Dewan Penerbangan

Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1955

Kerangka<< >>

bahwa untuk memberikan nasihat dan menyempurnakan koordinasi dalam soal-soal penerbangan dan agar terdapat kerjasama yang sebaik- baiknya antara instansi-instansi yang mempunyai tugas yang erat hubungannya dengan beberapa soal penerbangan, perlu dibentuk satu Dewan Penerbangan; bahwa untuk memberikan nasihat dan menyempurnakan koordinasi dalam soal-soal penerbangan dan agar terdapat kerjasama yang sebaik- baiknya antara instansi-instansi yang mempunyai tugas yang erat hubungannya dengan beberapa soal penerbangan, perlu dibentuk satu Dewan Penerbangan; Mengingat : pasal 98 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia; Mendengar : Dewan Menteri dalam rapatnya yang ke-91 pada tanggal 11 Januari 1955: MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG DEWAN PENERBANGAN. BAB I. Dewan Penerbangan. Pasal 1. Untuk keperluan memberikan nasihat dan menyempurnakan koordinasi tersebut di atas, dibentuk suatu Dewan Penerbangan, yang selanjutnya disebut Dewan. Pasal 2. Dewan bertugas 1. Memberikan nasihat kepada Pemerintah dengan perantaraan Menteri Perhubungan dan Menteri Pertahanan, baik atas kehendak sendiri maupun atas permintaan salah seorang Menteri tersebut, tentang soal-soal lain daripada yang disebut daslam ayat 2 pasal ini dalam lapangan penerbangan. 2. Mengkoordinir segala usaha dalam penerbangan yang mengenai : a. peralatan, b. pendidikan/penerangan, c. pengangkutan udara, d. lapangan terbang, e. lalu-lintas udara, f. pencarian, dan pemberian pertolongan pada kecelakaan, g. peta udara dan pemotretan udara. Pasal 3. Dewan ini terdiri dari: a. Menteri Perhubungan dan Menteri Pertahanan sebagai anggota dan bergiliran sebagai Ketua. b. Sebagai anggota : Kepala Jawatan Penerbangan Sipil dari Kementerian Perhubungan, Kepala Staf Angkatan Udara dari Kementeri Pertahanan, Seorang Pegawai Tinggi dari Kementerian Luar Negeri, Seorang Pegawai Tinggi dari Kementerian Perekonomian, dan Seorang Pegawai Tinggi dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Tenaga. Pasal 4. Anggota Dewan diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Menteri yang bersangkutan. BAB II. Sekretariat Pasal 5. Guna melancarkan pekerjaan dan menyelenggarakan tata-usaha Dewan, maka dibentuk suatu Sekretariat Dewan yang susunan dan kedudukannya ditentukan oleh Menteri Perhubungan dan Menteri Pertahanan. BAB III. Panitia-panitia Tehnis. Pasal 6. Guna melaksanakan tugasnya, maka Dewan berhak membentuk beberapa panitia-panitia tehnis yang susunan, tugas dan cara bekerjanya ditentukan bersama oleh Menteri Perhubungan dan Menteri Pertahanan atas usul Dewan. BAB IV. Tata-Tertib. Pasal 7. 1. Dewan menetapkan peraturan tata-tertib untuk rapat-rapatnya dan rapat-rapat Panitia tehnis. 2. Dalam peraturan tata-tertib ditentukan hak Dewan untuk menentukan hal-hal mana yang rahasia dan yang mana yang tidak. BAB V. Pembiayaan. Pasal 8. Segala pembiayaan untuk Dewan dan Panitia-panitia serta Sekretariat dibebankan atas anggaran belanja Kementerian Perhubungan dan Kementerian Pertahanan, masing-masing separuh dari jumlahnya. BAB VI. Penutup. Pasal 9. Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada hari diundangkan. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 3 Pebruari 1955. Presiden Republik Indonesia, ttd. SOEKARNO Menteri Perhubungan, ttd. A.K. GANI Menteri Pertahanan, ttd. IWA KUSUMASUMANTRI Diundangkan pada tanggal 14 Pebruari 1955. Menteri Kehakiman, ttd. DJODY GONDOKUSUMO PENJELASAN UMUM Dalam keadaan sekarang dirasa perlu sekali untuk mengkoordinir politik penerbangan sipil dan politik penerbangan militer, yang kedua-duanya tidak terlepas dari politik dan ekonomi Negara. Rasanya tidak dapat dipertahankan lagi, keadaan di mana politik penerbangan (baik sipil maupun militer) melulu dilakukan oleh salah satu Kementerian (Kementerian Perhubungan atau Kementerian Pertahanan), walaupun keadaan itu didasarkan atas Undang-undang Penerbangan yang sekarang masih berlaku. Untuk mencapai potensi udara yang sempurna, perlu adanya koordinasi antar industri yang bersangkutan, industri bahan penggerak dan tenaga yang terlatih. Sampai kini dalam satu dua hal, dalam lapangan penerbangan telah diadakan suatu kerja sama antara Kementerian Perhubungan dan Kementerian Pertahanan ini ternyata dari keputusan bersama kedua Menteri tersebut tertanggal 1 Pebruari No. U/ 18/1/19 1952 ----------- H/M.P/107/52 Dalam pada itu sangat dirasakan keperluan untuk meluaskan dan menyempurnakan kerja sama yang dimaksudkan di atas. Berdasar atas tujuan tersebut di atas, maka dengan Peraturan Pemerintah No. 5 tahun 1955 ini, dibentuklah suatu Dewan Penerbangan yang bertugas mewujudkan koordinasi soal-soal penerbangan sipil dan militer yang mempunyai hubungan sangat erat satu sama lain, di mana soal-soal militer dan sipil sukar dipisahkan, serta memberi nasehat kepada Menteri Perhubungan dan Menteri Pertahanan tentang soal-soal penerbangan pada umumnya. Dengan tegas dinyatakan di sini, bahwa hanya soal-soal penerbangan sipil dan militer yang mempunyai hubungan amat erat satu sama lain yang harus dikoordinasikan. Maksudnya ialah untuk menghindarkan pengertian, bahwa instansi penerbangan satunya dapat turut mencampuri soal-soal penerbangan yang khusus termasuk dalam kompetensi instansi penerbangan yang lain atau sebaliknya. Oleh karena itu di dalam pasal 2 ayat 2 disebut dengan nyata soal-soal penerbangan mana yang harus dikoordinasikan. Untuk soal-soal penerbangan lain yang di kemudian hari mungkin timbul dan tidak termasuk dalam pasal 2 ayat 2, dalam ayat 1 dibuka kesempatan kepada Dewan untuk mengajukan nasehat-nasehat kepada Menteri yang bersangkutan yang kemudian akan menentukan sikapnya terhadap nasehat tersebut. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Seperti tersebut dalam penjelasan umum, yang berbunyi bahwa soal-soal penerbangan sipil dan militer yang mempunyai hubungan sangat erat satu sama lain harus dikoordinasikan, maka dalam pasal ini disebut dengan nyata jenis soal-soal penerbangan yang dimaksudkan itu. Soal-soal penerbangan lain yang tidak tercantum dalam pasal 2 ayat 2 dapat diajukan oleh Dewan sebagai nasehat kepada Menteri Perhubungan dan Menteri Pertahanan (ayat 1). Pasal 3 Selain Kementerian Perhubungan dan Kementerian Pertahanan ada beberapa Kementerian lain yang mempunyai kepentingan dalam soal-soal penerbangan. Kementerian-kementerian yang dimaksud di atas itu dinyatakan di dalam pasal 3 ini dan diwakili oleh seorang pegawai tinggi sebagai anggota Dewan Penerbangan.

Webmentions

Anda dapat memberikan tanggapan atas peraturan ini dengan like, retweet/repost pada tweet yang mencantumkan tautan pada laman ini.

Tanggapan (0):