Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1975 Tentang Partai Politik Dan Golongan Karya

Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1976

Kerangka<< >>

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1976 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1975 TENTANG PARTAI POLITIK DAN GOLONGAN KARYA Menimbang : bahwa untuk pelaksanaan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golongan Karya (Lembaran Negara Tahun 1975 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3062), dipandang perlu untuk nengeluarkan Peraturan Pemerintah yang mengatur ketentuan- ketentuan pelaksanaan Undang-undang tersebut; Mengingat :

  1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;

  1. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golongan Karya (Lembaran Negara Tahun 1975 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3062); MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1975 TENTANG PARTAI POLITIK DAN GOLONGAN KARYA. BAB I KETENTUAN UMUM
    Pasal 1

    Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :

    1. Undang-undang adalah Undang-undang Nomor 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golongan Karya;

    2. Partai Politik adalah organisasi-organisasi kekuatan sosial politik yang bernama Partai Persatuan Pembangunan dan Partai Demokrasi Indonesia;

    3. Golongan Karya adalah organisasi kekuatan sosial politik yang bernama Golongan Karya. BAB II PENYESUAIAN


    Pasal 2

    Partai Politik dan Golongan Karya wajib menyesuaikan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga masing-masing dengan ketentuan Pasal 2, 3, dan 4. Undang-undang.


    Pasal 3

    Partai Politik dan Golongan Karya yang dimaksud pada Pasal 2 selambat- lambatnya tanggal 26 Agustus 1976 melaporkan kepada Presiden tentang:

    1. Anggaran Dasar dan Anggaran rumah Tangga masing-masing;

    2. Catatan Nama, Umur, dan Pekerjaan dari Pengurus masing-masing Tingkat Pusat, Daerah Tingkat I, dan Daerah Tingkat II. BAB III KEANGGOTAAN DAN KEPENGURUSAN


    Pasal 4
    (1)

    Untuk ketertiban administrasi Pengurus Partai Politik dan Golongan Karya memelihara daftar anggota.

    (2)

    Tatacara pendaftaran dan pemeliharaan daftar anggota ditetapkan oleh masing-masing Partai Politik dan Golongan Karya.


    Pasal 5
    (1)

    Partai Politik dan Golongan Karya mempunyai kepengurusan di:

    1. Ibukota Negara Republik Indonesia untuk Tingkat Pusat;

    2. Ibukota Propinsi untuk Daerah Tingkat I;

    3. Ibukota Kebupaten/Kotamadya untuk Daerah Tingkat II;

    (2)

    Bagi tiap kota Kecamatan dan Desa dapat ditetapkan seorang Komisaris sebagai pelaksana Pengurus Daerah Tingkat II, yang untuk selanjutnya disebut Komisaris Partai Politik atau Golongan Karya Kecamatan/ Desa.

    (3)

    Partai Politik dan Golongan Karya dapat memasang papan nama dan tanda gambar Partai Politik atau Golongan Karya di tempat kedudukan Pengurus Pusat, Pengurus Daerah Tingkat I, dan Pengurus Daerah Tingkat II. BAB IV RAPAT


    Pasal 6
    (1)

    Untuk dapat melaksanakan fungsinya Partai Politik dan Golongan Karya dapat mengadakan rapat.

    (2)

    Rapat anggota dapat diadakan di Ibukota Negara, di Ibukota Propinsi atau di Ibukota Kabupaten/Kotamadya.

    (3)

    Hal-hal yang berhubungan dengan penyelenggaraan rapat dilakukan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. BAB V PENGAWASAN


    Pasal 7
    (1)

    Pengawasan terhadap ditaatinya ketentuan-ketentuan Pasal 4, 7a, dan 12 Undang-undang dilakukan oleh Presiden/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat.

    (2)

    Dalam melaksanakan pengawasan dimaksud ayat (1) Presiden/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat dapat meminta keterangan yang dipandang perlu kepada Pengurus Tingkat Pusat Partai Politik atau Golongan Karya.

