Prosedur Pembelian Barang-Barang Pemerintah

Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1958

Kerangka<< >>

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 1958 TENTANG PROSEDUR PEMBELIAN BARANG-BARANG PEMERINTAH Presiden Republik Indonesia, Menimbang : Bahwa prosedur pembelian barang-barang untuk keperluan Pemerintah seperti dimaksud dalam Peraturan Pemerintah No.7 tahun 1952 dan No.55 tahun 1957 tidak lagi dapat mengikuti perkembangan dan pembangunan Negara dalam segala lapangan sehingga dipandang perlu untuk menyederhanakan dan mempercepat prosedur pembelian barang-barang tersebut; Mengingat : a) Undang-undang Perbendaharaan Negara (Indische Comptabiliteitswet) termaktub dalam Staatsblad 1925 No.448, sebabagaimana telah berulang-ulang diubah dan ditambah, terakhir dengan Lembaran-Negara 1954 No.6; b) Peraturan Tata Usaha Penguasaan Keuangan Negara (Regeling voor het Administratief Beheer) termaktub dalam Staatsblad 1933 No.381, sebagaimana telah berulang-ulang diubah dan ditambah, terakhir dengan Staatsblad 1945 No. 134. Memperhatikan : Surat edaran Perdana Menteri NO.2/R.I./1957, No.18/R.I./ 1957 dan No.20/R.I./1957 tentang penyederhanaan prosedur pembelian Pemerintah. Mendengar : Dewan Menteri dalam rapatnya pada tanggal 25 Maret 1958 MEMUTUSKAN : I. a. Mencabut : Peraturan Pemerintah No.7 tahun 1952 (Lembaran Negara 1952 No. 11) dan Peraturan Pemerintah No.55 tahun 1957 (Lembaran-Negara 1957 No.152). b. Membatalkan segala peraturan yang bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini. II. Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PROSEDUR PEMBELIAN BARANG- BARANG PEMERINTAH. sebagai berikut : BAB I AZAS PEMBELIAN PEMERINTAH Pasal 1. Pembelian barang-barang dan lain-lain pesanan di luar negeri untuk perlengkapan jawatan-jawatan dan organisasi-organisasi Pemerintah hanya diperkenankan, jikalau kebutuhan akan barang-barang itu tidak dapat dicukupi dalam waktu, dengan harga dan mutu yang layak oleh perusahaan-perusahaan perindustrian di dalam negeri. BAB II TENTANG PEMBAGIAN BARANG-BARANG Pasal 2. Barang-barang yang dibeli untuk keperluan Pemerintah dibagi dalam 2 golongan : Golongan I : Barang-barang yang pembeliannya diselenggarakan oleh Jawatan Pusat Pembelian Pemerintah. Golongan II : Barang-barang yang pembeliannya diselenggarakan oleh Kementerian Perusahaan-perusahaan I.B.W., Universitas, dan Pemerintah Daerah Otonom tingkat I dan tingkat II. Pasal 3. Barang-barang termasuk dalam golongan I adalah barang-barang yang tersebut dalam daftar A terlampir. Perubahan dari daftar ini ditetapkan dengan surat keputusan bersama Menteri Keuangan dan Menteri Perdagangan. Pasal 4. Barang-barang yang tidak disebut dalam daftar termaksud didalam pasal 3 dimasukkan dalam golongan II. BAB III TENTANG KEWENANGAN UNTUK MENGADAKAN PEMBELIAN Pasal 5. Pembelian barang-barang termasuk dalam golongan I dilakukan melalui Jawatan Pusat Pembelian Pemerintah atau cabang-cabangnya. Pasal 6 (1) Kementerian untuk kebutuhannya sendiri dan untuk keperluannya Jawatan- jawatan dan badan-badan organik lain dalam lingkungannya, Perusahaan- perusahaan I.B.W., Universitas-universitas dan Daerah-daerah otonom tingkat I dan tingkat II berhak menyelenggarakan pembelian sendiri-sendiri mengenai barang-barang termasuk dalam golongan II. (2) Jika suatu instansi yang tersebut dalam ayat I tidak sanggup menyelenggarakan pembelian tersebut di atas, maka hak itu dapat diserahkan kepada instansi lain dengan diatur oleh Menteri yang bersangkutan. Pasal 7. (1) Guna pembelian tersebut dalam pasal 6, baik mengenai barang-barang berasal dari luar negeri, maupun barang buatan dalam negeri terkecuali terhadap barang- barang yang dimaksud dalam pasal 25 dan 26, instansi-instansi tersebut dalam pasal 6 ayat (1) mengadakan penawaran umum, menentukan pilihan, dan membuat surat pesanan. (2) Jawatan-jawatan yang tidak termasuk dalam salah satu Kementerian dan Jawatan-jawatan yang diselenggarakan secara komersil dapat diberi kuasa oleh Perdana Menteri atau Menteri yang bersangkutan guna mengadakan penawaran umum, menentukan pilihan dan membuat surat pesanan sendiri, terkecuali terhadap barang-barang yang dimaksud dalam pasal 25 dan 26. Pasal 8. Untuk mengadakan penawaran umum dan membuat surat pesanan dipergunakan contoh, yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan Menteri Perdagangan. Pasal 9. Penawaran umum tersebut dalam pasal 7 harus dilakukan dengan penempatan dalam