Penyempurnaan Pelaksanaan Ekspor, Impor Dan Lalu Lintas Devisa

Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1970

Kerangka<< >>

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1970 TENTANG PENYEMPURNAAN PELAKSANAAN EKSPOR, IMPOR DAN LALU LINTAS DEVISA Menimbang: bahwa untuk lebih memperlancar pelaksanaan pembangunan dengan tetap memelihara stabilitas ekonomi, perlu menyempurnakan pengaturan pelaksanaan ekspor, impor dan devisa; Mengingat :

  1. Pasal 5 ayat (2) Undang-undang dasar;

  2. Ketetapan MPRS Nomor XXIII/MPRS/ 1966;

  3. Undang-undang Nomor 32 tahun 1964, tentang Peraturan Lalu- lintas Devisa;

  1. Undang-undang Nomor 13 tahun 1968, tentang Bank Sentral; MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENYEMPURNAAN PELAKSANAAN EKSPOR, IMPOR DAN LALU-LINTAS DEVISA. BAB I. KETENTUAN UMUM
    Pasal 1

    Sejak saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini:

    (1)

    Pembedaan antara devisa dalam bentuk Bonus Ekspor (B.E.) dan Devisa Pelengkap (D.P) ditiadakan.

    (2)

    Devisa dibedakan antara :

    1. Devisa umum, ialah devisa yang diperoleh dari hasil eskpor, atau dari penjualan jasa atau dari transfer;

    2. Devisa kredit, ialah devisa yang pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini dikenal sebagai B.E. Kredit. BAB II. JUAL-BELI DEVISA UMUM.


    Pasal 2
    (1)

    Eksportir diwajibkan menjual seluruh devisa umum yang diperoleh dari hasil ekspornya, ialah harga FOB yang sebenarnya diterima, yang dibuktikan dengan kontrak penjualan dan atau invoice penjualan kepada Bank Indonesia melalui Bank Devisa dengan kurs yang terjadi dalam Bursa Valuta Asing. (2) Hasil devisa dari penjualan jasa, tidak diwajibkan untuk dijual seperti dimaksud dalam ayat (1) pasal ini. (3) Bank Indonesia diwajibkan membeli seluruh devisa yang dijual seperti dimaksud dalam ayat (1) dan yang mungkin dijual seperti dimaksud dalam ayat (2) pasal ini dengan kurs yang terjadi dalam Bursa Valuta Asing. (4) Tata-cara penjualan dan pembelian devisa yang dimaksud dalam ayat (1), (2) dan (3) pasal ini diatur lebih lanjut oleh Gubernur Bank Indonesia. Pasal 3 (1) Kecuali yang ditentukan dalam ayat (2) pasal ini, dari hasil penjualan devisa seperti tersebut dalam. pasal 2 Peraturan Pemerintah ini, eksportir menerima 90% dalam rupiah atas dasar kurs yang terjadi dalam Bursa Valuta Asing, sedangkan yang 10 % diserahkan kepada Pemerintah Pusat. (2) Hasil penjualan devisa yang berasal dari ekspor barang- barang jadi dan kerajinan rakyat diserahkan 100% kepada eksportir dalam rupiah atas dasar kurs yang terjadi dalam Bursa Valuta Asing. Menteri Perdagangan menentukan barang-barang, yang termasuk barang-barang jadi dan barang-barang kerajinan rakyat. Pasal 4 Dengan tidak mengurangi ketentuan yang dimaksud dalam pasal 2 Peraturan Pemerintah ini serta ketentuan-ketentuan mengenai impor dan ekspor, setiap orang dapat dengan bebas memperoleh dan menggunakan devisa umum. BAB III DEVISA KREDIT


    Pasal 5

    Menteri Keuangan bersama-sama Menteri Perdagangan menentukan kurs dan mengatur penggunaan dari devisa kredit. BAB IV ALOKASI DEVISA OTOMATIS (ADO)


    Pasal 6
    (1)

