Peraturan Dewan Kehormatan Militer

Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1952

Kerangka<< >>

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1952 TENTANG PERATURAN DEWAN KEHORMATAN MILITER Presiden Republik Indonesia, Menimbang : PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1952 TENTANG PERATURAN DEWAN KEHORMATAN MILITER Presiden Republik Indonesia, Menimbang : bahwa, untuk menjaga kehormatan Angkatan Perang pada umumnya dan kehormatan korps perwira pada khususnya, perlu diadakan peraturan tentang pembentukan Dewan Kehormatan Militer yang akan memberi pertimbangan kepada Menteri Pertahanan dalam soal-soal dimana dipertimbangkan kemungkinan untuk pemberhentian seorang perwira dari dinas Angkatan Perang karena tabi'at yang nyata-nyata dapat merugikan kehormatan Angkatan Perang atau kehormatan korps perwira menurut pasal 4 ayat (1) c dari Undang-undang Darurat No. 4 tahun 1950; Mengingat :

  1. Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia pasal 98;

  1. pasal 4 Undang-undang Darurat Nr 4 tahun 1950 (Lembaran- Negara 1950 Nr 5); Mendengar : Dewan Menteri dalam rapatnya yang ke-25 pada tanggal 13 Agustus 1952; Memutuskan : Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PERATURAN DEWAN KEHORMATAN MILITER. Tentang Umum. Pasal 1. Yang dimaksud dalam peraturan ini dengan Menteri ialah Menteri Pertahanan; Yang diperiksa ialah perwira yang akan, sedang dan telah diperiksa perkaranya oleh Dewan Kehormatan Militer. Pasal 2. 1. Pemberhentian seorang perwira karena tenyata mempunyai tabi'at yang nyata-nyata dapat merugikan tata-tertib dan hukum tentara, seperti tersebut dalam ayat (1) sub c pasal 4 Undang-undang Darurat Nr 4 tahun 1950, hanya dapat dilakukan atas pertimbangan Dewan Kehormatan Militer. 2. Keputusan Menteri tidak dapat menyimpang dari pertimbangan Dewan itu, kecuali jika keputusan itu menguntungkan yang diperiksa. Tentang Dewan Kehormatan Militer. Pasal 3. 1. Dewan Kehormatan Militer, selanjutnya disini disebut Dewan, memberi pertimbangan kepada Menteri tentang perkara-perkara yang diserahkan oleh Menteri kepadanya untuk diperiksa mengenai tabi'at seorang perwira yang dapat menjadi alasan bagi perwira itu untuk diberhentikan dari dinas Angkatan Perang menurut pasal 4 ayat (1) c Undang-undang Darurat Nr 4 tahun 1950. 2. Tabi'at yang dimaksudkan dalam ayat (1) diatas ialah sepertinya :
    1. kelalaian yang terlalu dalam melakukan kewajiban yang ditugaskan;

    2. dengan sengaja dan berulang-ulang tidak menaati perintah atasan, penganiayaan terhadap orang-orang bawahan, penggunaan kekuasaan secara diluar batas atau secara sewenang-wenang atau secara salah, terutama jika karena salahsatu dari perbuatan-perbuatan itu kedinasan atau seseorang mendapat kerugian;

    3. kelakuan berulang-ulang yang bertentangan dengan kesusilaan umum yang ternyata dari perbuatan- perbuatannya didalam maupun diluar dinas;

    4. kelakuan, perbuatan atau perkataan dimuka khalayak ramai atau tulisan-tulisan yang bersifat umum yang khusus melanggar kehormatan korps perwira atau disiplin tentara;