majalah, yang diterbitkan oleh Pemerintah khusus untuk maksud ini menurut peraturan-peraturan tersendiri. Untuk Daerah Otonom penawaran umum tersebut dapat juga ditempatkan dalam surat-khabar harian. Pasal 10. Ketentuan tersebut dalam pasal 9 tidak berlaku terhadap pembelian barang- barang, yang harganya tidak melebihi jumlah Rp. 250.000,-(dua ratus lima puluh ribu rupiah) franco gudang pemesan. Pasal 11. Mengenai barang-barang, tersebut dalam pasal 10, harus dikirimkan surat permintaan harga kepada importir/pengusaha sekurang-kurangnya 5 (lima) orang, yang berusaha/berdagang dalam barang-barang yang diperlukan. Pasal 12. Sebelum Kementerian, Jawatan-jawatan tersebut dalam pasal 7 ayat (2), Universitas-universitas, Perusahaan-perusahaan I.B.W., dan Daerah-daerah Otonom melakukan pembelian, lebih dahulu harus ada surat-keputusan (otorisasi) yang menyediakan kreditnya. Otorisasi ini dibuat atas dasar rencana pembelian barang-barang yang disetujui oleh Menteri Keuangan, terkecuali untuk daerah otonom oleh Dewan Pemerintah Daerah yang bersangkutan. Contoh daftar rencana pembelian barang-barang ini ditetapkan oleh Menteri Keuangan dan Menteri Perdagangan. BAB IV TENTANG PANITIA PEMBELIAN Pasal 13. Khusus untuk menentukan syarat-syarat penawaran dan untuk mementukan pilihan yang dimaksud dalam pasal 7, harus dibentuk suatu Panitia Pembelian ditiap-tiap Kementerian dan Jawatan-jawatan yang tersebut dalam pasal 7 ayat (2), di Universitas- universitas, di Perusahaan-perusahaan I.B.W. dan di Daerah-daerah Otonom tingkat I dan tingkat 11. Pasal 14. Panitia Pembelian tersebut dalam pasal 13 diangkat dan diperhentikan oleh Menteri yang bersangkutan terkecuali untuk Daerah-daerah Otonom diangkat dan diperhentikan oleh Dewan Pemerintah Daerah yang bersangkutan. Pasal 15. (1) a. Panitia Pembelian tersebut dalam pasal 13 terdiri dari 5 (lima) orang anggota, termasuk Ketuanya dan mengambil keputusan dengan suara terbanyak dalam sidang yang dihadiri oleh sekurang-kurang 3 (tiga) orang anggota. b. Didalam Panitia Pembelian harus duduk Kepala Bagian Keuangan dan Kepala Bagian Perlengkapan/Perbekalan dari Kementerian/Jawatan tersebut dalam pasal 7 ayat (2)/ Universitas/Perusahaan I.B.W., dan Daerah Otonom yang bersangkutan. c. Atas permintaan instansi/pemesan yang berkepentingan Panitia Pembelian sebelum mengambil keputusan diwajibkan mendengar pendapatnya. (2) Sebagai pembantu Panitia Pembelian dapat diangkat seorang Sekretaris, bukan anggota. (3) Kepada anggota dan sekretaris Panitia Pembelian diberikan uang sidang menurut peraturan yang berlaku dan semua pengeluran dari Panitia Pembelian ini dibebankan pada anggaran Kementrian/Jawaban tersebut dalam pasal 7 ayat (2)/Universitas/Perusahaan I.B.W. dan Daerah Otonom yang bersangkutan. Pasal 16. Panitia Pembelian, bilamana perlu dapat mendengar penasehat ahli, yang mendapat juga uang sidang menurut peraturan yang berlaku. Pasal 17. (1) Instansi/pemesan yang berkepentingan, dalam 7 (tujuh) hari sesudah diadakan pilihan, dapat mengusulkan kepada Menteri atau Dewan Pemerintah Daerah yang bersangkutan untuk membatalkan keputusan Panitia Pembelian, bilamana penentuan pilihan barang-barang jauh menyimpang dari syarat-syarat teknis yang dikehendaki olehnya. (2) Dalam hal ini pembelian harus ditunda sampai ada keputusan dari Menteri atau Dewan Pemerintah Daerah yang bersangkutan. Pasal 18. (1) Pada Kementerian, Jawatan-jawatan tersebut dalam pasal 7 ayat 2, Universitas- universitas, Perusahaan-perusahaan I.B.W. dan Daerah-daerah Otonom tingkat I dan tingkat II harus disediakan kotak-kotak (bus), yang dikunci dan disegel khusus untuk menyimpan surat-surat penawaran sampai saat pembukaannya. (2) Kunci dari kotak-surat (bus) tersebut dalam pasal di atas disimpan oleh Ketua Panitia, dan kotak tersebut dibuka pada hari yang ditentukan dimuka anggota- anggota Panitia Pembelian. Pasal 19. (1) Surat-surat penawaran yang diterima pada waktu pembukaan kotak-surat tersebut, ditanda-tangani sekurang-karangnya oleh dua orang anggota Panitia Pembelian dan sesudah dibuat berita-acara. (2) Surat-surat penawaran yang tidak memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh Panitia Pembelian, dikesampingkan. (3) Dari surat-surat penawaran, yang memenuhi syarat, dibuat resume. Pasal 20. (1) Pilihan dilakukan oleh Panitia Pembelian dengan didasarkan atas syarat-syarat teknis, mutu dan waktu penyerahan, dengan mengingat harga yang terendah dan bonafiditet dari importir /pengusaha. (2) Bila pilihan sudah ditentukan oleh Panitia Pembelian dan rekanan yang bersangkutan tidak sanggup melaksanakan pesanan menurut syarat-syarat yang telah ditentukan, maka.pesanan pada rekanan itu batal dengan sendirinya, dan pesanan diberikan kepada pilihan yang berikutnya. (3) Pilihan yang telah dilakukan oleh Panitia Pembelian diumumkan dalam majalah tersebut dalam pasal 9 dengan menyebutkan nama rekanan, barang dan harga satuan. BAB V TENTANG PEMBELIAN BARANG-BARANG MELALUI JAWATAN PUSAT PEMBELIAN PEMERINTAH Pasal 21. Untuk pembelian barang-barang tersebut dalam pasal 5 instansi/pemesan harus mengajukan surat permintaan pembelian kepada Jawatan Pusat Pembelian Pemerintah atau cabang-cabangnya dengan dilampiri salinan otorisasi. Pasal 22. Dalam menyelenggarakan pembelian barang-barang tersebut dalam pasal 21 Jawatan Pusat Pembelian Pemerintah atau cabang-cabangnya harus mengikuti ketentuan-ketentuan tersebut dalam pasal-pasal 9, 10, 11, 15 ayat (1) sub c dan 20. BAB VI LAIN -LAIN Pasal 23. (1) Menteri Keuangan menentukan barang-barang mana dari golongan II, yang pembeliannya harus disalurkan melalui kredit luar negeri. (2) Untuk pembelian barang-barang tersebut dalam ayat (1), Kementerian, Jawatan- jawatan tersebut dalam pasal 7 ayat (2), Universitas-universitas, Perusahaan- perusahaan I.B.W., dan Daerah-daerah Otonom tingkat I dan tingkat II mengajukan semua surat-penawaran, resume dan usul pilihan kepada Panitia Kredit Luar Negeri. Panitia Kredit Luar Negeri mempertimbangkan usul ini dan menetapkan pilihannya. Pasal 24. (1) Dalam keadaan malapetaka dan keadaan luar biasa yang bersangkut-paut dengan keamanan negara, semua instansi/pemesan dari Kementerian/Jawatan- jawatan tersebut dalam pasal 7 ayat (2), Univeristas-universitas/Perusahaan- perusahaan I.B.W., dengan persetujuan Menteri yang bersangkutan dan semua dinas Daerah Otonom tingkat I dan tingkat II dengan persetujuan Dewan Pemerintah Daerah yang bersangkutan, diperbolehkan mengadakan pembelian langsung dari persediaan barang yang ada di dalam negeri (ready stock) dengan tidak melalui. Panitia Pembelian dan Jawatan Pusat Pembelian Pemerintah dan cabang- cabangnya. (2) Mengenai pembelian tersebut dalam ayat (1), dalam waktu satu minggu setelah pembelian dilakukan, harus dilaporkan kepada Dewan Pengawas Keuangan, Thesauri Negara dan Jawatan Pusat Pembelian Pemerintah. Pasal 25. Untuk keperluan kantor sehari-hari instansi/pemesan dapat mengadakan pembelian langsung dari persediaan barang-barang yang ada di dalam negeri dengan tidak melalui Panitia Pembelian dan Jawatan Pusat Pembelian Pemerintah dan cabang- cabangnya sampai jumlah yang ditentukan dengan surat keputusan bersama Menteri Keuangan dan Menteri Perdagangan. Pasal 26. Pembelian bensin, minyak tanah, solar dan sebagainya (barang-barang monopoli), yang harganya telah ditetapkan oleh Jawatan Urusan Harga, dan bahan-bahan bangunan hasil setempat (barang-barang regional) dan buku-buku, yang harganya ditetapkan oleh Kementerian Pendidikan, Pengajaran & Kebudayaan dapat dilakukan sendiri oleh instansi/pemesan dengan tidak melalui Panitia Pembelian dan Jawatan Pusat Pembelian Pemerintah atau cabang-cabangnya. Pasal 27. (1) Untuk pembelian barang-barang buatan dalam negeri sedapat mungkin diutamakan penempatan pada perusahaan-perusahaan Negara dan perusahaan- perusahaan dari organisasi-organisasi veteran pejuang kemerdekaan R.I., yang mendapat bantuan kredit dari Pemerintah. (2) Dalam hal ini pembelian dapat dilakukan langsung dengan tidak melalui Panitia Pembelian dan Jawatan Pusat Pembelian Pemerintah atau cabang-cabangnya. Pasal 28. Untuk pembelian barang-barang buatan dalam negeri diutamakan perusahaan- perusahaan perindustrian nasional di daerah. Pasal 29. (1) Untuk mempercepat pembelian, Pemerintah mengadakan persediaan barang- barang cadangan (stockpiling), yang sangat dibutuhkan untuk kepentingan dinas. (2) Pembelian ini dapat dilakukan langsung pada Jawatan Pusat Pembelian Pemerintah sebagai penguasa dari barang-barang tersebut dalam ayat (1). (3) Penguasa dari barang-barang cadangan tersebut dalam ayat (1) diwajibkan paling sedikit tiap triwulan sekali memberikan daftar dari persediaan barang-barang cadangan tersebut kepada Kementerian-kementerian, Jawatan-jawatan tersebut dalam pasal 7 ayat (2), Universitas-universitas, Perusahaan-perusahaan I.B.W. dan Daerah-daerah Otonom tingkat I dan tingkat II, dengan disebutkan harga- harganya. (4) Bilamana