    (3)

    Dalam melaksanakan pengawasan terhadap Partai Politik dan Golongan Karya Presiden/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat dibantu oleh Menteri Dalam Negeri.

    (4)

    Menteri Dalam Negeri dalam melaksanakan tugasnya menyampaikan laporan tentang kegiatan Partai Politik dan Golongan Karya, serta memberikan saran/pertimbangan kepada Presiden/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat.


    Pasal 8

    Apabila terdapat persangkaan, bahwa suatu Partai Politik atau Golongan Karya melakukan tindakan yang bertentangan dengan Pasal 4, 7a, dan 12 Undang-undang, Presiden/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat memberitahukan hal itu kepada Mahkamah Agung dengan menyerahkan surat-surat dan atau lain-lain dokumen yang dapat dipergunakan sebagai bahan untuk meneguhkan persangkaan tersebut.


    Pasal 9
    (1)

    Mahkamah Agung mengadakan pemeriksaan mengenai persangkaan dimaksud Pasal 8.

    (2)

    Untuk pemeriksaan ayat (1) Mahkamah Agung dapat mendengar Pengurus Pusat atau pihak-pihak lain.

    (3)

    Setelah pemeriksaan dimaksud ayat (1) selesai Mahkamah Agung memberitahukan kepada Presiden/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat.


    Pasal 10
    (1)

    Putusan yang menyatakan pembekuan Pengurus Tingkat Pusat Partai Politik atau Golongan Karya oleh Presiden Mandataris Majelis Pemusyawaratan Rakyat disampaikan kepada pimpinan Partai atau Golongan Karya yang bersangkutan.

    (2)

    Putusan pembekuan yang dimaksud dalam ayat (1) diumumkan dalam Berita Negara dan media massa lainnya.


    Pasal 11
    (1)

    Dalam hal pengurus tingkat daerah melakukan perbuatan yang melanggar ketentuan yang dapat mengakibatkan pembekuan, maka Presiden/ Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat, meminta keterangan kepada Pengurus Tingkat Pusat yang bersangkutan mengenai hal tersebut.

    (2)

    Pengurus Tingkat Pusat wajib mengambil langkah-langkah penertiban untuk menyelesaikan persoalan dimaksud dalam ayat (1).

    (3)

    Apabila Pengurus Tingkat Pusat tidak mengambil langkah-langkah penertiban dimaksud dalam ayat (2) untuk mengatasi persoalan tersebut, Presiden/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat setelah mendengar Mahkamah Agung dapat membekukan Pengurus Tingkat Pusat yang bersangkutan.

    (4)

    Tatacara pemeriksaan yang dilakukan seperti dimaksud dalam Pasal 9 dan tatacara pengumuman dalam Pasal 10, berlaku bagi ketentuan dalam pasal ini. BAB VI PENUTUP


    Pasal 12

    Hal-hal yang belum cukup diatur dalam Peraturan Pemerintah ini diatur lebih lanjut dengan Keputusan Presiden.


    Pasal 13

    Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 9 Maret 1976 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SOEHARTO JENDERAL TNI. Diundangkan di Jakarta pada tanggal 9 Maret 1976 MENTERI/SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, SUDHARMONO, SH PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1975 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1975 TENTANG PARTAI POLITIK DAN GOLONGAN KARYA PENJELASAN UMUM. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golongan Karya sebagai pelaksanaan dari ketentuan yang tercantum dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor IV/MPR/1973 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara, telah menetapkan landasan hukum bagi kehidupan dan kegiatan Partai Politik dan Golongan Karya. Undang-undang tersebut hanya mengatur pokok-pokoknya saja sedang pelaksanaan selanjutnya diatur dengan Peraturan Pemerintah. Dalam Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanaan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golongan Karya ini diatur hal-hal :

    1. Penyesuaian Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga Partai Politik dan Golongan Karya dengan ketentuan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1975;

