Pengusahaan Kelistrikan

Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1979

Kerangka<< >>

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1979 TENTANG PENGUSAHAAN KELISTRIKAN Presiden Republik Indonesia, Menimbang :

  1. bahwa untuk mencapai sebesar-besar kemakmuran rakyat, tenaga listrik sebagai hasil pengolahan sumber daya energi mempunyai fungsi vital sebagai sarana penghidupan dan prasarana pembangunan sosial ekonomi serta kepentingan Negara, sehingga oleh Pemerintah perlu ditetapkan kebijaksanaan pengusahaan kelistrikan nasional;

  2. bahwa pengusahaan kelistrikan memerlukan modal besar yang tidak dapat seluruhnya disediakan oleh Pemerintah, sehingga oleh karena itu perlu diberikan kesempatan kepada usaha Swasta dan Koperasi untuk ikut serta mengusahakannya; Mengingat :

  1. Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945;

  2. Ordonantie Tahun 1890 tentang Bepalingen Omtrent den aanleg en hetgebruik van geleidingen voor electrische verlichting en het overbrengen van kracht door middel van electriciteit in Nederlands-Indie (Staatsblad Tahun 1890 Nomor 190), sebagaimana telah beberapa kali dibuah dan ditambah, terakhir dengan. Ordonantie Tahun 1934 (Staatsblad Tahun 1934 Nomor 63);

  3. Undang-undang Nomor 29 Tahun 1954 tentang Pertahanan Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1954 Nomor 29, Tambahan Lembaran Negara Nomor 646);

  4. Undang-undang Nomor 19 Prp. Tahun 1960 tentang Perusahaan Negara (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 1989);

  5. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2043);

  6. Undang-undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak- hak Atas Tanah dan Benda-benda yang ada diatasnya (Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor 288, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2324);

  7. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perkoperasian (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2832);

  1. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 1973 tentang Acara Penetapan Gantikerugian oleh Pengadilan Tinggi sehubungan dengan Pencabutan Hak-hak atas Tanah dan Benda-benda yang ada di atasnya (Lembaran Negara Tahun 1973 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3014); MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGUSAHAAN KELISTRIKAN BAB I KETENTUAN UMUM
    Pasal 1

    Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :

    1. Menteri adalah Menteri yang bertanggungjawab dalam bidang kelistrikan;

    2. Pengusahaan Kelistrikan adalah segala kegiatan usaha dan sarana yang menyangkut pembangkitan, transmisi, dan distribusi tenaga listrik;

    3. Tenaga listrik adalah tenaga listrik yang dibangkitkan, ditransmisikan, atau didistribusikan untuk semua keperluan, kecuali untuk menyalurkan komunikasi dan isyarat listrik;

    4. Pengusaha Kelistrikan adalah Badan Usaha milik Negara, Usaha Swasta, dan Koperasi yang memiliki Izin Usaha Kelistrikan;

    5. Pengusahaan Kelistrikan Untuk Kemanfaatan Umum adalah usaha pembangkitan, transmisi, dan distribusi tenaga listrik yang memberikan kegunaan bagi kepentingan masyarakat;

    6. Pengusahaan Kelistrikan Untuk Keperluan Sendiri adalah usaha pembangkitan, transmisi, dan distribusi tenaga listrik yang memberikan kegunaan bagi kepentingan sendiri untuk usaha Negara, usaha Swasta, Koperasi.


    Pasal 2

    Menteri yang bertanggungjawab mengenai kebijaksanaan kelistrikan, melakukan :

    1. pengelolaan serta pengembangan kelistrikan;

    2. penetapan penggunaan sumber daya energi untuk pengembangan kelistrikan;

    3. pengaturan, pengesahan, dan/atau pemberian izin peruntukan, penggunaan, penyediaan, dan pengusahaan listrik;

    4. pengaturan dan penetapan bentuk-bentuk dan cara-cara penyelenggaraan usaha- usaha di bidang kelistrikan, baik untuk kemanfaatan umum maupun untuk keperluan sendiri;

    5. pengaturan syarat-syarat penyambungan listrik, instalasi listrik, dan standardisasi kelistrikan;

    6. penetapan harga listrik untuk kemanfaatan umum;

    7. hal-hal lain yang berkenaan dengan kebijaksanaan kelistrikan. BAB II PENGUSAHAAN


    Pasal 3
    (1)

    Pengusahaan kelistrikan pada dasarnya dilakukan oleh Negara.

