Sosial". D. Pasal 9, diubah sehingga berbunyi sebagai berikut : "Pasal 9 (1) Atas permintaan Kepala KUP, Panitia Perumahan menetapkan nilai perumahan.

      (2)

      Biaya penaksiran dibebankan kepada yang berkepentingan maksimal sebesar 1 %o (satu permil) dari nilai perumahan yang ditetapkan.

      (3)

      Penetapan jumlah biaya sebagaimana dimaksud ayat (2) penggunaannya ditetapkan oleh Kepala Daerah Tingkat II atas usul Kepala Kantor Urusan Perumahan. E. Pasal 10,… E. Pasal 10, diubah sehingga berbunyi sebagai berikut : "Pasal 10 (1) Penghentian hubungan sewa-menyewa permahan dapat dilakukan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.

      (2)

      Kesepakatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib didaftarkan di KUP setempat.

      (3)

      Penghentian hubungan sewa-menyewa perumahan tanpa kata sepakat kedua belah pihak hanya dapat dilakukan dengan putusan pengadilan negeri". F. Pasal 11, dihapus. G. Pasal 12, dihapus. H. Pasal 13, diubah sehingga berbunyi sebagai berikut : "Pasal 13 (1) Jika selama waktu sewa-menyewa perumahan yang disewakan musnah seluruhnya di luar kemampuan penyewa dan yang menyewakan, maka persetujuan sewa-menyewa gugur demi hukum.

      (2)

      Jika perumahan yang disewakan hanya sebagian yang musnah, penyewa dapat memilih menurut keadaan, apakah ia minta pengurangan harga sewa atau memutuskan hubungan sewa- menyewa.

      (3)

      Jika perumahan yang disewakan seluruhnya atau sebagian musnah karena kesalahan/kelalaian penyewa, maka kerugian dibebankan kepada penyewa". I. Sesudah Bab IV diadakan satu Bab lagi, yaitu "Bab IV A" baru, tentang Surat Izin Perumahan (SIP), yang terdiri dari dua pasal, yaitu Pasal 13a dan Pasal 13b yang berbunyi sebagai berikut : BAB IV A… BAB IV A SURAT IZIN PERUMAHAN Pasal 13a Syarat-syarat penggunaan perumahan yang masih dikuasai oleh Kepala Daerah diatur oleh Menteri Sosial, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 13b (1) Surat Izin Perumahan (SIP) terhadap perumahan yang dikuasai oleh Kepala Daerah, dikeluarkan oleh Kepala KUP dengan mengindahkan syarat-syarat yang ditetapkan oleh Menteri Sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13a.

      (2)

      Pencabutan Surat Izin Perumahan (SIP) terhadap perumahan yang dikuasai oleh Kepala Daerah dilakukan oleh Kepala KUP dengan persetujuan Kepala Daerah Tingkat II terhadap :

    3. Surat Izin Perumahan (SIP) yang telah berakhir masa berlakunya dan tidak dimohon perpanjangan oleh yang bersangkutan;

    4. Penggunaan perumahan yang tidak memenuhi syarat- syarat yang ditetapkan oleh Menteri Sosial;

    5. Perumahan yang hubungan sewa-menyewanya telah diputuskan oleh pengadilan negeri dan putusannya telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. J. Pasal 14, diubah sehingga berbunyi sebagai berikut : "Pasal 14 (1) Kepala KUP mengeluarkan Surat Perintah Pengosongan terhadap Penghuni :

    6. yang… a. yang menggunakan perumahan tanpa suatu hak atau tanpa Surat Izin Perumahan (SIP) yang sah bagi perumahan yang masih dikuasai Kepala Daerah;

    7. yang Surat Izin Perumahan (SIP)-nya dicabut karena menggunakan perumahan tidak sesuai dengan syarat- syarat yang ditetapkan oleh Menteri Sosial.

      (2)

      Apabila perintah pengosongan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak ditaati, Kepala KUP dapat melakukan pengosongan paksa dengan bantuan Polisi Republik Indonesia.

      (3)

      Biaya pengosongan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dibebankan kepada pihak yang akan menggunakan perumahan tersebut.