    Sejak saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini, Alokasi Devisa Otomatis (ADO) untuk Daerah-daerah ditiadakan. (2) Untuk tahun Anggaran 1970/1971 dan seterusnya setiap Daerah tingkat I akan menerima sumbangan dari Pemerintah Pusat sejumlah nilai ADO yang diterimanya dalam tahun Anggaran 1969/1970 dengan ditambah 5% yang dibayarkan dalam rupiah atas dasar kurs yang terjadi pada call pertama dalam Bursa Valuta Asing, setelah berlakunya Peraturan Pemerintah ini. (3) Menteri Keuangan menentukan aturan-aturan pelaksanaan dari pemberian sumbangan seperti dimaksud dalam ayat (2) pasal ini. BAB V PELAKSANAAN EKSPOR DAN IMPOR


    Pasal 7

    Menteri Perdagangan menentukan barang-barang tertentu yang dilarang untuk diimpor dan barang-barang tertentu yang dilarang untuk diekspor, yang disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan ekonomi Nasional dan kepentingan Negara pada umumnya. Pasal 8 Menteri Perdagangan menentukan harga patokan untuk barang- barang ekspor secara berkala. Pasal 9 Menteri Perdagangan, Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indonesia bersama-sama atau masing-masing dalam bidangnya menyempurnakan aturan-aturan pelaksanaan. impor dan ekspor agar pelaksanaan impor dan ekspor dapat berjalan lebih lancar. Pasal 10 Menteri Keuangan menentukan Nilai Dasar Perhitungan Bea Masuk (N.D.P.B.M), sesuai dengan kurs yang berlaku. BAB VI KETENTUAN PENUTUP.