    (2)

    Dengan Peraturan Pemerintah diatur hak dan wewenang serta tanggung jawab Negara yang dilimpahkan kepada Badan Usaha milik Negara di Bidang Kelistrikan Untuk Kemanfaatan Umum.

    (3)

    Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan kepentingan umum dan keterbatasan permodalan dan pembiayaan serta sepanjang tidak merugikan kepentingan Negara, pengusahaan kelistrikan dapat dilakukan oleh usaha Swasta dan Koperasi.


    Pasal 4
    (1)

    Pengusahaan kelistrikan yang dilakukan oleh usaha Swasta dan Koperasi dapat diperuntukkan :

    1. bagi kemanfaatan umum;

    2. bagi keperluan sendiri.

    (2)

    Pengusahaan Kelistrikan Untuk Kemanfaatan Umum bagi daerah yang belum diusahakan oleh Badan Usaha milik Negara di Bidang Kelistrikan, dapat meliputi kegiatan pembangkitan, transmisi, dan distribusi tenaga listrik.

    (3)

    Tatacara penjualan tenaga listrik bagi kemanfaatan umum sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri.

    (4)

    Pengusahaan Kelistrikan Untuk Keperluan Sendiri dapat meliputi kegiatan pembangkitan, transmisi, dan distribusi tenaga listrik.

    (5)

    Pengusaha Kelistrikan yang melaksanakan Pengusahaan Kelistrikan Untuk Keperluan Sendiri dapat menjual kelebihan bagian listriknya kepada Badan Usaha milik Negara di Bidang Kelistrikan.

    (6)

    Tatacara penjualan tenaga listrik kepada Badan Usaha milik Negara di Bidang Kelistrikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri.

    (7)

    Apabila pengusahaan kelistrikan oleh Badan Usaha milik Negara di Bidang Kelistrikan di sesuatu daerah ternyata belum dapat memenuhi kebutuhan listrik yang ada, maka kepada Pengusaha Swasta dapat diberikan izin untuk pembangkitan tenaga listrik dan menjual tenaga listriknya kepada Badan Usaha milik Negara di Bidang Kelistrikan untuk ditransmisikan dan didistribusikan, atau untuk didistribusikan saja.

    (8)

    Menteri dapat menyerahkan distribusi listrik dari Badan Usaha milik Negara Bidang Kelistrikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (7) di sesuatu daerah kepada usaha Koperasi. BAB III PERIZINAN


    Pasal 5
    (1)

    Pengusahaan kelistrikan yang dilaksanakan oleh usaha Swasta dan Koperasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 hanya dapat dilakukan dengan Izin Usaha Kelistrikan yang diberikan oleh Menteri.

    (2)

    Pembangkitan tenaga listrik yang dilaksanakan oleh usaha Swasta dan Koperasi yang jumlah kapasitasnya tidak melebihi batas tertentu yang ditetapkan oleh Menteri dan yang penggunaannya hanya dimaksudkan untuk keperluan sendiri, dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).


    Pasal 6
    (1)

    Untuk dapat memperoleh permohonan Izin Usaha Kelistrikan, Pengusaha Kelistrikan wajib :

    1. menyelesaikan terlebih dulu hal-hal yang berhubungan dengan perolehan hak atas tanah dan/atau benda di atasnya yang terkena usahanya;

    2. menyelesaikan terlebih dulu ganti rugi kepada yang berhak terhadap tanah dan/atau benda di atasnya sebagai akibat usahanya.

    (2)

    Menteri dibebaskan dari segala tuntutan hukum apabila dalam memberikan Izin Usaha Kelistrikan terdapat masalah yang berhubungan dengan hak atas tanah dan/atau benda di atasnya atau masalah lainnya yang harus diselesaikan oleh Pengusaha Kelistrikan.


    Pasal 7

    Ketentuan-ketentuan tentang tatacara mengajukan permohonan Izin Usaha Kelistrikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5, bentuk perusahaannya, pemberian serta pencabutan Izin Usaha Kelistrikan dimaksud dan syarat-syarat lainnya, diatur oleh Menteri.