      (4)

      Pelaksanaan pengosongan terhadap perumahan yang sengketa hubungan sewa-menyewanya diputuskan pengadilan negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (3) dan Surat Izin Perumahan (SIP)-nya telah dicabut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13b ayat (2) huruf c, dilakukan oleh pengadilan negeri". K. Bab VI : dihapus L. Pasal 19, diubah sehingga berbunyi sebagai berikut : "Pasal 19 Tidak dibenarkan dengan cara dan bentuk apapun menuntut harga sewa yang lebih tinggi dari harga sewa yang ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah ini". M. Pasal 20,… M. Pasal 20, diubah sehingga berbunyi sebagai berikut : "Pasal 20 Barangsiapa yang menggunakan perumahan tanpa suatu hak, dipidana dengan pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah)". N. Pasal 24 ayat (1), diubah sehingga berbunyi sebagai berikut: "Pasal 24 (1) Perkara-perkara mengenai sewa-menyewa perumahan atau penggunaan perumahan, yang pada waktu Peraturan Pemerintah ini diundangkan :

    8. sudah diputus pada tingkat terakhir dan putusannya telah dilaksanakan, dinyatakan telah selesai;

    9. sudah diputus, tetapi putusannya belum dilaksanakan, maka penyelesaiannya diserahkan kepada Menteri Sosial dan Menteri Dalam Negeri;

    10. belum diputus, penyelesaiannya diselesaikan dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini". Pasal II Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar supaya setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 24 Desember 1981 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd SOEHARTO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 24 Desember 1981 MENTERI/SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, ttd SUDHARMONO, SH. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1981 NOMOR 75 PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 1981 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 49 TAHUN 1963 TENTANG HUBUNGAN SEWA-MENYEWA PERUMAHAN UMUM 1. Pasal 7 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1964 tentang Pokok-pokok Perumahan di dalam penjelasannya menyatakan, oleh karena hubungan sewa menyewa perumahan menyangkut kesejahteraan rakyat banyak, maka harus diatur dengan Undang-undang. Namun demikian selama Undang-undang yang dimaksud belum ada, untuk mengisi kekosongan hukum tersebut, masih tetap diberlakukan Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 1963 tentang Hubungan Sewa-Menyewa Perumahan.

  7. Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 1963 tersebut di atas, adalah sebagai pelaksanaan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 6 Tahun 1963 tentang Pokok-pokok Perumahan. Kemudian Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- undang tersebut ditetapkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1964 dengan perubahan- perubahan. Dengan adanya perubahan-perubahan tersebut, maka Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 1963 perlu ditinjau kembali untuk disesuaikan dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1964.

  8. Dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan- ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, yang antara lain di dalam Pasal 10 nya menyatakan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh Pengadilan dalam lingkungan: Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer, Peradilan Tata Usaha Negara, maka penyelesaian sengketa sewa-menyewa perumahan sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 1963 perlu disesuaikan dengan Undang- undang Nomor 14 Tahun 1970 tersebut di atas.

  9. Agar… 4. Agar penyelesaian persengketaan hubungan sewa-menyewa perumahan dapat di terima oleh semua pihak dan berjalan sebagaimana mestinya, dipandang sudah pada waktunya untuk mengalihkan kewenangan penyelesaian sengketa sewa-menyewa perumahan dari badan Eksekutif kepada badan Judikatif.

  1. Demikian pula dengan adanya perkembangan kesadaran hukum masyarakat yang banyak mengkaitkan sewa-menyewa perumahan dengan sewa beli perumahan, maka ruang lingkup pengertian hubungan sewa-menyewa perumahan perlu diperluas sehingga mencakup pula sewa beli perumahan. PASAL DEMI PASAL Pasal I
    Pasal 3

    Ayat (2) Cukup jelas.


