Pelaksanaan Penyerahan Sebagaimana Urusan Pemerintah Pusat Mengenai Kesehatan Kepada Daerah-Daerah Swatantra Propinsi Di Jawa

Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 1952

Kerangka<< >>

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 1952 TENTANG PELAKSANAAN PENYERAHAN SEBAGAIMANA URUSAN PEMERINTAH PUSAT MENGENAI KESEHATAN KEPADA DAERAH-DAERAH SWATANTRA PROPINSI DI JAWA Presiden Republik Indonesia, Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 1952 TENTANG PELAKSANAAN PENYERAHAN SEBAGAIMANA URUSAN PEMERINTAH PUSAT MENGENAI KESEHATAN KEPADA DAERAH-DAERAH SWATANTRA PROPINSI DI JAWA Presiden Republik Indonesia, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan dalam pasal 4 ayat (1) dan (2) dari Undang-undang pembentukan propinsi-propinsi Nr 2 jo, 18, Nr 10, Nr 11 dan Nr 3 jo. Nr 19 tahun 1950 perlu segera diserahkan beberapa urusan Pemerintah Pusat mengenai kesehatan kepada daerah- daerah swatantra propinsi di Jawa; Mengingat :

  1. Undang-undang Nr 22 tahun 1948 dan pasal 98 Undang-undang Dasar Sementara;

  1. Keputusan Dewan Menteri dalam rapatnya ke-26 tanggal 10 Agustus 1951; Memutuskan : Menetapkan Peraturan Pemerintah sebagai berikut : Peraturan tentang penyerahan sebagian urusan Pemerintah Pusat mengenai kesehatan kepada daerah-daerah swatantra propinsi di Jawa. BAB I. Peraturan umum. Pasal 1. Yang dimaksud dengan "daerah swatantra propinsi" dalam peraturan ini ialah propinsi-propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Daerah Istimewa Yogyakarta, selanjutnya dengan nama singkatan disebut "propinsi". BAB II. Tentang pemulihan kesehatan orang sakit. Pasal 2. (1) Dengan tidak mengurangi hak, tugas, kekuasaan dan kewajiban daerah-daerah swatantra kabupaten, kota besar dan kota kecil yang ada dalam lingkungan daerahnya, propinsi diserahi urusan mendirikan dan menyelenggarakan rumah-rumah sakit umum dan balai-balai pengobatan umum untuk kepentingan kesehatan dalam lingkungan daerahnya. (2) Rumah-rumah sakit umum dan balai-balai pengobatan umum tersebut dalam ayat (1), dipergunakan untuk pengobatan dan perawatan orang-orang sakit, terutama yang kurang dan yang tidak mampu. (3) Rumah-rumah sakit umum pusat di Jakarta, Semarang dan Surabaya diselenggarakan oleh Kementerian Kesehatan. (4) Jika dipandang perlu propinsi dapat mendirikan rumah-rumah sakit dan balai-balai pengobatan khusus. Pasal 3. Pemerintahan Daerah swatantra propinsi mengadakan pengawasan atas rumah-rumah sakit sipil dan usaha-usaha kesehatan lainnya yang diselenggarakan oleh Kementerian-kementerian lain atau badan- badan partikelir didalam lingkungan daerahnya, menurut petunjuk- petunjuk dari Menteri Kesehatan. Pasal 4. (1) Kecuali ditempat-tempat, dimana oleh Pemerintah Pusat langsung diberikan pertolongan kedokteran dan kebidanan (genees-, heel- en verloskundige hulp) kepada mereka yang menurut peraturan-peraturan Pemerintah Pusat berhak menerima pertolongan tersebut dengan percuma, maka rumah sakit dan balai-balai pengobatan yang diselenggarakan oleh propinsi diwajibkan memberikan pertolongan dimaksud di atas. (2) Untuk pertolongan tersebut dalam ayat (1) oleh Pemerintah Pusat tidak diberi pengganti kerugian kepada propinsi. (3) Untuk pertolongan klinis kepada orang-orang hukuman, Kementerian Kehakiman membayar pengganti kerugian menurut tarip yang berlaku bagi rumah-rumah sakit yang bersangkutan. Pasal 5. Untuk kepentingan urusan kesehatan didalam lingkungan daerahnya, Dewan Pemerintah Daerah propinsi membeli obat-obat, sera, vaccin dan alat-alat kedokteran yang diperlukan, terutama dari persediaan Kementerian Kesehatan. BAB III. Tentang pencegahan penyakit. A. Usaha memperbaiki kesehatan dan mencegah timbulnya penyakit. Pasal 6. Dengan tidak mengurangi hak, kekuasaan, kewajiban dan pekerjaan yang diserahkan kepada daerah-daerah swatantra kabupaten, kota besar atau kota kecil yang ada dalam lingkungan daerahnya, dalam keadaan istimewa, propinsi - jika perlu dengan bantuan Pemerintah Pusat - dapat menyelenggarakan usaha-usaha yang ditujukan untuk memperbaiki kesehatan rakyat dan untuk mencegah timbulnya penyakit-penyakit dalam lingkungan daerahnya. B. Dinas pencacaran. Pasal 7. Dewan Pemerintah Daerah propinsi menyelenggarakan urusan dinas pencacaran. BAB IV. Tentang urusan-urusan lain mengenai pemeliharaan kesehatan. Pasal 8. Propinsi menyelenggarakan usaha pemberantasan dan pencegahan penyakit menular dan penyakit rakyat, kecuali usaha-usaha yang diselenggarakan oleh Kementerian Kesehatan tentang :
    1. pencegahan masuknya penyakit menular melalui darat, laut dan udara (karantina);