    Pasal 11 Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, semua peraturan yang berlaku, yang bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini dinyatakan tidak berlaku. Pasal 12 Peraturan Pemerintah ini berlaku juga bagi Daerah Irian Barat. Pasal 13 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Agar supaya setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan menempatkannya dalam Lembaran-Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 17 April 1970, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SOEHARTO Jenderal TNI. Diundangkan di Jakarta pada tanggal 17 April 1970. SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, ALAMSJAH Mayor Jenderal TNI PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1970 TENTANG PENYEMPURNAAN PELAKSANAAN EKSPOR, IMPOR DAN LALU-LINTAS DEVISA. I. UMUM. Dalam memasuki tahun kedua pelaksanaan Rencana Pembangunan Lima Tahun, Pemerintah berusaha agar hasil-hasil yang telah tercapai dalam tahun pertama pelaksanaan Pembangunan dapat lebih ditingkatkan. Peningkatan hasil tersebut hanya dapat dijalankan dengan menciptakan iklim yang dapat menggerakkan kemampuan ekonomi ke arah kemajuan yang lebih pesat dan menggairahkan dunia usaha kepada harapan-harapan yang meyakinkan, yakni dengan lebih menyempurnakan prosedur pelaksanaan di bidang ekspor, impor dan pengaturan lalu-lintas devisa. Pemerintah memandang perlu untuk dalam bidang ekspor dan impor, menurunkan, bahkan menghapuskan berbagai jenis pungutan yang sampai sekarang merupakan beban berat bagi golongan pengusaha dan sejalan dengan itu juga dirasa perlu untuk menyederhanakan/menyempurnakan pengaturan dalam prosedur dan ketata-laksanaan ekspor-impor. Dengan kebijaksanaan tersebut diharapkan kegiatan ekspor akan lebih terangsang, sehingga dapat lebih meningkatkan penerimaan devisa dan agar devisa yang diperoleh tersebut dapat dipergunakan secara efektif dan efisien, maka Pemerintah menganggap perlu pula untuk menyederhanakan sistem dan prosedur lalu-lintas devisa. Rangkaian tindakan kebijaksanaan tersebut di atas menjadi dasar dan pertimbangan Pemerintah untuk mengeluarkan Peraturan Pemerintah tentang penyempurnaan pelaksanaan ekspor, impor dan lalu-lintas devisa, untuk lebih memperlancar pelaksanaan Pembangunan dengan tetap memelihara dan memperkuat stabilisasi ekonomi berdasarkan haluan ekonomi sebagaimana ditetapkan dalam Ketetapan M.P.R.S. Nomor XXIII/MPRS/1966. II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Ayat 1 : Sistem dan kurs mata uang rupiah dalam lalu-lintas pembayaran luar negeri disederhanakan dan diserasikan dengan usaha peningkatan serta kelancaran pembangunan, terutama dalam menginjak tahun kedua Rencana Pembangunan Lima Tahun, yakni dengan meniadakan pembedaan antara Devisa Bonus Ekspor (BE) dan Devisa Pelengkap (DP). Dengan tidak adanya lagi perbedaan antara "BE" dan "DP" maka eksportir juga tidak lagi memerlukan menahan "overprice". Ayat 2: Dalam rangka penyederhanaan tersebut ayat 1 Pasal ini, untuk selanjutnya hanya dikenal: a. "Devisa Umum" yang berasal dari hasil ekspor, atau dari penjualan jasa atau dari transfer. b. "Devisa Kredit" yang dahulu dikenal sebagai BE-Kredit. Tingkat kurs Devisa Umum ditentukan oleh perimbangan antara penawaran dan permintaan. Pasal 2. Ayat 1: Mengenai jual beli Devisa Umum ditentukan bahwa para Eksportir diwajibkan untuk menjual devisa hasil ekspor seluruhnya kepada Bank Indonesia, berdasar atas harga F.O.B. yang diterima sesungguhnya oleh eksportir, sedangkan Bank Indonesia diwajibkan membeli seluruh devisa tersebut atas dasar koers yang berlaku dalam valuta asing, Seperti dijelaskan dalam penjelasan pasal 1 ayat (1), maka eksportir tidak lagi memerlukan "overprice", sehingga eksportir harus menjual seluruh devisa yang ia terima berdasarkan kontrak penjualan dengan fihak luar negeri. Ayat 2 : Cukup jelas. Ayat 3 : Cukup jelas. Ayat 4 : Cukup jelas Pasal 3. Ayat 1: Dalam rangka memberikan perangsang lebih besar kepada para eksportir, maka sejak berlakunya Peraturan Pemerintah ini dihapuskan Pungutan Ekspor 5% yang dahulu berlaku untuk ekspor barang-barang yang termasuk Golongan "A". Sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam ayat ini, eksportir masih menyerahkan 10% dari devisa hasil ekspornya kepada Pemerintah Pusat dan tidak lagi untuk ADO sehingga sekarang eksportir menerima 90% dari seluruh devisa hasil-hasil ekspor, atas dasar F.0 B. yang sesungguhnya dalam rupiah berdasarkan koers yang berlaku. Ayat 2 : Dalam ayat ini ditetapkan, bahwa khusus untuk ekspor barang jadi dan kerajinan Rakyat para eksportir dibebaskan dari kewajiban menyerahkan 10% dari hasil ekspornya kepada Pemerintah