    5. perbuatan-perbuatan yang nyata-nyata dimaksudkan untuk merusak atau melemahkan ketaatan kepada pemerintah atau perwira atasan atau perbuatan-perbuatan yang mengakibatkan hal-hal tersebut diatas;

    f. sesudah ada keputusan pengadilan dalam tingkatan terakhir walaupun keputusan itu tidak mengakibatkan kehilangan kedudukannya sebagai perwira, jika keputusan itu didasarkan kepada perbuatan terhukum yang membuat terhukum menjadi tidak pantas untuk tetap memiliki kedudukan seorang perwira. Pasal 4. 1. Seorang perwira dapat diajukan kepada Dewan untuk diperiksa, hanya atas perintah tertulis yang memuat alasan-alasan dari Menteri. 2. Dalam surat perintah itu harus diterangkan kenyataan- kenyataan nama yang harus diperiksa. Pasal 5. 1.Dewan terdiri dari tujuh orang anggauta yang sedapat-dapatnya dipilih dari antara perwira-perwira yang dalam dinas aktif. 2.Jika perwira-perwira dalam dinas aktif tidak mencukupi jumlah yang ditetapkan, maka dapat diambil berturut-turut dari perwira dalam dinas non-aktif dan perwira-wira yang telah dipensiun. 3.Dewan disusun sebagai berikut: a.tiga orang perwira yang berpangkat lebih tinggi dari pada yang diperiksa, dan b.empat orang perwira yang berpangkat sama dengan yang diperiksa, dan yang sedapat-dapatnya lebih tua dalam pangkat itu. 4.Jika jumlah perwira yang sama pangkatnya tidak mencukupi jumlah yang ditetapkan, maka kekurangan ini dapat diisi dengan perwira yang pangkatnya setingkat lebih tinggi. 5.Anggota yang tertua dalam pangkat, dengan sendirinya menjadi Ketua merangkap anggota Dewan. Anggota yang berikutnya tertua dalam pangkat, dengan sendirinya menjadi wakil Ketua merangkap anggota Dewan. 6.Semua anggota Dewan adalah perwira-perwira dari angkatan yang sama dengan yang diperiksa Jika berhubung dengan sesuatu keadaan, hal itu tidak mungkin, maka kekurangan anggota dapat diisi dari angkatan lain. 7.Pembentukan Dewan dinyatakan dengan keputusan Menteri. 8.Apabila berhubung dengan sesuatu keadaan, susunan tersebut dalam ayat-ayat diatas tidak dapat dipenuhi, maka dengan surat keputusan Presiden dapat diadakan susunan yang menyimpang dari susunan yang ditentukan dalam pasal ini. Pasal 6. 1.Untuk Dewan ditetapkan dua orang anggota cadangan, yang akan mengganti anggota yang secara sah berhalangan melakukan tugasnya. 2.Anggota-anggota cadangan itu ditetapkan oleh Menteri Pertahanan dengan surat keputusan. 3.Anggota-anggota cadangan itu setiap waktu dapat diperintahkan oleh Ketua Dewan untuk melakukan tugas mereka. Pasal 7. 1.Penetapan anggota-anggota Dewan serta anggota-anggota cadangan, didasarkan pada undian yang dilakukan diantara perwira- perwira yang termasuk dalam daftar perwira-perwira yang tersedia untuk menjadi anggota Dewan. 2.Cara membuat daftar yang dimaksudkan diatas dan cara melakukan undian, ditetapkan oleh Menteri dalam peraturan tata-tertib dengan ketentuan-ketentuan tersebut dalam ayat-ayat dibawah ini. 3.Pada pokoknya semua perwira dapat dimasukkan dalam daftar itu; kecuali : a.Perwira-perwira yang dimaksud dalam pasal 8; b.Perwira-perwira yang mengusulkan, membuat laporan atau mengajukan tuntutan yang mengakibatkan pembentukan Dewan Kehormatan Militer; c.Perwira-perwira yang sedang dalam tuntutan Hukum Pidana Tentara atau Hukum Disiplin Tentara atau sedang menjalankan hukuman pidana atau hukuman disiplin tentara; d.Kepala Staf Angkatan Perang, Kepala Staf Angkatan Darat, Kepala Staf Angkatan Laut dan Kepala Staf Angkatan Udara; e.Perwira-perwira yang menurut keterangan dokter tentara tidak dapat menjalankan tugas sehari-hari; f.Perwira-perwira yang menurut pertimbangan Menteri setelah mendengar Kepala Staf Angkatan yang bersangkutan tidak dapat duduk dalam Dewan berhubungan dengan melakukan sesuatu tugas yang tidak dapat ditinggalkan. 