    2. pemberantasan dan pencegahan penyakit pes;

    3. pemberantasan dan pencegahan penyakit menular dan penyakit rakyat yang oleh Menteri Kesehatan ditentukan sebagai tugas kewajiban Kementerian Kesehatan. BAB V. Tentang pendidikan tenaga-tenaga tehnis. Pasal 9. (1) Propinsi dapat menyelenggarakan pendidikan tenaga-tenaga medis-tehnis, baik tenaga tengahan maupun rendahan, untuk mendapat ijazah Pemerintah menurut peraturan-peraturan dan syarat-syarat yang ditentukan oleh Menteri Kesehatan. (2) Propinsi dapat menyerahkan urusan yang dimaksud dalam ayat (1) kepada daerah-daerah swatantra kabupaten, kota besar atau kota kecil yang ada dalam lingkungan daerahnya. (3) Untuk mengadakan pendidikan tersebut dalam ayat (1) harus didapat izin lebih dahulu dari Menteri Kesehatan. BAB VI. Tentang penyerahan hak, tugas, kekuasaan dan kewajiban lain kepada propinsi. Pasal 10. Urusan-urusan lain mengenai kesehatan, dengan mengingat keadaan akan diserahkan berangsur-angsur kepada propinsi dengan Peraturan Pemerintah. BAB VII. Tentang bentuk dan susunan Dinas Kesehatan Propinsi. Pasal 11.

      (1)

