Pengertian Istilah "Lumbung Desa" Termaksud dalam "Rijst-Ordonnantie 1948"

Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1959

Kerangka<< >>

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1959 TENTANG PENGERTIAN ISTILAH "LUMBUNG DESA" TERMAKSUD DALAM "RIJST-ORDONNANTIE 1948" Presiden Republik Indonesia, Menimbang: Bahwa untuk kepentingan pembangunan masyarakat tani dianggap perlu untuk memberikan pengertian yang lebih luas tentang istilah ,Lumbung desa" termaksud dalam ,Rijst-Ordonnantie 1948" (Staatsblad 1948 No. 253); Mengingat:

  1. pasal 98 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia;

  2. pasal 2 ayat (4) ,Rijst-Ordnnantie 1948" (Staatsblad 1948 No. 253); Mendengar: Dewan Menteri dalam sidangnya pada tanggal 13 Maret 1959. Memutuskan Menetapkan: Peraturan Pemerintah tentang pengertian istilah ,Lumbung Desa" termaksud dalam pasal 2 ayat (4) ,Rijst-Ordonnantie 1948". Pasal 1. Dengan ,Lumbung Desa" termaksud dalam pasal 2 ayat (4) Rijst- Ordonnantie 1948" (Staatsblad 1948 No. 253) dimaksud juga lumbung- lumbung yang diusahakan oleh petani-petani untuk persediaan bahan makanan pada waktu paceklik, dan untuk keperluan bibit bagi petani yang mengadakan lumbung itu, di bawah pengawasan Kementerian Pertanian atau Pemerintah Daerah Swatantra. Pasal 2. Menteri Pertanian atau Pemerintah Daerah Swatantra dapat mengadakan pembatasan banyaknya persediaan padi yang dapat disimpan dalam lumbung yang diusahakan oleh petani-petani termaksud dalam pasal 1. Pasal 3. Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada hari diundangkan. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatan dalam lembaran-Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 2 April 1959 Presiden Republik Indonesia, ttd. SOEKARNO. Menteri Pertanian ttd. SADJARWO. Menteri Dalam Negeri, ttd. SANUSI HARDJADINATA. Diundangkan pada tanggal 18 April 1959, Menteri Kehakiman ttd. G.A. MAENGKOM. PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH No. 11 TAHUN 1959 tentang PENGERTIAN ISTILAH "LUMBUNG DESA" TERMAKSUD DALAM"RIJST-ORDONNANTIE 1948". UMUM. Sesuai dengan pikiran semula untuk membangun kembali badan perkreditan didesa dalam bentuk koperatif, sebagai pengganti Bank Desa dan Lumbung Desa yang dalam kenyataan praktek pada waktu sekarang paktis dipandang kurang cepat jalannya, dilain fihak mengingat kenyataan-kenyataan adanya usaha-usaha pembentukan modal yang makin meluas dikalangan masyarakat pedusunan/tani yang diselenggarakan dalam bentuk usaha-usaha perlumbungan secara gotong-royong/koperatif, sebagai perwujudan kearah swadaya rakyat dalam lapangan sosial- ekonomi dan produksi. Untuk mencegah adanya keragu-raguan dan salah-faham dalam penafsiran hukum terhadap bentuk keorganisasian lumbung gotong-royong/koperatif tersebut diatas, demikian juga agar pertumbuhan usaha-usaha perlumbungan ini jangan terhambat karena kurang adanya perlindungan hukum, maka dipandang perlu untuk memasukkan usaha-usaha lumbung gotong-royong/koperatif yang diselenggarakan dikalangan masyarakat pedusunan/tani dan yang mendapat bimbingan dari Jawatan Pembangunan Usaha Tani, Kementerian Pertanian, mengertikan istilah "lumbung desa" menurut pasal 2 ayat (4) Ordonansi Beras 1948, dengan ketentuan-ketentuan dan batasan-batasan, sebagai berikut : I. Dari segi jiwa dan ide keorganisasian lumbung:

  3. Dalam jiwa dan ide keorganisasian lumbung dikalangan masyarakat tani, terdapat 3 persoalan pokok yang merupakan faktor minimum yakni:

    1. masaalah memenuhi kebutuhan rakyat tani akan makanannya sendiri;

    2. masaalah cara mengatur kebutuhan bersama (pengorganisasian lumbung bersama);

    3. masaalah produksi (mempertinggi produksi, mengatur peredaran produksi, dan sebagainya).