barang-barang, yang akan dipesan ada dalam persediaan stokpiling maka Kementerian, Jawatan-jawatan tersebut dalam pasal 7 ayat (2), Universitas, Perusahaan-perusahaan I.B.W. dan Daerah Otonom tingkat I dan tingkat II diwajibkan membelinya dari persediaan itu. (5) Pembayaran-pembayaran untuk pembelian barang-barang dari persediaan stockpiling dapat dilakukan dengan tunai, apabila ada kesulitan-kesulitan jika pembayaran itu dilakukan secara regularisasi. Pasal 30. (1) Sebelum mengadakan pembelian dan pembangunan kapal-kapal, begitupula pembelian motor dan lain-lain alat perlengkapannya, Kementerian, Jawatan- jawatan tersebut dalam pasal 7 ayat (2), Universitas-universitas, Perusahaan- perusahaan I.B.W. dan Daerah Otonom tingkat I dan tingkat II diwajibkan kan meminta persetujuan lebih dahulu mengenai syarat-syarat teknis dari Kementerian Pelayaran. Dalam hal pembangunan kapal diwajibkan pula meminta pengawasan dari Kementerian Pelayaran (2) Mengenai pembelian alat-alat senjata, amunisi dan bahan peledak guna kepentingan dinas sipil, semua Kementerian/Jawatan-jawatan tersebut dalam pasal 7 ayat (2)/Universitas-universitas/Perusahaan-perusahaan I.B.W. dan Daerah Otonom tingkat I dan tingkat II diwajibkan meminta persetujuan lebih dulu mengenai syarat-syarat teknis dari Jawatan Kepolisian Negara. Pasal 31. (1) Pemerintah menyediakan sejumlah devisen untuk pembelian barang-barang kepentingan dinas dengan mengingat anggaran belanja dan rencana pembelian Pemerintah. (2) Untuk permintaan izin impor (P.I.I.) dan izin devisen mengenai pembelian Pemerintah diadakan pelayaran utama oleh instansi-instansi yang bersangkutan. Pasal 32. Untuk jasa-jasa importir dalam menyelenggarakan pembelian Pemerintah kepada importir diberikan komisi, yang jumlahnya ditentukan dengan surat keputusan bersama Menteri Keuangan dan Menteri Perdagangan. Pasal 33 Barang-barang Pemerintah tidak boleh diasuransikan dengan tidak izin dari Menteri Keuangan c.q. Panitia Assuransi Negara. Pasal 34. Untuk barang-barang golongan II yang dipesan di luar negeri untuk keperluan instansi-instansi Pemerintah tersebut dalam pasal 6, pembukaan L/C dilakukan melalui Bagian Perbendaharaan Kementerian Keuangan, terkecuali pesanan daerah otonom, hal mana pembukaan L/C dilakukan melalui daerah itu sendiri. Pasal 35. lnklaring barang-barang Pemerintah harus dilakukan oleh Jawatan Kereta Api urusan inklaring. Dalam keadaan yang mendesak inklaring dapat diselenggarakan oleh badan- badan lain yang ditunjuk oleh Jawatan Kereta Api urusan inklaring. Ditempat-tempat dimana tidak ada Jawatan Kereta Api, inklaring diselenggarakan oleh badan-badan lain setelah diadakan penawaran terbatas oleh instansi-instansi tersebut dalam pasal 5 dan pasal 6. BAB VII TENTANG PELANGGARAN Pasal 36. Pada tiap-tiap penerimaan barang, yang dibeli melalui Panitia Pembelian tersebut dalam pasal 13 dan yang dibeli melalui Jawatan Pusat Pembelian Pemerintah, wajib dibuat berita acara oleh Bagian Perlengkapan dari instansi/pemesan yang bersangkutan. Pasal 37. (1) Dengan tidak mengurangi ketentuan dalam pasal 74 dan 77 I.C.W. pelanggaran dari ketentuan-ketentuan tersebut dalam pasal 1, 6 ayat (1), 9, 11, 13, 18, 20, 24, 26, 29 ayat (4), 30, 32, 33 dan 35 dari Peraturan Pemerintah ini dapat mengakibatkan dicabutnya hak, yang diberikan atas dasar Peraturan Pemerintah ini, oleh Perdana Menteri atas usul Menteri Keuangan. (2) Semua perikatan yang timbul dari pelanggaran ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini tidak mengikat Negara atau Daerah Otonom dan menjadi batal karena hukum. (3) Importir, yang dengan sengaja melakukan tindakan dalam penyelenggaran pembelian Pemerintah yang mengakibatkan kerugian Negara, dicabut pengakuannya sebagai importir oleh Menteri Perdagangan atas usul Menteri yang bersangkutan. (4) Pengusaha/rekanan, yang dengan sengaja melakukan tindakan dalam penyelenggaraan pembelian Pemerintah, yang mengakibatkan kerugian Negara, tidak diperkenankan lagi ikut serta dalam semua penawaran untuk Pemerintah atas keputusan Menteri yang bersangkutan. (5) Tentang pelanggaran tersebut dalam ayat (3) dan (4) di atas diumumkan dalam majalah tersebut dalam pasal 9. BAB VIII PERATURAN PERALIHAN Pasal 38. (1) Surat-surat permintaan pembelian (S.P.P.), yang pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini belum ada permohonan izin importnya (P.I.I.) atau belum ada surat pesanannya yang mengenai pembelian dalam negeri, dikembalikan