      Propinsi membentuk dan menyusun Dinas Kesehatan Propinsi, yang terdiri dari seorang dokter, sebagai Pemimpin Dinas Kesehatan dibantu oleh dokter-dokter dan pegawai-pegawai lain, menurut petunjuk-petunjuk dari Menteri Kesehatan. (2) Dewan Pemerintah Daerah Propinsi menentukan wilayah pekerjaan dan tempat-tempat kedudukan dokter-dokter dan pegawai-pegawai lain dalam lingkungan daerahnya. (3) Pemimpin-Dinas Kesehatan Propinsi, administratif berada dibawah Pemerintahan Daerah Propinsi, medis-tehnis, di bawah Menteri Kesehatan. BAB VIII. Tentang hubungan dan kerja-sama antara pusat dan propinsi serta antara propinsi dan daerah-daerah swatantra kabupaten kota besar dan kota kecil. Pasal 12. (1) Jika disesuatu tempat atau daerah dalam lingkungan daerah swatantra propinsi timbul bencana alam, penyakit menular atau penyakit rakyat yang membahayakan, Menteri Kesehatan dapat meminta kepada Pemimpin-Dinas Kesehatan Propinsi agar pegawai-pegawai propinsi yang dibutuhkan diperintahkan guna membantu tempat atau daerah dimana peristiwa dimaksud di atas itu terjadi. (2) Biaya untuk pegawai-pegawai guna keperluan tersebut dalam ayat (1) ditanggung oleh Kementerian Kesehatan. Pasal 13. (1) Dewan Pemerintah Daerah Propinsi memberi segala bantuan yang meminta oleh Menteri Kesehatan di dalam menyelenggarakan tugas kewajibannya. (2) Biaya untuk keperluan tersebut dalam ayat (1) ditanggung oleh Kementerian Kesehatan. Pasal 14. Dewan Pemerintah Daerah Propinsi memberikan bantuan kepada daerah-daerah swatantra kabupaten, kota besar dan kota kecil yang ada dalam lingkungan daerahnya, dalam menyelenggarakan tugas dan kewajiban yang bersangkutan dengan urusan kesehatan. Pasal 15. (1) Pemimpin Dinas Kesehatan Propinsi menjalankan petunjuk- petunjuk yang diberikan oleh Menteri Kesehatan. (2) Pemerintahan Daerah Propinsi memberi laporan-laporan dan keterangan-keterangan yang diminta oleh Menteri Kesehatan berkenaan dengan penyelenggaraan urusan kesehatan dalam daerahnya. (3) Dewan Pemerintah Daerah Propinsi berusaha agar supaya Pemimpin Dinas Kesehatan Propinsi senantiasa dapat memenuhi panggilan-panggilan dari Menteri Kesehatan. (4) Biaya untuk memenuhi panggilan-panggilan yang dimaksud dalam ayat (3) ditanggung oleh Kementerian Kesehatan. BAB IX. Tentang tanah-tanah, bangun-bangunan, barang-barang lain dan hutang-piutang. Pasal 16. (1) Tanah-tanah dan bangun-bangunan yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas yang diserahkan menurut ketentuan- ketentuan dalam peraturan ini, diserahkan kepada propinsi yang bersangkutan untuk dipakai dan diurus guna keperluannya. (2) Barang-barang inventaris serta barang-barang bergerak lainnya yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas-tugas yang diserahkan kepada propinsi diserahkan dalam hak milik untuk keperluan kesehatan. (3) Segala hutang-piutang berhubung dengan keperluan urusan- urusan yang diserahkan kepada propinsi yang ada pada waktu penyerahan, menjadi tanggungan propinsi yang bersangkutan. BAB X. Tentang pegawai-pegawai. Pasal 17. (1) Untuk menyelenggarakan tugas dalam urusan kesehatan yang diserahkan kepada propinsi :