4.Jika yang diperiksa itu seorang perwira pertama Angkatan Darat, maka anggota-anggota Dewan yang sama pangkatnya dengan yang diperiksa dipilih dengan mengadakan undian antara perwira- perwira yang bertempat-tinggal di daerah Komando Militer Kota Besar, dimana yang diperiksa bertempat tinggal atau antara perwira-perwira dari Resimen yang diperiksa, sedangkan anggota-anggota Dewan yang lebih tinggi pangkatnya dari pada yang diperiksa dipilih dengan mengadakan undian antara perwira-perwira yang bertempat-tinggal didaerah Territorium, dimana yang diperiksa bertempat-tinggal. 5.Jika yang diperiksa itu seorang perwira pertama Angkatan Laut atau seorang perwira pertama Angkatan Udara, maka anggota- anggota Dewan dipilih dengan mengadakan undian antara perwira-perwira yang bertempat-tinggal di daerah Komando Daerah Maritim atau di daerah Komando Distrik Udara (termasuk komando pangkalan-pangkalan udara), dimana yang diperiksa bertempat-tinggal. 6.Jika yang diperiksa itu seorang perwira menengah, maka anggota- anggota Dewan yang sama pangkatnya dengan yang diperiksa dipilih dengan mengadakan undian antara perwira-perwira yang bertempat tinggal di Daerah territorium, komando Daerah Maritim atau komando Distrik Udara (termasuk komando Pangkalan-pangkalan Udara), dimana yang diperiksa bertempat tinggal, sedangkan anggota-anggota Dewan yang lebih tinggi pangkatnya dari pada yang diperiksa dipilih dengan mengadakan undian antara perwira-perwira dari seluruh Angkatan, dimana yang diperiksa termasuk. 7.Apabila jumlah perwira-perwira yang akan diundi di daerah- daerah seperti yang dimaksud pada ayat-ayat 4, 5 dan 6 diatas tidak cukup, maka Menteri dapat menentukan, supaya perwira- perwira yang bertempat tinggal disesuatu atau beberapa daerah lain ikut serta diundi. 8.Perwira yang menarik undian tidak dapat menolak untuk ditetapkan menjadi anggota Dewan atau anggota cadangan Dewan, kecuali jika penolakan itu didasarkan pada ketentuan tersebut dalam pasal 8 atau didasarkan pada hal-hal lain yang dapat diterima oleh Menteri. 9.Jika terjadi penolakan tersebut diatas, maka segera diadakan undian lagi untuk menetapkan penggantinya. Pasal 8. 1.Jika ada alasan untuk memajukan seseorang perwira dimuka Dewan, maka Menteri segera memutuskan untuk membentuk Dewan. 2.Anggota Dewan atau anggota cadangan Dewan tidak boleh mempunyai hubungan darah atau hubungan keiparan sampai derajat ke- empat, baik terhadap yang diperiksa maupun terhadap perwira yang tersangkut dalam perkara. 3.Diantara anggota-anggota Dewan serta anggota-anggota cadangan Dewan sendiri, tidak boleh ada hubungan darah atau hubungan keiparan sampai derajat ke-tiga. Pasal 9. 1.Sebelum pemeriksaan dimulai, yang diperiksa wajib diberitatahukan tentang nama-nama anggota-anggota Dewan dan anggota cadangan Dewan. 2.Setelah pemberitahuan itu diterima, maka yang diperiksa, dalam batas waktu yang ditentukan oleh Menteri, berhak memajukan penolakan terhadap sebanyak-banyaknya dua orang anggota Dewan atau anggota cadangan Dewan dengan tidak perlu menyatakan alasan-alasannya. 