Pendaftaran Ijazah dan Pemberian Izin Menjalankan Pekerjaan Dokter/Dokter-Gigi/Apoteker

Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1964

Kerangka<< >>

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1964 TENTANG PENDAFTARAN IJAZAH DAN PEMBERIAN IZIN MENJALANKAN PEKERJAAN DOKTER/DOKTER-GIGI/APOTEKER Presiden Republik Indonesia, Menimbang: Bahwa untuk melaksanakan ketentuan termaktub dalam Bab II dan III Undang-undang No. 6 tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan perlu segera mengadakan peraturan mengenai pendaftaran ijazah dan pemberian izin untuk melakukan pekerjaan dokter/dokter- gigi/apoteker; Mengingat:

  1. Pasal 5 ayat 2 Undang-undang Dasar;

  2. Pasal-pasal 3, 4, 5, 6 dan 10 Undang-undang No. 6 tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran-Negara tahun 1963 No. 79);

  3. Pasal 10 ayat (3) Undang-undang No. 9 tahun 1960 tentang Pokok-pokok Kesehatan (Lembaran-Negara tahun 1960 No. 131);

  1. Undang-undang No. 10 Prp tahun 1960 (Lembaran-Negara tahun 1960 No. 31) jo Keputusan Presiden No. 239 tahun 1964; Mendengar: Presidium Kabinet, Menteri Koordinator Kompartemen Kesejahteraan dan Menteri Kesehatan; Memutuskan: Dengan membatalkan segala peraturan mengenai pendaftaran ijazah dan pemberian izin untuk menjalankan pekerjaan dokter/ dokter-gigi/apoteker; Menetapkan: Peraturan Pemerintah tentang Pendaftaran Ijazah dan pemberian izin melakukan pekerjaan dokter/dokter-gigi/apoteker. BABI. PENDATFARAN IJAZAH Pasal 1.
    (1)

    Selambat-lambatnya dalam waktu satu bulan sesudah menerima ijazah sarjana kesehatan yang dimaksud dalam pasal 2 Undang- undang No. 6 tahun 1963 tentang Tenaga Kesehatan, menyampaikan ijazah (asli) tersebut kepada Departemen Kesehatan di Jakarta untuk didaftar.

    (2)

    Bagi sarjana kesehatan yang datang dari luar Negeri dan memiliki ijazah dari suatu Fakultas di luar Negeri pelaksanaan ketentuan dalam ayat (1) dilakukan dalam waktu satu bulan setelah tiba di Indonesia.