kepada instansi/pemesan yang bersangkutan untuk diperbaharui menurut prosedur baru yang ditentukan dalam Peraturan Pemerintah ini. (2) Surat-surat permintaan pembelian (S.P.P.), yang pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini sudah ada permohonan izin importnya (P.I.I.), diselesaikan terus oleh Jawatan Pusat Pembelian Pemerintah menurut prosedur lama dengan ketentuan, bahwa penyelesaian ini harus berakhir paling lambat 3 (tiga) bulan sesudah berlakunya Peraturan Pemerintah ini. BAB IX PERATURAN PENUTUP Pasal 39 Ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini tidak berlaku untuk pembelian-pembelian Angkatan Perang Republik Indonesia. Pasal 40. Perdana Menteri dapat memberikan pengecualian dalam pelaksanaan ketentuan- ketentuan dari Peraturan Pemerintah ini atas usul Menteri Keuangan dan Menteri Perdagangan. Pasal 41. Peraturan Pemerintah ini berlaku pada hari diundangkan. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 11 April 1958 Presiden Republik Indonesia, ttd. SOEKARNO. Perdana Menteri, ttd. DJUANDA Menteri Keuangan, ttd. SOETIKNO SLAMET Menteri Perdagangan, ttd. SOEHARDJO Diundangkan pada tanggal 30 April 1958. Menteri Kehakiman, ttd. G.A. MAENGKOM PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NO. 26 TAHUN 1958 TENTANG PROSEDUR PEMBELIAN BARANG-BARANG PEMERINTAH A. PENJELASAN UMUM. Peraturan Pemerintah tentang prosedur pembelian barang-barang pemerintah ini diadakan berhubung pembelian barang-barang menurut prosedur lama sangat memakan waktu yang banyak, hingga menghambat pembangunan negara. Usaha untuk mempercepat pembelian barang-barang ini dicapai dengan jalan: a. mendesentralisir sebagian kewenangan mengadakan pembelian yang semula dipusatkan di Jawatan Pusat Pembelian Pemerintah kepada Kementerian- kementerian, Jawatan-jawatan tertentu, Universitas-universitas, Perusahaan- perusahaan I.B.W. dan Daerah-daerah otonom tingkat I dan II. b. mengadakan persediaan barang-barang (stockpiling) hingga keperluan pemerintah dapat segera dipenuhi. c. memberikan kesempatan kepada instansi-instansi Pemerintah untuk melakukan pembelian barang-barang untuk keperluan kantor sehari-hari sampai batas-batas jumlah tertentu, dengan tidak melalui Jawatan Pusat Pembelian Pemerintah. Pada azasnya yang didesentralisir ialah kewenangan untuk mengadakan pembelian barang-barang yang karena sifatnya yang khusus, lebih baik kalau dilakukan oleh instansi yang berkepentingan. Untuk menjaga hal-hal yang tidak diinginkan untuk ini diadakan panitia pembelian. Penggunaan istilah barang golongan I dan II ini disebabkan, karena istilah belanja modal atau barang modal dalam anggaran belanja tidak dapat dipakai dalam prosedur pembelian ini berhubung mudah timbulnya perselisihan penafsiran dalam hal ini. Untuk mengatasi adanya keragu-raguan, maka secara limitatif dibuat daftar barang-barang yang pembeliannya dipusatkan di Jawatan Pusat Pembelian Pemerintah. Pada umumnya daftar ini memuat nama barang-barang yang sifatnya tidak khusus dan tidak mempunyai syarat tehnis tinggi. Apa yang tidak tersebut dalam daftar barang itu, pembeliannya diserahkan kepada instansi yang berkepentingan. Pada azasnya pembelian barang-barang di luar negeri untuk perlengkapan jawatan-jawatan dan organisasi-organisasi Pemerintah hanya diperkenankan, jikalau kebutuhan akan barang-barang itu tidak dapat dicukupi dalam waktu dengan harga dan mutu yang layak oleh perusahaan perindustrian di dalam negeri, yaitu untuk melindungi perusahaan-perusahaan industri di dalam negeri. Selanjutnya dalam peraturan ini diadakan pula ketentuan mengenai perlindungan proteksi industri nasional di daerah dengan jalan megutamakan pembelian barang-barang pada perusahaan perindustrian nasional sejauh mungkin di daerah. Dengan demikian, maka industri dalam negeri dapat berkembang dengan baik. Dengan cara ini, maka perkembangan dari industri didaerah-daerah dan dapat mengakibatkan perbaikan kehidupan perekonomian didaerah-daerah dan pula ada pemancaran yang merata (spreiding) dalam lapangan perindustrian diseluruh Indonesia. Akhirnya dengan Peraturan Pemerintah diusahakan, agar diperoleh standardnisasi dalam pembelian barang-barang, dengan menyalurkan pembelian barang-barang tertentu melalui Jawatan-jawatan yang kompeten memeriksa syarat tehnis dari barang- barang itu, sehingga banyaknya jenis (merk) dari satu barang dapat dibatasi. B. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Azas : melindungi industri dalam negeri. Pada azasnya pembelian barang-barang impor dilakukan secara inden-order tidak ready-stock. Pasal 2. Golongan I. Pengecualian diberikan, bilamana barang-barang itu merupakan bagian dari satu instalasi/unit. Dalam hal demikian, pembelian diselenggarakan oleh Kementerian/Universitas Perusahaan I.B.W. dan Daerah Otonom tingkat I dan tingkat II. Pasal 3. Dengan surat-keputusan bersama Menteri Keuangan dan Menteri Perdagangan ditetapkan perincian dari barang-barang yang dimaksud dalam daftar A. Pasal 4. Pada azasnya tidak diperkenankan membeli barang-barang yang sudah pernah dipakai (2e hands). Pasal 5. Cukup jelas. Pasal 6. Jika Daerah Otonom tingkat II tidak sanggup menyelenggarakan pembelian, maka hak itu umpama dapat diserahkan kepada Daerah Otonom tingkat I atau kepada Cabang Jawatan Pusat Pembelian Pemerintah. Pasal 7. Pada penawaran umum hendaklah diminta penawaran harga tetap untuk jangka yang layak (umpama 4 bulan), tidak Vrijblijvend. Dalam penawaran umum harus diadakan penjelasan tehnis yang lengkap. Jangan a priori dicantumkan merk tertentu. Dengan cara demikian mungkin 2 a 3 jenis atau lebih dapat ikut dalam penawaran umum. Pada pemesanan tidak diperbolehkan memberikan uang muka (persekot) kepada rekanan, sebagaimana ditetapkan dalam pasal 27 I.C.W. Yang dimaksud dalam ayat (2) ialah umpama Jawatan Kepolisian Negara, Jawatan Kehutanan, Jawatan Angkutan Motor Republik Indonesia (DAMRI), Jawatan Kepenjaraan, Rumah Sakit Umum Pusat dan sebagainya. Pasal 8. Dalam contoh-contoh ini diperhatikan syarat-syarat umum seperti syarat-syarat pembayaran, syarat-syarat penyerahan dan peraturan denda, dan yang mengenai pesanan luar negeri harus diperhatikan pula peraturan-peraturan devisen yang berlaku. Pasal 9. Tiap orang boleh berlangganan majallah tersebut. Nama majallah adalah : "Mimbar Pembelian Pemerintah" dan dikeluarkan oleh Percetakan Negara. Pasal 10. Jika mengenai barang yang di-impor, maka yang dimaksud dengan harga franco gudang pemesan, ialah harga C & F ditambah pembayaran B.E., T.P.I., bea masuk dan ongkos-ongkos lokal lainnya. Pasal 11. Pengiriman surat permintaan harga diutamakan kepada importir/pengusaha/rekanan nasional. Tidak dibenarkan untuk mengirimkan S.P.H. kepada Importir/ pengusaha yang tidak berdagang dalam barang yang diperlukan. Pengecualian tentang pengiriman s.p.h. kepada 5 orang importir/pengusaha diberikan, bilamana barang yang diperlukan itu karena harus memenuhi syarat- syarat tehnis yang tertentu, hanya dapat dipenuhi oleh suatu pabrik tertentu diluar negeri, maupun suatu perusahaan dalam negeri (vide selanjutnya penjelasan pada pasal 7). Pasal 12. Rencana pembelian insidentil dan otorisasinya disesuaikan dengan kebutuhan. Berhubung dengan ini maka isi dan pengeluaran otorisasi dimana perlu akan disesuaikan dengan keadaan. Pasal 13. Cukup jelas. Pasal 14. Cukup jelas. Pasal 15. Anggota-anggota Panitia Pembelian sebaiknya terdiri dari orang-orang yang satu sama lain tidak "ondergeschikt". Bilamana di dalam susunan suatu instansi tersebut dalam pasal 13 tidak ada Bagian Perlengkapan, maka dalam Panitia Pembelian ini ditunjuk Kepala Bagian, yang langsung berhubungan dengan perlengkapan/Perbekalan. Ketua mempunyai suara; bilamana dalam rapat suara sama banyaknya, maka keputusan ditangguhkan sampai sidang berikutnya. Jika dalam sidang berikutnya suara masih sama banyaknya, maka suara ketua yang menentukan. Pasal 16. Cukup jelas. Pasal 17. Cukup jelas. Pasal 18. Cukup jelas. Pasal 19. Contoh berita acara dan contoh resume akan ditentukan tersendiri oleh Menteri Keuangan dan Menteri Perdagangan. Penanda-tangan dilakukan pada surat penawaran sendiri, bukan pada surat- pengantar. Pasal 20. Yang dimaksud "harga yang terendah" dari barang-barang dalam negeri ialah harga franco gudang pemesan. Dalam menentukan "harga terendah" dari barang-barang yang diimpor harus terutama diperhatikan harga f.o.b., dengan mengingat komisi dan segala biaya tetap (umpama assembling, verpakking dan sebagainya). Pasal 21. Cukup jelas. Pasal 22. Cukup jelas. Pasal 23. Perjanjian mengenai pembelian, yang disalurkan melalui kredit luar negeri ditanda tangani, setelah ada persetujuan Menteri Keuangan. Naskah surat perjanjian harus disetujui lebih dahulu oleh Kementerian Keuangan dan Pimpinan Lembaga Alat-alat Pembayaran Luar Negeri. Pasal 24. Yang dimaksud malapetaka ialah segala bencana alam (banjir, gunung meletus dan sebagainya) dan wabah (epidemi). Pasal 