3.Hak penolakan itu diberikan hanya satu kali saja. 4.Jika terjadi penolakan tersebut diatas, maka Menteri segera menetapkan pengganti anggota-anggota yang ditolak itu. Pasal 10. 1.Tiap-tiap orang, kecuali yang dimaksud dalam ayat (4) pasal ini, atas permintaan Ketua Dewan atau atas perinintaan yang diperiksa, diwajibkan memenuhi panggilan Ketua Dewan untuk memberi keterangan seperlunya sebagai saksi. 2.Dengan tiada persetujuan yang diperiksa, orang-orang tersebut dibawah ini tidak dapat diwajibkan memberi keterangan sebagai saksi: a.keluarga yang diperiksa dalam garis lurus (rechte-linie); b.keluarga yang diperiksa dalam garis simpang (zij-linie) sampai derajat ke-tiga; c.isteri yang diperiksa atau bekas isterinya. 3.Orang-orang yang berhubung dengan kedudukan atau jabatan mereka diwajibkan menyimpan rahasia atas keterangan-keterangan yang diberikan kepada mereka dalam kedudukan atau jabatan tersebut, tidak diwajibkan memberi keterangan-keterangan yang harus dirahasiakan itu. 4.Apabila saksi yang dipanggil itu tidak dapat meninggalkan rumahnya karena keterangan yang sah dari dokter yang berhak, maka ia tidak dapat diwajibkan untuk hadir dimuka Dewan. Pasal 11. 1. Sidang Dewan bersifat rahasia. 2.Dalam sidang pertama, salah seorang anggota dengan suara terbanyak ditunjuk menjadi sekretaris merangkap anggota. Ketua dan wakil Ketua tidak dapat ditunjuk sebagai sekretaris. 3.Sekretaris mencatat segala keterangan-keterangan yang diberikan dalam pemeriksaan dan segala apa yang dirundingkan dalam sidang. Catatan itu setelah disetujui oleh Dewan ditandatangani oleh Ketua atau wakil Ketua dan Sekretaris. 4.Jika seorang anggota tidak dapat menghadiri suatu sidang karena berhalangan secara sah, maka ia harus memberitahukan hal itu tepat pada waktunya kepada Ketua Dewan. Ketua Dewan menetapkan perlu tidaknya anggota yang berhalangan itu diwakili. Pasal 12. 1.Yang diperiksa dapat menghadiri sidang-sidang Dewan, kecuali sidang yang dimaksud dalam pasal 14. 2.Ia berhak memajukan pembelaannya, baik dengan lisan maupun dengan tertulis. 3.Ia berhak menunjuk seorang perwira yang bukan anggota Dewan atau bukan anggota cadangan Dewan untuk membantu dia dalam pembelaannya. 4.Ia dan pembelanya seperti yang dimaksud dalam ayat (3), dapat melihat semua surat-surat yang mengenai perkara yang bersangkutan yang disampaikan kepada Dewan. 5.Ketua Dewan, karena jabatannya atau atas permintaan yang diperiksa, dapat memerintahkan supaya yang diperiksa meninggalkan sidang, jika hal yang demikian itu perlu untuk memeriksa seseorang saksi diluar pendengaran yang diperiksa. 6.Pembela dapat menghadiri sidang-sidang Dewan, kecuali sidang yang dimaksud dalam pasal 14. Pasal 13. Untuk kepentingan pemeriksaan, Dewan dapat meminta kepada para ahli, supaya mereka itu memberikan pertimbangan kepadanya. Pasal 14. 1.Sesudah Dewan melakukan pemeriksaan dengan seksama, maka Dewan membuat keputusan untuk dijadikan pertimbangan kepada Menteri. 2.Keputusan Dewan diambil dalam sidang tertutup dengan suara terbanyak, yang pemungutan suaranya dilakukan secara rahasia. 