  4. Karena sebagian besar dari usaha perlumbungan yang diselenggarakan oleh rakyat tani ini bersifat "mutual- cooperative" dan berjiwa gotong-royong berdasarkan tata-adat, maka untuk mendapat fungsi-fungsi yang tertentu dan juga untuk menjaga agar jangan terjadi manipulasi, penyalahgunaan dan penyelewengan dari pada ide dan tujuannya semula, maka perlu adanya bimbingan dari instansi Pemerintah, yakni Jawatan Pembangunan Usaha Tani.

  5. ujuannya ialah bersifat sosial-konsumtif (keperluan bibit, paceklik, sosial, penggarapan, peredaran dalam lingkungan sendiri) dan tidak dalam lapangan komersiil. Berhubung dengan itu, maka usaha lumbung gotong-royong ini pada hakekatnya adalah usaha permodalan/perkreditan simpan-pinjam) dalam bentuk natura.

  6. Dalam pertumbuhan usaha-usaha perlumbungan dikalangan masyrakat tani, diharapkan adanya proses dinamisering dikalangan masyarakat tani itu sendiri kearah daya- cipta (kreasi) dan swadaya (otoaktiviteit) dalam lapangan sosial-ekonomi dan produksi. Jadi jelas, bahwa apa yang terkandung, dalam jiwa keorganisasian lumbung itu ialah ikut-sertanya masyarakat tani dalam pemecahan masaalah pembangunan masyarakat dan sosial-ekonomi didaerah-daerah pedusunan. Karena itu peranan petani sebagai subyek tak dapat dikesampingkan, sekalipun dalam pimpinan usahanya sering kali terdapat para pamong desa. (Kepala-desa sebagai pelindung/penasehat, atau pamong-desa yang memegang pimpinan aktip). Bahkan keadaan ini menunjukkan bahwa kepentingan rakyat dan kepentingan desa tak dapat dipisah-pisahkan dalam menghadapi pemecahan masaalah-masaalah pembangunan sosial dan ekonomi didesa-desa. II. Dari segi fungsinya:

  7. Karena sifat-sifatnya yang terkandung dalam jiwa dan ide keorganisasian lumbung-lumbung gotong- royong/koperatif seperti yang telah disebutkan diatas, maka usaha-usaha perlumbungan ini mempunyai fungsi sosial dalam arti untuk memenuhi kebutuhan masyarakat terbanyak didesa-desa dan sama sekali tidak ditujukan kepada keuntungan/kepentingan segolongan orang tertentu saja. bukan organisasi pembelian atau organisasi penjualan yang dasarnya komersiil.

  1. Dalam fungsi sosialnya itu. dapat pula ditujukan kepada maksud-maksud sebagai berikut :
    1. menjaga dan mengatur keadaan persediaan bahan makanan didaerah-daerah, supaya jangan terus terhisap keluar daerah-daerah pedusunan menjadi obyek manipulasi dalam perdagangan;

    2. secara tidak langsung mencegah adanya sistim riba yang pada saat ini masih hidup subur didaerah- daerah pedusunan dan yang menjadi salah satu sebab terhisapnya bahan makanan keluar daerah;

    3. memenuhi kebutuhan rakyat tani akan modal/kredit natura, yang asalnya terbentuk dari modal masyarakat tani sendiri (untuk keperluan bibit, paceklik, penggarapan dan sebagainya).

    d. dalam tingkatan kemajuan yang lebih tinggi, lumbung- lumbung gotong-royong ini dapat memberikan petunjuk- petunjuk/bahan-bahan keterangan tentang perimgangan produksi dan konsumpsi, membantu pembelian padi Pemerintah, dana-dana pembangunan desa dan sebagainya. Dengan uraian diatas cukuplah kiranya Peraturan Pemerintah ini dijelaskan. Penjelasan pasal demi pasal kiranya tidaklah diperlukan. Termasuk Lembaran-Negara No.21 tahun 1959. Diketahui Menteri Kehakiman. ttd. G. A. MAENGKOM. LEMBARAN NEGARA DAN TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA TAHUN 1959 NOMOR 21 NOMOR 1757

Webmentions

Anda dapat memberikan tanggapan atas peraturan ini dengan like, retweet/repost pada tweet yang mencantumkan tautan pada laman ini.

Tanggapan (0):