Pembentukan Koordinasi Pemerintahan Sipil
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1956
Kerangka Peraturan
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1956 TENTANG PEMBENTUKAN KOORDINASI PEMERINTAHAN SIPIL Presiden Republik Indonesia, Menimbang: PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1956 TENTANG PEMBENTUKAN KOORDINASI PEMERINTAHAN SIPIL Presiden Republik Indonesia, Menimbang: bahwa untuk memperbaiki hasil-hasil pekerjaan dalam pemerintahan, dirasakan perlu adanya suatu Koordinasi pemerintahan sipil di daerah, yang dapat menjamin kerja sama antara dinas-dinas vertikal di daerah: Mengingat:
surat-surat edaran Menteri tertanggal 31 Mei 1952 No. 2/R. I./1952;
Peraturan Pemerintah No. 20 tahun 1952 (Lembaran-Negara tahun 1952 No. 26);
Pasal-pasal 82, 98 dan 142 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia. Mendengar: Dewan Menteri dalam rapatnya yang ke-28 pada tanggal 4 September 1956. Memutuskan : I. Mencabut: Surat-edaran Perdana Menteri tertanggal 31 Mei 1952 No. 2/R.I./1952; II. Menetapkan: Peraturan Pemerintah tentang menyusun Koordinasi Pemerintahan Sipil. BAB I. UMUM Pasal 1. (1) Di dalam peraturan ini yang dimaksudkan dengan Koordinasi pemerintahan sipil, disingkat Koordinasi, ialah usaha mengadakan kerja-sama yang erat dan efektif antara dinas-dinas sipil di daerah. (2) Pamong-Praja adalah Gubernur, Residen, Bupati, Walikota, Wedana dan Asisten-Wedana yang ditugaskan sebagai wakil Pemerintah Pusat di suatu daerah pemerintahan. (3) Yang dimaksud dengan dinas sipil di daerah ialah organisasi-organisasi vertikal sesuatu Kementerian atau Jawatan Pusat, yang ada di daerah yang bersangkutan, selanjutnya disebut dinas. Pasal 2.
(1)Segala ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini tidak mengurangi susunan vertikal dan tanggungjawab dinas-dinas. (2) Pamong-Praja dan Kepala-kepala dinas memegang teguh sebagai rahasia jabatan, soal-soal rahasia yang dibicarakan dalam rapat koordinasi. BAB II. Pasal 3. (1) Koordinasi di daerah dipimpin oleh Pamong-Praja. (2) Pamong-Praja harus senantiasa mengikuti perkembangan pelaksanaan tugas dari dinas-dinas di daerahnya dan dimana perlu, mengambil inisiatif untuk mengadakan kerja-sama yang lebih baik dan effektif. (3) Kepala dinas di daerah berkewajiban:
mengadakan hubungan yang rapat dengan Pamong-Praja yang bersangkutan, sehingga Pamong-Praja dapat mengikuti jalannya pekerjaan dinas-dinas di daerahnya;
memberikan segala keterangan-keterangan yang diminta/diperlukan oleh Pamong-Praja;
c. memberitahukan kepada Pamong Praja rencana usaha-usaha yang akan diselenggarakan di daerah itu. (4) Untuk keperluan penyelenggaraan Koordinasi,Pamong Praja mengadakan rapat berkala dengan kepala dinas-dinas dalam daerahnya, sekurang-kurangnya dua bulan sekali. (5) Jika di antara dinas-dinas di daerah tidak tercapai persesuaian faham, maka Pamong Praja mengundang Kepala-kepala dinas yang bersangkutan untuk merundingkan dan menentukan koordinasi antara dinas-dinas itu. (6) Dari segala penyelesaian bersama tentang Koordinasi yang tercapai dalam perundingan yang dimaksud dalam pasal ini,dibuat ikhtisar secara tertulis yang dimana perlu disampaikan kepada dinas-dinas yang bersangkutan untuk dijalankan dan ditaati. Pasal 4. Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada hari diundangkan. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 21 September 1956. Wakil Presiden Republik Indonesia, ttd. MOHAMMAD HATTA Perdana Menteri, ttd. ALI SOSTROAMIDJOJO Menteri Dalam Negeri, ttd. SOENARJO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 9 Oktober 1956. Menteri Kehakiman, ttd. MOELJATNO PENJELASAN UMUM : Mengingat, bahwa pada dewasa ini, kerjasama antara Jawatan- jawatan satu sama lain dan di antara Jawatan-jawatan dengan Pamong-Praja, masih dirasakan merupakan suatu keadaan yang belum dapat memenuhi harapan, maka dianggap perlu untuk mengadakan Peraturan Pemerintah ini, untuk memenuhi pula pernyataan Pemerintah dalam Jawaban Pemerintah atas Pemandangan Umum babak ke-II D.P.R pada tanggal 20 April 1956. Diakui bahwa dibeberapa daerah kini sudah dapat digalang koordinasi yang baik, atau kerjasama yang erat antara Pamong- Praja dan Jawatan dinas-dinas vertikal, akan tetapi kebanyakan hasil ini semata-mata berkah perhubungan pribadi, saling pengertian dan penghargaan, kesadaran dan/atau pengaruh baik dari pihak peserta. Langkah pertama dari Pemerintah guna menyempurnakan usaha- usaha Koordinasi, dilain lapangan misalnya untuk menjamin/ memulihkan keamanan di daerah khusus ialah dengan pembentukan Dewan Keamanan Nasional dan Koordinasi Keamanan Daerah (Peraturan Pemerintah No.17 tahun 1954 jo. Peraturan Pemerintah No.14 tahun 1955), usaha mana sudah dirasakan hasil-hasilnya. Jika langkah pertama itu ditujukan ke arah penyempurnaan Koordinasi di lapangan keamanan di daerah khusus, maka dapat pula sebagai langkah selanjutnya diadakan usaha koordinasi seluruh pemerintahan sipil, soal mana sudah dirasakan oleh Pemerintah dalam surat-edaran Perdana Menteri tanggal 31-5-1952 No.2/R.I./1952. Yang perlu dikoordinasi adalah jawatan dan dinas-dinas yang bersifat vertikal di daerah. Adapun Pamong-Praja yang memimpin satu Daerah pemerintahan, sebagai dirumuskan di pasal 1 adalah wakil dari Pemerintah Pusat di daerah, dan karena itu beliau ditunjuk sebagai pemimpin Koordinasi Pemerintah Sipil di daerahnya. Soal Koordinasi yang diatur di dalam Peraturan Pemerintah ini tidak mengenai koordinasi dinas-dinas dari Pemerintah Daerah Otonom sendiri, oleh karena daerah Otonom bebas untuk mengaturnya hal-hal dalam rumah tangganya sendiri. Diduga bahwa Kepala Daerah sebagai Ketua Dewan Pemerintah Daerah, mempunyai pengaruh juga untuk memelihara kerjasama dalam rumahtangga daerah otonom. Koordinasi yang dimaksudkan dalam peraturan ini selanjutnya tidaklah mengurangi berlakunya ketentuan dalam sesuatu Undang- undang yang menetapkan kedudukan Pamong-Praja terhadap sesuatu dinas di daerah yang isinya mengatur adanya hubungan yang lebih dalam daripada koordinasi belaka. Pasal demi pasal Pasal 1 Pasal ini sudah cukup terang. Dalam arti dinas-dinas di daerah termasuk juga Organisasi- organisasi yang berdiri sendiri di daerah tetapi langsung di bawah Pemerintah Pusat, seperti Lembaga-lembaga (misalnya : Lembaga Pasteur di Bandung, Lembaga Eykman di Jakarta, cagar-alam-cagar-alam yang ada di daerah). Pasal 2 Maksud pasal ini ialah bahwa dengan adanya Koordinasi ini tidaklah berarti bahwa ada suatu campur tangan secara tekhnis administratief dalam penyelenggaraan tugas dari Jawatan/dinas-dinas itu sendiri dan pula tidak membawa perubahan atas tanggung-jawab Jawatan itu terhadap atasannya. Juga ketentuan tentang rahasia jabatan tetap tidak berubah. Pasal 3 (1) Pasal ini mengatur pimpinan Koordinasi di daerah, pada tingkat Gubernur, Residen, Bupati, Wedana dan Asisten- Wedana. (2) Cukup jelas. (3) dan (4) Dengan ketentuan-ketentuan ini dimaksudkan agar hubungan yang rapat antara Kepala-kepala Dinas dengan Pamong-Praja tetap ada dan terpelihara. (5) Jika antara dinas-dinas tiada dapat persesuaian faham, maka Pamong-Praja selaku pemimpin Koordinasi Daerah harus memanggil dinas-dinas di daerah untuk membicarakan persoalan tersebut. (6) Cukup jelas, dan penjelasan sebagai penjelasan pasal 3 ayat (4). Pasal 4
Webmentions
Anda dapat memberikan tanggapan atas peraturan ini dengan like, retweet/repost pada tweet yang mencantumkan tautan pada laman ini.