    a. diserahkan pegawai-pegawai Negara untuk diangkat menjadi pegawai propinsi yang bersangkutan, b. diperbantukan pegawai-pegawai Negara untuk dipekerjakan kepada propinsi yang bersangkutan. (2) Pegawai-pegawai Dinas Kesehatan Propinsi yang berijazah medis-tehnis terdiri dari pegawai-pegawai Kementerian Kesehatan yang diperbantukan menurut ketentuan ayat (1) sub b, (3) Penempatan dan pemindahan pegawai-pegawai yang diperbantukan kepada propinsi yang dilakukan didalam lingkungan daerah swatantara propinsi diselenggarakan oleh Dewan Pemerintah daerah Propinsi yang bersangkutan dengan memberitahukan kepada Kementerian Kesehatan. (4) Pemindahan pegawai-pegawai yang diperbantukan kepada propinsi yang dilakukan dari sesuatu daerah swatantra propinsi kelain propinsi atau daerah-daerah swatantra kabupaten, kota besar dan kota kecil diselenggarakan oleh Kementerian Kesehatan setelah mendengar pertimbangan-pertimbangan Dewan Pemerintah Daerah Propinsi yang bersangkutan. (5) Penetapan dan kenaikan pangkat dan gaji dari pegawai-pegawai yang diperbantukan menurut ayat (1) sub b, diselenggarakan oleh Kementerian Kesehatan dengan memperhatikan pertimbangan- pertimbangan Dewan Pemerintah Daerah Propinsi yang bersangkutan. BAB XI. Tentang keuangan. Pasal 18. Untuk penyelenggaraan urusan kesehatan dalam propinsi untuk tahun dinas yang berlaku diserahkan kepada propinsi uang sejumlah yang ditetapkan dalam ketetapan Menteri Kesehatan, sekedar perbelanjaan urusan-urusan tersebut termasuk dalam anggaran Kementerian Kesehatan. BAB XII. Penutup. Pasal 19. (1) Peraturan Pemerintah ini dinamakan : "Peraturan pelaksanaan penyerahan urusan kesehatan kepada propinsi-propinsi di Jawa". (2) Pada waktu berlakunya Peraturan Pemerintah ini maka segala ketentuan dalam peraturan-peraturan atau ketentuan-ketentuan tata-usaha yang bertentangan atau tidak sejalan dengan Peraturan Pemerintah ini dicabut c.q. diberhentikan berlakunya. Pasal 20. Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada hari diundangkan. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatan dalam Lembaran-Negara Republik-Indonesia. Ditetapkan di Jakarta. pada tanggal 8 Desember 1952. Wakil Presiden Republik Indonesia, Ttd. MOHAMMAD HATTA. Menteri Dalam Negeri, Ttd. MOH. ROEM. Menteri Kesehatan, Ttd. LEIMENA. Diundangkan pada tanggal 10 Desember 1952. Menteri Kehakiman, Ttd. LOEKMAN WIRIADINATA. PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 49 TAHUN 1952 TENTANG PELAKSANAAN PENYERAHAN SEBAGAIMANA URUSAN PEMERINTAH PUSAT MENGENAI KESEHATAN KEPADA DAERAH-DAERAH SWATANTRA PROPINSI DI JAWA PENJELASAN UMUM. Maksud Peraturan Pemerintah ini ialah untuk melaksanakan penyerahan sebagian dari pada urusan Pemerintah Pusat mengenai kesehatan kepada propinsi-propinsi Jawa-Timur, Jawa-Tengah, Jawa- Barat dan Daerah Istimewa Yogyakarta, penyerahan mana dalam azas- azasnya dan dalam garis-garis besarnya telah ditentukan dalam pasal 4 ayat (1) dan (2) dari Undang-undang Pembentukan daerah- daerah swatantra propinsi tersebut yang bersangkutan. Lagi pula pelaksanaan penyerahan tersebut telah memperhatikan azas-azas desentralisasi yang ditetapkan dalam Undang-undang Dasar Sementara. Undang-undang Dasar Sementara mengatakan dalam pasal 131 ayat (2), bahwa kepada daerah-daerah diberikan otonomi seluas-luasnya untuk mengurus rumah tangganya sendiri. Di dalam peraturan ini urusan kesehatan yang menjadi tugas kewajibannya pemerintahan daerah propinsi-propinsi tersebut di atas mendapat cukup jaminan untuk perkembangan yang seluas- luasnya. Pada babakan kedua disidang Dewan Perwakilan Rakyat dalam bulan