    Pasal 8

    Izin Usaha Kelistrikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 memuat ketentuan-ketentuan tentang :

    1. wilayah usaha kelistrikan dengan batas-batas yang jelas;

    2. standarisasi mengenai sistem kelistrikan, peralatan, cara-cara pengamanan, dan tarif listrik;

    3. besarnya tenaga listrik yang dibangkitkan, ditransmisikan, dan didistribusikan;

    4. sumber daya energi yang digunakan untuk pembangkit tenaga listrik;

    5. jangka waktu berlakunya izin usaha kelistrikan;

    6. syarat-syarat atau ketentuan-ketentuan lain yang diatur oleh Menteri. BAB IV PENYAMBUNGAN


    Pasal 9
    (1)

    Pengusaha Kelistrikan wajib memberikan sambungan listrik kepada setiap peminta jasa listrik, apabila peminta jasa listrik sudah memenuhi persyaratan-persyaratan yang ditetapkan Pengusaha Kelistrikan yang telah disahkan oleh Menteri.

    (2)

    Dalam melakukan penyambungan listrik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Pengusaha Kelistrikan harus memperhatikan ketentuan tentang syarat-syarat penyambungan listrik, instalasi listrik, dan standarisasi kelistrikan yang diatur oleh Menteri. BAB V PENETAPAN HARGA DAN SYARAT PENJUALAN LISTRIK UNTUK KEMANFAATAN UMUM


    Pasal 10
    (1)

    Harga dan syarat penjualan listrik yang diusahakan oleh Pengusaha Kelistrikan Untuk Kemanfaatan Umum terlebih dahulu harus mendapat persetujuan Menteri.

    (2)

    Untuk keperluan pemberian persetujuan berlakunya harga listrik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Pengusaha Kelistrikan wajib menyampaikan kepada Menteri segala keterangan yang berkenaan dengan penetapan harga listrik tersebut.

    (3)

    Penentuan harga listrik yang dijual oleh Pengusaha Kelistrikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) kepada Badan Usaha Milik Negara di Bidang Kelistrikan harus terlebih dahulu mendapat persetujuan Menteri. BAB VI PEMBINAAN DAN PENGAWASAN UMUM


    Pasal 11
    (1)

    Pembinaan dan pengawasan umum terhadap pengusahaan kelistrikan dilakukan oleh Menteri.

    (2)

    Dalam menyelenggarakan pembinaan dan pengawasan umum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Menteri dapat menunjuk Pejabat yang bersangkutan sesuai dengan bidang tugas dan tanggungjawabnya.

    (3)

    Pembinaan dan pengawasan umum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terutama meliputi keselamatan umum, kepentingan para konsumen dan tercapainya standardisasi dalam bidang kelistrikan.

    (4)

    Dalam pelaksanaan pembinaan dan pengawasan umum sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) Menteri mengadakan koordinasi dengan Menteri-menteri lain yang berhubungan dengan pengusahaan kelistrikan.


    Pasal 12

    Pengusahaan kelistrikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 wajib :

    1. menyampaikan keterangan kepada Menteri mengenai usahanya dalam laporan berkala sesuai dengan tatacara yang ditetapkan oleh Menteri.

    2. menyampaikan keterangan mengenai harga listrik dan syarat-syarat penjualan listrik, biaya-biaya.pengusahaan yang bersangkutan dan perencanaan kerja, apabila sewaktu-waktu Menteri memerlukannya;

    3. memberi kesempatan dilaksanakannya pengawasan terhadap perusahaannya oleh petugas-petugas yang berwenang;

    4. melakukan pemeriksaan terhadap instalasi listrik dalam bangunan-bangunan sebelum penyambungan listrik dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku.


    Pasal 13
    (1)

    Untuk keselamatan dan kepentingan umum, Menteri dapat melakukan tindakan- tindakan pengamanan terhadap pengusahaan kelistrikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

    (2)

    Menteri dapat menghentikan usaha pembangkitan dan distribusi listrik, apabila Pengusaha Kelistrikan tidak melaksanakan usahanya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB VII KETENTUAN PERALIHAN


    Pasal 14
    (1)

    Semua peraturan dan ketentuan, serta perizinan dibidang pengusahaan kelistrikan yang berlaku sebelum Peraturan Pemerintah ini diundangkan, tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini.