3.Keputusan itu harus memuat pertimbangan tentang soal: a.apakah menurut keyakinan Dewan ada alasan untuk memberhentikan yang diperiksa itu tidak dengan hormat dari dinas Angkatan Perang atau tidak; b.jika ada, maka apakah ada pertimbangan yang meringankan bagi yang diperiksa. Pasal 15. Kecuali dalam keadaan tersebut dalam pasal 17, maka seorang yang diperiksa tidak dapat dihadapkan lagi dimuka sesuatu Dewan mengenai perkara yang oleh Dewan lain telah diberi pertimbangannya. Tentang peninjauan kembali. Pasal 16. Peninjauan kembali atas pertimbangan yang diberikan oleh Dewan dapat dilakukan : a.jika pertimbangan itu berhubungan dengan keputusan pengadilan dalam tingkatan terakhir yang kemudian dibatalkan; b.jika ada sesuatu keadaan, yang tidak diketahui oleh Dewan pada waktu memberikan pertimbangan dan keadaan itu sendiri atau dihubungkan dengan keadaan-keadaan lain menimbulkan kesangsian terhadap kebenaran pertimbangan tersebut. Pasal 17. 1.Permintaan untuk peninjauan kembali atas pertimbangan Dewan, disampaikan dengan tertulis kepada Menteri, baik oleh yang diperiksa atau oleh orang yang khusus diberinya kekuasaan, maupun jika ia telah meninggal dunia, oleh jandanya atau oleh salah seorang keluarganya yang sah dalam garis lurus, atau jika ia tidak kawin, oleh keluarganya yang sah dalam garis simpang sampai derajat ke-dua. 2.Jika permintaan itu ditolak, maka Menteri memberitahukan hal itu kepada yang diperiksa atau kuasanya atau keluarganya dengan surat keputusan yang menyatakan alasan-alasan bahwa syarat- syarat seperti tersebut dalam pasal 16 tidak dipenuhi. Keputusan untuk menolak permintaan ini dibuat setelah mendengar sebuah Dewan yang terdiri dari tiga orang perwira yang berpangkat lebih tinggi dari yang diperiksa pada waktu pemeriksaan pertama dilakukan dan yang bertugas melulu untuk menyelidiki apakah syarat-syarat dalam pasal 16 itu telah dipenuhi atau tidak. 3.Jika permintaan itu dikabulkan, maka Menteri segera memerintahkan untuk peninjauan kembali atas pertimbangan yang disangsikan dengan membentuk Dewan baru. 4.Perwira yang pernah turut secara aktif dalam sidang-sidang Dewan yang memberikan pertimbangan yang disangsikan itu tidak boleh duduk dalam Dewan baru. Penutup. Pasal 18. Menteri menetapkan peraturan tata-tertib Dewan yang mengatur selain dari pada hal-hal yang tersebut dalam 7 ayat (2) juga cara bekerja Dewan itu serta lain-lainnya yang perlu guna pelaksanaan Peraturan Pemerintah ini sebaik-baiknya. Pasal 19. Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada hari diundangkan. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatan dalam Lembaran-Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 11 September 1952. Presiden Republik Indonesia, SOEKARNO. Menteri Pertahanan, HAMENGKUBUWONO. Diundangkan pada tanggal 13 September 1952. Menteri Kehakiman, LOEKMAN WIRIADINATA. PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH MOMOR 40 TAHUN 1952 TENTANG PERATURAN DEWAN KEHORMATAN MILITER PENJELASAN UMUM. Bahwasanya kehormatan Angkatan Perang pada umumnya dan kehormatan korps perwira pada khususnya harus senantiasa dipelihara dan dijaga dengan baik-baik, itu adalah hal yang sudah dengan sendirinya, oleh karena berhasilnya kewajiban yang ditugaskan kepada Angkatan Perang sebagai alat kekuasaan Negara amatlah berhubungan dengan perasaan hormat yang oleh Angkatan Perang ditimbulkan pada masyarakat terhadapnya, karena organisasinya yang utuh serta mutu dan jiwa perwira-perwiranya yang tinggi. Dewan Kehormatan Militer ini bermaksud untuk memberi pertimbangan, sesudah melakukan pemeriksaan yang seksama dan adil, kepada Menteri Pertahanan dalam soal-soal di mana dipertimbangkan