25. Dalam surat-keputusan bersama Menteri Keuangan dari Menteri Perdagangan dijelaskan barang-barang apa yang dimaksud dengan keperluan kantor sehari- hari. Pasal 26. Barang-barang dari "Agen tunggal" tidak disamakan dengan barang-barang monopoli yang dimaksud dalam pasal ini. Untuk barang-barang dari agen tunggal harus dibuka penawaran. umum. Yang dimaksud dengan bahan-bahan bangunan hasil setempat (barang-barang regional) ialah umpama pasir, batu, krikil, batu bata, genting, bambu dan sebagainya. Pasal 27. Yang dimaksud dengan perusahaan-perusahaan Negara dalam pasal ini ialah umpama perusahaan-perusahaan rumah-rumah penjara, perusahaan-perusahaan industri dari L.P.3.1. Kemeneterian Perindustrian, perusahaan kayu P.T. Sampit Dayak dan Kementerian Pertanian dan sebagainya. Pasal 28. Pasal ini ialah untuk memberi kesempatan kepada perusahaan- perusahaan perindustrian nasional di daerah agar dapat berkembang dengan baik. Pasal 29. Persediaan barang-barang stockpiling diselenggarakan oleh Jawatan Pusat Pembelian Pemerintah dan Thesauri Negara atas beban Anggaran Bagian IVA. Pasal 30. Ketentuan-ketentuan dalam pasal ini perlu untuk memperoleh standardnisasi. Ayat 1.Yang dimaksud dengan alat-alat perlengkapan kapal ialah hanya mesin, onderdil, alat-alat nautis, alat-alat perlengkapan penambatan dan penolong jiwa. Ayat 3.Yang dimaksudkan dengan pesawat tilpon ialah bukan veldtelefoon, dan talky-talky yang dipergunakan oleh Jawatan Kepolisian Negara. Pasal 31. Alokasi devisen untuk masing-masing Kementerian, Jawatan, universitas, perusahaan I.B.W. dan daerah otonom ada termasuk dalam anggaran masing- masing dan ditentukan menurut rencana pembelian dalam rangka anggarannya sendiri-sendiri. Pasal 32. Dengan surat keputusan bersama Menteri Keuangan dan Menteri Perdagangan ditentukan jumlah "Maximum" dari komisi, yang dapat diberikan kepada importir untuk jasa dalam menyelenggarakan pembelian Pemerintah. Pasal 33. Cukup jelas. Pasal 34. Cukup jelas. Pasal 35. Dalam mengadakan penawaran terbatas harus diundang sekurang-kurangnya 3 Veem Nasional. Pilihan tersebut didasarkan pada bonafiditeit dan harga yang terendah. Pasal 36. Cukup jelas. Pasal 37. Cukup jelas. Pasal 38. Cukup jelas. Pasal 39. Cukup jelas. Pasal 40. Pengecualian dalam hal ini oleh Perdana Menteri dapat diberikan umpama kepada Perusahaan Perkebunan Negara (P.P.N.) dan Tambang Timah Bangka, karena dari dahulu perusahaan-perusahaan I.B.W. ini telah mempunyai kebebasan untuk mengadakan pembelian dengan mempergunakan devisen sendiri. Juga pengecualian dapat diberikan untuk pembelian-pembelian Pemerintah yang bersifat rahasia. Pasal 41. Cukup jelas DAFTAR BARANG-BARANG YANG PEMBELIANNYA DISELENGGARAKAN OLEH JAWATAN PUSAT PEMBELIAN PEMERINTAH. GOLONGAN I. DAFTAR I. HASIL INDUSTRI DALAM NEGERI. 1. Kasa kawat (Gaas kawat) 2. Ketel pemasak aspal (Asphalt Kookketels). 3. Wajan cor untuk perusahaan cor (Gietpannen voor gietbedrijf). 4. Bejana tekanan (Drukvaten, drum). 5. Hasil cor (Gietwerk algemeen). 6. Hasil pekerjaan pers (Perswerk algemeen). 7. Hasil pekerjaan pelat (Plaatwerk). 8. Hasil pekerjaan seng yang dipers (Zinkwerk geperst). 9. Hasil pekerjaan aluminum (Aluminium perswerk). 10. Hasil pekerjaan kaleng (Blikwerk, algemeen). 11. Hasil pekerjaan las (Laswerk, algemeen). 12. Barang-barang digalbani (Verzinkt materieel). 13. Barang-barang dilapis timah (Vertind materieel). 14. Barang-barang hasil kerajina (Nijverheidsartikelen, algemeen). 15. Barang-barang pengunci dan pengukuh (Hang en sluitwerk). 16. Perkakas (Gereodschappen, algemeen). 17. Barang-barang saniter (Sanitair artikelen). 18. Barang-barang kelontong dan rumah tangga (Kramerijen en huishoudelijke artikelen). 19. Karung goni (Jute zakken/guni zakken). 20. Arpus, lak dan pernis (Harsen, lakken, vernissen). 21. Sapu cat (Verfkwasten). 22. Perkakas rumah dari logam (besi) (Metalen meubels). DATAR II. BAHAN-BAHAN/BARANG-BARANG BANGUNAN, 1. Barang-barang perakit (Bevestigings-materialen) 2. Barang bitumina (Bitumineux materialen). 3. Bahan-bahan bangunan diri baja/besi (Bouwmaterialen/staal). 4. Bahan-bahan bangunan dari logam ringan (Bouwmaterialent /lichte metalen). 5. Semen Portland (Portland cement). 6. Barang-barang yang diperlukan menurut ilmu kesehatan import (Sanitair, import). 7. Besi propil (Profielijzer). 8. Alat-alat dan bahan-bahan untuk penyaluran gas dan air (Water-en Gas geleiding materialen). DAFTAR III. BARANG-BARANG TEKNIK (PESAWAT/MESIN-MESIN),.