Mei 1950, Pemerintah mengatakan dalam jawabannya, bahwa harus dengan jelas ditetapkan pembagian-pembagian kekuasaan antara Pemerintah Pusat dengan pemerintahan daerah. "Apabila pembagian kekuasaan dari Pusat terhadap daerah-daerah itu baikpun dengan jalan medebewind maupun berdasarkan desentralisasi dan dekonsentrasi, tiada seimbang dengan kepentingan daerah-daerah itu, maka hal demikian akan menimbulkan ketegangan-ketegangan antara daerah dan Pusat, yang tentunya tiada menguntungkan jalannya pemerintahan dikemudian hari". Segala hal ini diperhatikan di dalam menetapkan penyerahan tugas ini, di dalam hal mana ditentukan juga batas-batas lapangan pekerjaan dan kekuasaan antara Pemerintah Pusat dan pemerintahan daerah propinsi. Adapun penyerahan tugas kepada Pemerintah Daerah swatantra propinsi ini sekali-kali tiada mengurangi pertanggunganjawab Menteri Kesehatan atas kebijaksanaan pemerintahannya, sebagaimana ditetapkan dalam pasal 83 Undang-undang Dasar Sementara. Maka dari itu dalam peraturan ini terjamin pula, umpamanya dalam pasal 8, pasal 13 dan pasal 15, bahwa Menteri Kesehatan dapat mengerjakan segala usaha untuk menunaikan tugas kewajibannya yang harus dapat dipertanggung jawabkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Dengan memberikan otonomi yang seluas-luasnya kepada propinsi dalam urusan kesehatan dan dengan memberikan kepastian, bahwa pertanggungan jawab atas keadaan kesehatan diseluruh Negara, yang meliputi pemerintahan pemerintahan daerah itu, tetap ada pula Menteri Kesehatan, kiranya dapat diusahakan dengan sungguh-suggguh kemajuan kebersihan umum dan kesehatan rakyat (pasal 42 Undang- undang Dasar Sementara). Di dalam lampiran A sub XIII (untuk Propinsi Jawa-Timur lampiran A sub XIII baru) dari Undang-undang Pembentukan Propinsi-propinsi Jawa-Timur, Jawa-Tengah, Jawa-Barat dan Daerah Istimewa Yogyakarta dimuat juga hal transmigrasi didalam urusan-urusan yang mengenai kesehatan. Transmigrasi bukan semata-mata urusan kesehatan. Lagipula transmigrasi mengenai dan bersangkutan pula dengan beberapa masalah yang hanya dapat dipecahkan oleh Pemerintah Pusat. Pemerintah daerah membantu pekerjaan transmigrasi didaerahnya; bantuan ini bersifat "medebewind", yang oleh karenanya tidak dimasukkan ke dalam peraturan penyerahan yang mengenai kesehatan itu. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2. Ayat (3) Rumah-rumah sakit umum Pusat di Jakarta, Semarang dan Surabaya tidak dapat diserahkan kepada propinsi yang bersangkutan oleh karena Rumah-rumah Sakit itu dipergunakan untuk keperluan Perguruan Tinggi Kedokteran. Pasal 3. Pemerintah Daerah Propinsi mengadakan pengawasan atas rumah- rumah sakit sipil yang diselenggarakan oleh Kementerian- Kementerian lain, umpamanya rumah-rumah sakit Nusakambangan kepunyaan Kementerian Kehakiman. Pasal 4. Cukup jelas. Pasal 5. Obat-obat, sera, vaccin dan alat-alat kedokteran dari persediaan Kementerian Kesehatan berharga lebih murah daripada di luar; Pemerintah propinsi diharuskan membeli obat-obat dsb. terutama dari persediaan Negara, akan tetapi diperkenankan juga membeli obat-obat dsb. dari luar untuk, dengan segera dapat melakukan pengobatan di dalam keadaan yang luar biasa. Pasal 6. Yang dimaksudkan dengan ketentuan yang termaktub dalam pasal ini ialah urusan untuk menyelenggarakan usaha-usaha yang ditujukan untuk memperbaiki kesehatan rakyat, mencegah dan memberantas berjangkitnya penyakit menular dan penyakit rakyat, yang khusus merupakan suatu urusan yang bersifat lokal (plaatselijk). Dalam urusan ini a.l. termasuk usaha- usaha untuk mengadakan persediaan air minum, assainering malaria, perbaikan kampung-kampung, pengaliran air (afwatering), saluran-saluran air (riolering), pembersihan air kotor (afvalwaterzuivering) menjauhkan sampah-sampah, membasmikan bahayanya (vuilnisverwijdering) dlsb. Titik berat penyelenggaraan urusan tersebut tadi diletakkan dalam tangan kabupaten, kota besar dan kota kecil.