    2. Keanggotaan dan Kepengurusan;

    3. Rapat;

    4. Pengawasan. Dalam Pasal 15 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1975 ditentukan bahwa Partai Politik dan Golongan Karya harus menyesuaikan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangganya dengan ketentuan Undang-undang. Dengan Peraturan Pemerintah ditetapkan bahwa penyesuaian tersebut harus dilakukan selambat-lambatnya tanggal 26 Agustus 1976. Pasal 4 dan 5 mengatur tentang pendaftaran dan kepengurusan serta penempatan papan nama dan tanda gambar. Dalam Bab V tentang Pengawasan, diatur mengenai pengawasan yang dilakukan oleh Presiden/Mandataris Permusyawaratan Rakyat terhadap berlakunya Pasal 4, 7a, dan 12 Undang-undang. Pembekuan Partai Politik dan Golongan Karya oleh Presiden/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat dilakukan apabila ada persangkaan bahwa Partai Politik atau Golongan Karya melakukan tindakan yang bertentangan dengan Undang-undang. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL.


    Pasal 1

    Cukup jelas.


    Pasal 2

    Dalam Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga masing-masing Partai Politik atau Golongan Karya harus mencantumkan azas yang tercantum dalam Pasal 2 dan tujuan yang tercantum dalam Pasal 3 Undang-undang.


    Pasal 3

    Penyesuaian Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga harus dilakukan selambat- lambatnya tanggal 26 Agustus 1976. Setelah dilakukan penyesuaian maka hal itu dilaporkan kepada Presiden dengan menyampaikan pula segala sesuatu yang berhubungan dengan kepengurusan.


    Pasal 4

    Cukup jelas.


    Pasal 5

    Komisaris adalah seorang pelaksana dari Partai Politik atau Golongan Karya dan bukan merupakan Pengurus yang berdiri sendiri; maka tidak dibenarkan pemasangan papan nama dan tanda gambar Partai Politik atau Golongan Karya di tempat kedudukan Komisaris.


    Pasal 6

    Dalam Undang-undang Nomor 5 Pnps tahun 1963 tentang Kegiatan Politik telah diatur ketentuan tentang penyelenggaraan rapat. Rapat yang diadakan oleh Partai Politik dan Golongan Karya dilakukan menurut ketentuan Undang-undang tersebut.


    Pasal 7

    Cukup jelas.


    Pasal 8

    Surat-surat atau dokumen lain yang oleh Presiden/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat diserahkan kepada Mahkamah Agung merupakan bahan bagi Mahkamah Agung untuk memeriksa dan menetapkan apakah Partai Politik atau Golongan Karya melakukan tindakan yang bertentangan dengan ketentuan Pasal 4, 7a, dan Pasal 12 Undang-undang.


    Pasal 9

    Cukup jelas.


    Pasal 10

    Cukup jelas.


    Pasal 11

    Langkah penertiban yang dapat diambil oleh Pengurus Tingkat Pusat dapat berupa petunjuk dan tegoran. Apabila Pengurus Tingkat Daerah tidak melaksanakan petunjuk yang diberikan oleh Pengurus Tingkat Pusat, Pengurus Tingkat Pusat membekukan Pengurus Tingkat Daerah dan sambil menunggu pemilihan Pengurus Tingkat Daerah menurut ketentuan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga, menunjuk Pengurus Tingkat Daerah sementara. Apabila Pengurus Tingkat Pusat tidak mengambil langkah penertiban, Presiden/Mandataris Majelis Permusyawaratan Rakyat membekukan Pengurus Tingkat Pusat.


    Pasal 12

    Cukup jelas.


    Pasal 13 Cukup jelas. CATATAN Kutipan: TAHUN 1976 YANG TELAH DICETAK ULANG

Webmentions

Anda dapat memberikan tanggapan atas peraturan ini dengan like, retweet/repost pada tweet yang mencantumkan tautan pada laman ini.

Tanggapan (0):