Pusat, sehingga 100% hasil devisa dalam rupiah diterima seluruhnya oleh eksportir. Kebijaksanaan ini diambil untuk memberikan perangsang yang lebih besar bagi produsen-industri dalam negeri dalam meningkatkan produksi barang-barang jadi dan kerajinan Rakyat, sehingga dapat membawa tambahan pendapatan dan kesempatan kerja bagi penduduk di daerah-daerah, bahkan di desa-desa. Apa yang dimaksud dengan barang-barang kerajinan Rakyat dan barang jadi ditentukan oleh Menteri Perdagangan. Pasal 4. Dengan adanya ketentuan ini, maka mata uang rupiah kini mempunyai daya tukar penuh dan bebas dalam lalu-lintas pembayaran luar negeri. Pasal 5. Penentuan kurs dan pengaturan penggunaan dari Devisa Kredit diatur lebih lanjut oleh Menteri Keuangan bersama-sama dengan Menteri Perdagangan, untuk diarahkan sedemikian rupa, agar dapat lebih menjamin kemantapan moneter, penyediaan barang-barang pokok serta barang-barang lain yang esensiil untuk produksi dan pembangunan. Pasal 6. Ayat 1 : Dengan ditiadakannya ADO untuk Daerah-daerah di seluruh Indonesia, maka ditempuh kebijaksanaan untuk mengganti sistim tersebut dengan Sumbangan Pemerintah Pusat kepada Daerah yang dibayarkan dalam rupiah. Ayat 2: Untuk Tahun Anggaran 1970/1971 dan seterusnya, jumlah sumbangan Pemerintah Pusat kepada Daerah Tingkat I sama besarnya dengan nilai ADO dalam devisa yang diterima Tahun 1969/1970 ditambah dengan 5%. Jumlah itu dibayarkan dalam rupiah atas dasar koers yang berlaku pada call pertama di Bursa Valuta Asing setelah berlakunya Peraturan Pemerintah ini. Seperti halnya "overprice" bagi eksportir, ADO dalam bentuk valuta asing hanya mempunyai arti positif bagi daerah-daerah yang bersangkutan, semasa hyper-inflasi masih merajalela. Dengan stabilnya rupiah sekarang ini penerimaan Daerah dalam valuta asing atau rupiah tidak menjadi masalah. Lain daripada itu, belakangan ini makin menonjol aspek-aspek negatif dari sistem ADO, karena makin menyukarkan penertiban dan pengaturan secara tepat dalam pola perhubungan dan pola perdagangan, di samping sering menimbulkan banyak komplikasi dalam hubungan Antar-Daerah. Jelaslah, bahwa perubahan sistem seperti sekarang dilakukan sedikitput tidak mengurangi apa yang telah dirasa sebagai "Hak" daerah. Bahkan penerimaan yang dinikmati berdasar kurs yang sekarang berlaku dalam rupiah yang stabil adalah lebih besar dari sebelumnya. Ayat 3 : Agar pelaksanaan pembayaran Sumbangan kepada Daerah Tingkat I dapat diselenggarakan secara cepat dan tepat, sehingga tidak terjadi hambatan-hambatan dalam penerimaan Daerah, maka pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut oleh Menteri Keuangan untuk tahun anggaran daerah yang bersangkutan. Pasal 7. Cukup jelas. Pasal 8. Cukup jelas. Pasal 9. Penyempurnaan aturan-aturan pelaksanaan impor dan ekspor ini meliputi : a. Tindakan-tindakan penurunan pungutan-pungutan yang dilakukan dalam hubungan dengan kegiatan ekspor, yakni biaya-biaya bank, pembayaran untuk Dana Egalisasi, pembayaran-pembayaran untuk pembelian formulir-formulir/ongkos administrasi, serta ketentuan pungutan Cess untuk barang-barang ekspor dan lain- lain. b. Bidang prosedur, seperti penghapusan Deklarasi Ekspor. Formulir DE, demikian pula Formulir AV I yang dijadikan satu dengan Formulir E3 yang akan diatur lebih lanjut oleh Menteri Perdagangan. Kesemuanya dimaksudkan untuk momperlancar pelaksanaan ekspor dan menurunkan beban-beban eksportir, sehingga dapat menurunkan biaya ekspor. c. Dalam bidang impor, juga dilakukan tindakan penurunan pungutan dan penyederhanaan prosedur, seperti: Beban biaya bank yang bersangkutan dengan pelaksanaan impor, yang meliputi berbagai jenis pungutan. Demikian pula dihapuskan Retribusi BLLD yang akan diatur lebih lanjut oleh Menteri Keuangan. Di samping penurunan pungutan itu, prosedur imporpun disederhanakan dengan meniadakan kewajiban-kewajiban seperti Pernyataan impor (P.I.), aplikasi L/C dan sebagainya yang akan diatur lebih lanjut oleh Menteri Perdagangan. Penurunan dan penghapusan pungutan-pungutan disertai dengan penyederhanaan prosedur pelaksanaan, akan sangat mengurangi biaya impor, sehingga akan dapat menekankan harga. Pasal 10. Dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini, maka perlu diatur kembali penetapan Nilai Dasar Perhitungan Bea Masuk, yang akan diatur dalam Surat Keputusan Menteri Keuangan. Pasal 11. Cukup jelas. Pasal 12. Cukup jelas. Pasal 13. Cukup jelas. -------------------------------- CATATAN Kutipan: YANG TELAH DICETAK ULANG Sumber: LN 1970/25; TLN Nomor2931

Webmentions

Anda dapat memberikan tanggapan atas peraturan ini dengan like, retweet/repost pada tweet yang mencantumkan tautan pada laman ini.

Tanggapan (0):