    Pasal 4

    Ayat (2) a. Pada prinsipnya hubungan sewa-menyewa perumahan ditimbulkan adanya persetujuan yang tegas, antara pihak pemilik dan penyewa, namun demikian apabila seseorang dengan itikad baik telah menghuni suatu perumahan secara terus menerus selama 5 (lima) tahun atau lebih tanpa adanya gugatan dari pihak yang berhak, maka penghuninya dianggap telah mendapatkan persetujuan dari pemilik. Untuk memudahkan pembuktian mengenai hak dan kewajiban pemilik dan penyewa, setiap hubungan sewa-menyewa perumahan dimaksud, sebaiknya dibuat secara tertulis.

    1. Yang… b. Yang dimaksud dengan perumahan dalam ketentuan, ini adalah perumahan yang dibangun sebelum diundangkannya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1964 tentang Pokok-pokok Perumahan, yaitu sebelum tanggal 3 Agustus 1962. Perumahan tersebut termasuk perumahan yang penggunaannya belum dibebaskan dari keharusan memakai Surat Izin Perumahan (SIP).


    Pasal 8

    Ayat (1) Ketentuan ini dimaksudkan agar penetapan harga sewa oleh Kepala KUP mengikat para pihak. Hal ini berarti apabila pemilik tidak menyetujui penetapan tersebut, maka hubungan sewa-menyewa tidaK dapat diputuskan secara sepihak, sehingga apabila pihak penyewa membayar harga sewa sebesar yang telah ditetapkan oleh Kepala KUP dan pemilik tidak mau menerimanya, yang mengakibatkan tertundanya pembayaran sewa maka hal ini tidak dapat dijadikan bukti atau alasan oleh pemilik untuk memutuskan hubungan sewa-menyewa perumahan. Sedangkan apabila pihak penyewa yang tidak menyetujui penetapan harga sewa tersebut serta tidak mau membayar harga sewa yang telah ditetapkan maka pemilik dapat memintakan pemutusan hubungan sewa-menyewa atas dasar alasan tersebut. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Ketentuan dalam ayat ini dimaksudkan untuk membebani pihak-pihak yang bersengketa memikul sebagian dari biaya yang diperlukan dalam penyelesaian sengketa sewa-menyewa perumahan.


    Pasal 9

    Cukup jelas. Pasal 10…


    Pasal 10

    Ayat (1) Kesepakatan kedua belah pihak yang dimaksud dalam ayat ini bersifat mengikat. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Ketentuan ayat ini menegaskan bahwa kewenangan untuk memutuskan hubungan sewa-menyewa perumahan tanpa kata sepakat kedua belah pihak, hanya dilakukan oleh pengadilan negeri. Kewenangan pengadilan negeri tersebut termasuk juga eksekusi untuk melaksanakan keputusannya. Hal ini tidak berlaku bagi perumahan yang masih berada dalam pengawasan dan penguasaan Kepala Daerah dan sepanjang yang. tidak menjadi sengketa berdasarkan putusan pengadilan negeri karena pencabutan Surat Ijin Perumahan (SIP) beserta eksekusinya masih tetap menjadi kewenangan Kepala KUP. Dengan adanya ketentuan ini maka Penjelasan Umum angka 4 Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 1963 tentang Hubungan Sewa Menyewa Perumahan (Lembaran Negara Tahun 1963 Nomor 89, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2586), dihapus


    Pasal 11

    Cukup jelas.


    Pasal 12

    Cukup jelas.


    Pasal 13

    Cukup jelas Pasal 13a… Pasal 13a Cukup jelas. Pasal 13b Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas.


    Pasal 14

    Pelaksanaan Surat Perintah Pengosongan termaksud dalam ayat ini oleh Kepala KUP dilaporkan secara tertulis kepada Kepala Daerah Tingkat II. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas.


    Pasal 19

    Cukup jelas.


    Pasal 20

    Perubahan nilai denda menjadi Rp. 3.000.000,- (tiga juta rupiah) sebagai pengganti pidana kurungan 6 (enam) bulan dianggap pantas sesuai dengan perkembangan keadaan.


    Pasal 24 Cukup jelas Pasal II Cukup jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA NOMOR 3208

Webmentions

Anda dapat memberikan tanggapan atas peraturan ini dengan like, retweet/repost pada tweet yang mencantumkan tautan pada laman ini.

Tanggapan (0):