kemungkinan untuk pemberhentian seorang perwira dari dinas Angkatan Perang, karena tabi'at yang nyata-nyata dapat merugikan kehormatan tersebut di atas. Dewan itu tidak mempersoalkan pelanggaran-pelanggaran pidana yang menjadi kekuasaan pengadilan dan juga tidak mempersoalkan pelanggaran-pelanggaran aturan tata-tertib yang menjadi kekuasaan penjabat militer yang berkuasa menjatuhkan hukuman tata-tertib. Dewan itu mempersoalkan kelakuan atau perbuatan-perbuatan yang di luar daerah hukum pidana dan hukum tata-tertib, tetapi tidak dapat dibiarkan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan kehormatan. Jika di atas disebut kehormatan korps perwira, maka yang dimaksud bukan hanya kehormatan seluruh perwira sebagai suatu satuan saja, melainkan juga kehormatan seorang perwira sebagai perorangan. Sebab dengan adanya dewan, maka tiap-tiap perwira yang dicela karena tabi'atnya yang tidak sesuai dengan kehormatan Angkatan Perang atau kehormatan seluruh perwira, akan diperiksa dengan seksama dan adil menurut hak-hak manusia, sebelumnya diambil keputusan terhadap dia. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Sudah jelas. Pasal 2. (1)Pada ayat (1) pasal 4 Undang-undang Darurat Nr 4 tahun 1950 diterangkan, bahwa anggota Angkatan Perang diberhentikan karena antara lain : c.ternyata mempunyai tabi'at yang nyata-nyata dapat merugikan tata-tertib dan hukum tentara. Ini antara lain berarti mempunyai tabi'at yang nyata-nyata dapat merugikan kehormatan Angkatan Perang umumnya dan kehormatan korps perwira khususnya. Seperti telah diuraikan dalam penjelasan umum di atas, maka perhentian karena perbuatan pelanggaran hukum pidana adalah termasuk kekuasaan pengadilan, yang telah termuat dalam sub b ayat (1) pasal 4 Undang-undang Darurat di atas. Sedangkan menurut hukum tata-tertib, tidak ada hukuman pemberhentian terhadap pelanggaran tata-tertib. Dalam pemberhentian seorang perwira karena tabi'atnya tidak sesuai dengan kehormatan Angkatan Perang, Menteri diwajibkan mendengar pertimbangan dewan itu lebih dahulu. (2)Meskipun pertimbangan itu tidak mengikat, tetapi dengan adanya aturan ini pertimbangan dewan itu tidak dapat diabaikan begitu saja. Pasal 3. (1)Dewan memberi pertimbangan kepada Menteri, selaku instansi yang bertanggung jawab atas pengangkatan dan pemberhentian perwira. (2)Oleh karena istilah "tabi'at yang nyata-nyata dapat merugikan kehormatan Angkatan Perang" itu tidak dapat ditentukan tegas dengan batas-batasnya, maka kelakuan-kelakuan yang tersebut dalam ayat ini, ialah sekedar untuk menggambarkan apa yang dimaksud antara lain dengan tabi'at itu. Pasal 4 - 13. Sudah jelas. Pasal 14. (1)Sudah jelas. (2)Sudah jelas. (3)Keputusan Dewan yang dijadikan pertimbangan untuk Menteri merupakan kesimpulan : a.tidak ada alasan-alasan untuk memberhentikan perwira yang diperiksa itu tidak dengan hormat dari dinas Angkatan Perang, atau b.ada alasan untuk memberhentikan tidak dengan hormat dari dinas Angkatan Perang, atau c.ada alasan untuk memberhentikan tidak dengan hormat dari dinas Angkatan Perang, dengan catatan bahwa ada pertimbangan yang meringankan bagi yang diperiksa. Pasal 15 - 19. Sudah jelas. -------------------------------- CATATAN Kutipan: LN 1952/62; TLN NO. 279

Webmentions

Anda dapat memberikan tanggapan atas peraturan ini dengan like, retweet/repost pada tweet yang mencantumkan tautan pada laman ini.

Tanggapan (0):