    (3) Menteri Kesehatan dapat mengadakan pendaftaran ulangan berkala. Pasal 2. Menteri Kesehatan dapat menetapkan Instansi-instansi Kesehatan di Daerah untuk menyelenggarakan pendaftaran yang dimaksudkan dalam pasal 1. Pasal 3. Pendaftaran ijazah sarjana kesehatan diselenggarakan pada sebuah buku register, di mana tercatat nomor pendaftaran dan keterangan-keterangan lain yang bertalian dengan pendaftaran tersebut. Pasal 4. Setelah ijazah yang dimaksudkan dalam pasal 1 Peraturan Pemerintah ini didaftar pada buku register, kepada sarjana kesehatan yang berkepentingan diberikan surat keterangan bahwa ijazahnya telah terdaftar. BAB II. PEMBERIAN IZIN UNTUK MENJALANKAN PEKERJAAN DOKTER/DOKTER-GIGI/APOTEKER DIWILAYAH NEGARA INDONESIA. Pasal 5. Untuk memperoleh izin buat menjalankan pekerjaan dokter/ dokter-gigi/apoteker diwilayah Negara Indonesia, sarjana kesehatan yang berkepentingan harus mengajukan permohonan kepada Menteri Kesehatan. Pasal 6. Kepada sarjana kesehatan yang memenuhi syarat-syarat kesehatan physik dan mental dan yang ijazahnya telah terdaftar dan sebagainya, oleh Menteri Kesehatan diberikan surat keterangan bahwa ia mendapat izin untuk melakukan pekerjaan dokter/dokter- gigi//apoteker diwilayah Negara Indonesia. BAB III. PEMBERIAN IZIN UNTUK MENJALANKAN PEKERJAAN DOKTER/DOKTER-GIGI/APOTEKER SELAKU SWASTA PERSEORANGAN Pasal 7. (1)Kepada dokter/dokter-gigi/apoteker yang memiliki surat keterangan ijazah terdaftar yang dimaksudkan dalam pasal 4 dan surat izin menjalankan pekerjaan dokter/dokter- gigi/apoteker di wilayah Negara Indonesia yang dimaksudkan dalam pasal 6 Peraturan Pemerintah ini, oleh Inspektur Kesehatan dapat diberikan izin untuk menjalankan pekerjaan dokter/dokter-gigi/apoteker selaku swasta perseorangan di samping tugas pekerjaannya pada Pemerintah, Badan Swasta dan sebagainya. (2)Izin untuk menjalakan pekerjaan dokter/dokter-gigi/apoteker selaku swasta perseorangan semata-mata, tanpa tugas fungsi lain, diberikan oleh Menteri Kesehatan. Pasal 8. (1)Untuk memperoleh izin yang dimaksudkan dalam pasal 7 ayat (1) dokter/dokter-gigi/apoteker yang berkepentingan mengajukan surat permohonan kepada Inspektur Kesehatan/Propinsi di mana ia bertempat tinggal. (2)Untuk memperoleh izin yang dimaksudkan dalam pasal 7 ayat (2) dokter/dokter-gigi/apoteker yang berkepentingan mengajukan surat permohonan kepada Menteri Kesehatan. (3)Surat permohonan tersebut diatas disertai dengan surat- surat keterangan lain, umpamanya: keterangan tentang berkelakuan baik, keterangan dari Instansi, dimana ia bekerja atau telah bekerja dan sebagainya. Pasal 9. (1)Kepada dokter/dokter-gigi/apoteker yang dimaksudkan dalam pasal 7 ayat (1) oleh Inspektur Kesehatan dapat diberikan keterangan bawha ia mendapat izin untuk melakukan pekerjaan dokter/dokter-gigi/apoteker selaku swasta-perseorangan di samping tugas pekerjaannya pada Pemerintah, Badan Swasta dan sebagainya. (2)Dalam Surat izin bagi dokter/dokter-gigi/apoteker yang dimaksudkan dalam pasal 7 ayat (2) Peraturan Pemerintah ini yang diberikan oleh Menteri Kesehatan, ditetapkan hal-hal sebagai berikut: a.Daerah tempat dimana pekerja dokter/dokter-gigi/apoteker selaku swasta-perseorangan akan dijalankan. b.Jangka waktu berlakunya izin untuk menjalankan pekerjaan dokter/dokter-gigi/apoteker selaku swasta-perseorangan (selama-lamanya 5 tahun). Pasal 10. Atas permohonan yang berkepentingan oleh Menteri Kesehatan dapat diberikan perpanjangan waktu berlakunya surat izin menjalankan pekerjaan dokter/dokter-gigi/apoteker selaku swasta- perseorangan yang dimaksudkan dalam pasal 7 ayat (2) tersebut. BAB IV. PEMBERIAN IZIN BERSYARAT/PENOLAKAN PERMOHONAN. Pasal 11. Menteri Kesehatan dapat menolak permohonan yang dimaksudkan dalam pasal 1, 5 dan 7 Peraturan Pemerintah ini, atau memberikan izin bersyarat kalau: a.dokter/dokter-gigi/apoteker yang berkepentingan melakukan atau telah melakukan sesuatu perbuatan pidana; b.melakukan atau telah melakukan perbuatan yang melanggar susila kedokteran/kedokteran-gigi/keparmasian; c.kesehatan-physik maupun mental terganggu sehingga ia tidak dapat melakukan pekerjaan dengan baik; d.membuat kesalahan-kesalahan teknis dalam bidang tugas/pekerjaan yang berbahaya; e.melakukan hal-hal yang membahayakan kepentingan umum. Pasal 12. Menteri Kesehatan dapat mendengar pertimbangan Dewan Pelindung Susila Kedokteran atau Instansi-instansi lain yang dianggap perlu, dalam melaksanakan ketentuan dalam pasal 11 tersebut. BAB V. PASAL PERALIHAN. Pasal 13. (1)Dalam waktu setahun sesudah berlakunya Peraturan Pemerintah ini, dokter/dokter-gigi/apoteker yang ijazahnya terdaftar dan memperoleh izin menjalankan pekerjaan dokter/dokter- gigi/apoteker menurut peraturan yang lama harus sudah memiliki surat keterangan yang dimaksudkan dalam pasal 4, 6 dan 9 dari pada Peraturan Pemerintah ini. (2)Bagi dokter/dokter-gigi/apoteker di luar Jawa jangka waktu dalam ayat (1) pasal ni ditetapkan 18 (delapan belas) bulan. BAB VI. KETENTUAN PENUTUP. Pasal 14. Peraturan ini dapat disebut "Peraturan Pemerintah mengenai pendaftaran ijazah dan pemberian izin menjalankan pekerjaan dokter/dokter-gigi/apoteker". Pasal 15. Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada hari ditetapkannya, Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran-Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 23 September 1964 Dr. SUBANDRIO. Diundangkan di Jakarta pada tanggal 23 September 1964 WAKIL SEKRETARIS NEGARA, SANTOSO Brig. Jend. TNI PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH No. 36 TAHUN 1964 tentang PENDAFTARAN IJAZAH DAN PEMBERIAN IZIN MENJALANKAN PEKERJAAN DOKTER/DOKTER GIGI/APOTEKER. UMUM. Sebagaimana diterangkan dalam konsideran Peraturan Pemerintah ini bermaksud menetapkan prosedure pelaksanaan Undang- undang tentang Tenaga Kesehatan mengenai pendaftaran ijazah dan pemberian izin melakukan pekerjaan dokter/dokter-gigi/apoteker. Dalam pada itu Undang-undang tentang Tenaga kesehatan menghendaki bukan saja suatu pelaksanaan administratif semata-mata, akan tetapi jiwa Undang-undang Pokok Kesehatan yang membimbing tenaga kesehatan ke arah tugasnya di dalam suatu Masyarakat Sosialis, hendaknya disalurkan juga dalam peraturan-peraturan pelaksanaan tersebut. Maka dari itu Peraturan mengenai pendaftaran dan pemberian izin yang lama harus diganti dengan Peraturan Pemerintah berdasarkan Undang-undang Pokok Kesehatan dan Undang-undang Tenaga Kesehatan. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Ayat 1: Sekalipun pada instansi-instansi lain diadakan juga pendaftaran tenaga sarjana (umpamanya oleh Dewan Penempatan Sarjana), namun masih diperlukan oleh Departemen Kesehatan adanya pendaftaran khusus mengenai sarjana kesehatan, yang merupakan sebagian daripada registrasi seluruh tenaga kesehatan. Ayat 2: Pada pendaftaran ijazah dari suatu Fakultas di Luar Negeri dapat dilakukan penilaian, apakah ijazah tersebut dapat dianggap sama mutu-nilainya dengan ijazah sarjana kesehatan di Indonesia. Ayat 3 : Cukup jelas. Pasal 2 Universitas yang menghasilkan sarjana kesehatan kian tersebar di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia. Maka dari itu pendaftaran sarjana kesehatan, yang sampai kini diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat, harus dapat diserahkan kepada Instansi- instansi Daerah tertentu. Pasal 3 dan 4. Cukup jelas. Pasal 5. Pasal ini tidak mengurangi kekuatan daya-hukum ijazah dokter/dokter-gigi/apoteker yang diberikan oleh fakultas-fakultas yang bersangkutan. Dengan diharuskannya memperoleh izin dari Menteri Kesehatan dapat dihindarkan kejadian seperti demikian. Seorang pemilik ijazah dokter yang buta menjalankan praktek dokter dan sebagainya. Selain daripada itu norma-norma susila kedokteran, yang tidak/belum mempunyai kekuatan hukum mendapat perlindungan dari Menteri Kesehatan berdasarkan pasal ini. Pasal 6. Cukup jelas. Pasal 7. Ayat 1 : Dalam membimbing tenaga kesehatan kearah tugas fungsinya di dalam Masyarakat Sosialis, masih diperlukan waktu peralihan, dimana karyawan kesehatan tertentu masih diperbolehkan menjalankan pekerjaannya selaku swasta- perseorangan. Ayat 2: Melakukan pekerjaan selaku dokter/dokter-gigi/apoteker semata-mata sebagai suatu (per)usaha(an) yang bersifat swasta-perseorangan perlu akan pengawasan dari pusat agar terjamin penunaian fungsi sosialnya. Pasal 8. Cukup jelas. Pasal 9. Ayat 1: Cukupjelas, Ayat 2: Berdasarkan ayat (2) ini, Menteri Kesehatan dapat menjamin penyebaran dokter/dokter-gigi/apoteker yang bekerja dalam bentuk usaha swasta-perseorangan, secara merata diseluruh wilayah Negara Republik Indonesia. Pasal 10 dan 11, Cukup jelas. Pasal 12 Dengan pasal ini terjaminlah, bahwa pemberian izin bersyarat atau penolakan permohonan hanya dapat dilakukan dengan alasan- alasan yang obyektif dan wajar. Pasal 1 3, 14 dan 15. Cukup jelas. CATATAN Kutipan: YANG TELAH DICETAK ULANG Sumber: LN 1964/98; TLN NO. 2691

Webmentions

Anda dapat memberikan tanggapan atas peraturan ini dengan like, retweet/repost pada tweet yang mencantumkan tautan pada laman ini.

Tanggapan (0):