(Lihat penjelasan pasal 5 "Peraturan pelaksanaan penyerahan urusan kesehatan kepada kabupaten, kota besar dan kota kecil di Jawa"). Hanya di dalam hal-hal istimewa, propinsi dapat menyelenggarakan pekerjaan-pekerjaan tehnik dimaksud di atas, umpamanya jikalau kepentingan pekerjaan tersebut lebih luas daripada kepentingan sesuatu kabupaten, kota besar atau kota kecil, atau jikalau penyelenggaraannya melewati kekuatan keuangan kabupaten, kota besar atau kota kecil yang bersangkutan. Untuk menyelenggarakan pekerjaan-pekerjaan tehnik itu propinsi dapat meminta bantuan Pemerintah Pusat. Kementerian Kesehatan menyediakan tenaga-tenaga ahli untuk memberi nasehat-nasehat dan rencana-rencana dsbnya yang diperlukan oleh Pemerintah Propinsi yang bersangkutan. Pasal 7. Cukup jelas. Pasal 8. Pembongkaran dan perbaikan rumah-rumah yang bersangkutan dengan pemberantasan penyakit pes adalah tugas kewajiban Kementerian Kesehatan. Karantina mempunyai hubungan dengan dunia internasional, maka dari itu urusan tersebut adalah tugasnya Pemerintah Pusat. Pasal 9. Oleh karena soal pendidikan tenaga-tenaga medis-tehnis baik tenaga tengahan maupun yang rendahan adalah penting artinya, maka untuk menjaga jangan sampai derajat pendidikan itu menimbulkan perbedaan keadaan, Pemerintah Pusat menganggap perlu mengadakan pembatasan-pembatasan dengan menentukan dalam ayat (3), bahwa propinsi diwajibkan minta izin dahulu dari Menteri Kesehatan, yang dalam pemberian izin itu dapat mengadakan syarat-syaratnya. Pendidikan yang tidak dapat dielenggarakan oleh Daerah otonom, dapat dikembalikan kepada daerah swatantra yang setingkat lebih tinggi atau kepada Pusat. Pasal 10. Cukup jelas. Pasal 11. Pemimpin Dinas Kesehatan Propinsi berada medis-tehnis di bawah Menteri Kesehatan berarti, bahwa Pemerintahan propinsi mengusahakan agar Pemimpin Dinas Kesehatan Propinsi menjalankan petunjuk-petunjuk tehnis yang diberikan oleh pihak Kementerian Kesehatan. Pasal 12 s/d Pasal 15. Cukup jelas. Lihat juga penjelasan umum. Pasal 16. Cukup jelas. Pasal 17. Jumlah pegawai "medis-tehnis" dilapangan Kesehatan diwaktu sekarang jauh daripada mencukupi keperluannya; kekurangan ini tidak akan dapat diatasi di dalam jangka waktu yang pendek. Agar terjamin pembagian tenaga ahli ini serasionil- rasionilnya, baik di dalam arti kata "kwalitatif" maupun "kwantitatif", maka Pemerintah Pusat harus dapat menguasai pegawai-pegawai ini, maka oleh sebab itu status yang sebaik- baiknya daripada pegawai-pegawai medis-tehnis ini, ialah pegawai Kementerian Kesehatan. Jadi pegawai-pegawai medis- tehnis dari Dinas Kesehatan Propinsi semuanya terdiri dari pegawai-pegawai ahli yang diangkat oleh Kementerian Kesehatan dan diperbantukan kepada Propinsi. "Berijazah medis-tehnis" disebut dalam ayat (2) ialah pegawai kesehatan yang mempunyai ijazah dalam salah satu keahlian dilapangan kesehatan yang diakui dan disyahkan Pemerintah. Pasal 18 s/d pasal 20. Cukup jelas. MENTERI KESEHATAN, ttd. (LEIMENA) MENTERI DALAM NEGERI, ttd. (MOHAMAD ROEM) -------------------------------- CATATAN Kutipan: Sumber: LN 1952/80; TLN NO. 336

Webmentions

Anda dapat memberikan tanggapan atas peraturan ini dengan like, retweet/repost pada tweet yang mencantumkan tautan pada laman ini.

Tanggapan (0):