  1. Pesawat tenaga (Arbeidswerktuigen).

  2. Perkakas (Gereedschappen).

  3. Logam dan campuran (Metalen en legeringen).

  4. Barang-barang logam (Metaalwaren).

  5. Pompa (Pompen).

  6. Kabel kawat (Staal draadkabels). DAFTAR IV. BARANG-BARANG ELEKTRO TEKNIK.

  7. Pesawat-pesawat listrik untuk keperluan rumah tangga (Electrische huishoudlijke).

  8. Barang-barang dan alat-alatlistrik untuk penerangan (Electrische verlichtings artikelen).

  9. Jam listrik (alat pengukur waktu dan alat-alat keturutannya) (Electrische klokken/tijdmeters en toebehoren). DAFTAR V. BARANG-BARANG TEKNOLOGI.

  10. Obat-obat kimia (hanya untuk keperluan teknik) (Chemicalien).

  11. Plastika/arpus dan arpus buatan (Plastic/hars kunststoffen).

  12. Barang-barang keperluan kantor (Kantoor behoeften). DAFTAR VI. BARANG-BARANG PERDAGANGAN TEKNIK.

  13. Ban (impor) (Baden) (import).

  14. Alat-alat perekat (Kleefstoffen).

  15. Mesin jahit (Naaimachines).

  16. Bahan-bahan pengkilap dan penggosok (Poets en slijpmiddelen).

  17. Asbes (Asbest algemeen).

  18. Lonceng dan pengukur waktu (tanpa listrik) (Klokken en tijdmeters/niet electrisch).

  19. Bahan-bahan pengepak (Pakking materiaal).

  1. Alat-alat penerangan (tanpa listrik) (Verlichtings middelen algemeen/niet electrisch). LEMBARAN NEGARA TAHUN 1958 NOMOR 45 DAN TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA NOMOR 1571

Webmentions

Anda dapat memberikan tanggapan atas peraturan ini dengan like, retweet/repost pada tweet yang mencantumkan tautan pada laman ini.

Tanggapan (0):