    (2)

    Penyesuaian Perusahaan Umum Listrik Negara yang didirikan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1972 diatur lebih lanjut dalam suatu Peraturan Pemerintah.

    (3)
    1. Menteri mengadakan penelitian terhadap izin-izin pengusahaan kelistrikan yang telah dikeluarkan sebelum diundangkannya Peraturan Pemerintah ini, untuk penyesuaian apabila perlu;

    2. Pengusaha kelistrikan wajib menyesuaikan diri dengan ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini dan Peraturan-peraturan Pelaksanannya, selambat-lambatnya dalam waktu satu tahun setelah menerima pemberitahuan untuk penyesuaian izin usahanya dari Menteri. BAB VIII KETENTUAN PENUTUP


    Pasal 15

    Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar supaya setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 17 Desember 1979 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd SOEHARTO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 17 Desember 1979 MENTERI/SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, ttd SUDHARMONO, SH LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1979 NOMOR 58 PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1979 TENTANG PENGUSAHAAN KELISTRIKAN UMUM Tenaga listrik mempunyai kedudukan yang vital dalam kehidupan masyarakat karena menyangkut hajat hidup orang banyak. Berhubung dengan itu, maka bertitik tolak pada Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 pengusahaan kelistrikan pada dasarnya dilakukan oleh Negara. Menyadari bahwa pembangunan kelistrikan memerlukan modal besar yang tidak dapat seluruhnya disediakan oleh Pemerintah, maka perlu diberikan kesempatan kepada usaha Swasta dan Koperasi untuk berpartisipasi dalam pengusahaan kelistrikan, terutama di daerah-daerah yang belum dapat dijangkau oleh perencanaan dan kegiatan Badan Usaha Milik Negara di Bidang Kelistrikan. PASAL DEMI PASAL


    Pasal 1

    Huruf a Cukup jelas Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas.


    Pasal 2

    Cukup jelas.


    Pasal 3

    Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan Badan Urusan Milik Negara di Bidang Kelistrikan Untuk Kemanfaatan Umum dalam ayat ini adalah Perusahaan Umum Listrik Negara.


    Pasal 4

    Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas. Ayat (8) Pada dasarnya usaha kelistrikan oleh usaha Koperasi yang meliputi kegiatan distribusi listrik diarahkan pada daerah-daerah yang belum terjangkau oleh perencanaan kelistrikan Badan Usaha milik Negara di Bidang Kelistrikan.


    Pasal 5

    Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Dengan ketentuan tersebut dimaksudkan bahwa pengusahaan kelistrikan bagi keperluan sendiri yang kapasitasnya tidak melebihi ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri, tidak memerlukan izin.


    Pasal 6

    Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Ketentuan ini untuk menghindarkan apabila terjadi sengketa antara pemegang/bukan pemegang hak atas tanah dan/atau badan diantaranya dengan Pengusaha kelistrikan, Menteri tidak dapat dituntut atau dipersalahkan karena pemberian Izin Usaha kelistrikan terlepas dari masalah-masalah yang menyangkut pengusahaan kelistrikan tersebut.


    Pasal 7

    Cukup jelas.


    Pasal 8

    Huruf a Untuk menghindari adanya tumpang-tindih pengusahaan kelistrikan pada suatu daerah perlu ditetapkan batas-batas wilayah usaha. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas.


    Pasal 9

    Ayat (1) Kata "wajib" dalam ketentuan ayat ini sejauh tersedianya daya yang cukup oleh Pengusaha Kelistrikan. Ayat (2) Cukup jelas.


    Pasal 10

    Cukup jelas.


    Pasal 11

    Cukup jelas.


    Pasal 12

    Cukup jelas.


    Pasal 13

    Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (1) Dalam hal pengusahaan kelistrikan yang bersangkutan menyangkut kepentingan pihak ketiga, tindakan penghentian harus dilaksanakan dengan memperhatikan kepentingan pihak ketiga.


    Pasal 14

    Cukup jelas.


    Pasal 15 Cukup jelas. TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3154

Webmentions

Anda dapat memberikan tanggapan atas peraturan ini dengan like, retweet/repost pada tweet yang mencantumkan tautan pada laman ini.

Tanggapan (0):